ANALISIS MORFOLOGI DAN ANATOMI AKSESI PISANG AMBON HIJAU TAHAN FUSARIUM HASIL INDUKSI MUTASI DAN SELEKSI IN VITRO GENERASI KE EMPAT
YULI NURHAYATI A24060515
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ii
RINGKASAN
YULI NURHAYATI. Analisis Morfologi dan Anatomi Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium Hasil Induksi Mutasi dan Seleski In Vitro Generasi Ke Empat. (Dibimbing oleh SOBIR). Penelitian ini dilaksanakan untuk mempelajari keragaman morfologi dan anatomi aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium hasil mutasi dan seleski in vitro generasi ke empat yang dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) Pasir Kuda, Bogor, laboratorium PKBT, Baranangsiang, Bogor, dan laboratorium Biologi, Institut Pertanian Bogor pada bulan November 2009-Juni 2010. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan perbandingan keragaman antar aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium dan kontrol dengan membandingkan nilai koefisien keragaman masing-masing aksesi. Bahan tanam yang digunakan yaitu aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium generasi ketiga yang terdiri dari AH 500 F30, AH 1 000 F30, AH 1 000 F45, dan AH (kontrol). Masing-masing aksesi ditanam dalam satu baris dengan jumlah 23 tanaman per aksesi (23 ulangan). Keseluruhan tanaman berjumlah 92 tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap morfologi dan anatomi tanaman pisang Ambon hijau tahan fusarium dan kontrol. Karakter morfologi yang diamati yaitu karakter vegetatif, generatif, dan kualitatif. Karakter anatomi yaitu kerapatan stomata dan anatomi akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter vegetatif
tinggi tanaman,
lingkar batang, jumlah daun dan jumlah anakan aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium menunjukkan penampilan yang berbeda dengan tanaman kontrol, sedangkan diantara masing-masing aksesi Ambon hijau tahan fusarium tidak menunjukkan perbedaan. Aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat dari pada kontrol yaitu umur berjantung lebih awal 7 BST sedangkan kontrol 10 BST. Karakter kualitatif untuk tipe pertumbuhan daun, posisi anakan, bentuk pangkal helai daun, bentuk tunas jantan, bentuk ujung braktea, dan pola pelepasan braktea tidak menunjukkan perbedaan
iii antara ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium dan kontrol. Sedangkan perkembangan anakan menunjukkan perbedaan penampilan. Karakter generatif jumlah sisir dan bobot tandan menunjukkan penampilan yang sama dengan kontrol, sedangkan bobot sisir menunjukkan penampilan yang berbeda. Penampilan kerapatan stomata dan anatomi akar menunjukkan penampilan yang sama dengan tanaman kontrol. Ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium memiliki penampilan yang seragam.
ABSTRACT
YULI NURHAYATI. Morphologi and Anatomy Analysis of Banana Accession of Ambon Hijau Resistant to Fusarium Result of Mutation Induction and In Vitro Selection of Four Generation. Under the direction of SOBIR. Fusarium wilt that caused by Fusarium oxysporum cubense (FOC) has been a serious problem on most banana cultivar in the world including Ambon hijau variety. Availability of the disease resistant variety can solve the disease problem. In order to obtain genetic variability related to fusarium resistant Ambon hijau variety, an irradiation treatment apply to the cali followed by in vitro selection and field evaluation among promising mutants. The research aimed to study the variability of anatomy and morphology of Ambon hijau mutants accessions that resistant to fusarium wilt result after for four generations. Plant material used in this exsperiment was fusarium resistant ambon hijau accession result to mutation for three generation with of treatment AH 500 F30, AH 1000 F30, AH 1000 F45, and AH. This research was conducted at Pusat Kajian Buah-buahan (PKBT) Field Station in Pasir Kuda, Bogor, and PKBT laboratory at Baranangsiang, Bogor, and Biology laboratoy of IPB, dramaga Bogor from November 2009 to Juny 2010. The exsperiment was arranged randomize block design and comparison of diversity between banana accession of Ambon hijau resistant to fusarium and control by comparing coefficient value of variability each accession. The observation conducted to anatomy and morphology of Ambon hijau resistant to fusarium and control. Morphologi character perceived that is character of vegetative, generative, and qualitative. Anatomy character that is stomata density and root anatomy. The result showed that character of vegetative height of crop (height pseudostem), circular of stem (circular of pseudostem), number of leaf and number of suckers of Ambon hijau resistant to fusarium show different appearance with control, while among each accession of Ambon hijau resistant to fusarium don’t show difference. Accession of Ambon hijau resistant to fusarium have quicker growth rate
from at control that is age have earlier heart to 7 BST while control 10 BST. Qualitative character for the type of leaf habit, position of suckers, shape of leaf blade base, male bud shape, bract apex shape, and bract behaviour before falling don’t show difference between third accession of Ambon hijau resistant to fusarium and control. While development of suckers show difference of appearance. Generative character for number of hands and bunch weight show appearance which equal to control, while hands weight show different appearance. Appearance of stomata density and root anatomy show appearance which equal to control. Third banana accession of Ambon hijau resistant to fusarium have uniform appearance.
Keyword : Ambon Hijau, fusarium, diversity, anatomy and morphologi
iv
ANALISIS MORFOLOGI DAN ANATOMI AKSESI PISANG AMBON HIJAU TAHAN FUSARIUM HASIL INDUKSI MUTASI DAN SELEKSI IN VITRO GENERASI KE EMPAT
Skripsi sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
YULI NURHAYATI A24060515
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: ANALISIS MORFOLOGI DAN ANATOMI AKSESI PISANG AMBON HIJAU TAHAN FUSARIUM HASIL INDUKSI MUTASI DAN SELEKSI IN VITRO GENERASI KE EMPAT
Nama
: YULI NURHAYATI
NIM
: A24060515
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sobir, M.Si NIP 19640512.198903.1.002
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr NIP 19611101.198703.1.003
Tanggal Lulus :
ii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 18 Desember 1987. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Suparman dan Ibu Cicin Lustini. Penulis menempuh pendidikan pertama di SD Negeri Dawungsari 3, tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SMPN 1 Cilawu, Garut. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cilawu tahun 2006. Tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI, dan tahun 2007 penulis diterima pada Mayor Agronomi dan Hortikultura, Departemen Agronomi Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di Organisasi Forum Komunikasi Rohis Departemen Faperta (FKRD A) dan Organisasi Mahasiswa Daerah Garut (OMDA HIMAGA). Selama menjalankan studi, penulis menerima beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa).
iii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT segala nikmat dan rahmat-Nya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Penelitian ini berjudul “ANALISIS MORFOLOGI DAN ANATOMI AKSESI PISANG AMBON HIJAU TAHAN FUSARIUM HASIL INDUKSI MUTASI DAN SELEKSI IN VITRO GENERASI KE EMPAT” yang berlokasi di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) Pasir Kuda, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka penyelesaian tugas akhir pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu tahapan dalam penyusunan tugas akhir. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Sobir, M.Si sebagai pembimbing skripsi, yang banyak memberikan arahan dan masukan serta bimbingan selama kegiatan penelitian. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat serta informasi mengenai keragaman morfologi dan anatomi pisang Ambon hijau tahan fusarium hasil induksi mutasi dan seleksi in vitro generasi ke empat.
Bogor,
Januari 2011
Penulis
iv
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT segala nikmat dan rahmat-Nya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Dewi Sukma, Sp. MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi. 2. Kedua orang tua dan adik yang telah memberikan perhatian, dukungan, do’a dan semangat selama pelaksanaan penelitian dan penyelesaian skripsi. 3. Dosen dan Staf pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. 4. Bu Dorli yang telah memberikan pengarahan dan masukan selama pelaksanaan penelitian. 5. Mba Lasih yang telah memberikan pengarahan selama penelitian dan kepada teh Pipit, pak Leman serta staf PKBT yang lain yang telah membantu. 6. Pak Baisuni dan pegawai Kebun Percobaan Pasir Kuda yang lainnya yang telah membantu penelitian. 7. Tika, Arti, Cha, Hatipah, Uli, Wahyu, dan teman-teman AGH yang telah memberikan semangat dan bantuannya selama penelitian. 8. Tias dan Aci yang telah membantu penelitian. 9. Teman-teman kostan yang telah memberikan semangat. 10. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian maupun penulisan skripsi ini.
v
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 Latar Belakang.................................................................................. 1 Tujuan............................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 3 Syarat Tumbuh.................................................................................. 3 Morfologi Pisang .............................................................................. 4 Penyakit Layu Fusarium.................................................................... 5 Pisang Tahan Fusarium ..................................................................... 6 Penanggulangan Penyakit Fusarium .................................................. 7 Induksi Mutasi .................................................................................. 8 BAHAN DAN METODE ................................................................................ 11 Tempat dan Waktu .......................................................................... 11 Bahan dan Alat................................................................................ 11 Metode............................................................................................ 11 Pelaksanaan .................................................................................... 12 Pengamatan..................................................................................... 14 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 18 Kondisi Umum................................................................................ 18 Karakter Kualitatif .......................................................................... 19 Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Karakter Vegetatif......................... 22 Karakter Generatif........................................................................... 26 Kerapatan Stomata Dan Anatomi Akar............................................ 29 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 33 Kesimpulan..................................................................................... 33 Saran............................................................................................... 33 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 34 LAMPIRAN .................................................................................................... 37
vi
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Keragaan Karakter Morfologi Daun, Anakan, Tunas Jantan, dan Braktea Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) ...................................................................................20
2.
Karakter Morfologi Daun, Anakan, Tunas Jantan, dan Braktea Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) ......21
3.
Rekapitulasi Sidik Ragam Karakter Vegetatif Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol Saat 4, 5, dan 6 BST..................22
4.
Rataan Tinggi Tanaman Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4, 5, dan 6 BST.............................23
5.
Rataan Lingkar Batang Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4, 5, dan 6 BST.............................23
6.
Rataan Jumlah Daun Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4, 5, dan 6 BST.............................24
7.
Rataan Jumlah Anakan Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4, 5, dan 6 BST.............................25
8.
Perbandingan Keragaman Tinggi Tanaman, Lingkar Batang, Jumlah Daun, dan Jumlah Anakan Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) pada 6 BST ..........................................25
9.
Waktu Berjantung dan Jumlah Tanaman yang Berjantung Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH)....................................................................................................26
10.
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Karakteristik Buah Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol ......................................27
11.
Rataan Jumlah Sisir dan Bobot Tandan Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) .........................................27
12.
Rataan Bobot Sisir Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) .............................................................................28
13.
Perbandingan Keragaman Bobot Sisir Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) .........................................28
14.
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Karakteristik Anatomi Stomata Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol ...............29
15.
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Karakteristik Anatomi Akar Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol...........................29
16.
Rataan Jumlah dan Kerapatan Stomata Atas dan Bawah Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH)..................30
17.
vii Rataan Anatomi Akar Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) .............................................................31
viii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Tipe Pertumbuhan Daun Pisang...........................................................14 2. Bentuk Pangkal Helai Daun Pisang......................................................14 3. Bentuk Tunas Jantan Pisang ...............................................................15 4. Bentuk Ujung Braktea Pisang .............................................................15 5. Tipe Pelepasan Braktea Pisang ...........................................................16 6. Skema Perolehan Bahan Tanam...........................................................17 7. Kondisi Pertanaman Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan
Kontrol ................................................................................................19 8. Penampilan Anakan Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan
Kontrol ................................................................................................25 9. Penampilan Buah Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium
dan Kontrol (AH) Saat 10 dan 11 BST.................................................29 10. Anatomi Stomata Pisang Ambon Hijau................................................31 11. Anatomi akar Pisang Ambon Hijau......................................................32
ix
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Penampilan Stomata Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium
dan Kontrol (AH) Bagian Atas dan Bawah Perbesaran 40x10..............37
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan tanaman pisang mengalami banyak kendala seperti adanya serangan penyakit layu fusarium. Layu fusarium disebabkan oleh Fusarium oxysporum Schlechtend:Fr. f. sp. cubense (E.F. Smith) Snyder dan Hansen. Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar. Serangan penyakit layu tersebut terjadi hampir di seluruh sentra produksi pisang dengan intensitas serangan layu yang tinggi. Kerusakan lebih dari 40 000 ha pada pertanaman pisang di Amerika Tengah dan Selatan. Tahun 1976 di Taiwan 500 000 tanaman pisang dalam luasan 1 200 ha terserang penyakit fusarium, di Indonesia layu fusarium menghancurkan 2 000 ha pertanaman pisang Cavendish di Sumatera Selatan tahun 1996 (Hwang dan Ko, 2004). Banyak upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakit fusarium, salah satunya dengan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui perakitan varietas tahan atau mengurangi tingkat serangan melalui penerapan teknologi budidaya yang baik misalnya dengan penggunaan bibit bebas penyakit (perbanyakan secara in vitro), pengendali hayati menggunakan agens antagonis, solarisasi, penggunaan pupuk kandang/kompos, identifikasi ras dan VCGs populasi fusarium (Riset Unggulan Strategis Nasional, 2003; Riset Unggulan Strategis Nasional 2004). Perbaikan tanaman terutama sifat ketahanan terhadap penyakit dapat dilakukan dengan induksi mutasi melalui peningkatan keragaman somaklonal dengan radiasi yang diikuti seleksi in vitro. Peningkatan keragaman genetik tanaman dilakukan melalui mutasi induksi dengan radiasi sinar gamma, sedangkan peningkatan sifat ketahanan terhadap fusarium dilakukan melalui seleksi in vitro (Zarmiyeni et al., 2007). Institut penelitian pisang di Taiwan telah mengembangkan klon resisten penyakit fusarium hasil kultur jaringan melalui variasi somaklonal seperti GCTCV-119 dan GCTCV-218 (Hwang dan Ko, 2004). Klon hasil kerja sama PKBT dengan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
2 Sumber Daya Genetika Pertanian (BBBiogen), Bogor. Melalui teknologi iradiasi dan seleksi in vitro dihasilkan tiga pisang baru tahan fusarium dengan penampilan seperti Barangan, Cavendish, dan Ambon hijau. Sampai saat ini ketiga klon pisang tersebut telah diuji ketahanannya terhadap fusarium sampai generasi ketiga. Beberapa klon/aksesi pisang tahan fusarium tersebut dapat digunakan sebagai varietas baru untuk mengendalikan penyakit layu fusarium. Penggunaan klon tahan fusarium diharapkan dapat meningkatkan produksi pisang. Pisang tahan fusarium memiliki pertumbuhan lebih baik dibandingkan tanaman pisang yang rentan sehingga akan memiliki ketahanan yang tinggi terhadap serangan penyakit dan dapat meningkatkan produksi pisang. Penggunaan klon pisang tahan penyakit perlu diuji coba ketahanannya dengan penanaman langsung di lapang. Penelitian ini menggunakan aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium generasi ketiga untuk melihat keragaman morfologi dan anatominya pada penanaman tahap empat.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaman morfologi dan anatomi aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium hasil induksi mutasi dan seleksi in vitro generasi ke empat.
3
TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Menurut Nakasone (1998) suhu untuk pisang berkisar 15-380C dengan suhu optimum 270C. Suhu Optimum untuk akumulasi bahan kering dan kematangan buah berkisar 200C dan untuk penampilan daun baru sekitar 300C. Tanaman yang tumbuh di daerah subtropis memproduksi lebih sedikit daun per tahun dibandingkan daerah tropis dan lebih lama diproduksi dan perkembangan buah. Pisang dapat tumbuh pada jenis tanah lempung aluvial yang gembur dan mengandung bahan organik yang tinggi dengan tekstur tanah antara berpasir sampai tanah liat yang berat dan pH tanah yang digunakan antara 4.5 dan 7.5 dan yang direkombinasikan 5.8-6.5. Selanjutnya Nelson et al. (2006) menambahkan bahwa pisang tumbuh pada ketinggian 0-920 m tergantung garis lintang, suhu tahunan 26-30oC, curah hujan tahunan 2000 mm. Sedangkan Suhartanto et al. (2007) menyatakan bahwa karakteristik lahan yang sesuai untuk pertumbuhan pisang yaitu temperatur 25-270C, ketinggian tempat 800 m dpl (di atas permukaan laut), curah hujan 1500-2500 mm/tahun dengan 0-2 bulan lamanya masa kering, dan kelembaban >60%. Pisang membutuhkan air yang selalu tersedia, irigasi penting dilakukan jika curah hujan lebih rendah dari evaporasi atau kurang dari 200 mm/bulan (Nakasone, 1998; Suhartanto et al., 2007). Hal tersebut akan memberikan keuntungan terhadap pemupukan. Wilayah dengan curah hujan tinggi atau mendung untuk fotosintesis optimum mempunyai banyak masalah penyakit dan membutuhkan drainase yang ekstensif. Cahaya matahari penuh dibutuhkan untuk pertumbuhan yang lebih baik, walaupun dapat terjadi buah terbakar cahaya matahari terutama jika suplai air kurang. Kondisi ternaungi atau cuaca mendung dapat memperpanjang siklus pertumbuhan sampai tiga bulan dan mengurangi ukuran tandan buah (Nakasone, 1998).
4 Morfologi Pisang Pisang merupakan tanaman monokotil dan herba perennial dengan tinggi 2-9 m yang mempunyai batang di bawah tanah atau rhizom. Corm mempunyai pucuk yang menghasilkan rhizom pendek dan tunas yang berada dekat induk. Bentuk akar banyak dan menjalar secara ekstensif 4-5 m dari induk dan ke bawah 75 cm (Nakasone, 1998). Akar utama memiliki ketebalan sekitar 5-8 mm berwarna putih ketika baru dan sehat. Kemudian dari beberapa akar utama akan berkembang akar sekunder dan tersier, yang terakhir akan semakin tipis dan lebih pendek dari akar utama. Akar sekunder berasal dari protoxilem dekat ujung akar dan terus berkembang melewati tanah. Beberapa jarak di belakang ujung akar pada perkembangan akar utama dihasilkan rambut akar yang bertugas dalam pengambilan air dan mineral (Robinson, 1999). Batang sejati pada tanaman pisang sebagian atau keseluruhan ada di bawah tanah yang disebut rhizom. Rhizom dewasa berdiameter sekitar 300 mm. Rhizom merupakan organ penting yang mendukung pertumbuhan tandan buah dan perkembangan anakan. Sebelum berbunga, rhizom berisi sekitar 35% total bahan kering dan menurun menjadi 20% saat kematangan buah karena cadangan didistribusikan untuk pertumbuhan buah (Robinson, 1999). Daun pertama dihasilkan dari meristem pusat pada perkembangan anakan. Daun-daun yang paling besar adalah yang muncul sebelum berbunga. Tangkai daun berlanjut kedalam daun itu sendiri menjadi tulang daun membagi helai menjadi dua bagian lamina. Lamina dewasa memiliki panjang berkisar 1.5-2.8 m pada kultivar Cavendish dan lebar 0.7-1.0 m. Stomata terdapat pada kedua permukaan, kerapatan pada permukaan abaxial sekitar 140 per mm2 tiga kali dari permukaan adaxial. Lamina membutuhkan 6-8 hari untuk membuka secara sempurna. umumnya 10-15 daun fungsional pada tanaman saat muncul bunga dan total luas daun 25 m2 (Nakasone, 1998; Robinson, 1999). Bunga terdiri dari kumpulan dua baris bunga, bunga betina muncul pertama dan kemudian disusul bunga jantan. Braktea membuka secara sekuen sekitar satu per hari. Tangkai bunga terus memanjang sampai 1.5 m. Buah kemungkinan berkembang dari ovari inferior. Eksokarp disusun pada lapisan
5 epidermis dan aerenkim, dengan daging menjadi mesokarp. Endokarp terdiri atas lapisan hampir rongga ovarian. Masing-masing node mempunyai dua baris pada bunga membentuk tandan pada buah yang secara umum disebut sisir dengan buah individual disebut finger. Pisang Cavendish mempunyai 16 sisir per tandan dengan 30 finger per sisir dan berat tandan buah 70 kg. Buah matang pada daerah tropik sekitar 85-110 hari setelah muncul inflorescence (antesis). Perkembangan buah pada daerah subtropik dingin atau di bawah kondisi mendung sekitar 210 hari (Nakasone, 1998).
Penyakit Layu Fusarium Layu fusarium disebabkan oleh jamur tular tanah Fusarium oxysporum f. sp. cubense (FOC). Gejala awal menguning pada daun tua yang menyebar ke daun yang lebih muda yang mengakibatkan daun pada pangkal tangkai daun menjadi layu. Penguningan daun mulai dari garis tepi dan naik ke arah tulang daun. Tangkai daun patah pada bagian pangkalnya yang berbatasan dengan batang semu.
Sebagian daun menjadi hijau pada beberapa keadaan. Selama
perkembangan penyakit, daun yang lebih muda roboh sampai seluruh bagian kanopi mati atau daun kering (Ploetz et al., 2003; Moore et al., 1995; Hwang dan Ko, 2004). Infeksi terjadi ketika patogen menembus sistem akar. Patogen menyerang jaringan empulur batang melalui akar yang luka atau terinfeksi. Penyebaran tejadi melalui pembuluh xilem kemudian ke dalam rhizom dan batang semu. Batang yang terserang akan kehilangan banyak cairan dan berubah warna menjadi kecoklatan (Robinson, 1999; Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, 1994). Pada batang semu sedikit lapisan coklat atau bintik menjadi jelas dan sampai pelepah daun yang lebih tua (Ploetz et al., 2003). Menurut Nelson (1993) spesies fusarium pada tanaman dapat mengakibatkan gejala bercak daun, busuk akar, busuk buah, penyakit layu, dan blight (hawar daun). Populasi patogen dapat bertahan secara alami di dalam tanah dan pada akar tanaman yang sakit. Apabila terdapat tanaman peka, melalui akar yang luka dapat segera menimbulkan infeksi. Tanaman yang terserang tidak akan mampu
6 berbuah atau buahnya tidak terisi (Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, 1994). Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit layu fusarium yaitu kultivar pisang, drainase, kondisi lingkungan dan tipe tanah (Moore et al., 1995). Penyakit ini mudah menular melaui bibit dan alat pertanian yang dipakai terutama terjadi pada tanah yang aerasinya kurang baik, becek, dan air tanahnya menggenang. Pada tanah lempung berpasir penyakit ini dapat meluas dengan cepat (Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, 1994).
Pisang Tahan Fusarium Penyakit fusarium merupakan masalah dalam pengembangan tanaman pisang. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui penggunaan varietas tahan (Sukmadaja et al., 2006). Perakitan varietas tahan terhadap penyakit memerlukan keragaman genetik yang besar. Perlakuan radiasi yang dikombinasikan dengan seleksi in vitro dapat digunakan untuk memperoleh varietas tanaman yang tahan terhadap penyakit. Perbaikan sifat ketahanan tanaman terhadap penyakit dapat dilakukan melalui peningkatan keragaman somaklonal dengan seleksi in vitro. (Damayanti, 2004; Riset Unggulan Strategis Nasional, 2004). Umumnya klon pisang tahan fusarium memiliki karakter yang lebih baik dari pada klon yang rentan. Pisang tahan fusarium memiliki pertumbuhan yang cepat, kualitas buah lebih baik dengan ukuran buah lebih besar, dan produksi yang dihasilkan lebih tinggi. Penggunaan klon resistan dimaksudkan untuk mengurangi kerusakan akibat penyakit fusarium (Hwang, 1993). Hwang dan Ko (2004) melaporkan bahwa pisang Cavendish yang toleran layu fusarium stabil dan ketahanannya bertahan setelah 10 tahun. Hasil penelitian Kosmiatin (2006) menunjukkan bahwa penanaman tanaman pisang hasil iradiasi sinar gamma yang memiliki ketahanan terhadap fusarium di lokasi endemik menunjukkan pertumbuhan yang baik dengan rata-rata jumlah anakan yang tumbuh lebih dari dua, pada saat tujuh bulan setelah dipindahkan. Bahkan dua diantara tanaman tersebut mampu berbuah dan bisa dipanen.
7 Penanggulangan Penyakit Fusarium Pengendalian penyakit pisang dilaksanakan dengan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui perakitan varietas tahan atau mengurangi tingkat serangan melalui penerapan teknologi budidaya yang baik. Tingkat serangan dapat dikurangi melalui penggunaan bibit bebas penyakit dengan perbanyakan in vitro dan desinfektan bibit (bonggol) pisang yang berasal dari lapang dan menekan perkembangan patogen dengan modifikasi lingkungan tumbuh sehingga tidak mendukung pertumbuhan patogen. Selain itu melalui pengendalian hayati secara biokultural menggunakan agens antagonis dengan memanfaatkan mikroba (mikroorganisme, saprofit, plant growth promoting rhizobacteria), hasil eksplorasi yang dikombinasikan dengan aplikasi kompos, dan solarisasi tanah (Riset Unggulan Strategis Nasional, 2004 ). Solarisasi tanah yang disertai aplikasi pupuk kandang dan introduksi kombinasi Gliocladium dan Bacillus sp. berindikasi kuat sebagai strategi pengendalian terbaik untuk menekan penyakit layu fusarium pada pisang. Selain itu melalui pengembangan konsorsium mikroba yang telah memperoleh bakteri yang mampu menekan perkembangan penyakit layu fusarium yaitu satu perlakuan tunggal L32 dari antagonis kelompok Bacillus dan empat perlakuan konsorsium ThES32, BaPT3, TvPT3, dan ThBRA61 dari kelompok Pseudomonas fluorescens (Riset Unggulan Strategis Nasional, 2007). Kegiatan identifikasi Ras dan VCG dilakukan untuk menanggulangi penyakit layu fusarium yang meliputi isolasi patogen dan pengumpulan isolat, uji pantogenetis, pengujian ras, dan persiapan pengumpulan nitrate nonutilizing mutant (nit mutant) dalam deteksi Vegetative Compatibility Groups (VCGs) (Riset Unggulan Strategis Nasional, 2003). Upaya lain untuk menekan perkembangan
serangan
penyebab
penyakit
fusarium
adalah
dengan
menghilangkan sumber inokulum melalui pemusnahan tanaman sakit atau eradikasi. Eradikasi dilakukan terhadap tanaman dewasa dan anakan yang berpenyakit beserta rumpunnya. Jika serangan sampai dengan 40% maka tanaman sakit berserta rumpunnya dan beberapa tanaman di sekitarnya dimusnahkan.
8 Serangan lebih dari 40% maka dilakukan eradikasi total (Balai Penelitian Tanaman Buah, 2004).
Induksi Mutasi Mutasi merupakan variasi atau perubahan mendadak yang dapat diturunkan dalam gen atau dalam struktur sebuah kromosom (Allard, 1995) yang dihasilkan dari segala macam perubahan bahan keturunan yang mengakibatkan perubahan kenampakan fenotip yang diinginkan (Crowder, 2006). Perubahan keturunan yang secara tiba-tiba sebagai suatu mutasi yaitu titik mutasi atau merupakan hasil dari perubahan jumlah atau struktur kromosom. Penyimpangan kromosom ini termasuk pelipatgandaaan atau kehilangan dari kromosom (perpindahan atau perubahan), dan perbanyakan dari seluruh kromosom atau seperangkat kromosom (poliploida) (Allard, 1992). Suatu mutasi dapat terjadi pada setiap tahap perkembangan dari suatu organisme, dalam sel-sel dari setiap jaringan baik somatik maupun germinal (Crowder, 2006), pada bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada pada bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel seperti tunas dan biji. Mutasi diduga bersifat khas, hanya mempengaruhi karakter tunggal yang lebih umum (Allard, 1995). Dalam jaringan somatik mutasi mengakibatkan pola mosaik pada satu atau beberapa sel sedangkan dalam jaringan generatif mutasi dapat dipindahkan kepada keturunannya tetapi tidak terlihat untuk beberapa generasi (Crowder, 2006). Sebenarnya mutasi dapat terjadi secara alamiah di alam namun peluang kejadiannya sangat kecil. Untuk meningkatkan peluang terjadinya mutasi dilakukan mutasi buatan atau pemuliaan mutasi (Sastrosumarjo et al., 2006). Pemuliaan mutasi secara khusus bermanfaat dalam mengubah karakteristik tunggal sederhana yang diwariskan sistem gen yang berkembang tinggi misalnya menambah karakteristik khusus pada tanaman buah-buahan dan tanaman lain yang diperbanyak secara vegetatif (Allard, 1995). Mutasi yang dibuat dan diarahkan telah menghasilkan varietas-varietas tanaman baru yang unggul misalnya dengan mutasi induksi. Mutasi induksi dilakukan guna meningkatkan
9 peluang terjadinya mutasi yang menghasilkan perubahan karakter yang diinginkan (Sastrosumarjo et al., 2006). Menurut Megia (2005) keuntungan utama induksi mutasi pada tanaman yang memperbanyak diri secara vegetatif seperti pisang adalah kemampuan untuk merubah satu atau beberapa karakter suatu kultivar tanpa merubah genotip baik yang telah ada pada kultivar. Secara langsung setelah peristiwa mutasi induksi akan terjadi bentuk khimera yang soloid pada sel, jaringan atau organ. Sering kali penampakkan akibat mutasi baru muncul setelah generasi selanjutnya, yakni M, V2, atau kelanjutannya. Perubahan sifat pada mutan mencapai 95-100%, umumnya dari sifat dominan ke resesif (Soedjono, 2003). Mutasi induksi dapat dilakukan dengan mutagen kimia atau mutagen fisik. Mutagen fisik misalnya radiasi menggunakan sinar X, sinar gamma, ultraviolet dan neutron (Sastrosomarjo et al., 2006). Radiasi menembus bagian tertentu dari gen menyebabkan perubahan bahan DNA. Akibatnya tidak langsung yaitu menimbulkan perubahan zat kimia tertentu di sekitar gen yang menghasilkan perubahan nukleotida. Sinar gamma lebih sering digunakan karena merupakan sinar kuat yang dipancarkan dari isotop radioaktif, panjang gelombang lebih pendek dari sinar X yang penting untuk menginduksi perubahan genetik (Crowder, 2006). Selain itu juga mempunyai daya tembus yang lebih tinggi sehingga peluang terjadinya mutasi akan lebih besar pula (Sastrosomarjo et al., 2006). Perbaikan
karakter-karakter
yang
diperoleh
melalui
pemuliaan
menggunakan teknik mutasi pada umumnya lebih sering terjadi pada karakter morfologi daripada ketahanan terhadap penyakit (Megia, 2005). Induksi mutasi yang diikuti dengan seleksi efektif secara in vitro maka perubahannya dapat ditujukan pada tingkat sel dan hanya pada sifat-sifat tertentu. Mutasi induksi dengan menggunakan iradiasi sinar gamma dapat menghasilkan perubahan pada karakter morfologi atau penampilan fenotipik tanaman dan menghasilkan mutan yang memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit serta cekaman lingkungan (Handayati, 2006).
10 Menurut Megia (2005) teknik induksi mutasi in vitro dan variasi somaklonal bersifat langsung sehingga sangat efisien dalam mempercepat pengembangan tanaman pisang. Perubahan karakter yang diperoleh melalui kedua teknik ini dapat meliputi hanya satu karakter saja tanpa merubah genotip, baik yang telah ada pada tanaman sebelumnya. Perubahan genetik yang terjadi dapat terfiksasi pada tiap tahapan subkultur pada saat yang bersamaan plantlet dapat diperbanyak untuk evaluasi. Karakter baru yang diperoleh juga terbukti stabil dan diwariskan pada generasi berikutnya.
11
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) Pasir Kuda, Pasir Kuda, Bogor dengan ketinggian lahan 250 m di atas permukaan laut dan suhu harian berkisar 22.7-31.70C. Untuk analisis lab dilakukan di laboratorium PKBT, Baranangsiang, Bogor dan laboratorium Biologi, Departemen Biologi IPB, Dramaga. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai Juni 2010.
Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah aksesi pisang Ambon hijau hasil perbanyakan dengan cacah bonggol yang dikategorikan tahan fusarium hasil mutasi melalui radiasi sinar gamma dengan seleksi menggunakan asam fusarat dan filtrat generasi ketiga yaitu AH 500 F30, AH 1 000 F30, dan AH 1000 F45 (Gambar 6). Untuk tanaman kontrol digunakan Ambon hijau tanpa radiasi (AH). Bahan lain yang digunakan yaitu alkohol 70%, gliserin 20% dan 30%, safranin 1%, HNO3 20%, aquades, bayclin, daun dan akar tanaman pisang. Alat yang digunakan kamera, meteran, penggaris, mikroskop, petri disk, preparat, cover glas, gelas obyek, pinset, dan alat tulis.
Metode Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium generasi ketiga yang terdiri dari AH 500 F30, AH 1 000 F30, AH 1 000 F45, dan AH (kontrol). Masing-masing aksesi terdiri dari 23 tanaman yang ditanam dalam satu baris yang dijadikan sebagai ulangan. Model aditif linier yang digunakan yaitu: Yij = µ + α i + β j + ε i j
12 Keterangan : Yij
: Pengamatan pada aksesi ke-i dan ulangan ke-j (i = 1, 2, 3, 4 ; j =1,2, 3)
µ
: Nilai rataan umum
αi
: Pengaruh aksesi ke-i
βj
: Pengaruh ulangan ke-j
εij
: Pengaruh galat percobaan pada aksesi ke- i dan ulangan ke-j
Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji F. Bila uji F menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan uji Tukey pada taraf α = 5 %. Analisis keragaman dilakukan dengan membandingkan nilai KK (koefisien keragaman) masing-masing aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium dan tanaman kontrol untuk karakter yang menunjukkan pengaruh nyata hasil sidik ragam dan uji lanjut. Koefisien keragaman masing-masing aksesi tidak dikaitkan dengan sidik ragam tetapi dari data mentah yang dikumpulkan dari semua ulangan dihitung ragamnya (ragam contoh) menurut Walpole (1993) menggunakan rumus sebagai berikut :
s =
∑
(x − ̅ ) n−1
kemudian dihitung koefisien keragamannya (KK) menggunakan rumus sebagai berikut: KK =
2
Rata-rata Perlakuan
Keterangan : s2 = ragam contoh n = jumlah tanaman = data tanaman ke-i ̅ = nilai tengah contoh = rata-rata perlakuan Pelaksanaan Pengamatan kerapatan stomata dilakukan pada sampel daun yang tahan fusarium dan pengamatan anatomi akar pada sampel akar yang tahan. Sampel daun diambil sebanyak lima daun dari lima pohon yang berbeda secara acak dari
13 masing-masing aksesi, setiap aksesi diambil satu daun per satu pohon. Daun yang dijadikan sampel merupakan daun pada posisi ke empat dari pucuk di daerah tengah helaian daun. Sampel akar masing-masing aksesi diambil tiga sampel. Sampel daun dan akar diambil pada tanaman dewasa berumur sekitar 8-9 bulan. Pengamatan anatomi stomata dilakukan dengan membuat sayatan paradermal menggunakan metode utuh (whole mount) yang diwarnai dengan 1% safranin (Sass, 1951). Pengujian kerapatan stomata dilakukan dengan prosedur kerja : 1. Daun difiksasi dalam 70% alkohol, kemudian dicuci dengan akuades 2. Selanjutnya direndam dalam larutan 20% HNO3 selama 3-4 jam agar lapisan epidermis dapat dengan mudah dilepaskan dari jaringan mesofil. 3. Lapisan epidermis atas dan bawah daun diperoleh dengan bantuan pinset dan silet. Sebelum disayat menggunakan silet, daun tersebut terlebih dahulu dicuci menggunakan akuades. 4. Untuk menghilangkan klorofil dari mesofil yang terikat, sayatan epidermis direndam dalam larutan bayclin selama 1-5 menit kemudian dicuci menggunakan akuades. 5. Lapisan epidermis tersebut direndam dalam 1% safranin selama 5 menit setelah diwarnai diletakkan pada gelas objek dengan medium gliserin, kemudian ditutup dengan gelas penutup. 6. Preparat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x 7. Setiap sampel diamati sebanyak lima ulangan dengan sudut pandang yang berbeda (lima bidang pandang). Pengamatan anatomi akar dilakukan dengan membuat preparat sayatan melintang akar yang diwarnai dengan safranin 1%. Sampel akar direndam dalam alkohol 70%, akar dipotong dengan mengambil bagian 2 cm dari tudung akar. Akar disayat secara melintang, diwarnai dengan safranin 1% kemudian diletakkan pada gelas objek dengan medium gliserin 30% dan ditutup dengan gelas penutup. Preparat diamati di bawah mikroskop pada perbesaran 400x. Setiap sampel diamati sebanyak tiga ulangan.
14 Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap karakter kualitaif, vegetatif, dan generatif, kerapatan stomata dan anatomi akar. Pengamatan Karakter Kualitatif Pengamatan karakter kualititaif berdasarkan panduan deskriptor pisang IPGRI (1996). Peubah yang diamati meliputi: 1. Tipe pertumbuhan daun (Gambar 1) 1). Tegak 2). Intermediet 3). Merunduk
Gambar 1. Tipe Pertumbuhan Daun Pisang 2. Bentuk pangkal helai daun (Gambar 2) 1). Kedua sisi membulat 2). Satu sisi membulat dan satu sisi meruncing 3). Kedua sisi meruncing
Gambar 2. Bentuk Pangkal Helai Daun Pisang 3. Perkembangan anakan 1). Lebih tinggi dari tanaman induk 2). Tingginya ¾ sampai sama dengan tanaman induk
15 3). Tinggi antara ¼ sampai ¾ tinggi tanaman induk 4). Kurang dari ¼ tinggi tanaman induk 4. Posisi anakan 1). Jauh dari tanaman induk (tumbuh > 50 cm dari tanaman induk) 2). Dekat tanaman induk (tumbuh tegak) 3). Dekat tanaman induk (tumbuh miring) 5. Bentuk tunas jantan (Gambar 3) 1). Seperti gasing 2). Lanset 3). Intermediate 4). Ovoid 5). Membuka
Gambar 3. Bentuk Tunas Jantan Pisang 6. Bentuk ujung braktea (Gambar 4) 1). Runcing 2). Agak runcing 3). Intermediate 4). Tumpul 5). Tumpul dan terbelah
Gambar 4. Bentuk Ujung Braktea Pisang
16 7. Pola pelepasan braktea (Gambar 5) 1). Menggulung 2). Tidak menggulung
Gambar 5. Pola Pelepasan Braktea Pisang Pengamatan karakter vegetatif Pengamatan karakter vegetatif dilakukan terhadap semua tanaman yaitu 92 tanaman, dilakukan sebanyak tiga kali pengamatan yaitu 4, 5, dan 6 Bulan Setelah Tanam (BST). Peubah yang diamati meliputi : 1. Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh. 2. Lingkar batang, diukur berdasarkan keliling batang yaitu 10 cm dari permukaan tanah. 3. Jumlah daun, dihitung yang termasuk daun yang telah membuka secara sempurna. 4. Jumlah anakan, dihitung dari banyaknya jumlah anakan yang muncul. Pengamatan Karakter Generatif Pengamatan karakter generatif dilakukan ketika terbentuk jantung sampai panen. Peubah yang diamati meliputi waktu muncul jantung dan karakteristik buah yang terdiri dari jumlah sisir, bobot tandan, dan bobot sisir. Untuk karakteristik buah digunakan empat ulangan untuk masing-masing aksesi karena waktu berbuah tidak sama. Pengamatan Kerapatan Stomata Pengamatan kerapatan stomata meliputi jumlah stomata dan kerapatan stomata. Data yang diperoleh merupakan nilai rata-rata dari pengukuran lima bidang pandang yang dipilih secara acak sebanyak lima ulangan. Pengamatan dilakukan pada bagian stomata atas dan bawah.
17 Kerapatan stomata = jumlah stomata / luas bidang pandang (mm2) Pengamatan Anatomi Akar Pengamatan anatomi akar dengan mengamati penampang melintang akar. Peubah yang diamati meliputi jumlah xilem, diameter xilem, diameter korteks, panjang epidermis, dan lebar epidermis. Data yang diperoleh merupakan nilai rata-rata dari lima pengukuran yang dipilih secara acak sebanyak tiga ulangan. Ambon Hijau
Induksi Kalus
Radiasi sinar gamma dosis a 500, a750, 1 000 dan 1 500 rad
Seleksi asam fusarat dosis 30 dan 45 ppm Inkubasi dan subkultur Aklimatisasi dan uji ketahanan terhadap fusarium dengan isolat F. oxysporum Di pindah ke lokasi endemik, 20 tanaman hidup normal Generasi 1 Di peroleh 90 anakan di tanam kembali Generasi 2 Di hasilkan 20 tanaman dengan aksesi AH 500 F30, AH 1000 F30, AH 1000 F45 Generasi 3 Diperbanyak dengan cacah bonggol di peroleh 200 tanaman di tanam kembali Gambar 6. Skema Perolehan Bahan Tanam
18
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Juli 2009 dengan menggunakan bahan tanam yang diperoleh dengan perbanyakan melalui cacah bonggol pada umur yang sama. Bahan tanam berupa tiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium hasil induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma dan seleksi in vitro yang sudah mencapai generasi ketiga yang dikategorikan tahan fusarium. Sebagai pembanding digunakan aksesi pisang Ambon hijau bukan hasil induksi mutasi (AH). Jumlah tanaman keseluruhan ada 92 tanaman. Pengamatan pertama dilakukan pada bulan November 2009 saat tanaman berumur empat bulan setelah tanam (4 BST). Saat pengamatan pertama keseluruhan tanaman menunjukkan pertumbuhan yang normal dan sehat (Gambar 7b) namun ada beberapa tanaman yang pertumbuhannya tidak normal yaitu penampilan tanaman kerdil bahkan ada yang mati dan roboh karena terkena bunchi top (Gambar 7a). Tanaman pisang yang kerdil tetap tumbuh namun tidak dapat berbuah. Sebagian daun pada tanaman induk dan anakan berwarna kuning dan kering (Gambar 7c). Sekitar awal Februari saat umur 7 BST salah satu tanaman pisang Ambon hijau tahan fusarium dari aksesi AH 500 F30 dan AH 1000 F45 sudah berjantung. Pisang Ambon hijau tahan fusarium berjantung lebih awal daripada tanaman kontrol (AH) sedangkan aksesi AH berjantung sekitar awal bulan Mei saat umur 10 BST (Tabel 9).
19
(a)
(b)
(c) Gambar 7. Kondisi Pertanaman Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol: Pisang Terkena Bunchy Top (a), Pertanaman Pisang (b), dan Daun Tanaman Kering (c) Karakter Kualitatif Hasil pengamatan karakter kualitatif menunjukkan tidak terdapat perbedaan diantara aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium maupun dengan kontrol untuk beberapa peubah pengamatan yaitu tipe pertumbuhan daun, bentuk pangkal helai daun, posisi anakan, bentuk tunas jantan, bentuk ujung braktea dan pola pelepasan braktea. Tipe pertumbuhan daun merunduk, bentuk pangkal helai daun kedua sisi meruncing, posisi anakan dekat tanaman induk, bentuk tunas jantan lanset, bentuk ujung braktea runcing, dan pola pelepasan braktea menggulung. Karakter perkembangan anakan menunjukkan perbedaan antara aksesi pisang Ambon tahan fusarium dan kontrol. Perkembangan anakan untuk ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium yaitu tinggi antara 1/4-3/4 tinggi tanaman induk sedangkan kontrol kurang dari 1/4 tinggi tanaman induk. Anakan aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium memiliki panampilan yang lebih tinggi daripada kontrol (Tabel 1 dan 2).
20 Tabel 1. Keragaan Karakter Morfologi Daun, Anakan, Tunas Jantan, dan Braktea Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Aksesi Karakter Tipe pertumbuhan daun Bentuk pangkal helai daun Perkembangan anakan
AH 500 F30
AH 1000 F30
AH 1000 F45
Merunduk
Merunduk
Merunduk
AH Merunduk
Kedua sisi Kedua sisi Kedua sisi Kedua sisi meruncing meruncing meruncing meruncing
Tinggi antara 1/43/4 tinggi tanaman induk Posisi anakan Dekat tanaman induk Bentuk Tunas Lanset jantan Bentuk ujung Runcing braktea Pola pelepasan Menggulung braktea
Tinggi antara 1/4-3/4 tinggi tanaman induk
Tinggi antara 1/4-3/4 tinggi tanaman induk
Kurang dari 1/4 tinggi tanaman induk
Dekat tanaman induk Lanset
Dekat tanaman induk Lanset
Dekat tanaman induk Lanset
Runcing
Runcing
Runcing
Menggulung
Menggulung
Menggulung
21 Tabel 2. Karakter Morfologi Daun, Anakan, Tunas Jantan, dan Braktea Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Karakter
Tipe Pertumbuh an Daun
Bentuk Pangkal Helai Daun
Bentuk Tunas Jantan
AH 500 F30
Aksesi AH 1000 F30 AH 1000 F45
AH
22 Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Karakter Vegetatif Hasil rekapitulasi sidik ragam karakter vegetatif tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah daun, dan jumlah anakan dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Rekapitulasi Sidik Ragam Karakter Vegetatif Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol Saat 4, 5, dan 6 BST Karakter
Aksesi
kk (%)
Tinggi tanaman 4 BST
**
20.31
Lingkar batang 4 BST
**
16.56
Jumlah daun 4 BST
**
15.91
Jumlah anakan 4 BST
**
66.40
Tinggi tanaman 5 BST
**
20.02
Lingkar batang 5 BST
**
16.46
Jumlah daun 5 BST
**
15.35
Jumlah anakan 5 BST
**
48.66
Tinggi tanaman 6 BST
**
20.57
Lingkar batang 6 BST
**
16.41
Jumlah daun 6 BST
**
14.30
Jumlah anakan 6 BST
**
35.53
Keterangan: *) nyata pada P < 0.05, **) nyata pada P < 0.01, tn) tidak berbeda nyata
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa antara ketiga aksesi pisang Ambon tahan fusarium dan tanaman kontrol terdapat perbedaan untuk semua karakter vegetatif yang diamati selama tiga kali pengamatan baik untuk karakter tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah daun, dan jumlah anakan. Nilai koefisien keragamannya berkisar antara 14.30-66.40% (Tabel 3). Induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma mempengaruhi perubahan sifat pada karakter vegetatif tanaman pisang sehingga menunjukkan penampilan yang berbeda dari tanaman kontrol. Tinggi Tanaman Berdasarkan Tabel 4 antara masing-masing aksesi Ambon hijau tahan fusarium tidak menunjukkan perbedaan penampilan tinggi tanaman, namun jika dibandingkan dengan kontrol memiliki penampilan yang berbeda dengan rataan
23 yang lebih tinggi. Aksesi AH 1000 F30 memiliki penampilan tinggi tanaman tertinggi diantara aksesi yang lain. Tabel 4. Rataan Tinggi Tanaman Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4,5, dan 6 BST Aksesi AH 500 F30 AH 1000 F30 AH 1000 F45 AH
4 BST 89.05a 100.89a 88.05a 70.25b
Tinggi Tanaman (cm) 5 BST 6 BST bc 120.60 136.91bc 143.30a 163.84a ab 130.70 156.55ab c 103.82 122.86c
Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf α 5%
Lingkar Batang Tabel 5 menunjukkan bahwa karakter lingkar batang antara masingmasing aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium tidak berbeda nyata, namun memiliki penampilan yang berbeda dengan tanaman kontrol. Ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium memiliki rataan lingkar batang yang lebih tinggi daripada kontrol. Rataan tertinggi terdapat pada aksesi AH 1000 F30. Selama tiga kali pengamatan menunjukkan peningkatan lingkar batang untuk semua aksesi baik aksesi pisang Ambon tahan fusarium maupun tanaman kontrol. Tabel 5. Rataan Lingkar Batang Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4, 5, dan 6 BST Aksesi AH 500 F30 AH 1000 F30 AH 1000 F45 AH
4 BST 33.75a 35.77a 31.89a 26.11b
Lingkar Batang (cm) 5 BST 42.24a 46.57a 43.20a 33.84b
6 BST 47.20a 52.45a 48.68a 38.93b
Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf α 5%
Jumlah Daun Ketiga aksesi memiliki perbedaan jumlah daun dibandingkan tanaman kontrol, namun diantara masing-masing aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium tidak menunjukkan perbedaan. Berdasarkan Tabel 6 selama tiga kali pengamatan rataan jumlah daun untuk masing-masing aksesi mengalami penurunan, kemungkinan hal ini dikarenakan adanya pemangkasan terhadap daun
24 yang tua atau layu sehingga jumlah daun menjadi berkurang. Aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium memiliki rataan jumlah daun yang lebih banyak daripada tanaman kontrol yaitu antara 6-9 daun sedangkan untuk tanaman kontrol 6-7 daun. Aksesi AH 1000 F30 memiliki jumlah daun yang terbanyak diantara aksesi yang lain. Tabel 6. Rataan Jumlah Daun Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4, 5, dan 6 BST Aksesi AH 500 F30 AH 1000 F30 AH 1000 F45 AH
4 BST 7.77bc 8.82a 8.59ab 7.18c
Jumlah Daun 5 BST 6.32b 7.14a 7.36a 5.50c
6 BST 6.32ab 6.95a 7.00a 5.91b
Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf α 5%
Jumlah Anakan Masing-masing aksesi memiliki penampilan jumlah anakan yang relatif sama. Namun jika dibandingkan dengan tanaman kontrol menunjukkan perbedaan. Jumlah anakan ketiga aksesi meningkat selama tiga kali pengamatan dan jumlahnya lebih tinggi dari pada tanaman kontrol. Aksesi AH 1000 F30 memiliki rataan jumlah anakan paling banyak diantara aksesi yang lain (Tabel 7). Rata-rata jumlah anakan ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium antara 2-5 anakan sedangkan untuk tanaman kontrol 1-2 anakan (Tabel 7). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kosmiatin et al. (2006) bahwa penanaman tanaman pisang hasil iradiasi sinar gamma yang memiliki ketahanan terhadap fusarium di lokasi endemik menunjukkan pertumbuhan yang baik dengan rata-rata jumlah anakan yang tumbuh lebih dari dua, pada saat tujuh bulan setelah dipindahkan. Bahkan dua diantara tanaman tersebut mampu berbuah dan bisa dipanen. Beberapa tanaman kontrol memiliki jumlah anakan yang sedikit dengan penampilan anakan kecil bahkan ada tanaman kontrol yang tidak memiliki anakan (Gambar 8a). Sedangkan tanaman pisang Ambon hijau tahan fusarium memiliki jumlah anakan yang lebih banyak dengan penampilan lebih besar dan bahkan ada tinggi anakan yang hampir sama dengan tanaman induknya ( Gambar 8b).
25
(a) (b) Gambar 8 : Penampilan Anakan: Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium (a) dan Penampilan Anakan Tanaman Kontrol (b)
Tabel 7. Rataan Jumlah Anakan Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) saat 4, 5, dan 6 BST Aksesi
4 BST 2.00a 2.68a 2.09a 0.59b
AH 500 F30 AH 1000 F30 AH 1000 F45 AH
Jumlah Anakan 5 BST 4.05a 4.36a 4.00a 1.41b
6 BST 4.86a 5.36a 4.23a 1.64b
Keterangan : Nilai pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf α 5%
Saat 6 BST (Bulan Setelah Tanam) ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium memiliki nilai koefisien keragaman yang lebih rendah dibandingkan tanaman kontrol untuk semua peubah karakter vegetatif baik tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah daun, maupun jumlah anakan (Tabel 8). Hal ini menunjukkan penampilan ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium seragam. Aksesi AH 1000 F30 memiliki nilai koefisien keragaman paling rendah diantara aksesi yang lain. Tabel 8. Perbandingan Keragaman Tinggi Tanaman, Lingkar Batang, Jumlah Daun, Jumlah Anakan Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) pada 6 BST
Aksesi AH 500 F30 AH 1000 F30 AH 1000 F45 AH
Tinggi Tanaman 0.27 0.07 0.25 0.42
kk (%) Lingkar Jumlah Batang Daun 0.22 0.21 0.08 0.15 0.19 0.20 0.35 0.30
Jumlah Anakan 0.29 0.29 0.49 0.74
26 Karakter Generatif Pisang tahan fusarium diharapkan memiliki ketahanan terhadap layu fusarium sehingga dapat tumbuh dengan baik dan mampu berproduksi meskipun ditanam sampai beberapa generasi. Pisang Ambon hijau tahan fusarium untuk ketiga aksesi menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat yang ditunjukkan dengan waktu berjantung yang lebih awal daripada kontrol yaitu sekitar awal Februari 2010 saat umur 7 BST untuk aksesi AH 500 F30 dan AH 1000 F45 dan 8 BST untuk aksesi AH 1000 F30 dengan waktu berbuah sekitar akhir bulan Februari (Tabel 9). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mariska et al. (2006) yang menyebutkan bahwa pisang Ambon kuning tahan fusarium hasil radiasi dan seleksi asam fusarat dapat tumbuh di lokasi endemik dan berbuah 7 bulan setelah tanam. Menurut Hwang (1993) umumnya varietas pisang tahan fusarium memiliki karakter yang lebih baik daripada varietas yang rentan. Pisang tahan fusarium memiliki pertumbuhan yang lebih cepat, kualitas buah lebih baik, dengan ukuran buah lebih besar dan produksi yang dihasilkan lebih tinggi. Sampai bulan Juni hampir seluruh tanaman untuk ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium sudah berjantung, untuk aksesi AH 1000 F30 sekitar 22 tanaman sudah berjantung. Namun untuk kontrol baru berjantung sekitar awal Mei 2010 dan berbuah akhir Mei 2010 saat umur 10 BST dan jumlah tanaman yang berjantung ada 7 tanaman (Tabel 9). Tabel 9. Waktu Berjantung dan Jumlah Tanaman yang Berjantung Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) BST (Bulan Setelah Tanam) Aksesi AH 500 F30 AH 1000 F30 AH 1000 F45 AH
7
8
9
10
Jumlah Tanaman 11 Berjantung 18 22 19 7
27 Berdasarkan Tabel 10 karakteristik buah yang diamati untuk jumlah sisir dan bobot tandan ketiga aksesi tidak berbeda nyata dengan kontrol, namun untuk karakter bobot sisir berbeda nyata. Induksi mutasi mempengaruhi penampilan bobot sisir sehingga menunjukkan penampilan yang berbeda dengan tanaman kontrol. Hal ini menunjukkan pisang Ambon hijau tahan fusarium memiliki penampilan buah yang normal seperti tanaman kontrol. Tabel 10. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Karakteristik Buah Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol Karakter Jumlah Sisir Bobot Tandan (kg) Bobot Sisir (kg)
Varietas tn tn **
Pr>f 0.8411 0.1654 0.0054
kk (%) 12.82 15.73 8.09
Keterangan: *) nyata pada P < 0.05, **) nyata pada P < 0.01, tn) tidak berbeda nyata
Karakter jumlah sisir dan bobot tandan tidak menunjukkan perbedaan baik antara masing-masing aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium maupun dengan tanaman kontrol. Untuk karakter jumlah sisir rata-rata berjumlah 7-8 sisir dan rata-rata bobot tandan 7-9 kg (Tabel 11). Tabel 11. Rataan Jumlah Sisir dan Bobot Tandan Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Aksesi AH 500 F30 AH 1000 F30 AH 1000 F45 AH
Jumlah Sisir 7.33 6.67 7 7
Bobot Tandan (kg) 6.907 8.553 8.867 6.937
Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf α 5%
Bobot Sisir Karakter bobot sisir berdasarkan Tabel 12 untuk beberapa aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium memperlihatkan penampilan yang berbeda dibandingkan tanaman kontrol (AH) sedangkan diantara masing-masing aksesi tidak menunjukkan perbedaan. Ketiga aksesi Ambon hijau tahan fusarium memiliki rataan bobot sisir lebih tinggi. Aksesi AH 1000 F30 memiliki rata-rata bobot sisir tertinggi diantara aksesi lain yaitu 1.28 kg. Dalam hal ini induksi
28 mutasi mempengaruhi salah satu karakter dari penampilan buah untuk bobot sisir sehingga menunjukkan penampilan yang berbeda dari tanaman kontrol. Tabel 12. Rataan Bobot Sisir Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Aksesi AH 500 F30 AH 1000 F30 AH 1000 F45 AH
Bobot Sisir (kg) 0.93b 1.28a 1.27a 0.99b
Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf α 5%
Berdasarkan Tabel 13 aksesi Ambon hijau tahan fusarium memiliki nilai koefisien keragaman yang lebih rendah dibandingkan tanaman kontrol untuk karakter bobot sisir. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium menunjukkan penampilan yang seragam. Tabel 13. Perbandingan Keragaman Bobot Sisir Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Aksesi AH 500 F30 AH 1000 F30 AH 1000 F45 AH
kk (%) Bobot Sisir 0.16 0.08 0.06 0.25
Gambar 9 menunjukkan penampilan buah ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium dan kontrol saat 14 dan 15 BST dengan laju pertumbuhan yang berbeda (waktu muncul jantung berbeda). Penampilan buah saat 10 BST untuk aksesi AH 500 F30, AH 1000 F30, dan AH 1000 F45 berjantung saat 8 BST sedangkan penampilan buah tanaman kontrol (AH) saat 11 BST dan berjantung 10 BST. Ketiga aksesi pisang ambon hijau tahan fusarium menunjukkan penampilan buah yang sehat dan normal sama dengan tanaman kontrol (AH).
29
AH 500 F30
AH 1000 F30
AH 1000 F45
AH
Gambar 9. Penampilan Buah Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 10 dan 11 BST Kerapatan Stomata Dan Anatomi Akar Hasil Rekapitulasi Sidik Ragam Kerapatan Stomata dan Anatomi Akar dapat dilihat pada tabel 14 dan 15. Tabel 14. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Karakteristik Anatomi Stomata Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol Karakter Jumlah Stomata Atas Jumlah Stomata Bawah Kerapatan Stomata Atas Kerapatan Stomata Bawah
Varietas tn tn tn tn
Pr>f 0.7036 0.6579 0.7036 0.6552
kk (%) 30.29 9.46 30.28 9.45
Keterangan: *) nyata pada P < 0.05, **) nyata pada P < 0.01, tn) tidak berbeda nyata
Tabel 15. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Karakteristik Anatomi Akar Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol Karakter Jumlah Xilem Diameter Xilem (μm) Diameter Korteks (μm) Panjang epidermis (μm) Lebar Epidermis (μm)
Varietas tn tn tn tn tn
Pr>f 0.5822 0.2175 0.1404 0.8566 0.9080
kk (%) 13.13 16.36 8.80 17.75 14.13
Keterangan: *) nyata pada P < 0.05, **) nyata pada P < 0.01, tn) tidak berbeda nyata
30 Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan karakteristik kerapatan stomata dan anatomi akar antara masing-masing aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium dan kontrol. Semua peubah kerapatan stomata dan anatomi akar tidak berbeda nyata (Tabel 14 dan 15). Hal ini berarti mutasi induksi dengan iradiasi sinar gamma tidak mempengaruhi perubahan sifat pada anatomi stomata dan akar pisang. Mutasi induksi dalam hal ini hanya merubah sifat-sifat tertentu yaitu karakter tanaman dalam ketahanannya terhadap penyakit fusarium tetapi tidak merubah penampilan fenotipik tanaman seperti anatomi stomata dan akar. Hal ini sesuai dengan pendapat Kosmiatin et al. (2006) bahwa induksi mutasi yang diikuti dengan seleksi efektif secara in vitro maka perubahannya dapat ditujukan pada tingkat sel dan hanya pada sifat-sifat tertentu. Tidak semua penampilan tanaman mengalami perubahan tetapi terkadang hanya sifat-sifat tertentu saja yang diharapkan mengalami perubahan yang lebih baik dari tanaman induknya namun sifat yang lain diharapkan tidak terlalu banyak berubah misalnya dalam sifat agronomisnya. Stomata pada pisang terdapat pada bagian atas dan bawah daun. Ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium memiliki rataan kerapatan stomata dan jumlah stomata yang relatif sama dengan tanaman kontrol. Stomata bagian bawah memiliki jumlah stomata yang lebih banyak dan lebih rapat daripada stomata bagian bawah (Tabel 16). Kerapatan stomata tanaman pisang Ambon hijau tahan fusarium ini diharapkan tidak mengalami perubahan penampilannya ketika ditanam di lapang. Setelah penanaman tahap empat penampilan kerapatan stomata pada tanaman pisang tersebut menunjukkan penampilan yang sama dengan tanaman kontrol (Lampiran 1). Anatomi stomata dapat dilihat pada Gambar 10. Tabel 16. Rataan Jumlah dan Kerapatan Stomata Atas dan Bawah Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Aksesi AH 500 F30 AH 1000 F30 AH 1000 F45 AH
Kerapatan Stomata (per mm2) Atas Bawah 45.692 164.35 54.184 171.32 44.066 177.43 46.928 170.36
Jumlah Stomata Atas Bawah 120.12 432.04 142.44 450.36 115.84 466.44 123.36 447.84
Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf α 5%
31
c a b Keterangan: a = Sel Tetangga, b = Epidermis, c = Stomata
Gambar 10. Anatomi Stomata Pisang Ambon Hijau Selama masa penanaman sampai panen tidak memasuki musim kemarau sehingga tidak mempengaruhi akar. Akibatnya tidak menunjukkan gejala fusarium pada akar, antara tanaman pisang Ambon hijau yang tahan fusarium dan kontrol tidak terdapat perbedaan pada penampilan anatomi akar. Baik tanaman kontrol maupun aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium tidak terdapat tanaman yang terkena fusarium. Semua karakter anatomi akar yang diamati baik jumlah dan diameter xilem, diameter korteks, maupun panjang epidermis dan lebar epidermis ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium memiliki rataan yang hampir sama dengan kontrol (Tabel 17). Penampilan anatomi akar dapat dilihat pada Gambar 11. Tabel 17. Rataan Karakter Anatomi Akar Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Aksesi
Jumlah Xilem
AH 500 F30 AH 1000 F30 AH 1000 F45 AH
19.67 20.33 22.67 21.67
Diameter Xilem (μm) 68.667 50.467 65.500 66.833
Diameter Korteks (μm) 53.083 48.953 43.583 46.667
Panjang epidermis (μm) 30.500 30.807 30.333 27.500
Lebar epidermis (μm) 19.333 18.723 17.833 19.000
Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf α 5%
32 a
b
c Keterangan: a = korteks, b = epidermis, c = xilem
Gambar 11. Anatomi Akar Pisang Ambon Hijau
33
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Karakter vegetatif tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah daun dan jumlah anakan aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium menunjukkan penampilan yang berbeda dengan tanaman kontrol, sedangkan diantara masing-masing aksesi Ambon hijau tahan fusarium tidak menunjukkan perbedaan. 2. Aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat dari pada kontrol yaitu umur berjantung lebih awal 7 BST sedangkan kontrol 10 BST. 3. Karakter kualitatif untuk tipe pertumbuhan daun, posisi anakan, bentuk pangkal helai daun, bentuk tunas jantan, bentuk ujung braktea, dan pola pelepasan braktea tidak menunjukkan perbedaan antara ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium dan kontrol. Sedangkan perkembangan anakan menunjukkan perbedaan penampilan. 4. Karakter generatif jumlah sisir dan bobot tandan menunjukkan penampilan yang sama dengan kontrol, sedangkan bobot sisir menunjukkan penampilan yang berbeda. 5. Penampilan kerapatan stomata dan anatomi akar menunjukkan penampilan yang sama dengan tanaman kontrol.
Saran Ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium memiliki penampilan yang seragam sehingga potensial untuk ditanam di lapang sebagai calon varietas pisang Ambon tahan fusarium.
34
DAFTAR PUSTAKA Allard, R.W. 1995. Pemuliaan Tanaman. (Terjemahan dari : Principle of Plant Breeding. Penerjemah: Manna). Penerbit PT Rineka Cipta. Jakarta. Allard, R.W. 1992. Pemuliaan Tanaman. (Terjemahan dari : Principle of Plant Breeding. Penerjemah: Manna). Penerbit PT Rineka Cipta. Jakarta. Balitbu. 2004. Eradikasi Tanaman Pisang Terserang Penyakit Layu. Balai Penelitian Tanaman Buah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta. 2 hal. Crowder, L.V. 2006. Genetika Tumbuhan. Terjemahan dari: Plant Genetics. Penerjemah: L. Kusdiarti. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 499 hal. Damayanti, F. 2004. Seleksi in vitro tanaman abaka (Musa textilis Nee) dengan filtrat Fusarium oxysporum untuk ketahanan terhadap penyakit layu fusarium. Bioscientiae 1(2):11-22. Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. 1994. Penyebaran Penyakit Penting pada Tanaman Hortikultura Prioritas (Buah-buahan). Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. Jakarta. 86 hal. Handayati, W. 2006. Keragaman genetik mawar mini dengan iradiasi sinar gamma. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 28(4):1-2. Hwang, S.C., and Ko, W.H. 2004. Cavendish banana cultivars resistant to fusarium wilt acquired through somaclonal variation in Taiwan. Plant Disease 88(6): 580−588. Hwang, S.C. 1993. Somaclonal resistance in Cavendish banana to fusarium wilt, p. 122-123. In R.C. Ploetz (Ed.). Fusarium Wilt of Banana. The American Phytophathological Society. New York. IPGRI. 1996. Descriptor for Banana (Musa spp.). International Board for Plant Genetic Resources (IBPGR). Rome. Itali. Kosmiatin, M. I. Mariska, Roostika, dan E. Gati. 2006. Pembentukan pisang ambon toleran terhadap penyakit layu fusarium melalui variasi somaklonal. Zuriat 17(1):4-8. Mariska, I. M. Kosmiatin, E.G. Lestari, dan I. Roostika. 2006. Seleksi in vitro tanaman pisang ambon kuning untuk ketahanan terhadap penyakit layu fusarium. Laporan Akhir Rusnas Buah Tropis. BB-Biogen. Bogor. 20 hlm.
35 Megia, R. 2005. Variasi somaklonal dan induksi mutasi in vitro guna mempercepat pemuliaan tanaman pisang. Zuriat 16(2):153-164. Moore, N.Y., S. Bentley, K.G, Pegg, and D.R, Jones. 1995. Fusarium Wlit of Banana. International Network for Improvement of Banana and Plantain (INIBAP). France. 4p. Nakasone, H.Y., and R.E. Paull. 1998. Tropical Fruit. CAB International. London. 445p. Nelson, S.C., R.C. Ploetz, and A.K. Kepler. 2006. Musa species (banana and plantains), ver.2.2. In Elevitch, C.R (ed.). Species Profiles for Pasific Island Agroforestry. Permanent Agriculture Resources (PAR). Hawai. Nelson, P.E. 1993. Taxonomy of fungi in the genus Fusarium with empahsis on Fusarium oxysporum, p. 27-28. In R.C. Ploetz (Ed.). Fusarium Wilt of Banana. The American Phytophathological Society. New York. Ploetz, R.C., J.G. Thomas, and W.R. Slabaugh. 2003. Deseases of banana and plantain, p.109-112. In R.C. Ploetz (Ed.). Deseases of Tropical Fruit Crops. CABI Publishing. Washington. Robinson, J.C. 1999. Bananas and Plantains. CABI Publishing. New York. 238 p. RUSNAS. 2007. Ringkasan pencapaian hasil tahun 2007. Laporan Akhir Riset Unggulan Strategis Nasional Pengembangan Buah-Buahan Unggulan Indonesia. 21 hal. RUSNAS. 2004. Executive summary laporan akhir riset unggulan strategis nasinal pengembangan buah-buahan unggulan indonesia komoditas pisang. Laporan Akhir Riset Unggulan Strategis Nasional Pengembangan Buah-Buahan Unggulan Indonesia. 8 hal. RUSNAS. 2003. Executive summary laporan akhir riset unggulan strategis nasinal pengembangan buah-buahan unggulan indonesia komoditas pisang. Laporan Akhir Riset Unggulan Strategis Nasional Pengembangan Buah-Buahan Unggulan Indonesia. 12 hal. Sass. JE. 1951. Botanical Microtechniq Ed. Ke2. The lowa State Coll: Press. Lowa. Sastrosumarjo, S., Yudiwanti, S.I. Aisyah, S. Sujiprihati, M. Syukur, dan R. Yunianti. 2006. Sitogenetika Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor 268 hal. Soedjono, S. 2003. Aplikasi mutasi induksi dan variasi somaklonal dalam pemuliaan tanaman. Jurnal Litbang Pertanian 22(2):1-9.
36 Suhartanto, M.R., H. Harti, Sobir, dan S. Setiati. 2007. Acuan Standar Operasional Produksi Pisang. Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, LPPMIPB. Bogor. 79 hal. Sukmadjaja, D.,I. Mariska, E.G. Lestari, M. Tombe, dan M. Kosmiatin. 2006. Pengujian planlet abaka hasil seleksi terhadap Fusarium oxysporum. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Bogor, 23-24 September 2003. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor, 23-24 September 2003. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Walpole. 1993. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 515 hal. Zarmiyeni, Kasli, M. Kasim, I. Suliansyah, N. Nasir, dan Ishak. 2007. Seleksi in vitro untuk resistensi mutan pisang barangan terhadapa F. oxysporum f.sp. cubense menggunakan asam fusarat sebagai agens penyeleksi. Jurnal Ilmuilmu Pertanian Edisi khusus 3:427-431.
37
LAMPIRAN Lampiran 1. Penampilan Stomata Bagian Atas dan Bawah Perbesaran 40x10 Aksesi
AH 500 F30
AH 1 000 F30
AH 1000 F45
AH
Stomata Bagian Atas
Bagian Bawah