Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
RISIKO SISTEMIK DALAM SISTEM PERBANKAN (SEBUAH KAJIAN PUSTAKA) Yosman Bustaman School of Accounting, Faculty of Business Administration & Humanities Swiss German University, BSD City, Serpong, Tangerang, Indonesia Email:
[email protected] ABSTRACT This literature study is aimed to evaluate the historical research that may have been studied pertinent to the topic of systemic risk within the banking industry. Undoubtedly, the outcome of this literature study is expected to provide a relatively detailed overview on the underlying framework of thinking and analysis models, which may have been performed previously. Keywords: systemic risk, banking industry
ABSTRAK Kajian pustaka ini bertujuan untuk mempelajari sejarah penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya terhadap topik resiko sistemik di dalam industri perbankan. Tentunya, hasil dari kajian pustaka ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang relatif detail mengenai dasar pemikiran dan model analisa yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Kata Kunci: resiko sistemik, perbankan
I.
LATAR BELAKANG Bank merupakan lembaga financial intermediary menyediakan transformasi likuiditas dari deposan kepada debitur yang membutuhkan dana untuk berbagai keperluan komersial dan konsumer. Terjadinya kegagalan fungsi dari sistem perbankan akan berakibat biaya ekonomi tinggi bagi suatu negara. Seperti yang terjadi pada krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1997 dimana pemerintah Indonesia terpaksa menyelamatkan sektor perbankan dengan biaya sebesar lebih dari Rp 500 triliun (Hadad, Santoso dan Arianto, 2003) termasuk didalamnya memberikan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Bantuan BLBI tersebut sampai sekarang masih dalam perdebatan dan belum secara penuh diselesaikan. Guncangan perbankan hebat juga terjadi di Amerika dan Eropa tahun 2007 – 2008, menyusul terjadinya kegagalan pada pada sub-prime mortgage di bank Amerika. Pemerintah Amerika mengeluarkan dana bailout sebesar $250 milyar untuk menyelamatkan sejumlah bank besar dan lembaga keuangan mereka seperti Amex, Citibank, Bear Stearn, AIG (www.guardian.co.uk). Sedangkan jumlah dana talangan yang diberikan pemerintah Inggris untuk bank RBS dan Lloyd sebesar £ 66 milyar (www.bbc.co.uk, 16 November 2012). Fenomena bangkrutnya sejumlah lembaga keuangan dan kegagalan simultan dari sejumlah institusi atau perusahaan yang diakibatkan adanya shock pada makro ekonomi ini disebut sebagi risiko sistemik (Rondrigez-Moreno et al 2010, Acharya, 2008). Kerentanan bank terhadap risiko sistemik ini diakibatkan oleh; perbedaaan maturitas antara asset dan kewajiban (Allen dan Gale, 2004), adanya jaringan keterkaitan yang komplek dari exposure antar bank (Freixas, Parigi dan Rochet, 2000), dan adanya informasi dan intensitas kontrol dari transaksi kontrak keuangan antar bank (De Bant, Hartmann dan Peydro, 2010). Perdebatan panjang dan kontraversial di Indonesia antara Pemerintah, DPR dan kalangan akademisi mulai terdengar ketika pemerintah Indonesia menyatakan bahwa terdapat potensi risiko sistemik terhadap perbankan jika tidak dilakukan bailout sebesar Rp 6.7 triliun kepada ISSN # 2252-6242
60
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
bank Century (www.kompas.com). Debat panjang tersebut berawal dari ketidaksepahaman terhadap apa maksud dari risiko sistemik dan bagaimana mengukur risiko sistemik tersebut. Hal ini menjadi suatu dasar yang menggugah sehingga kajian topik terhadap resiko sistemik menjadi menarik untuk dilakukan. II. II.1.
KAJIAN PUSTAKA DEFINISI & KONSEP DARI RESIKO SISTEMIK Definisi risiko sistemik sangat beragam, tidak ada kesepakatan antara peneliti satu dengan yang lainnya (lihat tabel 1.1 dibawah). De Bant et al. (2010) menjelaskan risiko sistemik seperti konsep dalam bidang kesehatan dan penyakit menular luas (epidemis), dimana kontaminasi penyebaran penyakit tersebut akan melenyapkan sebagian populasi masyarakat. Mereka juga berargumentasi bahwa risiko sistemik ini adalah sesuatu yang spesial pada bidang industri jasa keuangan khususnya industri perbankan. Risiko ini juga bisa terjadi pada sektor ekonomi lainnya akan tetapi dampaknya secara makro akan jauh lebih besar bila ditimbulkan oleh permasalahan pada industri jasa keuangan. Pada literatur sebelumnya De Bandt dan Hartmann (2000), membagi risiko sistemik menjadi dua berdasarkan sifat dari shock-nya, yaitu dalam pengertian luas dan sempit. Risiko sistemik dalam arti luas didefinisikan sebagai kegagalan simultan dari sejumlah institusi atau perusahaan yang diakibatkan adanya shock pada ekonomi makro, sedangkan risiko sistemik dalam arti sempit adalah risiko yang berasal dari shock pada ekonomi mikro yang terjadi pada sebuah perusahaan dan kemudian menyebarkan ke perusahaan lain, proses ini sering disebut dalam literatur sebagai efek contagion. Beberapa peneliti kemudian menyampaikan definsi dari risiko sistemik; menurut Lehar (2005) risiko sistemik adalah suatu kondisi dimana sebagian besar lembaga keuangan dalam sistem keuangan suatu negara mengalami kegagalan pada saat yang bersamaan. Sementara itu Billio, Getmanzki, Lo dan Pelizzon (2010) menyatakan risko sistemik tidak hanya permasalahan bank run dan krisis mata uang seperti yang terjadi di Asia dan Meksiko. Akan tetapi lebih jauh merupakan kegagalan yang berkorelasi diantara lembaga keuangan, terjadi dalam waktu singkat karena adanya penarikan likuiditas dan meluasnya ketidak percayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan. Sementara itu, Furfine (2003) membagi risiko sistemik menjadi dua tipe yaitu; (1) risiko dari shock keuangan yang menyebabkan seperangkat pasar atau institusi secara simultan gagal dalam menjalankan fungsinya secara efisien; (2) risiko dimana kegagalan dari satu atau sebagian kecil lembaga keuangan akan menjalar ke yang lainnya, karena adanya hubugan keuangan antara lembaga keuangan tersebut. Selanjutnya akan dibahas faktor faktor kerentanan dari industri peebankan yang menyebabkan terjadinya risiko sistemik dan efek penularannya (contagion).
Sumber Acharya (2009, p. 224)
Bank of England (2009 p.3)
ISSN # 2252-6242
Tabel 1.1: Definisi Risiko Sistemik Definisi Risiko Sistemik “Krisis keuangan adalah sistemik bila banyak bank gagal secara bersamaan, atau apabila satu bank gagal menyebabkan kontagion gaganya bank lain. Sehingga risiko sistemik di modelkan sebagai korelasi return dari asset yang dimiliki bank yang secara endogen dipilih” “Risiko sistemik mempunyai dua sumber utama. Pertama terdapat tendensi yang kuta secara bersama bagi lembaga keuangan, begitu juga dengan perusahaan dan rumah tangga, dimana mereka terekpose berlebihan dengan risiko kredit pada saat upswing credit dan menjadi risk averse secara berlebihan pada saat downswing. Terdapat beberapa penyebab dasar, termasuk persepsi bahwa beberapa lembaga keuangan 61
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
Sumber
Borio (2003)
Billio, Getmansky, Lo dan Pellizon (2010, p.1) Brunneirmeir, Crocket, Goodhart , Persaud dan Shin (2009, p xvii) Daniel dan Hoose (2010, p.196) Furfine (2003, p113)
Group of 10 (2001)
Lucas (National Reseach Council, 2006, p 2, p9) Staum (2010, p2)
Definisi Risiko Sistemik too important to fail dan herding di market. Kedua individual bank gagal akibat efek penjalaran dalam jaringan lembaga keuangan” “Pandangan umum terhadap risiko sistemik…. Kecendrungan untuk melihat meluasnya kesulitan keuangan akibat munculnya kegagalan dari satu institusi …, melakukan penanganan risiko sebagai endogen dalam bentuk mekanisme amplification akan tetapi dengan memeprhatikan guncangan awal, yang dilihat sebagai exogen. Hal ini berjalan bersamaan dengan cara pandang adanya ketidakstabilan (dalam artian lebih luas) … Risiko sistemik terutama karena adanya ekposur yang sama terhadap risiko faktor makro ekonomi yanhg dihadapi perusahaan…. Yang membawa dampak signifikan dalam jangka waktu yang lama.. dan mengakibatkan adanya krisis keuangan diseluruh dunia“ “Risiko sistemik dapat direalisasikan sebagai runtutan dari kegagalan lembaga keuangan, terjadai dalam waktu yang singkat dan memicu penarikan likuiditas serta penyebaran kehilangan kepercayaan pada sistem keuangan secara keseluruhan” “…situasi dimana terdapat adanya faktor yang memadai secara ekternal, yang mengakibatkan secara sosial biaya keseluruhan dari kegagalan pasar melebihi biaya private dan biaya ektra regulasi” “Risiko dimana beberapa pembayaran intermediari tidak dapat dipenuhi sesuai dengan kondisi perjanjiannya, disebabkan oleh adanya kegagalan dari beberapa institusi untuk menyelesaikan kewajibannya” “Tipe pertama dari risiko sistemik adalah risiko dimana beberapa goncangan keuangan menyebabkan seperangkat pasar atau institusi secara simultan gagal berfungsi secara efisien. Tipe kedua, risiko kegagalan dari satu atau sebagian kecil institusi ditransmisikan ke yang lainnya karena adanya hubungan keuangan antar institusi tersebut” “Risiko suatu event yang akan memicu kerugian nilai ekonomi atau kehilangan kepercayaan, meningkatkan ketidakpastian akibatnya porsi substansial dari lembaga keuangan akan terimbas dari dampak memburuknya real ekonomi tersebut” “Melibatkan …transisi dari sistem stabil keseimbangan ke inferior tapi stabil keseimbangan” melibatkan runtutan kejadia kontagion, yang dapat melibatkan adanya kebijakan yang salah (misstep) dan lingkaran umpan balik antar sektor keuangan dan sektor ril” “.. melibatkan risiko yang timbul akibat struktur dari sistem keuangan dan interaksi antara lembaga keuangan. Risiko sistemik tidak sama dengan risiko sistematik, dimana risiko tersebut timbul karena adanya faktor yang mempengaruhi ekonomi secara keseluruhan. Sistemik risk termasuk didalamnya risiko sistematik dan juga risiko yang muncul karena fenomena kontagion, transmisi dari kerugian atau distress dari satu institusi ke institusi lainnya”
II.2. FAKTOR KERENTANAN INDUSTRI PERBANKAN TERHADAP GONCANGAN Menurut Hadad, Santoso dan Arianto (2003) bank sangat mudah dipengaruhi oleh faktor eksternal, karena mereka adalah bagian dari sistem pembayaran. Lebih jauh perbankan sangat mudah goyah karena; (1) jumlah uang kas sangat kecil dibandingkan dengan kewajibannya segeranya; (2) modal bank sangat rendah dibanding kewajibannya dan (3) rasio dana pihak ke tiga berjangka pendek sangat besar. ISSN # 2252-6242
62
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
Hampir sama dengan Hadad et al (2003), De Bant et al (2010) menyebut ada tiga faktor yang membuat bank rentan terhadap krisis; 1. Struktur dari neraca – masalah perbedaan maturitas aset dan kewajiban. Bank lebih banyak mempunyai dana jangka pendek sedangkan pinjaman yang diberikan dalam jangka panjang sehingga ada mismatches maturity (Allen dan Gale, 2004). Jika terjadi penarikan dana jangka pendek secara besar-besaran dan bank run, bank yang solvent pun akan tetapi tidak likuid akan runtuh (Goldstein dan Pouzner, 2005). 2. Adanya jaringan keterkaitan yang komplek dari ekposure antar bank. Menurut Freixas, Parigi dan Rochet, (2000) hal ini terjadi karena bank memiliki transaksi operasional dalam hal sistem pembayaran, adanya pinjaman antar bank dan adanya transaksi derivatif antar bank. Transaksi tersebut sangat terkait dengan penyediaan likuiditas dan sharing risiko antar bank dan nasabah. Fasilitas pinjaman antar bank (interbank market) dapat menyebabkan adanya kegagalan sistemik pada perbankan meskipun semua bank dalam kondisi solven (Freixas et al. 2000). Hal yang sama disampaikan oleh Rochet dan Tirole (1996) bahwa krisis dapat disalurkan oleh interbank market, terjadinya shock likuiditas pada satu bank kepada bank lain akibat buruknya adalah penutupan pada keseluruhan sistem pembayaran perbankan. Hal ini ini juga diperparah oleh keengganan bank skala besar untuk memberi bantuan kepada bank kecil (Acharya et al., 2008). Jika terjadi gagal bayar (default), satu bank di transaksi pinjaman antar bank akan berpengaruh ke dalam sistem secara keseluruhan. Begitu juga jika sistem pembayaran yang melibatkan bank secara keseluruhan tidak di kelola dengan baik juga akan berdampak kepada risiko sistematik (Rochet dan Tirole, 1996). Sementara itu faktor lain yang juga masuk pada kategori ini secara simultan akan mengakibatkan terjadinya kesulitan keuangan pada lembaga keuangan/bank adalah karena adanya kerelasi asset antar bank (Suh, 2012). Asset dari bank dan lembaga keuangan bukan bank (LKBB) saling berhubungan karena mereka terekpos pada industri yang sama (Suh 2012), terexpose pada kelas asset yang sama (Suh, 2012), problem informasi (Suh, 2012) atau pada faktor makro ekonomi (Suh, 2012). 3. Informasi dan intensitas kontrol dari transaksi kontrak keuangan, dimana kontrak ini tergantung dari janji bayar (promises) yang diberikan oleh bank peminjam dan harapan untuk menerima pembayaran tersebut (De Bant et al, 2010). Pada saat jatuh tempo bank pemberi pinjaman akan memperpanjang fasilitas bila mereka yakin bahwa peminjam akan membayar kewajiban dimasa datang. Akan tetapi bila bank tidak yakin, dan ada informasi asimetris serta ketidak pastian muncul, maka bank pemberi pinjaman dapat saja menghentikan atau tidak memperpanjang fasilitas. Hal ini akan menimbulkan kesulitan likuiditas berantai pada industri perbankan. II.3.
ASIMETRIS INFORMASI DAN EFEK PENULARAN. Terdapat tiga faktor yang berhubungan dengan informasi asimetris berpotensi menyebabkan terjadinya risiko sistemik dalam artian sempit (De Bant et al., 2010) yaitu; 1. Jika informasi dari suatu bank diumumkan oleh regulator, maka deposan yang rasional akan menarik seluruh dananya, berakibat terlikuidasinya asset bank tersebut untuk memenuhi kewajibannya (Allan dan Gale 2004), 2.
Jika informasi kondisi asset (loan tidak produktif), exposure antar bank tidak didapat secara penuh, deposan hanya menerima noisy informasi. Maka merupakan hal yang wajar deposan kemudian bereaksi terhadap informasi tersebut dan melakukan penarikan dananya yang berakibat gagalnya bank (Chen, 1999).
ISSN # 2252-6242
63
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
3.
Adanya signal dipasar modal terhadap kondisi fundamental satu bank dapat membuat deposan melakukan kordinasi (Goldstein dan Pauzner, 2005). Sejalan dengan hal tersebur Rose dan Hudgin (2009) menyatakan bahwa signal dari pasar merupakan tanda yang paling tinggi (ultimate) dari kondisi kesehatan bank. Adanya sinyal buruk mengakibatkan terjadinya bank run.
II.4.
Model Empiris Risiko Sistemik De Bant et al (2010) dalam artikel mereka mengenai risko sistemik mengambil fokus terdahp efek penularan (contagion effect) dan adanya kerentanan dari bank. Mereka mendiskusikan lebih detail mengenai contagion (efek penularan) dan sistemik panik dari bank sebagai konsekuensi dari faktor makro ekonomi dan adanya lending boom. Efek penularan dapat ditularkan dari transmisi ketidakstabilan bank melalui reaksi dari deposan retail, interbank market, sistem pambayaran dan settlement dan faktor lain yang timbul karena risiko endogen yang muncul dari dalam bank. Sebelum krisis keuangan tahun 2008, menurut Buhler dan Prokopczuk (2007) terdapat 2 aliran besar dari kajian pustaka yang membuktikan secara empiris tentang risiko sistemik pada sistem perbankan. Aliran pertama melihat bahwa risiko sistemik muncul karena kemungkinan dampak penjalaran dari transaksi antar bank (interbank market). Contagion effect muncul karena adanya transaksi netting system dan struktur ekonomi pada perbankan. Penelitian ini lebih banyak dilakukan oleh peneliti terdahap bank sentral di beberapa negara seperti di Swiss (Buhler dan Prokopczuk, 2007), Italia (Buhler dan Prokopczuk, 2007), USA (Furfine, 2003), Jerman (Buhler dan Prokopczuk, 2007). Studi empiris mereka menunjukkan bahwa efek penularan pada sistem perbankan rendah. Grup kedua menggunakan data dari pasar modal. Aliran kedua ini juga dibagi dalam dua kelompok, yaitu; kelompok yang menggunakan metodologi event studi untuk menguji seberapa buruk dampak dari contagion effect terhadap ekuitas perbankan. Menurut Buhler dan Prokopczuk (2007) kelompok ini melihat adverse events pada kegagalan bank (Aharony dan Swary, 1983; Mall dan Pettersen, 1990), atau global finansial krisis (Masume dan Sinkey Jr (1990), Kho et al (2000) dan Bartram et al (2005). Hasilnya, penelitian mereka menunjukkan adanya ambigu satu sama lain. Sedangkan kelompok kedua dari pasar modal ini menggunakan data time series dari data pasar modal untuk melihat ketergantungan (linkage) dari struktur neraca perbankan. Lehar (2005) menunjukkan adanya kenaikan risiko sistemik pada perbankan di Jepang, sedangkan di Amerika Utara terjadi penurunan risiko sistemik dengan menggunakan data tahun 1988-2002. Sementara itu, de Nicolo dan Kwast (2001) menggunakan data tahun 1988-1999, menemukan bahwa korelasi antara return industri perbankan semakin meningkat yang menunjukkan adanya peningkatan risiko sistemik. Schuler (2000) mendapatkan hasil yang sama dengan temuan Nicolo dan Kwast (2001) terhadap industri perbankan Eropa berdasarkan data tahun 1980-2001. Lehar (2005) menggunakan data dari stock market, menghitung ketergantungan struktur asset dari bank menggunakan model struktural seperti yang banyak digunakan dalam internal model pengukuran risiko di setiap bank umum untuk memprediksi risiko sistemik. Billio, Getmansky, Lo dan Pellizon (2011) dan Bisias, Flood, Lodan Valavanis (2012) memberikan referensi baru terhadap krisis keuangan. Mereka menyebut bahwa penyebab dari risiko sistemik adalah 4L yaitu; leverage, liquidity, loss dan linkage. Jika leverage bank terlalu tinggi untuk mengejar return yang tinggi, kemungkinan kerugian akan tinggi. Pada kondisi tersebut kerugian kecil dari satu bank bisa berubah menjadi masalah likuiditas melalui umpan balik negatif pada jaringan sistem keuangan. Jika ada rumor negatif antar deposan terhadap kerugian bank, dan ketidakpercayaan dari bank lain bisa mengakibatkan bank run. Behubungan dengan konsep 4L dari Bilio et al (2011), Bisias, Flood, Lo dan Valavanis (2012) menyusun taksonomi model ISSN # 2252-6242
64
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
risiko sistemik berdasarkan metodologi penelitian sebagai berikut; II.4.1. PROBABILITY DISTRIBUTION MEASURE Metode ini mengukur secara langsung risiko sistemik dari distribusi gabungan (joint distribution) return dari asset perusahaan. Output model memberikan informasi perkiraan korelasi kerugian (correlated losses), seringkali output yang dihasilkan (probabilitas distribusi) digunakan sebagai input pengukuran metoda lain. Akan tetapi merupakan model a-teoritis. Beberapa model yang masuk kedalam kategori ini adalah; systemic expexted shortfall (SES) dan expected shortfall dari Acharya, Pedersen, Philippon dan Richardson (2010), CoVar dari Adrian dan Brunnermeir (2010), serta banking system multivariate density (BSMD) dari Goodhart, Segoviano (2009). Acharya et al (2010) mengukur konstribusi dari setiap bank terhadap risiko sistemik dengan SES. Kelebihan dari model ini adalah secara logika konsisten dan diukur dengan unit natural sesuai dengan skala besaran dari perusahaan. Dengan demikian, sangat mudah untuk digunakan dalam pengukuran risiko sistemik. Selain hal tersebut, output pengukuran dapat dijumlahkan jika terjadi merger dari bank atau spin off. Namun, prediksi model akan berkurang kekuatannya menggunakan lag data (data historis), sehingga model ini sangat akurat bila menggunaka data terkini. CoVar dari Adrian Brunneirmeir (2009), mengukur risiko sistemik melalui kondisional Value at Risk dari sistem keuangan. CoVar didefinisikan sebagai perbedaan antara CoVar dari institusi dalam kondisi akan distress dengan CoVar median institusi tersebut. Model ini tidak tergantung dari pergerakan terkini dari harga saham sehingga dapat digunakan untuk antisipasi risiko sistemik. CoVar ini dapat dikategorikan sebagai model reduced form approach, yang mengambil fokus terhadap perilaku statistik tail dari asset return institusi. Namun, kelemahan model ini tidak dapat dipakai untuk operasi penjumlahan seperti yang dapat dipakai pada model Acharya et al (2010). Segovino (2009) mengukur risiko sistemik dengan memperkenalkan fungsi BSMD dengan mendefinisikan sistem perbankan sebagai portofolio dari bank. Dari sini multivariate densitas akan diperkirakan dengan beberapa pengukuran. Distress dari sistem perbankan diukur dengan joint probability of default (JPOD). Banking Stability Index (BSI) akan digunakan untuk mengukur jumlah bank yang akan mengalami distress bila paling kurang satu bank bermasalah. Sedangkan probability of cascade effect (PCE) adalah mengukur satu bank menjadi distress bila terdapat bank yang bermasalah. Metode ini dapat mengukur distress antar wilayah regional atau geografis II.4.2. CONTINGENT CLAIM DAN PENGUKURAN KEGAGALAN (DEFAULT) Metode ini menggunakan pendekatan struktural dalam memodelkan default seperti yang diinisiasi oleh Merton (1974). Ekuitas dapat dipandang sebagai call option dari asset perusahaan. Harga saham dan hutang merupak kontinjen klain dari asset perusahaan. Pendekatan pada metode struktural ini diantaranya digunakan oleh Lehar (2005), Huang, Zhou dan Zhu (2009) dan Gray dan Jobs (2009). Lehar (2005) menggunakan systemic risk index based on asset SIV( ) sebagai ukuran probabilitas terjadinya risiko sistemik. Selanjutnya Lehar (2005) membuat definisi systemic risk based on number of bank SIN( ) sebagai probabilitas bahwa lebih dari fraksi bank tertentu akan mengalami kegagalan pada saat yang bersamaan. Huang et al (2009) membuat perkiraan premium asuransi untuk perlindungan terhadap kerugian berdasarkan probabilitas default pada individual institusi dalam satu grup dan membuat perkiraan korelasi return dari asset dalam satu grup tersebut. Selanjutnya Huang et al (2009) juga mengukur kontribusi terhadap total risiko ISSN # 2252-6242
65
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
dalam bentuk expected loss institusi sub-porfolio pada kerugian portfolio sistemik Metode struktural ala Merton ini setidaknya memiliki 2 keunggulan, yaitu (1) model tersebut disusun berdasarkan teori dan argumentasi yang kuat, dan (2) model tersebut merupakan model yang relatif mudah dimengerti. Oleh karena itu, metode ini telah digunakan luas untuk menghitung risiko bank, khususnya risiko kredit. II.4.3. ILLIQUIDITY MEASURE (PENGUKURAN KETIDAK LANCARAN ASET) Faktor tidak likuidnya asset perbankan dapat merupakan alat ukur risiko sistemik. Bank untuk memenuhi likuiditasnya sangat tergantung dari pinjaman antar bank. Adanya mutual claim terhadap exposure antar bank, seperti; pinjaman jangka pendek (over night borrowing); kontijensi transaski, seperti; kebutuhan letter of credit; dan transaksi derivatif. Kegagalan satu bank dalam memenuhi kewajibannya dapat mengakibatkan krisis yang berakibat runtuhnya sistem perbankan secara keseluruhan. Kekurangan likuiditas merupakan ancaman besar pada sistem perbankan. Jika satu bank besar tidak bisa melakukan pinjaman karena kesulitan likuiditas, maka hal ini dapat menyebar dan memberikan kontribusi 9% dari total asset sistem perbankan (Furfine, 2003). Menurut model Acharya dan Yorulmazer (2008) likuiditas dapat ditransfer melalui pinjaman antar bank dan penjualan asset. Semakin banyak bank yang gagal dalam kondisi krisis, maka semakin banyak asset yang tersedia bagi bank yang bertahan untuk di akuisisi. Namun, likuiditas tidak banyak tersedia untuk pembelian karena banyaknya tagihan antar bank yang macet. Pada saat krisis, juga akan terjadi konsentrasi kekuatan pada bank yang bertahan. Akibatnya, mereka akan mengenakan beban bunga yang tinggi bagi bank peminjam. Dengan kondisi seperti itu, perlu berjalannya fungsi bank sentral sebagai penyedia dana yang lebih murah bagi bank bermasalah. Jika hal ini tidak terjadi, maka efek penularan krisis akan bertambah parah. Menurut Eckbo dan Thorburn (2008), penjualan asset melalui “prepac auction” dilakukan apabila suatu bank sudah berada di dalam kondisi genting dan sudah relatif menuju kebangkrutan. Hal ini akan menghasilkan harga yang lebih rendah dari penjualan pada perusahaan yang “going concern” (masih beroperasi normal). Penjualan paksa asset (fire sales asset) dapat berakibat turunnya harga secara signifikan. Hal tersebut dapat berpengaruh buruk pada bank lain karena harga pasar bank yang memegang asset sejenis juga dapat turun secara drastis. II.4.4. Network Analysis – Measure (Pengukuran Dengan Analisis Jaringan) Sama dengan metode probabilitas distribution measure, pengukuran keterkaitan antar jaringan ini juga merupakan model pendekatan a-theori. Metode pengukuran ini dapat memberikan indikasi langsung hubungan antara perusahaan /bank. Beberapa penelitian kemudian menggunakan model network analysis agar bisa menjelaskan lebih spesifik hubungan antar bank, model ini lebih bisa menjelaskan hubungan (linkage) antar bank dan efek penularan melalui sistem antar bank. Allen dan Gale (2000) menggunakan model ini untuk memprediksi efek penularan dengan memberikan batasan (treshold) yang harus dipenuhi oleh bank. Model lain yang dipakai untuk mengukur efek penularan pinjaman antar bank adalah global games theory (De Bant et al, 2010). Keuntungan menggunakan ini adalah untuk melakukan analisa kordinasi antara deposan pada saat bersamaan ketika panik terjadi dengan deposan yang percaya dengan kesehatan bank (Goldstein dan Pauzner, 2005) Bisias et al (2012), mengajukan dua model jaringan dari exposure antar bank untuk melakukan penilaian kegagalan ISSN # 2252-6242
66
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
bank dalam jaringan kerja tersebut. Data yang dipakai disini adalah data institusional bank. Model yang dipakai dapat mengukur efek domino untuk identifikasi hubungan sistemik dan kerentanan (vulnerable) sistem perbankan suatu negara ataupun institusi. Selain itu model ini dapat juga digunakan untuk menghitung potensial kerugian dari kapital bank/negara serta melacak potensi terjadi terjadinya kontagion. Permasalahan dalam menggunakan model ini adalah kebutuhan data. Data yang harus ada adalah data institusi pinjaman antar bank, baik yang tercatat di neraca, maupun yang tidak tercatat di neraca (off-balance sheet). II.4.5. FAKTOR MAKRO EKONOMI DAN AGGREGATE SHOCK Chen (1999) mengatakan bahwa faktor makro ekonomi yang memburuk dapat memberikan shock meningkatkan terjadinya efek contagion. Sedangkan De Bant et al (2010) menyatakan krisis perbankan terjadi karena adanya faktor cyclical dari penurunan kondisi ekonomi atau terdapatnya aggregate shock. Misalnya kenaikan suku bunga yang signifikan, runtuhnya pasar modal, terjadinya devaluasi mata uang. Kenaikan suku bunga dapat berakibat banyaknya gagal bayar pada debitur, sedangkan deposan mencari bunga yang ditawarkan lebih tinggi dari bank lain, akibatnya terjadi pemindahaan dana dari bank satu ke bank lainnya. Perubahan suku bunga berhubungan terbalik dengan profit dari bank De Bant et al (2010) Sementara itu Borio (2009) mencoba membuat indikator awal faktor makro ekonomiuntuk memprediksi krisis perbankan berdasarkan rerangka kerja yang dibangun oleh Borio dan Lowe (2004). Terdapat tiga indikator yang digunakan yaitu property price gap, (real) equity price gap, dan credit gap. Pendekatan ini didasari oleh siklus endogen pada sudut pandang ketidakstabilan kondisi keuangan. Mereka berargumen bahwa keberadaan tumbuhnya angka kredit dan nilai asset yang sangat cepat menunjukkan adanya ketidakseimbangan keuangan yang akan berakibat kesulitan keuangan (financial distress). Berikut adalah ringkasan pengukuran risiko sistemik yang di adopsi dari Van-Hoose (2011).
Model Acharya, Pedersen, Philippon dan Richardson (2010)
Adrian dan Brunneirmeir (2009)
Billio, Getmansky, Lo dan Pellizon (2010)
ISSN # 2252-6242
Tabel 2: Pengukuran Resiko Sistemik Pengukuran Risiko Sistemik Systemic expected shortfall; mengukur tingkat risiko default, mengukur potensi kerugian yang terjadi pada perusahaan pada kondisi ektrim
Unit Analisis Bank
Marginal expected shortfall ; mengukur kontribusi kerugian dari institusi terhadap sistem perbankan CoVaR; adalah Value at Risk dari lembaga keuangan kondisional terhadap institusi lain mengalami distress
Sistem Bank
Marginal contribution to systemic risk menunjukkan perbedaan antara CoVaR dan VaR sistem keuangan Illiquidity risk exposure; auto correlation coefficient dari return bulanan.
Sistem
Increase commonality dari asset return, dan principal component analysis
Sistem
Sudden shock dari regime switching model, dan Direction of relationship Granger Causality
Sistem
Bank
Bank
67
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
Model Christian Brownless dan Eangle (2010) De Jonghe (2010)
De Nicolas dan Kwast (2002) Elsinger, Lehar, Summer (2006)
Gauthier, Lehar dan Souzssi
Iory, Jafarey dan Padilla (2006) Jorion, Zhang (2009) Lehar (2005)
Segoviano dan Goodhart (2009) Torashev, Borio dan Tsatsaronis (2010) Zhou (2010)
Pengukuran Risiko Sistemik Time varying institutional – level conditional volatilities, market index correlation dan joint tail pengukuran MES Acharya, et al (2010) Tail Beta, probabilitas penurunan substansial harga saham bank conditional terhadap turunnya nilai banking index. Dinamik return dari saham berkorelasi dengan organisasi bank yang besar dan komplek Incremental Value at Risk, kontribusi individu terhadap keseluruhan VaR sistem perbankan.
Unit Analisis Sistem
Conditional expected shortfall – kenaikan pada harapan asuransi deposit dari sistem perbankan karena kegagalan satu institusi Component Value at Risk – Beta kerugian dari setiap bank; mengukur marginal efek kenaikan size dari bank
Sistem
Incremental Value at Risk – kenaikan risiko industri terhadap penambahan institusi pada sistem Jumlah dari simulasi kegagalan dari setiap unit waktu Abnormal return ekuitas dan kumulatif abnormal return dari perusahaan bankrut dan kreditor Risiko dari bank – kontinjen klaim dari asset perbankan, diturunkan dari korelasi asset portfolio Banking Stability Index; ekpektasi jumlah bank bermasalah jika paling kurang satu bank bermasalah Nilai Shapley distribusi dari VaR atau expected shortfall setiap institusi, rata rata dari marjinal konstribusi kerugian dari seluruh institusi Conditional failure probability – probabilitas dari sekurangnya tambahan satu bank gagal kondisional pada kegagalan bank lain (given)
Sistem
Systemic impact index – harapan jumlah kegagalan system perbankan conditional pada kegagalan adanya bank (given)
Sistem
Vulnerability Index – probabilitas dari bank tertentu gagal bila terjadi kegagalan sistem (given)
Bank
Bank
Sistem Bank
Bank
Sistem Sistem Bank dan Sistem Bank dan Sistem Bank Sistem Sistem
Hingga saat ini, belum ada metode standar yang dapat digunakan regulator untuk mengukur risiko sistemik. Basel I dan Basel II tidak mencakup perhitungan risiko sistemik. Regulasi ini baru membatasi perhitungan pada risiko non-sistemik yang dihadapi masing-masing bank, sedangkan risiko secara keseluruhan sistem perbankan (macro prudential) tidak tercakup dalam regulasi tersebut. Sejalan dengan hal tersebut BI juga telah mengeluarkan peraturan ISSN # 2252-6242
68
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
tentang penerapan manajemen risiko bagi bank umum pada PBI no 11/25/PBI/2009. Namun, karena BI melakukan adopsi aturan Basel II, maka permasalahan yang sama terdapat disitu dimana tidak ada cakupan mengenai perhitungan risiko sistemik. Seperti diuraikan diatas pengukuran risiko sistemik sudah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan berbagai metode; Lehar (2005), dan Gray dan Jobs (2009) menggunakan structural form approach yang awalnya diinisiasi oleh Merton (1974) untuk mengukur korelasi porfolio asset perbankan. Acharya et al (2010) mengukur kontribusi setiap bank terhadap risiko sistemik dengan menggunakan systemic expected shortfall (SES). Sedangkan beberapa peneliti lain menggunakan reduced form approach yang fokus pada statistical tail behaviour dari asset return institusi (Huang, Zhu dan Zhou, 2009, Goodhart dan Segoviano 2009). Sampai sekarang, belum banyak studi khusus yang dilakukan untuk mengukur risiko sistemik di industri perbankan di Indonesia. Studi yang dilakukan umumnya masih berupa bagian dari studi-studi lain yang dilakukan bersamaan dengan industri perbankan negara-negara lainnya. Misalnya, Huang et al. (2011) melakukan penelitian untuk mengukur risiko sistemik di negara-negara di Asia Pasifik, termasuk Indonesia, dengan menggunakan probability of default (PD) dengan Credit Default Swap (CDS) spread sebagai ukuran dari risiko sistematik yang dikembangkan dari pengukuran yang dikemukakan oleh Merton (1974). Penelitian lain yang juga memasukkan perbankan Indonesia sebagai sampel dilakukan oleh Demirgüç-Kunt dan Detragiache (2005). Penelitian ini menggunakan analisis ekonometrik yang memasukkan pengaruh makroekonomi untuk mengukur tingkat vulnerabilitas krisis serta penentuan early warning system untuk industri perbankan di industrial dan emerging countries (Kaminsky and Reinhart, 1999). Kedua penelitian tersebut menyimpulkan bahwa krisis perbankan di Indonesia sebenarnya merupakan krisis yang di “tularkan” dari krisis yang terjadi di negara-negara sekitarnya. Sebelum krisis tahun 2007/2008, Hadad, Santoso dan Arianto (2003) membuat model indikator awal krisis perbankan. Metodologi dan model yang dipakai adalah model Hardy dan Pazar Basioglu yang diperkenalkan tahun 1999. Variabel yang dipakai adalah variabel sektor riel, variabel sektor perbankan dan variabel shock. Model ini dapat memberikan indikator awal adanya permasalahan pada bidang perbankan. Hasil ini dapat digunakan sebagai masukan bagi perumusan kebijakan perbankan bagi Bank Indonesia untuk mengantisipasi tidak terjadinya pengulangan krisis pada sistem perbankan Indonesia. III.
KESIMPULAN Dengan memperhatikan sejarah dan perkembangan analisa yang sudah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa sampai dengan saat ini, kajian terakhir mengenai pengukuran risiko sistematik yang khusus dilakukan di perbankan Indonesia dan negara ASEAN dilakukan oleh Hadian (2012). Pengukuran risiko sistematik dalam kajian ini menggunakan metode structural form approach dari Merton (1974). Dengan demikian, masih relatif sedikit kajian pustaka yang mengukur risiko systemic system perbankan Indonesia. Untuk hal tersebut, tahap selanjutnya setelah kajian pustaka ini adalah melakukan pengetesan model yang sudah ada dengan indikator variabel yang tersedia di dalam industri perbankan Indonesia. Selanjutnya, dengan mengaplikasikan data makro ekonomi, baik data dan indikator keuangan seperti GDP dan variabel lainnya, data suku bunga, data harga properti, pertumbuhan kredit, ekuitas dan inflasi, dengan melakukan modifikasi model Borio (2009), dan Alessi dan Detken (2009). Dari hasil pengetesan tersebut kemudian dibuat model risiko sistemik yang sesuai dengan kondisi data perbankan Indonesia. ISSN # 2252-6242
69
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
Model pengukuran risiko sistemik yang sesuai dengan perbankan Indonesia dapat digunakan sebagai early warning signal bagi regulator untuk menentukan kemungkinan munculnya risiko sistemik di dalam industri perbankan Indonesia. Selain hal tersebut, dengan mengukur kontribusi risiko yang ditimbulkan dari setiap masing-masing bank, maka regulator juga dapat memberikan pengawasan dan pengambilan langkah yang tepat untuk menanganinya. Tentunya, diharapkan risiko dapat dilokalisir dan dilakukan minimalisir dampak penularannya. Dengan demikian, kajian pustaka ini dapat memberikan dasar untuk perkembangan analisa resiko sistemik selanjutnya dengan mempertimbangkan variabel yang sudah digunakan di dalam penelitian sebelumnya, dan menimbang variabel/indikator lain yang perlu diikutsertakan sehingga dapat menghasilkan suatu model early warning signal yang lebih baik dan komprehensif. DAFTAR PUSTAKA Acharya, Viral V., 2009. “A theory of systemic risk and design of prudential bank regulation”. Journal of Financial Stability, Vol. 5: hlm. 224 – 255. Acharya, Viral V., Pedersen, Lasse. H, Philipon, Thomas dan Richardson, Mathew, 2010. “Measuring Systemic Risk” Working paper, The 17th Duvrovnik Economic Conference. Acharya, Viral V., dan Yorulmazer, V, 2007, “Too Many to Fail ; An Analysis of Time inconsitency in Bank Closure Policies”, Journal of Financial Intermediation, vol 16 pp 131 Adrian, T., and M. Brunnermeier, 2010, “CoVaR,” Staff Report 348, Federal Reserve Bank of New York, USA Allen, F dan Gale, D, 2000. “Financial Contagion”, Journal of Political Economy, 108, pp 1-33 Allen, F dan Gale, D, 2004, “Financial Fragility, Liquidity and Asset Price” Journal of the European Economic Association, vol 2, pp 1015-1048 Arricia, G., Marquez, R., 2006.” Lending Boom and Lending Standard”, Journal of Finance, vol 61, pp 2511-2546 Billio, M., Getmansky, M., Lo, Andrew, dan Pelizzon, L, 2010, “Measuring Systemic Risk in the Finance and Insurance Sector”, MIT Sloan School, working paper # 4774-10 Borio, C. , 2010, “Implementing a Macroprudential Framework: Blending Boldness and Realism,” working paper, Bank for International Settlements, Keynote address for the BISHKMA research conference, Honk Kong SAR, 5-6 July 2010. Buhler, W., Prokopczuk, M., 2007” Systemic Risk : Is Banking Sector Special?” working paper Chen, Y, 1999.”Banking Panic: The Role of First Come, First- Served Rule and Information Externalities”, Journal of Political Economy, vol 107, pp 946-968 De Bandt, O. dan Hartmann, P., 2000. “Systemic Risk: a Survey”. Discussion Paper # 2634, Centre for Economic Policy Research, December 2000. De Bandt, O., Hartman, P., dan Peydro, JL,. 2010 “Systemic Risk in Banking an update”, Oxford Hanbook of Banking, pp 634-664 De Nicolo, G. dan Kwast, M.L, 2002,”Systemic Risk and Financial Consolidation; Are They Related.” Journal of Finance, vol 26, pp. 861-880 Diamond, D. V dan Dybvig, P. 1983.”Bank Runs, Deposit Insurance, and Liquidity”, Journal of Political Economy, vol 91, pp 401-419 Diamond, D.V dan Rajan, R., 2005. ”Liquidity Shortage and Banking Crisis”, Journal of Finance, vol 60, pp. 615-647 Demirgüç-Kunt, Asli dan Enrica Detragiache (2005). Cross-Country Empirical Studies of Systemic Bank Distress: A Survey. World Bank Policy Research Working Paper # 3719, September 2005. Diunduh dari https://openknowledge.worldbank.org Eckbo, E dan Thorburn, K.,2008.”Automatic Bankruptcy Auction and Fire Sales”, Journal of ISSN # 2252-6242
70
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
Financial Economic, vol 89, pp. 404-422 Freixas, Xavier., Parigi, Bruno., dan Rochet, Jean-Charles., 2000. “Systemic risk, interbank relations, and liquidity provisio by the Central Bank”. Journal of Money, Credit and Banking, Vol. 32 (3), pp. 611 – 638. Furfine, C. H, 2003,”Interbank Exposure; Quantifying the Risk of Contagion”, Journal of Money, Credit and Banking, vol 35, pp. 111-128 Gauthier, Celine., Lehar A, dan Soussi Moez, 2012 “ Macro Prudential Capital Requirement & Systemic Risk”, Journal of Financial Intermediation, vol 21; hlm 594-618 Hadad, Muliaman, Santoso, Wimboh., dan Arianto, Bambang. 2003 “Indikator awal krisis perbankan”, www.bi.go.id Hadian, 2012.”Analisa Risiko Sistemik Pada Sistem Perbankan Negara-Nagara ASEAN” Unpublished Thesis S2, PPIM Fakultas Ekonomi UI. Hoose, David.V 2011.” Systemic Risk and Macroprudential Bank Regulation ; Critical Appraisal”. Working Paper, Network Financial Institute, Indiana State University. Huang, Xin., Zhou, Hao., dan Zhu, Habbin. 2009 “A Framework for Assessing the Systemic Risk of Major Financial Institution”, Journal of Banking and Finance, vol 33, hlm 20362049 Kaminsky, G. Dan Reinhart, C.M. (1999), “The Twin Crises: The Causes of Banking and Balance of Payments Problems”, American Economic Review, 89, pp. 473500. Lehar, Alfred., 2005. “Measuring Systemic Risk: A Risk Management Approach”. Journal of Banking & Finance, Vol. 29: hlm. 2577 – 2603. Merton, R. C., 1974. “On the Pricing of Corporate Debt: The Risk Structure of Interest Rate”. Journal of Finance, Vol. 29: hlm. 449 – 470. Rochet, J.C., dan Tirole, J.,”Interbank Lending and Systemic Risk”, Journal of Money, Credit dan Banking, vol 28, pp 733-762 Rondriges-Moreno, Maria dan Pena, J. Ignacio.2010.”Systemic Risk: the Simpler the Better?. Working Paper, Business Economic Series (05). Rose and Hudgin, S, 2010, Bank and Other Financal Institution, Mc Graw Hill Segoviano, M. A., dan C. Goodhart, 2009, “Banking stability measures,” Financial Markets Group, Discussion paper # 627, London School of Economics and Political Science Suh, Sagwon, 2012 “ Measuring systemic Risk A Factor – Augmented Correlated Default Approach”, Journal of Financial Intermediation, vol 21; hlm 341-358
ISSN # 2252-6242
71