RIWAYAT PEMBERIAN MAKAN, STATUS GIZI DAN STATUS KESEHATAN SISWA PAUD
NURHANSYAH DIJAISSYAH
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT Nurhansyah Dijaissyah. History of Eating, Nutritional and Health Status of PAUD Students. Under Direction of Sri Anna Marliyati and Cesilia Meti Dwiriani. General objective of this study was to analyze history of eating, nutritional and health status of PAUD students. The study was conducted from November to Desember 2011 in PAUD Cikal Mandiri and PAUD Dukuh, North Bogor Municipality. The study using crossectional design with total samples of 55 PAUD students. Samples were chosen purposively, with criterias: aged 2-4 years old, breastfeed at least 4 month, having health card (KMS) and attending PAUD centre. Primary datas consisted of characteristics of children and mother, history of eating, food consumption, weigth and height, and morbidity data. Secondary datas were gathered from children health card (KMS) namely weight at 1-12 month and occurrance of immunization, and children attendence at PAUD center. Nutritional status was negatively related to children age (r=0,301, p=0,025), but positively related to level of energy adequacy (r=0,320, p=0,017) and nutritional status at 1-12 month (r=0,376, p= 0,000). Health status was negatively related to mother age (r=-0,284, p=0,036) and negatively related to history of exclusively breastfeeding (r=-0,266, p=0,050). Nutritional status was influenced by nutritional status at 1-12 month (r=3,667, p=0,001), while health status was influenced by mother age (r=-2,340 p=0,023) and history of exclusively breastfeeding (r=-2,460, p=0,017). Keywords: history of eating, nutritional status, health status, preschool children, PAUD.
RINGKASAN NURHANSYAH DIJAISSYAH. Riwayat Pemberian Makan, Status Gizi dan Status Kesehatan Siswa PAUD. Dibimbing oleh Sri Anna Marliyati dan Cesilia Meti Dwiriani. Anak adalah aset bagi orang tua dan ditangan orangtualah anak-anak tumbuh dan berkembang. Masa prasekolah merupakan periode perkembangan yang dimulai dari usia 2-6 tahun dan merupakan masa paling penting dari seluruh tahapan perkembangan. Perkembangan anak akan menjadi baik apabila ditunjang pertumbuhan yang baik pula. Pertumbuhan seseorang sangat dipengaruhi oleh asupan gizinya mulai dari masa bayi hingga beranjak dewasa. ASI memiliki peranan yang sangat penting bagi kelangsungan tumbuh kembang anak dan status kesehatannya. ASI eksklusif memberikan zat gizi terbaik dalam kualitas dan kuantitas pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada usia bayi sampai dengan umur 2 tahun, kekurangan zat gizi akan mengganggu kesehatan, menghambat pertumbuhan dan mengurangi kecerdasan. Oleh karena itu, makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan juga ASI sangatlah penting bagi bayi. Selain asupan zat gizi dari ASI harus mencukupi, konsumsi zat gizi dari MP-ASI, juga sangat penting bagi anak. Pentingnya pemberian ASI dan MP-ASI serta pengaruhnya terhadap kesehatan dan status gizi anak, mendasari penulis untuk melakukan penelitian tentang riwayat pemberian makan, status gizi dan status kesehatan peserta PAUD. Tujuan umum penelitian adalah mengkaji riwayat pemberian makan, status gizi dan status kesehatan anak peserta PAUD. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi karakteristik Ibu dan karakteristik anak peserta PAUD; (2) mengidentifikasi riwayat pemberian ASI dan MP-ASI, serta asupan gizi saat ini peserta PAUD; (3) mengidentifikasi status gizi dan status kesehatan anak peserta PAUD; (4) mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dan status kesehatan anak peserta PAUD. Desain penelitian ini adalah cross-sectional study. Pemilihan PAUD dilakukan secara purposive yaitu merupakan PAUD yang terintegrasi dengan posyandu, memiliki siswa berusia 2-4 tahun. Penelitian ini dilaksanakan pada PAUD Dukuh dan Cikal Mandiri di Kecamatan Bogor Utara. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan kemudahan transportasi dan akses informasi bagi peneliti. Waktu penelitian berlangsung selama 2 bulan dari bulan November 2010 sampai dengan Desember 2010. Populasi penelitian adalah anak usia prasekolah (siswa PAUD) di wilayah Bogor Utara. Kriteria contoh yaitu: anak berusia 2-4 tahun, memiliki KMS (Kartu Menuju Sehat) dan mempunyai riwayat diberi ASI oleh ibunya minimal selama 4 bulan serta memiliki daftar kehadiran (absensi) kelas di PAUD yang diteliti. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik contoh, karakteristik responden, riwayat pemberian makan, konsumsi pangan, status gizi, dan status kesehatan peserta PAUD. Data sekunder meliputi data berat badan dan kelengkapan imunisasi dari KMS (Kartu Menuju Sehat); daftar kehadiran (absensi) anak dikelas dan nama orangtua (ibu) dari pengelola PAUD. Karakteristik contoh yaitu meliputi usia, jenis kelamin dan riwayat kelahiran. Karakteristik responden yaitu meliputi usia, pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan gizi ibu. Pengetahuan gizi ibu diperoleh melalui pemberian 20 soal pertanyaan correct answer multiple choice. Data riwayat pemberian makan contoh meliputi pemberian pralaktal, pemberian ASI ekslusif (selama 6 bulan), pemberian MPASI (jenis, waktu pemberian dan frekuensi pemberian), usia penyapihan dan
hambatan dalam menyusui. Data primer diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner oleh peneliti terhadap ibu peserta PAUD. Konsumsi pangan contoh saat ini diperoleh melalui recall 2x24 jam yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan yang dikonsumsi dalam Ukuran Rumah Tangga (URT) atau dalam satuan gram. Data konsumsi pangan dikonversikan ke dalam bentuk energi dan protein yang mengacu pada Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dan label makanan (untuk makanan yang belum ada di DKBM). Data yang diperoleh untuk mengetahui status gizi contoh yaitu riwayat status gizi saat contoh berusia 1-12 bulan yang diperoleh dari catatan penimbangan di KMS dan status gizi saat ini melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Berat badan diukur menggunakan timbangan injak merk Camry dengan kapasitas 100 kg dan tingkat ketelitian 0,1 kg, sedangkan tinggi badan contoh diukur menggunakan Stature meter dengan kapasitas 200 cm dan tingkat ketelitian 0,1 cm. Data status kesehatan contoh diperoleh dengan menanyakan frekuensi sakit, lama sakit, jenis penyakit/infeksi selama 3 bulan terakhir, serta kehadiran anak dikelas dan pemberian imunisasi contoh. Skor morbiditas dihitung dengan cara mengalikan lama sakit dan frekuensi sakit. Kemudian skor morbiditas dikategorikan menjadi rendah (0-19), sedang (20-39) dan tinggi 40-58). Data dianalisis secara deskriptif serta analisis inferensia statistik dengan bantuan program Microsoft Excell dan SPSS for windows versi 16.0. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik ibu, karakteristik anak, riwayat pemberian makan, riwayat pemberian ASI, asupan gizi saat ini, status gizi masa lalu (1-12 bulan), status gizi saat ini, status kesehatan dan riwayat pemberian imunisasi. Analisis statistik inferensia menggunakan uji korelasi Pearson, uji statistik Rank-Spearman dan uji statistik Regresi linear metode bacward. Uji korelasi Pearson untuk melihat ada atau tidaknya hubungan yang erat antara umur ibu dengan status kesehatan anak; usia anak dan status gizi masa lalu (1-12 bulan) dengan status gizi anak saat ini. Uji statistik korelasi Rank-Spearman untuk menguji hubungan antara riwayat pemberian ASI ekslusif dengan status kesehatan anak. Uji statistik regresi linear metode bacward digunakan untuk melihat pengaruh status gizi masa lalu (1-12 bulan) terhadap status gizi saat ini (BB/U); pengaruh umur ibu terhadap status kesehatan anak dan pengaruh riwayat pemberian ASI eksklusif terhadap status kesehatan anak. Umur ibu sebagian besar (67%) termasuk dalam kategori dewasa muda dan lebih dari sepertiga ibu (38%) berpendidikan SMA. Hampir semua ibu (96%) adalah sebagai ibu rumah tangga dengan tingkat pengetahuan gizi sebagian besar dalam kategori baik (47%) dan kategori cukup yaitu 51%. Umur anak berkisar antara 2 tahun sampai 4 tahun dan lebih dari separuh anak berjenis kelamin perempuan (60%). Riwayat kelahiran anak sebagian besar (95%) dilahirkan cukup bulan dengan proses kelahiran normal (87%). Lebih dari separuh ibu (58%) memberikan kolostrum dan 60% anak yang diberikan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan. Kurang dari separuh ibu (16%) masih memberikan sari buah, nasi tim dan biskuit pada usia dibawah 6 sampai 7 bulan, namun hanya 2% ibu yang memberikan nasi dibawah usia 6 sampai 7 bulan. Hampir dari separuh anak (44%) yang disapih pada usia lebih dari 2 tahun dan separuh ibu (56%) mengalami hambatan dalam menyusui. Sebagian besar anak (89%) masuk dalam kategori tingkat kecukupan energi defisit berat dan hanya 4 % termasuk dalam kategori normal. Hampir dari separuh anak (49%) termasuk dalam kategori tingkat kecukupan protein defisit berat dan hanya 13% termasuk dalam kategori normal. Rata-rata intake energi pada anak PAUD Cikal Mandiri 1032±125 kkal dan anak PAUD Dukuh 1024±122
kkal. Rata-rata intake protein pada anak PAUD Cikal Mandiri 33,4±1,9 g dan anak PAUD Dukuh 35,0±2,1 g. Status gizi anak berdasarkan BB/TB sebagian besar (71%) termasuk dalam kategori normal, sedangkan menurut BB/U sebagian besar (81,6%) termasuk dalam kategori baik dan menurut TB/U sebagian besar (66,4%) termasuk dalam kategori normal. Status kesehatan anak sebagian besar (84%) masuk dalam kategori skor morbiditas rendah (0-19). Berdasarkan hasil uji statistik variabel yang memiliki hubungan signifikan dengan status gizi anak saat ini adalah usia anak, tingkat kecukupan energi dan status gizi masa lalu (1-12 bulan), sedangkan variabel yang memiliki hubungan signifikan dengan morbiditas anak adalah umur ibu dan riwayat pemberian ASI eksklusif. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi anak saat ini adalah status gizi masa lalu (1-12 bulan), sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status kesehatan anak adalah umur ibu dan riwayat pemberian ASI eksklusif.
Keywords: Riwayat pemberian makan, status gizi, status kesehatan, peserta PAUD.
RIWAYAT PEMBERIAN MAKAN, STATUS GIZI DAN STATUS KESEHATAN SISWA PAUD
NURHANSYAH DIJAISSYAH
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi Nama Mahasiswa
: Riwayat Pemberian Makan, Status Gizi dan Status Kesehatan Peserta PAUD : Nurhansyah Dijaissyah
NIM
: I14086003
Disetujui:
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si
Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc
NIP. 19600205 198903 2002
NIP. 19660527 199203 2003
Diketahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul ”Riwayat Pemberian Makan, Status Gizi dan Status Kesehatan Siswa PAUD”. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si dan Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku dosen pembimbing yang senantiasa membimbing, memberikan saran dan arahannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi. 3. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama perkuliahan. 4. Ibu-ibu guru di PAUD Cikal Mandiri dan PAUD Dukuh, yang telah banyak membantu dan membimbing penulis pada saat turun lapang. 5. Kepada Ayah (Ir. H. Zulfi Ramlan Pohan, MM) dan Mama (Hj. Emmi Herawati Siregar) tercinta atas cinta, kasih sayang, doa dan semangat serta pengorbanan yang tak terhingga kepada penulis. 6. Semua keluarga besar dan adik-adikku tersayang Umi, Ida dan Ghifari atas kasih sayangnya serta penyemangat bagi penulis. 7. Teman-teman seperjuangan, ekstensi angkatan II dan GM-44, terimakasih atas semangat, kebersamaan dan persahabatan selama 3 tahun yang telah menjadikan hari-hari penulis penuh warna. 8. Teman-temanku tersayang SJMP 42 dan sahabat-sahabatku, atas semangat dan doanya kepada penulis. 9.
Abang Insanul Afief Lubis S.Kom yang senantiasa memberikan semangat dan doanya kepada penulis.
10. Abang, kakak, adik dan teman-temanku tersayang di IMATAPSEL bogor terima kasih atas semangat serta bantuannya kepada penulis. Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Akhir kata, semoga segala bimbingan, bantuan dan dorongan semangat yang telah mereka berikan kepada penulis akan mendapatkan pahala dan ridho dari Allah
SWT, dan penulis juga berharap semoga skrips ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 24 januari 1987 di Bandung, Jawa barat. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ir. H. Zulfi Ramlan Pohan, MM dan Hj. Emmi Herawati Siregar. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Pabean 1, Sedati-Sidoarjo, Jawa Timur pada tahun 1999. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Madrasah Tsanawiyah PPMI Assalaam, Islamic Boarding School, Solo-Jawa Tengah dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan selanjutnya ditempuh penulis di SMA Negeri 8 Semarang, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 2005. Penulis diterima di Program Diploma Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di program Supervisor Jaminan Mutu Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang di PT. Tirta Ratna Unit Badranaya Putra Bandung, selama tiga bulan (April-Juni 2008). Penulis lulus dan mendapat gelar Ahli Madya pada tahun 2008 dengan Tugas Akhir yang berjudul Mempelajari Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Sapi di PT. Tirta Ratna Unit Badranaya Putra Bandung. Pada
tahun
2008,
penulis
melanjutkan
pendidikan
di
Program
Penyelenggaraan Khusus S1 Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Bulan Juli sampai Agustus 2010 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Penulis melaksanakan kegiatan Intership Dietetic (ID) di Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi selama tiga minggu (bulan Februari sampai Maret 2011).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................i DAFTAR TABEL .........................................................................................iii DAFTAR GAMBAR .....................................................................................v DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................vi PENDAHULUAN .........................................................................................1 Latar Belakang .....................................................................................1 Tujuan ...................................................................................................3 Kegunaan...............................................................................................3 Hipotesis ................................................................................................4 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................5 Pemberian Makanan pada Bayi dan Balita .............................................5 Air Susu Ibu (ASI) ............................................................................5 Komposisi ASI.............................................................................5 Manfaat ASI ................................................................................7 ASI Eksklusif ..............................................................................8 Hambatan Menyusui ..................................................................9 Pengetahuan Ibu tentang ASI ....................................................10 ASI dan Kesehatan Anak ...........................................................11 MP- ASI ............................................................................................12 Makanan setelah Priode Menyusui ..................................................13 Metode Pengukuran Pemberian Makanan pada Bayi dan Balita ......14 Status Gizi Balita ...................................................................................15 Metode Pengukuran .........................................................................15 Dampak Status Gizi terhadap Kesehatan Balita ...............................16 Status Kesehatan Balita ........................................................................17 Penyakit dan Gejala pada Anak .......................................................18 Upaya Pemeliharaan Kesehatan ......................................................20 Imunisasi .........................................................................................21 KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................22 METODE PENELITIAN ................................................................................24 Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................24 Cara Pemilihan Contoh .........................................................................24 Jenis dan Cara Pengumpulan Data .......................................................25 Pengolahan dan Analisis Data ..............................................................27 Definisi Operasional ..............................................................................30 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................32 Gambaran Umum PAUD ........................................................................33 Karakteristik Ibu ....................................................................................34
ii
Usia Ibu ............................................................................................34 Tingkat Pendidikan Ibu .....................................................................34 Pekerjaan Ibu ...................................................................................35 Pengetahuan Gizi Ibu .......................................................................35 Karakteristik Anak .................................................................................37 Usia dan Jenis Kelamin Anak ...........................................................37 Riwayat Kelahiran ............................................................................37 Riwayat Pemberian ASI ........................................................................38 Pemberian Pralaktal .........................................................................38 Pemberian ASI Eksklusif ..................................................................39 Pemberian MP-ASI ...........................................................................40 Frekuensi Pemberian MP-ASI ..........................................................43 Usia Penyapihan ..............................................................................44 Hambatan Menyusui.........................................................................46 Asupan Gizi Saat Ini ...............................................................................46 Tingkat Kecukupan Energi dan Protein ............................................46 Status Gizi .............................................................................................49 Riwayat Status Gizi (1-12 bulan) ......................................................49 Status Gizi Saat ini ...........................................................................51 Status Kesehatan ...................................................................................53 Frekuensi dan Lama Sakit ................................................................53 Jenis Penyakit ..................................................................................54 Skor Morbiditas ................................................................................56 Riwayat Pemberian Imunisasi ................................................................57 Hubungan Antar Variabel .......................................................................59 Hubungan Usia Anak dengan Status Gizi Anak Saat Ini ..................59 Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dengan Status Gizi Saat Ini ............................................................................................60 Hubungan Status Gizi Masa Lalu (1-12 bulan) dengan Status Gizi Anak Saat Ini ...................................................................................61 Hubungan Usia Ibu dengan Skor Morbiditas ....................................62 Hubungan Riwayat Pemberian ASI dengan Skor Morbiditas ...........63 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Status Gizi Anak..................64 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Status Kesehatan Anak .......64 KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................67 Kesimpulan ...........................................................................................67 Saran ....................................................................................................67 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................69 LAMPIRAN ...................................................................................................75
iii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Perbandingan komposisi ASI, susu formula dan susu sapi .........................6
2
Panduan makanan padat untuk bayi ...........................................................13
3
Kategori status gizi berdasarkan ukuran antropometri balita .......................15
4
Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan Protein (AKP) pada balita .........................................................................................17
5
Jenis imunisasi pada Anak-anak ..................................................................21
6
Jenis variabel, cara pengumpulan data dan pembagian kategori .................25
7
Jumlah siswa yang mengikuti penelitian .....................................................33
8
Karakteristik ibu berdasarkan usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan .........34
9
Sebaran ibu berdasarkan jawaban benar dan tingkat pengetahuan gizinya .........................................................................................................36
10 Sebaran anak berdasarkan jenis kelamin dan umur ....................................37 11 Sebaran anak berdasarkan riwayat kelahiran ..............................................38 12 Sebaran anak berdasarkan pemberian pralaktal ..........................................38 13 Sebaran anak berdasarkan riwayat pemberian ASI eksklusif .....................39 14 Sebaran responden berdasarkan jenis MP-ASI dan waktu pemberiannya .............................................................................................41 15 Jenis MP-ASI dan frekuensi pemberiannya per hari....................................43 16 Sebaran anak berdasarkan usia penyapihan ASI ......................................45 17 Sebaran anak berdasarkan hambatan menyusui .........................................46 18 Perkiraan intake pangan, energi dan protein ................................................47 19 Tingkat kecukupan energi dan protein .........................................................48 20 Status Gizi anak saat ini (BB/TB, BB/U dan TB/U) .......................................51 21 Sebaran anak berdasarkan frekuensi dan lama sakit ...................................53 22 Sebaran anak berdasarkan jenis penyakit ...................................................54 23 Status kesehatan berdasarkan skor morbiditas ............................................56 24 Sebaran anak yang telah mendapatkan imunisasi .......................................57 25 Sebaran anak berdasarkan usia dan status gizi saat ini ...............................60 26 Sebaran anak berdasarkan tingkat kecukupan energi dan status gizi saat ini .........................................................................................................61 27 Sebaran anak berdasarkan status gizi masa lalu dan status gizi saat ini .........................................................................................................62
iv
28 Sebaran ibu berdasarkan usia ibu dan skor morbiditas ................................62 29 Sebaran anak berdasarkan riwayat pemberian ASI eksklusif dan skor morbiditas ............................................................................................63
v
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Kerangka pemikiran riwayat pemberian makan, status gizi dan status kesehatan siswa PAUD ...................................................................23 Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh .............................................................24 Gambar 3 Kurva rata-rata nilai z anak pada usia 1-12 bulan ............................50
vi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Nilai p dan r hubungan variabel ......................................................76 Lampiran 2 Hasil analisis terhadap status gizi saat ini ......................................77 Lampiran 3 Hasil analisis terhadap status kesehatan .......................................78 Lampiran 4 Rata-rata nilai z saat contoh pada usia 1-12 bulan .........................79
PENDAHULUAN Latar Belakang Anak adalah aset bagi orang tua dan ditangan orangtualah anak-anak tumbuh dan menemukan jalannya. Anak sebagai amanah tentunya harus dijaga, dirawat, dan dididik sebaik-baiknya. Hal tersebut sangat penting agar anak tumbuh sehat jasmani-rohani, cerdas, dan berguna bagi bangsa-negaranya. Anak prasekolah adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik (Rahmawati & Kusharto 2006). Masa prasekolah merupakan priode perkembangan yang dimulai dari usia 2-6 tahun (Santrock 1997). Para psikolog anak menyatakan bahwa tahun-tahun prasekolah adalah masa paling penting dari seluruh tahapan perkembangan (Hurlock 1998). Menurut Mustafa (2004) dalam Rahmawati (2006), anak prasekolah bukan sekedar manusia muda yang tidak berdaya bila tidak mendapatkan bantuan dari orang dewasa yang berada di sekelilingnya, melainkan individu yang memiliki potensi luar biasa. Potensi itu akan muncul manakala mendapatkan perawatan makanan, kesehatan, perhatian, kasih sayang yang memadai. Perkembangan anak akan menjadi baik apabila ditunjang pertumbuhan yang baik pula. Pertumbuhan seseorang sangat dipengaruhi oleh asupan gizinya mulai dari masa bayi hingga beranjak dewasa. Agar perkembangan kesehatan anak tidak terganggu, maka orang tua perlu menjaga asupan gizinya. Tumbuh kembang anak dapat dipantau salah satunya melalui pengukuran fisiknya yang digambarkan dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) sehingga dapat diperoleh gambaran status gizinya (Santoso & Ranti 2004). Menurut Henrik Blum (1981) dalam Depkes RI (2002), status kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor penentu yang saling berinteraksi satu sama lain. Keempat faktor tersebut adalah: lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan (imunisasi) dan keturunan (genetik). Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, cacingan, dan infeksi saluran pencernaan (Supariasa et al 2002). Menurut Santoso dan Ranti (2004), defisiensi zat gizi sering dihubungkan dengan infeksi. Secara umum, defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan sistem kekebalan sehingga
2
perlu diberikan imunisasi. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, maka penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang yang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit, dan pertumbuhan akan terganggu (Supariasa et al 2002). Masalah kesehatan dan gizi dapat timbul dalam bentuk penyakit, menurut Soemanto (1990), salah satu usaha yang berperan dalam masalah kesehatan adalah pemberian ASI. ASI eksklusif memberikan zat gizi terbaik dalam kualitas dan kuantitas pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak yang terjadi pada usia 0 sampai 6 bulan. Oleh karena itu ASI memiliki peranan yang sangat penting bagi kelangsungan tumbuh kembang anak dan status kesehatannya kelak. Pada usia bayi sampai dengan umur 2 tahun, kekurangan zat gizi akan mengganggu kesehatan, menghambat pertumbuhan dan mengurangi kecerdasan. Pada tahun 2004, Departemen Kesehatan sesuai dengan ketetapan WHO menetapkan program ASI eksklusif selama enam bulan. Tujuan pemberian ASI eksklusif tersebut untuk melindungi bayi dari penyakit infeksi terutama diare (Villalpando & Alarcon 2000). Meskipun ASI merupakan makanan terbaik bagi anak untuk meningkatkan kelangsungan hidupnya serta sangat besar manfaatnya bagi anak maupun ibu, namun kenyataannya tidak semua ibu dapat memberikan ASI secara ideal
kepada anaknya yaitu hingga 24 bulan. Karena ibu-ibu banyak
mepraktekkan pemberian MP-ASI bahkan pada usia dini dengan berbagai alasan, termasuk kekhawatiran bayi tidak bertahan hidup jika hanya diberi ASI saja sampai usia 4-6 bulan (Setyowati & Budiarso 1999). Menurut Prabantini (2010), setelah bayi berumur 6 bulan pemberian ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi yang aktivitasnya sudah cukup banyak. Pesatnya pertumbuhan bayi perlu dibarengi dengan pemberian kalori dan gizi yang cukup. Oleh karena itu, makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan juga ASI sangatlah penting bagi bayi. Selain kecukupan ASI dan MP-ASI kecukupan konsumsi zat gizi lainnya juga sangat penting bagi anak. Seorang anak yang mengalami defisiensi zat gizi tersebut dapat berakibat pada berbagai aspek fisik dan mental. Zat gizi yang diperoleh seorang anak melalui konsumsi makanan setiap hari berperan besar untuk kehidupan anak selanjutnya. Kecukupan zat gizi juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan kecerdasan anak. (Santoso & Ranti 2004). Berdasarkan uraian
3
diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang riwayat pemberian makan, status gizi dan status kesehatan siswa PAUD. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji riwayat pemberian makan, status gizi dan status kesehatan siswa PAUD. Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi karakteristik Ibu dan karakteristik anak PAUD. 2. Mengidentifikasi riwayat pemberian ASI dan MP-ASI, serta asupan gizi saat ini anak PAUD. 3. Mengidentifikasi status gizi dan status kesehatan anak PAUD. 4. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dan status kesehatan anak PAUD. Kegunaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada ibu bahwa pemberian ASI dan pemenuhan asupan gizi yang cukup akan memberikan manfaat bagi kesehatan anak. Selain itu diharapkan juga dapat memberikan gambaran atau informasi kepada ibu dan penyelenggara PAUD mengenai pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi anak serta perawatan kesehatan yang diberikan kepada anak usia dini. Bagi para ibu diharapkan dapat lebih sadar dan siap lagi dalam memberikan ASI-nya, terutama ASI eksklusif dan selanjutnya memberikan ASI secara ideal yaitu sampai 24 bulan. Selain itu menjadi bahan pertimbangan bagi instansi pemerintah dan lembaga-lembaga terkait untuk lebih maksimal lagi dalam melakukan promosi ASI Eksklusif melalui media cetak maupun melalui media elektronik.
4
Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Adanya hubungan antara riwayat pemberian ASI dengan status gizi anak PAUD. 2. Adanya hubungan antara status gizi dengan status kesehatan anak PAUD. 3. Adanya pengaruh riwayat pemberian makan terhadap status gizi dan status kesehatan anak PAUD.
TINJAUAN PUSTAKA Pemberian Makanan pada Bayi dan Balita Air Susu Ibu (ASI) ASI adalah makanan dan minuman yang paling utama bagi bayi. Selain karena tidak akan pernah ada manusia yang sanggup memproduksi susu buatan sekualitas dengan ASI, juga ASI merupakan pemberian Allah SWT kepada seluruh anak manusia, untuk menjamin kesehatan ibu dan anak, serta menjamin kelangsungan hidup anak manusia itu kelak di kemudian hari (Suhendar 2002). ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garamgaram organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayi atau anak. Keunggulan ASI sebagai makanan bayi tidak diragukan lagi karena ASI mempunyai nilai gizi yang tinggi, mengandung zat-zat kekebalan yang dapat mencegah berbagai penyakit infeksi, terutama di negara-negara sedang berkembang (Winarno 1995). ASI dapat diberikan langsung kepada bayi dalam keadaan segar, hangat dan terjamin kebersihannya, selain itu penyiapannya sangat sederhana dan praktis tidak perlu dilarutkan terlebih dahulu seperti susu botol. ASI juga sangat ekonomis tidak perlu mengeluarkan uang untuk membelinya, memberikan ASI berarti membina hubungan yang erat dan penuh kasih sayang antara ibu dan anak (Depkes 1994). Menurut Roesli (2000), kolostrum adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama sampai hari ke empat setelah melahirkan. Kolostrum merupakan
cairan pelindung yang kaya zat anti infeksi dan berprotein. Komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari selalu berubah, merupakan cairan kental dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning dibandingkan dengan susu yang matang. Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Komposisi ASI Pada bulan-bulan terakhir kehamilan sudah mulai terjadi sekresi kolostrum pada payudara ibu hamil. Dalam kondisi normal ASI diproduksi sebanyak 100 cc pada hari ke 2 kemudian meningkat sampai 500 cc pada
6
minggu kedua dan menjadi konstan setelah hari ke 10 sampai hari ke 14 (Hardinsyah & Martianto 1992). ASI mengandung energi sedikit lebih banyak dibanding dengan susu sapi, namun demikian komposis ASI tersebut sangat sesuai dan mudah dicerna serta diserap oleh usus bayi bila dibandingkan susu sapi atau susu formula (Muchtadi 2002). ASI mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi atau anak, terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral (Pudjiadi 2000). Perbandingan komposisi kolostrum, ASI dan susu sapi untuk setiap 100 ml terdapat pada Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan komposisi ASI, susu formula dan susu sapi (100ml) Komposisi (g/100 ml) Lemak (g) Protein - Whey - Kasein Karbohidrat - (kkal) Mineral - Na (mg) - K (mg) - Ca (mg) - P (mg) - Cl (mg) - Mg (mg) - Fe (mg) - Cu (µg) - Zn (mg) - Mn (µg) Vitamin - A (SI) - D (SI) - B1 (mg) - B2 (mg) - C (mg) - B6 (mg) - B12 (µg) - Niasin - Pantotenat A (µg) - Asam folat (µg) - Biotin (mg)
ASI (g/100 ml) 3,0-5,5 1,1-1,4 0,7-0,9 0,4-0,5 6,6-7,1 65-70 0,2 10 40 30 10 30 4 0,2 -
Susu Formula (g/100 ml) 1,3-3,6 1,76-2,4
7,32-9,6 51-74 0,3-0,6 24-33 61-112 41-102 36-90 41-71 4-7 0,7-1,0 3,5-5,0 0,1-0,3 4-6,9
Susu Sapi (g/100 ml) 3,2 3,1 0,6 2,5 4,4 61 0,8 50 150 114 90 102 12 0,1 -
150-270 6 0,017 0,03 4,4 0,02 0,04 0,17 0,24 0,2 0,2
222-300 47,6-75 0,3-0,7 0,06-0,08 0,09-0,14 5,4-120 0,00-0,15 0,27-0,6 0,6-0,89 1-3 -
60 2 0,03 0,17 1 0,07 0,3 0,1 0,34 0,2 3,0
(Sumber : Suplemen Brosur Industri Makanan dalam Krisnatuti & Yenrina 2000).
7
Manfaat ASI Menurut Depkes (1997) ASI memilki manfaat baik untuk bayi maupun ibunya. Manfaat ASI untuk bayi antara lain ASI adalah makanan terbaik untuk bayi karena mudah dicerna oleh sistem pencernaan bayi, mengandung zat gizi berkualitas tinggi, mengandung asam amino essensial yang sangat penting untuk meningkatkan jumlah sel otak bayi terutama usia bayi 6 bulan. Kandungan antibodi dalam ASI dapat melindungi bayi dari penyakit dan membantunya meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Menurut Rahmaniah (2006) ASI memiliki banyak keuntungan bagi bayi, karena didalam ASI terdapat zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi sehingga mengurangi resiko berbagai jenis kekurangan zat gizi. ASI membantu pertumbuhan bakteri sehat dalam usus yang disebut Lactobacillus bifidus yang dapat mencegah bakteri penyakit lainnya sehingga mencegah diare. Laktoferin yang dikombinasikan dengan zat besi di dalam ASI dapat mencegah pertumbuhan kuman penyakit. Keunggulan ASI tidak hanya dapat dirasakan bayi, tetapi ibu juga dapat merasakan keunggulan ASI. Oksitosin, hormon yang dihasilkan selama menyusui, merangsang kontraksi uterus dan membantu uterus kembali pada ukuran normal, selain itu dapat menurunkan kemungkinan terjadinya pendarahan pasca melahirkan, beberapa bukti menerangkan bahwa pemberian ASI memberikan keuntungan psikologi karena dapat meningkatkan ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi (Jellife & Jellife 1979; Perkins & Vannais 2004). Selain itu, manfaat ASI juga dapat dirasakan ibu yang menyusui bayinya yaitu, mengurangi terjadinya anemia, menjarangkan kehamilan, mengecilkan rahim, berat badan lebih cepat normal kembali, mengurangi kemungkinan menderita kanker (kanker payudara dan kanker indung telur), mengurangi resiko keropos tulang, diabetes maternal, stress dan gelisah, pengeluaran lebih ekonomis atau murah, tidak merepotkan, hemat waktu dan dapat dibawa kemana-mana (portable) dan praktis serta memberi kepuasan bagi ibu yang memberikan ASI eksklusif (Perkins & Vannais 2004; Roesli 2000). Diungkapkan juga pada penelitian Tackett dan Kendall (2007) bahwa ibu yang menyusui bayinya akan terhindar dari resiko stres tinggi setelah melahirkan. Hal ini karena menyusui dapat menurunkan proinflammatory cytokines pada ibu yang merupakan pemicu stres atau depresi setelah melahirkan.
8
Menurut penelitian Jakobsen et al (2003) pada bayi usia 9-35 bulan di Guinea-Bissau, menunjukkan bahwa bayi yang telah disapih mengalami enam kali lebih tinggi angka kematiannya selama tiga bulan pertama perang disana daripada bayi yang masih disusui. Hal ini membuktikan bahwa efek perlindungan ASI merupakan hal yang utama melawan infeksi dalam keadaan darurat. Telah banyak hasil penelitian yang membuktikan keunggulan ASI dibandingkan makanan lain, terutama sebagai makanan di awal kehidupan bayi. Hasil riset epidemiologi menunjukkan bahwa pemberian ASI berdampak positif pada kondisi kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan bayi serta secara signifikan menurunkan angka morbiditas bayi, terutama penyakit yang akut dan kronik (Putri 2003). ASI Eksklusif Menurut Roesli (2009), ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Lebih tepatnya pemberian ASI secara Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 6 bulan, dan setelah 6 bulan bayi mulai diperkenalkan dengan makanan padat. ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun. Menurut Muchtadi (2002), ASI eksklusif terutama diberikan selama enam bulan pertama karena pada masa-masa ini bayi dalam kondisi kritis. Pertumbuhan dan pembentukan psikomotor terjadi sangat cepat pada masa enam bulan pertama, sehingga pemberian ASI eksklusif akan sangat mendukung. Menurut WHO (2000), Setiap tahunnya terdapat 1-1,5 juta bayi di dunia yang meniggal karena tidak diberi ASI eksklusif. Lebih lanjut kira-kira 30.000 kematian balita Indonesia dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif (UNICEF 2006). Bayi yang disusui secara eksklusif 6 bulan dan tetap diberi ASI hingga 11 bulan saja dapat menurunkan kematian balita sebanyak 13%. Selain itu, ibu yang berhasil memberikan ASI secara eksklusif pada bayi akan merasakan kepuasan, kebanggaan, dan kebahagiaan yang mendalam (Roesli 2000).
9
Berdasarkan
Roesli
(2008)
hasil
penelitian
di
Jakarta-Indonesia
menunjukkan bayi yang diberi kesempatan untuk menyusu dini, hasilnya delapan kali lebih berhasil ASI eksklusif. Selain itu, inisiasi dini atau menyusu dini dapat menurunkan risiko kematian bayi. Penelitian Chantry, Howard dan Auinger (2006) menyebutkan bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif selama enam bulan penuh memiliki resiko lebih kecil terkena penyakit pneumonia dibandingkan bayi yang diberi ASI kurang dari enam bulan. Menurut Rahmaniah (2006), menyusui secara eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa tambahan makanan atau minuman apapun termasuk empeng, dan telah dianjurkan oleh pemerintah untuk dilakukan selama enam bulan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 450/Menkes/SK/IV/2004 (Kurniadi 2006). Menurut Sensus Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI), pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pada tahun 1997 sebesar 42% turun menjadi 39,5% pada tahun 2003. Sementara pemakaian susu botol meningkat dari 10,8% tahun 1997 menjadi 32,4% pada tahun 2003 (Departemen Kesehatan 2006). Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (1997), diacu dalam Abdullah et al (2004), diketahui hampir semua ibu di Indonesia (96,5%) yang mempunyai bayi pernah memberikan ASI. Hasil survey tersebut juga menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan ASI eksklusif dari ibunya hanya 23, 9 persen. Di Kota Bogor berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh tim jurusan GMSK IPB tahun 2001 diketahui bahwa pemberian ASI eksklusif hanya 22,8 persen (Abdullah et al 2004). Hasil SDKI tahun 2002-2003 menunjukkan pemberian ASI eksklusif sebesar 55 persen (BPS 2003). Perkembangan pemberian ASI eksklusif dari tahun ke tahun dinilai masih rendah dibandingkan target tahun 2010 sebesar 80 persen (Briawan & Suciarni 2007). Hambatan Menyusui Menurut Putri (2003), menyusui adalah cara alami memberi makan bayi, tetapi banyak ibu yang menghadapi kendala ketika melakukan. Sebenarnya hampir semua hambatan menyusui dapat diatasi dan dicarikan solusinya. Hambatan menyusui yang dialami oleh ibu dan bayinya dapat disebabkan oleh adanya hambatan secara fisik, psikis atau pun teknis. Kendala dalam pemberian ASI dapat diketahui antara lain yaitu ASI sedikit, kelelahan ibu diawal menyusui, sakit pada putting dan payudara ibu, anjuran yang keliru dari petugas kesehatan, kurangnya pengetahuan ibu, pelayanan kesehatan pasca melahirkan yang
10
menghambat menyusui secara dini dan eksklusif, ibu bekerja dan promosi PASI dalam bentuk susu formula di berbagai media. Menurut Arifin (2002) ada berbagai faktor yang mempengaruhi kegagalan pemberian ASI eksklusif. Faktor tersebut bisa dari pihak ibu, bayi maupun dari faktor lingkungan. Faktor yang berasal dari pihak ibu disebabkan antara lain karena karakteristik sosial dan ekonomi ibu (pendapatan, tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu), pengetahuan ibu tentang ASI dan kondisi kesehatan ibu yang semua itu membuat ibu tidak bisa memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya. Faktor yang berasal dari pihak bayi mungkin karena preferensi bayi terhadap ASI, sedangkan dari faktor lingkungan sendiri ini disebabkan karena sumber informasi pemberian makanan atau minuman selain ASI. Menurut International Lactation Consultant Association (ILCA 2000), beberapa penelitian menunjukkan bahwa hampir semua kesulitan menyusui dapat ditangani tanpa perlu menggunakan perangkat medis yang berteknologi canggih dan mahal. Pengetahuan Ibu tentang ASI Menurut Grant (1989), pengetahuan ibu sangat erat kaitannya dengan kesehatan anak yang dapat diukur dari status gizi anak maupun dari kematian bayi dan anak. Selanjutnya dinyatakan bahwa kebiasaan yang salah dalam pemberian makanan pada bayi disebabkan karena kurangnya pengetahuan orangtua tentang pentingnya pemberian ASI kepada anak. Ibu yang mengetahui dan mengerti tentang pentingnya ASI bagi pertumbuhan dan perkembangan anak akan memberikan ASI kepada anaknya karena hal tersebut dianggapnya baik. Pujiyanti (2008) mengemukakan bahwa pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk meningkatkan status gizi keluarga karena apabila
pengetahuan
gizi
kurang
maka
akan
menyebabkan
timbulnya
kekurangan gizi bagi anak. Menurut Menkesos RI (2000) dalam Arifin (2002), masih rendahnya pengetahuan ibu mengenai pentingnya pemberian ASI pada bayi selama empat bulan pertama, makanan pendamping ASI, kebersihan, perawatan serta deteksi kelainan tumbuh kembang dan stimulasi dini yang memadai mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan yang berakibat gizi buruk pada bayi di bawah usia enam bulan dan meningkatnya beberapa penyakit infeksi pada anak. Menurut Moreland dan Coombs (2000) meskipun penyapihan dini dan kesulitan menyusui terjadi pada anak sebelumnya, namun adanya peningkatan
11
pengetahuan ibu tentang ASI dan dukungan yang ibu peroleh pada kehamilan yang sekarang maka pemberian ASI yang sekarang akan lebih berhasil dari sebelumnya. Selain itu Pudjiadi (2000) juga berpendapat bahwa pengetahuan orang tua tentang usia yang tepat untuk memulai penyapihan dapat menghindari anak dari penyimpangan pertumbuhan. Pada keluarga dengan pendapatan rendah penyapihan dini akan menyebabkan kerugian karena makanan yang diberikan kurang bergizi dan kurangnya pengetahuan tentang makanan anak. Hasil penelitian Handayani (2006), menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang berpengetahuan menyusui baik ada pada kategori ibu yang bekerja (45,5%), sedangkan sebagian kecil yang berpengetahuan baik berada pada kategori ibu yang tidak bekerja (19,2%). Hal ini disebabkan ibu yang bekerja mempunyai lingkungan yang lebih luas sehingga informasi tentang ASI yang didapat lebih banyak, sedangkan bagi ibu yang tidak bekerja apabila informasi dari lingkungannya kurang maka pengetahuannya kurang, apalagi bila ibu tersebut tidak aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan kesehatan maka informasi yang diterimanya akan lebih sedikit. ASI dan Kesehatan Anak Beberapa tahun belakangan ini terdapat berbagai informasi ilmiah baru khususnya dalam bidang kesehatan yaitu adanya kekebalan dan penyakit menular. Pada makhluk dewasa cara badan mempertahankan diri terhadap infeksi telah diketahui dan dikenal dengan baik. Namun bayi yang baru dilahirkan dianugerahi kemampuan kekebalan yang sangat terbatas. Melalui ASI bayi dapat mempertahankan sistem kekebalan tubuhnya. Hal ini terjadi karena di dalam ASI memiliki sifat anti infeksi terutama diare, dalam lingkungan yang kurang tepat. Selain itu kolostrum mengandung berbagai jenis sel dalam jumlah yang sangat tinggi yaitu sebanyak delapan juta sel per mil. Sel-sel tersebut terdiri dari limfosit, neutrofil, makrofag dan sel-sel epitel (Winarno 1995). ASI mengandung faktor-faktor positif, yakni kekebalan dalam bentuk seluler dan cairan (humoral). Kandungan senyawa atau faktor-faktor kekebalan dalam ASI banyak terdapat dalam bagian humoralnya, termasuk pengeluaran Immunogglobulin A (IgA), laktoferin, lysozyme (3000 sampai 4000 kali lebih besar dari yang terdapat dalam susu sapi). Daya kekebalan ASI pada umumnya ditujukan terhadap kuman pathogen bagi bayi yang berusia muda seperti misalnya E.coli dan Enterovirus, keduanya dapat menyebabkan mencret (diare).
12
Selain itu virus respiratory syncytial (RS) merupakan penyebab utama penyakit pernafasan bawah selama umur enam bulan pertama. Antibodi IgA yang dapat melawan virus RS biasanya terdapat dalam ASI, dan karena alasan tersebut maka bayi-bayi yang mendapat ASI jarang sekali terserang infeksi Rotavirus dan virus RS secara serius (Winarno 1995). Bayi yang diberi susu formula sangat rentan terhadap penyakit. Hal ini diperkuat dalam Roesli (2008) yaitu beberapa penyakit yang mengintai bayi yang diberi susu formula adalah infeksi saluran pencernaan, saluran pernafasan dan infeksi telinga tengah, meningkatnya risiko alergi, serangan asma, kegemukan, meningkatnya risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes, kanker dan risiko penyakit menahun, menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif, serta meningkatnya risiko kurang gizi dan risiko kematian bayi. Menurut penelitian Chen (1994) dalam Riordan dan Auerbach (2005), pada bayi di China menemukan bahwa jumlah bayi yang diberi susu formula terkena infeksi saluran pernafasan sebanyak dua kali lebih banyak daripada bayibayi yang mendapat ASI. Bayi yang di beri susu formula sepertiga lebih banyak menderita infeksi gastroenteritis dan jenis penyakit infeksi lainnya ketimbang bayi yang diberi ASI. Demikian halnya penelitian yang menemukan bahwa pada bayi yang menderita diare akan lebih cepat sembuh bila ASI diberikan, sehingga dapat dikatakan pemberian ASI tetap dilanjutkan pada bayi yang menderita diare (ILCA 2000). Selain itu dari beberapa penelitian lainnya diketahui bahwa bayi yang diberi susu buatan selain ASI mempunyai resiko 17 kali lebih besar mengalami diare dan 3-4 kali lebih besar kemungkinan terkena ISPA dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI (WHO 2000). MP-ASI Menurut Handy (2010), makanan Pendamping ASI (MP-ASI) sebaiknya dimulai ketika ASI tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan gizi bayi. Hal ini dimulai pada usia sekitar 6 bulan yaitu berupa makanan dan cairan lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan bayi. Namun bayi pada usia dibawah 24 bulan, tetap perlu menyusui dan mendapatkan ASI. Menurut Prabantini (2010), MP-ASI diberikan setelah bayi berusia 6 bulan, karena bayi mulai membutuhkan makanan padat dengan beberapa nutrisi, seperti zat besi, vitamin C, protein, karbohidrat, seng, air dan kalori. Oleh karena itu penting juga untuk tidak menunda hingga bayi berumur lebih dari 6 bulan karena menunda dapat
13
menyebabkan gangguan pertumbuhan. Adapun tanda-tanda bayi yang siap diberi makanan pendamping ASI adalah: 1. Bayi mulai memasukkan tangan ke mulut dan mengunyahnya 2. Berat badan sudah mencapai dua kali lipat berat lahir 3. Bayi merespon dan membuka mulutnya saat disuapi makanan 4. Hilangnya refleks menjulurkan lidah 5. Bayi sudah dapat duduk dan mengontrol kepalanya pada posisi tegak dengan baik 6. Keingintahuan terhadap makanan yang dimakan oleh orang lain semakin besar Bayi lahir mempunyai kemampuan menghisap dan menelan. Saat bayi mulai fase makan maka bayi akan mulai mempelajari keahlian baru yaitu belajar untuk mendorong makanan di rongga mulut dengan lidahnya hingga masuk ke bagian belakang mulut dan kemudian menelannya. Sebelum bayi diperkenalkan makanan padat maka sebaiknya diperkenalkan dulu makanan yang halus. Setelah bayi mampu mengatasi makanan halus atau lumat, selanjutnya adalah mulai belajar mengunyah. Panduan makanan padat untuk bayi terdapat pada Tabel 2. Tabel 2. Panduan makanan padat untuk bayi Sifat makanan
Jumlah
Frekuensi
6 bulan Lembut, tak perlu dikunyah dan cair hingga agak padat 1 sendok teh, secara bertahap diperbanyak
1-2 kali sehari: 1 kali cemilan (buah halus)
Umur 7-9 bulan Makanan lunak, secara berangsur-angsur disajikan makanan kasar Porsi kecil: bahan dasar ¼ genggaman, roti ½ potong, sayur 1/3 genggaman, protein:1-2 sdm 2-3 kali sehari makan besar: 1 kali camilan (air buah, roti sayuran)
9-13 bulan Sebagian makanan yang disajikan di meja makan keluarga Porsi kecil: bahan dasar ¼ genggaman, 1potong roti, sayur ½ genggam, protein: 2-3 sdm 3-4 kali sehari makan besar: 2 kali camilan (air buah, roti sayuran, keju)
(Sumber : Pujiarto 2008). Makanan setelah Priode Menyusui Menurut Atmasier (2002), pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi, kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Menurut Prabantini (2010), setelah bayi mampu mengatasi makanan halus atau lumat, langkah berikutnya adalah
14
mulai belajar mengunyah. Pada umur 8-12 bulan, kemampuan motorik bayi meningkat. Kemampuannya untuk menelan semakin baik dan terkoordinasi karena itulah, bayi siap menerima makanan yang teksturnya lebih kasar. Makanan yang dikonsumsi anak-anak haruslah merupakan sumber zat gizi yang baik dan yang diperlukan. Asupan energi yang diperoleh dari makanan harus seimbang dengan pengeluaran energi untuk mempertahankan berat badan (de Castro 2004). Makanan yang anak-anak konsumsi sebaiknya mengandung sekurang-kurangnya tiga zat gizi. Jumlah makanan yang mereka butuhkan tergantung pada ukuran tubuh, umur dan aktivitas tubuhnya. Jika anak-anak hanya menunggu jam makan keluarga, mereka sering merasa lapar. Ada baiknya anak diberi makanan selingan atau memberi makanan dengan frekuensi yang lebih sering (Nasoetion & Riyadi 1994). Metode Pengukuran Pemberian Makanan pada Bayi dan Balita Metode pengukuran pemberian makanan pada bayi dan balita dilakukan melalui metode recall 2x24 jam yaitu recall 1x24 jam pada hari sekolah dan recall 1x24 jam pada hari libur. Prinsipnya metode ini dilakukan dengan cara mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada masa lalu (biasanya 24 jam yang lalu) melalui wawancara. Penaksiran jumlah pangan yangdikonsumsi diawali dengan menanyakan dalam bentuk ukuran rumahtangga (URT) seperti potong, ikat, gelas, piring atau alat lain yang biasa digunakan di rumahtangga. Selanjutnya dikonversikan ke dalam satuan gram. Agar diperoleh hasil yang teliti maka
perlu
dilatih
sebelumnya
mengenai
penggunaan
URT
dan
mengkonversikannya ke satuan berat. Metode ini mempunyai kelemahan dalam tingkat ketelitian karena keterangan-keterangan yang diperoleh adalah hasil ingatan responden. Namun kelemahan ini dapat diatasi dengan memperpanjang waktu survey (lebih dari 1x24 jam). Kelebihan dari metode ini adalah murah dan sedehana. Metode ini bisa digunakan untuk individu dan keluarga (Hardinsyah et al 2002). Menurut Suhardjo (1989), metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah makanan serta minuman yang telah dikonsumsi selama 24 jam yang lalu. Metode ini bisa digunakan untuk survei konsumsi keluarga, biasanya respondennya adalah ibu rumah tangga. Menurut Supariasa et al (2001), hal yang penting perlu diketahui adalah dengan recall 24 jam data yang diperoleh cenderung kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif, maka
15
jumlah
konsumsi
makanan
individu
ditanyakan
secara
teliti
dengan
menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari. Status Gizi Balita Metode Pengukuran Menurut Suhardjo (1989), berat badan anak merupakan indikator yang baik bagi penentuan status gizi, khususnya untuk mereka yang berumur di bawah lima tahun. Hal ini memerlukan kemampuan yang baik untuk mendeteksi dan menentukan apakah anak mengalami gangguan pertumbuhan atau tidak dengan menggunakan satu ukuran berat badan. Meskipun berat badan dari berbagai kelompok anak sangat bervariasi, namun telah banyak diketahui bahwa hal ini terjadi karena perbedaan dalam satus gizi dan status kesehatan. Menurut Riyadi (2001), status gizi menggambarkan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai dampak dari konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi makanan. Variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur status gizi misalnya tinggi badan, berat badan dan usia. Penggunaan variabel-variabel tersebut dikombinasikan menjadi pengukuran tinggi badan menurut usia (TB/U), berat badan menurut usia (BB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks antropometri yang sering digunakan untuk menilai status gizi anak adalah berat badan menurut usia (BB/U). Selanjutnya disebutkan pula oleh Riyadi (2001) bahwa BB/U digunakan untuk mengetahui status gizi masa sekarang karena berat badan sangat labil terhadap perubahan keadaan mendadak (sakit atau kurang nafsu makan). Kategori status gizi berdasarkan antropometri pada balita terdapat pada Tabel 3. Tabel 3. Kategori status gizi berdasarkan ukuran antropometri untuk balita BB/U Gizi lebih (z-score >2.0) Gizi baik (z-score >-2.0 s/d ≤ 2.0) Gizi kurang (z-score >-3 s/d <-2.0) Gizi buruk (z-score <-3.0)
(Sumber : Riskesdas 2010).
TB/U Pendek/ stunted (z-score ≥-3.0 s/d < -2) Normal (z-score > - 2.0)
BB/TB Gemuk (z-score >2.0) Normal (z-score ≥-2.0 s/d ≤ 2.0) Kurus/ Wasted (z-score ≥-3.0 s/d >-2) Sangat kurus (z-score <-3.0)
16
Dampak Status Gizi terhadap Kesehatan Balita Ditinjau dari sudut masalah kesehatan dan gizi, maka anak usia prasekolah yaitu tiga sampai enam tahun, termasuk golongan masyarakat yang disebut masyarakat rentan gizi, yaitu kelompok masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi, sedangkan pada saat ini mereka mengalami proses pertumbuhan yang sangat pesat dan membutuhkan zat-zat gizi dalam jumlah yang relatif besar. Maka kesehatan yang baik ditunjang oleh keadaan gizi yang baik, merupakan hal yang utama untuk tumbuh kembang yang optimal bagi seorang anak (Santoso & Ranti 2004). Seorang anak sehat, pada status gizi baik akan tumbuh dan berkembang dengan baik pula, berat dan tinggi badannya akan selalu bertambah. Melakukan penimbangan dan pengukuran tinggi badan anak secara teratur merupakan langkah yang tepat dalam rangka kewaspadaan terhadap perubahan zat gizi (Winarno 1995). Menurut Alvarado et all (2005) pemberian ASI dan kesehatan pada bayi mempengaruhi pertumbuhannya (pertambahan berat dan tinggi) yang merupakan bagian dari pengukuran status gizi. Disebutkan bahwa anak yang diberikan ASI, memiliki angka pertumbuhan yang lebih tinggi daripada yang tidak diberikan ASI. Tingginya angka berat badan berhubungan positif dengan pemberian ASI dan jumlah hari sehat pada anak dan berhubungan negatif dengan kejadian demam dan batuk pada anak. Bayi yang tidak diberikan ASI akan tetapi diberikan makanan yang lengkap dan beraneka ragam memiliki efek positif juga pada kenaikan berat badan walaupun kenaikannya lebih rendah daripada yang diberikan ASI. Diungkapkan pula oleh Piwoz et all (1994) bahwa kenaikan berat badan yang rendah bisa terjadi pada anak yang diberikan non ASI sebelum empat bulan dan kurang nafsu makan pada usia tiga sampai dua belas bulan, sehingga akibatnya anak
pada usia satu
tahun mengalami status gizi
kurang
(underweight). Menurut Santoso dan Ranti (2004), kekurangan zat makanan disebut defisiensi dan akan mengakibatkan penyakit begitu pula jika kelebihan. Kekurangan zat gizi pada umumnya mencangkup protein dan karbohidrat, sedangkan kelebihan pada umumnya berkaitan dengan konsumsi lemak, protein dan gula. Angka kecukupan energi, protein berdasarkan umur dan berat badan anak yang dianjurkan disajikan pada Tabel 4.
17
Tabel 4. Angka kecukupan energi (AKE) dan angka kecukupan protein (AKP) No
Umur Anak
Berat (kg)
Tinggi (cm)
AKE (Kal)
AKP (gr)
1
0-6 bulan
6
60
550
10
2
7-11 bulan
8.5
71
650
16
3
1-3 tahun
12
90
1000
25
4
4-6 tahun
18
110
1550
39
5
7-9 tahun
25
120
1800
45
(Sumber: Widyakarya Pangan dan Gizi VIII 2004). Status Kesehatan Balita Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami oleh seseorang, biasanya penyakit yang diderita merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan keadaan kesehatan seseorang (Herlina 2001). Menurut Henrik Blum, status kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor penentu yang saling berinteraksi satu sama lain. Keempat faktor penentu tersebut adalah: lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan (genetik) (Depkes RI 2002). Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, cacingan, dan infeksi saluran pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, maka penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang yang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit, dan pertumbuhan akan terganggu (Supariasa et al 2002). Kesehatan adalah meliputi kesehatan badan, mental, dan sosial, dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit cacat dan kelemahan (Sukarni 1989). Soemanto (1990) menyatakan bahwa jenis penyakit yang paling sering diderita anak balita adalah batuk, pilek dan panas badan. Salah satu usaha yang berperan dalam masalah kesehatan adalah pemberian ASI. Menurut Brinch (1986) menyusui sangat baik untuk bayi karena salah satunya dapat menyempurnakan pertumbuhan bayi sehingga menjadikan bayi lebih sehat dan cerdas. Disamping itu ASI memberikan perlindungan terhadap berbagai penyakit, terutama infeksi. ASI mengandung beberapa zat anti terhadap berbagai penyakit yang keberadaannya tidak dapat diberikan melalui makanan pengganti manapun (Suriani 1996).
18
Penyakit dan Gejala pada Anak Kesehatan anak ditandai oleh terhindarnya dari penyakit, tubuh dalam kondisi baik sehingga dapat melakukan aktivitas secara normal sesuai dengan periode usianya. Keadaan lingkungan fisik menentukan tingkat kesehatan masyarakat yang hidup didalamnya dan dapat diukur dengan angka kematian dan kesakitan penduduk (Septianti 2006). Masa usia prasekolah merupakan masa yang masih rawan, karena pada usia ini bila anak kekurangan makanan yang bergizi, maka akan mudah sekali terserang penyakit dan gangguan kesehatan lainnya yang pada akhirnya akan mempengaruhi
pertumbuhan
otak
dan
gangguan
pada
perkembangan
intelegensianya (Winarno 1995). Selain itu pengetahuan tentang kesehatan dan perkembangan anak yang minimal, dapat mempengaruhi tingkat kesehatan anak (Yuliana 2004). Menurut Santoso dan Ranti (2004) ada beberapa penyakit anak yang sering menyerang sehingga perlu dicegah. Penyakit anak itu antara lain: a. Cacar air Penyakit ini pada umumnya dialami anak usia 3-5 tahun, dengan gejala demam ringan, sakit kepala, tubuh terasa lemas, kulit menjadi merah dan panas, terdapat lepuh-lepuh kecil (vescula) kebanyakan dipunggung bagian atas atau dada dan dalam keadaan lanjut atau hebat, muka dan anggota badan terkena semua. b. Demam berdarah Penyakit ini disebabkan virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes, yaitu nyamuk yang pada kaki dan badannya terdapat garis-garis hitam. Gejala demam berdarah adalah mendadak demam tinggi disertai sakit kepala, mual dan muntah-muntah, perut dan kerongkongan terasa sakit, batuk, sesak nafas, terjadi shock, ujung kaki dan tangan terasa dingin, timbul bintik-bintik merah pada kulit, kadang-kadang diikuti buang air besar bercampur darah dan dapat terjadi pendarahan pada hidung. c. Mencret (diare) Seseorang dikatakan mencret atau diare bila ia buang air besar yang encer seperti air dan sehari lebih dari empat kali mencret. Penyakit ini dapat ringan atau serius, datang secara mendadak atau akut. Anak yang terjangkit ini biasanya karena kurang gizi.
19
Anak diare atau mencret, demam dan cacar dapat mengakibatkan kematian. Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain menjaga kebersihan, tubuh dan lingkungan terutama kebersihan air minum, makanan dari lalat dan kotoran. Tidak terdapat sampah busuk dan terbuka di lingkungan rumah dan sekolah. Menghindari meminum air mentah, sebaiknya meminum air yang dimasak hingga mendidih, karena air yang mentah mengandung bibit penyakit. Agar daya tahan tubuh anak kuat terhadap penyakit, anak perlu diberikan makanan bergizi yang sehat dan seimbang. Bagi seorang ibu dan guru penyelenggaraan Kelompok Bermain, hendaklah memilki kemampuan dalam melakukan pengamatan berbagai gejala dari penyakit yang sering dialami anak (Septianti 2006). Menurut Santoso dan Ranti (2004) beberapa gejala penyakit yang sering muncul pada anak antara lain adalah: a. Pilek Pilek penyebabnya adalah virus, yang bersifat mudah menular terutama pada anak yang masih kecil dan kondisi fisiknya lemah. Bagian yang diserang adalah saluran pernafasan. Gejalanya yaitu pusing, badan agak panas, hidung tersumbat dan dari hidung keluar lendir yang encer. b. Suara serak Jika pilek disertai suara serak berarti infeksi pembengkakan telah terjadi pada pangkal teggorokan. Lebih lanjut akan terjadi penyempitan pada mulut saluran tenggorokan dan akhirnya menimbulkan sumbatan pernafasan. c. Selera makan berkurang Ketika terserang penyakit maka selera makan akan hilang. Seringkali hilangnya selera makan menunjukkan bahwa kesehatan anak terganggu. Biasanya ketika mulai sakit anak menjadi cengeng dan tidak mau makan. Jika anak sudah mulai mau makan, berarti kesehatannya sudah membaik. d. Muntah Infeksi saluran pernafasan pada anak dapat menimbulkan muntah. Anak yang muntah pada umumnya diikuti panas badan. Jika muntah disertai buang air besar, maka harus segera dibawa ke dokter karena jika terlalu banyak cairan tubuh yang hilang dapat mengakibatkan kematian.
20
e. Kejang Kejang terjadi pada anak dengan disertai menggigil, sebelum suhu tubuhnya meninggi. Kejang terjadi pada penyakit malaria, campak, demam dan lainnya. Gejala kejang ini menakutkan, sehingga anak harus ditangani dengan kesabaran dan secara rasional. f. Nyeri Nyeri dapat mempengaruhi perilaku anak. Nyeri yang sering terjadi adalah nyeri kepala, leher, perut dan pegal-pegal. Gejala-gejala ini sering mendahului suatu penyakit. Umumnya orangtua perlu memperhatikan perubahan perangai yang terjadi pada anak. Anak yang biasanya bergembira dan aktif menjadi pendiam dan pasif, maka orangtua harus memperhatikan gejala-gejala penyakit tersebut. Kemungkinan lain perubahan perangai anak disebabkan oleh keadaan psikologis seperti kehilangan perhatian orangtua karena ada adik baru sehingga mengalami kekecewaan dan sebagainya. Upaya Pemeliharaan Kesehatan Menurut Santoso dan Ranti (2004) untuk menjaga agar anak tetap sehat, seorang ibu perlu melakukan kebiasaan dibawah ini kepada anaknya: a. Tidur tujuh hingga delapan jam sehari. b. Makan tiga kali sehari dengan hanya sedikit makan makanan kecil dan sarapan pagi setiap hari. c. Mempertahankan berat badan yang dikehendaki. d. Melakukan latihan jasmani secara teratur. e. Istirahat yang cukup. Masih menurut Santoso dan Ranti (2004) faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang dominan terhadap tingkat kesehatan masyarakat. Penjagaan lingkungan misalnya pada lingkungan bermain, alat permainan diatur secara rapi. Selesai bermain, alat dikembalikan ke tempat semula, dan hal ini dibiasakan kepada anak. Penjagaan lain adalah membiasakan anak menjaga kebersihan diri. Jika kebiasaan bersih sudah ditanam sejak usia dini, maka ketika dewasa akan bertingkah laku sesuai dengan norma kebersihan. Hal ini juga berlaku dalam berpakaian, makan dan semua kegiatan anak sehari-hari.
21
Imunisasi Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila kelak seseorang terpapar dengan penyakit tersebut, maka ia tidak akan sakit atau sakit ringan. Pengendalian penyakit dapat dicegah dengan imunisasi berdasarkan Kepmenkes No.1611/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi (PPPL 2008). Imunisasi bertujuan memasukkan bakteri dan virus yang telah mati atau dilemahkan kedalam tubuh manusia sehingga tubuh manusia menjadi lebih kebal terhadap penyakit tertentu tanpa menderita penyakit itu terlebih dahulu. Pada masa bayi anak diberikan imunisasi BCG untuk cacar, DPT untuk polio. Pada masa sekolah anak masih perlu imunisasi tertentu yaitu cacar, polio dan BCG (Santoso & Ranti 2004). Jenis imunisasi yang dianjurkan pada masa anak-anak terdapat pada Tabel 5. Menurut Roesli (2000) kolostrum adalah imunisasi pertama bayi, karena mengandung antibodi dalam kadar tinggi, vitamin A, dan zat-zat pelindung lainnya. Kolostrum baik diberikan kepada bayi pada awal kelahirannya karena di dalamnya mengandung lebih banyak protein, lebih banyak immunoglobulin A, laktoferin dan juga sel-sel darah putih yang berperan penting dalam mencegah timbulnya infeksi penyakit. Tabel 5. Jenis imunisasi pada anak-anak Penyakit Imunisasi DPT, difteri, batuk rejan (partusis), tetanus Polio
Campak
Tuberkolosa (BCG)
Rubella
Waktu Suntikan pada umur 2, 4, 6, 18 bulan. Dan diulang pada 45 tahun Vaksin diminum pada usia 0, 2, 3, 4, 6, 18 bulan dan ulangi pada umur 5 tahun Suntikan pada usia 9 bulan dan diulang pada usia 6 tahun Suntikan pada usia 0-3 bulan dan diulang pada usia 10-13 tahun, kalau dianggap perlu. Suntikan untuk anak perempuan usia 10-14 tahun
Reaksi Anak bisa demam, tempat suntikan terasa sakit.
Perlindungan Tetanus harus diulang setiap 5 tahun supaya terhindar dari tetanus
Tidak ada
Harus diulang agar selalu terlindung
Demam dan timbul bercak-bercak
Tidak diketahui berapa lama sejak vaksinasi terakhir Seumur hidup
Sakit dan kaku di tempat suntikan
Mungkin nyeri sendi
(Sumber: Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2004).
Tidak diketahui berapa lama sejak vaksinasi terakhir
KERANGKA PEMIKIRAN Anak merupakan pribadi yang unik. Pada masa usia prasekolah anak berada pada proses perkembangan penting. Perkembangan anak akan menjadi baik apabila ditunjang dengan pertumbuhan yang baik pula. Pertumbuhan seseorang sangat dipengaruhi oleh asupan gizinya. Agar perkembangan anak tidak terganggu, maka orang tua perlu menjaga asupan gizinya. ASI eksklusif adalah nutrisi terbaik dalam kualitas dan kuantitas pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak yang terjadi pada usia 0 sampai 6 bulan. Oleh karena itu perlu diketahui riwayat pemberian ASI-nya agar perkembangan, pertumbuhan dan kesehatan anak pada masa tersebut tidak terganggu. Riwayat pemberian makan yaitu meliputi pemberian ASI Eksklusif, MP-ASI, usia penyapihan dan hambatan Ibu pada saat menyusui. Adanya hambatan ibu pada saat menyusui akan menyebabkan pemberian MP-ASI dan susu formula lebih awal, yaitu sebelum bayi berusia 4-6 bulan. Praktek pemberian ASI sangat dipengaruhi oleh karakteristik Ibu. Oleh karena itu pengetahuan gizi ibu dan pendidikan akan sangat mempengaruhi praktek pemberian ASI. Faktor pekerjaan juga berpengaruh terhadap alokasi waktu ibu untuk menyusui anaknya, sedangkan usia ibu yang lebih muda mempengaruhi kemampuan laktasi yang lebih baik dibanding dengan wanita yang lebih tua (Hardinsyah & Martianto 1992). Pemberian ASI yang lebih lama akan memberikan keuntungan pada bayi karena ASI mengandung zat kekebalan yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. Menurut Henrik Blum, status kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor penentu yang saling berinteraksi satu sama lain. Keempat faktor tersebut adalah: lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan (imunisasi) dan keturunan (genetik) (Depkes RI 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan, akan mempengaruhi status gizi dan asupan gizi anak secara langsung, sedangkan karakteristik ibu secara tidak langsung akan mempengaruhi status kesehatan anak. Status kesehatan anak peserta PAUD meliputi frekuensi sakit, lama sakit dan jenis penyakit/infeksi. Jika status kesehatan anak dalam keadaan baik (tidak sakit), maka akan mempengaruhi kehadiran anak di PAUD. Keterkaitan antara riwayat pemberian makan, status gizi dan status kesehatan siswa PAUD serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dilihat pada Gambar 1.
23
Karakteristik Anak
Karakteristik Ibu
Usia Jenis kelamin Riwayat kelahiran
Usia Pendidikan Pekerjaan Pengetahuan Ibu tentang ASI
Riwayat pemberian makan Faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan Lingkungan Perilaku Pelayanan kesehatan Genetik
Pemberian ASI Eksklusif Pemberian MP-ASI Usia penyapihan Hambatan menyusui
Asupan Imunisasi
Status Kesehatan Frekuesi sakit Lama sakit Jenis penyakit/Infeksi Kehadiran Anak dikelas
Gizi
Status Gizi Riwayat status gizi (0-1 tahun) Status gizi saat ini (BB dan TB)
Gambar 1 Kerangka pemikiran riwayat pemberian makan, status gizi dan status kesehatan siswa PAUD. Keterangan : : hubungan atau pengaruh yang diteliti : hubungan atau pengaruh yang tidak diteliti : variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti
METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study (sebab akibat diteliti dalam satu waktu). Pemilihan PAUD dilakukan secara purposive, dengan kriteria memiliki siswa berusia 2-4 tahun yang terdaftar sebagai siswa. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan kemudahan transportasi, akses informasi bagi peneliti dan PAUD yang terintegrasi dengan Posyandu. Penelitian ini dilaksanakan pada PAUD Dukuh dan Cikal Mandiri di Kecamatan Bogor Utara. Waktu penelitian berlangsung selama 2 bulan dari bulan November 2010 sampai dengan Desember 2010. Cara Pemilihan Contoh Populasi penelitian ini adalah anak usia prasekolah (siswa PAUD) di Kota Bogor Utara. Jumlah contoh dipilih secara purposif dari populasi yang memenuhi kriteria untuk menjadi contoh. Kriteria contoh yaitu: anak berusia 2-4 tahun, memiliki KMS (Kartu Menuju Sehat) dan mempunyai riwayat diberi ASI oleh ibunya minimal selama 4 bulan serta memiliki daftar kehadiran (absensi) kelas di PAUD yang diteliti. Kerangka pemilihan contoh yang disajikan pada Gambar 2.
PAUD Cikal Mandiri
Kls A:20
Kls B1:25
PAUD Dukuh
Kls B2:30
Kls A:11
Kls B:25
Memenuhi kriteria sebagai contoh
Kls A:2
Kls B:9
Kls C:21
Kls B:18
Kls A:5
32
23
55 Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh
25
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner oleh peneliti terhadap ibu peserta PAUD. Data primer meliputi karakteristik contoh, karakteristik responden, riwayat pemberian makan, asupan gizi, status gizi, pemberian imunisasi dan status kesehatan peserta PAUD. Data sekunder meliputi KMS (Kartu Menuju Sehat), daftar kehadiran (absensi) contoh dikelas dan nama orangtua (ibu) diperoleh dari PAUD. Karakteristik contoh yaitu meliputi usia, jenis kelamin dan riwayat kelahiran. Karakteristik responden yaitu meliputi usia, pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan gizi ibu. Pengetahuan gizi ibu diperoleh melalui pemberian 20 soal pertanyaan correct answer multiple choice. Data riwayat pemberian makan contoh meliputi pemberian pralaktal, lama pemberian ASI ekslusif (selama 6 bulan), pemberian MP-ASI (jenis, waktu pemberian dan frekuensi pemberian), usia penyapihan dan hambatan dalam menyusui. Asupan gizi contoh saat ini diperoleh melalui recall 2x24 jam yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan yang dikonsumsi dalam Ukuran Rumah Tangga (URT) atau dalam satuan gram. Data yang diperoleh untuk mengetahui status gizi contoh yaitu riwayat status gizi saat contoh berusia 1-12 bulan yang diperoleh dari catatan penimbangan di KMS dan status gizi saat ini melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Berat badan diukur menggunakan timbangan injak merk Camry dengan kapasitas 100 kg dan tingkat ketelitian 0,1 kg, sedangkan tinggi badan contoh diukur menggunakan Stature meter dengan kapasitas 200 cm dan tingkat ketelitian 0,1 cm. Data status kesehatan contoh diperoleh dengan menanyakan frekuensi sakit, lama sakit, jenis penyakit/infeksi selama 3 bulan terakhir, serta kehadiran anak dikelas dan pemberian imunisasi contoh. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Jenis variabel, cara pengumpulan data dan pembagian kategori No.
Variabel
1
Usia responden
Cara pengumpulan data Wawancara menggunakan kuesioner
Kategori 1. 20-40 2. 40-65 3. >65
Kriteria (dewasa muda) (dewasa madya) (dewasa tua) Papalia, Old dan Fiedlman (2008)
26
Lanjutan Tabel 6 Jenis variabel, cara pengumpulan data dan pembagian kategori No.
Variabel
2
Pendidikan responden
3
Pekerjaan responden
4
Pengetahuan gizi responden
5
Usia contoh
6
Jenis kelamin
7
Riwayat kelahiran
8
Pemberian ASI
Cara pengumpulan data Wawancara menggunakan kuesioner Wawancara menggunakan kuesioner Wawancara menggunakan kuesioner Wawancara menggunakan kuesioner Wawancara menggunakan kuesioner Wawancara menggunakan kuesioner Wawancara menggunakan kuesioner
Kategori 1. 2. 3. 4. 1. 2.
SD SMP SMA PT Bekerja Tidak bekerja
1. Baik 2. Cukup 3. Kurang 1. 2. 3. 1. 2.
Umur 2 tahun Umur 3 tahun Umur 4 tahun Laki-laki Perempuan
1. Cukup bulan 2. Tidak cukup bulan 1. Ekslusif
2. Non Ekslusif
9
Pemberian MP-ASI a. Jenis makanan
b. Usia diberikan
1. 2. 3. 4. Wawancara menggunakan kuesioner
c. Frekuensi (per hari) 10
Usia penyapihan
Wawancara menggunakan kuesioner
11
Hambatan menyusui
Wawancara menggunakan kuesioner
Sari buah Nasi tim Biskuit Nasi
1. 6-7 2. 8-9 3. 10-12 1. 1 kali 2. 2 kali 3. 3 kali 1. 0-6 bulan 2. 7-12 bulan 3. 13-24 bulan 4. > 24 bulan 1. Tidak ada hambatan 2. Ada hambatan
Kriteria -
-
> 80% jawaban benar 60-80% jawaban benar < 60% jawaban benar (Khomsan 2000) -
-
Setelah usia kandungan 9 bulan Sebelum usia kandungan 9 bulan 0-6 bln diberikan ASI saja tanpa diberikan makanan dan minuman selain ASI 0-6 bln sudah diberikan makanan dan minuman selain ASI
-
-
-
-
27
Lanjutan Tabel 6 Jenis variabel, cara pengumpulan data dan pembagian kategori No.
Variabel
12
Tingkat kecukupan energi
13
Tingkat kecukupan protein
14
Status gizi anak a. (BB/TB)
b. (BB/U)
Cara pengumpulan data Wawancara menggunakan kuesioner (Recall 2x24 jam) Wawancara menggunakan kuesioner (Recall 2x24 jam)
Pengukuran antropometri
c. (TB/U) 15
Frekuensi sakit (dalam 3 bulan terakhir)
Wawancara menggunakan kuesioner
16
Lama sakit (dalam 3 bulan terakhir) Skor morbiditas
Wawancara menggunakan kuesioner Wawancara menggunakan kuesioner
17
Kategori
Kriteria
1. 2. 3. 4.
Defisit berat Defisit sedang Defisit ringan Normal
1. 2. 3. 4.
Defisit berat Defisit sedang Defisit ringan Normal
1. 2. 3. 4.
Sangat kurus Kurus Normal Gemuk
(< 70%) AKG (70-79%) AKG (80-90%) AKG (90-119%) AKG (Hardinsyah et al 2002) (< 70%) AKG (70-79%) AKG (80-90%) AKG (90-119%) AKG (Hardinsyah et al 2002) (Riskesdas 2010) z-score <-3.0 z-score ≥-3.0 s/d >-2 z-score ≥-2.0 s/d ≤ 2.0 z-score >2.0
1. 2. 3. 4.
Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih
z-score <-3.0 z-score >-3 s/d <-2.0 z-score >-2.0 s/d ≤ 2.0 z-score >2.0
1. 2. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
Normal Pendek/stunted Satu kali Dua kali Tiga kali Empat kali 1-4 hari 5-8 hari > 8 hari Rendah Sedang Tinggi
z-score > - 2.0 z-score ≥-3.0 s/d < -2 -
-
(0-19) (20-39) (40-58)
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry data ke computer, cleaning data dan analisis data. Data dianalisis secara deskriptif serta analisis inferensia statistik dengan bantuan program Microsoft Excell dan SPSS for windows versi 16.0. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik ibu, karakteristik anak, riwayat pemberian makan, riwayat pemberian ASI, asupan gizi saat ini, status gizi masa lalu (1-12 bulan), status gizi saat ini, status kesehatan dan riwayat pemberian imunisasi. Data karakteristik anak dan karakteristik ibu diolah dengan tabulasi frekuensi.
28
Pengetahuan gizi ibu Soal pengetahuan gizi ibu diberikan dalam bentuk 20 pertanyaan correct answer multiple choice (Khomsan 2000), setiap pertanyaan bernilai 1 jika benar, 0 jika salah atau tidak tahu. Pengetahuan gizi dinilai dengan menjumlahkan skor yang diperoleh kemudian dikategorikan baik, sedang dan kurang. Pengetahuan gizi dikategorikan baik apabila skor yang diperoleh lebih dari 80% dari total skor, kategori sedang apabila skor yang diperoleh antara 60% hingga 80% dari total skor, dan kategori kurang apabila skor yang diperoleh kurang dari 60% dari total skor. Riwayat pemberian ASI dan MP-ASI Penilaian riwayat pemberian ASI eksklusif ditentukan oleh skor dari setiap jawaban pertanyaan yaitu 2 untuk jawaban memberikan ASI eksklusif dan 1 untuk jawaban yang memberikan ASI non eksklusif. Penilaian riwayat pemberian MP-ASI ditentukan oleh skor dari setiap jawaban pertanyaan yaitu 1 untuk jawaban yang memberikan MP-ASI yang tepat sesuai dengan jenis, waktu dan frekuensinya dan 0 untuk jawaban yang memberikan MP-ASI yang tidak tepat sesuai dengan jenis, waktu dan frekuensinya. Kemudian dari setiap item pertanyaan dibuat ke dalam bentuk tabel sebaran frekuensi yang terdiri atas jumlah (n) dan persentasenya. Tingkat konsumsi Data konsumsi pangan dan zat gizi contoh dikumpulkan melalui food recall 2x24 jam yaitu pada hari sekolah dan hari libur yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan yang dikonsumsi dalam Ukuran Rumah Tangga (URT) atau dalam satuan gram, kemudian dikonversikan ke dalam bentuk energi dan protein yang mengacu Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dan label makanan (untuk makanan yang belum ada di DKBM). Rumus yang digunakan untuk mengkonversi data konsumsi adalah sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994): KGij=Σ(Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan: KGij = Penjumlahan zat gizi (i) dari setiap bahan makanan atau pangan (j) yang dikonsumsi. Bj = Berat bahan makanan (j) yang dikonsumsi (gr) Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD dari bahan makanan (j) BDDj = Bagian bahan makanan (j) yang dapat dimakan
29
Rumus diatas digunakan untuk mengetahui total zat gizi yang dikonsumsi. Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994) angka kecukupan energi dan protein anak dapat dihitung dengan menggunakan rumus: AKG= (Ba/Bs) x AKGi Keterangan: AKG = Angka kecukupan energi atau protein Ba = Berat badan aktual sehat (kg) Bs = Berat badan patokan (kg) AKGi = Angka kecukupan energi atau protein yang dianjurkan Selanjutnya, tingkat kecukupan energi dan protein diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan kecukupannya. Berikut rumus tingkat kecukupan zat gizi yang digunakan (Hardinsyah & Briawan 1994): TKG= (K/AKG) x 100% Keterangan: TKG = Tingkat kecukupan zat gizi K = Konsumsi zat gizi AKG = Kecukupan zat gizi yang dianjurkan Perhitungan tingkat konsumsi zat gizi khusus untuk energi dan protein memperhitungkan berat badan aktual yang dibandingkan dengan berat badan anak balita standar yang terdapat dalam AKG. Kemudian hasil perhitungan dalam nilai persentase tersebut diklasifikasikan menjadi 4 kategori, yaitu defisit berat (<70%), defisit sedang (70-79), defisit ringan (80-89) dan normal (90-119) (Hardinsyah et al 2000). Status gizi Pengolahan data status gizi anak diolah menggunakan software WHO Antrho 2005. Data status gizi anak di ukur berdasarkan indeks BB/TB, BB/U dan TB/U. Status gizi anak diukur menggunakan indeks BB/TB dengan kategori sangat kurus (z-score <-3.0), kurus (z-score ≥-3.0 s/d >-2), normal (z-score ≥-2.0 s/d ≤ 2.0) dan gemuk (z-score >2.0). Status gizi anak diukur menggunakan indeks BB/U dengan kategori gizi lebih (z-score >2.0), gizi baik (z-score >-2.0 s/d ≤ 2.0), gizi kurang (z-score <-3.0) dan gizi buruk (z-score >-3 s/d <-2.0). Status gizi anak diukur menggunakan indeks TB/U dengan kategori gizi normal (z-score > - 2.0) dan pendek/stunted (z-score ≥-3.0 s/d < -2) (Riskesdas 2010).
30
Status kesehatan Data status kesehatan anak di peroleh dari hasil wawancara kepada responden yaitu berupa frekuensi sakit dan lama sakit selama 3 bulan terakhir. Frekuensi sakit dikategorikan menjadi satu kali, dua kali, tiga kali dan empat kali sakit dalam 3 bulan terakhir. Lama sakit dikategorikan menjadi 1-4 hari, 5-8 hari dan >8 hari. Untuk keperluan analisis data skor morbiditas dihitung dengan cara mengalikan lama sakit dan frekuensi sakit (Sugiyono 2009). Kemudian skor morbiditas dikategorikan menjadi rendah (0-19), sedang 20-39) dan tinggi (4058). Data analisis statistik menggunakan uji korelasi Pearson, uji RankSpearman dan uji Regresi linear metode bacward. Uji korelasi Pearson untuk melihat ada atau tidaknya hubungan yang erat antara umur ibu dengan status kesehatan; usia anak dan status gizi masa lalu (1-12 bulan) dengan status gizi anak saat ini. Uji korelasi Rank-Spearman untuk menguji hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan status kesehatan anak. Uji regresi linear metode bacward digunakan untuk melihat pengaruh status gizi saat ini dan status kesehatan anak. Adapun persamaan untuk masing-masing variabel yang diteliti yang berpengaruh terhadap status gizi dan status kesehatan adalah: 1. Status gizi saat ini: Y1= β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + € Keterangan: Y1= Status gizi saat ini β0 β1 β2 β3= parameter koefisien regresi X1= usia anak X2= tingkat kecukupan energi X3= status gizi masa lalu (1-12 bulan) 2. Status kesehatan: Y2= β0 + β1X1 + β2X2 + € Keterangan: Y2= Status kesehatan (skor morbiditas) β0 β1 β2 β3= parameter koefisien regresi X1= umur ibu X2= riwayat pemberian ASI eksklusif Definisi Operasional Riwayat pemberian makan adalah seluruh proses pemberian makan pada anak sejak lahir hingga saat ini, yang meliputi riwayat pemberian ASI dan
31
MP-ASI, usia penyapihan, hambatan dalam menyusui dan asupan gizi saat ini. Pemberian ASI eksklusif adalah periode pemberian ASI saja tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai dengan enam bulan. Pemberian MP-ASI adalah pemberian makanan tambahan kepada bayi setelah masa pemberian ASI eksklusif sampai anak berusia 24 bulan, yang meliputi jenis makanan yang diberikan, usia pemberian dan frekuensi pemberian. Usia penyapihan adalah usia pada saat anak tidak disusui lagi oleh ibu sehingga berhenti mengkonsumsi ASI (menyusui). Idealnya adalah setelah usia 2 tahun. Hambatan menyusui adalah hal-hal yang menghambat atau menghentikan proses menyusui yang dialami ibu dari awal menyusui sampai bayi usia 6-8 bulan. Hambatan dapat berasal dari pihak ibu atau bayi. Status gizi adalah keadaan fisik anak usia dini yang diukur secara antropometri dengan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) dan dikategorikan berdasarkan indeks BB/TB, BB/U dan TB/U. Status kesehatan adalah keadaan atau kondisi tubuh anak yang terdiri dari frekuensi sakit, lama sakit, jenis penyakit dan kehadiran anak di PAUD. Status kesehatan berbanding terbalik dengan skor morbiditas, semakin tinggi skor morbiditas maka status kesehatan semakin rendah begitupun sebaliknya. Skor morbiditas adalah keadaan atau kondisi tubuh anak yang dihitung dengan cara mengalikan lama sakit dan frekuensi sakit. Kemudian tingkat morbiditas dikategorikan menjadi rendah (0-19), sedang (20-39) dan tinggi (40-58) Frekuensi sakit adalah seberapa sering anak mengalami sakit dalam tiga bulan terakhir dan dikelompokkan menjadi satu kali, dua kali, tiga kali dan empat kali mengalami sakit. Lama sakit adalah waktu yang dilalui anak dalam keadaan sakit (dalam hari) akibat serangan penyakit atau infeksi dan dikelompokkan menjadi 1-4 hari, 5-8 hari dan >8 hari.
32
Jenis penyakit adalah jenis serangan yang bersifat infeksi dari luar tubuh anak yang menyebabkan terganggunya fungsi normal tubuh, jenis penyakit dinyatakan dengan pertanyaan ibu atau surat keterangan dokter. Kehadiran anak PAUD adalah absensi anak yang dinyatakan dalam nilai-nilai kelas berdasarkan kehadiran anak pada saat di kelas dan bermain di PAUD. Karakteristik contoh adalah anak usia prasekolah (2-4) tahun, dengan ciri-ciri yang dimiliki yaitu jenis kelamin, riwayat kelahiran, memiliki BB/TB, memilki KMS dan berstatus siswa di PAUD. Jenis kelamin adalah anak dibedakan atas laki-laki dan perempuan. Riwayat kelahiran adalah proses cara kelahiran dan kondisi bayi yang dilahirkan. Karakteristik responden adalah ibu dari contoh atau ibu dari siswa PAUD yang diketahui usia, pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan gizi tentang ASI. Pendidikan responden adalah pendidikan formal yang pernah diikuti oleh responden dihitung berdasarkan lamanya mengenyam pendidikan, tidak termasuk tinggal kelas. Pengetahuan ibu tentang ASI adalah pengetahuan ibu tentang pemberian makanan yang tepat pada bayi, yang meliputi pemberian kolostrum, pemberian ASI eksklusif, pemberian ASI ideal (2 tahun) dan pemberian MP-ASI.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PAUD PAUD Cikal Mandiri merupakan sekolah yang terletak di Kota Bogor yang beralamat di Jalan Danau Bogor Raya, Tanah Baru, Kecamatan Bogor Utara. Sekolah ini terintegrasi dengan Posyandu. Dengan luas tanah sebesar 800 meter. PAUD ini berdiri pada tahun 2005 dan dana operasi PAUD ini berasal dari swadaya masyarakat sekitar. Jumlah guru yaitu sebanyak 10 orang dengan siswa berjumlah 158 orang yang terbagi atas 4 kelas, yaitu kelas A1 dan A2 untuk anak usia 2 sampai 3 tahun, kelas B1 dan B2 untuk anak berusia
3
sampai 4 tahun, sedangkan kelas C1 dan C2 untuk anak berusia 4 sampai 5 tahun dan kelas D1 dan D2 untuk anak berusia 5 sampai 6 tahun. Kelas C dan D masuk pada siang hari bergantian dengan kelas A dan B. Fasilitas yang dimiliki sekolah antara lain taman bermain dan gedung Posyandu. Berdasarkan Tabel 7 jumlah siswa PAUD Cikal Mandiri yang dapat memenuhi kriteria penelitian dan ibu siswa yang bersedia diwawancarai sebanyak 32 siswa. Sama halnya dengan Cikal Mandiri, dana operasional PAUD Dukuh juga berasal dari dana swadaya masyarakat sekitar. PAUD Dukuh berdiri pada tahun 2006, beralamat di Desa Sukaraja, Kelurahan Sukaraja Kecamatan Bogor Utara. Jumlah guru sekolah sebanyak 6 orang, dengan jumlah siswa sebanyak 40 orang siswa yang terbagi atas 3 kelas, yaitu kelas A untuk anak usia 3 sampai 4 tahun, kelas B kecil untuk anak usia 4 sampai 5 tahun dan kelas B besar untuk anak usia 5 sampai 6 tahun. Fasilitas yang dimiliki sekolah antara lain taman bermain dan Posyandu yang terintegrasi dengan BKB (Bina Keluarga Balita) bersama PAUD Dukuh . PAUD ini setiap bulannya juga digunakan sebagai Posyandu warga sekitar. Berdasarkan Tabel 6 jumlah siswa PAUD Dukuh yang dapat memenuhi kriteria penelitian dan ibu siswa yang bersedia diwawancarai sebanyak 23 siswa. Tabel 7 Jumlah siswa yang mengikuti penelitian Nama PAUD
n
%
Cikal Mandiri
32
58
Dukuh
23
42
55
100
Total
34
Karakteristik Ibu Usia Ibu Usia ibu pada penelitian ini berkisar antara 20 tahun sampai dengan 50 tahun dengan rata-rata 29 ± 5,5. Berdasarkan pengelompokan umur Papalia, Old dan Fiedlman (2008), berdasarkan kelompok usia ibu sebagian besar ibu (67%) berada pada kategori dewasa muda dan sisanya (33%) yang berada pada kategori usia dewasa madya (Tabel 8). Dilihat dari usia ibu, maka presentase terbesar ibu menurut kelompok usianya termasuk ke dalam kelompok usia dewasa muda (21-30 tahun) yaitu kelompok usia yang masih produktif (Hurlock 2000). Tabel 8 Karakteristik ibu berdasarkan usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan Karakteristik
Cikal Mandiri
Dukuh
Total
Usia ibu
n
%
n
%
n
%
20-30
24
75
13
57
37
67
31-50
8
25
10
43
18
33
Total Tingkat pendidikan
32
100
23
100
55
100
n
%
n
%
n
%
SD
7
22
6
26
13
24
SMP
13
41
5
22
18
33
SMA
12
38
9
39
21
38
PT
0
0
3
13
3
5
Total Jenis pekerjaan
32
100
23
100
55
100
n
%
n
%
n
%
Ibu rumah tangga
31
97
22
96
53
96
Lainnya
1
3
1
4
2
4
32
100
23
100
55
100
Total
Tingkat Pendidikan Ibu Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap pola pengambilan keputusan dalam keluarga termasuk dalam pemberian ASI dan MP-ASI. Di dalam penelitian ini pendidikan formal ibu dikelompokkan menjadi SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Tabel 8 menunjukkan tingkat pendidikan ibu pada kedua PAUD tersebut cukup beragam, sejumlah 38% ibu berada pada kelompok berpendidikan SMA, hanya 5% ibu yang berada pada kelompok berpendidikan Perguruan Tinggi, dan masih terdapat 24% ibu berpendidikan SD.
35
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola asuh konsumsi pangan dan status gizi. Umumnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 2006). Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penentu mortalitas bayi dan anak karena tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap perawatan kesehatan, higiene, dan kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarga (Madanijah 2003). Pekerjaan Ibu Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan suatu penghargaan berupa materi maupun yang lebih dari materi (karir dan jabatan). Umumnya pekerjaan dilakukan untuk mendapatkan suatu penghasilan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sebagai individu dan memenuhi kebutuhan keluarga (Pujiyanti 2008). Tabel 8 menunjukkan bahwa pada umumnya ibu tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga (96%) dan hanya 4% ibu yang bekerja yaitu sebagai guru dan buruh. Berdasarkan hal tersebut bisa diperkirakan bahwa porsi terbesar pendapatan diperoleh dari ayah untuk menghidupi keluarga. Hasil penelitian Handayani (2006), menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang mempunyai pengetahuan tentang menyusui dengan baik ada pada kategori ibu yang bekerja, sedangkan sebagian kecil yang berpengetahuan baik berada pada kategori ibu yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan ibu yang bekerja mempunyai lingkungan yang lebih luas sehingga informasi tentang ASI yang didapat lebih banyak, sedangkan bagi ibu yang tidak bekerja apabila informasi dari lingkungannya kurang maka pengetahuannya kurang, apalagi bila ibu tersebut tidak aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan kesehatan maka informasi yang diterimanya akan lebih sedikit. Pengetahuan gizi ibu Pengetahuan gizi ibu yang dinilai meliputi pengetahuan tentang ASI, MPASI, pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Soal pengetahuan gizi dengan rentang skor 1-20 dan rata-rata nilai pengetahuan gizi ibu adalah 80 + 10. Nilai terbesar yang diperoleh ibu adalah 95, sedangkan nilai terkecil ibu sebesar 60 yang sebagian besar dalam kategori baik (47%), sedangkan tingkat pengetahuan
36
gizi ibu kategori cukup yaitu 51% (Tabel 9). Pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk meningkatkan status gizi keluarga karena apabila
pengetahuan
gizi
kurang
maka
akan
menyebabkan
timbulnya
kekurangan gizi bagi anak (Pujiyanti 2008). Tabel 9 Sebaran ibu berdasarkan jawaban benar dan tingkat pengetahuan gizinya Pengetahuan Gizi
Cikal Mandiri
Dukuh
Total
n
%
n
%
n
%
ASI
12
38
6
26
18
33
MP-ASI
12
38
6
26
18
33
Gizi
5
16
3
13
8
Kesehatan Tingkat Pengetahuan
15
47
7
30
22
15 40
n
%
n
%
n
%
Kurang (<60)
1
3
0
0
1
Cukup (60-80)
14
44
14
61
28
2 51
Baik (80>)
17
53
9
39
26
47
Total
32
100
23
100
55
100
Topik
Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang dapat menjawab dengan benar soal tentang kesehatan yaitu 40% dan soal tentang ASI dan MPASI memiliki persentase yang sama yaitu 33%, sedangkan ibu yang dapat menjawab dengan benar soal tentang gizi hanya 15%. Ada beberapa pertanyaan yang kebanyakan ibu masih salah menjawabnya, antara lain makanan yang tepat saat anak berusia 6-9 bulan, berat minimal bayi baru lahir dan kegunaan dari imunisasi TBC. Banyaknya ibu yang menjawab benar soal tentang kesehatan, seharusnya dapat mempengaruhi tingkat kesehatan anak, karena pengetahuan tentang
kesehatan
dan
perkembangan
anak
yang
minimal
biasanya
mempengaruhi tingkat kesehatan anak yang minimal pula (Yuliana 2004). Menurut Nurmiati (2006), umumnya penyelenggaraan makanan dalam rumah tangga sehari-hari dikoordinir oleh ibu. Ibu yang mempunyai kesadaran gizi yang tinggi akan melatih kebiasaan makan sehat sedini mungkin kepada putra-putrinya. Ibu berperan penting dalam melatih anggota keluarganya untuk membiasakan mengkonsumsi makanan yang sehat. Agar ibu dapat memilih makanan yang sehat dan sesuai dengan standar maka perlu menguasai pengetahuan tentang pemilihan bahan pangan.
37
Karakteristik Anak Usia dan jenis kelamin anak Jumlah anak yang diteliti adalah 55 siswa PAUD yang terdiri dari 32 siswa PAUD Cikal Mandiri dan 23 siswa PAUD Dukuh. Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa siswa PAUD perempuan (60%). Umur anak yang diambil pada penelitian ini adalah anak yang berumur minimal 2 tahun dan maksimal 4 tahun karena pada umunya anak yang berusia 2-4 sudah mengikuti PAUD (rataan 4 ± 0,55). Tabel 10 menunjukkan anak yang berusia 2 tahun hanya 4%, sedangkan anak yang berusia 3 tahun 25% dan kebanyakan siswa PAUD berusia 4 tahun yaitu sebanyak 71%. Tabel 10 Sebaran anak berdasarkan jenis kelamin dan umur Karakteristik Jenis kelamin
Cikal Mandiri
Dukuh
Total
n
%
n
%
n
%
Laki-laki
13
41
9
39
22
Perempuan
19
59
14
61
33
40 60
32
100
23
100
55
100
n
%
n
%
n
%
2
6
0
0
2
4
3
9
28
5
22
14
4
21
66
18
78
39
25 71
Total
32
100
23
100
55
100
Total Umur anak 2
Riwayat kelahiran Data yang diperoleh menunjukkan sebanyak 95% anak dilahirkan cukup bulan (Tabel 11). Anak yang dilahirkan cukup bulan adalah bayi yang lahir setelah usia kandungan ibunya 9 bulan dan anak yang dilahirkan tidak cukup bulan terdiri dari anak yang dilahirkan ketika usia kandungan ibunya kurang dari atau lebih dari 9 bulan (Hurlock 2000). Sebanyak 87% anak yang dilahirkan dengan proses kelahiran normal dan sisanya 13% anak dilahirkan dengan proses kelahiran caesar (Tabel 11). Dilihat dari banyaknya anak yang lahir cukup bulan dan melalui proses normal dapat dikatakan kesehatan anak cukup baik. Menurut Pujiyanti (2008), hal ini berkaitan dengan bagaimana seorang ibu menjaga dan memelihara calon bayinya sejak di dalam kandungan. Selain itu kemudahan akses untuk menjangkau fasilitas kesehatan juga mendukung di dalam mewujudkan kesehatan ibu dan bayi, sehingga angka kematian ibu dan bayi dapat diturunkan.
38
Tabel 11 Sebaran anak berdasarkan riwayat kelahiran Lahir cukup bulan
Cikal Mandiri
Dukuh
Total
n
%
n
%
n
%
Ya
30
94
22
96
52
95
Tidak
2
6
1
4
3
5
Total
32
100
23
100
55
100
Proses kelahiran
n
%
n
%
n
%
Normal
28
88
20
87
48
87
Caesar
4
13
3
13
7
13
32
100
23
100
55
100
Total
Riwayat Pemberian ASI Pemberian Pralaktal Makanan pralaktal adalah makanan atau minuman yang diberikan kepada bayi sebelum ASI keluar. Kebiasaan memberikan makanan dan minuman kepada bayi yang baru lahir atau sering disebut dengan makanan pralaktal pada awal kelahiran seperti madu (24%) dan susu formula (18%) (Tabel 12), merupakan salah satu penyebab tidak dapat memberikan ASI eksklusif. Hal ini terjadi karena pemberian pralaktal dapat membuat bayi tidak mau menyusui kepada ibunya karena bayi merasa kenyang. Berdasarkan hasil Riskesdas (2010) di provinsi Jawa barat sebanyak 73% ibu memberikan kolostrum, 18,4% ibu memberikan madu dan 68,1% memberikan susu formula sebagai makanan pralaktal. Tabel 12 Sebaran anak berdasarkan pemberian pralaktal Jenis pralaktal
Cikal Mandiri
Dukuh
Total
n
%
n
%
n
%
Kolostrum
16
50
16
70
32
58
Madu
8
25
5
22
13
24
Susu Formula
8
25
2
9
10
18
32
100
23
100
55
100
Total
Berdasarkan Tabel 12 hanya 58% ibu yang memberikan kolostrum pada awal kelahiran anaknya. Menurut penelitian Pujiyanti (2008), ada beberapa alasan ibu tidak memberikan kolostrum kepada anaknya pada awal kelahiran karena tidak tahu manfaat besar dari kolostrum, warna cairan tersebut keruh, ada yang melarang pemberiannya dan ketika bayinya lahir ibu tidak sadarkan diri. Menurut Roesli (2000), seharusnya sebisa mungkin ASI diberikan paling lambat 20-30 menit dari waktu lahir dan selama ASI belum diberikan tidak perlu diberikan makanan pralaktal. Kolostrum adalah ASI yang keluar pada hari-hari
39
pertama sampai hari ke empat setelah melahirkan. Kolostrum yang keluar pada hari-hari pertama kelahiran sudah dapat mencukupi kebutuhan bayi walaupun ASI yang keluar hanya sedikit sehingga tidak perlu memberikan makanan atau minuman yang lain kepada bayi. Kolostrum merupakan cairan pelindung yang
kaya zat anti infeksi dan berprotein. Komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari selalu berubah, merupakan cairan kental dengan warna kekuningkuningan, lebih kuning dibandingkan dengan susu yang matang. Pemberian ASI Eksklusif ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan (Roesli 2009). Menurut Sensus Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 prevalensi pemberian ASI eksklusif hingga bayi berumur 6 bulan masih rendah yaitu sebesar 39,5 % sedangkan menurut riset kesehatan dasar Indonesia tahun 2010, prevalensi pemberian ASI eksklusif hingga bayi berumur 6 bulan hanya sebesar 15,3% (Riskesdas 2010). Tabel 13 menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan 60% dan sampai 4 bulan 18%, hal ini terjadi karena beberapa anak telah diberi makanan pendamping ASI sebelum berusia 6 bulan. Tabel 13 Sebaran anak berdasarkan riwayat pemberian ASI eksklusif ASI Eksklusif (Bulan)
Cikal Mandiri n %
Dukuh
Total
n
%
n
%
0-1
2
6
0
0
2
4
0-2
0
0
0
0
0
0
0-3
3
9
1
4
4
7
0-4
8
25
2
9
10
18
0-5
5
16
1
4
6
11
0-6
14
44
19
83
33
60
Menurut Muchtadi (2002), ASI eksklusif terutama diberikan selama enam bulan pertama karena pada masa-masa ini bayi dalam kondisi kritis. Pertumbuhan dan pembentukan psikomotor terjadi sangat cepat pada masa enam bulan pertama, sehingga pemberian ASI eksklusif akan sangat mendukung. Selain itu, ibu yang berhasil memberikan ASI secara eksklusif pada bayi akan merasakan kepuasan, kebanggaan, dan kebahagiaan yang mendalam (Roesli 2000). Menurut Arifin (2002) ada berbagai faktor yang mempengaruhi kegagalan pemberian ASI eksklusif. Faktor tersebut bisa dari pihak ibu, bayi maupun dari
40
faktor lingkungan. Faktor yang berasal dari pihak ibu disebabkan antara lain karena karakteristik sosial dan ekonomi ibu (pendapatan, tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu), pengetahuan ibu tentang ASI dan kondisi kesehatan ibu yang semua itu membuat ibu tidak bisa memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya. Faktor yang berasal dari pihak bayi mungkin karena preferensi bayi terhadap ASI, sedangkan dari faktor lingkungan sendiri ini disebabkan karena sumber informasi pemberian makanan atau minuman selain ASI. Pemberian MP-ASI Menurut penelitian yang terus berkembang, WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) dan IDAI mengeluarkan kode etik yang mengatur agar bayi wajib diberi ASI eksklusif (ASI saja tanpa tambahan apa pun, bahkan air putih) sampai umur 6 bulan. Setelah umur 6 bulan bayi mulai mendapatkan makanan pendamping ASI (MP-ASI) berupa bubur susu, nasi tim, buah dan sebagainya namun ASI tetap dilanjutkan hingga usia 24 bulan (Prabantini 2010). Lebih dari separuh ibu (60%) memberikan sari buah sebagai MP-ASI tepat pada usia 6-7 bulan, namun masih ada (16%) ibu yang memberikan sari buah pada usia dibawah 6 bulan (Tabel 14). Menurut Handy (2010), usia 6-7 bulan merupakan tahap awal pemberian MP-ASI, pemberian yang berlebihan dapat mengurangi konsumsi ASI yang masih menjadi makanan utama untuk bayi di bawah 12 bulan. Makanan pendamping ASI yang pertama diberikan yaitu bertekstur lembut dan cair agar bayi tidak perlu mengunyah. Ketika memberikan sari buah sebaiknya menghindari buah yang asam, buah kaleng, jus buah kemasan dan manisan buah. Tabel 14 juga menunjukkan bahwa sebanyak 44% ibu memberikan nasi tim tepat pada usia 8-9 bulan, namun masih ada (14%) ibu yang memberikan nasi tim pada usia dibawah 6 sampai 7 bulan. Menurut Handy (2010), setelah mengenalkan aneka jenis makanan bertekstur lembut dan cair pada usia 6-7 bulan, maka selanjutnya anak dapat diberikan makanan bertekstur sedikit kasar salah satunya berupa nasi tim. Untuk memperkaya pengalaman makan, nasi tim dapat dicampurkan dengan berbagai macam makanan yang bertekstur lembut misalnya tahu, ubi merah, tempe dan sebagainya. Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui pemberian biskuit bayi oleh ibu pada usia 8-9 bulan hanya 27%, namun masih terdapat beberapa ibu yang memberikan biskuit bayi pada usia dibawah 6 sampai 7 bulan sebanyak 17%. Menurut Handy (2010), biskuit termasuk dalam cemilan genggam yang diberikan
41
pada usia 8 bulan. Hal ini diberikan karena pada usia tersebut sudah mulai tumbuh gigi. Selain biskuit dapat juga diberikan potongan buah/sayur segar atau dikukus (labu siam, wortel dan kentang) yang dapat diberikan sebagai pengganti cemilan genggam yang praktis, sehat alami dan melatih kemandirian anak. Biskuit ataupun cemilan genggam sebaiknya ukurannya sebesar kepalan tangan bayi, tidak licin, mudah digigit dan tidak lengket ditangan maupun dibibir. Tabel 14 Sebaran responden berdasarkan jenis dan waktu pemberian MP-ASI Jenis dan waktu MP-ASI (bulan)
Cikal mandiri
Dukuh
Total
n
%
n
%
n
%
1
1
3
0
0
1
2
3
2
6
0
0
2
4
4
3
9
0
0
3
5
5
3
9
0
0
3
6-7
23
72
10
43
33
5 60
8-9
0
0
9
39
9
16
10-12
0
0
4
17
4
7
Total
32
100
23
100
55
100
1
1
3
0
0
1
2
4
3
9
0
0
3
5
5
3
9
1
4
4
7
6-7
8
25
2
9
10
8-9
8
25
16
70
24
18 44
10-12
9
28
4
17
13
24
Total
32
100
23
100
55
100
1
1
3
0
0
1
2
3
0
0
1
4
1
2
4
4
13
1
4
5
9
5
1
3
1
4
2
6-7
17
53
9
39
26
4 47
8-9
6
19
9
39
15
27
10-12
3
9
2
9
5
9
Total
32
100
23
100
55
100
4
1
3
0
0
1
2
6-7
0
0
0
0
0
0
8-9
2
6
3
13
5
9
10-12
29
91
20
87
49
89
Total
32
100
23
100
55
100
Sari buah
Nasi Tim
Biskuit Bayi
Nasi
42
Hampir seluruh ibu (89%) memberikan nasi pada usia 10-12 bulan dan hanya 2% ibu yang memberikan nasi kepada anaknya pada usia dibawah 6 bulan. Menurut Handy (2010), setelah anak menunjukkan kemampuan mengunyah, maka selanjutnya diberikan makanan yang lebih padat. Pada rentang usia 9-12 bulan, sangat disarankan untuk meningkatkan kekasaran tekstur makanan hingga mendekati makanan keluarga untuk menghindari kesulitan makan pada kemudian hari. Sebagian besar bayi dapat menerima menu keluarga sejak usia 12 bulan sambil tetap menyusui. Menu keluarga yang sehat yaitu menu seimbang yang memenuhi kebutuhan karbohidrat (50-55%), lemak (15-25%), protein (20-25%), vitamin dan mineral. Pesatnya tumbuh kembang dan aktivitas bayi yang tinggi memerlukan cukup banyak energi dan zat gizi. Pada usia 12 bulan, anak mulai menunjukkan keterampilan makan yang baik, sehingga penting memberikan kesempatan pada anak untuk makan secara mandiri dan mengajarkan tata cara makan yang tepat sesuai jadwal. Sama halnya dengan hasil penelitian Oktarina (2010), sebagain besar ibu (54%) memberikan sari buah pada usia 4-6 bulan dan 76,4% ibu memberikan MP-ASI berbentuk nasi tim kepada anaknya pada usia 6-9 bulan. Selain itu lebih dari separuh ibu (64,2%) mulai memberikan nasi lembik kepada bayinya ketika berusia 10-12 bulan. Makanan selingan biskuit sebagian besar (63%) mulai diberikan ibu ketika bayi berusia 4-6 bulan. Menurut Prabantini (2010), beberapa alasan perlunya menunda MPASI hingga usia 6 bulan diantaranya adalah ASI merupakan satu-satunya makanan dan minuman yag dibutuhkan bayi hingga usia 6 bulan, memberikan perlindungan yang lebih baik pada bayi terhadap berbagai penyakit dan memberi kesempatan pada sistem pencernaan bayi agar berkembang menjadi lebih baik. Apabila MP-ASI diberikan pada usia dibawah 6 bulan maka khawatir anak akan mengalami kurang gizi, gagal melalui ASI ekslusif selama 6 bulan dan meningkatkan resiko penyakit alergi, infeksi dan sistem pencernaan rusak (Handy 2010). Menurut Albar (2004) dalam Pujiyanti (2008), jika MP-ASI diberikan terlalu dini, bayi akan menderita diare karena makanan terkontaminasi lingkungan luar dan kurang menghisap payudara sehingga produksi ASI berkurang. Namun jika bayi tidak dilatih makan setelah usia 6 bulan keadaan ini akan menyebabkan bayi kekurangan gizi. Tujuan pengenalan MP-ASI bukan hanya untuk menjamin kebutuhan gizi bayi setelah 6 bulan tetapi juga untuk memperkenalkan pola
43
makan keluarga kepada bayi secara bertahap. Bayi mulai diberi MP-ASI pada usia 6 bulan secara bertahap berdasarkan jenis, konsistensi dan tekstur makanannya. Frekuensi Pemberian MP-ASI Berdasarkan Tabel 15 hampir semua anak mengkonsumsi MP-ASI berupa sari buah, nasi tim, biskuit dan nasi dengan frekuensi 2 kali dalam sehari. Sebanyak 60% anak mengkonsumsi sari buah 2 kali dalam sehari. Sari buah yang biasanya dikonsumsi anak diantaranya pisang, jeruk dan ada juga yang mengkonsumsi pepaya. Menurut Handy (2010), pada saat pemberian MP-ASI tahap awal sebaiknya diberikan 2 kali sehari, karena pemberian MP-ASI yang berlebihan dapat mengurangi konsumsi ASI. Tabel 15 Jenis MP-ASI dan frekuensi pemberiannya per hari Frekuensi Konsumsi MP-ASI (x /hari)
Cikal Mandiri
Dukuh
Total
n
%
n
%
n
%
1
12
38
4
17
16
2
16
50
17
74
33
29 60
3
4
13
2
9
6
11
32
100
23
100
55
100
1
5
16
1
4
6
2
18
56
16
70
34
11 62
3
9
28
6
26
15
27
32
100
23
100
55
100
1
6
19
1
4
7
2
18
56
14
61
32
13 58
3
8
25
8
35
16
29
32
100
23
100
55
100
1
1
3
0
0
1
2
22
69
14
61
36
2 65
3
9
28
9
39
18
33
32
100
23
100
55
100
Sari buah
Total Nasi Tim
Total Biskuit Bayi
Total Nasi
Total
Selain sari buah nasi tim juga dikonsumsi sebagai makanan pendamping ASI. Berdasarkan hasil penelitian anak yang mengonsumsi nasi tim berjumlah 62% dengan frekuensi 2 kali sehari (Tabel 15). Pemberian nasi tim (makanan lunak) sebaiknya diberikan dengan frekuensi 2-3 kali sehari (Prabantini 2010).
44
Menurut Krisnatuti (2000), nasi tim sebagai MP-ASI dapat disajikan dengan berbagai macam campuran bahan makanan lainnya, diantaranya dapat dicampur dengan telur, daging sapi, daging ayam yang diiris kecil-kecil, ikan dan tempe sebagai bahan tambahan sumber protein. Tambahan vitamin dan mineral dalam nasi tim bisa diperoleh dari sayuran hijau yang dihancurkan. Sayuran hijau yang paling disukai anak untuk bahan campuran dalam nasi tim diantaranya adalah bayam, kangkung, dan wortel. Sebagai cemilan genggam (finger food), ibu dapat memberikan biskuit bayi kepada anak, biasanya biskuit langsung diberikan kepada anak pada saat gigi anak sudah mulai tumbuh. Berdasarkan Tabel 15 biasanya cemilan biskuit diberikan dengan frekuensi 2 kali dalam sehari (58%). Menurut Handy (2010), biasanya cemilan dapat diberikan dengan frekuensi 1-2 kali dalam sehari. Cemilan genggam yang diberikan juga dapat bervariasi diantaranya sayur/buah segar ataupun yang dikukus. Lebih dari setengah ibu (65%) memberikan nasi dengan frekuensi 2 kali sehari. Nasi diberikan setelah anak sudah dapat beradaptasi dengan makanan keluarga, pada umumnya diberikan setelah anak menjelang usia 12 tahun. Menurut Prabantini (2010), setelah anak mulai diperkenalkan makanan keluarga sebaiknya makanan diberikan dengan frekuensi 3-4 kali sehari dan diselingi dengan cemilan 1-2 kali dalam sehari. Pada umumnya anak yang menjelang usia 12 bulan sudah semakin terampil mengunyah dan mampu menggunakan tangan dan jari karena kemampuan motoriknya sudah meningkat. Usia Penyapihan Menurut Marimbi (2010), menyapih artinya memberhentikan pemberian ASI kepada bayi, masa ini merupakan masa yang paling kritis dalam kehidupan bayi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi usia penyapihan bayi, salah satunya yaitu banyak sekali para ibu yang menyapih anaknya terlalu cepat yaitu pada usia kurang dari 1 tahun terutama pada ibu-ibu yang bekerja, sedangkan penyapihan yang terlalu awal dapat mempengaruhi pertumbuhan bayi. Berdasarkan Tabel 16 sebanyak 33% anak yang disapih pada usia 1 tahun sampai 2 tahun, sedangkan anak yang disapih pada usia >2 tahun sebanyak 44%. Namun anak yang disapih pada usia 7-12 bulan sebanyak 11% dan anak yang disapih pada usia 0-6 bulan sebanyak 13%. Hal ini menunjukkan masih ada ibu yang tidak meneruskan pemberian ASI sampai anak berumur 24 bulan, padahal ASI merupakan makanan terbaik yang dapat diberikan ibu
45
kepada anak karena secara psikologis dapat menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dan anak. Tabel 16 Sebaran anak berdasarkan usia penyapihan ASI Usia Penyapihan
Cikal Mandiri
Dukuh
Total
(bulan)
n
%
n
%
n
%
0-6
4
13
3
13
7
13
7-12
5
16
1
4
6
11
13-24
9
28
9
39
18
>24
14
44
10
43
24
33 44
Total
32
100
23
100
55
100
Menurut penelitian Jakobsen et al (2003) pada bayi usia 9-35 bulan di Guinea-Bissau, menunjukkan bahwa bayi yang telah disapih mengalami enam kali lebih tinggi angka kematiannya selama tiga bulan pertama perang disana daripada bayi yang masih disusui. Hal ini membuktikan bahwa efek perlindungan ASI merupakan hal yang utama melawan infeksi dalam keadaan darurat. Dalam seminar Roesli (2010), dikatakan dalam salah satu penelitian yang dilakukan Dr Katherine Hobbs Knutson dari Rumah Sakit di Boston, Amerika Serikat, ASI secara signifikan mempengaruhi perangai anak di masa depan. Hal ini terjadi karena ketika ibu menyusui ada rangsangan terhadap panca indera bayi, sehingga bayi akan merasakan, melihat, mencium, dan mendengar sesuatu yang ada di dekatnya, termasuk keintiman dengan ibunya. Roesli menyatakan ada beberapa gangguan mental pada anak apabila anak tidak diberikan hak ASI-nya selama 2 tahun yaitu menarik diri, gelisah/depresif, gangguan perhatian (autisme), gangguan cara berfikir, gangguan bersosialisasi dan tingkah laku agresif. Telah banyak hasil penelitian yang membuktikan keunggulan ASI dibandingkan makanan lain, terutama sebagai makanan di awal kehidupan bayi. Hasil riset epidemiologi menunjukkan bahwa pemberian ASI berdampak positif pada kondisi kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan bayi serta secara signifikan menurunkan angka morbiditas bayi, terutama penyakit yang akut dan kronik (Putri 2003). Selain itu Pudjiadi (2000) juga berpendapat bahwa pengetahuan orang tua tentang usia yang tepat untuk memulai penyapihan dapat menghindari anak dari penyimpangan pertumbuhan. Pada keluarga dengan pendapatan rendah penyapihan dini akan menyebabkan kerugian karena makanan yang diberikan kurang bergizi dan kurangnya pengetahuan tentang makanan anak.
46
Hambatan Menyusui Menurut Putri (2003), menyusui adalah cara alami memberi makanan bayi, tetapi banyak ibu yang menghadapi kendala ketika melakukannya. Sebenarnya hampir semua hambatan menyusui dapat diatasi dan dicarikan solusinya. Berdasarkan Tabel 17, sebanyak 31 ibu (56%) mengalami hambatan dalam menyusui. Adapun hambatan yang biasanya ditemui ibu pada saat menyusui adalah ASI tidak keluar (11%), ASI keluar sedikit (42%) dan kebanyakan ibu sakit saat menyusui (45%). Hal ini terjadi disebabkan oleh adanya hambatan secara fisik, psikis atau pun teknis. Tabel 17 Sebaran anak berdasarkan hambatan menyusui Hambatan
Cikal Mandiri n %
Dukuh
Total
n
%
n
%
59
12
52
31
56
41
11
48
24
44
32 n
100
23
100
55
100
%
n
%
n
%
ASI tidak keluar
4
21
0
0
4
13
ASI keluar sedikit
7
37
6
50
13
Ibu sakit saat menyusui Total
8
42
6
50
14
42 45
19
100
12
100
31
100
Ada
19
Tidak Ada
13 Total
Hambatan menyusui
Menurut Putri (2003), hambatan secara fisik yang dialami ibu pada saat menyusui antara lain yaitu ASI sedikit, sakit pada puting dan payudara. Hambatan
psikis yang dialami ibu salah satunya yaitu ibu kelelahan diawal
menyusui dan hambatan teknis biasanya berupa anjuran yang keliru dari petugas kesehatan, kurangnya pengetahuan ibu, pelayanan kesehatan pasca melahirkan yang menghambat menyusui secara dini dan eksklusif, ibu bekerja dan promosi PASI dalam bentuk susu formula di berbagai media. Menurut International Lactation Consultant Association (ILCA 2000), beberapa penelitian menunjukkan bahwa hampir semua kesulitan menyusui dapat ditangani tanpa perlu menggunakan perangkat medis yang berteknologi canggih dan mahal. Asupan Gizi Saat ini Tingkat kecukupan energi dan protein Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) (2004), kecukupan energi anak usia 1-3 tahun sebesar 1000 kkal dan kecukupan protein 25 g, sedangkan kecukupan energi anak usia 4-6 tahun sebesar 1550 kkal dan kecukupan protein
47
39 g. Menurut Santoso dan Ranti (2004), kekurangan zat makanan disebut defisiensi dan akan mengakibatkan penyakit begitu pula jika kelebihan. Kekurangan zat gizi pada umumnya mencangkup protein dan karbohidrat, sedangkan kelebihan pada umumnya berkaitan dengan konsumsi lemak, protein dan gula. Perkiraan intake pangan, energi dan protein disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Perkiraan intake pangan, energi dan protein Jenis Makanan
Rata-rata (g/org/hari)
Cikal Mandiri Energi (kkal)
Protein (gram)
Rata-rata (g/org/har)
Dukuh Energi (kkal)
Protein (gram)
Nasi
263
467
5,5
258
459
5,4
Mie
24
128
2,5
20
106
2,1
Roti Ayam dan olahannya Daging sapi dan olahannya
31
78
2,5
33
82
2,6
22
66
4,0
31
95
5,7
27
56
5,1
27
55
5,0
Ikan
21
39
4,0
26
49
5,0
Telur ayam Tempe dan tahu
25
62
4,0
21
53
3,4
22
71
4,0
22
73
4,1
Sayuran Buahbuahan Susu dan olahannya
24
4
0,1
22
3
0,1
25
11
0,2
34
15
0,3
30
18
1,0
33
20
1,1
Jajanan
40
33
0,5
32
15
0,2
1032±125
33,4±1,9
1024±122
35,0±2,1
Total
Jenis pangan yang paling banyak dikonsumsi adalah nasi sebagai makanan pokok (Tabel 18). Adapun bahan pangan sumber protein yang paling banyak dikonsumsi adalah sumber protein hewani (ayam dan ikan) dan sumber protein nabati (tempe dan tahu) (Tabel 18). Menurut Kurniasih et al (2010), sesuai dengan tahap perkembangannya di usia ini anak mulai ingin mandiri, sehingga anak cenderung menolak makanan yang tak disukai dan hanya ingin mengkonsumsi makanan favoritnya. Selain itu aktivitas bermain anak sebagai cara untuk mengenal dunia sekitar membuat anak menunda waktu makannya. Konsumsi sayur dan buah-buahan peserta PAUD Cikal Mandiri masih rendah yaitu masing-masing 24 gram dan 25 gram, sama halnya dengan PAUD Dukuh konsumsi sayur dan buah-buahannya juga masih kurang yaitu masingmasing 22 gram dan 34 gram (Tabel 18). Berdasarkan Sulistyoningsih (2010) anjuran minimal mengkonsumsi sayuran untuk anak usia 3-4 tahun adalah 100
48
gr/hari dan anjuran minimal mengkonsumsi buah adalah
100
gr/hari.
Berdasarkan hasil wawancara, sayur yang paling disukai peserta PAUD adalah bayam dan sayur sop, sedangkan buah yang paling disukai adalah jeruk dan pisang. Menurut
Kurniasih et al (2010), pada anak usia antara 3-5 tahun
biasanya
masalah
terjadi
pola
makan,
diantaranya
yaitu
tidak
suka
mengkonsumsi sayuran, suka memilih-milih makanan (picky eater) sehingga makanan yang dikonsumsi kurang bervariasi dan kandungan gizinya tidak seimbang, selain itu anak-anak usia 3-5 tahun juga sangat menyukai makanan jajanan yang terlalu manis, terlalu asin, terlalu gurih dan terlalu berminyak. Menurut Santoso dan Ranti (2004), permasalahan makan pada anak usia prasekolah yaitu terjadinya kesulitan makanan. Kesulitan makan adalah ketidakmampuan untuk makan dan menolak makanan tertentu. Akibat dari kesulitan makan jelas akan berpengaruh terhadap keadaan gizi seorang anak. Masih menurut Kurniasih et al (2010), usia balita adalah usia yang cukup rawan karena pertumbuhan dan perkembangan di usia ini akan menentukan perkembangan fisik dan mental anak di usia remaja dan ketika dewasa. Asupan makanan beragam dan bergizi seimbang sangat penting, karena bukan hanya untuk pertumbuhan fisik namun penting juga untuk perkembangan kecerdasan (sel otak). Tingkat kecukupan energi dan protein di sajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Tingkat kecukupan energi dan protein Status TKE
Cikal Mandiri
Dukuh
Total
n
%
n
%
n
%
Defisit berat (< 70%)
28
88
91
49
89
Defisit sedang (70-79%)
1
3
9
3
5
Defisit ringan (80-90%)
1
3
0
1
Normal (90-119%)
2
6
21 2 0 0
0
2
2 4
Total
32
100
23
100
55
100
Status TKP
n
%
n
%
n
%
Defisit berat (< 70%)
15
47
12
52
27
49
Defisit sedang (70-79%)
7
22
4
17
11
20
Defisit ringan (80-90%)
4
13
4
17
8
Normal (90-119%)
5
16
2
9
7
15 13
Kelebihan (>120)
1
3
1
4
2
4
32
100
23
100
55
100
Total
Berdasarkan Tabel 19, maka sebagian besar anak masuk dalam kategori tingkat kecukupan energi defisit berat (89%) dan hanya 4 % termasuk dalam kategori normal dengan nilai rataan tingkat kecukupan energi 44,1%±12,5 dan
49
nilai maksimal 80,6% dan nilai minimal 20,35%. Kategori tingkat kecukupan protein defisit berat (49%) dan hanya 13 % termasuk dalam kategori normal dengan nilai rataan tingkat kecukupan protein 79,6%±24,1 dan nilai maksimal 133,6% dan nilai minimal 19,1%. Terjadinya defisit berat pada energi dan protein tersebut menunjukkan bahwa makanan yang dikonsumsi anak tidak sesuai dengan prinsip gizi seimbang. Kekurangan energi dan protein (KEP) yang cukup lama akan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan balita terganggu. Gangguan asupan gizi yang bersifat akut menyebabkan anak kurus kering yang biasa di sebut wasting. Wasting yaitu berat badan anak tidak sebanding dengan tinggi badannya. Jika kekurangan ini bersifat menahun (kronik), artinya sedikit demi sedikit, tetapi dalam jangka waktu yang lama akan terjadi keadaan stunting. Stunting, yaitu anak menjadi pendek dan tinggi badan tidak sesuai dengan usianya walaupun secara sekilas anak tidak kurus (Marimbi 2010). Status Gizi Menurut Suhardjo (1989), berat badan anak merupakan indikator yang baik bagi penentuan status gizi, khususnya untuk mereka yang berumur di bawah lima tahun. Hal ini memerlukan kemampuan yang baik untuk mendeteksi dan menentukan apakah anak mengalami gangguan pertumbuhan atau tidak dengan menggunakan satu ukuran berat badan. Meskipun berat badan dari berbagai kelompok anak sangat bervariasi, namun telah banyak diketahui bahwa hal ini terjadi karena perbedaan dalam satus gizi dan status kesehatan. Menurut Riyadi (2001), status gizi menggambarkan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai dampak dari konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi makanan. Variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur status gizi misalnya tinggi badan, berat badan dan usia. Riwayat Status Gizi (1-12 bulan) Untuk mengetahui ada tidaknya penurunan atau kenaikan berat badan (BB) pada usia balita dapat dilihat pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Prinsip anak yang sehat adalah bertambah umur dan bertambah berat badan. Idealnya orangtua
setiap
sebulan
sekali
memantau
pertumbuhan
anak
melalui
penimbangan setiap bulan di Posyandu. Melalui KMS orangtua dapat mengetahui BB anak masuk dalam kurva normal, kurang atau berlebih. Jika
50
dalam dua bulan berturut-turut BB anak tidak naik atau cenderung turun berarti anak sedang mengalami gangguan kesehatan (Kurniasih 2010). Berdasarkan data yang di peroleh maka rata-rata contoh yang tidak hadir tiap bulannya ke posyandu sebanyak 3%, sedangkan rata-rata contoh yang hadir tiap bulannya ke posyandu sebanyak 97%. Kurva rata-rata nilai z pada usia 1-12 bulan di sajikan pada Gambar 3. Kurva rata-rata nilai z usia 1-12 bulan
Gambar 3 Kurva rata-rata nilai z anak pada usia 1-12 bulan Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa pola nilai rata-rata z-score di PAUD Cikal Mandiri relatif lebih landai dibandingkan pola nilai rata-rata z-score di PAUD Dukuh yang lebih curam. Hal ini menggambarkan bahwa status gizi berdasarkan BB/U pada anak-anak PAUD Cikal Mandiri pada usia 1-12 bulan lebih baik daripada anak-anak PAUD Dukuh, terutama pada usia 1 sampai 6 bulan yaitu pada saat pemberian ASI eksklusif. Kurva nilai rata-rata z-score BB/U anak-anak di PAUD Dukuh pada usia 1-6 bulan menurun, hal ini diduga bahwa beberapa anak sudah diberikan MP-ASI oleh ibunya. Berdasarkan pendapat Soenardi (2006), menurunnya pertumbuhan pada bayi usia 4 bulan (Growth falthering), merupakan tanda terjadinya gizi yang tidak baik. Kejadian ini bisa disebabkan oleh dua hal, yaitu karena asupan makanan yang salah (tidak memenuhi gizi seimbang) dan karena adanya penyakit infeksi. Menurut Alvarado et all (2005), anak yang diberi ASI, memiliki angka pertumbuhan yang lebih tinggi daripada yang tidak diberi ASI. Bayi yang tidak diberi ASI akan tetapi diberi makanan yang lengkap dan beraneka ragam
51
memiliki efek positif juga pada kenaikan berat badan walaupun kenaikannya lebih rendah daripada yang diberi ASI. Diungkapkan pula oleh Piwoz et all (1994) bahwa kenaikan berat badan yang rendah bisa terjadi pada anak yang diberikan non ASI sebelum empat bulan dan kurang nafsu makan pada usia tiga sampai dua belas bulan, sehingga akibatnya anak pada usia satu tahun mengalami status gizi kurang (underweight). Status Gizi anak saat ini Status gizi anak balita dalam penelitian ini dinilai berdasarkan antropometri dengan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), berat badan menurut umur (BB/U) dan tinggi badan menurut umur (TB/U) yang telah direkomendasikan WHO dan kemudian BB, TB dan umur anak diolah menggunakan software anthro 2005. Hasil pengukuran dengan indeks selanjutnya ditentukan dengan nilai z-skor. Status Gizi anak saat ini (BB/TB, BB/U dan TB/U) disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Status Gizi anak saat ini (BB/TB, BB/U dan TB/U) Status Gizi
Cikal Mandiri
Dukuh
Total
BB/TB
n
%
n
%
n
%
Gemuk ( >2.0 SD)
1
3
0
0
1
2
Normal ( ≥-2.0 s/d ≤ 2.0 SD)
25
78
14
61
39
71
Kurus (≥-3.0 s/d >-2 SD)
4
13
9
39
13
24
Sangat kurus (<-3 SD)
2
6
0
0
2
4
32
100
23
100
55
100
Total Ratan±sd BB/U
-0,98±1,67
Gizi lebih (>2 SD)
n 1
% 3
n 0
% 0
n 1
Gizi baik (>-2.0 s/d ≤ 2.0 SD)
24
75
19
83
43
% 2 78
Gizi kurang(>-3 s/d <-2.0 SD)
6
19
3
13
9
16
Gizi buruk (<-3 SD)
1
3
1
4
2
4
32
100
23
100
55
100
Total Ratan±sd TB/U Normal (> - 2.0 SD) Pendek/stunted (≥-3.0 s/d < -2 SD) Total Ratan±sd
-1,04±1,20 n
%
n
%
n
%
26
81
19
83
45
82
6
19
4
17
10
18
32
100
23
100
55
100
-0,63±1,46
52
Berdasarkan hasil Riskesdas (2010) provinsi Jawa barat, angka prevalensi gizi yang diukur berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yaitu normal (74,4%) dan kurus (6,4%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status gizi anak diketahui sebagian besar (71%) termasuk dalam kategori normal dan 24% anak termasuk dalam kategori kurus (Tabel 20). Indikator BB/TB menggambarkan status gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang pendek, seperti menurunnya nafsu makan akibat sakit (Riskesdas 2007). Berdasarkan hasil Riskesdas (2010) provinsi Jawa barat, angka prevalensi gizi yang diukur berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) yaitu gizi baik (81,6%) dan gizi kurang (9,9%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (78%) termasuk dalam kategori gizi baik dan hanya 16% termasuk dalam kategori gizi kurang (Tabel 20). Terdapat 4% anak yang mengalami gizi buruk saat ini, namun setelah dilihat riwayat status gizinya pada KMS pada usia 1-12 bulan ternyata status gizi anak tersebut dalam kategori baik. Hal ini diduga karena asupan makanan yang dikonsumsi contoh belum memenuhi angka kecukupan gizi, sehingga berat badan contoh berada di bawah normal. Berdasarkan Safitri (2010), status gizi berdasarkan BB/U adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Status gizi berdasarkan indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini. Berdasarkan hasil Riskesdas (2010) provinsi Jawa barat, angka prevalensi gizi yang diukur berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) yaitu gizi normal (66,4%) dan pendek (17,1%), sedangkan data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh anak (82%) termasuk dalam kategori gizi normal dan hanya 18% contoh masuk dalam kategori pendek (Tabel 20). Tinggi badan yang kurang menurut umur diistilahkan dengan stunting. Menurut Gibson (2005), stunting merupakan keadaan yang terjadi akibat dari kurangnya asupan makanan, kualitas zat gizi yag rendah, tingginya angka kesakitan atau kombinasi dari beberapa faktor. Stunting yang terjadi selama masa kanak-kanak dapat menyebabkan berkurangnya tinggi badan pada masa dewasa, yang biasanya berhubungan dengan berkurangnya kapasitas kerja dan pada wanita dapat berpengaruh terhadap anak yang dilahirkan.
53
Status Kesehatan Dua determinan penting yang berpengaruh terhadap status gizi anak adalah konsumsi pangan dan keadaan kesehatan anak. Dalam penelitian ini keadaan kesehatan anak dilihat dari riwayat sakit (frekuensi sakit, lama sakit dan jenis penyakit) dan imunisasinya. Frekuensi dan lama sakit Usia balita adalah usia yang cukup rawan karena pertumbuhan dan perkembangan di usia ini akan menentukan perkembangan fisik dan mental anak di usia remaja dan ketika dewasa (Kurniasih 2010). Maka kesehatan yang baik ditunjang oleh keadaan gizi yang baik, merupakan hal yang utama untuk tumbuh kembang yang optimal bagi seorang anak (Santoso & Ranti 2004). Sebaran anak berdasarkan frekuensi dan lama sakit pada Tabel 21. Tabel 21 Sebaran anak berdasarkan frekuensi dan lama sakit Riwayat kesehatan
Cikal Mandiri
Dukuh
Total
Frekuensi
n
%
n
%
n
%
1
33
52
13
34
46
45
2
25
39
11
29
36
35
3
3
5
13
34
16
16
4 Total
3 64
5 100
1 38
3 100
4 102
4 100
Lama sakit
n
%
n
%
n
%
1-4 hari
46
72
22
58
68
67
5-8 hari
15
23
16
42
31
30
>8 hari
3
5
0
0
3
3
Total
64
100
38
100
102
100
Absen karena sakit
n
%
n
%
n
%
tidak sakit
8
25
5
22
13
1-4 hari
15
47
8
35
23
24 42
5-8 hari
8
25
7
30
15
27
>8 hari
1
3
3
13
4
7
Total
32
100
23
100
55
100
Riwayat sakit yang diteliti pada anak meliputi frekuensi sakit, lama sakit dan jenis penyakit yang dialami anak selama tiga bulan terakhir. Hampir seluruh anak diketahui pernah mengalami sakit dalam rentang waktu tiga bulan sebelum diwawancara. Secara umum diketahui pada Tabel 21, bahwa frekuensi sakit yang dialami oleh sebagian anak adalah satu kali (45%) sampai dua kali (35%)
54
dalam tiga bulan terakhir dengan lama sakit antara satu sampai empat hari (67%) dan lima sampai delapan hari (30%). Menurut Madanijah (2003), lebih seringnya seorang anak menderita sakit berakibat menurunnya berat badan anak dan selanjutnya status gizi anak. Anak yang mengalami sakit menjadi tidak aktif, nafsu makan menurun, sehingga dengan cepat akan menurunkan berat badan. Jenis Penyakit Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, cacingan, dan infeksi saluran pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, maka penyerapan
zat-zat
gizi
akan
terganggu
dan
menyebabkan
terjadinya
kekurangan zat gizi. Seseorang yang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit, dan pertumbuhannya akan terganggu (Supariasa et al 2002). Jenis penyakit yang dialami oleh sebagian besar anak dalam tiga bulan terakhir
adalah
ISPA
(batuk,
pilek,
panas)
(73%),
diare
(27%)
dan
sariawan/panas dalam (24%), sedangkan proporsi jenis penyakit lainnya seperti muntaber, sakit telinga, sembelit/kembung dan sakit kulit hanya 2-8% (Tabel 22). Berdasarkan hasil Riskesdas (2007), studi mortalitas menunjukkan bahwa proporsi kematian pada bayi (post neonatal) karena pneumonia (ISPA) sebesar 23,8% dan pada anak balita sebesar 15,5%. Tabel 22 Sebaran anak berdasarkan jenis penyakit Jenis penyakit
Cikal Mandiri
Dukuh
Total
n
%
n
%
n
%
Kulit
2
6
5
22
7
13
Mata
4
13
0
0
4
7
Sariawan/Panas Dalam
11
34
2
9
13
24
Sembelit,Kembung
4
13
0
0
4
7
Gigi
6
19
2
9
8
15
Telinga
2
6
3
13
5
ISPA (batuk,pilek,panas)
21
66
19
83
40
9 73
Batuk Rejan
1
3
0
0
1
2
Campak
1
3
0
0
1
Diare, Mencret
8
25
7
30
15
2 27
Kejang
2
6
0
0
2
4
Muntaber
2
6
0
0
2
4
Menurut Rasmaliyah (2004), ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak
55
diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. Penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat memberi kecacatan sampai pada masa dewasa. ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari, yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumonia bila infeksi paru tidak diobati dengan antibiotik hingga dapat mengakibatkan kematian. Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai sakit dan kurang gizi. Data morbiditas penyakit ISPA di Indonesia per tahun berkisar antara 10-20 % dari populasi balita (Rasmaliyah 2004). Menurut Madanijah (2003), diare merupakan penyakit yang dapat diakibatkan oleh terinfeksinya tubuh oleh virus, bakteri ataupun parasit melalui makanan atau peralatan makan yang tercemar.
Menurut Santoso dan Ranti
(2004), seseorang dikatakan mencret atau diare bila ia buang air besar yang encer seperti air dan sehari lebih dari empat kali mencret. Penyakit ini dapat ringan atau serius, datang secara mendadak atau akut. Anak yang terjangkit penyakit ini biasanya akan kekurangan gizi. Sariawan merupakan bahasa awam untuk berbagai macam lesi/benjolan yang timbul di rongga mulut. Biasanya jenis sariawan yang sering timbul seharihari di rongga mulut dalam istilah kedokteran gigi disebut Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR). Pada anak-anak, paling sering timbul di mukosa pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah serta di langit-langit. Penyebabnya umumnya karena defisiensi vitamin B 12 dan zat besi, luka karena terbentur sikat gigi, atau adanya infeksi virus dan bakteri. Sariawan pada balita mengakibatkan balita susah makan dan bisa menurunkan berat badan. Ganguan kesehatan ini sangat umum terjadi, tetapi juga sangat susah diketahui penyebabnya. Bisa karena intoleransi makananan tertentu, atau tanda-tanda penyakit, seperti alergi terhadap susu, gandum, stroberi, yeast, tomat dan bahkan kadang-kadang jeruk (Anonim 2011).
56
Skor morbiditas Indikator yang digunakan untuk mengukur status kesehatan antara lain yaitu angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (Sugiyono 2009). Untuk keperluan analisis data skor morbiditas dihitung dengan cara mengalikan lama sakit dan frekuensi sakit. Kemudian tingkat morbiditas dikategorikan menjadi rendah (0-19), sedang (20-39) dan tinggi (40-58). Berdasarkan Tabel 23, sebagian besar anak masuk dalam kategori skor morbiditas tinggi (67%) dengan maksimal skor morbiditas 58, nilai minimal skor 0 dan nilai rata-rata 14±12. Skor yang semakin tinggi bisa disebabkan oleh dua hal yaitu frekuensi penyakit yang sering dan lamanya anak menderita sakit. Tabel 23 Status kesehatan berdasarkan skor morbiditas Skor morbiditas
Cikal Mandiri
Total
n
%
n
%
n
%
28
88
18
78
46
84
2
6
4
17
6
11
2
6
1
4
3
5
32
100
23
100
55
100
Grossman
(2005),
Rendah (skor 0-19) Sedang (skor 20-39) Tinggi (skor 40-58) Total
Menurut
Dukuh
kondisi
kesehatan
yang
baik
akan
mengurangi waktu-waktu sekolah yang terbuang atau dengan kata lain modal sehat sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan waktu. Seorang siswa yang sering sakit akan mengalami kesulitan dalam proses belajar seperti cepat lelah, sulit konsentrasi dan malas. Siswa yang kurang sehat dan kurang gizi daya tangkapnya terhadap pelajaran dan kemampuan belajarnya akan lebih rendah. Morbiditas adalah jumlah kejadian suatu penyakit yang dirumuskan sebagai jumlah anak yang sakit pada setiap populasi anak. Angka kesakitan lebih mencerminkan keadaan kesehatan sesungguhnya, sebab kejadian sakit mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai faktor lingkungan, seperti perumahan, air minum dan kebersihan, serta faktor kemiskinan, kekurangan gizi dan pelayanan kesehatan di daerah tersebut (Beaglehole et al 1997). Angka kesakitan (morbiditas) sangat efektif dan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat pendidikan ibu, tingkat pelayanan kesehatan ibu dan anak, kondisi kesehatan lingkungan, status gizi dan perkembangan ekonomi (Subandriyo 1993).
57
Riwayat Pemberian Imunisasi Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila kelak seseorang terpapar dengan penyakit tersebut, maka ia tidak akan sakit atau sakit ringan. Imunisasi bertujuan memasukkan bakteri dan virus yang telah mati atau dilemahkan kedalam tubuh manusia sehingga tubuh manusia menjadi lebih kebal terhadap penyakit tertentu tanpa menderita penyakit itu terlebih dahulu. Pada masa sekolah anak masih perlu imunisasi tertentu yaitu cacar, polio dan BCG (Santoso & Ranti 2004). Sebaran anak yang telah mendapatkan imunisasi disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 Sebaran anak yang telah mendapatkan imunisasi Jenis Imunisasi
Cikal mandiri
Dukuh
Total
n
%
n
%
n
%
BCG
32
100
23
100
55
100
Hepatitis
31
97
19
83
50
91
Polio
32
100
22
96
54
98
DPT
32
100
21
91
53
96
Campak
30
94
20
87
50
91
Imunisasi yang wajib diberikan pada balita di bawah 12 bulan adalah BCG, Hepatitis B, Polio, DPT dan campak. Syarat pemberian imunisasi adalah anak yang akan mendapat imunisasi harus dalam kondisi sehat. Prinsipnya imunisasi merupakan pemberian virus dengan memasukkan virus, bakteri dan bagian dari bakteri ke dalam tubuh, dan kemudian menimbulkan antibodi (kekebalan). Imunisasi pada anak seharusnya diberikan dalam keadaan fit, agar terbentuk kekebalan yang tinggi jika anak dalam kondisi sakit maka kekebalan yang terbentuk tidak bagus. Imunisasi dapat diberikan dengan cara tunggal (satu jenis imunisasi saja pada satu kali pemberian) atau dengan cara combo atau kombinasi (beberapa jenis imunisasi pada satu kali pemberian). Akan tetapi pemberian imunisasi secara combo harus diperhatikan secara tepat agar agar tidak mengganggu efektifitas satu sama lain (Marimbi 2010). Berdasarkan Tabel 24 sebanyak 100% anak telah mendapatkan imunisasi BCG. Imunisasi BCG (Bacille Calmette Geurin) adalah imunisasi untuk mencegah penyakit tuberkolosis atau lebih dikenal dengan penyakit TBC. BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan, vaksin ini mengandung bakteri bacillus calmette-guerrin hidup yang dilemahkan sebanyak 50.000-1.000.000
58
partikel/dosis. Biasanya reaksi normal yang ditimbulkan oleh imunisasi ini adalah setelah 4-6 minggu di tempat bekas suntikan akan timbul bisul kecil yang akan pecah. Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya udara yang mengadung kuman TBC. Kuman ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati atau selaput otak (yang terberat). Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai usia 2 bulan, imunisasi ini cukup diberikan 1 kali saja (Marimbi 2010). Berdasarkan Tabel 24 sebanyak 91% anak telah mendapatkan imunisasi Hepatitis, namun masih ada 9% anak yang belum diimunisasi Hepatitis. Imunisasi Hepatitis B untuk mencegah penyakit yang disebabkan virus hepatitis B yang berakibat pada hati. Penyakit ini menular melalui darah atau cairan tubuh lain dari orang yang terinfeksi. Vaksin ini diberikan 3 kali hingga usia 3-6 bulan. Efek samping yang biasanya terjadi adalah demam ringan, tidak enak pada pencernaan dan reaksi nyeri pada tempat suntikan (Marimbi 2010). Berdasarkan Tabel 24 sebanyak 98% anak telah mendapatkan imunisasi Polio, namun masih ada 2% anak yang belum diimunisasi Polio. Imunisasi polio memberikan kekebalan terhadap penyakit polio. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang menyebar melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi. Anak yang terkena polio dapat menjadi lumpuh. Vaksi polio ada dua jenis, yakni vaccine polio inactivated (IPV) dan vaccine polio oral (OVP). Vaksin ini diberikan pada bayi yang baru lahir pada usia 2, 4, 6, 18 bulan dan 5 tahun. Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. Reaksi dari imunisasi polio adaah rasa nyeri, merah dan bengkak selama satu-dua hari di bekas suntikan. Virus polio berkembang biak dalam tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus, lalu masuk ke aliran darah dan akhirnya ke sumsum tulang belakang hingga bisa menyebabkan kelumpuhan otot tangan dan kaki. Efek samping imunisasi ini hampir tidak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan dan sakit otot. Tingkat kekebalan dapat mencapai hingga 90% (Marimbi 2010). Berdasarkan Tabel 24 sebanyak 96% anak telah mendapatkan imunisasi DPT, namun masih ada 4% anak yang belum diimunisasi DPT. Imunisasi DPT adalah suatu vaksin yang melindungi anak dari difteri, pertusis dan tetanus. Difteri disebabkan oleh bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat
59
menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Penyakit ini mudah menular melalui batuk atau bersin. Pertusis (batuk rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran pernafasan yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang. Vaksin ini diberikan 5 kali pada usia 2,4,6,18 dan tahun. Reaksi yang timbul dari imunisasi DPT ini adalah rasa nyeri, merah dan bengkak selama satu-dua hari dibekas suntikan (Marimbi 2010). Berdasarkan Tabel 24 sebanyak 91% anak telah mendapatkan imunisasi Campak, namun masih ada 9% anak yang belum diimunisasi Campak. Campak adalah penyakit menular yang dapat disebabkan oleh sebuah virus yang bernama virus campak. Penularan virus ini melalui udara ataupun kontak langsung dengan penderita. Gejala-gejalanya adalah demam, batuk, pilek dan bercak-bercak merah pada permukaan kulit 3-5 hari setelah anak menderita demam. Bercak mula-mula timbul dipipi bawah telinga yang kemudian menjalar ke muka, tubuh dan anggota tubuh lainnya. Komplikasi dari penyakit campak ini adalah radang paru-paru, infeksi pada telinga, radang pada syaraf, radang pada sendi dan radang pada otak yang dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen (menetap). Pemberian imunisasi akan menimbulkan kekebalan aktif yang bertujuan untuk melindungi tubuh dari penyakit campak dan hanya dengan sekali suntik yang diberikan pada usia anak sembilan bulan (Marimbi 2010). Hubungan Antar Variabel Hubungan usia anak dengan status gizi anak saat ini Hubungan usia anak dengan status gizi saat ini telah di uji menggunakan uji korelasi Pearson berdasarkan indeks BB/TB, BB/U dan TB/U. Namun dari hasil uji korelasi tersebut hanya usia anak dengan status gizi anak berdasarkan BB/U saja yang signifikan (r=0,301, p=0,025). Hal ini berarti semakin tinggi usia anak, maka status gizi anak tersebut semakin baik. Berdasarkan Tabel 25 sebagian besar (53%) anak usia 4 tahun memiliki status gizi saat ini berdasarkan BB/U baik. Sebaran anak berdasarkan usia dengan status gizi saat ini di sajikan pada Tabel 25.
60
Tabel 25 Sebaran anak berdasarkan usia dan status gizi saat ini Status gizi (BB/U) Usia anak
Buruk
Kurang
Baik
Lebih
Total
n
%
n
%
n
%
0
%
n
%
2
0
0
0
0
2
4
0
0
2
4
3
0
0
2
3
12
22
0
0
14
25
4
2
4
7
13
29
53
1
2
39
71
Total
2
4
9
16
43
78
1
2
55
100
Berdasarkan Kurniasih (2010), menurut WHO, berat badan ideal anak usia 2 tahun adalah 11,5 kg-12,2 kg, untuk seterusnya, setelah usia 2 tahun sampai 5 tahun, pertambahan berat badan rata-rata 2-2,5 kg per tahun. Usia balita cukup rawan karena pertumbuhan dan perkembangan di usia ini akan menentukan perkembangan fisik dan mental anak di usia remaja dan ketika dewasa. Berdasarkan Safitri (2010), status gizi berdasarkan BB/U adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Status gizi berdasarkan indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini. Hubungan tingkat kecukupan energi dengan status gizi anak saat ini Hubungan tingkat kecukupan energi dengan status gizi saat ini telah di uji menggunakan uji korelasi Pearson berdasarkan indeks BB/TB, BB/U dan TB/U. Namun dari hasil uji korelasi tersebut hanya tingkat kecukupan energi dengan status gizi anak berdasarkan TB/U saja yang signifikan (r=0,320; p=0,017). Tingkat kecukupan protein dengan status gizi anak saat ini tidak terdapat hubungan yang signifikan (r=0,253; p=0,063). Hal ini berarti jika tingkat kecukupan energi anak telah tercukupi, maka status gizi anak juga akan baik. Berdasarkan Tabel 26 sebagian besar (76%) anak dengan tingkat kecukupan energi (<70%) memiliki status gizi saat ini berdasarkan TB/U termasuk normal. Hasil tabulasi menunjukkan terdapat kecenderungan anak dengan tingkat kecukupan energi (<70%) memiliki status gizi normal. Sesuai dengan pendapat Waterlow et al (1992) dalam Muktinigrum (2011), tingkat kecukupan gizi sangat mempengaruhi status gizi seseorang. Konsumsi zat gizi yang cukup sesuai dengan angka kebutuhan gizi yang dianjurkan untuk setiap individu akan mengakibatkan status gizi yang baik pada seseorang. Kurang gizi
61
merupakan hasil akhir kesinambungan mekanisme perubahan anatomi dan penurunan fungsi tubuh akibat kekurangan energi dan zat gizi. Sebaran anak berdasarkan usia dengan status gizi saat ini di sajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Sebaran anak berdasarkan tingkat kecukupan energi dan status gizi saat ini Tingkat Kecukupan Energi
Status gizi (TB/U) Normal
Total
Pendek
n
%
n
%
n
%
<70%
42
76
10
18
52
95
70-79%
2
4
0
0
2
4
80-90
1
2
0
0
1
1
45
82
10
18
55
100
Total
Menurut Sulistyoningsih (2011), zat gizi utama sebagai sumber energi adalah karbohidrat, lemak dan protein. Ketiganya merupakan ikatan organik yang mengandung karbon yang dapat dibakar menjadi energi dan dibutuhkan tubuh untuk melakukan kegiatan/aktifitas. Konsumsi energi yang berlebih dapat mengakibatkan kenaikan berat badan. Apabila keadaan ini berlanjut akan menyebabkan kegemukan dan disertai gangguan kesehatan. Sebaliknya, apabila konsumsi energi kurang, maka cadangan energi dalam tubuh yang berada dalam jaringan otot/lemak akan digunakan untuk menutupi kekurangan tersebut. Apabila hal ini terus berlanjut, maka dapat menurunkan prestasi belajar dan kreativitas. Hubungan status gizi masa lalu (1-12 bulan) dengan status gizi anak saat ini Hubungan status gizi masa lalu (1-12 bulan) dengan status gizi saat ini telah di uji menggunakan uji korelasi Pearson berdasarkan indeks BB/TB, BB/U dan TB/U. Namun dari hasil uji korelasi tersebut hanya status gizi masa lalu (1-12 bulan) dengan status gizi anak berdasarkan BB/U saja yang signifikan (r=0,736; p=0,000). Hal ini berarti jika status gizi anak pada saat usia 1-12 bulan baik, maka status gizi anak pada masa prasekolah juga akan baik. Berdasarkan Tabel 27 sebagian besar anak (78%) dengan status gizi masa lalu (1-12 bulan) baik memiliki status gizi saat ini berdasarkan BB/U baik. Hasil tabulasi menunjukkan terdapat kecenderungan anak dengan status gizi masa lalu (1-12 bulan) baik memiliki status gizinya saat ini juga termasuk baik. Sebaran anak berdasarkan status gizi masa lalu dengan status gizi saat ini disajikan pada Tabel 27.
62
Tabel 27 Sebaran anak berdasarkan status gizi masa lalu dan status gizi saat ini Status gizi (BB/U)
Status gizi masa lalu (1-12 bulan)
Buruk
Gizi baik (>-2.0 s/d ≤ 2.0)
Baik
Total
Kurang
Lebih
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
2
4
43
78
9
16
1
2
55
100
Sesuai dengan pendapat Santoso dan Ranti (2004), pertumbuhan seseorang sangat dipengaruhi oleh asupan gizinya mulai dari masa bayi hingga beranjak dewasa. Adanya hubungan status gizi masa lalu dengan status gizi anak peserta PAUD dimungkinkan karena zat gizi yang diperoleh seorang anak melalui konsumsi makanan setiap hari sangat berperan besar untuk kehidupan anak selanjutnya. Hubungan usia ibu dengan skor morbiditas Berdasarkan uji korelasi Pearson terdapat hubungan negatif yang signifikan antara usia ibu dengan status kesehatan anak (r=-0,284, p=0,036). Hal ini berarti usia ibu yang termasuk dalam kategori dewasa muda belum dapat mengaplikasikan pola asuh kesehatan dengan baik kepada anaknya, sehingga frekuensi dan lama sakit anak lebih lama. Berdasarkan Tabel 28 sebagian besar (51%) ibu dengan usia 20-30 tahun memiliki skor morbiditas tinggi. Hasil tabulasi menunjukkan terdapat kecenderungan ibu dengan usia muda memiliki skor morbiditas tinggi. Tabel 28 Sebaran ibu berdasarkan usia ibu dan skor morbiditas Skor morbiditas
Usia Ibu
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
20-30
4
7
6
11
28
51
38
70
31-50
4
7
4
7
9
16
17
30
8
14
10
18
37
67
55
100
Total
Menurut Hurlock (2000), pada umumnya orangtua muda cenderung kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengasuh anak sehingga umumnya mereka mengasuh dan merawat anak didasarkan pada pengalaman orangtua terdahulu. Selain itu faktor usia muda juga cenderung menjadikan seorang ibu akan lebih memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya sehingga kuantitas dan kualitas pengasuhan kesehatan
63
kurang terpenuhi. Sebaliknya, ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima perannya dengan sepenuh hati. Hubungan riwayat pemberian ASI dengan skor morbiditas Berdasarkan uji korelasi Spearman terdapat hubungan negatif yang signifikan antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan status kesehatan anak (r=-0,266, p=0,050). Hal ini berarti riwayat pemberian ASI eksklusif yang tepat hingga usia 6 bulan, menurunkan angka frekuensi dan lama sakit anak, sehingga meningkatkan status kesehatan peserta PAUD menjadi lebih baik. Sebaran anak berdasarkan riwayat pemberian ASI eksklusif dan skor morbiditas disajikan pada Tabel 29. Tabel 29 Sebaran anak berdasarkan riwayat pemberian ASI eksklusif dan skor morbiditas Riwayat ASI eksklusif
Skor morbiditas Rendah
Sedang
Tinggi
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
ASI ekslusif ASI non eksklusif
27
49
3
5
3
5
33
60
19
35
3
5
0
0
22
40
Total
46
85
6
10
3
5
55
100
Berdasarkan Tabel 29 sebagian besar (49%) anak dengan riwayat pemberian ASI eksklusif memiliki skor morbiditas rendah. Hasil tabulasi menunjukkan terdapat kecenderungan anak yang diberikan ASI eksklusif memiliki skor morbiditas rendah. Sesuai dengan WHO (2000), setiap tahunnya terdapat 1-1,5 juta bayi di dunia yang meniggal karena tidak diberi ASI eksklusif. Lebih lanjut kira-kira 30.000 kematian balita Indonesia dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif (UNICEF 2006). Sejalan dengan penelitian Chen (1994) dalam Riordan dan Auerbach (2005), pada bayi di China menemukan bahwa jumlah bayi yang diberi susu formula terkena infeksi saluran pernafasan sebanyak dua kali lebih banyak daripada bayi-bayi yang mendapat ASI. Selain itu dari beberapa penelitian lainnya diketahui bahwa bayi yang diberi susu buatan selain ASI mempunyai resiko 17 kali lebih besar mengalami diare dan 3-4 kali lebih besar kemungkinan terkena ISPA dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI (WHO 2000).
64
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi siswa PAUD Hasil uji regresi linier menunjukkan bahwa status gizi masa lalu (1-12 bulan) berpengaruh (p=0,001) terhadap status gizi peserta PAUD saat ini (BB/U). Hal ini menunjukkan bahwa status gizi masa lalu (1-12 bulan) sangat mempengaruhi status gizi anak yang akan datang. Variabel dependen yang dianalisa adalah status gizi saat ini (BB/U), sedangkan variabel independen adalah status gizi masa lalu (1-12 bulan) (X1). Hasil uji regresi linear menunjukkan bahwa variabel tersebut memiliki nilai R square= 0,278. Nilai R square sebesar 0,278 memiliki arti bahwa sebesar 27,8% status gizi anak masa lalu (usia 1-12 bulan) mempengaruhi status gizi saat ini, sedang sisanya 72,2% di pengaruhi oleh faktor-faktor penyebab lain yang tidak diteliti. Berikut ini adalah persamaan dari regresi linear berganda: Y = 0,974 + 0,611 X1 Konstanta sebesar 0,974 menyatakan bahwa jika tidak ada penambahan 1 z-skor terhadap status gizi masa lalu, maka z-skor status gizi saat ini akan bernilai sebesar 0,974. Koefisien regresi X1 sebesar 0,611 mempunyai arti bahwa setiap penambahan 1 z-skor status gizi masa lalu usia (1-12 bulan), maka akan meningkatkan status gizi anak saat ini sebesar 0,611 z-skor status gizi saat ini. Menurut Depdiknas (2003), pada tahun-tahun pertama anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan penting dalam menentukan kualitas di masa depan. Sejalan dengan pendapat Santoso dan Ranti (2004), perkembangan anak akan menjadi baik apabila ditunjang pertumbuhan yang baik pula. Pertumbuhan seseorang sangat dipengaruhi oleh asupan gizinya mulai dari masa bayi hingga beranjak dewasa. Menurut Supriasa (2002), status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Berat badan menurut umur (BB/U) adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status kesehatan siswa PAUD Hasil uji regresi linier digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status kesehatan. Variabel dependen yang dianalisa
65
adalah status kesehatan berdasarkan skor morbiditas pada anak (Y1), sedangkan variabel independen adalah umur ibu (X1) dan riwayat pemberian ASI eksklusif (X2). Pengaruh variabel independen yang dianalisa terhadap variabel dependen yang signifikan dengan nilai p<0,05. Hasil uji regresi linear menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut memiliki nilai R square = 0,177. Nilai R square sebesar 0,177 memiliki arti bahwa sebesar 17,7% status kesehatan anak saat ini dipengaruhi oleh umur ibu dan riwayat pemberian ASI eksklusif, sedang sisanya 82,3% di pengaruhi oleh faktor-faktor penyebab lainnya. Berikut ini adalah persamaan dari regresi linear berganda : Y = 42,502 - 0,637 X1- 7,453 X2 Konstanta
sebesar
42,502
menyatakan
bahwa
jika
tidak
ada
penambahan 1 skor terhadap umur ibu dan riwayat pemberian ASI eksklusif, maka skor morbiditas akan bernilai sebesar 42,502. Koefisien regresi X1 sebesar 0,637 mempunyai arti bahwa setiap penambahan 1 skor umur ibu, maka akan memenurunkan sebesar 0,637 skor morbiditas anak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tua usia ibu maka skor morbiditas anak akan semakin menurun, sehingga status kesehatan anak menjadi baik. Menurut Amelia (2004), pada umumnya usia ibu yang lebih muda memiliki pengetahuan gizi yang masih kurang dibandingkan ibu yang berusia tua, apalagi jika dilihat dari pengalaman dalam mengasuh anak bisa dikatakan sedang menghadapi hal-hal yang baru di dalam hidupnya. Sejalan dengan pendapat Hurlock (2000), ibu muda cenderung lebih memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya sehingga kuantitas dan kualitas pengasuhan kurang terpenuhi. Sebaliknya, ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima perannya dengan sepenuh hati. Koefisien regresi X2 sebesar 7,453 mempunyai arti bahwa setiap penambahan 1 skor riwayat pemberian ASI eksklusif, maka akan menurunkan sebesar 7,453 skor morbiditas anak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama anak diberikan ASI eksklusif maka akan meningkatkan status kesehatan anak. Menurut Soemanto (1990), salah satu usaha yang berperan dalam masalah kesehatan adalah pemberian ASI. ASI eksklusif memberikan zat gizi terbaik dalam kualitas dan kuantitas pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak yang terjadi pada usia 0 sampai 6 bulan. Oleh karena itu ASI memiliki peranan yang sangat penting bagi kelangsungan tumbuh kembang anak dan status kesehatannya kelak. Pada usia bayi sampai dengan umur 2 tahun, kekurangan
66
zat gizi akan mengganggu kesehatan, menghambat pertumbuhan dan mengurangi kecerdasan. Menurut Winarno (1995) zat kekebalan (Ig) yang dapat melindungi bayi dari penyakit diare dan saluran pernafasan sebagian besar atau seluruhnya disalurkan melalui air susu ibu. ASI juga mempunyai kandungan immunoglobulin A yang tinggi (di dalam kelenjar mamari) yang dapat menumpas virus dan bakteri. Hal ini terjadi karena di dalam ASI memiliki sifat anti infeksi, selain itu kolostrum mengandung berbagai jenis sel dalam jumlah yang sangat tinggi yaitu sebanyak delapan juta sel per mil. Sel-sel tersebut terdiri dari limfosit, neutrofil, makrofag dan sel-sel epitel. Kandungan senyawa atau faktor-faktor kekebalan dalam ASI banyak terdapat dalam bagian humoralnya, termasuk pengeluaran Immunogglobulin A (IgA), laktoferin, lysozyme (3000 sampai 4000 kali lebih besar dari yang terdapat dalam susu sapi). Sejalan dengan pendapat Rahmaniah (2006), didalam ASI juga terdapat zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi sehingga mengurangi resiko berbagai jenis kekurangan zat gizi. ASI membantu pertumbuhan bakteri sehat dalam usus yang disebut Lactobacillus bifidus yang dapat mencegah bakteri penyakit lainnya sehingga mencegah diare. Laktoferin yang dikombinasikan dengan zat besi di dalam ASI dapat mencegah pertumbuhan kuman penyakit.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Umur ibu sebagian besar (67%) termasuk dalam kategori dewasa muda dan lebih dari sepertiga ibu (38%) berpendidikan SMA. Hampir semua ibu (96%) adalah sebagai ibu rumah tangga dengan tingkat pengetahuan gizi sebagian besar dalam kategori baik (47%) dan kategori cukup yaitu 51%. Umur anak berkisar antara 2 tahun sampai 4 tahun dan lebih dari separuh anak berjenis kelamin perempuan (60%). Riwayat kelahiran anak sebagian besar (95%) dilahirkan cukup bulan dengan proses kelahiran normal (87%). Lebih
dari
separuh
ibu
(58%)
memberikan
kolostrum
pada
awal
kelahirannnya dan sebanyak 33 anak (60%) yang diberikan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan. Sebagian ibu (16%) masih memberikan sari buah, nasi tim dan biskuit pada usia dibawah 6 sampai 7 bulan, namun hanya 2% ibu yang memberikan nasi dibawah usia 6 sampai 7 bulan. Hampir dari separuh anak (44%) disapih pada usia >2 tahun dan separuh ibu (56%) mengalami hambatan dalam menyusui. Sebagian besar anak (89%) masuk dalam kategori tingkat kecukupan energi defisit berat dan hanya 4 % termasuk dalam kategori normal. Status gizi anak berdasarkan BB/TB sebagian besar (71%) termasuk dalam kategori normal, sedangkan menurut BB/U sebagian besar (81,6%) termasuk dalam kategori baik dan menurut TB/U sebagian besar (66,4%) termasuk dalam kategori normal. Status kesehatan anak sebagian besar (84%) masuk dalam kategori skor morbiditas rendah (0-19). Berdasarkan hasil uji statistik variabel yang memiliki hubungan signifikan dengan status gizi adalah usia anak, tingkat kecukupan energi anak dan status gizi masa lalu (1-12 bulan), sedangkan variabel yang memiliki hubungan signifikan dengan status kesehatan adalah umur ibu dan riwayat pemberian ASI eksklusif. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi anak saat ini adalah status gizi masa lalu (1-12 bulan), sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status kesehatan adalah umur ibu dan riwayat pemberian ASI eksklusif. Saran Status gizi masa lalu (1-12 bulan) diketahui memiliki hubungan yang signifikan terhadap status gizi anak pada usia prasekolah. Oleh sebab itu
68
berdasarkan penelitian ini disarankan agar ibu lebih memperhatikan asupan gizi mulai dari masa bayi hingga beranjak dewasa. Upaya yang dapat dilakukan seorang ibu untuk meningkatkan status gizi anak adalah dengan memperhatikan kualitas pemberian ASI dan pemberian MP-ASI yang tepat sesuai dengan waktu, jenis dan frekuensinya. Berdasarkan hasil penelitian, umur ibu yang tergolong dewasa muda memilki pengetahuan gizi yang masih kurang terhadap informasi pola asuh kesehatan. Oleh sebab itu dibutuhkan adanya penyuluhan kepada wanita yang sedang hamil dan wanita yang akan menikah, terkait pentingnya pemberian pengasuhan, baik pola asuh gizi maupun pola asuh kesehatan yang dilakukan secara berkala dan berkesinambungan. Selain itu pemberian ASI eksklusif dan pemberian ASI secara ideal kepada anak hingga 24 bulan, memiliki peranan yang sangat penting bagi kelangsungan status gizi anak dan status kesehatannya kelak. Adapun saran untuk penelitian selanjutnya yaitu agar turut pula diteliti faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap status kesehatan peserta PAUD, seperti linkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah S, Hastuti D, Sumarwan U. 2004. Pengambilan Keputusan Pemberian ASI Eksklusif kepada Bayi di Kota Bogor [ulasan]. Media Gizi dan Keluarga, 28(1): 70-77. Alvarado BE, Zunzunegui MV, Delisle H, Osorno J. 2005. Growth Trajectories are Influenced by Breastfeeding and Infant Health in Afro-Colombian Community [ulasan]. The Journal of Nutrition 135 (9): 2171-2178. Amelia I. 2004. Pola Pemberian Makan dan Status Gizi Anak di Bawah Dua Tahun (BADUTA) di Pedesaan dan Perkotaan Kabupaten Kuningan Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2011. Balita Sariawan [terhubung berkala]. http://www.ayahbunda.co.id. [8 Januari 2011]. Arifin. 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kegagalan Pemberian ASI Eksklusif [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Atmatsier. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Beaghole R, Bonita R, Kjellstrom. 1997. Dasar-dasar Epidemiologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Briawan D, Suciarni E. 2007. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Praktek Ibu dengan Keberlanjutan Pemberian ASI Eksklusif dari Umur 4 menjadi 6 Bulan [ulasan]. Media Gizi dan Keluarga, 31(1): 54-62. Brinch J. 1986. Menyusui Bayi dengan Baik dan Berhasil. Jakarta: Gaya Favorit Press. Chantry CJ. Howard CR, Auinger P. 2006. Full Bresatfeeding Duration and Associated Decreasein Respiratory Tract Infection in US Children [terhubung berkala]. Official Journal of The American Academy of Pediatric, 117 (2): 425-432. www.pediatric.org. [9 Mei 2010]. de Castro JM. 2004. The Time of Day of Food intake influence Overal intake Human [ulasan]. The Journal of Nutrition 134: 104-111 Depdiknas. 2003. Pedoman Rintisan Program PADU Terintegrasi Posyandu. Jakarta: Direktorat PADU. Depkes (Departemen Kesehatan RI). 1994. Manajemen Laktasi Buku Pegangan Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. ________. 1997. Petunjuk Pelaksanaan ASI Eksklusif. Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat dan Direkorat Bina Gizi Masyarakat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
70
________. 2002. Survei Kesehatan Nasional 2001. Status Kesehatan, Pelayanan Kesehatan, Perilaku Hidup Sehat dan Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan Depkes RI. ________. 2006. Hanya 3,7% Bayi Memperoleh ASI [terhubung berkala]. http://www. depkes.go.id. [9 mei 2010]. Gibson. 2005. Principle of Nutrition Assessment. New York: Oxford University Press. Grant. 1989. Situasi Anak-anak di Dunia. Jakarta : UNICEF. Grossman G. 2005. Are Your Giving Your Kids Hurried Child Syndrome?[terhubung berkala]. http://www.naturalfamilyonline.com. [2 Januari 2010]. Handayani DS. 2006. Gambaran Pengetahuan Ibu Menyusui Berdasarkan Karasteristik Ibu di Puskesmas Sukawarna [skripsi]. Bandung: Program Kebidanan, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran. Handy F. 2010. Panduan Menyusui dan Makanan Sehat Bayi. Jakarta: Pustaka Bunda. Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah, Briawan. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor . Hardinsyah et al. 2002. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Jakarta: Badan Bimas Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian. Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA. 1989. Pangan, Gizi dan Pertanian. Suhardjo, penerjemah. Jakarta: UI-Press. Herlina H. 2001. Mempelajari Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan Makan dan Status Gizi Lansia di Pedesaan dan di Perkotaan [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hurlock EB. 2000. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2004. Jadwal Imunisasi Berdasarkan Usia Pemberian [terhubung berkala]. http://www.idai.or.id. [25 Juni 2010] International Lactation Consultant Association (ILCA). 2000. Position Paper on Infant Feeding [terhubung berkala]. www.ilca.org. [29 Mei 2010]. Jakobsen M et al. 2003. Breastfeeding Status as a Predictor of Mortality among Refugee Children in an Emergency Situation in Guinea-Bissau [ulasan]. Tropical Medicine and International Healt, 8 (11): 992-996.
71
Jelliffe DB, Jellife EFP. 1979. Human Milk in the Modern World. New York: Oxford University Press. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). 2010. Profil Kesehatan Indonesia 2009. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Khomsan . 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Diktat Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor. Krisnatuti D, Yenrina R. 2000. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. Jakarta: Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Kurniadi. 2006. Kebijakan ASI Eksklusif dan Permasalahannya [ulasan]. Warta Progizi, 2(2): 10-14. Kurniasih D, Hilmansyah H, Astuti MP, Imam S . 2010. Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta: Kompas Gramedia. Madanijah S. 2003. Model Pendidikan ”GI-PSI-SEHAT” bagi Ibu Serta Dampaknya Terhadap Perilaku Ibu, Lingkungan Pembelajaran, Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak Usia Dini [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Marimbi H. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar pada Balita. Jogjakarta: Nuha Offset. Moreland J, Coombs J. 2000. Promoting and Supporting Breastfeeding American Family Physician [ulasan], 61: 2093-100,2103-4. Muchtadi D. 2002. Gizi untuk Bayi (ASI, Susu Formula, dan Makanan Tambahan). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Murtiningrum AN. 2011. Hubungan Status Antropometri dan Vitamin A dengan Status Imun Siswa Sekolah Dasar Usia 7-9 tahun di Cibeber, Leuwiliang, kbupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Nasoetion A, Riyadi H. 1994. Gizi Terapan. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nurmiati. 2006. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Balita dengan Status Gizi Stunting dan Normal [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Oktarina. 2010. Pengaruh Riwayat Pemberian ASI, MP-ASI dan Status Gizi serta Stimulasi Psikososial Saat Ini terhadap Perkembangan Kognitif Anak Usia Prasekolah [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
72
Papalia DE, Old SW, Fiedlman RD. 2008. Perkembangan Manusia. Brian M, penerjemah; Jakarta: Salemba Humanika. Terjemah dari Human Development. Perkins S, Vannais C. 2004. Breastfeeding for Dummies. USA: Wiley Publishing. Piwoz EG, Romania GL, Kanashiro HC, Black RE & Brown KH. 1994. Indicators for Monitoring The Growth of Peruvian Infant: Weight and Length Gain vs Attained Weight and Length [ulasan]. American Journal of Public Health 84 (7): 1132-1138. PPPL (Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan) . 2008. IMUNISASI. [terhubung berkala]. www.pppl.depkes.go.id /IMUNISASI.pdf. [25 Juni 2010]. Prabantini D. 2010. A to Z Makanan Pendamping ASI. Yogyakarta : Penerbit ANDI Pudjiadi S. 2000. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. Pujiyanti S. 2008. Pengaruh Pemberian ASI, Konsumsi Zat Gizi dan Kelengkapan KMS Terhadap Status Gizi Bayi [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pujiarto. 2008. Bayi Anakku : Panduan praktis Kesehatan Anak. Jakarta: Intisari. Putri AE. 2003. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kesulitan Menyusui dan Pemberian ASI [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rahmaniah S. 2006. ASI dan Menyusui. Jakarta : Buana Ilmu Populer. Rahmawati D, Kusharto CM. 2006. Pola Asuh, Status Gizi, dan Perkembangan Anak di Taman Pendidikan Karakter Sutera Alam, Tamansari, Kabupaten Bogor. Media Gizi dan Keluarga 30 (2): 1-8. Rasmaliyah. 2004. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya [terhubung berkala]. http://repository.usu.ac.id. [8 Januari 2011]. Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar). 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS Indonesia Tahun 2007. Jakarta: Depkes. ________. 2010. Prevalensi Status Gizi Balita Menurut Provinsi. Riyadi H. 2001. Metode Penelitian Status Gizi Secara Antropometri. Diktat Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor. Riordan J, Auerbach. 2005. Breastfeeding and Human Lactation (3rd ed). Massachusetts: Jones and Barlett Publisher.
73
Roesli U. 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya. _______. 2008. Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarata: Pustaka Bunda. _______. 2009. Air Susu Ibu dan Kekebalan Tubuh [terhubung berkala]. http://selasi.net. [29 Mei 2010]. _______. 2010. Dalam Seminar “Langkah Awal Mencetak Generasi yang Cerdas, Sehat, Soleh dan Soleha [makalah seminar]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Safitri SA. 2010. Pola Asuh Balita dan Sanitasi Lingkungan Kaitannya dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Kertamaya, Bogor Selatan [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Santoso S, Ranti AL. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka Cipta. Santrock JW 1997. Life-Span Development. Dubuque: Brown & Benchmark Publishers. Septianti DP. 2006. Hubungan antara Stimulasi Gizi dan Kesehatan di Rumah dan di Kelompok Bermain dengan Status Gizi dan Kesehatan Anak [skripsi]. Bogor : Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Setyowati, Budiarso R. 1999. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Pemberian Minuman/Makanan pada Bayi [ulasan]. Buletin Penelitian Kesehatan, 16(4):153-159. Soemanto RB. 1990. Proses Pengambilan Keputusan dalam Mengatasi Sakit Anak dan Anggota Keluarga di Kotamadya Surakarta. Dalam T.D. Wahono, Pudjiharti, Soegiharto, Sudiranto & B. Santoso (Eds.), Abstrak Penelitian Kesehatan Seri 9. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Soenardi. 2006. Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia. Jakarta: PT. Primamedia Pustaka. Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta. Suhardjo. 1989. Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Suhendar K. 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif dan Status Gizi Bayi Usia 4-6 Bulan [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
74
Sukarni M. 1989. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Sulistyoningsih H. 2010. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu. Suriani. 1996. Studi Pola Pemberian ASI dan Permasalahannya di Pedesaan dan Perkotaan.[skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masayarakat dan Sumberdaya Keluarga , Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Supariasa B, Bakri, I Fajar. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Tacket, Kendall K. 2007. A New Paradigm for Depression in New Mother : The Central Role of Imflammation and How Breastfeeding and AntiInflammatory Treatment Protect Maternal Mental Health [ulasan]. International Breastfeeding Journal, 2(6): 1-14. UNICEF. 2006. Breastfeeding Saves Lives of 30.000.Indonesia Children Yearly [terhubung berkala]. www.unicef.org/indonesia/. [8 mei 2010]. Villalpando S, Alarcon ML. 2000. Growth Faltering Is Prevented by BreastFeeding in Underprivileged Infant from Mexico City [ulasan]. Journal of Nutrition, 130. 546-552. WHO. 2000. Effect of Breastfeeding on Infant and Child Mortality due to Infectous Desease in Less Developed Countries a Pooled Analysis [ulasan]. The Lancet Journal, 415 (5), 355. WNPG (Widyakarya Pangan dan Gizi VIII). 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI. Winarno FG. 1995. Gizi dan Makanan bagi Bayi - Anak Sapihan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Yuliana. 2004. Pengaruh Gizi, Pengasuhan dan Lingkungan terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah [disertasi]. Bogor: Pascasarjana, Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
76
Lampiran 1. Nilai p dan r Hubungan Variabel Uji
Variabel
Korelasi
Nilai p
Nilai r
Umur ibu dengan status kesehatan
Pearson
0,036*
-0,284
Usia anak dengan status gizi saat ini
Pearson
0,025*
0,3013
Spearman
0,050*
-0,266
Pearson
0,000**
0,734
Pearson
0,017*
0,320
Regresi
0,001*
3,667
Regresi
0,023*
-2,340
Regresi
0, 017*
-2,460
Riwayat pemberian ASI eksklusif dengan status kesehatan Status gizi masa lalu (1-12 bulan) dengan status gizi saat ini Tingkat kecukupan energi dengan status gizi saat ini Status
gizi
masa
lalu
(1-12
bulan)
berpengaruh terhadap status gizi saat ini Umur
ibu
berpengaruh
terhadap
pemberian
ASI
status
kesehatan Riwayat
eksklusif
berpengaruh terhadap status kesehatan
* = korelasi signifikan pada tingkat kepercayaan (α) 5% ** = korelasi signifikan pada tingkat kepercayaan (α) 1%
77
Lampiran 2. Hasil analisis terhadap status gizi saat ini B
T
Sign
Konstanta
0,974
1,073
0,288
Riwayat status gizi (1-12 bulan)
0,611
3,667
0,001
R Squre=0,278
Adjusted R Square= 0,251
78
Lampiran 3. Hasil analisis terhadap status kesehatan Hasil analisis terhadap status kesehatan B
T
Sign
Konstanta
42,502
1,736
0,089
Umur ibu
-0,637
-2,340
0,023
ASI eksklusif
-7, 453
-2,460
0,017
R Squre=0,177
Adjusted R Square= 0,145
79
Lampiran 4. Rata-rata nilai z saat contoh pada usia 1-12 bulan PAUD Cikal Mandiri (n=32) Nilai z n Dukuh (n=23) Nilai z n
Umur (bulan) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
-1.0
-0.9
-0.9
-0.9
-0.7
-0.5
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1
-0.1
0.1
32
31
30
32
30
32
32
32
32
31
31
32
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
-0.9
-1.4
-1.5
-1.5
-1.4
-1.4
-1.0
-1.0
-0.7
-0.6
-0.1
0.3
23
23
23
22
22
22
22
20
21
21
22
22