S.Ghunu, A.Aoetpah, T.O. Damidato, Efek Biokonversi Rumput “Kume” (Sorghum plumosum var) sebagai bahan pakan oleh Jamur Tiram putih (Pleurotus ostreatus) terhadap kandungan bahan organik
EFEK BIOKONVERSI RUMPUT “KUME” (Sorghum plumosum var. Timorense) SEBAGAI BAHAN PAKAN OLEH JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) TERHADAP KANDUNGAN BAHAN ORGANIK S. Ghunu, A. Aoetpah*, T.O. Dami Dato** ABSTRACT Fibrous feedstuff such as ‘kume’ grass has a potential to be an energy source for ruminants. However, because of its higher structural carbohydrate content, organic matter content of the grass is very low. This study was conducted to study the quality changes on crude protein, crude fiber and crude fat resulted from bioconversion of white rod mushroom on ‘kume’ grass. Completely Randomized Design was applied with 5 treatments and 4 replications. The treatments are D0 = without inoculants as control, D5 = 5 g, D10 = 10 g, D15 = 15 g and D20 = 20 g kg-1 substrate. Bioconversion procedure just followed that suggested by Ghunu (1998). Response variables measured are substrate contents of crude protein, crude fiber and crude fat. Data was analyzed by using analysis of variance and Duncan’s Multiple Range Test. The study was carried out on the laboratory of Animal department State Agricultural Polytechnic of Kupang. Statistical test results showed that the change occurs in all response variables. Nutrient content of crude protein, crude fiber and crude fat significantly (P<0.05) affected by the addition of white rod mushroom. White rod mushroom is able to degrade structural carbohydrate of ‘kume’ grass as indicated by the decrease of crude fiber and constantly significant increases of crude protein and crude fat resulted from the development of mycelia produced by the white rod mushroom. The best dose of inoculates is 15 g kg -1 substrate. It was suggested to biologically converse the standing-hay ‘kume’ grass using white rod mushroom 15 g kg-1 substrate since this treatment is the best and the most efficient regarding level of changes of organic matter content. Key words: standing-hay ‘kume’ grass, bioconversion, white rod mushroom, organic matter content
ABSTRAK Pakan berserat seperti halnya rumput kume berpotensi sebagai sumber energi bagi ternak ruminansia, namun karena kandungan karbohidrat strukturalnya tinggi sehingga memiliki nilai nutrisi yang rendah. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari perubahan kualitas kandungan protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dosis inokulum (D0 = tanpa inokulum sebagai kontrol, D5 = 5 g, D10 = 10 g, D15 = 15 g dan D20 = 20 g kg-1 substrat) dan ulangan 4 kali. Prosedur biokonversi mengikuti petunjuk Ghunu (1998). Variabel respon yang diukur adalah kandungan protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Data penelitian dianalisis dengan sidik ragam dan uji jarak berganda Duncan. Penelitian dilakukan di Laboratorium Peternakan Politeknik Pertanian Negeri Kupang. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perubahan terjadi pada semua variabel respon. Kandungan protein kasar, serat kasar, lemak kasar nyata (P<0,05) dipengaruhi oleh penambahan dosis inokulum jamur tiram putih. Jamur tiram putih mampu mendegradasi karbohidrat struktural rumput kume yang ditunjukkan dengan semakin menurunnya kandungan serat kasar dan secara konsisten nyata pula meningkatkan kandungan protein kasar dan lemak kasar akibat adanya sumbangan miselium yang dihasilkan oleh jamur tiram putih. Dosis terbaik inokulum yaitu 15 g kg-1 substrat. Disarankan agar pengolahan rumput kume kering secara biologis menggunakan jamur tiram putih pada dosis inokulum 15 g kg -1 substrat karena paling baik dan efisien dilihat dari tingkat perubahan komposisi bahan organik substrat. Kata kunci: rumput kume kering, biokonversi, jamur tiram putih, kandungan kimia
Media Exacta Volume 10 No.2 Juli 2010
S.Ghunu, A.Aoetpah, T.O. Damidato, Efek Biokonversi Rumput “Kume” (Sorghum plumosum var) sebagai bahan pakan oleh Jamur Tiram putih (Pleurotus ostreatus) terhadap kandungan bahan organik
Rumput “kume” (Sorghum plumosum var. Timorense) sebagai hijauan pakan lokal untuk ternak ruminansia di daerah NTT tersedia melimpah selama musim hujan. Keunggulan rumput “kume” ini karena tumbuh subur dengan produksi tetap tinggi pada kondisi tanah kurang subur di sekitar wilayah kota Kupang. Produksi biji yang tinggi dan penyebaran biji secara alamiah kemudian tumbuh merata selama musim hujan adalah keunggulan lain dari rumput kume. Potensi nutrien rumput kume yaitu sebagai bahan pakan sumber serat karena kandungan karbohidrat strukturalnya tinggi sehingga potensial berfungsi sebagai pakan sumber energi bagi ternak ruminansia. Potensi ini dimanfaatkan dengan sangat baik oleh petani kecil dimana rumput kume dipotong kemudian dijual kepada para peternak sapi dan pedagang sapi antar pulau.Praktek potong dan jual ini dilakukan secara rutin oleh petani selama fase vegetatif hingga fase generatif dimana rumput sudah mengering (standing hay) dan memproduksi biji. Praktek penyediaan pakan hijauan bagi ternak ruminansia demikian memiliki dua kelemahan. Pertama, pada periode vegetatif, dimana produksi melimpah, tidak ada usaha pengawetan pakan seperti pembuatan silase. Kedua, pada periode generatif, para petani dan peternak tetap menggunakan rumput kume kering tersebut. Secara kualitas, kandungan nutrien pada periode generatif ini sudah sangat rendah yang ditandai dengan rendahnya kandungan protein kasar dan vitamin tetapi kandungan serat kasar rumput terutama ikatan lignohemiselulosa dan lignoselulosa semakin tinggi. Teknologi yang dapat digunakan untuk pengolahan bahan hijauan berserat setelah memasuki periode generatif yaitu biokonversi menggunakan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus). Pengolahan dengan teknologi biokonversi ini lebih menguntungkan karena selain dapat meningkatkan nilai gizi, juga tidak berbahaya, tidak menimbulkan polusi dan biaya relatif murah. Jamur ini dikenal dapat melakukan biokonversi karena menghasilkan enzim fenol oksidase (lakase, peroksidase, dan tironase) yang mampu mendegradasi lignohemiselulosa dan lignoselulosa. Proses biokonversi tidak saja menurunkan kandungan serat atau kandungan unsur-unsur karbohidrat struktural, tetapi juga meningkatkan protein yang diperkaya oleh miselium jamur, selulosa dan hemiselulosa tersedia. Pengolahan melalui proses biokonversi akan memperbaiki kandungan kimia rumput kume.
S.Ghunu, A.Aoetpah, T.O. Damidato, Efek Biokonversi Rumput “Kume” (Sorghum plumosum var) sebagai bahan pakan oleh Jamur Tiram putih (Pleurotus ostreatus) terhadap kandungan bahan organik
MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Peternakan, Politeknik Pertanian Negeri Kupang. Bahan dan alat Bahan dan alat-alat perlengkapan penelitian yang digunakan adalah: a. Rumput kume kering yang diperoleh dari Kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Madya Kupang, NTT. b. Inokulum jamuri tiram putih (Pleurotus ostreatus) American Type Culture Collection (ATCC 32783), diperoleh dari Laboratorium Mikologi, PPAU Ilmu Hayati ITB Bandung. c. Bahan aditif yang terdiri dari 10% dedak padi; 0,5% CaCO3; 1,5% gypsum (CaSO4.2H2O); 0,5% pupuk NPK (Suriawiria, 1989). Penambahan aditif seperti dedak padi sebagai sumber akrbon dan nitrogen, CaCO3 sebagai sumber kalsium dan pengatur pH substrat (kisaran pH normal 5,1 – 7,0), NPK sebagai sumber mineral dan nitrogen. d. Air untuk membasahi substrat sehingga kadar air substrat berkisar antara 50 – 66,33% kg-1 substrat, untuk menunjang pertumbuhan jamur tiram putih dan sebagai pelarut zat-zat makanan. Alat-alat yang digunakan adalah timbangan elektrik, thermometer, higrometer, lampu spritus, spatel, gelas ukur, ember, rak dari bambu, kantong plastik ukuran 20 x 35 cm dengan ketebalan 0,5 mm, cincin paralon, drum pengukus, kompor, kapas, selang minyak tanah dan alkohol 70%. Prosedur biokonversi Prosedur biokonversi mengikuti prosedur yang dilakukan oleh
Ghunu (1998) sebagai
berikut: 1. Rumput kume kering dicacah, ditimbang sebanyak 10 kg, kemudian dicampur dengan 1 kg dedak, 150 g gypsum, 50 g CaCO3, 50 g NPK dan air 18,75 liter.
Media Exacta Volume 10 No.2 Juli 2010
S.Ghunu, A.Aoetpah, T.O. Damidato, Efek Biokonversi Rumput “Kume” (Sorghum plumosum var) sebagai bahan pakan oleh Jamur Tiram putih (Pleurotus ostreatus) terhadap kandungan bahan organik
2. Bahan substrat tadi bersama aditif dan air dicampur merata, lalu campuran substrat tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik polipropilen kemudian dipadatkan. Tinggi kantong bersisi substrat 20 cm dengan berat 1 kg. Setelah media dipadatkan, ujung kantong disatukan dan dipasang paralon untuk memasukkan inokulum. Selanjutnya ujung plastik dilipat dan diikat dengan karet kemudian ditutupi kapas. 3. Substrat tersebut distrelisasi selama 18 jam dalam drum pengukus yang sudah didesain seperti autoclav dengan pemanasnnya menggunakan kompor simawar dengan temperatur sekitar 90 -100oC, kemudian didinginkan selama 24 – 36 jam. 4. Substrat kemudian diinokulasi dengan inokulum Pleurotus ostreatus dengan teknik taburan sesuai dosis perlakuan ( 5, 10, 15 dan 20 g kg-1 substrat). 5. Setelah diinokulasi, kantong plastik berisi substrat diberi kode perlakuan, diinkubasi dalam ruang dengan suhu 22 – 24oC dan kelembaban 80-90%. 6. Biokonversi dianggap selesai apabila lama biokonversi telah mencapai 40 hari (Ghunu, 1998) atau sudah terlihat bahwa seluruh permukaan substrat telah ditutupi oleh miselium yang berwarna putih. Selanjutnya ikatan plastik dibuka dan substrat hasil biokonversi dikeringkan dalam oven selama 48 jam dengan suhu 60 oC (asumsi berat kering sudah konstan) menurut metode Schneider dan Flatt (1975). Sampel digiling untuk analisis proksimat kadar protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Rancangan dan metode analisis Penelitian dirancang berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan tersebut berupa 5 tingkat dosis inokulum jamur tiram putih yaitu D0 = tanpa inokulum (sebagai kontrol), D5 = 5 g, D10 = 10 g, D15 = 15 g dan D20 = 20 g kg-1 substrat. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragan dan Uji Jarak Berganda Duncan
(Gasperz,
1991;Gomez dan Gomez, 1995). Model matematis dari percobaan tersebut adalah sebagai berikut: Yij = µ + αij + єij; i = 1, 2, 3, 4; j = 1,2,3,4,5 Yij = Peubah pada perlakuan ke – i pada ulangan ke – j (variabel respon yang diukur) µ = Nilai umum rata-rata respon αi = Pengaruh tingkat dosis inokulum taraf ke – i (pengaruh perlakuan ke – i) єij = Pengaruh komponen galat pada perlakuan ke –i dan ulangan ke – j Peubah yang diukur dan cara pengukuran
S.Ghunu, A.Aoetpah, T.O. Damidato, Efek Biokonversi Rumput “Kume” (Sorghum plumosum var) sebagai bahan pakan oleh Jamur Tiram putih (Pleurotus ostreatus) terhadap kandungan bahan organik
Peubah yang diukur adalah kualitas rumput kume hasil biokonversi yang meliputi a). Kandungan protein kasar, b) kandungan serat kasar dan c) kandungan lemak kasar. Semuanya diukur melalui analisis proksimat (AOAC, 1990).
HASIL DAN BAHASAN Kandungan Protein Kasar, Serat Kasar dan Lemak Kasar Rumput Kume Hasil Biokonversi Rataan kandungan protein kasar, serat kasar dan lemak kasar rumput kume hasil biokonversi jamur tiram putih disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Kandungan Protein Kasar, Serat Kasar dan Lemak Kasar Rumput Kume hasil Biokonversi Jamur Tiram Putih Perlakuan
Variabel Respon Protein kasar (%) Serat kasar (%) Lemak kasar (%) D0 2,00a 48,69a 0,93a b b D5 4,58 38,66 1,33b D10 6,96c 33,66c 1,65c d d D15 8,00 26,88 1,79d D20 8,11d 26,20d 1,81d Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (P<0,05) Pada Tabel 1 terlihat bahwa pada semua tingkat dosis inokulum terjadi perubahan komposisi kimiawi dari rumput kume hasil biokonversi. Kandungan protein kasar (PK) dan lemak kasar semakin meningkat sebaliknya kandungan serat kasar semakin menurun seiring dengan peningkatan dosis inokulum jamur tiram putih. Selisih antara angka kandungan kimiawi tertinggi dan terendah dihitung sebagai perubahan yang terjadi akibat biokonversi jamur tiram putih. Hasil perubahan peningkatan dan penurunan persentase kandungan kimiawi rumput kume sebagai berikut. Peningkatan kandungan protein kasar sebesar 303,5%. Peningkatan kandunagn lemak kasar yaitu 94,62% dan penurunan serat kasar sebesar 46,19%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada semua variabel respon nyata (P<0,05) dipengaruhi oleh penambahan dosis inokulum jamur tiram putih yang diberikan. Hal ini mengindikasikan bahwa jamur tiram putih mampu mendegradasi substrat rumput kume kering yang dimanifestasikan oleh semakin menurunnya kandungan serat kasar. Hasil biokonversi ini juga menunjukkan peningkatan nyata (P<0,05) kandungan protein kasar dan lemak kasar akibat adanya sumbangan miselium yang dihasilkan oleh jamur tersebut. Media Exacta Volume 10 No.2 Juli 2010
S.Ghunu, A.Aoetpah, T.O. Damidato, Efek Biokonversi Rumput “Kume” (Sorghum plumosum var) sebagai bahan pakan oleh Jamur Tiram putih (Pleurotus ostreatus) terhadap kandungan bahan organik
Hasil uji Duncan membuktikan bahwa kontrol (D0) secara nyata (P<0,05) lebih rendah kandungan PK (2,00%) dan lemak kasar (0,93%) dibanding semua perlakuan lainnya. Sebaliknya pada perlakuan yang sama (D0) kandungan serat kasar (48,69%) nyata (P<0,05) lebih tinggi kandungannya dibanding perlakuan lainnya. Keadaan yang sama di antara sesama perlakuan juga nyata perbedaannya (P<0,05) dengan semakin meningkatnya dosis inokulum kecuali antara D15 dan D20. Hal ini mengindikasikan bahwa pengolahan rumput kume kering menggunakan jamur tiram putih sudah cukup dengan dosis inokulum sebanyak 15 g kg-1 substrat. Peningkatan dosis inokulum menyebabkan peningkatan kandungan protein kasar. Perubahan ini sebagai akibat dari pembentukan miselium yang semakin cepat, jumlah miselium yang tumbuh pada media biokonversi juga semakin banyak sehingga kepadatan populasi jamur tiram putih semakin tinggi. Pada gilirannya semakin banyak pula enzim fenol oksidase yang diproduksi untuk menguraikan substrat menjadi senyawa-senyawa pembentuk protein. Hal ini sejalan dengan pendapat Zadrazil dan Kurtzman (1984) bahwa dosis yang lebih tinggi akan menyebabkan terbentuknya miselium yang lebih banyak, ditambah lagi dengan kemampuannya berkoloni pada permukaan dan bahkan masuk ke dalam substrat (Zadrazil, 1978). Chang dan Miles (1989) juga mengemukakan bahwa jamur tiram putih mampu mendegradasi lignohemiselulosa dan lignoselulosa serta memiliki aktivitas metabolik untuk mensintesis komponen kompleks. Selanjutnya dijelaskan bahwa jamur tiram putih dapat memperoleh nitrogen dari nitrat atau ion-ion amoniak serta komponen nitrogen organik lainnya. Jamur tiram putih juga dapat mensintesis nitrogen dari udara. Hal tersebut dipertegas Mugiyono, dkk., (1984) bahwa jamur tiram putih dapat mensintesis protein dari nitrogen organik maupun anorganik atau nitrogen bebas dari udara. Peningkatan protein kasar seiring dengan bertambahnya dosis inokulum. Peningkatan ini diduga disebabkan karena jamur tiram putih selain mampu mendegradasi ikatan lignohemiselulosa dan lignoselulosa, juga mensintesis asam-asam amino dari miselium yang tumbuh selama proses biokonversi. Hal ini sejalan dengan pendapat Sova dan Cibuka (1990) bahwa jamur tiram putih dapat menyumbangkan asam-asam amino yang lengkap kecuali phenilalanin dan methionin yang agak rendah. Badve, dkk., (1987) juga menyatakan bahwa kandunagn protein kasar pada media bekas penanaman jamur tiram putih dapat meningkat sampai 22,4% sebagai akibat dari meningkatnya kandungan asam-asam amino pada substrat tersebut. Hasil pengukuran juga menunjukkan adanya penurunan kandungan serat kasar sejalan dengan semakin banyaknya dosis inokulum dan pertumbuhan miselium. Miselium yang tumbuh membutuhkan sumber energi yang diambil dari serat kasar substrat rumput kume melalui degradasi selulosa dan lignin. Cain (1980) menjelaskan bahwa persentase penurunan serat kasar jauh lebih besar daripada bahan organik sebab substrat sendiri mengandung karbohidrat struktural yang berfungsi sebagai sumber energi bagi jamur disamping BETN.
S.Ghunu, A.Aoetpah, T.O. Damidato, Efek Biokonversi Rumput “Kume” (Sorghum plumosum var) sebagai bahan pakan oleh Jamur Tiram putih (Pleurotus ostreatus) terhadap kandungan bahan organik
Penurunan serat kasar tertinggi terjadi pada dosis inokulum 20 g kg-1 substrat. Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya dosis inokulum, spora-spora miselium semakin banyak pada saat terjadinya kolonisasi jamur. Seiring dengan hal itu, produk enzim selulase, hemiselulase dan lakase yang dihasilkan juga semakin banyak. Akibatnya, pada waktu yang bersamaan terjadi degradasi serat kasar yang semakin tinggi pula. Selain itu, selama periode kolonisasi, miselium jamur tiram putih lebih cepat menyebar ke dalam partikel-partikel substrat. Pada gilirannya menghasilkan enzim yang banyak untuk mendegradasi komponen serat sehingga menyebabkan kandungan serat ikut menurun. Fenomena ini sejalan dengan pendapat
Pichyangkura (1978) bahwa selama biokonversi, jamur
menghasilkan enzim selulolitik yang menguraikan selulosa menjadi glukosa, menyebabkan substansi organik dalam hal ini selulosa dan hemiselulosa berkurang. Bedasarkan hasil penelitian ini terbukti bahwa semakin tinggi dosis inokulum maka komponen serat kasar yang dirombak semakin tinggi, sehingga mengakibatkan fraksi serat kasar menurun. Kandunagn lemak kasar rumput kume hasil biokonversi secara konsisten meningkat sejalan dengan meningkatnya dosis inokulum. Keadaan ini menggambarkan bahwa sebelum miselium menghasilkan enzim pada fase pertumbuhan primer yang mendegradasi karbohidrat kompleks rumput kume, miselium memerlukan energi dari karbohidat sederhana yang beasal dari bahan aditif. Pada fase pertumbuhan sekunder, terjadi polimerisasi dan mineralisasi sehingga akan terjadi pelepasan lemak dai rumput kume yang ditandai dengan terbentuknya konsistensi menyerupai cairan lemak berwarna kekuning-kuningan (Paterson, 1989). Pada gilirannya kandungan lemak kasar dari rumput kume biokonversi tersebut meningkat. Chang dan Miles (1989) menyatakan bahwa miselium jamur tiram putih itu sendiri mengandung lemak kasar berkisar dari 1,6 sampai 2,2%. Kemungkinan inilah yang juga menyebabkan terjadinya peningkatan kandunagn lemak kasar rumput kume dengan semakin tingginya dosis inokulum. Kandungan lemak kasar hasil penelitian Santoso (1996) pada jerami padi dengan dosis inokulm dan waktu biokonversi yang sama adalah 2,26% dan kontrolnya 1,13% berarti ada peningkatan sebesar 97,35%. Kandungan lemak kasar dalam penelitian ini 1,81% dan kontrol 0,93% (peningkatan 94,62%), berarti masih rendah. SIMPULAN Penggunaan jamur tiram putih sebagai pengurai lignoselulosa dalam biokonversi rumput kume kering dapat mendegradasi lignoselulosa dan lignohemiselulosa sekaligus meningkatkan kualitas rumput kume hasil biokonversi akibat adanya miselium jamur. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya serat kasar dan secara konsisten meningkatkan kandungan protein kasar dan lemak kasar. Rumput kume kering sebaiknya diolah terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai pakan ternak ruminansia. Dianjurkan pengolahan secara biologis menggunakan jamur tiram putih sebanyak 15 g kg-1 substrat selama 40 hari fermentasi. Media Exacta Volume 10 No.2 Juli 2010
S.Ghunu, A.Aoetpah, T.O. Damidato, Efek Biokonversi Rumput “Kume” (Sorghum plumosum var) sebagai bahan pakan oleh Jamur Tiram putih (Pleurotus ostreatus) terhadap kandungan bahan organik
DAFTAR RUJUKAN AOAC. (1990). Official Methods of the Analysis. 12th edition. Washington DC: Association of The Official Analytical Chemist. Badve, V.C., P.R. Nisal., A.L., Joshi and D.V. Rangnekar. (1987). Studies on the Use of Lignocellulose Degrading Fungi to Improve the Nutritive Value of Sugarcane Bagasse and Sorghum straw. Biological, Chemical and Physical Treatment in Fibrous Crop Residues as Animal Feed (hal. 112 - 125). The Netherland: Wageningen. Cain, R. (1980). The Uptake and Catabolism of Lignin-Related Aromatic Compound and their Regulation in Microorganism. Dalam T. T. Kirk, Lignin Biodegradation: Microbiology, Chemistry and Potential Applications. Florida: CRC Press, Inc., Boca Raton. Chang, S.T and P.G. Miles. (1989). Edible Mushroom and Their Cultivation. Florida: CRC Press, Inc., Boca raton Florida. Gasperz, V. (1991). Teknis Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Edisi Pertama. Bandung: Tarsito. Ghunu, S. (1998). Efek Dosis Inokulum dan Lama Biokonversi Ampas Tebu sebagai Bahan PAkan oleh Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Terhadap Kandungan Komponen Serat, Protein Kasar, dan Energi dapat dicerna Pada Domba. Bandung: Program Pasacasarjana, Universitas Padjadjaran, Bandung. Gomez, K.A dan A.A Gomez. (1995). Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi kedua. Jakarta: Universitas Indonesia. Mugiyono, Y; Soedomo; Margino; Yoetomo dan Soeyono. (1984). Teknik Budidaya Jamur Gajih (Pleurotus sp) untuk Meningkatkan Nilai Nutrisi Jerami Padi Sebagai Makanan Ternak sapi Potong. Lokakarya Pertama Evaluasi Biologi, Kimia dan Fisika Limbah Lignoselulosa. Jakarta: Kerjasama LIPI (Indonesia) dan ILOB (Netherland). Paterson, A. (1989). Biodegradation of Lignin and Cellulosic Materials. Biotechnology for Livestock Production. Plenum Press, New York , 245 - 259. Pichyangkura, S. (1978). Case Study: Cellulose Decomposing Fungi:. The 5th Asean Workshop on Solid Substrat Fermentation. Bandung: The National Institute for Chemistry, Indonesia Institute Science. Santoso, U. (1996). Efek Jerami Padi yang difermentasi oleh Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) terhadap Penggemukan Sapi Jantan Peranakan Ongole. Bandung: Universitas Padjadjaran. Sova, Z and J. Cibuka. (1990). Breakdown of Lignocellulosa Material by Higher Fungi. Elsevier . Zadrazil, F and R.H. Kurtzman. (1984). The Biology of Pleurotus Cultivation in the Tropics. Dalam S. T. Chang, Tropical Mushroom. Hongkong: The Chinese University Press.