� � � � � �� � � � Salam Persaudaraan Meneladan ... (2)
Ruang Komisi Program Pembentukan ... (17)
Antarkita
Permenungan Iman dan Kesehatan (20)
Provinsial Menyapa Sakit Itu.. (5) Tema Utama Apa Sulitnya..... (6) Olahraga Untuk ... (9) Keluarga Bruder Saya Sumeleh... (12) Komunitasiana Naik Kereta ... (15)
Untuk Kalangan Sendiri
� � � � �� � � � � � � �� � � � � � � � � � � � �� � � �� � � � � � � � �� � � � � � � � � �
Dari yang Muda Temu Angkatan ... (23) Kunjungan Keluarga... (24) Berjumpa dengan ... (25) Sekilas Mengikuti... (27) Si O-O Serba -Serbi Everything is Given (30) Menyongsong ... (34) Membangkitkan ... (36)
Keterangan Sampul:
Br. Valentinus Naryo saat ditemui di halaman Komunitas Haji Nawi, Jakarta. Demi menjaga vitalitas dan kesehatan, Br. Valen rajin berolah raga bulu tangkis. Olah raga itu sering dilakukan bersama beberapa bruder dan kawan-kawan lain di lapangan olah raga SD PL Jakarta.
Penanggung Jawab: Br. Ag. Marjito Ketua Redaksi : Br. Totok Sekretaris Redaksi: Br. Paulus Yanu Staf Redaksi: Br. M. Sidharta, Br. Y. Krismanto, Br. Valent Daru, Br. M. Sariya Giri, Br. Blasius Supri, Br. Y. Juadi, Br. Ag. Suparno, Br. Dion Redaktur Pelaksana: Br. Wahyu Keuangan: Br. John Alamat Redaksi: Jalan Kartini 9B Muntilan 56411. Email: komunikasifi
[email protected]. Telp. (0293) 587592 - Faks. (0293) 587362. Dicetak: Perc. PL Muntilan, Jl. Talun Km. 1, Muntilan 56411. Email:
[email protected]. Redaksi menerima sumbangan naskah dari pembaca.
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
1
Meneladan Kaum Sufi Salah satu tradisi yang digemari kaum sufi adalah kecenderungannya untuk berkhidmat, menolong, dan memuliakan manusia. Tradisi itu diyakini sebagai upaya untuk mendekati Tuhan mereka meniru akhlak Tuhan sebanyak-banyaknya dan menyerap sifat-sifat-Nya untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu sifat Tuhan yang paling menonjol adalah belas kasih sayang-Nya terhadap manusia. Para sufi berusaha menyebarkan dan memberikan belas kasih ini di tengahtengah kehidupan manusia. Menjadi penenang hati yang gundah, peneduh jiwa yang gersang, penolong orang yang susah, petunjuk bagi yang sesat, dan menjadi ”dokter” bagi orang yang sakit. Bakti terhadap manusia yang dianggap paling mulia diyakini sebagai anugerah langsung dari Tuhan oleh para sufi adalah baktinya untuk mengobati orang sakit. Para sufi tidak memisahkan antara penyakit fisik, pikiran dan jiwa, semuanya saling mempengaruhi. Mereka berusaha menyeimbangkan ketiga unsur di atas agar tetap harmonis. Bagi mereka, manusia bukan hanya sebongkah tubuh yang kasat mata saja, tetapi memiliki wilayah batin yang merupakan penghubung langsung dengan Tuhan, yaitu jiwa tempat cahaya-Nya bersemayam. Kesehatan jiwa inilah yang diusahakan terus-menerus oleh kaum sufi. Pengobatan jiwa diposisikan sebagai pengobatan yang paling utama dan merupakan pusat dari tubuh dan pikiran. Jika jiwa seseorang sehat maka tubuh dan pikiran pun akan terkondisikan untuk tetap sehat. Sebelum melakukan pengobatan, mereka biasanya mendiagnosa pasien terlebih dahulu. Apakah yang sakit itu badan, jiwa atau pikirannya. Jika badan yang sakit, maka mereka menggunakan kekayaan alam, seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan, yang diramu khusus tanpa dicampur zat lain sebagai obatnya. Pengobatan ini dipersiapkan untuk kesehatan fisik, darinya akan terbentuklah kesehatan fisik. Para sufi menawarkan cara tersendiri untuk memahami masalah, mengenali diri dan lingkungannya, memaknai hidup, mencari kebenaran, kebahagian dan kedamaian. Segala upaya ini untuk keselamatan dunia akhirat. Pada edisi terakhir di tahun yang ke XXXIX ini, KOMUNIKASI FIC mengangkat menyajikan tulisan yang berkaitan dengan kesehatan dan olah raga di kalangan religius, khususnya para bruder sendiri. Sebagian bruder memang sudah memiliki kegemaran berolah raga dan salah bruder berkenan membagikan pengalamannya. Kami juga meminta seorang dokter yang sungguh memiliki perhatian besar dalam bidang kesehatan pada kalangan religius untuk menyampaikan gagasan berkaitan dengan kesehatan di kalangan religius. Semoga saja tulisan tersebut membantu para pembaca untuk memahami bahwa olah raga sebagai bagian dari menjaga kesehatan sungguh penting dalam hidup kita, terlepas dari panggilan hidup kita. Beberapa rubrik juga kami sajikan sebagai pendukung dari tema utama kami. Terima kasih dan selamat membaca.
C
ra FI
Sauda 2
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
Surat dari Jakarta Barat Tergugah untuk meramaikan KOMUNIKASI FIC, bolehlah saya sekedar memberi masukan. Dari butir-butir isi, saya boleh berkomentar sedikit bahwa staf redaksi sudah menggunakan sistem job description. Setiap staf bekerja maksimal, sehingga hasil kerjanya nyata. Khusus berkaitan dengan Edisi V Th. XXXIX Desember 2007 yang menampilkan tulisan eks Bruder FIC, nasihat saya agar para bruder yang tak melanjutkan panggilannya itu ”digarap” dengan baik. Jangan ragu-ragu untuk bekerja sama, bahkan mencari kader FIC melalui mereka. Dengan catatan, asal waktu meninggalkan kongregasi itu ”baik-baik” saja. Apa yang akan ditampilkan tahun 2008? Saya siap membantu dari Jakarta. Kalau boleh usul, apakah saya bisa meminta rubrik ”Kolom Anton M” satu halaman saja? Demikian dulu, terima kasih atas kerja sama selama ini. Br. Anton Marsudiharjo tinggal di Komunitas Kembangan, Jakarta Barat
Dari Redaksi Der Anton, terima kasih atas dukungan untuk kami. Semoga sistem kerja kami tetap baik, bahkan dapat lebih kami tingkatkan lagi. Berkaitan dengan Edisi V Th. XXXIX Desember 2007, kami memang sudah memiliki rencana untuk membangun relasi dengan para mantan Bruder FIC. Beberapa waktu yang lalu, kami telah berusaha mencari tahu beberapa alamat mantan Bruder FIC. Tujuannya, dalam suatu kesempatan, kami akan memfasilitasi suatu pertemuan bersama, sehingga relasi itu tetap terjalin. Tentu saja hal ini masih dalam tahap rencana yang memerlukan pematangan. Tema untuk tahun 2008 baru saja kami bahas dalam pertemuan di Muntilan tanggal 12-13 Januari 2008 lalu. Tema itu akan kami muat dalam Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008. Usul dari Der Anton tentang kolom khusus Der Anton sangat kami hargai dan akan kami pertimbangkan. Memang, artikel dari Der Anton masih banyak tersimpan di bank naskah kami. Oleh karena kami juga memberi kesempatan pada penulis lain, sering tulisan Der Anton ”terpaksa” diantri pemuatannya. Jika tema tulisannya tidak terlalu ketinggalan, akan kami muat. Akan tetapi, jika temanya ”sangat” ketinggalan, dengan rendah hati tulisan Der Anton tidak dapat kami muat lagi. Demikian tanggapan kami. Semoga Der Anton berkenan menerima. Yang pasti, kami sangat memerlukan bantuan dari Der Anton demi kelangsungan media tercinta kita.
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
3
Ucapan Syukur Tuhan sudah mengasihi saya dengan menghapus dosa-dosa saya. Patutlah saya melimpahkan kasih itu kepada sesama bruder dan kaum lemah, miskin, tersingkir, dan cacat (KLMTC) dan berdoa supaya FIC berkembang dalam kasih itu kepada KLMTC. Hari Ibu, 22 Desember 2007 Br. Berchmans tinggal di Komunitas Ambarawa
Tema Majalah KOMUNIKASI FIC Edisi I Th. XL April 2008 – VI Th. XL Februari 2009 Edisi I Th. XL April 2008 Makna Doa Dalam Kehidupan Para Bruder Hal-hal yang dapat diangkat adalah perbedaan pemaknaan antargenerasi tentang doa, manfaat doa dalam kehidupan, ketekunan dan kesetiaan dalam doa, dan doa dalam perkembangan hidup. Edisi II Th. XL Juni 2008 Kerasulan Kaum Muda, Melukis Kehidupan Hal-hal yang dapat diangkat adalah kecemasan-kecemasan kaum muda, kondisi psikologi dan spiritual kaum muda dalam menyumbang masa depan, strategi pendampingan kaum muda, dan relevansi karya kerasulan para bruder dan pembangunan gereja kaum muda. Edisi III Th. XL Agustus 2008 Menumbuhkan Jiwa Internasionalisasi Hal-hal dapat diangkat antara lain pergeseran pemaknaan internasionalisasi Kongregasi FIC, problematika kongregasi dalam taraf internasional, dan pemahaman lintas budaya. Edisi IV Th. XL Oktober 2008 Jejaring Hidup Religius dengan Pemerintah Hal-hal yang dapat diangkat adalah pengalaman religius (para bruder) dalam segi bekerja sama dengan pemerintah, upaya religius (para bruder) dalam membangun kerja sama dengan pemerintah, dan peluang dan hambatan bekerja sama dengan pemerintah. Edisi V Th. XL Desember 2008 Keteladanan Religius Hal-hal yang dapat diangkat adalah upaya menjadi atau mencari keteladanan, sosok teladan yang dirindukan, dan keteladanan sebagai sebuah berkat. Edisi VI Th. XL Februari 2009 Teknologi Dalam Kehidupan Para Bruder Hal yang dapat diangkat adalah perlunya penguasaan teknologi, sikap dan pemanfaatan fasilitas kongregasi, serta bersikap bijaksana terhadap teknologi dan fasilitas.
4
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
Sakit Itu Mahal, Sehat Itu Murah! Olah raga menjadi salah satu hal yang penting dalam kehidupan modern ini. Di zaman modern ini sering kali kita kurang bergerak, misalnya turn off/on barang electronik hanya dengan menggunakan remote, mencuci baju tinggal sekali pencet selesai, ada eskalator, lift, dan sebagainya. Olah raga mempunyai banyak faedah seperti memperlancar jalan darah, memperbanyak oksigen dalam tubuh, dan mengeluarkan racun dari dalam tubuh. Tuhan telah mendesign tubuh kita untuk bisa mengeluarkan racun melalui keringat yang keluar, buang air kecil dan besar, dan buang angin. Olah raga akan mampu menghancurkan lemak/gula dalam tubuh kita. Bentuk olah raga seperti lari/jalan di tempat akan membuat lemak/gula dalam tubuh kita terbakar. Olah raga juga bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, menurunkan hormon stress, tidur lebih nyenyak, dan sebagainya. Kita perlu berolah raga atau banyak melakukan gerakan dalam aktivitas kita sehari-hari. Contohnya, pada saat kita tidak sedang terburu-buru, sengaja berjalan lewat tangga sekalipun ada lift/eskalator. Pada saat ada waktu longgar di tengahtengah kesibukan kita, lakukan senam ringan. Kita juga bisa lari ditempat sambil mendengarkan music rohani/radio/Mp3 dll yang bisa membangkitkan rohani kita. Hal yang juga penting adalah kita tidak melakukan kebiasaan-kebiasaan yang bisa merusak kesehatan. Masih ada kebiasaan-kebiasaan buruk yang lain yang bisa merusak kesehatan tubuh kita misalnya merokok, begadang, konsumsi narkoba. Kita perlu meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang bisa merusak kesehatan kita sehingga kita memiliki tubuh yang sehat karena Tuhan ingin roh, jiwa dan tubuh kita terpelihara sempurna. Untuk menjaga kesehatan, kita juga perlu meminta petunjuk kepada dokter/pakar kesehatan. Dokter dan pakar kesehatan sudah banyak belajar dan diberi banyak pengetahuan tentang kesehatan oleh Tuhan (Amsal 1:7). Meminta nasehat dokter dan pakar kesehatan adalah tindakan yang sangat bijaksana untuk memelihara kesehatan kita. Tuhan ingin agar kita memiliki tubuh yang sehat. Sebab kalau tubuh kita sehat, maka kita bisa melakukan banyak hal di dalam kehidupan kita tanpa terganggu oleh sakit penyakit, dan kita juga bisa memuliakan Tuhan melalui tubuh kita yang sehat. Marilah kita membangun pola hidup yang baik, sehingga kita memiliki tubuh sehat yang sangat bermanfaat bagi hidup kita. (BAK)
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
5
Apa Sulitnya Menjadi Bruder Yang Sehat ? Oleh: Br. Valentinus Naryo* Ada dua orang bruder teman seangkatan. Sebut saja nama mereka Br. Makmur dan Br. Sabar. Sejak berprasetia pertama, keduanya berpisah oleh karena tugas yang berbeda. Br. Makmur diutus ke kota metropolitan. Sedangkan, Br. Sabar diutus menjadi tenaga pastoral di sebuah paroki desa. Ia tidak asing dengan warga paroki tersebut, karena sewaktu live in dia pernah tinggal di sana. Suatu ketika, mereka berjumpa dalam sebuah acara yang diadakan tarekatnya. Mereka saling berbagi pengalaman mengenai suka dukanya menjalani tugas di tempat masing-masing. Mereka tampak asyik dan bersemangat dalam menceritakan pengalaman hidupnya. Dalam percakapan mereka, terdengar pula adanya perdebatan betapa susahnya mencari waktu untuk refreshing dan olah raga. Makmur: ”Sabar, selama ini kamu tidak terdengar sakit dan kenyataannya fisikmu keliatan tetap segar seperti beberapa tahun silam. Kok bisa?” Sabar: ”Lho, aku berolah raga. Olah raga kita saat masih calon, masih aku lakukan lho!” Makmur: ”Oo..., jadi kamu masih sempat berolah raga? Rutin?” 6
Sabar: ”Ya, iyalah. Bahkan, sekarang aku usahakan jogging setiap pagi sekitar 25 menit. Aku juga berusaha menghidupi ungkapan kuno ”men sana in corpore sano”. Dengan kesadaran itu, aku mencoba terus belajar berpikir sehat agar tubuh tetap sehat pula.” Makmur: ”Kamu memang perhatian betul akan hidup sehat. Wah... sekarang aku susah cari waktu untuk olah raga seperti dulu. Tugas menyita banyak perhatian, sehingga sepenuh waktu kucurahkan di tempat tugas. Waktu istirahatku rasanya juga sedikit dan tak teratur.” Sabar: ”Pantesan! Fisikmu ”bengkak”! Ngomong-ngomong, melihat fisikmu seperti itu, apakah kamu merasa sehat?” Makmur: ”Susah kujawab! Selama ini, aku masih bisa mengatasi, bisa menjaga diri. Hanya sakit kecil-kecilan.... Kadang, dengan tampang yang keliatan pucat, lesu, tidak selera makan, ada orang baik yang perhatian. Naa...., datanglah makanan atau obat ke bruderan.” Sabar: ”Payah kamu! Itu sudah ketergantungan. Kalau kamu terusteruskan, namanya bunuh diri perlahanlahan!” Itulah gambaran yang memperlihatkan bahwa pada umumnya para bruder merupakan orang-orang yang sibuk dengan segala urusan pekerjaannya. Saya beranggapan bahwa bruder-bruder merupakan orang-orang yang total dalam mengabdikan dirinya. Oleh karena kesibukannya, tidak sedikit dari antara Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
dok. KOM-FIC
Br. Agus Sakiman gemar berolah raga bulu tangkis. Men sana in corpore sano!
para bruder yang kurang memperhatikan kesehatan, kebutuhan istirahat, dan ketahanan fisiknya. Padahal mereka tahu betul jika fisik dan psikisnya kurang sehat, mereka sendiri yang akan menanggung akibatnya. Akhirnya, bila telah sampai pada batas kemampuan, sakit pun diderita. Dari ilustrasi tersebut, juga tampak bahwa oleh karena kesibukannya, para bruder mengupayakan kesehatan dan kebugaran fisiknya menurut caranya masing-masing. Ada yang mengandalkan energi dari dalam dirinya dengan cara berolah raga secara teratur dan didukung perilaku dan berpikir positif. Ada pula yang karena keadaan, mengandalkan dari luar dirinya dengan mengkonsumsi obat-obatan. Terlepas dari caranya mengusahakan kesehatan diri, para bruder sebaiknya menyadari bahwa dengan fisik dan psikis yang sehat, akan dapat mempertahankan eksistensi dan produktivitasnya. Dengan semaksimal mungkin menghindarkan diri dari penggunaan obatEdisi VI Th. XXXIX Februari 2008
obatan dan mengembangkan aura-aura positif dari dalam dirinya, seseorang dapat tetap sehat dan bugar jiwa raganya. Seseorang perlu melatih kekebalan dirinya dalam menjaga dan membangkitkan hidup sehat sedini mungkin dengan caracara alamiah. Sebenarnya, dalam tubuh manusia sudah dikaruniai aura-aura yang memungkinkan dirinya bertahan terhadap faktor-faktor ancaman eksternal. Oleh karena itu, pengenalan akan kekuatan dan kelemahan diri merupakan hal mutlak, sekaligus dibutuhkan niat dan kemauan yang kuat dalam diri seseorang untuk tetap sehat serta prima dengan aktivitas atau perilaku yang mendukung ke arah itu. Untuk melengkapi sajian singkat tersebut, berikut ini saya sampaikan beberapa tips untuk menjalani hidup sehat menurut pengalaman saya. Selain itu, saya juga mengambilkan dari beberapa sumber. Semoga saja bermanfaat. 1. Minum air putih secara cukup. Air putih merupakan air yang sehat dan netral. Beberapa sumber menyebutkan bahwa 2/3 tubuh manusia terdiri 7
dok. KOM-FIC
Br. Agus Sakiman dan Br. Anton Hardiyanto. Olah raga juga dibutuhkan bagi kaum religius, sehingga bukan merupakan ”barang mewah” lagi, sejauh memperhatikan nilai ekonomisnya.
atas air, maka air merupakan unsur terpenting bagi tubuh. Setiap hari tubuh kita kehilangan 1½ liter air lewat kulit, paru-paru, dan ginjal (berupa air seni). Dengan air putih yang cukup, tubuh akan terhindar dari kelelahan, sakit kepala, dan kulit kusam. 2. Sarapan pagi setiap hari. Tidak sarapan akan mempengaruhi produktivitas kerja. Dalam sarapan diupayakan juga minum segelas susu setiap pagi. 3. Hindari kebiasaan ngemil. Untuk menghindari kebiasaan tersebut, sebaiknya makan siang dipilih menu yang bergizi dan mencukupi. Kebiasaan ngemil akan membuat obesitas (kegemukan). 4. Hindari makan makanan yang berkadar lemak tinggi dan terlalu asin. Makanan yang terlalu asin dan
8
berlemak tinggi akan berdampak dalam pola kerja jantung. 5. Waktu istirahat yang cukup. Jika waktu istirahat atau tidur malam hari kurang, hal ini akan berakibat pada gangguan lambung. Tidur merupakan saat tubuh melakukan perbaikan terhadap selsel tubuh. Racun-racun dibuang dan sel serta jaringan dibangun kembali. Otak juga memproses stress yang dikumpulkan saat tubuh terjaga dan mengurangi efek buruknya terhadap sistem tubuh. 6. Hal-hal lain yang bermanfaat. Usahakan untuk meditasi dan doa, berolah raga yang teratur, menghindari minum minuman beralkohol, tidak merokok dan hindarkan diri dari lingkungan orang merokok, serta makan buah serta sayuran yang cukup. * penulis tinggal di Komunitas Haji Nawi, Jakarta
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
Olahraga Untuk Kaum Religius Oleh: Dr. dr. J. Hardhono Susanto, PAK* Terus terang tulisan ini merupakan pesanan dari Redaksi. Hal ini mengisyaratkan bahwa olah raga semakin dirasakan menjadi sesuatu yang sudah mendapat perhatian dan kebutuhan banyak kalangan masyarakat, termasuk dari lingkup religius. Memang jelas bahwa olah raga dibutuhkan oleh semua manusia tanpa memandang siapa dia karena pada prinsipnya olah raga dijalankan untuk memperoleh peningkatan atau memelihara kesegaran jasmani yang pada gilirannya memberi tingkatan kesehatan yang optimal. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sesungguhnya bagi kehidupan manusia, olah raga merupakan ”kebutuhan pokok ke-10”, setelah sederetan sembilan bahan pokok yang selama ini sudah dikenal. Ini juga berarti bahwa olah raga juga dibutuhkan bagi kaum religius, sehingga bukan merupakan lagi ”barang mewah” sejauh memperhatikan nilai ekonomisnya. Aktivitas berolah raga ditujukan untuk mencapai kesegaran jasmani tingkatan tertentu yang diharapkan agar orang tersebut dapat menerima beban kapasitas kerja sehari-hari tanpa kelelahan yang berarti. Bila orang tidak banyak mengalami kelelahan, maka boleh berharap penyakit menjauh dari tubuhnya. Efek kesegaran jasmani ini dapat dirasakan pula dengan hal lain, misalnya peredaran darah terpelihara lancar dengan tekanan darah Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
dalam batas normal, tonus (ketegangan) otot, kelenturan dan postur yang baik memberi penampilan yang baik pula, ketrampilan dan koordinasi motorik juga terjaga baik. Bentuk Kegiatan Olah Raga Pertanyaan yang muncul pertama biasanya adalah jenis olah raga apa yang cocok untuk dijalankan? Pemilihan jenis ini tentu didasarkan pada beberapa hal yaitu jenis olah raga yang disenangi atau mungkin sudah ada yang dijalankan sejak masa sebelumnya, juga dapat menimbulkan rasa senang atau tidak terpaksa, dan memberi efek rekreasi. Selain itu, harus dipertimbangkan juga faktor usia dan adanya penyakit tertentu yang harus menjadi perhatian dalam pemilihan itu. Memilih jenis olah raga tidak selalu harus tunggal, tetapi dapat juga dua jenis yang rutin dengan sesekali menjalankan jenis lain sebagai selingannya. Namun demikian, tidak dianjurkan menikmati lebih dari dua jenis sebagai kegiatan rutinnya. Selanjutnya untuk komunitas atau lingkup tertentu, seperti komunitas religius ini perlu dipertimbangkan faktor kebersamaan dan efisiensi serta ekonomisnya. Pemilihan ini tidak perlu menjadi rumit. Dari berbagai faktor yang perlu diperhatikan di atas, dapat dikompromikan menjadi suatu pemilihan yang dapat disepakati dengan mempertimbangkan kecocokan, kelebihan, dan kekurangannya. Untuk olah raga permainan biasanya lebih menimbulkan efek rekreasi, tetapi mungkin kurang cocok untuk dimulai pengenalannya pada usia yang relatif 9
dok. pribadi
Pemilihan jenis olah raga dapat menimbulkan rasa senang atau tidak terpaksa dan memberi efek rekreasi.
tidak muda lagi karena harus lebih dulu mengasah keterampilan permainannya dan pembebanan anerobik. Bulu tangkis atau tenis meja atau lapangan mungkin ”ramai” dan ”menyenangkan” kalau sedang dilakukan, tetapi semakin sulit dapat diadaptasi oleh usia lewat pertengahan. Jalan kaki dan berenang tentu baik dari sisi erobik, tetapi harus menggunakan fasilitas luar. Olah raga golf dan bowling membutuhkan biaya yang besar, sehingga kurang sesuai dengan semangat hidup miskin.
statis). Bagi non atlet dan mengutamakan mengambil manfaat kesegaran jasmani, dipilihlah jenis olah raga yang dominan unsur aerobik, seperti senam, jalan kaki, berenang, bersepeda. Senam tai chi merupakan pilihan yang baik pula bagi semua usia, terutama untuk usia pertengahan ke atas yang menginginkan latihan intensitas ringan sampai sedang. Jenis olah raga terakhir ini juga menyegarkan dan menjernihkan pikiran, menenangkan emosi serta melancarkan pernafasan dan peredaran darah.
Olah raga dalam komunitas yang membawa kebersamaan misalnya senam. Relatif hanya memerlukan tempat yang cukup di rumah/biara dan seperangkat musik serta seorang pemandu. Olah raga bagi orang overweight/kegemukan dan penderita gangguan sendi pada tungkai sebaiknya tidak memilih jalan kaki atau treadmill, sedangkan berenang merupakan pilihan yang tidak memberi beban yang berat pada tungkai. Secara umum yang dapat diterima oleh berbagai segmen adalah senam dan jalan kaki. Alternatif lain dapat dipilih adalah berenang dan bersepeda (baik sepeda jalan maupun
Dosis Latihan Setelah memilih jenis olah raga yang ingin dijalani, maka yang selanjutnya harus ditentukan adalah dosis atau porsi latihan. Kondisi tubuh saat itu, baik keadaan umum tubuh maupun tingkatan kapasitas tubuh merupakan acuan besar porsi latihan. Bila sedang kelelahan atau sedang sakit flu misalnya, biasanya orang tidak dapat menerima porsi yang sesuai dibandingkan ketika ia dalam keadaan fit.
10
Ciri kegiatan olah raga berikutnya adalah keteraturan dan harus masuk pada training zone. Intensitas latihan yang Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
dibebankan akan membawa pada training zone, misalnya jalan kaki dipercepat langkahnya. Intensitas ini diukur dengan denyut nadi latihan yang mengacu pada rumus yang berdasar pada usia. Rumus denyut nadi maksimal latihan yang paling mudah diingat adalah 200 – usia; bila usia 50 tahun, maka denyut nadi maksimal latihan adalah 150 kali/menit. Namun dalam latihan hanya cukup pada 50-70% (rata-rata 60%) dari denyut nadi maksimal tadi. Bila seorang usia 50 tahun tadi latihan pada 60%, maka denyut nadi selama latihan cukup dijaga pada 60% x 150 = 90 kali/menit. Intensitas ini tergantung pada kondisi seseorang yang sudah terlatih atau belum. Orang yang belum terlatih harus dimulai dulu dengan intensitas rendah. Juga orang yang baru sembuh dari sakit atau menderita penyakit kronis lainnya. Semakin dalam kondisi terlatih, orang perlu latihan pada intensitas yang lebih tinggi. Bila seseorang merasakan kelelahan setelah berolah raga, maka kemungkinan paling besar pembebanan intensitasnya terlalu tinggi. Lama (durasi) latihan secara teratur itu setidaknya 30 menit, tetapi untuk pemula atau yang sudah lama tidak menjalankan olahraga, waktu ini mungkin perlu dikurangi agar tidak menimbulkan kelelahan. Umumnya frekuensi latihan 3 kali seminggu dengan jarak hari yang berkala, misal hari Senin, Rabu dan Jumat. Jenis olah raga dominan aerobik juga dapat dimanfaatkan untuk pengendalian berat badan bila durasi latihan relatif lebih lama. Dalam aktivitas berolah raga harus ada unsur pemanasan (warming up) sebelum latihan olah raga yang sesungguhnya. Hal ini dimaksudkan untuk menyiapkan otot dan jaringan lunak lainnya dalam melakukan gerakan olah raganya. Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
Biasanya, pemanasan dilakukan sekitar 510 menit. Demikian pula setelah berolah raga yang banyak dilupakan adalah pendinginan (cooling down) seperti yang dilakukan pada waktu pemanasan. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Kegiatan sehari-hari misalnya mencuci pakaian, naik turun tangga bukanlah berolah raga, sehingga tidak dapat meningkatkan kesegaran jasmani. Namun demikian, kegiatan ini dapat menambah kegiatan fisik, tetapi hanya sebatas sebagai kegiatan yang memerlukan pengeluaran energi dan tidak mutlak dapat digunakan sebagai pengendalian berat badan, walaupun dapat sedikit menjaga kelancaran peredaran darah. Bagi kaum religius yang banyak bekerja di belakang meja atau mengalami sedentary yang cukup panjang sehariharinya, sangat dianjurkan untuk giat berolah raga. Pekerjaan yang banyak memerlukan posisi tertentu dalam jangka lama (misalnya bekerja dengan komputer) atau pekerjaan fisik yang berat misalnya di dapur, perlu latihan kelentukan sebagai bagian dari kegiatan olah raganya untuk memelihara postur tubuhnya tidak menjadi memburuk, atau bahkan ke arah mengalami perubahan postur yang buruk. Minum setelah berolah raga sekitar 200400 ml, air putih atau teh, dapat hangat atau dingin maksimum 14o C. Makan sebaiknya dilakukan 0,5 sampai 1 jam setelah berolahraga ringan/sedang. Ada baiknya mengikuti pola hidup sehat, seperti tidak merokok dan istirahat tidur cukup. *Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan KONI Provinsi Jawa Tengah; tinggal di Semarang
11
Keluarga Bapak Ignatius Suyatman
S
Saya Sumeleh dan Menerima...
aat KOMUNIKASI FIC bertandang di rumah keluarga Bapak Suyatman dengan ditemani Br. Beny Marsoyo, suasana tampak sepi. Pantulan cahaya lampulampu dari dalam rumahnya menerobos dari balik jendela. Dari luar rumah tak terdengar suara orang, radio, atau televisi. Sementara, mendung hitam tebal pun menggelayut. Gerimis mulai turun perlahan dan mengguyur tubuh kami. Suara petir dan gerimis itu membuat kami ingin lebih cepat berteduh. Setelah beberapa kali kami mengucapkan salam ”kula nuwun”, barulah Bapak Suyatman membuka pintu. Walaupun kedua matanya sudah tidak berfungsi dengan normal, 12
beliau masih mengenali suara Br. Beny. Tanpa ragu, umat Paroki Maria Asumpta Klaten ini mempersilakan kami memasuki kediamannya. Sore itu, Bapak Suyatman tinggal seorang diri di rumah. Sang istri sedang berkunjung ke tempat anaknya. Pada tahun 2003, Bapak Suyatman mengalami musibah dalam hidupnya. Ia tidak dapat melihat lagi indahnya cakrawala dan alam ciptaan. Harapan di hari tuanya seakan pupus, tergerus oleh penyakit glaucoma. ”Saat menonton TV, mata saya mendadak menjadi perih. Seketika saya jatuh terjerembab,” katanya. Kebutaan telah merenggut hari senjanya. Kini, beliau hanya dapat meraba. Kendati Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
mengalami ketidak sempurnaan dalam penglihatan ia masih enerjik dan semangat menjalani hidup. ”Berkat dukungan yang saya dapat dari anak, istri, sanak saudara, saya bisa sumeleh dan menerima kecacatan ini. Semua saya serahkan pada rencana Tuhan,” kata bapak dari dua putra dan dua putri ini penuh optimis. Kepada KOMUNIKASI FIC, Bapak Suyatman bercerita seputar sakit yang dideritanya. Tanda dan gejala yang dialaminya adalah penglihatan mulai kabur, lingkaran hitam di sekitar cahaya, mata memerah, nyeri pada mata yang hebat, mual dan muntah. Sejak gejala itu terjadi Bapak Suyatman mendapat perawatan medis. Keluarga sepakat untuk memeriksakan ke Rumah Sakit mata Dr. Yap Yogyakarta. Pemeriksaan sekitar tiga sampai empat kali terjadi pada tahun 1999. Dokter mengatakan bahwa fokus pandangan mata sudah mulai menyempit dan sudah tidak bisa disembuhkan lagi. Proses berkurangnya penglihatan pandangan matanya secara bertahap kurang lebih selama tiga sampai lima tahun sebelum kebutaan itu terjadi. Walaupun pengobatan dengan resep dokter itu sampai selesai dan habis, Bapak Suyatman benar-benar tidak dapat melihat di tahun 2003. ”Dunia saya begitu gelap. Sejak itu saya sudah tidak bisa melihat apa-apa. Hidup dalam kegelapan membuat saya sedih dan sering marah,” ungkapnya dengan pelan. Meski demikian, beliau masih mengerjakan tugas ringan. Dicobanya untuk memperhatikan tanaman di sekitar rumah. Bungabunga yang ada di sekitar rumahnya selalu mendapat kucuran air. Bahkan, dengan bangganya beliau bercerita
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
masih bisa mengecat/memelitur teralis jendela. Bapak Suyatman dikarunia dua putra dan dua putri, masing-masing Yohanes Supriyanto, Lusia Tri Rejeki, Anna Kristina, dan Antonius Soegiharto Rahardjo. Tiga anaknya telah berkeluarga dan masing-masing dikaruniai dua orang putra. Putra bungsunya, Antonius Soegiharto Rahardjo, bergabung di dalam Kongregasi Bruder FIC tahun 1992 dan saat ini bertugas di Semarang. Air mata Bapak Suyatman tak terbendung ketika bercerita tentang putri keduanya yang sedang sakit. Beliau bercerita bahwa Lusia Tri Rejeki saat ini masih dirawat di rumah sakit karena kecelakaan. Musibah itu terjadi pada tanggal 21 September 2007. Saat itu Lusia bepergian dengan dibonceng suaminya dengan sepeda motor. Tanpa diduga, kendaraan di depan mereka mengerem mendadak. Spontan sang suami menghindar dengan masuk di sela-sela antara bus dan truk. Naas bagi Lusia! Lututnya menyenggol kendaraan lain, sehingga membuatnya terlempar dan jatuh. Sepeda motor tak mampu dikendalikan oleh suaminya, sehingga langsung oleng dan jatuh. Truk bermuatan pasir yang berada di belakang motor mereka langsung menggilas kaki kanannya. Kaki kanan Lusia mengalami patah empat tempat dan tumit pecah. Pangkal paha sampai telapak kaki mengalami luka parah. Sampai saat ini Lusia masih menjalani perawatan di RS. Moewardi, Surakarta. Sesaat, Bapak Suyatman berdiam diri. Curahan air hujan yang jatuh di genting seakan menjadi pengganti keheningan yang tercipta. Hingga kemudian, beliau dengan pelan menyambung kata-katanya. 13
dok. KOM-FIC
Bapak Ig. Suyatman berbincang dengan Br. Yanu. ”Saya hanya ingat pada kata-kata Yesus.”
”Saya hanya ingat pada kata-kata Yesus, ’Akulah terang dunia. Barang siapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.’ Kalimat itulah yang selalu menghibur dan menjadi penuntun hidup saya,” katanya. ”Sekarang saya sumeleh. Saya menerima kebutaan dan musibah yang menimpa keluarga kami,” tambahnya sambil mengusap sisa-sia air mata yang masih mengambang di pelupuk matanya.
Petang merambat gelap. Di kejauhan, suara serangga malam mulai menyusup ke telinga kami. Setelah beberapa saat Bapak Suyatman bercerita hal-hal lain, kami pun memohon diri. Di akhir tulisan ini, kami hanya mampu menyisipkan sebuah ajakan, ”Mari mendoakan keluarga Bapak Suyatman agar semakin tabah dalam menghadapi cobaan hidup ini.” ***
Br. Y. Juadi dan Br. Paulus Yanu tinggal di Komunitas Yogyakarta
14
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
Naik Kereta Api, Tut... Tut...Tut... ! Jarum jam di ruang makan Komunitas Candi menunjukkan pukul 19.30. Tidak lama kemudian, gelas dipukul oleh petugas doa hari itu. Itu pertanda, para bruder diberi kesempatan untuk menyampaikan informasi. ”Para bruder, terima kasih sudah boleh menginap beberapa hari di sini. Malam ini saya kembali ke Jakarta,” kata Br. Kuncung, bruder tamu dari komunitas metropolitan, yang berpamitan. ”Saya akan pergi ke Jakarta bersama Br. Kuncung malam ini,” kata Br. Marphen. Pukul 20.00, ketika Br. Kuncung dan Br. Marphen sudah siap, mereka pun berangkat dengan diantar oleh beberapa bruder ke stasiun. Oleh karena waktu masih longgar, para bruder pengantar setuju untuk turut menunggu keberangkatan kedua bruder itu di peron. Ketika tiba di ruang tunggu, tampak sebuah kereta yang sudah siap berangkat. Tanpa menunggu lama, Br. Kuncung dan Br. Marphen pun naik ke salah satu gerbong. Dua bruder pengantar membawakan tas mereka ke dalam gerbong. ”Mana tempat duduknya?” tanya salah satu bruder pengantar yang sudah kepayahan karena tas bawaan yang lumayan berat. ”Itu! Nomor di sana itu!” sahut Br. Kuncung. Br. Marphen yang baru kali pertama naik kereta api, hanya mengekor di belakang. Beberapa saat kemudian, mereka pun sudah duduk di tempat duduk jatah mereka. Sesaat, dua bruder itu masih sempat berbincang-bincang. ”Maaf, Mas! Anda nomor berapa?” tanya dua orang penumpang laki-laki dan Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
perempuan yang baru saja masuk. ”Di sini. Ini nomor saya,” sahut Br. Kuncung sambil mengulurkan tiketnya agar dipercaya oleh dua penumpang itu. ”Wah, Mas. Mas di gerbong 8. Ini gerbong 7. Ini tempat duduk kami,” sahut laki-laki itu dengan ramah. Sesaat Br. Kuncung memeriksa tiketnya. Benar juga! Dia harus pindah tempat duduk. Terpaksalah barang yang sudah ditata di bagasi di atas tempat duduk pun diturunkan. Begitu sudah turun dari gerbong, mata Br. Kuncung jelalatan memeriksa gerbong-gerbong yang berderet. ”Lho, kok gerbong 8 tidak ada!” ”Kemarin beli karcis untuk tanggal berapa?” ”Ya, hari ini! Lihat! Ini tiket hari ini.” ”Jangan-jangan ada perubahan jumlah gerbong dan tiketmu harus ditukar.” Br. Kuncung pun mondar-mandir dari ujung ke ujung untuk memeriksa gerbonggerbong itu. Tetap saja, gerbong 8 tidak ditemukan. Br. Marphen sejak tadi hanya diam saja sambil berjalan di belakang Br. Kuncung. Merasa belum berpengalaman naik kereta api, Br. Marphen lebih memilih untuk melihat perkembangan suasana. ”Tanya saja ke petugas di kantor itu!” ”Wah, blaik! Masa jual tiket kok tidak ada keretanya!” Br. Kuncung pun menuju ke salah satu kantor petugas kereta api. Br. Marphen, demi ingin mengetahui perkembangan selanjutnya pun ikut bergegas di belakang Br. Kuncung. Begitu sampai di hadapan seorang petugas, Br. Kuncung pun melayangkan protes kerasnya. Tanpa harus takut 15
dan merasa benar, Br. Kuncung ingin menunjukkan bahwa pihak PT. Kereta Api Indonesia telah melakukan keteledoran. Apalagi, dia sedang diikuti Br. Marphen. Tentu saja, dia ingin menjaga gengsi. Sudah biasa naik kereta api, masa kekeliruan kecil kok tidak bisa mengatasi! Mendapatkan protes dari salah satu penumpang, petugas itu pun bergegas ke luar dari kantor dan melihat ke arah kereta api. Sesekali dia menatap ke karcis Br. Kuncung yang sedang dipegangnya. Akhirnya, dengan senyum yang dikulum, petugas itu pun berkata kepada Br. Kuncung yang masih mentheng kelek (berkacak pinggang) di hadapan petugas itu. ”Maaf, Mas. Itu kereta menuju ke Bandung. Silakan tunggu, setelah kereta itu berangkat,” kata petugas itu dengan kalem. Br. Kuncung pun melongo. Sementara Br. Marphen yang berdiri di belakangnya hanya terdiam. Dengan langkah gontai, Br. Kuncung dan Br. Marphen menuju ke arah beberapa bruder pengantar yang masih setia menunggu barangnya di bangku panjang peron. Sesampainya di hadapan para bruder, dengan perasaan malu campur geli, Br. Kuncung pun menceriterakan kejadian itu. Spontan
para bruder yang lain saling memberikan tanggapan. ”Cung! Kamu itu ya kelewatan. Masa sudah biasa naik kereta api, bisa-bisanya mengalami nasib sial seperti ini.” ”Biasanya aku juga tidak seperti ini.” ”Jangan-jangan karena Marphen ikut kamu. Siapa tahu dia pembawa sial.” Makin meriahlah tertawa mereka. Beberapa saat, kereta api jurusan Bandung pun berangkat. Kereta api jurusan Jakarta yang hendak dinaiki Br. Kuncung dan Br. Marphen pun akhirnya masuk stasiun. Setelah melihat dengan pasti bahwa gerbong dan keretanya betul, kedua bruder itu pun masuk. Setelah menunggu beberapa saat, kereta pun berangkat. Para bruder pengantar, sambil masih menahan geli, berjalan ke pintu keluar untuk pulang ke komunitas. Esok paginya, Br. Kuncung memberi kabar bahwa perjalanan lancar sampai di Jakarta. ”Hanya satu yang tidak lancar. Marphen semalaman nahan kencing di kereta karena belum berani masuk toilet. Ha...ha...ha...!” kata Br. Kuncung disertai tawa melalui pesawat telepon.*** Br. Y. Wahyu B. tinggal di Komunitas Semarang
Lho.. Bapak ini “propesionalisme”nya gimana??? Masak Gerbong No. 8 yang saya pesan tidak ada....
�
16
�
�
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
Tim Pembina Calon
Program Pembentukan Postulan FIC kristiani, dan religius Demi memperlancar serta pengintegrasian tugas dan berjalannya antara pengalaman program tersebut, Dewan hidup dan pengendapan Provinsi telah mengangkat hidup kristiani. Untuk dan mengesahkan Tim mecapai sasaran tersebut Pembina Calon (TPC) dibuatlah program yang periode 2007-20012. sistematis. Hal ini tampak Tim itu terdiri dari Br. dalam bab pertama yang Petrus Suparyanto berisi pesan Kapitel Provinsi (Ketua), Br. Heribertus Indonesia 2006 mengenai �������� �������� Iriyanto Mulyono ����������� pembentukan calon dan (Sekretaris), dan Para ��������� � tujuan pembentukan �� Bruder Pemimpin postulan serta penjabarannya. Novis Lanjutan, Novis ����������� ��� �� ������� ��� ��������� ������ ��� Bab kedua berisi program ����� �� ���� Kanonik, dan Postulan pembentukan, pelaksanaan sebagai anggota. membentuk calon, dan Bab Selain, itu TPC masih diperkuat ketiga berisi lampiran-lampiran, antara oleh Br. Aloysius Sutiarta sebagai staf. lain jadwal kegitan postulan. Pengangkatan tersebut telah disahkan oleh Br. Pemimpin Provinsi pada tanggal Tujuan Pembentukan Postulan FIC 1 Juli 2007. Ada beberapa butir yang dibahas Dalam melaksanakan tugasnya, TPC dalam bagian ini mengenai tujuan secara khusus membantu Dewan Provinsi pembentukan postulan di antaranya isi dalam bina diri para Postulan, Novis dari pesan Kapitel Provinsi Indonesia Kanonik, dan Novis Lanjutan. Pada 2006. Dalam pesan tersebut disinggung bagian ini, akan disarikan isi dari buku bahwa tantangan Provinsi Indonesia Program Pembentukan Postulan FIC yang ke depan tidak semakin berkurang, disusun oleh TPC tersebut. melainkan justru semakin besar. Diakui Br. Pemimpin Provinsi, dalam juga bahwa tantangan tersebut tidak pengantarnya, menyatakan bahwa hanya dialami di Provinsi Indonesia, buku tersebut merupakan pengolahan melainkan juga dalam lingkup lebih lanjut dari Pedoman Pembinaan kongregasi. Untuk itu, dibutuhkan Berkesinambungan tahun 2007-2012, bruder-bruder yang sungguh-sungguh khususnya di postulat. Dikatakan lebih tangguh, tahan banting, mau bertekun lanjut bahwa pembentukan Postulan FIC dan setia untuk hidup sebagai religius, tidak boleh lepas dari tujuan umum dan tidak mudah menyerah dalam kesulitan, yang ingin dicapai yakni memperhatikan serta melihat kesulitan sebagai tantangan dimensi manusiawi yang ada pada para yang harus dihadapi. Ketekunan dan calon antara lain dimensi manusiawi, Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
17
kesabaran dalam mengahdapi kesulitan adalah batu ujian bagi hidup kita. Hanya mereka yang bertekun akhirnya akan mampu mencapai cita-cita mereka. Sebagai komisi yang menaungi TPC, Komisi Pembinaan Berkesinambungan menawarkan Pedoman Pembinaan Berkesinambungan yang mampu menjawab soal-soal yang sering muncul di dalam proses pembinaan. Ulasan tentang KPB dimuat di KOMUNIKASI FIC Edisi IV Th. XXXIX Oktober 2007. Dalam tugas pembentukan karya formasio adalah mendampingi, membimbing, dan mengarahkan calon agar yang merasa an atau percaya dipanggil oleh Yesus Kristus agar sebagai pribadi yang beriman semakin dewasa (matang) dan siap mengambil keputusan menjadi bruder FIC. Dalam masa pembentukan di postulat ini, calon diharapkan untuk memperdalam dimensi manusiawi dan dimensi kristiani yang integral sebagai dasar untuk memperoleh kedewasaan dalam memilih panggilannya dan mulai memperkenalkan calon dengan kekhusususan Kongregasi Para Bruder Santa Perawan Maria yang Terkandung Tak Bernoda. Penjabaran tujuan pembentukan postulan dibagi menjadi dua semester. Bahan yang didalami dalam semester pertama yakni Pendewasaan Dimensi Manusiawi. Pada semester ini peserta diajak untuk sungguh-sungguh menemukan diri. Untuk itu, mereka diajak untuk mengolah apa yang dimiliki untuk didewasakan dan dikembangkan serta diselaraskan dengan spiritualitas Kristen. Atau dengan kata lain, masa ini disebut masa peralihan dari pola hidup keluarga ke pola hidup bakti. Untuk mencapai tujuan semester ini, peserta diajak untuk mendalami tentang: ”Saya dan sejarah hidup saya serta saya dan sesama saya”.
18
Bahan yang didalami dalam semester kedua adalah Pendewasaan Dimensi Kristiani. Sasaran yang ingin dicapai adalah memperdalam manusia kristiani yang integral dalam diri calon sebagai dasar untuk memperoleh kedewasaan dalam memilih panggilannya dan mulai memperkenalkan mereka dengan kekhususan hidup bakti FIC. Sebagai religius FIC, mereka diajak untuk hidup dan berkiblat pada Yesus Kristus. Mereka diajak untuk mendalami maksud ”Berkembang ke arah Yesus Kristus”. Selain itu, mereka juga diajak untuk sungguh-sungguh memahami dan menghayati iman sebagai orang yang dipanggil untuk membaktikan hidupnya bagi Tuhan. Sub tema yang didalami untuk ini adalah ”Panggilan Hidup Bakti”. Program Pembentukan (Pelaksanaan Membentuk Calon) Dalam ini dipaparkan mengenai program pendampingan secara intensif meliputi wawancara, rekoleksi, dan retret. Agar pendampingan menjadi intensif, dibuatlah beberapa tahapan model pendampingan yakni: Tiga bulan pertama mendalami tema Saya dan Sejarah Hidup Saya. Agar lebih mendalam, tema umum dibagibagi menjadi masing-masing satu bulan. Untuk bulan pertama, calon diajak untuk mengenal sejarah hidupnya. Tema rekoleksi adalah Allah Memanggil dengan Namaku. Untuk bulan kedua, tema yang didalami adalah Menuju Pribadi Dewasa dan Integral. Sedangkan tema yang diusung adalah Tanggung Jawab Selaku Pribadi Beriman Kristiani. Untuk bulan ketiga, tema yang ada yakni Berkembang Dalam Keterbatasan. Adapun rekoleksi bertema Belajar Hidup: Kritis dan Peka Demi Kebenaran. Tiga bulan kedua mendalami tema Saya dan Sesama. Adapun bulan
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
pertama yang ingin didalami dalam tiga bulan kedua adalah Penyesuaian Hidup Dalam Komunitas Baru. Rekoleksi yang diberikan bertema Meneladan Keterbukaan dan Kejujuran Iman Para Bapa Bangsa. Bulan kedua dengan tema Menerima, Menghargai, dan Mensyukuri Kekayaan serta Keterbatasan Milik Sesama. Untuk tema rekoleksi yang didalami adalah Membangun Komunitas Atas Dasar Iman. Bulan ketiga tema yang didalami yakni Berkembang Bersamasama. Tema rekoleksi yang diambil adalah Mengikuti Yesus Yang Berbelarasa Tertahadap Dunia Seisinya. Tiga bulan ketiga mendalami tema Berkembang ke Arah Yesus Kristus. Sama seperti pada tiga bulan pertama dan kedua. Pada tiga bulan ketiga ini juga dibagi menjadi tiga tema. Pada bulan pertama, tema yang diangkat adalah Menuju Hidup Baru Dalam Roh Kristus. Sedangkan tema rekoleksinya yakni Terbuka dan Peka Terhadap Suara, serta Betindak Atas Dasar Roh Yesus Kristus. Tema pada bulan kedua Berkembang Dalam Iman Akan Yesus Kristus. Tema rekoleksinya adalah Meneladan Iman Yesus Kristus Pada Bapa-Nya. Untuk bulan ketiga tema yang diambil adalah Terlibat Dalam Gerakan Yesus Kristus Mewartakan Allah Yang Meraja. Untuk tema rekoleksinya yakni Meneladan Hidup Yesus Kristus: Hidup Demi Allah Yang Meraja. Tiga bulan keempat mendalami tema Panggilan Hidup Bakti. Bahan yang didalami yakni Kharisma dan Spiritualitas Pendiri. Tema rekoleksi pada bulan pertama ini adalah Napak Tilas Para Pendiri Kongregasi. Tema bulan kedua yang didalami adalah Upaya Mewujudkan dan Menghayati Pola Hidup Bakti serta Kerohanian Kongregasi. Tema rekoleksi dalam bulan ini adalah Hidup Bakti. Untuk bulan ketiga dari tiga bulan keempat yang didalami adalah Tujuan dan Pilihan Hidup. Acara akhir masa Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
postulat biasanya ditutup dengan retret. Tema retret yang diangkat dalam retret ini adalah Persiapan ke Novisiat Kanonik. Kegiatan Belajar-Mengajar Kegiatan belajar-mengajar bagi para postulan dilaksanakan pada pagi dan sore hari. Semua ini dilakukan untuk mengelola dimensi manusiawi, dimensi Kristiani, dan dimensi religius/hidup bakti. Dimensi manusiawi meliputi Instruksi, Basic Needs, Refleksi Antropologi Hidup Bakti, Pengolahan hidup, bahasa Inggris, bahasa Indonesia, Logika, Sidang Akademi, Karawitan, Olah Raga, Studi Pustaka, Ketrampilan Dasar, Berkatekese, Pendidikan Seksualitas, dan Dinamika Kelompok. Dimensi kristiani meliputi Pengantar Kitab Suci Perjanjian Lama (KSPL), Pengantar Kitab Suci Perjanjian Baru (KSPB), Liturgi, Doa dan Meditasi, Eklesiologi, dan Sejarah Gereja. Untuk pengolahan dimensi religius/hidup bakti materi yang diberikan yakni Sejarah Hidup bakti, Sejarah kongregsi, serta Maria Menurut Ajaran Gereja (tercakup di dalam Eklesiologi). Selain kegiatan belajar-mengajar itu, postulan masih diberi kegiatan formatif. Salah satu hal yang dilakukan oleh para postulan di sini adalah latihan berorganisasi. Silabus dan Mata Ajar Dalam silabus ini, bidang ajar utama terkait langsung dengan program pembentukan di postulat, disertai dengan pemikiran dasar guna memberi gambaran singkat mengenai isi yang semestinya diberikan pada tiap bidang yang bersangkutan. Sungguh diharapkan pemikiran dasar ini menampakkan upaya integral antara proses pembentukan calon dengan bidang ajar yang diampu. Br. Yohanes Krismanto tinggal di Komunitas Muntilan
19
Iman dan Kesehatan Apa jadinya jika kita tidak bisa merasakan sakit? Apa yang bakal terjadi jika tangan kita terbakar, tetapi tidak terasa sakit? Apa yang bakal terjadi jika kaki kita patah, tetapi tidak terasa sakit? Apa jadinya jika usus kita infeksi, tetapi tidak terasa sakit? Pasti akan mengerikan! Manusia tanpa rasa sakit tak ubahnya hanya sekumpulan daging dan tulang yang mati. Manusia tanpa rasa sakit membuat dirinya tidak dapat merasakan kebahagiaan. Tanpa rasa sakit, manusia tak dapat bertanggung jawab terhadap tubuhnya. Tanpa rasa sakit, manusia tidak akan mengerti bahwa dirinya terbatas. Tanpa rasa sakit, manusia tidak dapat bersyukur akan kasih Tuhan yang telah melindungi dan memelihara kehidupannya. Tuhan telah menciptakan tubuh kita dengan segala kelengkapan dan kesempurnaan dan keterbatasannya. Rasa sakit merupakan alat kelengkapan tubuh yang diciptakan Tuhan. Melalui rasa sakit, tubuh memberi tahu kepada kita bahwa ada yang tidak beres dalam tubuh kita. Rasa sakit itu seperti ”alarm” yang memberi tanda adanya bahaya yang sedang menyerang tubuh. Rasa sakit merupakan pihak yang pertama paling berjasa dalam melindungi tubuh. Bagi orang beragama umumnya sakit dihubungkan dengan pengalaman rohani tertentu. Sakit sering dihubungkan dengan dosa. Sakit juga sering dianggap sebagai ujian. Itulah sebabnya, banyak orang yang baru mengalami sakit menjadi khusuk dan taat beribadah. Akan tetapi, dapat juga yang terjadi sebaliknya. Sakit membuat orang jauh dan Tuhan karena kecewa atau marah kepada Tuhan. Sakit dapat terjadi 20
sebagai akibat dari dosa yang dilakukan seseorang. Contohnya, Nabi Daud menderita sakit yang parah. Dia menyadari bahwa sakit yang dideritanya disebabkan oleh dosa-dosa yang dilakukannya. Sakit dapat juga terjadi sebagai ujian. Kita lihat dari kisah Nabi Ayub. Ayub adalah seorang hamba Tuhan yang saleh dan benar, namun dia dicobai oleh iblis melalui sakit kusta, kemudian dikucilkan dari keluarga dan masyarakat. Menerima sakit itu, Nabi Ayub tetap sabar dan tabah. Justru melalui sakit dan penderitaannya, Ayub mendapat berkat rohani. Dapat juga terjadi, sakit bukan karena dosa atau ujian, tetapi menjadi semacam alat dari Tuhan untuk menunjukan kekuasaan atau kebaikan-Nya. Suatu hari ketika rombongan Yesus bertemu seorang anak yang buta sejak lahir, beberapa orang bertanya, ”Siapa yang berdosa? Anak ini atau orang tuanya? ”Bukan anak ini, bukan juga orang tuanya. Semua itu terjadi supaya nama Tuhan dimuliakan,” jawab Yesus. Kemudian Yesus menyembuhkan anak itu. Kematian karena sakit juga menunjukkan kekuasaan Tuhan. Oleh karena itu, menjadi sangat baik jika kita berani memaknai peristiwa sakit, sehingga dapat menemukan berkat pada saat sakit. Upaya ini dengan cara yang sangat sederhana dapat diupayakan, misalnya kita mau memaknai secara positif sakit yang sedang kita derita. Kita dapat mengatakan pada diri kita, ”Pasti ada hikmah di balik semua yang terjadi.” Kita berusaha untuk menerima dengan ikhlas atas sakit itu dan sabar dalam proses pengobatan. Kita membuka diri terhadap pelayanan rohani, selalu berdoa, Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
menyerahkan diri kepada Tuhan, meminta perlindungan, memohon pengampunan, dan kekuatan dalam melewati saat-saat sakit.
Menemukan Iman Yang Sehat Iman yang sehat dapat ditemukan melalui ketekunan rohani. Ada beberapa syarat yang harus ditemukan: Iman didasari oleh kesadaran bahwa kita berdosa dan lemah. Oleh karena itu memerlukan dan mengandalkan pertolongan Tuhan setiap saat. Iman bukan sekedar pengetahuan
dok. KOM-FIC
Iman Sehat versus Iman Sakit Dalam hubungannya dengan kesehatan, iman dibedakan menjadi dua macam yaitu iman yang sehat dan iman yang sakit. Keduanya dapat terjadi pada orang dari berbagai latar belakang agama. Iman yang sehat dapat mendatangkan kesehatan fisik, jiwa, dan rohani. Iman yang sehat lahir dari cara beragama yang benar dan lurus. Iman yang sehat dihasilkan oleh cara beragama yang terbuka dan luwes. Ia dihasilkan oleh cara pemahaman agama yang benar. Kebenaran Tuhan dipahami secara mendalam dan luas. Cara beragama yang sehat akan mendatangkan rasa bahagia, rasa damai, rasa aman, suka cita dan syukur, kerendahan hati, kesabaran, sopan santun, toleransi dan juga sangat
menghargai kehidupan. Sedang iman yang sakit dapat mendatangkan sakit fisik, jiwa, bahkan rohani. Iman yang sakit lahir dari cara beragama yang bengkok dan cacat. Iman yang sakit terbentuk oleh karena cara beragama seseorang yang musyrik, tertutup, dan kaku. Iman semacam ini memahami Tuhan secara dangkal dan sempit. Iman semacam ini juga akan mudah menumbuhkan rasa permusuhan, kebencian, fanatik, kesombongan, kemunafikan, kekerasan dan menimbulkan rasa tidak aman cemas serta takut.
Para bruder, baik muda maupun tua, perlu menggali sumber iman yang sehat yaitu Roh Tuhan, sehingga mampu memetik buahnya yang salah satunya adalah bersuka-cita.
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
21
dok. KOM-FIC
Selain membuka diri terhadap pelayanan rohani, para bruder pun perlu terbuka terhadap pelayanan kesehatan jasmani sebagai pendukung perjalanan hidup panggilannya.
agama atau kerajinan ibadah melainkan pengalaman hubungan secara pribadi dengan Tuhan yang hidup. Beriman berarti meneladani Tuhan yang mengasihi, menghargai dan mengampuni manusia dengan tulus dan ikhlas. Beriman itu harus berani mengosongkan diri dan merelakan diri di isi dan di pimpin Roh Kudus.
Sumber Iman Yang Sehat Sumber iman yang sehat adalah iman yang bergantung pada pimpinan Roh Tuhan sebab buah Roh Tuhan: Kasih Sukacita Damai Sejahtera Kesabaran Kemurahan Kebaikan Kesetiaan
22
Kelemahlembutan Penguasaan diri (Galatia 5: 22-23)
Manfaat Iman Yang Sehat Meningkatkan kekebalan tubuh. Perasaan tenang, tentram dan damai temyata dapat meningkatkan produksi sel-sel darah putih. Sel darah putih adalah pusat kekebalan. Ini baik untuk yang sedang sakit. Menyehatkan tubuh. Perasaan tenang, aman dan damai akan membuat keseimbangan dalam tubuh dan itu menyehatkan. Meyehatkan pikiran dan Emosi. Perasaan tenang, damai, aman dan seimbang akan membuat pikiran lebih jernih. Selain itu hormon-hormon yang menyulut emosi dapat dikendalikan. Sr. M. Rita HK tinggal di Komunitas Hati Kudus, Bandarlampung
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
Temu Angkatan Bersama TPBM Sumardi dan Br. F.A. Dwiyatno. Angkatan 2005 terdiri dari Br. Robertus Koencoro B. Santoso, Br. Ramon Ray, Br. Yohanes Ari Apelabi, dan Br Petrus Selastinus Hermianto. Sayang, Br. Koencoro berhalangan hadir. Angkatan 2003 terdiri dari Br. Yohanes Hartoko Susilo, dan Br. Yoezep Margiyanto. Angkatan 2002 terdiri dari Br. Paulus Yanu Armanto dan Br. Markus Sujarwo. Angkatan 2001 yaitu Br. Bonaventura Zeca Manezes, Br. Dionisius Lartutul, Br. FA. Teisianus Leonardo, Br. Valentinus Pardi, Br. Yohanes Baptista Suranto, Br. Tomas Tefa, dan Br. Markus Yulianta. Oleh karena bertugas di menjadi misionaris di Ghana, Br. Valentinus Pardi tidak dapat hadir. Pertemuan itu dimulai hari Minggu, pada pukul 18.00 dengan doa pembukaan yang dipimpin oleh
dok. KOM-FIC
Tim Pembina Bruder Muda (TPBM) mengadakan temu angkatan di Wisma Bernardus, Semarang (30-31/12/2007). Kegiatan ini merupakan kali pertama diadakan secara bersama-sama dengan mengikutsertakan lima angkatan (angkatan 2007, 2005, 2003, 2002, dan 2001). Dari lima angkatan itu, pertemuan dibagi menjadi dua kelompok. Angkatan 2007 mengambil tema Refleksi Tengah Tahun yang dipandu oleh Br. Simon dan Br. Hans Gendut. Angkatan 2007 terdiri dari Br. Wensislaus Parut, Br. Boromeus Haryono, Br. Ignatius Wasiaji, Br. Paulus Iwan Surya, dan Br. Christianus Eko Wahyudi. Kelompok kedua terdiri dari angkatan 2005, 2002, 2003, dan 2001. Mereka membicarakan Penegasan Panggilan yang dipandu oleh Br. Anton
Para bruder angkatan 2007 berbagi pengalaman dengan didampingi oleh Br. Hans Gendut dan Br. Simon Andrus.
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
23
Br. Wensislaus. Kemudian dilanjutkan dengan pengantar pertemuan. Pertemuan itu dimaksudkan untuk mempersiapkan diri untuk dalam membarui prasetiaa secara lebih mendalam sebelum adanya surat keputusan dari Dewan Provinsi. Dengan pertemuan itu pula para peserta diharapkan mampu untuk saling berbagi dan saling meneguhkan dalam satu angkatan. Sharing per angkatan dilaksanakan setelah makan malam dan ditutup dengan doa malam di dalam kelompok angkatan. Bahan sharing adalah sukaduka dalam hidup berkomunitas, suka-duka di tempat karya, dan hal-hal pribadi seperti penghayatan tri prasetia, kegoncangan panggilan, wawanhati dengan Pemimpin Komunitas dan pembimbing rohani, serta bahan lain. Kemudian Senin pagi masih dilanjutkan dengan pertemuan per
kelompok. Angkatan 2007 mengadakan sharing ”Joys & Worries” hidup berkomunitas dan karya, sedangkan kelompok yang terdiri dari angkatan 2005, 2003, 2002 dan 2001 mambahas tentang Evaluasi Diri dan Evaluasi Sesama Bruder. Sehabis acara minum dan snack, angkatan 2005 melanjutkan pembicaraan tentang bimbingan rohani, wawancara bulanan, buku harian, dan penegasan panggilan. Kelompok angkatan 2005, 2003, 2002 dan 2001, membicarakan tentang refleksi penegasan panggilan dan korespondensi kedinasan. Keseluruhan acara temu angkatan ini selesai sekitar pukul 13.00. Acara itu ditutup dengan doa penutup yang dipimpin oleh Br. Yohanis Ari.*** Br. Y. Margiyanto tinggal di Komunitas Yogyakarta
Kunjungan Keluarga Bruder Muda Regio Yogyakarta melaksanakan program kerjanya yaitu kunjungan ke beberapa keluarga bruder yang berasal dari Klaten (20/12/2007). Hal semacam ini memang sudah menjadi program tahunan. Tahun sebelumnya, kunjungan ke keluarga bruder di Temanggung dan Semarang. Untuk tahun depan sudah merencanakan kunjungan ke Bantul. Kunjungan semacam ini dimaksudkan untuk lebih mengenal lebih dekat dengan keluarga para bruder dan juga untuk semakin meneguhkan panggilan bruder yang keluarganya dikunjungi. Para bruder yang dapat mengikuti acara itu adalah Br. Hartoko, Br. Yanu, Br. Dion, Br. Hari, Br. Iwan, dan Br. Margi. Sedangkan Br. Teguh dan Br Wens berhalangan ikut karena ada tugas yang tidak bisa ditinggalkan. Kunjungan keluarga itu dimulai dari keluarga Br. 24
Iwan, Br. Totok, Br. Sugiyono, Br. Anton Soegi, dan Br. Margi. Acara kunjungan ingin dilanjutkan ke keluarga Br. Lusius dan Br. Purwanto. Akan tetapi karena belum ada bruder yang mengetahui rumah kedua bruder dan hari sudah sore, maka kunjungan itu dibatalkan. Semua keluarga yang dikunjungi merasa senang dengan kehadiran para bruder muda. Mereka berharap pada para bruder muda supaya tetap tekun dan setia dalam menanggapi panggilan menjadi bruder dan saling mendoakan satu sama lain. Pengalaman ini benarbenar sangat berkesan. Penerimaan yang ramah dan dukungan dari keluarga para bruder tersebut sangat memovitasi di dalam menapaki panggilan ini. *** Br. Y. Margiyanto tinggal di Komunitas Yogyakarta
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
Berjumpa Dengan Diri Sendiri Bagi rohaniwan/rohaniwati, retret tahunan merupakan kesempatan yang sangat berharga untuk memelihara panggilan, setelah disibukkan dengan tugas dari kongregasi yang seakanakan menyita waktu untuk berdoa, berefleksi, dan bermeditasi seperti masa novisiat. Karya kerasulan kadang bisa membelokkan orang dari panggilannya yang sebenarnya. Banyak rohaniwan/ rohaniwati setelah terjun ke dunia karya kurang menyadari bahwa karya kerasulan itu merupakan sarana untuk memuliakan Tuhan. Jika tidak pandai mengambil kesempatan untuk hening diri, maka kita akan kehilangan identitas diri sebagai rohaniwan/rohaniwati. Tidak mengherankan dalam acara komunitas, ada bruder, suster, romo yang tidak kelihatan karena alasan suci yaitu ”demi kerasulan”. Jika ada saudara kita yang mengalami hal seperti ini, suatu saat dirinya akan mengalami kekeringan panggilan dan merasa hidup panggilan sudah tidak menarik lagi. Apa yang saya tuliskan di atas merupakan kenyataan dari para bruder, suster, maupun romo. Bagaimanakah dengan para calon, khususnya yang menjalani Novisiat Kanonik? Sebenarnya realita yang dialami para bruder, suster, maupun romo tidak jauh berbeda dengan yang dialami para Novis, hanya ruang lingkupnya saja yang berbeda. Jangan membayangkan kalau masa novisiat hanya berdoa dan berdoa, tetapi bagi saya, masa novisiat merupakan fase yang paling kompleks dalam kehidupan religius. Mengapa? Karena di novisatlah saya harus berjumpa dengan diri sendiri yang tak mungkin dihindari. Pengalamanpenganlaman masa lalu yang belum terolah, muncul kembali. Belum lagi tuntutan-tuntutan tugas sebagai Novis Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
juga menguras energi. Sering saya merenungkan, ternyata orang yang paling saya takuti, saya hindari bahkan kalau bisa saya lupakan dan saya pendam di dasar samudera adalah diri saya sendiri. Pergulatan untuk mengenal diri secara lebih konkret memang tidak hanya kami alami, tetapi para bruder, suster, romo senior sekalipun masih harus tetap bergulat dan berjuang dalam hal ini. Dalam contoh yang sangat sederhana, kebiasaan untuk bangun tidur tepat waktu saja membutuhkan perjuangan, belum lagi untuk mengenal diri yang wujudnya tidak kelihatan. Keteganganketegangan akan muncul ketika saya harus memilih mana yang penting untuk saya atau yang penting untuk diri-Nya. Sudah tahu kalau berbuat seperti ini tidak mendukung panggilan, tetapi karena kelemahan daging yang bisa mengalahkan jiwa manusia maka tetap jatuh dalam kelemahan yang sama. Pergulatan dalam memilah-milah mana yang penting untuk saya dan mana yang penting untuk-Nya inilah yang akan menentukan kualitas hidup seseorang. Saya merasa sebagai manusia lemah yang tidak bisa mengandalkan diri sendiri, maka muncul pengharapkan akan campur tangan yang Ilahi. Kecenderungan manusia adalah selagi ia merasa cukup, ia tidak membutuhkan orang lain atau bahkan sulit untuk bersyukur. Ketika ia tidak mempunyai apa-lagi, ia akan merengekrengek pada orang lain dan berlamalama di dalam kapel untuk memohon keteguhan dari-Nya. Dalam keadaan pasrah karena ketidakberdayaan inilah Allah menangkap kembali jiwa manusia yang suci adanya. Santo Paulus menuliskan,”...dalam kelemahanku aku 25
memperoleh kekuatan dari pada-Nya.” Ungkapan Santo Paulus ini tidak hanya berlaku untuk dirinya saat itu, tetapi untuk saya dan semua orang yang beriman kepada Allah. Banyak orang mengatakan masa novisiat adalah padang gurun. Dalam arti yang mendalam di sinilah pergulatan untuk bisa menemukan Allah dalam setiap aktivitas. Sebenarnya masa novisiat adalah kesempatan untuk retret satu tahun bagi saya sendiri. Saya bisa berjumpa dengan diri sendiri yang tidak hanya merenung dalam kamar atau kapel, tetapi juga bisa melalui aktivitas sehari-hari karena. Kepekaan untuk melihat dinamika diri sendiri merupakan perjumpaan dengan diri saya yang sebenarnya. Setelah saya refleksikan ternyata dalam diri manusia meyimpan kekayaan yang begitu besar, potensi diri yang kadang terlupakan karena belum mengenal pribadinya sendiri. Saya tertawa dengan diri saya sendiri karena saya tidak sungguh mengerti siapa aku. Sungguh misteri kehidupan saya! Buah-buah kepekaan dalam melihat diri yang sesungguhnya akan dirasakan juga oleh anggota komunitas karena akan muncul sikap peduli dengan kebutuhan orang lain. Buah kepekaan itu misalnya mudah untuk berempati, sehingga sikap seperti ini menjadi dasar hidup religius maupun panggilan lainnya. Saya dipanggil secara pribadi dan panggilan itu saya hayati secara pribadi. Meski demikian, panggilan juga ditentukan oleh lingkungan atau komunitas tempat saya berada. Apa yang saya perbuat memberi pengaruh bagi diriku, termasuk juga komunitas. Di sinilah kualitas panggilan seseorang sebagai murid Kristus diwujudnyatakan. Seseorang yang dipanggil mampu mewartakan empati dalam hidup sehari-hari kepada orang yang hidup bersama-sama. Hal ini juga merupakan bentuk kecil dari sikap sebagai misionaris. Dua bulan yang lalu, kami, 26
para Postulan dan Novis Kanonik bersyukur karena boleh mendengarkan sharing pengalaman dari Br. Ivo yang bertugas di Malawi dan Br. Eko yang bertugas di Chili. Mereka membagikan pengalamannya tentang suka-duka yang dialami. Pengalaman yang dibagikan oleh kedua bruder ini membukakan mata hati untuk melihat karya konggregasi ke depan. Setelah saya reflkesikan, sikap menjadi misionaris tidak sebatas rela ditugaskan ke luar negeri, tetapi kerelaan itu harus dimulai dari dalam diri sendiri. Apakah aku rela keluar dari diriku sendiri demi suatu tugas? Itulah yang lebih memberi daya bagi panggilan. Tidak ada kata terlambat untuk mengenal diri dan memahami sungguhsungguh siapa diri saya, walaupun untuk mengenal diri membutuhkan waktu lama atau bahkan seumur hidup. Segala perbuatan baik memang harus dimulai dari dalam diri karena yang tampak ke luar adalah cerminan dari yang ada di dalam. Untuk mengenal diri sendiri membutuhkan keheningan, terlebih keheningan hati. Dari pengalaman mengenal diri sendiri, saya menjadi sadar bahwa untuk mengenal sesama atau bahkan Yesus akan semakin mendalam dan baik jika benar-benar saya mengenal diri sendiri terlebih dahulu. Peristiwa kehidupan sehari-hari akan bermakna jika itu direnungan dan refleksikan karena dari peristiwa itu saya dibantu untuk mengenal diri saya. Di sinilah saya menganggap proses bagi setiap pribadi untuk mengenal dirinya selalu berlangsung. Melalui peristiwa seharihari, saya berlatih untuk peka melihat Tuhan karena dalam peristiwa itu Dia berkarya.*** Fr. Markus tinggal di Novisiat Kanonik Muntilan
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
Sekilas Mengikuti Temu Kaum Muda Vinsensian 2007 Acara TKMV yang saya ikuti tersebut diadakan tanggal 26-28 Oktober 2007 di Jawa Timur. Saya merasa kagum dengan kehadiran anak-anak muda yang datang dari berbagai daerah dan provinsi. Mereka adalah anak-anak muda Katolik yang parokinya dipegang oleh Romo CM, kelompuk-kelompok kategorial yang didampingi Romo CM dan Suster PK, dan juga terekat-terekat religius yang tergabung dalam Keluarga Vinsensian Indonesia (KEVIN). TKMV diadakan karena adanya keprihatinan terhadap masalah-masalah
dok. pribadi
Temu Kaum Muda Vinsensian (disingkat TKMV) merupakan hal yang asing bagi saya dan mungkin bagi beberapa Bruder FIC. Singkatan TKMV itu sendiri saya kenal dari Br. Pemimpin Provinsi yang mengutus saya dan Br. Paulus Iwan Surya untuk mengikuti acara tersebut. Ketika mendapat tugas itu, saya merasa sedikit bingung, meskipun juga merasa senang. Saya merasa bingung karena sama sekali belum pernah mengikuti acara ini. Saya merasa senang karena mendapat kesempatan untuk ikut dan mendapat teman atau relasi baru di kalangan kaum muda.
Proses pertemuan berisi acara-acara yang mengakrabkan kelompok.
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
27
sosial yang saat ini menerpa negara Indonesia. Kita bisa menyaksikan dan merasakan naiknya harga kebutuhan pokok yang sering disusul dengan langkanya barang-barang tersebut di pasaran. Bencana alam menjadi bagian yang tak terpisahkan dari bangsa kita, bahkan Indonesia berada di atas pondasi yang sangat rapuh. Kegagalan dalam menangani bencana dan kemiskinan makin menambah jumlah rakyat miskin. Pendidikan tetap menjadi barang mewah bagi kebanyakan rakyat negeri. Buruh pabrik hanyalah menjadi bagian dari proses produlsi dan bukan manusia citra Allah. Kekerasan telah menjadi budaya, menjadi cara dalam menjalin relasi dengan sesama dan cara dalam menyelesaikan persoalan antar manusia. Akibat dari badai masalah sosial tersebut, bukan sekedar angka kemiskinan yang terus bertambah, tetapi juga menusia tidak lagi ”menjadi manusia”. Yang terjadi bukan sekedar nilai-nilai kemanusiaan merosot, melainkan manusia tidak lagi berperilaku sebagai manusia terhadap sesamanya, sekaligus tidak lagi diperlakukan sebagai manusia oleh orang lain. Dalam konteks iman kristiani, masalah manusia yang tidak diperlakukan secara manusia adalah penodaan, penindasan, dan pemerkosaan manusia sebagai citra Allah. Manusia yang tidak berperilaku sebagai manusia citra Allah berarti menodai, menindas, dan memperkosa antarsesamanya yang sebagai citra Allah. Jatuhnya martabat manusia beresiko iman yakni penganiayaan terhadap citra Allah. TKMV 2007 bertujuan mengajak kaum muda untuk menghayati dan menerapkan ajaran Kristus dan Gereja dalam konteks kemiskinan dan kekerasan yang melanda negeri ini. Spiritualitas Vinsensian yang secara mendasar ditopang oleh kata-kata Yesus dalam Injil 28
Lukas 4:18 (”Ia telah mengurapi Aku utnuk mewartakan kabar gembira kepada orang-orang miskin”), membuka peluang besar untuk menghadirkan Gereja Kaum Muda yang peduli pada sesama yang miskin dan menderita. Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, panitia mempersiapkannya melalui proses pertemuan, imersi, dan dinamika kelompok. Proses ini berisi acara-acara yang mengakrabkan kelompok dan ekspresi talenta yang dilakukan pada penutupan acara. Selain itu, peserta juga diajak untuk mendalami dan merasakan kehidupan masyarakat yang miskin melalui kegiatan imersi (kunjungan kepada orang miskin). Untuk mengikuti acara imersi, para peserta diminta menggunakan pakaian sederhana yang tidak menyolok tetapi sopan. Hal ini dilakukan supaya kegiatan imersi dapat berjalan dengan baik. Demikian sekilas TKMV yang saya ikuti bersama dengan Br. Paulus Iwan Surya. Meskipun pengalaman ini masih baru bagi saya, saya merasakan manfaat sebagai anggota termuda kongregasi. Saya dikenalkan pada semangat pelayanan kongregasi yang mendasarkan pada semangat pelayanan Santo Vinsensius de Paul. Saya bergaul dengan kaum muda yang merupakan tonggak penerus pembangunan bangsa, negara, dan Gereja. Semoga kegiatan ini pun tidak hanya bermanfaat bagi saya pribadi, melainkan juga bagi kongregasi yang melayani kaum lemah, miskin, tersingkir, dan cacat dan pendampingan kaum muda.*** Br. Wensislaus tinggal di Komunitas Muntilan
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
Wah waktu ���� Saya ����� gak ���� ada ���� ����� untuk olahraga Der.... ������ ��������� ������� Sibuk.. Acaranya padat... �������� ��������� �������� Gak ada waktu untuk ���� ���� ������ ����� berolahraga....!!! ������������������
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
������ Lho... ������� ini ���� gimana.... ���������� Bruder ��������� itu ���� penting �������� ������ Olahraga lho... ���� ����� ������ ��������� Kan bisa milih olahraga ����� ringan ������� dan ���� gampang... ���������� yang bisa jalan kaki, senam, ����� ������ ������ ������ bersepeda..... ���������������
29
Everything is Given (Sebentuk Syukur Atas REUNI FIC 2007) Oleh: Br. Anton M.* Saya belajar dari orang asing perihal ungkapan ”everything is given” itu. Ternyata menurut perasaan bahasa dan hati manusia, ungkapan itu sungguh dalam maknanya. Sebuah peristiwa saya tangkap melalui kegiatan REUNI FIC 2007 yang diselenggarakan oleh kongregasi di Semarang akhir Desember 2007 lalu.Tulisan kecil ini hanya ingin memutar kembali isi dan pesan reuni berdasar dari sambutan Bruder Pemimpin Umum, Br. Pemimpin Provinsi, dan kesaksian ”Bruder Saviokidi FIC”. Kesaksian dan Sambutan Pemimpin Sebentuk kesaksian di depan peserta reuni bukanlah aktivitas yang gampang, apalagi sebuah kesaksian yang tertata rapi dan dirancang dengan konsep. Akan tetapi, rupanya bagi Br. Ignatius Wakidi yang dengan rasa malu namun mau, bahkan antara ragu-ragu dan bangga, dia berani mengungkapkan pengalamannya sebagai bruder. Salah satu pengalaman yang mengesan adalah manakala dia hadir di sekolah atau lingkungan sebagai orang baru, umat langsung menyebut dan mengundang dirinya, ”Bruder Savio! Bruder Savio! Awalnya, dia bingung dipanggil seperti itu. Lambat laun, dia 30
sadar bahwa wajahnya memang mirip Br. Savio. Br. Wakidi pun, tanpa mengelak, langsung mengambil sikap. ”Oo...yaa! Saya ini memang mirip Br. Savio!” Rasa bangga ini semoga memberi dukungan emosional seperti yang diharapkan oleh Br. Pemimpin Umum kita saat beliau menutup pidatonya. ”Saya ingin agar semua Bruder FIC dari yunior sampai senior tidak ada perasaan susah dan menderita menjadi bruder, namun harus bangga dan senang. Saya tetap punya harapan bahwa sampai pesta 40 tahun, 50 tahun, 60 tahun seorang bruder tidak boleh berhenti untuk setia pada apa yang dijanjikan. Setia pada hidup bersama, dalam doa, dan khususnya dalam iman yang mewujudnyata dalam tindakan seharihari yang bisa dirasakan oleh sesama bruder,” katanya. Pesan Br. Pemimpin Umum itu saya bawa dalam tas dalam wujud coretan kecil dalam kertas kecil yang singkatnya tertera begini:doa yang dihayati pasti akan mewujud dalam tindakan. Menindaklanjuti hasil kapitel, para bruder telah melaksanakan retret yang bertema tentang Hidup Berkomunitas dan kita perkuat dengan doa harian Sehati Sejiwa dalam komunitas. Bagaimanapun, kita telah berbuat dan hasilnya kita serahkan kepada Tuhan yang memanggil kita sebagai bruder. Tahun 2008 ini akan kita garap tentang doa dalam kehidupan kita. Itulah Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
antara lain yang diinformasikan oleh Br. Pemimpin Provinsi kita. Menurut parasaan saya, seluruh kegiatan para bruder selama tahun 2007 ”dikunci” dalam bentuk reuni yang bertema, ”Apa yang kurang padaku, dicukupkan oleh saudaraku.” Everything is Given Dari sinilah saya ingin menjabarkan makna ”everything is given” tersebut: Everything is given karena Br.Valentinus Daru Setiaji sebagai seksi liturgi reuni itu, telah membuat selebrasi pembukaan dengan susunan komplit antara teologis, psikologis, dan seni. Salah satu susunan selebrasi yang mengesan adalah doa umat. Dalam doa itu, diharapkan ada perwakilan dari komunitas-komunitas untuk mendoakan dan duduk di tempat yang telah ditentukan. Ketika ada bruder yang belum nongol, dengan bijak dan teliti dipanggilnya nama bruder wakil komunitas tertentu untuk maju ke depan. Ini sungguh ”mendidik” di depan umum. Bagus itu! Everything is given karena Br.Hans Gendhut dengan ”kemahiran” berbahasanya, mencoba menampilkan dan menggugah para bruder yang merayakan 12,5 tahun hidup baktinya agar mengingat baik arti pendidikan di postulat. Berbagai pertanyaan diajukan seperti siapa nama bruder-bruder yang menjadi misionaris pertama di tanah air ini, siapa nama postulan pertama dari Indonesia, dan sebagainya. Suasana ini kurang rekreatif, maka diselingi dengan penampilan foto-foto anggota Dewan Provinsi dengan wajah masa mudanya.Visualisasi ini menggugah rasa senang dan riang, baik bruder senior, medior, terlebih bruder-bruder yang usia FIC-nya masih muda. Everything is given karena penampilan ”tari Kobra” para postulan yang Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
tampak gagah dan luwes. Saya senang melihat tarian itu, sekaligus bangga karena para postulan itu sudah memiliki ide kreatif Everything is given karena Br. Hartoko bisa membawakan Tari Gambir Anom, yaitu tarian yang menggambarkan Raden Gatotkaca di masa muda. Meski gerak dan geriknya tidak seimbang dengan performance yang gagah perkasa, tetapi sebagai pengambil ide dan kretivitas, saya sempat berkata pada Br. Hartoko, ”Der Ko, saya ingin belajar nari Gatotkoco itu. Gimana, Der?” Kemudian dia menjawab, ”Ooo, bisa kok, Der. Saya bisa nari ini karena dulu semasa kecil sudah belajar tarian itu.” Wahh....! Everything is given karena ada dua frater Novis berjubah yang menyanyi bersama dipanggung. Lagu berjudul You Raise Me Up dinyanyikan dengan nada-nada yang pantas dan mengharukan. Tiba-tiba, saya rindu lagu dari Instiut Roncalli yang diperkenalkan oleh Br. Carlo Hillenaar berjudul I Don’t Know How To Love Him yang diambil dari film Jesus Christ Super Star yang kala itu mengalami masa jaya. Everything is given karena Pastor Agustinus Parso Subroto MSF rela mengorbankan dua kepentingan yang sudah diprogram, sehingga menyukseskan perayaan REUNI FIC 2007. Beliau berkenan memimpin Perayaan Ekaristi.
Puisi: ”Dari Bangun Pagi Sampai Tutul Sana Tutul Sini!” Madah singkat: Alleluya, Alleluya, Alleluya Berbahagialah orang yang menjadi Bruder FIC Karena kalau sudah jaya, pintar, dan menguasai dunia Ia akan berubah cita-citanya
31
dok. KOM-FIC
Para bruder tergelak mendengar sentilan dalam puisi yang ditampilkan Br. Anton M.
Dari dulu sampai sekarang Dari zaman telepon dengan minta izin, sampai HP yang terdaftar Yang namanya hidup di biara, di bruderan Yang namanya bangun pagi tetap merupakan tanda mulainya kehidupan Tetapi sekarang menjadi barang mahal Karena tak bisa dibayar dengan Peraturan Lokal Bahkan bel listrik yang agak berkepanjangan Dari nuansa visi dan misi, Statuta dan Konstitusi Membersitak ilham dan pesan, serta inspirasi Bahwa seorang bruder wajib untuk bekerja keras Sayang karena ingin saking ampuh dan hebatnya Harus kerja lewat ukuran Orang-orang Belanda bilang over blash Bekerja 20 jam, istirahat hanya 4 jam. Hai manusia yang bruder, apa yang kamu cari? Mungkin menjawab 32
Mungkin ingin kejar target: inilah bruder yang produktif Mungkin ingin popularitas yang maksimal dan profesional Mungkin karena dihayati dan dinikmati bahwa itulah tugasnya Mungkin ia ingin mempertahankan nama dan profesionalisme Mungkin ia bisa merasakan kepuasan lahir batin Dimulai dari tidak bangun pagi Dilanjutkan tutul sana tutul sini, apakah es satu, dua tiga, Lantaran ”kelelahan” kecapaian mental, fisik, dan spiritual Biasanya dan wajar Kalau nggak kuat untuk bangun pagi Salahkah Bunda Kongregasi mengandung? Apakah kita akan membiarkan gejala ini? Apakah hape, laptop, selain efektif dan efisien Juga sedikit mengurangi nada-nada persaudaraan, kebersamaan kita? Apakah Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
dok. KOM-FIC
Penampilan Br. Anton M. saat menampilkan puisinya yang berjudul ”Dari Bangun Pagi Sampai Tutul Sana Tutul Sini!”
ini penggoda untuk tidak berdoa SehatiSejiwa? Kongregasi FIC adalah ”Kongregasi Guru” Apakah bisa dijamin dengan S1, 2 ,3 yang bruder itu? Apa yang akan terjadi 20 tahun lagi di Kongregasi FIC ini? Bukan rumput-rumput bergoyang, Tetapi gelombang cinta akan memberikan jawabnya Masih sempat tumbuhkah gelombang cinta kasih yang sejati di kongregasi ini? Ayo kita pelihara, pupuk agar
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
berkembang subur Cinta kasih persaudaraan kita. Amin.
*penulis tinggal di Komunitas Kembangan, Jakarta Barat
33
Menyongsong Tahun Baru Apa kabar? Saya mempunyai cerita baru! Untuk tahun ini, saya bersyukur dengan peristiwa atau pengalaman yang saya alami. Tanggal 27 Desember, saya mengunjungi semua rumah pegawai ISTC. Semua bruder mendukung seratus persen dengan niat saya. Saya memanfaatkan kesempatan itu untuk bersilaturahmi dengan para pegawai. Memang, saya baru selesai kunjungan setelah jauh larut malam, tetapi saya bahagia sekali karena dapat mengunjungi setiap keluarga dari pegawai. Saya semakin mengenal mereka dan mereka pun senang dengan kunjungan saya itu. Selama mereka berkerja di ISTC, belum pernah satu pun Bruder FIC yang bersilaturahmi dengan mereka. Mereka hanya menyebutkan almarhum Br. Bosco Tri. Ketika saya mendengarkan sharing mereka, saya hampir menangis! Ternyata Tuhan memakai saya untuk menyapa mereka. Kita memang FIC, tetapi soal solidaritas, kita dari Indonesia patut dibaggakan. Kemudian saya minta izin ke sesama bruder sekomunitas untuk menyongsong tahun baru dengan live in di rumah penduduk. Awalnya, para bruder keberatan. Di mana nanti saya harus tinggal, soal makanan, dan lain sebagainya. Setelah saya jelaskan bahwa saya tinggal di rumah pegawai, mereka pun lega melepasku.
34
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
dok. pribadi
dok. pribadi
Oleh: Br. Yusup Kuncoro Bowo S.*
Hari pertama, saya masih merasa kikuk, misalnya soal mandi dan buang hajat. Untuk mandi, hanya tersedia satu ember. Itu pun airnya tidak penuh. Waktu sedang sabunan, eee... air keburu habis. Saya pun hanya handukan saja. Setiap kali saya mau mandi, wah... banyak orang di sekitar saya. Mereka pada nyeletuk, ”Nazala, nazala!” Terus untuk buang hajat, wah... masih sulit ternyata lari ke semaksemak. Setiap kali saya mau sembunyi untuk buang hajat, anak-anak kecil membututi. Saya jadi malu. Untuk hari pertama, saya terpaksa tidak buang hajat. Oh ya, aku tinggal di desa itu selama lima hari sampai tanggal 3 Januari 2008. Salam dan doaku. ***
*penulis bertugas di Ghana
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008
35
dok. pribadi
dok. pribadi
Saya tinggal di Desa Nandom Naapal, 30 kilometer dari Gereja Nandom. Di desa itu tidak ada listrik. Bagi saya tidak masalah, wong saya sudah niat untuk mencicipi kehidupan cara orang desa.
Membangkitkan Kesadaran Akan Masalah Sampah JAKARTA (UCAN)-Sebuah gerakan Katolik yang berbasis di Jakarta meluncurkan lomba menulis slogan dan lomba bercerita dengan foto untuk membangkitkan kesadaran di kalangan generasi muda. Gerakan Hidup Bersih dan Sehat (GHBS) meluncurkan lomba-lomba itu pada 31 Januari di Jakarta dengan dukungan dari Rotari Internasional, sebuah organisasi profesional dan pengusaha yang terlibat dalam pelayanan sosial. Pada konferensi pers untuk peluncuran itu, Ratna Ariani, ketua panitia penyelenggara, mengungkapkan keprihatinannya bahwa masalah lingkungan, khususnya sampah, menjadi masalah yang terus dihadapi. Lomba ini, kata wanita awam Katolik itu kepada media, bertujuan untuk membangkitkan kesadaran di kalangan generasi muda, khususnya pelajar, tentang sampah. Sementara itu, koordinator lomba itu Pastor Alexius Andang Listya Binawan SJ mengatakan kepada UCA News usai konferensi pers itu, sampah adalah perkara bersama yang nyata, yang harus dihadapi secara bersama dan sinergis di kalangan masyarakat warga, pemerintah, dan pengusaha. ”Melalui lomba ini, Gereja mau menciptakan kesadaran kepada seluruh warga Indonesia,” jelas imam itu. Pada konferensi pers, panitia penyelenggara membagikan salinan press release yang berisikan berbagai hal berkaitan dengan perlombaan itu, yang diadakan di bawah tema, ”Taruh Sampah, Jadikan Berkah!” Lomba menulis terbuka bagi seluruh warga Indonesia, namun lomba cerita foto hanya untuk para pelajar dan mahasiswa. Panitia penyelenggara menentukan batas pengumpulan bahanbahan itu pada 31 Maret. Pemenang pertama, kedua, dan ketiga untuk setiap lomba akan menerima dana 36
masing-masing sebesar 5 juta rupiah, 4 juta rupiah, dan 3 juta rupiah. Untuk lomba bercerita dengan foto, para peserta lomba harus mengumpulkan, dua, tiga, atau empat foto yang disertai dengan judul dan penjelasan lebih kurang 25 kata. Para peserta untuk lomba slogan menulis tidak ditentukan jumlah batas kata, dan slogan terpilih sebagai pemenang akan digunakan untuk periode kedua yaitu lomba untuk membuat stiker dan jingle, yang akan diadakan pada April hingga Mei. Dua artis terkenal yang akan menjadi juri pada lomba jingle juga menghadiri konferensi pers itu. Kedua artis itu adalah Agustinus Gusti Nugroho yang lebih sering dikenal dengan nama Nugie dan Tri Utami mengatakan kepada media bahwa keterlibatan mereka dalam kegiatan itu ingin mendorong masyarakat untuk ikut terlibat dalam mengatasi masalah itu. ”Kami dari kalangan artis perlu memberikan kontribusi dengan terlibat dalam kampanye dan sosialisasi agar masyarakat menjadi sadar,” kata Nugie. Ariani mengatakan kepada UCA News bahwa pemenang akan diumumkan melalui media dua hari setelah masing-masing lomba selesai. Karya slogan dan bercerita dengan foto terbaik akan dipublikasikan dalam media cetak. Semua hasil lomba ini, lanjutnya, dipersembahkan sebagai tanda cinta di hari ulang tahun kota Jakarta pada 22 Juni. Gerakan Hidup Bersih dan Sehat dibentuk sebagai lembaga pada Januari 2006 untuk mengimplementasikan keputusan Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2005, yang menekankan aksi untuk mengurangi kerusakan lingkungan. *** Sumber: Berita Katolik Asia (UCAN, Union of Catholic Asian News) yang diturunkan ke edisi bahasa Indonesia No. 576b periode: 4-8 Feb.2008
Edisi VI Th. XXXIX Februari 2008