RINGKASAN EKSEKUTIF Removing Barriers in Commercializing Public Funded Research and Development
1. Dalam era globalisasi, tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia semakin berat karena harus mampu bersaing dengan negara-negara lain di semua bidang.
Sektor industri, sebagai
salah satu sektor yang diharapkan menjadi tulang punggung perekonomian nasional, menghadapi kondisi yang sulit akibat krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997. Oleh karena itu, perlu upaya pemanfaatan semua keunggulan untuk melakukan kemitraan agar mampu bertahan pada era pasar bebas. Dalam kondisi persaingan yang semakin ketat, industri harus mampu meningkatkan kualitas produk dan terus menerus melakukan
inovasi melalui
kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang). Knowledge based economy (KBE) telah menjadi ciri utama pada abad ke-21 dan telah terbukti dapat meningkatkan dayasaing negara maju dan kemudian banyak ditiru oleh negara berkembang. Peran industri dengan berlandaskan invensi dan inovasi semakin dituntut. Permasalahan yang dihadapi sektor industri di Indonesia dalam melakukan inovasi adalah rendahnya kualitas sumberdaya manusia untuk melakukan kegiatan litbang dan adanya anggapan bahwa kegiatan litbang membutuhkan investasi yang besar dengan resiko yang relatif besar. Kelemahan ini mengakibatkan adanya ketergantungan pada teknologi yang berasal dari luar negeri dan mengabaikan proses pengembangan teknologi.
2. Keadaan di atas merupakan permasalahan yang dihadapi oleh banyak negara sedang berkembang (developing countries), dimana alokasi anggaran untuk kegiatan litbang masih relatif rendah terhadap jumlah Pendapatan Nasional Bruto (GNP). Pada tahun 2004, rasio pembiayaan litbang terhadap GNP Indonesia diperkirakan sekitar 0,079%, dimana 70% dari pembiayaan tersebut berasal dari dana publik melalui anggaran belanja negara. Walaupun demikian, lembaga litbang publik, termasuk didalamnya perguruan tinggi, sebenarnya sudah memililki sumberdaya yang memadai seperti sumberdaya manusia dan fasilitas. Setiap tahun dana publik mengalir ke lembaga litbang tersebut untuk melakukan berbagai macam kegiatan litbang. Sangatlah disayangkan apabila hasil litbang belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pengguna, termasuk industri, atau sebaliknya belum dapat memenuhi kebutuhan mereka. Beberapa studi menunjukkan bahwa komersialisasi hasil litbang yang dihasilkan dari kegiatan litbang yang didanai melalui dana publik masih rendah dan menghadapi berbagai hambatan.
3. Berbagai elemen pemerintah dan elemen masyarakat yang merupakan komponen dari sistem invensi dan inovasi nasional berupaya untuk mengurangi atau menghilangkan hambatan tersebut melalui cara pandangnya. Landasan hukum utama terkait langsung dengan upaya mendorong kegiatan komersialisasi hasil litbang adalah UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem
i
Penelitian, Pengembangan & Penerapan Iptek, PP No. 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Litbang oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang dan PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Namun demikian berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah yang berkaitan langsung dengan kegiatan litbang dan komersialisasinya pada saat ini masih dirasakan belum dapat secara maksimal menjawab tantangan globalisasi ekonomi yang memberikan tekanan ekonomi kepada lembaga litbang pemerintah agar dapat lebih mandiri secara finansial, lebih bertanggung jawab dan mulai menerapkan prinsip bisnis. Oleh karena itu
diperlukan
upaya
yang
sungguh-
sungguh, komprehensif dan berkesinambungan dari semua stakeholder untuk menyelesaikan hambatan komersialisasi hasil litbang.
4. Tujuan umum dari studi ini adalah untuk mengidentifikasi dan menentukan kebijakan yang memungkinkan untuk menghilangkan permasalahan dan hambatan di dalam komersialisasi hasil litbang yang didanai oleh dana publik. Secara khusus, studi ini bertujuan untuk dapat melakukan identifikasi kebijakan dan peraturan pemerintah terkait dengan kegiatan litbang dan komersialisasinya identification of research related governmental policies and regulations, kajian terhadap kebijakan dan peraturan yang menghambat dan mendukung proses kmomersialisasi hasil litbang dan identifikasi upaya untuk mempercepat komersialisasi hasil litbang melalui rekomendasi kebijakan dan peraturan serta implementasinya. Untuk mencapai tujuan tersebut, metodologi yang digunakan adalah desk study, literature review, survei lapang, focus group discussion, workshop dengan menerapkan analisa SWOT (Strength, Weakness, Opprtunity dan Threat), policy content analysis dan comparison analysis.
5. Proses komersialisasi hasil ltbang melibatkan banyak stakeholder dan
bukanlah suatu
proses yang statis. Dalam kurun waktu lebih dari 10 tahun terkahir ini, literatur telah membagi dua mengenai apa yang mendorong inovasi atau komersialisasi hasil litbang, yakni market-based atau resource-based. Dari kedua pendekatan muncul berbagai model, yakni technology push, market pull, coupling model, interactive model & network model. Model yang bersifat linier telah berkembang menjadi non-linier. Lembaga litbang, termasuk perguruan tinggi, memiliki kekhasan dan keunikan, dilihat dari sisi kelembagaan dan program serta kegiatan litbang yang dilakukan, sehingga memerlukan kebijakan internal yang berlandaskan pada tahapan proses komersialisasi dan pemanfaatan hasil komersialisasi agar proses komersialisasi dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Unit kerja khusus pun banyak didirikan untuk menjalankan proses komersialisasi. Dari berbagai comparison analysis yang dilakukan terhadap berbagai negara yang dianggap “sukses” di dalam menjalankan komersialisasi hasil litbang dari lembaga litbang pemerintah, diperoleh gambaran 9 faktor keberhasilan, yang mencakup penegakan sistem pengelolaan HKI; kebijakan komersialisasi nasional; kebijakan lembaga litbang; interaksi dan pemetaan industri;
ii
jejaring/kerjasama antar lembaga litbang; keberadaan lembaga komersialisasi hasil litbang; pembiayaan tuntas (complete and comprehensive financing); incubator, science & technology park dan industrial district; dan program pendidikan technnoprenuership.
6. Berbicara tentang upaya komersialisasi hasil litbang dari dana publik di Indonesia jelas akan bersinggungan dengan banyak lembaga litbang. Jenis lembaga litbang di Indonesia yang memanfaatkan dana publik untuk melakukan kegiatan litbangnya adalah Government NonDepartment R&D Institutes under the coordination of State Ministry for Research and Technology /NDRI/LPND-Ristek (84 institutions); Government R&D Institutes coordinated by Departments DRI/LPD
(158
institutions);
Regional
Government
R&D
Institutes
(Balitbangda)
Propinsi/Kabupaten/Kota (23 institutions); dan State University - R&D Centers (77 isntitutions). Lembaga litbang LPND-Ristek/NDRIs terdiri dari tujuh lembaga litbang, yaitu Bakosurtanal, Bepeten, Batan, BPPT, BSN, dan LIPI. Seluruh perencanaan kegiatan LPND dan sebagian besar pendanaan (sekitar 95%) dilakukan oleh pemeritah, yang dalam kasus tertentu masih terjadi tumpang tindih topik litbang antara LPND dan pusat-pusat litbang. Tugas LPND adalah untuk membantu memberikan advis kepada pemerintah yang hasilnya dirancang hanya untuk memenuhi kepentingan pemerintah. Kinerja DRI/LPD menurut kajian yang dilakukan oleh KNRT pada tahun 2002 menunjukkan bahwa mayoritas dari DRI/LPD yang disurvei sebanyak 22 (13.9% dari seluruh DRI/LPD) yang tersebar di 10 wilayah telah mempunyai hubungan kerjasama dengan usaha kecil menengah/UKM (SMEs), sekitar 90% dari DRI/LPD tersebut telah memiliki sertifikat ISO 9000 standar QM. Namun belum ada satu institusipun yang telah melakukan spin-off atau telah mendukungan penerapan pengembangan teknologi di industri-industri. Jumlah personil yang terlibat dalam kegiatan litbang publik mayoritas memiliki kualifikasi akademis sampai dengan D3 sebanyak 42.1%, S1 30%, S2 sebanyak 13.9%, dan S3 sebanyak 6.4% dengan jumlah peneliti perempuan 30% dari seluruh peneliti. Berdasarkan hasil kajian KNRT pada tahun 2004, jumlah dana yang dikucurkan untuk kegiatan litbang berjumlah Rp 1.755,3 milyar dengan alokasi tertinggi pada LPD sebesar Rp 1.188 milyar, diikuti oleh LPND sebesar Rp 523 milyar, Balitbangda menerima Rp 44,3 milyar. Lembaga
intermediasi
sebagai
fasilitator
memegang
peranan
penting
dalam
proses
komersialisasi hasil litbang. Dalam prakteknya peran fasilitator dapat diwadahi dalam berbagai model organisasi, seperti Sentra HKI yang berjumlah 90 buah pada tahun 2005, Incubator Technology yang telah didirikan sebanyak 15 pusat inkubator dengan 12 diantaranya yang aktif. Dalam kategori ini juga termasuk BTC dan Science Base Industrial Park. Untuk mendukung pelaksanaan kegiatan litbang, sejumlah program insentif telah pernah diluncurkan baik oleh KNRT maupun Dikti-Diknas. Program insentif dari KNRT berjumlah 10 program yang pada umumnya ditujukan untuk membangun UKM di berbagai bidang teknologi
iii
prioritas. Diantara insentif ini adalah Insentif Riset Dasar, Insentif Riste Terpadu, Insentif Riset Peningkatan Kapasitas Iptek Sistem Produksi, dan Insentif Riset Percepatan Difusi dan Pemanfaatan Iptek. Insetif dari Diktir diantaranya adalah Program Unggulan Berpotensi HKI, dan Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri. Publikasi ilmiah, sebagai tolok ukur perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, selama periode 1994-2004 menunjukkan bahwa bidang Plant and Animal Science memiliki publikasi terbanyak (18.22%), disusul oleh Clinical Medicine sebesar 17.46%, dan yang terkecil adalah mulitidisiplinary sebesar 0,25%, dan Space Science sebesar 1,26%. Dari segi jumlah paten sebagai indikator lain tentang perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, untuk kurun waktu yang sama meningkat dari 7 paten menjadi 41. Hanya 32% dari output litbang pemerintah yang berhasil dikomersialisasikan pada tahun 2004.
7. Dari hasil survei, wawancara dan focus group discussion terdapat 6 permasalahan pokok yang menghambat proses komersialisasi hasil litbang. Keenam permasalahan pokok tersebut adalah arah & kebijakan litbang; orrientasi lembaga litbang; pemasaran hasil litbang; pendanaan; pengguna hasil litbang dan infratruktur komersialisasi. Permasalahan yang sangat nyata dalam konteks arah & kebijakan litbang adalah visi & misi nasional & lembaga litbang tidak dikaitkan dengan komersialisasi hasil kegiatan litbang; kebijakan litbang tidak mengatur kerjasama sinergis antara lembaga litbang; komersialisasi belum dimasukkan sebagai hal penting di dalam kebijakan litbang sehingga hasil yang dicapai tidak siap komersial; aturan pelaksanaan tentang komersialisasi sebagai turunan dari landasan hukum yang lebih tinggi belum tersedia. Selanjutnya kelemahan orientasi lembaga litbang tentang komersial disebabkan oleh pandangan bahwa lembaga litbang yang dibiayai pemerintah adalah pengguna anggaran sehingga tidak berkewajiban melakukan komersialisasi; tidak adanya keterkaitan antara kebutuhan teknologi pada tingkat pengguna (pasar) dengan kegiatan atau program penelitian; sistem penilaian keberhasilan yang berbasis individu menjadikan orientasi litbang lebih pada publikasi dari pada komersialisasinya. Hal yang terkait dengan pemasaran hasil litbang adalah tidak adanya promosi kreatif, kekurangyakinan lembaga litbang terhadap hasil litbangnya karena belum teruji; lemahnya atau tidak adanya akses terhadap unit komersialisasi. Alokasi dana litbang yang terbatas; terbatasnya pendanaan litbang berjangka panjang; terbatasnya kontribusi pendanaan dari dunia usaha; tidak adanya dukungan pembiayaan untuk start-up bisnis berbasiskan teknologi hasil litbang; tidak teraturnya pencairan dana litbang yang menghambat kerjasama dengan dunia usaha merupakan hambatan-hambatan proses komersialisasi yang terkait dengan pendanaan. Permasalahan yang masih dihadapi dalam komersialisasi dari sudut pandang pengguna adalah pengguna masih berkarakter pedagang, belum industrialis; pengguna kurang meyakini orisinalitas dan tanggung jawab peneliti; industri besar cenderung membeli teknologi luar negeri dan yang siap pakai; masyarakat luas belum menghargai teknologi; pengguna memandang riset
iv
sebagai biaya bukan investasi dan masih sangat terbatasnya technopreneur yang mampu mengembangkan bisnis atas suatu teknologi/inovasi baru. Infrastruktur komersialisasi memegang peran penting di dalam proses komersialisasi. Di Indonesia hal ini masih merupakan permasalahan besar karena belum mapannya lembaga yang melakukan sosialisasi hasil litbang serta terbatasnya
bantuan manajemen dan teknis pemasaran; belum tersedianya cukup
lembaga pembiayaan seperti modal ventura untuk pembiayaan usaha berbasis teknologi (baru); jejaring antar lembaga litbang masih sangat terbatas dan lebih bersifat personal, dan wahana untuk menjalin jejaring, seperti business gathering, sangat terbatas.
8. Keberhasilan komersialisasi hasil litbang, pun tidak terlepas dari kebijakan dan regulasi yang bersifat mendorong dan memberikan guideline yang tepat. Sejumlah regulasi dengan rentang topik yang cukup beragam telah dikeluarkan dalam upaya mendorong kegiatan komersialisasi dimaksud. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, telah diidentifikasi bahwa permasalahan utama dalam komersialisasi hasil litbang adalah belum terintegrasinya pembangunan iptek baik diantara lembaga litbang dan perguruan tinggi itu sendiri, maupun antara lembaga litbang dan perguruan tinggi dengan industri. Merespon hal ini maka sebelumnya telah dikeluarkan Inpres Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pengkoordinasian, Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang menginstruksikan Menteri riset dan teknolodi untuk berkoordinasi dengan lembaga-lembaga terkait dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan strategis pembangunan nasional iptek. Untuk memperkuat komitmen ini telah pula dikeluarka KepMenRistek Nomor 111/M/Kp/IX/2004 tentang Visi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 2025. Untuk meningkatkan kemampuan daya saing industri manufaktur yang sektor ini lemah dalam penguasaan dan penerapan teknologi yang berkarakter ‘tukang jahit’, dikeluarkanlah Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 yang didalamnya disusun Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri. Untuk lebih meningkatkan kemampuan daya saing industri manufaktur di atas, telah pula dirumuskan kebijakan strategis pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dinamakan Konsep Paradigma Riset Menuju Kemandirian melalui KepMenRistek Nomor 111/M/Kp/VIII/2005. Khusus untuk kebijakan komersial hasil litbang publik, telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 yang dirinci lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2003. Kedua aturan ini menjadi dasar perencanaan, pelaksanaan dan pengembangan sistem pengelolaan litbang yang diharapkan mampu menumbuhkembangkan IPTEK nasional. Dibidang permodalan dan pendanaan komersialisasi, beberapa aturan yang dapat mendorong pelaksanaannya antara lain Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah
dengan
Undang-Undang
Nomor
10
Tahun
1998;
dan
Kepmenkeu
Nomor
v
1251/KMK.013/1988 yang mengatur Modal Ventura. Regulasi terkait lainnya adalah UndangUndang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan umum yang bersifat kendala bukan akselerator komersialisasi hasil litbang.
9. Berdasarkan analisa yang dilakukan oleh Tim dan hasil focus group discussion yang melibatkan perwakilan dari stakehloders, maka telah ditetapkan 7 kelompok strategi yang dianggap prioritas untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi di dalam proses komersialisasi, yakni program litbang yang berorientasi pasar, pendanaan litbang dan pemanfaatan hasil litbang yang memadai, jejaring kerjasama litbang tingkat nasional dan internasional, program litbang berbasis lembaga, kebijakan teknologi, lembaga komersialisasi teknologi, dan pengembangan usaha/industri baru dan pendidikan teknopreneursip. Berdasarkan ketujuh kelompok strategi prioritas, studi ini secara umum merekomendasikan suatu kebijakan yang bersifat multisektor, dimana penetapannya diawali dengan perintah Presiden dalam bentuk Instruksi Presiden (Inpres). Pengaturan umum memerlukan Inpres tentang Paket Kebijakan Peningkatan Komersialisai Hasil Litbang Publik. Kandungan utama Inpres ini adalah agar setiap institusi dan departemen yang terkait menyusun regulasi dan kebijakan yang diperlukan untuk meningkatkan komersialisasi hasil litbang. Menko Perekonomian seyogyanya menyusun draft bersama dengan instansi dan departemen terkait dalam: (a) Kebijakan untuk memprioritaskan litbang yang berorientasi pasar, mengembangkan kekhasan lembaga dan menstimulasi kerjasama dan jejaring lembaga litbang; (b) Kebijakan untuk memberikan hak komersialisasi sepenuhnya berada di tangan lembaga litbang dengan kemudahan pengelolaan dana/hasil komersialisasi; (c) Kebijakan peningkatan efektivitas komersialisasi hasil litbang; dan (d) Kebijakan peningkatan pendanaan komersialisasi hasil litbang. Untuk mewujudkan prioritas litbang yang berorientasi pasar, mengembangkan kekhasan lembaga dan menstimulasi kerjasama dan jejaring lembaga litbang perlu ditetapkan sejumlah kebijakan yang saling terkait dan melengkapi satu sama lain. Kebijakan tersebut adalah: (a) Pemetaan berkala kebutuhan IPTEK dunia usaha secara nasional; (b) Rearrangement Tupoksi lembaga litbang; (c) Pendanaan selektif (selective financing); dan (d) Pembentukan forum komunikasi bisnis bagi perwakilan kalangan lembaga litbang, dunia usaha dan pemerintah. Selanjutnya revisi PP No. 20 Tahun 2005; penyusunan peraturan bersama Menristek & Menkeu tentang pengelolaan keuangan komersialisasi hasil litbang dan pembentukan spin-off company lembaga litbang merupakan program/kegiatan terkait dengan kebijakan untuk memberikan hak komersialisasi sepenuhnya berada di tangan lembaga litbang dengan kemudahan pengelolaan dana/hasil komersialisasi. Spin-off company perlu ditonjolkan di sini, mengingat relatif rendahnya reseptivitas industri untuk menggunakan hasil litbang publik.
vi
Kelompok kebijakan ketiga, yakni kebijakan peningkatan efektivitas komersialisasi hasil litbang bertujuan untuk meningkatkan penggunaan hasil litbang oleh pelaku industri melalui dua cara membangun jembatan penghubung yang secara efektif dapat menyeberangkan hasil litbang dari lembaga litbang ke industri; dan mengembangkan pelaku industri yang lebih reseptif untuk menggunakan hasil litbang publik. Cara pertama adalah dengan membentuk Indonesian Institute for Commercialization (IIC) dan mengembangkan Sentra HKI serta lembaga fasilitator lain sebagai lembaga yang efektif memfasilitasi komersialisasi hasil litbang. Kedua adalah mendorong perguruan tinggi untuk mengembangkan pendidikan berorientasi technopreneurship sehingga akan menjadi bibit untuk terbentuknya new technology based firm (NTBF). Untuk meningkatkan keberhasilan komersialisasi hasil litbang, tidak hanya dibutuhkan peningkatan anggaran untuk kegiatan litbang secara keseluruhan (agregat). Hal yang juga penting adalah alokasi anggaran untuk lebih memastikan ketuntasan suatu target litbang, serta alokasi anggaran di sisi kegiatan yang dibutuhkan demi kelancaran proses komersialisasi. Untuk itu diperlukan kebijakan untuk pengembangan pendanaan komersialisasi hasil litbnag, pengembangan skema pembiayaan litbang tuntas, subsidi pembiayaan Sentra HKI dan inkubator dan fasilitas pendanaan bagi komersialisasi hasil litbang (seed capital & start-up capital untuk spin-off company dan technology transfer financing bagi existing UKM) dan modal ventura berbasis teknologi.
10. Rekomendasi kebijakan yang dihasilkan dari studi ini
perlu disebarluaskan ke semua
stakeholder agar dapat mempengaruhi proses pengambilan kebijakan atau pengambilan keputusan yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan proses perencanaan dan pelaksanaan penelitian dan pengembangan (litbang) sertam komersialisasi hasilnya. Pemangku kepentingan dari proses komersialiasasi hasil litbang yang didanai pemerintah secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi lima pihak, yaitu pelaku kegiatan litbang (Lembaga Litbang Departemen, Lembaga Litbang Non Departemen dan Perguruan Tinggi),
penyusun
kebijakan/regulator (pemerintah dan DPR), pengguna hasil litbang (industri dan masyarakat), lembaga keuangan dan lembaga fasilitator (antara lain Intellectual Property Center, Incubator dan Business Technology Center).
Pendekatan
dengan pola top down dinilai tepat untuk
dilaksanakan. Untuk itu, perlu segera untuk menyampaikan hasil studi ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk mendorong dilakukannya koordinasi dengan menteri terkait. Selain itu di dalam upaya diseminasi perlu adanya kerjasama dengan Kementerian Negara Riset & teknologi agar hasil studi dapat dijadikan agenda pembahasan di dalam pertemuan/rapat koordinasi pelaku litbang dan juga dengan stakeholder lain (misal KADIN dan departemen lainnya) untuk melakukan seminar atau workshop. Efisiensi dan efektivitas diseminasi sangatlah diperngaruhi oleh instrumen dan media yang digunakan, sehingga perlu dipersiapkan materi diseminasi dalam berbagai bentuk untuk berbagai forum atau media.
vii
viii