Sarbaini MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS KOGNITIF MORAL:
Dari Teori ke Aplikasi
Laboratorium Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Lambung Mangkurat i
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
ii
Sarbaini
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS KOGNITIF MORAL: Dari Teori ke Aplikasi
Laboratorium Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Lambung Mangkurat 2011 iii
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS KOGNITIF MORAL Sarbaini Laboratorium Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Banjarmasin 2011 All right reserve Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, tanpa izin tertulis dari penerbit x + 160 Halaman; 14,5 x 21 cm ISBN: 979-26-8544-8 Rancang Sampul: Agvenda Penata Isi: Lusiana Susanti Diterbitkan oleh: Laboratorium Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Lambung Mangkurat Cetakan 1. Laboratorium PPKn (2001) Cetakan 2. Edisi Revisi (2011) Dicetak oleh: ASWAJA PRESSINDO Jl. Plosokuning V No. 73 Minomartani Ngaglik Sleman Yogyakarta Telp.: (0274) 4462377 e-mail:
[email protected] Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji Syukur kepada Allah SWT, atas rahmat, nikmat dan karunia Allah semata, dapatlah diselesaikan penyusunan salah satu buku pegangan untuk mahasiswa dalam mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan Moral dan Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SMP dan SMA, khususnya Model Pembelajaran Berbasis Teori Perkembangan Moral Kognitif pada Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP UNLAM. Materi buku ini, selain berisi beberapa artikel tentang pendidikan moral dalam tataran teoritis dan praktis, juga memuat cakupan materi dari buku “Moral Reasoning: A Teaching Handbook for Adapting Kohlberg to th Classroom”, karya Ronald E Galbraith dan Thomas M.Jones, terutama pada bab VII, VIII dan IX, dan implementasinya dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), disertai dengan beberapa model dan bentuk cerita tentatifnya. Terima kasih kepada pihak yang telah membantu penyelesaian buku ini, khususnya para guru PKn SMP yang telah menyelesaikan tugas perkuliahan dalam bentuk membuat model pembelajaran PKn yang berbasis kognitif v
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
moral. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas bantuan yang diberikan. Buku ini pertama kali diterbitkan oleh Laboratorium Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) FKIP UNLAM pada tanggal 17 Juni 2001, namun atas permintaan teman-teman guru mata pelajaran PKn dan memenuhi kebutuhan literatur untuk mahasiswa dalam mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan Moral dan Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SMP dan SMA, sekaligus revisi terhadap berbagai koreksi dalam teknis pengetikan, maka diterbitkan kembali buku sebagai edisi revisi. Mudah-mudahan buku ini berguna bagi kita semua. Banjarmasin, Maret 2011 Penyusun, SARBAINI
vi
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ........................................................... v DAFTAR ISI ......................................................................... vii BAB I
PENDAHULUAN ........................................... 1
BAB II
MORALITAS MENURUT PERSPEKTIF TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF MORAL............................................................. 7 A. Pandangan Piaget .................................... 9 B. Pandangan Kohlberg ............................... 11
BAB III KONSEP PERKEMBANGAN DAN PERTIMBANGAN MORAL ........................... 15 A. Perkembangan Moral (Moral Development) ................................... 15 B. Pertimbangan Moral (Moral Judgement) ..................................... 19
vii
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
BAB IV TEORI PERKEMBANGAN MORAL KOHLBERG ..................................................... 21 A. Enam Tahap Pertimbangan Moral ......... 21 B. Beberapa Kesimpulan Terhadap Teori Kohlberg ........................................... 26 BAB V
TEORI DAN KONSEP PERKEMBANGAN KOGNITIF UNTUK PEMBELAJARAN MORAL ............................ 33 A. Teori Perkembangan Kognitif untuk Pembelajaran Moral ................................. 33 B. Konsep Perkembangan Kognitif untuk Pembelajaran Moral ................................. 35
BAB VI MODEL PEMBELAJARAN PERKEMBANGAN KOGNITIF MORAL ....... 39 A. Konsep ....................................................... 39 B. Asumsi ....................................................... 40 C. Tujuan ........................................................ 41 D. Posisi Guru ................................................ 41 E. Substansi Model Pembelajaran ............... 42 F. Langkah-langkah Strategi Pembelajaran ... 43 BAB VII CERITA DILEMA MORAL.............................. 45 A. Unsur-unsur Esensial Sebuah Kisah Dilema ............................................. 45 B. Contoh Kisah Dilema Moral .................... 48 BAB VIII PERENCANAAN PEMBELAJARAN ............ 57 A. Tiga Bagian dari Perencanaan Mengajar ................................................... 57 viii
Daftar Isi
B.
Perencanaan Mengajar “Hei, Sam, Truk ada di sini!” ...................................... 65 C. Perencanaan Mengajar: “Sebuah Surat Peringatan” ..................................... 67 BAB IX PROSES PEMBELAJARAN............................ 71 A. Elemen Proses Pembelajaran yang Efektif ............................................... 71 B. Proses Pembelajaran ................................. 74 C. Langkah-langkah Pembelajaran Dilema Moral ............................................ 77 BAB X
IMPLEMENTASI MODEL PERKEMBANGAN KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN PKn SMP .......................... 133 A. Bentuk-bentuk Model Tentatif ................. 133 B. Bentuk-bentuk Kisah Dilema Moral Tentatif ............................................ 150
DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 157 BIODATA PENULIS ........................................................... 159
ix
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
x
BAB I PENDAHULUAN
M
asalah moral, demikian pula pembelajaran moral, atau karakter moral masa sekarang, agaknya hangat dibicarakan, terutama dikaitkan dengan kualitas karakter moral manusia di era reformasi ini. Tingkatan kualitas karakter moral manusia Indonesia, selain menghadapi masalah rancunya atau anomali nilai moral yang terjadi di masyarakat, juga diduga tengah menuju pada pada tataran yang paling rendah dalam kulitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan sempat pula dipertanyakan, apakah masih ada moral (yang baik) pada bangsa, negara dan masyarakat Indonesia ini? Sekarang nilai moral sudah diputarbalikkan untuk memenuhi kepentingan pribadi, kepentingan kelompok dan kepentingan kekuasaan sesaat, dan kepentingan itu, tidak ada ujung pangkalnya. Kepentingan negara, kepentingan rakyat dan kepentingan masyarakat pada umumnya diletakkan pada kepentingan pribadi, kekuasaan dan kelompoknya. Di sinilah muara tumbuhnya kerancuan nilai moral, pada gilirannya memuntahkan dilema moral yang terjadi di masyarakat, khususnya terhadap generasi muda yang sedang tumbuh, berkembang dan mencari jawaban moral dalam kehidupannya. 1
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Dalam menghadapi kerancuan nilai moral yang terjadi di dalam masyarakat, sekaligus melahirkan dilema moral bagi subjek yang menghadapinya, maka kebiasaan konvensional yang berlaku masyarakat, terutama bagi orang tua adalah memberikan contoh atau nasehat tentang moral yang baik dan moral yang buruk, maupun dengan cara memberikan ganjaran, jika moral yang baik dipatuhi, dan menghukum, kalau moral yang buruk dilanggar. Namun demikian menurut studi Hartshorne dan May (dalam Duska dan Whelan, 1982: 15-16) bahwa dalam pendidikan karakter moral, maka prinsip-prinsip yang diajarkan dengan cara memberi contoh, menasehati, memberi hadiah dan memberi hukum adalah tidak efektif untuk menghasilkan tingkah laku moral yang dikehendaki. Dengan kata lain, bahwa metode konvensional dalam pendidikan karakter moral warga negara (civics virtue)., tidak memadai lagi, maka diperlukan suplemen metode agar pendidikan karakter moral warga negara (civics virtue). menjadi lebih efektif. Lalu apakah yang dapat dilakukan oleh para orang tua serta para pendidik supaya hal itu menjadi lebih efektif? Jawaban terhadap permasalahan pendidikan karakter moral warga negara (civics virtue) sekarang, salah satunya, paling tidak secara ilmiah terdapat pada karya Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg. Penemuan-penemuan mereka menunjang keyakinan bahwa pertimbangan moral berkembang dengan melalui rentetan reorganisasi kognitif yang disebut tahap-tahap. Setiap tahap mempunyai bentuk, pola dan organisasi yang dapat diidentifikasi. Tahapan tersebut merupakan suatu proses yang membutuhkan perubahan struktur kognitif, dan perubahan tersebut tergantung dari perkembangan kognitif dan rangsangan dari lingkungan sosial ( Duska dan Whelan, 1982: 16-17 ).
2
Pendahuluan
Materi buku ini pada mulanya ditujukan terhadap mahasiswa Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan, karena Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan selain bertujuan untuk menyiapkan tenaga calon guru PKn, juga bertujuan membentuk mahasiswanya menjadi warga negara yang mempunyai karakter moral yang baik. Namun demikian dalam perkembangannya, materi buku menumbuhkan minat para guru dan praktisi pendidik karakter moral warga negara (civics virtue) di sekolah, terutama, baik dalam kaitannya dengan pengembangan karakter moral peserta didik, juga berhubungan dengan pengembangan model pembelajaran karakter moral, khususnya model pembelajaran karakter moral warganegara dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Karakter moral warga negara tersebut hendaknya mengarah kepada karakter moral bernegara, berbangsa dan bermasyarakat. Menurut Udin S Winataputra (2000) secara substantif dan pedagogis, program civic education dirancang sebagai wahana pendidikan yang bertujuan untuk memfasilitasi peserta didik, agar dapat memgembangkan dirinya menjadi warga negara yang cerdas, bertanggungjawab, dan berkeadaban atau “smart and good citizens”. Menurut Endang Sumantri (2008: 34) yang amat lebih penting adalah bahwa pendidikan kewarganegaraan memperlihatkan potensi yang kuat untuk mengembangkan secara lengkap baik fisik maupun mental manusia dan mendorong pengembangan keterampilan-keterampilan, pengetahuan dan perilaku yang akan memungkin mereka untuk meningkatkan kondisi-kondisi kehidupan mereka. Tujuan yang diharapkan dari pendidikan kewarganegaraan sekarang akan menerima oleh posisi-posisi ideologis, religius dan kultural sebagai elemen-elemen esensial dalam tujuan3
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
tujuan pendidikan kewarganegaraan. Hal demikian diperkuat oleh pendapat Barret (1980) tentang ideologi, Kohlberg (1986) tentang religi, dan Giroux Krech, Crutchfield & Ballachey (1962) tentang kultur (dalam Endang Sumantri, 2008), Udin S Winataputra (2000) dan Endang Sumantri (2008), nampaknya sepakat bahwa Pendidikan Kewarganegaraan baik sebagai program, proses, fase dan produk memadukan secara integral aspek pengetahuan, sikap, keterampilan, fisik dan mental, individu dan kolektif dalam perilaku untuk menjadi warga negara yang demokratis, sekaligus menjadi warga negara yang baik. Buku ini bertujuan agar mahasiswa, guru dan praktisi pendidikan karakter moral warga negara (civics virtue) dapat memahami dasar-dasar dan konsep-konsep pendidikan karakter moral pada umumnya, dan khususnya untuk kepentingan pengembangan pendidikan karakter moral dalam kaitannya dengan pengembangan etika kewarganegaraan yang mendukung watak/karakter kewarganegaraan, sehingga terbentuk warga negara yang baik guna menuju masyarakat madani. Dalam kegiatan pembelajarannya telah dilaksanakan berbagai model pembelajaran yang berorientasi pada karakter moral warga negara (civics virtue), seperti model konsiderasi, model pembentukan rasional, model perkembangan kognitif, model analisis nilai, model klarifikasi nilai, dan model aksi sosial. Dari berbagai model pembelajaran karakter moral warga negara (civics virtue), ada dua model yang lebih kaitannya dengan problem kerancuan dan dilema nilai moral, yaitu model perkembangan kognitif dan model klarifikasi nilai. Dalam pelaksanaan kedua model tersebut, peserta didik, mahasiswa, guru dan praktisi pendidikan karakter moral, dan pendidikan kewarganegaraan di sekolah dihadapkan dengan 4
Pendahuluan
kasus-kasus aktual dalam berbagai aspek kehidupan. Namun dari kedua model tersebut yang cendrung berperan dalam pengembangan struktur kognitifnya adalah model perkembangan kognitif. Meskipun model pembelajaran kognitif kurang begitu dipopulerkan sebagaimana model klarifikasi nilai, dalam pembelajaran karakter moral warga negara (civics virtue)., akan tetapi paling tidak, model perkembangan kognitif sesuai dengan upaya pemerintah sekarang. Karena pemerintah sekarang dalam bidang pendidikan berupaya untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pembentukan sumber daya manusia dalam pendidikan adalah upaya untuk mengaktifkan struktur kognitif peserta didik, agar dapat membangun makna dari apa yang dipelajari. Di sinilah terdapat kesejajaran dan kesamaan orientasi untuk mengaktifkan struktur kognitif peserta didik, dengan model perkembangan kognitif sebagai model pembelajaran karakter moral warga negara. Di samping itu pengaktifan struktur kognitif juga memerlukan proses yang membutuhkan perubahan struktur kognitif pula. Perubahan dan pengaktifan struktur kognitif akan mempengaruhi perkembangan kognitif, dan semua itu rangsangan dari lingkungan sosial. Masalahnya adalah apakah rangsangan lingkungan sosial tersebut dapat mengaktifkan atau merubah struktur kognitif peserta didik, dan jika terjadi perubahan, pada tingkat apa perkembangannya, cendrung meningkat atau menurun? Jika pun terjadi perubahan, bagaimana pengaruhnya terhadap kemampuan melakukan pertimbangan karakter moral sebagai landasan dari perubahan atau perkembangan karakter moral peserta didik. Adanya perubahan dan perkembangan karakter moral akan menuju pada peluang terbentuknya kemampuan 5
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
melakukan pertimbangan-pertimbangan moral yang matang. Maka dengan pertimbangan moral yang matang, tentu seseorang akan mencapai kematangan moral. Kematangan moral merupakan karakteristik dari seseorang yang mempunyai pendirian moral yang benar dan bertindak sesuai dengan pendiriannya itu. Kematangan moral selain menyangkut faktor pengetahuan yang mendalam tentang benar dan salah, juga berkaitan dengan watak atau kemauan bertindak sesuai dengan cara berpikir yang lurus, baik dan benar.
6
BAB II MORALITAS MENURUT PERSPEKTIF TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF MORAL
P
ara pakar teori perkembangan kognitif moral meneliti bagaimana perubahan kondisi karakter moral dikaitkan dengan pertambahan usia. Mereka percaya bahwa peningkatan kematangan kognitif dan pengalaman sosial, secara perlahan membimbing anak untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang tingkatan-tingkatan kerja sama sosial yang mengatur tanggungjawab moral. Pemahaman anak-anak tentang tingkatan-tingkatan sosial berkembang dari hal yang sederhana, yaitu pemahaman kongkrit tentang kewajiban antara manusia kepada hal yang lebih abstrak, yaitu apresiasi pemahaman tentang lembaga sosial yang lebih luas dan sistem pembuatan hukum sebagaimana pemahaman masyarakat dan perubahan-perubahan struktur sosial. Karakter moral anak yang ideal adalah konsepsi mereka tentang apa yang sebenarnya dilakukan ketika kebutuhan dan keinginan manusia saling bertentangan satu sama lain, juga perbaikanperbaikan lainnya, seperti perbaikan terhadap peningkatan penyelesaian secara jujur, adil, dan seimbang terhadap masalah-masalah moral (Rest, 1983, dalam Beck, 1989).
7
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Perkembangan kognitif tidak bisa dianggap sebagai laporan karakter moralitas yang lengkap. Hal ini disebabkan oleh pemikiran tentang apakah karakter moral tidak menjamin orang bersikap yang sesungguhnya sesuai dengan tingkat kognitifnya. Berbagai contoh mucul untuk menunjukkan, bahwa anak-anak dan orang dewasa sering mengkompromikan ide-ide tentang kejujuran, memenuhi keinginannya untuk mendapatkan kepuasan, walaupun mereka tahu, bahwa hal itu tidak benar. Beberapa dekade yang lalu, dalam penelitian klasiknya tentang perilaku moral, Harthson dan May menemukan bahwa terdapat hubungan yang rendah antara penalaran moral anak dengan tingkah laku mereka yang sesungguhnya dalam kondisi yang beragam (Harthson, May dan Shuttleworth, 1930, dalam Beck, 1989) Meskipun demikian, bagian integral dari pendekatan perkembangan kognitif adalah bahwa pemahaman moral tidak mempengaruhi dorongan moral. Karenanya kognitif seharusnya menunjang hubungan-hubungan terhadap tindakan moral, meskipun tidak sempurna. Kalangan teorisi perkembangan kognitif percaya bahwa ketika anak-anak mulai mengerti tujuan dan fungsi tingkatan-tingkatan kerjasama sosial, mereka mengembangkan kemampuan kerjasama untuk mereka sendiri dan orang-orang yang bekerja melindungi dan membantu mereka. Hasilnya, mereka sedikit demi sedikit menyadari bahwa sikap dan cara berpikir adalah bagian penting dari keberadaan dan pertahanan dalam dunia sosial (Rest, 1893, Beck, 1989). Berdasarkan pendapat tersebut, pendekatan perkembangan kognitif memperkirakan suatu hubungan yang sangat spesifik antara pemikiran moral dan perilaku moral, keduanya sebaiknya saling berdekatan sebagai kemajuan setiap individu ke arah tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi dari pemahaman moral. 8
Moralitas Menurut Perspektif Teori Perkembangan Kognitif Moral
Sebuah alasan penting yang dinyatakan pada penelitian Harthson dan May (Harthson, May dan Shuttleworth, 1930, dalam Beck, 1989), seperti dikemukakan di atas adalah ditemukannya hubungan yang sangat kecil antara penalaran moral dengan perilaku yang terjadi, karena subjek-subjeknya tidak mengalami kemajuan yang berarti dalam perkembangan moral. Untuk memiliki pemikiran yang integral dengan tindakan, bukti-bukti baru kini mengindikasikan bahwa di antara anak-anak yang lebih tua, remaja dan dewasa, terdapat konsistensi yang cukup antara kondisi moral dan sikap moral. Oleh karena itu, pikiran moral bukan tidak bergantung dan tidak relevan dengan tindakan moral. Tetapi hal demikian merupakan faktor penting di antara jumlah besar faktor lainnya yang membantu menjelaskan mengapa manusia berkelakuan seperti yang mereka lakukan.
A. Pandangan Piaget Piaget dalam penelitiannya meminta anak-anak untuk menilai kenakalan suatu tokoh yang telah memutuskan suatu rangkaian tindakan moral. Kemudian Piaget mengemukakan bahwa pemahaman terhadap resiprositas moral (moral timbal balik) adalah penting dalam rangka memperlakukan orang lain sebagaimana seseorang yang memerlukan perlakuan. Hal ini menggarisbawahi terjadinya perubahan dari karakter moral kepatuhan terhadap otoritas kepada moralitas untuk kerjasama sosial. Meskipun Piaget mengemukakan bahwa penghargaan anak terhadap resiprositas berkembang antara usia 6-12 tahun, tetapi dia tidak begitu memperhatikan grafik perkembangan. Resiprositas bisa dipahami dalam dua cara yang berbeda, pertama, pada pandangan kongkrit, yaitu sebagai suatu hal hubungan (pertukaran) sejajar di antara orang9
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
orang. Seorang yang memahami resiprositas dengan cara ini, percaya bahwa keadilan dianjurkan manakala kebaikan atau ketidakbaikan (keramahan atau kekasaran) dari orang lain yang dibahas dengan hal yang serupa. Resiprositas juga bisa dihayati melalui sudut pandang yang lebih abstrak dan idealistik. Moralitas didasarkan pada memperlakukan orang lain sebagaimana mestinya. Pembahasan tentang bagaimana kamu sebaiknya ingin diperlakukan, jika kamu dan orang lain harus bertukar posisi seperti teori ‘Kompleksnya Selman”, yaitu keterampilan perspektif timbal balik yang saling menguntungkan. Oleh karena itu, kita tidak akan bisa mengharapkan kepada anak untuk memiliki tingkat penghargaan yang tinggi terhadap resiprositas sampai memasuki tahun-tahun pertama remaja. Pada usia 5 tahun, anak-anak memandang resiprositas kongkrit sebagai dasar yang penting pada penilaian moral, dan terjadilah perpindahan perkembangan menjadi masa resiprositas yang ideal pada akhir masa anak-anak dan tahun-tahun awal masa remaja. Baldwin dan Baldwin (1970, dalam Beck, 1989) memberikan anak-anak pasangan cerita-cerita yang dirancang untuk menilai macammacam tingkah laku. Cerita pertama menyuruh anak mengidentifikasikan dari dua tingkah laku, yang manakah yang lebih baik; membalas kebaikan untuk kebaikan yang diterima di masa lalu, atau melakukan kebaikan terlepas dari kemurahan hati dari tingkah laku yang lalu. Kebanyakan anak-anak menilai sebuah hubungan timbal balik seperti itu adalah baik. Tetapi kemampuan menilai ini lebih berkembang pada pertengahan masa anak-anak dan awal masa remaja, dan kecendrungan ini disetujui oleh penelitian-penelitian lainnya (Peterson, Hartmann dan Gelfand, dalam Beck,1989). 10
Moralitas Menurut Perspektif Teori Perkembangan Kognitif Moral
Temuan di atas menandakan bahwa pemahaman anak terhadap resiprositas menjadi lebih abstrak dan idealistis pada masa-masa sekolah dasar. Tetapi belum begitu jelas mengenai faktor-faktor apa saja yang menyebabkan perubahan tersebut, karena resiprositas yang ideal memerlukan berbagai kemampuan, yakni perkembangan kognitiflah yang paling berperan dalam pembentukan kemampuan-kemampuan tersebut. Namun demikian pengalaman-pengalaman juga bisa menentukan pembentukan kemampuan perkembangan kognitif terhadap resiprositas ideal.
B. Pandangan Kohlberg Kohlberg dalam penelitiannya memberikan subjek penelitiannya dilema-dilema moral hipotesis, berupa pertimbangan moral yang saling beradu mungkin terjadi, dan meminta mereka untuk menunjukkan apa yang harus dilakukan si tokoh dan mengapa harus. Kohlberg meminta subjeknya untuk tidak hanya memutuskan, tetapi juga membenarkan rangkaian tindakan, Kohlberg bisa memperoleh ide yang lebih jelas tentang penalaran di mana keputusan moral subjek didasarkan. Bagi Kohlberg (1969; 1976, dalam Beck, 1989) dan pembuat teori perkembangan kognitif lainnya (Damon,1977; Selman,1977, Beck, 1989) telah berargumentasi bahwa perkembangan moralitas tergantung pada kognitif dan keterampilan-keterampilan pemilihan pandangan pada cara spesifik. Setiap tahapan moralitas diasumsikan menuntut pemerolehan kognitif tertentu dan tahap-tahap pemilihan pandangan. Namun pembuat teori perkembangan kognitif juga percaya bahwa perkembangan moral tidak sepenuhnya dikurangi sampai pada segi-segi pertumbuhan kognitif lainnya. 11
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Pemahaman moral diasumsikan melibatkan beberapa pengorganisasian ulang kognitif tambahan yang seluruhnya unik terhadap domain moral. Sebagai akibatnya, Kohlberg dan lainnya telah menghipotesiskan bahwa tahap-tahap pemilihan pandangan dari kognitif adalah penting tapi bukan kondisi yang mencukupi untuk tiap tahapan moralitas. Jika Kohlberg benar bahwa asumsi yang penting, tapi tidak mencukupi, juga berlaku terhadap perkembangan moral, maka kematangan moral tidak hanya sejajar, tapi juga ketinggalan dari pemerolehan tahap kognitif dan pemilihan pandangan yang terkait, namun tak pernah mendahuluinya. Selain faktor kognitif non-sosial berupa prestasi pemilihan pandangan sebagai bangunan penting bagi penalaran moral, maka faktor kognitif berupa pengalaman juga sangat penting. Pengalaman yang menyebabkan ketidakseimbangan kognitif adalah sangat penting bagi perubahan moral, yakni menghadapkan orang pada informasi yang menyebabkan konflik sedikit di atas tingkat moral mereka. Konflik-konflik moral biasanya dilandasi oleh prinsip-prinsip keterbukaan, kesamaan, resiprositas, dan keadilan. Konflik tersebut akan menantang mereka untuk memperbaharui penalaran mereka pada arah pemikiran moral yang lebih maju. Sejumlah penghasil teori ini, percaya bahwa konflik kognitif adalah bahan paling dasar bagi perubahan pengalaman moral (Berkowitz, 1965; Haan, Aerts dan Cooper, 1985; Kohlberg, 1984; Turiel. 1977, dalam Beck, 1989), dan faktor paling kritis yang menjembatani jarak antara kognitif, perolehan pilihan pandangan dan tahap moral seseorang. Dengan kata lain, menurut Duska dan Whelan (1984) kematangan kognitif yang lebih besar, disertai berbagai macam pengalaman sosial, akan 12
Moralitas Menurut Perspektif Teori Perkembangan Kognitif Moral
memperluas perspektif moral seseorang. Perkembangan moral, bukanlah suatu proses menanamkan bermacammacam peraturan dengan sifat-sifat baik, tetapi suatu proses yang membutuhkan perubahan struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif tergantung dari perkembangan kognitif dan rangsangan dari lingkungan sosial. Dengan demikian menurut Kohlberg, moralitas pada dasarnya mengalami perkembangan dan berpusat pada ranah kognitif, bersifat interaksional dan dilandasi oleh prinsip-prinsip keterbukaan, kesamaan, resiprositas, dan keadilan. Moral bagi Kohlberg dibatasi oleh satu konstruk lain yang disebut pertimbangan (judgment), terutama karakter formal dari pertimbangan dan bukan isinya.
13
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
14
BAB III KONSEP PERKEMBANGAN DAN PERTIMBANGAN MORAL
A. Perkembangan Moral (Moral Development) Pada mulanya manusia itu belum memiliki kesadaran moral, tidak memiliki moral, tetapi mempunyai potensi moral. Moral dapat dimiliki seseorang dari hasil pergaulan dengan lingkungan, masyarakat dan orang tua. Perkembangan moral seseorang itu dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor ditumbuhkembangkan melalui berbagai model/pola, yaitu kognitif, afektif dan behavioristik. Kesemuanya ini dikembangkan secara terpadu. Secara keseluruhan moral yang dianut seseorang itu dipengaruhi/dilandasi oleh nilai agama, nilai sosial budaya, dan pada hal-hal tertentu bisa juga dari nilai-nilai metafisika, hukum dan ilmu pengetahuan. Tumbuhkembangnya nilai moral berlangsung sejak prenatal sampai akhir hayat. Dalam kehidupan nyata terutama dalam situasi yang mengandung konflik moral, maka moral yang dianut seseorang akan tergantung pada situasi yang dirasakan atau dialaminya. Apabila situasinya dalam keadaan kritis dan ekstrim, maka moral yang dimiliki (moral sense) seseorang cendrung lebih rendah dibandingkan dengan moral seseorang yang berada dalam situasi 15
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
yang santai/berandai-andai, maka moralnya cendrung tinggi. Bahwa dalam proses pendidikan karakter moral, maka orientasinya bukan seperti mencetak (proses printing), tetapi seperti menggambar (drawing), artinya potensi anak/orang yang harus banyak bicara. Moral yang dianut dan diyakini seseorang tidaklah berjalan stagnan (diam-menetap), tetapi mengalami tahapan-tahapan perkembangan moral (moral development stages). Menurut Kohlberg moral development stages adalah laju perkembangan landasan moral seseorang dari apa yang sebaiknya, atau menurut Melden sebagai laju perkembangan motivasinya (dalam Djahiri dan Wahab, 1996: 44). Salah satu dari landasannya adalah aspek kognitif, atau menurut Loevinger (dalam Karger, 1983, dikutip Djahiri dan Wahab, 1996: 46) melalui integrasi perkembangan kepribadian dengan the inner logic of the cognitif structure. Kohlberg memberikan rumusan pengertian moral development stages ini dengan rumusan yang lebih melebar, yakni sebagai “laju perkembangan landasan moral seseorang dari is to ought”. Sedangkan Richard Mleden (1977) memberikan rumusan sebagai “ sensitivity in thought, feeling and action towards others “. Selanjutnya Melden menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sensitivity ialah “laju perkembangan motivasinya”, terutama perhitungan yang menjadi landasan sensitivity ini. Menurutnya ada dua landasan yakni perhitungan-perhitungan yang menyangkut aspek kognitif dan aspek afektual, baik menyangkut dirinya maupun orang lain. Loevinger (Krager, 1983) menjelaskan bahwa:” Moral development stages adalah ego development, yakni perubahan kualitatif diri melalui berbagai tahapan perkembangan, antara lain
16
Konsep Perkembangan dan Pertimbangan Moral
melalui berbagai tahapan perkembangan personality dengan the inner logic of the cognitive stucture”. Masalah orientasi moral sebenarnya adalah membicarakan dasar landasan orientasi pola perkembangan moral atau hal yang mendasari perhitungan ketaatan dan kepatuhan seseorang) atau dasar penilaian seseorang terhadap sesuatu (nilai moral). Oleh karenanya “moral orientation” ini oleh Peter (1979) diidentikan dengan Moral Self (moral position; ketetapan hati). Ketetapan hati seseorang terhadap suatu nilai moral didasari oleh dua landasan perhitungan/penilaian,yaitu: a. Cognitive motivation aspects, yang memuat perhitungan antisipatif resiko-resiko yang ditimbulkan akibat suatu keputusan, baik bagi dirinya maupun orang lain. b. Affective motivational aspects, yakni perhitungan hal-hal emosional yang diakibatkan keputusan tersebut baik bagi dirinya maupun orang lain. Peter sebagai pengkuti aliran Kohlberg beranggapan bahwa pada akhirnya kemampuan struktur kognitif akan lebih dominan sebagai dasar motivasi ketetapan hati. Pandangan ini tidak selamanya benar dan tidak selalu bisa diterapkan. Banyak faktor lain yang turut bicara dalam menentukan ketetapan hati, antara lain: a. Kondisi diri dan lingkungan b. Kualitas kelompok dan peringkat kedudukan diri bila kita ada dalam suatu kelompok. c. Pola tatanan nilai dan moral yang mengikatnya. d. Kepentingan (interest) dan kualitas diri yang bersangkutan itu sendiri. Dalam mempelajari teori-teori perkembangan moral, maka ada tiga sudut tinjauan yang harus dijadikan acuan, yaitu: 17
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
a. Tingkah laku moral (moral behavior), yaitu dengan melihat tingkah laku dari moral itu sendirti, lalu datanya dikumpulkan, kemudian dibanding-bandingkan sehingga jadi sebuah teori. b. Pernyataan moral (moral statement), caranya dengan memperhatikan pernyataan moral, kemudian dibanding-bandingkan sehingga menjadi sebuah teori. c. Pertimbangan moral (moral judgement ), caranya dengan mencari suatu alasan, komentar yang menyangkut tingkah laku Perkembangan moral dapat dikatakan terjadi karena adanya aspek motivasi, salah satunya adalah aspek kognitif. Landasan perkembangan moral, kadangkala disebut juga orientasi moral, karena orientasi moral membicarakan dasar dari landasan orientasi pola perkembangan moral, atau hal yang mendasari perhitungan ketaatan/kepatuhan seseorang terhadap sesuatu nilai, dasar penilaian seseorang terhadap nilai moral, atau yang menjadi acuan dalam upaya memecahkan persoalan yang mengandung dilema moral. Oleh karena itu, “moral orientation” oleh Peter (1979, dalam Djahiri dan Wahab, 1996: 46) diidentikkan dengan moral self (moral position; ketetapan hati), moral stages (tahap-tahap moral), development of moral orientation (perkembangan orientasi moral), dan moral judgement (pertimbangan moral) Jadi perkembangan moral dapat dikatakan mencakup pengertian tentang laju perkembangan landasan moral seseorang, khususnya yang menjadi landasan orientasi moralnya. Laju perkembangan moral pada prinsipnya mengacu pada adanya tahap perkembangan moral (moral stages), sehingga tahapan perkembangan moral adalah membahas tahapan atau pola perkembangan kejiwaan 18
Konsep Perkembangan dan Pertimbangan Moral
manusia dalam menginternalisasi, mempersonalisasi dan mengembangkan serta dalam mematuhi, melaksanakan atau menentukan pilihan, menyikapi atau menilai, dan melakukan ajukan nilai moral.
B. Pertimbangan Moral (Moral Judgement) Pertimbangan merupakan suatu urusan yang begitu kompleks terutama kalau berhadapan dengan adanya dilema moral. Untuk melakukan pertimbangan moral diperlukan adanya kemampuan mengevaluasi kepentingankepentingan yang berbeda berdasarkan kriteria atau prinsip maupun standar yang diakui oleh umum, yang konsisten, bukan atas dasar situasi tertentu atau pertimbangan tentatif semata, sehingga menghasilkan suatu kesimpulan tentang karakter moralitas, apakah itu kita anggap baik atau buruk. Dengan demikian pertimbangan moral merupakan manifestasi untuk membuat kesimpulan atau keputusan tentang sesuatu, baik yang berkaitan dengan berbagai dilema/konflik moral antar hal yang harus menjadi kenyataan, maupun yang berhubungan pula dengan pihak lain, antara lain Tuhan, manusia lain dan diri sendiri. Pertimbangan moral sangat tergantung kepada perhatian, akan tetapi pertimbangan moral juga tidak lepas dari tuntutan-tuntutan intelektual. Untuk melakukan pertimbangan moral, diperlukan pengetahuan moral yang memadai tentang sesuatu. Pengetahuan akan mempengaruhi rasional untuk melakukan pertimbangan guna mencapai moralitas. Berbeda dengan perhatian yang mementingkan masalah efektif, maka pertimbangan moral tidak terlepas dari perhatian dan tuntutan rasional. Pertimbangan moral seseorang terhadap sesuatu, menurut Kohlberg tidak sama, tetapi berada dalam rangkaian tahapan yang beragam, tergantung pada tahapan perkembangan 19
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
kognitifnya. Kohlberg (dalam Galbraith dan Jones, 1976), mengemukakan bahwa individu-individu menyusun kembali kemampuan rasionalnya tentang masalah moral dan sosial bersamaan dengan perkembangan struktur kognitif dari yang sangat kongkrit ke yang lebih abstrak. Pertimbangan moral yang dilakukan pada akhirnya akan menghasilkan penilaian moral, dan penilaian moral yang dilakukan seseorang terhadap sesuatu tergantung dan menggambarkan tahapan perkembangan moralnya. Perkembangan moral demikian dialami oleh seseorang, dan setiap pertimbangan moral yang dilakukan terhadap sesuatu hal, termasuk masalah moral dan sosial, tidaklah terlepas dari pertimbangan moral yang menjadi landasan orientasi penilaian moralnya. Pertimbangan moral dan landasan orientasi moral seseorang, menurut Kohlberg akan dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran yang menekankan pada perkembangan kognitif. Terhadap masalah perkembangan dan pertimbangan moral dari aspek kognitif ini, teoritikus yang mendalami, umumnya pakar barat, yang tentu dasar berpikir, objek studi dan landasan teoritik serta nilai moralnya adalah juga sesuai dengan nilai moral anutan mereka, Di antara teoritisi ini, antara lain adalah; John Dewey, Nurman Y.Bull, Piaget, Lawrence Kohlberg, Mc Dougal, R.M.Liebert, Barbara Stange, Eckenberger, Loevinger, dan Gilligan. Teoritisi yang paling dominan dalam membahas teori perkembangan moral adalah Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg. Namun demikian, paling tidak kita telah memiliki wacana tentang perkembangan dan pertimbangan moral dari perspektif kognitif moral. Wacana ini mudah-mudahan memacu dan memicu kita untuk menelaah perkembangan dan pertimbangan moral dalam tataran kognitif berbasis budaya masyarakat Indonesia. 20
BAB IV TEORI PERTIMBANGAN MORAL KOHLBERG
A. Enam Tahap Pertimbangan Moral Di akhir tahun 1950-an, Lawrence Kohlberg mulai mengumpulkan data yang berkaitan dengan pertanyaanpertanyaan tentang moral. Kohlberg telah mengkaji hasil kerja terdahulu dari Jean Piaget dalam perkembangan kognitif dan moral, serta menggunakannya sebagai landasan kajian selama 15 tahun tentang pertimbangan moral. Kajian Piaget terutama menitikberatkan pada pengungkapkan tahapan kognitif. Kajian Kohlberg juga mengacu pada suatu rentang perkembangan tahap-tahap dan mengungkapkan bagaimana seseorang membentuk pemikiran mereka tentang pertanyaan sosial dan moral sebagaimana mereka membentuk struktur kesadaran dari hal yang paling nyata hingga bersumber kepada hal yang paling abstrak. 1.
Tingkat Pre-Konvensional Pada tingkatan ini anak peka terhadap peraturanperaturan yang berlatar belakang budaya dan terhadap penilaian baik-buruk, benar-salah, tetapi mengartikannya dari aspek akibat-akibat fisik suatu tindakan, atau dimensi enak-tidaknya akibat-akibat itu 21
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
(hukuman, ganjaran disenangi orang), atau dari sudut ada-tidaknya kekuasaan fisik dari yang memberikan peraturan-peraturan atau memberi penilaian baikburuk itu. Dalam tingkat ini dibagi dalam dua tahap: a.
Tahap 1: Orientasi Hukuman dan Kepatuhan Akibat-akibat fisik tindakan akan menentukan baik-buruknya tindakan itu, entah apa pun arti atau nilai akibat-akibat itu bagi manusia. Menghindari hukuman dan tunduk pada kekuasaan (tanpa mempersoalkannya ) mempunyai nilai pada dirinya, bukan atas dasar hormat pada peraturan moral yang mendasarinya, tetapi karena hukuman dan otoritas. b.
Tahap 2: Orientasi Relativis Instrumental Tindakan benar adalah tindakan sebagai alat dapat memenuhi kebutuhan sendiri atau kadangkadang juga memenuhi kebutuhan orang-orang lain. Hubungan antar manusia dianggap sebagaimana hubungan orang di pasar. Unsur-unsur sikap adil, hubungan timbal balik, kesamaan dalam ambil bagian terhadap kondisi yang sudah ada, tapi semuanya dimengerti secara fisik dan pragmatis. Hubungan timbal balik antar manusia adalah soal “ kalau kamu menggarukkan pungggungku, saya akan garukkan punggungmu “, sebagai hubungan pragmatis, bukan karena loyalitas (kesetiaan), rasa terima kasih atau keadilan. 2.
Tingkat Konvensional (Kebiasaan) Pada tingkatan ini, memenuhi harapan-harapan keluarga, kelompok atau bangsa dianggap sebagai sesuatu yang berharga pada dirinya sendiri, tidak perduli apa pun akibat-akibat yang langsung dan yang 22
Teori Pertimbangan Moral Kohlberg
kelihatan. Sikap ini bukan hanya mau menyesuaikan diri dengan harapan-harapan orang tertentu atau ketertiban sosial, tetapi sikap ingin loyal, sikap ingin menjaga, menunjang dan memberi pembenaran pada ketertiban itu dan sikap ingin mengidentifikasikan diri dengan orang-orang atau kelompok yang ada di dalamnya. Pada tingkat kebiasaan ini terdapat dua tahap, yaitu: a.
Tahap 3: Orientasi masuk ke kelompok “anak baik” dan “anak manis” Tingkah laku yang baik adalah tingkah laku yang menyenangkan atau membantu orang-orang lain dan yang mendapat persetujuan mereka. Ada banyak usaha menyesuaikan diri dengan gambarangambaran stereotipe yang ada pada mayoritas atau dengan tingkah laku yang dianggap lazim “umum”. Tingkah laku sering kali dinilai menurut intensinya. “ Dia bermaksud baik “ untuk pertama kalinya menjadi penting. Orang berusaha untuk diterima oleh lingkungan dengan bersikap “manis”. b.
Tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban Ada orientasi kepada otoritas, peraturanperaturan yang sudah pasti, dan usaha memelihara ketertiban sosial. Tingkah laku yang benar berupa kewajiban, menunjukkan rasa hormat kepada otoritas, dan memelihara ketertiban sosial yang sudah ada demi ketertiban itu sendiri.
3.
Tingkat Post-Konvensional (Post-Kebiasaan) Pada tingkat ini, ada usaha yang jelas untuk mengartikan nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip yang sahih serta dapat dilaksanakan, terlepas dari otoritas 23
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
kelompok atau orang yang memegang prinsip-prinsip tersebut dan terlepas dari apakah individu yang bersangkutan termasuk kelompok-kelompok itu atau tidak. Tingkat ini mempunyai dua tahap: a.
Tahap 5: Orientasi kontrak-sosial legalistis. Biasanya dengan tekanan mementingkan kegunaannya (utilitaristis). Tindakan benar cendrung dimengerti dari segi hak-hak individual yang umum dan dari segi patokan-patokan yang sudah dikaji dengan kritis dan disetujui oleh seluruh masyarakat. Ada kesadaran yang jelas bahwa nilai-nilai dan opini pribadi itu relatif dan oleh karenanya perlu adanya peraturan prosedural untuk mencapai konsensus. Di samping apa yang telah disetujui secara konstitusional dan secara demokratis, hak tak lain merupakan nilai-nilai dan opini pribadi. Akibatnya ada tekanan pada pandangan legalistis, tetapi juga menekankan bahwa hukum dapat diubah atas dasar rasional demi kemaslahatan masyarakat (tidak secara kaku mau mempertahankannya seperti dalam tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban). Di luar bidang hukum, persetujuan bebas dan kontrak merupakan unsur pengikat dari kewajiban. Itulah moralitas “resmi” dari pemerintah dan konstitusi. b.
Tahap 6: Orientasi asas etika universal Benar diartikan dengan keputusan suara hati, sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang dipilih sendiri, dengan berpedoman pada kekomprehensipan logis, universalitas dan konsistensi. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (Golden Rule, hukum emas, imperatif kategoris) dan bukan peraturan-peraturan moral yang kongkrit. Pada 24
Teori Pertimbangan Moral Kohlberg
intinya itulah prinsip-prinsip universal mengenai keadilan, pertukaran hak (reciprocity) dan kesamaan hak asasi manusia dan penghormatan kepada martabat manusia sebagai pribadi (person). Keenam tahap di atas menghadirkan suatu pola pemikiran yang menyatu pada setiap pengalaman seseorang dan pandangannya atas hal-hal yang khusus tentang moral. Sekali pun setiap orang boleh menjadi mampu mengingat kaidah umum (civic virtues) tertentu, tidak setiap orang akan berpikir tentang isu-isu umum (civic issue) yang penting dengan cara yang sama atau bertindak sesuai kaidah yang telah sama “dipelajari”. Oleh karena itu, tidak hanya mengajar ketentuan moral yang berhubungan dengan situasi tertentu, para guru juga perlu menolong siswa menguji alasan yang biasa digunakan untuk mengatasi moral atau masalah moral yang ada. Para guru membantu siswa menguji pertimbangan moral yang mereka miliki dan pertimbangan orang lain dengan menyelenggarakan diskusi tentang situasi-situasi dilema. Suatu diskusi tentang dilema moral menitikeratkan pada perbedaan pertimbangan yang digunakan untuk mengatasi suatu masalah dibanding pula pada tingkah laku yang disarankan dari karakter tokoh utama. Peserta yang menyarankan tingkah laku sama sering memiliki alasan berbeda untuk saran-saran mereka. Menguji perbedaan ini menjadi kunci bagi penelitian Kohlberg dalam perkembangan moral. Tanggapan-tanggapan dalam diskusi terhadap kasus “ Sebuah Surat Peringatan “ berikut akan menunjukkan bagaimana tanggapan setiap individu dari perbedaan tahap orientasi-orientasi tingkatan Kohlberg. 25
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
B. Beberapa Kesimpulan Terhadap Teori Kohlberg Kohlberg memperoleh tahapan-tahapan pertimbangan moral secara empiris dari kajian-kajian yang panjang di Amerika Serikat. Teori tahapan itu juga telah divalidasi melalui kajian-kajian lintas-budaya dan program-program penelitian terkait lainnya selama dekade yang lalu. Bekerja sama dengan Lawrence Kohlberg, berbagai kelompok pendidik dan psikolog lebih lanjut memperbaiki teori itu selama 15 tahun melalui penelitian yang memperhatikan cara setiap individu dalam melakukan pertimbangan mengenai problema-problema moral. Berikut beberapa generalisasi yang dikemukakan dari hasil-hasil penelitian: 1.
Tahapan merupakan lintas-budaya Dalam kajian-kajian lintas-budaya melibatkan sejumlah pria kota kelas menengah di AS, Taiwan dan Mexico, dan para petani kelas bawah yang tinggal di Turki dan Yukatan, hasil-hasilnya memperkuat teori perkembangan. Meskipun berbeda latar belakang budaya, sosial dan religi, para subjek bergerak melalui tahapan yang sama dalam perkembangan moral dan dalam rangkaian yang sama. Sementara kecepatan pergerakan bervariasi antara berbagai budaya, konsep dasar dari tahapan-tahapan universal perkembangan moral telah tumbuh dengan nyata. 2.
Pergerakan tahapan-tahapan meningkat melalui urutan yang sama, dan tahapan-tahapan tidak dapat dilewati. Buktinya memberi kesan bahwa setiap individu berkembang melalui urutan yang sama dari tahapantahapan. Pencapaian tahapan yang lebih tinggi akan 26
Teori Pertimbangan Moral Kohlberg
selalu didahului oleh pencapaian seluruhan tahapantahapan yang lebih rendah. Karena setiap tahap mensyaratkan pertimbangan dari setiap dan masingmasing tahapan sebelumnya, itu tidak mungkin untuk melewati tahapan-tahapan perkembangan. Sebagai contoh, pertimbangan tahap 1 dan 2 mesti telah terpadu dengan mode berpikir tahap 3, dan oleh karena itu, seseorang tidak dapat melompat dari tahap 2 ke tahap 4. 3.
Perkembangan terjadi karena daya tarik dari tahapan yang lebih tinggi berikutnya dari dari pertimbangan. Individu mempunyai kapasitas untuk memahami pertimbangan yang dikemukakan pada tahapan yang lebih tinggi berikutnya. Karena pertimbangan barangkali nampak lebih logis dan komprehensif, dan oleh karena itu, lebih memadai dalam berhadapan dengan situasi dilema, setiap individu mungkin tertarik pada tahapan pertimbangan selanjutnya. Itu tidak dimaksudkan bahwa tahapan yang lebih tinggi selalu diadopsi atau bahkan diungkapkan, tetapi pendengar mungkin mulai memadukan elemen-elemen tahapan yang lebih tinggi terhadap solusi-solusi masa depan terhadap problemaproblema moral. Pertimbangan secara konstan dan restrukturisasi pertimbangan moral memberikan elemen dasar bagi perkembangan teori. 4.
Ada perbedaan-perbedaan individu dalam kecepatan perkembangan moral dan dalam mencapai tingkat yang tertinggi dari kematang moral. Walaupun anak-anak dan para remaja berkembang dalam berbagai tingkat kecepatan melewati tahap-tahap, pra-remaja bergerak melewati tingkat pra-konvensional 27
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
dan para orang dewasa berkembang ke arah postkonvensional dari berpikir. Namun demikian, setiap individu dapat menjadi diam tak berkembang pada beberapa tingkat. Sebetulnya, kurang lebih 20% dari populasi orang dewasa berpikir pada tingkat post-konvensional. Tahap 4, berorientasi pada hukum dan ketertiban, adalah senantiasa merupakan tahap yang lebih umum, dan itu mungkin bagi para orang dewasa untuk berpikir pada tahapan yang lebih rendah dari perkembangan moral. 5.
Tingkatan-tingkatan bukan sejumlah keyakinankeyakinan kultural yang diajarkan pada para siswa. Satu analisis terhadap teori perkembangan moral. khususnya sebagai sesuatu yang berhubungan dengan proses mengajar, menunjukkan bahwa tahapan-tahapan tidak memperlihatkan sejumlah pepatah moral yang dapat diajarkan kepada anak-anak oleh orang dewasa. Tahapan menunjukkan abstraksi-abstraksi, yaitu anak-anak (kemudian orang dewasa) berkembang pada diri mereka sendiri sebagai kematangan-kematangan kecerdasan mereka dan mereka berupaya untuk menguasai secara konsisten terhadap dilema-dilema yang muncul dan argumentasi yang mereka dengar. Penelitian Leary (1972) menunjukkan bahwa penyajian yang bersifat mendidik dari dilema moral punya sedikit atau tidak berakibat terhadap tingkat perkembangan berpikir siswa. 6.
Kematangan moral meningkatkan kemampuan seseorang untuk memecahkan konflik-konflik moral. Dengan kematangan-kematangan invidual dapat melakukan empati terhadap sejumlah besar individu dalam berbagai situasi-situasi dilema. Pada tingkat 28
Teori Pertimbangan Moral Kohlberg
perkembangan moral yang lebih tinggi, banyak pandangan ditempatkan ke dalam catatan pertimbangan tentang konflik-konflik moral. 7.
Pertimbangan moral berhubungan dengan perilaku. Meskipun bukti tambahan harus dikumpulkan lebih lanjut untuk mendukung generalisasi ini, berbagai penelitian menunjukkan bahwa kematangan pertimbangan moral yang diperlihatkan oleh setiap individu yang juga bertindak dengan cara-cara moral yang sesungguhnya. Berbagai penelitian terbatas berkaitan dengan aktivitas dan kepatuhan siswa menunjukkan korelasi antara tindakan-tindakan dengan orientasi tahapan tertentu dari subjek. 8.
Perkembangan moral dapat distimulasi dalam kelas Penelitian Kohlberg dan koleganya juga menetapkan bahwa siswa-siswa yang berpartisipasi secara tetap dalam berbagai diskusi dilema-dilema moral sering diawali dengan mengemukakan pertimbangan tahap perkembangan yang lebih tinggi. Khususnya, dalam diskusi-diskusi yang mempromosikan beberapa perubahan atau kematangan dalam bentuk pertimbangan moral untuk beberapa peserta diskusi. Diskusidiskusi yang mempromosikan banyak perubahan melibatkan para peserta diskusi yang berbeda, tetapi dengan tahap-tahap yang berdekatan. Oleh karena itu, diskusi yang aktif di antara peserta diskusi pada tingkat yang berbeda nampaknya akan menghasilkan perubahan.
29
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Beberapa generalisasi memberikan arah bagi bentuk non-indoktrinasi baru dari pendidikan moral. Pertumbuhan moral ditentukan oleh kesadaran individu dari pandangan-pandangan yang melampaui kepentingan diri sendiri. Pertumbuhan moral memperlihatkan kemampuan untuk melihat sisi orang lain dan berfokus pada isu-isu besar. Selanjutnya dalam pertumbuhan moral, setiap individu membutuhkan kesempatan berperan menjadi orang lain dalam situasi-situasi dilema. Setiap individu, khususnya para siswa, membutuhkan kesempatan untuk menggunakan sarana diskusi-diskusi tentang problemaproblema sosial dan moral. Para peserta diskusi dalam berbagai diskusi membutuhkan kesempatan untuk mengemukakan pertimbangan mereka sendiri dan untuk mendengarkan pendapat-pendapat orang lain. Pemahaman terhadap teori Kohlberg tentang pertimbangan moral ini mengimplikasikan strategi mengajar yang khusus untuk menstimulasi perkembangan moral. Diskusi dari dilema moral akan memberikan para siswa kesempatan-kesempatan berikut: 1. Mempertimbangkan problema-problema moral sesungguhnya. 2. Mengalami konflik-konflik kognitif dan sosial sesungguhnya selama diskusi problema moral 3. Mengaplikasikan tingkat berpikir tertentu mereka terhadap situasi-situasi problematis. 4. Terbuka terhadap tingkat berpikir berikutnya yang lebih tinggi. 5. Menghadapkan ketidakkonsistenan pertimbangan mereka sendiri terhadap berbagai isu-isu moral tanpa seseorang yang menekankan pada jawaban benar atau salah. 30
Teori Pertimbangan Moral Kohlberg
Materi-materi kurikulum mengutamakan kisah-kisah dilema yang dirancang untuk menghadapkan para siswa dengan problema-problema sesungguhnya. Menciptakan situasi di mana para siswa tidak sepakat terhadap tindakan yang tepat terhadap tokoh utama yang menghadirkan konflik kognitif dan sosial sesungguhnya. Diskusi kelas dengan fokus pertimbangan-pertimbangan untuk merekomendasi wacana tertentu terhadap tindakan memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengaplikasi tingkat tertentu dari kemampuan berpikir mereka. Sebuah diskusi yang aktif di antara para siswa juga menciptakan suasana yang membuka tingkat-tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi. Akhirnya, meminta para siswa untuk belajar melalui sejumlah problema sosial dan moral sepanjang pengalaman pendidikan mereka memberikan kesempatan untuk mereka untuk menghadapi berbagai ketidakkonsistenan mereka dalam berpikir.
31
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
32
BAB V TEORI DAN KONSEP PERKEMBANGAN KOGNITIF UNTUK PEMBELAJARAN MORAL
A. Teori Perkembangan Kognitif untuk Pembelajaran Moral Moralitas individu dapat dipengaruhi oleh pengetahuan moral, kuantitas dan kualitas pengetahuan nilai moral, serta “tidak selalu menjamin” kualitas perilaku moral seseorang, sehingga tidak selalu berkorelasi (moral knowledge `” moral behavior), akan tetapi dapat membantu perkembangan moral. Karena pengetahuan (aspek kognitif) yang bisa mempengaruhi sikap seseorang “penting”, pengetahuan (aspek kognitif) merupakan “awal” dari perubahan perilaku Berdasarkan teori perkembangan moral kognitif, maka perkembangan tahapan kognitif moral menurut Kohlberg terdiri dari tiga tingkatan, masing- masing tahapan terdiri dari dua tahapan, yaitu; 1. Tingkatan Prekonvensional a. Tahapan 1, berorientasi pada hukuman dan kepatuhan (otoritas) b. Tahapan 2, berorientasi pada relativis instrumental (praktis-pragmatis) 33
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
2. Tingkatan Konvensional a. Tahapan 3, berorientasi konformitas terhadap citra stereotipe mayoritas (orientasi masuk kelompok “godboy” dan “nicegirls”) b. Tahapan 4, berorientasi pada ketertiban hukum, sosial dan agama (orientasi hukum dan ketertiban) 3. Tingkatan Postkonvensional a. Tahapan 5, berorientasi pada kontrak sosial legalistis (berorientasi pada kemanfaatan sosial berdasarkan hak-hak individual dan berdasarkan standar yang telah dikaji secara kritis, dan disetujui oleh masyarakat) b. Tahapan 6, berorientasi pada asas etika universal (berorientasi pada keputusan hati-nurani berdasarkan prinsip-prinsip etika pilihan sendiri, secara rasional, dan komprehesif) Perkembangan moral kognitif demikian dialami oleh seseorang dan setiap pertimbangan moral yang dilakukan terhadap sesuatu hal, termasuk masalah moral dan sosial, tidak terlepas dari pertimbangan moral yang menjadi landasan orientasi penilaian moralnya. Karena tahapan perkembangan moral merupakan satu sistem pemikiran yang terorganisir, yang memperkuat dan sekaligus mengarahkan kepada keputusan- keputusan moral tertentu. Pertimbangan moral dan landasan orientasi moral seseorang, menurut Kohlberg akan dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran moral yang menekankan pada perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif moral seseorang melalui tahapan-tahapan yang mesti dilaluinya, dapat ditingkatkan dengan meminta siswa 34
Teori dan Konsep Perkembangan Kognitif untuk Pembelajaran Moral
untuk mengambil keputusan moral yang menantang melalui isu nilai-nilai tertentu atau nilai-nilai yang berdimensi dilema moral yang dihadapkan kepada siswa. Maksud dari model pembelajaran moral yang menekankan pada perkembangan kognitif adalah tidak sekedar untuk membuka atau membentuk penalaran seseorang/ siswa, atau hanya membiasakan siswa dengan keberadaan isu-isu nilai-nilai tertentu atau nilai-nilai yang berdimensi dilema moral, tetapi merupakan bagian dari upaya agar siswa melampaui tahapan perkembangan kognitif moral sudah dicapainya dan untuk mencapai tahapan yang lebih tinggi lagi.
B. Konsep Perkembangan Kognitif untuk Pembelajaran Moral Konsep dalam pembelajaran moral ini disebut “kognitif”, karena mengakui bahwa pendidikan moral didasarkan pada stimulasi berpikir aktif terhadap isu-isu dan keputusan moral. Disebut sebagai “perkembangan”, karena memandang tujuan pendidikan moral adalah sebagai upaya mengembangkan penalaran dan pertimbangan moral melalui tingkatan dan tahapan moral. Pembelajaran berbasis perkembangan moral kognitif adalah berdasarkan pada teori perkembangan moral kognitif yang dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg, dan bertolak pada pendapat Dewey dan Piaget mengenai perkembangan berpikir moral. Menurut Dewey (dalam Purpel dan Ryan, 1976) tujuan dari pendidikan moral adalah membantu sekolah untuk pembangunan manusia yang berkarakter bebas dan kuat. Kohlberg meyakini bahwa nilai-moral-norma hanya akan mempribadi (personalized), melalui struktur kognitif, atau cognitive conflict dan penalaran, di mana akan terjadi transaksi intelektual 35
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
taksonomi tinggi dalam mencari pemecahan suatu masalah yang termuat dalam stimulus pembelajaran. Kadar dilema dalam stimulus menentukan peringkat transaksi intelektual (Djahiri dan Wahab, 1996: 41) Pelaksanaan model perkembangan kognitif dalam kegiatan pembelajaran adalah berupaya menstimuli gerakan struktur kognitif untuk melakukan “moral reasoning” ke tahap perkembangan kognitif moral yang lebih meningkat. Alasan lain, antara lain, adalah (Purpel dan Ryan, 1976: 185-186) perubahan terjadi lebih banyak pada cara pemikiran dibandingkan pada keyakinan tertentu; peserta didik di dalam sebuah kelas berada dalam tahapantahapan yang berbeda, tujuannya untuk membantu perkembangan kognitif peserta didik ke tahap selanjutnya; dan mempertimbangkan pendapat yang berada pada tahapan yang lebih baik. Moralitas individu dapat dipengaruhi oleh pengetahuan moral, tetapi tidak selalu berkorelasi (moral knowledge tidak sama dengan moral behavior), dan dapat membantu perkembangan moral. Pengetahuan (aspek kognitif) yang mempengaruhi sikap seseorang “penting”, karena merupakan “awal” dari perubahan perilaku. Kuantitas dan kualitas pengetahuan moral tidak selalu menjamin kualitas perilaku moral seseorang. Pembelajaran moral dalam konsep perkembangan kognitif adalah tipe pembelajaran yang mengarahkan atau menstimulasikan perkembangan moral peserta didik selaras dengan keadilan dan bisa dianggap memenuhi keabsahan. Lantaran pembelajaran moral menurut konsep ini, tidak bersifat memaksa dan netral. Selain itu, kerangka metodologisnya begitu menghargai kemampuan peserta didik dalam melakukan refleksi dan pilihan.
36
Teori dan Konsep Perkembangan Kognitif untuk Pembelajaran Moral
Beberapa konsep perkembangan kognitif yang dapat dijadikan acuan untuk pembelajaran moral adalah bahwa; 1.
Moralitas Perkembangan moralitas seseorang terletak pada penekannya yang konsisten terhadap peranan kognisi dalam moralitas. Peran kognisi merupakan pintu masuk bagi perkembangan moralitas seseorang. 2.
Orang yang Bermoral Menurut konsep perkembangan kognitif dalam pembelajaran nilai moral diharapkan akan menghasilkan pribadi yang terdidik secara moral, yaitu: a. Pribadi yang mampu menunjukkan suatu kombinasi dari berbagai karakteristik, seperti refleksi, prinsip, memancarkan nilai-nilai moral keadilan, memiliki disposisi dalam bertindak, sadar akan keharusan berinteraksi dengan situasi sosial dan dalam menghadapi situasi moral b. Pribadi yang mampu menyerap proses pertimbangan moral maupun melaksanakan proses tersebut, sehingga memiliki kesadaran akan adanya prinsip-prinsip di dalam kehidupan ini. 3.
Guru/Pendidikan Guru dalam pembelajaran nilai moral hendaknya melaksanakan tugas utama, yakni memberikan kontribusi terhadap proses perkembangan moral peserta didik dengan berperan sebagai fasilitator. Hakekat dari tugas tersebut adalah mengembangkan kemampuan peserta didik dalam proses berpikir, mempertimbangkan dan memutuskan.
37
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Tugas-tugas utama guru mencakup pula empat tugas lain, yaitu guru hendaknya membantu peserta didiknya dalam: a. Memfokuskan pandangan atau dalam menghadapi konflik-konflik moral yang sebenarnya. Hal ini, baik dengan memanfaatkan materi pelajaran sehari-hari maupun secara sistematik menyajikan dilema-dilema hipotesis. b. Merefleksikan alternatif cara-cara menalar konflik moral sekaligus memecahkannya. c. Merefleksikan secara kritis proses berpikir yang peserta didik terapkan. d. Memberikan saran kepada peserta didik mengenai prosedur refleksi dan pemecahan yang lebih efisien dibandingkan metode yang mereka kembangkan. Dalam pembelajaran moral menurut konsep perkembangan kognitif, yang ditekankan sekali adalah peranan guru dalam suasana diskusi mengenai dilemadilema moral dan dalam mengajarkan unit-unit kurikulum yang formal. Guru hendaknya memanfaatkan situasi moral hipotesis atau situasi-situasi sosiologis dan historis yang nyata. Selain itu, guru memanfaatkan juga masalah-masalah nyata dalam kehidupan seharihari di sekolah maupun dalam membahas masalahmasalah moral.
38
BAB VI MODEL PEMBELAJARAN PERKEMBANGAN KOGNITIF MORAL
A. Konsep Model merupakan “a way of thinking about the processes of caring, judging, and acting in an educational setting” (Hersh, 1980: 7). Model mengandung teori atau sudut pandang, cara berpikir tentang suatu proses dari perhatian, pertimbangan dan tindakan dalam tatanan pendidikan. Model akan membantu dalam memahami dan menerapkan suatu teori dalam suasana pendidikan, termasuk di dalamnya pendidikan moral. Model pembelajaran berbasis perkembangan kognitif moral adalah model pembelajaran yang merujuk pada proses “judging” (pertimbangan, penalaran, kognitif). Model yang berlandaskan pada proses “judging” dikenal dengan nama Model Pertimbangan Moral (Moral Judgement Model). Model Pertimbangan Moral terdiri dari model-model pembelajaran Pembentukan Rasional, Perkembangan Kognitif Moral, Model Analisis Nilai, dan Model Klarifikasi Nilai. Model pembelajaran Perkembangan Kognitif Moral adalah model yang berupaya mengembangkan penalaran dan pertimbangan moral melalui tingkatan dan tahapan moral (moral stage). Basis utama dari model pembelajaran 39
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
perkembangan kognitif moral adalah kemampuan penalaran (kognitif) terhadap berbagai isu-isu moral.
B. Asumsi Model pembelajaran perkembangan kognitif moral adalah salah satu dari beberapa model pembelajaran karakter moral warga negara (civics virtue). Model pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan kognitif ini didasari oleh asumsi-asumsi yang menjadi tiang pancang pelaksanaan kegiatannya dalam pembelajaran,yaitu: 1. Pendidikan moral (moral kewarganegaraan, etika hidup bernegara, karakter bernegara) adalah juga pendidikan intelektual yang didasarkan pada stimulasi berpikir aktif dari peserta didik terhadap isu-isu dan keputusan moral, termasuk kaitannya dengan moral bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 2. Perkembangan adalah upaya mengembangkan penalaran dan pertimbangan moral melalui tingkatan dan tahapan moral (moral stage), yang terdiri dari: a. Tingkat premoral (prekonvensional); perilaku yang didorong oleh impuls-impuls biologis dan sosial dengan hasil moral, dengan orientasi kepada kepatuhan dan hukuman. b. Tingkat konvensional; perilaku yang menerima dengan sedikit kritis terhadap standar kelompok c. Tingkat postkonvensional (autonomous); tindakan dibimbing oleh penilaian dan penalaran individual. 3. Setiap orang harus bergerak melampaui setiap tahapan secara runtut, tidak dapat melangkahi tahap di atasnya. 40
Model Pembelajaran Perkembangan Kognitif Moral
4. Proses pertimbangan moral dapat dipelajari. 5. Standar moralitas didasarkan pada konsep filosofis universal dari “keadilan” 6. Demokrasi membutuhkan warganegara yang memiliki penilaian moral yang baik dan keterampilan moral yang berkembang dengan baik pula. 7. Penilaian moral merupakan pemecahan dari konflikkonflik di antara nilai-nilai (moral dilema); sebagai hasil suatu pertimbangan moral, di mana nilai ditempatkan secara rasional sebagai prioritas. 8. Penilaian moral dibuat dari hal-hal keseharian dan merujuk langsung perilaku kita.
C. Tujuan Setiap model pembelajaran moral, termasuk model pembelajaran berbasis perkembangan kognitif moral tentu memiliki tujuan. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran berdasarkan strategi model perkembangan kognitif moral berupaya untuk mencapai suatu tujuan. Adapun tujuan dari model pembelajaran perkembangan kognitif moral adalah membantu peserta didik secara bertahap (dari satu tahap pada suatu waktu) berkembang hierarki moralnya, dan berarti mengembangkan penalaran moral untuk menghasilkan moral yang “lebih baik” dan warga negara yang juga lebih baik.
D. Posisi Guru Untuk melaksanakan strategi pembelajaran dengan menggunakan model perkembangan kognitif moral, maka ada beberapa posisi guru yang harus menjadi perhatian, yaitu:
41
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
1. Guru membantu mengembangkan tahap yang lebih tinggi dalam penalaran moral melalui “pengajaran terpimpin “( mempergunakan situasi dilema moral dengan pertanyaan ’lacakan’ ) dalam seluruh bahan atau isi materi pelajaran. 2. Membantu peserta didik mengembangkan lingkungan/suasana yang lebih “adil, bermoral” yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan sekolah/ kelas.
E. Substansi Model Pembelajaran Strategi pembelajaran yang menggunakan model perkembangan kognitif moral, harus terdiri dari 5 ( lima ) hal yang merupakan substansi (inti) dari model pembelajaran perkembangan kognitif moral, yaitu: 1.
Fokus Fokus dari model pembelajaran ini adalah berupa atau dalam bentuk adanya “situasi dilematis”. Situasi dilematis ini harus antara lain, berfokus pada kehidupan peserta didik, isi/materi pelajaran, atau pada kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan negara yang aktual. Situasi dilema yang dikehendaki haruslah “asli” atau mencerminkan hal yang “sesungguhnya” dari kehidupan nyata. 2.
Tokoh Utama Dilema harus melibatkan seorang tokoh utama atau kelompok utama dari tokoh-tokoh cerita sekitar dilema itu terfokus. Peserta didik membuat penilaian moral mengenai apa yang harus dilakukan tokoh utama.
42
Model Pembelajaran Perkembangan Kognitif Moral
3.
Pilihan Tokoh utama harus memiliki dua pilihan alternatif tindakan yang menumbuhkan satu konflik tertentu. Pilihan tidak harus berupa jawaban yang “benar” menurut kelaziman di masyarakat. 4.
Isu-Isu Moral Situasi dilema dan tokoh utama berkaitan dengan norma-norma sosial, politik, ekonomi, budaya, keluarga, masyarakat, dan lain-lain, misalnya hukuman, seks, politisi busuk, dan koruptor. 5.
Pertanyaan Tindakan Pertanyaan tindakan adalah berupa tindakan apa yang harus dilakukan tokoh utama. Tindakan ini merupakan inti kegiatan diskusi yang berpusat pada penilaian moral dalam suatu dilema.
F.
Langkah-Langkah Strategi Pembelajaran
Supaya pelaksanaan strategi pembelajaran dengan menggunakan model perkembangan kognitif moral ini sesuai dengan asumsi dan tujuannya, maka dipaparkan langkah-langkah prosedur pelaksanaannya; 1. Menghadapkan peserta didik dengan satu dilema moral, dapat berupa antara lain lembar cerita, roleplaying, fragmen film, atau klipping koran. Peserta didik harus dapat memahami “masalah pokok” yang dilematis yang dihadapi tokoh utama dalam cerita. 2. Menetapkan posisi sementara. Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menetapkan posisi sementara dirinya dalam dilema moral yang
43
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
dihadapi, dengan cara menuliskan posisinya. Kemudian guru mengelompokkan posisi yang sama. 3. Mengkaji penalaran/pertimbangan moral. Peserta didik dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengkaji pertimbangan moralnya (moral reasoning) dalam kelompoknya. 4. Memikirkan secara mendalam setiap posisi individual (Reflect on the Individual Position). Guru membantu peserta didik sekali lagi untuk merenungi posisinya dalam dilema moral tersebut. 5. Dilema moral disesuaikan dengan perkembangan peserta didik, misalnya: a. Tingkat SD; dilema tentang kerjasama, sikap adil, memahami orang lain, kerukunan dalam keragaman b. Tingkat SMP; dilema persahabatan, hubungan dengan kekeluargaan, tekanan teman sebaya, kesetiaan, dan kepercayaan. c. Tingkat SMA;dilema masalah keadilan, penerapan hukum, aturan dan lain-lain.
44
BAB VII CERITA DILEMA MORAL
A. Unsur-Unsur Esensial Sebuah Kisah Dilema Metode ini digunakan lebih sering menghadapkan para siswa dengan situasi-situasi sosial dan moral yang sesungguhnya yang mengandung dilema moral. Kisah dilema moral barangkali dapat disampaikan melalui bacaan, film, bermain peran (role playing ) atau media lain. Dilemadilema bisa juga muncul paling sedikit dari tiga sumber: materi khusus kurikulum, isu-isu mutakhir dalam masyarakat saat kini, situasi-situasi dilema yang berhubungan secara langsung dengan kehidupan para siswa. Suatu kisah dilema mencakup lima unsur-unsur esensial: 1.
Fokus Sebuah situasi dalam dilema sebaiknya difokuskan pada kehidupan para siswa, materi kurikulum, atau masyarakat terkini. Sebuah dilema sebaiknya merupakan hal yang sesungguhnya. 2.
Tokoh Sentral Dilema sebaiknya berisi tokoh sentral atau tokoh kelompok utama yang berada dalam dilema yang telah difokuskan 45
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
3.
Pilihan Kisah atau situasi harus mengandung pilihan bagi tokoh sentral. Tokoh dalam dilema sebaiknya memiliki dua pilihan tindakan yang memperlihatkan konflik nyata. Tak ada satupun tindakan pilihan yang dipandang secara kultural akan diakui sebagai jawaban “benar”. Dalam dilema Sebuah Surat Peringatan, Ibu Wati memiliki pilihan antara mematuhi peringatan pengawasnya atau mendukung para siswa dalam keterlibatan dengan isu-isu masyarakat. Ibu Wati tentu saja merasa norma-norma sosial yang menariknya dalam dua kutub dan menciptakan konflik baginya. Setiap kisah dilema mesti mencakup konflik sesungguhnya untuk tokoh utama. 4.
Isu-Isu Moral Dilema-dilema moral berkisar sekitar isu-isu moral utama. Kohlberg mengidentifikasi beberapa isu-isu tersebut, yaitu: Norma-norma sosial, hak-hak (kebebasan-kebebasan) sipil, Kehidupan, Sex, Kesadaran Personal, Perjanjian, Kepemilikan, Peran-peran dan Isu-Isu dari Dukungan, Kekuasaan, Hukuman dan Kebenaran. Sebuah Surat Peringatan, sebagai contoh, mengandung isu-isu dari kekuasaan, kesadaran pribadi, peran-peran kasih sayang, hak-hak sipil dan peluang kontrak kerja. Peserta diskusi barangkali memilih untuk memusatkannya pada satu atau beberapa isu dalam dilema, dan guru (fasilitator) akan diminta menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang cocok yang berhubungan dengan setiap isu moral dalam cerita.
46
Cerita Dilema Moral
Pertanyaan “ Sebaiknya” Setiap dilema moral diakhiri dengan pertanyaan khusus yang meminta tentang apa yang sebaiknya tokoh lakukan dalam situasi itu. Permintaan pertanyaan “sebaiknya” menjaga agar diskusi tetap terpusat pada pertimbangan-pertimbangan moral dalam dilema. Namun demikian, jika kamu minta peserta diskusi untuk menanggapi terhadap apa yang Ibu Wati akan lakukan dalam situasi itu, kamu meminta mereka untuk memprediksi apa yang ia mungkin lakukan. Sebelum para individu menyadari untuk memprediksi tindakan dalam situasi yang ditemui, mereka sering menghendaki setiap kemungkinan secara rinci tentang tokoh utama dan materi-materi dari tindakan. Para siswa juga enggan untuk menjawab pertanyaan, seperti: Apa yang akan kamu lakukan dalam situasi itu? Lagi pula, sebelum setiap orang menyadari adanya kesamaan prediksi mereka dalam perilaku mereka, mereka ingin diakui bahwa mereka memiliki “jawaban yang benar”. Bagaimanapun, setiap orang, dapat sama pikirannya terhadap apa yang orang lain sebaiknya lakukan dalam situasi yang sulit. Diskusi terhadap apa yang seseorang akan lakukan, walaupun sering menarik dan kadang-kadang relevan dengan pertimbangan-pertimbangan moral, sering mendorong pada penggunaan-penggunaan kemampuan psikologis ketimbang moralitas. Hanya setelah peserta diskusi mendiskusikan apa yang sebaiknya dilakukan, itu membantu untuk membahas kemungkinan perbedaan antara apa yang sebaiknya dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Sebagai contoh di kelas 1 SMP pada mata pelajaran PKn atau IPS, para siswa mengunakan sedikit waktu 5.
47
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
untuk berdebat apakah ya atau tidak tokoh dalam kisah dilema sebaiknya meniru lembar jawaban soal dalam ujian yang penting ( yang ia temukan dalam tong sampah sekolah ) untuk belajar bagi ujian yang akan datang. Meskipun para siswa tidak sepakat terhadap tindakan apa yang sebaiknya lakukan dan mereka mempunyai beragam alasan untuk mempertahankan materi dari tindakan, mereka akhirnya dipusatkan pada perbedaan potensial antara apa sebaiknya orang lakukan – sesuatu yang “benar” untuk dilakukan- dan apa yang mungkin secara nyata dilakukan orang dalam situasi itu. Dalam kasus ini, suatu diskusi terhadap sebaiknya dan akan (mungkin) respon-respon yang muncul dapat menolong sekali dalam memberikan kesempatan para siswa untuk menguji kemungkinan ketidakkonsistenan antara pertimbangan-pertimbangan moral mereka sendiri dengan tindakan moral. Berikut kisah yang dirancang untuk para siswa, lihat lima unsur esensial dalam kisah dilema ini
B. Contoh Kisah Dilema Moral Berikut kisah yang dirancang untuk para siswa, lihat dan cermati lima unsur esensial dalam kisah dilema ini. 1.
“Hei, Sam, Truk ada di sini” Tambang-tambang telah ditutup hampir enam minggu hingga sekarang, karena mogok. Minggu pertama sampai minggu ketiga tidak begitu buruk. Setiap pekerja tambang dan termasuk serikat pekerja berharap sekali-kali mogok dan biasanya dipenuhi halhal tertentu. Para keluarga menyimpan makanan tambahan dan mempunyai sedikit tabungan-tabungan uang. Serikat pekerja memberikan beberapa makanan 48
Cerita Dilema Moral
dan uang tambahan sedikit untuk pekerja yang melakukan mogok. Sekarang, bagaimana, lemari makanan kosong dan tabungan-tabungan telah habis- bahkan bantuan-bantuan dana serikat pekerja pun hanya cukup untuk para pekerja tambang yang telah bekerja lebih dari 15 tahun. Anak-anak membawa makan siang dengan porsi yang lebih sedikit, dan makanan keluarga terdiri dari sop dan roti yang sudah basi. Mereka sudah mendekati kondisi kelaparan. Sam mengelola toko pangan yang besar dalam komunitas penambang kecil. Sam telah bekerja di pertambangan lebih dari 25 tahun dan mengetahui kondisi-kondisi yang buruk sekali dan resiko-resiko keselamatan yang serikat pekerja protes. Sam berterima kasih bahwa ia dapat menafkahi keluarganya hingga sekarang dan anak perempuan yang paling bungsu sedang duduk di perguruan tinggi dari pendapatannya sebagai manejer toko. Istrinya gembira bahwa Sam tidak pernah pergi ke dalam lobang hitam lagi. Sam hanya menjawab telepon selama jam 6 pada setiap sore. Ia terus menerima panggilan demi pangilan dari teman-teman lamanya dan penambangpenambang yang lain dalam masyarakat yang menanyakannya tentang kemungkinan pinjaman dari toko. Sam berada dalam kesulitan yang mendalam. Pemilik toko juga pemilik separo saham dalam perusahaan pertambangan dan ingin sekali pemogokan diakhiri. Pemilik toko mengintruksikan Sam bahwa tidak ada pinjaman yang akan diberikan kepada para pekerja tambang yang melakukan pemogokan. Hari berikutnya Sam menerima dua panggilan lebih awal pada pagi hari. Pertama dari pemilik toko: “ Sam, saya dengar orang akan meminta kepada kamu 49
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
pinjaman di toko. Saya tahu bahwa kami simpati dengan serikat pekerja dan para pekerja, dan menempatkan kamu dalam posisi yang sulit. Ijinkan saya membuatnya lebih mudah untukmu – jika kamu membatalkan kebijakan tidak memberikan pinjaman, kamu dapat bekerja kembali dalam pertambangan”. Dan kamu saya laporkan ke polisi, karena bertindak illegal. Kedua, panggilan datang dari teman lama dan organisator serikat pekerja penambang: “ Sam, orang ingin mendapatkan pinjaman di tokomu. Kamu dapat memberikan orang-orang dengan berbagai makanan, Sam, saya akan meyakinkan toko bahwa akan dibayar kembali setelah pemogokan berakhir. Saya mengirim truk yang datang untuk mengangkut muatan barang-barang yang dibagi-bagi kepada 30 keluarga. Itu akan dilakukan pada jam 09.30, saya punya truk yang lain di sini sore nanti” Apakah sebaiknya Sam memenuhi pesanan ketika truk tiba? Ya atau tidak, Mengapa? 2.
“ Sebuah Surat Peringatan “ (diadaptasi dari The Memo) Ibu Wati, seorang guru PKn kelas 2 SMA, menyuruh para siswa pada mata pelajarannya tentang “ Hak dan Kewajiban Warga Negara “ untuk menjadi warga negara yang aktif, bertanggung jawab dan mampu mengatasi masalah yang dihadapinya. Salah satu tugas kelas menuntut para siswa untuk melakukan suatu Progam Aksi sebelum akhir semester. Program Aksi itu bisa mencakup sejumlah pengalaman di luar kelas. Untuk kegiatan itu, sejumlah pelajar meluangkan waktu berkeliling atau berpatroli bersama kesatuan patroli polisi dan mengunjungi pengadilan negeri, pelajar lain menyelidiki editorial atau berita utama 50
Cerita Dilema Moral
televisi terbaru tentang ketidakamanan dari tindakan para preman, pejahat atau pejambret terhadap warga negara. Beberapa pelajar memutuskan untuk menggugah kesadaran masyarakat terhadap masalah angkutan setempat. Baru-baru ini sejumlah warga usia lanjut telah mengajukan usulan pada perusahaan bis dan pemerintah kota untuk mengeluarkan karcis bebas bagi warga usia lanjut dilanjutkan naik bis tanpa bayar dan pemerintah kota yang mensubsidi perusahaan bis. Kelompok pelajar ini menyelenggarakan kampanye atau unjuk rasa untuk mengangkat masalah yang berkenaan dengan kebutuhan transportasi bagi warga yang berusia lanjut. Mereka membentuk kelompok kajian untuk menyelidiki permasalahan tersebut. Mereka mengirim surat kepada para politisi dan para pengusaha, bahkan mereka tampil pada “Suara Masyarakat” sebuah acara televisi yang menampilkan masalah lokal. Namun demikian para pemimpin masyarakat mengabaikan para pelajar dan menolak usulan itu. Ibu Wati berusaha mencari dukungan dari sejumlah besar pelajar sekolah menengah lain dan mengatur suatu rencana untuk menarik perhatian masyarakat pada masalah transportasi bagi warga lanjut usia. Bagian pertama dari rencana itu adalah mengajak para pelajar sekolah menengah lainnya, dengan cara menolak menggunakan bis yang telah disediakan untuk pergi sekolah. Mereka meminta agar mereka diantar oleh orang tua mereka untuk diantar sekolah. Bagian kedua dari rencana berikutnya, mereka meminta para pelajar semua naik bis keliling kota pada jam ramai. Oleh karena para pelajar memiliki karcis bebas yang membolehkan mereka menaiki bis apa pun, mereka dapat menggunakan karcis bebas tersebut dan 51
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
menguasai angkutan umum dengan menaiki bis tertentu dan mencegah penumpang lain menggunakannya. Para pelajar menerapkan boikot atau monopoli dan tampaknya berhasil pada hari pertama. Bis sekolah menjadi kosong, pada tengah hari jam ramai, terminal bis menerima laporan bahwa lalu lintas kota dipenuhi para pelajar yang menyanyi dan tertawa. Hari berikutnya ibu Wati diberitahu oleh atasan beliau bahwa para politisi tidak membenarkan perbuatan para pelajar. Ibu Wati menjelaskan pada atasannya bahwa dia telah menjelaskan kegiatan tersebut dengan para siswa dan kepala sekolah pada awal tahun ajaran dan dia tampak senang dengan cara sejumlah pelajar terlibat bermasyarakat. Namun demikian, ibu Wati menerima sebuah surat peringatan resmi di dalam kotak pos sekolah pada siang hari berikutnya. Depdiknas Kota Banjarmasin Sekolah Menengah Atas Negeri Drs. Anang Baderi, Kepala Sekolah Kepada : Dari : Tanggal : Masalah :
Ibu Dra. Wati Kepala Sekolah 18 Mei 2003 Protes Siswa yang Menggunakan Transportasi Umum
Sebagaimana pembicaraan kita kemarin, anda mesti sadar bahwa para siswa dari mata pelajaranmu “PKn” telah mengorganisir protes 52
Cerita Dilema Moral
yang mengganggu terhadap kebijakan transportasi publik tertentu. Situasi demikian tidak dapat dibiarkan,dan anda mesti memerintahkan para siswa menghentikan boikot segera dan menahan diri dari menggunakan bis-bis keliling kota selama jam-jam ramai. Para siswamu akan diinstruksikan segera (setiap individu dan secara pribadi dengan telepon jika perlu ) untuk membatalkan isu tersebut atau resikonya anda akan dikeluarkan dari sekolah Saya yakin kamu akan sepakat bahwa masalah ini akan ditangani oleh sekolah karena hal itu dimulai sebagai tugas kelas. Jika para siswa tidak mengikuti instruksimu, bagaimana pun pemerintah kota telah menyiapkan tindakan yang tepat. Termasuk memecat anda Apakah sebaiknya ibu Wati akan memanggil para siswanya dan membatalkan tugas yang diberikannya? Pilih satu: Ya______________ Tidak _______________ Pertimbangan-Pertimbangan _________________________ 3.”Obat Langka” Seorang wanita dari keluarga miskin di satu kota sedang dalam keadaan sakit parah dan dalam keadaan sekarat, karena diserang penyakit kanker yang aneh. Hanya ada satu obat yang menurut dokter mungkin dapat menyembuhkannya. Obat yang mengandung radium itu baru saja ditemukan oleh seorang ahli farmasi di kota itu. Obat itu mahal pembuatannya, dan ahli farmasi di kota itu menuntut bayaran 10 kali lipat dari 53
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
biaya pembuatannya. Ia mengeluarkan Rp.20.000.000. sebagai biaya pembuatan radium itu, dan menetapkan harga Rp.200.000.000,-, untuk biaya obat itu dalam dosis kecil. Suami perempuan yang sakit itu, Palui, menemui setiap kenalan dan keluarganya, untuk meminjam uang untuk membeli obat itu. Akan tetapi setelah semua kenalan dan keluarga, dan habis pergi ke sana ke mari, Palui hanya berhasil mengumpulkan uang sebanyak Rp.100.000.000,-. Jadi hanya separuh dari harga obat yang diperlukan. Disampaikan Palui kepada ahli farmasi itu, bahwa isterinya sedang sakit parah dan dalam kondisi sekarat, lalu mohon agar dapat memperoleh obat itu, dengan harga yang lebih murah atau membolehkannya membayar dulu RP.100.000.000,- dan sisanya kemudian. Ahli farmasi itu berkata: “ Tidak bisa, sayalah yang menemukan obat itu, dan saya akan berusaha untuk mengeruk uang dengan penemuan itu “. Apakah sebaiknya Palui mencuri obat itu untuk mengobati isterinya yang sekarat atau tidak? Pilih satu: Ya_______________ Tidak ______________ Alasan: _______________________________________ 4.
Iwan dan Dani: Kepantasan Berperilaku Dani tinggal di sebuah kompleks perumahan yang penghuninya memiliki latar belakang kehidupan berbeda-beda. Ada orangtuanya yang bekerja sebagai pengusaha, ada juga sebagai pegawai biasa, pedagang,
54
Cerita Dilema Moral
malah ada yang sekedar sebagai penjual jasa dengan membuka warung kecil. Dani adalah anak seorang pegawai biasa yang juga tinggal di kompleks perumahan tersebut. Dia bersebelahan rumah dengan seorang pengusaha kaya, yang anaknya bernama Iwan, satu sekolah dan sering belajar bersama dalam satu kelompok dengan Dani. Tetapi Iwan, tidak mau berteman dengan Dani, bila di kompleks perumahan. Iwan lebih suka berkawan dengan teman-teman yang sesuai dengan kekayaannya, bahkan kadang-kadang mengejeknya di depan teman-temannya. Sedangkan Dani cukup bermain bola di lapangan. Suatu hari Iwan terjatuh dari sepeda motornya, saat pulang dari sekolah, dan tidak dapat bangkit, atau berjalan, karena kakinya luka berdarah. Dani melihatnya, tetapi ada rasa enggan di benaknya untuk membantu Iwan. Ia langsung pulang saja, tanpa memperdulikan Iwan yang kesakitan dan sendirian di tepi jalan. Pantaskah kelakuan Dani terhadap Iwan? (Sumber: Dimodifikasi dari Jurkanie Dharma,2004) Pilih satu: Ya _______________ Tidak _______________ Alasan: _______________________________________ 5.
Lala Hidup Sederhana Lala anak seorang pengusaha kaya raya. Orang tuanya memiliki banyak uang dan harta kekayaan, bahkan berlebihan. Akan tetapi kehidupan Lala seperti layaknya orang kebanyakan. Ia berpakaian biasa-biasa saja, seperti pakaian yang dipakai teman-temannya. Pergi ke sekolah naik taksi umum serta akrab bergaul 55
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
dengan teman-temannya di sekolah maupun di kampung. Selain itu, Lala juga suka menabung untuk keperluan masa depannya. Lala suka memberi pertolongan kepada teman-teman yang mendapat musibah atau perlu bantuan segera yang harus dipenuhi. Pergaulan Lala biasa saja, tidak menunjukkan bahwa dirinya anak seorang pengusaha yang kaya raya, padahal jika melihat kekayaan ayahnya Lala bisa berfoya-foya dalam hidupnya. Namun Lala tidak melakukannya. Melihat sikap Lala demikian, ayah dan ibunya kecewa, dan berpikir bahwa kekayaan yang mereka miliki dan susah payah membanting tulang, tidak berguna dan tidak diperdulikan oleh Lala. Pantaskan Lala bersikap demikian? (Sumber: Dimodifikasi dari Jurkanie Dharma,2004) Pilih satu: Ya _______________ Tidak _______________ Alasan: _______________________________________
56
BAB VIII PERENCANAAN PEMBELAJARAN
A. Tiga Bagian dari Perencanaan Mengajar 1.
Dilema Orisinal Bagian pertama dari persiapan mengajar untuk dilema moral meliputi bimbingan mengawali diskusi kelas. Setelah lebih dahulu mengklarifikasi fakta-fakta dan istilah-istilah dalam kisah, guru sebaiknya menentukan sejumlah ketidaksetujuan terhadap pilihan yang dilakukan oleh tokoh utama. Dilema-dilema moral sebaiknya menciptakan konflik sesungguhnya bagi para siswa. Meskipun teori Kohlberg menghendaki para siswa fokus terhadap alasan-alasan yang berbeda untuk merekomendasikan materi-materi tertentu dari tindakan, kisah dilema yang baik, sebaiknya juga menghasilkan perbedaan opini mengenai tindakan. Jika para siswa tidak setuju terhadap posisi tindakan, mereka akan lebih cendrung untuk mendiskusikan alasanalasan untuk perbedaan rekomendasi-rekomendasi mereka. Sebagai contoh, para siswa dengan cepat mendiskusikan isu-isu moral yang terdapat dalam situasi Sam, jika mereka sejak awalnya tidak setuju terhadap tindakan Sam, apakah sebaiknya memenuhi atau tidak 57
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
pesanan, ketika truk tiba. Setiap perencanaan mengajar mencakup pembelajaran tentang ketidaksetujuan terhadap posisi tindakan. 2.
Dilema-dilema Alternatif Para siswa akan banyak terlibat dalam diskusi, jika mereka sejak awal mengalami berbagai konflik tentang tindakan yang ditanyakan. Rangkaian alternatif untuk dilema sesungguhnya bermanfaat untuk mendorong konflik dalam kisah. Alternatif-alternatif barangkali mendorong konflik melalui pemusatan lebih khusus pada salah satu dari isu-isu moral dalam kisah atau dengan menghadirkan salah satu dari norma-norma sosial yang bertentangan dalam dilema. Sebagai contoh, jika lebih banyak para siswa dalam kelas setuju bahwa Sam sebaiknya memenuhi pesanan, guru dapat memperlihatkan alternatif dalam kisah yang menunjukkan bahwa Sam mungkin menghadapi tuduhan bertindak kriminal karena menolong para pekerja tambang untuk memenuhi apa yang tidak dipunyai mereka. Suatu alternatif yang menekankan pada isu hukuman dan dapat menyebabkan beberapa siswa menentukan bahwa Sam sebaiknya tidak memenuhi pesanan. Hal itu menyebabkan terjadinya satu diskusi terhadap alasan-alasan dari berbagai orang, yang akan mampu merubah posisi awal mereka terhadap tindakan, karena isu hukuman telah dikenalkan dalam diskusi. Guru dapat juga mengenalkan alternatif yang khusus bahwa Sam lumpuh sama sekali dan mungkin tidak dapat menemukan pekerjaan lain, jika Sam dipecat dari toko. Alternatif ini mendramatisir salah satu dari norma-norma sosial yang sedang berkonflik untuk 58
Perencanaan Pembelajaran
Sam (kewajibannya untuk memelihara pekerjaan berhadapan dengan kewajibannya terhadap persahabatan dengan para pekerja tambang lainnya). Selama kelas tidak setuju tentang tindakan yang ditanyakan dengan paling sedikit terbagi antara 70%30%, itu sebaiknya tidak diperlukan untuk menggunakan salah satu dari beberapa alternatif dilema. Bagaimanapun, alternatif-alternatif untuk kisah sesungguhnya barangkali mungkin digunakan sebagai topik tambahan dari diskusi setelah kelas menggali kisah dilema. Guru barangkali memilih untuk menggunakan alternatif hukuman setelah dalam diskusi, jika para siswa tidak menyebutkan pertimbangan tertentu. 3.
Pertanyaan Pelacak Guru sebagai fasilitator dalam diskusi dilema moral mempunyai dua tugas utama: mendorong interaksi siswa dan membuat pasti bahwa diskusi tetap difokuskan pada isu-isu moral dalam kisah. Selanjutnya mengerjakan dua tujuan, guru dapat menggunakan bentuk-bentuk teknik pertanyaan yang berbeda. Beberapa pertanyaan yang menggiring interaksi atau pandangan untuk menolong mendorong interaksi di antara angota-anggota kelas, misalnya: “Apakah kamu setuju dengan apa yang Hariansyah baru saja katakan tentang cerita dilemma itu, Nurbaiti?” “Apakah seseorang akan menyimpulkan alasanalasan yang baru saja diberikan untuk Sam yang menolak memenuhi pesanan?” “Apakah kamu akan menanggapi terhadap komentar Jubaidah tentang kebebasan-kebebasan sipil?”
59
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
“ Amir, kamu sejak awal tidak setuju dengan posisi Yeni mengenai Sam. Dapatkah kamu menguraikan dengan katakata sendiri posisi Yeni dan menanggapi Yeni menurut pendapatmu?”
Pertanyaan-pertanyaan itu akan mendorong para siswa untuk berbicara dengan setiap siswa yang lain tentang dilema. Para guru sebaiknya menggunakan tipe pertanyaan yang lebih spesifik untuk memfokuskan diskusi pada isu-isu moral yang terdapat pada dilema. Pertanyaanpertanyaan pelacak telah dipersiapkan sebagai bagian ketiga dari Perencanaan Mengajar untuk menolong melaksanakan tujuan pengajaran. Isu yang berhubungan pelacakan, pergantian peran pelacak dan konsekuensi universal pelacakan, semuanya menolong untuk menstimulasi diskusi terhadap aspek-aspek moral dari cerita dilema. a. Melacak yang berhubungan dengan isu: Beberapa pertanyaan pelacakan termasuk dalam Perencanaanperencanaan Mengajar yang dirancang untuk difokuskan pada isu-isu moral tertentu dalam kisah dilema; 9 Apakah ibu Wati mempunyai kewajiban untuk mematuhi perintah Kepala Sekolah? Mengapa ya atau mengapa tidak? 9 Apakah ibu Wati punya kewajiban terhadap para siswa di kelasnya? 9 Apakah ibu Wati sebaiknya mematuhi memo, jika itu dimaksudkan bahwa ia akan menerima resiko untuk dipecat? 9 Apakah Sam punya kewajiban terhadap pemogokan pekerja tambang? Mengapa ya atau mengapa tidak?
60
Perencanaan Pembelajaran
9 Apakah Sam punya berbagai kewajiban terhadap pemilik toko? Mengapa ya atau mengapa tidak? Pertanyaan-pertanyaan pelacakan yang dicantumkan di atas terfokus pada isu-isu kewajiban dan hukuman. Kamu mungkin menggunakan isuisu yang berhubungan dengan pertanyaan pelacak paling sedikit dalam dua cara. Pertama, para siswa barangkali sejak awal berdiskusi terhadap isu tertentu seperti hukuman. Ketika ini terjadi, para guru boleh memilih untuk mempertajam fokus pada isu melalui penggunaan pertanyaan pelacak yang berada dalam karakter dilema dengan kontak langsung terhadap isu-isu: “Apakah Sam mengetahui bahwa ia akan berada dalam kesulitan dengan pemilik toko?” Tipe dari pertanyaan pelacak ini secara khusus berguna bila para siswa hanya menyebut isu, tetapi para siswa tidak mengakuinya sebagai pertimbangan penting dalam cerita. Kedua, Para siswa mungkin tetap terlibat dalam diskusi dilema moral dan tidak merasakan isu tertentu. Suatu isu yang berhubungan dengan pertanyaan pelacak barangkali menggerakkan diskusi kelas kepada pengujian isu moral yang spesifik. b. Melacak melalui peran pengganti Sebagian besar porsi dari diskusi dilema moral berkisar sekitar apa yang sebaiknya tokoh utama lakukan dalam kisah. Setelah para siswa mendiskusikan alasan-alasan mereka dari berbagai pandangan terhadap tokoh utama, pertanyaan melalui peran pengganti mendorong mereka untuk mempertimbangkan alasan mereka dari apa yang 61
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
dikemukakan oleh tokoh yang lain. Pertanyaanpertanyaan pelacak melalui peran pengganti secara khusus menolong para siswa dalam memberikan kesempatan untuk melihat sisi yang lain dari isu atau situasi, untuk memperluas pandangan-pandangan mereka terhadap situasi-situasi sosial dan moral yang kompleks. Berikut contoh-contoh pertanyaan yang menggali atau melacak melalui peran pengganti: 9 Dari pandangan kedua orang tua yang tinggal di daerah itu, apakah sebaiknya ibu Wati membatalkan tugas yang diberikan kepada siswanya? Mengapa? 9 Dari pandangan orang yang lebih tua di Banjarmasin, apakah sebaiknya ibu Wati membatalkan tugas yang diberikan kepada siswanya? Mengapa? 9 Mengapa kamu pikir bahwa pemilik toko mungkin tidak mau Sam memenuhi pesanan makanan untuk para penambang? 9 Dari pandangan pembeli yang lain di toko, apakah Sam sebaiknya memenuhi peranan makanan untuk penambang yang melakukan pemogokan? Mengapa ya atau mengapa tidak? Pelacakan melalui peran pengganti dapat secara khusus berguna dalam memeriksa konsistensi alasan dan menguji perubahan alasan pada kisah dilema yang sama. Sebagai contoh; para siswa mungkin memtuskan bahwa Sam sebaiknya memenuhi pesanan makanan untuk para penambang yang melakukan pemogokan, karena Sam mau menolong seseorang untuk keluar dari masalah itu, jika ia masih 62
Perencanaan Pembelajaran
ikut melakukan pemogokan. Bila mereka diminta untuk mempertimbangkan pertanyaan dari pandangan pemilik toko, bagaimanapun, mereka mungkin memutuskan bahwa pemilik toko punya hak untuk melindungi tokonya dan untuk menggunakan bisnisnya untuk memaksa pekerja tambang kembali bekerja. Pertentangan dari alasanalasan terhadap kisah dilema yang sama, memberikan kesempatan yang baik sekali untuk menguji perbedaan antara menolong teman-teman dan patuh pada majikan. Pada umumnya pertanyaan lacakan dapat meneruskan perbedaan ini: “Apakah kamu pikir itu lebih penting, menolong beberapa teman yang mungkin melakukan kejahatan atau mematuhi perintah-perintah dari majikanmu? Mengapa? “. Melacak melalui peran pengganti barangkali sering memberikan para siswa kesempatan untuk merespon dilema dari tahap yang lebih tinggi dari kemampuan berpikir mereka. c. Melacak melalui konsekuensi universal: Biasanya mendekati akhir diskusi, guru boleh mengajukan pertanyaan yang mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi dari berpikir yang telah diuji. Berikut paparan contoh pertanyaan yang sifatnya menggali atau melacak dengan melalui konsekuensi universal: 9 Apakah para siswa sebaiknya memiliki hakhak yang sama seperti para warga yang lain? 9 Sebaiknya kamu selalu melakukan protes terhadap ketidakadilan yang kamu temukan dalam masyarakat, bahkan jika protes itu berarti melanggar hukum? 63
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
9 Sebaiknya seseorang selalu/tidak pernah menolong teman yang meminta kamu melakukan sesuatu yang melanggar hukum? 9 Sebaiknya orang yang melanggar peraturan atau hukum selalu dihukum jika dia ditangkap? Mempertimbangkan terhadap konsekuensikonsekuensi universal, akan menolong para siswa berpikir tentang implikasi berpikir mereka terhadap masyarakat secara keseluruhan. Pertanyaanpertanyaan itu, dilakukan secara terbuka, bentuk non-indoktrinasi, akan mengesankan kepada para siswa bahwa kegiatan berpikir mereka tentang problema-problema sosial dan moral yang penting akan mempengaruhi seluruh masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan lacakan, yang ditunjukkan dalam Perencanaan Mengajar dan yang para guru buat selama diskusi, bermanfaat untuk berbagai fungsi yang penting. Pertanyaan lacakan yang tepat dapat berguna untuk mendorong kelambatan diskusi. Pertanyaan lacakan juga dapat memfokuskan diskusi terhadap pentingnya isu-isu moral dan membangkitkan berpikir tentang isu-isu yang lebih besar dan perspektif sosial yang terdapat dalam kisah dilema. Pertanyaan-pertanyaan lacakan telah dikaji oleh para guru yang memprioritaskan diskusi kelas dan digunakan pada waktu yang tepat di kelas. Satu dari keterampilan-keterampilan yang amat penting dari guru/fasilitator adalah mengetahui kapan menggunakan pertanyaan yang tepat yang akan mendorong interaksi siswa atau memusatkan pada 64
Perencanaan Pembelajaran
aspek-aspek penting dari kisah dilema. Daftar pertanyaan lacakan dalam setiap Perencanaan Mengajar akan ditafsirkan hanya sebagai bimbingan. Karena itu tidak selalu diperlukan untuk menggunakan semua jenis lacakan. Pertanyaan lacakan hanya digunakan, bila untuk tujuan khusus. Bentuk-bentuk yang amat umum dari lacakan mengandung penggunaan pertanyaan-pertanyaan: “ Mengapa itu penting bagi kamu?”, “ Dapatkah kamu menceritakan kepada kita sedikit banyak tentang alasanmu?”, dan “Apakah alasan yang sangat penting bagi tokoh utama yang harus dipertimbangkan dalam membuat keputusannya?“
B. Perencanaan Mengajar: “ Hei, Sam, Truk ada di sini “ Bagian Pertama: Hei, Sam, Truk ada Di sini Bagikan kepada siswa dalam kelas naskah kisah ”Hei, Sam, Truk ada di sini “ yang menguraikan Sam dan para penambang. Pastikan bahwa para siswa memahami istilah dalam dilema dan dapat menjelaskan dilema yang Sam hadapi. Tentukan melalui tunjukan tangan atau berbagai cara lain bagaimana kelas merasakan tentang apakah Sam memenuhi pesanan untuk para penambang. Jika kelas dibagi dengan paling sedikit 1-3 dari para siswa atas setiap aspek isu, pilih satu strategi dari pembentukan kelompok kecil yang terdapat pada bab IX. Diteruskan dengan diskusi, menuju ke tahap dilemadilema alternatif. 1.
65
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Bagian Kedua: Dilema-Dilema Alternatif Jika kelas setuju bahwa Sam SEBAIKNYA memenuhi pesanan, satu dari dilema-dilema alternatif dapat digunakan untuk memancing ketidaksetujuan. a. Pemilik toko memanggil Sam sekali lagi. Ia menjelaskan kepada Sam bahwa jika ia menolong orang memberikan milik yang mestinya bukan untuk mereka, Sam tidak hanya akan dipecat, tetapi ia juga akan dituntut oleh pemilik toko. Aapakah Sam sebaiknya memenuhi pesanan? b. Jika Sam sama sekali cacat dan tidak sanggup untuk bekerja di pertambangan, jika ia kehilangan pekerjaannya di toko, apakah sebaiknya Sam memenuhi pesanan? 2.
Jika kelas setuju bahwa Sam SEBAIKNYA TIDAK memenuhi pesanan, satu dari dilema-dilema alternatif berikut dapat digunakan untuk menumbuhkan ketidaksetujuan. a. Sam menerima panggilan telepon yang lain. Seseorang berkata bahwa beberapa penambang yang mogok berencana untuk memulai mencuri makanan, jika mereka tidak dapat memperoleh makanan dengan berbagai cara lain. Apakah sebaiknya Sam memenuhi pesanan dan mencegah kemungkinan dari pencurian? b. Seorang ibu muda datang ke toko dan bercerita pada Sam bahwa keadaan makanan telah begitu buruk dan beberapa orang merencanakan mengirim anak-anak mereka untuk hidup dengan famili di kota yang lain. Apakah sebaiknya Sam mencoba untuk mencegahnya dengan memenuhi pesanan? 66
Perencanaan Pembelajaran
3.
Bagian Ketiga: Pertanyaan-pertanyaan Pelacak a. Apakah Sam punya kewajiban terhadap pemogokan para penambang? Mengapa ya atau mengapa tidak? b. Apakah Sam punya kewajiban terhadap pemilik toko? Mengapa ya atau mengapa tidak? c. Apakah hak pemilik toko melarang pinjaman terhadap para penambang yang lapar? Mengapa ya atau mengapa tidak? d. Apakah teman Sam sebaiknya menempatkan Sam pada posisi dengan memohonnya untuk mengisi truk penuh dengan makanan? Mengapa ya atau mengapa tidak? e. Apakah sebaiknya para penambang mogok? Mengapa ya atau mengapa tidak? f. Apakah sebaiknya pihak pemerintah memberikan para keluarga yang melakukan mogok, cukup makanan yang dengan begitu tidak akan membuat mereka lapar? Mengapa ya atau tidak?
C. Perencanaan Mengajar: “ Sebuah Surat Peringatan “ Bagian Pertama: Dilema Sesungguhnya Biarkan peserta diskusi membaca “ Sebuah Surat Peringatan”. Pastikan peserta diskusi mengetahui faktafakta dasar dan kondisi-kondisi yang dipaparkan dalam dilema. Kamu boleh bertanya, “Apa yang terjadi pada ibu Wati dan para siswa dalam kelas studi sosialnya?” Tentukan bagaimana peserta diskusi dibagi dalam isu apakah ibu Wati sebaiknya memanggil para siswanya dan membatalkan tugasnya?.
1.
67
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Jika kelas dibagi dengan paling sedikit 1-3 dari kelas atas setiap isu, pilih strategi pembentukan kelompok kecil yang terdapat dalam bab IV dan teruskan dengan diskusi. Jika di sana terlalu kecil ketidaksetujuan terhadap isu, teruskan kepada dilema-dilema alternatif di bawah ini. Beberapa dilema akan membantu untuk menghasilkan banyak ketidaksetujuan dan mempertinggi diskusi. Bagian Kedua: Dilema-Dilema Alternatif Jika lebih banyak dari peserta diskusi setuju bahwa Ibu Wati SEBAIKNYA memanggil para siswanya, gunakan satu dari alternatif berikut: a. Beberapa orang tua dan anggota DPRD memanggil ibu Wati. Mereka menyatakan bahwa mereka meyakini pada apa yang ia lakukan dan akan mendukungnya. Mereka telah mendorongnya untuk tidak membatalkan tugas itu. b. Ibu Wati telah setuju dengan para siswanya bahwa ia tidak akan ikut campur dengan usaha-usaha para siswa terlibat dalam berbagai isu masyarakat. 2.
Jika sebagian besar peserta diskusi setuju bahwa ibu Wati SEBAIKNYA TIDAK memanggil para siswa, gunakan satu dari alternatif berikut: a. Ibu Wati bukan guru tetap. Persatuan Guru Banjarmasin menyatakan kepadanya bahwa mereka tidak dapat mendukungnya, jika kepala sekolah menyarankan bahwa kontrak kerjanya mungkin tidak diperbaharui lagi. b. Bapak Hadri, SH, pengacara yang mewakili lebih dari 60 organisasi, memanggil ibu Wati dan 68
Perencanaan Pembelajaran
meminta kepadanya untuk membatalkan tugas dan mengecilkan hati para siswanya. Pengacara itu mengindikasikan bahwa aksi-aksi para siswa dapat mencampuri urusan-urusan khusus antara pemerintah kota dengan organisasi. c. Ibu Wati telah diberitahu bahwa perusahaan bus telah merencanakan untuk menarik kembali tiket bebas seluruh siswa, jika protes terus dilanjutkan. Bila peserta diskusi tidak setuju terhadap tindakan setelah mendiskusikan satu dari beberapa alternatif, pilih strategi pembentukan kelompok kecil yang terdapat dalam bab IX dan teruskan diskusi Bagian Ketiga: Pertanyaan-Pertanyaan Lacakan Gunakan pertanyaan-pertanyaan berikut pada saat yang tepat untuk memudahkan diskusi: a. Dari pandangan seseorang yang berusia 62 tahun dan tinggal dengan penghasilan tertentu yang kecil, apakah yang sebaiknya ibu Wati lakukan? Mengapa? b. Apakah ibu Wati punya kewajiban mendukung para siswa dalam kelasnya yang melaksanakan tugas model aksi? Apakah itu? c. Apakah ibu Wati punya kewajiban untuk mematuhi perintah pengawas? Mengapa ya atau mengapa tidak? d. Dari pandangan orang tua di wilayah itu apakah sebaiknya ibu Wati membatalkan tugasnya? Mengapa ya atau mengapa tidak? e. Apakah sebaiknya yang menjadi pertimbangan sangat penting untuk ibu Wati, bila ia merespon surat perintah? Mengapa hal itu merupakan pertimbangan penting? 3.
69
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
f. Apakah lebih penting perannya sebagai penduduk atau perannya sebagai guru dalam situasi itu? Mengapa? g. Apakah sebaiknya para guru mengijinkan untuk memberikan tugas-tugas yang membolehkan para siswa terlibat dalam kasus-kasus masyarakat? Mengapa ya atau mengapa tidak? h. Apakah para siswa punya kewajiban untuk melakukan protes terhadap ketidakadilan dalam transportasi publik di Banjarmasin? Mengapa ya atau mengapa tidak? i. Apakah pengawas punya kewajiban terhadap para siswa yang terlibat dalam protes? Apakah itu? j. Apakah sebaiknya para siswa punya hak-hak yang sama seperti warga penduduk yang lain? Mengapa ya atau mengapa tidak? k. Apakah sebaiknya sekolah-sekolah diorganisir untuk mendorong kebebasan dan tanggung jawab individu untuk kesejahteraan bagi yang lain? Apakah kamu pikir Lingkungan Sekolah Kawasan Banjarmasin mendorong tanggung jawab warga penduduk? Mengapa ya atau mengapa tidak? Untuk mengarahkan diskusi dilema moral, guru sebaiknya mempunyai segenggam kepercayaan yang sama dalam Proses Pembelajaran terhadap kisah dilema tertentu. Bagian berikutnya mencakup tahap demi tahap bimbingan untuk memudahkan diskusi kelas terhadap problema moral. Seluruh isi dari langkah-langkah Proses Pembelajaran, kamu akan mencatat koordinasi antara proses keseluruhan dan secara khusus Perencanaan Pembelajaran.
70
BAB IX PROSES PEMBELAJARAN
A. Elemen Proses Pembelajaran yang Efektif Dalam mengajar perkembangan moral, guru menempatkan kelas melalui 4 tahap Proses Pembelajaran. Untuk Proses Pembelajaran yang lebih efektif, ada tiga elemen lain yang membuat diskusi akan bermakna dan harus dipertimbangkan, seperti peranan guru, peranan siswa dan iklim kelas. 1.
Peranan Siswa Baca kembali transkrip diskusi yang membahas Sebuah Surat Peringatan. Dalam kasus ini, para guru telah berpartisipasi dalam diskusi sebagai siswa. Kamu sebaiknya dapat menentukan berbagai karakteristik terhadap peranan siswa. Berikut kata-kata yang mencerminkan peranan mereka selama mendiskusikan dilema ibu Wati, yaitu: mendengarkan; mempertahankan posisi individu; bertanya; melacak; merasakan perasaan orang lain (empati); berargumentasi; teloransi; berpikir; dan merespon pertanyaan-pertanyaan. Selama diskusi yang telah direkam, peserta diskusi lebih banyak menggunakan waktu berbicara antara 71
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
satu dengan lain, bukan dengan fasilitator. Mereka bertanya satu sama lain, tergantung posisi mereka sendiri, dan respon terhadap pertanyaan-pertanyaan dari fasilitator, yang juga memenuhi peran tertentu. 2.
Peranan Guru Bentuk kepemimpinan atau arahan apakah yang dilakukan guru? Apa yang dilakukan fasilitator selama diskusi berlangsung? Apakah fasilitator pernah menentukan posisi seorang siswa atau menentukan arah memberikan argumentasi terhadap kelompok siswa. Apakah kata-kata yang akan kamu gunakan untuk menguraikan peranan guru selama diskusi. Para pendidik yang diobservasi secara sukarela selama diskusi, melahirkan beberapa peranan seperti daftar kata berikut yang mengkarakterisasikan peranan guru selama diskusi, yaitu; pemberi-tugas; pemimpin kelompok; menggerakkan diskusi; sedikit menggunakan waktu; fleksibel, masih memerintah; toleran; mengendalikan; penanya; pendengar; terbuka untuk semua gagasan; tidak untuk “menjawab”; peringkas; mengklarifikasi gagasan; informal, dan bersungguhsungguh. Perhatikan bentuk-bentuk pertanyaan yang fasilitator minta: • “ Anisa, apakah kamu setuju dengan Imam?” • “Dapatkah kamu menjelaskan kepada kita tentang itu lebih banyak lagi, Nurbaiti?” • “Nurbaiti, kamu pikir apakah Ibu Wati mempunyai kewajiban lebih besar terhadap para siswa dari pada terhadap hukum?”
72
Proses Pembelajaran
• “ Hariansyah, antara kamu dengan Imam samasama setuju, bahwa Ibu Wati sebaiknya membatalkan tugas-tugas, namun sebelumnya kamu masing-masing menyebutkan alasan-alasan berbeda dalam posisi masing-masing. Dapatkah kamu menjelaskan kepada kita, apa yang kamu pikir adalah berbeda dengan alasanmu?” Pertanyaan-pertanyaan itu adalah bukan mengancam dan bukan mendorong jawaban tertutup. Setiap pertanyaan diupayakan untuk mendorong mempertajam fokus pada problema dan tingkat interaksi yang lebih besar antara siswa dengan siswa. Guru/fasilitator sebaiknya tidak memberikan kontribusi yang terlalu banyak terhadap diskusi yang membahas problema sosial atau moral; namun bagaimana pun guru dibutuhkan untuk membimbing diskusi dan mengambil tanggung jawab untuk menjaga pertukaran pendapat yang difokuskan pada problema. 3.
Iklim Kelas Daftar kata-kata yang menggambarkan peran guru dan siswa selama diskusi dilema moral juga menyarankan perlunya iklim kelas. Pendekatan khusus untuk menganalisa problema sosial dan moral tergantung pada tatanan yang mendorong diskusi dapat berjalan bebas, spesifik, dengan inkuiri terbimbing. Perkembangan pertimbangan moral yang lebih matang muncul, terutama disebabkan para siswa memiliki kesempatan untuk menguji pertimbangan mereka sendiri dengan menjelaskan alasan yang diberikan kepada siswa lain dalam diskusi. Karena penelitian menunjukkan bahwa tingkatan argumen-argumen yang lebih tinggi, barangkali 73
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
kelihatan lebih konsisten dan lebih logis dari siswa-siswa yang berpikir di bawah tingkat tertentu, karena iklim kelas mendorong para siswa untuk berbicara bebas dan mendengar secara mendalam. Para pengamat diskusi kelas dari dilema moral menggunakan kata-kata berikut untuk mengkarakterisasikan iklim kelas, seperti; terbuka; menyerupai debat; hidup; berorientasi pada siswa; ramai kadang-kadang agresif; penasaran-tidak ada jawaban yang jelas; informal; berorientasi pada tugas; mendorong berpikir; tidak direkayasa; merangsang; berorientasi pada problema, terlibat dan bersungguh-sungguh. Peranan guru dalam menata iklim kelas yang tepat, tetap diperhatikan, tetapi tidak terlalu diutamakan. Para siswa membutuhkan keyakinan bahwa kamu sungguh-sungguh tertarik dengan mereka dan kamu menyukai menolong mereka untuk dapat mengerti terhadap beberapa problema yang membingungkan mereka.
B. Proses Pembelajaran Mengajar perkembangan moral menghendaki guru yang diasumsikan berperan sebagai fasilitator. Kemudian menunjukkan bahwa diskusi akan melalui beberapa tahapan, proses pembelajaran dibagi dalam langkahlangkah spesifik. Guru sebaiknya melalui empat langkah mengajar dilema moral. Langkah 1: Menghadapi Dilema Moral Para guru memberikan para siswa kesempatan untuk menghadapi dilema moral. Para guru menyajikan kisah dilema, pastikan bahwa para siswa dapat memahami kondisi74
Proses Pembelajaran
kondisi dalam kisah, pastikan bahwa semua istilah tepat dijelaskan, dan pastikan bahwa para siswa memahami problema yang dihadapi tokoh utama. Langkah 2: Menyatakan Posisi Sementara Guru akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyatakan posisi sementara terhadap dilema moral. Pertama, para siswa membutuhkan waktu untuk berpikir tentang dimana mereka berdiri terhadap isu-isu moral yang terdapat dalam kisah. Kedua, mereka membutuhkan kesempatan untuk menempatkan posisi secara individu terhadap dilema, sering melalui tulisan di bawah posisi mereka dan alasan-alasan mereka untuk mendukungnya. Ketiga, para guru perlu menentukan bagaimana seluruh kelompok bersikap terhadap dilema moral. Ini barangkali bisa diselesaikan dengan melalui cara menunjukkan tangan-tangan atau beberapa teknik pemungutan suara yang lain yang akan menunjukkan, apakah ya atau tidak terhadap berbagai konflik sesungguhnya mengenai tindakan yang tepat untuk tokoh utama lakukan. Guru bahkan mungkin ingin memberikan kesempatan kepada beberapa siswa, untuk mengekspresikan alasan mereka mengambil posisiposisi tertentu terhadap dilema, ini akan menolong untuk menunjukkan kepada kelompok bahwa ada perbedaan posisi-posisi secara individual terhadap kisah dilema. 75
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Langkah 3: Menguji Alasan Guru akan memilih strategi-strategi penyebaran yang cocok dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat, yang akan mendorong secara maksimal diskusi siswa terhadap isu-isu moral dalam cerita. Berbagai kelompok kecil yang ditata sering memberikan lingkungan yang terbaik bagi para siswa untuk mengawali pertukaran pikiran-pikiran terhadap keputusan yang dihadapi tokoh utama. Kelompok-kelompok kecil menolong untuk memastikan setiap orang memberikan kesempatan menyampaikan alasannya dan memberikan pemanasan yang baik sekali untuk diskusi kelas yang luas. Setelah periode waktu yang dicurahkan untuk diskusi kelompok kecil, para guru selanjutkan akan membantu diskusi yang dilaksanakan dalam kelas. Setelah para siswa memiliki kesempatan untuk bertukar alasanalasan dalam kelompok-kelompok kecil, mereka butuh partisipasi dalam diskusi yang lebih besar di mana fasilitator dapat menolong membimbing diskusi terhadap dilema. Langkah 4: Menunjukkan Posisi Masing-Masing Pada tahap akhir diskusi kelas, para guru sebaiknya menolong para siswa menunjukkan sekali lagi posisi mereka terhadap dilema. Para siswa barangkali diminta untuk meringkas alasan yang mereka dengar selama diskusi atau untuk menyatakan posisi 76
Proses Pembelajaran
mereka setelah mereka mendengar seluruh pendapat-pendapat yang lain yang ditawarkan dengan mengistirahatkan kelas. Meskipun beberapa siswa mungkin menunjukkan bahwa mereka merubah pikiran mereka selama diskusi, tujuannya bukan untuk bentuk konsensus atau mencoba mencapai kesimpulan tentang tindakan yang tepat terhadap tokoh yang mengalami dilema. Proses ini tetap terbuka-tidak dibatasi, dan para siswa akan didorong untuk melanjutkan terus berpikir mereka tentang posisi-posisi mereka sendiri dan komentarkomentar yang mereka dengar dalam diskusi kelompok.
C. Langkah-Langkah Pembelajaran Dilema Moral Berikut empat langkah proses pembelajaran dan beberapa sub langkah- langkahnya. LANGKAH 1 MENGHADAPKAN DILEMA MORAL a.
Menyajikan Dilema Kisah dilema mungkin disampaikan dalam berbagai cara. Kisah “Sebuah Surat Peringatan, misalnya disampaikan dalam bentuk naskah cetakan untuk para guru yang dibaca khusus untuk didiskusikan. Bermain peran (role-playing), cerita tertentu dari sebuah film, klipping surat kabar, atau rekaman dari audio-tape, merupakan metodemetode alternatif untuk menyampaikan dilema77
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
dilema kepada kelas. Menggunakan berbagai media, menolong para siswa melihat bahwa dilema moral tidak selalu datang dari media cetak dalam kurikulum mereka. Tujuan utama adalah menunjukkan kepada para siswa bahwa tokoh utama adalah orang yang berhadapan dengan problema sosial atau moral yang sulit. b.
Menyatakan Keadaan Sebelum para siswa dapat secara serius mendiskusikan isu-isu moral yang terdapat dalam kisah, mereka harus memahami dan menjelaskan keadaan-keadaan dari situasi. Siapa tokoh-tokoh dalam kisah, dan apakah hubungan mereka satu sama lainnya? Apa yang terjadi terhadap tokoh utama? Apa fakta-fakta dalam kisah? Minta para siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan kata-katanya sendiri. Setelah seorang siswa menguraikan keadaan-keadaan, yang lain didorong untuk menambah dengan komentar-komentar dan pengamatan-pengamatan mereka, dan menguraikan dengan cara lain terhadap alur kisah. Proses terjemahan dan klarifikasi ini berlanjut sampai kamu merasa yakin bahwa kelas memahami keadaankeadaan dalam kisah. Para siswa secara individual tidak dapat membuat pertimbangan moral terhadap situasi yang mereka tidak pahami secara jelas. Sebuah diskusi awal terhadap keadaan-keadaan akan menolong untuk mendorong siswa terlibat dan akan menunjukkan pada para siswa bahwa kamu (guru) benar-benar tertarik dalam mengajak mereka untuk mencari jawaban-jawaban dalam memecahkan problem. 78
Proses Pembelajaran
c.
Merumuskan Istilah Merumuskan istilah adalah seperti untuk menjelaskan keadaan-keadaan. Para siswa harus memahami semua aspek dari kisah dilema dan selanjutnya menempatkan posisi individu, serta berusaha memberi alasan terhadap problem. Sebagai, contoh, peserta diskusi dari kisah “Sebuah Surat Peringatan” yang tidak memahami istilah “boikot” akan menjadi hambatan serius. Para guru sebaiknya mencermati kembali setiap kisah dilema dan berusaha untuk mengidentifikasi istilah-istilah yang mungkin sulit bagi para siswa mereka. Para siswa akan, kapanpun mungkin, merumuskan istilah-istilah. d.
Menyatakan Problema Tokoh Utama Langkah terakhir untuk menolong para siswa dalam menghadapi dilema terletak pada pernyataan yang jelas terhadap problem yang dihadapi tokoh utama. Sebagai contoh, jika kelas yakin bahwa: “ Hei Sam. Truk ada Di sini “ adalah menyangkut apakah para pekerja tambang sebaiknya mogok, mereka tidak memahami problem yang dihadapi tokoh utama. Mereka tidak akan dapat merespon terhadap isu mengenai permintaan terhadap pemilik toko dan berikutnya keputusan dari Sam. Seseorang dalam kelas sebaiknya dapat meringkas problem Sam: “ Sam harus memutuskan apakah memenuhi permintaan para temannya untuk memiliki makanan dari toko “ atau “ Sam memutuskan antara kewajibannya terhadap teman-temannya dan kewajibannya terhadap pemilik toko “. Salinan berikut menunjukkan jenis diskusi dari “ Hei, Sam. Truk ada 79
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Di Sini”. Bagian ini kelas melalui langkah pertama, Menghadapkan sebuah Dilema. Sebagaimana kamu baca melalui salinannya, identifikasi berbagai sub langkahlangkahnya. CATATAN: Berikut salinan yang menunjukkan sebuah contoh dari guru yang menggunakan cerita dilema moral dalam mata pelajaran PPKn atau IPS. Kelas ini membahas pokok bahasan Sejarah Indonesia dengan sub pokok bahasan perkembangan organisasi buruh. Guru: Selamat pagi. Dalam beberapa hari terakhir ini, kelas kita telah mencermati beberapa kondisikondisi yang dihasilkan dalam perkembangan organisasi-organisasi buruh di Indonesia. Pendapat-pendapat apa saja yang secara nyata ada dalam pikiran kalian seperti yang telah terdapat dalam materi yang berhubungan dengan sejarah perburuhan? Anna: Kita telah mempelajari bahwa para pekerja pabrik dan tambang berada dalam kondisi yang amat buruk. Guru: Apa yang kamu kamu maksudkan dengan kondisi yang buruk? Anna: Baik, para pekerja tambang bekerja dalam waktu yang panjang dan tidak dibayar amat banyak 80
Proses Pembelajaran
Deri: Beberapa orang bahkan mendapat luka yang serius ketika mereka bekerja Guru: Bagaimana masyarakat dimana para buruh itu bekerja? Pani: Kondisi di sana buruk juga Anna: Ya, seperti perumahan yang jelek dan fakta bahwa mereka tidak pernah mempunyai banyak uang. Budi: Kota-kota di pertambangan mempunyai tokotoko dimana para pekerja membeli semua kebutuhan mereka Deni: Tetapi tidakkah mereka telah mencoba untuk memulai organisasi buruh merubah berbagai keadaan itu? Mega: Ya, para buruh tambang telah mencoba mengajak para pekerja untuk secara bersama bergabung memprotes masalah-masalah keselamatan dalam bekerja, upah yang rendah, dan waktu bekerja yang lama. Budi: Mereka telah memprotes melalui pemogokan 81
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Guru: Berapa dari kamu yang mengetahui seseorangkeluarga atau tetangga- yang menjadi anggota dalam beberapa organisasi buruh? Sebagai besar siswa mengangkat tangan-tangan mereka untuk menunjukkan bahwa mereka mengetahui seseorang yang menjadi anggota dalam organisasi buruh. Baiklah, Berapa dari kalian yang mengetahui seseorang yang ikut serta dalam pemogokan sebagai bagian dari protes organisasi? Setengah dari siswa mengangkat tangan-tangan mereka? ISTIRAHAT (JEDA) Guru: Bagaimana para keluarga bisa bertahan sementara suami atau isteri tidak bekerja? Suriati: Mereka tidak punya uang dan tidak dapat membeli makan dan bahan-bahan. Pani: Mereka menggunakan tabungan mereka ! Raihanah: Bagaimana kalau mereka tidak mempunyai tabungan?
82
Proses Pembelajaran
Pani: Saya ingat ketika membaca tentang pemogokan Pullman. Organisasi minta bagian sebagai hak organisasi untuk memberikan bantuan dana dalam menolong para pekerja dalam kasus yang mereka sebut pemogokan. Suriati: Jadi organisasi mempunyai tabungan-tabungan yang mereka gunakan ! Guru: Apakah kamu pikir para keluarga mengalami masa yang berat selama pemogokan? Raihanah: Ya, karena para pekerja tidak mendapatkan gaji mereka secara penuh. Guru: Baiklah, mari kita lihat kisah tentang sekelompok orang dalam masyarakat yang sedang melakukan pemogokan. Guru membagikan naskah cerita dari “ Hei, Sam, Truk ada di sini “ Berikan waktu beberapa menit dan baca cerita. Pikirkan tentang semua tokoh-tokoh dalam cerita dan apa masalah yang terlihat. Para siswa membaca seluruh kisah sampai selesai. Dapatkah seseorang menceritakan kepada kita dengan kata-katamu sendiri apa yang terjadi dalam kisah itu? 83
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Debbi: Seseorang yang bernama Sam bekerja di toko, toko grosir, yang menjual bahan-bahan kepada para pekerja yang sedang mogok. Pani: Sam adalah manajer ! Taty: Sam pernah bekerja sebagai penambang, jadi Sam adalah teman dari beberapa pemogok. Raihanah: Para pekerja tidak memperoleh tambahan uang lain dari organisasi Sarah: Kondisi para keluarga mereka sedang lapar ! Guru: Keluarga-keluarga siapa? Sarah: Para pemogok Deri: Ya, anak-anak punya jatah makan siang yang lebih sedikit. ISTIRAHAT (JEDA) Guru: Apakah ada tokoh lain lagi dalam kisah ini? Sam dan para pekerja tertentu yang terlihat. Apakah seseorang yang lain juga terlibat? 84
Proses Pembelajaran
Daud: Atasan Sam, pemilik toko Budi: Dan ia minta kepada Sam untuk tidak memberikan kredit (menghutangi) kepada para pekerja tambang yang mogok. Guru: Mengapa kamu pikir atas Sam tidak akan memberikan kredit (menghutangi)? ISTIRAHAT (JEDA) Anna: Sebab ia juga pemilik tambang Budi: Ia pemilik setengah dari tambang Anna: Tetapi ia mau pemogokan diakhiri. Tapi mengapa ia tidak mau memberikan lebih banyak kredit (menghutangi) Guru: Mengapa para pemogok begitu membutuhkan kredit? Daud: Karena mereka tidak mendapat gaji tambahan? Guru: Siapa yang mengetahui apa yang dimaksud dengan pemberian “gaji tambahan” 85
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Sarah: Tidakkah itu uang yang disimpan organisasi untuk digunakan dalam peristiwa pemogokan? Pemogokan yang terakhir begitu lama berakhirnya. Guru: Baiklah, beberapa pekerja menghendaki gaji tambahan. Kisah ini juga berkaitan dengan lubang hitam. Apakah yang kamu pikir dengan hal itu? Pani: Tambang ! Guru: Tetapi mengapa mereka sebut dengan lubang hitam? Anna: Sebab tidakkah mungkin resiko yang besar sekali untuk bekerja di bawah sana. Kisah itu mengatakan bahwa itulah alasan mengapa mereka melakukan mogok sebagai alasan pertama. Guru: Terima kasih, Anna. Ingat tulisan yang telah kita bahas yang menyatakan bahwa banyak kehidupan yang hilang dalam pekerjaan-pekerjaan menambang dari pada pekerjaan-pekerjaan yang lain?
86
Proses Pembelajaran
ISTIRAHAT (JEDA) Guru: Baiklah, Mari kita daftar pada papan tulis perbedaan karakter tokoh yang terdapat dalam kisah. Para siswa membaca kembali daftar karakter tokohtokoh seperti yang guru tulis pada papan tulis. Budi: Kita melupakan anak perempuan Sam. Sam mencoba menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi. Guru: Mengapa itu penting bagi kita untuk mengingat anak perempuan Sam? Mega: Sebab Sam butuh untuk tetap pada pekerjaannya. Guru: Baiklah, apakah masalah Sam dalam kisah ini? ISTIRAHAT (JEDA) Suriati: Sam berada di tengah-tengah ! Guru: Suriati, apa yang kamu maksud dengan Sam sedang berada di tengah-tengah?
87
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Suriati: Baiklah, para temannya ingin Sam - atau berharap pada Sam - memberikan mereka makanan dengan kredit (hutang), dan pemilik toko minta Sam, agar ia lebih baik tidak memberikan kredit (hutang). Taty: Pemilik toko minta Sam untuk mencari pekerjaan lain, jika ia memberikan kredit (hutang) kepada para pemogok. Riduan: Ya, dan truk telah tiba dan Sam lebih baik memutuskan pendiriannya. LANGKAH 2 MENYATAKAN POSISI SEMENTARA a.
Memikirkan Posisi Masing-Masing Individu Setelah para siswa berhadapan dengan kisah dilema, mereka membutuhkan kesempatan untuk berpikir tentang pertanyaan terakhir. Satu keadaan dari kisah dipahami lebih jelas. Suatu kondisi yang tenang barangkali mendorong secara serius kepada para siswa untuk memikirkan pertanyaan tindakan: “ Sebaiknya Sam memenuhi permintaan makanan, ketika truk tiba?” b.
Menentukan Posisi Masing-Masing Individu Setelah setiap orang punya kesempatan untuk berpikir tentang pertanyaan tindakan, waktu tambahan yang telah diberikan untuk menentukan 88
Proses Pembelajaran
posisi secara individual terhadap tindakan dan untuk menunjukkan alasan bagi tindakan. Kamu mungkin ingin meminta para siswa untuk menggunakan kartu berukuran 3x5cm atau kembali pada handout dilema dan menulis di bawahnya dua tanggapan: [1] Respon pertama “ ya “ atau “tidak” terhadap pertanyaan tindakan, dan [2] alasan perorangan untuk menjawab ya atau tidak. Menuliskan tanggapan-tanggapan secara pribadi menghindari konflik bersamaan dengan tekanan teman-teman, dapat mendorong beberapa siswa untuk memberikan tanggapan dalam bentuk tertentu. Ini adalah waktu untuk berpikir secara pribadi dan menunjukkan tanggapan sebagai persiapan yang penting diskusi kelas. Para siswa membutuhkan waktu untuk berpikir tentang alasanalasan utama mereka sendiri dan juga untuk mendengar berbagai alasan-alasan yang lain. Setelah semua itu, masa jeda kelas akan disediakan untuk menggali berbagai tanggapan terhadap cerita dilema. Jika para siswa secara serius menyiapkan tanggapan yang mereka miliki terhadap dilema, mereka akan dapat menyajikan dan mempertahankan posisi-posisi yang mereka pilih dan mendengarkan posisi-posisi yang lain. Para guru akan menekankan pada bentuk sementara dari tanggapan pertama yang muncul. Setiap orang yang pada akhirnya merubah posisinya dan alasannya kemudian mengadopsi elemen-elemen tambahan dari diskusi ke dalam kerangka berpikir yang dimilikinya. c.
Menentukan Posisi Kelas Setelah menolong para siswa menentukan posisiposisi mereka secara individual terhadap tindakan 89
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
tokoh utama dalam kisah dilema telah ditetapkan, kamu butuh menentukan tanggapan-tanggapan berbeda di antara seluruh kelas. Menentukan sejumlah ketidaksepakatan terhadap tindakan tokoh utama, menolong kamu mengetahui apakah pertentangan pendapat-pendapat yang ada akan membantu mendorong diskusi. Kamu mungkin meminta para siswa untuk menyatakan kepada seluruh siswa terhadap posisi mereka dengan menggunakan berbagai metode pemungutan suara: 1) Minta para siswa untuk menunjukkan posisiposisi mereka dengan mengangkat tangan. Tiga posisi mungkin ditentukan, ya, tidak dan tidak memutuskan. Kamu barangkali juga minta para siswa untuk menutup mata mereka untuk metode ini, jika kamu rasa bahwa tekanan sesama teman menolong untuk menentukan posisi-posisi dalam kelas. 2) Beragam metode menunjukkan tangan termasuk minta para siswa untuk memberikan tanggapan berupa “ menunjukkan ibu jari untuk menyatakan setuju”, “menurunkan ibu jari tanda tak setuju”, atau “ melipat tangan tanda tidak memutuskan” terhadap pertanyaan dilema. Diskusi yang baik terhadap dilema moral tergantung pada ketidaksepakatan awal di antara anggota kelas terhadap apa yang tokoh sebaiknya atau tidak lakukan. Kamu akan menentukan pembagian yang tepat dalam kelas sejauh yang dapat kamu putuskan, apakah untuk mengikuti diskusi dilema sesungguhnya atau mengambil sikap terhadap alternatif dilema di kelas. Sekali 90
Proses Pembelajaran
kamu tentukan bahwa para siswa tidak setuju terhadap tindakan yang tepat, kamu memiliki kelas yang terbaik untuk langkah berikutnyadiskusi terhadap alasan-alasan untuk mengambil posisi terhadap pertanyaan tindakan: “ Sebaiknya Sam memenuhi permintaan makan ketika truk tiba? “ d.
Menentukan Alasan-Alasan untuk Posisi Masing-Masing Individu Setelah menentukan bahwa anggota-anggota kelas tidak setuju terhadap tindakan yang tepat. Kamu sebaiknya menolong para siswa untuk memulai menyatakan beberapa alasan mereka untuk membuat keputusan. Menghabiskan sedikit waktu meminta orang yang berbeda dalam kelas untuk secara sukarela menghubungkan alasan mereka dengan kisah dilema. Mendaftar beberapa variasi alasan pada papan tulis atau hanya menyebutkan beberapa variasi alasan yang secara individu yang terekam selama masa penentuan awal akan menolong mempersiapkan para siswa untuk diskusi kelompok kecil dan akan juga menunjukkan pada para siswa bahwa orang mempunyai sejumlah alasan berbeda untuk merekomendasi posisi tindakan tertentu. CATATAN: Jangan memutuskan dilema sesungguhnya dengan amat cepat bahkan jika di kelas tidak jelas pembagian terhadap tindakan yang tepat. Berikan beberapa menit untuk menggali alasan yang para siswa miliki, bahkan jika mereka setuju terhadap posisi 91
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
tindakan awal. Kemudian, jika tidak berkembang pembagian, teruskan dilema alternatif dalam perencanaan mengajar Salinan diskusi kelas tentang “ Hei, Sam, Truk ada Di sini “ dipaparkan di bawah ini dan menyajikan tahapan kedua Menyatakan Posisi Sementara, dari Proses Pembelajaran. Guru: Saya akan senang setiap dari kamu selama beberapa menit untuk berpikir tentang situasi Sam. Kamu sebaiknya mempertimbangkan semua keadaan dan berbagai implikasi terhadap tokoh yang berbeda karakternya dalam kisah. ISTIRAHAT (JEDA) Ambil satu kartu berukuran 3x5cm yang saya letakkan di meja, dan tulis di bawahnya dua hal. Pertama, nyatakan posisi dengan “ya” atau “tidak” apa yang kamu pikir Sam sebaiknya lakukan. “Ya” jika kamu pikir bahwa Sam sebaiknya memenuhi permintaan ketika truk tiba; dan “tidak” jika kamu pikir ia tidak melakukannya. Buat tanggapan secara perorangankamu akan memiliki kesempatan untuk melihat bagaimana orang lain memutuskan nanti! Kedua, tuliskan alasan untuk menentukan posisi. Mengapa kamu pikir Sam sebaiknya memenuhi atau tidak memenuhi permintaan. Dua hal di atas kartu, ya atau tidak terhadap pertanyaan dilema dan mengapa kamu mendukung posisi tersebut.
92
Proses Pembelajaran
Heri: Bagaimana jika saya tidak mengetahui? Guru: Apa yang kamu maksudkan, Heri? Heri: Baiklah, saya tidak dapat memutuskan Guru: Baiklah, Coba tentukan posisi jika mungkin. Coba untuk menentukan mana posisi yang kamu rasa lebih kuat. Jika itu tidak mungkin dan kamu sungguh-sungguh tidak bisa memutuskan, tulis berikut di atas kartumu; pertama, tunjukkan keputusan kamu dengan menandai pertanyaan dari “ya” atau “tidak”; kedua, sedikitnya dua pertanyaan yang kamu akan sukai untuk dijawab, guna menolong kamu untuk membuka pikiranmu. Setiap orang yang juga tidak bisa memutuskan, boleh mengikuti prosedur yang sama. Para siswa menggunakan beberapa menit menulis tanggapan-tanggapan mereka pada kartu-kartu Guru: Apakah setiap orang sudah selesai menulis di kartu? Saya perlu untuk mengetahui berapa jumlah kalian yang setuju dan tidak setuju terhadap apa yang Sam lakukan. Kita akan dapat menentukan dengan menunjukkan tangan. Jika kamu telah menulis pada kartumu bahwa Sam
93
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
sebaiknya memenuhi permintaan ketika truk tiba, angkat tanganmu Dua puluh siswa mengangkat tangan-tangan mereka Guru: Baiklah, berapa jumlah orang yang menunjukkan di atas kartu bahwa Sam sebaiknya tidak memenuhi permintaan? Lima siswa mengangkat tangan Adakah beberapa orang yang tidak dapat memutuskan dengan satu cara dengan cara yang lain? Heri dan satu siswa yang lain mengangkat tangan mereka Suriati: Lihat. Hampir setiap orang berkata bahwa kamu sebaiknya menolong teman-temanmu Guru: Mengapa demikian? Apakah beberapa dari alasan yang kamu telah tulis adalah untuk mengusulkan bahwa Sam sebaiknya menolong temantemannya untuk memenuhi permintaan makanan? Diana: Sebab kamu sebaiknya menolong temantemanmu
94
Proses Pembelajaran
Guru: Mengapa itu begitu penting? Diana: Teman-teman adalah penting. Orang tidak memiliki banyak teman, dan di samping itu, beberapa orang sedang dalam keadaan lapar. Sebelum truk tiba dan menjelaskan padanya bahwa jika ia menolong orang secara pantas, yang tidak semestinya bagi mereka, ia tidak hanya akan mendapat dukungan tetapi akan diberikan pembayaran terhadapnya. Apakah kamu pikir Sam akan lakukan? ISTIRAHAT ( JEDA) Berikan beberapa menit untuk berpikir tentang situasi baru. Semua keadaan sama kecuali pemilik memanggil Sam sekali lagi dengan kata-kata baru. Guru menunggu, tetapi beberapa siswa menunjukkan mereka ingin memberikan tanggapan Guru: Baiklah, beberapa orang tentu mau berkomentar terhadap hal yang baru dari kisah ini, tetapi pertama saya ingin mengetahui sesuatu. Berapa dari kamu yang sekarang berpikir bahwa Sam sebaiknya memenuhi permintaan? Silahkan angkat tanganmu Lima belas siswa mengangkat tangan
95
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Berapa yang masih merasa bahwa ia tidak akan memenuhi? Tujuh siswa mengangkat tangan mereka Dan, yang tidak memutuskan? Heri mengangkat tangannya Guru: Baiklah, ini beberapa aspek dari situasi untuk berpikir tentangnya. Saya akan senang kamu menggunakan waktu dalam kelompok lebih kecil, di mana kamu akan berkesempatan untuk mendiskusikan posisi kamu dan pikiranpikiranmu tentang Sam, pemilik toko dan pekerja yang melakukan mogok. LANGKAH 3 MENGUJI ALASAN a.
Menguji Alasan-Alasan dalam KelompokKelompok Kecil Sebelum seluruh kelas mulai mendiskusikan kisah dilema, para siswa memerlukan kesempatan untuk bertemu dalam kelompok-kelompok kecil untuk menguji alasan-alasan mereka dan mengabsahkan posisi tindakan mereka. Pertemuan dalam kelompok kecil menjamin bahwa setiap individu punya kesempatan untuk bertukar pikiran dengan siswa lain sesama anggota kelas. Prioritas waktu ini digunakan untuk kegiatan diskusi kelas terbuka yang lebih luas membolehkan kelompok 96
Proses Pembelajaran
berpikir tentang alasan-alasan yang berbeda terhadap setiap posisi tertentu dan menguji kemampuan yang lain untuk mempertahankan posisi. 1)
Mengatur Kelompok-Kelompok Kecil Teori Kohlberg mengemukakan bahwa para siswa perlu mendengarkan alasan pada tahapan berikutnya yang lebih tinggi bagi terjadinya perkembangan moral. Pendekatan yang menggunakan teori Kohlberg yang diuraikan dalam buku ini berasumsi bahwa pada sejumlah individual di kelas, yakni para siswa bertindak pada tahapan-tahapan perkembangan moral yang berdekatan. Oleh karena itu, kelompok-kelompok bekerja bersama terhadap tugas-tugas yang berfokus pada kemungkinan memaksimalkan alasan dari para siswa untuk mendengar pandangan tentang hal-hal lain yang membahas isu-isu tertentu. Dalam kelompok-kelompok kecil, para siswa mengerjakan tugas-tugas yang menghendaki mereka untuk menjelaskan, merumuskan dan mendengarkan alasan-alasan dari posisi tertentu. Di samping itu beberapa tujuan berhubungan secara langsung dengan perkembangan moral, bahwa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil adalah menolong para siswa untuk mencapai sejumlah tujuan lain yang berhubungan dengan keterampilan-keterampilan belajar dan konsep diri. Bekerja dalam kelompok-kelompok kecil menolong para siswa menyelesaikan tugas spesifik dalam mengembangkan keterampilan-ke97
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
terampilan mendengarkan, dan menjadi sadar untuk menerima berbagai pendapat. Para guru yang tidak segera menggunakan penyebaran kelompok kecil dalam kelas, perlu memikirkan beberapa waktu tambahan. Para siswa butuh bersosialisasi dengan aktivitasaktivitas kelompok kecil. Para guru sebaiknya memilih tugas-tugas yang cocok dengan pengalaman dan kemampuan-kemampuan para siswa mereka. Sebagai peraturan umum yang menonjol sekali, aktivitas-aktivitas kelompok sebaiknya dimulai dengan tugas-tugas yang relatif sederhana seperti mendaftar semua alasan para anggota dalam kelompok dan menyeleksi dua alasan terbaik dari daftar itu. Setelah para siswa menunjukkan kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas sederhana, itu tepat untuk melanjutkan pada tugas-tugas yang lebih kompleks, seperti menentukan peran atau menyiapkan untuk melakukan debat. Kemampuan para siswa untuk bekerja dalam kelompok-kelompok kecil tergantung pada keahlian guru. Guru dapat menggunakan sejumlah kegiatan untuk menolong kelompok bekerja dan mengalami keberhasilan, dengan cara-cara: a) Berikan tugas-tugas dengan rumusan yang jelas dan berhubungan dengan dilema dan memperhitungkan kemampuan-kemampuan para siswa. Kartu-kartu tugas yang menyatakan tujuan-tujuan khusus bagi kerja kelompok menolong kelompok98
Proses Pembelajaran
b)
c)
d)
e)
kelompok untuk memfokuskan pada tugastugas yang diberikan. Selama kamu berjalan dari kelompok ke kelompok, masuki kelompok-kelompok tanpa menganggu diskusi. Guru sebaiknya memasuki kelompok sebagai pendengar dan membuat keputusan secara tepat didasarkan atas bagaimana sebaiknya kelompok-kelompok bekerja untuk melengkapi tugas yang diberikan. Tindakan-tindakan yang tepat bagi para guru termasuk mengajukan pertanyaanpertanyaan tipe melacak, dan memberikan tugas-tugas tambahan yang bermakna, akan menolong kelompok menyiapkan diskusi kelas. Kelompok kecil menghendaki dukungan lebih tinggi dari tingkat keramaian biasa dalam kelas. Para guru sebaiknya sering mundur menjauh dari kelompok dan mengamati ke dalam kelas untuk mendapatkan gambaran bagaimana kelas bekerja dalam tatanan kelompok kecil. Para guru sebaiknya berupaya melakukan bermacam-macam kegiatan dan tugas kelompok kecil dari pelajaran ke pelajaran. Para guru mungkin menemukan cara yang menolong dalam mencatat berbagai diskusi yang menempatkan kelompok-kelompok dalam melaksanakan diskusi-diskusi kelas.
Secara umum, para guru sebaiknya menggunakan beragam strategi pembentukan 99
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
kelompok yang didasarkan atas kemampuan para siswa dan/atau bentuk dilema. Kelompok kecil yang bekerja dibawa langsung ke dalam aktivitasaktivitas kelas yang lain, dan kelompok kelompok dalam kurikulum regular akan meningkatkan kualitas pelajaran perkembangan moral. 2)
Strategi-Strategi Kelompok Kecil • Strategi A ( Kelompok yang Sama Pilihan ) Penyebaran: Bagi kelas ke dalam kelompokkelompok yang terdiri dari 5 sampai 8 siswa. Setiap kelompok akan terdiri dari individu-individu yang setuju dengan tindakan yang tepat dalam dilema Tugas Siswa: Setiap kelompok mengisi daftar alasan-alasan untuk mendapatkan posisi yang dipilih. Setelah kelompok-kelompok bekerja untuk jangka waktu yang ditentukan pada tugas permulaan, kemudian mereka memilih dua alasan yang terbaik yang mereka pikir mencerminkan pembelaan terbaik dari posisi mereka atas dilema moral. Catatan untuk Guru: Kamu sebaiknya berjalan dari kelompok ke kelompok, jika perlu menolong setiap kelompok mengembangkan daftar alasan-alasan mereka. Setelah berjalan sekitar 15 menit kelompok bekerja, minta catatan dari setiap
100
Proses Pembelajaran
kelompok untuk melaporkan daftar terakhir dari alasan-alasan terbaik. Karena kamu akan memiliki beberapa kelompok yang bekerja dalam mendaftar alasanalasan yang memilih posisi berlawanan terhadap dilema moral. Diskusi kelas secara keseluruhan difokuskan pada penalaran moral, dan akan diikuti pelaporan dari kelompokkelompok. Mendorong para siswa untuk menantang satu alasan yang lain dan menolong memfokuskan dialog pada mengapa individu-individu meyakini satu alasan lebih tepat dari yang lain. Diskusi akan sering terfokus pada dua atau tiga alasan yang bertentangan. Jika diskusi kelas secara keseluruhan menjadi begitu berulang-ulang atau berjalan lambat, gunakan pertanyaan lacakan sebagai alternatif dilema untuk memfokuskan kembali diskusi atau mencek konsistensi dari alasan para siswa terhadap posisi tertentu. Sering-sering minta para siswa yang tidak aktif dalam diskusi untuk menyimpulkan dialog atau minta pendapat mereka dalam diskusi. •
Strategi B (Kelompok yang Beragam Pilihan) Penyebaran: Atur kelas ke dalam kelompokkelompok kecil dengan setiap kelompok terdiri dari anggota-anggota yang setuju, 101
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
yang tidak setuju, dan yang belum mampu memutuskan posisi terhadap tindakan pada dilema. Sebagai contoh, dalam strategi ini kelompok mungkin terdiri dari dua atau tiga individu-individu yang berpikir Sam sebaiknya memenuhi permintaan, tiga atau empat yang berpikir bahwa Sam sebaiknya tidak memenuhinya, dan siswa yang tidak dapat memutuskan. Tugas Siswa: Minta para siswa dalam kelompokkelompok beragam untuk mendiskusikan posisi-posisi dan alasan-alasan mereka dan selanjutnya menghasilkan daftar yang berisi dua alasan terbaik (sesuai dengan kelompok) mengapa Sam sebaiknya memenuhi permintaan, dan dua alasan terbaik mengapa Sam sebaiknya tidak memenuhinya. Catatan untuk Guru: Satu dari tujuan strategi ini adalah agar para siswa mendiskusikan dilema setiap posisi dari tindakan yang merupakan tugas dari kelompok yang bertitik tolak pada alasan ketimbang posisi awal. Diskusi kelas umum sebaiknya mengikuti laporan-laporan kelompok. Dengan strategi ini, kamu mungkin menemukan cara menolong kelompok-kelompok mencatat alasan-alasan terbaik mereka pada papan tulis, jadi setiap orang dapat 102
Proses Pembelajaran
melihat cara-cara berbeda dalam berpikir tentang dilema. •
Strategi C Penyebaran: Setelah menentukan pembagian kelas terhadap tindakan, bagi kelas ke dalam kelompok-kelompok terdiri dari 5 sampai 8 siswa yang merupakan anggotaanggota setuju tentang tindakan yang tepat terhadap dilema. Tugas Siswa: Para anggota dari setiap kelompok berbagi alasan-alasan mereka untuk menentukan posisi-posisi yang mereka pilih. Berikan setiap kelompok 5 atau 10 menit untuk bertukar alasan-alasan. Setiap siswa sebaiknya mencatat alasan-alasan yang dikemukakan dalam kelompok. Catatan untuk Guru: Guru sebaiknya berjalan dari kelompok ke kelompok untuk mendengarkan diskusi. Berikutnya, atur kembali kelompok-kelompok ke dalam bentuk, separuh kelompok yang menyatakan satu posisi yang mengalami perubahan tempat, dengan separuh dari kelompok yang menyatakan posisi berlawanan dalam tindakan. Para anggota dari kelompokkelompok yang baru (sekarang campuran) mengerjakan tugas-tugas berikut:
103
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
a) Laporkan terhadap kelompok setengah yang lain dari alasan-alasan kelompok mereka yang dikembangkan dalam diskusi sebelumnya. b) Diskusi alasan-alasan. Secara khusus, setengah kelompok baru akan menantang alasan-alasan yang dikemukakan oleh setengah kelompok yang lain dan ajukan pertanyaan tentang mengapa mereka berpikir bahwa alasan-alasan mereka dianggap baik. c) Setengah kelompok yang baru kemudian membahas tiga sampai 5 menit dan memutuskan alasan yang dikemukakan setengah kelompok lain kelihatan lebih tepat. Mereka menentukan bahwa alasan yang mereka dengar dari setengah kelompok yang lain yang dikemukakan- bukan alasan yang mereka perlu setujui. Sebagai contoh, tiga siswa yang yakin bahwa Sam sebaiknya memenuhi permintaan, akan mencoba untuk setuju pada alasan (lebih dapat diterima mereka) terbaik yang mereka dengar dari kelompok yang yakin bahwa Sam sebaiknya tidak memenuhi permintaan makanan untuk teman-temannya, para pekerja tambang. d) Kelompok-kelompok melaporkan keputusan-keputusan mereka terhadap kelas dengan menekankan secara khusus pada mengapa setiap bagian 104
Proses Pembelajaran
kelompok memilih alasan tertentu yang lain-lain telah dikemukakan. Guru mungkin akan menyiapkan kertas tugas kelompok yang menjelaskan tugas-tugas kelompok-kelompok kecil untuk strategi ini. Berikan cukup waktu untuk kelompok-kelompok dalam mengerjakan tugas-tugas. Strategi ini menekankan analisis terhadap alasan yang digunakan oleh setiap individu-individu yang mengusulkan posisi tindakan yang berlawanan. •
Strategi D Penyebaran: Setelah beberapa diskusi kelas terhadap dilema dan alasan-alasan dari posisi individu tertentu, bagi kelas ke dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 5 sampai 8 siswa. Tugas Siswa: Minta setiap anggota kelompok untuk mengajukan suatu pendapat tentang peranan tertentu dalam dilema dan pertimbangkan, dari pandangan tokoh, apa yang sebaiknya tokoh utama dalam dilema lakukan dan mengapa. Catatan untuk Guru: Setelah kelompok bertemu, anggotaanggota dari setiap boleh mempresentasikan tokoh mereka dalam dialog 105
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
utama tentang dilema. Diskusi sebaiknya tetap pada mengapa tokoh yakin tindakan yang dipilihnya adalah benar. Strategi ini secara khusus digunakan untuk menolong para siswa berpikir tentang cerita dilema dari pandangan-pandangan dan peran yang berbeda. Strategi E Jika para siswa kamu tidak setuju dengan posisi tindakan dalam cerita dilema ( bahkan setelah menggunakan dilema-dilema alternatif yang digunakan dalam Perencaanan Mengajar ), kamu mungkin ingin menggunakan strategi yang mengabaikan penentuan keputusan terhadap tindakan dan meneruskan diskusi dengan menekankan pada alasan-alasan yang berbeda. •
Penyebaran: Bagi kelas ke dalam 4 kelompok Tugas Siswa: Minta dua dari kelompok untuk mengajukan memilih posisi “ya” terhadap pertanyaan dilema dan dua kelompok yang lain untuk memilih posisi “tidak”. Minta kelompok-kelompok untuk memikirkan terhadap seluruh alasan yang berbeda dari yang mungkin diberikan orang untuk menanggapi apakah “ya” atau “tidak” terhadap pertanyaan.
106
Proses Pembelajaran
Catatan untuk Guru: Setelah memberikan kelompok cukup waktu untuk membahas daftar alasanalasan, minta kelompok-kelompok untuk menolong kamu menuliskan di papan tulis daftar alasan-alasan berdasarkan kategori setiap tindakan ( ya dan tidak ). Setelah kamu mempunyai berbagai alasan yang telah disusun dalam daftar, kamu dapat minta kelas untuk menunjukkan alasan yang lebih dapat diterima bagi mereka sebagai jalan pembenaran yang secara khusus diikuti oleh tindakan. Kamu barangkali bahkan minta mereka untuk menyusun peringkat alasan yang telah didaftar, minta mereka untuk mendiskusikan mengapa itu lebih dapat diterima. Sebaiknya dimulai dengan diskusi terhadap pertimbangan moral. 3)
Para Siswa yang tidak Memutuskan Beberapa strategi yang disarankan sering dilakukan untuk menata kelas sesuai dengan posisi-posisi secara individual terhadap pertanyaan tindakan. Para siswa yang tetap tidak memutuskan terhadap keputusan tindakan mungkin dapat berpartisipasi dalam berbagai cara. a) Para siswa yang tidak memutuskan boleh bersama sejumlah kelompok dengan tanggung jawab yang jelas dalam mendengarkan diskusi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang alasanalasan terhadap posisi-posisi tertentu. 107
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
b) Para siswa yang tidak memutuskan dapat juga membentuk kelompok yang terpisah untuk mengembangkan daftar dari pertanyaan-pertanyaan yang mereka akan sukai untuk dijawab oleh kelompokkelompok lain untuk menolong mereka menghasilkan keputusan. c) Para siswa yang tidak memutuskan dapat mencatat berbagai alasan yang diberikan selama diskusi kelas dan memilih apa yang mereka pikir dan tunjukkan sebagai alasanalasan terbaik yang diberikan untuk setiap posisi tindakan. b.
Menguji Alasan-Alasan yang Berbeda terhadap Istilah dalam Isu-Isu, Dilema-Dilema yang Serupa, Konsekuensi-Konsekuensi dan Dilema-Dilema Sebelumnya Sebuah diskusi bergerak dari kelompokkelompok kecil ke dalam diskusi kelas, kisah dilema barangkali dapat dianalisa dalam istilah: Isu-Isu: Setiap masalah sosial atau moral mengandung sejumlah isu-isu moral yang spesifik. Metode yang terbaik untuk memfokuskan pada isu-isu tertentu adalah menggunakan satu dari pertanyaan-pertanyaan lacakan yang diberikan dalam Perencanaan Mengajar. Guru sebaiknya mencoba mengenalkan isu yang dihubungkan dengan pertanyaan lacakan dengan jalan tidak mengganggu jalannya diskusi siswa. Mengenalkan isu yang dihubungkan dengan pertanyaan 108
Proses Pembelajaran
lacakan sama seperti para siswa mulai untuk berbicara tentang isu-isu tertentu atau ketika diskusi nampak berjalan lambat dan isu belum cukup dibahas. Sebagai contoh, jika para siswa kamu tidak mendiskusikan apakah Sam punya kewajiban terhadap pemilik toko, kamu mungkin mengenalkan lacakan “Apakah Sam punya kewajiban terhadap pemilik toko? Mengapa ya atau mengapa tidak?” Dilema-Dilema yang Serupa: Dilema yang serupa adalah berbagai kisah atau situasi yang berhubungan secara langsung dengan dilema yang sedang dibahas. Dilema yang serupa adalah serupa dalam istilah-istilah atau keadaan-keadaan dan mengandung isu-isu moral yang sama. Para siswa mungkin menunjukkan dilemma-dilema serupa; kamu mungkin berpikir tentang situasi-situasi serupa yang lebih bermakna untuk kehidupan-kehidupan atau pengalamanpengalaman para siswa; atau kamu mungkin menemukan materi-materi dari surat-surat kabar atau majalah lokal yang menyajikan situasi dilema serupa tentang cerita yang kamu dan kelas bahas. Jika kelas menghadapi kesukaran menganalisis dilema tertentu, kamu bisa menyajikan dilema serupa untuk menolong mendorong diskusi kelas lebih produktif. Sebagai contoh, siswa-siswa kelas 3 SMP yang membahas kasus Walter Hickel, mereka tidak dapat benar-benar terlibat dalam diskusi terhadap dilema apakah Walter Hickel akan meletakkan jabatan atau tidak, pada posisinya dalam kabinet sebagai Sekretaris 109
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Pribadi, sebab ia tidak percaya terhadap semua aktivitas-aktivitas kerja Nixon. Oleh karena itu, guru bisa mengenalkan situasi lain yang menyangkut seorang siswa SMP yang telah ditetapkan sebagai bendahara pada OSIS, hanya untuk menemukan bahwa anggotaanggota lain dari OSIS yang merencanakan aktivitas sosial, secara sengaja akan melakukan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok lain di sekolah. “ Sebaiknya siswa itu mengundurkan diri dari posisi bendahara ketimbang sebagai bagian dari yang aktivitas sosial direncanakan?”. Ternyata para siswa mulai amat hidup diskusinya terhadap isu-isu yang dihubungan dengan situasi serupa. Konsekuensi-Konsekuensi: Banyak diskusi dari masalah-masalah sosial dan moral, biasanya termasuk berbagai pertimbangan terhadap konsekuensi-konsekuensi dari tindakan seseorang. Guru boleh memilih untuk mengawali diskusi dengan meminta para siswa membahas konsekuensi-konsekuensi yang berhubungan dengan salah satu bagian dari tindakan yang ditunjukkan dalam kisah dilema. Daftarlah berbagai konsekuensi dan pengaruhnya terhadap tokoh-tokoh tertentu dalam dilema yang mungkin berguna, prioritas langkah berikutnya adalah meminta para siswa menentukan posisi tindakan dan menunjukkan alasan. Berpikir dalam istilah konsekuensi-konsekuensi sebaiknya juga menolong para siswa memulai mempertimbangkan tambahan peran-peran dan 110
Proses Pembelajaran
pandangan-pandangan dalam setiap situasi. Fokus dari diskusi, bagaimanapun, akan tetap pada alasan terhadap posisi tertentu dan bukan keputusan “benar” yang didasarkan atas kekuatiran dari konsekuensi-konsekuensi moral. Dilema-Dilema Sebelumnya: Sebagaimana kamu menghadapkan para siswa dengan sejumlah masalah-masalah moral selama kegiatan pembelajaran pada tahun ajaran sekolah, banyak dari cerita-cerita akan menyangkut isu-isu serupa. Kamu mungkin menemukan para siswa yang memberi tanggapan dengan alasan yang tidak konsisten terhadap situasisituasi atau isu-isu serupa. Ini biasa, dan itu memberikan kesempatan untuk menolong para siswa memikirkan kemungkinan yang tidak konsisten dari alasannya terhadap isu-isu moral tertentu. Mengupayakan memecahkan kembali ketidakkonsistenan dan perjuangan dengan isuisu moral yang serupa seperti mereka menghadapi situasi-situasi berbeda, dapat memudahkan perkembangan moral. Guru sebaiknya menunjukkan beberapa ketidakkonsistenan secara terbuka, tidak mengancam dan dengan cara tidak menghakimi dan minta siswa untuk memikirkannya. Sebagai misal, guru dapat berkata, “ Tono, saya ingat bahwa menjelaskan kepada kita beberapa minggu yang lalu, bahwa orang tidak akan pernah melakukan apapun untuk menyakiti teman, sebab teman yang sama dapat menolong memberikan jalan keluar dari masalah pada suatu 111
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
waktu. Sekarang kamu berkata bahwa Sam sebaiknya memikirkan pemilik toko dan menghilangkan seluruh hal yang Sam dapat lakukan dengan memberikan kredit pada pekerja tambang yang mogok. Dapatkah kamu menjelaskan kepada kita sesuatu tentang bagaimana atau mengapa kamu merubah pikiranmu? “. Rupanya ketidakkonsistenan Tono tidak menunjukkan bahwa ia tidak merespon secara serius terhadap masalah yang didiskusikan, tetapi bahwa ia berjuang dengan pandangan-pandangan baru yang berkenaan dengan isu-isu tertentu. Penelitian menunjukkan bahwa sering ketika orang nampak tidak konsisten dalam pikiran mereka (disebut sebagai “ketidakseimbangan”), mereka mungkin mengalami pertumbuhan terbesar mereka dalam kematangan moral. Berikut salinan selanjutnya selama tahap ketiga dalam proses pembelajaran. Guru: Saya akan menyukai 11 orang yang menunjukkan bahwa mereka berpendapat bahwa Sam sebaiknya tidak memenuhi permintaan, untuk memisahkan diri ke dalam dua kelompok dan berkumpul pada sudut ini. Saya akan menyukai 15 atau lebih orang yang berpendapat bahwa Sam sebaiknya memenuhi permintaan, untuk memisahkan diri ke dalam tiga kelompok dan mengatur beberapa kursi di sekitar jendela untuk membentuk kelompokkelompok kamu. Heri, maukah kamu menggunakan beberapa waktu dalam kelom112
Proses Pembelajaran
pok “ya” dan kelompok “tidak” dan menulis beberapa catatan tidak resmi terhadap apa yang berlangsung, apa alasan-alasan yang mereka berikan untuk pandangan-pandangan yang saling berlawanan. Kemudian, barangkali, kita dapat mengawali diskusi besar kita dengan kesimpulanmu terhadap apa yang kamu dengar selama berlangsung diskusi dalam kelompok-kelompok. Sekarang, setiap kelompok kecil akan punya waktu 10 menit untuk mengerjakan tugas berikut: [1] berikan setiap orang kesempatan untuk menyampaikan alasannya dengan berkata bahwa Sam sebaiknya memberikan atau tidak memberikan kredit terhadap pekerja yang mogok; [2] lihat kamu dapat setuju terhadap alasan yang terbaik, alasan yang lebih dapat diterima untuk tindakan yang dipilih, [3] Berikan pertanyaan dengan cara baik dari kelompok kamu terhadap satu yang kamu sukai dari kelompokkelompok lain yang membicarakan posisi yang lain. Baiklah, bekerja dengan kelompokkelompokmu Diana: Tunggu dulu, apakah kita masih termasuk sesuatu yang kamu tambahkan terakhir tentang pemilik toko mengancam Sam dijebloskan dalam penjara? Guru: Ya, cerita adalah sama dengan pandangan yang saya tambahkan bahwa pemilik toko 113
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
menjelaskan pada Sam bahwa pemilik toko akan minta Sam ditahan, jika Sam memenuhi permintaan. Para siswa berdiskusi dalam berbagai kelompok dengan banyak pembicaraan dan komentar tentang dimana Heri akan pergi mendengarkan dan bagaimana Sam mungkin akan tinggal di pertambangan. Pembicaraan di dalam kelompok-kelompok kecil biasanya di sekitar tingkat kerumitan situasi dilema. Salinan ini akan terfokus pada dua kelompok kecil. Kelompok 1 Mega: Apa yang kita dukung untuk melakukannya? Marsih: Jelaskan kepada setiap orang mengapa kita berpikir Sam sebaiknya tidak akan memenuhi permintaan, ketika truk tiba. Dewi: Kemudian setiap orang di sini mengatakan “tidak” ! Suriati: Kita juga punya alasan terbaik dan menulis beberapa pertanyaan untuk diajukan selama diskusi terakhir, dan kita hanya punya waktu 10 menit. Mega: Baiklah, saya yang pertama. Saya tidak berpikir Sam sebaiknya memenuhi permintaan, sebab 114
Proses Pembelajaran
ia dapat kehilangan pekerjaannya dan anak perempuannya akan dikeluarkan dari sekolah. Debbi: Ya, loyalitasnya yang pertama adalah terhadap keluarga dan bukan terhadap organisasi buruh. Suriati: Di samping itu, pemilik toko telah menolong Sam dan Sam sebaiknya tidak menghilangkan kepercayaan yang pemilik toko berikan kepadanya. Dewi: Ada alasan lain yang saya pikir penting. Apakah jika ia menangkap dan pemilik toko menempatkan Sam di kantor polisi. Kemudian ia tidak memberikan keuntungan apa pun terhadap pemilik toko, keluarganya atau orang-orang yang mogok. Guru mendekati kelompok dan duduk dengan tenang mendengarkan diskusi Mega: Baiklah, apa alasan terbaik kita? JEDA Dewi: Kita belum mendengarkan Marsih Marsih: Saya setuju dengan Suriati. Sam tidak menghilangkan kepercayaan pemilik toko yang diberikan kepadanya. 115
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Debbi: Saya masih berpikir Sam sebaiknya pertama memikirkan keluarganya. Sesudah itu, ia telah menggunakan 25 tahun dalam pertambangan untuk membuat posisi keluarga lebih baik dalam kehidupan. Mengapa sebaiknya ia menanggung resiko untuk seluruh penambang? Suriati: Jika pekerja tambang adalah teman-teman baik, mereka sebaiknya tidak menempatkan Sam dalam situasu yang sulit. Teman-teman baik tidak akan melakukan sesuatu seperti itu kepada yang lain. Mega: Saya tidak berpikir tentang hal itu. Mari kita gunakan alasan Suriati sebagai alasan terbaik kita, ketika kita membicarakannya dengan orang lain. Guru bergerak ke arah kelompok lain. Kelompok 2 Deni: Baiklah, seperti saya katakan, Sam berada di suatu daerah pertambangan dan ia mungkin melakukan pemogokan, juga. Ia mengetahui bagaimana orang-orang rasakan dan jika ia dapat menolong mereka mencari jalan keluar, itu adalah kewajibannya, jika tidak, siapa yang akan melakukannya?
116
Proses Pembelajaran
Sarah: Tidakkah seseorang yang lain seperti pemerintah atau yang lain memberikan makanan kepada pekerja tambang itu? Sam sebaiknya tidak terkena akibatnya dari semua kesalahan itu. Budi: Tidak ada seorangpun yang menyalahkan Sam. Ia hanya terjadi pada posisi untuk menolong para temannya. Di samping itu, pemerintah tidak dapat datang ke sana memberi makanan pada setiap orang yang melakukan pemogokan. Raihanah: Ya, tetapi pemerintah sebaiknya menolong orang-orang itu. Budi: Lihat, bagaimana Sam dapat tinggal menetap di kota dan di lingkungan semua orang, jika ia tidak menolong mereka mendapat makanan. Itu bukan seperti perbuatan kriminal atau sesuatu – ia hanya menolong teman-temannya. JEDA Guru sedang mendengarkan diskusi kelompok Guru; Apakah kamu pikir Sam punya kewajiban terhadap pemilik toko? Sarah: Tidak seperti kewajiban terhadap temantemannya !
117
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Guru: Jelaskan kepada kita lebih banyak tentang itu, Sarah Deni: Tunggu sebentar, Sarah. Sam memberikan pemilik toko sesuatu. Sesudah itu, ia percaya Sam dapat mengatur toko. Sarah: Baiklah, mungkin, tetapi teman-teman Sam mengharapkannya. Deni: Dan pemilik toko mengharapkan Sam untuk melindungi toko Jusuf: Ya, dan pemilik toko kemudian melemparkan Sam ke dalam penjara itu tidak bersahabat. Kelompok tertawa saat Jusuf tiba-tiba memberikan komentar Guru: Tunggu sebentar. Jusuf hanya membuat kita memikirkan sesuatu. Apakah pemilik toko punya hak untuk meminta Sam untuk tidak memberikan kredit? JEDA Budi: Tentu, ia pemilik toko dan makanannya
118
Proses Pembelajaran
Guru: Jadi, jika saya setuju untuk menjaga sesuatu dari kepunyaanmu dan kamu memberikan saya perintah-perintah khusus untuk meminjamkan barang-barangmu kepada orang lain. Apakah saya punya kewajiban untuk memenuhi keinginan-keinginanmu? Budi: Ya Deni: Itu berbeda Guru: Mengapa? Deni: Dalam cerita orang-orang sedang lapar ! Guru: Jadi Sam punya hak untuk memberikan makanan pemilik toko? Raihanah: Tidak, tidak boleh Guru: Mengapa? Raihanah: Baiklah, mungkin ini adalah isu kepantasan Guru: Sekarang kamu mengatakan Sam sebaiknya tidak memenuhi permintaan, Raihanah? 119
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Raihanah: Saya tidak tahu. Orang-orang sebaiknya tidak dalam keadaan lapar, tetapi pemilik toko sebaiknya tidak dikurangi makanan miliknya. Guru: Baiklah, kamu punya waktu sekitar 2 menit untuk bekerja dalam kelompok kecil. Saya mau mendengarkan kelompok yang lain. Pikirkan tentang isu yang kalian diskusikan, dan bersiap untuk menjelaskan kepada setiap orang alasan terbaik untuk Sam untuk memenuhi permintaan. Atau jika beberapa di antara kamu telah berubah pikiran dari seluruh anggota, buat catatan untuk dirimu sendiri tentang apa yang kamu dengar dan merubah pikiran, dan bersiap untuk membaginya dengan kita semua. Guru minta kelompok-kelompok kecil untuk merubah meja-meja di sekeliling, jadi mereka dapat melihat satu dengan yang lain. Siswa duduk dalam bentuk lingkaran dengan meja-meja mereka, selanjutnya mulai diskusi yang melibatkan seluruh kelas. Guru: Heri, kamu masih duduk di antara beberapa kelompok. Apakah bentuk-bentuk alasan yang telah didiskusikan dalam berbagai kelompok tentang apa yang Sam sebaiknya lakukan? Heri: Orang-orang yang berkata Sam sebaiknya tidak memenuhi permintaan beralasan bahwa 120
Proses Pembelajaran
loyalitas pertama Sam adalah keluarganya. Mereka juga menyatakan bahawa jika Sam memberikan perbekalan, ia akan kehilangan kepercayaan yang diberikan oleh pemilik toko. Kelompok “ya” menyatakan bahwa perhatian pertama Sam sebaiknya terhadap teman-teman yang melakukan mogok. Guru: Heri, alasan-alasan mana yang kamu temukan yang paling menarik? Heri: Saya masih belum memutuskan. Ia punya kewajiban untuk menolong pemogok, tetapi tidak, jika ia mendapatkan resiko kehilangan pekerjaan dan mungkin akan ditahan. Sam akan mau menolong teman-temannya, tetapi juga tidak ingin masuk penjara. Saya masih belum tahu. Guru: Apakah kamu punya beberapa pikiran tentang apa yang Sam sebaiknya lakukan, Heri? Heri: Saya pikir ia sebaiknya mencoba untuk menolong para pemogok, tetapi ia sebaiknya tidak membuat dirinya kesulitan dengan pemilik toko. Pani: Tetapi Heri, kamu tidak dapat melakukan keduaduanya. Ia salah satunya adalah menolong teman-temannya atau tetap dengan pemilik toko.
121
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Guru: Saya dengar sejumlah siswa dari kelompok kecil mendiskusikan kewajiban Sam. Dapatkah seseorang dengan senang hati menjelaskan kepada siapa Sam punya kewajiban yang lebih besar? Tomi: Sam sebaiknya pertama memikirkan dirinya sendiri Duriah: Tidak, apakah jika semua pekerja membatalkan pemogokan di Pullman hanya melihat untuk diri mereka sendiri? Gerakan buruh tidak akan pernah memulai? Sarah: Itu benar, tetapi itu lebih dari hanya mencoba untuk menjaga organisasi bersama. Kelompok kita membicarakan tentang kewajiban Sam terhadap teman-temannya. Jusuf: Ya, mungkin Sam telah bekerja bersama-sama dengan beberapa orang di pertambangan, dan mereka merupakan teman-teman baik. Kamu tidak dapat meninggalkan teman-teman baik ketika mereka membutuhkanmu. Guru: Mengapa itu demikian penting? Apakah jika Sam sebagai seorang dari pekerja yang mogok dan mengetahui orang yang mengelola toko?
122
Proses Pembelajaran
Daud: Apakah yang kamu maksudkan ia akan mengorbankan keluarganya untuk menolong teman-temannya? Pemilik toko akan mengharapkan pertolongan dari manajer, jika keluarganya dalam keadaan lapar. Guru: Kewajiban mana yang lebih penting? Kewajiban untuk teman-temannya atau kewajiban terhadap keluarganya? Sarah: Itu lebih dari hanya memberikan pertolongan atau mengharapkan seseorang untuk menolongmu. Teman-teman baik percaya terhadap satu dengan yang lain. Seperti ketika Sam bekerja di pertambangan. Kamu percaya orang yang bekerja selanjutnya akan menolongmu saat kamu dalam kesulitan. Sam tidak selayaknya meninggalkan teman dalam kesulitan. Debbi: Apakah yang kamu maksudkan mengorbankan keluargamu untuk menolong teman-temanmu? Raihanah: Bagaimana ia akan mengorbankan keluarganya? Debbi: Anak perempuannya akan dikeluarkan dari perguruan tinggi. Ia tidak akan dapat memberikan ketenangan terhadap keluarganya.
123
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Guru: Kita telah mendiskusikan kewajiban Sam terhadap keluarganya dan teman-temannya. Marilah pikirkan tentang isu yang lain. Apakah kewajiban Sam melindungi hak milik pemilik toko? Pada saat ini para siswa memusatkan diskusi mereka pada kewajiban Sam terhadap pemilik toko. Selama diskusi siswa memandang fakta bahwa pemilik toko memiliki simpanan besar di pertambangan dan mulai menanyakan hak pemilik toko untuk memaksa para pemogok kembali bekerja melalui penolakan kredit. Satu siswa menyarankan solusi terhadap problema Sam. Pani: Pemilik toko mengetahui bahwa para pemogok berencana untuk minta Sam memenuhi permintaan kredit. Jadi, pemilik toko dapat menutup toko dan memanggil polisi dan akan menghentikan Sam dari upaya memberikan makanan. Mega: Jika itu terjadi, para pemogok hanya akan meninggalkan toko dan memperoleh makanan yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup. Guru: Apa kamu pikir para pemogok akan melakukannya?
124
Proses Pembelajaran
Budi: Tidak, sebab pemilik toko punya hak untuk melakukan apa yang ia mau dengan tokonya. Deni: Tetapi tidak jika orang mati kelaparan Raihanah: Itu benar. Hidup manusia lebih penting dari pada hak milik Guru: Isu terhadap hak-hak milik dan hidup manusia nampak menjadi penting. Saya dengar beberapa dari kamu berbicara dalam kelompok-kelompok kecil tentang apa yang lebih penting. Sekarang Tono mengemukakannya sekali lagi. Mari kita fokuskan terhadap konflik hak-hak milik dan hidup manusia. Adakah seseorang yang merespon pendapat Tono tentang hidup manusia adalah lebih penting dari hak-hak milik? CATATAN: Para siswa mulai mendiskusikan pentingnya hak-hak milik dan hidup manusia seperti mereka berhubungan dengan situasi Sam. Para siswa memberikan pendapat-pendapat utama yang penting. Guru memberikan beberapa cara mengelola diskusi dengan menulis daftar pada papan tulis beberapa pemikiran siswa tentang pentingnya hak-hak milik dan hidup manusia.
125
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
LANGKAH 4 MENGGAMBARKAN POSISI MASINGMASING INDIVIDU Tahapan terakhir dari diskusi kelas akan menitikberatkan pada periode yang lain, yaitu menggambarkan posisi setiap individu. Diharapkan para siswa tidak akan menutup pintu untuk diskusi, ketika mereka meninggalkan kelas. Posisi-posisi yang kamu minta kepada mereka untuk menentukannya sebagai posisi sementara, dan pertimbangan yang mereka sampaikan kepada yang lain, selanjutnya akan terbuka untuk dianalisis. Oleh karena, tahapan terakhir meliputi beberapa rangkaian waktu tambahan di samping untuk ringkasan terhadap alasan-alasan yang dikembangkan selama diskusi dan kesempatan untuk menyatakan alasan secara individual sekali lagi. a.
Meringkas Alasan Beberapa metode dapat digunakan untuk menghasilkan ringkasan dari alasan-alasan yang didiskusikan di kelas. 1) Minta para siswa untuk berpikir tentang alasan-alasan yang diberikan dengan menentukan beberapa posisi tindakan yang berlawanan. Sebagai contoh, “Jika kamu yakin bahwa Sam sebaiknya memenuhi permintaan makanan, apakah alasan terbaik yang kamu dapat sarankan bahwa Sam sebaiknya tidak memenuhinya? “ 2) Minta para siswa untuk mengingat kembali beberapa alasan yang diberikan selama diskusi. Catat beberapa di papan tulis. Kemudian, 126
Proses Pembelajaran
minta para siswa untuk setuju terhadap urutan peringkat terhadap urutan alasan-alasan. ( Pilih satu yang lebih dapat diterima, kedua terbaik, dan selanjutnya ). Kamu mungkin akan punya dua susunan yang menggabungkan posisiposisi tindakan yang berbeda. Tugas ini berguna sebagai teknik meringkas dan juga mendorong diskusi lebih lanjut terhadap problem moral. b.
Menyatakan Alasan Para siswa sebaiknya memiliki kesempatan untuk mengemukakan kembali alasan-alasan mereka terhadap posisi tertentu. Beberapa siswa secara individual mungkin ingin menambah gagasan terhadap alasan mereka setelah mendengar komentar-komentar selama diskusi. Siswa yang lain mungkin memilih berubah posisi atau secara signifikan merubah alasan awal yang mereka sampaikan. Beberapa metode mungkin mendorong pertimbangan ini: 1) Minta para siswa untuk menulis posisi mereka dan alasan-alasan mereka (seperti mereka lakukan di awal diskusi kelas). Dorong mereka untuk menambah beberapa pandangan atau ungkapan baru yang mereka dengar selama diskusi dan yang mereka pikir penting sekali. 2) Minta para siswa untuk mencatat beberapa perubahan yang mereka temukan terhadap pikiran mereka sendiri. Tekankan pada beberapa orang yang mungkin memiliki pengalaman tidak berubah dan yang amat umum. Bagaimanapun beberapa orang 127
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
mengambil beberapa pendapat selama diskusi. Berikan mereka contoh suatu perubahan: “ Saya masih berpikir bahwa Sam sebaiknya memenuhi permintaan makanan ketika truk tiba, tetapi saya juga setuju bahwa pemilik toko punya hak untuk menolak memberikan kredit terhadap para pekerja tambang yang melakukan mogok ! Saya tidak memikirkan sebelumnya “ CATATAN: Cara lain untuk menutup diskusi kelas terhadap cerita dilema adalah minta kepada para siswa, jika dilema itu nampak nyata bagi mereka atau jika mereka melihat situasi yang serupa dengan kehidupan mereka. Teknik ini juga memberikan kamu beberapa tingkatan umpan balik tentang perhatian mereka terhadap pekerjaan dengan problema-problema sosial dan moral dalam kelas. Bagian terakhir dari salinan ini memperlihatkan tahapan akhir dari Proses Pembelajaran: Guru; Saya ingatkan bahwa kita hanya punya waktu tiga menit sebelum jam pelajaran berakhir. Saya akan senang jika kamu melakukan sesuatu yang terakhir. Pikirkan dalam semenit tentang semua alasan-alasan yang berbeda yang kalian bicarakan terhadap posisi tindakan yang berlawanan dari kamu. Sebagai contoh, jka kamu mengatakan pada awal diskusi bahwa Sam sebaiknya tidak memenuhi 128
Proses Pembelajaran
permintaan pinjaman kredit bahan-bahan makanan dari para pemogok, kemudian pikirkan tentang alasan-alasan yang kamu dengar dari siswa lain yang berkata bahwa Sam tidak punya kewajiban untuk menolong para pemogok. Di balik kartu berukuran 3x5 cm, tulis alasan yang paling dapat diterima yang kamu ingat untuk seseorang yang berbicara tentang posisi yang lain. Diana: Kamu maksudkan bahwa saya mengambil beberapa alasan yang saya setujui dari sisi yang lain? Guru: Kamu mungkin tidak setuju dengannya, tetapi ambil satu yang paling dapat kamu terima untuk seluruh alasan yang kamu dengar selama diskusi. Heri: Saya tidak punya posisi Guru: Baiklah, Heri, maukah kamu sekarang mencoba untuk menentukan posisi? Alasan apa yang kamu anggap terbaik dan mengapa? Tulis pada kartumu, jika kamu bersedia. Jusuf: Dapatkah saya menulis di kartu, mengapa saya pikir beberapa alasan itu lebih dapat diterima?
129
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Guru: Tentu, saya menganjurkannya Debbi: Apakah jika kamu berubah pikiranmu secara nyata dan sekarang menentukan posisi yang berlawanan dengan dirimu sendiri? Saya bahkan lebih tidak bisa memutuskan dan mungkin bahkan merasa bahwa Sam sebaiknya memenuhi permintaan setelah semua berbicara tentang hak-hak asasi manusia. Guru: Baik, Debbi, tulis pada kartumu dan tunjukkan bentuk-bentuk alasan yang kamu dengar, yang menyebabkan kamu memikirkan kembali posisi kamu sesungguhnya. Para siswa mulai menulis kartu-kartu 3x5 dan memungut buku-buku mereka untuk menyerahkannya. Guru: Satu hal lagi! Besok kamu akan punya kesempatan untuk minta beberapa orang yang lain tentang pandangan-pandangan mereka terhadap problema ini. Tuan Wahid, petugas organisasi buruh lokal dan Nona Seliah, orang yang mewakili kota dalam seluruh perundingan dengan organisasi-organisasi buruh, telah setuju untuk datang ke kelas kita. Kamu bahkan boleh berkeinginan untuk mengajukan seseorang di luar kelas untuk memberi tanggapan mereka terhadap kisah ini. 130
Proses Pembelajaran
Para siswa meninggalkan sekolah saat bel berbunyi. Mereka menyerahkan pada guru kartukartu ukuran 3x5, satu siswa mendekat dan mengajukan pertanyaan. Heri: Apakah yang kamu pikirkan tentang Sam sebaiknya lakukan. Pak Guru? Guru: Baiklah, itu keputusan yang berat untuk memilih di antara menolong para temannya dan pergi kepada pekerja atau peraturan terhadap beberapa hal. Saya telah memperlihatkan melalui satu dari komentar-komentar yang saya dengar selama diskusi. Seseorang memandang bahwa isu yang lebih luas dari teman-teman dan makanan – itu adalah sebuah isu tentang hak-hak asasi manusia, hak milik, dan hak pemilik toko yang juga mengontrol perusahaan pertambangan dan mengontrol persediaan makanan. Mungkin Sam dapat menolong para pekerja dan tetap tidak menolong mereka yang melanggar hukum. JEDA Guru: Bagaimanapun, posisi yang dibuat itu nampak seperti saya lihat hanya sebagai jalan keluar dari dilema itu. Saya duga yang benar sekarang adalah saya pikir Sam sebaiknya tidak memenuhi permintaan; setelah semua itu, dengan memenuhi permintaan secara tidak le131
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
gal, ia dapat juga menolong untuk memulai beberapa kekerasan secara nyata. Mungkin Sam sebaiknya melepaskan pekerjaannya sebagai manejer jika ia pikir posisi pemilik toko adalah tidak bermoral. Saya kira saya tidak dapat kembali pada kenyataan bahwa Sam benar-benar tidak punya hak untuk memberikan bahan-bahan makanan dengan kredit. Siswa terakhir meninggalkan ruangan dan mencoba menyakinkan siswa yang lain bahwa Sam akan dapat keluar dari situasi itu dengan berbagai cara dan masih tetap mempertahankan pekerjaan dan teman-temannya. Materi kurikulum, suasana kelas dan proses pembelajaran yang telah didiskusikan dalam bagian pendahuluan memberikan satu cara untuk mengajar pertimbangan ( memberikan alasan/dasar suatu tindakan ) moral. Dalam hal ini, proses pembelajaran berisi empat langkah utama. Dalam diskusi kelas, para siswa membutuhkan waktu untuk berhadapan dengan dilema sosial dan moral yang spesifik; menetapkan posisi tindakan awal dan mengembangkan alasan-alasan untuk mendukung posisinya; menguji alasan-alasan mereka dalam diskusi kelompok kecil dan paripurna; dan menggambarkan posisi awal mereka melalui beberapa tipe aktivitas meringkas posisi secara individual.
132
BAB X IMPLEMENTASI MODEL PERKEMBANGAN KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN PKn SMP
A. Bentuk-Bentuk Model Tentatif Model perkembangan kognitif dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran PKn di sekolah, salah satunya di tingkat SMP. Dari beberapa penugasan yang diberikan kepada para mahasiswa Program Penyetaraan D2/D3 Program Studi PKN, untuk mengalikasikan model perkembangan kognitif ke dalam suatu rencana pembelajaran PKn, maka diperoleh beberapa model rencana pembelajaran berdasarkan pokok-pokok bahasan yang ada dalam materi PKn, khususnya dalam Kurikulum PKN 1994. Model rencana pembelajaran meskipun tidak seluruhnya persis dengan langkah-langkah seharusnya dari model pembelajaran berbasis perkembangan kognitif, namun para guru sudah mampu “mengkreasinya” sesuai kebutuhan di sekolah masing-masing. 1.
Model Implementasi dari Mustakimah, Guru SMP Negeri 1 Gambut Kabupaten Banjar (2003)
133
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Pokok Bahasan : Kedisiplinan Kelas/Semester : II/2 (dua) Langkah-langkah Pembelajaran a. Guru membimbing siswa menganalisis kasus yang disajikan secara rasional dan sesuai dengan kehidupan keseharian yang merujuk langsung pada perilaku kita; Sudah tiga bulan ini orang tua Ratno tidak bekerja, menganggur akibat PHK. Sementara keperluan keluarga sehari-hari termasuk biaya pendidikan Ratno berserta adik-adiknya harus terpenuhi. Lebih parah lagi, pada semester ini Ratno memerlukan biaya yang dirasa amat berat baginya, sebab telah memasuki semester akhir perkuliahan, tentunya memerlukan banyak biaya, untuk berbagai keperluan penelitian, penyusunan skripsi, yudisium, wisuda dan sebagainya. Menghadapi problematika seperti itu, Ratno mencoba mencari pekerjaan di berbagai tempat, agar ia dapat bekerja secara paroh waktu (part time). Ternyata keburuntungan Ratno belum kunjung juga. Ia belum mendapatkan pekerjaan yang diharapkan. Sebagai anak jujur dan bertanggungjawab, Ratno merasa galau menghadapi kenyataan itu. Pada saat itulah ia mendapat keterangan dari Doni untuk memperjualbelikan narkoba. Dari keterangan Doni dapat diambil kesimpulan bahwa dengan pekerjaan itu, persoalan yang dihadapi Ratno akan tuntas teratasi, sebab begitu gampang 134
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
dan begitu cepat mendapatkan uang dalam jumlah yang banyak. Semula Ratno menolak ajakan Doni itu, tetapi mengingat keperluan biaya keluarganya tidak bisa ditunda lagi, maka dengan berat hati, ia menerimanya. Harapannya problematika yang melilit dirinya segera teratasi dan sesudahnya ia akan menghentikan pekerjaan itu. b. Guru membimbing siswa menganalisis kasus dengan menggunakan pertanyaan lacakan yang kemungkinan jawabannya sebagai berikut: 1). Apakah sebaiknya Ratno melakukan pekerjaan haram itu? a) Ya, karena keadaan ekonomi keluarganya benar-benar pada posisi terjepit dan Ratno adalah harapan satu-satunya. b) Tidak, karena jika ia ulet berusaha, mungkin akan mendapat pekerjaan lain yang lebih baik dan halal. 2). Apakah sesorang anak sebaiknya berkewajiban bekerja untuk mengatasi keuangan keluarga, meskipun pekejaan itu tidak halal? a) Ya, apalagi jika ia anak tertua b) Ya, karena bila tidak, keadaan keluarganya terutama ayahnya yang tengah di landa depresi akibat PHK, akan semakin parah, beitupun ekonomi keluarganya.
135
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
c) Tidak, seorang anak hanya berkewajiban membantu orang tua. Jadi anak tidak perlu harus bekerja, bila pekerjan itu tidak halal dan membahayakan. 3). Mengapa sindikat barang haram seperti itu seolah tahu kondisi Ratno yang sedang galau dirundung masalah keuangan? 4). Ratno tertangkap ketika sedang menjalankan operasinya. Sebaiknya hukum memenjarakan Ratno dan menghancurkan impiannya jadi sarjana dan masa depan dia dan keluarganya, ataukah memberi kesempatan kepada Ratno untuk menyelesaikan skripsi hingga wisuda sambil mempertanggungjawabkan perbuatannya yang terjebak dalam jaringan sindikat narkoba itu? 5). Dari analisis yang dilakukan bersama dengan kawan-kawannya di kelas diharapkan siswa dapat memberikan penilaian moral terhadap dilema moral yang terjadi di lingkungan kehidupannya berdasarkan konsep, filosofis universal dari standar moral. 2.
Model Implementasi dari Jurkani Dharma, Guru SMP Negeri 2 Kuripan Kabupaten Barito Kuala (2003) Pokok Bahasan : Kesederhanaan Kelas/Semester : II/2 (dua) Langkah-langkah Pembelajaran
136
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
a. Pendahuluan 1). Guru memasuki ruang kelas, lalu membalas ucapan salam dari siswa serta memeriksa daftar hadir, kemudian mempersilahkan siswa menyiapkan perlengkapan belajarnya. 2). Guru melakukan apersepsi dan motivasi dengan menampilkan gambar seorang anak naik sepeda pergi ke sekolah. Kemudian melakukan tanya jawab hal-hal yang dapat diambil manfaat dari kegiatan bersepeda tersebut oleh siswa maupun orang lain. 3). Beberapa tanggapan siswa menyatakan hemat, cermat, dan bermanfaat seraya memberikan alasan-alasan berdasarkan pengalaman mereka masing-masing. Kemudian guru menjelaskan arti hemat, cermat dan bermanfaat sebagai salah satu ciri kehidupan yang sederhana. 4). Guru melaksanakan tes awal sebagai upaya untuk mengetahui pengetahuan yang sudah diketahui siswa terhadap materi yang disajikan, siswa mengerjakan soal-soal sebanyak 10 butir dalam waktu yang disediakan, yaitu 10 menit. b. Kegiatan Inti 1). Guru menempelkan lembar peraga materi pelajaran tentang hidup sederhana di papan tulis, yaitu; HIDUP SEDERHANA adalah Hidup wajar hemat 137
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Hidup cermat Hidup secara tepat Hidup bermanfaat 2). Melalui lembar peraga tersebut guru menjelaskan pengertian hidup sederhana, kemudian tanya jawab dan meminta tanggapan serta contoh-contoh perilaku yang mencerminkan ciri-ciri hidup sederhana sebagaimana lembar peraga tersebut 3). Guru selanjutnya membagi siswa dalam 6 kelompok belajar terdiri dari 4 anggota yang disusun secara acak antara pria dan wanita serta atas pengalaman guru ditentukan pula berdasarkan latar belakang ekonomi atau status sosial. Selanjutnya guru membagikan suatu kasus untuk dibaca, dipahami, dan diberikan tanggapan dengan satu keputusan bersama kelompoknya. Cerita kasus tersebut adalah Galuh anak seorang pengusaha kayu. Orang tuanya memiliki banyak uang dan harta kekayaan. Akan tetapi, kehidupan Galuh seperti layaknya orang lain. Ia berpakaian biasa-biasa saja seperti pakaian yang dikenakan teman-temannya. Pergi ke sekolah naik kelotok serta akrab bergaul dengan teman-temannya di sekolah maupun di kampung. Selain itu, Galuh juga menabung untuk keperluan masa depannya. Ia juga sangat perhatian kepada mereka yang kurang mampu. 138
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
Galuh suka memberi pertolongan kepada teman-teman yang mendapat musibah atau perlu bantuan segera yang harus dipenuhi. Pergaulan Galuh biasa-biasa saja, tidak menunjukkan bahwa dirinya anak seorang pengusaha kayu, padahal jika mlihat harta kekayaannya Galuh bisa saja berfoya-foya dalam hidupnya. Namun Galuh tidak melakukannya. 4). Guru mempersilahkan siswa dalam kerja sama kelompok memberikan tanggapan atas cerita tersebut dengan beberapa pertanyaan lacakan, yaitu: a) Menurut pendapat kalian, pantaskah Galuh bertingkah laku seperti dalam cerita ini? b) Benarkah tingkah laku Galuh tidak mencerminkan layaknya anak orang kaya dan terkesan menyiksa diri? c) Pantaskah Galuh sebagai anak seorang pengusaha kaya berangkat ke sekolah hanya menumpang kelotok, pada hal ia punya speedboat, sepeda motor dan mobil? d) Benarkah sebagai anak orang kaya seharusnya tidak perlu lagi menabung, karena tabungan orang tuanya sudah banyak? e) Sebagai anak seorang pengusaha dan kaya wajar-wajar saja bersifat boros?
139
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
5). Siswa melalui pertanyaan lacakan diberikan pengetahuan dan pemahaman tentang arti kesederhanaan sebagai suatu cara hidup sehari-hari yang terpuji di masyarakat. Waktu yang disediakan guru dalam kerja kelompok adalah 30 menit. 6). Melalui ketua kelas guru meminta siswa untuk mengumpulkan hasl kerja kelompok, setelah waktu penugasan berakhir. Kemudian secara acak memilih kelompokkelompok yang maju ke depan kelas membacakan dan membahas tanggapan dari kelompok lainnya. c. Penutup 1). Guru bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran tentang pengertian sederhana, bentuk-bentuk kesederhanaan dalam menggunakan harta, waktu, tenaga dan pikiran sebagai bahan pengkajian pembelajaran PKn minggu ini. 2). Guru melaksanakan tes akhir untuk mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran khusus yang ditetapkan guru, soal sebanyak 10 butir dalam waktu 10 menit. 3). Guru kemudian menutup pelajaran dan meminta siswa untuk mencari contohcontoh perilaku sederhana dalam kehidupan sehari-hari di rumah, di sekolah dan di masyarakat.
140
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
3.
Model Implementasi dari Muslihah, Guru SMP Negeri 1 Mekar Sari Kabupaten Barito Kuala (2003) Pokok Bahasan : Kebersihan Kelas/Semester : II/2 (dua) Langkah-langkah Pembelajaran a. Pendahuluan 1). Guru memasuki ruang kelas, memeriksa daftar hadir dan mempersilahkan siswa menyiapkan kelengkapan belajarnya. Kemudian guru memperlihatkan hasil pengerjaan tugas PR siswa dan membacakannya di depan kelas. Melalui tanya jawab guru membahas tugas tersebut, yaitu tentang arti penting kebersihan diri dan lingkungan. 2). Guru melaksanakan tes awal dan membagikan soal-soal kepada siswa serta mempersilahkan siswa menjawab dengan waktu 10 menit. b. Kegiatan Inti 1). Guru meminta perhatian siswa untuk mendengarkan penjelasan tentang kegiatan belajar model perkembangan kognitif moral. Guru menempelkan suatu cerita tentang kasus dilema moral sebagai berikut: Seorang ibu di desa Mekar Sari sedang terserang penyakit muntaber yang sangat parah, ibu tersebut sudah tidak dapat bergerak lagi, karena kehabisan 141
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
cairan di tubuhnya. Anaknya, Aluh berlarilari menuju rumah teman sekelasnya yang kebetulan adalah orang kaya di kampung sebelahnya, yaitu Pasar Ahad. Aluh mengetuk pintu berkali-kali sampai akhirnya dibukakan oleh Itai Langkar, sahabatnya itu. Kemudian Aluh menceritakan sakit ibunya yang terkena muntaber dan mengharap Itai Langkar memberikan obat yang pernah diceritakannya di sekolah yang ampuh mengobati sakit muntaber. Tetapi, Itai Langkar menolak dan marah-marah pada Aluh untuk tidak memberikan obat tersebut, sebab harganya mahal dan Aluh tidak mungkin dapat membayarnya. Aluh kembali ke rumah dan meminta uang dari saudarasaudaranya sebesar Rp.100.000,- lalu kembali berlari ke rumah Itai Langkar. Dan sekali lagi Itai Langkar menolaknya, seraya berkata:” Makanya, hidup harus bersih dan jangan makan sembarangan, tidak bisa obat ini mahal lebih dari Rp.100.000,-,” katanya hendak menutup pintu. Aluh putus asa dan emosi, lalu menarik tangan Itai Langkar dan merampas obat muntaber tersebut. Kemudian berlari pulang ke rumahnya. Pertanyakan Lacakan: a) Apakah sebaiknya Aluh merampas obat itu? b) Apakah hak Itai Langkar tidak memberikan obat muntaber itu, padahal mereka bersahabat? 142
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
c) Bagaimana nasib Aluh, kalau sahabatnya Itai Langkar melaporkan kepada polisi tentang perampasan obat muntaber malam itu, apakah sebaiknya ia ditangkap? 2). Kemudian guru membagikan naskah cerita tersebut kepada seluruh siswa dan meminta siswa membaca serta memahami jalan ceritanya. Guru selanjutnya membagikan selembar kertas kepada semua siswa dan meminta siswa untuk menentukan posisi dirinya dalam kasus itu ( memilih sebagai Aluh atau sebagai Itai Langkar) serta menuliskan alasan memilih posisi tersebut. 3). Guru membagi 2 kelompok siswa, pertama kelompok dengan posisi sebagai Aluh dan kelompok kedua dengan posisi sebagai Itai Langkar. Selanjutnya meminta siswa menjawab pertanyaan lacakan yang tertera di bawah naskah cerita dalam kasus dilema moral tersebut. Waktu untuk seluruh kegiatan ini adalah 20 menit. 4). Pada akhir kegiatan masing-masing siswa yang ditunjuk guru menyampaikan jawaban dari pertanyaan lacakan sehubungan kasus dilema tersebut. Baik kelompok posisi Aluh maupun kelompok posisi Itai Langkar secara bergiliran maju ke depan, sehingga terlihat argumentasi masingmasing secara jelas dan mudah dipahami.
143
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
c. Penutup 1). Guru mengambil satu jawaban dari pertanyaan lacakan kasus dilema moral, baik dari kelompok posisi Aluh maupun dari kelompok posisi Itai Langkar, kemudian menyimpulkan materi pelajaran tentang arti penting kebersihan diri serta dampaknya bagi hubungan di masyarakat. 2). Guru melaksanakan tes akhir dan membagikan soal-soal tes kepada siswa untuk selanjutnya dipersilahkan siswa menjawabnya selama 10 menit. 3). Guru menutup pelajaran dan mempersilahkan siswa membaca pulang naskah cerita tadi, kemudian membuat tugas PR agar siswa memilih posisi diri yang lain dari yang sudah ditetapkan serta alasannya. 4.
Model Implementasi dari Ardani, Guru SMP Negeri 1 Danau Panggang Kabupaten Hulu Sungai Utara (2003) Pokok Bahasan : Kebersihan Kelas/Semester : II/2 (dua) Langkah-Langkah Pembelajaran a. Pendahuluan (10 menit) 1) Melaksanakan prestest 2) Memotivasi siswa dengan menjelaskan model pembelajaran perkembangan kognitif moral.
144
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
3) Menyampaikan tujuan pembelajaran khusus, melalui penyajian lembar cerita dilema tentang pencemaran lingkungan, siswa dapat: a) Meentukan fokus permasalahan b) Menentukan tokoh utama dalam cerita c) Mejelaskan hubungan antar tokoh dalam cerita d) Menjelaskan dilema moral e) Menentukan apa yang sebaiknya dilakukan tokoh utama f) Mengidentifikasi perbedaan pendapat yang muncul g) Terampil menyampaikan pendapat berdasarkan fakta/data dalam cerita. h) Terampil merumuskan sikap yang terbaik dalam mengatasi dilema sosial. i) Menghargai pendapat orang lain. j) Bekerjasama dengan teman dalam mengatasi suatu permasalahan. b. Kegiatan Inti (60 menit) Menyajikan informasi pendahuluan tentang sebuah dilema pencemaran lingkungan, sekaligus membagikan lembar cerita sebuah dilema. 1) Fase ke-1, Menyajikan Dilema Moral Menyajikan dilema,disampaikan dalam bentuk naskah sebuah cerita dilema yang dibagikan kepada seluruh siswa dan ditayangkan melalui OHP atau LCD
145
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
PENCEMARAN LINGKUNGAN Masyarakat yang tinggal di sekitar pasar tradisional Danau Panggang sangat merasakan dampaknegatif dari pencemaran lingkungan, khususnya yang diakibatkan oleh pengelolaan sampah yang kurang baik. Dampak tersebut antara lain; hilangnya selera makan, akibat bau yang tidak sedap, terjangkitnya berbagai penyakit, seperti diare, infeksi saluran pernafasan, radang paru-paru, infeksi kulit dan sebagainya. Hal ini bukan hanya dirasakan oleh masyarakat sekitar, tetapi juga semua orang yang berbelanja di pasar tersebut. Padahal pasar tersebut merupakan urat nadi perekonomian masyarakat yang didukung oleh letaknya yang strategis, yaitu berada di tepi peabuhan transportasi sungai Kalsel-Kalteng, tetapi karena dana pengelolaan sampah sangat tidak memadai, untuk kondisi tanah yang selalu becek dan tempat pembuangan akhir sampah yang sangat jauh. Untuk meningkatkan pendanaan pengelolaan sampah tersebut, cara satu-satunya hanya dengan menaikkan retribusi sampah. Masyarakat setempat sudah beberapa kali melayangkan surat kepada pemerintah kecamatan, khususnya pihak pengelola pasar, agar sampah dapat dikelola dengan sebaikbaiknya. Bahkan masyarakat dan pelajar berdemonstrasi meminta pertanggungjawaban kepada pihak pengelola pasar dan menuntut agar pejabat pengelola pasar diturunkan saja. Karena dinilai tidak berfungsi maksimal. 146
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
Para pedagang juga berdemonstrasi agar pengelola pasar tidak menaikkan retribusi sampah, karena menilai retribusi sampah yang sekarang ini sudah sangat tinggi, juga kenaikan retribusi tersebut sudah beberapa kali dalam kurun waktu yang sangat cepat. Apabila hal ini tidak diindahkan, maka mereka akan mogok berjualan/berdagang. Apa yang sebaiknya dilakukan oleh pihak pengelola pasar? Menaikkan retribusi sampah atau tidak? Alasan kalian? (1)Siswa diberikan kesempatan untuk memahami, menjelaskan situasi atau keadaan-keadaan dalam cerita dilema sekaligus merumuskan istilah-istilah yang belum mereka pahami, dan setelah melalui tanya jawab, guru yakin bahwa siswa telah memahami keadaankeadaan dan istilah-istilah dalam cerita. (2)Siswa diberi kesempatan memahami masalah yang dihadapi tokoh utama, kmudian melalui tanya jawab, guru yakin siswa telah memahami masalah yang dihadapi tokoh utama. 2) Fase ke-2, Menyatakan Posisi Sementara a) Siswa diberikan kesempatan untuk memikirkan posisinya msing-masing terhadap masalah yang dihadapi tokoh utama. b) Siswa diberikan kesempatan untuk menentukan posisinya secara individual terhadap tindakan yang dilakukan oleh 147
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
tokoh utama dan memberikan alasan terhadap tindakan tersebut melalui kartu-kartu yang telah disediakan. c) Siswa diberikan kesempatan menentukan posisi mereka dalam keras dengan cara seluruh siswa diminta untuk menunjukkan posisi mereka dengan cara menunjukkan ibu jari, untuk menunjukkan setuju, menurunkan ibu jari tanda posisi tidak setuju, dan melipat tangan dengan menutup mata, untuk menghindari pengaruh tekanan temanteman yang lain, sebagai tanda posisi tidak mengambil sikap apa-apa. d) Menentukan alasan-alasan untuk posisi masing-masing individu dengan mengisi kartu-kartu yang telah tersedia. 3) Fase ke-3, Menguji Alasan a) Menguji alasan kelompok-kelompok ini, siswa dibagi dalam beberapa kelompok kecil yang terdiri dari dari lima orang anggotadari berbagai posisi; setuju, tidak setuju; atau tidak memutuskan sikap apapun. Kemudian mereka diminta dalam kelompok yang beragam tersebut untuk mendiskusikan alasan-alasan mereka, dan menghasilkan daftar alasan yang berisi dua alasan yang terbaik sesuai dengan posisinya masing, yaitu, dua alasan terbaik dari posisi setuju, dua alasan terbaik dari posisi tidak setuju, dan dua alasan 148
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
terbaik dari posisi yang abstain, tidak memutuskan sikap apapun. b) Menguji alasan-alasan yang berbeda dalam diskusi kelas di antara berbagai kelompok. Kemudian menyusun dua alasan terbaik dari posisi yang setuju dan yang tidak setuju. 4) Fase ke-4, Menggambarkan Posisi MasingMasing Individu a) Meringkas Alasan, Siswa diminta berpikir, dan mengingat kembali beberapa alasan yang dibahas dalam diskusi. Kemudian menyusun peringkat alasan-alasan tersebut dan diminta memberikan saran-saran terbaik. b) Menyatakan Alasan Kembali, Siswa diminta untuk menuliskan sekali lagi posisi dan alasan-alasan mereka, sambil dodorong untuk memperhatikan beberapa pandangan atau ungkapan baru yang mereka terima pada saat diskusi kelompok dan diskusi kelas. Posisi dan alasan tersebut hendaknya ditulis dengan susunan kalimat yag baru dan siswa diminta untuk mencatat beberapa perubahan terhadap pikiran mereka dalam menuliskan posisi dan alasan mereka. c. Penutup (20 menit) 1) Posttes 2) Menyimpulkan materi pembelajaran 149
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
3)
Guru memberikan tugas untuk membaca buku paket
Dari ke empat model pembelajaran yang berbasis pada perkembangan kognitif, maka hanya model pembelajaran dari Ardani dan Muslihah, yang agak mendekati acuan langkah pembelajaran normatif model pembelajaran perkembangan kognitif. Kekurangan Muslihah hanya dalam langkah penentuan posisi. Dalam langkah penentuan posisi, maka posisi yang dimaksud adalah membagi siswa dalam kelompok yang setuju, yang tidak setuju, dan tidak memberikan pendapat terhadap apa yang sebaiknya dilakukan tokoh utama dalam cerita terhadap dilema moral yang dihadapinya, bukan kepada penentuan kelompok posisi berdasarkan dua tokoh cerita, Walaupun kurang sesuai dengan alur normatif model pembelajaran berbasis perkembangan kognitif, “kreasi” Muslihah untuk membagi posisi atas dasar dua kelompok posisi tokoh cerita yang saling brlawanan, patut dihargai dan sebaiknya terus dikembangkan. Sedangkan model pembelajaran perkembangan kognitif Ardani nampaknya hampir sesuai dengan norma acuan model pembelajaran perkembangan kognitif.
B. Bentuk-Bentuk Kisah Dilema Moral Tentatif Selain beberapa bentuk model pembelajaran, para guru yang mengikuti Penyetaraan D2/D3 ke S1 juga berhasil membuat beberapa bentuk cerita dilema moral 150
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
yang dapat dikembangkan lagi dalam penerapannya pada pembelajaran PKn di sekolah tingkat SMP. 1.
Muslihah (2003) Pokok Bahasan : Kebersihan Kelas/Semester : II/2 (dua) Naskah Cerita : Keluarga pak Masrani merupakan orang terhormat dikampung Jelapat Baru, ia seorang guru agama,punya anak perempuan yang bersekolah di pesantren, serta seorang anak asuh yang masih berumur 7 tahun dan belum bersekolah. Tetangga sebelah rumahnya,yaitu keluarga pak Taberani adalah pedagang buah di Pasar Ahad, ia mempunyai 3 orang anak yang masih kecil-kecil dan baru anak pertama yang besekolah di kelas 6 SD. Kampung tempat mereka tinggal bernama Mekar Sari dengan predikat juara kebersihan lingkungan se Kecamatan Tamban dan mendapat piala dari bapak Camat. Sayangnya pak Masrani dan pak Taberani selalu bertengkar, tidak saling berteguran dan anakanaknya pun sering berolok-olok, hingga sering terjadi keributan di antara dua keluarga itu. Pasalnya, kolam ikan pak Masrani selalu dicemari oleh kotoran buahbuahan bekas dagangan pak Taberani yang busuk, karena tidak laku terjual habis dipasar. Suatu hari pak Masrani menegur pak Taberani, yang kedapatan membuang mangga busuk ke dalam ikannya. Maka terjadilah pertengkaran sengit yang membuat pak Taberani mengancam pak Masrani untuk berkelahi sambil membawa parang di tangannya. 151
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Pertanyaan lacakan: a. Haruskah pak Taberani berbuat nekad dengan mengancam pak Maserani berkelahi seraya membawa parang? b. Apakah pak Maserani sebagai guru agama sudah benar berbuat menegur perilaku pak Taberani yang membuang hasil sisa dagangan buah yang tidak laku di pasar secara sembarangan, malah ke dalam kolam ikan orang lain? c. Jika kamu adalah pak Maserani yang baru kembali dari pesantren dan mengetahui kejadian tersebut, bagaimana kamu harus bertindak, baik terhadap pak Maserani sebagai orang tuamu maupun kepada pak Taberani sebagai tetanggamu? 2.
Herniyanti (2003) Pokok Bahasan : Keyakinan Kelas/Semester : II/1 (satu) Naskah Cerita : Tini dan Rusti sahabat dekat. Mereka saling terbuka dalam segala permasalahan yang mereka hadapi.Tini juga tahu, kalau ibu Rusti sakit jantung, dan mudah kambuh jika mendengar hal-hal yang mengagetkan. Suatu hari ketika Tini dan Rusti pulang sekolah, tiba-tiba ada sepeda motor yang menyerempet Rusti. Rusti tidak sadarkan diri dan segera dibawa ke rumah sakit. Tini bingung untuk menyiapkan berita tersebut kepada ibu Rusti. Jika Tini berterus terang memberitahukan kepada ibu Rusti, takut nanti sakit
152
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
jantungnya akan kambuh. Tidak memberitahukan, berarti bohong, dan itu termasuk dosa. Apa sebaiknya yang Tini lakukan? Memberitahu atau tidak? 3.
Ardani (2003) Pokok Bahasan : Disiplin Kelas/Semester : II/1 (satu) Naskah Cerita : Seorang pemuda yang ingin bekerja pada sebuah perusahaan jasa angkutan. Sudah beberapa kali mengikuti seleksi, mulai seleksi administrasi, ujian tulis dan wawancara, kemudian dinyatakan lulus. Kemudian perusahaan akan mengangkatnya sebagai karyawan baru dengan persyaratan harus datang sendiri dengan membawa SIM asli dan ijazah asli pada hari dan jam yang ditentukan, apabila tidak datang tepat waktu dianggap mengundurkan diri. Pemberitahuan hal tersebut akan disampaikan melalui surat pos. Ternyata surat panggilan dari perusahaan melalui surat pos, baru diterima tepat pada hari di mana ia harus datang, dan waktu yang hampir mendekati jam yang telah dipersyaratkan. Sedangkan jarak antara rumah dengan kantor perusahaan tersebut cukup jauh dengan kondisi jalan banyak persimpangan dengan lampu traffic light. Satu-satunya alat transportasi yang dimilikinya hanya sepeda motor. Mengendarai sepedamotor dengan kecepatan normal, akan sangat tidak mungkin mencapai jam yang telah ditetapkan. Satu-satunya cara adalah dengan kecepatan melewati batas maksimum, tetapi itu melanggar peraturan lalu lintas, dan pasti akan 153
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
melanggar tanda lamu merah di setiap persimpangan jalan menuju kantor perusahaan itu. Apa sebaiknya yang dilakukan pemuda tersebut? 4.
Huzaini (2003) Pokok Bahasan : Tanggung Jawab Kelas/Semester : II/1 (satu) Naskah Cerita : Si Ahmad adalah seorang anak yang sudah dewasa, ayahnya seorang terpandang dan kaya raya. Karena satu dan lain hal, ayahnya meninggalkan ibu si Ahmad dan kawin lagi dengan wanita lain tanpa memberikan sedikitpun harta kepada si Ahmad dan ibunya. Dari perkawinan ayahnya dengan wanita lain tadi, memperoleh dua orang anak, satu laki-laki dan satu perempuan. Kedua saudara tirinya ini sangat sombong terhadap si Ahmad, juga ibu tirinya, ditambah lagi dengan sikap ayahnya yang tidak mau perduli terhadap kehidupan si Ahmad dan ibunya. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari si Ahmad bekerja sebagai buruh pengangkut barang. Walaupun dengan penghasilan yang tidak seberapa, tetapi lumayan untuk mempertahankan hidup. Ketika ibunya sakit tipes dan harus opname di rumah sakit, si Ahmad tidak punya persediaan uang untuk biaya opname tersebut.Ahmad mencoba menghubungi ayahnya dan menyampaikan kabar tentang sakit ibunya tersebut. Setelah bertemu, bukan bantuan yang didapatkan si Ahmad, malah
154
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
caci maki dan cemohan yang ia terima. Karena tidak tahan menahan sakit atau memang sudah ajalnya tiba, ibu si Ahmad meninggal dunia. Si Ahmad sangat kecewa terhadap ayahnya yang tidak perduli dengan kondisi ibunya, namun ia sadar mungkin sudah menjadi takdir yang harus ia terima. Tidak lama setelah kematian ibunya, si Ahmad menerima kabar bahwa ayahnya mengalami kecelakaan, ia harus dioperasi, karena ginjalnya pecah, satu-satunya orang yang bisa menggantikan sang ayah, hanya ginjal si Ahmad. Ayahnya sangat memohon supaya Ahmad mau menyumbangkan satu ginjal untuk mengganti ginjal ayahnya. Apa yang sebaiknya dilakukan si Ahmad? 5.
Nafsiah (2003) Pokok Bahasan : Disiplin Kelas/Semester : II/1 (satu) Naskah Cerita : Ibu Ani sakit keras dan dalam keadaan kritis, sementara uang dari harta untuk berobat ibunya tidak punya, keluarga lainnya sangat miskin. Ani merasa bingung, bagaimana cara menolong orangtuanya. Di dalam kebingungan itu, Ani mendapat pertolongan seorang lelaki kaya raya, tetapi dengan syarat, Ani harus menyerahkan kehormatannya. Ani merasa serba salah, di satu sisi, ia harus secepatnya menolong orangtuanya yang sedang kritis, namun di sisi lainnya, ada pertolongan yang sangat dibutuhkan, mekipun bertentangan dengan norma agama. Apa yang sebaiknya dilakukan Ani? 155
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Beberapa bentuk cerita dilema moral yang dikemukakan di atas dapat dijadikan sebagai bahan cerita dalam pembelajaran PKn dengan model pembelajaran perkembangan kognitif. Meskipun tingkat konflik nilai moralnya sangat tajam. Salah satu ciri khas dari pembelajaran kognitif moral adalah adanya konflik nilai moral yang dihadapi serang tokoh. Konflik nilai moral yang terdapat dalam cerita mendorong terjadinya pemilihan posisi dan menghendaki alasan yang mengabsahkan posisi tersebut. Masalahnya adalah apakah posisi dan alasan yang dipilih dapat diterima oleh semua orang, baik berdasarkan norma agama, norma sosial, norma susila dan norma hukum. Konflik nilai moral juga akan mendorong terjadinya proses berpikir, yang pada akhirnya melalui diskusi kelas dan kelompok, akan merangsang terjadinya perubahan dan prkembangan struktur kognitif anak terhadap posisi dan alasan nilai moral yang dipilih. Indikator dari adanya perkembangan dan perubahan struktur kognitif moral anak terlihat pada proses menentukan atau menyusun peringkat alasan yang mengabsahkan posisi yang dipilih. Dengan dihasilkannya peringkat alasan yang mengabsahkan posisi tindakan yang dipilih, maka anak akan memperoleh wawasan yang kaya sekaligus beberapa alternatif alasan dalam memecahkan suatu permasalahan, termasuk di antaranya permasalahan konflik atau dilema moral.
156
DAFTAR PUSTAKA
Beck, Laura E, 1989. Child Development. Massachusetts: Allyn and Bacon Djahiri, A. Kosasih, dan Wahab, A.Azis, 1996. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral. Jakarta: PPTA Ditjen Dikti Duska, Ronald dan Whelan, Mariellen, 1983. Perkembangan Moral, Perkenalan dengan Piaget dan Kohlberg, diindonesiakan oleh Dwija Atmaka, Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Galbraith, Ronald and Jones, Thomas M, 1976. Moral Reasoning, A Teaching Handbook for Adapting Kohlberg to the Classroom. Greenhavenpress Inc Herrycahyono, Cheppy, 1988. Pendidikan Moral dalam Beberapa Pendekatan. Jakarta: PPLPTK Ditjen Dikti. Purpel, David and Ryan, Kevin, 1976. Moral Education … It Comes With The Territory. Berkeley: McCutchan Publishing Corporation.
157
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
158
BIODATA PENULIS
Dr. H. Sarbaini, M.Pd adalah Lektor Kepala pada Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) di Banjarmasin. Lahir di Banjarmasin, pada tanggal 27 Desember 1959. Suami dari Dra.Hj. Fatimah Maseri, M.Hum, dan ayah Aulia Rahman dan Fani Akhmadi. Penulis menyelesaikan pendidikan S1 (Drs) di Jurusan PMPKN FKIP Unlam tahun 1984, gelar M.Pd diperoleh di IKIP Bandung tahun 1993, dan gelar Dr diperoleh tahun 2011 di UPI Bandung, keduanya berbasis kajian Pendidikan Nilai. Sejak tahun 1986 menjadi pengajar di Program studi PPKn, pernah menjadi pengajar mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan di PTS-PTS Banjarmasin di STKIP PGRI, UVAYA, STIE, STIKES Muhammadiyah, Politekes Banjarmasin, Akademi Kebidanan Bunga Kalimantan, dan STIKES Cahaya Bangsa. Aktif juga sebagai pengajar di Pascasarjana Pendidikan IPS Unlam, dan 159
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Pascasarjana STIA Banjarmasin. Pelaku sejarah dan pelibat Pusat Studi Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Penelitian Unlam bersama alm Prof.Dr. Noerid H.Radam, Ketua Program Studi PPKn FKIP Unlam (2000-2004). Sekarang menjabat Ketua UPT MKU Unlam (2006sekarang), Tim Pokja PUG Bidang Pendidikan Dinas Pendidikan Kalsel (2007-sekarang), konsultan LPMP (20022004), Tim Pokja Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Non Formal (2007-sekarang), Tutor UT UBJJ Banjarmasin (2007- sekarang), anggota Forum Peneliti Balitbangda Kalsel (2008-sekarang), Tim Jaringan Penelitian Balitbangda Kalsel (2002-sekarang), dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalsel (2005-sekarang), Assesor Sertifikasi Guru, Penyunting Jurnal Wiramartas, Jurnal Sosial dan Pendidikan IPS (2003-sekarang), nara sumber berbagai kegiatan seminar, pendidikan dan pelatihan, menulis beberapa artikel di Vidya Karya, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Wiramartas, dan Jurnal Triwulanan LITBANG. Penulis dan editor buku; Masalah Hukum dan Politik (editor, 2000), Model Pembelajaran Kognitif Moral, dari Teori ke Implementasi (penulis, 2001).
160