Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1, Respatiwulan, Siswanto Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 1)
[email protected] Abstrak Model epidemi routing menjelaskan proses pengiriman paket data pada jaringan mobile melalui analogi proses penyebaran penyakit. Analogi dapat dilihat berdasarkan proses dan variabel yang berpengaruh. Tujuan penelitian ini adalah menurunkan model epidemi routing. Model epidemi routing berupa persamaan diferensial biasa yang menyatakan perubahan banyaknya node yang memiliki paket data pada suatu jaringan mobile pada saat t. Perubahan banyaknya node dipengaruhi laju pengiriman paket data. Semakin besar laju pengiriman paket data maka semakin besar perubahan banyaknya node yang memiliki paket data pada suatu jaringan mobile.Penyelesaian model epidemic routing berupa banyaknya node yang memiliki paket data pada suatu jaringan mobile pada saat t. Selanjutnya model epidemi routing diterapkan pada suatu contoh proses pengiriman paket data di medan perang dan disimulasi dengan mengambil besarnya laju pengiriman paket data Ξ²yang berbeda. Hasil simulasi menunjukkan jika semakin besar nilai Ξ², maka semakin cepat waktu yang diperlukan untuk semua node dalam jaringan mobile dapat memiliki paket data. Kata kunci: model epidemi, routing
1. PENDAHULUAN Model epidemi merupakan salah satu model matematika yang dapat menggambarkan pola penyebaran penyakit. Kesesuaian model epidemi dengan kasus nyata penyebaran penyakit mengakibatkan banyak dilakukan pengembangan model epidemi. Menurut Isham [3], pengembangan model epidemi dilakukan dengan menambah variabel dan menambah perlakuan sesuai tujuan yang diinginkan. Selain itu, pengembangan dari model epidemi juga dapat dilakukan dengan melakukan analogi model epidemi atau proses penyebaran penyakit dengan proses yang memiliki perilaku sama sehingga diperoleh model baru. Model epidemi dapat dianalogikan dengan proses pengiriman paket data (routing) (Zhang[6]). Routing adalah proses pemilihan jalur untuk pengiriman paketdata dari node satu ke node yang lain dalam suatu jaringan mobile. Pada routing dipilih jalur pengiriman paket data yang stabil, yaitu jalur dengan semua nodedapat memiliki paket data. Analogi antara model epidemi dan routing dapat dilihat berdasarkan proses dan variabel yang berpengaruh, sehingga dengan dilakukannya analogi maka dapat mempermudah memperoleh model epidemi routing.
Makalah Pendamping: Matematika 2
177
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
2. PEMBAHASAN 2.1 Model Epidemi Routing Model epidemi routing mengacu pada (Zhang [6]). Model epidemi routing menjelaskan proses pengiriman paket data dalam suatu jaringan mobile (routing)melalui analogi pada proses penyebaran penyakit. Analogi antara model epidemicdan routing dapat dilihat berdasarkan proses dan variabel yang berpengaruh.Model epidemi routing dapat menggambarkan pola pengiriman paket data padajaringan mobile berdasarkan banyaknya node yang memiliki paket data tiap satusatuan waktu. Proses pengiriman paket data pada routing dinyatakan dengan algoritma store-carryforward. Store-carry-forward adalah node yang memiliki paket data danmembawa paket data tersebut untuk mengirimkannya ke node lain yang belummemiliki paket data ( Liu [4] dan Zhang [6]). Menurut Small [5], model epidemicyang prosesnya sesuai dengan algoritma pada routing adalah model susceptible infected (SI). Model SI menggambarkan proses penyebaran penyakit dari individuyang terinfeksi penyakit ke individu yang belum terinfeksi penyakit sampai
semuaindividu
terinfeksi
penyakit
tersebut.
Selain
proses,
variabel
yang
berpengaruhpada routing dan model epidemi juga memiliki kesamaan. Node yang belum memiliki paket data pada routing dapat dianalogikan dengan individu yang belumterinfeksi pada model epidemi dan node yang memiliki paket data pada routing dapat dianalogikan dengan individu yang terinfeksi pada model epidemi. Karena proses pengiriman paket data pada routing dapat dianalogikan dengan model SI, maka asumsi yang digunakan pada model epidemi routing mengacu pada model SI. 1. Pengiriman paket data terjadi pada suatu jaringan mobile dengan banyaknya node konstan. 2. Terdapat satu node awal yang memiliki paket data. 3. Setiap node mempunyai peluang yang sama untuk memiliki paket data. 4. Hanya satu paket data yang dapat dikirimkan. 5. Satu node hanya dapat mengirimkan dan menerima paket data sebanyak satu kali. Pada model epidemi routing, kelompok node yang belum memiliki paket data dianalogikan dengan kelompok individu yang belum terinfeksi penyakit dinotasikan dengan S. Sedangkan kelompok node yang memiliki paket data dianalogikan dengan kelompok individu yang terinfeksi penyakit dinotasikan dengan I. Node pada kelompok S dapat memiliki paket data dengan laju pengiriman paket data sebesar Ξ², sehingga node yang telah memiliki paket data menjadi node pada kelompok I. Karena setiap node mempunyai peluang yang sama untuk memiliki paket data, maka kemungkinan banyaknya node pada kelompok S yang berpindah ke kelompok I sebesar Ξ²SI. Sehingga proses pengiriman dan penerimaan paket data antar node pada model epidemi routing dapat disajikan dalam Gambar 1.
178
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
Gambar 1. Proses pengiriman dan penerimaan paket data antar node Banyaknya node kelompok S dan I pada waktu t, masing-masing dinyatakan dengan S(t) dan I(t). Jika banyaknya node pada suatu jaringan mobile dinyatakan dengan N, maka S(t) = N - I(t). Dengan demikian perubahan banyaknya node yang memiliki paket data pada jaringan mobile tiap satu satuan waktu dapat dituliskan sebagai ππΌ (π‘) ππ‘
= π½ πΌ π‘ (π β η‘ π‘ )
(2.1)
dengan laju pengiriman paket data π½ β₯ 0. Selanjutnya persamaan diferensial (2.1) merupakan model epidemi routing.
2.2 Penyelesaian Model Model epidemi routing diharapkan dapat menggambarkan pola pengiriman paket data berdasarkan banyaknya node yang memiliki paket data. Persamaan (2.1) menyatakan perubahan banyaknya node yang memiliki paket data pada jaringan mobile tiap satu satuan waktu. Sehingga, persamaan (2.1) perlu diselesaikan untuk mendapatkan persamaan yang menyatakan banyaknya node yang memiliki paket data pada jaringan mobile tiap satu satuan waktu, dan penyelesaiannya dapat diselesaikan secara eksak. Menurut Champell [1], persamaan (2.1) merupakan persamaaan diferensial dengan variabel terpisah, sehingga dapat dinyatakan ππΌ (π‘) πΌ π‘ (πβπΌ π‘ )
= π½ππ‘.
(3.1)
Karena diasumsikan hanya terdapat satu node awal pada jaringan mobile yang memiliki paket data I(0) = 1, diperoleh penyelesaian dari persamaan (3.1) π
πΌ π‘ = 1+(πβ1)π βπ½ππ‘
(3.2)
dengan laju pengiriman paket data π½ β₯ 0. Persamaan (3.2) menyatakan banyaknya node yang memiliki paket data pada jaringan mobile pada waktu t, dengan N menyatakan banyaknya node dalam jaringan mobile dan π½merupakan laju pengiriman paket data. Banyaknya node yang memiliki paket data pada jaringan mobile tiap satu satuan waktu dapat dianalisis dengan melihat pengaruh dari π½. Jika π½bernilai 0, maka π βπ½ππ‘ bernilai 1, sehingga berakibat hanya satu node yang memiliki paket data pada jaringan mobile yaitu node awal. Sedangkan jika nilai π½semakin besar, maka nilai π βπ½ππ‘ semakin mendekati 0, sehingga berakibat banyaknya node yang memiliki paket data pada jaringan mobile akan mendekati N. Sehingga dapat disimpulkan jika semakin besar π½, maka banyak node yang memiliki paket data pada jaringan mobile semakin cepat mendekati N.
Makalah Pendamping: Matematika 2
179
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
2.3 Penerapan dan Simulasi Model Penerapan dalam penelitian ini menggunakan kasus jaringan mobile di medan perang yang merujuk pada (Groenevelt [2]). Pada kasus tersebut mengamati pola pengiriman paket data pada jaringan mobile di medan perang yang dilihat dari pengiriman paket data yang stabil yaitu saat semua node dapat memiliki paket data. Banyaknya node pada jaringan mobile di medan perang 100 dengan laju pengiriman paket data π½= 0.222 jam/node. Parameter dari model tersebut mengacu dari (Groenevelt [2]). Berdasarkan persamaan (2.1) perubahan banyaknya node yang memiliki paket data pada waktu t dalam suatu jaringan mobile di medan perang dapat disajikan sebagai ππΌ (π‘) ππ‘
= 0.222 πΌ π‘ 100 β πΌ π‘ .
(4.1)
Banyaknya node yang memiliki paket data pada waktu t dalam suatu jaringan mobile di medan perang diperoleh dengan menyelesaikan persamaan (4.1) yaitu πΌ π‘ =
100 . 1+99π β22,2π‘
(4.2)
Persamaan (4.2) dapat disajikan pada Gambar 2. . i 100
80
60
40
20
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
t
Gambar 2. Banyaknya node yang memiliki paket data Gambar 2 menunjukkan pada saat t = 0.87 jam, banyaknya node yang memiliki paket data sebanyak 100 node, artinya pada saat t = 0.87 jam semua node dalam jaringan mobile di medan perang telah memiliki paket data. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh π½terhadap perubahan banyaknya node yang memiliki paket data pada waktu ke-t, model epidemi routing pada persamaan (4.1) disimulasikan. Simulasi dilakukan dengan mengambil π½yang berbeda-beda yaitu π½ = 0.075, π½= 0.222 dan π½= 0.50. Hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 3.
180
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
i 100
80
60
40
20
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
t
Gambar 3. Banyaknya node yang memiliki paket data, dengan π½berbeda Gambar 3 menggambarkan banyaknya node yang memiliki paket data pada suatu jaringan mobile dengan π½yang berbeda-beda N = 100 dan I(0) = 1. Pada Gambar 3 garis berwarna merah menggambarkan banyaknya node yang memiliki paket data dengan π½= 0.075. Garis berwarna biru menggambarkan banyaknya node yang memiliki paket data dengan π½= 0.222. Garis berwarna hijau menggambarkan banyaknya node yang memiliki paket data dengan π½= 0.50. Garis berwarna biru menunjukkan dengan π½= 0.075, sebanyak 100 node dalam jaringan mobile telah memiliki paket data pada saat t = 2.55 jam. Garis berwarna merah menunjukkan dengan π½= 0.222, sebanyak 100 node dalam jaringan mobile telah memiliki paket data pada saat t = 0.87 jam. Garis berwarna hitam menunjukkan dengan π½= 0.50, sebanyak 100 node dalam jaringan mobile telah memiliki paket data pada saat t = 0.39 jam. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 3, terlihat jika semakin besar laju pengiriman paket data π½, maka semakin cepat semua node dalam jaringan mobile dapat memiliki paket data.
3.
KESIMPULAN 1. Model epidemi routing dinyatakan sebagai ππΌ (π‘) ππ‘
= π½ πΌ π‘ (π β α» π‘ ).
2. Penyelesaian model epidemi routing dengan mula-mula hanya satu node dalam jaringan mobile yang memiliki paket data I(0) = 1 yaitu πΌ π‘ =
π . 1 + (π β 1)π βπ½ππ‘
3. Berdasarkan hasil analisis dan simulasi menunjukkan jika semakin besar laju pengiriman paket data π½, maka semakin cepat waktu yang diperlukan untuk semua node dalam jaringan mobile dapat memiliki paket data.
Makalah Pendamping: Matematika 2
181
Volume 2
4.
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
DAFTAR PUSTAKA [1] Campbell, L. Stephen, An Introduction to Differential Equations and their Application, second ed ed., California USA, 1990. [2] Groenevelt, R., P. Nain, and G. Koole, The Message Delay in Mobile Ad Hoc Network, Perform (2005), no. 62, 210-228. [3] Isham, V., Stachastic Models for Epidemics, Research Report 263. [4] Liu, J., X. Jiang, H. Nishiyama, and N. Kato, General Model for Store-Carry-Forward Routing Schemes with Multicast in Delay Tolerant Networks, IEEE (2011), 494-500. [5] Small, T., and Z.J. Haas, The Shared Wireless Infostation Model-A New Ad Hoc Networking Paradigm, MobiHoc, Maryland, USA (2003), 233-244. [6] Zhang, E., G. Neglia, J. Kurose, and D. Towsley, Performance Modeling of Epidemic Routing, UMass Computer Science Technical Report 44 (2005).
182
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
ANALISIS MODEL PRODUKSI JAGUNG DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR MENGGUNAKAN MATRIKS LESLIE Marliadi Susanto1, Mamika Ujianita Romdhini2, Lailia Awalushaumi3 Program Studi Matematika FMIPA Universitas Mataram Jl. Majapahit 62 Mataram, email:
[email protected] Program Studi Matematika FMIPA Universitas Mataram Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model pertumbuhan produksi jagung yang ada di Kabupaten Lombok Timur. Dalam penelitian ini digunakan suatu metode pada bidang aljabar yaitu dengan menggunakan Matriks Leslie. Matriks Leslie yang dikenal juga sebagai model Leslie ditemukan oleh P. H Leslie pada tahun 1945 untuk menganalisis pertumbuhan populasi. Data yang digunakan adalah populasi benih jagung, daya tahan hidup dan angka kelahiran jagung. Data tersebut kemudian dimodelkan dalam Matriks Leslie dan dicari nilai eigen positif terbesarnya (akar Perron). Hasilnya adalah pada Kabupaten Lombok Timur diperoleh akar Perron
= 1,6757 sehingga modelnya menjadi
X k ο½ 1,6757 X k ο1 .
Artinya
pertumbuhan produksi jagung di Kabupaten Lombok Timur meningkat sebesar 1,6757 tiap tahunnya. Kata kata kunci : populasi jagung, Matriks Leslie, akar Perron
PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai Negara agraris yang berarti Negara mengandalkan sektor pertanian baik sebagai mata pencaharian maupun sebagai penopang pembangunan. Sektor pertanian merupakan penopang perekonomian di Indonesia karena pertanian membentuk proporsi yang sangat besar memberikan sumbangan untuk kas pemerintah. Jagung menjadi salah satu komoditas pertanian yang sangat penting dan sangat terkait dengan industri besar (Berliana, 2008). Jagung merupakan tanaman pangan kedua setelah padi. Bahkan, di beberapa tempat , jagung merupakan bahan makanan pokok utama pengganti beras atau sebagai campuran beras. peningkatan.
Penggunaan jagung sebagai bahan pangan dan pakan terus mengalami
Sementara ketersediaannya dalam bentuk bahan terbatas.
Untuk itu, perlu
dilakukan upaya peningkatan produksi melalui perluasan lahan penanaman dan peningkatan produktivitas. Lombok adalah salah satu daerah yang memiliki lahan cukup luas dan subur dan sangat berpotensi untuk meningkatkan produksi jagung. Di daerah ini masih banyak lahan pertanian yang belum dioptimalkan untuk menanam jagung. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2011, jumlah produksi jagung di kabupaten Lombok Timur adalah yang paling banyak dibandingkan kabupaten-kabupaten lain yang ada di pulau Lombok. Padahal potensi pemasaran jagung di lombok terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari semakin berkembanganya industri peternakan yang pada akhirnya akan Makalah Pendamping: Matematika 2
183
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
meningkatkan permintaan jagung sebagai campuran pakan ternak. Selain itu, berkembangnya produk pangan dari jagung dalam bentuk tepung jagung di kalangan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut akan dilakukan penelitian untuk menentukan model pertumbuhan tanaman jagung dan perkembangan harga jagung menggunakan Matriks Leslie. Hal ini dimaksudkan sebagai alat kontrol secara matematis perkembangan usahatani jagung khususnya di kabupaten Lombok Timur. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumsan masalah dan tujuan pada penelitian ini adalah merumuskan model matematika pertumbuhan produksi tanaman jagung di kabupaten Lombok Timur menggunakan Matriks Leslie. Tujuan selanjutnya adalah menentukan nilai eigen dari matriks Leslie model usahatani jagung di kabupaten Lombok Timur. Yang terakhir penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan usahatani jagung berdasarkan nilai eigen dari model Leslie. Salah satu model pertumbuhan populasi yang sering digunakan oleh ahli demografi adalah model Leslie. Suatu populasi dapat dimodelkan dengan Matriks Leslie dengan melihat tiga faktor yaitu faktor kelahiran, kematian dan pertambahan usia. Pada Matriks Leslie, untuk mengetahui model pertumbuhan suatu populasi ada beberapa asumsi yang harus terpenuhi yaitu: 1.
Hanya dibutuhkan jumlah populasi perempuan.
2.
Usia maksimum yang dapat dicapai suatu populasi.
3.
Kelompok usia dari populasi.
4.
Daya tahan hidup (survival rate) tiap kelompok usia menuju tahap usia selanjutnya diketahui.
5.
Angka kelahiran (age birth) untuk tiap kelompok usia diketahui (Yokoyama, 1997). Misalkan
dan
adalah rata-rata banyaknya anak perempuan yang lahir dari setiap kelompok
adalah perbandingan antara banyak perempuan yang bertahan hidup (survival rate)
sehingga mampu masuk ke dalam kelompok kelompok
. Misalkan pula
pengamatan waktu ke-k untuk
persamaan
, dengan banyaknya perempuan dalam
adalah banyaknya perempuan pada kelompok
pada
. Maka Model Leslie dapat dituliskan dengan
dan
disebut Matriks Leslie (Simanihuruk, 2005). Selanjutnya Model Leslie tersebut dapat diwakili oleh akar Perron sesuai dengan teorema dalam (Prayanti, 2010) yaitu Jika Ξ»1 adalah akar Perron dari Matriks Leslie (L) maka X k = L X (kβ1)dapat diwakili oleh X k = Ξ»1 X (kβ1) .
184
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan studi pustaka Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Matematika FMIPA Universitas Mataram selama 6 bulan. Target/Subjek Penelitian Subjek penelitian pada penelitian ini adalah populasi jagung yaitu jumlah produksi dan jumlah benih jagung dari tahun 2001 sampai 2012 untuk tiap Kecamatan di Kabupaten Lombok Timur. Prosedur Data yang diperoleh adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Timur. Data, Intrumen, dan Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Timur. Data yang dikumpulkan adalah data populasi jagung yaitu jumlah produksi (anak) dan jumlah benih (dewasa) dari tahun 2001 sampai 2012 untuk tiap kecamatan di Kabupaten Lombok Timur. Daerah yang menjadi sampel yaitu Kecamatan di Kabupaten Lombok Timur antara lain Keruak, Jerowaru, Sakra, Sakra Barat, Sakra Timur, Terara, Montong Gading, Sikur, Masbagik, Pringgasela, Sukamulia, Suralaga, Selong, Labuhan Haji, Pringgabaya, Suela, Aikmel, Wanasaba, Sembalun, Sambelia data keseluruhan populasi jagung di Kabupaten Lombok Timur.
Teknik Analisis Data 1.
Pengolahan data. Dari data populasi jumlah produksi jagung (anak) dan jumlah benih jagung yang diperoleh dicari daya tahan hidup (survival rate) dan angka kelahiran (age birth).
2.
Memodelkan Matriks Leslie . Pada tahapan ini, dari data daya tahan hidup (survival rate) dan angka kelahiran (age birth) dimodelkan suatu Matriks Leslie.
3.
Menghitung nilai eigen. Matriks Leslie yang didapat dicari nilai eigennya. Pencarian nilai eigen ini dibantu dengan menggunakan program MATLAB dan Microsoft Exel.
4.
Mencari akar Perron Dari sejumlah nilai eigen, dipilih nilai eigen positif terbesar yang disebut dengan akar Perron.
Makalah Pendamping: Matematika 2
185
Volume 2
5.
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Membuat model Membuat model pertumbuhan sapi berdasarkan akar Perron dan meramalkan pertumbuhannya.
6.
Menarik kesimpulan. Disimpulkan bagaimana perkembangan usahatani jagung di Kabupaten Lombok Timur berdasarkan nilai eigen dari matriks Leslie.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan Matriks Leslie yang ada terdapat 2 kelompok usia jagung yaitu produksi (anak) dan benih (dewasa) dan benih (dewasa) sehingga terdapat angka daya tahan hidup yaitu daya tahan hidup menuju usia dewasa. Daya tahan hidup diperoleh dari perbandingan jumlah jagung pada kelompok
pada tahun ke
dengan jumlah benih kelompok
pada tahun ke
, secara matematika dirumuskan sebagai berikut :
ο¦ B tproduksi οΆ ο₯1 ο§ο§ B t ο1 ο·ο· ο¨ benih οΈ SR ο½ n n
dimana, t ο1 Bbenih
= jumlah benih jagung pada tahun
B tproduksi 4.1.2
= jumlah produksi jagung pada tahun
(Yokoyama, 1997)
Angka Kelahiran (Age Birth) Angka kelahiran diperoleh dari perbandingan jumlah produksi jagung pada tahun ke
dengan jumlah benih kelompok usia dewasa pada tahun ke
, secara matematika
dirumuskan sebagai berikut: t ο¦ Bbenih οΆ ο§ ο₯1 ο§ B t ο1 ο·ο· ο¨ produksi οΈ AB ο½ n n
dimana, t Bbenih
= jumlah benih jagung pada tahun
ο1 B tproduksi
= jumlah produksi jagung pada tahun
(Yokoyama, 1997)
Jika disajikan dalam bentuk Tabel maka hasil angka kelahiran dan daya tahan hidup untuk tiap kecamatan pada Kabupaten Lombok Timur adalah sebagai berikut :
186
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
Tabel 1. Angka kelahiran dan daya tahan hidup di tiap kecamatan pada Kabupaten Lombok Timur Kecamatan
Daya tahan hidup
Angka Kelahiran
Keruak
0.01141
81.04205
Jerowaru
0.02198
267.62449
Sakra
0.01217
121.73741
Sakra Barat
0.01415
106.71605
Sakra Timur
0.02319
248.51838
Terara
0.02184
185.80892
Montong Gading
0.02044
138.97635
Sikur
0.03588
354.88976
Masbagik
0.04004
246.61779
Pringgasela
0.02908
203.95741
Sukamulia
0.03649
97.23571
Suralaga
0.01807
106.53103
Selong
0.01319
87.45776
Labuhan Haji
0.01150
94.65204
Pringgabaya
0.01159
109.93698
Suela
0.01069
86.38879
Aikmel
0.01195
97.54844
Wanasaba
0.01107
108.99301
Sembalun
0.01266
100.39432
Sambelia
0.01419
98.64025
Dari hasil angka kelahiran dapat dan angka daya tahan hidup dimodelkan suatu Matriks Leslie untuk tiap wilayah sebagai berikut: 1. Kecamatan Keruak Di Kecamatan Keruak diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu
81.04205οΉ ο© 0 Lο½οͺ οΊ . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu ππ =0,9616 sehingga 0 ο«0.01141 ο» modelnya menjadi π π = ππ π (πβ1) ο X ο½ 0,9616 X k
k ο1
2. Kecamatan Jerowaru
Makalah Pendamping: Matematika 2
187
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Di Kecamatan Jerowaru diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu
267.62449οΉ ο© 0 Lο½οͺ οΊ . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu ππ = 2,425 sehingga 0 ο«0.02198 ο» modelnya menjadi X
k
ο½ 2,425 X k ο1
3. Kecamatan Sakra Di
Kecamatan
Sakra
diperoleh
Matriks
Leslie
pertumbuhan
jagungnya
yaitu
121.73741οΉ ο© 0 Lο½οͺ οΊ . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu ππ = 1,217 sehingga 0 ο«0.01217 ο» modelnya menjadi X
k
ο½ 1,217 X k ο1 .
4. Kecamatan Sakra Barat Di Kecamatan Sakra Barat diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu
106.71605οΉ ο© 0 Lο½οͺ οΊ . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu ππ = 1,2288 sehingga 0 ο«0.01415 ο» modelnya menjadi X ο½ 1,2288 X k
k ο1
.
5. Kecamatan Sakra Timur Di Kecamatan Sakra Timur diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu
248.51838οΉ ο© 0 Lο½οͺ οΊ . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu ππ = 2,386 sehingga 0 ο«0.02319 ο» modelnya menjadi X k ο½ 2,386 X k ο1 6. Kecamatan Terara Di Kecamatan Terara diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya adalah
185.80892οΉ ο© 0 Lο½οͺ οΊ . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu ππ = 2,0144 sehingga 0 ο«0.02184 ο» modelnya menjadi X ο½ 2,0144 X k
k ο1
.
7. Kecamatan Montong Gading Di Kecamatan Montong Gading diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu
138.97635οΉ ο© 0 Lο½οͺ οΊ . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu ππ = 1,6854 sehingga 0 ο«0.02044 ο» modelnya menjadi X ο½ 1,6854 X k
188
k ο1
.
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
8. Kecamatan Sikur Di
Kecamatan
Sikur
diperoleh
Matriks
Leslie
pertumbuhan
jagungnya
yaitu
354.88976οΉ ο© 0 Lο½οͺ οΊ . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu ππ = 3,568 sehingga 0 ο«0.03588 ο» modelnya menjadi X
k
ο½ 3,568 X k ο1 .
9. Kecamatan Masbagik Di Kecamatan Masbagik diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu
246.61779οΉ ο© 0 Lο½οͺ οΊ . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu ππ = 3,568 sehingga 0 ο«0.04004 ο» modelnya menjadi X
k
ο½ 3,568 X k ο1 .
10. Kecamatan Pringgasela Di Kecamatan Pringgasela diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu
203.95741οΉ ο© 0 Lο½οͺ οΊ . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu ππ = 2,435 sehingga 0 ο«0.02908 ο» modelnya menjadi X
k
ο½ 2,435 X k ο1 .
11. Kecamatan Sukamulia Di Kecamatan Sukamulia diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu
97.23571οΉ ο© 0 Lο½οͺ οΊ . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu ππ = 1,8836 sehingga 0 ο«0.03649 ο» modelnya menjadi X ο½ 1,8836 X k
k ο1
.
12. Kecamatan Suralaga Di Kecamatan Suralaga diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu
106.53103οΉ ο© 0 Lο½οͺ οΊ . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu ππ = 1,387 sehingga 0 ο«0.01807 ο» modelnya menjadi X
k
ο½ 1,387 X k ο1 .
13. Kecamatan Selong Di Kecamatan Selong diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu
87.45776οΉ ο© 0 Lο½οͺ οΊ . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu ππ = 1,074 sehingga 0 ο«0.01319 ο» modelnya menjadi X
k
ο½ 1,074 X k ο1 .
Makalah Pendamping: Matematika 2
189
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
14. Kecamatan Labuhan Haji Di Kecamatan Labuhan Haji diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu
94.65204οΉ ο© 0 Lο½οͺ οΊ . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu ππ = 1,0433 sehingga 0 ο«0.01150 ο» modelnya menjadi X ο½ 1,0433 X k
k ο1
.
16. Kecamatan Suela Di
Kecamatan
Suela
diperoleh
Matriks
Leslie
pertumbuhan
jagungnya
yaitu
86.38879οΉ ο© 0 Lο½οͺ οΊ . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu ππ = 0,96 sehingga 0 ο«0.01069 ο» modelnya menjadi X
k
ο½ 0,96 X k ο1 .
17. Kecamatan Aikmel Di Kecamatan Aikmel diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu
97.54844οΉ ο© 0 Lο½οͺ οΊ . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu ππ = 1,0797 sehingga 0 ο«0.01195 ο» modelnya menjadi X
k
ο½ 1,0797 X k ο1 .
18. Kecamatan Wanasaba Di Kecamatan Wanasaba diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu
108.99301οΉ ο© 0 Lο½οͺ οΊ . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu ππ = 1,098 sehingga 0 ο«0.01107 ο» modelnya menjadi X
k
ο½ 1,098 X k ο1 .
19. Kecamatan Sembalun Di Kecamatan Sembalun diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu
100.39432οΉ ο© 0 Lο½οͺ οΊ . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu ππ = 1,1274 sehingga 0 ο«0.01266 ο» modelnya menjadi X
k
ο½ 1,1274 X k ο1 .
20. Kecamatan Sambelia Di Kecamatan Sambelia diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu
98.64025οΉ ο© 0 Lο½οͺ οΊ . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu ππ = 1,183 sehingga 0 ο«0.01419 ο» modelnya menjadi X
190
k
ο½ 1,183 X k ο1
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
Secara umum di Kabupaten Lombok Timur diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan
0 147,18335οΉ ο© οΊ . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu ππ = 0 ο«0.019079 ο»
jagungnya adalah L ο½ οͺ
1,6757 sehingga modelnya menjadi X
k
ο½ 1,6757 X k ο1 .
SIMPULAN DAN SARAN 1. Model
pertumbuhaan jagung di Kabupaten Lombok Timur berdasarkan matriks Leslie
adalah
0 147,18335οΉ k ο1 ο© Xk ο½οͺ οΊX 0 ο«0.019079 ο» 2. Akar Perron dari Matriks Leslie untuk Kabupaten Lombok Timur adalah ππ = 1,6757. Karena matriks Leslie dapat diwakili oleh akar Perronnya maka model pertumbuhan jagung di Kabupaten Lombok Timur berdasarkan akar Perron adalah :
X k ο½ 1,6757 X k ο1 3. Dari hasil peramalan menggunakan akar Perron, maka perkembangan usahatani jagung di kabupaten Lombok Timur dari model Leslie mengalami peningkatan sebesar 1,6757 tiap tahunnya.
DAFTAR PUSTAKA Berliana, 2008.
Analisis Efesiensi dan Produksi Pendapatan Pada Usahatani Jagung
Kabupaten Grobongan; Undip, Semarang Prayanti, B.D.A., Wardhana, I.G.A.W, Romdhini, M.U. 2010. Bumi Sejuta Sapi Economic Policy Analysis Using Leslie Matrix. International Seminar on Economic Culture and Environment, The University of Mataram, Indonesi 11-13 november 2010. Purwono, 2010, Bertanam Jagung Unggul, Penebar Swadaya, Jakarta Richard, 2000. Mathematical Models, Rutgers University, Simanihiruk, Mudin. 2005. Karakteristik Matriks Leslie Ordo Tiga. Jurnal Gradien Vol.2 NO.1 Januari 2006. hlm. 134-138. Susanta, 1989. Model matematika, Depdikbud, Jakarta Yokoyama, Kevin.1997. Population Modeling Using The Leslie Matrix. Prentice Hall, Inc: New Jersey.
Makalah Pendamping: Matematika 2
191
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
ANALISIS MODEL PENYEBARAN PENYAKIT TB PARU DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Mamika Ujianita Romdhini1, Lailia Awalushaumi2, Marliadi Susanto3 Program Studi Matematika FMIPA Universitas Mataram Jl. Majapahit 62 Mataram, email:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model penyebaran penyakit TB-Paru di Nusa Tenggara Barat karena Penyakit TB-Paru termasuk dalam penyakit menular yang paling dominan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (Dinas Kesehatan Provinsi NTB, 2010). Dalam penelitian ini digunakan suatu metode analisis persamaan diferensial. Data yang digunakan adalah jumlah kasus TB-Paru di Nusa Tenggara Barat, angka kesembuhan dan angka kematian akibat TB-Paru. Data tersebut kemudian dimodelkan dalam model persamaan diferensial penyebaran penyakit TB-Paru. Dari model tersebut, diperoleh dua titik kesetimbangan yaitu titik kesetimbangan bebas penyakit dan titik kesetimbangan endemik, yang kemudian dilakukan analisis kestabilan dari model penyebaran penyakit TB-Paru serta melihat bentuk trayektorinya. Kata kunci : persamaan diferensial, analisis kestabilan, TB-Paru
PENDAHULUAN Penyakit tropis adalah penyakit yang lazim terjadi untuk daerah tropis dan subtropis karena terjadinya musim dingin, yang mengontrol populasi serangga dengan memaksa hibernasi. Serangga seperti nyamuk dan lalat adalah pembawa penyakit yang paling umum, atau vektor. Serangga ini dapat membawa parasit, bakteri atau virus yang menular kepada manusia dan hewan. Penyakit tersebut sering ditularkan oleh aktivitas "menggigit" yang dilakukan oleh serangga, yang menyebabkan transmisi agen menular melalui pertukaran darah subkutan. Eksplorasi manusia terhadap hutan hujan tropis, deforestasi, imigrasi naik dan perjalanan udara meningkat internasional dan wisata lainnya ke daerah tropis telah menyebabkan peningkatan insiden penyakit tersebut. Hal ini dimungkinkan juga oleh suhu yang lebih tinggi yang dapat mendukung replikasi agen patogen baik di dalam dan luar organisme biologis. Faktor sosioekonomi mungkin juga beroperasi, karena sebagian besar negara-negara termiskin di dunia berada di tropis. Beberapa negara tropis telah meningkatkan situasi sosial-ekonomi mereka dan berinvestasi dalam kebersihan, kesehatan masyarakat dan memerangi penyakit menular hingga telah mencapai hasil yang dramatis dalam kaitannya dengan penghapusan atau penurunan banyak penyakit tropis endemik di wilayah mereka (Widoyono, 2005). Persamaan diferensial merupakan salah satu cabang matematika mempunyai kontribusi yang besar dalam mengembangkan ilmu-ilmu dasar, baik itu matematika sendiri maupun dalam bidang-bidang ilmu eksakta lainnya. Dalam bidang ilmu terapan, persamaan diferensial merupakan alat untuk menentukan solusi dari berbagai persoalan yang dihadapi. Pada penelitian ini, permasalahan yang akan diteliti yaitu bagaimana menganalisis persamaan diferensial yang 192
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
muncul di dalam permasalahan penyebaran penyakit tropis, khususnya di daerah Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis persamaan diferensial yang muncul di dalam permasalahan penyebaran penyakit TB-Paru di daerah Nusa Tenggara Barat dan untuk mengetahui kondisi kestabilan dari masalah penyebaran penyakit TB-Paru di Nusa Tenggara Barat
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan studi pustaka Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Matematika FMIPA Universitas Mataram selama 6 bulan. Target/Subjek Penelitian Subjek penelitian pada penelitian ini adalah penyebaran penyakit TB-Paru pada tahun 2010 di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Prosedur Data yang diperoleh adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Dinas Kesehatan Mataram. Data, Intrumen, dan Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Dinas Kesehatan Mataram. Data yang dikumpulkan adalah data jumlah penduduk, data penderita penyakit baru dan lama, jumlah kematian, dan jumlah kesembuhan dari penyebaran penyakit TB-Paru di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Teknik Analisis Data Tahapan penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini yaitu: 1. Membuat pengamatan terhadap pola penyebaran penyakit tropis 2. Mengumpulkan informasi 3. Menyatakan model real ke dalam bahasa matematika 4. Menjelaskan model matematika yang sesuai dengan pola penyebaran penyakit 5. Menganalisa kestabilan sistem 6. Membuat kesimpulan
Makalah Pendamping: Matematika 2
193
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh dari BPS Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Dinas Kesehatan Kota Mataram untuk penyakit TB-Paru pada tahun 2010 yaitu sebagai berikut: Tabel 4. Jumlah Kasus TB Paru dan kematian akibat TB Paru Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi NTB tahun 2010 Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Kasus
Kasus Baru
Kasus Lama
Kesembuhan
kematian
Lombok Barat
434
434
0
354
23
2
Lombok Tengah
1.383
948
435
501
27
3
Lombok Timur
2.218
1067
1151
540
11
4
Sumbawa
209
209
0
116
9
5
Dompu
106
106
0
106
13
6
Bima
449
446
3
399
4
7
Sumbawa Barat
90
87
3
63
2
8
Lombok Utara
100
100
0
70
6
9
Kota Mataram
281
267
14
258
8
10
Kota Bima
163
120
143
58
0
Total
5533
3784
1749
2465
103
No
Kabupaten/Kota
1
sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi NTB
Dari definisi titik tetap, diperoleh titik kesetimbangan dari model penyebaran penyakit TB-Paru tersebut yaitu pada titik (0, 0, 0). Selanjutnya dengan menggunakan software Matlab dengan tool-box p-plane, hasil simulasi dan analisis kestabilan yang terjadi di dalam sistem tersebut yaitu: Untuk 0 < ππ΄ < 1merupakan stabil asimtotik dengan titik kesetimbangan yang terbentuk adalah simpul. Untukππ΄ = 1merupakan stabil dengan titik kesetimbangan yang terbentuk adalah
spiral.Untuk
1 < ππ΄ <
532 merupakan 17
stabil
kesetimbangan yang terbentuk adalah spiral node.Untuk ππ΄ >
532 17
asimtotik dengan
titik
merupakan tidak stabil
dengan titik kesetimbangan yang terbentuk adalah titik pelana.Namun untuk ππ΄ =
532 17
,
kestabilan sistem persamaan dan titik kesetimbangan yang terbentuk belum dapat ditentukan.
SIMPULAN DAN SARAN Untuk waktu tundaan, 0 < ππ΄ <
532 , 17
titik kesetimbangan yang diperoleh adalah stabil,
artinya pada kondisi tersebut, penyakit hilang dan tidak terjadi penularan penyakit TB-Paru. Hal ini menggambarkan bahwa setiap individu yang terinfeksi penyakit pada suatu populasi, berpotensi kecil menularkan penyakit yang dideritanya kepada individu lain, sehingga banyaknya individu yang terinfeksi akan semakin sedikit yang pada akhirnya tidak ada sama 194
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
sekali. Sedangkan untuk waktu tundaan, ππ΄ >
532 , 17
titik kesetimbangan yang diperoleh adalah
tidak stabil, artinya pada kondisi ini, penyakit akan meningkat menjadi wabah. Hal ini menggambarkan bahwa setiap individu yang terinfeksi penyakit pada suatu populasi, berpotensi besar menularkan penyakit yang dideritanya kepada individu-individu lain, sehingga banyaknya individu yang terinfeksi akan semakin banyak yang pada akhirnya penularan penyakit akan menjadi tidak terkendali (terjadi wabah).
DAFTAR PUSTAKA Mukhsar, 2009, Analisis R0 Model Stokastik Penyebaran Dbd Pada Populasi Tertutup, Jurusan Matematika FMIPA Universitas Haluoleo, Kendari Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2010, Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat Toaha, S., 2008, Model dengan Tundaan Waktu, Jurnal Matematika, Statistika dan Komputasi Widoyono,
2005,
Penyakit
Tropis
;
Epidemiologi,
Penularan,
Pencegahan,
dan
Pemberantasan, Erlangga, Jakarta Zang, et al, 2005, Protective efficacy in chickens, geese and ducks of an H5N1- inactivated vaccine developed by reverse genetics.
Makalah Pendamping: Matematika 2
195
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
PEMODELAN BANYAKNYA KASUS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN KLOJEN KOTA MALANG Umu Saβadah1), Mila Kurniawaty2), Imam Nurhadi Purwanto3) 1) Program Studi Statistika Jurusan Matematika FMIPA Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145 e-mail:
[email protected] 2), 3) Program Studi Matematika Jurusan Matematika FMIPA Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145 e-mail:
[email protected] ;
[email protected] Abstract Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit endemis yang terjadi di daerah tropis dan subtropis. Penyebab penyakit DBD adalah virus yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangbiakannya adalah tingginya curah hujan, jumlah hari hujan pada periode tertentu, letak geografis daerah, suhu, kelembaban, musim dan keadaan habitat.Sanitasi juga menjadi faktor yang mempengaruhi perkembangbiakan spesies ini, sebab nyamuk tersebut lebih senang memilih tempat yang lembab dan basah pada wadah-wadah air untuk bertelur, seperti kaleng atau ban bekas yang dibuang di sembarang tempat kemudian terisi air ketika musim hujan tiba. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungannya, semakin meningkatkan peluang nyamuk Aedes aegypti berkembang biak dengan leluasa. Kota Malang terdiri dari lima kecamatan yakni Klojen, Sukun, Kedung Kandang, Lowok Waru dan Blimbing. Dalam penelitian ini kami fokuskan pada Kecamatan Klojen yang pernah mengalami jumlah penderita DBD tertinggi di antara kecamatan-kecamatan lain di Kota Malang selama kurun waktu Januari 2003 β September 2013 yaitu pada bulan Pebruari 2010, sebesar 63 penderita. Dari data historis tersebut dibentuk pemodelan banyaknya kasus penyakit DBD di Kecamatan Klojen Kota Malang. Hasil uji jaringan syaraf tiruan Teraesvirta untuk nonlinearitas menunjukkan bahwa data historis penderita DBD di Kecamatan Klojen selama kurun waktu Januari 2003 β September 2012 merupakan model nonlinier. Selanjutnya dibentuk model jaringan syaraf tiruan dengan banyaknya unit input (variabel independen) sesuai dengan variabel independen pada model autoregresi atau autoregresi musiman Box-Jenkins yang mempunyai nilai Mean Square Error (MSE) relatif kecil. Sedangkan banyaknya unit pada lapisan tersembunyi ditentukan berdasarkan Akaike Information Criterion (AIC). Keywords:dengue, Aedes aegypti, jaringan syaraf tiruan, Kecamatan Klojen.
PENDAHULUAN Curah hujan, suhu, kelembaban, letak geografis daerah, musim dan keadaan habitat merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran nyamuk Aedes aegypti.Namun menurut Moore (1985), indikator yang lebih tepat adalah tingginya curah hujan dan jumlah hari hujan pada suatu periode tertentu. Selain itu sanitasi juga menjadi faktor yang mempengaruhi pula perkembangbiakan spesies nyamuk Aedes aegypti, sebab nyamuk tersebut lebih senang memilih tempat yang lembab dan basah pada wadah-wadah air untuk bertelur, seperti kaleng bekas atau ban bekas yang dibuang di sembarang tempat, yang pasti berisi air ketika musim hujan tiba (Tinker, 1964; Moore et al., 1978; Nelson et al., 1984; Chambers et al., 1986). Keadaan nyamuk berlimpah-limpah secara musiman terjadi di Victoria (Russell, R.C., 1986) dan nyamuk menyebar merata secara musiman terjadi di Casuarina dan Leanyer, Darwin (Russell, R.C., Whelan, P.I.,1986). Sedangkan di Manila juga terjadi musim penyakit DBD (Schultz, G.W., 1993). 196
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis, sangat rentan terhadap penyakit demam berdarah dengue (DBD). Penyakit DBD merupakan penyakit endemis yang terjadi di daerah tropis dan subtropik, yang banyak memakan korban nyawa manusia. Virus DBD disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti.Penyakit DBD dipandang sangat berbahaya sebab jika terlambat penanganannya akan berisiko kematian. Kota Malang merupakan salah satu kota di Indonesia, mempunyai kepadatan penduduk terpadat nomer dua di Propinsi Jawa Timur setelah Kota Surabaya. Terdapat lima kecamatan di kota Malang yakni Klojen, Sukun, Kedung Kandang, Lowok Waru dan Blimbing. Dalam penelitian ini difokuskan pada Kecamatan Klojen karena pernah mengalami jumlah penderita DBD tertinggi di antara kecamatan-kecamatan lain di Kota Malang selama kurun waktu Januari 2003 β September 2013 yaitu pada bulan Pebruari 2010, sebanyak 63 penderita. Meskipun pernah mencapai jumlah kasus penderita DBD yang tertinggi, Kecamatan Klojen juga pernah mengalami tidak terdapat kasus penyakit DBD sebanyak 20 bulan pada kurun waktu tersebut. Berdasarkan data historis perlu diteliti model prediksi banyaknya kasus penyakit DBD di Kecamatan Klojen. Hal ini dilakukan agar dapat menghindari kejadian luar biasa di Kecamatan tersebut. Misalnya pada bulan tertentu diprediksi banyaknya kasus penyakit DBD sangat tinggi, maka dapat segera dilakukan tindakan pencegahan secara efektif dan efisien (dipandang dari segi biaya, waktu maupun tenaga) terhadap penyebaran nyamuk Aedes aegypti, sebagai pembawa virus tersebut, untuk menghindari terjadinya korban. Karena naik turunnya (perubahan) angka kejadian penyakit DBD di Kecamatan Klojen sangat signifikan, maka dapat diduga bahwa model prediksi merupakan model nonlinier. JST merupakan salah satu bentuk model nonlinier dipandang sebagai model representatif untuk memprediksi/meramalkan angka kejadian berdasarkan data historis angka kejadian di tahuntahun sebelumnya. Pada beberapa dekade terakhir ini terjadi perkembangan yang pesat dalam bidang pemodelan statistik, khususnya model-model untuk time series. Seiring dengan perkembangan dan meningkatnya kekuatan komputasi, baik software maupun hardware maka model nonparametrik yang tidak memerlukan asumsi bentuk hubungan fungsional antar variabel telah menjadi lebih mudah untuk diaplikasikan. Model JST merupakan suatu contoh model nonparametrik yang mempunyai bentuk fungsional yang fleksibel, yang mengandung beberapa parameter yang tidak dapat diinterpretasikan seperti pada model parametrik. Banyak penelitian dilakukan dengan motivasi dari adanya kemungkinan untuk menggunakan model JST sebagai suatu alat untuk menyelesaikan berbagai masalah terapan, antara lain peramalan data time series, pattern recognition, signal processing, dan proses kontrol. Sarle, W (1994) menyatakan bahwa ada tiga penggunaan utama dari JST, yaitu sebagai suatu model dari system syaraf biologi dan kecerdasan, sebagai prosesor signal real-time yang adaptif atau pengontrol yang diimplementasikan dalam hardware untuk suatu terapan seperti robot, dan sebagai metode analisis data.
Makalah Pendamping: Matematika 2
197
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Penelitian dan publikasi ilmiah yang berkaitan dengan pengembangan teori dan aplikasi dari model JST, antara lain White (1989b) yang membahas tentang hasil-hasil asimptotik untuk pembelajaran dalam multilayer perceptrons (MLP) lapisan tersembunyi tunggal, White (1989a) membahas pembelajaran JST dipandang dari sudut statistika. Secara statistik, model JST merupakan suatu bagian dari kelompok pemodelan yaitu model nonlinear regresi dan model diskriminan. Referensi yang lengkap berkaitan dengan perbandingan antara beberapa model JST dengan model-model statistik yang klasik dan modern (Tang, et al, 1991; Cheng dan Titterington, 1994; Sarle,W, 1994). Dalam penerapannya, JST mengandung sejumlah parameter (weight) yang terbatas. Bagaimana mendapatkan model JST yang sesuai, yaitu bagaimana menentukan kombinasi yang tepat antara jumlah variabel input dan jumlah unit pada hidden layer (yang berimplikasi pada jumlah parameter yang optimal), merupakan topik sentral dalam beberapa literatur JST yang telah banyak dibahas pada banyak artikel dan buku seperti pada Bishop (1995), Ripley (1996) atau Haykin (1999). Berdasarkan fakta ini, sangat memungkinkan dibentuk suatu model JST untuk melakukan prediksi kapan terjadinya musim berlimpahnya nyamuk spesies ini berdasarkan data historis angka kejadian bulanan pada tahun-tahun sebelumnya yang mempengaruhi angka kejadian kasus penyakit DBD di Kecamatan Klojen pada bulan-bulan yang akan datang. Pemilihan variabel input model JST yang tepat dan kombinasi yang optimal antara banyaknya unit di lapisan input dan banyaknya unit di lapisan tersembunyi dalam model JST akan dapat menghasilkan prediksi yang akurat. Dari hasil prediksi yang akurat, dapat diambil kebijakan yang tepat untuk melakukan tindakan pencegahan atau pemberantasan yang optimal terhadap penyebaran nyamuk Aedes aegypti tanpa harus menunggu jatuhnya korban sakit, khususnya pada bulan-bulan yang mencapai angka kejadian puncak. Demikian pula penanganan medis dan pengobatan yang cepat terhadap penderita juga lebih dapat dipersiapkan, untuk menghindari risiko kematian. Hal ini tentunya akan dapat menurunkan angka kejadian kasus penyakit DBD secara efisien dan efektif.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian dilakukan dengan cara kajian komputasi dan terapan terhadap kasus real pada data historis (time series).
Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian diawali dengan persiapan pengajuan ijin penelitian ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Malang dan persiapan permohonan data skunder ke Dinas Kesehatan Kota Malang yaitu tanggal 16 September 2013 sampai analisis data berakhir tanggal 1 Nopember 2013. Data diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Malang. Dengan demikian data penelitian yang digunakan merupakan data skunder yaitu data angka kejadian
198
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
(banyaknya kasus) penderita penyakit DBD di Kecamatan Klojen Kota Malang. Setelah data diperoleh, data ditata dan diidentifikasi untuk keperluan pengolahan dan analisis data. Lokasi penataan, identifikasi, pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Komputer Jurusan Matematika Universitas Brawijaya.
Populasi, Sampel, Data dan Teknik Pengumpulan Data Populasi penelitian adalah banyaknya kasus penderita penyakit DBD perbulan di Kecamatan Klojen Kota Malang yang informasinya diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Malang. Dari populasi ini diambil sampel sekitar 10 tahun terakhir yaitu selama kurun waktu Januari 2003-September 2013 (sebanyak 129 data), dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang terbaru. Data dibagi mejadi 2 bagian yakni bagian pertama adalah selama kurun waktu Januari 2003-September 2012 (sebanyak 117 data) dan bagian kedua adalah selama kurun waktu Oktober 20012-September 2013 (sebanyak 12 data). Data bagian pertama digunakan untuk pembentukan model prediksi banyaknya kasus penderita penyakit DBD di Kecamatan Klojen Kota Malang dan sebagai validasi model digunakan data bagian kedua.
Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah metode Box-Jenkins untuk membentuk model linier SARIMA dan Jaringan Syaraf Tiruan dengan banyaknya unit input (variabel independen) sesuai dengan variabel independen pada model autoregresi atau model autoregresi musiman Box-Jenkins yang mempunyai nilai Mean Square Error (MSE) relatif kecil. Software untuk analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Minitab dan Open Source Software R.
Prosedur Untuk dapat mencapai tujuan penelitian yang telah disebutkan maka dalam penelitian ini telah dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Mendapatkan data dari Dinas Kesehatan Kota Malang adalah data banyaknya kasus penderita penyakit DBD di lima Kecamatan di Kota Malang yaitu Klojen, Sukun, Kedung Kandang, Lowok Waru dan Blimbing selama kurun waktu Januari 2003-September 2013. 2. Mengidentifikasi data untuk mengetahui kecamatan mana yang mengalami banyak kasus penderita penyakit DBD tertinggi. Selanjutnya data ini digunakan dalam penelitian. 3. Menata dan membagi data menjadi dua bagian yaitu data untuk pembentukan model dan data validasi untuk keakuratan model prediksi. 4. Menguji dengan uji jaringan syaraf tiruan Teraesvirta untuk mengetahui apakah model yang akan terbentuk merupakan model linier atau model non linier. 5. Menentukan model SARIMA Box-Jenkins terbaik berdasarkan MSE. Jika hasil uji menunjukkan model linier maka model ini merupakan model prediksi terbaik. Makalah Pendamping: Matematika 2
199
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
6. Jika hasil uji menunjukkan model nonlinier maka model prediksi terbaik dibentuk menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan. Adapun banyaknya unit input (variabel independen) sesuai dengan variabel independen pada model autoregresi atau model autoregresi musiman Box-Jenkins (pada tahapan 5) yang mempunyai nilai Mean Square Error (MSE) relatif kecil. Sedangkan banyaknya unit pada lapisan tersembunyi ditentukan berdasarkan Akaike Information Criterion (AIC).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan diidentifikasi. Hasil identiikasi menunjukan bahwa data banyaknya kasus penderita DBD di Kecamatan Klojen pernah mencapai angka tertinggi dalam kurun waktu Januari 2003-September 2013. Plot data dapat dilihat pada Gambar 1. Time Series Plot of Dt_DBD_Klojen 70 60
Dt_DBD_Klojen
50 40 30 20 10 0 1
12
24
36
48
60 Index
72
84
96
108
Gambar 1. Plot data banyaknya kasus penderita DBD di Kecamatan Klojen Kota Malang
Berdasarkan Gambar 1. terlihat bahwa angka kejadian yang paling tinggi pada bulan Pebruari 2010 (data ke 86). Disamping itu dapat diduga bahwa data mempunyai pola musiman karena pola data tampak adanya perioditas. Sebelum data dimodelkan terlebih dahulu dilakukan uji jaringan syaraf tiruan Teraesvirta untuk menguji apakah model merupakan model linier atau model nonlinier. Hasil uji menunjukkan bahwa data historis penderita DBD di Kecamatan Klojen selama kurun waktu Januari 2003 β September 2012 merupakan model nonlinier Selanjutnya membentuk model SARIMA metode Box-Jenkins untuk menentukan lag-lag mana yang akan menjadi variabel input dalam model JST. Model SARIMA metode BoxJenkins mensyaratkan data harus stasioner baik stasioner terhadap variansi maupun stasioner terhadap rata-rata. Untuk itu dilakukan pemeriksaan stationeritas terhadap variansi dan mean. Adapun pemeriksaan stasioneritas terhadap variansi dilakukan menggunakan metode Box-Cox. Jika nilai pembulatan estimasi lambda adalah 1, maka data time series stasioner terhadap variansi. Jika nilai pembulatan estimasi lambda tidak sama dengan 1 maka data time series tidak stasioner terhadap variansi. 200
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
Hasil analisis menggunakan metode Box-Cox menunjukkan bahwa data tidak memenuhi asumsi stasioneritas dalam variansi, karena nilai pembulatan estimasi lambda sama dengan 0. Agar data bisa dimodelkan SARIMA, maka terlebih dahulu data distasionerkan terhadap variansi, yaitu menggunakan transformasi logaritma natural (ln). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan stationeritas terhadap data hasil transformasi. Hasil analisis menggunakan metode Box-Cox menunjukkan bahwa data sudah stasioner terhadap variansi, karena pembulatan nilai lambda=1. Pemeriksaan stasioneritas terhadap rata-rata menggunakan pemeriksaan hasil plot autocorrelation function (acf). Plot acf (Gambar 2.) menunjukkan bahwa nilai autokorelasi setelah lag ke-2 sudah berada di dalam selang ο±
2 , yaitu berada di dalam selang Β±0,1849 n
(setelah lag ke-2 nilai acf berada di antara garis putus-putus merah). Hal ini berarti bahwa data sudah stasioner terhadap mean (rata β rata). Autocorrelation Function for Dt_DBD_Klojen (with 5% significance limits for the autocorrelations)
1.0 0.8
Autocorrelation
0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
10
20
30
40
50
60 Lag
70
80
90
100
110
Gambar 2. Plot ACF dari data banyaknya kasus penderita DBD di Kecamatan Klojen Kota Malang
Untuk identifikasi model SARIMA metode Box-Jenkins, dilakukan juga pemeriksaan plot partial autocorrelation function (PACF). Hasil plot pacf dapat dilihat pada Gambar 3. Partial Autocorrelation Function for Dt_DBD_Klojen (with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
1.0
Partial Autocorrelation
0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
10
20
30
40
50
60 Lag
70
80
90
100
110
Gambar 3. Plot PACF dari data banyaknya kasus penderita DBD di Kecamatan Klojen Kota Malang
Gambar 3. menunjukkan bahwa nilai PACF yang nyata terletak pada lag 1, 4, 9, 25. Berdasarkan batasan masalah, identifikasi model SARIMA tidak memperhatikan lag yang jauh Makalah Pendamping: Matematika 2
201
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
atau hanya sebatas kemampuan minitab sehingga model tentatif yang terbentuk untuk data adalah
ARIMA(0,0,2),
SARIMA(4,0,0)(0,0,1)12,
SARIMA(0,0,2)(0,0,1)12,
SARIMA(0,0,2)(1,0,0)12,
SARIMA(1,0,0)(0,0,1)12,
ARIMA(1,0,0),
ARIMA(4,0,0),
SARIMA(1,0,0)(1,0,0)12 dan SARIMA(4,0,0)(1,0,0)12. Di antara model-model tentatif di atas model SARIMA(4,0,0)(1,0,0)12 mempunyai nilai MSE yang paling kecil yaitu 0,3864, namun koefisien lag 2 dan lag 3 tidak signifikan. Adapun model SARIMA(1,0,0)(1,0,0)12 mempunyai nilai MSE yang sedikit lebih besar dari model SARIMA(4,0,0)(1,0,0)12 yaitu 0,3878 dan semua koefisien lag 1 dan lag 12 adalah signifikan. Selanjutnya model SARIMA(1,0,0)(1,0,0)12 dan SARIMA(4,0,0)(1,0,0)12 tersebut digunakan untuk input model JST. Dari 40 kali ulangan diperoleh hasil adalah sebagai berikut: Tabel 1. Perbandingan Nilai AIC Model
Variabel input JST
JST 1
lag 1 dan lag 12
JST 2
lag 1, lag 2, lag 3, lag 4, lag 12
Banyaknya unit di hidden layer
Rata-rata AIC
1
35.46
2
40.35
1
39.22
2
50.22
Berdasarkan Tabel 1. terlihat bahwa model JST 1 dengan 1 unit di hidden layer merupakan model yang terbaik dibandingkan dengan model JST 1 dengan 2 unit di hidden layer, model JST 2 dengan 1 unit di hidden layer dan model JST 2 dengan 2 unit di hidden layer, karena memiliki nilai AIC yang paling kecil. Model JST 1 dengan 1 unit di hidden layer merupakan model yang relatif akurat untuk memprediksi banyaknya kasus penyakit DBD di Kecamatan Klojen Kota Malang. Adapun plot, nilai AIC, bobot dari model JST 1 dengan 1 unit di hidden layer (satu kali ulangan) adalah sebagai berikut:
202
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
Gambar 4. Model JST 1 dengan 1 unit di dari hidden layerdata kasus Demam berdarah Dengeu di Kecamatan Klojen Kota Malang
> JST_R_h1_best$result.matrix 1 error
12.455217016625
reached.threshold steps
0.006711252481
780.000000000000
aic
34.910434033251
bic
48.180235784038
Intercept.to.1layhid1 -3.136001540133 Ylag1.to.1layhid1
0.922801798587
Ylag12.to.1layhid1
0.151054635157
Intercept.to.Y 1layhid.1.to.Y
1.182355091400 3.200546427220
Berdasarkan data validasi diperoleh nilai MSE sebesar 5.68.
SIMPULAN DAN SARAN Untuk mendapatkan model prediksi terbaik dari data time series perlu memperhatikan asumsi-asumsi yang disyaratkan, antara lain asumsi stasioneritas. Perlu diuji apakah model merupakan model linier atau model nonlinier. Model JST 1 dengan 1 unit di hidden layer merupakan model yang relatif akurat untuk memprediksi banyaknya kasus penyakit DBD di
Makalah Pendamping: Matematika 2
203
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Kecamatan Klojen Kota Malang. Sebagai saran, bisa digunakan model-model nonlinier lainnya sebagai perbandingan untuk mendapatkan model yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Bishop, C.M. (1995). Neural Network for Pattern Recognition. Oxford: Clarendon Press. Chambers, D.M., Young, L.F., Hill, H.S., Jr. (1986). Backyard Mosquito Larval Habitat Availability and Use as Influenced by Census Tract Determined Resident Income Levels. Journal of the American Mosquito Control Association, 2, 539-544. Cheng, B. and Titterington, D.M. (1994). Neural Networks: A Review from a Statistical Perspective. Statistical Science, 9, 2-54. Haykin, H. (1999). Neural Networks: A Comprehensive Foundation, 2nd edition.Prentice-Hall, Oxford. Moore, C.G., Cline, B.L., Ruiz-Tiben, E., Lee, A., Romney-Joseph, H., Rivera-Correa, E. (1978). Aedes aegypti in Puerto Rico: Environmental Determinants of Larval Abundance and Relation to Dengue Virus Transmission. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, 27, 1225-1231. Moore, C.G. (1985). Predicting Aedes aegypti Abundance from Climatological Data, pp. 223233. In: Ecology of mosquitoes (eds.) LP Lounibos, JR Rey and JH Frank. Florida Medical Entomology Laboratory, Vero Beach, Florida. Nelson, M.J., Suarez, M.F., Morales, A., Archila, L., Galvis, E. (1984). Aedes aegypti (L.) in Rural
Areas
of
Columbia.
World
Health
Organization
unpublished
document
WHO/VBC/84.890. Ripley, B.D. (1996). Pattern Recognition and Neural Networks. Cambridge University Press, Cambridge. Russell, R.C. (1986). Seasonal Abundance of Mosquitoes in a Native Forest of the Murray Valley of Victoria, 1979-1985. Journal of the Australian Entomological Society,25, 235240. Russell, R.C., Whelan, P.I. (1986). Seasonal Prevalence of Adult Mosquitoes at Casuarina and Leanyer, Darwin. Australian Journal of Ecology, 11, 99-105. Sarle, W. (1994). Neural network and Statistical Models. In Proceeding 19th ASAS Users Group Int. Conf., pp. 1538-1550. Cary: SAS Institute. Schultz, G.W. (1993). Seasonal Abundance of Dengue Vectors in Manila, Republic of the Philippines. Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health, 24, 369-375. Tang, Z., Almeida, C. and Fishwick, P.A. (1991). Time series forecasting using neural networks vs. Box-Jenkins methodology. Simulation, 57:5, pp. 303-310.
204
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
Tinker, M.E. (1964). Larval Habitats of Aedes aegypti (L.) in the United States. Mosquito News, 24, 426-432. White, H. (1989a). Learning in Artificial Neural Networks: A statistical Perspective. Neural Computation, Vol. 1, pp. 425-464. White, H. (1989b). Some asymptotic results for learning in single hidden layer feedforward networks. Journal of the American Statistical Association, Vol.84, No. 408, pp. 1003-1013.
Makalah Pendamping: Matematika 2
205
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Analisis Sistem Antrian M/M/1: Pendekatan Klasik, Kombinatorial dan Lattice Path Fadhila Alvin Q. A1), Isnandar Slamet2) 1) Jurusan Matematika FMIPA UNS Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta, e-mail:
[email protected] 2) Jurusan Matematika FMIPA UNS Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta, email:
[email protected] Abstrak Di dalam paper ini dikaji ulang pendekatan klasik, kombinatorial dan representasi lattice path. Hasil pendekatan perilaku transien dari model antrian Markovian seperti harapan panjang antrian, harapan banyaknya unit dalam system, distribusi bersama panjang periode sibuk dan banyaknya unit yang mendapatkan pelayanan diturunkan dan dibuktikan dengan pendekatan di atas. Keywords: Sistem antrian M/M/1, pendekatan klasik, kombinatorial, lattice path.
PENDAHULUAN Fenomena
antrian
sering
dijumpai
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Antrianuntukmendapatkanpelayanandisebuah bank danantrian pesawat untukmendarat adalah dua contoh dari banyak contoh antrian. Dalam jaringan komunikasi, data atau pesan dikirim sesuai dengan aturan antrian. Pelanggan (customer)
harus mengantri sebelum mendapat
layanan. Menurut Taha (1987) teori antrian adalah teori yang berkaitan dengan studi matematik terhadap antrian. Dalam teori antrian terdapat sistem antrian. Sistem antrian adalah suatu himpunan pelanggan, pelayan, dan suatu aturan yang mengatur kedatangan para pelanggan serta pemrosesan masalah antrian. Sistem antrian telah menarik perhatian para peneliti sejak 1909 ketika Erlang pertama kali menganalisis masalah telephone traffic congestion service (Gross dan Harris, 1998). Sejak saat itu, para peneliti telah sukses memodelkan dan menginvestigasi sistem antrian dari berbagai aspek (Gross dan Harris, 1998; Brunell dan Wuyts, 1994; Fallon et al., 2010). Sistem antrian M/M/1 merupakan sistem antrian yang paling sederhana. Meskipun sederhana, studi mengenai sistem ini sangat penting sebagai landasan awal untuk studi lanjut mengenai sistem antrian (Gross and Harris, 1998). Pendekatan klasik dalam menganalisis performan sistem antrian dilakukan dengan menggunakan asumsi sistem mencapai konsisi seimbang (steady-state). Sebagai contoh penggunaan asumsi ini dapat ditemukan dalam Gross dan Harris (1998), Takagi (1991) dan Kleinrock (1975).
Tetapi dalam kehidupan nyata,
terdapat sistem antrian dimana keadaan setimbang (steady state) yang tidak tercapai. Oleh karena itu analisis sistem antrian dalam keadan transien sama pentingnya dengan analisis sistem
206
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
antrian ketika sistem mencapai keadaan setimbang (steady state). Dalam makalah ini, diturunkan performan sistem antrian M/M/1 dengan pendekatan klasik dimana sistem antrian mencapai keadaan setimbang (steady state) dan pendekatan kombinatorial dan lattice path ketika sistem antrian tidak mencapai keadaan setimbang.
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan dalam penulisan makalah ini adalah kajian pustaka yaitu dengan mengumpulkan referensi berupa buku-buku dan jurnal tentang model sistem antrian M/M/1, kemudian melakukan analisis terhadap beberapa perilaku dengan pendekatan klasik, pendekatan kombinatorial dan lattice path. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus 2013 sampai Nopember 2013 di Jurusan Matematika FMIPA UNS.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Di bawah ini akan dijelaskan penurunan performan sistem antrian M/M/1 ketika keadaan setimbang (steady state) tercapai. Sebelumnya akan dijelaskan hubungan
antara
distribusi Poisson dan eksponensial. Hubungan distribusi Poisson dan Eksponensial Banyaknya kedatangan dan kepergian (selesainya pelayanan) selama interval waktu tertentu dinyatakan dalam kondisi sebagai berikut: kondisi 1:
probabilitas terjadinya suatu kejadian (kejadian kedatangan atau kepergian) antara waktu t sampai π‘ + π hanya bergantung pada kejadian yang terjadi selama selang h saja, artinya banyaknya kejadian yang terjadi sebelum waktu ke-t tidak akan mempengaruhi kejadian selama selang waktu h,
kondisi 2:
probabilitas bahwa dalam selang waktu h yang sangat kecil akan terjadi suatu kejadian adalah positif dan β€ 1,
kondisi 3:
paling banyak hanya satu kejadian yang bisa terjadi selama selang waktu h yang sangat kecil.
Jikaππ π‘ adalah probabilitas akan terjadi n kejadian dalam waktu t dan jika π = 0 maka sesuai dengan kondisi diatas didapatkan, kondisi 1:
π0 π‘ + π = π0 π‘ π0 π ,
kondisi 2:
0 < π0 π β€ 1, dipenuhi jika π0 π‘ = π βπΌπ‘ ; π‘ β₯ 0, β= konstanta positif. Untuk π β 0 maka π0 π = π ββπ = 1ββ π +
βπ 2!
2
β
βπ 3!
3
+ β― (deret Taylor)
π0 π β
1ββ π, Makalah Pendamping: Matematika 2
207
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
kondisi 3:
π1 π = 1 β π0 π β
β π.
Misal, π(π‘) = pdf dari interval waktu antar dua kejadian yang berurutan π‘ β₯ 0 πΉ(π‘) = fungsi densitas kumulatif dari t=
β 0
π π‘ ππ‘
Jika T = interval waktu sejak terjadinya kejadian berakhir maka π waktu antar 2 kejadian β₯ π = π[tidak ada kejadian yang terjadi selamaπ] atau π π‘ β₯ π = π0 π = π ββπ . Jadi, β
π
π π‘ ππ‘ = π ββπ β π
π π‘ ππ‘ = 1 β π ββπ β π π‘ < π = 1 β π ββπ ββ
π π‘ < π = πΉ π = 1 β π ββπ β π π =
π πΉ(π) β π π =β π ββπ ; π > 0 ππ
π(π) = distribusi eksponensial untuk interarrival times atau waktu antar 2 kejadian 1
πΈ π = rata-rata interarrival times= β satuan waktu Jika kejadiannya adalah kedatangan maka β= π adalah laju kedatangan per satuan waktu dan jika kejadiannya adalah kepergian maka β= π adalah laju kepergian (selesainya pelayanan) per satuan waktu. Hubungan antara distribusi Poisson dengan distribusi Eksponensial (distribusi untuk interarrrival times dan service times) akan ditunjukkan dalam proses kedatangan dan proses kepergian sebagai berikut :
Proses Kedatangan Jikaππ (π‘) adalah probabilitas terjadi πkedatangan di mana π > 0 selama interval waktu t, maka untuk π > 0 dan π β 0 berlaku: π[terdapatπkedatangan selama waktuπ‘] π[terdapat 0 kedatangan selama waktuπ] ππ π‘ + π =
atau π[terdapat π β 1 kedatangan selama waktuπ‘] π[terdapat 1 kedatangan selama waktuπ] ππ π‘ + π = ππ π‘ π0 π +ππβ1 π‘ π1 π ; π = 1,2, β¦ π0 π‘ + π = π0 π‘ π0 π ; π = 0
Dengan mengeliminasi persamaan π0 π β
1ββ π danπ1 π = 1 β π0 π β
β π ke persamaan diatas kemudian dicari π β 0 maka didapatkan hasil ππ π‘ =
208
ππ‘ π π βππ ; π!
π = 0,1,2, β¦
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
Distribusi dari banyaknya kedatangan selama interval waktu tadalah Poisson dengan 1 π
mean ππ‘dan variansi ππ‘. Distribusi interarrival times adalah eksponensial dengan mean .
Proses Kepergian Diasumsikan bahwa sistem dimulai dengan terdapat N obyek yang masing-masing obyek akan meninggalkanfasilitas pelayanan dengan laju ο dengan anggapan bahwa pada saat itu tidak ada obyek baru yang masuk dalam sistem. Jika ππ π‘ = probabilitas terjadi n kepergian selama t, maka untuk π β 0, π0 π = π βππ β
1 β ππ (tidak terdapat kepergian), π > 0, π1 π = 1 β π0 π β
ππ (terdapat satu kepergian), ππ π‘ + π β
ππ π‘ + ππβ1 π‘ ππ; ππ π‘ + π β
ππ π‘ 1 β ππ + ππβ1 π‘ ππ;
π = π, 1 β€ π < π,
π0 π‘ + π β
π0 π‘ 1 β ππ ;
π = 0.
Dengan cara yang sama seperti proses kedatangan diperoleh ππ π‘ =
ππ‘ π π βππ‘ π!
ππ π‘ = 1 β
;
πβ1 π=1 ππ
π = 0,1,2, β¦ , π β 1, π‘ ;
π = π.
Distribusi dari banyaknya kepergian selama interval waktu tadalah Poisson dengan mean ππ‘ dan variansi ππ‘ dengan π = laju pelayanan. Distribusi service timesadalah Eksponensial 1
dengan mean= π . Model AntrianM/M/1 Di dalam bagian ini sistem antrian M/M/1 akan dibahas. Notasi M yang pertama menunjukkan proses kedatangan adalah memoryless yaitu proses waktu antar kedatangan berdistribusi eksponensial dan i.id (independent and identically distributed).Proses ini dikenal dengan proses Poisson. Notasi M yang kedua menunjukkan
waktu pelayanan (service)
berdistribusi eksponensial. Notasi 1 menunjukkankan banyaknya fasilitas pelayanan.
Skip-Free Markov Processes Proses Markov model antrian M/M/1 memiliki sifat yang menentukan bahwa transisi mengikuti state persekitaran, yaitu πππ = 0 untuk state π, π β π0 dengan |π β π| > 1. Sehingga skip-free Markov processes didefinisikan sifat pembangkit πΊ = (πππ )π,π βπΈ yang memenuhi πππ = 0 untuk semua state π, π β πΈ < π0 dengan |π β π| > 1. Untuk sistem antrian ini berarti hanya ada kedatangan ataukepergian tunggal. Jadi setiap sistem antrian Markov dengan kedatangan dan kepergian tunggal dapat dimodelkan denganskip-free Markov processes. Tingkat transisi sangat kecil yang tersisa dinotasikan dengan Ξ»π β ππ,π+1 , ππ β ππ,πβ1 . Makalah Pendamping: Matematika 2
209
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Masing-masing Ξ»π dan ππ adalah rata-rata kedatangan jika terdapat n pelanggan dalam sistem dan rata-rata kepergian jika terdapat n pelanggan dalam sistem. Sehingga diagram transisi antrian M/M/1 diasumsikan sebagai berikut π0 0
1
π1
ππ
ππβ1
π1 ....
2
n
n-1 ππ
π2
n+1 ππ+1
Gambar 1. Diagram Transisi Antrian M/M/1 Dari Gambar 1, terlihat bahwa nilai harapan pelanggan yang masuk sama dengan nilai harapan pelanggan yang keluar, sehingga diperoleh ππβ1 . Pnβ1 + ΞΌn+1 . Pn+1 = ππ + ππ ππ . untuk π = 0, maka π1 . π1 = π0 . π0 ; π = 0 untuk semua π β π. Sistem ini adalah penyelesaian yang didapatkan dari eliminasi dengan penyelesaian dalam bentuk berikut πβ1
ππ = π0 π =0
ππ π0 . π1 β¦ ππβ1 = π0 ππ +1 π1 . π2 . . . ππ
untuk semua π β₯ 1. Solusi P adalah distribusi probabilitas jika dan hanya jika dapatdinormalisasi, yaitu jika
πβπΈ ππ
= 1. Kondisi ini sama dengan πβ1
1=
π0 πβπΈ
π =0
ππ = π0 ππ +1 πβ1
π0 = πβπΈ π =0
πβ1
πβπΈ π =0
ππ ππ +1
β1
ππ ππ +1
.
Dengan demikian, P adalah distribusi probabilitas jika dan hanya jika deret dalam kurung adalahkonvergen. Jadi, distribusi stasioner dari skip-free Markov processes atau steady state adalah π0 =
πβπΈ
πβ1 π π π =0 π
π +1
β1
.
Untuk membahas sistem antrian M/M/1, diasumsikan bahwa server tunggal, antrian tunggal, first come first served (FCFS) disiplin antrian, baik sumber input tak terbatas maupun terbatas, waktu antar kedatangan mengikuti distribusi eksponensial dengan rata-rata waktu antar
210
Makalah Pendamping: Matematika 2
...
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
kedatangan
1 , π
Volume 2
waktu pelayanan mengikuti distribusi eksponensial dengan rata-rata waktu
1 π
pelayanan . Dengan mempertimbangkan sistem antrian M/M/1 dengan sumber input yang tak terbatas, diperoleh persamaan keseimbangan steadystate Pn+1 =
π+π π ππ β Pnβ1 ; (π β₯ 1) π π
Digunakan fungsi pembangkit untuk memecahkan perbedaan steady-state dengan persamaan {ππ }. Di mulai dengan menulis ulangpersamaan steady-stateuntuk proses kelahiran π
dan kematian dalam jangka waktu π = π dan memperoleh Pn+1 = (Ο + 1)ππ β ΟPnβ1 π1 = ππ0 ; π = 0 Jika kedua sisi dikalikan π§ π , maka Pn+1 π§ π = (Ο + 1)ππ π§ π β ΟPnβ1 π§ π atau π§ β1 Pn+1 π§ π+1 = (Ο + 1)ππ π§ π β ΟzPnβ1 π§ πβ1 β
π§
β1
β
Pn+1 π§
π+1
β π
= Ο+1
π=1
Pnβ1 π§ πβ1
ππ π§ β ππ§ π=1
π=1
atau π§ β1 π π§ β π1 π§ β π0 = Ο + 1 π π§ β π0 β ππ§π(π§) dari persamaan π1 = ππ0 , didapatkan π§ β1 π π§ β (ππ§ + 1)π0 = Ο + 1 π π§ β π0 β ππ§π(π§) sehingga penyelesaian untuk P(z), diperoleh
P(z) ο½
p0 1 ο zο²
untuk menentukan π0 , pertimbangkan π(1) β
β π
π 1 =
ππ 1 = π=0
ππ = 1 = π=0
π0 1 β π§π
atau π0 = 1 β π§π = 1 β π Oleh karena itu, diperoleh π π§ =
1βπ ; π < 1, π§ β€ 1 1 β π§π
karena π§π < 1, 1 = 1 + π§π + (π§π)2 + (π§π)3 + β― 1 β π§π Oleh karena itu, diperoleh probabilitas fungsi pembangkit Makalah Pendamping: Matematika 2
211
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 β
(1 β π)ππ π§ π
π π§ = π=0
ππ = 1 β π ππ ; π < 1 Dengan hasil di atas, dapat ditentukan jumlah pelanggan pada sistem saat keadaan setimbang (steady-state). Jika kondisi setimbang tercapai, akan diperoleh hasil seperti berikut Rata-rata jumlah pelanggan dalam sistem, πΏ=πΈ π =
π π = . 1βπ πβπ
Variabel randomLq yaitu nilai yang diharapkan dari jumlah dalam antrian, π2 π2 πΏπ = = . 1 β π π(π β π) Masing-masing W dan Wqadalah waktu yang diharapkan sebagai pelanggan menghabiskan dalam sistem dan diharapkan waktu pelanggan menunggu dalam antrian, πΏ π= , π πΏπ ππ = . π Berdasarkan asumsi M/M/1 bahwa populasi masukan terbatas, yaitu memiliki total pelanggan M. Untuk antrian tersebut, rata-rata waktu antar kedatangan antara kedatangan 1
berturut-turut adalah π dan π adalah tingkat layanan. Probabilitas sistem menganggur, π! πβπ !
π0
π π
π β1
.
Probabilitas n pelanggan dalam sistem, π π π! π ; 0 < π β€ π, π= π πβπ ! 0; π > π. Rata-rata panjang antrian, πΏπ = π β
π+π 1 β π0 . π
Rata-rata jumlah pelanggan dalam sistem, πΏ = πΏπ + 1 β π0 = π β
π 1 β π0 . π
Rata-rata waktu tunggu pelanggan dalam antrian, ππ =
πΏπ 1 π π+π = β . π 1 β π0 π 1 β π0 π
Rata-rata waktu yang dihabiskan pelnaggan dalam sistem, π = ππ + 212
1 1 π π+π = β +1 . π π 1 β π0 π Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
Pendekatan Kombinatorial dan Representasi Lattice Path Pendekatan kombinatorial dilakukan dengan terlebih dahulu memodelkan waktu yaitu waktu diskrit. Untuk itu interval waktu (0, π‘)yang dibagi menjadi barisan π‘/π (slot waktu) yang masing-masing mempunyai durasi π > 0. Dalam hal ini diasumsikan kemungkinan ada lebih dari satu unit kedatangan atau kepergian dalam subinterval dan kejadian-kejadian di subinterval yang berbeda adalah independen. Kemudian barisan variabel random ππ dikaitkan dengan barisan π‘/π slot waktu, sehingga, π = 1,2, β¦ , π‘/π, dimana
+ l jika ada kedatangan pada slot ke-I, ππ =
- l jika ada kepergian pada slot ke-I, 0 jika tidak ada kedatangan dan kepergian pada slot ke-i.
Sistem antrian M/M/1 dapat didiskripsikan oleh suatu barisan variabel random {ππ } yang independen, yang mana distribusinya tidak diketahui. Oleh karena itu, dapat direpresentasikan dengan lattice path. Sen (1991) merepresentasikan kedatangan dengan satu langkah horisontal (horizontal step) dan kepergian dengan satu langkah vertikal (vertical step) dan ketika tidak ada kedatangan dan kepergian pada sistem maka dapat direpresentasikan dengan tidak adanya pergerakan pada lattice point. Jika keadaan (state) pada sistem antrian pada waktu ke i, direpresentasikan oleh sistem antrian, sebut (πΌπ , π½π ), dimana adalah jumlah kedatangan π kedatangan pada slot ke β π = π(ππ = 1) = π{ πΌπβ1 , π½πβ1 β πΌπβ1 + 1, π½πβ1 = πΌπ , π½π } = ππ + π π jikaπΌπβ1 β₯ π½πβ1 π kepergian pada slot ke β π = π(ππ = β1) = π{ πΌπβ1 , π½πβ1 β πΌπβ1 , π½πβ1 + 1 = πΌπ , π½π }
=
ππ + π π jika Ξ±nβ1 > π½πβ1 , 0 jikaπΌπβ1 β€ π½πβ1 ,
π tidakberpindah pada slot ke β π = π(ππ = 0) =
1 β π + π π + π π jika Ξ±nβ1 > π½πβ1 , 1 β ππ + π π jika Ξ±nβ1 = π½πβ1 ,
Proses antrian M/M/1 β π1, π2 , β¦ β {πΏππ‘π‘πππ πππ‘π} β π{kejadian yang berhubungan dengan proses antrian π/π/1 = limπβ0 π(lattice path yang memenuhi kejadian yang berhubungan dengan prosen antrian) Banyaknya Lattice Path Di bawah ini diberikan dua lema yang berguna bagi analisis performan ketika sistem antrian tidak mencapai keadan setimbang dan satu teorema. Lema dan teorema diambil dari (Sen, 1991), dimana bukti-bukti tidak diberikan. Di bawah ini bukti-bukti berhasil diturunkan.
Makalah Pendamping: Matematika 2
213
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Lema 1.Jika π π; π, π; π menunjukkan jumlah lattice path dari π΄(π, 0) ke π΅(π, π) yang selalu berada dibawah garis π¦ = π₯ β π dan tidak menyentuh diantara keduanya, kemudian untuk π > π β₯ 0, π > π β₯ 0, π β₯ π π π; π, π; π =
π+πβπ π+πβπ β π πβπ
Bukti.Dengan menggunakan prinsip refleksi. Lema 2. Jika π(π; π, π)π menunjukkan jumlah lattice path dari (π, 0) ke (π, π) yang menyentuh garis π¦ = π₯ untuk pertama kalinya hanya pada lattice point (π, π) yang diberikan oleh π(π; π, π)π =
π 2π β π , π β₯ π > 0, β¦ 2π β π π
Bukti.Jumlah lattice path dapat dihitung dengan menggunakan lema. 1 dengan menempatkan a = 0 dan mengganti n dengan π β 1. π(π; π, π)π = π π; π, π β 1; 0 =
π+ πβ1 βπ π+ πβ1 βπ β πβ1 πβ0
=
2π β 1 β π 2π β 1 β π β πβ1 π
=π+0 =
(2π β 1 β π)! 2π β 1 β π ! β π β 1 ! π β π ! π! π β 1 β π !
=
(2π β 1 β π)! 1 1 β πβ1 ! πβ1βπ ! πβπ π
=
2π β 1 β π ! πβ πβπ πβ1 ! πβ1βπ ! π πβπ
=
2π β 1 β π ! π πβ1 ! πβ1βπ ! π πβπ
=
2π β 1 β π ! π π! π β π !
=
π 2π β π 2π β 1 β π ! (2π β π) π! π β π !
=
π 2π β π ! (2π β π) π! π β π !
=
π 2π β π ,π β₯ π (2π β π) π >0
214
β
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
Teorema 1. Jika ππ0 (π‘) menunjukkan probabilitas bahwa dimulai dengan i unit sistemyang mana dapat menjadi kosong di beberapa titik waktu (β€ π‘) untuk waktu kontinu pertama menjadi kosong sampai waktu t. Kemudian π‘
= 0
βπ
π π (π‘ β π‘1 ) π
2
π βππ‘ 1 π β(π+π )(π‘βπ‘ 1 ) πΌπ 2 ππ(π‘ β π‘1 )
Bukti. π‘
1
π βπ 2
π‘
π =0
π¦ =π
π +π
π 2π¦ β π 2π¦ β π π¦
ππ0 π‘ = lim
πβ0
π‘1
ππ + π(π) = lim
πβ0
π‘1
π
π¦βπ
= lim
π‘1
π
π¦=π
π¦βπ
ππ + π(π)
π 1 π¦ β π ! π¦! π
π‘1
β1
1 β ππ + ππ + π(π)
π¦
π+1β1 1β1
2π¦ β π β 1
π‘βπ‘ 1 β2π¦+π π
π‘βπ‘ 1 β1 ! π π‘βπ‘ 1 β1β π
π (2π¦ β π)! 2π¦ β π π¦! (π¦ β π)! 2π¦ β π β 1 ! π¦=π
ππ + π(π) πβ0
π¦
ππ + π(π)
π‘βπ‘ 1 π
1 β ππ + ππ + π(π)
1 β ππ + π(π)
π‘1
π
2π¦ + π + 1 !
π‘βπ‘ 1 β2π¦+π π
1 β ππ + π(π)
π‘1
π
2π¦βπβ1
π‘ β π‘1 β π π‘ β π‘1 β 2π β¦ π‘ β π‘1
β π 2π¦ β π β 1 ππ + π(π) π‘ β
= 0 π¦=π π‘
= 0 π‘
= 0
π¦βπ
ππ + π(π)
π (π‘ β π‘1 )
π π (π‘ β π‘1 ) π π π (π‘ β π‘1 ) π
π¦
ππ(π‘ β π‘π1 ) π¦ β π ! π¦! βπ
1 β ππ + ππ + π(π) 2π¦βπ
π π
βπ
2
π
βππ‘ 1 β(π+π )(π‘βπ‘ 1 )
π
ππ‘1 π¦=π
βπ
2
π
βππ‘ 1 β(π+π )(π‘βπ‘ 1 )
π
1 β ππ + π(π)
π‘1
π
π βππ‘ 1 π β(π+π )(π‘βπ‘π ) ππ‘1 β
2
π‘βπ‘ 1 β2π¦+π π
2π¦βπ
ππ(π‘ β π‘1 ) π¦ β π ! π¦! β
π
ππ(π‘ β π‘1 ) ππ‘1 π¦=π
2π¦β2π
ππ(π‘ β π‘π ) π¦ β π ! π¦!
dengan mengambil π = π¦ β π π‘
= 0 π‘
= 0
π π (π‘ β π‘1 ) π π π (π‘ β π‘1 ) π
βπ
βπ
2
2
π βππ‘ 1 π β(π+π )(π‘βπ‘ 1 )
ππ(π‘ β π‘1 ) 2
π
π βππ‘ 1 π β(π+π )(π‘βπ‘ 1 ) πΌπ 2 ππ(π‘ β π‘1 )
β
ππ‘1 π=0
π 4ππ π‘βπ‘ π 2 4
π! π + π + 1 ! β
SIMPULAN DAN SARAN Dari pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan:
Makalah Pendamping: Matematika 2
215
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
1. dengan pendekatan klasik, beberapa performan dari sistem antrian M/M/1 dapat diturunkn melalui kombinasi analisis transformasi dan teknik numerik analisis berdasarkan keadaan setimbang. 2. dengan pendekatan kombinatorial dan lattice path, ππ0 (π‘) menunjukkan probabilitas bahwa dimulai dengan i unit sistemyang mana dapat menjadi kosong di beberapa titik waktu (β€ π‘) untuk waktu kontinu pertama menjadi kosong sampai waktu t dapat diturunkan dengan terlebih dahulu mengkonstruksikan banyaknya lattice path yang bersesuaian.
DAFTAR PUSTAKA Bruneel, H. and Wuyts, I. (1994). Analysis of discrete-time multiserver queueing models with constants service times. Operations Research Letters, 15:231β236, 1994. Fallon, J., S. Gao and Niederhausen, H. (2010). Proof of a lattice paths conjecture connected to the tennis ball problem. Journal of Statistical Planning and Inference, 140:2227β2229, 2010. Gross, D. and Harris, C. M. (1998). Fundamentals of Queueing Theory: Third edition. John Wiley & Sons, Canada. Kleinrock, L. (1975). Queueing Systems: Volume 1. John Wiley & Sons, New York. Sen, K and Jain, J. L. (1991). Combinatorial Approach to Markovian Queueing Models. Journal of Statistical Planning and Inference 34 (1), 269-279. Taha, H. A. (1987). Operations Research. (4thed.). New York: Macmillan. Takagi, H. (1991). Queueing Analysis: A foundation of performance evaluation. Volume 1. John Wiley & Sons, New York.
216
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
MODEL STOKASTIK SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) Felin Yunita1, Purnami Widyaningsih2, Respatiwulan3 JurusanMatematika FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam UniversitasSebelasMaret Surakarta
[email protected] Abstrak Model susceptible infected recovered (SIR) menjelaskan penyebaran penyakit dari individu susceptible menjadi infected, kemudian individu infected akan sembuh (recovered) dan tidak terinfeksi kembali karena memiliki kekebalan. Penyebaran penyakit dapat dipandang sebagai kejadian random yang bergantung pada variable lwaktu sehingga disebut proses stokastik. Perubahan banyaknya individu susceptible, infected, dan recovered merupakan proses stokastik dalam selang waktu dan variabel random kontinu sehinggadapat dijelaskan dengan model stokastik SIR. Tujuan penulisan ini adalah menurunkan model stokastik SIR. Model stokastik SIR disimulasikan dengan mengambil laju kontak π½, laju kesembuhan πΎ, dan individu awal yang terinfeksi I(0) yang berbeda. Hasil simulasi menunjukkan bahwa jika semakin besar nilai π½ maka puncak epidemi semakin tinggi dan semakin besar nilai I(0) maka puncak epidemi juga semakin tinggi. Akan tetapi jika semakin besar nilai πΎ maka puncak epidemi semakin rendah. Kata kunci: model SIR, model stokastik.
1. PENDAHULUAN Penyakit menular seperti measles (campak), hepatitis, smallpox, dan poliomyelitis (polio) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang dapat menyebar melalui kontak langsung, udara, batuk, dan bersin. Penyakit ini perlu diwaspadai karena dapat mengakibatkan komplikasi, kerusakan organ tubuh, cacat, kelumpuhan bahkan kematian. Pada beberapa penyakit, individu yang telah sembuh dari infeksi akan memiliki kekebalan terhadap penyakit tersebut dalam tubuhnya sehingga individu tersebut tidak berpotensi untuk terinfeksi kembali. Menurut Hethcote [3], model matematika yang dapat digunakan untuk menggambarkan pola penyebaran penyakit dengan karakteristik tersebut adalah model susceptible infected recovered (SIR). Sebagaimana yang ditulis Parzen [5], perubahan banyaknya individu susceptible, infected dan recovered pada suatu populasi tidak dapat diketahui dengan pasti. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyebaran penyakit merupakan suatu kejadian random yang bergantung pada variabel waktu dan berkaitan dengan probabilitas sehingga bias disebut proses stokastik. Dengan demikian, model yang dapat menggambarkan peristiwa tersebut yaitu model stokastik SIR. Model tersebut mengkaji perubahan banyakya individu susceptible, infected dan recovered dalam selang waktu kontinu. Makalah Pendamping: Matematika 2
217
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Pada penelitian ini penulis menurunkan ulang model stokastik SIR dan melakukan penerapan dan simulasi model stokastik SIR. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai model stokastik dalam hubungannya dengan penyebaran penyakit, khususnya SIR. 2. PEMBAHASAN 2.1 Model Stokastik SIR Menurut Hethcote [3] populasi pada SIR dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok individu rentan penyakit atau susceptible (π), kelompok individu yang terinfeksi dan dapat menyebarkan penyakit ke sejumlah individu lain atau infected (πΌ) dan kelompok individu yang sudah sembuh atau recovered (π
). Banyaknya individu pada kelompok π, πΌ dan π
pada waktu π‘ dinyatakan sebagai π π‘ , πΌ π‘ , dan π
(π‘). Berikut adalah asumsi yang digunakan pada model SIR menurut Hethcote [3]. 1. Populasi tertutup dan jumlah individu pada populasi konstan π. 2. Populasi bercampur secara homogen. 3. Laju kelahiran dan laju kematian diabaikan, sehingga model hanya dipengaruhi laju kontak dan laju kesembuhan. 4. Hanya satu penyakit yang menyebar dalam populasi. Penurunan model stokastik SIR mengacu pada Allen [2]. Banyaknya individu susceptible dan infected pada waktu yang akan dating hanya dipengaruhi banyaknya individu susceptible dan infected pada saat ini. Kejadian ini menunjukkan bahwa penyebaran penyakit merupakan suatu proses Markov. Penyebaran penyakit dengan karakteristik tersebut dapat digambarkan dengan model continous time Markov chain (CTMC) SIR. Dalam penelitian ini terdapat asumsi tambahan yaitu perubahan banyaknya individu susceptible dan infected mengikuti proses Wiener yang merupakan proses stokastik π π‘ . Sehingga, perubahan banyaknya individu susceptible dan infected dapat dipandang sebagai proses stokastik. Model stokastik diturunkan ulang berdasarkan asumsi-asumsi tersebut. Dimisalkan banyaknya individu π saat π‘ adalah π dan banyaknya individu πΌ saat π‘ adalah π. Banyaknya individu susceptible dan infected dapat berubah setiap waktu dalam interval waktu π‘ = [0, β). Jika besarnya perubahan individu π pada selang waktu βπ‘ yaitu π dan besarnya perubahan individu πΌ pada selang waktu βπ‘ yaitu π, maka perpindahan dari state π ke π + π dan dari state π ke π + π disebut transisi. Probabilitas perubahan banyaknya individu infected dari state π ke state π + π dan dari state πke state π + π pada selang waktu βπ‘ disebut probabilitas transisi yang dapat dituliskan sebagai
π
π ,π , π +π,π+π
218
βπ‘ = ππππ π π‘ + βπ‘ , πΌ π‘ + βπ‘
= π + π, π + π π π‘ , πΌ π‘
= (π , π)]. (2.1)
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
Transisi terjadi pada selang waktu βπ‘ β 0 dan diasumsikan hanya ada satu individu yang bertransisi dari state (π , π) ke π + π, π + π . Oleh karena itu, ada tiga kemungkinan transisi yang terjadi yaitu dari state (π , π) ke state (π β 1, π + 1), dari state (π , π) ke state (π , π β 1), dan dari state (π , π)ke state π , π . Pada saat individu bertransisi dari state (π , π) ke state (π β 1, π + 1) terjadi perpindahan satu individu dari kelompok π ke πΌ. Jika π½ adalah laju kontak dan terdapat sebanyak π individu susceptible yang melakukan kontak dengan individu infected, maka probabilitas transisi dari state π , π ke state (π β 1, π + 1) adalah π
π ,π ,(π β1,π+1)
π π π
= π½ βπ‘ + π βπ‘ .
(2.2)
Pada saat terjadi transisi dari state (π , π) ke state (π , π β 1) berarti banyaknya individu infected berkurang satu. Pengurangan satu individu tersebut terjadi karena adanya kesembuhan alami dengan laju kesembuhan sebesar πΎ. Sehingga probabilitas transisi dari state (π , π) ke state (π , π β 1) adalah π
π ,π ,(π ,πβ1)
(2.3)
= πΎπβπ‘ + π βπ‘ .
Pada saat individu infected tetap berada pada state(π , π) berarti tidak terjadi penambahan maupun pengurangan banyaknya individu infected. Sehingga besarnya probabilitas transisi dari state(π , π)ke state(π , π)adalah π
π ,π ,(π ,π)
= 1 β (π½
π π + πΎπ)βπ‘ + π βπ‘ . π
(2.4)
Perpindahan individu dari suatu state ke state yang lain pada selang waktu yang sangat kecil hanya dimungkinkan terdapat satu individu yang bertransisi. Kemungkinan banyaknya individu yang bertransisi lebih dari atau sama dengan dua sangatlah kecil. Sehingga besarnya probabilitas transisi dengan banyaknya individu yang bertransisi lebih dari atau sama dengan dua dalam selang waktu βπ‘ adalah π βπ‘ . Persamaan (2.2), (2.3), dan (2.4) dapat dituliskan dalam suatu sistem persamaan
π
π ,π , π +π,π+π
βπ‘ =
π½π π βπ‘ + π βπ‘ , π πΎπβπ‘ + π βπ‘ , 1β
π ζ° π½ π
π, π = (β1,1) π, π = (0, β1)
(2.5)
+ πΎπ βπ‘ + π βπ‘ , π, π = (0,0)
π βπ‘ ,
π¦πππ ππππ.
Perubahan banyaknya individu mengikuti proses Wiener. Diasumsikan bahwa βπ dan βπΌ
berdistribusi
normal
sehingga
Makalah Pendamping: Matematika 2
dapat
dituliskan
βπ(π‘)~π(π π βπ‘, π 2 π βπ‘)
dan
219
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
βπΌ(π‘)~π(π πΌ βπ‘, π 2 πΌ βπ‘). Menurut Allen [2], model stokastik SIR yang mengikuti proses Wiener dapat ditulis
ππ = π π‘, π π‘ ππ‘ + π π‘, π π‘ ππ(π‘)
(2.6)
ππΌ = π π‘, πΌ π‘ ππ‘ + π π‘, πΌ π‘ ππ(π‘)
Model stokastik (2.6) dapat disajikan sebagai
ππ = π π‘, π π‘ ππ‘ + π π‘, π π‘ ππ(π‘)
(2.7)
dengan
π π‘ =
π(π‘) , πΌ(π‘)
π π‘, π(π‘) =
π(π‘, π π‘ ) π(π‘, π π‘ ) , dan π π‘, π(π‘) = π(π‘, πΌ π‘ ) π(π‘, πΌ π‘ )
yang merupakan fungsi bernilai real serta π(π‘) merupakan suatu proses Wiener. Model stokastik (2.7) memerlukan nilai π π‘, π(π‘) dan π π‘, π(π‘) yang masing-masing merupakan mean dan standar deviasi π π‘
(Allen [1]).
Nilai-nilai tersebut diperoleh
berdasarkan perubahan state dan probabilitas transisi (2.5). Model stokastik SIR pada penelitian ini hanya memperhatikan variabel π dan πΌ sehingga perubahan state yang diperhatikan adalah perubahan dari state(π , π) ke state(π β 1, π + 1) dan perubahan dari state(π , π) ke state π , π β 1 . Berdasarkan persamaan (2.5), besar probabilitas transisi untuk perubahan state π, π = (β1,1) adalah
π½π π π
dan probabilitas transisi untuk
perubahan state π, π = (0, β1) sebesar πΎπ. Nilai mean dapat diketahui dengan menghitung perkalian antara probabilitas transisi dan perubahan state. Untuk menghitung standar deviasi, terlebih dahulu menghitung nilai variansi yaitu perkalian probabilitas transisi dan kuadrat dari perubahan state sehingga diperoleh mean dan standar deviasi yaitu
π βπ =
β π½π π π
π½π π π
β μ³€π
β πππ π βπ =
π½π π π π½π π π
0 , β πΎπ
dengan βπ = (βπ, βπΌ) yaitu perubahan banyaknya individu susceptible dan infected.
Dengan demikian, diperoleh model stokastik SIR yaitu ππ = β
220
π½ππΌ π½ππΌ ππ‘ β πππ (π‘) π π
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
ππΌ =
π½ππΌ π
β πΎπΌ ππ‘ +
Volume 2
π½ππΌ π
πππ π‘ β πΎπΌ πππΌ (π‘)
(2.8)
2.2 Penerapan dan Simulasi Menurut Hethcote [3], cacar air adalah salah salah satu contoh penyakit dengan tipe penyebaran SIR. Cacar air merupakan suatu penyakit akut dengan daya penularan tinggi yang disebabkan karena virus dan dapat menyebabkan penyakit luar biasa serta menyebar dengan cepat. Penyakit ini mudah ditularkan melalui udara, makanan, dan bersentuhan langsung dengan luka yang diakibatkan oleh penyakit ini. Pada bagian ini diberikan penerapan model (2.8) pada penyakit cacar air. Parameter untuk model tersebut diambil dari Johnson [4]. Nilai laju kontak cacar air yaitu 0.65 β€ π½ β€ 0.85per hari dan laju kesembuhan penyakit πΎ = 0.3dengan N =100. Pada penerapan ini ingin diketahui perilaku penyebaran penyakit cacar air dengan nilai laju kontakminimal, untuk itu digunakan laju kontak minimal π½ = 0.65 per hari dan laju kesembuhan penyakit πΎ = 0.3 per hari dengan π = 100. Dengan demikian, model (2.8) dapat dituliskan sebagai
ππ = β0.0065 ππΌ ππ‘ β 0.0065 ππΌ πππ (π‘)
(2.9)
ππΌ = 0.0065 ππΌ β 0.3 πΌ ππ‘ + 0.0065 ππΌ πππ π‘ β 0.3 πΌ πππΌ (π‘) Proses Wiener pada persamaan (2.9), yaitu πππ (π‘) dan πππΌ (π‘), didekati dengan π ππ‘,πmerupakan suatu variabel random yang berdistribusi normal standar π~π(0,1) , dan diambil nilai πΌ 0 = 2 dan π 0 = 98. Banyaknya individu infected dalam selang waktu 0 β€ π‘ β€ 40 dapat dilihat pada Gambar 1. Garis berwarna biru menunjukkan banyaknya individu infected model stokastik. Dari garis tersebut terlihat bahwa dengan bertambahnya waktu banyaknya individu infected semakin bertambah. Kemudian setelah mencapai waktu π‘ tertentu banyaknya individu infected menurun. Peningkatan dan penurunan banyaknya individu infected pada model stokastik SIR tidak berupa garis yang mulus, tetapi berfluktuasi naik turun. Dari waktu π‘ = 0 sampai π‘ = 11, banyaknya individu infected meningkat dari 2 sampai mencapai maksimal yaitu 24. Saat π‘ = 11sampai π‘ = 32,banyaknya individu infected menurun dari 24 sampai 0 dan kemudian tidak mengalami perubahan sepanjang waktu. Hal ini berarti bahwa penyakit tersebut sudah tidak menyebar.
Makalah Pendamping: Matematika 2
221
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
banyaknya individu infected
30
24 19
2 0
0
11
3840 waktu (hari)
Gambar 1. Banyaknya individu infected pada selang waktu 0 β€ π‘ β€ 40 dengan π½ = 0.65, πΎ = 0.3,πΌ(0) = 2 Untuk melihat pengaruhπ½, πΎ, dan individu awal yang terinfeksi πΌ(0) terhadap perubahan banyaknya individu infected, model stokastik SIR pada persamaan (2.7) disimulasikan. 1) Nilai parameter πΎ = 0.3 dan nilai π½ = 0.55, 0.65, dan 0.75 Hasil simulasi ditunjukkan dengan Gambar 2. Garis berwarna biru menggambarkan penyebaran penyakit dengan π½ = 0.55, garis berwarna merah menggambarkan penyebaran penyakit dengan π½ = 0.65dan garis berwarna hijau menggambarkan penyebaran penyakit dengan π½ = 0.75. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 2, terlihat bahwa jika semakin besar nilai laju kontak (π½) maka puncak epidemi semakin tinggi.
banyaknya individu infected
40
32 27
20
2 0
0
10
20 waktu (hari)
30
40
Gambar 2. Banyaknya individu infected pada selang waktu 0 β€ π‘ β€ 40 dengan π½ = 0.55, 0.65, πππ 0.75, πΎ = 0.3, πΌ(0) = 2 222
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
2) Nilai parameter π½ = 0.65 dan nilai πΎ = 0.2, 0.3, dan 0.4 Hasil simulasi ditunjukkan dengan Gambar 3. Garis berwarna biru menggambarkan penyebaran penyakit dengan πΎ = 0.2, garis berwarna merah
menggambarkan
penyebaran penyakit dengan πΎ = 0.3dan garis berwarna hijau menggambarkan penyebaran penyakit dengan πΎ = 0.4. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar
3,
terlihat bahwa jika semakin besar nilai laju kesembuhan πΎ maka puncak epidemi semakin rendah. 3) Nilai parameter π½ = 0.65, πΎ = 0.3 dan nilai πΌ 0 = 2,5, dan 8 Hasil simulasi ditunjukkan dengan Gambar 4. Garis berwarna biru menggambarkan penyebaran penyakit dengan πΌ(0) = 2, garis berwarna merah menggambarkan penyebaran penyakit dengan πΌ(0) = 5, garis berwarna hijau menggambarkan penyebaran penyakit dengan πΌ(0) = 8. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 4, terlihat bahwa jika semakin besar nilai πΌ(0) maka puncak epidemi semakin tinggi.
banyaknya individu infected
50 42
27
15
2 0
0
10
20 waktu (hari)
30
40
Gambar 3. Banyaknya individu infected pada selang waktu 0 β€ π‘ β€ 40 dengan π½ = 0.65, πΎ = 0.2, 0.3, 0.4 dan πΌ(0) = 2
3. SIMPULAN Dari pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan 1. Model stokastik SIR dinyatakan sebagai ππ = β
ππΌ = Makalah Pendamping: Matematika 2
π½ππΌ π½ππΌ ππ‘ β πππ (π‘) π π
π½ππΌ π½ππΌ β πΎπΌ ππ‘ + πππ π‘ β πΎπΌ πππΌ π‘ . π π 223
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
2. Simulasi menunjukkan bahwa jika semakin besar nilai π½ maka puncak epidemi semakin tinggi dan semakin besar nilai πΌ(0) maka puncak epidemi juga semakin tinggi, tetapi jika semakin besar nilai πΎ maka puncak epidemi semakin rendah.
banyaknya individu infected
40
32 25
17
8 5 2 0
0
10
20 waktu (hari)
30
40
Gambar 4. Banyaknya individu infected pada selang waktu0 β€ π‘ β€ 40 dengan π½ = 0.65, πΎ = 0.3, πΌ 0 = 2,5, πππ 8
4. DAFTAR PUSTAKA [1] Allen, E. J. S., Allen., L. J. S., Arcinigea, A., and Greenwood, P. E., Construction of Equivalent
Stochastic
Differential
Equation Models, Stochastic
Analysis
and
Applications (2008), no. 26, 274-297. [2] Allen, L. J. S., An Introduction to Stochastic Epidemic Models, Mathematical Epidemiology (2008). [3] Hethcote, H. W., The Mathematics of Infectious Diseases, SIAM Review 42 (2000), no. 4, 599-653. [4] Johnson, T., Mathematical Modeling of Diseases : Susceptible-Infected-Recovered (SIR) Model, Math 4901 Senior Seminar (2009). [5] Parzen, E., Stochastic Processes, Holden-Day, Inc, United States of America, 1962,
224
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
MODEL EPIDEMI STOKASTIK SUSCEPTIBLE INFECTED SUSCEPTIBLE (SIS)
Silvia Kristanti1, Sri Kuntari2, Respatiwulan3 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta
[email protected] Abstrak Model epidemi susceptible infected susceptible (SIS) merupakan model yang menggambarkan penyebaran penyakit dengan karakteristik setiap individu sembuh dapat terinfeksi kembali karena tidak memiliki sistem kekebalan tubuh permanen. Banyaknya individu terinfeksi tidak dapat diprediksi dengan pasti, sehingga penyebaran penyakit dapat dipandang sebagai kejadian random yang bergantung pada variabel waktu atau disebut proses stokastik. Jika perubahan banyaknya individu terinfeksi ditinjau dalam selang waktu kontinu, maka penyebaran penyakit dengan karakter tersebut dapat digambarkan dengan menggunakan model stokastik SIS. Penyelesaian secara eksak sulit diperoleh, sehingga digunakan penyelesaian pendekatan. Model yang diperoleh disimulasikan dengan mengambil nilai parameter π½dan πΎ berbeda. Berdasarkan hasil simulasi diperoleh jika semakin besar nilai parameter π½ maka semakin cepat peningkatan penyebaran penyakit dan semakin banyak juga jumlah individu terinfeksi. Jika semakin besar nilai parameter πΎ, maka semakin lama peningkatan penyebaran penyakit dan semakin sedikit jumlah individu terinfeksi. Kata kunci: model stokastik SIS, simulasi.
1. PENDAHULUAN Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan setiap individu. Jika individu tersebut sehat, maka aktivitasnya dapat dilakukan dengan baik. Pada kenyataannya, sebagian individu belum tentu dapat mempertahankan kondisi kesehatannya. Hal itu dikarenakan terdapat penyakit yang menyerang pada tubuh individu tersebut. Penyakit tersebut dapat menular dari individu satu ke individu yang lain melalui kontak langsung (Hetchcote [4]). Pada beberapa jenis penyakit, individu yang sembuh dapat terinfeksi kembali karena tidak memiliki sistem kekebalan tubuh permanen (Ianelli [5]). Model matematika yang dapat menggambarkan pola penyebaran penyakit dengan karakteristik tersebut disebut model SIS. Penyakit yang memiliki karakteristik model SIS adalah influenza, severe acute respiratory syndrome(SARS), malaria, pertussis, dan tuberculosis. Menurut Parzen [6], banyaknya individu yang terinfeksi tidak dapat diprediksi dengan pasti. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyebaran penyakit dapat dipandang sebagai kejadian random yang bergantung pada variabel waktu sehingga dapat disebut proses stokastik. Jika perubahan banyaknya individu terinfeksi ditinjau dalam selang waktu kontinu, maka penyebaran penyakit Makalah Pendamping: Matematika 2
225
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
dengan karakter tersebut dapat digambarkan menggunakan model stokastik SIS. Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan model stokastik SIS, menerapkan dan menginterpretasikan model stokastik SIS melalui simulasi. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai model matematika yaitu model stokastik SIS pada penyebaran penyakit.
2. PEMBAHASAN 2.1 Model Stokastik SIS Hetchcote [4] menyebutkan bahwa pada model SIS, populasi dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok susceptible(S) dan kelompok infected(I). Kelompok susceptible adalah kelompok individu sehat tetapi berisiko terinfeksi penyakit dan kelompok infected adalah kelompok individu terinfeksi penyakit. Asumsi yang digunakan pada model SIS yaitu 1. populasi tertutup dan banyaknya individu pada populasi konstan, 2. populasi bercampur secara homogen, 3. laju kelahiran sama dengan laju kematian, 4. individu yang lahir merupakan individu yang sehat tetapi rentan penyakit, 5. individu yang telah sembuh dianggap tidak memiliki kekebalan permanen sehingga dapat tertular penyakit kembali, 6. hanya terdapat satu penyakit yang menyebar dalam populasi tersebut. Banyaknya individu pada kelompok S dan I pada waktu t masing-masing dinyatakan sebagai S(t) dan I(t), serta S(t)+I(t)=N dengan N adalah jumlah total individu pada populasi. Pada model stokastik SIS mempunyai variabel random, yaitu I(t). Jika banyaknya I(t) sebesar i, maka fungsi probabilitas banyaknya individu terinfeksi pada waktu t adalah ππ π‘ = ππππ πΌ π‘ = π dengan π β [0, π], π‘ β [0, β] . Banyaknya individu terinfeksi dapat berubah setiap waktu pada interval π‘ β [0, β]. Pada selang waktu π‘ + β π‘, banyaknya I(t) sebesar j. Selanjutnya i dan j disebut sebagai state. Perpindahan dari statei ke j disebut sebagai transisi. Probabilitas perubahan banyaknya individu terinfeksi dari statei ke j pada selang waktu β π‘ disebut probabilitas transisi, dapat dituliskan sebagai πππ βπ‘ = ππππ πΌ π‘ + β π‘ = π|πΌ π‘ = π .
226
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
Proses transisi terjadi pada selang waktu yang sangat kecil sehingga diasumsikan hanya ada satu individu yang bertransisi dari statei ke j. Oleh karena itu, terdapat tiga kemungkinan transisi yang terjadi yaitu dari state i ke state j=i+1, dari state i ke state j=i-1dan state i ke state j=i. Pada saat individu bertransisi dari state i ke state j=i+1, berarti banyaknya individu terinfeksi bertambah satu. Dengan kata lain, terjadi perpindahan satu individu dari kelompok S ke I karena suatu kontak. Karena diasumsikan populasi homogen sehingga setiap individu pada kelompok S mempunyai kemungkinan yang sama dapat melakukan kontak dengan individu pada kelompok I. Jika terdapat i individu terinfeksi pada kelompok I, maka probabilitas individu π
kelompok I yang melakukan kontak dengan individu kelompok S sebesar π . Jika besar laju kontak sebesar π½ , maka besarnya probabilitas transisi dari state i ke state j=i+1 pada selang waktu β π‘ adalah π
π ,(π =π+1)
=
π½π π π
βπ‘ + π βπ‘ .
(2.1)
Ketika individu terinfeksi bertransisi dari state i ke state j=i-1, berarti banyaknya individu terinfeksi berkurang satu. Pengurangan satu individu tersebut disebabkan oleh dua hal. Pertama, akibat terjadinya perpindahan individu dari kelompok I ke S karena faktor kesembuhan dengan laju kesembuhan sebesar πΎ. Kedua, akibat adanya kematian dalam kelompok I dengan laju kematian sebesar πΌ. Jadi, besarnya probabilitas transisi dari state i ke state j=i-1 pada selang waktu β π‘ adalah π
π ,(π =πβ1)
= πΌ + πΎ πβπ‘ + π βπ‘ .
(2.2)
Selanjutnya, individu terinfeksi tetap berada pada state i, berarti tidak terjadi penambahan maupun pengurangan banyaknya individu terinfeksi. Besarnya probabilitas transisi dari state i ke state j=i pada selang waktu β π‘ adalah selisih antara total probabilitas semua kejadian dengan probabilitas transisi saat terjadi perubahan state i β i+1 dan i β i-1 , sehingga dapat dituliskan sebagai π
π ,(π =πβ1)
=1β
π½π π π
+ πΌ + πΎ π βπ‘.
(2.3)
Pada selang waktu yang sangat kecil, dimungkinkan hanya terdapat satu individu yang bertransisi. Dari suatu state ke state lain, kemungkinan banyaknya individu yang bertransisi lebih dari atau sama dengan dua adalah sangat kecil. Oleh karena itu, besarnya probabilitas transisi dengan banyaknya individu yang bertransisi lebih dari atau sama dengan dua dalam selang waktu β π‘ yaitu π β π‘ . Persamaan (2.1), (2.2), dan (2.3), dapat dituliskan dalam suatu sistem persamaan
Makalah Pendamping: Matematika 2
227
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 π½π π π
πππ (βπ‘) =
βπ‘ + π βπ‘ = π π βπ‘ + π βπ‘ ,
π =π+1
πΌ + πΎ πβπ‘ + π βπ‘ = π π βπ‘ + π βπ‘ , 1β
π½π π + π
πΌ+πΎ π βπ‘+π βπ‘ ,
π =πβ1 π =π
π βπ‘ ,
(2.4)
π¦πππ ππππ
Sistem persamaan (2.4) merupakan model continuous time Markov chain SIS(CTMC SIS) dengan variabel random I(t) diskrit dan waktu kontinu. Menurut Allen [2], diasumsikan model stokastik SIS memiliki variabel random I(t) kontinu dan waktu kontinu, sehingga model CTMC SIS pada persamaan (2.4) dapat dipandang menjadi model stokastik SIS. Perubahan banyaknya individu terinfeksi adalah selisih antara banyaknya individu terinfeksi pada waktu π‘ + β π‘ dengan banyaknya individu terinfeksi pada waktu t yang dapat dituliskan menjadi βπΌ = πΌ(π‘ + β π‘) β πΌ(π‘). Diasumsikan bahwa βπΌ berdistribusi normal, βπΌ π‘ ~π π πΌ βπ‘, π 2 πΌ βπ‘ . Menurut Allen [2], perubahan banyaknya individu terinfeksi yang mengikuti proses Wiener pada selang waktu π‘ + β π‘ untuk β π‘ yang sangat kecil, dapat dinyatakan dalam bentuk sistem persamaan diferensial stokastik yang kemudian disebut dengan model stokastik. Dengan demikian, model stokastik SIS dapat dituliskan (2.5)
ππΌ = π πΌ ππ‘ + π πΌ ππ π‘ .
Sistem persamaan diferensial stokastik tersusun atas dua bagian yaitu bagian deterministik dan bagian stokastik. Suku π πΌ merupakan bagian deterministik yang tidak dipengaruhi proses stokastik, sedangkan π πΌ merupakan bagian stokastik yang dipengaruhi proses stokastik. Berdasarkan persamaan (2.4), besar probabilitas transisi dari statei ke j=i+1 yaitu
π½π π π
βπ‘ + π βπ‘ dan probabilitas transisi dari statei ke j=i-1 yaitu πΌ + πΎ πβπ‘ + π βπ‘ .
Menurut Allen [1], nilai harapan dari βπΌ adalah π
πΈ βπΌ =
βπΌ πππ (βπ‘) π =1
=
π½π π β πΌ + πΎ π βπ‘ + π(βπ‘) π
= π πΌ βπ‘ + π βπ‘ , dengan βπΌ merupakan perubahan banyaknya individu terinfeksi dan πππ (βπ‘) merupakan probabilitas transisi banyaknya individu terinfeksi. Variansi dari βπΌ adalah πππ βπΌ = πΈ βπΌ =
2
β πΈ(βπΌ)
2
π½ππΌ + πΌ + πΎ πΌ βπ‘ + π(βπ‘) π
= π 2 πΌ βπ‘ + π βπ‘ . 228
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
Berdasarkan nilai variansi π 2 πΌ βπ‘ diperoleh π πΌ = Dengan
demikian,
persamaan
Γ’ππΌ + πΌ + πΎ πΌ. π
(2.5)
merupakan
π πΌ =
π½ππΌ β πΌ+πΎ πΌ π
model
stokastik
SIS
dengan
dan π πΌ =
π½ππΌ + πΌ+πΎ πΌ π
merupakan suatu proses Wiener. Sehingga persamaan (2.5) dapat dituliskan menjadi ππΌ =
π½ππΌ π
β πΌ + πΎ πΌππ‘ +
π½ππΌ π
+ πΌ + πΎ πΌππ π‘ .
(2.6)
2.2 Penerapan dan Simulasi Pada bagian ini diberikan penerapan model stokastik SIS (2.6) terhadap penyebaran penyakit pertussis yang merujuk pada Arino [3]. Penyakit pertussis merupakan penyakit infeksi saluran nafas akut yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Nilai laju penularan π½ = 0.4 per hari, laju kesembuhan πΎ = 0.04per hari, laju kelahiran sama dengan laju kematian πΌ = 0.1per hari dengan π = 1000sehingga persamaan (2.6) dapat disajikan dengan ππΌ = 0.0004ππΌ β 0.14πΌ ππ‘ + 0.0004ππΌ β 0.14πΌ ππ π‘ . Dalam penerapan ini diambil nilai π(0) = 996 dan πΌ(0) = 4. Dengan menggunakan program (2.7) pada Allen [1], diperoleh Gambar 1 yang menyajikan banyaknya individu terinfeksi pada model stokastik SIS dalam selang waktu π‘ = 0 sampai π‘ = 70. 800
Banyaknya individu terinfeksi
640
0
0
34 Hari
70
Gambar 1. Banyaknya individu terinfeksi pada selang waktu 0 β€ π‘ β€ 70 Makalah Pendamping: Matematika 2
229
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Dari Gambar 1, garis putus-putus berwarna hitam menunjukkan banyaknya individu terinfeksi yang hanya mempertimbangkan nilai π πΌ . Sedangkan garis yang berwarna biru menunjukkan banyaknya individu terinfeksi dengan mempertimbangkan nilai π πΌ dan π πΌ . Dari kedua garis terlihat bahwa dengan bertambahnya waktu, banyaknya individu terinfeksi mengalami peningkatan secara tajam. Kemudian meningkat terus-menerus secara perlahanlahan dan cenderung konstan sekitar π‘ = 34. Selanjutnya banyaknya individu terinfeksi tidak turun karena pada karakteristik model SIS, individu I yang sudah sembuh menjadi individu S. Selanjutnya persamaan (2.7) disimulasikan dengan mengambil nilai parameter π½ yang berbeda. Hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Banyaknya individu terinfeksi
1000
750 620 500 370
0
0
23
35
47 54 Hari
100
Gambar 2. Banyaknya individu terinfeksi dengan π½ = 0.25,0.3,0.4,0.55 dan πΎ = 0.04 pada selang waktu 0 β€ π‘ β€ 100
Banyaknya individu terinfeksi
7
4
0 0
8.7
13.515.5 Hari
23.7
30
Gambar 3. Banyaknya individu terinfeksi dengan π½ = 0.025,0.01,0.075,0.005 dan πΎ = 0.04 pada selang waktu 0 β€ π‘ β€ 30 230
Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
Volume 2
Gambar 2 menunjukkan perubahan banyaknya individu pada waktu ke-t dengan nilai parameter π½ > πΎ. Garis berwarna biru menggambarkan banyaknya individu terinfeksi dengan π½ = 0.25 mengalami peningkatan yang tajam dari 4 menjadi 370 pada hari ke-0 sampai ke-54 lalu meningkat secara perlahan dan cenderung konstan. Garis berwarna merah menggambarkan banyaknya individu terinfeksi dengan π½ = 0.3 mengalami peningkatan yang tajam dari 4 menjadi 500 pada hari ke-0 sampai ke-47 lalu meningkat secara perlahan dan cenderung konstan. Garis berwarna hijau menggambarkan banyaknya individu terinfeksi dengan π½ = 0.4 mengalami peningkatan yang tajam dari 4 menjadi 620 pada hari ke-0 sampai ke-35 lalu meningkat secara perlahan dan cenderung konstan. Garis berwarna hitam menggambarkan banyaknya individu terinfeksi dengan π½ = 0.55 mengalami peningkatan yang tajam dari 4 menjadi 750 pada hari ke-0 sampai ke-23 lalu meningkat secara perlahan dan cenderung konstan. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 2 jika nilai parameter π½ > πΎ, maka semakin cepat peningkatan penyebaran penyakit dan semakin banyak juga individu yang terinfeksi. Gambar 3 menunjukkan perubahan banyaknya individu pada waktu ke-π‘ dengan nilai parameter π½ < πΎ Garis berwarna biru menggambarkan banyaknya individu terinfeksi dengan π½ = 0.025 mengalami penurunan yang tajam dari 4 menjadi 0 pada hari ke-0 sampai ke-23.7. Garis berwarna merah menggambarkan banyaknya individu terinfeksi dengan π½ = 0.01 mengalami penurunan yang tajam dari 4 menjadi 0 pada hari ke-0 sampai ke-15.5. Garis berwarna hijau menggambarkan banyaknya individu terinfeksi dengan π½ = 0.0075 mengalami penurunan yang tajam dari 4 menjadi 0 pada hari ke-0 sampai ke-13.5. Garis berwarna hitam menggambarkan banyaknya individu terinfeksi dengan π½ = 0.005 mengalami penurunan yang tajam dari 4 menjadi 0 pada hari ke-0 sampai ke-8.5. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 3 jika nilai parameter π½ < πΎ, maka semakin cepat penurunan penyebaran penyakit dan individu yang terinfeksi mencapai nol artinya tidak terjadi penularan penyakit lagi.
3. SIMPULAN Kesimpulan berdasarkan hasil pembahasan adalah sebagai berikut. 1. Model stokastik SIS dinyatakan sebagai ππΌ = π πΌ ππ‘ + π πΌ ππ π‘ , dengan π πΌ =
π½ππΌ π
β πΌ + πΎ πΌdan π πΌ =
π½ππΌ π
+ πΌ + πΎ πΌ.
2. Berdasarkan hasil simulasi diperoleh jika semakin besar nilai parameter π½ maka semakin cepat peningkatan penyebaran penyakit dan semakin banyak juga individu yang terinfeksi. Jika semakin besar nilai parameter πΎ maka semakin lama peningkatan penyebaran penyakit dan semakin sedikit juga individu yang terinfeksi. Makalah Pendamping: Matematika 2
231
Volume 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
4. DAFTAR PUSTAKA [1] Allen, E. J. S., Allen L. J. S., A. Armando, and Greenwood P. E., Construction of Equivalent Stochastic Differential Equation Models, Stochastic Analysis and Aplication (2008, no. 26, 274-297. [2] Allen, L. J. S., An Introduction to Stochastic Epidemic Models, Tech. report, Departement of Mathematics and Statistics, Texas Tech University, Lubbock, Texas, 2008. [3] Arino, J., K. L. Cooke, and J. Velasco Hernandz, An Epidemiology Model That Includes A Leakly with General Waning Function, AIMsciences 4 (2004), no. 2, 479-495. [4] Hetchote, H. W., The Mathematics of Infections Disease, SIAM Review 42(2000), no. 4, 599-653 [5] Ianelli, M., The Mathematical Modelling of Epidemic, Tech. report, Mathematics Departement, University of Trento, Italy, 2005. [6] Parzen, E., Stochastic Process, Holden-Day, Inc., United States of America, 1962.
232
Makalah Pendamping: Matematika 2