PENGUKURAN RISIKO RANTAI PASOK PRODUK BERAS ORGANIK MENGGUNAKAN FUZZY FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS DI MUTOS SELOLIMAN KECAMATAN TRAWAS KABUPATEN MOJOKERTO Risk Measurement of Supply Chain Organic Rice Products Using Fuzzy Failure Mode Effect Analysis in MUTOS Seloliman Trawas Mojokerto Devi Urianty M.R. 1), Wike Agustin Prima Dania 2), Ika Atsari Dewi 2) 1) Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP – Univ. Brawijaya 2) Dosen Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP – Univ. Brawijaya email :
[email protected]),
[email protected]),
[email protected]) ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah menjelasan kondisi rantai pasok untuk produk beras organik MUTOS Seloliman dan menentukan urutan risiko MUTOS rantai pasok produk beras organik. Pengukuran risiko yang dilakukan menggunakan metode fuzzy FMEA yang kemudian didapatkan tingkat prioritas risiko pada MUTOS. Struktur rantai pasok produk beras organik terdiri dari petani sebagai supplier, MUTOS sebagai manufaktur, T Herbal Estate, PPLH Surabaya, Kaliandra, dan CV Mandalabimasakti SM sebagai distributor, dan Ranch Market Galaxy Mall sebagai retailer dan konsumen. Rantai pasok produk beras organik ini menggunakan tipe jaringan distribusi retail storage with package carrier delivery. Urutan prioritas risiko rantai pasok beras organik pada MUTOS berdasarkan hasil penelitian dari yang teratas hingga terbawah adalah risiko komoditas mengalami pengembalian produk, mengalami kerusakan ataupun penurunan kualitas, mengalami kontaminasi selama proses pengolahan, mengalami kehabisan persediaan, memiliki produk pesaing, mengalami ketidaksesuaian kualitas dengan standar, mengandung cemaran bahan kimia, pasokan mengalami keterlambatan, komoditas mengalami keterlambatan atau penundaan pengolahan, mengalami kerusakan selama proses produksi, peralatan mengalami gangguan kerusakan selama proses pengolahan, komoditas mengalami perubahan jumlah permintaan, mengalami kerusakan selama penyimpanan, dan mengalami penurunan hasil produksi. Kata kunci: aktivitas anggota rantai pasok, retail storage with package carrier delivery, FRPN, prioritas risiko ABSTRACT The purpose of this study are to explain the conditions of supply chain for organic rice product and to determine the supply chain risk order organic rice products in MUTOS Seloliman. Risk measurement is performed using fuzzy FMEA method then the risk priority level is obtained. The supply chain structure of organic rice product consist of farmers as suppliers, MUTOS as manufacturer, PT Herbal Estate, PPLH Surabaya, Kaliandra, and CV Mandalabimasakti SM as distributors, and Ranch Market Galaxy Mall as retailer and consumer. The distribution network of organic rice product is retail storage with package carrier delivery network. The priority risk order in this supply chain based on research from the highest risk to the lowest risk are risk of product return, risk of damage or loss quality, risk of product contamination during process, risk of lack of stock, risk of competitor existence, quality incompability risk, risk of contain chemical contaminants, risk of supply delays, risk of processing delays, risk of damage during process, risk of machine damage during process, risk of demand changing, risk of damaged during storage, and risk of production decreased. Key word : activities of supply chain members, retail storage with package carrier delivery, FRPN, risk priority
PENDAHULUAN Padi organik adalah padi yang disahkan oleh sebuah badan independen, untuk ditanam dan diolah menurut standar organik yang ditetapkan. Produksi padi (dalam kuintal) di Indonesia secara berurutan, pada tahun 20052009 adalah 550.300, 557.179, 563.865, 570.519, dan 577.080 (Pertanian Sehat Indonesia, 2012). Kebutuhan pasar padi (dalam kuintal) di Indonesia secara berurutan, pada tahun 20052009 adalah 550.300, 660.360, 792.432, 950.918, dan 1.141.102 (Pertanian Sehat Indonesia, 2012). Produk dari penanaman padi organik ini adalah beras organik. Berdasarkan data produksi dan kebutuhan pasar padi organik, dapat dikatakan pula bahwa permintaan terhadap beras organik kini semakin meningkat. Beras termasuk dalam produk pertanian, dimana memiliki sifat mudah rusak; proses penanaman, pertumbuhan dan pemanenan tergantung pada iklim dan musim; hasil panen memiliki bentuk dan ukuran bervariasi; serta produk pertanian bersifat kamba (tidak padat). Hal ini yang menyebabkan produk pertanian sulit untuk ditangani. Sifat-sifat tersebut juga akan berpengaruh terhadap manajemen rantai pasoknya, dikarenakan beberapa sumber ketidakpastian dan hubungan yang kompleks antara pelaku dalam rantai pasok tersebut. Untuk mendukung sistem pangan organik, Departemen Pertanian telah membentuk sebuah program, yaitu Go Organik 2010. Program ini telah direncanakan dengan baik yang melibatkan pemerintah dan pelaku usaha. Namun, program ini belum berhasil sepenuhnya, sehingga dilakukan perpanjangan jangka waktu program dengan rencana agar tercapainya Indonesia Go Organik pada tahun 2020. Salah satu daerah yang telah menerapkan pertanian organik adalah Desa Seloliman Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto dengan salah satu produknya adalah beras organik. Lembaga yang digunakan sebagai lokasi penelitian ini adalah MUTOS (Manajemen Usaha Tani Organik Seloliman) yang memproduksi beras organik. Penelitian yang dilakukan oleh Ridwan (2014) tentang identifikasi risiko manajemen rantai pasok produk beras organik di MUTOS, telah dihasilkan bahwa MUTOS merupakan pihak yang memiliki risiko-risiko terbanyak dibandingkan stakeholder lainnya dan terdapat risiko-risiko yang perlu ditangani oleh pihak MUTOS dalam rantai pasok beras organiknya. Risiko-risiko tersebut belum diukur untuk
didapatkan urutan prioritas risiko yang perlu ditangani terlebih dahulu. Oleh karena itu, perlu adanya penilaian risiko pada rantai pasok untuk produk beras organik MUTOS. Adanya pengukuran risiko ini dapat meminimalkan, mengurangi atau bahkan menghilangkan penyebab dan kejadian risiko pada rantai pasok. Hasil dari pengukuran risiko ini juga dapat digunakan dalam usaha untuk mendapatkan sertifikat organik secara berkelanjutan. Dalam penilitian ini digunakan metode fuzzy FMEA karena metode ini memakai logika fuzzy dalam mengidentifikasi permasalahan atau penyebab kegagalan yang terjadi melalui pertimbangan kriteria severity (S), occurance (O), dan detecability (D) yang dapat dikombinasikan untuk struktur hasil yang lebih fleksibel. Fuzzy FMEA merupakan pengembangan dari metode FMEA yang memberikan fleksibilitas untuk ketidakpastian akibat samarnya informasi yang dimiliki maupun unsur preferensi yang subjektif yang digunakan dalam penilaian terhadap mode kegagalan yang terjadi (Iqbal et al., 2013). Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan kondisi rantai pasok produk beras organik pada MUTOS Seloliman dan menentukan urutan prioritas risiko rantai pasok produk beras organik pada pihak MUTOS. Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian Pemodelan Kinerja dan Risiko Rantai Pasok Produk Organik Menggunakan Fuzzy Failure Mode Effect Analysis (Fuzzy FMEA) Dalam Upaya Menghadapi Dinamika Usaha Serta Sertifikasi Produk Organik yang dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui DIPA Universitas Brawijaya. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di MUTOS (Manajemen Usaha Tani Organik Seloliman) Desa Seloliman Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto pada bulan Oktober 2013 sampai bulan April 2014. Terdapat dua batasan masalah dari penelitian ini yaitu anggota rantai pasok beras organik yang dianalisis dalam penelitian ini adalah anggota primer rantai pasok dan pengukuran risiko dilakukan pada tahapan source, make, deliver, dan return. Prosedur penelitian diawali dari penelitian pendahuluan dan identifikasi masalah, studi literatur dan jenis dan sumber data, penentuan metode pengumpulan data, penentuan pakar, penyusunan kuesioner, pengumpulan data, dan pengukuran risiko
rantai pasok pihak MUTOS dengan fuzzy FMEA (Failure Mode Effect Analysis). Pada metode fuzzy FMEA, data yang didapatkan merupakan hasil dari wawancara mendalam dengan para pakar yang berperan sebagai responden. Penelitian ini menggunakan sembilan pakar yang terdiri dari, empat pakar dari pihak petani, satu pakar dari pihak koperasi, tiga pakar dari pihak distributor, dan satu pakar dari pihak retailer. Kriteria kejadian (S) ditunjukkan pada Tabel 1, dampak (O) pada Tabel 2 dan deteksi (D) pada Tabel 3.
Tabel 3. Skala Detection Rating
Detection
10
Absolute Uncertainty (AU)
9
Very Remote (VR)
8
Remote (R)
7
Very Low (VL)
6
Low (L)
5
Moderate (M)
4
Moderately High (MH)
3
High (H)
2
Very High (VH)
1
Almost Certain (AC)
Tabel 1. Skala Severity Rating 10
Effect Hazardous without warning (HWOW)
Severity Effect Tingkat keparahan sangat tinggi ketika mode kegagalan potensial mempengaruhi system safety tanpa peringatan. Tingkat keparahan sangat tinggi ketika mode kegagalan potensial mempengaruhi system safety dengan peringatan. Sistem tidak dapat beroperasi dengan kegagalan menyebabkan kerusakan tanpa membahayakan keselamatan. Sistem tidak dapat beroperasi dengan kerusakan peralatan.
9
Hazardous with warning (HWW)
8
Very High (VH)
7
High (H)
6
Moderate (M)
Sistem tidak dapat beroperasi dengan kerusakan kecil.
5
Low (L)
4
Very Low (VL)
3
Minor (MR)
2
Very Minor (VMR)
Sistem tidak dapat beroperasi tanpa kerusakan. Sistem dapat beroperasi dengan kinerja mengalami penurunan secara signifikan. Sistem dapat beroperasi dengan kinerja mengalami beberapa penurunan. Sistem dapat beroperasi dengan sedikit gangguan.
1
None (N)
Tidak ada pengaruh.
Sumber: Wang et al., 2009 Tabel 2. Skala Occurrence Rating 10
Probability of Occurrence Very High (VH): kegagalan hampir tidak bisa dihindari
Probabilitas kegagalan >1 dalam 2
9 8 7
High (H): kegagalan berulang
1 dalam 3 1 dalam 8 1 dalam 20
6 5 4
Moderate (M): sesekali kegagalan
1 dalam 80 1 dalam 400 1 dalam 2000
Low (L): relatif sedikit kegagalan
1 dalam 15000 1 dalam 150000 < 1 dalam 150000
3 2 1
Sumber: Wang et al., 2009
Kemungkinan Deteksi oleh Alat Pengontrol Tidak ada alat pengontrol yang mampu mendeteksi penyebab kegagalan dan modus kegagalan berikutnya. Sangat kecil kemampuan alat pengontrol mendeteksi penyebab kegagalan dan modus kegagalan berikutnya. Kecil kemampuan alat pengontrol mendeteksi penyebab kegagalan dan modus kegagalan berikutnya. Sangat rendah kemampuan alat pengontrol mendeteksi penyebab kegagalan dan modus kegagalan berikutnya. Rendah kemampuan alat pengontrol mendeteksi penyebab kegagalan dan modus kegagalan berikutnya. Sedang kemampuan alat pengontrol mendeteksi penyebab kegagalan dan modus kegagalan berikutnya. Sangat sedang kemampuan alat pengontrol mendeteksi penyebab kegagalan dan modus kegagalan berikutnya. Tinggi kemampuan alat pengontrol mendeteksi penyebab kegagalan dan modus kegagalan berikutnya. Sangat tinggi kemampuan alat pengontrol mendeteksi penyebab kegagalan dan modus kegagalan berikutnya. Hampir pasti kemampuan alat pengontrol mendeteksi penyebab kegagalan dan modus kegagalan berikutnya.
Sumber: Wang et al., 2009 Pada fuzzy FMEA, faktor-faktor O, S, dan D dapat dievaluasi dengan cara linguistik. Istilah linguistik dan fuzzy number yang akan digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor O, S, dan D ditunjukkan pada Tabel 4, Tabel 5,
dan Tabel 6. Kepentingan relatif dari faktorfaktor O, S, dan D juga dinilai bobotnya menggunakan istilah linguistik yang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 4. Fuzzy Rating untuk Occurrence Rating Probability of Fuzzy Occurrence Number Very High Kegagalan tidak (8, 9, 10, (VH) dapat dihindari 10) High (H) Kegagalan yang (6, 7, 8, 9) terjadi berulang Moderate Kegagalan kadang (3, 4, 6, 7) (M) terjadi Low (L) Kegagalan relatif (1, 2, 3, 4) sedikit Remote (R) Kegagalan tidak (1, 1, 2) mungkin terjadi Sumber: Wang et al., 2009 Tabel 5 Fuzzy Rating untuk Severity Rating
Severity Effect
Hazardous without warning (HWOW) Hazardous with warning (HWW) Very High (VH)
Tingkat keparahan sangat tinggi tanpa peringatan.
High (H)
Moderate (M)
Low (L)
Very Low (VL)
Minor (MR)
Very Minor (VMR)
None (N)
Tingkat keparahan sangat tinggi dengan peringatan. Sistem tidak dapat beroperasi dengan adanya kegagalan yang merusak. Sistem tidak dapat beroperasi dengan adanya kerusakan pada peralatan. Sistem tidak dapat beroperasi dengan adanya kerusakan kecil. Sistem tidak dapat beroperasi tanpa adanya kerusakan. Sistem dapat beroperasi dengan kinerja mengalami penurunan secara signifikan. Sistem dapat beroperasi dengan kinerja mengalami beberapa penurunan. Sistem dapat beroperasi dengan adanya gangguan kecil. Tidak ada pengaruh.
Sumber: Wang et al., 2009
Fuzzy Number (9, 10, 10) (8, 9, 10)
(7, 8, 9)
(6, 7, 8)
(5, 6, 7)
(4, 5, 6)
(3, 4, 5)
Tabel 6. Fuzzy Rating untuk Detection Kemungkinan Rating Terjadinya Deteksi Absolute Tidak ada Uncertainty kesempatan (AU) Very Remote Kesempatan (VR) sangat kecil Remote (R) Kesempatan kecil Kesempatan Very Low (VL) sangat rendah Kesempatan Low (L) rendah Kesempatan Moderate (M) sedang Moderately Kesempatan High (MH) cukup tinggi Kesempatan High (H) tinggi Very High Kesempatan (VH) sangat tinggi Almost Certain Hampir pasti (AC) Sumber: Wang et al., 2009
Fuzzy Number (9, 10, 10) (8, 9, 10) (7, 8, 9) (6, 7, 8) (5, 6, 7) (4, 5, 6) (3, 4, 5) (2, 3, 4) (1, 2, 3) (1, 1, 2)
Tabel 7. Fuzzy Weight untuk Kepentingan Relatif Faktor-Faktor Risiko Fuzzy Number Istilah Linguistik Very Low (VL) (0 ; 0 ; 0,25) Low (L) (0 ; 0,25 ; 0,5) Medium (M) (0,25 ; 0,5 ; 0,75) High (H) (0,5 ; 0,75 ; 1) Very High (VH) (0,75 ; 1 ; 1) Sumber: Wang et al., 2009 Pada penilaian faktor-faktor failure mode pada FMEA dalam bentuk fuzzy, maka dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Menentukan nilai O, S, dan D berdasarkan Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3. b. Melakukan perhitungan agregasi penilaian peringkat fuzzy terhadap faktor O,S, dan D berdasarkan Persamaan (1) hingga Persamaan (3). .....(
...(1)
(2, 3, 4)
...(2) (1, 2, 3)
(1, 1, 2)
...(3) Dimana, merupakan nilai agregat dari kejadian, dampak dan deteksi yang berpotensi memiliki risiko dalam rantai pasok atau biasa disebut dengan failure mode (FM).
c.
Melakukan perhitungan agregasi bobot kepentingan untuk faktor O,S, dan D berdasarkan Persamaan (4) hingga Persamaan (6). ....(4)
...(4) ...(5)
....(5) ...(6) Dimana, merupakan nilai agregat dari bobot fuzzy untuk tiga risiko faktor yaitu kejadian (O), dampak (S) dan deteksi (D). d. Menentukan fuzzy risk priority number (FRPN) untuk setiap model failure (kegagalan) berdasarkan Persamaan (7).
e.
memiliki berbagai risiko yang dapat terjadi. Oleh karena itu, risiko-risiko tersebut perlu dianalisa dan diukur untuk mengetahui prioritas penanganan utama dari risiko yang terjadi.
...(7) Perankingan berdasarkan nilai FRPN, dimana nilai FRPN terbesar merupakan ranking yang teratas.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum MUTOS MUTOS (Manajemen Usaha Tani Organik Seloliman) adalah sebuah organisasi yang bergerak di bidang perdagangan pertanian organik dan teknologi ramah lingkungan. MUTOS didirikan pada akhir tahun 2008 yang berada di dusun Biting Desa Seloliman Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto. MUTOS memiliki tujuan, mendorong adanya perdagangan atau jual beli produk organik secara adil pada masyarakat umum. Produk beras organik yang dihasilkan MUTOS telah memiliki sertifikat organik dari badan sertifikasi LeSOS. Produk beras organik MUTOS didistribusikan ke mitra distributor MUTOS yang terdiri dari distributor perseorangan dan kelompok, kemudian disalurkan ke retailer dan selanjutnya sampai ke tangan konsumen. MUTOS melakukan aktivitas penyediaan benih dan pupuk bagi petani, pemrosesan padi kering menjadi beras, pengemasan peoduk beras organik dan menyalurkannya ke distributor. Aktivitas yang ada pada MUTOS berkaitan dengan semua pihak yang terlibat dalam rantai pasok produk beras organiknya. Penyaluran barang dan informasi, serta proses produksi yang dilakukan MUTOS sendiri
Kondisi Rantai Pasok Produk Beras Organik Kondisi rantai pasok yang dianalisis meliputi struktur rantai pasok, entitas rantai pasok serta kemitraan yang telah dijalankan selama ini. Struktur rantai pasok beras organik MUTOS Seloliman yang akan dianalisis terdiri dari anggota rantai pasok, aktivitas rantai pasok dan pola aliran rantai pasok. Struktur rantai pasok menjelaskan mengenai pihak yang terlibat dan perannya serta aliran informasi, produk dan uang pada rantai pasok (Astuti et al., 2010). Anggota Rantai Pasok Suatu rantai pasok terdiri dari berbagai pihak, baik terlibat secara langsung maupun secara tidak langsung (Astuti et al., 2010). Pihak yang terlibat secara langsung disebut dengan anggota primer dan yang terlibat secara tidak langsung disebut dengan anggota sekunder. a. Anggota Primer Anggota primer dalam rantai pasok produk beras organik terdiri dari petani sebagai supplier, MUTOS Seloliman sebagai manufaktur, distributor, dan retailer. 1. Supplier Petani beras organik yang menjadi supplier utama dari MUTOS adalah empat kelompok tani yang terdapat disekitar lokasi Desa Seloliman. Kelompok tani yang bekerja sama dengan MUTOS diantaranya adalah KELOPAK yang merupakan kelompok tani organik yang berasal dari Desa Kutogirang, KTM yang merupakan Kelompok tani Tunas Mandiri dari Desa Seloliman, KAPOR merupakan kelompok tani yang berasal dari Desa Sempur dan BRENJONK merupakan kelompok tani lestari yang berada di Desa Brenjong. Salah satu upaya untuk mengembangkan kemampuan petani adalah melalui lembaga atau kelompok yang berperan penting dalam membentuk perubahan perilaku anggotanya dan menjalin kerjasama antar anggota (Rukka et al., 2008). 2. Manufaktur Manufaktur dalam rantai pasok beras
organik ini adalah Koperasi MUTOS. Lembaga ini telah memiliki sertifikasi produk beras organik dengan No LSPO-005-IDN-005, yang didapatkan dari badan sertifikasi LeSOS yang berada di Mojokerto. Terdapat empat jenis produk beras organik yang dihasilkan antara lain, IR 64, pandan wangi, pecah kulit dan beras merah. S a m p a i s a a t i n i , t er d a pa t 5 5 p e t a n i di Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto yang menjadi mitra MUTOS dengan total luas lahan sebesar 115.354 hektar. Keberadaan koperasi yang dikelola secara profesional di sentra produksi padi merupakan suatu upaya membantu petani dalam penyediaan modal dengan biaya rendah (Asmani, 2012). 3 . Distributor Distributor dalam rantai pasok beras organik ini terdiri dari distributor perorangan dan perusahaan. Jumlah dari distributor perorangan sebanyak 10 orang, dan pihak lainnya adalah PT Herbal Estate, kantor pemasaran PPLH Seloliman yang berada di Surabaya, Kaliandra serta CV Mandalabimasakti SM. 4 . Retailer Retailer dalam rantai pasok beras organik ini terdiri dari pasar tradisional yang terdapat di Kabupaten Mojokerto dan beberapa ke swalayan di Malang dan Surabaya. Contoh pihak retailer ini adalah Ranch Market Galaxy Mall yang berada di Surabya dan toko Lai Lai yang berada di Malang. b. Anggota Sekunder Anggota sekunder dari rantai pasok adalah perusahaan yang hanya menyediakan sumber daya, pengetahuan, utilitas, atau aset kepada anggota primer (Hualiang, 2007). Anggota sekunder dalam rantai pasok adalah pihak penyedia sumber daya seperti bahan pengemasan, sarana produksi, dan sarana transportasi. MUTOS memiliki dua supplier yaitu supplier plastik pengemas dan pupuk organik. Aktivitas Rantai Pasok Beras Organik 1. Aktivitas anggota primer rantai pasokan beras organic
a.
Aktivitas rantai pasok supplier Aktivitas pertama yang dilakukan petani adalah melakukan pembelian sarana produksi berupa bibit dan pupuk organik melalui manufaktur (MUTOS) dengan sistem tunai maupun kredit. Pembelian sarana produksi secara di MUTOS dilakukan untuk menjaga kualitas atau mutu dari beras organik yang dihasilkan. Sarana produksi pertanian yang perlu disediakan untuk meningkatkan produksi antara lain benih/bibit yang memiliki sertifikat standar nasional, pupuk dan obat-obatan yang memadai (Dewi et al., 2012). Aliran beras organik dilakukan oleh supplier yang menjual padi kering hasil panen ke MUTOS. Padi kering akan diambil oleh MUTOS, dimana petani terlebih dahulu menghubungi pihak MUTOS terlebih dahulu untuk melakukan penjemputan/pengambilan produk padi kering hasil panen. Penimbangan dilakukan di gudang MUTOS dan tetap diawasi oleh supplier yang bersangkutan, hal ini agar tidak terjadi kesalahpahaman antara supplier dan pihak MUTOS. b. Aktivitas rantai pasok manufaktur Padi yang diambil MUTOS langsung dibawa ke tempat penggilingan padi atau biasa disebut penyelepan untuk dilakukan pemisahan beras dari kulitnya. Manufaktur juga melakukan proses sortasi dan grading untuk menentukan mutu sesuai dengan standar SNI yang telah didapatkan sehingga konsumen akhir akan mendapatkan produk yang memiliki kualitas yang seragam dan bermutu. Beras organik dikemas dengan ukuran 2,5 kg dan 25 kg. Aliran informasi dan aliran barang yang dilakukan MUTOS yaitu melakukan penjualan kepada distributor, retailer maupun konsumen langsung yang melakukan pembelian digerai MUTOS. MUTOS sebagai manufaktur pada dasarnya tidak hanya melakukan pembelian beras organik saja, namun juga melakukan pembelian bahan pengemas dan pembelian sarana produksi beras organik. c. Aktivitas rantai pasok distributor Aktivitas yang dilakukan distributor adalah melakukan penawaran dan penjualan kepada konsumen. Kegiatan penjualan dilakukan dengan dua metode yaitu penjualan secara langsung kepada konsumen dan melakukan penjualan
kepada retailer yaitu swalayan atau supermarket yang sebelumnya bekerjasama dengan mereka. Pihak distributor juga telah melakukan perjanjian kontrak dengan pihak retailer untuk memasarkan produknya. Kontrak yang dilakukan pihak distributor yaitu ada yeng bersifat kontrak Hardos (jual lepas) dan kontrak tidak Hardos, semuanya sesuai kesepakatan dalam awal kontrak. d. Aktivitas rantai pasok retailer Aktivitas retailer adalah adalah melakukan pembelian beras organik dan penjualan beras organik secara langsung. Retailer mendapatkan pasokan beras organik dari distributor dan seluruhnya diletakkan di toko-toko cabang retailer untuk dijual langsung ke konsumen.. Aliran informasi pada retailer adalah dua arah. Pertama, retailer adalah sumber dari informasi mengenai produk perusahaan kepada konsumen, selain itu juga merupakan poin penting feedback dari pelanggan kepada perusahaan yang produknya dijual oleh pihak retailer (Havaldar dan Vasant, 2007). 2. Aktivitas anggota sekunder rantai pasokan beras organik Anggota sekunder biasanya menyediakan pupuk, pestisida organik serta bahan pengemas. Dalam penjualannya, pupuk dan pestisida organik biasanya telah disediakan terlebih dahulu atau terdapat stok, hal ini dikarenakan pupuk dan pestisida organik tidak bisa langsung tersedia dengan cepat karena melalui proses pembuatan yang cukup lama. Penyedia bahan pengemas dilakukan anggota sekunder yang bekerjasama dengan pihak distributor dan manufaktur. Pola Aliran Rantai Pasok Beras Organik Aliran komoditas beras organik melibatkan petani, MUTOS, distributor dan retailer serta konsumen. Aliran komoditas beras organik dimulai dari petani yang menjual gabah kering giling kepada MUTOS yang kemudian dilakukan pengolahan dan pengemasan dan dialirkan kepada distributor dalam jumlah banyak, kemudian dilanjutkan ke retailer sesuai permintaan, dan yang terakhir ke konsumen. Pola aliran rantai pasok produk beras organik dapat dilihat seperti pada Gambar 1.
6
1
2
4 3
5
Keterangan : 1. Supplier (Petani) 2. Manufaktur (MUTOS) 3. Distributor 4. Retailer 5. Konsumen Akhir 6. Supplier pupuk dan pestisida organik serta bahan pengemas = Aliran Produk = Anggota Primer = Aliran Informasi = Anggota Sekunder Gambar 1. Pola Aliran Rantai Pasok Produk Beras Organik Sesuai dengan desain jaringan distribusi yang ada, rantai pasok produk beras organik ini menggunakan tipe jaringan distribusi retail storage with customer pickup. Hal ini dikarenakan, MUTOS selaku manufaktur menyalurkan barangnya terlebih dahulu kepada distributor, kemudian didistribusikan ke retailer. Pada pihak retailer, produk diletakkan di display dan konsumen mengambil sendiri produk yang akan dibeli tersebut. Dalam retail storage with customer pickup, persediaan disimpan secara lokal di toko ritel, pelanggan berjalan ke toko ritel atau memesan secara online atau melalui telepon dan mengambilnya di toko ritel (Chopra dan Peter, 2007). Identifikasi Risiko Rantai Pasok Produk Beras Organik Hasil dari kuesioner tahap pertama diketahui identitas responden bernama Bpk. Iswandi yang telah menjabat sebagai koordinator harian selama 2 tahun di MUTOS. Jenis usahanya yaitu sebagai koperasi pertanian organik khususnya beras organik. MUTOS melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam mendapatkan pasokan komoditas. MUTOS melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam hal pemasaran produk olahan pertanian organik yang dihasilkan. MUTOS memiliki lebih dari tiga kerjasama dengan entitas bisnis lain dalam mendapatkan pasokan komoditas pertanian organik. MUTOS
memiliki lebih dari tiga kerjasama dengan entitas bisnis lain dalam memasarkan produk olahan pertanian organik. Urutan prioritas MUTOS tentang faktorfaktor yang menjadi prioritas dalam hal bekerjasama dengan entitas bisnis lain dari yang utama adalah menentukan kualitas produk, waktu, dan biaya. Salah satu faktor kesuksesan sebuah perusahaan adalah pemilihan pemasok. Pemilihan pemasok yang tepat dapat menjamin ketersediaan bahan baku untuk menjaga lintasan produksi (Gencer dan Gurpinar, 2007). Pemilihan pemasok yang tepat tidak hanya pemasok yang dapat memberikan material yang berkualitas, tepat waktu, dan harga terjangkau namun juga harus memberikan service yang optimal baik dari segi responsif, kelancaran komunikasi dan informasi (Kurniawati et al., 2013). MUTOS sudah mendokumentasikan secara baik dan teratur sesuai dengan prosedur yang seharusnya terjadi karena pendokumentasian setiap aliran barang dan informasi yang terjadi beserta kendala yang dihadapi berguna untuk proses perbaikan rantai pasok secara terus
Tabel 8. Risiko yang harus ditangani MUTOS Unsur Plan
P2 Source
S1 S2
S3 S4 Make
M1 M2
M3 M4 M5
menerus. Pengukuran Risiko Rantai Pasok Produk Beras Organik Metode yang digunakan untuk mengukur risiko rantai pasok adalah metode Fuzzy FMEA. Hasil dari perhitungan Fuzzy FMEA, akan dijadikan dasar dalam menentukan prioritas penanganan dan tingkat prioritas risiko untuk masing-masing stakeholder.Berdasarkan penelitian sebelumnya tentang identifikasi risiko produk beras organik yang dilakukan kepada anggota primer, didapatkan hasil bahwa potensi terjadinya risiko terbanyak pada para stakeholder adalah pada sisi manufaktur (MUTOS). Jumlah kejadian yang menjadi faktor risiko, dimana yang disebut sebagai failure mode pada sisi MUTOS sebanyak empat belas kejadian. Sebanyak empat kejadian termasuk pada tahapan source, enam kejadian termasuk pada tahapan make, tiga kejadian termasuk pada tahapan deliver, dan satu kejadian termasuk pada tahapan return yang ditunjukkan pada Tabel 8. Dari hasil tersebut, dapat diketahui bahwa MUTOS memiliki peluang yang paling rentan terhadap risiko dalam sistem risiko rantai pasok yang disebabkan karena ketidak pastian baik dari pihak pasokan atau pun dari pihak aliran selanjutnya.
P1
M6 Deliver
D1 D2 D3
Return
R1
Failure Mode Risiko perencanaan produksi padi organik dalam gudang Risiko perencanaan jadwal pengiriman Risiko pasokan komoditas organik mengalami keterlambatan Risiko komoditas mengalami ketidaksesuaian kualitas dengan standar Risiko komoditas mengandung cemaran bahan kimia Risiko komoditas mengalami kerusakan ataupun penurunan kualitas Risiko komoditas mengalami kerusakan selama penyimpanan Risiko komoditas mengalami keterlambatan atau penundaan pengolahan Risiko komoditas mengalami penurunan hasil produksi Risiko komoditas mengalami kerusakan selama proses produksi Risiko peralatan mengalami gangguan kerusakan selama proses pengolahan Risiko produk mengalami kontaminasi selama proses pengolahan Risiko komoditas mengalami kehabisan persediaan Risiko komoditas mengalami perubahan jumlah permintaan Risiko komoditas memiliki produk pesaing Risiko komoditas mengalami pengembalian produk
Sumber: Ridwan, 2014 Menentukan Anggota Tim Penilai FMEA Masing-masing risiko yang disebut sebagai failure mode, dinilai oleh pakar yang mengetahui semua proses, aliran informasi mulai dari supplier hingga menuju ke pihak distributor, serta manajemennya. Pakar yang digunakan pada penilaian di pihak MUTOS hanya satu orang saja, dikarenakan masih belum ada manajer umum atau pun operasional yang menjabat. Kekosongan jabatan ini dikarenakan adanya perpindahan kepengurusan, sehingga hanya Bpk. Iswandi saja untuk sementara yang mengetahui semua proses dan keadaan manajemennya. Apabila sudah terbentuk struktur organisasi yang jelas dengan beberapa divisi sesuai tugas dan tanggung jawabnya masing-masing, maka orang yang ahli pada bidang manajerial dan operasional tersebut dapat dijadikan pakar. Ketika FMEA konvensional dan pendekatan
fuzzy dibandingkan, pendekatan fuzzy memiliki keuntungan yang memungkinkan konduksi evaluasi risiko dan prioritas berdasarkan pengetahuan para ahli/pakar (Kutlu dan Mehmet, 2012). Pakar yang digunakan untuk pihak MUTOS hanyalah satu, sehingga tidak ada pembagian bobot kepentingan terhadap pakar. Perhitungan Nilai Occurance, Severity, dan Detection Severity (S) merupakan kuantifikasi seberapa serius kondisi yang diakibatkan jika terjadi kegagalan. Occurrence (O) menunjukkan tingkat kemungkinan terjadinya kegagalan. Detection (D) menunjukkan tingkat lolosnya penyebab kegagalan dari kontrol yang dipasang (Basjir et al., 2011). Penilaian occurance, severity, dan detection oleh anggota tim untuk masing-masing failure mode ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai occurance, severity, dan detection No 1.
S1
2.
S2
3.
S3
4.
S4
5.
M1
6.
M2
7.
M3
8.
M4
9.
M5
10.
M6
11.
D1
12.
D2
13.
D3
14.
R1
Failure mode Risiko pasokan komoditas organik mengalami keterlambatan Risiko komoditas mengalami ketidaksesuaian kualitas dengan standar Risiko komoditas mengandung cemaran bahan kimia Risiko komoditas mengalami kerusakan ataupun penurunan kualitas Risiko komoditas mengalami kerusakan selama penyimpanan Risiko komoditas mengalami keterlambatan atau penundaan pengolahan Risiko komoditas mengalami penurunan hasil produksi Risiko komoditas mengalami kerusakan selama proses produksi Risiko peralatan mengalami gangguan kerusakan selama proses pengolahan Risiko produk mengalami kontaminasi selama proses pengolahan Risiko komoditas mengalami kehabisan persediaan Risiko komoditas mengalami perubahan jumlah permintaan Risiko komoditas memiliki produk pesaing Risiko komoditas mengalami pengembalian produk
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2014
Perhitungan Agregasi Nilai Fuzzy untuk Occurance, Severity, dan Detection Agregasi nilai fuzzy untuk faktor occurance, severity, dan detection didasarkan pada persamaan (1) hingga persamaan (3). Pada tahap agregasi ini terjadi perubahan nilai dari skor nilai input. Rata-rata dari nilai agregat untuk masing-masing faktor occurance, severity, dan detection ditunjukkan pada Tabel 10. Agregasi masukan para pakar yang berbentuk fuzzy dilakukan dengan pembobotan rata-rata. Luaran (output) langkah ini masih berupa skor fuzzy (Hidayat et al.,2012). Tabel 10. Rata-rata nilai agregat occurance, severity, dan detection No 1.
S1
2.
S2
3.
S3
4.
S4
O 2
S 2
D 9
2
3
10
2
4
3
5.
M1
5
4
10
6.
M2
2
2
8
7.
M3
2
2
9
8.
M4
2
2
8
9.
M5
3
2
9
3
2
9
10.
M6
5
3
8
11.
D1
2
4
8
12.
D2
2
2
9
13.
D3
6
2
9
14.
R1
7
4
8
Failure mode Risiko pasokan komoditas organik mengalami keterlambatan Risiko komoditas mengalami ketidaksesuaian kualitas dengan standar Risiko komoditas mengandung cemaran bahan kimia Risiko komoditas mengalami kerusakan ataupun penurunan kualitas Risiko komoditas mengalami kerusakan selama penyimpanan Risiko komoditas mengalami keterlambatan atau penundaan pengolahan Risiko komoditas mengalami penurunan hasil produksi Risiko komoditas mengalami kerusakan selama proses produksi Risiko peralatan mengalami gangguan kerusakan selama proses pengolahan Risiko produk mengalami kontaminasi selama proses pengolahan Risiko komoditas mengalami kehabisan persediaan Risiko komoditas mengalami perubahan jumlah permintaan Risiko komoditas memiliki produk pesaing Risiko komoditas mengalami pengembalian produk
untuk
O 2,5
S 2
D 9
2,5
3
9,67
2,5
4
3
5
4
9,67
2,5
2
8
2,5
2
9
2,5
2
8
2,5
2
9
2,5
2
9
5
3
8
2,5
4
8
2,5
2
9
5
2
9
7,5
4
8
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2014
Perhitungan Bobot Kepentingan dan Agregasinya untuk Faktor Occurance, Severity, dan Detection Bobot faktor menunjukkan bahwa masing-masing faktor memiliki tingkat bobot yang berbeda yang dinilai oleh tim penilai. Bobot kepentingan yang dinilai oleh tim penilai, dinilai dalam bahasa linguistik. Dari bahasa linguistik ini, kemudian dirubah menjadi bilangan fuzzy. Dari bilangan fuzzy yang ada, akan dihitung nilai agregat dan rataratanya. Perhitungan nilai agregat didasarkan pada persamaan (4) hingga persamaan (6). Pada perhitungan nilai agregat, bilangan fuzzy yang ada dikalikan dengan bobot kepentingan tim penilai. Nilai bobot, bilangan fuzzy dan rata-rata nilai agregat untuk masing-masing faktor occurance, severity, dan detection ditunjukkan pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai bobot, bilangan fuzzy dan ratarata nilai agregat untuk faktor occurance, severity, dan detection Faktor Occurance Severity Detection
Bobot Faktor Medium High Low
Bilangan Fuzzy (0,25; 0,5; 0,75) (0,5; 0,75; 1) (0; 0,25; 0,5)
Rata-rata nilai agregat 0,5 0,75 0,25
Tabel 12. Nilai FRPN failure mode No 1.
S1
2.
S2
3.
S3
4.
S4
5.
M1
6.
M2
7.
M3
8.
M4
9.
M5
10.
M6
11.
D1
12.
D2
13.
D3
14.
R1
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2014 Perhitungan Nilai Fuzzy Risk Priority Number (FRPN) Nilai Fuzzy Risk Priority Number (FRPN) dihitung berdasarkan persamaan (7). Setelah itu, nilai FRPN dari masing-masing failure mode diurutkan, dimana nilai FRPN terbesar merupakan ranking yang teratas. Nilai FRPN yang terbesar atau yang mendapat urutan utama menunjukkan bahwa kejadian tersebut merupakan potensi risiko yang perlu mendapat perhatian dari pihak MUTOS. Nilai FRPN untuk masing-masing failure mode ditunjukkan pada Tabel 12. Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa tiga prioritas pertama utama dalam menangani risiko pada MUTOS adalah potensi risiko adanya pengembalian produk dari pihak distributor, risiko komoditas mengalami kerusakan ataupun penurunan kualitas, dan risiko produk mengalami kontaminasi selama proses pengolahan.
Failure mode Risiko pasokan komoditas organik mengalami keterlambatan Risiko komoditas mengalami ketidaksesuaian kualitas dengan standar Risiko komoditas mengandung cemaran bahan kimia Risiko komoditas mengalami kerusakan ataupun penurunan kualitas Risiko komoditas mengalami kerusakan selama penyimpanan Risiko komoditas mengalami keterlambatan atau penundaan pengolahan Risiko komoditas mengalami penurunan hasil produksi Risiko komoditas mengalami kerusakan selama proses produksi Risiko peralatan mengalami gangguan kerusakan selama proses pengolahan Risiko produk mengalami kontaminasi selama proses pengolahan Risiko komoditas mengalami kehabisan persediaan Risiko komoditas mengalami perubahan jumlah permintaan Risiko komoditas memiliki produk pesaing Risiko komoditas mengalami pengembalian produk
FRPN 2,77
Ranking 8
3,43
6
3,26
7
4,99
2
2,71
13
2,77
9
2,71
14
2,77
10
2,77
11
4,19
3
3,84
4
2,77
12
3,49
5
5,54
1
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2014 KESIMPULAN Struktur rantai pasok yang dimiliki MUTOS terdiri dari petani sebagai supplier, MUTOS sebagai manufaktur, distributor, dan retailer, yang disebut sebagai anggota primer yaitu pihak yang terlibat secara langsung. Anggota sekunder dalam rantai pasok beras organik ini adalah penyedia barang sampingan/tidak berhubungan langsung
dengan produksi, yaitu menyediakan pupuk, pestisida organik serta bahan pengemas. Rantai pasok produk beras organik ini menggunakan tipe jaringan distribusi retail storage with package carrier delivery. Prioritas risiko didapatkan dari perankingan nilai FRPN yang didapat. Urutan prioritas risiko rantai pasok beras organik pada MUTOS berdasarkan hasil penelitian dari yang teratas hingga terbawah adalah risiko komoditas mengalami pengembalian produk, mengalami kerusakan ataupun penurunan kualitas, mengalami kontaminasi selama proses pengolahan, mengalami kehabisan persediaan, memiliki produk pesaing, mengalami ketidaksesuaian kualitas dengan standar, mengandung cemaran bahan kimia, pasokan mengalami keterlambatan, komoditas mengalami keterlambatan atau penundaan pengolahan, mengalami kerusakan selama proses produksi, peralatan mengalami gangguan kerusakan selama proses pengolahan, komoditas mengalami perubahan jumlah permintaan, mengalami kerusakan selama penyimpanan, dan mengalami penurunan hasil produksi. DAFTAR PUSTAKA Asmani, N. 2012. Peran Koperasi Desa di Sentra Produksi Padi Dalam Upaya Memperkecil Biaya Modal. Seminar Nasional Penguatan Agribisnis Perberasan. Hal. 1-6. Astuti, R., Marimin, Roedhy Poerwanto, Machfud, dan Yandra Arkeman. 2010. Kebutuhan Dan Struktur Kelembagaan Rantai Pasok Buah Manggis Studi kasus rantai Pasok di kabupaten Bogor. Jurnal Manajemen Bisnis 3(1): 99 – 115. Basjir, M., Hari S. dan Mokh. Suef. 2011. Pengembangan Model Penentuan Prioritas Perbaikan Terhadap Mode Kegagalan Komponen Dengan Metodologi FMEA, Fuzzy Dan TOPSIS Yang Terintegrasi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Surabaya. Hal. 1-12. Chopra, S. and Peter Meindl. 2007. Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation. Person Prentice Hall. USA. Dewi, I Gusti A.C., I Ketut Suamba, dan I G.A.A. Ambarawati. 2012. Analisis Efisiensi Usahatani Padi Sawah (Studi Kasus di Subak Pacung Babakan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten
Badung). E-Journal Agribisnis dan Agrowisata 1(1): 1-10. Gencer, C. and Gurpinar. Analytic Network Process in Supplier Selection: A Case Study in an Electronic Firm. Journal of Applied Mathematical Modeling 31:24752486. Havaldar, K.K. and Vasant M. Cavale. 2007. Sales and Distribution Management. McGraw Hill. New Delhi. Hidayat,S., Marimin, Ani S., Sukardi, dan M. Yani. 2012. Model Identifikasi Risiko dan Strategi Peningkatan Nilai Tambah pada Rantai Pasok Kelapa Sawit. Jurnal Teknik Industri 14(2): 89-96. Hualiang Lu. 2007. The Role Of Guanxi in Buyer-Seller Relationship in China: A Survey Vegetable Supply Chain in Jiangsu Province. Wageningen Academic publishers. Netherlands. Iqbal, M., Lailil M., dan Nanang Y.S. 2013. Penggunaan Fuzzy Failure Mode And Effect Analysis (Fuzzy FMEA) Dalam Mengidentifikasi Resiko Kegagalan Proses Pemasangan Dan Perbaikan AC. Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 2(7):1-6. Kurniawati, D., Henry Y., dan Kuncoro H.W. Kriteria Pemilihan Pemasok Menggunakan Analytical Network Process. Jurnal Teknik Industri 15(1): 2532. Kutlu, A.C. and Mehmet E. 2012. Fuzzy Failure Modes And Effects Analysis by Using Fuzzy TOPSIS-based Fuzzy AHP. Expert Systems with Applications 39: 61–67. Pertanian Sehat Indonesia. 2012. Tren Konsumen Beras Organik Meningkat. Pertanian Sehat Indonesia. Bogor. Ridwan, Infandra I.Z. 2014. Identifikasi Kinerja Manajemen Rantai Pasok Produk Beras Organik (Studi Kasus di MUTOS, Kabupaten Mojokerto). Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang. Rukka, H., Buhaerah, dan Sahariah Kadir. 2008. Peranan Kelompok Tani Paraikatte Dalam Pemenuhan Kebutuhan Usahatani (Kasus Petani Padi Sawah di Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa). Jurnal Agrisistem 4 (2): 77-86. Wang, Y.M., Kwai-Sang Chin, Gary K.K.P., and Jian-Bo Yang. 2009. Risk Evaluation in Failure Mode and Effects Analysis Using Fuzzy Weighted Geometric Mean. Expert Systems with Applications 36: 1195–1207.