ROWO BAYU SEBAGAI OBJEK PARIWISATA SEJARAH KABUPATEN BANYUWANGI
ROWO BAYU SEBAGAI OBJEK PARIWISATA SEJARAH KABUPATEN BANYUWANGI Drs. Wayan Mertha, MM.M.Psi Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi ABSTRAK Rowo bayu tidak bisa dilepaskan dengan perinstiwa perang Puputan Bayu. Sebagai tempat peristiwa bersejarah tentunya memiliki berbagai potensi sejarah yang bisa dikembangkan dan dapat mendukung untuk dijadikan sebagai tempat pariwisata sejarah. metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi sejarah. hasil pembahasan Rowo bayu mempunyai hubungan erat dengan perang puputan bayu yang terjadi pada tahun 1771. Beberapa tokoh yang dilibatkan adalah Rempeng jogopati dan Sayu wiwit. Potensi wisata sejarah tidak bisa dilepaskan dengan tempat terjadinya peristiwa puputan bayu, petisan Tawang Alun, Rawa-rawa dan potensi alam dan religi yang sangat melekat dalam potensi. Kata Kunci:Rowo Bayu, Pariwisata Sejarah ABSTRACT Rowo wind can not be released by perinstiwa war Puputan Bayu. As a historical event certainly has a variety of potential history that can be developed and can be used as a support for historical tourism. methods used in this research is the method of historical research which consists of heuristics, criticism, interpretation and historiography history. results of the discussion Rowo wind has a close relationship with the wind blowing war that occurred in the year 1771. Some of the figures involved are Rempeng jogopati and glazed wiwit. Potential historical tour can not be removed with a wind blowing events, petisan Tawang Alun, marshes and natural potential and religion that is inherent in the potential. Keywords: Rowo Bayu, Tourism History PENDAHULUAN Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi wisata yang sangat besar. Apabila digali akan menjadi suatu kekuatan ekonomi yang potensial. Perkembangan Kabupaten Banyuwangi dipengaruhi karena posisi adanya keragaman pemandangan alam, peristiwaperistiwa sejarah dan kekayaan seni dan budaya serta adat tradisi.(Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, 2008). Salah satu sejarah di Kabupaten Banyuwangi sebagai Rowo Bayu yang tidak dapat dipisahkan dengan perang Puputan Bayu pada tahun 1771. Peristiwa tersebut dikenal dengan perang Puputan Bayu,
sebelum Perang Puputan Bayu sebenarnya ada peristiwa lainnya yang mendahului yaitu penyerangan Pangeran Puger (Putra Wong agung wilis) ke benteng VOC di Banyualit pada tahun 1768. Namun sayang, peristiwa tersebut tidak tercatat secara lengkap dan terkesan penyerangan tersebut rakyat Banyuwangi kalah total dan hampir pihak musuh tidak menderita sedikitpun. Peristiwa yang menarik dalam perang Puputan Bayu ini, pertama perang Puputan Bayu adalah perang semesta bagi rakyat Banyuwangi atau disebut perang habis-habisan melawan Colonial Belanda (VOC). Hal ini terbukti
JurnalIllmiah PROGRESSIF, Vol.11 No.31 April 2014
Page 1
ROWO BAYU SEBAGAI OBJEK PARIWISATA SEJARAH KABUPATEN BANYUWANGI
akibat perang Bayu pada kerugian dipihak VOC dengan tercatat banyaknya yang gugur di medan perang dan peperangan melawan rakyat belambangan diperkirakan banyak menghabiskan dana senilai 8 ton emas yang merupakan pukulan terhadap keuangan Negara VOC. Dan dari penduduk belambangan telah menelan korban sekitar 60 orang (Lekkerkerker, 1923: 1064). Kompleks Desa Bayu terdapat rawa-rawa, sisa-sisa benteng Bayu dan pemandangan alam yang menjadi daya tarik wisatawan baik domistik maupun manca Negara.Potensi wisata sejarah di Desa Bayu Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi memungkinkan untuk dikembangkan secara optimal, karena banyak peninggalan-peninggalan sejarahnya. Salah satu diantaranya adalah Rowo Bayu, yang merupakan objek wisata sejarah andalan yang memiliki banyak peninggalan sejarah baik berupa bangunan maupun non bangunan yang menarik para wisatawan dan mengandung nilai filosofi (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1990:394-395). Wajib untuk dikembangkan (Soekadijo, 1997:26). Periwisata sebagai suatu industri merupakan bagian dari pembangunan yang secara finansial dapat meningkatkan pendapatan/devisa bagi negara dan masyarakat. Perkembangan sektor pariwisata dapat menyerap tenaga kerja dan membuka lapangan usaha baru serta meningkatkan pendapatan bagi masyarakat setempat. Dengan dilaksanakannya otonomi daerah, maka pengembangan dan pembangunan objek wisata merupakan salah satu tugas pemerintah daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah lebih memiliki wewenang untuk mengembangkan
pariwisata daerahnya berdasarkan UU No.25 Tahun 2000 tentang program perencanaan nasional pariwisata (Soekadijo, 1997:26). Sejalan dengan digalakannya pembangunan, sektor pariwisata diharapkan mampu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, memberdayakan perekonomian masyarakat, meningkatkan pendapatan daerah serta penghasil devisa. Dengan demikian mampu memperluas lapangan kerja dengan meningkatkan produk-produk lokal, dalam bentuk souvenir dan makanan yang bercirikan budaya Banyuwangi. Pembangunan kepariwisataan yang ditujukan untuk mengembangkan dan mendayagunakan berbagai potensi kepariwisataan nasional, memberikan nilai tambah ekonomi atas kepemilikan aset masyarakat setempat secara adil, memperkaya kebudayaan nasional, memupuk rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antar bangsa melalui pembangunan prasarana dan sarana kepariwisataan, pengembangan objek dan daya tarik wisata, peningkatan pemasaran dan promosi serta keterjangkauan (BP7: 153-154). Dalam era otonomi sekarang, pemerintah bersama rakyat Kabupaten Banyuwangi terus meningkatkan pembangunan di segala bidang untuk mewujudkan kesejahteraan dengan dilandasi nilainilai agama dan kebudayaan melalui upaya peningkatan kemampuan aparatur dalam rangka mendukung terciptanya Kabupaten Banyuwangi sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Jawa Timur (Dinas Pariwisata dan kebudayaan, 2002: 12). Permasalahan yang menarik untuk diungkap dari latarbelakang tersebut yaitu latarbelakang Rowo Bayu Sebagai Tempat Sejarah Di Banyuwangi dan Potensi wisata
JurnalIllmiah PROGRESSIF, Vol.11 No.31 April 2014
Page 2
ROWO BAYU SEBAGAI OBJEK PARIWISATA SEJARAH KABUPATEN BANYUWANGI
sejarah yang terdapat di lokasi Rowo Bayu Desa Bayu Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi METODE PENELITIAN pendekatan penelitian yang digunakan adalah metode sejarah. Metode pendekatan sejarah merupakan sekumpulan prinsip dan aturan sistematis yang dimaksud untuk memberi bantuan secara efektif dalam usaha pengumpulan bahan bagi penulisan sejarah, menilai secara kritis dan kemudian menyajikan suatu sintesis hasilhasilnya menjadi suatu cerita (Notosusanto,1971: 10). Langkah penelitian sejarah adalah sebagai berikut : (1) heuristik, (2) kritik, (3) interpretasi, (4) historiografi (Notosusanto, 1971 : 17). Sumber sejarah dalam penelitian ini antara lain yaitu: 1) sumber beda dalam penelitian ini adalah berupa sisa-sisa peninggalan dari Benteng Bayu dalam melawan Belanda yang berupa bangunan benteng, keris, tombak dan lain-lain. 2)sumber tertulis dalam penelitian ini berupa buku-buku, artikel di majalah dan surat kabar, dan laporan penelitian serta tokoh sejarah, 3) sumber lisan dapat diperoleh dengan wawancara pada seseorang yang mempunyai kaitan dengan topic yang dibicarakan. PEMBAHASAN Desa Bayu dijadikan sebagai tonggak sebagai peristiwa dan diabadikan sebagai hari jadi kota Banyuwangi. Bayu merupakan bagian dari wilayah Blambangan yang merupakan daerah kawasan hutan atau dilereng gunung raung, terletak 20 kilometer arah barat daya kota Banyuwangi. A. Rowo Bayu Sebagai Objek Sejarah
Rowo Bayu sebagai objek wisata Sejarah di Banyuwangi sebenarnya tidak lepas dari dua peristiwa sejarah yang mendukung desa Bayu sebagai objek sejarah yang sampai saat ini dikenang oleh masyarakat Banyuwangi salah satunya adalah pelaksanaan Hari Jadi Banyuwangi (HARJABA). Dua peristiwa yang melatarbelakangi antara lain yaitu Belanda (VOC) di Banyuwangi dan Bayu sebagai pusat benteng dalam perang Puputan Bayu pada tahun 1771-1772. Perang Bayu sebenarnya dapat dibagi menjadi dua tahap, yakni perang Bayu tahap pertama dan perang Bayu tahap kedua. Berikut ini secara kronologis mulai dari penghimpunan kekuatan massa sampai meletusnya peperangan yang mengerikan dan kejam. Perang Bayu tahap pertama dimulai pada tanggal 3 Agustus 1771, ketika VOC, pada tanggal 3 Agustus 1771, terjadi pertempuran awal. Di luar dugaan pasukan VOC sebagian pasuka dari Kertawijaya dan Jaksanegara membelot kepada para pejuang Bayu. Dalam pertempuran awal pada awal bulan Agustus 1771, pasukan VOC beserta pasuka Kertawijaya dan Jaksanegara mengalami kekalahan. Kedua pemimpin tersebut telah ditinggalkan oleh para pengikutnya, dan bahkan hanya ditemani oleh beberapa orang yang berasal dari Surabaya, yaitu Mandoko, Bawalaksana, dan Semidirono. Kemudian, para pembelot mengamuk terhadap para tumenggung dan para pengikutnya yang beberapa orang. Dalam pertempuran itu diceritakan, bahwa Kertawijaya terluka tembak dibahu kirinya dan kaki tangannya terluka terkena tembakan. Mantri Semidirono tewas tertembak dikepalanya, sedang sisa pasukan
JurnalIllmiah PROGRESSIF, Vol.11 No.31 April 2014
Page 3
ROWO BAYU SEBAGAI OBJEK PARIWISATA SEJARAH KABUPATEN BANYUWANGI
yang lainnya terluka. Sementara itu, rakyat Blambangan terus bergerak menuju ke Bayu sambil membawa harta benda yang mereka miliki. Pada tanggal 5 Agustus 1771, CVD Biesheuvel, Residen Blambangan, beserta pasukan VOC bergerak menyerang benteng Bayu. Namun mereka dikalahkan oleh pasukan-pasukan Pangeran Jayapati berkat benteng perthanan yang sangat kuat. Tujuannya agar Pangeran Jayapati yang berkedudukan di Bayu kekurangan bahan makanan. Namun, ketika ia beserta pasukannya berada di Desa Gambiran, mereka diserang oleh sekitar 200 pasukan Blambangan sambil meneriakkan katakata:’Amuk!-Amuk!” (lawan-lawan). Kemudian, pasukan VOC menuju ke Temuguru yang terletak sekitar 6 km di sebelah Tenggara Bayu, merupakan penghasil beras yang paling dekat dengan Bayu dan Temuguru merupakan tempat yang sangat penting bagi Pangeran Jayapati. Selain itu, Temuguru juga menjadi tempat penimbun semua persediaan bahan makanan yang diperlukan sebelum diangkut ke Bayu. Melihat posisi Temuguru yang sangat strategis, VOC mendirikan kubu pertahanan dengan maksud untuk memudahkan penyerangan ke Bayu. Rakyat Blambangan yang mengetahui aktivitas VOC, berusaha unuk menghindarinya serta membawa semua perbekalan ke Bayu kemudian bergabung dengan Pangeran Jagapati.. Pasukan VOC yang telah kelelahan menempuh perjalanan yang sulit dan kehabisan perbekalan terpaksa menghentikan penyerangan dan mundur ke Ulupampang. Pada tanggal 22 September 1771, Biesheuvel, Residen Blambangan, menerima laporan dari
Sersan Rood yang membawa berita dari Letnan Imhoff, Komandan VOC di Kutha Bayu, yang menyatakan bahwa pada pagi hari, 22 September 1771, kereta VOC telah mulai bergerak maju dalam medan perang yang memuat berbagai keperluan perang untuk menyerang Bayu. Misi pasukan VOC itu adalah untuk mengusir pejuang Blambangan dan memusnahkan semua hal yang ada. Pasukan VOC telah masuk dalam kubu pertahanan bagian luar pejuang Bayu dengan pasukan pribumi di depan, sehingga keselamatan pasukan VOC asal Eropa terjamin. Namun, ternyata dukungan orangorang pribumi tidak dapat diharapkan. Peristiwa pembelotan prajurit pribumi yang pernah terjadi pada bulan Agustus 1771 terulang kembali. VOC harus menambah pasukan Eropa untuk melindungi penyerang dari pasukan Blambangan. Menelaah isi Babad Bayu dalam mengisahkan peristiwa perang Bayu pada 22 September 1771, kita dapat mengetahui begitu hebatnya nilai-nilai patriotisme dan nasionalisme rakyat Blambangan dalam usaha menentang penjajahan Belanda di tanah Blambangan. Keberadaan sebagian gamelan yang ada dalam perang tersebut, dalam kultur Jawa dapat disimbulkan sebagai tanda pertempuran. Fungsi gamelan dapat menambah semangat berperang bagi pasukan-pasukan dan rakyat Blambangan dalam melawan serdadu-serdadu Belanda. Namun, kita harus kritis, ada sebagian cerita itu yang dalam khasanah pengetahuan sejarah tidak dapat diterima secara keilmuan. Sebagai contoh, bagaimana sosok Jayasengara dapat menjadi kebal terkena peluru. Bisa jadi, pada waktu itu Jayasengara telah memakai baju zirah yang tidak dapat tembus oleh peluru.
JurnalIllmiah PROGRESSIF, Vol.11 No.31 April 2014
Page 4
ROWO BAYU SEBAGAI OBJEK PARIWISATA SEJARAH KABUPATEN BANYUWANGI
Dalam bulan Nopember 1771, datanglah bala bantuan untuk VOC akibat kekalahan perangnya yang terjadi pada 22 September 1771. Bersamaan dengan pengiriman pasukan-pasukan Belanda tersebut, Pangeran Jagapati mendapatkan bantuan 300 orang dari Bali lengkap dengan senjata dan bahan makanan, serta berhasil mengepung benteng VOC di Kutha Bayu. Jalan-jalan ke Penarukan oleh para pejuang Bayu dijaga dengan ketat dan diberi penghalang-penghalang kayu glondongan, jembatan-jembatan dirusak untuk mempersulit transportasi pasukan dan perbekalan VOC. Penyerbuan Pangeran Jagapati ke Bayu ini telah menangkap dan menawan serdadu VOC dan merebut senjata seperti mesiu dan 1200 peluru serta senjata. Dalam bulan yang sama, Nopember 1771, pasukan Blambangan disektor bagian Barat melakukan penyerangan terhadap VOC. Perlawanan tersebut dibawah pimpinan seorang wanita yang diyakini oleh masyarakat Blambangan sedang kerasukan rokh atau kejiman dari Mas Ayu Prabu, yang menamakan dirinya ”Kaisar Wanita”. Wanita yang dimaksud adalah Sayu Wiwit, yang dianggap Srikandi Blambangan putri dari Mas Gumukjati yang berhasil menggerakkan ribuan penduduk. Sayu Wiwit mendapat dukungan dari seorang bekel bernama gagak Baneng yang berasal dari Sentong. Ia melakukan perlawanan hingga sampai ke Bondowoso. Para pejuang Blambangan yang berada disektor Barat, semakin terdesak oleh pasukan-pasukan gabungan VOC Gagak Baneng dikalahkan oleh Ledok, Madiro, dan Sekar Putih, kemudian ia gugur diDaerahnya sendiri di Sentong. Kekalahan disektor Barat inilah yang
membuat Sayu Wiwit mengkonsentrasikan perjuanganny di Blambangan bagian timur, kemudian bergabung dengan Pangeran Jagapati di Lereng Gunung Raung. Sayu Wiwit beserta para pasukan wanita ikut berada ditengahtengah medan pertempuran bersamasama dengan pasukan Pangeran Jagapati, untuk mempertahankan Blambangan dari penyerbuan pasukan-pasukan Belanda. Peran Sayu Wiwit dianggap penting dalam mengobarkan Perang Bayu. Ia yang telah dianggap telah kemasukan rokh (kemasukan jin) Mas Ayu Prabu, diikuti oleh para wanita Bayu untuk bertempur. Mereka memakai pakaian selayaknya pakaian pria, mereka bersenjatakan patrem-patrem dan tombak-tombak pendek. Konon, meski terjadi penembakanpenembakan gencar dari pasukan VOC orang-orang Bayu luput dari bidikan tembakan, karena Sayu Wiwit menjadi pelindung mereka. Sayu Wiwit memberi semangat kepada para bekel dan rakyat Blambangan sehingga mereka berani menyerang pasukan-pasukan musuh dari Sumenep dan dari regu-regu lain, dan akibatnya banyak pasukan VOC yang mati dalam peperangan. Untuk mengatasi kekalahankekalahan perang melawan pasukanpasukan Blambangan dalam perang Bayu, VOC mengerahkan seluruh kekuatannya dengan mendatangkan bala bantuan tentara dari garnisungarnisun Batavia, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Dan Pasuruan dengan pasukan ”Dragonders” (pasukan perusak) dari Semarang sebagai pasukan inti. Penambahan pasukan dari luar ternyata upaya untuk memenangkan perang tidak berhasil. Akibat kekalahan yang diderita VOC melawan pasukan Pangera Jagapati, maka memaksa
JurnalIllmiah PROGRESSIF, Vol.11 No.31 April 2014
Page 5
ROWO BAYU SEBAGAI OBJEK PARIWISATA SEJARAH KABUPATEN BANYUWANGI
Gubernur Vander Bugh mengirim surat ke Pieter Luzac, agar penduduk Sentong (dekat Bondowoso) dicegah berhubungan dengan penduduk Blambangan dan Lumajang. Juga agar dilakukan penelitian sebabsebab serdadu VOC. Bagi Residen Blambangan yang terpenting agar benteng VOC di Bayu harus diamankan dari serangan pasukanpasukan Blambangan. Sementara itu, CVD Biesheuvel pada bulan Nopember 1771 meninggal, ia digantikan wakilnya Hendrick Schophoff. Pada bulan itu, bantuan tentara VOC tiba di Ulupampang di bawah komando Kapten Reygers dan Hainrich. Pasukan VOC berhasil mengalahkan para pejuang Blambangan di Kutha Bayu, sedangkan Kapten Reygers berhasil menghancurkan gudang persediaan makan di Banjar (sekarang di Kecamatan Glagah). Dilain pihak VOC menguasai Grajagan di pantai selatan dan membakar sekitar 300 koyan beras (satu koyan sekitar 85 kg) sama dengan 25,5 ton. Pada waktu bersamaan, VOC mengeluarkan surat-surat pengampunan bagi penduduk yang mau meninggalkan Bayu. Taktik perang pejuang Bayu yang terencana matang dan menguasai medan, menyebabkan pasukan VOC yang menyerang dari dua arah, yakni Susukan dan Songgon, pasukan tersebut telah terjebak dan disergap oleh pasukan Bayu dan dihancurkan sama sekali. Kapten Reygers terluka parah dikepalanya dan kemudian ia meninggal di Ulupampang. Puncak penyerangan para pejuang Blambangan terjadi pada tanggal 18 Desember 1771. Dalam peristiwa itu, para pejuang Blambangan melakukan serangan yang secara mendadak terhadap
serdadu VOC. Belanda sendiri menyatakan ”de dramatische vernietiging Van Comagniesleger”. Prajurit Blambangan di bawah pimpinan Pangeran Jagapati maju ke medan tempur dengan membawa senjata golok, keris, pedang, tombak, dan senjata api yang diperoleh sebagai hasil rampasan dari tentara VOC. Penyerangan pejuang Bayu yang mendadak membuat pasukan VOC terdesak. Demikian juga, pasukan VOC yang berada di belakang . Ketika posisinya semakin terdesak, mereka mundur dan lari meninggalkan semua perlengkapan perang. Pejuang Bayu mengejar pasukan VOC. Saat itulah, pasukan VOC banyak yang terjebak dalam jebakan yang dinamakan Sungga (parit-parit yang didalamnya dipenuhi sunggrak) yang telah dibuat oleh pejuang Bayu. Pasukan VOC yang terjebak dan dihujani dari atas oleh pasukan Blambangan. Sersan Mayor Van Schahaar, komandan pasukan VOC Letnan Kornet Tinne dan ratusan serdadu Eropa lainnya tewas dalam perang itu. Dari serdadu yang tersisa yang sempat melarikan diri, jumlahnya tidak seberapa, umumnya dalam keadaaan terluka dan sakit. Namun demikian, di pihak Blambangan harus membayar dengan kehilangan pemimpinnya. Pangeran Jagapati gugur karena luka-lukanya sehari berikutnya, yakni pada tanggal 19 Desember 1771. Sebagai ungkapan balas dendam atas gugurnya Pangeran Jagapati, beberapa jagabela mencincang mayat Sersan Mayor Van Schahaar. Cerita sekitar kematian Van Schaar yang sangat tragis, kejam dan mengerikan itu berasal dari laporan Van Wiklerman, Residen Blambangan, bisa jadi berita itu merupakan tindakan provokatif, tendensius, atau sengaja cerita itu
JurnalIllmiah PROGRESSIF, Vol.11 No.31 April 2014
Page 6
ROWO BAYU SEBAGAI OBJEK PARIWISATA SEJARAH KABUPATEN BANYUWANGI
dilebih-lebihkan. Namun dapat pula cerita itu masuk akal, jika banyak orang yang membenci dan dendam dalam suatu peperangan yang menggunakan senjata tajam mengecap darah lawannya yang telah kalah. Pada tanggal 20 Desember 1771, pasukan VOC kembali ke benteng Kutha Bayu. Orang eropa yang masih tersisa juga ikut kembali, diantaranya Sersan Mayor Ostrousky yang terluka berat. Sebagian terbesar dari mereka sudah tidak bersenjata lagi. Mereka dalam keadaan lelah dan letih. Mereka berjalan berkelompok-kelompok kembali ke Kutha Bayu. Mereka menumpahkan kesalahan atas kekalahannya pada diri Sersan Mayor Van Schaar yang bersikap pengecut. Ia dipersalahkan karena setelah menembak pejuang Bayu sekali lagi, terus melemparkan senjatanya dan melarikan diri pertamakali. Kesalahan dan kekalahan pasuka VOC terhadap pejuang Bayu pada 18 Desember 1771 yang ditimpahkan pada diri Van Schaar, merupakan para VOC untuk mencari kambing hitam. Yang jelas, ketika terjadi pertempuran, situasi hujan telah menguntungkan posisi Blambangan, disamping penyerbuan pejuang Bayu begitu mendadak. Ketidak siapan pasukan VOC yang pada waktu itu, persenjatakan mereka disimpan dibawah kain-kain terpal. Dengan demikian mereka tidak sempat lagi untuk mengambil senjatanya. Pernyataan Belanda bahwa ketika itu, persenjataan mereka dismpan dikain-kain terpal meskipun terjadi guyuran hujan, tentunya perlu dipertanyakan. Dalam situasi yang gawat, persenjataan yang terpisah dari pasukan dapat membahayakan pasukan VOC. Demikianp pula mengenai cerita, Van Schaar setelah
menembak satu kali, senjata itu dibuang dan ia berusaha melarikan diri. Hal itu dapat saja terjadi, senjata yang ditembakkan itu telah kehabisan peluru, kemudian senjatanya dilempar begitu saja. Akhirnya, justru senjata-senjata itu jatuh ke pihak para pejuang Bayu. Ketika pasukan-pasukan VOC berusaha melarikan diri, banyak diantara mereka yang jatuh, terperosok ke dalam jurang yang lebar dan dalam yang telah dipasangi ”sungga”dan ”suda”. Akibat perang Bayu pada tahap pertama yang berakhir pada 20 Desember 1771 kerugian dipihak VOC tercatat sebagai berikut: para perajurit yang gugur dan hilang adalah Sersan Mayor Van Schaar, Peltu Kornetine, 41 prajurit infantri, 15 prajurit arteleri dan sejumlah besar laskar pribumi. Kekuatan pasukan VOC yang telah berkurang akibat kekalahan itu, membuat VOC menghentikan peperangan. JR Vander Burg, Gubernur VOC urusan timur pantai Jawa pada 13 Januari 1772 di Semarang mengirim laporan pada atasannya, bahwa setelah penyerangan ke Bayu mengalami kekalahan pada 20 Desember 1771, maka banyak anggota pasukan pribumi yang melarikan diri. Bahkan pada 31 Desember 1771 terdapat 300 laskar Madura secara bersama melewati panarukan kembali ke Daerah mereka di Sumenep Madura. Kekuatan pasukan VOC telah berkurang, membuat VOC menghentikan peperangan. Kemudian para penguasa VOC mengambil sikap berhati-hati dan mendorong pasukannya untuk menggunakan cara-cara lain untuk menangkis serangan yang mendadak demi menyelamatkan bangsanya. Karen itu selama musim hujan, sebagian terbesar pasukan VOC
JurnalIllmiah PROGRESSIF, Vol.11 No.31 April 2014
Page 7
ROWO BAYU SEBAGAI OBJEK PARIWISATA SEJARAH KABUPATEN BANYUWANGI
bersikap defensif saja. Pasukan Eropa ditempatkan pada pertahanan di Ulupampang dan Kutha Bayu saja, yang dipandang tempatnya paling sehat. Sementara itu laskar Madura, Sumenep dan Pamekasan 2 kompi pribumi lainnya, pembentukan dan persiapannya sedang proses. Tatkala itu 118 orang sedang dalam perjalanan ke Blambangan. Mereka di Ulupampang, Ktha Bayu, dan dipertempatkan diberbagai benteng yang ada, dan jalur-jalur jalan ke arah Bayu. Tujuannya adalah untuk menghalangi dan menghentikan penyaluran bahan makanan ke pusat pertahanan Bayu. Segala jenis bahan makanan yang sekiranya yang dapat dipergunakan oleh pejuang Bayu, agar semua dimusnahkan. VOC memerintahkan untuk membunuh siapapun yang mencoba mengahalng-halangi rencananya. Dengan kemenagan yang dicapai oleh para pejuang Bayu, penguasa VOC mengatur kembali strateginya. Karena itu, maka penguasa VOC telah memperbaharui rekomendasi kedudukannya di darat. Di adakannya patroli di laut dan disepanjang pantai Blambangan khususnya disekitar Meneng dan Grajagan untuk menghalang para Pejuang Bayu dengan orang Bali. Kemudian VOC mengadakan patroli dengan ketat terhadap segala jenis kapal dan perahu melewati Selat Bali. Kekalahan yang diderita pasukan VOC selama bulan Desember 1771 VOC menjadi defensif dan menarik semua pasukannya ke Kutha Bayu dan Ulupampang. VOC yang mengalami kekalahan besar membutuhkan sekitar sepuluh bulan (20 Desember 1771 – 1 Oktober 1772 untuk memulihkan kembali kekuatannya. Dengan kenyataanya bahwa Benteng
Bayu yang sangat kuat, VOC harus mempersiapkan pasukan yang kebih besar untuk mengalahkan laskar Blambangan. Untuk keperluan itu, VOC merencanakan untuk mengadakan panggilan umum kepada semua Bupati dan penguasa taklukan Belanda untuk mendatangkan bala bantuan. Rencananya, tentara-tentara Eropa dari semua garnisun dukonsinyasikan di Blambangan. Kelanjutan perang Bayu pada awal tahun 1772 tidak banyak didapati sumber-sumber yang mendukungnya. Menurut sumber Babad, pertempuran Bayu baru dimulai lagi pada bulan Oktober 1772. Hal itu tidaklah berarti, bahwa bulan-bulan sebelum bulan Oktober 1772 keadaan di Blambangan amanaman saja. Perlawanan dalam lingkup kecil tentunya masih terus berlangsung. Memasuki awal tahun 1772 mulai terjadi titik balik dalam pertempuran. Pejuang-pejuang Blambangan mulai mengalami kemunduran. Sementara itu VOC terus berusaha mengumpulkan kekuatan personel dan peralatan perang dengan meminta bantuan ke berbagai Daerah kekuasannya di Jawa dan Madura. Apabila dalam perang Bayu pada tahap pertama VOC mengalami banyak kekalahan, maka dalam perang Bayu tahap ke dua VOC memperoleh kemenangan. Konstelasi politik di Jawa pada abad XIX, telah banyak memeberikan banyak keuntungan terhadap Belanda, karena beberapa sebab: (1) Belanda sudah bercokol dan berbasis kuat di Batavia; (2) Kekuatan-kekuatan pribumi satu persatu telah dipatahkan oleh Belanda; (3) kekuasaan dan pengaruh pedagang asing seperti Inggris misalnya, berhasil disisihkan; (4) Konflik dalam Kerajaan -
JurnalIllmiah PROGRESSIF, Vol.11 No.31 April 2014
Page 8
ROWO BAYU SEBAGAI OBJEK PARIWISATA SEJARAH KABUPATEN BANYUWANGI
kerajaan Jawa sangat melemahkan daya perlawanannya melawan Belanda.(Kartodirdjo, Sartono, 1992: 184). Basis VOC di Batavia sangat mendukung setiap penumpasan perlawanan rakyat Indonesia. Apabila VOC menderita kekalahan, maka dengan mudah mereka dapat memobilisasi kekuatan pasukan di bawah komando Batavia. Pada masa itu, VOC tidak memiliki lawan yang secara serentak bersama-sama menyerangnya satu persatu dipatahkan. Kekuatan asing diminta untuk bekerjasama dengan kerajaankerajaan di Jawa sudah tidak ada lagi. Inggris di Blambangan sudah tidak bisa berbuat apa-apa karena personelnya terbatas, dan tidak ingin terjadi perang terbuka antara Inggris dengan VOC. Konflik internal Kerajaan - kerajaan dijawa sangat menguntungkan Belanda. Taktik dan strategi Devide et Impera VOC dapat memperoleh dukungan dari para Bupati yang menghancurkan kerajaan atau Kadipaten yang lain. Dalam peristiwa di Blambangan VOC justru mendapatkan bantuan pasukan pribumi dari berbagai Kadipaten yang ada di Jawa atau Madura. Maka, keempat keuntungan VOC tersebut dapat dilihat didalam peristiwa berbagai pertempuran yang terjadi di Blambangan.( Catur .W , 1996:80). Usaha VOC untuk menghimpun kekuatan dengan cara mengadakan panggilan umum kepada para Bupati di Daerah timur laut untuk menggerakkan pasukan . VOC telah menerima bantuan pasukan dari Madura sejumlah 2000 orang. Semua pasukan eropa yang ada di Blambangan segera dikumpulkan. Pada bulan september 1772 Kapten Henrich bertolak dari Batavia menuju ke Blambangan
dengan kekuatan 5000 personel Pasukan. Gubernur Partai Utara Jawa yaitu Evarard Van der Burch secara pribadi bertolak ke Blambangan. Pada 1 oktober 1772 setelah hampir sepuluh bulan menyerang Bayu, pasukan VOC melakukan penyerangan kembali ke Bayu. Songgon yang tidak diduduki sisa pengikut pangeran Jagapati, kembali dijadikan benteng pertahanan untuk menyerang benteng Bayu. Kapten Henrich beserta pasukannya bergerak dari kota Pelabuhan Ulupampang. Pasukan-pasukan VOC dibawah Kapten Henrich itu, pada 5 oktober 1772 telah berkemah di Sentong dan memdirikan benteng ditempat tersebut untuk menghindari ranjau dari pasukan Bayu. Kapten Henrich memerintahkan kepada bawahannya dengan memerintahkan membuat jalan dengan cara merobohkan pepohonan hutan. Selama enam hari , mulai 5 Oktober – 11 Oktober 1772 Kapten Henrich melakukan konsolidasi dengan elemen-elemen meliter lainnya. Pada tanggal 10 Oktober 1772 Letnan Indeken meyakinkan kepada Kapten Henrich, bahwa ia dapat merobohkan benteng Bayu. Dengan motivasi itulah Kapten Henrich mulai melakukan berbagai macam cara untuk melakukan perlawanan terhadap benteng Bayu yang sangat kuat. Pada 11 Oktober 1772 VOC menggerakkan semua kekuatannya menggempur Bayu dengan tembakan meriam. Para pejuang Bayu dibawah pimpinan Bapa Endha mulai mengalami kekurangan pembekalan karena kebutuhan makanan tidak mencukupi kebutuhan laskar (Pejuang) yang ditarik dari pasukan ke Bayu. Meletusnya perang Bayu di Bayu terjadi pada 11 Oktober 1772 dimana benteng Bayu diserang
JurnalIllmiah PROGRESSIF, Vol.11 No.31 April 2014
Page 9
ROWO BAYU SEBAGAI OBJEK PARIWISATA SEJARAH KABUPATEN BANYUWANGI
secara habis-habisan oleh VOC yang pada akhirnya benteng tersebut dapat dikuasainya. Hasil rampasan yang diperoleh dari peperangan tersebut berupa senjata berupa meriam dan tiga buah mortir berukuran 4 dim, 100 pucuk senjata laras panjang dan dua ratus ekor kuda. Pemimpin Blambangan banyak yang menyingkir ke Nusa Barung. Schophof menyuruh megirimkan 264 orang Blambangan ke Surabaya baik pria, wanita dan anak-anak. Sampai tanggal 7 November 1772 sudah 2.505 orang pria dan wanita yang tertangkap. Schophoff memerintahkan untuk menenggelamkan tahanan laki-laki yang di tuduh telah memakan daging mayat Van Schaar. Orang Madura telah merebut para wanita dan anakanak Blambangan sebagai hasil rampasan perang. Sebagian dari mereka telah melarikan diri ke dalam hutan, telah meninggal karena kelaparan dan kesengsaraan yang mereka alami. Sehingga bau mayatmayat yang membusuk, mengganggu sampai jarak yang jauh. Mereka yang masih hidup menetap di hutanhutan, membuka perladangan baru di Pucangkerep, Kaliagung, Petang dan lain-lain. Mereka tetap bersikeras untuk melepaskan diri dari penjajahan V.O.C B. Potensi Rowo Bayu sebagai Objek wisata sejarah Rowo Bayu sebagai sebuah aset sejarah yang langka akan menjadi daya tarik tersendiri karena Rowo Bayu adalah sebuah Daerah yang ada di Kabupaten Banyuwangi yang sekaligus sebuah peristiwa yang banyak menyimpan nilai-nilai sejarah Kabupaten Banyuwangi. Hal ini terbukti sampai sekarang Rowo Bayu sebagai tempat yang dapat memberikan inspirasi terhadap perjuangan rakyat Blambangan .
Dari beberapa gambaran diatas, yang menjadi daya tarik wisatawan ke Objek wisata Rowo Bayu sebagai alternative objek pariwisata sejarah adalah sebagai berikut:pertama, Objek wisata alam adalah sumber daya alam yang berpotensi serta memiliki daya tarik bagi pengunjung baik dalam keadaan alami maupun serta ada usaha budi daya. Desa Bayu merupakan bagian dari wilayah Blambangan yang sekarang masuk wilayah administratif Kecamatan Songgon, Kabupaten Banyuwangi memiliki kawasan hutan yang menarik. Rowo Bayu merupakan kawasan tropis yang masih begitu alami. Terletak dikawasan hutan petak 8, kawasan hutan Songgon, bagian dari kesatuan Pemangku hutan Rogojampi, KPH Banyuwangi Barat. Keseluruhan luasnya 11 Ha, 8 Ha merupakan wilayah hutan alami sebagian merupakan tanaman pinus yang menjadi ciri khas dari hutan ini dan sebagian besar lagi masih merupakan hutan alami dengan beraneka ragam tanaman dan semak belukar. Selain di Dukung oleh hutan tropis yang alami, Rowo Bayu memiliki objek yang dapat ditawarkan ke Pengunjung berupa . Bagi masyarakat Banyuwangi istilah Rawa disebut Rowo. Nilai tawar rowo tersebut berupa hamparan rawa yang menarik untuk dilihat dan berwarna hla jenis ikan yang terdapat di Rawa. Kedalaman Rawa diperkirakan memiliki kedalaman antara 7 sampai 8 meter di bagian tepi antara 10 sampai 12 meter di bagian tengahnya. Rowo Bayu terlihat semacam kolam alami yang luas yang memiliki ekosistem yang belum terjamah oleh apapun termasuk ulah nakal manusia. Salah
JurnalIllmiah PROGRESSIF, Vol.11 No.31 April 2014
Page 10
ROWO BAYU SEBAGAI OBJEK PARIWISATA SEJARAH KABUPATEN BANYUWANGI
satu contoh penebangan liar, pemburuan hewan dan lain-lain. Jalan menuju petilasan terdapat tiga sumber air (sendang) antara lain : 1. Sendang Kaputren (berupa pancuran air yang keluar dari patung), 2. Sendang Wigangga (berupa pancuran patung yang berbentuk seorang wanita membawa kendi (tempat air kuno) dan Sendang Kamulyan ( tepat berada di belakang bangunan petilasan). Berdasarkan hasil kepercayaan pengunjung bahwa air bayu dipercayai oleh masyarakat sebagai air yang dapat menyembuhkan penyakit itu sah-sah saja menurut keyakinan dan kepercayaan mereka. Akan tetapi, peneliti mempunyai pandangan bahwa air tersebut benarbenar murni sumber air. Jadi tidak salah jika airnya bersih dan tidak tercemar apapun. Hal tersebut juga didukung keberadaan pohon yang besar-besar tidak ditebang. Menurut masyarakat walaupun diDaerah lain kekeuarang air, masyarakat Bayu tidak pernah kekurangan air termasuk dalam bidang pertanian. Rowo Bayu sebagai tempai wisata yang pengunjungnya tidak hanya dari wilayah Banyuwangi saja tetapi di luar Daerah Banyuwangi. juga ini bisa di karenakan keberadaan 3 sendang ini, sumber airnya yang alami dapat dijadikan sebagai pengobatan alternatif (di luar pengobatan kedokteran). Kandungan airnya yang lebih bagus dari air – air biasa dan terpercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Setelah melewati tiga sendang, terdapat petilasan Prabu Tawang Alun yang dibuat seperti bangunanbangunan yang ada di Bali dengan Punden Berundaknya. Masyarakat yang masuk ke tempat petilasan tersebut diwajibkan untuk membersihkan diri dengan
membasuh muka dan kaki di sumber air dekat petilasan. Prabu Tawang Alun merupakan leluhur rakyat Blambangan dihormati dan di Agungkan karenanya bekas pertapaannya atau petilasannya di Desa Bayu memiliki nilai historis dan religi. Oleh masyarakat Blambangan, tempat tersebut dianggap sebagai tempat yang suci dan keramat. Perang Bayu dapat memberikan inspirasi terhadap perjuangan rakyat Blambangan. Nilai-nilai Patriotisme dan nasionalisme rakyat Blambangan tumbuh dan berkembang berkat keadaan Daerah Bayu yang pernah dijadikan sebagai Daerah pertapaan yang dibangun oleh Tawang Alun. Kekuatan religi merupakan salah satu faktor rakyat Blambangan mendukung perjuangan Pangeran Jagapati (Mas Rempek) dengan memusatkan perjuangannya di Benteng Bayu. Awal memasuki kawasan Desa Bayu tempat Rowo Bayu berada, kita akan menjumpai sebuah monumen yang berbentuk tugu. Monumen tersebut adalah Monumen perang Bayu, bangunan yang merupakan simbul bahwa pernah terjadi pertempuran besar antara rakyat Blambangan dengan penjajah dan mengingatkan kita bahwa semangat nasionalisme dan patriotisme selalu tumbuh dalam jiwa rakyat Blambangan saat itu. Monumen tersebut mempunyai bagian – bagian pokok yaitu: 1. Barung Garuda yang merupakan lambang negara Indonesia dengan 5 sila di dadanya. 2. Miniatur Pangeran Rempeg Jagapati Sebagai pemimpin perang Bayu dan seorang tokoh yang
JurnalIllmiah PROGRESSIF, Vol.11 No.31 April 2014
Page 11
ROWO BAYU SEBAGAI OBJEK PARIWISATA SEJARAH KABUPATEN BANYUWANGI
menggugah semangat rakyat Blambangan dalam mengusir penjajah. Didirikan dengan begitu megah yang merekontruksikan sosok Pangeran Jagapati sesungguhnya dengan keris ditangannya yang menunjukkan semangat juang kepemimpinnya. 3. Miniatur Sayu Wiwit Srikandi Blambangan yang merupakan istri dari Pangeran Jagapati. Sosok wanita bangsawan yang sebelumnya adalah wanita yang lemah lembut harus turun kemedan pertempuran membela tanah Blambangan. Dengan persenjataan busur panah sangat terlihat keberaniannya yang sebelumnya tertutupi oleh kelembutannya. 4. Macan Putih Merupakan lambang dari Kerajaan Blambangan, Macan Putihlah yang menemui Prabu Tawang Alun usai beliau bertapa di Bayu, yang kemudian memberi perintah untuk membangun sebuah istana yaitu istana Blambangan. Monumen Perang Puputan Bayu disahkan oleh Bupati Banyuwangi, Samsul Hadi. Rowo Bayu tidah hanya murni sebagai tempat rekreasi saja, atau tempat mensucikan benda – benda keramat, sebagai tempat peribadatan dan menyepi (menenangkan diri). Tetapi, sebagai media untuk adanya sadar tentang sejarah yang terjadi di Rowo Bayu.Kesadaran sejarah amat sangat penting. guna sejarah ada tiga hal guna educatif, guna inspiratif, guna rekreatif,dan guna instruktif . Guna edukatif dari sejarah memberikan “wisdoms”, kearifan, kebijaksanaan, pemahaman jati diri
sebagai bangsa sebagai ancangan pijakan merencanakan dan membangun masa depan yang lebih baik. Peristiwa sejarah tidak pernah terulang dan hanya terjadi sekali saja tetapi “kesejajaran peristiwa atau kesemacaman peristiwa” mungkin terjadi lagi lewat pengenalan sejarah tentang peperangan yang terjadi di Rowo Bayu.Dimensi penting ini dipertemukan kita dalam pemahaman umun yang diketahui dan dinyatakan bahwa sejarah dapat memberikan nilai-nilai pendidikan bagi seseorang yang mempelajarinya. Memang dengan mengkaji sejarah dapat ditemukan berbagai banyak contoh. Dalam hubungan ini sebenarnya sejarah adalah guru kehidupan. Guru yang akan membimbing kehidupan, guru yang mengarahkan tindakan, guru yang menunjukkan dan yang terutama pula guru juga dapat memberikan keteladanan sehingga pada akhirnya sikap arif dan bijaksana dapat dijadikan sebuah pegangan utama dalam kehidupan setelah dengan mendalam mendapat nilai edukatif sejarah. Ini berarti masa lampau yang merupakan kajian sejarah tidak berhenti sampai pada ruang kelampauan semata, melaikan terus dikonstinuitaskan pada tataran kekinian. Masa lampau yang terputus dengan kekinian tidak dapat memberikan nilai edukatif apalagi kearifan sejarah. Padahal kearifan adalah suatu contoh. Kearifan sebagai suatu sikap dan perilaku yang mendasar dapat dikuatkan melalui sejarah. Bahkan bisa dibentuk dengan mencermati, menghayati dan mengamalkan nilainilai sejarah. Meskipun kearifan sendiri merupakan hal yang langkah, tetapi dengan mempelajari sejarah dapatlah memberikan nilai guna yang siknifikan dalam aspek pendidikan.
JurnalIllmiah PROGRESSIF, Vol.11 No.31 April 2014
Page 12
ROWO BAYU SEBAGAI OBJEK PARIWISATA SEJARAH KABUPATEN BANYUWANGI
artinya dengan mempelajari sejarah nilai-nilai kearifan dapat ditanamkan sedini mungkin kepada peserta didik. Kegunaan kedua dari sejarah adalah memberikan inspirasi , ilham kepada kita untuk meneladani nilainilai yang terekam didalamnya. Sejarah kepahlawanan dan pengorbanan pada suhada misalnya memilki nilai-nilia luhur yang memberikan inspirasi kepada kita untuk berbuat hal-hal yang patut kita teladani. Kegunaan lain dari sejarah yang ada di Rowo Bayu adalah nilai rekreatifnya artinya sejarah dapat memberikan kesenangan kepada kita yaitu pada kesenagan estetik dan kesenagan “perlawatan-spritualintelektual” dari kisah sejarah. Kisah sejarah yang disusun dengan kiat yang tinggi akan memebrikan getargetar rasa keindahan bagi pembacanya seperti ketika menikmati sebuah karya sastra. Tumbuhnya rasa estetis pada gilirannya akan membentuk kehalusan budi manusia. Disamping kesenagan estetis. Cerita sejarah juga mengajak kita menempuh “perlawatan-spritualintelektual” ketempat-tempat yang jauh, baik yang jauh tempatnya maupun yang jauh waktunya dari jaman kita sekarang. Dan secara intelektual lawatan sejarah mampu juga mengajak kita meneladani dan mampu mencontoh orang-orang bijak pada masa lampau salah satunya perjuangan dari masyarakat Banyuwangi melawan Belanda Jadi kegunaaan rekreatif dalam sejarah ini dapat mengajak kepada masa silam yang telah terlewati sekian lamanya dengan bernostalgia disetiap relung-relung kejadian peristiwa tersebut. Selain bernostalgia menyelami masa silam lewat sebuah karya sejarah, maka seorang pakar sejarah bapak Sartono
Kartodirdjo bahwa seorang sejarawan adalah “wisatawan profesional dalam dunia lampau” (1990:26). Rowo Bayu sebelum ditetapkan sebagai objek wisata yang bersejarah dan memiliki potensi yang besar dulunya hanya berupa hamparan Rawa yang lebih banyak difungsikan dalam hal mistik. Jadi lebih memiliki kesan yang wingit dan jauh dari jamahan orang. Baru kemudian pada tahun 1970 Rowo Bayu di bangun menjadi objek wisata, dan di beri pondasi semen untuk mengurangi pengikisan tanah oleh air yang mengakibatkan rawarawa tersebut semakin lebar dan tanahnya longsor ke bawah. Kemudian pemugaran petilasan yang kurang jelas tahunnya, menurut keterangan salah satu wisatawan, petilasan tersebut berupa batu besar berwarna hitam. Petilasan Prabu Tawang Alun bersifat Universal, semua pemeluk agama bisa menjalankan prosesi peribadatannya di petilasan tersebut. Seperti halnya saat kami melakukan penelitian peribadatannya di depan petilasan tersebut. Selain petilasan di Rowo Bayu terdapat pula tempat ibadah Ummat Hindu, terletak di bagian atas Rawa, 3 sendang yang telah di sebutkan diatas yaitu : 1). Sendang Keputren, 2). Sendang Wigangga, 3). Sendang Kamulyan. Sumber airnya berasal dari sumber alam yang masih belum terkontaminasi oleh apapun. Kemudian podok – podok kecil yang sengaja di bangun sebagai tempat peristirahatan wisatawan melepas lelah atau sekedar ingin menikmati suasana Rowo Bayu, warung – warung makanan kecil yang dijaga oleh istri dari masing-masing juru kunci Rowo Bayu sebagai tambahan
JurnalIllmiah PROGRESSIF, Vol.11 No.31 April 2014
Page 13
ROWO BAYU SEBAGAI OBJEK PARIWISATA SEJARAH KABUPATEN BANYUWANGI
pendapatan mereka. Karena menurut keterangan dari Kepala Dusun yang kita wawancarai, juru kunciRowo Bayu tidak mendapatkan upah perbulan dari profesi mereka melainkan hanya berupa tunjangan yang diberikan menjelang Hari Raya Idul Fitri oleh Dinas Pariwisata Banyuwangi. Jadi hanya berupa THR atau Tunjangan Hari Raya saja. Kemudian yang menarik perhatian kita adalah keberadaan pohon beringin besar di perbukitan tepat di atas rawa – rawa. Menurut sejarah yang berkembang, dulunya pohon tersebut merupakan tempat pemakaman massal pejuang Bayu dan tempat penggantungan kepala – kepala Pejuang Bayu yang dipenggal oleh pasukan VOC, Hal tersebut bertujuan untuk mematahkan semangat juang rakyat Blambangan. Pasukan VOC beranggapan bahwa dengan menggantungkan kepala – kepala pejuang Blambangan yang telah tewas akan membuat pejuang Blambangan takut tetapi pada kenyataannya hal tersebut semakin membuat semangat pejuang Blambangan menyala dan berjuang hingga titik darah penghabisan. Pohon tersebut oleh ummat Hindu di keramatkan dengan cara dibungkus kain dan diberi sesaji menurut keyakinan mereka. Dan yang terakhir adalah bumi perkemahan yang ada disana dan masuk dalam kawasan wisata Bayu. Hal tersebut menjelaskan bahwa Rowo Bayu bukan hanya tempat wisata sejarah tetapi juga menunjang proses pendidikan. Selain potensi yang ada di sekitar Rowo Bayu, ada beberapa faktor yang tentunya akan mendukung Rowo Bayu sebagai objek wisata, yaitu: 1. letak strategis Bandar Udara Sayu Wiwit yang ada di Rogojampi sangat mendukung
Rowo Bayu sebagai sasaran wisatawan baik nasional dan internasional. Rowo Bayu akan di jadikan kunjungan pertama kali oleh wisatawan sebab Rowo Bayu adalah salah satunya objek sejarah yang berada di Rogojampi. 2. Kolam Renang Pancoran dan Ail yang menawarkan kolam renang dan agro wisata. Tempat ini merupakan tempat yang indah dan alami. Banyak wisatawan baik lokal, nasional dan manca negara berdatangan karena dipandang menarik. 3. Pantai Blimbingsari yang ada di Rogojampi. Tempat ini menawarkan pemandangan laut yang indah dan wisatawan dapat menikmati ikan bakar sebagai menu special. PENUTUP Rowo Bayu sebagai objek sejarah dan wisata, Secara histories keberadaan Kabupaten Banyuwangi tidak lepas dari peristiwa tanggal 18 Desember 1771. Peristiwa tersebut dikenal dengan perang Puputan Bayu, Daya tarik Rowo Bayu sangatlah potensial sekali, karena memiliki nilai-nilai histories, religi, pemandangan alam yang indah, hasil kebudayaan dan masyarakat yang ramah-tamah. Selain itu, juga didukung oleh keberadaan pandangan masyarakat bahwa tempat tersebut dianggap sebagai tempat suci dan keramat DAFTAR PUSTAKA Arifin, Edy Burhan. 2006.Kepahlawanan Pangeran Jagapati Di Blambangan. Banyuwangi. Basri, Hasan (Ed). 2006. Paneran Jagapati, Wong Agung Wilis, Sayu Wiwit. Tiga Pejuang Dar Blambangan,
JurnalIllmiah PROGRESSIF, Vol.11 No.31 April 2014
Page 14
ROWO BAYU SEBAGAI OBJEK PARIWISATA SEJARAH KABUPATEN BANYUWANGI
Banyuwangi: Penerbit Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi. Darusuprapta. 1984. Babad Blambangan. Yogyakarta. Universitas Gaja Mada.
Kuntowijoyo. 1993. Metodelogi Sejarah. Tirta Wacana. Lekkerkerker. 1923. Balambangan. Indische Gids Ii. _________ . 1926. Banjoewangi 1800-1810. Indische Gids.
___________. 1993. Babad Blambangan, Kajian Historis Tradisional. Makalah Untuk Seminar Sejarah Blambangan. Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi. 2008. Pangeran Rempeg Jagapati, Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan Ditanah Blambangan Tahun 1771.Disparda. Banyuwangi. De, Jonge, J.K J.1883. DeOpkomst Van Het Nederlandsch Gesah Over-Java-11, Ml Van De Venter. Dhc Angkatan 1945 Banyuwangi. 1994. Pokok-Pokok Pikiran Tentang Penetapan Hari Jadi Banyuwangi.Banyuwangi.
Notosusanto, N. 1971. NormaNorma Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah. Jakarta: Pusat Sejarah AbriDephamkam. Sansubur.2006. Kerajaan Blambangan. Banyuwangi. Sundoro. Muhammad Hadi. 2006. Kepahlawanan Pangeran Jagapati Ditanah Blambangan Tahun 1771. Banyuwangi Tim Hari Jadi Banyuwangi. 1997. Hari Jadi Banyuwangi. Banyuwangi. Wibawa, Catur.1996. Perang Puputan Bayu 1771-1772, Tentang Perlawanan Rakyat Blambangan Terhadap VOC. Jember: Universitas Jember.
JurnalIllmiah PROGRESSIF, Vol.11 No.31 April 2014
Page 15