Analisis Pengaruh Produk Domestik Bruto, Jumlah Penduduk, Jumlah Puskesmas terhadap Realisasi Penerimaan Retribusi Pelayanan Kesehatan (Studi Kasus Di Kota Bekasi) Wallensy Septi Pratiwi Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma Salah satu pelayanan yang mendasar bagi pemerintah daerah adalah pelayanan di bidang kesehatan. Untuk meningkatkan pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat diperlukan penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang memadai dan mampu menjangkau. Upaya penyediaan sumber pembiayaan untuk pelayanan kesehatan antara lain dilakukan melalui penarikan retribusi pelayanan kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh produk domestik regional bruto, jumlah penduduk dan jumlah puskesmas terhadap realisasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan di Puskesmas Kota Bekasi. Penelitian menggunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik dan Dinas Kesehatan Kota Bekasi dan alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi sederhana. Dalam Penelitian ini disimpulkan bahwa produk domestik regional bruto, jumlah penduduk dan jumlah puskesmas mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan retribusi pelayanan kesehatan masyarakat di Kota Bekasi. Kata Kunci : PDRB, Jumlah Penduduk, Jumlah Puskesmas, Retribusi Pelayanan Kesehatan Pendahuluan Otonomi Daerah dapat dilaksanakan secara nyata dan bertanggung jawab seperti yang diterapkan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah perlu ditindak lanjuti dengan melaksanakan serangkaian kegiatan guna memenuhi kebutuhan daerah dengan cara menggali potensi daerah dan pengelolaan keuangan daerah yang berorientasi kepada kepentingan dan kebutuhan masyarakat (Yulianto, 2005). Sumber-sumber pembayaran diutamakan dari dalam negeri (daerah) sendiri baik berupa tabungan pemerintah maupun tabungan masyarakat. Sumber-sumber pembiayaan dari luar negeri merupakan pelengkap saja (Yulianto, 2005). Tabungan pemerintah merupakan kelebihan penerimaan dalam daerah, meliputi penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak daerah dan atau retribusi daerah. Penerimaan daerah perlu terus diupayakan adanya peningkatan pendapatan asli daerah dengan menggali sumber-sumber dana yang ada sehingga dapat menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat yang semakin meningkat kuantitas dan kualilasnya (Yulianto, 2003). Pendapatan asli daerah merupakan sumber pendapatan murni daerah yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lainlain pendapatan asli daerah yang sah. Semua pendapatan daerah itu mempunyai peranan penting dalam keuangan daerah yang merupakan salah satu tolok ukur di dalam pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab secara proporsional. Pada hakikatnya retribusi daerah lebih beraneka ragam dan bervariasi antara daerah yang satu dengan yang lain. Semakin maju suatu daerah akan semakin banyak fasilitas atau jasa yang perlu disediakan untuk pemenuhan kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat sehingga semakin banyak pula jasa-jasa retribusi yang dapat dipungut oleh daerah.
Salah satu pelayanan yang mendasar bagi pemerintah daerah adalah pelayanan di bidang kesehatan. Untuk meningkatkan pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat diperlukan
∑ e2
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang memadai dan mampu menjangkau segenap komponen masyarakat sesuai dengan kemampuan ekonominya dan penyediaan sumber-sumber pendapatan asli daerah yang hasilnya memadai. Untuk menilai sejauh mana pembangunan bidang ekonomi yang telah dilaksanakan maka sangat diperlukan adanya alat untuk mengukur tingkat keberhasil an pembangunan tersebut. Pendapatan regional adalah suatu indikator berupa data agregat yang sampai saat ini banyak negara termasuk Indonesia masih memakai data tersebut untuk mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi, baik secara nasional maupun regional. PDRB merupakan data statistik untuk memberikan gambaran-gambaran keadaan ekonomi baik di masa lalu maupun sekarang dan sebagai eva evaluasi, perencanaan, dan sasaran yang akan dicapai masa mendatang. Kerangka Teori Menurut Badan Pusat Statistik Kota Bekasi (2007), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu wilayah atau daerah pada suatu periode tertentu, biasanya satu tahun, tanpa memperhitungkan kepemilikan. Menurut Badan Pusat Statistik Kota Bekasi (2007), jumlah penduduk yang biasa digunakan sebagai pembagi dalam perhitungan PDRB agar diperoleh pendapatan per kapita adalah jumlah penduduk pertengahan tahun. Jumlah penduduk tersebut merupakan rata-rata jumlah penduduk pada tahun yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan penduduk pertengahan tahun adalah jumlah penduduk pada akhir tahun ditambah penduduk awal tahun dibagi dua. Puskesmas adalah pusat pelayanan kesehatan yang ditujukan bagi masyarakat. Menurut Yulianto (2005), jaringan puskesmas merupakan fakor-faktor yang dapat mempengaruhi pemerataan pelayanan kesehatan. Menurut Yulianto (2005), retribusi pelayanan kesehatan merupakan realisasi penerimaan retribusi kesehatan masyarakat yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan di Pusat Kesehatan Masyarakat maupun di Balai Pengobatan. Metode Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik Kota Bekasi dan Dinas Kesehatan Kota Bekasi. Data-data sekunder ini terdiri dari data PDRB Kota Bekasi Atas Dasar Harga Konstan 2000 antara tahun 2003-2006, jumlah penduduk, jumlah puskesmas, retribusi pelayanan kesehatan Kota Bekasi antara tahun 2003-2006. Dalam penelitian ini digunakan alat analisis regresi linier sederhana dengan variabel bebas PDRB, jumlah penduduk, dan jumlah puskesmas. Uji Asumsi Klasik Uji Autokorelasi Menurut Santosa dan Ashari (2005) menyatakan bahwa asumsi autokorelasi merupakan pengujian asumsi dalam regresi dimana variabel dependen tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri. Maksud korelasi dengan diri sendiri adalah bahwa nilai dari variabel dependen tidak berhubungan dengan nilai variabel itu sendiri, baik nilai periode sebelumnya atau nilai periode sesudahnya. Menurut Alhusin (2003) Rumus Uji Durbin Watson sebagai berikut: ∑ (en . en-1)2 d =
Uji Heteroskedastisitas Menurut Santosa dan Ashari (2005) menyatakan bahwa asumsi heterokedastisitas adalah asumsi
8 dalam regresi di mana varians dari residual tidak sama sama untuk satu pengamatan ke pengamatan lain. Uji Multikolinieritas Menurut Priyatno (2008), multikolinieritas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas, yaitu adanya hubungan linear antar variabel independen dalam model regresi. Uji Statistik Uji Ketepatan Parameter Penduga (Estimate) Menurut Setiaji (2004), uji t digunakan untuk menguji apakah pertanyaan hipotesis benar. Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variabel terikat. Koefisien Determinasi (R2) Menurut Setiaji (2008), koefisien determinasi (R2) pada intinya digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan variabel bebas dalam menerangkan variabel yang terikat. Rumus R2 yang digunakan adalah: ∑ (Y – Ŷ) 2 2 R = ∑ (Y – Ÿ) 2 PEMBAHASAN Analisis Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas
Gambar 4.1 Grafik Histogram pada variabel PDRB terhadap RPK
∑ e4
Gambar 4.2 Grafik P-P Plot pada variabel PDRB terhadap RPK
Dari grafik output tersebut dapat disimpulkan bahwa garis retribusi pelayanan kesehatan mengikuti bentuk distribusi normal dengan bentuk histogram yang hampir sama dengan bentuk
2 distribusi normal. Dari grafik P-P Plots, suatu data akan terdistribusi normal jika nilai probabilitas yang diharapkan adalah sama dengan nilai probabilitas pengamatan. Pada grafik P-P Plots, kesamaan antara nilai propabilitas harapan dan pengamatan ditunjukan dengan garis diagonal yang merupakan perpotongan antara garis propabilitas harapan dan probabilitas pengamatan. Dari grafik terlihat bahwa nilai P-P Plot tidak menyimpang jauh dari garis diagonal, sehingga bisa diartikan bahwa distribusi data
0 produk domestik regional bruto adalah normal.
Gambar 3 Grafik Histogram pada variabel JPd terhadap RPK
Gambar 5 Grafik P-P Plot pada variabel JPs terhadap RPK
Dari grafik output tersebut dapat disimpulkan bahwa garis retribusi pelayanan kesehatan mengikuti bentuk distribusi normal dengan bentuk histogram yang hampir sama dengan bentuk
2
08
distribusi normal. Dari grafik P-P Plots, suatu data akan terdistribusi normal jika nilai probabilitas yang diharapkan adalah sama dengan nilai probabilitas pengamatan. Pada grafik P-P Plots, kesamaan antara nilai propabilitas harapan dan pengamatan ditunjukan dengan garis diagonal yang merupakan perpotongan antara garis propabilitas harapan dan probabilitas pengamatan. Dari grafik terlihat bahwa nilai P-P Plot tidak menyimpang jauh dari garis diagonal, sehingga bisa diartikan bahwa distribusi data
06
jumlah penduduk adalah normal. Gambar 5 Grafik Histogram pada variabel JPs terhadap RPK
Gambar 6 Grafik P-P Plot pada variabel JPs terhadap RPK
Gambar 7 Grafik P-P Plot pada variabel JPs terhadap RPK
Dari grafik output tersebut dapat disimpulkan bahwa garis retribusi pelayanan kesehatan mengikuti bentuk distribusi normal dengan bentuk histogram yang hampir sama dengan bentuk distribusi normal. Dari grafik P-P Plots, suatu data akan terdistribusi normal jika nilai probabilitas yang diharapkan adalah sama dengan nilai probabilitas2 pengamatan. Pada grafik P-P Plots, kesamaan antara nilai propabilitas harapan dan pengamatan ditunjukan dengan garis diagonal yang merupakan perpotongan antara garis propabilitas harapan dan probabilitas pengamatan. Dari grafik terlihat bahwa nilai P-P Plot tidak menyimpang jauh dari garis diagonal, sehingga bisa diartikan bahwa distribusi data jumlah puskesmas adalah normal. 2. Uji Autokorelasi.
Tabel 1 Uji Autokorelasi pada variabel 0 PDRB,JPd dan JPs terhadap RPK
Variabel PDRB JPd JPs
Durbin Watson 0,845 1,388 1,061
Kesimpulan
Tidak terjadi autokorelasi Tidak terjadi autokorelasi Tidak terjadi autokorelasi
Sumber: BPS dan Dinas Kesehatan Kota Bekasi, data diolah
Berdasarkan tabel 1 dapat diperoleh kesimpulan bahwa nilai Durbin Watson untuk keseluruhan variabel berada di antara 0 sampai 4, artinya seluruh variabel tidak terjadi gej ala autokorelasi.
-2 3. UJI Heteroskedastisitas Gambar 7 Uji Heteroskedastisitas PDRB terhadap RPK
Dari hasil tersebut terlihat bahwa penyebaran residual adalah tidak teratur. Hal tersebut dapat dilihat pada plot yang terpencar dan tidak membentuk pola tertentu. Dengan hasil demikian, kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa tidak terjadi gej ala homokedastisitas sehingga memenuhi asumsi heterokedastisitas.
Gambar 8 Uji Heteroskedastisitas JPd terhadap RPK
Dari hasil tersebut terlihat bahwa penyebaran residual adalah tidak teratur. Hal tersebut dapat
-2 dilihat pada plot yang terpencar dan tidak membentuk pola tertentu. Dengan hasil demikian, kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa tidak terjadi gej ala homokedastisitas sehingga memenuhi asumsi heterokedastisitas. Gambar 9 Uji Heteroskedastisitas JPs terhadap RPK
Dari hasil tersebut terlihat bahwa penyebaran residual adalah tidak teratur. Hal tersebut dapat dilihat pada plot yang terpencar dan tidak membentuk pola tertentu. Dengan hasil demikian, kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa tidak terjadi gej ala homokedastisitas sehingga memenuhi asumsi heterokedastisitas. 4. Uji Multikolinearitas
Tabel 2 Uji Multikolinearitas pada variabel PDRB,JPd dan JPs terhadap RPK Variabel PDRB JPd JPs
VIF 0,003 0,000 0,000
Kesimpulan Tidak terjadi multikolinearitas Tidak terjadi multikolinearitas Tidak terjadi multikolinearitas
Sumber: BPS dan Dinas Kesehatan Kota Bekasi, data diolah
Dengan menggunakan uji multikolinearitas dapat diketahui nilai variance inflation factor (VIF) pada variabel produk domestik regional bruto, jumlah penduduk dan jumlah puskesmas terhadap
realisasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan masing-masing dipeoleh nilai VIF sebesar 0,003; 0,000; 0,042. Nilai VIF lebih kecil dari 5 menunjukan tidak adanya gejala multikolinearitas. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tidak adanya gej ala multikolinearitas pada model regresi. Analisis Uji Statistik 1. Uji Determinasi
Tabel 4.3 Uji Determinasi pada PDRB, JPd, JPs terhadap RPK
Variabel
R
R Square
PDRB JPd JPs
0,416 0.839 0,613
0,173 0,704 0,375
Adjusted R Square 0,155 O,697 0,362
Standard Error of the Estimate 125107696,204 74920960,67436 108745004,01757
Sumber: BPS dan Dinas Kesehatan Kota Bekasi, data diolah
Berdasarkan tabel diatas diketahui nilai R pada variabel PDRB, JPd dan JPs masing-masing diperoleh sebesar 0,146; 0.839 dan 0,613 Angka R square atau koefisien determinasi yang diperoleh masing-masing variabel adalah sebesar 0,173; 0,704; 0,375. Dari hasil tersebut diketahui bahwa 17,3% perubahan atau variasi diperoleh dari variabel PDRB, 70,4% perubahan atau variasi diperoleh dari variabel JPd dan 37,5% perubahan atau variasi diperoleh dari variabel JPs. Persentase yang dipengaruhi atau dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini masing-masing sebesar 82,7%; 29,6% dan 62.5%. 2 . U j i t Tabel 3 Uji t pada PDRB, JPd, JPs terhadap RPK Variabel PDRB JPd JPs
T 3,106 10,448 5,258
Signifikansi 0,003 0,000 0.000
Sumber: BPS dan Dinas Kesehatan Kota Bekasi, data diolah
Hasil uji t menunjukkan bahwa t hitung untuk PDRB sebesar 3,106 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,003, t hitung untuk JPd sebesar 10,448 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 dan t hitung untuk JPs sebesar 5,258 dengan tingkat signifikan sebesar 0,000. Nilai t tabel untuk uji t sebesar 2,015 yang diperoleh dari alpha 0,0025. Nilai t hitung yang diperoleh lebih besar dari t tabel dan nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 sehingga kesimpulan yang dapat diambil adalah menolak Ho yang berarti koefisien konstanta signifikan secara statistik. Nilai t hitung dan variabel independen yang terbesar adalah JPd kemudian PDRB dan JPs. Artinya bahwa variabel yang mempunyai pengaruh yang paling kuat adalah jumlah penduduk yang di ikuti variabel PDRB dan jumlah puskesmas.
Persamaan Regresi Untuk mengetahui pengaruh hubungan PDRB, JPd, JPs terhadap realisasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan (Y) secara parsial, maka digunakan analisis regresi linier sederhana yang dapat dirumuskan yaitu: Y = a + b1 X1 Dimana : Y = RPK a = Konstanta X1 = Variabel independen b = Koefisien Regresi Hasil perhitungan penulis menggunakan perhitungan komputer dengan perangkat lunak SPSS 15.0 (Statistical Program for Social science) dibawah operasi Windows. Berdasarkan tabel coefficient, diperoleh persamaan regresi linier sederhana sebagai berikut: Y = a + b PDRB Y= 194522872,364 + 0,0000595 Dari persamaan di atas dapat dijelaskan konstanta sebesar 194522872,364 artinya jika PDRB nilainya adalah 0, maka RPK nilainya positif sebesar 194522872,364. Koefisien regresi 0,0000595 menyatakan bahwa setiap penambahan (karena tanda +) Rp. 1,- PDRB akan meningkatkan RPK sebesar 0,0000595. Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara PDRB dengan RPK, semakin tinggi PDRB maka semakin meningkatkan realisasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan. Y = a + b JPd Y= 6520257,302 + 149 1,325 Dari persamaan di atas dapat dijelaskan konstanta sebesar 6520257,302 artinya jika JPd nilainya adalah 0, maka RPK nilainya positif sebesar 6520257,302. Koefisien regresi 1491,325 menyatakan bahwa setiap penambahan (karena tanda +) Rp. 1,- JPd akan meningkatkan RPK sebesar 149 1,325. Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara JPd dengan RPK, semakin tinggi JPd maka semakin meningkatkan realisasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan. Y = a + b JPs Y= 119978167,227 + 50607877,678 Dari persamaan di atas dapat dijelaskan konstanta sebesar 119978167,227 artinya jika JPs nilainya adalah 0, maka RPK nilainya positif sebesar 119978167,227. Koefisien regresi 50607877,678 menyatakan bahwa setiap penambahan (karena tanda +) Rp. 1,- JPs akan meningkatkan RPK sebesar 50607877,678. Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara JPs dengan RPK, semakin tinggi JPs maka semakin meningkatkan realisasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa PDRB, JPd dan JPs secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap realisasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh positif dan signifikan terhadap realisasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan dengan koefisien determinasi sebesar 0,173 maka apabila PDRB naik 1% akan menaikkan penerimaan retribusi pelayanan kesehatan sebesar 17,3%. Kondisi ini menggambarkan bahwa struktur ekonomi daerah mempunyai peranan cukup penting dalam kebijakan fiskal. Untuk itu, apabila tingkat perekonomian tumbuh dengan baik maka derajat perekonomian masyarakat akan semakin baik sehingga dapat meningkatkan pendapatan Pemerintah Daerah dengan
adanya penerimaan realisasi retribusi pelayanan kesehatan. Jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap realisasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan dengan koefisien determinasi sebesar 0,704 maka apabila jumlah penduduk naik 1% akan menaikkan penerimaan retribusi pelayanan kesehatan sebesar 70,4%. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat telah memiliki kesadaran yang cukup tinggi dalam menjaga kesehatan dan kebersihan. Jumlah puskemas berpengaruh positif dan signifikan terhadap realisasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan dengan koefisien determinasi sebesar 0,375 maka apabila jumlah puskesmas naik 1% akan menaikkan penerimaan retribusi pelayanan pelayanan kesehatan sebesar 37,5%. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya puskesmas mempengaruhi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan. Adanya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan yang cukup tinggi mengakibatkan masyarakat memilih memeriksakan diri ke puskesmas sebagai salah satu fasilitas kesehatan. PENUTUP Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDRB) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap realisasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan. 2. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan Jumlah penduduk (JPd) berpengaruh positif dan signifikan terhadap realisasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan. 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Jumlah puskesmas (JPs) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap realisasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan. Pengujian variabel PDRB, JPd dan JPs secara parsial memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap RPK. Dengan demikian kesemua faktor tersebut akan menyebabkan penambahan positif terhadap RPK jika bernilai positif dan sebaliknya. DAFTAR PUSTAKA Dinas Kesehatan Kota Bekasi. 2007. Jumlah Puskesmas, Bekasi. Djokomoeljanto. 2004. Analisis Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Boyolali, Jurnal Retribusi Pelayanan Kesehatan, Wonogiri. Fisher, R. C. 1996. State and Local Public Finance. Chicago: Irwin. Kota Bekasi. 2007. Jumlah Penduduk 2003-2006. Bekasi: BPS. ______ . 2003. Jurnal Profil Kota Bekasi. Bekasi. ______ . 2007. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2003-2006. Bekasi: BPS. Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga. Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Jakarta: Mediakom. Peraturan Pemerintah tahun 2000 tentang Retribusi Daerah, Jakarta. Santoso, Budi, Purbayu dan Ashari. 2005. Analisis Statistik Dengan Microsof Ecell dan SPSS. Yogyakarta: Andi Offset.
Santoso, Singgih. 2001. Buku Latihan SPSS. Edisi Kedua. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. ______ . 2006. Menggunakan SPSS untuk Statistik Parametik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Setiaji, Bambang. 2004. Panduan Riset dengan Pendekatan Kuantitatif. Surakarta: UMS Sumodiningrat, Gunawan. 1999. Ekonometrika Pengantar. Yogyakarta: BPFE. Sutanto, A. 2002. Analisis Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Wonogiri, Jurnal Retribusi Pelayanan Kesehatan, Wonogiri. Uyanto, Stanislaus, S. 2006. Pedoman Analisis Data. Yogyakarta: Graha Ilmu. Wahyudin, M dan Sugiharno, E. 2001. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PAD, Jurnal Manajemen Daya Saing, Pekalongan. Yulianto, Sigit. 2005. Analisis Retribusi Pelayanan Kesehatan, Jurnal Retribusi Pelayanan Kesehatan, Wonogiri.