Pengaruh kopi Aceh ulee kareng terhadap kekerasan basis gigitiruan resin akrilik Effect of ulee kareng Aceh coffee the hardness of acrylic resin denture base 1
Rini Defika Putri, 2Viona Diansari, 3Iin Sundari
1
Mahasiswa Tahapan Profesi Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Darussalam - Banda Aceh, Indonesia 2
ABSTRACT The hardness of denture base is influenced with the habit of most commonly consumed. Ulee Kareng Aceh coffee was atype of robusta coffee which is acidic. The purpose of this study was to determine the change of surface hardness of acrylic denture base after being immersed in ulee kareng coffee for 3 days. Twelve specimens ( 5 mm diameter and 2 mm thickness) were randomly distributed in two groups: control (immersion in distilled water) and experimental (immersion in Ulee Kareng Aceh coffee). Hardness was measured before and after immersion using Knoop Microhardness tester (Shimadzu). Data were statistically analyzed by Mann Whitney and Wilcoxon test (α = 0.05). The results of the study showed a significant difference between the groups P < 0.05. The surface hardness of acrylic denture base decreased after immersion for both group P < 0.05. Key words: acrylic resins, Ulee Kareng Aceh coffee, hardness ABSTRAK Kekerasan basis gigitiruan dapat dipengaruhi oleh makanan dan minuman yang sering dikonsumsi pasien. Kopi Aceh Ulee Kareng merupakan kopi robusta yang bersifat asam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan kekerasan basis gigitiruan resin akrilik setelah direndam dalam kopi Aceh Ulee Kareng selama 3 hari. Penelitian ini menggunakan 12 spesimen resin akrilik (diameter 5 mm dan tebal 2 mm) yang dibagi ke dalam 2 kelompok perendaman, yaitu kelompok kontrol (akuades) dan kelompok perlakuan (kopi Aceh Ulee Kareng). Pengujian kekerasan dilakukan sebelum dan sesudah perendaman dengan menggunakan alat Knoop Microhardness Tester (Shimadzu). Analisis data menggunakan Mann Whitney menunjukkan ada perbedaan nilai kekerasan yang signifikan (P < 0,05) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Dari uji Wilcoxon diperoleh penurunan nilai kekerasan yang signifikan pada kedua kelompok. Kata kunci: basis gigitiruan resin akrilik, kopi Aceh Ulee Kareng, kekerasan Knoop Korespondensi: Rini Defika Putri, Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh, Indonesia. Telp. (0651) 7411794. E-mail:
[email protected].
The comparison of body mass index of elderly used and did not use full denture Perbandingan indeks massa tubuh antara manula yang menggunakan dengan yang tidak menggunakan gigitiruan penuh 1
Bahruddin Thalib, 2Ita Purnama Alwi
1
Department of Prosthodontic Student Faculty of Dentistry, Hasanuddin University Makassar, Indonesia 2
ABSTRAK
Kehilangan gigi pada kondisi lansia dilaporkan cukup tinggi. Hal tersebut mengganggu fungsi kunyah yang selanjutnya dapat mempengaruhi asupan nutrisi manula. Rehabilitasi gangguan fungsi kunyah pada manula yang kehilangan seluruh giginya dapat dilakukan dengan menggunakan gigitiruan penuh (GTP), walaupun hanya dapat memperbaiki fungsi kunyah 30-50%. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan status gizi antara manula yang menggunakan dan yang tidak menggunakan gigitiruan penuh dengan indikator indeks massa tubuh (IMT). Analisis deskriptif dilakukan pada 32 sampel manula untuk masing-masing kelompok. Hasil pengukuran IMT pada manula yang menggunakan GTP dan tidak menggunakan GTP dengan kategori sangat kurus (0% : 9,4%), kurus (9,4% : 28,1%), normal (68,8% : 53,1%), obesitas ringan (3,1% : 3,1%), obesitas sedang (12,5% : 3,1%), dan obesitas berat (6,2% : 3,1%). Secara keseluruhan tidak didapatkan perbandingan yang bermakna (P = 0,14), namun apabila dilihat pada setiap kategori ada perbedaan pengukuran IMT, yaitu keadaan status gizi manula yang menggunakan GTP lebih baik dibandingkan manula yang tidak menggunakan GTP. Kata kunci: lansia, indeks massa tubuh, gigitiruan penuh ABSTRACT Several studies showed that tooth loss was quite high occurred in elderly, which could interfere their chewing function, and finally affected their nutrient intake. Rehabilitation of chewing dysfunction in elderly who have lost all their teeth can be managed by using full denture (FD). However, a FD can only improve 30-50% of chewing function in elderly. This study was aimed to compare the nutritional status involved measured by Body Mass Index (BMI) indicators in elderly with or without FD. This descriptive analysis study of 64 elderly, consists of 32 with FD and other 32 who did not wear FD. The results showed that the category of elderly wearing FD were sequentially very underweight 0%, underweight 9.4%, normal 68.8%, mild obese 3.1%, obese 12.5%, severe obese 6.2%, while the category of elderly who did not wear FD were sequentially very underweight 9.4%, underweight 28.1%, normal 53.1%, mild obese 3.1%, moderate obese 3.1%, severe obese 3.1%. Statistical analysis showed no significant differences (P = 0.14), but there are differences in each category which measured by BMI. This study concluded that nutritional status of elderly using FD was better than the elderly who didn’t wear FD. Key words: elderly, body mass index, full denture Correspondence: Bahruddin Thalib, Department of Prosthodontic, Faculty of Dentistry, Hasanuddin University, Indonesia, E-mail:
[email protected].
Penilaian tingkat keberhasilan perawatan ortodontik dengan piranti lepasan berdasarkan indeks PAR Assessment of success rate of orthodontic treatment using removable appliance based on PAR index 1
Muh. Irwansyah, 2Eka Erwansyah Mahasiswa Tahapan Profesi 2 Bagian Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia 1
ABSTRACT The success of orthodontic treatment, particularly with removable orthodontic appliances not only relies on the expertise of the clinician, but also highly depends on the patient's own. It is necessary to know the extent of the success rate of an orthodontic treatment. Assessment of malocclusion severity and treatment outcome has become a very popular object of research conducted by the PAR index. This study aims to determine the success rate of orthodontic treatment with removable appliances based on PAR Index. The research was carried out on March-May 2011 with samples of patients dental models who had completed orthodontic treatment in the year 2008-2011 at the Department of Ortodonsia RSGMP UNHAS. Sixty six pairs of dental models fulfilled the inclusion criteria and the rules of PAR Index. Percentage change in PAR score obtained by 35% in the assessment with no weighted and 36% was assessment by weighted. This results showed the level of orthodontic treatment success include into the
category of "no change", but with a trend into the category of "a change "with a significant value ρ = 0.000 (ρ < 0.05). It was concluded that there was occlusion improvements in orthodontic treatment with removable appliance, although very low and therefore need evaluation and improvement of governance maintenance carried out. Keyword: PAR Index, orthodontic treatment, removable orthodontic appliance ABSTRAK Keberhasilan perawatan ortodontik khususnya ortodontik lepasan selain bergantung pada keahlian diagnostik dari klinisi, juga sangat bergantung pada pasien itu sendiri. Untuk itu perlu diketahui tingkat keberhasilan suatu perawatan ortodontik. Penilaian tingkat keparahan maloklusi dan hasil perawatan telah menjadi objek penelitian yang sangat populer dilakukan dengan indeks PAR. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan perawatan ortodontik dengan piranti ortodontik lepasan berdasarkan Indeks PAR. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Mei 2011 dengan sampel berupa model gigi pasien yang telah selesai menjalani perawatan ortodontik pada tahun 2008-2011 di Klinik Ortodonsia RSGMP UNHAS. Diperoleh 66 pasang model gigi yang memenuhi kriteria inklusi dan aturan indeks PAR. Persentase perubahan skor PAR sebesar 35% pada penilaian tanpa pembobotan dan 36% pada penilaian dengan pembobotan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan termasuk kategori “ada perubahan”, namun cenderung masuk ke kategori “tidak ada perubahan” dengan nilai signifikan ρ = 0,000 (ρ < 0,05). Disimpulkan bahwa terjadi perbaikan oklusi pada perawatan ortodontik dengan piranti lepasan, meskipun sangat kecil sehingga membutuhkan evaluasi dan perbaikan tatalaksana perawatan yang telah dilakukan. Kata kunci: indeks PAR, perawatan ortodontik, piranti ortodontik lepasan Koresponden: Eka Erwansyah, Bagian Ortodonsia, Fakultas kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Jl. Kandea No.5 Makassar, Indonesia. E-mail:
[email protected]
Identifikasi Pseudomonas aeruginosa dan tes sensitivitas siprofloksasin pada abses periodontal Identification of Pseudomonas aeruginosa and sensitivity test of ciprofloxacin on periodontal abcess 1
Irene E. Rieuwpassa, 2Muliaty Yunus, 3I Wayan Suka Arsana Bagian Biologi Oral 2 Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin 3 Departemen Bedah Umum RS Labuang Baji Makassar, Indonesia 1
ABSTRACT Periodontitis is a common type of periodontal disease caused by expansion of the early stages of gingival inflammation. Expansion of inflammation to the tissue structures supporting the teeth can be modified by the pathogenic ability of plaque or host resistance factors. A total of 200 different bacteria have been identified on the plaque. Resistance to antimicrobials can be natural because the microbes develop mechanisms to defend themselves. Ciprofloxacin is a synthetic drug of the second generation quinolones derivatives. Mechanism of its action is to inhibit the activity of bacterial DNA gyrase, which is bactericidal with a broad spectrum against Grampositive or negative. This observational study identified P. aeruginosa and sensitivity test was performed to ciprofloxacin in periodontal abscesses. Study conducted in 23 patients with periodontal abscess. Of those, Pseudomonas was acquired for 8 samples and 4 of them was resistant to ciprofloxacin. Key words: sensitivity test, ciprofloxacin, periodontal abscess ABSTRAK Periodontitis adalah jenis umum penyakit periodontal yang disebabkan oleh perluasan radang yang berawal dari gingiva. Perluasan radang ke struktur jaringan pendukung gigi dapat dimodifikasi oleh kemampuan patogenik dari plak atau faktor resistensi host. Sebanyak 200 jenis bakteri yang berbeda telah diidentifikasi pada plak. Resistensi
terhadap antimikroba adalah hal alami karena mikroba mengembangkan mekanisme pertahanan diri. Siprofloksasin adalah agen generasi kedua, dan merupakan salah satu obat sintetik derivat quinolon. Mekanisme kerjanya adalah menghambat aktivitas DNA gyrase bakteri, bersifat bakterisidal dengan spektrum luas terhadap bakteri Gram-positif maupun negatif. Penelitian observasional ini mengidentifikasi bakteri P.aeruginosa dan tes sensitivitas terhadap siprofloksasin pada abses periodontal. Dari 23 sampel penderita abses periodontal diperoleh 8 sampel P.aeruginosa, 4 (50%) di antaranya resisten terhadap siprofloksasin. Disimpulkan bahwa akibat penggunaan antibiotik yang irasional, saat ini mulai berkembang resistensi bakteri Gram-negatif yang dahulu dapat diatasi oleh siprofloksasin. Kata kunci: tes sensitivitas, siprofloksasin, abses periodontal Koresponden: Irene E. Rieuwpassa, Bagian Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10, Makassar 90245. E-mail:
[email protected]
Bacterial attachment on the tongue after using tongue scraper (Perlekatan bakteri pada lidah sesudah menggunakan tongue scraper)
Asmawati Department of Oral Biology Faculty of Dentistry Hasanuddin University Makassar, Indonesia
ABSTRAK Infeksi rongga mulut dapat terjadi akibat berbagai macam jenis mikroorganisme yang menempati hampir seluruh bagian rongga mulut. Lidah adalah salah satu bagian di dalam rongga mulut yang sangat rentan ditempati oleh mikroorganisme dan apabila dibiarkan terus-menerus dapat terjadi kolonisasi bakteri sehingga menimbulkan penyakit. Pembersihan lidah secara mekanis menggunakan tongue scraper dapat mengurangi sebagian bakteri anaerob pada dorsal lidah. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan jumlah bakteri anaerob yang terdapat pada dorsal lidah sebelum dan sesudah pembersihan lidah secara mekanis dengan menggunakan tongue scraper. Penelitian dilakukan secara eksperimental laboratoris dengan sampel 25 orang yang diperoleh secara random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah membersihkan lidah dengan menggunakan tongue scraper, jumlah bekteri anaerob pada lidah menurun sekitar 28%. Berdasarkan analisis statistik menggunakan uji t dengan α=0,05, ada perbedaan jumlah bakteri anaerob lidah sebelum dan sesudah pembersihan lidah secara mekanis menggunakan tongue scraper. Kata kunci: pembersihan lidah, tongue scraper, bakteri anaerob pada lidah
ABSTRACT
Oral infections can be caused by the many microorganisms that occupy the oral cavity. Tongue is one of the vulnerable areas of the oral cavity occupied by microorganisms, in which colonized bacteria may cause disease. Mechanical tongue cleansing using tongue scraper can reduce anaerobic bacteria on dorsal of the tongue. The objective of this study was to observe the difference of anaerobic bacteria amount on dorsal of the tongue before and after mechanical tongue cleansing using tongue scraper. This was laboratory experimental study with sample consists of 25 students selected by random sampling method. The results showed that the amount of bacteria is decreased approximately 28% after tongue cleansing using tongue scraper. Based on the statistical analysis with ttest on α=0.05, there is a difference on the amount of anaerobic bacteria on dorsal of the tongue before and after mechanical tongue cleansing using tongue scraper. Key words: tongue cleansing, tongue scraper, anaerobic bacteria of the tongue
Correspondence: Asmawati, Department of Oral Biology, Faculty of Dentistry, Hasanuddin University, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10, Makassar, Indonesia. E-mail:
[email protected]
Diagnosis klinis infeksi herpes zoster (laporan kasus) Clinic diagnosis of herpes zoster (case report) 1
M. Jusri, 2Erni Marlina
1
Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya Bagian Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar Indonesia 2
ABSTRACT Varicella is the fastest spreading infection. This virus classified as DNA virus with primer infection that caused chicken pox mainly seen in children. Reactivation of this infection causes herpes zoster or shingle. Painfull of area involved proceed the unilateral and segmental nature of disease. If facial involved segmentally, it occurs pain especially at the facial and dentition that sometimes suspect as pulpitis. This case report is aimed to discuss diagnosis and management of herpes zoster with headache. Patient, male, 66 years old came with chief complaint of headache and ulcers on right facial with eat disturbance due to oral cavity pain. The diagnosis was herpes zoster. Patient was prescribed with acyclovir 1600 mg 4 times per day, analgesic, antibiotic mouth wash, and vitamins. Oral pain disappeared in 3 days, dan after 3 weeks healed completely. Diagnosis of herpes zoster could be get from detail anamnesis and examination. Key words: herpes zoster, acyclovir, carbamazepin ABSTRAK Varicella adalah salah satu virus yang penularannya sangat cepat. Virusnya merupakan golongan virus DNA dan infeksi primernya menyebabkan penyakit chicken pox yang terutama terjadi pada anak-anak. Sedangkan reaktivasi infeksi ini menyebabkan terjadinya herpes zoster atau shingle. Herpes zoster bersifat unilateral dan segmental dan biasanya didahului oleh rasa nyeri yang hebat. Bila mengenai segmen fasial akan timbul rasa nyeri pada wajah dan gigi geligi sehingga sering diduga sebagai pulpitis. Laporan kasus ini bertujuan untuk membahas diagnosis dan tatalaksana kasus herpes zoster yang gejalanya didahului dengan rasa sakit kepala. Pasien adalah seorang laki-laki, 66 tahun datang dengan keluhan sakit kepala dan luka-luka di pipi sebelah kanan, dan rasa sakit di dalam mulut hingga pasien sulit makan. Setelah melalui pemeriksaan didiagnosis sebagai herpes zoster. Pasien diterapi dengan acyclovir 1600 mg sehari yang terbagi dalam 4 dosis, analgesik, dan obat kumur antibiotik serta vitamin. Keluhan di rongga mulut hilang setelah tiga hari, dan pasien sembuh setelah 3 minggu. Dapat ditarik simpulan bahwa diagnosis herpes zoster dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan yang teliti. Kata kunci: herpes zoster, acyclovir, carbamazepin
Koresponden: M. Jusri, Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya, Jl. Prof. Dr. Moestopo No.47, Surabaya 60286, Indonesia. E-mail:
Tatalaksana ulkus yang disebabkan oleh pecahnya abses peritonsilar Management of ulcer due to rupture of peritonsillar abcess
1
Astrid Palmasari, 2Priyo Hadi
Departemen Oral Medicine 1
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah
2
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga
Surabaya, Indonesia
ABSTRACT Peritonsillar abcess is a infection of head and neck commonly seen. This infection is caused by infection organisme such as Streptococcus pyogenes (Group A Beta-Hemolitik streptococcus), Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Fusobacterium, Prevotella, Porphyromonas, and Peptostreptococcus spp. by the spreading of anaerob organism to one of loose aerolar space around pharynx and cause the abcess and penentrate to the tonsillar capsule but which is still in pharynx constrictor muscles boundary. This paper reports a male of 36 years old patient with chief complaint of ulcer on the hard palate accompanied with tonsillar swelling that made difficulty in swallowing. The diagnosis was ulceration due to peritonsillar abcess rupture. Amoxycyllin antibiotic, and benzydamine HCl gargle was precribed to cure the ulcers. Key words: peritonsillar abcess, head and neck infection, benzydamine HCl
ABSTRAK Abses peritonsilar adalah infeksi pada kepala leher yang sering kali terjadi. Abses peritonsilar terbentuk oleh karena penyebaran bakteri anaerob yaitu Streptococcus pyogenes (Group A Beta-Hemolitik streptococcus), Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza serta bakteri aerob yaitu Fusobacterium, Prevotella, Porphyromonas, dan Peptostreptococcus spp. yang menginfeksi tenggorokan ke salah satu ruangan areolar yang longgar di sekitar faring menyebabkan terjadinya abses, jika infeksi telah menembus kapsul tonsil tetapi tetap dalam batas otot konstriktor faring. Makalah ini melaporkan dan membahas tentang tatalaksana luka akibat pecahnya abs es peritonsilar. Kasus berupa pasien pria berusia 36 tahun dengan keluhan luka pada langit-langit, pasien sulit menelan serta terdapat pembengkakan pada tonsil. Diagnosis dari kasus ini adalah luka karena pecahnya abses peritonsilar. Terapi
diberikan untuk mengatasi luka akibat pecahnya peritonsilar abses berupa antibiotik amoksisilin dan obat kumur benzidamin HCl Key words: abses peritonsilar, infeksi daerah kepala leher, benzidamine HCl
Koresponden: Astrid Palmasari, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah, Jl. Arief Rachman Hakim No.150, Surabaya, Indonesia. E-mail:
[email protected]
Gigitiruan sebagian kerangka logam sebagai splint permanen pada penderita penyakit periodontal (laporan kasus) Metal frame partial denture as a splint for periodontal disease patient ( case report) 1
Ranny Rachmawati, 2Chaidar Masulili, 3Sri Lelyati C.Masulili, 3Fatimah Tadjoedin, 3Irene Sukardi
1
PPDGS Periodonsia Departemen Prostodonsia 3 Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Jakarta, Indonesia 2
ABSTRACT Splint is one of the therapies to support the periodontal healing; aims to stabilize the teeth so the occlusal load can be distributed equally to all other teeth. Periodontal splint can be used temporarily or permanently. The removable frame partial denture can be functioned not only for replacing the missing teeth but also as permanent splint. Initial therapy has been implemented to all cases on this report, consists of scaling, root planning, occlusal adjustment and surgical therapy including curettage, flap operation, but apparently teeth mobility still existed. In order to support the periodontal tissue health, the frame of removable partial denture is needed as splint. It can be concluded that implementation of the removable partial denture with framework as splint to support the periodontal treatment should be provided after the initial and surgical therapy. Keywords: periodontal disease, splint, removable partial denture with framework ABSTRAK Splinting merupakan salah satu terapi untuk mendukung penyembuhan jaringan periodontal; bertujuan untuk memberikan stabilitas sehingga tekanan oklusal dapat didistribusi secara merata pada gigi-gigi yang lain. Splint periodontal dapat bersifat sementara atau permanen. Gigitiruan sebagian kerangka logam (GTSKL) berfungsi sebagai splint permanen dan sekaligus menggantikan gigi yang hilang. Kasus-kasus pada makalah ini telah dilakukan terapi awal berupa skeling, penghalusan akar, penyesuaian oklusi, serta kuretase dan bedah flap, akan tetapi masih terdapat kegoyangan gigi sehingga untuk mendukung kesehatan jaringan periodonsia diperlukan pemasangan GTSKL yang berfungsi sebgai splint. Dapat disimpulkan bahwa GTSKL yang berfungsi sebagai splint untuk menunjang keberhasilan perawatan periodontal harus dilakukan setelah terapi awal dan terapi bedah. Kata kunci: penyakit periodontal, splint, gigitiruan sebagian kerangka logam Koresponden: Ranny Rachmawati, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Jl. Salembar Raya No.4-6 Jakarta Pusat, Indonesi. E-mail:
[email protected]
Perawatan saluran akar satu kali kunjungan pada gigi insisivus dengan nekrosis pulpa tanpa lesi periapikal (laporan kasus) One visit endodontic on incisive with pulp necrosis without periapical lesion (case report)
1
Mia Rachmawati, 2Moch. Richata Fadil, 2Endang Sukartini, 2Milly Armilia
1Rumah Sakit Khusus Gigi Mulut 2
Bagian Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran
Bandung, Indonesia
ABSTRACT One visit root canal treatment is one of the current treatment needs. Treatment includes cleansing, shaping, and obturation of the root canal sterilization is done in one visit. The purpose of one visit root canal treatment is to prevent the expansion of the pulp disease to the periapical tissues and restore normal periapical tissues. In this paper, it is reported a woman, 28 year old, wanted to improve dental fillings of tooth 11 that have necrosis but have no periapical lesions. Root canal treatment performed in one visit on tooth 11, which the result was satisfactory. It can be concluded that pulp necrosis without periapical lesions treated with one visit root canal treatment proved quite effective in seeing the results of clinical examination and radiographic post-treatment. However, it requires knowledge, skills, adequate diagnosis and case selection, and employment of asepsis to the success of one visit root canal treatment. Key words: trauma, pulp necrosis, root canal treatment one visit
ABSTRAK Perawatan saluran akar satu kali kunjungan merupakan salah satu perawatan kebutuhan saat ini. Perawatannya meliputi pembersihan, pembentukan, sterilisasi dan obturasi saluran akar yang dilakukan dalam satu kali kunjungan. Tujuan perawatan saluran akar satu kali kunjungan adalah untuk mencegah perluasan penyakit pulpa ke jaringan periapikal dan mengembalikan jaringan periapikal kembali normal. Pada makalah ini dilaporkan seorang perempuan, 28 tahun, ingin memperbaiki tambalan gigi 11 yang telah nekrosis tetapi tidak ada lesi periapikal. Dilakukan perawatan saluran akar satu kali kunjungan pada gigi 11 dengan hasil yang memuaskan. Dapat disimpulkan bahwa nekrosis pulpa tanpa lesi periapikal pada gigi yang dilakukan perawatan saluran akar satu kali kunjungan dan terbukti cukup efektif dengan melihat hasil pemeriksaan klinis dan radiografis pasca perawatan. Akan tetapi dibutuhkan pengetahuan, ketrampilan operator, diagnosis dan pemilihan kasus yang tepat serta kerja yang asepsis untuk menunjang keberhasilan perawatan saluran akar satu kali kunjungan ini.
Kata kunci: trauma, nekrosis pulpa, perawatan saluran akar satu kali kunjungan
Koresponden: Mia Rachmawati, RSKGM Kota Bandung, Jl. RE. Martadinata 45i, Bandung 40291, Indonesia. E-mail:
[email protected]
Penatalaksanaan early childhood caries Management of early childhood caries Fajriani, Hendrastuty Handayani Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia ABSTRACT Early childhood caries (ECC), also known as milk bottle caries is a syndrome of severe tooth decay, occurs in infants and children, is an infectious disease that develops rapidly and lead to health problems in children. This syndrome can be caused by inappropriate use of bottles. Most cases of untreated ECC to children aged 20 months. At this stage many children need serious treatment, because this will result in trauma to both the children and parents. The most common treatment ECC and other dental diseases have been included in each treatment of disease. Efforts to educate families about dental hygiene and practice start a diet, the high rate of recurrence of any evidence of disease ranging from tooth decay to the failure of the treatment plan resulted in the need for special attention to this disease. This paper is expected to be a good input for a dentist in the treatment of ECC Key word: early childhood caries, management, children ABSTRAK Early childhood caries (ECC) yang juga dikenal sebagai karies susu botol merupakan sindroma kerusakan gigi yang parah, terjadi pada bayi dan anak, merupakan penyakit infeksi yang berkembang dengan cepat dan mengakibatkan gangguan kesehatan yang panjang pada anak. Sindroma ini dapat disebabkan oleh penggunaan botol yang tidak sesuai. Kebanyakan ECC tidak tertangani sampai anak usia 20 bulan. Pada tahap ini dibutuhkan penanganan serius, sebab hal ini akan berakibat trauma baik pada anak maupun orangtua. Perawatan paling umum ECC dan penyakit gigi lainnya telah dimasukkan pada setiap perawatan penyakit. Usaha untuk mendidik keluarga tentang kebersihan gigi dan praktek diet, tingginya tingkat kekambuhan penyakit mulai dari bukti kerusakan gigi sampai kegagalan rencana perawatan mengakibatkan perlunya perhatian khusus terhadap penyakit ini. Tulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi dokter gigi dalam hal perawatan ECC. Kata kunci: early childhood caries, penatalaksanaan, anak Koresponden: Fajriani, Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10, Makassar, Indonesia. E-mail:
[email protected]
Bruksisma Bruxism
1
Sri Wendari A. Hartono, 1Nunung Rusminah, 2Aprillia Adenan Bagian Periodonsia 2 Bagian Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran Bandung, Indonesia 1
ABSTRACT This paper reviewed of bruxism phenomenon that refers to the grinding or clenching of the teeth during awake or night sleep. The prevalence of bruxism decreases with age from 14-18% in childhood, 8% of adult population and 3% in the elderly. According to the existing literature, two groups of proposed etiological factors can be distinguished: peripheral (morphological) and central (pathophysiological and psychological). At present, the bruxism is more often thought to be regulated centrally, not peripherally. Signs and symptoms of bruxism such as tooth wear/dental attrition, abfractions, orofacial pain, change of periodontal ligament, mobility, tooth sensitivity, fractured teeth and fillings, earache, headache, tightness of jaw muscle, chewed tissue on the inside of your cheek, impact on the esthetic appearance of a smile. There have been many clinical approaches to the treatment of bruxism. These can be categorized as acute, preventive and chronic management of bruxism, based on patient’s signs and symptoms. In the case of acute symptoms with patients experiencing pain, pharmaco-therapeutics may be required. Meanwhile, if tooth wear is present an occlusal splint and stress management are recommended. Dentists and health professionals should be aware of increasing the phenomenon of bruxism. Key words: Bruxism, signs and symptoms, etiology, occlusal splint, night guard ABSTRAK Makalah ini meninjau fenomena bruksisma yang merujuk pada keadaan mengerot gigi-gigi (grinding) atau mengatupkan rahang dengan keras (clenching) sewaktu bangun dan tidur malam. Prevalensi bruksisma akan berkurang sesuai dengan meningkatnya usia, dari 14-18% pada anak-anak, 8% pada usia dewasa dan 3% pada lansia. Pada pustaka terdapat 2 kelompok faktor etiologi bruksisma, yaitu periferal (morfologis) dan sentral (patofisiologis dan psikologis). Saat ini, fenomena bruksisma lebih mengarah pada faktor sentral. Tanda dan gejala bruksisma antara lain keausan gigi, abfraksi, gejala sakit orofasial, perubahan ligamen periodontal, gigi goyang, gigi sensitif, fraktur gigi dan tambalan, sakit telinga, sakit kepala, pegal otot, jaringan pipi yang tergigit, serta adanya impak terhadap estetik. Beberapa pendekatan klinis dilakukan untuk mengatasi bruksisma yang dikategorikan sebagai pengelolaan akut, preventif dan kronik, berdasarkan tanda dan gejala bruksisma. Gejala akut diatasi dengan obat-obatan, sedang intervensi preventif dengan occlusal splint atau night guard dan pengelolaan stres. Fenomena bruksisma perlu diwaspadai oleh dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya karena adanya kecenderungan peningkatan penderita bruksisma. Kata kunci: bruksisma, tanda dan gejala, etiologi, occlusal splint, night guard Koresponden: Sri Wendari A. Hartono, Bagian Periodontologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran, Bandung, Indonesia. E-mail:
Rasa nyeri pada mukosa jaringan pendukung gigitiruan penuh dan penanggulangannya Pain on supported tissue mucosa of full denture and its relief Taufik Sumarsongko, Aprillia Adenan Bagian Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Bandung, Indonesia ABSTRACT Dentures painful and uncomfortable at alveolar ridge denture support of oral mucosa is the most common symptom of denture wearers. The aim of this article is to provide guidelines for optimal using of the media and to identify alternative uses that could be considered in daily practice. Soreness of oral mucosa under a denture, like all pain is
complex uncomfort experience, in which multitude of factors interact from the emotional to the physical. Uneven pressure on tissue support under a denture base is probably initially caused irritate to denture bearing tissue, contribute to causing inflamation and increased sensitivity. It should be possible to identify which of the major etiological agent is causing the pain and rapidly treatment. Key words: soreness, full denture, tissue support, management ABSTRAK Rasa nyeri dan ketidaknyamanan pada mukosa lingir alveolar pendukung gigitiruan, merupakan keadaan umum yang sering dirasakan oleh pasien yang memakai gigitiruan. Kajian ini bertujuan memberi petunjuk yang optimal mengenai penggunaan media untuk identifikasi daerah penyebab rasa nyeri yang dapat digunakan sehari-hari. Rasa nyeri yang disebabkan oleh gigitiruan seperti semua rasa nyeri merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan, yang terjadi dari interaksi banyak faktor, mulai dari emosional hingga fisik. Tekanan basis gigitiruan yang tidak merata pada mukosa lingir alveolar jaringan pendukung, biasa merupakan penyebab awal terjadinya iritasi pada jaringan mukosa, akan mendukung terjadinya peradangan dan meningkatkan sensitivitas mukosa. Jadi merupakan suatu keharusan untuk mengidentifikasi etiologi utama dan menanggulangi segera penyebab rasa nyeri pada pasien. Kata kunci: nyeri, gigitiruan penuh, jaringan pendukung gigitiruan, penatalaksanaan Koresponden: Taufik Sumarsongko, Jl. Margahayu Raya Barat Blok I-2 No. 4, Bandung. E-mail:
[email protected]
Kebiasaan postur tubuh yang buruk yang mengganggu kesehatan sendi temporomandibula Bad posture habits that interfere with health of temporomandibular joint 1
Tine Martina Winarti, 2Rasmi Rikmasari
1
PPDGS Prostodonsia Bagian Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Bandung, Indonesia 2
ABSTRACT Temporomandibular joint (TMJ) is a component of the stomatognati system that supports oral dental health which their components are closely interconnected. Posture is a habit that often do not realize that could cause an imbalance in the joints and muscles, which in turn causes pain. Inadequate body posture can occur on sleep position, lying down, sitting, walking, and other daily activities. Most people are not aware of the dangers of these habits. Dentists are expected to shed some light on the habits of this particular posture errors, which if not promptly removed, it will cause interference with stomatognati systems, such as joint and muscle pain, headache and neck. Complaints due to bad habits can be reduced significantly by eliminating the habit. So it is with the wrong posture habits. With improved posture and a series of exercises as well as the care, the health of TMJ can return to normal with minimal costs. This paper will put forward any posture that can lead to disruption of TMJ. Key words: bad habits, temporomandibular joint disorders, posture ABSTRAK Sendi temporomandibula (STM) merupakan salah satu komponen dari sistem stomatognati yang mendukung kesehatan gigi mulut yang komponennya saling berhubungan dengan erat. Postur tubuh merupakan satu kebiasaan yang seringkali tidak disadari yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan pada sendi dan otot yang pada akhirnya menyebabkan keluhan nyeri. Kesalahan postur tubuh dapat terjadi seperti pada posisi tidur, berbaring, duduk,
berjalan, dan aktivitas harian lain. Kebanyakan orang tidak sadar akan bahaya dari kebiasaan-kebiasaan ini. Dokter gigi diharapkan dapat memberi penjelasan mengenai adanya kebiasaan ini terutama kesalahan postur tubuh, yang apabila tidak segera dihilangkan, maka akan menyebabkan gangguan pada sistem stomatognati, antara lain seperti nyeri sendi dan otot, nyeri kepala dan leher. Keluhan akibat kebiasaan buruk dapat berkurang secara nyata dengan menghilangkan kebiasaan tersebut. Begitu pula dengan kebiasaan postur tubuh yang salah. Dengan perbaikan postur dan beberapa seri latihan serta perawatan maka kesehatan STM dapat kembali seperti semula dengan biaya minimal. Makalah ini akan mengemukakan postur apa saja yang dapat menyebabkan gangguan STM. Kata kunci: kebiasaan buruk, gangguan sendi temporomandibula, postur Koresponden: Tine Martina Winarti, mahasiswi PPDGS Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Jl. Sekeloa Selatan 1 Bandung, Indonesia. E-mail:
[email protected]
Ucapan terima kasih kepada penyunting yang bertugas pada Jurnal Dentofasial Vol.10 No.3 Oktober 2011: Prof. Bambang Irawan, drg., Ph.D.; Iman Sudjarwo, drg, M.Kes.; Dr. Susilowati, drg, SU.; Eri H. Jubhari, drg, M.Kes.; Prof. Dr. Ekky Soeriasoemantri, drg, Sp.Ort(K); Prof. Dr. Rasmidar Samad, drg, M.S.; Dr. Nurlindah Hamrun, drg, M.Kes.; Prof. Dr. Marthin Luther Manda, M.A.,M.Phil.; Maria Tanumiharja, drg, M.D.Sc.; Freddy G. Kuhuwael, dr, Sp.THT-KL(K); Prof. Dr. Harlina, drg, M.Kes.; Gus Permana, drg, Ph.D., Sp.PM.; Prof. Dr. M. Rubianto, drg, M.S.,Sp.Perio(K); Prof. Dr. Siti Mardewi Soerono Akbar, drg, Sp.KG(K); Dr. Indrya K. Mattulada, drg, M.S.; Prof. Dr. Iwa Sutardjo Rus Sudarso, S.U, Sp.KGA(K); Prof. Dr. Sherly Horax, drg, M.S.; Dr. Hj. Barunawaty Yunus, drg, M.Kes., Sp.RKG(K); Prof. Moh. Dharma Utama, drg, Ph.D., Sp.Pros(K).; Dr. Edy Machmud, drg, Sp.Pros(K).