RINGKASAN EKSEKUTIF
KAJIAN PEMBANGUNAN BANDAR ANTARIKSA
Oleh: Kelompok Penelitian I
Husni Nasution Sri Rubiyanti Bernhard Sianipar Dini Susanti Shinta Rahma Diana Astri Rafikasari
PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN PENERBANGAN DAN ANTARIKSA LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL (LAPAN) Jl. Cisadane No. 25, Cikini, Jakarta Pusat 10330, Telp. 021-31927982, Fax. 021-31922633
1.
PENDAHULUAN Pembangunan bandar antariksa menjadi salah satu amanat yang tertuang
dalam pasal 44 sampai dengan pasal 50 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan. Pembangunan bandar antariksa tersebut juga telah masuk dalam Draft Rencana Induk Penyelenggaraan Keantariksaan Tahun 2016—2040, sehingga hal tersebut akan menjadi agenda nasional yang harus segera dilaksanakan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sebagai lembaga koordinator dalam kegiatan keantariksaan nasional Indonesia. Keberadaan bandar antariksa selain merupakan amanat Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Keantariksaan dan telah tercantum dalam Draft Rencana Induk Penyelenggaraan Keantariksaan Tahun 2016—2040 juga merupakan suatu kebutuhan bagi sebuah negara yang mengembangkan teknologi keantariksaan, khususnya teknologi roket dan satelit. Dalam peta rencana strategis Rencana Induk Penyelenggaraan Keantariksaan Tahun 2016—2040, dijelaskan pada periode tahun 2036—2040 teknologi peroketan Indonesia sudah memiliki program peluncuran roket pengorbit satelit ke orbit rendah/low earth orbit (LEO), sedangkan dalam teknologi satelit, Indonesia akan meluncurkan dan mengoperasikan satelit observasi bumi, telekomunikasi, dan navigasi. Pada saat itulah Indonesia harus sudah memiliki bandar antariksa, tidak lagi bergantung kepada negara lain. Hal itu sejalan dengan yang tertuang dalam draft rencana induk, yang menetapkan: (1) terlaksananya pembuatan Master Plan (2016) dan diwujudkannya Master Plan (2017); (2) terlaksananya Feasibility Study Lokasi Peluncuran (2016) dan ditetapkanya lokasi bandar udara riset dan bandar antariksa (2017). Sehingga mulai tahun 2016 tahapan awal untuk membuat master plan dan melakukan feasibility study terhadap pembangunan bandar antariksa harus segera dilakukan. Adapun kriteria yang ditetapkan dalam membangun bandar antariksa mengacu pada FutureIST mengenai “key research area” yaitu (1) technical infrastructure; (2) policy and law, (3) geography, environment & community; (4) medical & training; (5) business & Commercial; (6) facilities; (7) safety & security. Kriteria tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan negara yang akan membangun bandar antariksa.
1
2.
KONDISI PULAU BIAK Pembangunan Bandar Antariksa direncanakan akan dibangun di Biak
dikarenakan LAPAN sudah memiliki aset lahan tepatnya di Kabupaten Biak Numfor yang berada di desa Saukobye, Biak Utara, ±40 km dari Kota Biak. Berikut ini adalah gambaran umum kondisi Pulau Biak berdasarkan kajian yang sudah pernah dilakukan oleh Pusat Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan (Pusjigan), LAPAN. 2.1.
Kondisi Umum Transportasi menuju Kabupaten Biak Numfor dapat menggunakan pesawat
terbang ke Bandara Frans Kaisiepo, yang memiliki panjang landasan 3.570 m dan menggunakan kapal laut menuju Pelabuhan Biak, yang memiliki jumlah dermaga 4 buah, panjang dermaga
202 m, dan luas gudang terbuka 800.00 m². Sedang
transportasi darat di Biak, setiap hari dapat dilakukan dengan transportasi umum dari Biak Kota menuju Biak Utara. Kondisi jalan dari Biak Kota menuju Biak Utara sangat baik. Sebagian besar penerangan listrik di Kabupaten Biak Numfor dilayani oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN), dan jaringan PLN hingga ke desa-desa. Saat ini sudah ada jaringan PLN hingga di Desa Saukobye (± 1 km dari lokasi Tanah LAPAN di Desa Saukobye). Sistem komunikasi di pulau Biak dilayani oleh PT. Telkom, dimana pada tahun 2013 sudah ditambah BTS Telkomsel untuk melayani daerah-daerah yang selama ini masih terganggu sinyal telpon 2.2.
Kondisi Geografis Pulau Biak (Kabupaten Biak Numfor) ditinjau dari letak geografi, lokasinya
dekat ke ekuator. Biak Numfor merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Papua yang terletak di Teluk Cenderawasih, dan lokasinya pada titik koordinat 00 55’ - 10 27’ LS dan 1340 47’ – 1360 48’ BT dengan ketinggian 0 - 920 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kabupaten Biak Numfor merupakan gugusan pulau yang berada di sebelah Utara daratan Papua dan berseberangan langsung dengan Samudera Pasifik. Batas wilayah Kabupaten Biak Numfor, adalah: (1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Supiori; (2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Yapen; (3) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Manokwari; dan (4) Sebelah Timur berbatasan dengan Samudra Pasifik. 2
Kabupaten Biak Numfor terdiri dari 2 (dua) pulau kecil yaitu Pulau Biak dan Pulau Numfor, serta lebih dari 42 buah pulau sangat kecil. Luas keseluruhan Kabupaten Biak Numfor adalah 15.124 km2 atau 5,11% dari luas wilayah Provinsi Papua, terdiri dari luas daratan 2.602 km2 dan luas lautan 12.522 km2, memiliki 19 Distrik/Kecamatan dan 187 Desa. Keadaan topografi Kabupaten Biak Numfor sangat bervariasi mulai dari daerah pantai yang terdiri dari dataran rendah dengan lereng dan landai sampai dengan
daerah pedalaman
yang memiliki
kemiringan
terjal. Berdasarkan
ketinggiannya, Kabupaten Biak Numfor berada pada ketinggian 0 sampai dengan 920 meter dari permukaan laut. Ketinggian daerah pantai sebesar 0 - 5 mdpl, seperti daerah pantai pada Pulau Biak dan Pulau Numfor. Sedangkan ketinggian daerah pedalaman, adalah sebagai berikut: (i) Pulau Biak 10 - 600 mdpl; (ii) Pulau Numfor 10 - 201 mdpl. Secara morfologi, Pulau Biak terbagi 3 (tiga) satuan, yaitu dataran, daerah bergelombang, dan perbukitan. Daerah dataran dengan tingkat kemiringan 0 - 2% dengan luas kira-kira 5% dari total luas Pulau Biak, terletak terutama di daerah pantai dan sebagian merupakan hutan laut, yaitu sekitar Pulau Biak, Bosnik, Marauw. Dataran yang agak luas dan lebarnya hanya 40 - 60 m terdapat di sepanjang pantai utara Pulau Biak. Daerah yang bermofologi berombak dan kemiringan antara 3 15%. luasnya lebih kurang dari 20% dari Pulau Biak dimana terbentang di bagian tengah, sebagian kecil ditempati di Desa Wardo, Biak dan ke arah Timur sebagian Desa Korem. Morfologi dan Fisiografi Lahan terdiri dari batu karang metamorfik (filit, kuartit, dan chrit) sebagai bagian dari lempengan Pasifik. Keadaan penyebaran dan jenis tanah adalah: (i) di daerah pantai terdapat jenis tanah regosol/alluvial dan litosol. Tanah tersebut tidak memiliki tingkat kesuburan yang baik, karena didominasi oleh tekstur pasir dengan solum tanah yang relatif dangkal. Tanah regosol kebanyakan ditumbuhi tanaman kelapa, (ii) di daerah perbukitan terdapat jenis tanah litosol dan mediteran coklat merah dan merah kuning. Tanah ini memiliki kesuburan rendah, karena memiliki solum dangkal dan kandungan unsur hara rendah. Tanah mediteran terdapat hanya di bagian cekungan dan agak datar, dan (iii) daerah dataran tinggi umumnya terdapat jenis renzina, sebagian kecil mediteran merah kuning dan regosol. Tanah renzina memiliki tingkat kesuburan yang baik dan kaya akan kandungan organik. 3
Bencana alam yang terjadi di Papua, diantaranya gempa bumi dan tsunami. Selain berada di kawasan samudera Pasifik, Biak berada di jalur gempa. Gempa Biak terjadi pada Jalur Patahan Sorong yang memanjang dari Papua sampai Kepulauan Sula di Maluku. Gempa bumi berkekuatan 7,5 skala Richter pernah terjadi pada tahun 1996. Peristiwa tsunami di Biak, Papua terjadi pada tahun 1996 dengan ketinggian gelombang laut 12 meter di Pantai Korim. Peristiwa ini terjadi sekitar 10 menit setelah gempa berlangsung. Secara umum, pola iklim dipengaruhi oleh monsoon dan sebagian besar dipengaruhi oleh maritime. Sebagai akibatnya, curah hujan relatif merata sepanjang tahun, sehingga tidak jelas batas antara musim kemarau dan musim penghujan. Curah hujan tahunan di Biak Numfor rata-rata 309,3 mm. Suhu rata-rata mencapai 25,5 0C , iklim kisaran rata-rata antara 21 0C – 32 0C, tingkat kelembaban udara sangat tinggi, yaitu berkisar 85% - 88%, dan kecepatan angin 3,2 knot. Penyinaran matahari rata-rata mencapai 49% - 62%, sehingga Kabupaten Biak Numfor termasuk dalam daerah dengan iklim panas sedang dan tekanan udara rata-rata 1007,6 mbs. Berdasarkan SK. 648/Menhut-II/2010 tanggal 22 November 2010 tentang Penetapan Kawasan Peta Hutan Lindung (KPHL), Biak Numfor telah ditetapkan sebagai KPH Model dengan luas ±206.016 ha, terdiri dari: (i) Hutan Lindung (HL) seluas ± 120.340 ha; (ii) Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas ± 55.149 ha; dan (iii) Hutan Produksi Tetap (HP) seluas ± 30.527 ha. 2.3.
Kondisi Sosial Budaya Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Pusat Studi Politik-LIPI, pada
umumnya Lembaga Adat di Biak (Numfor) terdiri dari:
Lembaga Masyarakat Adat: o
kekeluargaan dan gotong royong.
o
sistem pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah adat.
Lembaga Peradilan Adat: o
Menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran adat, seperti masalah tanah, perzinahan, perkelahian dan pembunuhan.
o
Penyelesaian oleh Pemerintah/Polisi & Gereja.
4
Struktur pemerintahan adat Biak (Numfor) terdiri dari:
Ketua dewan adat & 2 wilayah adat (sup fyor Numfor Timur dan Numfor Barat).
Sup Fyor Numfor Timur terdiri dari 15 mnu.
Sup Fyor Numfor Barat membawahi 2 sup mnuk terdiri dari 8 mnu (sup mnuk I) dan 10 mnu (sup mnuk II).
Sedangkan susunan kehidupan masyarakat adat dalam marga (keret) & kampung (mnu), adalah sebagai berikut:
Pemimpin keret/mananwir keret;
Penunjukan mananwir berdasarkan umur dan kekayaan;
Pemimpin Mnu/mananwir mnu: dituakan, banyak bicara/mampu berdasarkan adat, pendekar/mambri, banyak harta, paham hukum adat;
Wewenang mananwir mnu: mengatur masalah keamanan, kondisi ekonomi, mengatur batas wilayah adat (memberi tanda/batas alam).
3.
PELUANG DAN TANTANGAN Peluang dibangunnya Bandar Antariksa di Biak adalah karena LAPAN sudah
memiliki aset lahan seluas 1.000.000 meter persegi (100 ha) yang berada di desa Saukobye, Biak Utara, ± 40 km dari Kota Biak. Lahan tersebut berada pada koordinat 00 54’ LS dan 1360 03’ BT, dengan kondisi jalan bagus dan terdapat aliran listrik. Lahan tersebut pada sisi sebelah Timur Laut berbatasan dengan Samudera Pasifik, sedangkan sisi sebelah Tenggara, Barat Daya, dan Timur Laut berbatasan dengan Tanah Adat. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Tim LAPAN dan Tim China Great Wall Industry Corporation (CGWIC), menunjukkan beberapa peluang pembangunan Bandar Antariksa di Biak adalah sebagai berikut:
Lahan yang dimiliki LAPAN yang berada di Biak utara, secara geografi sangat strategis untuk dibangun menjadi kawasan bandar antariksa (spaceport)
berada di pinggir laut menghadap Lautan Pasifik yang berarti memiliki akses langsung ke laut;
kemudahan transportasi;
tidak ada pulau baik kecil maupun besar di dekatnya/disekitarnya. 5
Adapun tantangan yang akan dihadapi dengan rencana pembangunan Bandar Antariksa di Biak adalah: (1) lokasi bandar antariksa rawan gempa bumi dan tsunami; (2) tidak jelas batas antara musim kemarau dan musim penghujan; (3) kontur tanah sebagian agak landai dan sebagian lagi agak tinggi; (4) banyak infrastruktur yang harus dibangun; (4) sosial budaya yang agak rumit; (5) tanah yang dipermasalahkan walaupun sudah ada sertifikatnya; (6) sebagian penduduk sudah mulai membangun rumah disekitar lokasi; (7) sebagian besar kondisi ekonomi dan pendidikan masyarakat sekitar yang kurang; (8) belum ada MOU dengan pihak pemkab biak (perlu dicek kembali); dan (9) Penetapan Kawasan Peta Hutan Lindung (KPHL), Biak Numfor telah ditetapkan sebagai KPH. Lebih lanjut diuraikan yang menjadi kendala dijadikan kawasan Bandar Antariksa (Spaceport), adalah:
luas lahan tersebut belum cukup untuk dibangun kawasan bandar antariksa yang lengkap (diperkirakan 7 kali lipat dari lahan yang tersedia);
jarak dari pemukiman <1 km, di sekitar lahan milik LAPAN sudah banyak pemukiman penduduk setempat, padahal untuk suatu menjadi kawasan bandar antariksa jarak lokasi dan pemukiman minimal 5 km dari launch-pad karena
membahayakan
terlebih
jika
terjadi
explosion/ledakan
yang
diakibatkan dari roket yang akan diluncurkan (hazardous area);
kondisi tanah yang tidak rata (bergelombang) juga belum sesuai dengan kriteria suatu kawasan bandar antariksa;
landasan pelabuhan (lokasi bongkar muat kapal) yang diperkirakan lebih dari 100 meter masih belum memenuhi syarat. Masih diperlukan perluasan lokasi untuk keperluan bongkar muat roket dari kapal pengangkut ke daratan;
jalan menuju lokasi cukup jauh, sehingga mememerlukan waktu lama apabila harus dilakukan pengangkutan dengan menggunakan jalur darat dan menggunakan kendaraan (mobil). Sangat disarankan untuk membangun jalur kereta api dari pelabuhan menuju lokasi bandar antariksa, sehingga dapat mempercepat perjalanan menuju lokasi kawasan dan lebih aman karena tidak harus melewati jalan-jalan yang naik-turun;
pembebasan lahan milik LAPAN yang dilakukan pada tahun 1980-an saat ini mendapat kendala. Terdapat kelompok marga masyarakat setempat yang merasa tidak mendapatkan ganti rugi yang selayaknya dari pembebasan lahan 6
tersebut. Hal ini memerlukan penyelesaian yang baik sehingga tidak terjadi lagi masalah serupa di kemudian hari, terutama apabila LAPAN masih akan melakukan pembebasan lahan untuk menambah luas lahan yang ada. Dari tantangan-tantangan tersebut diatas, tantangan terbesar menyangkut sosial-budaya. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan pendekatan yang baik dan benar terhadap masyarakat Biak pada khususnya dan Papua pada umumnya. Karena berdasarkan studi yang cukup mendalam yang dilakukan oleh LIPI, pada dasarnya kewenangan khusus di Papua menurut UU Otonomi Khusus adalah sebagai berikut: •
Masyarakat Papua menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yg hidup dalam masyarakat hukum adat;
•
Sistem pemerintahan mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahn daerah yg bersifat khusus/istimewa yg diatur di dalam UU;
•
Integrasi bangsa harus tetap dipertahankan dengan menghargai kesetaraan dan keragaman;
•
Penduduk asli Papua memiliki keragamam budaya, sejarah, adat istiadat dan bahasa sendiri;
•
Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Papua selama ini belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, kesejahteraan rakyat, dan penghormatan HAM, khususnya di Papua;
•
Pemberlakuan kebijakan khusus didasarkan pada hak-hak dasar penduduk asli.
4.
PENUTUP Berdasarkan hasil-hasil kajian yang sudah dilakukan sebelumnya, ditambah
dengan berbagai informasi yang dikumpulkan, maka apabila Pulau Biak akan ditetapkan sebagai Bandar Antariksa/Bandar Udara Riset, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi menghambat rencana pembangunan Bandar Antariksa/Bandar Udara Riset tersebut, diantaranya masalah sosial dan budaya. Terhadap permasalahan sosial dan budaya tersebut, saran dari berbagai sumber, diantaranya dari LIPI, agar LAPAN melakukan pendekatan yang baik dan benar
kepada
masyarakat
adat
di
Biak.
Rencana
pembangunan
Bandar
7
Antariksa/Bandar Udara Riset di Pulau Biak harus selaras dengan strategi Pembangunan Wilayah Papua, yang antara lain: •
Pendekatan pembangunan Papua melalui dialog sektoral yang inklusif dengan mempertimbangkan:
Kemanfaatan pembangunan infrastruktur;
Keberlanjutan infrastruktur bagi masyarakat Papua.
•
Optimalisasi peran Pemda Papua sebagai fasilitator pembangunan daerah;
•
Pelibatan masyarakat asli Papua dalam proses pembangunan;
•
Pendekatan kebudayaan dengan mengakui nilai tradisional dan kepemilikan tanah adat. Satu hal penting lagi yang perlu mendapatkan perhatian adalah besarnya “cost
of conflict” yang harus dipersiapkan ketika akan membangun suatu infrastruktur yang besar di Papua. Sinyalemen seperti ini disampaikan oleh Kepala Pusat Studi Politik-LIPI, Dr. Adriana Elisabeth, ketika mengadakan diskusi tentang Papua di Pusat KKPA beberapa waktu yang lalu. 5.
RENCANA TINDAK LANJUT Berdasarkan kajian yang sudah dilakukan, potensi permasalahan yang muncul
di Biak dalam rencana pembangunan bandar antariksa berkaitan dengan kondisi sosial, budaya, dan politik masyarakat Biak. Untuk lebih mendapatkan data kajian yang lebih komprehensif mengenai kehidupan sosial, budaya, dan politik tersebut perlu dilakukan survey langsung terhadap lokasi dibangunnya bandar antariksa, yaitu di Pulau Biak. Selain survey lokasi juga dilakukan pendekatan langsung terhadap masyarakat Biak. Pertemuan sebagai sarana sosialisasi atas rencana pembangunan bandar antariksa, agar masyarakat Biak memiliki pemahaman dan kepercayaan terhadap rencana pembangunan bandar antariksa ini. Kunjungan ke Biak tersebut nantinya merupakan sarana koordinasi dari Tim PUSKKPA dengan dengan Kepala Balai Pemantuan Wahana Antariksa, LAPAN, Biak dalam rangka melakukan diskusi dengan: 1)
Majelis Rakyat Papua (MRP);
2)
Dewan Adat Papua (DAP), dan
3)
LSM, yaitu Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP).
8
DAFTAR ACUAN Elisabeth, Adriana, 2016, PAPUA dalam Perspektif Lokal dan Global, Presentasi disampaikan dalam Rapat Poklit I Pusat KKPA, LAPAN pada Rabu, 4 Mei 2016. Tim Peneliti Bidang Jigannas, Komparasi Pembangunan Bandar Antariksa Di Pulau Morotai dan Pulau Biak, Pusjigan LAPAN, 2015.
9