RINGKASAN EKSEKUTIF STRATEGI PENGEMBANGAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KELURAHAN PULAU ABANG KECAMATAN GALANG KOTA BATAM PROVINSI KEPULAUAN RIAU I. Pendahuluan Kota Batam sebagai salah satu wilayah Provinsi Kepulauan Riau merupakan sentra produksi dan sekaligus merupakan sentra pemasaran hasil perikanan. Salah satu kelurahan penyumbang komoditas perikanan terbesar di Kota Batam adalah Kelurahan Pulau Abang Kecamatan Galang. Ketergantungan masyarakat Kelurahan Pulau Abang terhadap sumberdaya perikanan sangat besar karena diperkirakan sekitar 93,65 % penduduknya bekerja sebagai nelayan, sedangkan disisi lain ada gejala hasil tangkapan nelayan cendrung menurun yang diduga kuat berdampak pada penurunan tingkat pendapatannya. Penurunan hasil tangkapan nelayan tersebut, disamping diperkirakan karena habitat sebagai tempat hidup sumberdaya perikanan tersebut mengalami degradasi dari waktu kewaktu, juga diduga karena pemanfaatannya melampaui potensi perairannya sebagai akibat banyaknya unit usaha penangkapan yang beroperasi. Untuk meningkatkan pendapatan nelayan yang sekaligus meningkatkan kesejahteraan keluarganya dari satu sisi dan mengurangi eksploitasi sumberdaya perikanan serta degradasi habiatnya khususnya terumbu karang di sisi lainnya, harus dikembangkan
mata
pencaharian
alternatif
bagi
nelayan.
Namun
untuk
mengembangkan usaha alternatif tersebut memerlukan strategi mengingat dari satu sisi sangat tidak mudah untuk memulai sesuatu usaha yang baru bagi masyarakat nelayan yang tingkat ketergantungannya sangat tinggi terhadap sumberdaya perikanan, sedangkan disisi RINGKASAN EKSEKUTIF, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
lain suatu usaha yang baru bisanya juga rentan untuk bertahan. Strategi yang dimaksud antara lain: 1) Memilih usaha yang telah ada dilakukan oleh masyarakat di lokasi studi sehingga usaha tersebut paling tidak telah dikenal oleh masyarakat; 2) Memilih usaha disamping layak dikembangkan berdasarkan pertimbangan variabel teknis, juga layak secara finansial, dimana hal ini diperkirakan suatu tolok ukur dari pada keberlangsungan atau kontinuitas komoditi yang dihasilkan dari suatu usaha yang akan dikembangkan; 3) Menentukan strategi pengembangannya berdasarkan pertimbangan faktor internal dan eksternalnya yang merupakan langkah konkrit yang perlu dilakukan disamping untuk mewujudkan usaha-usaha tersebut, juga berkaitan dengan keberlangsungan dan pengembangannya. Untuk itu perlu dilakukan suatu studi yang secara umum untuk mengetahui strategi pengembangan usaha alternatif di lokasi studi. Sedangkan secara khusus bertujuan untuk mengetahui : jenis-jenis mata pencaharian alternatif yang ada di Kelurahan Pulau Abang; jenis mata pencaharian yang layak dikembangkan berdasarkan pertimbangan variabel teknis dan kelayakan finansial usaha dan strategi pengembangan usaha alternatif berdasarkan pertimbangan faktor internal dan eksternalnya. II. Metode Studi Kegiatan studi ini dilakukan di wilayah Kelurahan Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi studi memfokuskan pada lokasi manajemen area Coremap II, yakni Pulau Abang Kecil dan Pulau Petong . Penelitian ini menggunakan tiga pendekatan yakni: Studi Kepustakaan, Metode Survey dan Participatory Rural Appraisal (PRA). Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, sedangkan data primer dikumpulkan melalui penelitian lapangan dengan menggunakan metode pengumpulan data Triangulation, yakni Indepth Interview, wawancara dengan menggunakan kuisioner, Focus Group Discussion (FGD) dan observasi. Analisis data menggunakan gabungan pendekatan deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dianalisa secara deskriptif dengan penampilan dalam bentuk tabel, sedangkan data kuantitatif dilakukan penghitungan berdasarkan rumus-rumus tertentu.
RINGKASAN EKSEKUTIF, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
III. Hasil Studi Berdasarkan pertimbangan aspek teknis (minat masyarakat, ketersediaan bahan baku/sumberdaya alam, ketersediaan tenaga kerja, peluang pasar), usaha alternatif yang layak dikembangkan di lokasi studi Pulau Abang Kecil (RW 1 dan RW 2 Air Saga) adalah: usaha home industri kerupuk ikan, usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba, usaha ternak ayam dan usaha ternak itik. Sedangkan di lokasi studi Pulau Petong adalah: usaha home industri kerupuk ikan, usaha pengolahan ikan asin, usaha ternak ayam dan ternak itik. Semua usaha alternatif yang layak dikembangkan secara teknis, baik di lokasi studi Pulau Abang Kecil, maupun di lokasi studi Pulau Petong, disamping dapat memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga nelayan, juga mempunyai kelayakan finansial untuk dikembangkan, yang dapat dipaparkan sebagai berikut: 1) Usaha ternak itik, dengan total investasi sebesar Rp. 3.410.900,- diperkirakan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 6.434.065,-/tahun; BCR sebesar 1,51; ROI 188,68 % dan tingkat pengembalian modal (PPC) hanya selama 6,4 bulan; 2) Usaha ternak ayam, dengan total investasi sebesar Rp. 4.457.200,-, diperkirakan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 6.434.065,-/tahun; BCR sebesar 1,51; ROI 188,68 % dan tingkat pengembalian modal (PPC) hanya selama 6,4 bulan; 3) Usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba, dengan total investasi sebesar Rp. 13.236.000,- diperkirakan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 10.001.660,-/tahun; BCR sebesar 1,96; ROI 75,56 % dan tingkat pengembalian modal (PPC) hanya selama 10,4 bulan; 4) Usaha kerupuk ikan, dengan total investasi sebesar Rp. 748.000,- diperkirakan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 1.670.100,- /tahun; BCR sebesar 1,84; ROI 219,00 % dan tingkat pengembalian modal (PPC) hanya selama 4,0 bulan; 5) Usaha pengolahan ikan asin, dengan total investasi sebesar Rp. 640.000,- diperkirakan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 3.093.750,-/tahun; BCR sebesar 1,52; ROI 368,4 % dan tingkat pengembalian modal (PPC) hanya selama 2,7 bulan. Strategi pengembangan usaha alternatif berdasarkan pertimbangan faktor internal dan eksternal secara umum mencakup: 1) Membentuk kelompok usaha bersama, sesuai dengan usaha alternatif yang akan dikembangkan; 2) Mengoptimalkan RINGKASAN EKSEKUTIF, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
penggunaan tenaga kerja keluarga, dimana selama ini tenaga keluarga ini masih belum banyak dimanfaatkan; 3) Melakukan penyuluhan dan pelatihan: manajemen usaha dan oraganisasi, serta teknik usaha sesuai dengan usaha alternatif yang dikembangkan; 4) Melakukan pilot project dari masing-masing usaha alternatif yang akan dikembangkan jika memungkinkan, terutama untuk pengembangan usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba dan ternak itik;
5) Melakukan pendampingan secara
kontinyu dan sebaiknya menggunakan tenaga pendamping lapangan yang telah bertugas sejak awal proyek, karena mereka telah membaur dan dikenal oleh masyarakat sehingga diharapkan lebih efektif dan efisien; 6) Memanfaatkan cadangan dana bantuan pinjaman modal dari pemerintah untuk usaha kecil dan menengah atau ekonomi kerakyatan secara optimal dari pemerintah; 7) Perlu mendapatkan dukungan dan fasilitasi dari dinas pemerintah terkait sesuai dengan usaha alternatif yang akan dikembangkan, seperti Disperindag, Dinas Kelautan dan Perikanan; Dinas Peternakan, dan Dinas Koperasi, dan lain sebagainy; 8) Membangun pola kemitraan bisnis yang memungkinkan untuk memperoleh penyediaan modal dan akses pasar serta untuk kestabilan harga. IV. Rekomendasi 1.
Usaha alternatif yang direkomendasikan untuk dikembangkan di lokasi studi Pulau Abang Kecil (RW I dan RW II Air Saga, Kelurahan Pulau Abang): usaha home industri Kerupuk Ikan, usaha Budidaya Ikan Kerapu dalam keramba, usaha Ternak Ayam, dan usaha Ternak Itik
2.
Usaha alternatif yang direkomendasikan untuk dikembangkan di lokasi studi Pulau Petong (RW III Kelurahan Pulau Abang) adalah: usaha home industri Kerupuk Ikan, usaha home industri Pengolahan Ikan Asin, usaha Ternak Ayam, dan usaha ternak Itik.
3.
Usaha home industri Kerupuk Ikan dapat dijadikan perioritas pertama untuk dikembangkan, karena disamping usaha ini dapat dimulai dalam bentuk skala kecil dan hampir tidak punya risiko, juga untuk pengembangannya tidak memerlukan modal yang besar.
RINGKASAN EKSEKUTIF, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
4.
Pengembangan usaha alternatif dapat dimulai secara berkelompok dengan sistem tanggung renteng. Pada tahap awal pengembangan usaha alternatif tersebut, diperlukan pendampingan secara kontinyu yang dapat merupakan bagian dari program pemberdayaan ekonomi rakyat. Untuk pendampingan ini sebaiknya menggunakan tenaga pendamping lapangan yang telah bertugas sejak awal proyek. Disamping itu perlu melakukan Penyuluhan dan Pelatihan: manajemen usaha dan oraganisasi, serta
teknik usaha sesuai dengan usaha
alternatif yang dikembangkan; 5.
Perlu upaya untuk mendapatkan dukungan dan fasilitasi dari dinas pemerintah yang terkait dengan usaha alternatif yang akan dikembangkan, seperti Disperindag, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Peternakan, Dinas Koperasi dan lain sebagainya. Upaya ini diperkirakan dapat dilakukan oleh pihak CBM bersama-sama dengan masyarakat.
6.
Perlu upaya untuk membangun pola kemitraan bisnis yang memungkinkan untuk memperoleh penyediaan modal dan akses pasar serta kestabilan harga terhadap usaha alternatif yang akan dikembangkan.
7.
Pembentukan kelompok usaha bersama; penyuluhan dan pelatihan; pembinaan dan pendampingan; serta upaya untuk mendapatkan dukungan dan fasilitasi dari pemerintah, dan upaya untuk membangun pola kemitran bisnis diperkirakan dapat dilakukan oleh pihak CBM dan pihak terkait lainnya bersama-sama dengan masyarakat.
RINGKASAN EKSEKUTIF, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
KATA PENGANTAR Penelitian
Pengembangan
Mata
Pencaharian
Alternatif
dalam
Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Kelurahan Pulau Abang Kecamatan Pulau Galang Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis mata pencaharian alternatif yang ada, jenis mata pencaharian yang layak dikembangkan berdasarkan pertimbangan variabel teknis dan kelayakan finansial usaha serta menentukan strategi pengembangan usaha alternatif berdasarkan pertimbangan faktor internal dan eksternalnya. Dengan tercapainya tujuan tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya nelayan yang ada di Kelurahan Pulau Abang. Disamping itu secara bertahap akan dapat mengurangi ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya perikanan khususnya perikanan tangkap. Dengan selesainya laporan akhir ini, kami mengucapkan terimakasih kepada Critc Coremap Pusat dan Kota Batam serta berbagai pihak yang telah memberikan bantuan sehingga kegiatan penelitian ini dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Mudah-mudahan laporan ini bagaimanapun diharapkan dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Pekanbaru, November 2005 Penulis
Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
i
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .............................................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................................... DAFTAR TABEL...................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................................
i ii iv vi
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................ 1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1.2. Permasalahan .................................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................... 1.4. Luaran ...............................................................................................
1 1 4 5 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................................... 2.1. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 2.1.1. Sumberdaya Perikanan dan Usaha Perikanan Tangkap di Kota Batam .................................................................... 2.1.2. Pengembangan Usaha Alternatif .................................... 2.2. Metodologi Penelitian .................................................................... 2.2.1. Tempat dan Waktu ........................................................... 2.2.2. Pendekatan Studi ............................................................... 2.2.3. Metode Pengumpulan Data ............................................ 2.2.4. Metode Analisis .................................................................
7 8 11 11 12 12 13
BAB III KEADAAN UMUM KELURAHAN PULAU ABANG............. 3.1. Geografis dan Administrasi Pemerintahan .................................. 3.2. Keadaan Lingkungan .................................................................... 3.2.1. Lingkungan Daratan ......................................................... 3.2.2. Lingkungan Perairan ......................................................... 3.3. Penduduk dan Mata Pencaharian................................................. 3.4. Pendidikan ...................................................................................... 3.5. Sarana dan Prasarana Penunjang ................................................. 3.6. Sosial Budaya .................................................................................. 3.7. Perekonomian ................................................................................ 3.8. Kelembagaan .................................................................................. 3.9. Aksessibilitas ................................................................................... 3.10. Keadaan Umum Perikanan .......................................................... 3.11. Akses Terhadap Terumbu Karang ............................................. 3.12. Pengelolaan Tradisional ................................................................ 3.13. Konflik dan Potensi Konflik .......................................................
15 15 16 16 17 18 20 21 21 22 22 23 23 26 27 28
Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
7 7
ii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 4.1. Mata Pencaharian Alaternatif yang Telah Terdapat di Kelurahan Pulau Abang................................................................. 4.2. Pengembangan Usaha Alternatif Berdasarkan Pertimbangan Teknis ............................................................................................... 4.2.1. Lokasi Studi Pulau Abang Kecil ..................................... 4.2.2. Lokasi Studi Pulau Petong ............................................. 4.3. Pengembangan Usaha Alternatif Berdasarkan Pertimbangan Kelayakan Finansial ....................................................................... 4.3.1. Analisa Kelayakan Finansial Usaha Ternak Itik ........... 4.3.2. Analisa Kelayakan Finansial Usaha Ternak Ayam di Kelurahan Pulau Abang ................................................... 4.3.3. Analisa Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba di Kelurahan Pulau Abang .. 4.3.4. Analisa Kelayakan Finansial Usaha Home Industri (Usaha Kerupuk Ikan) di Kelurahan Pulau Abang ..... 4.3.5. Analisa Kelayakan Finansial Usaha Home Industri Pengolahan Ikan Asin di Kelurahan Pulau Abang ...... 4.4. Strategi Pengembangan Usaha Alternatif Berdasarkan
Pertimbangan Faktor Internal dan Eksternal ...........................
4.4.1. Faktor Internal dan Eksternal Usaha Ternak Itik dan Strategi Pengembangannya di Kelurahan Pulau Abang .................................................................................. 4.4.2. Faktor Internal dan Eksternal Usaha Ternak Ayam dan Strategi Pengembangannya di Kelurahan Pulau Abang .................................................................................. 4.4.3. Faktor Internal dan Eksternal Usaha Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba dan Strategi Pengembangannya di Kelurahan Pulau Abang ............ 4.4.4. Faktor Internal dan Eksternal Usaha Usaha Home Industri Kerupuk Ikan dan Strategi Pengembangannya di Kelurahan Pulau Abang .................................................... 4.4.5. Faktor Internal dan Eksternal Usaha Home Industri Pengolahan Ikan Asin dan Strategi Pengembangannya di Kelurahan Pulau Abang .................................................... BAB V
29 29 30 31 42 51 51 54 56 58 60
61 62 64 67 69 71
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...................................... 5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 5.2. Rekomendasi ....................................................................................
75 75 76
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
78
Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
iii
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
1.
Tabel Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportuniy, Threaten) ........
14
2.
Kualitas Perairan Pulau Abang dan Galang.....................................................
17
3.
Kondisi Terumbu Karang di Perairan Pulau Abang dan Galang ................
18
4.
Pertumbuhan Penduduk Kelurahan Pulau Abang Kecamatan Galang ......
18
5.
Struktur Penduduk Kelurahan Pulau Abang Berdasarkan Umur, Bulan September 2005 ...................................................................................................
19
6.
Struktur Penduduk Kelurahan Pulau Abang Berdasarkan Agama yang Dianut, September 2005 ............................................................................................................
19
7.
Mata Pencaharian Pokok Penduduk Kelurahan Pulau Abang, September 2005 .............................................................................................................................
20
Tingkat Pendidikan Penduduk Kelurahan Pulau Abang, September 2005 .......................................................................................................................
20
Sarana Transportasi di Kelurahan Pulau Abang, September 2005 .............
21
8. 9.
10. Jumlah dan Jenis Armada Penangkapan Ikan di Kelurahan Pulau Abang
24
11. Jenis Alat Tangkap Ikan Kelurahan Pulau Abang, September 2005 ..........
25
12. Jenis Hasil Tangkapan Nalayan Kelurahan Pulau Abang ............................
25
13. Prioritas Usaha Alternatif Berdasarkan Pertimbangan Minat Masyarakat di Lokasi Studi Pulau Abang .............................................................................
32
14. Prioritas Usaha Alternatif Berdasarkan Pertimbangan Ketersediaan Bahan Baku/Sumberdaya Alam di Lokasi Studi Pulau Abang Kecil .........
34
15. Prioritas Usaha Alternatif Berdasarkan Ketersediaan Tenaga Kerja di Lokasi Studi Pulau Abang Kecil ....................................................................................
37
16. Prioritas Usaha Alternatif Berdasarkan Peluang Pasar di Lokasi Studi Pulau Abang .........................................................................................................................................
39
17. Prioritas/Posisi Usaha Alternatif yang Layak Dikembangkan Berdasarkan Pertimbangan Teknis di Lokasi Studi Pulau Abang ..............
42
18. Prioritas Usaha Alternatif Berdasarkan Minat/KeinginanMasyarakat di
Lokasi Studi Pulau Petong .................................................................................
44
19. Prioritas Usaha Alternatif Berdasarkan Ketersediaan Bahan Baku dan Sumberdaya Alam di Lokasi Studi Pulau Petong ...................................
45
Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
iv
20. Prioritas Usaha Alternatif Berdasarkan Ketersediaan Tenaga Kerja di Lokasi Studi Pulau Petong .................................................................................
48
21. Prioritas Usaha Alternatif Berdasarkan Peluang Pasar di Lokasi Studi Pulau Petong ........................................................................................................
49
22. Prioritas/Posisi Usaha Alternatif yang Layak Dikembangkan Berdasarkan Pertimbangan Teknis, di Lokasi Studi Pulau Petong .........
51
23. Analisa Usaha dan Kelayakan Finansial Usaha Ternak Itik di Kelurahan Pulau Abang (selama setahun) ..........................................................................
53
24. Analisa Usaha dan Kelayakan Finansial Usaha Ternak Ayam di Kelurahan Pulau Abang (100 ekor/panen selama 2 bulan), 5 Kali Operasi/Tahun ....................................................................................................
55
25. Perkiraan Analisa Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Ikan Kerapu di Kelurahan Pulau Abang 2 Unit (uk 3 x 3 x 3 ) m, (satu periode atau selama 8 bulan) ....................................................................................................
57
26. Perkiraan Analisa Kelayakan Finansial Usaha Kerupuk Ikan di Kelurahan Pulau Abang (satu kali produksi 5 kg ikan, 3 kg tepung tapioka) .....................
59
27. Analisa Kelayakan Finansial Usaha Home Industri Pengolahan Ikan Asin di Kelurahan Pulau Abang ......................................................................
61
Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
v
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1.
Peta Lokasi Penelitian ........................................................................................
80
2.
Dokumentasi Kegiatan .......................................................................................
81
3.
Faktor Internal & Eksternal Usaha Ternak Itik dan Strategi Pengembangannya di Kelurahan Pulau Abang ..............................................
86
Faktor Internal & Eksternal Usaha Ternak Ayam dan Strategi Pengembangannya di Kelurahan Pulau Abang ..............................................
87
Faktor Internal & Eksternal Usaha Budidaya Ikan Kerapu dalam keramba Itik dan Strategi Pengembangannya di Kelurahan Pulau Abang ....................
88
Faktor Internal dan Eksternal Usaha Kerupuk Ikan di Kelurahan Pulau Abang dan Strategi Pengembangannya ...........................................................
89
Faktor Internal dan Eksternal Usaha Home Industri Pengolahan Ikan Asin di Kelurahan Pulau Abang dan Strategi Pengembangannya ............
90
4. 5. 6. 7.
Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
vi
Bab
1
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan penduduk yang terus meningkat termasuk di kawasan pesisir dan laut memerlukan penanganan yang serius dari semua pihak terutama pemerintah. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi diperkirakan juga berimplikasi pada kebutuhan sumberdaya alam (perairan) dan jasa-jasa lingkungan (environmental service) akan semakin meningkat, sementara stock (ketersediaan) sumberdaya semakin berkurang. Hal ini akan berkorelasi dengan peningkatan kemiskinan di sebagian besar masyarakat pesisir khususnya nelayan terutama daerah hinterland. Kota Batam sebagai salah satu wilayah Provinsi Kepulauan Riau merupakan daerah penghasil komoditas perikanan dan tujuan pasar komoditas yang sama dari daerah lain. Ikan hasil tangkapan nelayan Kota Batam dan sekitarnya umumnya dijual di pasar domestik dan pasar ekspor (Singapura). Daerah penghasil komoditas perikanan di Kota Batam tersebar di beberapa kecamatan. Salah satu kecamatan penyumbang komoditas perikanan terbesar di Kota Batam adalah Kecamatan Galang. Sebagai kawasan pesisir khususnya pulau-pulau kecil, masyarakat Kecamatan Galang pekerjaan utamanya yang paling dominan adalah sebagai nelayan tangkap dan nelayan budidaya. Jumlah Rumah Tangga Perikanan Kecamatan Galang mencapai 3.316 RTP; dan Rumah Tangga Pertanian 120 KK.
Sedangkan di Pulau Abang,
penduduk yang mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan mencapai 93,65 % dari total penduduk (Coremap, 2002). Ini menggambarkan bahwa ketergantungan masyarakat di wilayah ini terhadap sumberdaya perikanan cukup besar. Kemiskinan masyarakat nelayan diduga sangat berkaitan erat dengan menurunnya hasil tangkapannya. Menurunnya hasil tangkapan nelayan di Kota Batam sekitarnya diduga disebabkan berbagai faktor, antara lain: (1) Terjadinya degradasi LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
1
fisik ekosistem pesisir utama (terumbu karang dan mangrove), (2) Sedimentasi dan erosi pantai yang cukup signifikan serta pencemaran perairan telah mencapai suatu tingkat yang dapat mengancam kapasitas keberlanjutan (sustainable capacity) dari ekosistem untuk menopang kesinambungan sumberdaya perikanan; (3) Menyempitnya fishing ground karena berubah fungsi; (4) Terlampauinya potensi perairan akibat banyaknya unit usaha penangkapan yang beroperasi, bukan saja unit penangkapan yang berasal dari Kota Batam sendiri, tetapi juga dari daerah lain dan mungkin juga dari luar Indonesia (Nelayan Malaysia dan Thailand). Hal ini ada kaitannya karena laut dan pantai merupakan kawasan terbuka untuk semua orang (open akses), membawa konsekwensi sumberdaya perikanan disuatu kawasan dapat diakses oleh siapapun juga dan teknologi yang beragam; dan (5) Kegiatan pengeboman ikan masih marak di perairan Pulau Abang dan sekitarnya, sehingga mengakibatkan bertambahnya kerusakan terumbu karang. Berkurangnya hasil tangkapan nelayan tersebut akan berdampak pula pada berkurangnya penghasilan atau pendapatan yang dapat dibawa pulang oleh nelayan untuk membiayai kebutuhan keluarganya, yang sekaligus diperkirakan akan menurunkan tingkat kesejahteraan keluarganya. Lebih lanjut akibat dari berkurangnya penghasilan ini timbul masalah sosial yang dapat mengganggu kestabilan keamanan, kestabilan ekonomis dan mungkin juga kestabilan politik di kawasan pesisir tersebut. Masyarakat nelayan sebenarnya mempunyai banyak waktu luang yang dapat dimanfaatkan selain usaha penangkapan ikan. Aktivitas penangkapan ikan yang mereka lakukan sangat tergantung pada musim angin. Aktivitas/intensitas penangkapan ikan yang tinggi terjadi pada musim ikan (Peak Season) dimana keadaan laut relatif tenang biasanya terjadi pada Bulan April. Aktivitas sedang biasanya pada Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli; aktivitas berkurang terjadi pada musim kurang ikan (Off Season), biasanya terjadi pada Bulan Agustus sampai dengan Oktober. Dan aktivitas penangkapan ikan hampir terhenti sama sekali pada musim paceklik atau musim Utara, yang biasanya terjadi pada Bulan November sampai dengan Januari. Secara perhitungan sederhana, diperkirakan rata-rata waktu produktif nelayan dalam usaha penangkapan ikan adalah dalam satu tahun, hanyalah sekitar 9 bulan dan dalam satu bulan hanya sekitar 20 hari. LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
2
Dengan kondisi yang demikian maka perlu dilakukan upaya untuk mengembangkan usaha alternatif selain usaha penangkapan ikan dalam rangka menstabilkan dan meningkatkan pendapatan nelayan dari satu sisi, dan mengurangi tekanan terhadap sumberdaya perikanan dari sisi lainnya. Usaha alternatif tersebut dapat dimulai dengan memanfaatkan waktu luang nelayan dan keluarganya sampai menjadikan usaha alternatif tersebut sebagai mata pencaharian pokok sebahagian dari pada keluarga nelayan. Untuk mengembangkan usaha alternatif tersebut memerlukan suatu strategi pengembangan. Hal ini mengingat dari satu sisi sangat tidak mudah untuk memulai sesuatu usaha yang baru bagi masyarakat nelayan yang tingkat ketergantungannya sangat tinggi terhadap sumberdaya perikanan, sedang disisi lain suatu usaha yang baru bisanya juga rentan untuk bertahan. Jenis-jenis usaha alternatif yang akan dikembangkan disamping memilih usaha yang telah dikenal oleh masyarakat, juga perlu mempertimbangkan variabel teknis yang biasanya menjadi kendala atau contsrain bagi pengembangannya. Variabel teknis yang utama yang dimaksud, antara lain: minat masyarakat, ketersediaan bahan baku/sumberdaya alam, ketersediaan tenaga kerja dan peluang pasar (analisis teknis). Disamping itu sebelum usaha-usaha tersebut dikembangkan, perlu dilakukan analisis kelayakan usaha dari masing-masing jenis usaha tersebut. Melalui studi kelayakan ini dapat ditentukan apakah jenis-jenis usaha tersebut secara finansial benar-benar layak dikembangkan atau tidak. Dengan kata lain studi kelayakan ini disamping akan memberikan informasi apakah suatu usaha akan memberikan keuntungan atau kerugian secara private, juga akan menggambarkan kebutuhan modal usaha, tingkat efisiensi penggunaan modal, perbandingan antara penerimaan dan biaya, serta lama pengembalian modal.
Selanjutnya perlu pula
menentukan strategi pengembangannya berdasarkan pertimbangan faktor internal dan eksternalnya. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan studi
“Strategi
Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Kelurahan Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau”. LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
3
1.2. Permasalahan Ketergantungan masyarakat Kelurahan Pulau Abang terhadap sumberdaya perikanan sangat besar, sedangkan disisi lain ada gejala hasil tangkapan nelayan cendrung menurun yang diduga kuat berdampak pada penurunan tingkat pendapatannya. Penurunan hasil tangkapan nelayan tersebut, disamping diduga karena terlampauinya potensi perairan akibat banyaknya unit usaha penangkapan yang beroperasi, juga diperkirakan karena habitat sebagai tempat hidup sumberdaya perikanan tersebut mengalami degradasi dari waktu kewaktu. Operasi penangkapan ikan di wilayah periaran ini bukan saja dilakukan oleh nelayan yang berasal dari Kota Batam sendiri, tetapi juga dari daerah lain dan mungkin juga dari luar Indonesia (Nelayan Malaysia dan Thailand). Hal ini ada kaitannya karena laut dan pantai merupakan kawasan terbuka untuk semua orang (open acces), menimbulkan konsekwensi sumberdaya perikanan disuatu kawasan dapat diakses oleh siapapun
dan dengan
teknologi penangkapan yang beragam. Sedangkan degradasi habitat sumberdaya perikanan diperkirakan disebabkan karena terjadinya pencemaran perairan yang disebabkan oleh adanya limbah industri/pertambangan; dan penggunaan alat tangkap yang merusak. Hasil studi yang dilakukan oleh Coremap Propinsi Riau (2002) menunjukkan kondisi terumbu karang sebagai habitat ikan karang di wilayah perairan Kelurahan Pulau Abang telah mengalami kerusakan, atau kondisinya tidak dalam kategori baik, dimana tutupan terumbu karang didominasi oleh komponen abiotik yakni: sebesar 59,18 % pada perairan Pulau Abang Kecil dan Pulau Abang Besar; dan sebesar 62,89 % pada perairan Pulau Petong. Untuk meningkatkan pendapatan nelayan yang sekaligus meningkatkan kesejahteraan keluarganya dari satu sisi, dan mengurangi eksploitasi sumberdaya perikanan serta degradasi habitatnya khususnya terumbu karang. Disisi lainnya, harus dikembangkan
mata pencaharian alternatif bagi nelayan. Dengan adanya mata
pencaharian alternatif tersebut diharapkan disamping dapat meningkatkan pendapatan nelayan, juga dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya perikanan karena mereka mempunyai sumber pendapatan lain selain usaha menangkap ikan, dan diharapkan dalam jangka panjang sekaligus akan mengurangi tekanan, baik terhadap sumberdaya perikanan secara langsung maupun terhadap habitatnya terutama terumbu karang. LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
4
Untuk mengembangkan usaha alternatif tersebut memerlukan suatu strategi pengembangan. Hal ini mengingat dari satu sisi sangat tidak mudah untuk memulai sesuatu usaha yang baru bagi masyarakat nelayan yang tingkat ketergantungannya sangat tinggi terhadap sumberdaya perikanan. Sedang disisi lain suatu usaha yang baru bisanya juga rentan untuk bertahan. Strategi yang dimaksud antara lain: 1) Memilih usaha yang telah ada dilakukan oleh masyarakat di lokasi studi sehingga usaha tersebut paling tidak telah dikenal oleh masyarakat; 2) Memilih usaha disamping layak dikembangkan berdasarkan pertimbangan variabel teknis, juga layak secara finansial. Hal ini merupakan
tolok ukur keberlangsungan atau kontinuitas komoditi yang
dihasilkan dari suatu usaha yang akan dikembangkan; 3) Menentukan strategi pengembangan berdasarkan pertimbangan faktor internal dan eksternalnya yang merupakan langkah konkrit yang perlu dilakukan untuk mewujudkan usaha-usaha tersebut dan keberlangsungan serta pengembangannya. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hal-hal pokok yang
perlu
diketahui dalam studi ini, antara lain: 1.
Apa saja jenis mata pencaharian alternatif yang ada selain perikanan tangkap di lokasi studi
2.
Jenis-jenis mata pencaharian yang layak dikembangkan berdasarkan pertimbangan variabel teknis dan layak secara finansial, sehingga diperkirakan dapat menjamin kontinuitas komoditi yang dihasilkan..
3.
Bagaimana strategi pengembangan usaha alternatif berdasarkan pertimbangan faktor internal dan eksternalnya.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari studi ini secara umum untuk mengetahui strategi pengembangan usaha alternatif di lokasi studi. Sedangkan secara khusus bertujuan untuk mengetahui : 1.
Jenis-jenis mata pencaharian alternatif yang ada di Kelurahan Pulau Abang.
2.
Jenis mata pencaharian yang layak dikembangkan berdasarkan pertimbangan variabel teknis (minat masyarakat, bahan baku/sumberdaya alam, tenaga kerja, dan peluang pasar) dan kelayakan finansial usaha.
3.
Menentukan strategi pengembangan usaha alternatif berdasarkan pertimbangan faktor internal dan eksternalnya.
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
5
1.4. Luaran Luaran dari kegiatan studi ini adalah sebuah dokumen yang antara lain berisi hal-hal sebagai berikut : 1.
Jenis mata pencaharian alternatif yang layak dikembangkan berdasarkan pertimbangan variabel teknis.
2.
Jenis mata pencaharian alternatif yang layak dikembangkan berdasarkan pertimbangan kelayakan finansial usaha.
3.
Strategi pengembangan usaha alternatif berdasarkan pertimbangan faktor internal dan eksternalnya.
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
6
Bab
2
TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Sumberdaya Perikanan dan Usaha Perikanan Tangkap di Kota Batam Usaha penangkapan ikan merupakan mata pencaharian yang dominan pada masyarakat desa pantai di Propinsi Kepulauan Riau. Perkembangan Rumah Tangga Nelayan (RTN) di Kota Batam diperkirakan rata-rata sebesar 1,64 % dan perkembangan jumlah alat tangkap perikanannya diperkirakan sebesar 2,66 %. Sedangkan armada penangkapan yang digunakan nelayan pada tahun 2001 adalah: Motor Tempel (MT) diperkirakan dengan perkembangan 0,16 % per tahun; Perahu Tanpa Motor (PTM) dengan perkembangan 0,20 % per tahun; dan Kapal Motor (KM) dengan perkembangan 10,57 % per tahun (Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Batam, 2002). Selanjutnya Coremap (2002) memaparkan bahwa Kota Batam sebagai salah satu wilayah Propinsi Kepulauan Riau merupakan daerah penghasil komoditas perikanan dan tujuan pasar komoditas yang sama dari daerah lain. Ikan hasil tangkapan nelayan Kota Batam dan sekitarnya umumnya dijual di pasar domestik dan pasar ekspor (Singapura). Daerah penghasil komoditas perikanan di Kota Batam tersebar di beberapa kecamatan. Salah satu kecamatan penyumbang komoditas perikanan terbesar di Kota Batam adalah Kecamatan Galang. Sebagai kawasan pesisir khususnya pulaupulau kecil, masyarakat Kecamatan Galang pekerjaan utamanya yang paling dominan adalah sebagai nelayan tangkap dan nelayan budidaya. Tercatat pada tahun 2003 bahwa jumlah Rumah Tangga Perikanan Kecamatan Galang mencapai 2.316 RTP; dan Rumah Tangga Pertanian 120 KK. Sedangkan di Pulau Abang, penduduk yang mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan mencapai 93,65 % dari total penduduk. Hal ini menggambarkan bahwa ketergantungan masyarakat di wilayah ini terhadap sumberdaya perikanan cukup besar. LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
7
Menurut Darwis (1998), kendala pokok dalam bidang usaha perikanan tangkap di Kota Batam antara lain: semakin menyempitnya areal penangkapan akibat perkembangan industri dan pelayaran laut. Di sisi lain jumlah armada dan alat tangkap terus meningkat, dan jangkauan armada penangkapan yang digunakan oleh nelayan terbatas sehingga hanya menumpuk di perairan pinggir Selat Malaka. Selain itu masih banyaknya alat tangkap yang digunakan oleh nelayan yang bersifat menetap (Trap), dan kondisinya semakin diperburuk lagi karena penurunan kualitas lingkungan perairan, penggunaan alat tangkap yang merusak seperti penggunaan pukat dan pengeboman ikan dan sekaligus rusaknya terumbu karang yang merupakan spowning ground dan feeding ground bagi ikan-ikan karang. Kesemuanya ini akan menyebabkan menurunnya hasil tangkapan nelayan yang selanjutnya akan berdampak pula pada penurunan pendapatan dan tingkat kesejahteraannya. Selanjutnya Coremap (2002) menyatakan bahwa menurunnya hasil tangkapan masyarakat di daerah ini disebabkan berbagai faktor antara lain yakni: 1) Terjadinya degradasi fisik ekosistem pesisir utama (terumbu karang dan mangrove), sedimentasi dan erosi pantai yang cukup signifikan serta pencemaran perairan telah mencapai suatu tingkat yang dapat mengancam kapasitas keberlanjutan (sustainable capacity) dari ekosistem untuk menopang kesinambungan sumberdaya perikanan; 2) Menyempitnya fishing ground berubah fungsi; 3) Terlampauinya potensi perairan akibat banyaknya unit usaha penangkapan yang beroperasi, bukan saja unit penangkapan yang berasal dari Kota Batam sendiri, tetapi juga dari daerah lain dan mungkin juga dari luar Indonesia (Nelayan Malaysia dan Thailand); dan 4) Kegiatan pengeboman ikan masih marak di perairan Pulau Abang dan sekitarnya, sehingga mengakibatkan bertambahnya kerusakan terumbu karang. Berkurangnya hasil tangkapan akan berdampak pada berkurangnya penghasilan atau pendapatan yang dapat dibawa pulang oleh nelayan untuk membiayai keperluan keluarganya. Lebih lanjut akibat dari berkurangnya penghasilan ini timbul masalah sosial yang dapat mengganggu kestabilan keamanan, kestabilan ekonomis dan mungkin juga kestabilan politik di kawasan pesisir tersebut.
2.1.2. Pengembangan Usaha Alternatif Darwis (1998) menyatakan bahwa masyarakat nelayan sebenarnya mempunyai banyak waktu luang yang dapat dimanfaatkan selain usaha penangkapan ikan. Aktivitas LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
8
penangkapan ikan yang mereka lakukan sangat tergantung pada musim angin. Aktivitas/intensitas penangkapan ikan yang tinggi terjadi pada musim ikan (Peak Season) dimana keadaan laut relatif tenang biasanya terjadi pada bulan April. Aktivitas sedang biasanya pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli; aktivitas penangkapan ikan yang rendah terjadi pada musim kurang ikan (Off Season), biasanya terjadi pada bulan Agustus sampai dengan Oktober. Dan aktivitas penangkapan ikan hampir terhenti sama sekali pada musim paceklik atau musim Utara, yang biasanya terjadi pada bulan November sampai dengan Januari. Secara perhitungan sederhana, diperkirakan rata-rata waktu produktif nelayan dalam usaha penangkapan ikan dalam satu tahun, hanyalah sekitar 9 bulan dan dalam satu bulan hanya sekitar 20 hari. Dengan kondisi yang demikian maka memungkinkan dilakukan upaya untuk mengembangkan usaha alternatif selain usaha penangkapan ikan dalam rangka menstabilkan dan meningkatkan pendapatan mereka. Usaha alternatif tersebut mulai dengan memanfaatkan waktu luang nelayan dan keluarganya sampai dengan menjadikan usaha alternatif tersebut sebagai mata pencaharian pokok sebahagian dari mereka Menurut Hidayat Syarif dan Darwin Syamsulbahri (2001) kriteria utama dalam menentukan posisi (ranking) relatif suatu usaha terhadap lainnya adalah variabel ekonomi dan variabel sosial. Variabel ekonomi dalam hal ini antara lain: Ketersediaan bahan baku (SDA), ketersediaan tenaga kerja (SDM), ketersediaan modal/kapital, Skill dan teknologi, serta peluang pemasaran. Sementara itu kriteria sosial terutama merujuk pada variabel minat atas jenis usaha yang akan dikembangkan. Variabel sosial menjadi sangat penting untuk dikethui, karena meskipun suatu usaha memiliki skor variabel ekonomi sangat baik, namun bila tidak diminati, maka hal ini mengindikasikan bahwa unit usaha tersebut kurang, atau bahkan tidak produktif untuk dikembangkan. Dari variabel-variabel di atas dalam kontek pemberdayaan ekonomi rakyat, variabel ketersediaan modal dan skill/teknologi lebih mudah diintervensi, sehingga variabel ketersediaan bahan baku (SDA), ketersediaan tenaga kerja (SDM), peluang pemasaran dan minat dalam mengembangkan usaha lebih bersifat sebagai constrain. Teknik penilaian masing-masing variabel tersebut dapat dilakukan dengan sistem ’rating scale’, yakni memberikan bobot penilai (skor) pada setiap bvariabel contrain tersebut. Nilai 4 untuk kategori sangat baik, nilai 3 untuk kategori baik, nilai 2 untuk kategori kurang LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
9
baik, dan nilai 1 untuk kategori sangat kurang baik. Ambang batas suatu usaha dianggap layak untuk dikembangkan jika memiliki total skor 10 atau nilai rata-rata 2,5. Selanjutnya usaha-usaha yang layak dikembangkan tersebut sebelum dikembangkan terlebih dahulu harus dilakukan studi kelayakan usaha. Studi kelayakan inilah yang akhirnya menentukan apakah jenis usaha yang telah diidentifikasi dan diranking, benarbenar layak dikembangkan atau tidak. Studi kelayakan ini akan memberikan informasi tentang apakah suatu usaha akan memberikan profit/benefit atau kerugian. Bagaimanapun dari sisi ekonomi, kelebihan dan kekurangan suatu usaha akan ditentukan oleh tingkat profitabilitasnya. Semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu usaha akan semakin cepat pula perkembangannya, dan inilah jaminan sustanability (keberlanjutan) usaha tersebut. Tingkat profitabilitas adalah merupakan pendapatan bersih yang diperoleh dari suatu usaha. Menurut Sinuraya (1981) bahwa pendapatan bersih adalah selisih pendapatan kotor dengan biaya yang dikeluarkan. Ada beberapa kriteria investasi sederhana yang dapat digunakan untuk menentukan layak tidaknya suatu usaha secara finansial. Kriteria tersebut antara lain: Benefit Cost of Ratio (BCR); Tingkat efisiensi dari penggunaan modal, dan lama pengembalian modal yang ditanamkan. Benefit Cost of Ratio (BCR) adalah perbandingan pendapatan kotor dengan total biaya produksi. Selanjutnya Kadariah dkk (1978) menyatakan bahwa suatu usaha dapat dipertahankan atau dilanjutkan apabila net B/C > 1 merupakan tanda “go” untuk sesuatu proyek, sedangkan net B/C < 1 tanda “no-go”. Selanjutnya Rahardi dkk (2001) menyatakan bahwa ROI (Return Of Invesment) digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi dari modal yang telah dikeluarkan. Makin kecil nilai ROI ini, makin tidak efisien penggunaan modal dari usaha bisnis tersebut. Dalam perhitungan ROI memliki rumus seperti berikut: ROI = Laba Usaha/Modal Usaha. Sedangkan untuk mengukur lama pengembalian modal dapat menggunakan kriteria PPC (Payback Periode of Capital). Menurut Riyanto (1983) PPC adalah lamanya waktu yang diperlukan agar modal yang ditanam pada investasi dapat diperoleh kembali seluruhnya dalam jangka waktu tertentu. Selanjutnya menurut Rangkuti (1997) salah satu metode yang dapat digunakan untuk merumuskan strategi adalah analis SWOT. Analisis SWOT adalah suatu identifikasi berbagai faktor secara sistematik untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis tersebut LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
10
didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strenghts) dan peluang (Opportunity) dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats)
dari faktor internal dan eksternalnya. Identifikasi yang dilakukan
terhadap unsur-unsur SWOT akan menghasilkan empat alternatif strategi, yaitu strategi SO (kekuatan dan peluang), strategi ST (kekuatan dan ancaman), strategi WO (kelemahan dan peluang), strategi WT (kelemahan dan ancaman). Pusat Kajian Masyarakat Sungai dan Pantai pada tahun 2002 mengkaji mata pencaharian alternatif selain usaha menangkap ikan di Senayang-Lingga kawasan Coremap 1, dan Pusat pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Wilayah Pesisir pada tahun 2003 telah melakukan Indentifikasi mata pencaharian alternatif Masyarakat Pesisir di Kabupaten Rokan Hilir dan Indragiri Hilir pada Kawasan Marine Coastal Management Area. Kedua kajian di atas menggunakan pertimbangaan variabel teknis sebagai constrain yakni: minat masyarakat, ketersediaan bahan baku (SDA), ketersediaan tenaga kerja, dan peluang pasar dalam menentukan usaha alternatif yang layak dikembangkan bagi masyarakat nelayan.
2.2. Metodologi Penelitian 2.2.1. Tempat dan Waktu Kegiatan studi ini dilakukan di wilayah Kelurahan Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi studi memfokuskan pada lokasi manajemen area Coremap II, yakni Pulau Abang Kecil (RW 1), Air Saga (RW 2), dan Pulau Petong (RW 3). Mengingat RW 1 dan RW 2 berada pada satu pulau yakni Pulau Abang Kecil yang diperkirakan baik dari keadaan sosial ekonomi masyarakat, maupun lingkungannya relatif sama, maka dalam studi ini ditetapkan hanya dua lokasi studi, yakni Pulau Abang Kecil yang merupakan wilayah RW 1 dan RW 2 dan Pulau Petong yang merupakan wilayah RW 3 (Lampiran 1). Untuk melaksanakan penelitian ini dibutuhkan waktu selama 4 bulan. Alokasi waktu tersebut digunakan untuk kegiatan persiapan (pengurusan izin, pembuatan kuesioner, pembuatan panduan FGD), pengumpulan data lapangan, analisis data, seminar, worshop dan pelaporan. LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
11
2.2.2. Pendekatan Studi Penelitian ini menggunakan tiga pendekatan yakni: Studi Kepustakaan, metode survey dan Participatory Rural Appraisal (PRA). Study kepustakaan diperlukan untuk menghimpun data awal dan sebagai referensi yang diperlukan. Metode survey adalah penelitian yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial budaya, ekonomi maupun politik (Nazir, 1988). Dalam studi ini survey dilakukan di Kelurahan Pulau Abang, secara lebih khusus dilakukan pada lokasi studi Pulau Abang Kecil dan lokasi studi Pulau Petong. Metode Participatory Rural Appraisal (PRA) adalah suatu metode untuk menghasilkan rancangan program yang relevan dengan hasrat dan keadaan masyarakat. Lebih dari itu tujuan mendasar dalam penggunaan metode PRA adalah pengembangan kemampuan masyarakat dalam menganalisa keadaan mereka sendiri dan melakukan perencanaan serta kegiatan aksi. Pendekatan metode Participatory Rural Appraisal dalam penelitian menggunakan Focus Group Discussion (FGD) atau diskusi kelompok terarah untuk menggali dan menganalisis permasalahan; kebutuhan dan peluang; baik dalam usaha penangkapan ikan yang sedang mereka tekuni, maupun mata pencaharian alternatif (selain usaha penangkapan ikan) yang suitable.
2.2.3. Metode Pengumpulan Data Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, yakni: 1) Laporan penelitian yang ada kaitanya dengan studi ini, 2) Instansi terkait, antara lain: Kantor Bappeda Kota Batam, (3) Lembaga Swadaya Masyarakat dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Sedangkan data primer dikumpulkan melalui penelitian lapangan dengan menggunakan metode pengumpulan data TRIANGULATION, yakni metode pengumpulan data dengan beberapa teknik sekaligus seperti Indepth Interview, wawancara dengan menggunakan kuisioner, Focus Group Discussion (FGD) dan observasi. Indepth Interview dilakukan pada tokoh-tokoh masyarakat. Sedangkan wawancara dengan menggunakan kuisioner dilakukan terhadap responden masyarakat nelayan di lokasi studi.
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
12
2.2.4. Metode Analisis Analisis data menggunakan gabungan pendekatan deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dianalisa secara deskriptif dengan penampilan tabel-tabel, sedangkan data kuantitatif dilakukan penghitungan berdasarkan rumu-rumus tertentu. Penentuan mata pencaharian alternatif selain usaha penangkapan ikan yang akan dikembangkan didasarkan pada pertimbangan empat variabel teknis sebagai “Constrain” yakni: minat masyarakat, ketersediaan bahan baku/sumberdaya alam, ketersediaan tenaga kerja dan peluang pasar. Penilaian variabel-variabel ini dengan sistem “Rating Scale”, yakni dengan memberi bobot penilaian (Skor) pada setiap variabel tersebut: Nilai 4 untuk kategori sangat baik, nilai 3 untuk kategori baik, nilai 2 untuk kategori kurang baik, dan nilai 1 untuk kategori sangat kurang baik. Ranking dari setiap jenis usaha yang akan dikembangkan sangat ditentukan oleh skor total dan nilai rata-rata skor. Ambang batas usaha yang layak untuk dikembangkan adalah: total skor minimal 10 dan skor rata-rata minimal 2,5 (Hidayat, 2001). Penentuan mata pencaharian alternatif berdasarkan pertimbangan kelayakan finansial digunakan rumus-rumus sebagai berikut: 1. Modal Usaha (Total investasi) = Modal Tetap + Modal Kerja 2. Total biaya (Total Cost) = Biaya Tetap (Fixed Cost) + Biaya Variabel (Variable Cost) 3. Penerimaan (Gross Income) = Jumlah Produksi (Q) x Harga (P) 4. Keuntungan (Net Income) = Penerimaan – Total Biaya 5. Kriteria Investasi: 1) Benefit Cost of Ratio (BCR) = Penerimaan/Total Biaya Kriteria: BCR > 1, usaha layak dikembangkan 2) Efisiensi penggunaan modal diukur dengan ROI (Return Of Invesment) ROI = Keuntungan/Modal Usaha x 100% Kriteria, makin besar ROI, makin efisien penggunaan modal 3) Lama pengembalian modal, diukur dengan Payback Period of Capital (PPC) PPC = Modal Usaha/Keuntungan x periode produksi (bulan/tahun) Kriteria: Makin kecil nilai PPC, semakin baik
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
13
Selanjutnya untuk merumuskan strategi khusus dalm pengembangan mata pencaharian alternatif di lokasi studi ini, menggunakan Analisis Tabel SWOT (Sweaten, Weakness, Opportunity, Threaten). Dalam anlisis ini mengidentifikasi faktor internal (kekuatan, kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) dalam pengembangan usaha tersebut, kemudian berdasarkan identifikasi tersebut disusun strateginya yang dapat digambarkan dalam Tabel 1. berikut: Tabel 1. Tabel Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportuniy, Threaten) USAHA ALTERNATIF 1. 2. 3.
STRENGTH (S) . . .
OPPORTUNITY (O) 1. 2. 3.
. . .
SO-STARTEGY . . .
TREATS (T) 1. 2. 3.
WEAKNESS(W)
WO-STARTEGI . . .
ST-STRATEGY . . .
WT-STRATEGY . . .
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
14
Bab
3
KEADAAN UMUM KELURAHAN PULAU ABANG 3.1. Geografis dan Administrasi Pemerintahan Kelurahan Pulau Abang merupakan pulau-pulau kecil yang terletak berhampiran dengan Pulau Batam, dengan luas wilayah seluas 8.819 ha. Disamping itu letak pulaupulau tersebut juga tidak begitu jauh dengan pulau-pulau yang termasuk dalam Kabupaten Kepulauan Riau dan pulau-pulau dalam Kabupaten Karimun serta Senayang-Lingga. Secara rinci letak Kelurahan Pulau Abang ini sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Karas dan Sembur; sebelah Selatan berbatasan dengan Pulau Tukil Kabupaten Senayang-Lingga; sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Moro Kabupaten Karimun dan Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Sijantung. Dari data yang diperoleh jumlah pulau-pulau yang terdapat di Kelurahan Pulau Abang tersebut diperkirakan sebanyak 64 pulau. Dari jumlah ini baru sebanyak 10 pulau yang telah dihuni penduduk, sedangkan yang lainnya belum berpenghuni, namun beberapa diantaranya juga telah terdapat perkebunan penduduk. Beberapa diantara pulau-pulau tersebut antara lain: Pulau Abang Kecil, Abang Besar, Pengerlap, Dedap, Sekate, Hantu, Sepintu, Rano, Coi, Sawang, Kalo, Udik, Ujung Baran dan Galang Baru, Nguan, Telejik, dan lainnya. Secara administratif Kelurahan Pulau Abang merupakan salah satu Kelurahan dalam Kecamatan Galang Kota Batam. Kelurahan ini terdiri dari 3 Dusun, 4 Rukun Warga (RW), dan 11 Rukun Tetangga (RT). Pusat pemerintahan kelurahan ini terletak di RW 1 Pulau Abang Kecil.
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
15
3.2. Keadaan Lingkungan 3.2.1. Lingkungan Daratan Intensitas penyinaran matahari di wilayah Keluarahan Pulau Abang dapat dikatakan tergolong tinggi, namun curah hujan masih dalam keadaan baik. Tingkat intensitas penyinaran matahari tersebut diperkirakan rata-rata sekitar 75 %. Sedangkan jumlah curah hujan rata-rata diperkirakan sekitar 190 mm per tahun, dengan rata-rata jumlah hari hujan sebanyak 90 hari per tahun. Berdasarkan data yang terdapat di Kelurahan Pulau Abang, diketahui bahwa di Kelurahan Pulau Abang masih terdapat hutan yang diperkirakan seluas 5225 ha, atau diperkirakan sekitar 59 % dari luas kelurahan. Sedangkan diperkirakan hanya sekitar 41 % dari luas kelurahan ini, dimanfaatkan untuk pemukiman penduduk, fasilitas umum, kebun karet dan kebun kelapa. Keadaan topografi kelurahan ini sebahagian besar berbukit-bukit. Dataran yang landai diperkirakan hanya sekitar 2 meter sampai 500 meter dari pingir laut ke arah daratan yang berbukit-bukit tersebut. Sebagian besar lokasi perumahan penduduk, Masjid dan sekolah terdapat pada dataran yang landai di pinggir laut ini. Dataran yang landai ini biasanya juga ditanami dengan pohon kelapa di sela-sela rumah penduduk dan sarana ibdah dan sekolah tersebut. Disamping itu rumah-rumah penduduk juga didirikan di atas bagian tepi pantai. Sedangkan pada daerah yang berbukit-bukit biasanya tidak banyak terdapat rumah penduduk, tetapi pada daerah ini biasanya terdapat kebun masyarakat, belukar dan hutan. Kebun masyarakat tersebut berupa tanaman keras seperti kuini, cempedak atau nangka hutan, manggis, cengkeh, durian, rambuatan, dan lain sebagainya yang kondisinya sebagian besar sudah tua dan kelihatan tidak terawat. Disamping itu pada daerah yang berbukit-bukit ini juga telah ada yang mengusahakan bertanam sayur-sayuran dan singkong, namun jumlahnya sedikit. Menurut informasi dari masyarakat, kebun-kebun masyarakat dalam bentuk tanaman keras tersebut juga terdapat di pulau-pulau yang tidak dihuni oleh penduduk. Namun belakangan ini karena mata pencaharian mereka terfokus pada usaha menangkap ikan, sehingga kebun-kebun tersebut tidak terawat.
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
16
3.2.2. Lingkungan Perairan Kondisi suhu permukaan laut di Kelurahan Pulau Abang bervariasi dari musim ke musim, akan tetapi suhu tidak banyak berbeda menurut perubahan kedalaman. Kisaran suhu di Kelurahan Pulau Abang ini diperkirakan sekitar 27 °C sampai 30 °C. Sedangkan kecerahan di kawasan perairan Kelurahan Pulau Abang hampir merata pada setiap tempat lokasi pada musim Barat, Timur dan Utara. Sementara pada musim Selatan perairan laut daerah ini agak keruh. Dari data yang diperoleh menggambarkan bahwa kualitas perairan masih relative baik, atau untuk kehidupan biota laut menunjukan bahwa perairan Pulau Abang masih belum tercemar. Hal ini dapat dilihat dari kandungan TSS sebesar 20 mg/liter, dimana nilai ini masih dalam ambang batas yang disyaratkan (Tabel 2). Tabel 2. Kualitas Perairan Pulau Abang dan Galang Parameter Kecerahan TSS Salinitas PH Suhu
I 4,5 20 28 7,35 27
II 3,0 19 28 7,20 26
Kawasan III 4,0 22 28 7,12 28
IV 4,5 28 28 7,36 28
V 5,0 24 28 7,10 27
Sumber : Coremap Provinsi Riau, Tahun 2002
Kondisi terumbu karang di Galang, Pulau Abang dan sekitarnya dalam kondisi “Sedang”. Tutupan terumbu karang didominasi oleh komponen abiotik dan khusus di Pulau Abang tutupan abiotik tersebut diperkirakan mencapai sekitar 59,18 %, sedangkan komponen biotik diperkirakan hanya sekitar 30,95 % (Tabel 3). Meskipun kondisi terumbu karang di kawasan pengamatan tidak dalam kategori baik, namun masih terdapat berbagai jenis ikan yang dijumpai di sekitar terumbu karang. Secara keseluruhan jenis-jenis ikan karang yang terdapat dilokasi pengamatan terdiri dari famili Acanthuridae, Holocentridae, Lutjanidae, Siganidae dan sebagainya. Rata-rata keanekaragaman jenis ikan pada stasiun pengamatan termasuk sedang yaitu 2,16 (standar deviasi = 0,83) ini mungkin karena kondisi rata-rata tutupan karang hidup yang termasuk miskin/buruk yaitu 24,39 % (Coremap Propinsi Riau, 2002). LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
17
Tabel 3. Kondisi Terumbu Karang di Perairan Pulau Abang dan Galang Kawasan
% Rata-rata 08,75 00,27 01,34 49,77 60,13
Pulau Galang Baru % Rata-rata 08,55 00,43 02,03 34,57 44,58
20,66 00,25 07,00 02,00 09,25 39,16 4
21,95 02,19 14,66 03,07 18,91 59,78 15
KOMPONEN
Pulau Karas
A. ABIOTIK Pasir (sand) Patahan Karang (Ruble) Karang Mati (DC) Karang Mati ditutupi algae (DCA) Jumlah B. BIOTIK Karang Hidup (LC) Karang Lunak (SC) Algae Sponge Lainya (other) Jumlah Jumlah Stasiun
% Rata-rata 00,60 01,07 01,27 66,37 69,31
Pulau Abang Kecil dan Abang Besar % Rata-rata 02,70 00,56 01,09 54,83 59,18
% Rata-rata 16,67 00,34 06,73 39,15 62,89
29,03 00,00 00,00 00,00 00,20 29,23 13
24,77 00,50 01,22 01,37 03,09 30,95 10
26,14 02,67 00,33 00,67 04,67 34,48 3
Pulau Pengerlap
Pulau Petong
Sumber : Coremap Propinsi Riau, 2002
3.3. Penduduk dan Mata Pencaharian Jumlah penduduk Kelurahan Pulau Abang sampai pada Bulan September 2005 adalah sebanyak 2.051 jiwa, yakni 1.125 jiwa laki-laki dan 926 jiwa perempuan (Tabel 4). Dari data enam tahun terakhir memperlihatkan ada kecendrungan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih besar dibandingkan dengan penduduk perempuan. Sedangkan rata-rata pertumbuhan penduduk di Kelurahan Pulau Abang adalah sebesar 2,96 % per tahun. Pertumbuhan penduduk di daerah ini disamping karena faktor kelahiran, juga oleh perpindahan penduduk. Tabel 4. Pertumbuhan Penduduk Kelurahan Pulau Abang Kecamatan Galang No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 Sept 2005
Laki-laki 940 942 964 1.079 1.100 1.125
Perempuan 834 843 857 879 906 926
Jumlah 1.774 1.785 1.821 1.958 2.006 2.051
Pertumbuhan 0,62 1,98 7,52 2,45 2,24
Sumber : Monografi Kelurahan Pulau Abang, 2005 LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
18
Selanjutnya dilihat dari struktur umur penduduk dapat dikatakan bahwa struktur umur penduduk yang dominan di Kelurahan Pulau Abang adalah usia produktif. Penduduk yang berusia 22 - 59 tahun diperkirakan sekitar 44,08 % dan umur 16 - 21 tahun diperkirakan sekitar 15,75 %, atau penduduk yang berusia 16 - 59 tahun diperkirakan sekitar 59,83 (Tabel 5). Tabel 5. Struktur Penduduk Kelurahan Pulau Abang September 2005 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Umur 00 - 04 05 - 06 07 - 15 16 - 21 22 - 59 > 60 Jumlah
Jumlah (jiwa) 189 126 427 323 904 82 2.051
Berdasarkan Umur, Bulan Persentase 09,22 06,14 20,82 15,75 44,08 04,00 100,00
Sumber : Monografi Kelurahan Pulau Abang, 2005
Penduduk Kelurahan Pulau Abang dominan beragama Islam. Dari data yang diperoleh diketahui bahwa sekitar 85,91 % penduduk beragama Islam, sekitar 11,31 % beragama Budha, dan sekitar 2,78 % beragama Kristen (Tabel 6). Tingginya komunitas penduduk yang beragama Islam ini dikarenakan sebagian besar penduduk di daerah ini adalah bersuku bangsa Melayu, dimana kata Melayu identik dengan Islam, artinya suku bangsa Melayu mesti menganut Agama Islam. Tabel 6. Struktur Penduduk Kelurahan Pulau Abang Berdasarkan Agama yang Dianut, September 2005 No. 1. 2. 3.
Agama Islam Kristen Budha Jumlah
Jumlah (jiwa) 1.762 57 232 2.051
Persentase 85,91 02,78 11,31 100,00
Sumber : Monografi Kelurahan Pulau Abang, 2005
Selanjutnya jika dilihat dari mata pencaharian penduduk, dapat dikatakan bahwa mata pencaharian penduduk Kelurahan Pulau Abang tidak begitu beragam. Sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah sebagai nelayan, sedikit sebagai petani, dagang, pegawai negeri sipil, dan TNI (Tabel 7). LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
19
Tabel 7. Mata Pencaharian Pokok Penduduk Kelurahan Pulau Abang, September 2005 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Mata Pencaharian Nelayan Petani Dagang PNS TNI Jumlah
Jumlah (jiwa) 970 6 2 10 4 992
Persentase 97,78 0,61 0,20 1,01 0,40 100,00
Sumber : Monografi Kelurahan Pulau Abang, 2005
3.4. Pendidikan Tingkat pendidikan penduduk Kelurahan Pulau Abang dapat dikatakan masih tergolong sangat rendah. Sebahagian besar penduduk hanya tamatan Sekolah Dasar, dan hanya sedikit penduduk yang tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau hanya sekitar 3,80 %, dan tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) lebih sedikit lagi yakni hanya sekitar 2,10 % (Tabel 8). Tabel 8. Tingkat Pendidikan Penduduk Kelurahan Pulau Abang, September 2005 No 1. 2. 3. 4. 5.
Tingkat Pendidikan Belum Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Jumlah
Jumlah (jiwa) 91 711 1.128 78 43 2.051
Persentase 04,44 34,67 55,00 03,80 02,10 100,00
Sumber : Monografi Kelurahan Pulau Abang, 2005
Rendahnya tingkat pendidikan penduduk di Kelurahan Pulau Abang, diperkirakan erat kaitannya dengan minimnya ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang ada di kelurahan ini. Sarana pendidikan yang terdapat di kelurahan ini, hanya empat Sekolah Dasar, yakni satu Sekolah Dasar pada masing-masing Rukun Warga (RW) dalam wilayah Kelurahan Pulau Abang. Belakangan ini telah pula dibuka kelas jauh untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, tepatnya di RW 1 Pulau Abang, namun sampai saat ini gedungnya belum ada, kegiatan belajar masih menumpang di gedung Sekolah Dasar. LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
20
3.5. Sarana dan Prasarana Penunjang Sarana dan prasarana penunjang dalam kehidupan masyarakat yang terdapat di Kelurahan Pulau Abang, adalah sarana dan prasarana kesehatan, ibadah, ekonomi, komunikasi, dan transportasi. Jumlah sarana dan prasarana tersebut masih sangat minim. Untuk melayani kesehatan penduduk hanya terdapat satu Puskesmas Pembantu (Pustu) dan dua Posyandu, satu orang Bidan dan tiga orang tenaga medis. Untuk melayani kebutuhan ekonomi penduduk, baik sebagai penyedia kebutuhan konsumsi penduduk dan faktor produksinya, maupun sebagai pembeli hasil atau produksi penduduk hanya terdapat 25 warung dan 9 orang tauke yang dikenal juga dengan pedagang pengumpul. Selanjutnya untuk komunikasi penduduk terdapat 8 unit Orari dan di beberapa tempat telah dapat digunakan telepon genggam (HP). Sedangkan alat transportasi yang dominan di kelurahan ini adalah kendraan air seperti pompong, kapal motor dan boat (Tabel 9). Tabel 9. Sarana Transportasi di Kelurahan Pulau Abang, September 2005 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sarana Sepeda Perahu dayung Pompong Kapal Motor Boat Sepeda Motor
Jumlah (Unit) 35 60 750 20 25 3
Sumber : Monografi Kelurahan Pulau Abang, 2005
3.6. Sosial Budaya Budaya dan adat istiadat yang dijalankan oleh sebagian besar penduduk Kelurahan Pulau Abang adalah Budaya dan adat istiadat Melayu. Hal ini diperkirakan berkaitan erat karena suku bangsa atau etnis yang dominan di kelurahan ini adalah suku bangsa Melayu. Hanya sebagian kecil penduduk yang berasal dari etnis selain Melayu, dan penduduk yang berasal dari etnis lain tersebut telah menyesuaikan diri dengan kebiasaan masyarakat setempat. Bahasa yang mereka pergunakan adalah Bahasa Melayu, walaupun sebagian kecil penduduk masih terdengar logat daerah asal mereka. Perbauran antar etnis tersebut terjadi karena adanya hubungan yang saling menguntungkan, baik dalam bidang kehidupan ekonomi (kerjasama), sosial (terjadi amalgasi), kehidupan agama dan kehidupan budaya (akultrasi). LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
21
3.7. Perekonomian Sarana prasaran ekonomi seperti koperasi, perbankkan, pasar dan sebagainya tidak dijumpai di kawasan ini. Walaupun demikian aktivitas perekonomian tetap berjalan dan terpusat pada tauke. Tauke yang merupakan kelebagaan ekonomi informal sangat berperan di dalam menentukan roda perekonomian di kawasan ini. Peran tauke sangat dominan mulai dari menampung ikan hasil tangkapan, mesuplai alat tangkap dan kebutuhan seharihari sampai pemberian kredit kepada nelayan dengan konsekwensi harus menjual ikan hasil tangkapan dengan harga yang ditentukan. Untuk menunjang kegiatan perikanan dan dalam upaya mempertahan mutu ikan maka di daerah ini telah memiliki pabrik es 2 unit yang dimiliki oleh tauke.
3.8. Kelembagaan Interaksi sosial antara penduduk di Kelurahan Pulau Abang terkait dengan mata pencaharian memunculkan struktur sosial perikanan tangkap (nelayan). Stratifikasi (pelapisan) sosial untuk struktur sosial perikanan tangkap di Kelurahan Pulau Abang terdiri dari : 1)
Nelayan pemilik, yaitu nelayan yang memiliki sarana penangkapan (alat, kapal, dan modal) juga turut mengoperasikan alat tangkap.
2)
Nelayan pengusaha, yaitu nelayan yang memiliki alat tangkap atau armada penangkapan, tetapi tidak ikut melakukan penangkapan ikan ke laut.
3)
Nelayan buruh, yaitu nelayan yang mengambil upah atau bagi hasil dari membantu nelayan pemilik dalam proses penangkapan ikan Struktur sosial perikanan tangkap di Kelurahan Pulau Abang secara horizontal
dapat pula dikategorikan ke dalam beberapa kelompok sosial, yaitu kelompok nelayan jaring karang, kelompok nelayan bubu, kelompok nelayan nyomek, kelompok nelayan rawai, kelompok nelayan jaring udang dan kelompok nelayan lampara dasar. Kelembagaan yang ada di Kelurahan Pulau Abang dapat berupa kelembagaan formal dan kelembagaan informal. Kelembagaan formal yang ada berupa kelembagaan yang berkaitan dengan pemerintahan. Sedangkan kelembagaan informal yang ada LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
22
berupa kelembagaan sosial yang berkaitan dengan keagamaan, dan kelembagaan sosial ekonomi. Kelembagaan sosial ekonomi yang terkait dengan struktur sosial nelayan di Kelurahan Pulau Abang ini adalah : 1)
Tauke, adalah orang-orang yang memberikan pinjaman (kredit) berupa keperluan penangkapan ikan, baik yang berupa alat tangkap maupun yang berupa armada penangkapan. Pembayaran dilakukan dengan memotong hasil tangkapan sesuai dengan kesepakatan yang dibuat.
2)
Pedagang pengumpul, adalah orang-orang yang membeli hasil tangkapan ikan langsung ke nelayan di tepi laut atau sungai untuk dikumpulkan dan dibawa ke sentra-sentra pemasaran ikan. Adakalanya pedagang pengumpul ini juga merupakan tauke.
3.9. Aksessibilitas Aksessibilitas masyarakat di Kelurahan Pulau Abang dapat dikatakan masih sangat rendah. Keadaan ini disebabkan karena wilayah kelurahan ini merupakan pulaupulau yang berada di perairan laut. Lalu lintas penduduk dari pulau-pulau tersebut ke pusat kelurahan sebagian besar lewat lalu lintas air dengan menggunakan pompong, kapal motor dan boat. Begitu juga lalu lintas penduduk dari pulau-pulau tersebut ke pusat kecamatan dan kota harus lewat lalu lintas air, memakan waktu sekitar ½ jam - 1 jam menggunakan boat. Dan setelah itu naik mobil diperkirakan sekitar ½ jam ke ibu kota kecamatan dan sekitar 1 jam ke Kota Batam. Untuk mendukung lalu lintas laut tersebut terdapat 6 unit pelabuhan, sedangkan untuk mendukung lalu lintas darat telah dibangun jalan semenisasi sepanjang 6 Km dan jalan tanah 1,5 Km.
3.10. Keadaan Umum Perikanan Keadaan umum perikanan yang digambarkan ini adalah berupa: keadaan nelayan, jenis dan jumlah armada penangkapan, jenis dan jumlah alat tangkap, produksi, pemasaran dan pasca panen. Nelayan yang terdapat di Kelurahan Pulau Abang dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis nelayan, yakni: nelayan pemilik, nelayan pengusaha, dan nelayan buruh. Nelayan LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
23
pemilik, yaitu nelayan yang memiliki sarana penangkapan (alat, kapal, dan modal) juga turut mengoperasikan alat tangkap. Nelayan pengusaha, yaitu nelayan yang memiliki alat tangkap atau armada penangkapan, tetapi tidak ikut melakukan penangkapan ikan ke laut. Sedangkan nelayan buruh, yaitu nelayan yang mengambil upah atau bagi hasil dari membantu nelayan pemilik dalam proses penangkapan ikan. Dari ketiga jenis nelayan tersebut, secara sepintas dapat diketahui bahwa yang dominan adalah nelayan pemilik. Dominannya nelayan pemilik ini ada kaitannya karena adanya tauke sebagai penyedia modal bagi nelayan untuk membeli alat tangkap dan armada penangkapan. Armada penangkapan yang terdapat di Kelurahan Pulau Abang terdiri dari armada penangkapan yang sangat sederhana seperti sampan dayung atau juga dikenal dengan perahu tanpa motor, pompong (on board engine ), sampai dengan kapal motor (outer board engine). Dari data yang tercatat pada monografi desa, terlihat armada penangkapan yang dominan di Kelurahan Pulau Abang adalah pompong, yakni sekitar 90,4 %, sedangkan sampan dayung dan kapal motor jumlahnya sangat kecil, masing-masing hanya 7,2 % dan 2,4 %. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel. 10. Jumlah dan Jenis Armada Penangkapan Ikan di Kelurahan Pulau Abang No. 1. 2. 3.
Jenis Armada Kapal Motor Pompong Sampan Dayung Jumlah
Jumlah (unit) 20 750 60 830
Persentase 2,4 90,4 7,2 100,0
Sumber : Monografi Kelurahan Pulau Abang, 2005
Alat tangkap yang diguna nelayan di kelurahan ini sebenarnya cukup beragam, namun yang tercatat pada monografi desa hanya terdapat 3 jenis. Jenis-jenis alat tangkap yang tercatat tersebut adalah jaring karang, bubu, dan jaring apung (Tabel 11). Sedangkan berdasarkan hasil survey lapangan diketahui disamping 3 jenis alat tangkap di atas, masih terdapat jenis alat tangkap lainnya yang berupa: Pancing Selar, Pancing Sotong (nyomek), Rawai dan Kelong Pantai. Sesuai dengan kondisi alam dan musim, biasanya nelayan tidak hanya memiliki satu jenis alat tangkap saja, tetapi umumnya memiliki jenis alat tangkap yang bergam. Selanjutnya berdasarkan data Coremap Provinsi Riau (2002), alat tangkap yang paling dominan adalah pancing (60,32 %) dan diikuti oleh jaring (33,33 %), LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
24
bubu (19,05 %) dan kelong (14,46 %). Sedangkan sisanya adalah berupa rawai dan candit yang masing-masing 3,17 %. Sesuai dengan ukuran kapal dan alat tangkap ikan yang dimiiki, maka umumnya para nelayan mengoperasikannya di perairan pantai. Pengoperasian alat tangkap ini tidak hanya di kelurahan mereka, tetapi juga di pulaupulau sekitarnya. Adapun daerah penangkapan (fishing ground) mereka meliputi Pulau Abang, Pulau .Abang Kecil, Pulau Dedap, Pulau Pengerlap, Pulau Hantu, Pulau Sawang, Pulau Sipintu, Pulau Sebaga dan Pulau Petong. Tabel 11. Jenis Alat Tangkap Ikan Kelurahan Pulau Abang, September 2005 No. Jenis Alat Tangkap 1. Jaring Karang 2. Bubu 3. Jaring Apung
Jumlah (unit) 100 1000 20
Sumber : Monografi Kelurahan Pulau Abang, 2005
Berdasarkan wawancara dengan responden nelayan, dapat disimpulkan bahwa jumlah produksi hasil tangkapan nelayan cukup besar, diperkirakan puluhan ton dalam satu bulan, namun sangat sulit untuk mengetahui jumlahnya secara pasti. Sedangkan jenis hasil tangkapan nelayan dapat dikatakan sangat beragam. Adakalanya jenis ikan hasil tangkapan nelayan tersebut sesuai pula dengan alat tangkap yang mereka operasikan (Tabel 12). Tabel 12. Jenis Hasil Tangkapan Nalayan Kelurahan Pulau Abang No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenis Alat Tangkap Jaring Karang Bubu Jaring Apung Pancing selar Pancing sotong Kelong Rawai
Jenis Ikan yang Tertangkap Tambak, Dinkis, Lebam, Karang, Kerapu Sunu, Kerapu Hitam, Delah (ekor kuning) Tenggiri, Kembung Ikan Selar, ikan Bulat Sotong Dinkis Pari, dll
Hasil tangkapan nelayan di Kelurahan Pulau Abang tidak sulit untuk dipasarkan. Hasil tangkapan nelayan baik berupa ikan dan sotong atau biota air lainnya dapat dijual secara langsung kepada pedagang pengumpul, dan selanjutnya pedagang pengumpul LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
25
tersebut langsung mengantarkan ke pedagang pengumpul di Kota Batam untuk dipasarkan baik untuk kebutuhan domestik atau untuk diekspor. Dan ada kalanya pedagang pengumpul ini, juga sekaligus sebagai tauke penyedia modal bagi nelayan. Dengan demikian berapapun jumlah hasil tangkapan nelayan tidak ada kendala dalam memasarkannya. Namun kemungkinan terjadinya fluktuasi harga, karena disamping penentuan harga sepihak oleh pedagang pengumpul, dan dapat dikatakan sebahagian besar nelayan tidak mengetahui informasi pasar. Pada umumnya hasil tangkapan nelayan dipasarkan dalam bentuk segar, bahkan untuk beberapa jenis ikan tertentu seperti jenis ikan kerapu sunu dijual nelayan kepada pedagang pengumpul dalam bentuk hidup, kemudian pedagang pengumpul memasukkan ke dalam keramba sampai waktu pengiriman/penjualan. Namun biasanya pedagang pengumpul mengirim/menjual ikan tersebut setelah mematikan terlebih dahulu lalu memasukkannya ke dalam fiber dan dibubuhi dengan es balok. Pengolahan ikan yang dilakukan oleh keluarga nelayan hanya dilakukan dalam bentuk ikan kering, itupun terutama terhadap ikan yang mati yang seharus dijual dalam bentuk hidup dan jenis ikan lainnya yang kualitasnya yang tidak layak untuk dijual dalam bentuk segar.
3.11. Akses Terhadap Terumbu Karang Masyarakat Kelurahan Pulau Abang khususnya nelayan mempunyai akses yang cukup besar terhadap terumbu karang disekitarnya. Kawasan terumbu karang yang ada merupakan kawasan yang potensial untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan khususnya ikan-ikan karang. Jenis alat yang dominan dioperasikan di kawasan terumbu karang adalah bubu dan pancing. Disamping itu kelong pantai juga diopersikan berdekatan dengan kawasan terumbu karang. Disamping itu pengambilan karang mati juga dilakukan oleh sebahagian masyarakat untuk berbagai kepentingan seperti fondasi rumah dan bangunan lain yang permanen. Walaupun jumlah fondasi rumah dan bangunan lain yang terbuat dari batu karang ini jumlahnya relatif sedikit, namun lama kelamaan ini merupakan ancaman terhadap kerusakan terumbu karang.
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
26
3.12. Pengelolaan Tradisional Masyarakat nelayan Kelurahan Pulau Abang
sebenarnya mempunyai kearifan
tradisional dalam memanfaatkan sumberdaya khususnya ikan, namun karena tidak terorganisir dengan baik, dewasa ini hal tersebut dapt dikatakan sudah mulai memudar. Mereka tidak melakukan kegiatan yang dapat merusak lingkungan khusunya terumbu karang. Sebagai penganut Agama Islam yang taat, orang melayu sangat menghargai lingkungan hidupnya yang merupakan tempat mereka mencari nafkah. Sebagai tanda bersyukur setiap hari Jumat selalu dilakukan doa selamatan atau doa “tolak bala”. Beberapa aturan dalam pemanfaatan sumbedaya tidak terlepas dari ajaran Islam dimana tidak boleh serakah, merusak maupun yang dapat membahayakan atau merugikan orang lain. Selain itu, aturan terhadap jumlah tangkapan yang boleh diambil tidak ada, namun menurut kebanyakan nelayan, jika mereka dapat rezki lumayan, biasanya tidak pergi melaut walaupun saat tersebut sedang musim ikan. Tentunya hal ini merupakan suatu kebiasaan yang cukup penting artinya bagi pengelolaan dan konservasi sumberdaya. Bentuk kearifan tradisional yang lain adalah mengangkerkan suatu tempat. Tempat tersebut pantang untuk dikunjungi dan dianggap angker, yaitu sekitar pulau “hantu”. Daerah tersebut merupakan daerah karang yang secara geografis berada di sebelah Timur Pulau Abang Kecil. Disamping itu bentuk pengelolaan yang tidak tertulis namun masih terpelihara adalah melarang menggunakan alat tangkap trawl dan sejenis pukat lainnya beroperasi di wilayah perairan yang merupakan fishing ground untuk menangkap sotong. Alat tangkap yang dibolehkan pada saat musim sotong terbatas pada pancing sotong atau tangguk Waupun bentuk-bentuk pengelolaan ini masih dipelihara, namun tidak terorganisir sehingga belakangan ini berangsur memudar. Bahkan menurut informasi yang diperoleh, sekarang ini masyarakat Pulau Petong telah mengizinkan beoperasinya alat tangkap pukat bilis dengan kompensasi tertentu. Disamping itu ada kesepakatan adat yang mengatur khusus tentang lahan/lokasi pemasangan kelong pantai. Setiap lokasi yang cocok untuk pemasangan kelong telah definitif menjadi hak milik orang yang pertama kali mengusahakan kelong pantai di daereah tersebut. Jika pemilik tidak mengusahakannya, namun jika ada orang lain yang akan memanfaatkan lokasi tersebut dapat menyewa atau membeli dari pemiliknya. Besarnya sewa atau pembeliannya tergantung kepada kesepakatan antara pemilik dan penyewa. Jika kelong yang selalu mengahsilkan, harga sewanya dapat jutaan rupiah, atau harga jualnya dapat mencapai puluhan juta rupiah. LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
27
3.13. Konflik dan Potensi Konflik Konflik dan potensi konflik biasanya umumnya berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan. Konflik sering terjadi antara nelayan tradisional yang ada di Pulau Abang Kecil dengan para pengebom yang datang dari luar daerah. Menghadapi kegiatan pengeboman ini nelayan lokal sering melakukan pengejaran terhadap pelaku pengeboman namun tidak pernah dapat ditingkap. Hal ini disebabkan para pengebom menggunakan pompong/speed boat yang mempunyai kekuatan mesin mencapai 400 PK, sedangkan nelayan yang mengejar kekuatan mesin pompong dengan kekuatan yang lebih rendah. Namun menurut keterangan masyarakat bahwa belakangan ini kegiatan pengeboman ikan tersebut telah berkurang. Disamping kegiatan pengeboman, pada lokasi penangkapan nelayan setempat tepatnya disekitar Pulau Abang Kecil dan Pulau Petong sering ditemukan beroperasinya trawl terutama pada malam hari. Trawl ini ada yang berasal dari luar wilayah ini dan ada juga yang berasal dari Pulau Abang Kecil dan sekitarnya. Kondisi ini sangat merisaukan nelayan setempat, karena apabila trawl ini telah beroperasi maka menurut nelayan hasil tangkapannya menurun.
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
28
Bab
4
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Mata Pencaharian Alaternatif yang Telah Terdapat di Kelurahan Pulau Abang Berdasarkan monografi desa, diperkirakan bahwa sekitar 98 % penduduk Kelurahan Pulau Abang mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan, sisanya adalah sebagai pegawai negeri dan ABRI. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan masyarakat Kelurahan Pulau Abang terhadap sumberdaya perairan laut sangat tinggi. Kondisi ini disamping didukung karena topografi wilayah Kelurahan Pulau Abang berada di pinggiran perairan laut, juga karena bekerja sebagai nelayan telah dilakukan oleh penduduk secara turun temurun, dan bagi mereka menangkap ikan di laut masih sangat menjanjikan hasil dengan proses yang cepat. Hasil observasi lapangan diperoleh informasi bahwa di Kelurahan Pulau Abang telah terdapat beberapa usaha selain menangkap ikan yang telah dilakukan oleh masyarakat. Cuma usaha tersebut disamping baru dilakukan oleh sebahagian kecil masyarakat, juga sebagian besar masih bersifat subsisten. Di lokasi studi Pulau Abang (RW 1 dan RW 2 Air Saga Kelurahan Pulau Abang), diperkirakan usaha yang telah dilakukan masyarakat adalah bidang home industri kerupuk ikan, membuat kue basah, ternak ayam/itik; dan budidaya perikanan (pembesaran ikan kerapu dalam keramba tancap), pengolahan
ikan asin,
berkebun dan menanam jenis-jenis sayuran, dagang, dan lainnya. Sementara di lokasi studi Pulau Petong (RW 3 Kelurahan Pulau Abang), diperkirakan usaha yang telah diusahakan penduduk dalam skala rumah tangga hanya usaha ternak ayam kampung dan itik, pembuatan kerupuk ikan, pengolahan ikan asin, menanam sayuran; berkedai dan lainnya. Dalam upaya meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan dari satu sisi dan upaya mengurangi tekanan pada sumberdaya perikanan di sisi lain, perlu dikembangkan usaha alternatif selain usaha menangkap ikan. Pengembangan usaha alternatif tersebut LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
29
disamping diprioritaskan pada usaha yang telah dikenal atau telah ada masyarakat yang mengusahakannya, juga harus didasarkan pada berbagai pertimbangan-pertimbangan variabel teknis atau merupakan variabel contrain/kendala. Variabel teknis yang dimaksud terutama mencakup: minat masyarakat, sumberdaya yang tersedia baik berupa bahan baku/sumberdaya alam maupun sumberdaya manusianya dan peluang pemasarannya. Keempat variabel ini diperkirakan merupakan variabel utama dalam mengembangkan suatu usaha
yang berkaitan dengan keberlangsungan dan laju
perkembangannya. Selanjutnya usaha alternatif yang layak dikembangkan berdasarkan pertimbangan variabel teknis tersebut disamping perlu dianalisis kelayakan finasialnya, juga perlu merumuskan strategi pengembangannya yang berkaitan dengan faktor internal dan eksternal usaha tersebut.
4.2. Pengembangan Usaha Alternatif Berdasarkan Pertimbangan Teknis Dalam upaya meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan dari satu sisi dan upaya mengurangi tekanan pada sumberdaya perikanan di sisi lain, perlu dikembangkan usaha alternatif selain usaha menangkap ikan. Pengembangan usaha alternatif tersebut disamping diprioritaskan pada usaha yang telah dikenal atau telah ada walaupun baru dilakukan oleh sebagian kecil maasyarakat, juga harus didasarkan pada berbagai pertimbangan-pertimbangan variabel teknis atau merupakan variabel contrain/kendala. Variabel teknis yang dimaksud terutama mencakup: minat masyarakat, sumberdaya yang tersedia baik berupa bahan baku/sumberdaya alam maupun sumberdaya manusianya dan peluang pemasarannya. Keempat variabel ini diperkirakan merupakan variabel utama dalam mengembangkan suatu usaha yang berkaitan dengan keberlangsungan dan laju perkembangannya. Selanjutnya usaha alternatif yang layak dikembangkan berdasarkan pertimbangan variabel teknis tersebut disamping perlu dianalisis kelayakan finasialnya, juga perlu merumuskan strategi pengembangannya yang berkaitan dengan faktor internal dan eksternal usaha tersebut. Untuk mengidentifikasi usaha alternatif berdasarkan pertimbangan teknis, digunakan empat variabel sebagai contrain/kendala, yakni: minat masyarakat, ketersediaan bahan baku/sumberdaya alam, ketersediaan tenaga kerja, dan peluang LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
30
pasar. Agar menggambarkan kekhususan lokasi, maka identifikasi usaha alternatif berdasarkan pertimbangan teknis ini dipaparkan menurut masing-masing lokasi studi, yakni lokasi Pulau Abang Kecil dan Lokasi Pulau Petong.
4.2.1. Lokasi Studi Pulau Abang Kecil A. Prioritas Usaha Alternatif Berdasarkan Pertimbangan Minat Masyarakat Salah satu pertimbangan untuk memilih usaha alternatif yang akan dikembangkan adalah “minat/keinginan masyarakat”. Kriteria ini menjadi sangat penting, karena sebaik apapun usaha alternatif yang ingin dikembangkan oleh pihak luar tanpa didukung oleh minat/keinginan masyarakat itu sendiri, maka usaha tersebut tidak akan berkembang dan berkelanjutan. Berdasarkan data/informasi yang dikumpulkan diperoleh gambaran bahwa penduduk di lokasi studi Pulau Abang Kecil, ada yang berkeinginan/berminat untuk mengembangkan usaha alternatif, namun usaha alternatif tersebut cendrung hanya sebagai usaha sampingan saja. Jadi tidak mengubah mata pencaharian utama mereka. Namun sikap masyarakat tersebut tidak mustahil akan berubah apabila usaha alternatif yang dikembangkan tersebut betul-betul memberikan kontribusi yang cukup besar bagi menopang pendapatan mereka. Berdasarkan wawancara mendalam dan observasi langsung di lokasi studi Pulau Abang, diperkirakan usaha alternatif yang berpeluang untuk dikembangkan berdasarkan minat/keinginan masyarakat, adalah budidaya ikan kerapu dan home industri kerupuk ikan diperkirakan menempati prioritas pertama dengan skor 4, ketagori sangat baik (sangat diminati); usaha ternak ayam dan berdagang diperkirakan menempati prioritas kedua dengan skor 3, kategori baik; usaha berkebun tanaman tahunan dan sayuran diperkirakan menempati prioritas ketiga dengan skor 2, kategori kurang baik, dan ternak itik diperkirakan menempati prioritas keempat dengan skor 1 kategori sangat kurang baik (Tabel 13).
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
31
Tabel 13. Prioritas Usaha Alternatif Berdasarkan Pertimbangan Minat Masyarakat di Lokasi Studi Pulau Abang Usaha Alternatif Budidaya ikan Home industri Usaha ternak ayam Dagang (Kedai) Berkebun Usaha Ternak Itik
Prioritas 1 1 2 2 3 4
Skor 4 4 3 3 2 1
Kategori Sangat baik Sangat baik Baik Baik Kurang baik Sangat Kurang baik
Sumber : Hasil Olahan dari Data Primer, 2005
1. Minat Masyarakat Terhadap Budidaya Ikan Kerapu Pada umumnya nelayan di
lokasi studi mengoperasikan alat tangkap bubu,
disamping alat tangkap lainnya. Alat tangkap bubu ini terutama bertujuan untuk menangkap jenis ikan karang, termasuk ikan kerapu. Jenis ikan ini merupakan ikan ekonomis penting, karena harganya cukup tinggi, bahkan pada waktu tertentu seperti hari raya China harga per kg dapat mencapai ratusan ribu rupiah. Minat masyarakat terhadap budidaya Ikan kerapu besar, disamping karena harganya cukup tinggi, juga karena pada umumnya mereka mengoperasikan alat tangkap bubu. Dalam mengoperasikan alat tangkap bubu ini, nelayan sering memperoleh ikan kerapu (sunu) yang beratnya kurang dari 4 ons, atau belum mencapai berat standar untuk dijual. Berat standar jual adalah 4 ons sampai dengan 1 kg. Bagi sebagian kecil nelayan, terutama yang memiliki modal, apabila hasil tangkapnya terdapat ikan kerapu yang belum mencapai berat standar tersebut, dipelihara dalam keramba tancap, namun bagi sebagian besar nelayan yang tidak memiliki modal untuk usaha tersebut, terpaksa menjualnya dengan harga yang murah. Pemeliharaan ikan kerapu tersebut disamping diperkirakan memberikan keuntungan yang cukup besar, juga dapat dijadikan sebagai tabungan. Keuntungan tersebut akan lebih besar dengan mengatur masa penjualannya, yakni melakukan penjualan pada masa hari raya Cina. 2. Minat Masyarakat Terhadap Home Industri Kerupuk Ikan Usaha home industri yang sudah dilakukan sebagian kecil masyarakat di daerah ini adalah usaha kerupuk ikan dan kue basah. Wajar sebagian besar responden di daerah ini LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
32
mengajukan usaha alternatif dalam bentuk usaha home industri. Para responden termotivasi usaha yang dilakukan sebagian masyarakat yang sudah mengusahakan usaha yang dimaksud tersebut. Selain itu faktor bahan baku ikan sangat tersedia di daerah ini, teruma ikan tamban dan sejenis ikan karang lainnya yang bernilai ekonomis rendah. 3. Minat Masyarakat Terhadap Usaha Ternak Tingginya minat masyarakat untuk berternak ini terutama ternak ayam disebabkan tersedianya cukup waktu untuk dilakukan secara sambilan dan bahan makanannya cukup memadai, yakni ikan rucah hasil tangkapan nelayan. Disamping itu pemeliharaan jenis ternak ini tidak terlalu sulit dan pasaran ternak tersebut diperkirakan cukup baik. Faktor lain yang sangat memberikan motivasi bagi minat masyarakat untuk berternak ayam adalah sudah adanya usaha ternak ini skala kecil (rumah tangga) yang cukup bertahan lama yang dijalankan oleh sebagian kecil masyarakat di lokasi studi ini. Sedangkan kurangnya minat mereka terhadap ternak itik diperkirakan karena kurangnya pengetahuan mereka tentang pasar daging dan telur itik tersebut. 4. Minat Masyarakat Terhadap Usaha Berdagang Usaha berdagang diminati oleh sebagian kecil nelayan, terutama istri-istri nelayan yang memiliki armada penangkapan. Alasan mereka adalah ingin membantu meningkatkan pendapatan keluarga dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Selain istri-istri nelayan juga para nelayan yang memiliki waktu yang singkat melaut. 5. Minat Masyarakat Terhadap Usaha Berkebun Penduduk tempatan di lokasi studi ini pada mulanya berkebun kelapa dan karet, namun diperkirakan karena mereka bekerja sebagai nelayan lebih menjanjikan dan prosesnya cepat, maka usaha berkebun ditinggalkan penduduk dan beralih sebagai nelayan. Mengingat usaha menangkap ikan hasilnya dapat dinikmati pada hari itu juga, sementara berkebun harus menunggu dan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Minat masyarakat untuk mengembangkan usaha alternatif berkebun ini diajukan oleh anggota keluarga masyarakat nelayan yang mempunyai tanah dan kebun. Adapun minat masyarakat tersebut adalah menanam sayur-sayuran dan menanam tanaman LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
33
tahunan, seperti cempedak hutan dan lain sebagainya. Minat masyarakat untuk bertanam sayur-mayur didorong oleh pengalaman mereka pernah menjadi petani sayur atau berasal dari keluarga petani sayur. Disamping itu kondisi tanah yang subur, pola tanam yang singkat dan baiknya permintaan sayuran di daerah pulau-pulau dan sekitarnya ini mendorong minat masyarakat. B. Prioritas Usaha Alternatif Berdasarkan Pertimbangan Ketersediaan Bahan Baku/Sumberdaya Alam Salah satu faktor yang sangat penting yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan usaha alternatif bagi masyarakat nelayan adalah pertimbangan faktor ketersediaan bahan baku/sumberdaya alam. Faktor ini tidak hanya dapat menentukan tingkat keuntungan usaha, bahkan dapat menentukan keberlangsungan (sustainable) dan pengembangan
usaha
alternatif
tersebut
lebih
lanjut.
Ketersediaan
bahan
baku/sumberdaya alam yang dikaji dalam studi ini adalah ketersediaan bahan baku/sumberdaya alam yang berkaitan dengan masing-masing usaha alternatif yang telah disusun berdasarkan minat masyarakat untuk dikembangkan. Berdasarkan wawancara mendalam dan observasi langsung di lokasi studi Pulau Abang, diperkirakan usaha alternatif yang berpeluang untuk dikembangkan berdasarkan pertimbangan ketersediaan bahan baku/sumberdaya alam, adalah budidaya ikan kerapu, home industri kerupuk ikan, ternak itik, ternak ayam diperkirakan menempati prioritas pertama dengan skor 4, ketagori sangat baik. Selanjutnya usaha berkebun dan dagang diperkirakan menempati prioritas kedua dengan skor 2, kategori kurang baik (Tabel 14). Tabel 14. Prioritas Usaha Alternatif Berdasarkan Pertimbangan Ketersediaan Bahan Baku/Sumberdaya Alam di Lokasi Studi Pulau Abang Kecil Usaha Alternatif Budidaya ikan Home industri kerupuk ikan Usaha ternak itik Usaha ternak ayam Dagang (Kedai) Berkebun
Prioritas 1 1 1 1 2 2
Skor 4 4 4 4 2 2
Kategori Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Kurang Baik Kurang baik
Sumber : Hasil Olahan dari Data Primer, 2005 LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
34
1. Ketersediaan Bahan Baku untuk Budidaya Ikan Kerapu (Sunu) Ketersediaan benih ikan yang akan dibudidayakan di lokasi ini diperkirakan cukup tersedia dengan mudah. Diperkirakan bibit ikan tersebut masih tersedia secara alami, karena diperoleh informasi dari nelayan, bahwa masih selalu diperoleh bibit tersebut melalui alat tangkap bubu yang mereka operasikan. Disamping itu bibit ikan tersebut dapat didatangkan dari Pulau Bangka melalui agen/penjual di Senayang yang tidak begitu jauh dari lokasi studi. Sementara pakan yang digunakan sebagai makanan ikan yang dibudidayakan sangat mudah didapatkan, seperti
ikan runcah hasil tangkapan serta
ikan-ikan dan
hewan-hewan lainnya yang terdapat dipinggir pantai. Selain benih dan pakan yang tersedia, faktor lingkungan di daerah ini juga sangat mendukung untuk pengembangan usaha budidaya ikan dalam keramba tancap. Kondisi ini dapat dilihat dari tingkat kecerahan dan kejernihan air laut di daerah ini, serta terdapatnya bahagian laut yang agak terlindung dari hempasan gelombang yang besar, karena terlindungan oleh pulau-pulau di sekitarnya. 2. Ketersediaan Bahan Baku untuk Usaha Home Industri Kerupuk Ikan Usaha home industri yang utama ditemui, dilakukan oleh ibu rumah tangga nelayan di desa studi adalah membuat kerupuk ikan. Bahan baku utama untuk pembuatan kerupuk
ikan ini adalah tepung dan ikan. Semua bahan-bahan ini
senantiasa tersedia di lokasi studi dan dengan mudah diperoleh. Ikan sebagai bahan baku kerupuk ikan ini biasanya dapat berupa hasil tangkapan sampingan nelayan yang menggunakan alat tangkap bubu, gillnet, dan alat tangkapan lainnya. Harga ikan tersebut rata-rata Rp 2000/kg - Rp 3.500/kg. Ikan ini biasanya kurang laku untuk dipasarkan ke tauke
ikan. Agar ikan tersebut bernilai ekonomi, oleh sebagian
masyarakat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan kerupuk ikan, sehingga memiliki nilai tambah (vallue added). Disamping itu bahan baku kerupuk ikan ini, juga dapat menggunakan sotong dan udang yang ketersediaannya dapat dikatakan cukup banyak sepanjang tahun, tetapi jika menggunakan bahan baku ini harga jualnya menjadi lebih tinggi. LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
35
3. Ketersediaan Bahan Baku/Sumberdaya Alam untuk Usaha Ternak Itik dan Ayam Lokasi untuk ternak ayam kampung dan itik, masyarakat dapat memanfaatkan perkarangan rumahnya, yang selama ini sebahagian besar belum dimanfaatkan. Pemukiman masyarakat nelayan di lokasi ini sebagian besar terletak di pinggiran pantai sehingga tergenang air ketika air pasang naik. Pantainya pun berpasir tidak berlumpur, sementara daratannya berbukit dan berbatu. Kondisi ini diperkirakan merupakan lokasi yang baik untuk budidaya itik dan ayam kampung. Itik biasanya sangat senang berenang-renang di perairan tepi pantai yang berpasir, sekaligus memanfaatkan/memakan anak-anak ikan dan hewanhewan kecil pinggir pantai. Menurut Hardjosworo (2001) untuk memelihara Itik, tanah yang berbatu-batu keras lebih baik dibandingkan dengan tanah yang lunak dan berlumpur, sebab lebih higienis. Dia mengatakan bahwa setiap peternak takut bila ternaknya terserang penyakit, terlebih penyakit newcastle disease (ND) yang sering menyerang unggas. Sampai saat ini para ahli menganggap bahwa unggas air termasuk Itik resisten atau tidak peka terhadap penyakit tersebut. Secara umum ternak Itik diperkirakan dapat dilakukan di lokasi mana saja, bahkan di Belanda yang kita tahu negara tersebut berada lebih rendah dari permukaan laut. Menurut Murtidjo 1988, untuk meningkatkan mutu genetik itik lokal, pemerintah Indonesia pernah mendatangkan Itik Khaki Campbell dari Belanda dan inggris, dan Itik Pekin yang diimpor lewat Hongkong dan Singapura. Selanjutnya dia menyatakan bahwa di Indosesia, ternak itik merupakan salah satu ternak unggas yang cukup dikenal masyarakat. Begitu potensialnya ternak Itik bagi masyarakat pedesaan sehingga kehadirannya tersebar hampir merata di Indonesia. Di Sumatera meliputi daerah persawahan pantai Utara dan Timur Daerah Istimewa Aceh, daerah persawahan Simalungun Tapanuli Utara dan Selatan, sekeliling Danau Toba, sepanjang pantai Timur Sumatera Utara, daerah sekitar Bukit Tinggi, Padang Panjang, dan Payakumbuh, sekeliling Danau Singkarak dan Meninjau Sumatera Barat, daerah persawahan dan rawa-rawa Tembilahan dan Bengkalis Riau, daerah tranmigrasi di Lampung. Makanan untuk ternak Itik dan Ayam kampung cukup banyak tersedia di lokasi studi, disamping dapat memanfaatkan ikan-ikan runcah hasil tangkapan sampingan dan kelapa, juga dapat memanfaatkan makanan alami berupa ikan dan hewan-hewan kecil yang terdapat di pinggir pantai. LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
36
4. Ketersediaan Bahan Baku/Sumberdaya Alam untuk Usaha Kebun Usaha kebun yang diminati masyarakat tidak terlepas dari ketersediaan lahan yang terdapat di daerah ini. Lahan untuk usaha kebun tanaman tahunan dan sayuran masih memungkinkan, lahan yang tersedia masih cukup luas, hanya saja lahan tersebut dimiliki oleh beberapa orang saja. Ketersediaan bibit sangat tergantung pada daerah penghasil bibit sehingga sangat sulit untuk dikontrol. Kondisi tanah diperkirakan cukup subur untuk usaha kebun tanaman tahunan. Sementara untuk tanaman sayuran terkendala pada masalah ketersediaan air. C. Perioritas Pertimbangan Usaha Alternatif Berdasarkan Tenaga Kerja yang Tersedia Berdasarkan pertimbangan ketersediaan tenaga kerja untuk masing-masing usaha alternatif yang akan dikembangkan dapat pula disusun menurut prioritasnya Penentuan prioritas ini lebih ditentukan oleh waktu luang yang tersedia serta waktu dan keterampilan yang diperlukan untuk mengelola dari masing-masing usaha yang akan dikembangan. Berdasarkan informasi yang diperoleh, dapat diperkirakan usaha alternatif yang berpeluang untuk dikembangkan berdasarkan prioritas pertimbangan tenaga kerja yang tersedia adalah: usaha ternak ayam dan itik, serta usaha home industri kerupuk ikan diperkirakan menempati prioritas pertama dengan skor 4, kategori sangat baik, sedangkan budidaya ikan kerapu dalam keramba dan berdagang diperkirakan menempati prioritas kedua dengan skor 3, dengan kategori baik. Usaha berkebun (sayuran) diperkirakan menempati prioritas ketiga dengan skor 2, untuk kategori kurang baik (Tabel 15). Tabel 15. Prioritas Usaha Alternatif Berdasarkan Ketersediaan Tenaga Kerja di Lokasi Studi Pulau Abang Kecil Usaha Alternatif Usaha ternak itik Usaha ternak ayam Home industri Budidaya ikan kerapu Dagang (Kedai) Berkebun (sayuran)
Prioritas 1 1 1 2 2 3
Skor 4 4 4 3 3 2
Kategori Sangat baik Sangat baik Sangat baik Baik Baik Kurang baik
Sumber : Diolah dari Data Primer, 2005
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
37
1. Tenaga Kerja untuk Usaha Budidaya Perikanan Kegiatan usaha alternatif nelayan yang dilakukan dalam bentuk budidaya ikan kerapu dalam keramba tancap. Usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba tancap ini dapat memanfaatkan waktu luang nelayan, ketika tidak melaut atau menangkap ikan. Disamping itu, juga dapat memanfaatkan tenaga anggota keluarganya. Untuk usaha ini di lokasi studi, anak laki-laki yang telah berumur di atas 14 tahun dapat membantu orang tuanya, karena anak laki-laki yang berumur di atas 14 tahun di lokasi studi biasanya sudah dapat membantu orang tuanya, baik untuk ikut menangkap ikan di laut, maupun membantu pekerjaan lainnya semampunya. 2. Tenaga Kerja untuk Usaha Home Industri Kerupuk Ikan Usaha home industri (usaha kerupuk ikan dan kue) biasanya di daerah ini dilakukan oleh kaum ibu-ibu dan remaja putri dari keluarga nelayan. Mengingat para istri-istri nelayan di lokasi studi tidak ikut dalam kegiatan menangkap ikan di laut, jadi memiliki waktu luang yang cukup besar. Begitu juga dengan remaja putrinya juga sebagian besar belum memiliki aktivitas lain. Dengan demikian tenaga kerja yang tersedia untuk mengembangkan usaha ini di lokasi studi cukup besar. 3. Tenaga Kerja Untuk usaha Ternak Itik dan Ayam Selain faktor ketersediaan sumberdaya alam, juga tenaga kerja sangat penting dalam mengembangkan usaha yang akan dikembangkan. Usaha ternak itik dan ayam dapat dilakukan dengan memanfaatkan tenaga kerja keluarga yang produktif yang belum dimanfaatkan. Dengan kata lain dalam kegiatan ternak itik dan ayam dapat memanfaatkan waktu luang kepala keluarga (nelayan), ibu rumah tangga, dan juga anak-anak yang telah dapat membantu bekerja. Untuk ternak itik dan ayam ini di lokasi studi, anak-anak yang telah berusia 7 tahun ke atas telah dapat membantu orang tuanya. Dengan demikian tenaga kerja yang tersedia untuk usaha ini cukup besar. 4. Tenaga Kerja untuk Usaha Berdagang Tenaga kerja untuk berdagang cukup tersedia khususnya untuk ibu-ibu nelayan yang waktunya lebih banyak di rumah, serta dibantu oleh anak-anak sepulang dari sekolah. LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
38
5. Tenaga Kerja untuk Usaha Berkebun Usaha berkebun tanaman tahunan dan budidaya sayuran dapat dilakukan dengan memanfaatkan tenaga kerja keluarga yang produktif yang belum dimanfaatkan. Usaha ini diperkirakan dapat dilakukan sendiri oleh nelayan, namun untuk usaha budidaya sayuran ini disamping membutuhkan waktu ekstra, juga perlu pengalaman dan keuletan. Hal ini biasanya sangat sulit bagi nelayan. D. Prioritas Usaha Alternatif Berdasarkan Pertimbangan Peluang Pasar Berdasarkan pertimbangan peluang pasar yang didasarkan pada jangkauan pemasarannya, maka dapat disusun prioritas usaha alternatif yang memungkinkan untuk dikembangkan. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan diperkirakan usaha alternatif yang layak dikembangkan di lokasi studi adalah: Usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba dan usaha home industri kerupuk ikan diperkirakan menempati prioritas pertama dengan skor 4, kategori sangat baik. Sedangkan usaha berkebun dan usaha ternak diperkirakan menempati prioritas kedua, dengan skor 3, kategori baik. Kemudian usaha usaha berdagang diperkirakan menempati prioritas ketiga, dengan skor 2, kategori kurang baik. (Tabel 16). Tabel 16.
Prioritas Usaha Alternatif Berdasarkan Peluang Pasar di Lokasi Studi Pulau Abang
Usaha Alternatif Budidaya ikan Home industri kerupuk ikan Usaha ternak ayam Usaha ternak itik Berkebun (sayuran) Dagang (Kedai)
Prioritas 1 1 2 2 2 3
Skor 4 4 3 3 3 2
Kategori Sangat baik Sangat baik Baik Baik Baik Kurang baik
Sumber : Diolah dari Data Primer, 2005
1. Peluang Pasar Usaha Budidaya Ikan Kerapu Dalam era otonomi dan desentralisasi sekarang ini, daerah memiliki kebebasan dalam upaya meningkatkan perekonomian daerah. Upaya ini dilakukan dengan mengadakan kerjasama antar propinsi maupun dengan negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Salah satu komoditi yang dijadikan andalan LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
39
dalam meningkatkan perekonomian daerah dan masyarakat adalah komoditas perikanan. Ikan kerapu sunu merupakan ikan ekonomis penting, dan merupakan komoditi ekspor terutama untuk tujuan Singapura dan Hongkong. Harga ikan tersebut dapat puluhan sampai ratusan ribu rupiah. 2. Peluang Pasar Usaha Home Industri Kerupuk Ikan Usaha home industri berupa kue di pasarkan baru sebatas memenuhi kebutuhan masyarakat di lokasi studi. Sementara usaha pembuatan kerupuk ikan, selain memenuhi kebutuhan masyarakat lokal juga memenuhi permintaan pasar di tingkat kecamatan dan Kota Batam serta di ekspor ke luar daerah seperti ke Tanjung Pinang, Singapura dan Malaysia. Untuk kerupuk ikan yang bahan bakunya berasal dari ikan tenggiri dijual di tingkat konsumen lokal sebesar Rp 25.000 per kilogram, sedangkan untuk kerupuk ikan yang bahan bakunya berasal dari ikan karang (ikan yang kurang laku dijual dalam bentuk segar) dijual seharga Rp 20.000 per kilogram. Dilihat dari bentuk dan cita rasa bahwa kerupuk ikan yang dibuat masyarakat di lokasi studi dapat bersaing dengan jenis kerupuk ikan yang sama. 3. Peluang Pasar Produk Ternak Ayam dan Itik Berdasarkan informasi yang diperoleh masyarakat yang melakukan usaha ternak ternak itik dan ayam bahwa telur itik dan ayam mempunyai peluang pasar yang cukup baik, karena disamping dapat dipasarkan di pasar-pasar dalam wilayah Kelurahan Pulau Abang dan Kecamatan Galang, juga dapat menjangkau pasar Kota Batam dan Tanjung Pinang. Harga telur itik di tingkat produsen Rp 700 - Rp 850/butir, diperkirakan mencapai Rp 1500/butir setelah diasinkan. Sementara harga jual ayam dapat mencapai Rp.12.000,-/Kg. 4. Peluang Pasar Sayuran Menurut informasi yang diperoleh, sayur-sayuran dapat dipasarkan disekitar desa, pasar dalam Kecamatan Galang dan Kota Batam. Peluang pasar ini dapat dilihat dari penawaran sayuran di daerah sulit didapatkan. Terlebih-lebih ditingkat pasar di Kota Batam peluang sayuran sangat tinggi, mengingat sebagian besar sayuran di LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
40
pasaran Kota Batam berasal dari luar daerah Kota Batam, seperti dari propinsi tetangga, yakni Propinsi Riau dan Sumatera Utara. Tingkat produksi tanaman sayuran di daerah ini belum mampu memenuhi kebutuhan untuk masyarakat Kelurahan Pulau Abang sendiri. Langkah yang perlu dilakukan pemerintah yang bergerak di sektor pertanian adalah memberikan penyuluhan dalam menanam sayuran dalam upaya swasembada sayuran. E. Usaha Alternatif yang Layak Dikembangkan di Lokasi Studi Pulau Abang Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disusun usaha alternatif yang layak dikembangkan secara khusus di RW 1 Kelurahan Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam. Usaha yang layak dikembangkan didasarkan pada pertimbangan empat variabel constrain, yakni : minat masyarakat, ketersediaan bahan baku/ sumberdaya alam, ketersediaan tenaga kerja, dan peluang pasar. Posisi dari setiap usaha yang akan dikembangkan ditentukan oleh skor total dan skor rata-rata dari keempat variabel constrain yang diperoleh seperti tertera pada Tabel 13, 14, 15 dan 16. Usaha home industri kerupuk ikan diperkirakan menempati posisi pertama dengan skor total masing-masing 16 dan skor rata-rata masing-masing 4. Usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba diperkirakan menempati posisi kedua, dengan skor total masing-masing 15 dan skor rata-rata 3,75. Sedangkan usaha ternak ayam diperkirakan menempati posisi ke tiga dengan skor total masing-masing 14 dan skor rata-rata 3,50
dan ternak itik
diperkirakan menempati posisi ke empat dengan skor total 12. dan skor rata-rata 3,00. Sementara usaha berkebun dan berdagang diperkirakan berada pada posisi kelima dengan skor total masing-masing 9 dan skor rata-rata masing-masing 2,25. (Tabel 17). Berdasarkan skor total dan skor rata-rata yang diperoleh tersebut (Tabel 17) dapat ditentukan usaha alternatif yang layak dikembangkan, yakni usaha alternatif yang mempunyai skor total minimal 10 dan skor rata-rata minimal 2,5. Dengan demikian usaha alternatif yang layak dikembangkan di Pulau Abang Kecil atau RW 1 Kelurahan Pulau Abang berdasarkan pertimbangan : minat masyarakat; ketersediaan bahan baku; ketersediaan tenaga kerja; dan peluang pasar adalah: usaha home industri kerupuk ikan, usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba, dan usaha ternak ayam dan itik. Sedangkan usaha berkebun dan berdagang tidak layak untuk dikembangkan. LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
41
Tabel 17. Prioritas/Posisi Usaha Alternatif yang Layak Dikembangkan Berdasarkan Pertimbangan Teknis di Lokasi Studi Pulau Abang Usaha Alternatif Usaha Budidaya ikan Usaha home industri kerupuk ikan Usaha ternak ayam Usaha ternak itik Berkebun Berdagang
M 4 4 3 1 2 2
BB 4 4 4 4 2 2
Skor TK P 3 4 4 4 4 3 4 3 2 3 3 2
TS 15 16 14 12 9 9
RS 3,75 4,00 3,50 3,00 2,25 2,25
Posisi 2 1 3 4 5 5
Sumber : Hasil Olahan dari Data Primer, 2005 Keterangan : M BB TK P TS RS
: : : : : :
Minat Masyarakat Ketersediaan bahan baku/sumberdaya alam Ketersediaan tenaga kerja Peluang pasar Skor total Skor rata-rata
4.2.2. Lokasi Studi Pulau Petong Lokasi studi Pulau Petong berada di sebelah barat Pulau Abang, yang dapat ditempuh menggunakan pompong dengan memakan waktu kurang lebih 1,5 jam dari Pulau Abang sebagai ibu kota desa. Upaya pencarian usaha alternatif bagi masyarakat nelayan Pulau Petong umumnya perlu dilakukan mengingat semakin berkurangnya potensi sumberdaya perikanan. Sumberdaya perikanan yang selama ini menjadi sumber utama bagi pendapatan nelayan Pulau Petong dari waktu ke waktu semakin berkurang sebagai akibat eksploitasi yang dilakukan secara terus menerus, penggunaan alat tangkap yang merusak dan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu untuk mempertahankan bahkan untuk meningkatkan pendapatan nelayan tersebut perlu upaya penemuan usaha alternatif selain dari usaha penangkapan ikan. Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di lokasi studi Pulau Petong, ditemui beberapa usaha alternatif selain menangkap ikan yang telah dilakukan oleh masyarakat nelayan. Adapun usaha alternatif yang dimaksud adalah usaha ternak ayam kampung dan ternak itik air, home industri kerupuk ikan, home industri pengolahan ikan asin, dan berkedai. Rata-rata setiap keluarga memelihara ayam kampung, sedangkan usaha ternak itik baru dilakukan beberapa orang yang berada di RT 1 Kampung Barat dan RT 2 LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
42
Kampung Melayu, sedangkan home industri kerupuk ikan, home industri pengolahan ikan asin dan berkedai diperkirakan hanya dilakukan oleh beberapa orang saja. Hampir setiap keluarga di lokasi ini bermata pencaharian tetap sebagai nelayan, sisanya beberapa orang sebagai guru, pegawai, dan satu orang tenaga kesehatan. Disamping usaha alternatif tersebut hanya bersifat sambilan, kadang-kadang/sementara/tidak tetap, juga sebahagian besar masih bersifat subsisten dan belum berkembang. Namun masyarakat nelayan yang dijadikan responden menyatakan perlu adanya usaha alternatif selain usaha penangkapan ikan. Sebagian besar responden menyatakan usaha alternatif yang akan dikembangkan adalah hanya sebagai usaha sambilan selain usaha menangkap ikan. A. Pertimbangan Usaha Alternatif Berdasarkan Minat Masyarakat Pertimbangan pertama yang harus diketahui untuk memilih usaha alternatif yang akan di kembangkan adalah “minat/keinginan masyarakat”. Kriteria ini menjadi sangat penting, karena sebaik apapun usaha alternatif yang ingin dikembangkan oleh pihak luar, tanpa didukung oleh minat/keinginan masyarakat itu sendiri, maka usaha tersebut tidak akan berkembang dan berkelanjutan. Selanjutnya dari usaha alternatif yang dipilih berdasarkan minat/keinginan masyarakat tersebut, kemudian dianalisis lebih lanjut dengan mempertimbangkan faktor ketersedian bahan baku/sumberdaya alam, ketersediaan tenaga kerja dan peluang pasar. Berdasarkan wawancara dengan menggunakan kuisioner dan wawancara mendalam di lokasi studi, diperkirakan usaha alternatif yang berpeluang untuk dikembangkan berdasarkan minat/keinginan masyarakat, adalah mencakup: usaha ternak ayam dan ternak itik, usaha home industri pembuatan kerupuk ikan, pengolahan ikan asin dan bertanam sayuran. Dari jenis-jenis usaha alternatif yang akan dikembangkan tersebut, dapat disusun prioritasnya. Usaha home industri pembuatan kerupuk ikan dan pengolahan ikan asin diperkirakan menempati prioritas pertama dengan skor 4, kategori sangat baik (sangat diminati). Selanjutnya usaha ternak itik dan ayam diperkirakan menempati prioritas ke dua dengan skor 3, kategori baik. Kemudian baru diikuti oleh usaha bertanam sayuran diperkirakan menempati prioritas ketiga dengan skor 1, kategori sangat kurang baik (Tabel 18).
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
43
Tabel 18. Prioritas Usaha Alternatif Berdasarkan Minat/KeinginanMasyarakat di Lokasi Studi Pulau Petong Usaha Alternatif Pembuatan kerupuk ikan Pengolahan ikan asin Ternak ayam Ternak itik Bertanam sayuran
Prioritas 1 1 2 2 3
Skor 4 4 3 3 1
Kategori Sangat baik Sangat baik Baik Baik Sangat Kurang Baik
Sumber : Diolah dari Data Primer, 2005
1. Minat Masyarakat Terhadap Usaha Kerupuk Ikan Usaha pembuatan kerupuk ikan di daerah ini belum ada yang melakukannya, namun setelah ada kegiatan pendampingan diminati kaum ibu-ibu dan remaja putir yang tergabung dalam beberapa kelompok masyarakat Alasan mereka memilih usaha kerupuk ikan adalah faktor harga dan bahan baku, lebih tahan lama serta jangkauan pemasarannya lebih jauh dapat sampai Tanjung Pinang, Kota Batam dan Singapura. 2. Minat Masyarakat Terhadap Usaha Pengolahan Ikan Asin Minat masyarakat Pulau Petong timbul setelah mereka mengikuti penyuluhan dari tenaga pendamping. Disamping itu faktor bahan baku yang tersedia di daerah ini cukup banyak. Selama ini masyarakat kurang bergairah menangkap jenis-jenis ikan yang bernilai ekonomis rendah. Ikan- ikan tersebut hanya dapat dijual dengan harga Rp. 2000 per kilogram. 3. Minat Masyarakat Terhadap Usaha Ternak Ayam dan Ternak Itik Usaha ternak ayam memungkinkan dikembangkan di Pulau Petong, karena disamping bahan makanannya senantiasa tersedia yakni ikan-ikan sampingan dari hasil tangkapan jaring, bubu, dan kelapa yang banyak terdapat di daerah ini, juga pemeliharaannya mudah, tidak mudah diserang penyakit dan pasarannya diperkirakan juga cukup baik. Untuk ternak ayam skala rumah tangga dan bersifat subsisten ini sudah berkembang di daerah ini. Begitu juga dengan ternak itik di daerah ini diminati sebagian nelayan, karena bahan makanan tidak jauh berbeda dengan ayam, permasalahannya mereka belum punya pengalaman untuk ternak itik dan pangsa pasar belum jelas. LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
44
4. Minat Masyarakat Terhadap Bertanam Sayuran Minat masyarakat Pulau Petong untuk bertanam sayur diperkirakan sangat kecil. Minat masyarakat tersebut terutama terdapat di Kampung Melayu. Hal ini didukung dengan ketersediaan lahan yang ada di sekitar rumah masyarakat yang belum dikelola untuk mendatangkan hasil. Bertanam sayur yang diinginkan masyarakat seperti bertanam sayur singkong, kacang panjang, dan lain sebagainya. B. Pertimbangan Usaha Alternatif Baku/Sumberdaya Alam
Berdasarkan
Ketersediaan
Bahan
Ketersediaan bahan baku/sumberdaya alam merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan dalam upaya mengembangkan suatu usaha alternatif nelayan. Faktor ini tidak hanya dapat menentukan tingkat keuntungan usaha, bahkan dapat menentukan keberlangsungan (sustainable) dan pengembangan berikutnya suatu usaha alternatif nelayan. Ketersediaan bahan baku/sumberdaya alam yang dikaji dalam kajian ini adalah ketersediaan bahan baku/sumberdaya alam yang berkaitan dengan masing-masing usaha alternatif yang telah disusun berdasarkan minat masyarakat untuk dikembangkan. Berdasarkan wawancara
mendalam dan observasi langsung di lokasi studi Pulau
Petong, dapat diperkirakan usaha alternatif yang berpeluang untuk dikembangkan berdasarkan prioritas pertimbangan ketersediaan bahan baku/sumberdaya alam, adalah: usaha pembuatan kerupuk ikan, pegolahan ikan asin, diperkirakan merupakan prioritas pertama, dengan skor 4, kategori sangat baik. Sedangkan usaha ternak ayam dan ternak itik, diperkirakan menempati urutan kedua, dengan skor 3 kategori baik dan bertanam sayuran diperkirakan menempati urutan ketiga, dengan skor 2 kategori kurang baik (Tabel 19).
Tabel 19. Prioritas Usaha Alternatif Berdasarkan Ketersediaan Bahan Baku dan Sumberdaya Alam di Lokasi Studi Pulau Petong Usaha Alternatif Pembuatan kerupuk ikan Pengolahan ikan asin Ternak ayam Ternak itik Bertanam sayuran
Prioritas 1 1 2 2 2
Skor 4 4 3 3 2
Kategori Sangat baik Sangat baik Baik Baik Kurang Baik
Sumber : Hasil Olahan dari Data Primer, 2005 LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
45
1. Ketersediaan Bahan Baku untuk Usaha Home Industri Kerupuk Ikan dan Pengolahan Ikan Asin Usaha home industri yang utama diusulkan oleh ibu rumah tangga nelayan di lokasi studi adalah membuat kerupuk ikan dan pengolahan ikan asin. Bahan baku utama untuk pembuatan kerupuk ikan adalah tepung, dan ikan- ikan yang bernilai ekonomis rendah dan ikan rucah. Begitu juga untuk pengolahan ikan asin, dapat memanfaatkan berasal dari hasil tangkapan yang bernilai ekonomis rendah. Semua bahan-bahan ini senantiasa tersedia di lokasi studi dan dengan mudah diperoleh. Ikan runcah dan ikan yang bernilai ekonomis rendah tersebut adalah merupakan hasil tangkapan sampingan dari masing-masing alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan. Harga ikan runcah ini relatif cukup murah, yaitu rata-rata Rp. 1.000/kg - Rp. 1.500/kg, jika ikan jenis ini diolah dijadikan kerupuk ikan akan menaikkan nilainya, karena ada nilai tambah dari proses pembuatan kerupuk ikan tersebut. Begitu juga dengan ikan hasil tangkapan yang bernilai ekonomis rendah tersebut juga harganya hanya sekitar Rp. 3000,-/Kg, itupun kadang-kadang tidak laku dijual, jika dijadikan ikan asin atau bahan kerupuk ikan disamping akan memberikan nilai tambah, juga akan memperluas jangkauan pemasarannya. 2. Ketersediaan Bahan Baku/Sumberdaya Alam untuk Usaha Ternak Ayam dan Ternak Itik Usaha ternak yang diminati oleh masyarakat nelayan lokasi studi adalah ternak ayam dan ternak itik. Untuk ternak ayam dan itik, masyarakat dapat memanfaatkan perkarangan rumahnya, yang selama ini sebahagian besar belum dimanfaatkan. Daerah pemukiman masyarakat nelayan desa studi sebagian besar terletak di pinggiran pantai, bahkan ada juga yang mendirikan rumahnya di atas pantai sehingga tergenang air ketika air pasang naik. Kondisi ini merupakan lokasi yang paling baik untuk budidaya ayam dan itik. Khusus bagi ternak itik karena itik sangat senang berenang-renang di perairan tepi pantai, sekaligus memanfaatkan/memakan anak-anak ikan dan hewan-hewan kecil pantai lainnya. Ternak ayam sudah berkembang cukup baik di daerah ini dan sebagian besar nelayan minat terhadap ternak ini. Sedangkan ternak itik yang dipelihara oleh beberapa keluarga, diperkirakan cukup baik perkembangannya, walaupun belum dikelola secara baik. LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
46
Makanan untuk ternak ayam dan itik cukup banyak tersedia di lokasi studi, disamping dapat memanfaatkan ikan-ikan runcah hasil tangkapan sampingan, juga dapat memanfaatkan kelapa yang juga cukup banyak tersedia di sekitar pemukiman penduduk. Disamping itu seperti telah dijelaskan sebelumnya, karena sebahagian besar rumah nelayan dibangun di pinggiran pantai, maka itik tersebut dapat supplay makanan dari lingkungan sekitarnya, yang berupa anak-anak ikan dan hewan-hewan kecil yang hidup di pantai. Bibit ayam dapat dengan mudah diperoleh di Pulau Petong dan sekitarnya. Sementara ketersediaan bibit itik di lokasi ini terbatas, sehingga perlu mendatangkannya dari luar Pulau Petong. 3. Ketersediaan Bahan Baku/Sumberdaya Alam untuk Bertanam Sayuran Usaha bertanam sayur sudah ada yang melakukan, tapi hanya sebatas untuk kebutuhan keluarga sendiri. Potensi lahan dan tanah yang dapat dikembangkan menjadi usaha bertanam sayuran dalam wilayah Pulau Petong umumnya dan Kampung Melayu khususnya sangat tersedia. Potensi lahan dan tanah ini berada di sekitar pemukiman (rumah) masyarakat pada topografi tanah datar maupun bukit. Tekstur tanah di daerah ini tergolong tanah hitam yang baik untuk bertanam sayur. C. Pertimbangan Usaha Alternatif Berdasarkan Tenaga Kerja yang Tersedia Berdasarkan pertimbangan ketersedian tenaga kerja dapat pula disusun menurut prioritasnya. Penentuan prioritas ini lebih ditentukan oleh waktu luang yang tersedia serta waktu dan ketrampilan yang diperlukan untuk mengelola dari masing-masing usaha yang akan dikembangan. Berdasarkan informasi yang diperoleh, dapat diketahui usaha alternatif yang berpeluang untuk dikembangkan berdasarkan prioritas pertimbangan tenaga kerja yang tersedia adalah: usaha ternak ayam, ternak itik dan pembuatan kerupuk ikan diperkirakan menempati prioritas pertama dengan skor 4, kategori sangat baik. Selanjutnya usaha pengolahan ikan asin diperkirakan menempati prioritas kedua dengan skor 3, dengan kategori baik. Sedangkan usaha
bertanam sayuran diperkirakan menempati prioritas
ketiga dengan skor 2, dengan kategori kurang baik (Tabel 20).
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
47
Tabel 20. Prioritas Usaha Alternatif Berdasarkan Ketersediaan Tenaga Kerja di Lokasi Studi Pulau Petong Usaha Alternatif Pembuatan kerupuk ikan Ternak itik Ternak ayam Pengolahan ikan Asin Bertanam sayuran
Prioritas 1 1 1 2 3
Skor 4 4 4 3 2
Kategori Sangat baik Sangat baik Sangat Baik Baik Kurang Baik
Sumber : Hasil Olahan dari Data Primer, 2005
1. Tenaga Kerja untuk Pembuatan Kerupuk Ikan dan Pengolahan Ikan Asin Usaha home industri yang utama akan dikembangkan di lokasi studi adalah pembuatan kerupuk ikan dan pengolahan ikan asin. Untuk usaha ini diperkirakan dapat memanfaatkan tenaga kerja yang produktif dari ibu rumah tangga nelayan dan remaja putri. Untuk usaha pembuatan kerupuk ikan lebih senang dibandingkan dengan pengolahan ikan asin. 2. Tenaga Kerja Usaha Ternak Ayam dan Itik Usaha ternak ayam dan itik diperkirakan dapat dilakukan dengan memanfaatkan tenaga kerja keluarga yang produktif yang belum dimanfaatkan. Dengan kata lain dalam kegiatan ternak ayam dan itik dapat memanfaatkan waktu luang kepala keluarga (nelayan), ibu rumah tangga dan juga anak-anak yang telah dapat membantu bekerja. Di lokasi ini umumnya anak-anak yang telah berusia 7 tahun ke atas telah dapat membantu orang tuanya untuk beternak ayam dan itik. Dengan demikian tenaga kerja yang tersedia untuk usaha ini cukup banyak tersedia. 3. Tenaga Kerja Untuk Usaha Bertanam Sayuran Usaha berkebun tanaman tahunan dan budidaya sayuran diperkirakan dapat dilakukan dengan memanfaatkan tenaga kerja keluarga yang produktif yang belum dimanfaatkan. Usaha ini diperkirakan dapat dilakukan sendiri oleh nelayan, namun untuk usaha budidaya sayuran ini disamping membutuhkan waktu ekstra, juga perlu pengalaman dan keuletan. Hal ini biasanya sangat sulit bagi nelayan. Harapan masyarakat terhadap pemerintah adalah adanya bantuan dan pelatihan/penyusuluhan di dalam memanfaatkan lahan dan perkarangan di lingkungan masyarakat di kampung ini. LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
48
D. Pertimbangan Usaha Alternatif Berdasarkan Peluang Pasar Berdasarkan pertimbangan peluang pasar yang didasarkan pada jangkauan pemasarannya, maka dapat disusun prioritas usaha alternatif yang memungkinkan untuk dikembangkan. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan usaha alternatif yang layak dikembangkan di lokasi studi adalah: usaha pembuatan kerupuk ikan diperkirakan menempati prioritas pertama, dengan skor 4, kategori sangat baik. Sedangkan usaha ternak ayam, ternak itik, pengolahan ikan asin, dan usaha bertanam sayuran diperkirakan menempati prioritas kedua, dengan skor 3 kategori baik (Tabel 21). Tabel 21. Prioritas Usaha Alternatif Berdasarkan Peluang Pasar Pulau Petong Usaha Alternatif Pembuatan kerupuk ikan Ternak itik Ternak ayam Pengolahan ikan asin Bertanam sayuran
Prioritas 1 2 2 2 2
Skor 4 3 3 3 3
di Lokasi Studi
Kategori Sangat baik Baik Baik Baik Baik
Sumber : Hasil Olahan dari Data Primer, 2005
1. Peluang Pasar Usaha Home Industri Kerupuk Ikan Kerupuk ikan jika dikemas dengan baik, disamping dapat tahan lama, yang diperkirakan tahan 3 - 4 bulan, juga jangkauan pemasarannya dapat lebih luas yakni disamping dapat dipasarkan dalam Kecamatan Galang juga dapat menjangkau Kota Batam, Tanjung Pinang dan bahkan lebih luas lagi, misalnya dapat dipasarkan ke Malaysia dan Singapura. Hal ini didukung dengan lancarnya aksessibilitas Pulau Petong ke daerah-daerah lainnya. Untuk ikan asin ini menurut masyarakat digemari oleh masyarakat tempatan, bahkan banyak permintaan pedagang yang berasal dari Tanjung Balai Karimun, Tanjung Pinang, dan Kota Batam sendiri. Alasan mereka bahwa ikan asin dari Pulau Abang dan sekitarnya memiliki khas tersendiri dibandingkan dengan ikan asin yang lainnya. 2. Peluang Pasar Ayam dan Itik Menurut informasi yang diperoleh diperkirakan ayam dan telur itik mempunyai peluang pasar yang cukup baik, karena disamping dapat dipasarkan di pasar-pasar dalam wilayah Kecamatan Galang seperti Pulau Petong, Pulau Abang dan Pulau Galang, juga LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
49
dapat menjangkau pasar Kota Batam, bahkan memungkinkan lebih luas lagi. Harga telur itik di tingkat produsen Rp. 700/butir, diperkirakan mencapai Rp. 1000/butir setelah diasinkan. Sedangkan harga telur ayam kampung mencapai Rp. 750 per butir. 3. Peluang Pasar Bertanam Sayuran Usaha bertanam sayuran yang dilakukan masyarakat baru sebatas untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan saudaranya. Kalau pun di jual hanya sebatas di Pulau Petong ini. Peluang pasar sayuran ini, menurut masyarakat yang melakukan usaha ini dapat di jual ke pulau-pulau yang ada dalam kawasan Kelurahan Pulau Abang. Alasan mereka adalah sebagian besar kebutuhan konsumsi masyarakat di kelurahan ini sebagian besar didatangkan dari Pulau Halang, Batam dan bahkan dari Tanjung Pinang. E. Usaha
Alternatif
Selain
Usaha
Perikanan
Tangkap
yang
Layak
Dikembangkan di Lokasi Studi Pulau Petong Dari uraian di atas dapat disusun usaha alternatif yang layak dikembangkan di Pulau Petong didasarkan pada pertimbangan empat variabel teknis: minat masyarakat, ketersediaan bahan baku/sumberdaya alam, ketersediaan tenaga kerja, dan peluang pasar. Posisi dari setiap usaha yang akan dikembangkan ditentukan oleh skor total dan skor rata-rata dari keempat variabel constrain yang diperoleh seperti tertera pada Tabel 18, 19, 20 dan 21. Usaha kerupuk ikan diperkirakan menempati posisi pertama dengan skor total 16 dan skor rata-rata masing-masing 4,00. Usaha pengolahan ikan asin diperkirakan menempati posisi kedua, dengan skor total 14 dan skor rata-rata 3,50. Selanjutnya usaha ternak itik dan ayam diperkirakan menempati posisi ke tiga dengan skor total masing-masing 13 dan skor rata-rata masing-masing 3,25, kemudian usaha bertanam sayuran diperkirakan menempati posisi ke empat dengan skor total 9 dan skor rata-rata 2,25 (Tabel 22). Dari total skor dan skor rata-rata yang diperoleh tersebut (Tabel 22) dapat ditentukan usaha alternatif yang layak dikembangkan, yakni usaha alternatif yang mempunyai skor total minimal 10 dan skor rata-rata minimal 2,5. Dengan demikian usaha alternatif yang layak dikembangkan di lokasi studi Pulau Petong berdasarkan pertimbangan: minat masyarakat; ketersediaan bahan baku; ketersediaan tenaga kerja; dan peluang pasar adalah: usaha kerupuk ikan, pengolahan ikan asin, ternak ayam dan ternak itik. LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
50
Tabel 22. Prioritas/Posisi Usaha Alternatif yang Layak Dikembangkan Berdasarkan Pertimbangan Teknis, di Lokasi Studi Pulau Petong Usaha alternatif Usaha home indusutri kerupuk ikan Usaha home indusutri ikan asin Ternak ayam Ternak itik Bertanam sayuran
M 4 4 3 3 1
BB 4 4 3 3 2
TK 4 3 4 4 2
Skor P 4 3 3 3 3
TS 16 14 13 13 8
RS 4,00 3,50 3,25 3,25 2,00
Posisi 1 2 3 3 4
Sumber : Hasil Olahan dari Data Primer, 2005 Keterangan : M BB TK P TS RS
: : : : : :
Minat Masyarakat Ketersediaan bahan baku/sumberdaya alam Ketersediaan tenaga kerja Peluang pasar Skor total Skor rata-rata
4.3. Pengembangan Usaha Alternatif Berdasarkan Pertimbangan Kelayakan Finansial
Berdasarkan pertimbangan teknis usaha yang layak dikembangkan di Kelurahan Pulau Abang adalah: usaha budidaya ikan, usaha ternak, dan usaha home industri. Sebelum usaha-usaha ini dikembangkan perlu pula dilakukan analisa usaha dan kelayakan finansialnya dari masing-masing usaha tersebut. Hal ini untuk mengetahui apakah usaha alternatif yang layak dikembangkan berdasarkan pertimbangan variabel teknis tersebut menguntungkan dan layak secara finansial. Untuk itu perlu dilakukan penghitungan keuntungan dan analisis finansial dari masing-masing usaha alternatif tersebut.
4.3.1. Analisa Kelayakan Finansial Usaha Ternak Itik Dalam pembahasan analisa usaha dan kelayakan finansial usaha ternak di daerah ini ditekankan pada usaha ternak itik. Apakah usaha ternak itik ini menguntungkan dan layak untuk dikembangkan perlu diketahui komponen-komponen investasi awal, pembiayaan dan penerimaannya serta kriteria investasinya. Komponen tersebut akan menggambarkan kebutuhanan modal usaha, keuntungan dan kelayakan finansial usahanya (Tabel 23).
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
51
A. Kebutuhan Modal Usaha Ternak Itik di Kelurahan Pulau Abang Usaha ternak itik sudah dilakukan oleh masyarakat nelayan di kelurahan ini, namun disamping diperkirakan masih baru diusahakan oleh sebagian kecil masyarakat, subsisten, juga diperkirakan masih sangat sedikit jumlahnya. Sebagai gambaran usaha ternak itik itu sebanyak 100 ekor, diperkirakan membutuhkan modal tetap sebesar Rp. 2.430.000,- digunakan untuk pembuatan kandang dan peralatan, pengadaan induk itik dan penjantan. Disamping itu juga diperlukan modal kerja sebesar Rp. 980.000,- untuk biaya operasional yang meliputi biaya untuk pakan, obatan-obatan dan biaya lainnya. Sedangkan biaya tenaga kerja tidak dihitung dalam modal usaha, karena pertimbangan tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja keluarga dan bersifat sambilan. Dengan demikian untuk usaha ternak itik sebanyak 100 ekor tersebut dibutuhkan investasi atau modal usaha sebesar Rp. 3.410.000,-. B. Keuntungan Usaha Ternak Itik di Kelurahan Pulau Abang Keuntungan usaha diperoleh dari total penerimaan atau pendapatan kotor dikurangi dengan total biaya. Penerimaan dari usaha ternak itik, disamping diperoleh dari telurnya, juga dari hasil penjualan itik afkiran. Rata-rata tingkat produksi telur itik ini diperkirakan sebesar 78 % dari jumlah itik yang dipelihara. Jumlah itik dipelihara sebanyak 100 ekor, dan angka kematian selama produksi 12 bulan diperkirakan sebesar 5 %, sehingga jumlah yang akan menghasilkan telur hanya sebanyak 95 ekor, dan produksi telurnya adalah 78 % x 95 = 74 butir/hari. Harga jual itik apkir di daerah ini diperkirakan sebesar Rp. 9.000 per ekor. Itik ini diperkirakan tidak berproduksi lagi setelah berumur sekitar 2,5 tahun. Dari angka-angka perkiraan di atas, maka dapat dihitung penerimaan dari usaha ternak itik ini, yakni sebesar Rp. 19.141.200,-, dimana Rp. 18.673.200,-, dari penjualan telurnya dan sebesar Rp. 468.000,- dari penjualan induk dan penjantan yang sudah apkir. Sedangkan total biaya operasional adalah sebesar Rp. 12.707.135,-, dimana Rp. 947.135 biaya tetap dan sebesar Rp. 11.760.000,- biaya tidak tetap atau biaya variabel. Dengan demikian keuntungan usaha ternak itik tersebut adalah sebesar Rp. 6.434.065 ,per tahun.
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
52
3. Kelayakan Finansial Usaha Ternak Itik di Kelurahan Pulau Abang Untuk melihat apakah usaha ini layak dikembangkan, maka digunakan kriteria investasi sedehana yakni: Benefir Cost of Ratio/Return Cost of Ratio, Return Of Invesment (ROI), dan Payback Period of Capital. (PPC). Dari hasil penghitungan kriteria di atas diperoleh nilai BCR sebesar 1,51; ROI sebesar 188,68 % dan PPC sebesar 0,53 tahun., atau 6 bulan 11 hari. Angka-angka ini menggambarkan bahwa ternak Itik di Kelurahan Pulau Abang secara finansial layak untuk dikembangkan (Tabel 23). Tabel 23. Analisa Usaha dan Kelayakan Finansial Usaha Ternak Itik di Kelurahan Pulau Abang (selama setahun) A.
B.
Modal Tetap o Kandang dan peralatan (3 tahun) o Induk Itik 100 ekor @ Rp. 13.000,o Pejantan 10 ekor @ Rp. 13.000,Total Modal Tetap Modal Kerja o Pakan (0,15 kg x 100 x Rp. 2000,-x 30 hari ) o Obatan & vaksin (Rp. 30.000,- x 1 bln) o Lain-lain diperkiraan Total Modal Kerja
Rp. Rp. Rp.
Rp. Rp. Rp.
1.000.000,1.300.000,130.000,-
D.
Biaya Tetap o Penyusutan kandang dan peralatan o Bunga modal (18 %) Total Biaya Tetap Biaya Tidak Tetap o Pakan (0,15 kg x 100 x Rp.2000,-x 360 hari) o Obatan dan vaksin (Rp.30.000,-x 12 bl) o Lain-lain selama 1 tahun Total Biaya Tidak Tetap
Rp. Rp.
Rp. Rp. Rp.
2.430.000,-
Rp. Rp.
980.000,3.410.000,-
Rp.
947.135,-
Rp.
11.760.000,-
900.000,30.000,50.000,-
Total Modal Usaha (A + B) C
Rp.
333.335,613.800,-
10.800.000,460.000,500.000,-
Total Biaya (C + D) E.
F. G.
Penerimaan o Telur (0,78 x 95 ek x 360 x Rp.700,o Itik afkiran diperkirakan per-tahun Total Penerimaan Keuntungan Usaha (E-D-C) Kelayakan Usaha o BCR = 1,51 o ROI = 188,68 % o PPC = 0,53 tahun
12.707.135,Rp. Rp.
18.637.200,468.000,Rp. Rp.
19.141.200,6.434.065,-
Sumber : Analisa Data LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
53
4.3.2. Analisa Kelayakan Finansial Usaha Ternak Ayam di Kelurahan Pulau Abang Untuk melihat apakah usaha ternak ayam menguntungkan dan layak untuk dikembangkan di Kelurahan Pulau Abang ini, perlu diketahui komponen-komponen pembiayaan dan penerimaannya serta kriteria investasinya. Komponen tersebut akan menggambarkan kebutuhanan modal usaha, kuntungan dan kelayakan finansial usahanya (Tabel 24). A. Kebutuhan Modal Usaha Ternak Ayam di Kelurahan Pulau Abang Untuk pemeliharaan ayam sebanyak 100 ekor, diperkirakan membutuhkan investasi atau modal usaha sebesar Rp. 2.460.000,- dalam bentuk modal tetap dan modal kerja (operasi). Modal tetap diperlukan diperkirakan sebesar Rp. 1.500.000,- digunakan untuk pembuatan kandang dan pengadaan peralatan. Sedangkan modal kerja dibutuhkan diperkirakan sebesar Rp. 960.000,- digunakan untuk biaya operasi selama lebih kurang 2 bulan, yakni untuk membeli anak ayam dan pakan (tidak termasuk upah tenaga kerja karena tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja keluarga dan sifatnya sambilan). B. Keuntungan Usaha Ternak Ayam di Kelurahan Pulau Abang Keuntungan usaha diperoleh dari total penerimaan atau pendapatan kotor dikurangi dengan total biaya. Penerimaan dari usaha ternak ayam ini adalah dari penjualan ayam tersebut setelah dipelihara selama 2 bulan. Dengan rata-rata tingkat kematian ayam selama operasi diperkirakan sebesar 15 % dan rata-rata berat per ekor diperkirakan 2 kg serta harga jual ayam potong di daerah ini sebesar Rp. 12.000,-/kg, maka diperoleh penerimaan sebesar Rp. 2.040.000,-. Sedangkan total biaya adalah sebesar Rp. 1.148.560,-. Dengan demikian keuntungan usaha dari ternak ayam ini adalah sebesar Rp. 891.440,untuk satu kali operasi, di luar upah tenaga kerja. C. Kelayakan Finansial Usaha Ternak Ayam di Kelurahan Pulau Abang Untuk melihat apakah usaha ini layak atau tidak dikembangkan, maka digunakan kriteria investasi sedehana yakni: Benefir Cost of Ratio (BCR), Return Of Invesment (ROI), dan Payback Period of Capital (PPC). Hasil penghitungan diperoleh BCR sebesar 1,78; ROI sebesar 36,24 % untuk waktu satu kali operasi (2 bulan) atau jika diperkirakan dalam satu LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
54
tahun dengan lima kali operasi menjadi 181,20 % per tahun; dan PPC sebesar 2,8 kali operasi atau selama 5 bulan 18 hari. Angka-angka ini menggambarkan bahwa usaha ini secara finansial sangat layak untuk dikembangkan. Tabel 24. Analisa Usaha dan Kelayakan Finansial Usaha Ternak Ayam di Kelurahan Pulau Abang (100 ekor/panen selama 2 bulan), 5 kali Operasi/tahun A.
B.
Modal Tetap o Kandang dan peralatan (diperkirakan tahan Rp. 3 tahun) o Peralatan (tpt minum/makan,kompor, kuali, Rp. dll) diperkirakan tahan 3 tahun Total Modal Tetap Modal Kerja o Anak Ayam 100 @Rp.4500,Rp. o Pakan 311, 10 kg @ Rp.4000,Rp. o Ikan rucah 170 Kg @ Rp.1000,Rp. o Dedak 170 kg @ Rp.1000,Rp. o Obatan dan vaksin Rp. o Lain-lain Rp. Total Modal Kerja
1.000.000,500.000,-
D.
Biaya Tetap o Penyusutan kandang dan peralatan o Bunga modal (18 %) Total Biaya Tetap Biaya Tidak Tetap o Anak Ayam 100 @Rp.4500,o Pakan 311, 10 kg @ Rp.4000,o Ikan rucah 170 Kg @ Rp.600,o Dedak 170 kg @ Rp.1000,o Obatan & vaksin o Lain-lain Total Biaya Tidak Tetap
1.500.000,-
Rp.
960.000,-
450.000,40.000,170.000,170.000,30.000,100.000,-
Total Modal Usaha (A + B) C
Rp.
Rp. Rp. Rp.
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
100.000,88.560,Rp.
188.560,-
Rp.
960.000,-
450.000,40.000,170.000,170.000,30.000,100.000,-
Total Biaya (C + D) E.
F. G.
Penerimaan o 85% x 100 ekr x 2 kg x Rp. 12.000,Total Penerimaan Keuntungan Usaha (E-D-C) Kelayakan Usaha o BCR = 1,78 o ROI = 36,24 % untuk 1 kali operasi o PPC = 2,8 kali operasi (5,6 bulan)
2.460.000,-
1.148.560,Rp.
2.040.000,Rp. Rp.
2.040.000,891.440,-
Sumber : Analisa Data
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
55
4.3.3. Analisa Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba di Kelurahan Pulau Abang Untuk melihat apakah usaha budidaya ikan kerapu menguntungkan dan layak untuk dikembangkan perlu diketahui komponen-komponen investasi awal, pembiayaan dan penerimaannya serta kriteria investasinya. Komponen tersebut akan menggambarkan kebutuhanan modal usaha, tingkat keuntungan dan kelayakan finansial usaha. (Tabel 25). A. Kebutuhan Modal Usaha Budidaya Ikan Kerapu Untuk usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba tancap sebanyak 2 unit ukuran (3 x 3 x 3) m diperkirakan membutuhkan modal tetap sebesar Rp. 7.080.000,- digunakan terutama untuk pembuatan keramba dan rumah jaga. Disamping itu juga diperlukan modal kerja sebesar Rp. 6.156.000,- untuk
biaya operasional yang meliputi biaya untuk
pengadaan bibit, pakan dan lainnya. Dengan demikian untuk usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba tancap sebanyak 2 unit ukuran (3 x 3 x 3) m atau luas total 54 m3 diperkirakan membutuhkan investasi atau modal usaha sebesar Rp. 13. 236.000,-. B. Keuntungan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Keuntungan usaha diperoleh dari total penerimaan atau pendapatan kotor dikurangi dengan total biaya. Penerimaan usaha budidaya ikan kerapu ini diperoleh dari jumlah produksi yang dihasilkan dikalikan dengan harga jual ikan tersebut. Diperkirakan setelah dipelihara selama 8 bulan berat rata-rata ikan kerapu mencapai 1 kg/ekor. Dengan diperkirakan tingkat kematian selama pemeliharaan sebesar 30 %, maka produksi yang dihasilkan diperkirakan sebesar 226,8 kg. Selanjutnya dengan memperkirakan harga jual Rp. 90.000,-/kg, maka total penerimaan sebesar Rp. 20.412.000,-. Sedangkan total biaya operasional adalah sebesar Rp. 10.410.340,Dengan demikian keuntungan usaha budidaya Ikan kerapu tersebut adalah sebesar Rp. 10.001.660,- per periode produksi. C. Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Ikan Kerapu Untuk melihat apakah usaha ini layak dikembangkan, maka digunakan kriteria investasi sedehana yakni: Return Cost of Ratio (BCR), Return Of Invesment (ROI), dan Payback of Capital (PPC). Dari hasil penghitungan kriteria di atas diperoleh nilai BCR LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
56
sebesar 1,96 ROI sebesar 75,56 % dan PPC sebesar 1,3 kali periode produksi atau selama 10 bulan 12 hari. Berdasarkan angka-angka ini, menggambarkan usaha budidaya ikan kerapu di dalam keramba tancap cukup layak untuk dikembangkan di kelurahan ini. Tabel 25. Perkiraan Analisa Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Ikan Kerapu di Kelurahan Pulau Abang 2 Unit ukuran (3 x 3 x 3) m, (satu periode atau selama 8 bulan) A.
B.
Modal Tetap o Jaring 60 kg, @ Rp. 30.000,o Kayu pagar diperikakan 1000 btg @ Rp.2000,o Tali pengikat 40 kg, @ Rp.3000 o Paku 20 kg @ 8.000 o Pembuatan rumah jaga Total Modal Tetap Modal Kerja o Bibit berat 200 gram 324 kg, @ Rp.100.000,o Ikan runcah 1.944 kg, @ Rp. 1500,Total Modal Kerja
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
Rp. Rp.
1.800.000,2.000.000,120.000,160.000,3.000.000,-
D.
Biaya Tetap o Penyusutan keramba (u.e 5 kali produksi) o Penyusutan Rumah Jaga (u.e 5 kali produksi) o Perawatan diperkirakan o Bunga modal (18 %) Total Biaya Tetap Biaya Tidak Tetap o Bibit berat 200 gram 324 kg @ Rp.100.000,o Ikan runcah, 1.581 kg @ Rp. 1500 Total Biaya Tidak Tetap
Rp. Rp. Rp. Rp.
Rp. Rp.
7.080.000,-
Rp.
6.156.000,-
Rp.
13.236.000,-
Rp.
5.798.480,-
Rp.
5.611.500,10.410.340, -
Rp.
20.412.000, 10.001.660,-
3.240.000,2.916.000,-
Total Modal Usaha (A + B) C
Rp.
816.000,600.000,1.000.000,2.382.480,-
3.240.000,2.371.500,-
Total Biaya (C + D) E.
F. G.
Penerimaan o 226,8 kg @ 90.000,Total Penerimaan Keuntungan Usaha (E-D-C) Kelayakan Usaha o BCR = 1,96 o ROI = 75,56 % o PPC = 1,3 periode produksi
Rp.
20.412.000,-
Rp.
Sumber : Analisa Data
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
57
4.3.4. Analisa Kelayakan Finansial Usaha Home Industri (Usaha Kerupuk Ikan) di Kelurahan Pulau Abang Untuk melihat apakah usaha kerupuk ikan ini menguntungkan dan layak untuk dikembangkan perlu diketahui komponen-komponen pembiayaan dan penerimaannya serta kriteria investasinya. Komponen tersebut mencakup kebutuhanan modal usaha, kuntungan dan kelayakan finansial usaha (Tabel 26). Diperkirakan satu kali produksi dalam rentang waktu selama 10 hari atau dalam satu bulan tiga kali produksi, dan dalam satu tahun diperkirakan selama 10 bulan produksi atau satu tahun 30 kali produksi. A. Kebutuhan Modal Usaha Kerupuk Ikan Untuk usaha kerupuk ikan skala kecil, satu kali produksi 5 kg ikan dan 3 kg tepung tapioka, diperkirakan membutuhkan modal tetap sebesar Rp. 703.000,-, digunakan untuk pengadaan peralatan. Disamping itu juga dibutuhkan modal kerja sebesar Rp. 45.000,digunakan untuk pengadaan bahan baku. Dengan demikian untuk usaha Kerupuk Ikan skala kecil ini diperkirakan membutuhkan modal usaha sebesar Rp. 748.000,B. Keuntungan Usaha Kerupuk Ikan Keuntungan usaha diperoleh dari total penerimaan atau pendapatan kotor dikurangi dengan total biaya. Diperkirakan dengan bahan baku ikan seberat 5 kg dan tepung tapioka seberat 3 kg, akan menghasilkan kerupuk ikan seberat 6 kg. Berdasarkan informasi harga jual kerupuk ikan tersebut adalah sebesar Rp. 20.000,-/kg. Dengan demikian penerimaanya adalah sebesar Rp. 120.000,-, sedangkan total biaya adalah sebesar Rp. 65.330, sehingga keuntungan usaha adalah sebesar Rp. 55.670,- tiap kali produksi, diluar upah tenaga kerja. C. Kelayakan Finansial Usaha Kerupuk Ikan Untuk melihat apakah usaha ini layak atau tidak dikembangkan, maka digunakan kriteria investasi sedehana yakni: Return Cost of Ratio (BCR), Return Of Invesment (ROI), dan Payback Period of Capital (PPC).
Hasil penghitungan keriteria investasi diatas
terhadap usaha kerupuk ikan ini diperoleh nilai BCR sebesar 1,84; ROI sebesar 7,3 % untuk satu kali produksi atau jika diperkirakan dalam satu tahun produksi sebanyak 30 kali, maka nilai ROI nya adalah sebesar 219 % per tahun; dan PPC sebesar 13,7 kali produksi atau dalam waktu sekitar 4 bulan LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
58
Tabel 26. Perkiraan Analisa Kelayakan Finansial Usaha Kerupuk Ikan di Kelurahan Pulau Abang (satu kali produksi 5 kg ikan, 3 kg tepung tapioka) A.
B.
Modal Tetap o Penggiling ikan (blender) o Kukusan o Timbangan o Kompor o Baskom o Pisau o Tampah o Sheal Total Modal Tetap Modal Kerja o Ikan 5 kg @ Rp. 3000,o Tepung Tapioka 3 Kg @ Rp.4000,o Bumbu o Minyak tanah 1.5 Kg @ Rp. 2000,o Plastik 0,5 @ Rp.6.000,Total Modal Kerja
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
250.000,20.000,50.000,50.000,18.000,5.000,60.000,250.000,-
D.
Biaya Tetap o Penyusutan peralatan o Bunga modal (18 %) Total Biaya Tetap Biaya Tidak Tetap o Ikan 5 kg @ Rp.3000,o Tepung Tapioka 3 Kg @ Rp.4000,o Bumbu o Minyak tanah 1.5 Kg @ Rp. 2000,o Plastik 0,5 @ Rp.6.000,Total Biaya Tidak Tetap
Rp. Rp.
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
703.000,-
Rp.
45.000,-
Rp.
748.000,-
Rp.
20.330,-
Rp.
45.000,-
15.000,12.000,6.000,3.000,3.000,-
Total Modal Usaha (A + B) C
Rp.
16.590,3.760,-
15.000,12.000,6.000,3.000,3.000,-
Total Biaya (C + D) E.
F. G.
Penerimaan o 6 kg @ Rp.20.000,Total Penerimaan Keuntungan Usaha (E-D-C) Kelayakan Usaha o BCR = 1,84 o ROI = 7,3 % satu kali produksi o PPC = 13,7 kali produksi
65.330,Rp.
120.000,Rp. Rp.
120.000,55.670,-
Sumber : Analisa Data
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
59
4.3.5. Analisa Kelayakan Finansial Usaha Home Industri Pengolahan Ikan Asin di Kelurahan Pulau Abang Untuk melihat apakah usaha pengolahan ikan asin ini menguntungkan dan layak untuk
dikembangkan
perlu
diketahui
komponen-komponen pembiayaan dan
penerimaannya serta kriteria investasinya. Komponen tersebut mencakup kebutuhanan modal usaha, kuntungan dan kelayakan finansial usaha (Tabel 27). Diperkirakan satu kali produksi dalam rentang waktu selama 10 hari atau dalam satu bulan tiga kali produksi, dan dalam satu tahun diperkirakan selama 10 bulan produksi atau dalam satu tahun diperkirakan 30 kali produksi. A. Kebutuhan Modal Usaha Pengolahan Ikan Untuk usaha pengolahan ikan asin skala kecil, satu kali produksi 50 kg ikan, diperkirakan membutuhkan modal tetap sebesar Rp. 680.000,- digunakan untuk pengadaan peralatan. Disamping itu juga dibutuhkan modal kerja sebesar Rp. 160.000,-digunakan untuk pengadaan bahan baku. Dengan demikian untuk usaha pengolahan ikan asin skala kecil ini dibutuhkan modal usaha sebesar Rp. 840.000,B. Keuntungan Usaha Pengolahan Ikan Asin Diperkirakan bahan baku ikan seberat 50 kg, setelah menjadi ikan asin beratnya menjadi 30 kg, atau penyusutannya diperkirakan sekitar 40 %. Dengan harga jual ikan asin diperkirakan Rp. 10.000,-/kg, maka penerimaanya adalah sebesar Rp. 300.000,sedangkan total biaya adalah sebesar Rp. 196.875 sehingga keuntungan usaha adalah sebesar Rp. 103. 125 tiap kali produksi diluar upah tenaga kerja. C. Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan Ikan Asin Untuk melihat apakah usaha ini layak atau tidak dikembangkan, maka digunakan kriteria investasi sedehana yakni: Return Cost of Ratio (BCR), Return Of Invesment (ROI), dan Payback Period of Capital.(PPC). Hasil penghitungan keriteria investasi di atas terhadap usaha pengolahan Ikan Asin ini diperoleh nilai BCR sebesar 1,52; ROI sebesar 12,28 % untuk satu kali produksi atau jika diperkirakan dalam satu tahun produksi sebesar 368,4 % per tahun; dan PPC sebesar 8,1 kali produksi atau selama sekitar 3 bulan. LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
60
Tabel 27. Analisa Kelayakan Finansial Usaha Home Industri Pengolahan Ikan Asin di Kelurahan Pulau Abang A.
B.
Modal Tetap o Timbangan (umur ekonomis 60 kali operasi) o Baskom (umur ekonomis 20 kali operasi) o Pisau (umur ekonomis 20 kali operasi) o Tampah (umur ekonomis 20 kali operasi) o Panggar tempat jemur (umur ekonomis 20 kali operasi) Total Modal Tetap Modal Kerja o Ikan 50 kg @ Rp. 3000,o Garam 5 kg @ Rp. 2000,Total Modal Kerja
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
Rp. Rp.
50.000,20.000,10.000,100.000,500.000,-
D.
Biaya Tetap o Penyusutan peralatan o Bunga modal (18 %) Total Biaya Tetap Biaya Tidak Tetap o Ikan 50 kg @ Rp. 3000,o Garam 5 kg @ Rp. 2000,Total Biaya Tidak Tetap
Rp. Rp.
Rp. Rp.
680.000,-
Rp.
160.000,-
Rp.
840.000,-
Rp.
36.875,-
Rp.
160.000,-
150.000,10.000,-
Total Modal Usaha (A + B) C
Rp.
31.835,5.040,-
150.000,10.000,-
Total Biaya (C + D) E.
F. G.
Penerimaan o 30 Kg @ Rp.10.000,Total Penerimaan Keuntungan Usaha (E-D-C) Kelayakan Usaha o BCR = 1,52 o ROI = 12,28 % satu kali produksi o PPC = 8,1 kali produksi
196.875,Rp.
300.000,Rp. Rp.
300.000,103.125,-
Sumber : Analisa Data
4.4. Strategi Pengembangan Usaha Alternatif Berdasarkan Pertimbangan Faktor Internal dan Eksternal Untuk menentukan Strategi Pengembangan Usaha Alternatif berdasarkan pertimbangan faktor internal dan eksternal, dilakukan analisis situasi, atau lebih dikenal dengan istilah analisis SWOT. Berdasarkan analisis SWOT ini akan tergambar faktor internal dan ekternal dari setiap usaha yang akan dikembangkan. Faktor internal mencakup kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) dari usaha yang akan LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
61
dikembangkan, sedangkan faktor ekternal mencakup peluang (opportunityy) dan ancaman (treats) dari masing-masing usaha yang akan dikembangkan. Selanjutnya berdasarkan faktor internal dan eksternal tersebut ditentukan strateginya yang merupakan paduan antara kekuatan dan peluang, antara kelemahan dan peluang, kekuatan dan ancaman, dan kelemahan dan ancaman.
4.4.1. Faktor Internal dan Eksternal Usaha Ternak Itik dan Strategi Pengembangannya di Kelurahan Pulau Abang Dari informasi yang diperoleh dan pengolahan data lapangan dicoba disusun beberapa item yang diperkirakan dapat menjadi faktor internal dan eksternal dalam pengembangn usaha ternak itik di Kelurahan Pulau Abang. Selanjutnya dari faktor internal dan eksternal tersebut dapat pula dicoba disusun strategi pengembangannya (Lampiran 3). A. Faktor Internal Usaha Ternak Itik Faktor Internal Usaha Ternak Itik ini disamping dapat berupa kekuatan dalam usaha ternak tersebut, juga dapat berupa kelemahannya. Dari hasil analisa kelayakan usaha diperoleh nilai: BCR sebesar 1,51; ROI sebesar 36,24 %; dan PPC sebesar 0,53 tahun atau 6,36 bulan. Angka-angka ini merupakan kriteria investasi yang menggambarkan bahwa usaha ternak Itik di lokasi studi cukup layak dikembangkan secara finansial, sehingga sekaligus merupakan faktor kekuatan dari usaha ini. Disamping itu faktor lain yang diperkirakan juga merupakan faktor kekuatan dari usaha ternak itik tersebut adalah: keuntungan usaha relatif besar; ternak itik relatif lebih tahan terhadap penyakit dibandingkan dengan ternak unggas yang lain; tidak perlu perawatan khusus dan usaha ini dapat memanfaatkan tenaga kerja keluarga
dan lingkungan
perkarangan rumah penduduk; dan harga produknya terutama harga telurnya diperkirakan relatif stabil bahkan terus meningkat. Sedangkan yang menjadi faktor kelemahan dari usaha ternak itik di lokasi studi diperkirakan antara lain: modal usaha relatif kurang; produksi belum diolah dan belum punya nilai tambah; minimnya pengetahuan masyarakat tentang manajemen usaha dan organisasi dan minimnya pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang usaha ternak itik dan pengeolahan produk telur, daging dan bulunya. LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
62
B. Faktor Ekternal Usaha Ternak Itik Faktor ekternal dalam usaha ternak itik ini disamping dapat berupa peluang dalam usaha ternak tersebut, juga dapat berupa ancamannya. Diantara faktor-faktor yang diperkirakan menjadi faktor peluang dalam usaha ternak itik antara lain: potensi pasar relatif besar; pakan alami yang tersedia relative cukup banyak; lingkungan desa sangat mendukung; tenaga kerja keluarga cukup tersedia; adanya dukungan modal dari pemerintah untuk usaha kecil menengah. Sedangkan yang diperkirakan menjadi ancaman dalam usaha ternak itik di lokasi stdudi antara lain: masih kurangnya dukungan instansi terkait; masih kurangnya minat masyarakat dan saingan dengan produk lainnya. C. Strategi Pengembangan Usaha Ternak Itik Dari faktor internal dan eksternal dalam usaha ternak itik yang telah disusun, selanjutnya dicoba untuk merumuskan strategi pengembangannya yang berupa : 1). SO-STARTEGY yakni upaya untuk memaksimalkan baik kekuatan (Strenghts) maupun peluang (Opportunity) dalam usaha ternak itik; 2). WO-STARTEGI yakni upaya untuk meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dengan memaksimalkan peluang (Opportunity) dalam usaha ternak itik; 3). ST-STRATEGY yakni upaya untuk memaksimalkan kekuatan dan meminimalkan ancaman (Threats) dalam usaha ternak itik; dan 4). WT-STRATEGY yakni upaya untuk meminimalkan baik kelemahan (Weaknesses) maupun ancamannya (Threats) dalam usaha ternak itik.
SO-STARTEGY • Meningkatkan produksi daging dan telur itik. • Mengoptimalkan pemanfaatan potensi pasar dan memperluas jangkauan pemasaran dengan mengolah produk supaya lebih tahan lama. • Mengotimalkan penggunaan tenaga kerja keluarga. • Mengoptimalkan penggunaan lahan perkarangan.
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
63
WO-STARTEGI • Membentuk kelompok usaha bersama ternak itik. • Melakukan pelatihan manajemen usaha dan organisasi/kelompok. • Mengadakan pilot project ternak itik. • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik serta untuk memperoleh harga yang stabil. • Melakukan pelatihan ternak itik. • Melakukan pelatihan pembuatan pakan itik buatan. • Melakukan pelatihan pengolahan telur, daging dan bulu itik. • Mengoptimalkan pemanfaatan modal yang disediakan oleh pemerintah.
ST-STRATEGY • Melakukan penyuluhan dan pelatihan tentang usaha ternak itik. • Melakukan pelatihan pengolahan telur, daging dan bulu itik. • Melakukan diversifikasi produk olahan dari telur, daging dan bulu itik.
WT-STRATEGY • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik serta untuk memperoleh harga yang stabil. • Mencari dukungan dan fasilitasi dari Disperindag dan Dinas Peternakan. • Melakukan penyuluhan dan pelatihan tentang usaha ternak itik. • Melakukan pelatihan pengolahan telur, daging dan bulu itik.
4.4.2. Faktor Internal & Eksternal Usaha Ternak Ayam dan Strategi Pengembangannya di Kelurahan Pulau Abang Dari informasi yang diperoleh dan pengolahan data lapangan dicoba disusun beberapa item yang diperkirakan dapat menjadi faktor internal dan eksternal dalam pengembangn usaha ternak ayam di Kelurahan Pulau Abang. Selanjutnya dari faktor intrnal dan eksternal tersebut dapat pula dicoba disusun strategi pengembanganya (Lampiran 4).
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
64
A. Faktor Internal Usaha Ternak Ayam Faktor Internal Usaha Ternak Ayam ini disamping dapat berupa kekuatan dalam usaha ternak tersebut, juga dapat berupa kelemahannya. Dari hasil analisa kelayakan usaha diperoleh nilai: BCR sebesar 1,78; ROI sebesar 181,27%; dan PPC sebesar 5,6 bulan. Angka-angka ini merupakan kriteria investasi yang menggambarkan bahwa usaha ternak ayam di lokasi studi cukup layak dikembangkan secara finansial, sehingga sekaligus merupakan faktor kekuatan dari usaha ini. Disamping itu faktor lain yang diperkirakan juga merupakan faktor kekuatan dari usaha ternak ayam tersebut adalah: ternak ayam tidak memerlukan perawatan khusus dan usaha ini dapat memanfaatkan tenaga kerja keluarga dan lingkungan perkarangan rumah penduduk; dan proses produknya relatif singkat. Sedangkan yang menjadi faktor kelemahan dari usaha ternak ayam di lokasi studi diperkirakan antara lain: modal usaha relatif kurang; minimnya
pengetahuan
masyarakat
tentang
manajemen
usaha
dan
organisasi/kelompok; minimnya pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang usaha ternak ayam. B. Faktor Ekternal Usaha Ternak Ayam Faktor ekternal dalam asaha ternak ayam ini disamping dapat berupa peluang dalam usaha ternak tersebut, juga dapat berupa ancamannya. Diantara faktor-faktor yang diperkirakan menjadi faktor peluang dalam usaha ternak ayam antara lain: Potensi pasar relatif relative cukup baik; pakan alami yang tersedia diperkirakan relatif cukup banyak; tenaga kerja keluarga diperkirakan cukup tersedia; adanya dukungan modal dari pemerintah untuk usaha kecil menengah. Sedangkan yang diperkirakan menjadi ancaman dalam usaha ternak ayam di lokasi studi antara lain: saingan dengan lauk pauk lainnya, isu flu burung, dan penyakit ayam. C. Strategi Pengembangan Usaha Ternak Ayam di Kelurahan Pulau Abang Dari faktor internal dan eksternal dalam usaha ternak ayam yang telah disusun, selanjutnya dicoba untuk merumuskan strategi pengembangannya yang berupa: 1). SO-STARTEGY yakni upaya untuk memaksimalkan baik kekuatan (Strenghts) maupun peluang (Opportunity) dalam usaha ternak ayam; 2). WO-STARTEGI yakni LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
65
upaya untuk meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dengan memaksimalkan peluang (Opportunityy) dalam usaha ternak ayam; 3). ST-STRATEGY yakni upaya untuk memaksimalkan kekuatan dan meminimalkan ancaman (Threats) dalam usaha ternak ayam; dan 4). WT-STRATEGY yakni upaya untuk meminimalkan baik kelemahan (Weaknesses) maupun ancamannya (Threats) dalam usaha ternak ayam.
SO-STARTEGY • Meningkatkan produksi ayam. • Mengoptimalkan potensi pasar dan memperluas jangkauan pemasaran. • Mengotimalkan penggunaan tenaga kerja keluarga. • Mengoptimalkan penggunaan lahan perkarangan.
WO-STARTEGI • Membentuk kelompok usaha bersama ternak ayam. • Melakukan pelatihan manajemen usaha dan organisasi/kelompok. • Mengadakan pilot project ternak ayam. • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik serta untuk memperoleh harga yang stabil. • Melakukan pelatihan ternak ayam. • Mengoptimalkan pemanfaatan modal yang disediakan oleh pemerintah.
ST-STRATEGY • Mengoptimalkan pemanfaatan peluang relung pasar ayam (makanan khusus seperti: sop ayam, sate ayam, dan lainnya). • Mengotimalkan penggunaan tenaga kerja keluarga sehingga dapat menekan biaya operasional.
WT-STRATEGY • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik serta untuk memperoleh harga yang stabil. • Melakukan pelatihan penanganan penyakit ayam. • Mencari dukungan dan fasilitasi dari Disperindag dan Dinas Peternakan. LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
66
4.4.3. Faktor Internal dan Eksternal Usaha Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba dan Strategi Pengembangannya di Kelurahan Pulau Abang Dari informasi yang diperoleh dan pengolahan data lapangan dicoba disusun beberapa item yang diperkirakan dapat menjadi faktor internal dan eksternal dalam pengembangan usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba di Kelurahan Pulau Abang. Selanjutnya dari faktor intrnal dan eksternal tersebut dapat pula dicoba disusun strategi pengembanganya (Lampiran 5). A. Faktor Internal Usaha Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba Faktor internal usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba ini disamping dapat berupa kekuatan dalam usaha tersebut, juga dapat berupa kelemahannya. Dari hasil analisa kelayakan usaha diperoleh nilai: BCR sebesar 1,96; ROI sebesar 75,56 %; dan PPC sebesar sekitar 10 bulan. Angka-angka ini merupakan kriteria investasi yang menggambarkan bahwa usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba di lokasi studi cukup layak dikembangkan secara finansial, sehingga sekaligus merupakan faktor kekuatan dari usaha ini. Disamping itu faktor lain yang diperkirakan juga merupakan faktor kekuatan dari usaha ini adalah: keuntungan usaha cukup besar; ikan kerapu dikaitkan dengan mitos orang China sehingga harga diperkirakan akan stabil, bahkan akan meningkat. Sedangkan yang menjadi faktor kelemahan dari budidaya ikan kerapu dalam keramba di lokasi studi diperkirakan antara lain: pengetahuan dan ketrampilan masyarakat masih minim tentang budidaya ikan masih minim; memerlukan modal usaha yang relatif besar; memerlukan keahlian dan ketrampilan khusus; perlu pengamanan yang ketat; modal usaha yang dimiliki masyarakat relatif kurang; dan minimnya pengetahuan dan ketrampilan masyarakat tentang manajemen usaha dan organisasi/kelompok. B. Faktor Ekternal Usaha Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba Faktor ekternal dalam usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba ini disamping dapat berupa peluang dalam usaha tersebut, juga dapat berupa ancamannya. Diantara faktor-faktor yang diperkirakan menjadi faktor peluang dalam usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba ini di lokasi studi, antara lain: Potensi pasar relatif relatif cukup besar, baik dalm maupun luar negeri; ketersediaan benih diperkirakan masih memadai; kondisi LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
67
lingkungan/habitat diperkirakan masih mendukung. Sedangkan yang diperkirakan menjadi ancaman dalam usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba di lokasi studi antara lain: penyakit ikan, pencuri, dan goncangan harga. C. Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba di Kelurahan Pulau Abang Dari faktor internal dan eksternal dalam usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba di lokasi studi yang telah disusun, selanjutnya dicoba untuk merumuskan strategi pengembangannya yang berupa: 1). SO-STARTEGY yakni upaya untuk memaksimalkan baik kekuatan(Strenghts) maupun peluang (Opportunity) dalam usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba; 2). WO-STARTEGI yakni upaya untuk meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dengan memaksimalkan peluang (Opportunityy) dalam usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba; 3). ST-STRATEGY yakni upaya untuk memaksimalkan kekuatan dan meminimalkan ancaman (Threats) dalam usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba; dan 4). WT-STRATEGY yakni upaya untuk meminimalkan baik kelemahan (Weaknesses) maupun ancamannya (Threats) dalam usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba.
SO-STARTEGY • Meningkatkan produksi dengan memanfaatkan potensi pasar secara optimal. • Memelihara kelestarian habitat. • Menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan.
WO-STARTEGI • Membentuk kelompok usaha bersama budidaya ikan kerapu. • Melakukan pelatihan manajemen usaha dan organisasi/kelompok. • Pilot project budidaya ikan kerapu dalam keramba. • Pelatihan budidaya ikan kerapu dalam keramba. • Pelatihan pembuatan pakan ikan buatan. • Pembinaan dan pendampingan secara kontinnyu. • Mencari dukungan dan fasilitasi dari Disperindag dan Dinas Kelautan dan Perikanan. LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
68
• Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik serta untuk memperoleh harga yang stabil.
ST-STRATEGY • Mengadakan pelatihan tentang penyakit ikan dan penangannya. • Membentuk sistem pengaman secara bersama. • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik serta untuk memperoleh harga yang stabil.
WT-STRATEGY • Mengadakan pelatihan tentang penyakit ikan dan penanganannya. • Membangun sistem pengamanan secara bersama. • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik serta untuk memperoleh harga yang stabil.
4.4.4. Faktor Internal dan Eksternal Usaha Home Industri Kerupuk Ikan dan Strategi Pengembangannya di Kelurahan Pulau Abang Dari informasi yang diperoleh dan pengolahan data lapangan dicoba disusun beberapa item yang diperkirakan dapat menjadi faktor internal dan eksternal dalam pengembangan usaha home industri kerupuk ikan di Kelurahan Pulau Abang. Selanjutnya dari faktor intrnal dan eksternal tersebut dapat pula dicoba disusun strategi pengembanganya ( Lampiran 6). A. Faktor Internal Usaha Home Industri Kerupuk Ikan Faktor internal usaha home industri kerupuk ikan ini disamping dapat berupa kekuatan dalam usaha tersebut, juga dapat berupa kelemahannya. Dari hasil analisa kelayakan usaha diperoleh nilai: BCR sebesar 1,5; ROI sebesar 171%; dan PPC sebesar sekitar 3,9 bulan. Angka-angka ini merupakan kriteria investasi yang menggambarkan bahwa usaha home industri kerupuk ikan di lokasi studi cukup layak dikembangkan secara finansial, sehingga sekaligus merupakan faktor kekuatan dari usaha ini. Disamping itu faktor lain yang diperkirakan juga merupakan faktor kekuatan dari usaha ini adalah: dapat memanfaatkan tenaga kerja keluarga terutama ibu rumah tangga dan LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
69
remaja putri, bersifat home industri, modal relatif kecil dan priode produksi sangat singkat. Sedangkan yang menjadi faktor kelemahan dari home industri kerupuk ikan di lokasi studi diperkirakan antara lain: modal usaha relatif kurang; lemahnya akses pasar, minimnya pengetahuan dan ketrampilan masyarakat tentang manajemen usaha dan organisasi/kelompok; pengetahuan dan ketrampilan untuk diversifikasi produk masih terbatas. B. Faktor Ekternal Usaha Home Industri Kerupuk Ikan Faktor eksternal dalam usaha home industri kerupuk ikan ini disamping dapat berupa peluang dalam usaha ternak tersebut, juga dapat berupa ancamannya. Diantara faktor-faktor yang diperkirakan menjadi faktor peluang dalam usaha home industri kerupuk ikan ini antara lain: potensi pasar relatif relative cukup besar; potensi bahan baku diperkirakan cukup besar; adanya cadangan modal dari pemerintah usaha kecil dan menengah serat program ekonomi kerakyatan. C. Strategi Pengembangan Usaha Home Industri Kerupuk Ikan di Kelurahan Pulau Abang Dari faktor internal dan eksternal dalam usaha home industri kerupuk ikan di lokasi studi yang telah disusun, selanjutnya dicoba untuk merumuskan strategi pengembangannya
yang
berupa:
1).
SO-STARTEGY
yakni
upaya
untuk
memaksimalkan baik kekuatan (Strenghts) maupun peluang (Opportunity) dalam usaha home industri Kerupuk Ikan; 2). WO-STARTEGI yakni upaya untuk meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dengan memaksimalkan peluang (Opportunity) dalam usaha home industri Kerupuk Ikan; 3). ST-STRATEGY yakni upaya untuk memaksimalkan kekuatan dan meminimalkan ancaman (Threats) dalam usaha home industri kerupuk ikan dan 4). WT-STRATEGY yakni upaya untuk meminimalkan baik kelemahan (Weaknesses) maupun ancamannya (Threats) dalam usaha home industri kerupuk ikan.
SO-STARTEGY • Meningkatkan produksi dengan mengoptimalkan penggunaan bahan baku. • Mengoptimalkan
pemanfaatan potensi pasar dengan diversifikasi produk dan
memperluas jangkauan pemasaran. LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
70
WO-STARTEGI • Membentuk kelompok usaha bersama kerupuk ikan. • Melakukan pelatihan manajemen usaha dan organisasi/kelompok. • Melakukan pilot project usaha kerupuk ikan. • Memanfaatkan secara optimal dana cadangan modal dari pemerintah untuk usaha kecil dan menengah. • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik serta untuk menjmin ketabilan harga.
ST-STRATEGY • Meningkatkan produksi dan kualitas produk. • Diversifikasi produk menurut jenis (ikan, udang dan sotong), bentuk, ukuran, warna, dan pengemasan. • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik serta untuk memperoleh harga yang stabil.
WT-STRATEGY • Melakukan pelatihan tentang diversifikasi kerupuk ikan. • Melakukan pelatihan tentang pengemasan produk. • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik serta untuk memperoleh harga yang stabil. • Perlu mendapatkan dukungan dan fasilitasi dari pemerintah.
4.4.5 Faktor Internal dan Eksternal Usaha Home Industri Pengolahan Ikan Asin dan Strategi Pengembangannya di Kelurahan Pulau Abang Dari informasi yang diperoleh dan pengolahan data lapangan dicoba disusun beberapa item yang diperkirakan dapat menjadi faktor internal dan eksternal dalam pengembangan usaha home industri pengolahan ikan asin di Kelurahan Pulau Abang. Selanjutnya dari faktor internal dan eksternal tersebut dapat pula dicoba disusun strategi pengembanganya (Lampiran 7). LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
71
A. Faktor Internal Usaha Home Industri Pengolahan Ikan Asin Faktor internal usaha home industri pengolahan ikan asin ini disamping dapat berupa kekuatan dalam usaha tersebut, juga dapat berupa kelemahannya. Dari hasil analisa kelayakan usaha diperoleh nilai: BCR sebesar 1,52; ROI sebesar 368,4 %; dan PPC sebesar sekitar 2,7 bulan. Angka-angka ini merupakan kriteria investasi yang menggambarkan bahwa usaha home industri pengolahan ikan asin di lokasi studi cukup layak dikembangkan secara finansial, sehingga sekaligus merupakan faktor kekuatan dari usaha ini. Disamping itu faktor lain yang diperkirakan juga merupakan faktor kekuatan dari usaha ini adalah: dapat memanfaatkan tenaga kerja keluarga terutama ibu rumah tangga dan remaja putri, bersifat home industri, modal relatif kecil dan priode produksi sangat singkat. Sedangkan yang menjadi faktor kelemahan dari usaha home industri pengolahan ikan asin di lokasi studi diperkirakan antara lain: modal relatif kurang; lemahnya informasi pasar, lemahnya pengetahuan dan ketrampilan tentang manajemen usaha dan organisasi; ketrampilan terbatas. B. Faktor Ekternal Usaha Home Industri Pengolahan Ikan Asin Faktor eksternal dalam usaha home industri pengolahan ikan asin ini disamping dapat berupa peluang dalam usaha ternak tersebut, juga dapat berupa ancamannya. Diantara faktor-faktor yang diperkirakan menjadi faktor peluang dalam usaha home industri pengolahan ikan asin ini antara lain: potensi pasar diperkirakan relatif relative cukup besar; potensi bahan baku diperkirakan cukup besar; adanya cadangan modal dari pemerintah usaha kecil dan menengah serat program ekonomi kerakyatan. C. Strategi Pengembangan Usaha Home Industri Pengolahan Ikan Asin di Kelurahan Pulau Abang Dari faktor internal dan eksternal dalam usaha home industri pengolahan ikan asin di lokasi studi yang telah disusun, selanjutnya dicoba untuk merumuskan strategi pengembangannya
yang
berupa:
1).
SO-STARTEGY
yakni
upaya
untuk
memaksimalkan baik kekuatan (Strenghts) maupun peluang (Opportunity) dalam usaha home industri pengolahan ikan asin; 2). WO-STARTEGI yakni upaya untuk meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dengan memaksimalkan peluang (Opportunityy) LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
72
dalam usaha home industri pengolahan ikan asin; 3). ST-STRATEGY yakni upaya untuk memaksimalkan kekuatan dan meminimalkan ancaman (Threats) dalam usaha home industri pengolahan ikan asin dan 4). WT-STRATEGY yakni upaya untuk meminimalkan baik kelemahan (Weaknesses) maupun ancamannya (Threats) dalam usaha home industri pengolahan ikan asin.
SO-STARTEGY • Meningkatkan produksi dengan mengoptimalkan penggunaan bahan baku. • Mengoptimalkan pemanfaatan potensi pasar dengan diversifikasi produk ikan asin dan memperluas jangkauan pemasaran.
WO-STARTEGI • Membentuk kelompok usaha bersama dalam home industri pengolahan ikan asin. • Mengadakan pelatihan manajemen dan organisasi/kelompok. • Melakukan pilot project usaha home industri pengolahan ikan asin. • Mengadakan pelatihan pengolahan ikan asin. • Mengadakan pelatihan diversifikasikan produk ikan asin menurut jenis dan kadar garam. • Mengadakan pelatihan pengemasan produk. • Memerlukan dukungan dan fasilitasi dari Disperindag dan Dinas Perikanan dan Kelautan. • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik serta untuk memperoleh harga yang stabil.
ST-STRATEGY • Meningakatkan kualitas produk. • Melakukan diversifikasikan produk ikan asin menurut jenis dan kadar garam. • Melakukan pengemasan produk. • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik serta untuk memperoleh harga yang stabil.
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
73
WT-STRATEGY • Memerlukan dukungan dan fasilitasi dari Disperindag dan Dinas Perikanan dan Kelautan. • Mengadakan pelatihan diversifikasikan produk ikan asin menurut jenis dan kadar garam. • Mengadakan pelatihan pengemasan produk. • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik serta untuk memperoleh harga yang stabil.
LAPORAN AKHIR, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
74
Bab
5
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Dari hasil studi yang telah dilaksanakan dapat dibuat beberapa kesimpulkan, antara lain: 1. Berdasarakan pertimbangan aspek teknis (minat masyarakat, ketersediaan bahan baku/sumberdaya alam, ketersediaan tenaga kerja dan peluang pasar), usaha alternatif yang layak dikembangkan : • Di lokasi studi Pulau Abang Kecil (RW 1 dan RW 2 Air Saga) adalah: usaha home industri kerupuk ikan, usaha budidaya
ikan kerapu sunu dan usaha
ternak ayam kampung dan itik. • Di lokasi studi Pulau Petong adalah : usaha kerupuk ikan, pengolahan ikan asin, ternak ayam dan itik. 2. Semua usaha alternatif yang layak dikembangkan secara teknis, baik di lokasi studi Pulau Abang Kecil maupun di Pulau Petong, disamping dapat memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga nelayan juga mempunyai kelayakan finansial untuk dikembangkan. 3. Strategi pengembangan usaha alternatif berdasarkan pertimbangan faktor internal dan eksternal secara umum mencakup : 1) Membentuk kelompok usaha bersama, sesuai dengan usaha alternatif yang akan dikembangkan; 2) Mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja keluarga, dimana selama ini tenaga keluarga ini masih belum banyak dimanfaatkan; 3) Melakukan penyuluhan dan pelatihan: manajemen usaha dan oraganisasi/kelompok, serta
teknik usaha sesuai dengan usaha alternatif yang
dikembangkan; 4) Melakukan pilot project dari masing-masing usaha alternatif yang akan dikembangkan jika memungkinkan, terutama untuk pengembangan usaha Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
75
budidaya ikan kerapu dalam keramba dan ternak itik; 5) Melakukan pendampingan secara kontinyu, dan sebaiknya menggunakan tenaga pendamping lapangan yang telah bertugas sejak awal proyek, karena mereka telah membaur dan dikenal oleh masyarakat sehingga diharapkan lebih efektif dan efisien; 6) Memanfaatkan cadangan dana bantuan pinjaman modal dari pemerintah untuk usaha kecil dan menengah atau ekonomi kerakyatan secara optimal dari pemerintah; 7) Perlu upaya untuk mendapatkan dukungan dan fasilitasi dari dinas pemerintah terkait sesuai dengan usaha alternatif yang akan dikembangkan, seperti Disperindag, Dinas Kelautan dan Perikanan; Dinas Peternakan dan Dinas Koperasi dan lain sebagainya; 8) Perlu upaya membangun pola kemitraan bisnis yang memungkinkan untuk memperoleh penyediaan modal dan akses pasar serta untuk kestabilan harga.
5.2. Rekomendasi 1. Usaha alternatif yang direkomendasikan untuk dikembangkan di lokasi studi Pulau Abang Kecil (RW I dan RW II Air Saga, Kelurahan Pulau Abang): usaha home industri kerupuk ikan, usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba, usaha ternak ayam, dan usaha ternak itik 2. Usaha alternatif yang direkomendasikan untuk dikembangkan di lokasi studi Pulau Petong (RW III Kelurahan Pulau Abang) adalah: usaha home industri kerupuk ikan, usaha home industri pengolahan ikan asin, usaha ternak ayam, dan usaha ternak itik. 3. Usaha home industri kerupuk ikan dapat dijadikan perioritas pertama untuk dikembangkan, karena disamping usaha ini dapat dimulai dalam bentuk skala kecil dan hampir tidak punya risiko, juga untuk pengembangannya tidak memerlukan modal yang besar. 4. Khusus untuk usaha ternak ayam dan itik sebaiknya pada tahap awal dalam bentuk skala kecil (20-30 ekor), tetapi tersebar pada lebih banyak rumah tangga yang mengusahakannya. 5. Pengembangan usaha alternatif dapat dimulai secara berkelompok dengan sistem tanggung renteng. Pada tahap awal pengembangan usaha alternatif tersebut, Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
76
diperlukan pendampingan secara kontinyu yang dapat merupakan bagian dari program pemberdayaan ekonomi rakyat. Untuk pendampingan ini sebaiknya menggunakan tenaga pendamping lapangan yang telah bertugas sejak awal proyek. Disamping itu perlu melakukan Penyuluhan dan Pelatihan: manajemen usaha dan oraganisasi/kelompok, serta
teknik usaha sesuai dengan usaha alternatif yang
dikembangkan; 6. Perlu upaya untuk mendapatkan dukungan dan fasilitasi dari Dinas pemerintah yang terkait dengan usaha alternatif yang akan dikembangkan, seperti Disperindag, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Peternakan, Dinas Koperasi dan lain sebagainya. 7. Perlu upaya untuk membangun pola kemitraan bisnis yang memungkinkan untuk memperoleh penyediaan modal dan akses pasar serta kestabilan harga terhadap usaha alternatif yang akan dikembangkan. 8. Pembentukan kelompok usaha bersama; penyuluhan dan pelatihan; pengadaan pilot project; pembinaan dan pendampingan; serta upaya untuk mendapatkan dukungan dan fasilitasi dari pemerintah, dan upaya untuk membangun pola kemitran bisnis diperkirakan dapat dilakukan oleh pihak CBM dan pihak yang terkait lainnya bersama-sama dengan masyarakat.
Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
77
Bab
6
DAFTAR PUSTAKA Darwis, 1998. Kajian Pemasaran dalam Pengembangan Agribisnis Perikanan Tangkap di Kawasan Sijori, Propinsi Riau. Thesis Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Riau. 2002. Potensi dan Peluang Usaha Perikanan Riau. Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian. 2004. Profil Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian Kota Batam. Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian Coremap, 2002. Studi Reef Ekological Assesment dan Sosial Assesment. CRITC Provinsi Riau. BPS Kota Batam, 2003. Laporan BPS Kota Batam. Hardjosworo, P dan Rukmiasih. 2001. Itik Permasalahan dan Pemecahan. Penebar Swadaya, Jakarta. Hidayat, S. dan Darwin Syamsulhadi. 2001. Model Ekonomi Kerakyatan, Penebar Swadaya, Jakarta. Kadariah, Lien Karlina, Clive Gray. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit, FE, Universitas Indonesia Jakarta Murtidjo Bambang Agus. 2003. Mengelola Itik. Cetakan ke-13. Kanisius, Yogyakarta. P3EWP UNRI. 2003. Indentifikasi Mata Pencaharian Alternatif Masyarakat Pesisir di Kabupaten Rokan Hilir dan Indragiri Hilir (pada Kawasan Marine Coastal Management Area). Kerjasama P3EWP UNRI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau dengan Marine Coastal Management Project Provinsi Riau. PT. Simpul Tiga. 2004. Kajian Akademik Pengelolaan Terumbu Karang di Provinsi Kepulauan Riau. Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
78
Pusat Kajian Masyarakat Sungai dan Pantai pada tahun 2002. Mata Pencaharian Alternatif Selain Usaha Menangkap Ikan di Senayang-Lingga. Rahardi, F, Imam Satyawibawa, Rina Niwan Setyowati. 2001. Agribisnis Peternakan. Cetakan VIII, Penebar Swadaya, Jakarta. Rangkuti, F. 1997. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia, Jakarta.
Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
79
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian
Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
80
Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan
Lokasi Penelitian
Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
81
Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan
Proses Pengumpulan Data Melalui Wawancara
Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
82
Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan
Alat Tangkap Perikanan
Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
83
Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan
Lokasi Pemukiman Penduduk
Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
84
Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan
Sarana dan Prasarana
Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
85
Lampiran 3. Faktor Internal & Eksternal Usaha Ternak Itik dan Strategi Pengembangannya di Kelurahan Pulau Abang PRODUK
STRENGTH (S)
WEAKNESS(W)
BCR = 1,51 ROI = 36,24% PPC = 0,53 tahun (6,36 bulan) Keuntungan usaha relatif besar Relatif tahan terhadap serangan penyakit • Tidak perlu perawatan khusus • Dapat memanfaatkan tenaga kerja keluarga dan lingkungan perkarangan • Harga telur diperkirakan relatif stabil
• Modal usaha relatif kurang • Produksi belum diolah dan belum punya nilai tambah • Minimnya pengetahuan masyarakat tentang manajemen usaha dan organisasi/kelompok • Minimnya pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang usaha ternak itik dan pengeolahan produk telur, daging dan bulunya
OPPORTUNITYY (O)
SO-STARTEGY
WO-STARTEGI
• Potensi pasar relatif besar • Pakan alami yang tersedia relatif cukup banyak • Lahan perkarangan diperkirakan cukup mendukung dan cukup tersedia • Tenaga kerja keluarga diperkirakan cukup tersedia • Adanya dukungan modal dari pemerintah untuk usaha kecil menengah
• Meningkatkan produksi daging dan telur Itik; • Mengoptimalkan pemanfaatan potensi pasar dan memperluas jangkauan pemasaran dengan mengolah produk supaya lebih tahan lama; • Mengotimalkan penggunaan tenaga kerja keluarga; • Mengoptimalkan penggunaan lahan perkarangan;
• Membentuk kelompok usaha bersama ternak itik • Melakukan pelatihan manajemen usaha dan organisasi/kelompok • Mengadakan pilot project ternak itik • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik • Melakukan pelatihan ternak itik; • Melakukan pelatihan pembuatan pakan Itik buatan • Melakukan pelatihan pengolahan telur, daging dan bulu itik • Pembinaan & pendampingan secara Kontinnyu • Mengoptimalkan pemanfaatan modal yang disediakan oleh pemerintah
TREATS (T)
ST-STRATEGY
WT-STRATEGY
• Masih kurangnya dukungan instansi terkait • Masih kurangnya minat masyarakat • Saingan dengan produk lain
• Melakukan penyuluhan dan pelatihan tentang usaha ternak itik • Melakukan pelatihan pengolahan telur, daging dan bulu itik • Melakukan diversifikasi produk olahan dari telur, daging dan bulu itik
• Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik • Mencari dukungan dan fasilitasi dari Disperindag dan Dinas Peternakan • Melakukan penyuluhan dan pelatihan tentang usaha ternak itik • Melakukan pelatihan pengolahan telur, daging dan bulu itik
• TERNAK ITIK
• • • • •
Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
86
Lampiran 4. Faktor Internal & Eksternal Usaha Ternak Ayam dan Strategi Pengembangannya di Kelurahan Pulau Abang USAHA • TERNAK AYAM
OPPORTUNITYY (O) • Potensi pasar diperkirakan cukup baik • Lahan perkarangan cukup mendukung dan tersedia • Ada cadangan modal dari pemerintah untuk bantuan ekonomi kerakyatan
STRENGTH (S)
WEAKNESS(W)
BCR =1,78 ROI = 181,27% PPC = 2,8 produksi (5,6 bln) Pemeliharaan mudah, tidak memerlukan keahlian khusus • Dapat memanfaatkan tenaga kerja keluarga lahan perkarangan • Proses produksi singkat
• Modal usaha relatif kurang • Minimnya pengetahuan masyarakat tentang manajemen usaha dan organisasi/kelompok • Minimnya pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang usaha ternak ayam
SO-STARTEGY
WO-STARTEGI
• • • •
• Meningkatkan produksi • Mengoptimalkan pemanfaatan potensi pasar dan memperluas jangkauan pemasaran • Mengoptimalkan penggunaan lahan perkarangan • Mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja keluarga
• Membentuk kelompok usaha bersama ternak ayam • Melakukan pelatihan manajemen usaha dan organisasi/kelompok • Mengadakan pilot project ternak ayam • Melakukan pelatihan ternak ayam • Mengoptimalkan pemanfaatan modal yang disediakan oleh pemerintah • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik • Pembinaan & pendampingan secara kontinnyu
TREATS (T)
ST-STRATEGY
WT-STRATEGY
• Saingan dengan daging hewan ternak lainnya • Penyakit ayam • Belum adanya dukungan dari pemerintah
• Mengoptimalkan pemanfaatan peluang relung pasar ayam (makanan khusus seperti sate ayam, sup ayam dsb) • Mengotimalkan penggunaan tenaga kerja keluarga sehingga dapat menekan biaya operasional sehingga relatif lebih mampu bersaing
• Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik • Melakukan pelatihan penanganan penyakit ayam • Mencari dukungan dan fasilitasi dari Disperindag dan Dinas Peternakan
Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
87
Lampiran 5. Faktor Internal & Eksternal Usaha Budidaya Ikan Kerapu dalam keramba Itik dan Strategi Pengembangannya di Kelurahan Pulau Abang USAHA
STRENGTH (S)
WEAKNESS(W)
BCR = 1,96 ROI = 75,56% PPC = 1,3 periode Harga cukup tinggi Produknya dikaitkan dengan mitos orang cina • Minat masyarakat cukup tinggi
• Penegtahuan dan ketrampilan masyarakat tentang budidaya ikan dalam keramba masih minim • Perlu modal usaha relatif besar • Perlu keahlian dan ketrampilan khusus • Perlu pengamanan yang ketat • Kurangnya modal usaha • Minimnya pengetahuan masyarakat tentang manajemen usaha dan organisasi/kelompok
OPPORTUNITYY (O)
SO-STARTEGY
WO-STARTEGI
• Potensi pasar yang relatif besar, baik dalam maupun luar negeri • Ketersediaan benih diperkirakan masih memadai • Kondisi lingkungan dan habitat diperkirakan sangat mendukung
• Meningkatkan produksi dengan memanfaatkan potensi pasar secara optimal • Memelihara kelestarian habitat kerapu • Menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan
• Membentuk kelompok usaha bersama budidaya ikan Kerapu • Melakukan pelatihan manajemen usaha dan organisasi/ kelompok • Pilot project budidaya ikan kerapu dalam keramba • Pelatihan budidaya ikan kerapu dalam keramba • Pelatihan pembuatan pakan ikan buatan • Pembinaan & pendampingan secara kontinnyu • Mencari dukungan dan fasilitasi dari disperindag dan Dinas Kelautan dan Perikanan • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik
TREATS (T)
ST-STRATEGY
WT-STRATEGY
• Pelatihan tentang penyakit ikan dan penanganannya • Membangun sistim pengamanan secara bersama • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik serta untuk menjamin kestabilan harga
• Pelatihan tentang penyakit ikan dan penanganannya • Membangun sistim pengamanan secara bersama • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik serta untuk menjamin kestabilan harga
• BUDI DAYA IKAN KERAPU DALAM KERAMBA
• Penyakit ikan • Pencuri • Goncangan harga
• • • • •
Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
88
Lampiran 6. Faktor Internal dan Eksternal Usaha Kerupuk Ikan di Kelurahan Pulau Abang dan Strategi Pengembangannya PRODUK/KEGIATAN
STRENGTH (S)
WEAKNESS(W)
BCR = 1,5 ROI = 171%/tahun PPC = 11,7 periode (3,9 bln) Dapat memanfaatkan tenaga kerja keluarga, terutama ibu rumah tangga dan remaja putri • Bersifat home industri • Modal relatif kecil • Masa produksi sangat singkat
• Modal usaha kurang • Lemahnya akses pasar • Minimnya pengetahuan masyarakat tentang manajemen usaha dan organisasi/kelompok • Pengetahuan dan ketrampilan untuk diversifikasi produk masih terbatas
OPPORTUNITYY (O)
SO-STARTEGY
WO-STARTEGI
• Potensi pasar diperkirakan cukup besar • Potensi bahan baku tersedia diperkirakan sangat besar • Adanya cadang modal dari pemerintah untuk usaha kecil dan menengah
• Meningkatkan produksi dengan mengoptimalkan penggunaan bahan baku • Mengoptimalkan pemanfaatan potensi pasar dengan diversifikasi produk dan memperluas jangkauan pemasaran
• Membentuk kelompok usaha bersama kerupuk ikan • Melakukan pelatihan manajemen usaha dan organisasi/kelompok • Melakukan pilot project usaha kerupuk ikan • Memanfaatkan secara optimal dana cadangan modal dari pemerintah untuk usaha kecil dan menengah • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik
TREATS (T)
ST-STRATEGY
WT-STRATEGY
• Saingan dengan produk kerupuk ikan lainnya
• Meningkatkan produksi dan kualitas produk • Diversifikasi produk menurut jenis (ikan, udang dan sotong), bentuk, ukuran, warna, dan pengemasan • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik
• Melakukan pelatihan tentang diversifikasi kerupuk ikan • Melakukan pelatihan tentang pengemasan produk • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik • Perlu mendapatkan dukungan dan fasilitasi dari Disperindag dan Dinas Kelautan dan Perikanan
USAHA HOME INDUSTRI KERUPUK IKAN
• • • •
Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
89
Lampiran 7. Faktor Internal dan Eksternal Usaha Home Industri Pengolahan Ikan Asin di Kelurahan Pulau Abang dan Strategi Pengembangannya PRODUK/KEGIATAN
STRENGTH (S)
WEAKNESS(W)
BCR = 1,52 ROI = 368,4% PPC = 8,1 periode (2,7 bln) Tingkat keuntungan cukup tinggi Dapat memanfaatkan tenaga kerja keluarga, terutama ibu rumah tangga dan remaja putri • Bersifat home industri • Modal relatif kecil • Masa produksi sangat singkat
• Modal usaha kurang • Lemahnya akses pasar • Minimnya pengetahuan masyarakat tentang manajemen usaha dan organisasi/kelompok • Pengetahuan dan ketrampilan untuk diversifikasi produk masih terbatas
OPPORTUNITYY (O)
SO-STARTEGY
WO-STARTEGI
• Potensi pasar diperkirakan cukup besar • Potensi bahan baku tersedia diperkirakan sangat besar • Adanya cadang modal dari pemerintah untuk usaha kecil dan menengah
• Meningkatkan produksi dengan mengoptimalkan penggunaan bahan baku • Mengoptimalkan pemanfaatan potensi pasar dengan diversifikasi produk dan memperluas jangkauan pemasaran
• Membentuk kelompok usaha bersama pengolahan ikan asin • Melakukan pelatihan manajemen usaha dan organisasi/kelompok • Melakukan pilot project pengolahan ikan asin • Memanfaatkan secara optimal dana cadangan modal dari pemerintah untuk usaha kecil dan menengah • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik
TREATS (T)
ST-STRATEGY
WT-STRATEGY
• Meningkatkan produksi dan kualitas produk • Diversifikasi produk menurut jenis (ikan, udang dan sotong), kadar garam, dan pengemasan • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik
• Melakukan pelatihan tentang diversifikasi pengolahan ikan asin • Melakukan pelatihan tentang pengemasan produk • Membangun pola kemitraan bisnis untuk mendapatkan penyediaan modal usaha dan akses pasar yang baik • Perlu mendapatkan dukungan dan fasilitasi dari Disperindag dan Dinas Kelautan dan Perikanan
USAHA HOME INDUSTRI IKAN ASIN
• Saingan dengan ikan asin lainnya
produk
• • • • •
Laporan Akhir, Kajian MPA Masyarakat Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, BPP-PSPL UNRI
90