ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH TERHADAP DERAJAT DESENTRALISASI (Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Ciamis Tahun 2006-2015) Rika Rachmatika 123403223
[email protected] Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi Tasikmalaya Jalan Siliwangi No. 24 Tasikmalaya
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) kinerja keuangan daerah di Kabupaten Ciamis tahun 2006 sampai dengan 2015. (2) derajat desentralisasi di Kabupaten Ciamis tahun 2006 sampai dengan 2015. (3) pengaruh kinerja keuangan daerah terhadap derajat desentralisasi di Kabupaten Ciamis tahun 2006-2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik deskriptif analitis dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui data sekunder yaitu data yang bersumber dari catatan yang ada pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Ciamis dan juga dengan mengadakan studi kepustakaan dengan mempelajari buku-buku yang ada hubungannya dengan obyek penelitian. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier sederhana dengan skala pengukuran rasio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Kinerja keuangan daerah di Kabupaten Ciamis tahun 2006 sampai dengan 2015 selalu mengalami kenaikan dan penurunan. Kenaikan terjadi pada tahun 2012 dan penurunan terjadi pada tahun 2009. Kenaikan dan penurunan ini terjadi karena adanya penambahan dan pengurangan dari setiap komponen penerimaan pendapatan asli daerah setiap tahunnya, sehingga kenaikan dan penurunan ini bersifat fluktuatif. (2) Derajat desentralisasi di Kabupaten Ciamis tahun 2006 sampai dengan 2015 selalu mengalami kenaikan dan penurunan. Kenaikan terjadi pada tahun 2014 dan penurunan terjadi pada tahun 2006. Derajat desentralisasi untuk Kabupaten Ciamis masih dikategorikan sangat kurang. (3) Berdasarkan hasil pengujian satu arah terhadap hipotesis yang diajukan dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana, uji korelasi, serta uji koefisien determinasi dan koefisien non determinasi, maka diketahui bahwa kinerja keuangan daerah berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap derajat desentralisasi. Kata kunci : kinerja keuangan daerah, derajat desentralisasi.
ABSTRACT The purpose of this research to know (1) the regional financial performance in Ciamis regency in year 2006 to 2015. (2) the degrees of decentralization in Ciamis regency in year 2006 to 2015. (3) influence of the regional financial performance to degrees of decentralization in Ciamis Regency in year 2006 to 2015. The method used in this research is analysis descriptive with case study approach. Data collecting technique by through secondary data is data sourced from existing records at DPPKAD Ciamis regency and also to conduct the study of literature by studying the books that are related to the object of research. The analytical tool used is simple linear regression analysis with measurement scale ratio. The results showed that (1) the regional financial performance in Ciamis regency in year 2006 to 2015 always increase and decrease. The increase occurred in 2012 and the decrease occurred in 2009. This increase and decrease due to the addition and subtraction of each component the reception of local revenue each year, so the increase and decrease of fluctuating. (2) The degrees of decentralization in Ciamis regency 2006 to 2015 always increase and decrease. The increase occurred in 2014 and the decline occurred in 2006. The degrees of decentralization to Ciamis regency is still considered very less. (3) Based on the results of testing one direction with hypothesis proposed by using simple linear regression analysis, correlation, and test the coefficient of determination and non-coefficient of determination, it is known that the regional financial performance has influence but no significant to the degrees of decentralization. Keywords: the regional financial performance, the degrees of decentralization.
PENDAHULUAN Perkembangan akuntansi pada sektor publik saat ini terus mengalami kemajuan. Hal ini akan terus berpengaruh terhadap aplikasi akuntansi di bidang keuangan negara, khususnya pada tahap pertanggungjawaban atas keuangan pada semua tingkatan dan unit pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Di sektor publik, kebutuhan akan informasi keuangan semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya tuntutan akuntabilitas publik dan transparansi oleh lembaga-lembaga publik. Laporan keuangan sektor publik menjadi instrumen utama untuk menciptakan akuntabilitas publik. Untuk menghasilkan laporan keuangan sektor publik yang relevan dan handal, maka diperlukan standar akuntansi keuangan sektor publik. Standar Akuntansi Pemerintah yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 yang menganut basis kas menuju akrual (cash towards accrual) mengalami perkembangan dengan diterapkannya akuntansi berbasis akrual yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010. Ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, didasari dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 36 Ayat (1) Tentang Keuangan Negara, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Pasal 70 Ayat (2) tentang Perbendaharaan Negara yang menjelaskan bahwa, “ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual harus segera dilaksanakan”. Adanya Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 yang berbasis akrual ini, mendorong Pemerintah Pusat dan khususnya di Daerah agar dapat menyesuaikan dalam pelaporan keuangan yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah ditetapkan. Pemerintah daerah diharuskan untuk dapat membuat laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang berlaku. Standar akuntansi ini sangat diperlukan untuk menjamin konsistensi dalam pelaporan keuangan. Sehingga dalam melakukan aktivitas pengelolaan keuangan, pemerintah daerah harus menyusun laporan pertanggungjawaban atas keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Analisis laporan keuangan dilakukan untuk menilai kinerja keuangan yang berguna untuk pengambilan keputusan, sehingga dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal hal yang paling penting untuk dinilai dan diukur adalah kinerja pemerintah. Keberhasilan suatu pemerintahan di era otonomi daerah dapat dilihat dari kinerja keuangannya. Dalam hal ini kinerja keuangan pemerintah dilihat dan diukur dengan menghitung perubahan Pendapatan Asli Daerah, yang meliputi perubahan pajak daerah, perubahan retribusi daerah, perubahan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan perubahan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Setelah otonomi daerah, Pemerintah Daerah dituntut untuk bisa menyelenggarakan pemerintahannya sendiri, dan diusahakan tidak bergantung pada pemerintah pusat. Pemberian hak otonomi daerah kepada pemerintah daerah untuk menentukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sendiri harus sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerah dalam pengelolaan keuangan yang baik dan benar, untuk melihat seberapa baik dan benarnya suatu pengelolaan keuangan maka perlu dilakukan pengukuran kinerja keuangan. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah tidak dapat dilepaskan dari cukup tidaknya kemampuan daerah dalam bidang keuangan, karena kemampuan keuangan ini merupakan salah satu indikator penting guna mengukur tingkat otonomi suatu daerah. Kemampuan keuangan suatu daerah ini menunjukkan bahwa suatu daerah dapat membiayai dan mengelola sendiri keuangannya. Indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan keuangan daerah tersebut adalah indikator desentralisasi fiskal. Indikator desentralisasi fiskal adalah rasio antara
PAD dengan total pendapatan daerah. Pemerintah daerah harus selalu meningkatkan kinerja keuangannya, sebab apabila kinerja keuangan suatu daerah meningkat akan menggambarkan daerah itu mampu menggali potensi daerahnya dengan baik sehingga derajat desentralisasi pun akan meningkat. Pemerintah daerah harus dapat mengelola keuangannya dengan baik dan menggunakannya dalam penyelenggaraan dan pembangunan daerah, sehingga dapat menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kinerja keuangan daerah di Kabupaten Ciamis tahun 2006-2015. 2. Untuk mengetahui derajat desentralisasi di Kabupaten Ciamis tahun 2006-2015. 3. Untuk mengetahui pengaruh kinerja keuangan daerah terhadap derajat desentralisasi di Kabupaten Ciamis tahun 2006-2015.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik deskriptif analitis dengan pendekatan studi kasus. Menurut Sugiyono (2015:21), “Metode statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu statistik hasil penelitian, tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas”. Metode studi kasus (case study) adalah suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, dimana batas-batas antara fenomena dan konteks tidak tampak dengan tegas (Yin, 1984a: 1984b, dalam Robert K. Yin, 2006: 18). Studi kasus dibatasi pada bukti kuantitatif. Operasionalisasi Variabel Dalam penelitian ini penulis menggunakan 2 variabel, adapun variabel tersebut adalah: 1. Variabel Independen (X) Variabel Independen dalam penelitian ini adalah Kinerja Keuangan Daerah (X), dengan indikator: - Perubahan Pajak Daerah - Perubahan Retribusi Daerah - Perubahan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan - Perubahan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah 2.
Variabel Dependen (Y) Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah Derajat Desentralisasi, dengan indikator: - Pendapatan Asli Daerah - Total Pendapatan Daerah
Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data sekunder yang diperoleh adalah data laporan keungan daerah berupa Laporan Realisasi Penerimaan Pendapatan Daerah. Dalam penelitian ini diperlukan data-data yang sesuai dengan topik penelitian. Data yang diteliti adalah data Laporan Realisasi Penerimaan Pendapatan Daerah Pemerintah Kabupaten Ciamis tahun 2006 sampai dengan 2015. Data yang diperlukan dalam penelitian dapat diperoleh melalui prosedur pengumpulan data. Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, Penelitian lapangan (Field Research), Penelitian Kepustakaan (Library Research), dan Memperoleh data dari Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Ciamis. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisis data yang diperoleh dalam rangka pengujian hipotesis, yaitu melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Menghitung kinerja keuangan daerah (X) 2. Menghitung derajat desentralisasi (Y) 3. Melakukan analisis data untuk variabel kinerja keuangan daerah dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA). 4. Analisis statistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara variabel X dengan Y. Hipotesis dalam penelitian ini akan dianalisis secara kuantitatif untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dari kinerja keuangan daerah terhadap derajat desentralisasi. Kinerja Keuangan Daerah (X) Menghitung kinerja keuangan daerah (X) yang diukur dengan perubahan/pertumbuhan pendapatan
asli
daerah
yang
meliputi
perubahan/pertumbuhan
pajak
daerah,
perubahan/pertumbuhan retribusi daerah, perubahan/pertumbuhan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, perubahan/pertumbuhan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Pertumbuhan pendapatan pada tahun tertentu (t) dapat dihitung dengan rumus berikut (Mahmudi, 2016:137): Pertumbuhan Pendapatan Thn t =
Pendapatan Thn t − Pendapatan Thn (t−1) Pendapatan Thn (t−1)
x 100%
Derajat Desentralisasi (Y) Rasio derajat desentralisasi dirumuskan sebagai berikut (Mahmudi, 2016:140): Pendapatan Asli Daerah
Derajat Desentralisasi = Total Pendapatan Daerah x 100%
Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) Menurut Johnson and Wichern (2007:430), “analisis komponen utama (Principal Component Analysis) digunakan untuk menjelaskan struktur matriks varians-kovarians dari suatu set variabel melalui kombinasi linier dari variabel-variabel tersebut”. Secara umum komponen utama dapat berguna untuk reduksi dan interpretasi variabel-variabel. Prosedur Principal Component Analysis (PCA) pada dasarnya adalah bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya. Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali atau yang biasa disebut dengan principal component. Setelah beberapa komponen hasil PCA yang bebas multikolinearitas diperoleh, maka komponen-komponen tersebut menjadi variabel bebas baru yang akan diregresikan atau dianalisa pengaruhnya terhadap variabel tak bebas (Y) dengan menggunakan analisis regresi. Dengan analisis komponen utama kita akan mereduksi data pengamatan ke dalam beberapa set data sedemikian sehingga informasi dari semua data dapat kita serap seoptimal mungkin. Dengan demikian analisis komponen utama hanya tergantung pada kovarians matriks Σ (atau matriks korelasi ρ) dari X1, X2, …, Xp. Dalam penelitian ini vektor acak (random vector) X΄= [X1, X2, X3, X4] memiliki matriks kovarian Σ dengan eigenvalues λ1≥ λ2≥ λ3≥ λ4≥ 0. Kombinasi linear yang terbentuk: Y = 𝑎1′ X = a11X1 + a12X2 + a13X3 + a14X4 Dengan: Var (Yi)
= 𝑎1′ Σa1
Cov (Yi, Yk) = 𝑎1′ Σak Keterangan: Y
= Derajat Desentralisasi
X
= Kinerja Keuangan Daerah
X1 = Perubahan Pajak Daerah X2 = Perubahan Retribusi Daerah X3 = Perubahan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan X4 = Perubahan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Principal Component Analysis (PCA) dilakukan dengan menggunakan Minitab versi 17. Yang akan dilakukan Principal Component Analysis (PCA) adalah kinerja keuangan daerah yang dinyatakan dengan perubahan pajak daerah, perubahan retribusi daerah, perubahan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, perubahan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, sehingga menghasilkan nilai untuk variabel kinerja keuangan daerah (X). Analisis Statistik Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik parametris. Menurut Sugiyono (2015:150), “statistik parametris kebanyakan digunakan untuk menganalisis data rasio”. Analisis Regresi Linier Sederhana Uji regresi linier sederhana ini dilakukan untuk mengetahui hubungan fungsional antar variabel X (Kinerja Keuangan Daerah) dengan variabel Y (Derajat Desentralisasi). Regresi linier sederhana ini mengestimasi besarnya koefisien-koefisien yang dihasilkan dari persamaan yang bersifat linier, yang melibatkan suatu variabel bebas sebagai alat prediksi besarnya nilai variabel terikat. Menurut Sugiyono (2015:261), regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Persamaan umum regresi linier sederhana adalah: 𝑌̂ = a + bX dimana nilai a dan b dapat diperoleh dengan rumus: (∑Y)(∑X2 ) − (∑X)(∑XY) 𝑎= n (∑X2 ) − (∑X)2 𝑏=
n(∑XY) − (∑X)(∑Y) n (∑X2 ) − (∑X)2
Keterangan: X = Variabel bebas (Kinerja Keuangan Daerah) Y = Variabel terikat (Derajat Desentralisasi) a = Suatu bilangan konstanta yang merupakan nilai Y, jika X= 0 b = Koefisien regresi yang menunjukkan besarnya pengaruh perubahan nilai variabel bebas (Kinerja Keuangan Daerah) terhadap perubahan Variabel terikat (Derajat Desentralisasi) n = Ukuran sampel yang diteliti Uji Korelasi (r) Uji korelasi adalah teknik pengujian data yang digunakan untuk mengetahui keereatan hubungan variabel. Untuk mengetahui apabila variabel X dan variabel Y mempunyai hubungan yang erat atau tidak, maka digunakan alat uji korelasi dengan rumus sebagai berikut (Sugiyono, 2015:228): r=
n(ΣXY) − (ΣX)(ΣY) √(n(ΣX2 ) − (ΣX)²)(n(ΣY 2 ) − (ΣY)2 )
Keterangan: r = Koefisien korelasi X = Kinerja Keuangan Daerah Y = Derajat Desentralisasi n = Ukuran sampel yang diteliti Menurut Sugiyono (2015:231) untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada ketentuan yang tertera pada tabel pedoman untuk memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi sebagai berikut: Tabel 1 Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Terhadap Koefisien Korelasi Koefisien Korelasi Tingkat Hubungan 0,000 - 0,199
Sangat Rendah
0,200 - 0,399
Rendah
0,400 - 0,599
Sedang
0,600 - 0,799
Kuat
0,800 - 1,000
Sangat Kuat
Uji Determinasi Dan Uji Non Determinasi a)
Uji Determinasi Uji determinasi merupakan suatu alat uji yang digunakan untuk mengetahui besaranya
persentase (%) pengaruh variabel X terhadap variabel Y dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Rochaety.at.el, 2007:123): KD = r²x 100% b) Uji Non Determinasi Uji non determinasi adalah untuk mengetahui besarnya persentase (%) pengaruh lain di luar variabel X terhadap variabel Y, dengan menggunakan rumus sebagai berikut: KND = (1 − r 2 ) X 100% Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis adalah salah satu cara dalam statistika untuk menguji parameter populasi berdasarkan statistik sampelnya, untuk dapat diterima atau ditolak pada tingkat signifikasi tertentu. Uji signifikasi secara umum merupakan prosedur untuk mengetahui seberapa besar signifikasi kebenaran suatu hipotesis nol (H0) atau untuk menentukan apakah sampel yang diamati berbeda secara nyata dari hasil-hasil yang diharapkan. Penetapan hipotesis nol (H0) adalah suatu hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh antara variabel independen dan variabel dependen, hipotesis alternatif (Ha) adalah
suatu hipotesis yang menyatakan bahwa ada pengaruh antara variabel independen dan variabel dependen. Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Menentukkan hipotesis penelitian (Ho dan Ha): Ho : ρ = 0 : Menunjukkan Kinerja Keuangan Daerah tidak berpengaruh terhadap Derajat Desentralisasi. Ha : ρ ≠ 0 : Menunjukkan Kinerja Keuangan Daerah berpengaruh terhadap Derajat Desentralisasi. 2) Taraf keyakinan yang Digunakan Penetapan tingkat signifikan (α) ditetapkan sebesar 5% (0,05) yang menunjukan kemungkinan kebenaran hasil penarikan kesimpulan mempunyai probabilitas 95% atau toleransi kekeliruan 5%. 3) Menentukan nilai uji t: Untuk mengetahui apakah variabel X berpengaruh terhadap variabel Y, terlebih dahulu perlu dicari nilai thitung . 4) Menetapkan kaidah pengujian hipotesis sebagai berikut: 1) Terima Ho jika → -t ½ ∝ ≤ thitung ≤ t ½ ∝, df = n – 2 2) Tolak Ho jika → thitung < -t ½ ∝ atau thitung > t ½ ∝, df = n – 2 5) Penarikan Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis ditarik kesimpulan apakah hipotesis yang telah ditetapkan itu diterima atau ditolak.
PEMBAHASAN Kinerja Keuangan Daerah Kinerja keuangan daerah merupakan salah satu ukuran yang digunakan pemerintah daerah untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah. Kinerja keuangan daerah sangat penting untuk dilihat dan diukur, karena kinerja keuangan daerah dapat mencerminkan suatu daerah mampu dalam menjalankan otonomi daerah. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Ciamis maka kinerja keuangan daerah dapat diukur dengan menghitung pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari perubahan pajak daerah, perubahan retribusi daerah, perubahan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan perubahan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Adapun untuk menentukan pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari perubahan pajak daerah, perubahan retribusi daerah, perubahan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan perubahan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah yang dihitung dengan menggunakan rumus:
Pendapatan Thn t − Pendapatan Thn (t−1) Pendapatan Thn (t−1)
x 100% (Mahmudi,
2016:137), dan hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel Perubahan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Ciamis Tahun 2006 sampai dengan Tahun 2015 dibawah ini: Tabel 2 Perubahan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Ciamis Tahun 2006 sampai dengan Tahun 2015 Perubahan Pendapatan Asli Daerah (%) Perubahan Hasil Perubahan Perubahan Pengelolaan Perubahan Tahun Pajak Daerah Retribusi Kekayaan Daerah Lain-Lain PAD (%) Daerah (%) yang Dipisahkan yang Sah (%) (%) 2006 2,46 32,80 25,87 127,27 2007 5,54 13,45 9,64 155,05 2008 25,48 16,32 26,79 (53,37) 2009 19,13 29,05 32,73 (46,03) 2010 (0,50) (12,33) 25,50 51,21 2011 51,11 14,49 2,49 (3,20) 2012 43,90 (47,31) 4,94 450,87 2013 62,68 23,42 72,44 27,43 2014 46,11 (58,60) (22,60) 102,23 2015 7,72 39,64 (4,92) (60,54) Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Ciamis (data diolah)
Berdasarkan tabel diatas, perubahan/pertumbuhan penerimaan pendapatan asli daerah Kabupaten Ciamis yang diperoleh dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah selalu mengalami perubahan positif dan negatif, serta kecenderungannya (trend) pun mengalami peningkatan dan penurunan. Peningkatan pertumbuhan ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu pemerintah daerah selalu menggali potensi yang ada di daerahnya. Sedangkan pertumbuhan yang negatif menunjukkan terjadi penurunan kinerja pendapatan, kemungkinan terjadi karena faktor ekonomi makro yang diluar kendali pemerintah daerah atau dapat juga penurunan ini terjadi karena manajemen keuangan daerah yang kurang baik. Berdasarkan pengolahan data di atas dapat diketahui bahwa penerimaan pendapatan asli daerah yang diperoleh dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah dari tahun 2006 sampai dengan 2015 selalu mengalami pertumbuhan yang positif dan negatif, sehingga kinerja keuangan daerah selalu mengalami peningkatan dan penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini terjadi karena
adanya penambahan dan pengurangan dari setiap komponen penerimaan pendapatan asli daerah setiap tahunnya, sehingga perubahan ini bersifat fluktuatif. Derajat Desentralisasi Derajat Desentralisasi merupakan aspek yang sangat penting dalam pelaksanaan otonomi daerah secara keseluruhan. Derajat desentralisasi dapat mencerminkan kemampuan daerah dalam membiayai dan mengelola sendiri dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah tanpa ada campur tangan pemerintah pusat. Derajat desentralisasi merupakan perbandingan antara Pendapatan Asli Daerah dengan Total Pendapatan Daerah. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, derajat desentralisasi yang merupakan perbandingan dari pendapatan asli daerah dengan pendapatan daerah. Dimana pendapatan asli daerah merupakan sumber utama penerimaan daerah yang sangat penting, apabila nilai pendapatan asli daerah tiap tahunnya selalu meningkat, maka pemerintah daerah dapat dikatakan mampu dalam menjalankan otonomi daerah. Adapun untuk menentukan derajat desentralisasi dihitung dengan menggunakan rumus: Pendapatan Asli Daerah Total Pendapatan Daerah
x 100% (Mahmudi, 2016:140), dan hasil perhitungannya dapat dilihat
pada tabel Derajat Desentralisasi Kabupaten Ciamis Tahun 2006 sampai dengan Tahun 2015 sebagai berikut: Tabel 3 Derajat Desentralisasi Kabupaten Ciamis Tahun 2006 sampai dengan Tahun 2015 Tahun Derajat Desentralisasi (%) 2006 3,48 2007 5,16 2008 4,03 2009 3,81 2010 3,83 2011 3,68 2012 4,72 2013 5,42 2014 9,09 2015 5,04 Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Ciamis (data diolah)
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa rasio derajat desentralisasi untuk Kabupaten Ciamis selalu mengalami peningkatan dan penurunan dari tahun ke tahun. Rasio derajat desentralisasi ini menunjukkan derajat kontribusi pendapatan asli daerah terhadap total pendapatan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD, maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi. Derajat desentralisasi, khususnya komponen PAD dibandingkan dengan total pendapatan daerah, menurut hasil penelitian Tim Fisipol UGM menggunakan skala interval sebagaimana terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 4 Skala Interval Rasio Derajat Desentralisasi Kemampuan Keuangan Daerah (%) Skala Interval Derajat Desentralisasi (%) 00,00-10,00 Sangat Kurang 10,01-20,00 Kurang 20,01-30,00 Cukup 30,01-40,00 Sedang 40,01-50,00 Baik > 50,00 Sangat Baik Sumber: Anita Wulandari (dalam Hony Adhiantoko, 2013:33)
Berdasarkan tabel 3 dan tabel 4, pada tahun 2006 rasio derajat desentralisasi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Ciamis sebesar 3,48%. Pada tahun 2007 mengalami kenaikan menjadi 5,16%. Pada tahun 2008 rasio derajat desentralisasi mengalami penurunan menjadi 4,03%. Dan mengalami penurunan kembali pada tahun 2009 menjadi 3,81 %, sedangkan pada tahun 2010 mengalami kenaikan menjadi 3,83%. Pada tahun 2011 mengalami penurunan kembali menjadi 3,68%. Pada tahun 2012 rasio derajat desentralisasi untuk Kabupaten Ciamis mengalami kenaikan menjadi 4,72%, dan terus mengalami kenaikan sampai dengan tahun 2014, yaitu pada tahun 2013 menjadi 5,42% dan pada tahun 2014 menjadi 9,09%. Dan terakhir pada tahun 2015 mengalami penurunan kembali menjadi 5,04%. Sehingga peningkatan dan penurunan derajat desentralisasi untuk Kabupaten Ciamis bersifat fluktuatif. Maka dapat disimpulkan bahwa rasio derajat desentralisasi untuk kabupaten Ciamis dikategorikan masih sangat kurang, karena berada pada skala 00,00-10,00%, hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis masih sangat tergantung pada Pemerintah Pusat. Analisis Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Derajat Desentralisasi Analisis kinerja keuangan daerah terhadap derajat desentralisasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh dan hubungan kinerja keuangan daerah terhadap desentralisasi. Adapun dilakukan analisis statistik sebagai berikut: Analisis Komponen Utama (PCA) Analisis komponen utama (Principal Component Analysis) digunakan untuk menjelaskan struktur matriks varians-kovarians dari suatu set variabel melalui kombinasi linier dari variabel-variabel tersebut. Analisis komponen utama digunakan untuk menyederhanakan variabel yang diamati yaitu perubahan pajak daerah, perubahan retribusi daerah, perubahan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan perubahan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya.
Principal Component Analysis (PCA) dilakukan dengan menggunakan Minitab versi 17. Yang akan dilakukan Principal Component Analysis (PCA) adalah kinerja keuangan daerah yang dinyatakan dengan perubahan pajak daerah, perubahan retribusi daerah, perubahan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, perubahan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, sehingga menghasilkan nilai untuk variabel kinerja keuangan daerah (X). Ada 3 metode untuk menentukan banyaknya komponen utama, yaitu berdasarkan akar ciri (eigenvalue), kumulatif proporsi keragaman total (cumulative proportion), dan penggunaan grafik (plot scree). Penulis memilih metode akar ciri (eigenvalue), dimana peubah asal ditransformasi menjadi peubah yang memiliki ragam sama yaitu satu. Eigenvalue dalam analisis komponen utama ini penulis memilih pada komponen utama 1 (PC1), karena eigenvalue (akar ciri) yang dihasilkan sudah memiliki nilai satu yaitu sebesar 1,9830. Maka yang digunakan adalah komponen utama 1 (PC1), sehingga persamaan komponen utama pertama (PC 1) dapat ditulis sebagai berikut: Y = 𝑎1′ X = 0,271680 X1 + (-0,663704) X2 + (-0,413076) X3 + 0,561299 X4 Hasil dari analisis komponen utama dengan menggunakan Minitab versi 17. dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5 Komponen Utama 1 (PC 1) Tahun PC 1 (%) 2006 -0,75266 2007 -0,01182 2008 -0,85600 2009 -1,24937 2010 -0,19459 2011 0,05649 2012 2,81689 2013 -0,98966 2014 2,22355 2015 -1,04283 Sumber: Hasil Pengolahan Data Analisis Komponen Utama
Berdasarkan tabel, maka telah diperoleh hasil dari komponen variabel-variabel dari perubahan pajak daerah, perubahan retribusi daerah, perubahan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, perubahan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah menjadi variabel bebas baru yaitu kinerja keuangan daerah. Dimana variabel kinerja keuangan daerah (X) ini akan diregresikan atau dianalisa pengaruhnya terhadap variabel derajat desentralisasi (Y) dengan menggunakan analisis regresi. Analisis Regresi Linier Sederhana Untuk mengetahui hubungan fungsional antar variabel X (Kinerja Keuangan Daerah) dengan variabel Y (Derajat Desentralisasi), maka dilakukan analisis regresi linier sederhana.
Penulis telah melakukan perhitungan atas variabel kinerja keuangan daerah (X) dan derajat desentralisasi (Y), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah
Tabel 6 Analisis Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Derajat Desentralisasi Kabupaten Ciamis Tahun 2006 sampai dengan Tahun 2015 Kinerja Derajat Keuangan Desentralisasi XY X2 Daerah (X) (Y) -0,753 3,48 -2,619 0,566 -0,012 5,16 -0,061 0,000144 -0,856 4,03 -3,450 0,733 -1,249 3,81 -4,760 1,561 -0,195 3,83 -0,745 0,038 0,056 3,68 0,208 0,003 2,817 4,72 13,296 7,935 -0,990 5,42 -5,364 0,979 2,224 9,09 20,212 4,944 -1,043 5,04 -5,256 1,087 0,000 48,26 11,461 17,847
Y2 12,110 26,626 16,241 14,516 14,669 13,542 22,278 29,376 82,628 25,402 257,389
Dengan menggunakan rumus Ŷ = a + bx. Nilai a dan b dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 𝑎= a = a = a =
(∑Y)(∑X2 )−(∑X)(∑XY) n (∑X2)−(∑X)2 (48,26)( 17.847)−(0)( 11.461) 10(17.847)−(0)2 861,3092931−0 178,47−0 861,30929 178,47
a = 4,826 Selanjutnya, nilai b dapat dicari dengan menggunakan rumus: b= b =
n(∑XY)−(∑X)(∑Y) n (∑X2)−(∑X)2 10 (11,461)−(0)(48.26)
10(17.847)−(0)2 114,61−0
b = 178,47−0 114,61
b = 178,47 b = 0,642 Dari perhitungan tersebut dapat diperoleh persamaan regresi linier sederhana Ŷ = 4,826 + 0,642x. Dari persamaan regresi tersebut, dapat diartikan bahwa setiap nilai kinerja keuangan daerah bertambah 1, maka nilai derajat desentralisasi akan bertambah sebesar 0,642. Dimana kinerja keuangan daerah mempunyai hubungan yang positif dengan derajat desentralisasi.
Uji Korelasi Untuk mengetahui keeratan hubungan antara kinerja keuangan daerah dengan derajat desentralisasi, penulis menggunakan alat uji korelasi sebagai berikut: r= r = r = r = r =
n(ΣXY) − (ΣX)(ΣY) √{n(ΣX2 ) − (ΣX)²}{n (ΣY 2 ) − (ΣY)²} 10(11,461)−(0)(48,260) √(10(17,847)−(0)2 )(10 (257,389)−(48,260)2 ) 114,61−0 √(178,47−0)(2573,89−2329,0276) 114,61 √(178,47)(244,8624) 114,61 √(43700,59253) 114,61
r = 209,0468668 r = 0,548250264 r = 0,548 Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka dapat diketahui nilai koefisien korelasi sebesar 0,548. Artinya, kinerja keuangan daerah mempunyai hubungan yang sedang dengan derajat desentralisasi karena berada diantara nilai 0,400-0,599 (Sugiyono, 2015:231). Uji Koefisien Determinasi Untuk mengetahui berapa besarnya persentase (%) pengaruh variabel X (kinerja keuangan daerah) terhadap variabel Y (derajat desentralisasi) dengan rumus sebagai berikut: KD = r²x 100% KD = 0,5482 x 100% KD = 0,300304 x 100% KD = 30,1% Dari perhitungan di atas, menunjukkan bahwa 30,1 % dari pencapaian derajat desentralisasi dipengaruhi oleh kinerja keuangan daerah. Uji Koefisien Non Determinasi Uji non determinasi adalah untuk mengetahui besarnya persentase (%) pengaruh lain di luar variabel X (kinerja keuangan daerah) terhadap variabel Y (derajat desentralisasi), dengan menggunakan rumus sebagai berikut: KND = (1 − r 2 ) X 100% KND = (1- 0.5482) x 100% KND = (1- 0,300304) x 100%
KND = 0,699696 x 100% KND = 69,9% Dari perhitungan di atas, berarti bahwa 69,9% merupakan pengaruh dari faktor-faktor lain di luar kinerja keuangan daerah tetapi berpengaruh terhadap peningkatan derajat desentralisasi. Faktor lain tersebut adalah faktor yang ada dalam komponen pendapatan daerah selain pendapatan asli daerah yang tidak dihitung oleh penulis, yaitu diantaranya dana perimbangan yang meliputi dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hirawan yang dikutip oleh Hessel Nogi S. Tangkilisan (2005:73) bahwa kemampuan otonomi tidak hanya dilihat dari tingginya PAD, karena bukan hanya PAD yang memberikan keleluasaan kepada daerah otonomi dalam pengalokasian dana. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji t dengan tingkat signifikasi yang digunakan adalah 95% (α= 0,05) dan kaidah keputusannya yaitu terima Ho jika -t ½ ∝ ≤ thitung ≤ t ½ ∝ df (n – 2) dan tolak Ho jika thitung < -t ½ ∝ atau thitung > t ½ ∝ df (n – 2). Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan Minitab Versi 17.0, diperoleh nilai thitung sebesar 1,85 sedangkan ttabel atau t½ ∝ df (n – 2) dengan menggunakan pengujian satu arah, maka ttabel atau t ½ ∝ df (n – 2) sebesar 2,306. Berdasarkan hasil pengujian satu arah α = 5%, ternyata thitung lebih kecil dari ttabel atau t ½ ∝ (1,854 < 2,306). Untuk nilai probabilitas (Sig.) sebesar 0,101 lebih besar dari nilai α (0,05). Dari hasil pengujian tersebut, menunjukkan bahwa kinerja keuangan daerah berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap derajat desentralisasi, yang artinya bahwa kinerja keuangan daerah memberikan kontribusi yang tidak begitu berarti terhadap derajat desentralisasi, karena ada faktor pengaruh lainnya yang tidak diteliti oleh penulis, seperti perubahan dana perimbangan yang meliputi dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, dan perubahan lain-lain pendapatan daerah yang sah terhadap derajat desentralisasi yang menggambarkan kemampuan otonomi daerah. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Pheni Chalid (2005:8) bahwa sebagai komponen utama desentralisasi wewenang pemerintahan, maka desentralisasi fiskal haruslah didukung oleh sumber-sumber keuangan yang memadai baik berasal dari PAD termasuk surcharge of taxes, bagi hasil pajak dan non pajak, pinjaman, maupun subsidi atau bantuan dari Pemerintah Pusat.
PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan mengenai Analisis Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Derajat Desentralisasi, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kinerja Keuangan Daerah Kabupaten Ciamis Tahun 2006 sampai dengan 2015, selalu mengalami kenaikan dan penurunan. Kenaikan terjadi pada tahun 2012 dan penurunan terjadi pada tahun 2009. Hal ini terjadi karena setiap tahun komponen kinerja keuangan daerah yang dilihat dari perubahan pajak daerah, perubahan retribusi daerah, perubahan hasil pengelolaaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan perubahan lain-lain pendapatan daerah yang sah selalu mengalami penambahan dan pengurangan dalam penerimaannya, sehingga kenaikan dan penurunan ini bersifat fluktuatif. 2. Derajat desentralisasi Daerah Kabupaten Ciamis Tahun 2006 sampai dengan 2015, selalu mengalami kenaikan dan penurunan. Kenaikan terjadi pada tahun 2014 dan penurunan terjadi pada tahun 2006. Hal ini menunjukkan bahwa derajat desentralisasi di Kabupaten Ciamis masih dikatakan sangat kurang dan pemerintah daerah masih bergantung pada pemerintah pusat. 3. Berdasarkan hasil pengujian satu arah terhadap hipotesis yang diajukan dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana, uji korelasi, serta uji koefisien determinasi dan koefisien non determinasi, maka diketahui bahwa kinerja keuangan daerah berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap derajat desentralisasi. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan daerah yang diukur dengan perubahan/pertumbuhan pendapatan asli daerah yang meliputi perubahan pajak daerah, perubahan retribusi daerah, perubahan hasil pengelolaaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan perubahan lain-lain pendapatan daerah yang sah tidak memberikan kontribusi yang begitu berarti terhadap derajat desentralisasi yang dihitung menggunakan perbandingan pendapatan asli daerah dengan total pendapatan daerah. Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis, diantaranya yaitu dana perimbangan yang meliputi dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan simpulan yang telah dikemukakan diatas, penulis mencoba memberikan saran-saran yang diharapkan dapat memberi manfaat yang berguna baik bagi kemajuan Dinas yang berada di Kabupaten Ciamis maupun bagi peneliti selanjutnya. Adapun saran tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Bagi Pemerintah Kabupaten Ciamis
Diharapkan Pemerintah Kabupaten Ciamis melalui Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah untuk selalu terus menggali potensi-potensi yang ada di daerah. Pendapatan asli daerah yang merupakan sumber utama penerimaan daerah harus selalu ditingkatkan, yaitu dengan selalu meningkatkan penerimaan dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Seperti dalam penerimaan pendapatan pajak daerah untuk selalu diawasi dalam pembayarannya, agar tidak gagal mencapai target yang diharapkan. Karena penerimaan pendapatan dari sisi pajak daerah ini merupakan penerimaan pendapatan asli daerah yang sangat penting, mengingat kurangnya kesadaran masyarakat dalam melakukan pembayaran, maka harus selalu melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya membayar kewajiban seperti dalam pembayaran pajak daerah dan retribusi daerah, yang nantinya akan digunakan untuk pembangunan daerah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dan diharapkan juga pada penerimaan lainnya pun selalu ditingkatkan seperti dalam penerimaan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan penerimaan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, karena penerimaan ini pun sangat penting untuk menambah penerimaan daerah sehingga pendapatan asli daerah dapat meningkat, dan otonomi daerah dapat terlaksana dan tujuan untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat dapat tercapai. 2.
Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian selanjutnya agar menggunakan data dengan rincian yang lengkap mengenai Laporan realisasi penerimaan Pendapatan Daerah sehingga dapat menunjang semua kebutuhan penelitian. Dan penelitian selanjutnya dapat menggunakan indikator lain seperti Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah untuk mengukur kinerja keuangan daerah, sehingga hasil dari penelitianya dapat dibandingkan dengan hasil penelitian penulis.
DAFTAR PUSTAKA Aan Zulyanto.2010.Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bengkulu. [Online]. Tersedia: http://eprints. undip.ac.id/23796/.(Diakses 9 Juni 2016). Abdul Halim dan Muhammad Syam Kusufi.2012.Akuntansi Sektor Publik:Akuntansi Keuangan Daerah Edisi 4.Jakarta:Salemba Empat.
Addina Marizka.2009.Analisis Kinerja Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Pemerintah
Kota
Medan
[Online].
Tersedia:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/9556/1/10E00382.pdf . (Diakses 26 Februari 2016). Ahmad A Matjik dan I Made Sumertajaya.2011.Sidik Peubah Ganda dengan Menggunakan SAS.Bogor:IPB Press. Akram Arif Nugroho.2012.Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali
APBD
2008-2010
[Online].
Tersedia:http://eprints.
ums.ac.id/19964/19/NASKAH_PUBLIKASI_ILMIAH.pdf.(Diakses
10
Maret
2016). Andi P. Hamzah dkk.2014.Modul Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah dan SKPD.Kementerian
Keuangan
Republik
Indonesia:Direktorat
Jenderal
Perimbangan Keuangan. Bahrun Assidqi.2014.Analisis Kinerja Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten
Klaten
Tahun
2008-2012
[Online].
Tersedia:
http://eprints.uny.ac.id/17162/. (Diakses 26 Februari 2016). Danang Sunyoto.2013.Metodologi Penelitian Akuntansi.Bandung:PT Refika Aditama. Hadi Sasana.2009.Peran Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi
Jawa
Tengah
[Online].
Tersedia:
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/96 .(Diakses 9 Juni 2016). Havid Sularso dan Yanuar E. Restianto.2011.Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah [Online].Tersedia:http://jurnal.bakrie.ac.id/index.php/journal_MRA/article/view/2 2.(Diakses 9 Juni 2016). Hessel Nogi S Tangkilisan.2005.Manajemen Publik.Jakarta:PT Grasindo. Hony Adhiantoko.2013.Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Blora (Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Blora
Tahun
2007
-
2011)
[Online].
Tersedia:
http://eprints.uny.ac.id/17846/ .(Diakses 9 Juni 2016). Jamason Sinaga.Selamat Datang Standar Akuntansi Pemerintahan.Anggota Kelompok Kerja Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP), Koordinator Bidang Kajian Standar IAI-Kompartemen Akuntan SektorP ublik, Bekerja di BPKP. Johnson, Richard A. And Dean W. Wichern.2007.Applied Multivariate Statistical Analysis Sixth Edition.Pearson Prentice Hall:Pearson Education, Inc.
Lidia Mariani.2013.Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sesudah Pemekaran Daerah (Studi Empiris Pada Kabupaten/Kota di Sumatera Barat) [Online]. Tersedia:http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/641/40 0.(Diakses 25 Februari 2016). Mahmudi.2016.Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.Yogyakarta:Unit Penerbit Percetakan (UPP) Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (STIM) YKPN. Mardiasmo.2002.Akuntansi SektorPublik.Yogyakarta:Andi. Nadya Pretti Kalalo, Jantje J. Tinangon, dan Inggriani Elim.2014.Pengukuran Kinerja Keuangan
Pada
Pemerintah
Kota
Manado
[Online].
Tersedia:
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/4375.Diakses 9 Juni 2016). Oesi Agustina. A.2013.Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah dan Tingkat Kemandirian Daerah Di Era Otonomi Daerah: Studi Kasus Kota Malang (Tahun Anggaran
2007-2011)
[Online].
Tersedia:
http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/394 .(Diakses 13 Maret 2016) Republik Indonesia.2005.Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Republik Indonesia.2005.Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Republik Indonesia.2010.Peraturan Pemerintah. Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Republik Indonesia.2010.Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran I Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual. Republik Indonesia.2010.Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran II Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Kas Menuju Akrual. Republik Indonesia.2010.Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran III Proses Penyusunan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual. Republik Indonesia.2000.Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Republik Indonesia.2013.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Pada Pemerintah Daerah. Republik Indonesia.2003.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Republik Indonesia.2004.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Republik Indonesia.2004.Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Republik Indonesia.2014.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Pheni Chalid.2005.Keuangan Daerah Investasi, dan Desentralisasi Tantangan dan Hambatan.Jakarta:Kemitraan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Ciamis Tahun 20142019. Ratri Patriati.2010.Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Pemerintah
Daerah
Di
Jawa
Tengah
[Online].
Tersedia:
http://eprints.uns.ac.id/8098/ .(Diakses 16 Maret 2016). Rifka Amalia Mirza.2012.Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2005 Sampai Tahun 2010 [Online].Tersedia: http://eprints.undip.ac.id/ 35545/. (Diakses 14 Mei 2016). Ruth Martha Napitupulu.2012.Analisis Laporan Keuangan Dinas Pendapatan Kabupaten Ogan IlirTahun 2010.Jurnal Universitas Sriwijaya. Soemartini.2012. Aplikasi Principal Component Analysis (PCA) Dalam Mengatasi Multikolinieritas Untuk Menentukan Investasi Di Indonesia Periode 2001.1-2010.4 [Online]. Tersedia: http://seminar.uny.ac.id. (Diakses 27 Mei 2016). Sudjana.2005.Metoda Statistika.Bandung:Tarsito. Sugiyono.2015.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.Bandung: Alfabeta. .2015.Statistika Untuk Penelitian.Bandung: Alfabeta. http://ciamiskab.go.id/ http://www.pemumkabciamis.com/ http://dppkad.ciamiskab.go.id/