POTENSI BIOMASSA TEGAKAN HASIL REVEGETASI LAHAN BEKAS TAMBANG BATU BARA. STUDI KASUS TANAMAN AKASIA (ACACIA MANGIUM WILLD.) DI PT MULTI SARANA AVINDO, KALIMANTAN TIMUR Sadeli Ilyas Laboratorium Klimatologi Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda
ABSTRACT. Potential of Stands Revegetation Biomass on Coal Mining Waste Land. A Case Study on Akasia (Acacia mangium Willd.) in PT Multi Sarana Avindo, East Kalimantan. Forests absorb CO2 during photosyntesis process and keep it as organic materials in plant biomass. Number of organic matter stored in forest biomass per unit area and per unit of time is the subject of forest productivity. Forest productivity is a figure of the ability of forests in reducing emissions of CO2 in the atmosphere through physiological activities. Measurement of activities in the context of this study are relevant to the measurement of biomass. Forest biomass provides important information in the expected size of the potential absorption of CO2 and biomass within a certain age that can be used to estimate forest productivity. Reclamation of coal mining waste land is an attempt to repair or restore the land and vegetation in degraded forest areas, as a result of business activities for mining and energy in order to function optimally as intended. Measurement of forest productivity in the area of revegetation on coal mining waste land was the purpose of this study. The results showed that the biomass of A. mangium stand as the revegetation plant at the age of 7 years was 148.33 tons/ha, at the age of 5 years 114.90 tons/ha and at the age of 3 years 77.96 tons/ha. Kata kunci: biomassa, revegetasi, Acacia mangium, Multi Sarana Avindo
Biomassa adalah massa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu tajuk, akar, ranting, daun, pohon, tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim (Hairiah dan Rahayu, 2007). Biomassa adalah total berat atau volume organisme dalam suatu areal atau volume tertentu. Biomassa juga didefinisikan sebagai jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown, 1997). Dalam suatu penelitian biomassa terdapat banyak istilah yang terkait dengan penelitian tersebut. Beberapa istilah tersebut di antaranya disebutkan dalam Clark (1979), sebagai berikut: 1. Biomassa hutan adalah keseluruhan volume makhluk hidup dari semua spesies pada suatu waktu tertentu dan dapat dibagi ke dalam 3 kelompok utama yaitu pohon, semak dan vegetasi yang lain. 2. Pohon secara lengkap berisikan keseluruhan komponen dari suatu pohon termasuk akar, tunggul /tunggak, batang, cabang dan daun-daun. 3. Tunggul dan akar mengacu kepada tunggul dengan ketinggian tertentu yang ditetapkan oleh praktik-praktik setempat dan keseluruhan akar. 192
193
4.
5. 6. 7.
8. 9.
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
Untuk pertimbangan kepraktisan, akar dengan diameter yang lebih kecil dari diameter minimum yang ditetapkan sering dikesampingkan. Batang di atas tunggul merupakan seluruh komponen pohon kecuali akar dan tunggul. Dalam kegiatan inventarisasi biomassa hutan, pengukuran sering dikatakan bahwa biomassa di atas tunggul/tunggak ditetapkan sebagai biomassa pohon secara lengkap. Batang adalah komponen pohon mulai di atas tunggul hingga ke pucuk dengan mengecualikan cabang dan daun. Batang komersial adalah komponen pohon di atas tunggul dengan diameter minimal tertentu. Tajuk pohon adalah bagian dari batang dari diameter ujung minimal tertentu hingga ke pucuk, bagian ini sering merupakan komponen utama dari sisa pembalakan. Cabang adalah semua dahan dan ranting kecuali daun. Dedaunan adalah semua duri, daun, bunga dan buah.
Sejalan dengan perkembangan yang terkait dengan biomassa hutan, maka penelitian atau pengukuran biomassa hutan mengharuskan pengukuran biomassa dari seluruh komponen hutan. Dalam perkembangannya, pengukuran biomassa hutan mencakup seluruh biomassa hidup yang ada di atas dan di bawah permukaan dari pepohonan, semak, palem, anakan pohon dan tumbuhan bawah lainnya, tumbuhan menjalar, liana, epifit dan sebagainya ditambah dengan biomassa dari tumbuhan mati seperti kayu dan serasah. Pohon dan organisme foto-ototrof lainnya melalui proses fotosintesis menyerap CO2 dari atmosfer dan mengubahnya menjadi karbon organik (karbohidrat) dan menyimpannya dalam biomassa tubuhnya seperti dalam batang, daun, akar, umbi buah dan lain-lain. Keseluruhan hasil dari proses fotosintesis ini sering disebut juga dengan produktivitas primer. Dalam aktivitas respirasi, sebagian CO2 yang sudah terikat akan dilepaskan kembali dalam bentuk O2 atau O3 ke atmosfer. Selain melalui respirasi, sebagian dari produktivitas primer akan hilang melalui berbagai proses misalnya dekomposisi. Sebagian dari biomassa mungkin akan berpindah atau keluar dari ekosistem karena terbawa aliran air atau agen pemindah lainnya. Kuantitas biomassa dalam hutan merupakan selisih antara produksi melalui fotosintesis dan konsumsi. Perubahan kuantitas biomassa ini dapat terjadi karena suksesi alami dan oleh aktivitas manusia seperti silvikultur, pemanenan dan degradasi. Perubahan juga dapat terjadi karena adanya bencana alam (Sutaryo, 2009). Pengukuran produktivitas hutan dalam konteks studi ini relevan dengan pengukuran biomassa. Biomassa hutan menyediakan informasi penting dalam menduga besarnya potensi penyerapan CO2 dan biomassa dalam umur tertentu dapat digunakan untuk mengestimasi produktivitas hutan. Untuk menjawab beberapa isu di atas, studi kandungan biomassa hutan terutama hutan tanaman industri sangat dibutuhkan. Studi ini difokuskan pada tanaman Akasia (Acacia mangium Willd.) yang dikembangkan secara luas di areal reklamasi bekas tambang batubara di PT Multi Sarana Avindo (PT MSA) Kalimantan Timur.
Ilyas (2010). Potensi Biomassa Tegakan Hasil Revegetasi
194
Studi ini bertujuan untuk mengetahui potensi biomassa hutan tanaman hasil revegetasi yang dihitung berdasarkan dimensi pertumbuhannya. Penyusunan persamaan allometri juga merupakan salah satu fokus dari studi ini. Jika persamaan allometri untuk setiap jenis tersedia, maka pendugaan biomassa hutan tanaman dapat diestimasi tanpa harus menebang. METODE PENELITIAN Studi biomassa hutan tanaman Akasia ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 sampai Mei 2010 di areal konsesi tambang batu bara PT Multi Sarana Avindo (PT MSA) yang pengerjaan penambangannya dilaksanakan oleh PT Anugerah Bara Kaltim (PT ABK). Konsesi tambang batu bara ini mulai dieksploitasi sejak tahun 2001. Daerah konsesi PT MSA ini secara administratif pemerintahan termasuk ke dalam wilayah Desa Purwajaya, Desa Batuah, Desa Loa Duri Ulu, Desa Loa Duri Ilir dan Desa Bakungan Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Secara geografis terletak pada koordinat antara 117°05’00,0” BT dan 0°37’30” LS dan 117°03’55,0” BT dan 0°37’30,0” LS. Untuk mengetahui besarnya biomassa dalam studi ini dilaksanakan dengan teknik "destructive sampling" (dengan menebang pohon) terhadap tanaman Akasia pada umur 3, 5 dan 7 tahun. Untuk mengestimasi biomassa hutan tanaman, dilakukan pengukuran diameter dan tinggi pada seluruh tanaman dalam areal seluas 0,06 ha yang diulang sebanyak 3 kali. Untuk membangun persamaan allometrik, pada setiap kelas umur dilakukan penebangan terhadap 1020 pohon yang mewakili distribusi diameternya. Selain dimensi pohon berupa diameter dan tinggi, dilakukan juga pengukuran diameter dan berat masing-masing log, berat cabang dan ranting serta berat daun. Untuk mengetahui biomassanya, dari masing-masing bagian tanaman diambil sampel sekitar 250 gram untuk dikeringkan dan berdasarkan rasio berat kering dan berat basahnya, maka biomassa setiap bagian pohon berupa biomassa batang, cabang dan ranting, daun dan biomassa total dapat dihitung. Biomassa setiap petak merupakan jumlah dari masing-masing biomassa individu pohon yang terdapat pada petak studi bersangkutan dan melalui konversi luas areal, maka akumulasi biomassa per hektar dapat diketahui. Bahan penelitian yang digunakan adalah tegakan hutan hasil revegetasi pada areal reklamasi bekas tambang batu bara dan peralatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning System) untuk menentukan koordinat plot dan batas-batas areal penelitian, Suunto clinometers/helling meter untuk menentukan kelerengan, phiband untuk mengukur diameter pohon, kamera dan handycam untuk mengabadikan peneitian, tali rafia/tali plastik untuk memberi tanda petak ukur, cat untuk memberi tanda pohon yang akan diukur
195
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Risalah Jenis Akasia (Acacia mangium Willd.) Klasifikasi ilmiah: A. mangium termasuk ke dalam kerajaan Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Fabales, famili Fabaceae, sub famili Mimosoideae, marga Acacia. Acacia mangium adalah tumbuhan berkayu anggota dari marga Acacia yang banyak tumbuh di wilayah Papua New Guinea, Papua Barat dan Maluku. Jenis ini semula dikembangkan ex situ di Malaysia Barat dan selanjutnya di Malaysia Timur, yaitu di Sabah dan Serawak, karena menunjukkan pertumbuhan yang baik maka Filipina telah mengembangkan pula sebagai tanaman hutan. Pohon selalu hijau, tinggi hingga 30 m. Bebas cabang dapat lebih dari setengah tinggi pohon; kadang-kadang silindris pada batang bawah dan diameter jarang lebih dari 50 cm. Kulit kasar dan beralur, berwarna abu-abu atau coklat, ranting kecil seperti sayap. Daun besar, panjangnya mencapai 25 cm, lebar 310 cm, hijau gelap dengan empat urat longitudinal (tiga pada A. auriculiformis); daun majemuk ketika bibit. Bunga berganda, putih atau kekuningan, dalam rangkaian yang panjangnya 10 cm, tunggal atau berpasangan di sudut daun pucuk. Buah polong kering merekah yang melingkar ketika masak, agak keras, panjang 78 cm, lebar 35 mm. Benih berwarna hitam mengkilat, lonjong, 35 x 23 mm, dengan ari (funicle) kuning cerah atau oranye yang terkait di benih. Terdapat 66.000120.000 benih/kg. Musim berbunga berbeda menurut sebaran alami dan lokasi tanam. Di Australia berbunga PebruariMei dan benih masak bulan OktoberDesember. Di Indonesia buah masak bulan Juli, di Papua New Guinea pada akhir September. Sebagai pohon eksotik, siklus pembungaan tidak teratur dan pembungaan ini dapat sepanjang tahun, tetapi puncak pembungaan terlihat jelas. Puncak tersebut dilaporkan terjadi bulan Juli di Semenanjung Malaysia, Januari di Sabah, OktoberNovember di Taiwan dan September di Thailand. Di Tanzania buah masak dipanen bulan Juni-Juli. Berbunga setelah sebelum daun mekar dan benih dapat dipanen 24 bulan setelah penanaman. Jenis ini umumnya kawin silang dan diserbuki oleh serangga. Panen buah dengan cara diunduh dari pohon atau dikumpulkan di tanah. Pohon A. mangium yang tua biasanya berkayu keras, kasar, beralur longitudinal dan warnanya bervariasi mulai dari coklat gelap sampai terang. Dapat dikemukakan pula bahwa bibit A. mangium yang baru berkecambah memiliki daun majemuk yang terdiri dari banyak anak daun. Daun ini sama dengan sub famili Mimosoideae misalnya Paraserianthes falcataria (Falcataria moluccana), Leucaena sp., setelah tumbuh beberapa minggu A. mangium tidak menghasilkan lagi daun sesungguhnya tetapi tangkai daun sumbu utama setiap daun majemuk tumbuh melebar dan berubah menjadi phyllodae atau pohyllocladus yang dikenal dengan daun semu, phyllocladus kelihatan seperti daun tumbuh umumnya. A. mangium dapat tumbuh dengan cepat dan tahan terhadap berbagai kondisi cuaca, meskipun demikian jenis tanaman ini membutuhkan perawatan khusus jika ditanam sebagai tanaman kebun karena daunnya yang banyak berguguran.
Ilyas (2010). Potensi Biomassa Tegakan Hasil Revegetasi
196
Penyebaran dan Habitat Menyebar alami di Queensland di utara Australia, Papua New Guinea hingga Provinsi Papua dan Maluku. Cepat tumbuh, pohon berumur pendek (3050 tahun), beradaptasi terhadap tanam asam (pH 4,56,5) di dataran rendah tropis yang lembap. Tidak toleran terhadap musim dingin dan naungan. Tumbuh baik pada tanah subur yang baik drainasenya serta tahan terhadap tanah yang tidak subur dan jelek drainasenya. Pohon muda mudah terbakar. Dapat menjadi gulma pada kondisi tertentu. Bastar alam antara A. auriculiformis dan A. mangium menunjukkan sifatsifat yang diinginkan. Manfaat Tujuan penanaman di Asia terutama untuk pulp dan kertas. Pemanfaatan lain meliputi kayu bakar, kayu konstruksi dan mebel, kayu tiang, pengendali erosi, naungan dan perlindungan. Nilai lebih lain adalah kemampuan untuk bersaing dengan alang-alang (Imperata cylindrica). A. mangium termasuk jenis legum yang tumbuh cepat, tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi dan tidak begitu terpengaruh oleh jenis tanahnya. Kayunya bernilai ekonomi karena merupakan bahan yang baik untuk finir serta perabot rumah yang menarik seperti: lemari, kusen pintu dan jendela serta baik untuk bahan bakar. Tanaman A. mangium yang berumur tujuh dan delapan tahun menghasilkan kayu yang dapat dibuat untuk papan partikel yang baik. Persamaan Allometrik Metode allometrik merupakan metode pengukuran pertumbuhan tanaman yang dinyatakan dalam bentuk hubungan-hubungan eksponensial atau logaritma antar organ tanaman yang terjadi secara harmonis dan perubahan secara proporsional (Parresol, 1999). Metode allometrik ini pertama kali ditemukan oleh Kittredge (1944) dalam bentuk formulasi logaritmik sebagai berikut: Y = aXb. Y = variabel bergantung (dalam hal ini kandungan biomassa). X = variabel bebas (dalam hal ini dapat berupa diameter batang atau tinggi pohon). a, b = konstanta Allometrik seperti tersebut di atas telah banyak digunakan oleh para peneliti lain seperti Ogino (1977) dan Oohata (1991). Persamaan allometrik tersebut dibentuk dengan cara menebang setiap pohon terlebih dahulu, selanjutnya persamaan yang diperoleh diterapkan pada pohon yang masih berdiri. Martin dkk. (1998) menyatakan, bahwa persamaan allometrik dapat digunakan untuk menghubungkan antara diameter batang pohon dengan variabel yang lain seperti volume kayu, biomassa pohon dan kandungan karbon pada tegakan hutan yang masih berdiri (standing stock). Persamaan allometrik yang dihasilkan dari hubungan antara diameter dan volume batang untuk tegakan Akasia disajikan pada Gambar 1.
197
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
Gambar 1. Hubungan Antara Diameter dengan Volume Tegakan Akasia
Gambar 1 merupakan gambaran tentang hubungan antara diameter setinggi dada dengan volume pohon hasil pengukuran diameter dan tinggi pohon di lapangan yang kemudian ditransformasikan menjadi suatu persamaan allometrik. Untuk penggunaan selanjutnya jika ingin mengetahui besarnya volume tegakan Akasia hanya diperlukan pengukuran diameter pohon setinggi dada. Grafik tersebut menggambarkan bahwa hubungan antara diameter setinggi dada sangat erat hubungannya. Persamaan tersebut adalah: V = 4E05 D2,7126 dengan R2 = 0,9838. (V = volume pohon, D = diameter, R2 = koefisien korelasi). Contoh: Sebatang pohon Akasia mempunyai diameter 15 cm, maka untuk mencari volume pohon tersebut adalah V = 0,00004 x 15 2,7126 = 0,00004 x 1549,763 = 0,0619. Jadi volume pohon dengan diameter 15 cfcm adalah 0,0619 m3. Dengan menggunakan persamaan allometrik ini untuk mengetahui volume pohon, maka pengukuran tinggi tidak diperlukan lagi. Pertumbuhan Acacia mangium Pertumbuhan tanaman Akasia (A. mangium) yang meliputi pertumbuhan diameter, tinggi, volume dan basal area dari tegakan yang berumur 3, 5 dan 7 tahun pada areal bekas tambang dan bukan bekas tambang ditampilkan pada Tabel 1. Pada tabel tersebut tampak terdapat perbedaan volume dan basal area antara areal bukan bekas tambang dengan areal bekas tambang, volume pohon pada umur 7 tahun di areal bukan bekas tambang adalah 252,24 m3/ha, sedangkan volume pada areal bukan tambang dengan umur yang sama hanya 112,83 m3/ha, sehingga terdapat perbedaan di antara keduanya sekitar 139,41 m3. Demikian juga pada basal area terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara tegakan yang ditanam pada areal
Ilyas (2010). Potensi Biomassa Tegakan Hasil Revegetasi
198
bekas tambang dan bukan bekas tambang, di mana pada areal bukan bekas tambang adalah 48,54 m2/ha, sedangkan pada areal bekas tambang 27,85 m2/ha. Mean annual increment (MAI) pada areal bukan bekas tambang adalah 36,03 m3 sedangkan MAI pada areal bekas tambang hanya berkisar antara 16,12 m3 per tahun. Tabel 1. Pertumbuhan Tanaman Acacia mangium pada Umur 3, 5 dan 7 Tahun pada Areal Bukan Bekas Tambang (BBT) dan Areal Bekas Tambang (BT) Umur (thn) 7 7 5 3
Maks (cm) 39,15 29,28 25,14 21,00
Diameter Min (cm) 9,23 6,04 5,41 4,45
Rataan (cm) 24,19 17,66 15,28 12,73
Maks (m) 12,0 12,0 10,0 8,0
Tinggi Min (m) 4,0 2,0 2,0 2,0
Rataan (m) 8,0 7,0 6,0 5,0
Basal Vol/ha area/ha 3 2 (m ) (m ) 252,24 48,54 122,83 27,85 85,10 21,54 52,31 14,40
MAI 3 (m )
Ket
36,03 16,12 17,02 17,44
BBT BT BT BT
Terjadinya perbedaan volume dan basal area pada areal bekas tambang dengan areal bukan bekas tambang kemungkinan besar disebabkan perbedaan tempat tumbuh, di mana pada areal bukan bekas tambang keadaan tanahnya baik sifat fisik maupun sifat kimianya masih utuh, sedangkan pada areal bekas tambang sifat fisik dan kimia tanahnya telah mengalami perubahan, baik pada saat pemindahan maupun pada saat rekonturing dilaksanakan. Biomassa Hutan di Areal Revegetasi Bagian terbesar pertukaran karbon (CO2 dan CO) antara atmosfer dan daratan terjadi di hutan karena vegetasi hutan menyerap karbon melalui fotosintesis untuk membangun biomassa kayu yang setengahnya merupakan senyawa karbon. Dengan demikian status pengelolaan hutan akan menentukan apakah daratan bertindak sebagai sumber emisi (source) atau rosot (sink) karbon. Dengan menggunakan persamaan allometrik yang merupakan hubungan antara diameter dengan biomassa untuk jenis Akasia dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Hubungan Antara Diameter Setinggi Dada (DSD) dengan Biomassa Acacia mangium
199
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
Asumsi yang mendasari penyusunan model penaksiran biomassa adalah terdapatnya hubungan erat antara dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan biomassa. Besarnya keeratan hubungan antar 2 peubah diukur dari besarnya nilai koefisien korelasi (R2) (Walpole, 1993). Bila nilai R2 mendekati +1 atau -1 maka hubungan kedua peubah itu kuat dan disimpulkan terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya. Pada Gambar 2 tersebut tampak bahwa persamaan allometrik untuk batang adalah Y = 0,4668 X1,8287 dengan R2 = 0,9855. Selanjutnya persamaan allometrik untuk ranting (termasuk cabang) adalah Y = 0,078 X2,0038, dengan R2 = 0,9542, sedangkan persamaan allometrik untuk daun adalah Y = 0,0648 X1,9348 dengan R2 = 0,9502, nilai-nilai tersebut menunjukkan terdapatnya hubungan yang erat antara diameter setinggi dada dengan volume biomassa. Persentase biomassa dari bagian pohon untuk jenis Akasia adalah untuk batang menempati bagian terbesar dari biomassa keseluruhan yaitu sebesar 67%, diikuti oleh biomassa ranting yang mempunyai persentase sebesar 19% dan selanjutnya biomassa daun sebesar 14%. Rekapitulasi biomassa untuk masing-masing kelas umur dari tegakan Akasia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rekapitulasi Biomassa Tegakan Acacia mangium pada Berbagai Kelas Umur Umur Volume Basal area Biomassa (ton/ha) 3 2 tegakan (thn) Batang Ranting Daun (m ) (m ) 7* 252,24 48,54 165,69 48.799,60 32,42 7** 112,83 27,85 101,32 27.957,43 19,05 5 85,10 21,54 78,53 21.620,99 14,75 3 52,31 14,40 53,57 14.452,20 9,94 *areal bukan bekas tambang batu bara. **areal bekas tambang batu bara
Jumlah 246,91 148,33 114,90 77,96
Pada Tabel 2 tampak bahwa biomassa pohon pada areal bukan bekas tambang batu bara untuk Akasia lebih tinggi dibandingkan dengan biomassa pada areal revegetasi bekas tambang. Total biomassa untuk tegakan Akasia di areal bukan bekas tambang pada umur tujuh tahun adalah 246,91 ton/ha, sedangkan pada areal bekas tambang pada umur yang sama adalah 148,33 ton/ha. Kondisi ini menunjukkan, bahwa biomassa pada areal bekas tambang lebih rendah sekitar 60% dibandingkan biomassa pada areal bukan bekas tambang. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Persamaan allometrik untuk tegakan Akasia di areal bekas tambang batu bara adalah V = 4E05 D2,7126. Dengan adanya persamaan allometrik ini, maka untuk mengetahui volume suatu pohon hanya perlu mengukur diameter saja, jadi pengukuran tinggi bisa diabaikan. Persamaan allometrik untuk menduga biomassa batang adalah Y = 0,4668 X1,8287 dengan nilai koefisien korelasinya (R2) adalah 0,9855. Persamaan allometrik untuk ranting (termasuk cabang) adalah Y = 0,078 X2,0038 dengan R2 = 0,9542,
Ilyas (2010). Potensi Biomassa Tegakan Hasil Revegetasi
200
sedangkan persamaan allometrik untuk daun adalah Y = 0,0648 X1,9348 dengan R2 = 0,9502. Terdapat perbedaan yang cukup besar antara areal bukan bekas tambang dengan areal bekas tambang dalam hal biomassa, volume dan basal areal. Saran Perlu diadakan pengukuran untuk jenis-jenis yang lainnya yang ditanam di areal reklamasi lahan pasca tambang batu bara seperti untuk tegakan sengon, johar, trembesi dan sebagainya. Untuk peningkatan biomassa, perlakuan silvikultur sangat diperlukan di areal revegetasi bekas tambang batu bara. DAFTAR PUSTAKA Brown, S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests: Primer. (FAO Forestry Paper 134). FAO, Rome. Clark, A. 1979. Suggested Procedures for Measuring Tree Biomass and Reporting Free Prediction Equations. Proc. For. Inventory Workshop, SAF-IUFRO. Ft. Collins, Colorado. h 615628. Hairiah, K. dan S. Rahayu. 2007. Pengukuran ‘Karbon Tersimpan’ di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. World Agroforestry Centre - ICRAF, Bogor, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Malang. 77 h. Kittredge, J. 1944. Estimation of the Amount of Foliage of Trees and Stands. J. For. 42: 905912. Martin, J.G.; B.D. Kloeppel;. T.L. Schaefer; D.L. Kimbler and S.G. McNutly. 1998. Aboveground Biomass and Nitrogen Allocation of Ten Deciduous Southern Appalachian Tree Species. J. For. Res. 28: 16481659. Ogino, K. 1977. A Beech Forest at Ashiu: Biomass, Its Increment and Net Production. Dalam: Primary Productivity of Japanese Forests: Productivity of Terrestrial Communities (T. Shidei and T. Kira, eds.). Japanese Committee for the International Biological Program, University of Tokyo Press, Japan. Oohata, S. 1991. A Study to Estimate the Forest Biomass: A Non Cutting Method to Use the Piled up Data. Bulletin of the Kyoto University Forests 63: 2336. Parresol, B.R. 1999. Assessing Tree and Stand Biomass: A Review with Examples and Critical Comparisons. For. Sci. 45 (4): 573593. Sutaryo, D. 2009, Penghitungan Biomassa. Sebuah Pengantar untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Wetlands International Indonesia Programme, Bogor. Walpole, R.E. 1993. Pengantar Statistika. Edisi Ke-3. PT Gramedia, Jakarta.