The Effect of Preheat on Toughness and Corrosion Resistance of Dissimilar Weld Joints Between AISI 304 Austenitic Stainless Steel and A 36 Low Carbon Steel Saifudina, Moehammad Noer Ilmanb a
Program Studi Teknik Mesin Otomotif, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Magelang Jl. Bambang Sugeng KM.5, Mertoyudan Magelang, Jawa Tengah, Indonesia b Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No.2, Yogyakarta 55281, Indonesia
Abstract Welding of dissimilar metals between stainless steel and carbon steel is widely used in a number of engineering practice, including railways, automotive, ship and other industries. However, one of the problems of welding austenitic stainless steel is precipitation of chromium carbide (Cr3C2) or Cr23C6 which nucleates at austenite grain boundaries. This precipitation occurs due slow cooling from the temperature of 900oC to 450oC. On the other hand, low carbon steel has excessive hardening in the HAZ if the cooling rate is high, causing a decrease in toughness. One of the solution is introducing preheating, so that the cooling rate becomes slow and reduces temperature gradient between weld metal and the base plate. The purpose of this study is to improve the mechanical properties especially toughness of weld joint using preheat. AISI 304 stainless steel plates were welded with A 36 carbon steel plates using MIG with a filler of ER 308. Welding was carried out using voltage of 20 Volt, current of 100 Ampere and heat input of 1 kJ / mm. Preheat temperature of 100oC, 200oC and 300oC. Tests include of impact test, corrosion resistance and SEM. The results show that preheat increas ductility, toughness and corrosion resistance of welding. Keywords:Dissimilar metals, MIG, precipitate, preheat, toughness.
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelasan logam tak sejenis (dissimilar metals) antara baja karbon rendah dan baja tahan karat austenitik semakin banyak diterapkan di bidang teknik karena tuntutan desain dan tuntutan ekonomi. Permasalahan pada pengelasan baja tahan karat austenitik adalah penurunan ketahanan korosi, penurunan sifat mekanis dan penggetasan akibat terbentuknya endapan halus (precipitate) karbida krom yang mengendap diantara batas butir austenit. Endapan halus ini dapat terbentuk karena pendinginan lambat dari temperatur 900 oC sampai dengan 450 o C. Pada sisi lain, baja karbon rendah akan mengalami pengerasan di daerah HAZ jika laju pendinginan saat pengelasan cukup tinggi, sehingga dapat menyebabkan turunnya ketangguhan (toughness). Pada pengelasan dissimilar juga akan timbul permasalahan dengan adanya retak pada fusion line. Masalah lain dalam pengelasan ini adalah timbulnya tegangan sisa akibat perbedaan laju pemanasan dan pendinginan serta adanya perbedaan temperatur pada logam las dan logam induk. Tegangan sisa ini akan berpengaruh terhadap ketahanan retak fatik dan memicu stress corrosion cracking (SCC). Salah satu cara untuk menurunkan laju pendinginan adalah dengan metode preheat.
1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui pengaruh suhu preheat terhadap ketangguhan logam las dan HAZ pada sambungan dissimilar baja karbon rendah A 36 dengan baja tahan karat austenitik AISI 304. 2. Mengetahui pengaruh suhu preheat terhadap ketahanan laju korosi logam las dan HAZ pada sambungan dissimilar baja karbon rendah A 36 dengan baja tahan karat austenitik AISI 304. 1.3. Tinjauan Pustaka Pengelasan logam tak sejenis (dissimilar metals) memiliki ciri ketidakhomogenan (inhomogeneity) kimia antara logam lasan dan logam induk. Pada pengelasan antara baja tahan karat austenitik dan baja tahan panas pearlitik, ketika kawah las (welding pool) membeku, konsentrasi yang berbeda akan menghasilkan kristalisasi morfologi yang berbeda di daerah logam lasan. Kristal selular epitaxial tumbuh pada interface cair-padat, sedangkan kristal dendrite non-epitaxial terbentuk dibagian tengah atau atas dari logam lasan [1]. Struktur sambungan las dissimilar metals sangat rentan terhadap stress corrosion cracking (SCC). Pada pengelasan antara baja tahan karat dupleks dan baja tahan karat austenitik, terjadi
1
pengurangan ketahanan terhadap stress corrosion cracking (SCC) pada HAZ baja tahan karat dupleks yang menyebabkan penurunan sifat mekanis[2]. Baja tahan karat austenitik AISI 316L yang dilas dengan baja karbon API 5L X60, akan terjadi retak (crack) pada fusion line antara baja karbon dan logam lasan karena filler E309 (tipe baja tahan karat austenitik) dengan kandungan kromium yang tinggi (24%Cr) akan menghasilkan daerah fusion line dengan kekerasan berlebih [3]. Hal ini juga memperkuat hasil penelitian sebelumnya mengenai las dissimilar antara baja tahan karat austenitik 316L dan baja karbon 312 dengan filler 309L pada pengelasan SAW akan menghasilkan lasan dengan kekerasan berlebih karena jumlah ferrit yang rendah dan martensit terdeksi di beberapa daerah sehingga akan mengakibatkan kegagalan uji bending [4]. Pada pengelasan dissimilar metals antara baja tahan karat austenitik AISI 304 dan baja karbon rendah A 36 menggunakan las SMAW, masukan panas yang tinggi menyebabkan penurunan nilai kekerasan pada daerah HAZ dan daerah las [5]. Masukan panas pada proses pengelasan mempengaruhi nilai dan distribusi tegangan sisa. Tegangan sisa dapat menyebabkan penggetasan, menurunnya kekuatan las dan menurunnya ketahanan korosi. Tegangan sisa ini akan berpengaruh terhadap ketahanan retak fatik dan memicu korosi retak tegangan (stress corrosion cracking). 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Prosedur Pengelasan Proses pengelasan menggunakan mesin las MIG dengan parameter sebagai berikut : 1. Diameter elektroda = 0,8 mm. 2. Arus (I) = 100 Ampere. 3. Tegangan (E) = 20 Volt. 4. Masukan Panas (q) = 1 kJ/mm = 1000 J/mm. 5. Kecepatan (V) = 2 mm/s 6. Gas pelindung = Ar Mekanisme proses las adalah torch dirangkai dalam satu kerangka yang digerakkan oleh motor yang dapat diatur kecepatannya dan bergerak di atas benda kerja, dengan variasi temperatur preheat 100oC, 200oC dan 300oC.
Gambar 2.1. Geometri sambungan dan posisi heater. 2.2. Pengujian Impak Pengujian impak digunakan untuk mengetahui kemampuan bahan dalam menerima beban tumbuk yang diukur dengan besarnya energi yang diperlukan untuk mematahkan batang uji dengan palu ayun. Kekuatan tumbuk adalah sifat logam yang sama
dengan ketangguhan. Batang uji impak bisa dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2. Batang uji impak 2.3. Uji Fraktografi dengan SEM Metode Scanning Electron Microscope (SEM) dilakukan setelah pengujian impact. Permukaan patah hasil uji impact akan diamati dengan SEM untuk melihat jenis/tipe patahan ; patah getas (brittle fracture) atau patah ulet (ductile fracture). Hasil dari SEM ini berupa gambar dengan ukuran nano. 2.4. Uji Korosi Polarisasi Ketika suatu logam tidak berada pada kesetimbangan dengan larutan yang mengandung ion-ionnya, potensial elektrodanya berbeda dari potensial korosi bebas dan selisih antara keduanya biasa disebut polarisasi. Pengujian laju korosi dengan tiga sel elektroda didasarkan pada metode eskstrapolasi tafel. Sel tiga elektroda merupakan perangkat laboratorium baku untuk penelitian kuantitatif terhadap sifat-sifat korosi bahan. Gambar 2.3 memperlihatkan alat uji laju korosi tipe sel tiga elektroda dengan potensiostat tipe PGS-201T milik Teknologi Akselarator dan Proses Bahan (PTAPB) - BATAN Yogyakarta.
Gambar. 2.3. Skema Alat Uji Korosi sel tiga Elektroda (Trethewey, 1991)
Laju korosi persamaan[6] : = , = ,
dihitung . .
dengan
menggunakan
………….………(2.1) .(
)
……….........(2.2) Gambar 2.4. Spesimen uji korosi
Dengan,
Gambar 2.4 memperlihatkan bentuk dan ukuran spesimen uji korosi tiga sel elektroda. Elektrolit yang digunakan pada pengujian ini adalah larutan FeCl3 dengan konsentrasi 0,3%. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Material Penelitian Hasil uji komposisi kimia logam induk, elektroda las dan daerah las ditunjukkan pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 di bawah ini.
1,01 0,29 -
0,2 0,012 -
24,34 0,051 20,45
8,46 0,102 9,85
1,174 0,6 1,65
0,022 0,007 -
0,002 0,008 -
0,771 0,34 0,46
0,046 0,142 0,04
AISI 304
Tabel 3.1. Komposisi kimia logam induk dan elektroda las % berat C Si S P Mn Ni Cr Mo Cu
A 36
= laju korosi (mpy) = arus korosi (µA/cm2) = berat ekuivalen = berat jenis sampel (gr/cm3) = berat atom = valensi atom
ER308
r ikor EW D a n
180 160 140 Cu
Impact Energy (J)
120
0,01
-
21,09
9,64
1,9
0,018
0,02
0,41
0,11
Las
Tabel 3.2. Komposisi kimia logam las % berat C Si S P Mn Ni Cr Mo
100 80 LAS TP
60
Dari hasil pengujian komposisi kimia dengan metode spektrometri, maka harga Crequivalen dan Ni-equivalen dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
LAS 100
40
LAS 200
20
LAS 300
0 Cr Equivalent = %Cr + %Mo + 1,5x%Si + 0,5x%Cb …….. (3.1) Ni Equivalent = % Ni + 30x%C + 0,5x%Mn …… ..(3.2)
-90 -60 -30
0
30 60 90
Temperatur (T)
Gambar 3.2.a. Energi impak – Temperatur daerah las 180
Dari hasil perhitungan Creq dan Nieq maka strukutr mikro logam induk dan las dapat ditentukan seperti pada diagram Schaeffler Gambar 3.1 di bawah ini:
H CS 100 H CS 200 H CS 300 H CS TP BM CS
160 140
Impact Energy (J)
120 100 80
C
D
60 40
B
20 0
A
-90 -60 -30 0 30 60 Temperatur (T)
Gambar 3.2.b. Energi impak–fungsi temperatur pengujian untuk A 36 180
Dari Gambar 3.1 diatas terlihat bahwa struktur mikro logam las diperkirakan adalah 5% ferrit dan austenite, dan diidentifikasi sebagai baja tahan karat berfasa ganda (dupleks).
160
3.2. Uji Impak Pengujian impak dilakukan pada suhu -60oC, o 30 C, 0oC, 30o C, dan 60oC. Dari pengujian ditunjukkan bahwa semakin rendah suhu preheat maka nilai ketangguhannya semakin rendah, dan semakin tinggi suhu preheat maka semakin besar pula nilai ketangguhannya. Dari Gambar 3.2 di bawah ini terlihat bahwa nilai ketangguhan daerah las sebesar 110 Joule pada suhu 30o C dan nilai ketangguhannya pada suhu -60oC sebesar 25,2 Joule.
Impact Energy (J)
Gambar 3.1. Diagram Schaeffler A=A 36, B=AISI 304, C=ER 308, D=daerah las
90
140 120 100 80
H SS TP
60
H SS 100
40
H SS 300 H SS 200
20
BM SS
0 -90
-60
-30 0 30 60 Temperatur (T)
90
Gambar 3.2.c. Energi impak–fungsi temperatur pengujian untuk AISI 304
3.3. Pengamatan Fraktografi Pengamatan permukaan patahan hasil pengujian impak dengan SEM seperti pada Gambar 3.3 dibawah ini. Patah ulet terjadi karena patahan transgranular yaitu putusnya ikatan atom sepanjang bidang kristalografi. Jenis patahan ini terjadi karena pembelahan (cleave) sesuai dengan arah orientasi atom. Jenis patahan ini terjadi pada specimen dengan suhu pengujian –60oC yang terlihat seperti pada gambar 3.3.a. a.1
b.1
a.2
b.2
a.3
b.3
4. KESIMPULAN 1. Pada preheat 300o C nilai impak HAZ A 36 dan daerah las adalah yang tertinggi yang berarti makin baik karena semakin ulet. 2. Semakin tinggi suhu preheat semakin tinggi nilai ketahanan terhadap laju korosi. Korosi daerah las adalah korosi sumuran, pada A 36 korosi galvanik dan pada AISI 304 korosi intergranular. DAFTAR PUSTAKA
Gambar 3.3. Fraktografi dengan SEM. a: Temperatur pengujian -60o C, b: Temperatur pengujian 30o C 1: HAZ AISI 304, 2:Daerah las, 3: HAZ A 36 Spesimen dengan suhu pengujian 30oC, bentuk patahannya adalah dimple. Patah dimple terjadi karena penggabungan microvoid akibat adanya deformasi dari beban berlebih. Bentuk permukaan patahan seperti pada gambar 3.3.b. 3.4. Pengujian korosi
LAJU KOROSI (mm/Year)
Dari Gambar. 3.4 di bawah ini dapat dilihat bahwa dari semua spesimen preheat menunjukkan terjadinya penurunan laju korosi jika dibandingkan spesimen tanpa preheat. Salah satu fungsi preheat adalah untuk mengurangi tegangan sisa pada daerah las dan HAZ [7] akibat perbedaan laju pemanasan dan pendinginan pada saat pengelasan. Dengan berkurangnya tegangan sisa maka akan semakin meningkatkan ketahanan terhadap stress corrosion cracking (SCC). Laju korosi yang terjadi pada spesimen dengan perlakuan preheat 300o C sebesar 1,48 mm/y mempunyai ketahanan korosi yang lebih baik jika dibandingkan dengan specimen tanpa preheat yaitu sebesar 1,79 mm/y.
1.79
1.71
1.69 1.48
TP
100 OC
200 OC
300 OC
Gambar 3.4. Laju korosi
[1] Yajiang, L., Zengde, Z., and Bing Z, 2001, Microstructure in the weld metal of AusteniticPearlite Dissimilar Steels and Diffusion of Elemen in the fusion Zone,Journal Material, Sci.Technology,Volume 17 No.3. [2] Labanowski, J., 2007, Stress corrosion cracking susceptibility of dissimilar Stainless steel Welded joints, Journal of Achievements in Materials and Manufacturing Engineering, Volume 20, Issues 1-2 January-February. [3] McPherson N. A., 1998, A Study of the Structure of the Dissimilar Submerged Arc Welds, Metallurgical And Materials Transaction. Volume 29A, Marc. [4] Fallatah, G. M., 2002, Reliability of dissimilar metal welds subjected to sulfide stress cracking, The 6th Saudi. [5] Hariyanto, A., dan Ilman, M. N., 2009, Pengaruh variasi heat input terhadap sifat mekanik dan korosi sambungan las tak sejenis pada baja karbon dan austenitic stainless steel. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. [6] Jones, D. A., 1991, Principle and Prevention of Corrosion, Mc. Millan Publishing Company, New York. [7] Wiryosumarto, H. dan Okumura, T., 1987, Teknik Pengelasan Logam, edisi VII PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
6