PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN PROSES PEMBENTUKAN TANAH MELALUI METODE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA SISWA KELAS V SD NEGERI BEGAJAH 04 SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2009/2010
Diajukan Oleh : RIKA WIDYASTUTI K. 7106038
FKIP PGSD UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2010
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam pendidikan formal di sekolah, guru dan siswa memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan proses belajar mengajar. Oleh karena itu, maka peran guru menjadi fungsi keberhasilan dalam misi pendidikan dan pembelajaran di sekolah, selain bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan dan menciptakan suasana kondusif yang mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran. Keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh perubahan dan pembaharuan dalam segala komponen pendidikan. Adapun komponen yang mempengaruhi pelaksanaan pendidikan meliputi kurikulum, sarana prasarana, guru, siswa dan metode pengajaran yang tepat. Semua komponen tersebut saling terkait dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan (Djamarah, 2006: 9). Hasil dan kemampuan belajar siswa yang meningkat merupakan salah satu indikator pencapaian tujuan pendidikan yang mana hal itu tidak terlepas dari motivasi belajar siswa maupun kreativitas guru dalam menyajikan suatu materi pelajaran melalui berbagai metode pembelajaran untuk dapat mencapai tujuan pengajaran secara maksimal. Berdasarkan hasil observasi awal y ang penulis lakukan pada guru kelas V SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo menunjukkan bahwa dalam pembelajaran IPA, guru masih menekankan pada konsep-konsep yang terdapat di dalam buku, dan juga belum memanfaatkan pendekatan lingkungan dalam pembelajaran secara maksimal. M engajak siswa berinteraksi langsun g dengan lingkungan jarang dilakukan oleh guru. Guru sebagian besar masih mempertahankan urutan-urutan dalam buku tanpa memperdulikan kesesuaian dengan lingkungan belajar siswa. Hal ini membuat pembelajaran tidak efektif, karena siswa kurang merespon terhadap pelajaran yang disampaikan. M aka pengajaran semacam ini cenderung menyebabkan kebosanan kepada siswa.
1
Selama ini guru kurang maksimal menerapkan metode pembelajaran yang tepat dengan waktu dan sarana yang terbatas. M ateri disampaikan dengan ceramah, kemudian siswa diberi tugas untuk mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKS). LKS dianggap dapat memudahkan guru dalam memantau keberhasilan siswa untuk mencapai sasaran belajar (Hendro dan Jenny, 1991: 40). Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mengerjakan LKS yang dapat menutup kelemahan metode ceramah yang hanya berorientasi pada hafalan saja, namun dikhawatirkan ada beberapa siswa yang mencontoh pekerjaan temannya. Hal ini menyebabkan siswa kurang mempunyai kemampuan dalam mendeskripsikan konsep-konsep IPA y aitu khususnya pada materi proses p embentukan tanah. Hal ini teridentifikasi dari tes awal yang diberikan guru menunjukkan bahwa rata-rata siswa dalam mendeskripsikan proses pembentukan tanah mencapai 67,04 dan siswa yang tuntas hanya 15 atau 55,56% dari 27 siswa. Fakta diatas menunjukkan kualitas proses dan hasil pembelajaran yang dilaksanakan guru masih kurang optimal dan tidak sesuai harapan. Para siswa telah memiliki kemampuan awal yang telah diterima di kelas sebelumnya, tetapi guru kurang memperhatikan hal tersebut. Kemampuan awal siswa ini seharusnya digali oleh guru agar siswa lebih belajar mandiri dan kreatif, khususnya ketika mereka akan mengkaitkan dengan pelajaran baru. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah menggunakan pendekatan pembelajaran yang lebih mendekatkan pada lingkungan siswa. Konsep-konsep
yang dikembangkan sebaiknya
berhubungan dengan alam sekitar agar menjadi konteks pembelajaran yang bermakna. Namun kenyataannya guru cenderung mengikuti isi kurikulum dan anak belajar secara verbal, keadaan semacam ini jauh dari konsep belajar bermakna. M enurut teori belajar Ausubel dalam Srini M . Iskandar (2001: 87) pelajaran yang bermakna bagi murid ialah pelajaran yang dihubungkan dengan hal-hal yang diketahui murid, telah diketahuinya, dihubungkan dengan minatny a, kegunaannya pada masa depan kelak. Belajar bermakna menuntut adanya konteks pembelajaran yang muncul di lingkungan tempat tinggal siswa, hal ini dapat dilakukan dengan jalan mengajak siswa belajar di luar kelas atau mengajak 2
mereka mendekati sumber belajar. M aksudnya agar diperoleh ide-ide, dan masalah-masalah yang dapat dilihat dan diamati di lingkungan sekitarnya. Pola pembelajaran seperti ini akan membantu siswa dalam proses berpikir dan pada gilirannya siswa aktif dalam belajar. Pada dasarnya siswa sendiri yang akan menyelesaikan masalah-masalah yang dia dapatkan sesuai dengan konsep materi yang dipelajari. Salah satu konsep yang akrab dengan lingkungan adalah konsep kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi keseimbangan alam seperti proses pembentukan tanah. Konsep ini menjadi lebih bermakna jika di dalam pelajaran siswa diajak langsun g ke lapangan untuk melakukan penyelidikan terhadap proses pembentukan tanah itu. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsun g melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (M ulyasa, 2009: 111). Pembelajaran IPA memiliki fungsi yang fundamental dalam menimbulkan serta mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan inovatif. A gar tujuan tersebut dapat tercapai, maka IPA perlu diajarkan dengan cara yang tepat dan dapat melibatkan siswa secara aktif yaitu melalui proses dan sikap ilmiah. Dengan metode pembelajaran PBL siswa diharapkan akan lebih meningkatkan kemampuan dalam memahami dan mendeskripsikan konsepkonsep IPA khususnya materi proses pembentukan tanah. Hasil penelitian Gardner (1999) menunjukkan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah memberikan peluang bagi siswa untuk melibatkan kecerdasan majemuk (M ade Wena, 2009: 96). M enurut Agus Suprijono (2009: 70), siswa yang terlibat dalam PBL diharapkan tidak hanya mampu mendeskripsikan secara faktual apa yang dipelajari, namun siswa juga diharapkan mampu mendeskripsikan secara analitis atau konseptual. Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode PBL pada kemampuan mendeskripsikan konsep khususnya materi proses pembentukan tanah pada siswa.
IPA
Penelitian ini
dilaksanakan pada siswa SD dengan pertimbangan metode ini belum banyak digunakan. Siswa yang terbiasa dengan metode konvensional akan dikenalkan dengan metode PBL dimana metode ini memiliki banyak kelebihan dibanding 3
dengan metode konvensional. Adapun kelebihan dari metode PBL adalah menyajikan informasi yang mana informasi tersebut digunakan dalam pemecahan masalah, membiasakan siswa untuk berinisiatif, berfikir secara aktif dalam proses belajar mengajar, dan membiasakan siswa untuk lebih aktif mandiri. M enurut Gallagher (1997) dalam (https://www.mis4.udel.edu/Pbl/), tujuan utama dari PBL adalah pembelajaran untuk memiliki kemampuan dan bukan pembelajaran untuk mendapatkan pengetahuan. Penelitian ini pada mata pelajaran IPA karena adanya pertimbangan bahwa mata pelajaran ini merupakan mata pelajaran yang kebanyakan dianggap susah oleh para siswa didik karena dalam belajar harus banyak berpikir kritis, aktif, kreatif, dan inovatif. Berdasarkan permasalahan di atas, maka dipandang perlu diadakan penelitian
tindakan
kelas
dengan
judul
“Peningkatan
Kemampuan
Mendeskripsikan Proses Pembentukan Tanah Melalui Metode Problem Based Learning (PBL) Pada Siswa Kelas V SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo Tahun Ajaran 2009/2010”.
B. Identifikasi Masalah Kenyataan membuktikan bahwa banyak sekali permasalahan yang dijumpai dalam kegiatan belajar mengajar. Permasalahan-permasalahan itu diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Siswa menganggap IPA merupakan mata pelajaran yang susah karena dalam belajar harus banyak berpikir kritis, aktif, kreatif, dan inovatif. 2. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran IPA. 3. Kemampuan siswa dalam mendeskripsikan konsep IPA khususnya materi proses pembentukan tanah masih rendah. 4. Guru belum terampil memilih metode atau pendekatan yang sesuai dengan pembelajaran. 5. Pendekatan PBL masih belum dikenal di SD Negeri Begajah 04 sehingga guru belum pernah menggunakan pendekatan ini.
4
C. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini lebih efektif, efisien, terarah dan dapat dikaji lebih mendalam maka diperlukan pembatasan masalah, dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut: 1. Kemampuan siswa dalam menggolongkan batuan berdasarkan warna, kekerasan, tekstur permukaan (kasar dan halus). 2. Kemampuan siswa dalam menjelaskan proses pembentukan tanah karena pelapukan.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Ap akah penggunaan
metode Problem Based Learning (PBL) dapat
meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah pada siswa kelas V SD Negeri Begajah 04? 2. Ap akah kendala penerapan metode Problem Based Learning (PBL) dalam meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah pada siswa kelas V SD Negeri Begajah 04? 3. Bagaimanakah solusi untuk mengatasi kendala penerapan metode Problem Based Learning (PBL) dalam meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah pada siswa kelas V SD Negeri Begajah 04?
E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah melalui penggunaan metode Problem Based Learning (PBL) pada siswa kelas V SD Negeri Begajah 04. 2. Untuk memaparkan kendala penerapan metode Problem Based Learning (PBL)
dalam
meningkatkan
kemampuan
mendeskripsikan
pembentukan tanah pada siswa kelas V SD Negeri Begajah 04.
5
proses
3. Untuk memaparkan solusi dalam mengatasi kendala penerapan metode Problem
Based
Learning
(PBL)
dalam
meningkatkan
kemampuan
mendeskripsikan proses pembentukan tanah pada siswa kelas V SD Negeri Begajah 04.
F. Manfaat Penelitian M anfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. M anfaat Teoritis Penelitian ini dapat dijadikan sebagai kajian dalam menelaah pengetahuan mengenai metode Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran IPA. 2. M anfaat Praktis a. Bagi Guru 1) M eningkatny a keterampilan guru dalam memilih metode pembelajaran yang tepat yaitu metode Problem Based Learning. 2) M eningkatny a kemampuan guru menerapkan metode Problem Based Learning dalam proses belajar mengajar di kelas. b. Bagi siswa 1) M eningkatny a keterampilan siswa dalam penyelidikan. 2) M eningkatny a keterampilan siswa dalam megatasi masalah. 3) M eningkatny a kemampuan siswa dalam mendeskripsikan konsep-konsep IPA. c. Bagi sekolah Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan bagi sekolah tentang variasi pembelajaran dengan menerapkan metode Problem Based Learning dan peningkatan profesionalisme guru serta meningkatkan mutu p roses pembelajaran.
.
6
BAB II LANDAS AN TEORI
A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Kemampuan Mendeskripsikan a. Pengertian Kemampuan Kemampuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1999: 623) berasal dari kata “mampu” yang berarti bisa atau sanggup. Kemampuan dapat diidentifikasi sebagai kesanggupan, kecakapan, kekuatan, atau potensi diri sendiri. Kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam melakukan sesuatu. Chaplin
dalam
(http://digilib.petra.ac.id)
mengemukakan
ability
(kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa melakukan sesuatu y ang harus ia lakukan. Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam melakukan suatu tindakan. Kemampuan ini mempengaruhi potensi yang ada dalam diri individu tersebut. Proses pembelajaran mengharuskan siswa mengoptimalkan segala kemampuan yang dimiliki. Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan (abilty) adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu y ang diwujudkan melalui tindakannya. b. Pengertian Deskripsi Deskripsi berasal dari kata “describe” yang berarti menggambarkan atau memaparkan. M enurut The Liang Gie (1992: 18) Deskripsi adalah paparan gambaran mengenai suatu hal atau keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar,
atau
merasakan
hal tersebut.
Bentuk
pengungkapan yang
menggambarkan penginderaan, perasaan pengarang tentang macam-macam hal yang berada dalam susunan ruang, misalnya pemandangan indah, lagu merdu, dan lain-lain. Alwi Hasan, dkk (2003: 258) mendefinisikan bahwa deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan terperinci.
7
M endeskripsikan adalah memaparkan atau menggambarkan dengan kata-kata secara jelas dan terperinci. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan mendeskripsikan merupakan suatu kesanggupan, kecakapan, kekuatan, atau potensi diri sendiri untuk menegaskan sesuatu hal kepada orang lain agar orang lain dapat mengerti dan memahami apa yang kita sampaikan secara jelas dan lugas.
2. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam IPA) Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam dan segala sesuatu yang ada di alam. Kata “IPA” merupakan singkatan kata “Ilmu Pengetahuan Alam” yang merupakan terjemahan dari kata-kata Bahasa Inggris
“Natural Science”. Natural artinya alamiah,
berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science itu secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini, ilmu yang mempelajari peristiwaperistiwa yang terjadi di alam (Srini M . Iskandar, 2001: 2). Webster’s: New Collegiate Dictionary dalam (Srini M . Iskandar, 2001: 2) menyatakan “natural science is knowledge concerned with the physical world and its phenomena”, yang artinya Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan tentang alam dan gejala-gejalanya. Einsten dalam (Hendro dan Jenny, 1991: 3) mengatakan “Science is the attempt to make the chaotic deversity of our sense experience correspond to a logically uniform system of thought”, yang artinya IPA merupakan suatu bentuk upaya yang membuat berbagai pengalaman menjadi suatu sistem pola berpikir yang logis. Carin dan Sund dalam (Hendro dan Jenny, 1991: 4-5) mengatakan: science is the system of knowing about the universe through data collected by observation and controlled experimentation. As data are collected, theories are advanced to explain and account for what has been abserved, yang artinya IPA merupakan
8
suatu system of knowing atau sistem untuk mengetahui alam. IPA d ianggap suatu kumpulan pengetahuan yang berfungsi untuk menjelaskan apa yang diperoleh. M enurut Leo Sutrisno, dkk (2007: 1.19) IPA merupakan usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth). Jadi, IPA mengandung tiga hal: proses (usaha manusia memahami alam semesta), prosedur (pengamatan yang tepat dan prosedurnya benar), dan produk (kesimpulannya betul). Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) untuk anak-anak didefinisikan Paolo dan M arten dalam (Srini M . Iskandar, 2001: 16) sebagai berikut: 1) M engamati apa yang terjadi. 2) M encoba memahami apa yang diamati. 3) M empergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi. 4) M enguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar. For example, consider the image of Dr. Faustus: Science seems to be motivated by unlimited curiosity and raw power, unrestrained by moral considerations. In the public mind today, the ‘‘two cultures’’ contrast the responsible engineer, physician, or citizen with a largely imaginary ‘‘mad scientist.’’ Such distorting images remain vivid in the public’s mind, and they persist in the visions of writers and flacks in Hollywood, on Madison Avenue, and among the literati criticized by Snow (Rodney W. Nichols, 2010:18).
Kutipan jurnal di atas mengemukakan contoh dari dr. Faustu bahwa: Ilmu pengetahuan sepertinya adalah motivasi dengan kecurigaan tidak terbatas dan kekuatan mentah, tak dikendalikan dengan ganjaran moral. Orang-orang berfikiran hari ini, ‘‘two cultures’’ atau dua kultur kontras yang bertanggung jawab antara insinyur, dokter, atau penduduk kota dengan sebagian besar khayal ‘‘mad ilmuwan’’. Demikian pendapat dari masyarakat, dan mereka tetap pada tuntutannya visi penulis dan flack di hollywood, di M adison Avenue, dan di antara kritikan literatur oleh Snow.
9
Ada dua hal yang berkaitan dengan IPA y aitu IPA sebagai produk dan IPA sebagai proses. IPA sebagai produk yaitu pengetahuan IPA yang berupa pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. IPA sebagai proses y aitu kerja ilmiah. Baik produk atau proses IPA merupakan subjek kajian IPA. Dengan belajar IPA, belajar produk dan bagaimana proses IPA dapat kita peroleh. Dari beberapa pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa IPA (sains) merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam semesta beserta isi dan kejadian-kejadian yang dapat diperoleh dan dikembangkan baik secara induktif atau deduktif. IPA (sains) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematik untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsipprinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. b. Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau S ains Tujuan pemberian mata pelajaran IPA atau sains munurut M ulyasa (2009: 110) yaitu menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung agar menjelajahi dan memahami lingkungan sekitar secara ilmiah. Pengajaran IPA menurut M ulyasa (2009: 111) bertujuan agar peserta didik: 1) M emperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang M aha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan ciptaan-Ny a 2) M engembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari 3) M engembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masy arakat 4) M engembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan
10
5) M eningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan sekitar 6) M eningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai slah satu ciptaan Tuhan 7) M emperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SM P/M Ts. M enurut Hendro dan Jenny (1991: 6-7) IPA begitu kuat memberi sumbangan demi tercapainya tujuan pendidikan. Pakar-pakar pendidikan IPA dari UNESCO tahun 1983 telah mengadakan konferensi dan menyimpulkan bahwa: 1)
IPA, menolong anak didik dapat berpikir logis terhadap kejadian sehari-hari dan memecahkan masalah-masalah sederhana yang dihadapinya.
2)
IPA, aplikasinya dalam teknologi, dapat menolong dan meningkatkan kualitas hidup manusia.
3)
IPA, sebagaimana dunia semakin berorientasi pada keilmuan dan teknologi.
4)
IPA, yang diajarkan dengan baik dapat menghasilkan perkembangan pola berpikir yang baik pula.
5)
IPA, dapat membantu secara positif pada anak-anak untuk memahami materi pelajaran lain terutama bahasa dan matematika.
6)
IPA, di banyak negara, Sekolah Dasar merupakan pendidikan yang terminal untuk anak-anak, dan ini berarti hanya selama di SD itulah mereka dapat kesempatan mengenal lingkungannya secara logis dan sistematis.
7)
IPA, di SD benar-benar menyenangkan. c. Prinsip-prinsip pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) M enurut Leo Sutrisno, dkk (2007: 5.3-5.5) ada lima prinsip utama
pembelajaran IPA, yaitu lima pernyataan tentang kebenaran dalam pembelajaran IPA yang dijadikan anutan untuk melaksanakan pembelajaran IPA. Lima prinsip tersebut yaitu: 1)
Pemahaman kita tentang dunia di sekitar kita di mulai melalui pengalaman baik secara indrawi maupun nonindrawi.
2)
Pengetahuan yang diperoleh tidak pernah terlihat secara langsun g sehingga perlu diungkap selama proses pembelajaran. 11
3)
Pengetahuan pengalaman mereka ini pada umumnya kurang konsisten dengan pengetahuan para ilmuwan.
4)
Dalam setiap pengetahuan mengandung fakta, data, konsep, lambang, dan relasi dengan konsep lain.
5)
IPA terdiri atas produk, proses, dan prosedur. d. Ruang Lingkup Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau S ains Ruang lingkup bahan kajian IPA menurut M ulyasa (2009: 112) meliputi
aspek-aspek berikut: 1) M akhluk hidup dan proses kehidupannya yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya. 2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, gas. 3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana. 4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tatasurya dan benda-benda langit lainnya. IPA atau sains di SD diberikan sebagai mata pelajaran sejak kelas III sedang kelas I dan II tidak diajarkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, tetapi diajarkan secara sistematis. Karena di dalam penelitian ini yang dikaji bahan mata pelajaran kelas V maka di bawah ini konsep-konsep pengembangan pengetahuan IPA atau sains di kelas V semester II antara lain: 1) Gaya gravitasi, gaya magnet, gaya gesek, dan pesawat sederhana 2) Cahaya dan Sifat-Sifatny a 3) Proses Pembentukan Tanah 4) Struktur Bumi e. S tandar Kompetensi Mata Pelajaran IPA atau S ains SD Standar kompetensi mata pelajaran IPA atau sains di kelas V semester II adalah: 1) M emahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi serta fungsinya. 2) M enerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya atau model.
12
3) M emahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam. Adapun materi yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai “ proses pembentukan tanah karena pelapukan yang meliputi sifat dan jenis batuan berdasarkan proses terbentuknya dan jenis-jenis pelapukan batuan serta faktor yang mempengaruhi“. Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran IPA atau sains berorientasi pada siswa. Peran guru bergeser dari menentukan apa yang akan dipelajari ke bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar siswa. Pengalaman belajar diperoleh melalui serangkaian kegiatan untuk mengeksploitasi lingkungan melalui interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan nara sumber lain.
3. Proses Pembentukan Tanah M enurut Choiril, dkk (2008: 124) mengatakan bahwa sebenarnya, tanah berasal dari batuan. Batuan akan mengalami pelapukan menjadi butiran-butiran yang sangat halus. Lama-kelamaan butiran-butiran halus ini bertambah banyak dan terbentuklah tanah. Batuan banyak sekali jenisnya. Setiap jenis batuan mempunyai tingkat pelapukan yang berbeda-beda. ada berbagai macam jenis batuan di permukaan bumi. a.
Jenis-jenis batuan Setiap jenis batuan mempunyai sifat yang berbeda. Sifat batuan tersebut
meliputi bentuk, warna, kekerasan, kasar atau halus, dan mengilap atau tidaknya permukaan batuan. M enurut Choiril, dkk (2008: 124) berdasarkan proses terbentuknya, terdapat tiga jenis batuan yang menyusun lapisan kerak bumi. Tiga jenis batuan tersebut yaitu batuan beku (batuan magma atau vulkanik), batuan endapan (batuan sedimen), dan batuan malihan (batuan metamorf).
13
1)
Batuan Beku (Batuan Magma/Vulkanik) Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari magma yang membeku.
M agma merupakan benda cair yang sangat panas dan terdapat di perut bumi. M agma yang mencapai permukaan bumi disebut lava. Semula batuan beku berupa lelehan magma yang besar. Contoh batuan beku yaitu batu obsidian, granit, basalt, andesit, dan apung. Beberapa contoh batuan beku dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 1. berikut:
Batu O bsidian
Batu Granit
Batu Basalt
Batu Ande sit
Batu Apung
Gambar 1. Contoh batuan beku/batuan magma
2)
Batuan Endapan (Batuan Sedimen) Batuan endapan adalah batuan yang terbentuk dari endapan hasil
pelapukan batuan. Batuan ini dapat p ula terbentuk dari batuan yang terkikis atau dari endapan sisa-sisa binatang dan tumbuhan. Contoh batuan endapan yaitu batu konglomerat, breksi, pasir, serpih, dan kapur. Beberapa contoh batuan endapan dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 2. berikut:
Batu Konglomerat
Batu Breksi
Batu Pasir
Batu Serpih
Gambar 2. Contoh batuan endapan/batuan sedimen
14
Batu Kapur
3)
Batuan M alihan (M etamorf) Batuan malihan (metamorf) berasal dari batuan sedimen yang mengalami
perubahan (metamorfosis). Batuan sedimen ini mengalami perubahan karena mendapat p anas dan tekanan dari dalam Bumi. Jika mendapat p anas terusmenerus, batuan ini akan berubah menjadi batuan malihan. Contoh batuan malihan yaitu batu genes, marmer, dan sabak. Beberapa contoh batuan metamorf dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 3. berikut:
Batu Genes (Gneiss)
Batu Marmer
Batu Sabak
Gambar 3. Contoh batuan metamorf/batuan malihan b.
Proses pembentukan tanah karena pelapukan Sebenarnya, tanah berasal dari batuan. Batuan akan mengalami pelapukan
menjadi butiran-butiran yang sangat halus. Lama-kelamaan butiran-butiran halus ini bertambah banyak dan terbentuklah tanah. Batuan memerlukan waktu jutaan tahun untuk berubah menjadi tanah. Batuan menjadi tanah karena pelapukan. Pelapukan atau weathering (weather) merupakan perusakan batuan pada kulit bumi karena pengaruh cuaca (suhu, curah hujan, kelembaban, atau angin). Karena itu p elapukan adalah penghancuran batuan dari bentuk gumpalan menjadi butiran yang lebih kecil bahkan menjadi hancur atau larut dalam air. M enurut Widodo, dkk (2004: 102-103) pelapukan dibagi dalam tiga macam, yaitu pelapukan fisika, pelapukan biologi, dan pelapukan kimia. 1)
Pelapukan Fisika Pelapukan fisika disebabkan oleh berbagai faktor alam. Faktor alam itu
antara lain: angin, air, perubahan suhu, dan gelombang laut. Angin yang senantiasa bertiup kencang dapat mengikis batuan sedikit demi sedikit. Kondisi ini dapat mengakibatkan batuan mengalami erosi. Erosi batuan menyebabkan
15
terjadinya padang pasir. Selain itu, angin yang bertiup sangat kencang juga dapat menggeser batuan. Saat bergeser inilah batuan bergesekan dengan batuan lain sehingga mengalami penggerusan. Batuan akan pecah menjadi bagian yang lebih kecil, misalnya pasir dan kerikil. Perubahan suhu secara drastis juga dapat mengakibatkan pelapukan batuan. Satu hal yang perlu diingat, proses pelapukan setiap batuan berbeda-beda. Ada batuan yang cepat lapuk, tetapi ada juga yang lambat. Cepat lambatnya pelapukan tergantung pada penyusun dan tingkat kekerasan batuan tersebut. Contoh pelapukan fisika dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 4. berikut:
Gambar 4. Contoh pelapukan fisika 2)
Pelapukan Biologi Pelapukan secara biologi dapat disebabkan oleh tumbuhan atau lumut y ang
menempel di permukaan batuan. Tumbuhan merambat dan lumut menempel di permukaan batuan. Tumbuhan merambat akan menimbulkan lubang-lubang pada batuan tempat akarnya melekat. Lubang-lubang ini lama-kelamaan bertambah besar dan banyak. Akhirnya, batuan tersebut akan hancur. Contoh pelapukan biologi dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 5. berikut:
16
Gambar 5. Contoh pelapukan biologi yaitu batuan berlumut
3)
Pelapukan Kimiawi Pelapukan kimiawi adalah pelapukan yang terjadi akibat peristiwa kimia.
Biasanya yang menjadi perantara air, terutama air hujan. Tentuny a Anda masih ingat bahwa air hujan atau air tanah selain senyawa H2O, juga mengandung CO2 dari udara. Oleh karena itu mengandung tenaga untuk melarutkan yang besar, apalagi jika air itu mengenai batuan kapur atau karst. Batuan kapur mudah larut oleh air hujan. Oleh karena itu jika diperhatikan pada permukaan batuan kapur selalu ada celah-celah yang arahnya tidak beraturan. Hasil pelapukan kimiawi di daerah karst biasa menghasilkan karren, ponor, sungai bawah tanah, stalagtit, tiang-tiang kapur, stalagmit, atau gua kapur.
4. Hakikat Pembelajaran IPA a. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru selaku pendidik dan belajar dilakukan oleh peserta didik. Pembelajaran menurut Corey dalam Syaiful Sagala (2009: 61) adalah suatu p roses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Pembelajaran terjemahan dari kata “instruction” yang terdiri dari self instruction (dari dalam internal) dan eksternal
17
instruction (dari eksternal). Pembelajaran yang bersifat internal antara lain datang dari guru yang disebut teaching atau pengajaran. Dalam TIM PGSD (2007: 6) dinyatakan bahwa pembelajaran adalah membelajarkan siswa dengan menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Sedangkan menurut Oemar Hamalik (1999: 57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, p erlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Suprapto (2003: 9) berpendapat bahwa pembelajaran didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Gagne, Birggs, dan Wager dalam Udin S Winata Putra (2007: 1.19), berpendapat bahwa Instruction is a set of event that affect leaners is such a way that learning is facilitated. Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan atau nilai yang baru dan turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. b. Pembelajaran IPA Pembelajaran IPA bagi sebagian guru cenderung diajarkan secara konseptual saja, bersifat hafalan dan kurang mementingkan proses pemahaman dan pembinaan konsep. Belajar mengajar adalah suatu proses yang mengolah sejumlah nilai untuk dikonsumsi oleh setiap anak didik. Nilai-nilai itu tidak datang dengan sendirinya tetapi terambil dari berbagai sumber. Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali seperti di sekolah, di halaman, di perpustakaan, di laboratorium dan sebagainya (Syaiful Sagala, 2000: 65). Sumber-sumber belajar dapat dikelompokkan menjadi 5 kategori yaitu manusia, buku/perpustakaan, media masa, alam lingkungan dan media pendidikan. Namun guru biasanya 18
kurang tertarik menggunakan media sebagai sumber belajar seperti halnya mengajak siswa keluar lingkungan sekolah karena berbagai faktor diantaranya waktu yang terbatas, bobot materi terlalu banyak serta keterbatasan guru dalam mengembangkan inovasi pembelajaran padahal sumber belajar cukup kaya di lingkungan tempat tinggal siswa. Pembelajaran IPA seharusnya difokuskan dalam konsep dan keterampilan proses agar siswa dapat berpikir ilmiah, rasional dan kritis. Tiga aspek IPA yaitu Biologi, Fisika dan Kimia dirangkum dalam satu mata pelajaran yaitu pendidikan IPA terpadu. IPA yang umumnya memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berfikir kritis, kreatif, logis dan berinisiatif dalam menanggapi isu di masyarakat yang diakibatkan oleh dampak perkembangan IPA dan teknologi. Anak-anak Sekolah Dasar mempunyai kecenderungan-kecenderungan sebagai berikut: beranjak dari hal-hal yang konkrit, memandang sesuatu yang dipelajari sebagai kebutuhan, terpadu, dan melalui proses manipulatif. Pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang mengacu kepada kecenderungan-kecenderungan di atas, dan merupakan praktis pembelajaran yang sesuai dengan tahap-tahap perkembangan kognitif anak (Srini M . Iskandar, 2001: 23). 5. Tinjauan Tentang Metode Problem Based Learning (PBL) a. Pengertian Metode M etode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Djamarah, 2006: 46). M etode merupakan cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi pembelajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar yang memuaskan. M enurut Tim SBM di PGSD (2007: 85) metode merupakan cara-cara yang ditempuh oleh guru untuk menciptakan situasi pengajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan.
19
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode adalah suatu cara efektif yang digunakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran b. Pengertian Metode Problem Based Learning Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. M enurut M ade Wena (2009: 91) pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan. Sedangkan menurut Boud, dkk dalam M ade Wena (2009: 91) pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada siswa dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured atau open-ended melalui stimulus dalam belajar. Persp ektif Resnick dalam Sugiyanto (2008: 137) memberikan dasar pemikiran yang kuat untuk PBL. Dia mengatakan bahwa bentuk pengajaran ini sangat penting untuk menjembatani kesenjangan antara pembelajaran sekolah formal dan kegiatan mental yang lebih praktikal, yang terjadi di luar sekolah. Boud and Reynolds dalam Huang R (2005) menyebutkan bahwa “ Problem Based Learning is based on the assumption that learning through problem situations is much more effective than memory-based learning in creating a usable body of knowledge. PBL encourages the development of skills such as communication, report writing, teamwork, problem-solving and selfdirected learning”, yang artinya Pembelajaran Berdasarkan M asalah adalah pembelajaran yang berlandaskan pada suatu keadaan masalah yang dianggap jauh lebih efektif dibandingkan pembelajaran berdasarkan ingatan pada diri seseorang yang dapat dipakai dari pengetahuan. PBL menganjurkan pembangunan dari
20
keterampilan seperti komunikasi, penulisan laporan, kerjasama sekelompok, pemecahan masalah dan belajar terarah sendiri. M enurut Gary D. Borich (1996: 413) Problem based learning organizes the curriculum around loosely structured problems that learners solve by using knowledge and skills from several disciplines, yang artinya Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisir kurikulum di sekitar dengan masalah struktur yang bebas y aitu pelajar menyelesaikan dengan mempergunakan pengetahuan dan keterampilan dari beberapa disiplin. Berikut pengertian PBL menurut beberapa ahli dalam Yudi Purnawan (http://www.teleforedu.org/index.): a. PBL adalah metode pembelajaran sistematik yang mengikutsertakan pelajar ke dalam pembelajaran pengetahuan dan keahlian yang kompleks, pertanyaan authentic dan perancangan produk dan tugas (University of Nottingham, 2003). b. PBL adalah pendekatan cara pembelajaran secara konstruktif untuk pendalaman pembelajaran dengan pendekatan berbasis riset terhadap permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata dan relevan bagi kehidupannya (Barron, B.1998, Wikipedia). c. PBL adalah pendekatan komprehensif untuk pengajaran dan pembelajaran yang dirancang agar pelajar melakukan riset terhadap permasalahan nyata (Blumenfeld et Al. 1991). d. PBL adalah cara yang konstruktif dalam pembelajaran menggunakan permasalahan sebagai stimulus dan berfokus kepada aktifitas pelajar (Boud & Felleti,1991). Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis M asalah) adalah suatu metode pembelajaran yang menitikberatkan pada permasalahan dunia nyata sebagai suatu stimulus dan berfokus p ada aktifitas siswa.
21
c. Karakteristik Problem Based Learning M enurut LuAnn Wilkerson (1996: 5-6), PBL memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: 1)
Learning is student centered, yang artinya pembelajaran berpusat pada siswa.
2)
Learning occurs in small student groups, yang artinya pembelajaran berlangsun g pada sekelompok kecil siswa.
3)
Teachers are facilitators or guides, yang artinya guru adalah sebagai fasilitator atau pemandu.
4)
Problems form the organizing focus and stimulus for learning, yang artinya bentuk p ermasalahan berfokus pada pengorganisasian dan merangsang untuk belajar.
5)
New information is acquired through self directed learning, yang artinya informasi baru diperoleh melalui pembelajaran yang mandiri. Sedangkan menurut Savoie dan Hughes dalam M ade Wena (2009: 91-92)
menyatakan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut: 1)
Belajar dimulai dengan suatu p ermasalahan
2)
Permasalahan yang diberikan harus berhubungan dengan dunia nyata siswa
3)
M engorganisasikan pembelajaran di seputar permasalahan, bukan di seputar disiplin ilmu
4)
M emberikan tanggungjawab yang besar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri
5)
M enggunakan kelompok kecil
6)
M enuntut siswa untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelajarinya dalam bentuk p roduk dan kinerja. Pada pelajaran IPA, PBL merupakan salah satu pembelajaran yang cukup
menarik dan sudah siap untuk digunakan, pembelajaran berdasarkan masalah mengajak siswa-siswa dalam penyelesaian kasus permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan IPA, meningkatkan minat diskusi di antara siswa dan mendorong kegiatan belajar. Satu lingkungan yang menggunakan pembelajaran berdasarkan masalah lebih baik daripada praktik kerja/magang dan mampu 22
membentuk para pembelajar untuk belajar dari sendiri, pembelajaran berdasarkan masalah juga lebih baik dari pada satu lingkungan yang menggunakan proses pembelajaran mimetis dimana siswa hanya melihat, mengingat, dan mengulang apa yang sudah mereka katakan (Osmundsen, 2001)
dalam Triyono
(http://triyono22.wordpress.com). M enurut Alex H. Johnstone and Kevin H. Otis dalam Chemistry Education Research and Practice, 2006, 7 (2), 84-95 PBL uses real life scenarios for two reasons: to tie new information to the likely cues for recall and to increase student interest by showing the relevance of new information to their work yang artinya PBL menggunakan masalah kehidupan nyata untuk dua alasan yaitu melatih dan meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta dapat mengaitkan dengan pekerjaan siswa. Pendekatan pembelajaran ini mengutamakan proses belajar dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai ketrampilan mengarahkan diri. Pembelajaran berdasarkan masalah penggunaannya di dalam tingkat berfikir lebih, dalam situasi berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar. Guru dalam pembelajaran berdasarkan masalah berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog membantu menyelesaikan masalah, dan memberi fasilitas penelitian. Selain itu guru menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan intelektual siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan. d. Ciri-ciri Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) M enurut Arends dalam Agus Suprijono (2009: 71-72) Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis M asalah) memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1)
Permasalahan autentik. Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan masalah nyata yang penting secara sosial dan bermakna bagi peserta didik. Peserta didik menghadapi berbagai situasi kehidupan nyata yang tidak dapat diberi jawaban-jawaban sederhana.
23
2)
Fokus interdisipliner. Pemecahan
masalah
menggunakan pendekatan
interdisipliner. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik belajar berpikir struktural dan belajar menggunakan berbagai perspektif keilmuan. 3)
Investigasi autentik. Peserta didik diharuskan melakukan investigasi autentik yaitu berusaha menemukan solusi riil. Peserta didik diharuskan menganalisis dan menetapkan masalahnya, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan
dan menganalisis informasi, melaksanakan
eksperimen, membuat inferensi, dan menarik kesimpulan. 4)
Produk.
Pembelajaran
mengonstruksikan produk
berbasis
masalah
menuntut
peserta
didik
sebagai hasil investigasi. Produk bisa berupa
laporan singkat yang dapat dideskripsikan dan didemonstrasikan kepada orang lain. 5)
Kolaborasi. Kolaborasi peserta didik dalam pembelajaran berbasis masalah mendorong penyelidikan dan dialog bersama untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan proses. Hasil belajar dari pembelajaran berbasis masalah adalah peserta didik
memiliki keterampilan penyelidikan. Peserta didik mempunyai keterampilan mengatasi masalah. Peserta didik mempunyai kemampuan mempalajari peran orang dewasa. Peserta didik dapat menjadi pembelajar yang mandiri dan independen. Hasil yang tidak kalah esesiil sebagai hasil dari pembelajaran berbasis masalah adalah peserta didik mempunyai keterampilan berpikir tingkat tinggi (Agus Suprijono, 2009: 72). e. Langkah-langkah pelaksanaan metode Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah): Penerapan metode pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima fase dan perilaku. Fase-fase dan perilaku tersebut merupakan tindakan berpola. Pola ini diciptakan agar hasil pembelajaran dengan pengembangan Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis M asalah) dapat diwujudkan. Adapun fase-fase tersebut dapat dilihat p ada Tabel 1. sebagai berikut:
24
Tabel 1. Langkah-langkah Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis M asalah) Fase-fase Fase 1: Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada peserta didik
Perilaku Guru Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah
Fase 2: Mengorganisasikan peserta didik untuk meneliti
Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya
Fase 3: Membantu investigasi mandiri dan kelompok
Guru mendorong peserta didik untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi
Fase 4: Mengembangkan dan Guru membantu peserta didik dalam M empresentasikan artefak dan merencanakan dan menyiapkan artefakexhibit artefak yang tepat seperti laporan, rekaman video, dan model-model serta membantu mereka menyampaikannya kepada orang lain Fase 5 M enganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah
Guru membantu peserta didik melakukan refleksi atau evaluasi terhadap investigasinya dan prosesproses yang mereka gunakan
Sumber : Agus Suprijono (2009: 74) Pada fase pertama hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: 1. Tujuan utama pembelajaran bukan untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru tetapi menginvestigasi berbagai permasalahan penting dan menjadi pembelajar mandiri. 2. Permasalahan atau pertanyaan yang diinvestigasi tidak memiliki jawaban mutlak “benar” dan sebagian besar permasalahan kompleks memiliki banyak solusi yang kadang-kadang saling bertentangan. 25
3. Selama fase investigasi pelajaran, peserta didik didorong untuk melontarkan pertanyaan dan mencari informasi. Guru memberikan bantuan tetapi peserta didik mestinya berusaha bekerja secara mandiri atau dengan teman-temannya. 4. Selama fase analisis dan penjelasan pelajaran, peserta didik didorong untuk mengekspresikan ide-idenya secara bebas dan terbuka. Pada fase kedua, guru diharuskan untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi diantara peserta didik dan membantu mereka menginvestigasi masalah secara bersama-sama. Pada tahap ini pula guru diharuskan membantu peserta didik merencanakan tugas investigatif dan pelaporannya. Pada fase ketiga, guru membantu peserta didik menentukan metode investigasi. Penentuan tersebut didasarkan pada sifat masalah yang hendak dicari jawabannya atau dicari solusinya. Pada fase keempat, penyelidikan diikuti dengan pembuatan artefak dan exhibits. Artefak dapat berupa laporan tertulis, termasuk rekaman proses yang memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi yang diusulkan. Exhibit adalah pendemonstrasian atas p roduk hasil investigasi atau artefak tersebut. Pada fase kelima, tugas guru adalah membantu peserta didik menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan. Terpenting dalam fase ini peserta didik mempunyai keterampilan berpikir sistematik berdasarkan metode penelitian yang mereka gunakan. Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pembelajaran berbasis masalah harus ditandai oleh keterbukaan, keterlibatan aktif peserta didik, dan atmosfer kebebesan intelektual. Penting pula dalam pengelolaan pembelajaran berbasis masalah memperhatikan hal-hal seperti situasi multitugas yang akan berimplikasi pada jalannya proses investigasi, tingkat kecepatan yang berbeda dalam penyelesaian masalah, pekerjaan peserta didik, dan gerakan dan perilaku di luar kelas.
26
f. Kelebihan metode Problem Based Learning (PBL): 1) Penerapan metode Problem Based learning semata-mata tidak hanya menyajikan informasi untuk diingat siswa. M etode PBL menyajikan informasi, maka informasi tersebut digunakan dalam pemecahan masalah, sehingga terjadi proses kebermaknaan terhadap informasi. 2) Penerapan metode Problem Based Learning membiasakan siswa untuk berinisiatif, berfikir secara aktif dalam proses belajar mengajar. 3) Siswa
dapat
mengembangkan keterampilan dan pengetahuan
dalam
memecahkan masalah. 4) Penerapan metode Problem Based Learning membiasakan siswa untuk lebih aktif mandiri. g. Kelemahan metode Problem Based Learning (PBL): 1) Waktu yang diperlukan dalam proses belajar mengajar cenderung lebih banyak. 2) Rasa malu, ragu, pasif, tidak percaya diri pada siswa akan mengakibatkan metode Problem Based Learning tidak berjalan baik.
B. Penelitian yang Relevan 1. Skripsi Dany Wahyuningsih dengan judul “Penerapan Problem Based Learning Untuk M eningkatkan Kreativitas Siswa (Pembelajaran M atematika Kelas V SDN. 01 Blulukan)”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kreativitas siswa. 2. Skipsi Dany Andriani dengan judul ”Peningkatan Hasil Belajar IPS Ekonomi Dengan M enggunakan M odel Pembelajaran Berbasis M asalah Pada Pokok Bahasan Perusahaan dan Badan Usaha Siswa Kelas VII SM P Negeri Randudongkal Kabupaten Pemalang”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada pelajaran IPS-Ekonomi pokok bahasan perusahaan dan badan usaha pada kelas VII SM P Negeri 4 Randudongkal dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa. Rata-rata skor yang dicapai siswa diakhir siklus II adalah 75 dengan ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 88 %. 27
3. Skripsi Istanik Ulin Nuha dengan judul “Pengaruh M etode Problem Based Learning Terhadap Prestasi Belajar M atematika Pada Sub Pokok Bahasan Keliling dan Luas Bidang Segiempat Ditinjau Dari Pemanfaatan Sumber Belajar di SM PN I M argoyoso, Pati”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika pada sub pokok bahasan keliling dan luas bidang segiempat dengan metode Problem Based Learning menghasilkan prestasi belajar
matematika yang
lebih
baik
dibandingkan dengan
metode
pembelajaran konvensional. 4. Skripsi Dwi Supri Haryanti dengan judul “Eksperimentasi Pembelajaran M atematika Dengan M etode Problem Based Learning Pada Pokok Bahasan Aritmatika Sosial Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa Kelas VII SM PN I Wonosari, Klaten”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode Problem Based Learning menghasilkan pretasi belajar matematika yang lebih baik jika dibandingkan dengan metode konvensional.
C. Kerangka Berpikir Keberhasilan
proses
belajar
mengajar
dalam
mencapai
tujuan
pembelajaran dapat dilihat dari kemampuan yang dimiliki siswa dan motivasi belajar yang tinggi. Dengan kemampuan dan motivasi belajar yang tinggi, maka siswa akan dapat menguasai pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan mata pelajaran, terutama mata pelajaran IPA. Pembelajaran IPA masih menekankan pada konsep-konsep yang terdapat di dalam buku, dan juga belum memanfaatkan pendekatan lingkungan dalam pembelajaran secara maksimal. Pembelajaran pada materi mendeskripsikan proses pembentukan tanah hanya disampaikan dengan ceramah dan guru belum menerapkan metode Problem Based Learning, sehingga berakibat kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah pada siswa masih rendah. Penggunaan metode Problem Based Learning pada pembelajaran IPA dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan mendeskripsikan konsep IPA pada
siswa
daripada
menggunakan
metode
pembelajaran
kovensional.
Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah suatu 28
pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berfikir tingkat
tinggi dalam situasi berorientasi
masalah.
Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang ciri utamanya pengajuan pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerjasama dan menghasilkan karya atau hasil peraga. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) akan meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah. Untuk memperjelas kerangka pemikiran tersebut, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran pada Gambar 6. sebagai berikut:
KONDIS I AWAL
Guru belum menerapkan metode Problem Based Learning (PBL)
Rendahnya kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah
Siklus I peningkatan mencapai 65%
TINDAKAN
KONDIS I AKHIR
Guru menerapkan metode Problem Based Learning (PBL)
Dengan menerapkan metode Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah
Gambar 6. Kerangka Berpikir 29
Siklus II peningkatan mencapai 70% Siklus III peningkatan mencapai 75%
D. Perumusan Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: “M elalui metode Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah pada siswa kelas V SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo.
30
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo. Alasan yang mendasari penelitian dilaksanakan di SD Negeri Begajah 04, yaitu: a. Pengajaran dengan metode Problem Based Learning belum pernah diteliti di SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo. b. Tersedianya buku sumber dan data-data yang mengupas tentang metode Problem Based Learning. c. Penghematan waktu dan biaya, karena lokasi penelitian dekat dengan tempat tinggal peneliti. 2. Waktu Waktu pelaksanaan penelitian ini pada semester genap tahun ajaran 20092010, yaitu mulai bulan Januari sampai Juni atau selama 6 bulan.
B. Subjek Penelitian Subyek dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo sebanyak 27 siswa terdiri dari 10 siswa putri dan 17 siswa putra. Dengan pertimbangan bahwa kemampuan siswa dalam mendeskripsikan proses pembentukan tanah dalam pelajaran IPA masih rendah.
C. Bentuk dan S trategi Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini lebih menekankan pada masalah proses. Sedangkan data yang akan diperoleh berupa data yang langsun g tercatat dari kegiatan di lapangan, maka bentuk pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif kualitatif dan jenis penelitiannya adalah Penelitian Tindakan Kelas (classroom action research). M enurut IGAK Wardhani, dkk (2008: 13) penelitian tindakan kelas merupakan terjemahan dari Classroom Action Research, yaitu satu Action Research yang 31
dilakukan di kelas. Dengan kata lain penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasny a sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. Adapun langkah-langkah pelaksanaan PTK dilakukan melalui empat tahap, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting) (Suharsimi Arikunto, 2008: 16). Secara jelas langkah-langkah tersebut dapat digambarkan pada Gambar 7. sebagai berikut: Perencanaan
Refleksi
SIKLUS I
Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan
Refleksi
SIKLUS II
Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan
Refleksi
SIKLUS III
Pelaksanaan
Pengamatan Tindak Lanjut Gambar 7. Siklus penelitian tindakan kelas 32
D. Data dan Sumber Data Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta maupun angka. Data penelitian yang dikumpulkan berupa informasi tentang rendahnya kemampuan siswa dalam mendeskripsikan proses pembentukan tanah dalam pelajaran IPA, kesulitan-kesulitan siswa dalam memahami materi IPA, serta kemampuan guru dalam menyusun rencana pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran (termasuk p enggunaan metode pembelajaran) di kelas. Data penelitian ini dikumpulkan dari berbagai sumber yang meliputi: 1. Informan atau nara sumber, yaitu guru dan siswa SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo. 2. Tempat dan peristiwa berlangsungnya aktivitas pembelajaran IPA dan aktivitas lainnya yang bersangkutan. 3. Dokumen atau arsip yang antara lain berupa Kurikulum, Rencana Pembelajaran, hasil belajar siswa, dan buku penilaian. 4. Hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL).
E. Teknik Pengumpulan data Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data di atas meliputi pengamatan/observasi, wawancara, dan tes yang masing-masing secara singkat diuraikan berikut ini: 1. Pengamatan/Observasi Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki. Observasi yang dilaksanakan dalam penelitian tindakan ini adalah obsevasi langsung. Observasi langsun g adalah observasi yang dilakukan tanpa perantara (langsung) terhadap objek yang diamati. Observasi langsung ini dilakukan pada guru dan siswa kelas V SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo untuk mengetahui kemampuan dan perkembangan siswa dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsun g sesuai dengan siklus y ang ada.
33
Observasi ini bertujuan untuk memantau dan mengamati proses pembelajaran IPA mengenai proses pembentukan tanah yang dilakukan guru dan siswa di dalam kelas sejak sebelum melaksanakan tindakan, saat pelaksanaan tindakan sampai akhir tindakan untuk menata langkah-langkah perbaikan agar lebih efektif dan efisien. Langkah-langkah observasi menurut Amir (2007: 134) meliputi: (1) Perencanaan (planning), (2) pelaksanaan observasi kelas (classroom), (3) pembahasan balikan (feedback). Adapun gambar siklus observasi menurut David Hop kins dalam Amir (2007: 135) dapat dilihat pada Gambar 8. sebagai berikut:
Planning
Classroom
Feedback
Gambar 8. Siklus Observasi M enurut David Hopkins
2. Tes Tes adalah merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan (Suharsimi Arikunto, 2009: 53). Tes digunakan peneliti untuk mendapatkan data tentang penguasaan pokok bahasan proses p embentukan tanah karena pelapukan oleh siswa kelas V SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tes bentuk uraian/essay. 3. Dokumentasi M etode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, agenda dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 2006: 231). Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan peneliti untuk memperoleh daftar nilai, daftar hadir siswa, daftar nama siswa kelas V dan arsip-arsip lain yang dimiliki guru kelas V SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo. 34
F. Validitas Data M enurut H. B. Sutopo (2006: 92-95) untuk menjamin validitas data dan pertanggungjawaban dan dapat dijadikan dasar yang kuat untuk menarik kesimpulan, teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas data antara lain trianggulasi. Di dalam penelitian ini untuk menguji kesahihan data digunakan trianggulasi data (sumber) dan trianggulasi metode. Adapun yang dimaksud kedua hal tersebut adalah: 1. Trianggulasi Data (sumber) dengan cara mengumpulkan data sejenis dari sumber berbeda. Dengan teknik ini diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih tepat sesuai keadaan siswa. Dalam penelitian ini membandingkan hasil pengamatan dengan data isi dokumen yang terkait misal arsip nilai, absen dan lainnya. 2. Trianggulasi M etode. Jenis trianggulasi metode ini dilakukan dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda. Yang ditekankan adalah penggunaan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda dan bahkan lebih jelas untuk diusahakan mengarah pada sumber data yang sama untuk menguji kemantapan informasinya. Dalam penelitian ini membandingkan hasil pengamatan kegiatan siswa yang dilakukan oleh observer dengan hasil pengamatan guru itu sendiri.
G. Teknik Analisis Data Analisis data adalah cara mengolah data yang sudah diperoleh dari dokumen. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif M iles dan Huberman. M odel analisis interaktif ini mempunyai tiga komponen pokok yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan atau verifikasi (Iskandar, 2008: 222). Teknik analisis data dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis data-data yang berhasil dikumpulkan. 1. Reduksi data adalah proses penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi, pemfokusan, dan pengabstraksian data mentah menjadi informan yang bermakna. 35
2. Sajian data adalah proses penampilan data secara sederhana dalam bentuk paparan naratif, representasi tabular termasuk format matriks, representasi grafis, dan sebagainya. 3. Penarikan kesimpulan adalah proses pengambilan intisari dan sajian data yang telah terorganisasi tersebut dalam bentukp ernyatan kalimat dan/atau formula yang singkat dan padat, tetapi mengandung pengertian yang luas.
H. Indikator Keberhasilan Penelitian dikatakan berhasil dan ada peningkatan apabila jumlah siswa yang memperoleh nilai sesuai dengan KKM (≥ 70) di kelas p ada siklus I mencapai 65% (kurang lebih 18 siswa), kemudian pada siklus II mencapai 70% (kurang lebih 19 siswa), dan pada akhir siklus III mencapai 75% (kurang lebih 20 siswa).
I.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 3 siklus yang masingmasing siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Pelaksanaan dilakukan dengan mengadakan pembelajaran yang dalam satu siklus ada dua kali tatap muka yang masing-masing 2x35 menit. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang dicapai, seperti yang telah didesain. Untuk mengetahui kemampuan dalam mendeskripsikan konsep IPA pada siswa kelas V SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo diadakan observasi terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Berdasarkan hasil temuan di kelas, maka peneliti berusaha meningkatkan kemampuan mendeskripsikan konsep-konsep IPA siswa kelas V dengan menerapkan metode Problem Based Learning dan menghubungkan dengan konsep lain yang telah dikuasai oleh siswa.
36
Adapun prosedur Penelitian Tindakan Kelas ini secara rinci diuraikan sebagai berikut: 1. Siklus I a. Tahap Perencanaan Tindakan Perencanaan dilakukan secara partisipatif secara aktif berdasarkan identifikasi pada tahap sebelumnya. Tahap ini bersifat diagnostik untuk menghasilkan formulasi tindakan yang akan dilakukan pada tahap selanjutny a untuk memecahkan masalah atau melakukan perbaikan. Formulasi rencana tindakan ini mencakup pihak yang dilibatkan, strategi dan sarana yang digunakan. Pada tahap ini juga disusun rencana observasi/monitoring terhadap perubahan yang akan dilakukan serta teknik dan instrument yang digunakan. Adapun langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah: 1)
M enentukan pokok bahasan tentang sifat-sifat batuan dan pelapukan biologi.
2)
M embuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan metode Problem Based Learning.
3)
M engembangkan skenario pembelajaran.
4)
M enginformasikan masalah pada siswa.
5)
M enyusun Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi percobaan tentang sifat-sifat batuan dan pelapukan biologi.
6)
M enyiapkan sumber belajar seperti buku, lingkungan sekitar siswa.
7)
M enyiapkan soal tes setelah dilaksanakan pembelajaran.
8)
M enyiapkan lembar penilaian
9)
M enyiapkan lembar observasi
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan Pada tahap
ini dilakukan implementasi tindakan yang telah
direncanakan pada tahap perencanaan. Tahap ini bersifat terapiks yaitu upaya perbaikan melalui implementasi tindakan yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya. Dalam penelitian tindakan sering terjadi belokan-belokan kecil dari rencana yang telah disusun, karena itu peneliti akan selalu mencatat
37
perubahan-perubahan kecil tersebut dan alasan perubahan itu terjadi. Rincian dalam tahap meliputi : a) Guru menerapkan metode Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran IPA materi pokok proses p embentukan tanah sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yaitu dengan membagi siswa secara kelompok terlebih dahulu, lalu mengorientasikan masalah kepada siswa mengenai materi proses p embentukan tanah dan menyajikan lembar kerja
siswa
yang kemudian
meminta
masing-masing
kelompok
mendiskusikan permasalahan tersebut. b) Siswa bersama kelompoknya membagi tugas pada masing-masing anggota, kemudian siswa diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas dan kelompok lain menanggapi (Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat p ada lampiran 2 halaman 116-117). c. Tahap Observasi Tahap observasi dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran IPA mengenai kegiatan guru dan siswa dengan menerapkan Problem Based Learning. Observasi diarahkan pada poin-poin dalam pedoman yang telah disiapkan peneliti yang meliputi beberapa asp ek indikator. 1)
Aspek keberhasilan guru yang ingin dinilai antara lain: (a) M engkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang kondusif (b) M emberikan movitasi (c) M elakukan apersepsi (d) M enyampaikan materi dengan jelas dan mudah dipahami (e) M emberi kesempatan untuk bertanya (f)
M engarahkan siswa untuk bekerjasama dengan kelompok
(g) M embimbing siswa dalam kegiatan kelompok (h) M emberikan tes akhir (i)
M engevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok
(j)
M emberikan balikan pada siswa
38
2)
Aspek keberhasilan siswa yang ingin dicapai antara lain: (a) Aktif memperhatikan penjelasan guru (b) Kemauan untuk menerima pelajaran (c) Aktif mengerjakan tu gas (d) Aktif memanfaatkan media yang digunakan (e) Kesungguhan siswa mengerjakan tugas individu maupun kelompok (f)
Hasrat untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat
(g) Kemauan berdiskusi dengan teman kelompok (h) Keaktifan untuk membuat kesimpulan pelajaran (i)
Keaktifan dalam proses pembelajaran
(j)
Kesungguhan mengerjakan tes
d. Tahap Refleksi Refleksi dilakukan setelah mengadakan pengamatan. Jika dalam pembelajaran pada siklus I tentang sifat-sifat batuan dan pelapukan biologi didapatkan kendala yaitu siswa belum memahami materi dan siswa mendapatkan nilai yang belum sesuai dengan harapan atau tindakan yang dilakukan belum tercapai secara optimal, maka perlu adanya perbaikan pada siklus II.
2. Siklus II a. Tahap Perencanaan Tindakan 1) Identifikasi masalah pada siklus I dan penetapan alternatif pemecahan masalah 2) M enentukan pokok bahasan mengenai batuan endapan dan pelapukan fisika 3) M embuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan metode Problem Based Learning. 4) M engembangkan skenario pembelajaran 5) M enginformasikan masalah kepada siswa.
39
6) M enyusun Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi percobaan tentang proses terbentuknya batuan endapan dan pelapukan fisika 7) M enyiapkan sumber belajar seperti buku, lingkungan sekitar siswa 8) M engembangkan format evaluasi pembelajaran 9) M enyiapkan soal tes setelah dilaksanakan pembelajaran. 10) M enyiapkan lembar penilaian 11) M enyiapkan lembar observasi
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan 1) M emperbaiki tindakan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah disempurnakan berdasarkan hasil refleksi pada siklus I. 2) Guru mengadakan percobaan yang bervariasi dengan menerapkan metode Problem Based Learning. 3) Siswa
belajar
dalam
situasi
pembelajaran
mengenai
proses
terbentuknya batuan endapan dan pelapukan fisika dengan langkahlangkah pada siklus I dengan menerapkan metode Problem Based Learning. 4) M emantau perkembangan kemampuan siswa dalam mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan. 5) Guru memberi soal tes kepada siswa untuk dikerjakan
c. Tahap Observasi Tahap observasi dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran IPA mengenai kegiatan guru dan siswa dengan menerapkan Problem Based Learning. Observasi diarahkan pada poin-poin dalam pedoman yang telah disiapkan peneliti yang meliputi beberapa asp ek indikator. 1) Aspek keberhasilan guru yang ingin dinilai antara lain: (a) M engkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang kondusif (b) M emberikan movitasi (c) M elakukan apersepsi (d) M enyampaikan materi dengan jelas dan mudah dipahami 40
(e) M emberi kesempatan untuk bertanya (f)
M engarahkan siswa untuk bekerjasama dengan kelompok
(g) M embimbing siswa dalam kegiatan kelompok (h) M emberikan tes akhir (i)
M engevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok
(j)
M emberikan balikan pada siswa
2) Aspek keberhasilan siswa yang ingin dicapai antara lain: (a) Aktif memperhatikan penjelasan guru (b) Kemauan untuk menerima pelajaran (c) Aktif mengerjakan tu gas (d) Aktif memanfaatkan media yang digunakan (e) Kesungguhan siswa mengerjakan tugas
individu
maupun
kelompok (f)
Hasrat untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat
(g) Kemauan berdiskusi dengan teman kelompok (h) Keaktifan untuk membuat kesimpulan pelajaran (i)
Keaktifan dalam proses pembelajaran
(j)
Kesungguhan mengerjakan tes
d. Tahap Refleksi Refleksi dilakukan setelah mengadakan pengamatan. Jika dalam pembelajaran pada siklus II tentang proses terbentuknya batuan endapan dan pelapukan fisika didapatkan kendala yaitu siswa belum memahami materi dan siswa mendapatkan nilai yang belum sesuai dengan harapan atau tindakan yang dilakukan belum tercapai secara optimal, maka perlu adanya perbaikan pada siklus III.
41
3. Siklus III a. Tahap Perencanaan Tindakan 1) Identifikasi masalah pada siklus II dan penetapan alternatif pemecahan masalah. 2) M enentukan pokok bahasan mengenai batuan metamorf dan jenis-jenis pelapukan secara keseluruhan. 3) M embuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan metode Problem Based Learning. 4) M engembangkan skenario pembelajaran 5) M enginformasikan masalah pada siswa. 6) M enyusun Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi percobaan tentang proses terbentuknya batuan metamorf dan permasalahan tentang jenisjenis pelapukan batuan secara keseluruhan. 7) M enyiapkan sumber belajar seperti buku, lingkungan sekitar siswa. 8) M engembangkan format evaluasi 9) M enyiapkan soal tes setelah dilaksanakan pembelajaran. 10) M enyiapkan lembar penilaian 11) M enyiapkan lembar observasi
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan 1) M emperbaiki tindakan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah disempurnakan berdasarkan hasil refleksi pada siklus I dan II. 2) Guru memberikan percobaan yang bervariasi dan permasalahan yang berhubungan dengan pelapukan batuan untuk pendalaman materi dengan menerapkan metode Problem Based Learning. 3) Siswa
belajar
dalam
situasi
pembelajaran
mengenai
proses
terbentuknya batuan metamorf dan jenis-jenis pelapukan batuan secara keseluruhan untuk memperdalam materi dengan metode Problem Based Learning. 4) M emantau perkembangan kemampuan siswa dalam mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan. 5) Guru memberi soal tes kepada siswa untuk dikerjakan.
42
c. Tahap Observasi Tahap observasi dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran IPA mengenai kegiatan guru dan siswa dengan menerapkan Problem Based Learning. Observasi diarahkan pada poin-poin dalam pedoman yang telah disiapkan peneliti yang meliputi beberapa asp ek indikator. 1) Aspek keberhasilan guru yang ingin dinilai antara lain: (a) M engkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang kondusif (b) M emberikan movitasi (c) M elakukan apersepsi (d) M enyampaikan materi dengan jelas dan mudah dipahami (e) M emberi kesempatan untuk bertanya (f)
M engarahkan siswa untuk bekerjasama dengan kelompok
(g) M embimbing siswa dalam kegiatan kelompok (h) M emberikan tes akhir (i)
M engevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok
(j)
M emberikan balikan pada siswa
2) Aspek keberhasilan siswa yang ingin dicapai antara lain: (a) Aktif memperhatikan penjelasan guru (b) Kemauan untuk menerima pelajaran (c) Aktif mengerjakan tu gas (d) Aktif memanfaatkan media yang digunakan (e) Kesungguhan siswa mengerjakan tugas
individu
kelompok (f)
Hasrat untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat
(g) Kemauan berdiskusi dengan teman kelompok (h) Keaktifan untuk membuat kesimpulan pelajaran (i)
Keaktifan dalam proses pembelajaran
(j)
Kesungguhan mengerjakan tes
43
maupun
d. Tahap Refleksi Hasil analisis data dari siklus III ini digunakan sebagai acuan untuk menentukan tingkat ketercapaian tujuan yang dilakukan guru dalam meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah melalui metode Problem Based Learning pada siswa kelas V. Jika sudah diperoleh hasil yang optimal, maka siklus dihentikan.
44
BAB IV HAS IL PENELITIAN DAN PEMBAHAS AN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Begajah 04, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo. Bangunan sekolah menghadap selatan dan barat, memiliki halaman yang cukup luas, dengan luas seluruh sekolah 530 m². Lingkungan fisik sekolah tempat p enelitian cukup baik, hal ini terlihat dari tata ruang dan pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada. Gedung yang dimiliki SD Negeri Begajah 04 terdiri dari 6 ruang kelas, 1 ruang kantor guru, 1 ruang perpustakaan, dua buah toilet dan kamar mandi serta halaman sekolah yang biasanya dipergunakan sebagai tempat upacara bendera, olahraga dan tempat bermain siswa pada jam istiharat. Gedung SD Negeri Begajah 04 mengalami renovasi terakhir pada tahun 2009 yang menggunakan dana APBD. Ditinjau dari segi kuantitas dan kualitas p embelajaran, SD Negeri Begajah 04 sudah cukup baik. SD Negeri Begajah 04, didukung oleh 10 tenaga pengajar yang terdiri dari 1 orang kepala sekolah, 6 orang guru kelas, 1 orang guru PAI (Pendidikan A gama Islam), 1 orang guru Olah Raga, 1 orang guru bidang studi Bahasa Inggris, 1 orang petugas perpustakaan dan ditambah 1 orang penjaga sekolah. Tenaga pengajar yang ada terbagi menjadi guru tetap, guru bantu dan guru wiyata bhakti. Hampir semua tenaga pengajar yang ada telah memiliki pengalaman yang cukup lama dan mempunyai latar belakang di bidang pendidikan. Ruang kelas yang dimiliki SD Negeri Begajah 04 tertata dengan rapi dan indah. Guru bersama dengan siswa menghias kelas dengan hiasan yang dibuat oleh siswa secara mandiri yang memiliki nilai edukatif, sehingga membantu merangsang siswa dalam meningkatkan pengetahuannya. Beberapa kelas terdapat map-map hasil pekerjaan siswa berupa portofolio, sehingga siapapun yang melihat dapat dengan mudah mengetahui perkembangan hasil belajar siswa di kelas tersebut.
45
Pada tahun ini, yaitu tahun pelajaran 2009/2010 jumlah siswa SD Negeri Begajah 04 sebanyak 151 Siswa, yang terdiri dari kelas I sebanyak 30 siswa, kelas II sebanyak 22 siswa, kelas III sebanyak 27 siswa, kelas IV sebanyak 22 siswa, kelas V sebanyak 27 siswa, dan kelas VI sebanyak 23 siswa. Jumlah siswa tahun ini tidak jauh berbeda dengan jumlah siswa pada tahun-tahun sebelumnya yang rata-rata berjumlah 150-160 siswa tiap tahunnya.
B. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas V SD Negeri Begajah 04, Sukoharjo yang berjumlah 27 siswa yang terdiri dari 17 siswa lakilaki dan 10 siswa perempuan. Adapun nama-nama suby ek penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. sebagai berikut:
No
Nama S ubjek
No
Nama S ubjek
1.
Darwin
15.
Dewi Sri Yuliana
2.
Ari Wibowo
16.
Ervin M aulana
3.
Bayu Pambudi
17.
Febri Anggriawan
4.
M eisy Novita Hapsari
18.
Gita Fitri Bahari
5.
Riyan Wibowo
19.
Ibnu Nur Hendrawan S
6.
Safii Imam Santoso
20.
M uharom Tauji
7.
Senly Ap riliana
21.
Satrio Adi Sulistyo
8.
Shokhi Riwayati
22.
Suci Wulandari
9.
Tirto Nugroho
23.
Tri Putri Wulandari
10.
Arvin Wahyu Prasetyo
24.
Wahyu Eka Septiana
11.
Anggoro Adi Bagus P
25.
Widya Ayuni Putri Y
12.
Anas Bakti M aarif
26.
Nava Nur Cahaya P
13.
Ay un Widyastuti
27.
Riswanda Ady Wardana
14.
Bima Irvansy ah
46
Tabel 2. Daftar Nama Siswa Kelas V SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo Penelitian tindakan kelas yang direncanakan menggunakan 3 siklus. Siklus pertama menguraikan tentang sifat-sifat batuan dan pelapukan biologi selama 4 x 35 menit ( 4 jam pelajaran ) dalam 2 kali pertemuan, siklus kedua menguraikan tentang proses terbentuknya batuan endapan dan pelapukan fisika selama 4 x 35 menit (4 jam pelajaran) dalam 2 kali pertemuan, dan siklus ketiga menguraikan tentang proses terbentuknya batuan metamorf dan jenis pelapukan batuan beserta faktor y ang mempengaruhi selama 4 x 35 menit (4 jam pelajaran) dalam 2 kali pertemuan. Dalam penelitian ini setiap akhir pertemuan diadakan test yang di gunakan untuk mengukur
seberapa besar peningkatan kemampuan siswa dalam
mendeskripsikan proses pembentukan tanah selama mengikuti pembelajaran dengan menerapkan metode Problem Based Learning. Penilaian dalam penelitian ini meliputi dua hal, yaitu: pertama, penilaian dari hasil belajar siswa yang diperoleh dari nilai test siswa. Kedua, penilaian dari hasil observasi terhadap guru dan siswa selama proses p embelajaran berlangsung.
C. Deskripsi Data Awal IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses p endidikan dan juga perkembangan teknologi, karena IPA memiliki upaya untuk membangkitkan minat manusia serta kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun pada kenyataannya mata pelajaran IPA tidak begitu diminati dan kurang diperhatikan. Pembelajaran IPA masih menekankan pada konsep-konsep yang terdapat di dalam buku, dan juga belum memanfaatkan pendekatan lingkungan dalam pembelajaran secara maksimal. M engajak siswa berinteraksi langsun g dengan lingkungan jarang dilakukan oleh guru. Guru sebagian besar masih mempertahankan urutan-urutan dalam buku tanpa memperdulikan kesesuaian dengan lingkungan belajar siswa. Hal ini membuat pembelajaran tidak efektif, karena siswa kurang merespon terhadap pelajaran yang disampaikan. 47
Keadaan ini dapat dilihat dari nilai IPA siswa yang cukup rendah. Pada materi mendeskripsikan proses pembentukan tanah yang hanya disampaikan dengan ceramah sehingga berakibat banyak siswa yang mengalami kesulitan. Sejalan dengan permasalahan tersebut maka diperlukan suatu pembelajaran IPA yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan berkaitan dengan kehidupan nyata siswa sehingga siswa tidak hanya mengetahui secara instan tetapi juga mampu menemukan sendiri konsep yang sedang mereka pelajari secara terbimbing dengan mudah. Salah satu pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah Problem Based Learning (PBL) yaitu suatu metode pembelajaran yang menitikberatkan pada permasalahan dunia nyata sebagai suatu stimulus dan berfokus pada aktifitas siswa. Untuk mengantisipasi hal di atas, peneliti mengadakan penelitian di kelas V dengan menerapkan Problem Based Learning (PBL) dalam rangka membantu siswa untuk berpikir dari hal yang kongkrit ke hal yang abstrak sehingga membuat pemahaman dan kemampuan siswa terhadap konsep IPA dapat ditingkatkan. Untuk lebih jelasny a, perolehan hasil evaluasi IPA siswa sebelum tindakan dapat dilihat p ada Tabel 3 di bawah ini:
Tabel 3. Data Nilai Kemampuan Siswa Sebelum Tindakan
No
Nilai
Tuntas/Tidak Tuntas No
Nilai
Tuntas/Tidak Tuntas
1
70
Tuntas
15
75
Tuntas
2
60
Tidak Tuntas
16
75
Tuntas
3
52
Tidak Tuntas
17
67
Tidak Tuntas
4
70
Tuntas
18
70
Tuntas
5
65
Tidak Tuntas
19
78
Tuntas
6
61
Tidak Tuntas
20
72
Tuntas
7
70
Tuntas
21
70
Tuntas
8
53
Tidak Tuntas
22
70
Tuntas
9
80
Tuntas
23
63
Tidak Tuntas
48
10
70
Tuntas
24
62
Tidak Tuntas
11
70
Tuntas
25
60
Tidak Tuntas
12
70
Tuntas
26
64
Tidak Tuntas
13
82
Tuntas
27
66
Tidak Tuntas
14
45
Tidak Tuntas
Jumlah
1810
Rata-Rata
67,04
Keterangan
Jumlah
Prosentase
Tuntas
15
55,56%
Tidak Tuntas
12
44,44%
Tabel 4. Frekuensi Data Nilai Kemampuan Siswa Sebelum Tindakan
No
Interval Nilai
Frekuensi
Prosentase
1
45-51
1
3,70%
2
52-58
2
7,41%
3
59-65
7
25,93%
4
66-72
12
44,44%
5
73-79
3
11,11%
6
80-86
2
7,41%
7
87-93
0
0%
8
94-100
0
0%
27
100%
Jumlah
49
Dari Tabel 4. maka dapat dilihat p ada Gambar 9. sebagai berikut:
Data Nilai 45-51
12 F r e k u e n s i
52-58
10
59-65 8 66-72 6
73-79
4
80-86
2
87-93
0
94-100 45-51 52-58 59-65 66-72 73-79 80-86 87-93 94-100
Interval Nilai
Gambar 9. Grafik Data Nilai Sebelum Tindakan
D. Deskripsi Permasalahan Penelitian 1. Tindakan Siklus I Tindakan Siklus I dilaksanakan 2 kali pertemuan, yaitu pada tanggal 19 dan 21 Ap ril 2010. M asing-masing pertemuan adalah 2 x 35 menit. Pelaksanaan pembelajaran siklus I pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin dan pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Rabu. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan pada siklus I adalah sebagai berikut : a. Tahap Perencanaan Pada tahapan ini dilakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran IPA pada materi proses pembentukan tanah di Kelas V. Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk mengetahui metode yang dipergunakan oleh guru, serta keaktifan siswa dalam proses p embelajaran. Di samping itu untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mendeskripsikan materi proses p embentukan tanah.
50
Berdasarkan pengamatan terhadap proses pembelajaran dan hasil belajar siswa, diperoleh informasi bahwa siswa kelas V SD Negeri Begajah 04, Sukoharjo sebagai data awal diperoleh bahwa pada pokok bahasan proses pembentukan tanah terdapat 15 anak atau 55,56% yang masih belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70. Setelah dilaksanakan pemeriksaan pada lembar kegiatan siswa, sebagian besar siswa belum dapat memahami materi yang diajarkan oleh guru. Bertolak dari kenyataan tersebut, diadakan diskusi sekaligus konsultasi dengan guru kelas V untuk mencari alternatif pemecahan agar dapat meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah pada siswa kelas V. Salah satu alternatif pemecahan yang dapat dilakukan adalah melaksanakan pembelajaran dengan mengaktifkan siswa, yaitu menggunakan metode Problem Based Learning (PBL). Dengan berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2007 Kelas V, peneliti melakukan langkah-langkah untuk merencanakan pembelajaran materi proses pembentukan tanah melalui percobaan dengan menggunakan metode PBL sebagai berikut : 1)
M emilih Kompetensi Dasar dan Indikator yang sesuai dengan materi proses pembentukan tanah yaitu: a) Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan. b) Indikator
: - M enggolongkan batuan berdasarkan warna, kekerasan,
tekstur
permukaan (halus dan
kasar). -
M enjelaskan proses p embentukan tanah karena pelapukan.
Alasan memilih kompetensi dasar atau indikator tersebut adalah : a) Kompetensi dasar dan indikator tentang proses pembentukan tanah harus betul-betul dikuasai siswa, agar siswa dapat mendeskripsikan bagaimana tanah dapat terbentuk.
51
b) Kompetensi dasar dan indikator proses pembentukan tanah tersebut nantinya dapat dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. c) Pemilihan kompetensi dasar dan indikator proses pembentukan tanah didasarkan pada kurikulum yang berlaku dan sesuai dengan harapan masy arakat terhadap hasil belajar siswa. 2)
M enyusun rencana pembelajaran berdasarkan indikator yang telah disusun. Rencana Pembelajaran disusun 2 kali pertemuan masing-masing pertemuan 2 jam pelajaran atau 2 x 35 menit yang dilaksanakan pada tanggal 19 dan 21 Ap ril 2010.
3)
M empersiapkan media yang akan dipergunakan dalam pembelajaran untuk melakukan percobaan.
4)
M embuat lembar observasi siswa dan lembar observasi guru.
5)
M enyiapkan soal tes setelah dilaksanakan pembelajaran.
6)
M enyiapkan lembar penilaian.
b. Pelaksanaan Dalam
tahapan
ini
guru
melaksanakan
pembelajaran
dengan
menggunakan metode PBL sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah disusun sebelumnya yang akan dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. 1)
Pertemuan Pertama Pertemuan ke 1 dilaksanakan hari Senin, 19 Ap ril 2010. Pembelajaran direncanakan dengan model pembelajaran aktif metode PBL. Guru membuka proses pembelajaran ini diawali dengan guru menyampaikan pokok bahasan, yaitu batuan. Sebagai kegiatan awal, agar suasana kelas menjadi lebih semangat dan hidup, guru mengajak siswa menyanyikan lagu “ Di Sini Senang Di Sana Senang”. Setelah itu guru mengajak siswa “Tepuk Diam” yang bertujuan untuk memusatkan perhatian siswa serta memotivasi dan mengarahkan minat siswa untuk mengikuti pembelajaran. Kemudian guru menanyakan kepada siswa “ Siapa yang sudah melihat batuan?”, “ Biasanya anak-anak melihat batuan dimana?”, “Ap a saja jenis-jenis batuan itu?” 52
Kegiatan inti dimulai dengan mengelompokkan siswa menjadi kelompokkelompok kecil yang terdiri dari 5-6 siswa. Pengelompokan dilakukan dengan cara pengundian. Guru membuat nomor undian 1-5 sebanyak 27, kemudian masing-masing siswa diminta untuk mengambil satu-satu. Siswa yang mendapat nomor yang sama bergabung menjadi 1 kelompok. Setelah itu siswa duduk dengan kelompoknya masing-masing. Kemudian guru mengorientasikan masalah mengenai jenis dan sifat batuan. Guru mengajak siswa keluar kelas untuk melakukan percobaan di halaman sekolah. Guru membagikan lembar kerja pada masing-masing kelompok yang berisi permasalahan yang harus diselesaikan siswa secara berkelompok, yaitu “ M elakukan percobaan untuk mengelompokkan batuan berdasarkan warna, kekerasan, dan kekasaran permukaannya ”. Guru meminta masing-masing kelompok
menuliskan
jawaban
pada
lembar
kerja
dengan
mengkomunikasikan bersama siswa lain. Selanjutny a hasil dari kelompok dipresentasikan di depan kelas dan dibahas bersama-sama dengan guru. Kegiatan akhir guru melakukan tanya jawab tentang materi yang telah dipelajari. Kemudian guru membagikan lembar soal kepada siswa untuk dikerjakan secara individu. Guru memberikan pujian kepada siswa yang berhasil mengerjakan tugas dengan baik. Sebagai tindak lanjut guru memberi pesan-pesan agar selalu rajin belajar dan memberikan pekerjaan rumah. 2)
Pertemuan Kedua Pertemuan ke II dilaksanakan hari Rabu, 21 Ap ril 2010. Pembelajaran direncanakan dengan menggunakan model pembelajaran aktif metode PBL. Guru
membuka
proses
pembelajaran
ini
diawali
dengan
guru
menyampaikan subp okok bahasan pada pertemuan ini, yaitu pelapukan batuan. Sebagai kegiatan awal, agar suasana kelas menjadi lebih semangat dan hidup, guru mengajak siswa melakukan “Tepuk Oke”, kemudian guru memberikan pertanyaan kepada siswa “ Siapa yang pernah melihat batuan yang berlumut?”, “ Biasanya berwarna apa?”. 53
Kegiatan inti dimulai guru dengan mengelompokkan siswa menjadi kelompok-kelompok kecil seperti pada pertemuan sebelumnya. Untuk mengembalikan konsentrasi belajar siswa setelah pengelompokkan, guru mengajak siswa melakukan “Tepuk Diam”. Sebelum memulai presentasi, guru membacakan hasil pekerjaan siswa yang terdiri dari tugas individu dan tugas kelompok. Bagi siswa yang memperoleh nilai memuaskan, mereka berhak mendapatkan reward dari guru. Hal ini dilakukan agar siswa menjadi bersemangat dalam mengikuti pembelajaran, sehingga terjadi persaingan positif antar kelompok maupun individu. Kemudian guru mengorientasikan masalah kepada siswa, yaitu tentang pelapukan biologi. Sesudah itu, guru memberikan lembar kerja pada masing-masing kelompok yang berisi permasalahan yaitu “Melakukan pengujian untuk mengetahui tingkat pelapukan batuan yaitu pelapukan biologi”. Pada pertemuan ini guru menekankan agar dalam kelompok saling membantu dan bekerjasama apabila ada kesulitan dalam melakukan percobaan. Guru juga tidak hanya memberikan pengarahan secara klasikal tetapi juga pada masing-masing kelompok. Guru meminta masing-masing kelompok
menuliskan
jawaban
pada
lembar
kerja
dengan
mengkomunikasikan bersama siswa lain. Selanjutny a hasil dari kelompok dipresentasikan di depan kelas dan dibahas bersama-sama dengan guru. Kegiatan akhir guru melakukan tanya jawab tentang materi yang telah dipelajari, sambil mengulang pelajaran yang telah dipelajari. Kemudian guru membagikan lembar soal kepada siswa untuk dikerjakan secara individu. Dalam mengerjakan soal ini, siswa harus mengerjakannya secara mandiri untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembelajaran dengan menggunakan metode PBL. Guru memberikan pujian kepada siswa yang berhasil mengerjakan tugas dengan baik. Sebagai tindak lanjut guru memberi pesanpesan agar selalu rajin belajar dan memberikan pekerjaan rumah.
54
c. Observasi Peneliti melakukan pengamatan tingkah laku dan sikap siswa selama pembelajaran IPA dengan menerapkan metode PBL, yang dilaksanakan dengan menggunakan alat bantu berupa lembar observasi dan kamera foto. Observasi ini dilakukan
untuk
memperoleh
data
mengenai
kesesuaian
pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan metode PBL pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah disusun. Serta untuk mengetahui seberapa besar pengaruh metode PBL dalam meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah di kelas V. Oleh karena itu, pengamatan tidak hanya ditujukan pada kegiatan atau proses y ang terjadi dalam proses pembelajaran, namun juga pada aspek tindakan guru dalam melaksanakan pembelajaran termasuk suasana kelas pada saat p roses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi pada Siklus I dapat dilihat p ada keterangan di bawah ini : Pertemuan : I Indikator: M enggolongkan batuan berdasarkan warna, kekerasan, tekstur permukaan (halus dan kasar). M etode
: PBL
Hasil observasi berdasarkan lampiran 5 dan 6 halaman 143-144. 1)
Kegiatan Siswa a) Siswa cukup aktif memperhatikan penjelasan guru. b) Siswa mempunyai kemauan yang cukup untuk menerima pelajaran. c) Siswa cukup aktif mengerjakan tugas. d) Siswa cukup aktif memanfaatkan media yang digunakan. e) Siswa cukup mempunyai kesungguhan untuk mengerjakan tugas individu maupun kelompok. f) Hasrat siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat masih kurang. g) Kemauan siswa untuk berdiskusi dengan teman kelompok masih kurang. h) Keaktifan siswa dalam membuat kesimpulan pelajaran masih kurang. i) Siswa cukup aktif dalam proses p embelajaran. 55
j) Siswa cukup mempunyai kesungguhan dalam mengerjakan tes. 2)
Kegiatan Guru a) Guru kurang mengkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang kondusif. b) Guru cukup memberikan motivasi. c) Guru cukup melakukan apersepsi. d) Guru sudah baik dalam menyampaikan materi. e) Guru sudah baik dalam memberi kesempatan untuk bertanya. f) Guru sudah cukup mengarahkan siswa untuk bekerjasama dengan kelompok. g) Guru kurang membimbing siswa dalam kegiatan kelompok. h) Guru sudah cukup memberikan tes akhir. i) Guru sudah cukup mengevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok. j) Guru sudah cukup memberikan balikan pada siswa.
Pertemuan : II Indikator : Menjelaskan proses pembentukan tanah karena pelapukan. M etode
: PBL
Hasil observasi berdasarkan lampiran 7 dan 8 halaman 145-146. 1)
Kegiatan Siswa a) Siswa cukup aktif memperhatikan penjelasan guru. b) Siswa mempunyai kemauan yang baik untuk menerima pelajaran. c) Siswa cukup aktif mengerjakan tugas. d) Siswa cukup aktif memanfaatkan media yang digunakan. e) Siswa cukup mempunyai kesungguhan untuk mengerjakan tugas individu maupun kelompok. f) Siswa sudah cukup mempunyai hasrat untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat. g) Kemauan siswa untuk berdiskusi dengan teman kelompok masih kurang. h) Keaktifan siswa dalam membuat kesimpulan pelajaran masih kurang. i) Siswa cukup aktif dalam proses p embelajaran. j) Siswa sudah baik mempunyai kesungguhan dalam mengerjakan tes. 56
2)
Kegiatan Guru a) Guru sudah cukup mengkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang kondusif. b) Guru cukup memberikan motivasi. c) Guru cukup melakukan apersepsi. d) Guru sudah baik dalam menyampaikan materi. e) Guru sudah baik dalam memberi kesempatan untuk bertanya. f) Guru sudah cukup mengarahkan siswa untuk bekerjasama dengan kelompok. g) Guru sudah cukup membimbing siswa dalam kegiatan kelompok. h) Guru sudah baik memberikan tes akhir. i) Guru sudah cukup mengevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok. j) Guru sudah cukup memberikan balikan pada siswa.
d. Refleksi Sesudah melihat pada hasil observasi dan hasil belajar siswa, data-data yang diperoleh melalui observasi kemudian dikumpulkan untuk dianalisis. Tujuan dari refleksi adalah untuk mengetahui kendala sekaligus solusi pelaksanaan pada siklus berikutnya. Setelah melihat pada pekerjaan siswa, pada materi sifat-sifat batuan dan pelapukan biologi telah menunjukkan perubahan yang cukup berarti. Dalam pembelajaran, guru yang bertindak sebagai fasilitator sudah cukup memberikan pengarahan dan memberikan solusi bagi setiap siswa yang mengalami kesulitan, namun perhatian siswa terkadang tidak sepenuhnya tertuju pada perhatian guru, hal ini disebabkan kelemahan dari metode PBL yang terkadang cenderung dimanfaatkan siswa untuk bermain-main dengan teman satu kelompoknya. Hasil refleksi pada siklus I selengkapnya dapat duraikan sebagai berikut : Berdasarkan hasil dari pengamatan selama proses pembelajaran pada siklus I, siswa sudah menunjukkan sikap kerjasama kelompok dan saling give and 57
take dengan cukup baik. Walaupun masih ada juga kelompok yang menunjukkan sikap acuh terhadap kelompoknya sendiri dan masih mementingkan kepentingan individu dalam kelompok tersebut. Siswa aktif memperhatikan presentasi guru dan menjawab pertanyaan ketika guru memberi pertanyaan walaupun masih ada beberapa siswa yang tidak serius dalam mengikuti pembelajaran. Guru aktif dalam memberikan pengarahan kepada individu maupun kelompok. Dari hasil pengamatan
tersebut
dapat
dilihat
bahwa
kemampuan
siswa
dalam
mendeskripsikan proses pembentukan tanah sudah berjalan lebih baik apabila dibandingkan dengan pembelajaran sebelum diterapkan metode PBL. Pada Pada siklus I ini hasil yang diperoleh sudah menunjukkan perubahan walaupun hanya sedikit, yaitu siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 hanya 18 siswa atau 66,67% dari 27 siswa. Sesuai dengan rencana pembelajaran sebelumnya, pembelajaran di siklus I dikatakan berhasil apabila siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 mencapai 65%. Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 sebanyak 18 siswa atau 66,67% dari 27 siswa menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode PBL dikatakan berhasil. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan mendeskripsikan proses p embentukan tanah pada siswa kelas V SD Negeri Begajah 04, Sukoharjo. Tetapi apabila dilihat dari Kriteria Ketuntasan M inimal (KKM) masih ada 9 siswa yang belum tuntas. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor, maka dari itu p embelajaran IPA perlu dilanjutkan untuk siklus II dengan berpedoman pada hasil refleksi siklus I. Data nilai kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah siswa pada siklus I selengkapnya dapat dilihat p ada Tabel 5. di bawah ini.
Tabel 5. Data Nilai Kemampuan Siswa pada Siklus I
No
Nilai
Tuntas/Tidak Tuntas No
1
70
Tuntas
2
64
Tidak Tuntas
Nilai
Tuntas/Tidak Tuntas
15
78
Tuntas
16
78
Tuntas
58
3
52
Tidak Tuntas
17
70
Tuntas
4
71
Tuntas
18
70
Tuntas
5
67
Tidak Tuntas
19
84
Tuntas
6
67
Tidak Tuntas
20
75
Tuntas
7
70
Tuntas
21
70
Tuntas
8
53
Tidak Tuntas
22
70
Tuntas
9
85
Tuntas
23
70
Tuntas
10
73
Tuntas
24
64
Tidak Tuntas
11
70
Tuntas
25
61
Tidak Tuntas
12
71
Tuntas
26
65
Tidak Tuntas
13
84
Tuntas
27
70
Tuntas
14
45
Tidak Tuntas
Jumlah
1867
Rata-Rata
69,15
Keterangan
Jumlah
Prosentase
Tuntas
18
66,67%
Tidak Tuntas
9
33,33%
Tabel 6. Frekuensi Data Nilai Kemampuan Siswa pada Siklus I
No
Interval Nilai
Frekuensi
Prosentase
1
45-51
1
3,70%
2
52-58
2
7,41%
3
59-65
5
18,52%
4
66-72
12
44,44%
5
73-79
4
14,82%
6
80-86
3
11,11%
7
87-93
0
0%
8
94-100
0
0%
59
Jumlah
27
100%
Dari Tabel 6 maka dapat dilihat p ada Gambar 10. sebagai berikut:
Data Nilai 45-51
12 F r 10 e 8 k u 6 e 4 n s 2 i 0
52-58 59-65 66-72 73-79 80-86 87-93 94-100 45-51 52-58 59-65 66-72 73-79 80-86 87-93 94-100
Interval Nilai Gambar 10. Grafik Data Nilai Siklus I Bertolak dari hasil yang diperoleh pada siklus I, pembelajaran menggunakan metode PBL memiliki pengaruh yang berhasil. Dengan catatan bagi siswa yang belum memahami materi dengan baik harus belajar lebih giat dan diberi jam tambahan tersendiri untuk meningkatkan kemampuan mereka. Dengan demikian
pembelajaran akan dilanjutkan untuk siklus II mengenai proses
terbentuknya batuan endapan dan pelapukan fisika yang terkait dengan proses pembentukan tanah.
2. Tindakan Siklus II Tindakan Siklus II dilaksanakan 2 kali pertemuan, yaitu pada tanggal 24 dan 26 Ap ril 2010. M asing-masing pertemuan adalah 2 x 35 menit. Pelaksanaan pembelajaran siklus II pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Sabtu dan pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Senin. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan pada siklus II adalah sebagai berikut :
60
a. Tahap Perencanaan Berdasarkan hasil refleksi dan evaluasi pelaksanaan tindakan pada siklus I diketahui bahwa pembelajaran melalui metode PBL belum menunjukkan adanya peningkatan kemampuan mendeskripsikan proses p embentukan tanah yang cukup signifikan. Oleh karena itu, p eneliti menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran kembali melalui metode PBL dengan indikator yang sama tetapi melakukan variasi percobaan pada tiap pertemuan. Kegiatan perencanaan tindakan siklus II d ilaksanakan pada hari Kamis, 22 Ap ril 2010 di ruang guru SD Negeri Begajah 04. Peneliti dan guru kelas V mendiskusikan rancangan tindakan yang akan dilakukan dalam proses penelitian ini yaitu pada hari Sabtu dan Senin. Rencana yang disusun dalam siklus II adalah sebagai berikut : 1) Guru akan lebih mengoptimalkan pemberian motivasi kepada siswa untuk meningkatkan kerjasama antar kelompok ataupun mengoptimalkan unsur pembelajaran pada siswa. Siswa diberi motivasi sebelum, selama, dan sesudah pelajaran dengan harapan siswa menjadi lebih bersemangat dan merasa diperhatikan. 2) Guru mengadakan percobaan yang bervariasi agar siswa lebih memahami materi dan siswa tidak merasa bosan. 3) Guru akan memberikan pengarahan dan bimbingan baik secara klasikal maupun pada tiap-tiap kelompok, sehingga pembelajaran berlangsun g dengan lebih lancar. Dari dua indikator yang ditetapkan ternyata belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, peneliti dengan pengarahan dari guru kelas V dan masukan dari guru-guru yang lain, kembali menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dengan lebih cermat dan teliti untuk
pelaksanaan siklus II. Dengan indikator yang sama peneliti mengadakan perbaikan pada siklus II yaitu memberi variasi pada langkah pembelajaran yaitu dengan memberikan percobaan yang berbeda dari siklus I mengenai materi proses pembentukan tanah yaitu percobaan tentang proses terbentuknya batuan endapan dan pelapukan fisika. Jadi siswa diajak untuk mengalami langsung proses terbentuknya batuan dan proses pelapukan. Sehingga diharapkan dengan 61
mengalami langsun g maka siswa akan lebih paham dan dapat meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah. Adapun penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) seperti pada Siklus II, yaitu: 1) Memilih atau menentukan kompetensi dasar, hasil belajar dan indikator yang hendak dicapai, 2) M empersiapkan alat-alat atau media yang akan dipergunakan, 3) M enyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) siklus II . Dalam analisis terhadap pekerjaan siswa pada Siklus I, menunjukan bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam mengklasifikasikan jenis dan sifat batuan serta memahami proses pelapukan batuan, maka desain pembelajaran lebih menekankan pada kemampuan mendeskripsikan yang diikuti dengan kegiatan kelompok melalui percobaan yang lebih menyenangkan dan menjurus pada materi. Dengan demikian, kegiatan ditujukan untuk memantapkan kemampuan siswa dalam mendeskripsikan jenis dan sifat batuan serta proses pelapukan batuan.
b. Pelaksanaan Pelaksanaan tindakan pada Siklus II menggunakan metode PBL yang akan dilaksanakan selama dua kali pertemuan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun. 1) Pertemuan Pertama Guru mengawali pembelajaran dengan berdo’a bersama, dan mengabsen siswa. Guru menanyakan kabar siswa sebagai penyemangat dan melakukan apersepsi dengan bertanya jawab tentang materi yang telah diajarkan pada pertemuan sebelumnya. Kemudian guru menyampaikan materi tentang batuan endapan. Kegiatan inti, guru membagi siswa menjadi 5 kelompok. Anggota dari masing-masing kelompok masih sama dengan anggota kelompok pada siklus I kemarin. Siswa duduk dengan kelompoknya masing-masing. Setelah itu guru mengajak siswa “Tepuk Diam” yang bertujuan untuk memusatkan perhatian siswa serta memotivasi dan mengarahkan minat siswa untuk mengikuti pembelajaran. Guru mengorientasikan masalah mengenai batuan endapan. 62
Guru bertanya jawab dengan siswa mengenai alat dan bahan yang akan digunakan untuk melakukan percobaan tentang proses terbentuknya batuan endapan. Guru membagikan lembar kerja pada masing-masing kelompok yang berisi permasalahan yang harus diselesaikan siswa secara berkelompok, yaitu “ M elakukan percobaan tentang proses terbentuknya batuan endapan ”. Guru meminta masing-masing kelompok menuliskan jawaban pada lembar kerja dengan mengkomunikasikan bersama siswa lain. Selanjutny a hasil dari kelompok dipresentasikan di depan kelas dan dibahas bersama-sama dengan guru. Kegiatan akhir guru melakukan tanya jawab tentang materi yang telah dipelajari. Kemudian guru membagikan lembar soal kepada siswa untuk dikerjakan secara individu. Sebagai tindak lanjut guru menyampaikan pesanpesan kepada siswa agar selalu rajin belajar, kemudian guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam.
2) Pertemuan Kedua Guru mengawali pembelajaran dengan berdo’a bersama, dan mengabsen siswa. Guru menanyakan kabar siswa sebagai penyemangat dan melakukan apersepsi dengan bertanya jawab tentang materi yang telah diajarkan pada pertemuan sebelumnya. Kemudian guru menyampaikan materi tentang pelapukan fisika. Kegiatan inti, guru membagi siswa menjadi 5 kelompok. Anggota dari masing-masing kelompok masih sama dengan anggota kelompok pada pertemuan I kemarin. Siswa duduk dengan kelompoknya masing-masing. Guru
mengorientasikan
masalah
mengenai
pelapukan
fisika.
Guru
menanyakan faktor penyebab pelapukan fisika kepada beberapa siswa. Guru mengajak siswa keluar kelas menuju lapangan dekat sekolah untuk melakukan percobaan. Guru menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk melakukan percobaan. Guru membagikan lembar kerja pada masing-masing kelompok yang berisi permasalahan yang harus diselesaikan siswa secara berkelompok, yaitu “ M elakukan percobaan untuk mengetahui bagaimana proses p elapukan fisika ”. Guru menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh 63
masing-masing kelompok. Setelah selesai melakukan percobaan, guru mengajak siswa kembali ke dalam kelas. Guru meminta masing-masing kelompok
menuliskan
jawaban
pada
lembar
kerja
dengan
mengkomunikasikan bersama siswa lain. Selanjutny a hasil dari kelompok dipresentasikan di depan kelas dan dibahas bersama-sama dengan guru. Kegiatan akhir guru melakukan tanya jawab tentang materi yang telah dipelajari. Kemudian guru membagikan lembar soal kepada siswa untuk dikerjakan secara individu. Sebagai tindak lanjut guru menyampaikan pesanpesan kepada siswa agar selalu rajin belajar, kemudian guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam.
c. Observasi Peneliti melaksanakan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran siswa melalui metode PBL. Peneliti secara kolaboratif bersama guru kelas V melaksanakan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan cermat dan teliti pada masing-masing pertemuan. Observasi ini ditujukan pada kegiatan guru dalam melaksanakan pembelajaran maupun kegiatan siswa dalam pembelajaran serta suasana pembelajaran. Keseluruhan data yang diperoleh dalam kegiatan ini termasuk pencatatan hasil tes akan digunakan sebagai bahan atau masukan untuk menganalisis perkembangan kemampuan mendeskripsikan siswa dalam diskusi balikan yaitu menganalisis nilai kemampuan mendeskripsikan siswa dari tiap-tiap siklus yang telah dilaksanakan yang akan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pelaksanaan tindakan selanjutnya. Adapun uraian hasil observasi Siklus II sebagai berikut: Pertemuan : I (satu) Indikator
: M enggolongkan batuan berdasarkan warna, kekerasan, tekstur permukaan (halus dan kasar).
M etode
: PBL
Hasil observasi berdasarkan pada lampiran 9 dan 10 halaman 147-148. 1)
Kegiatan Siswa a) Siswa cukup aktif memperhatikan penjelasan guru. 64
b) Siswa mempunyai kemauan yang baik untuk menerima pelajaran. c) Siswa cukup aktif mengerjakan tugas. d) Siswa sudah baik untuk aktif memanfaatkan media yang digunakan. e) Siswa cukup mempunyai kesungguhan untuk mengerjakan tugas individu maupun kelompok. f) Hasrat siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat sudah cukup. g) Kemauan siswa untuk berdiskusi dengan teman kelompok sudah cukup. h) Keaktifan siswa dalam membuat kesimpulan pelajaran masih kurang. i) Siswa cukup aktif dalam proses p embelajaran. j) Siswa sudah baik mempunyai kesungguhan dalam mengerjakan tes. 2)
Kegiatan Guru a) Guru sudah cukup mengkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang kondusif. b) Guru sudah baik memberikan motivasi. c) Guru cukup melakukan apersepsi. d) Guru sudah baik dalam menyampaikan materi. e) Guru sudah baik dalam memberi kesempatan untuk bertanya. f) Guru sudah cukup mengarahkan siswa untuk bekerjasama dengan kelompok. g) Guru sudah cukup membimbing siswa dalam kegiatan kelompok. h) Guru sudah baik memberikan tes akhir. i) Guru sudah cukup mengevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok. j) Guru sudah cukup memberikan balikan pada siswa.
Pertemuan : II (dua) Indikator
: Menjelaskan proses pembentukan tanah karena pelapukan.
M etode
: PBL
Hasil observasi berdasarkan pada lampiran 11 dan 12 halaman 149-150. 1)
Kegiatan Siswa a) Siswa cukup aktif memperhatikan penjelasan guru. b) Siswa mempunyai kemauan yang baik untuk menerima pelajaran. 65
c) Siswa cukup aktif mengerjakan tugas. d) Siswa sudah baik untuk aktif memanfaatkan media yang digunakan. e) Siswa sudah baik mempunyai kesungguhan untuk mengerjakan tugas individu maupun kelompok. f) Hasrat siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat sudah cukup. g) Kemauan siswa untuk berdiskusi dengan teman kelompok sudah cukup. h) Keaktifan siswa dalam membuat kesimpulan pelajaran sudah cukup. i) Siswa sudah baik untuk aktif dalam proses p embelajaran. j) Siswa sudah baik mempunyai kesungguhan dalam mengerjakan tes. 2)
Kegiatan Guru a) Guru sudah cukup mengkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang kondusif. b) Guru sudah baik memberikan motivasi. c) Guru sudah baik melakukan apersepsi. d) Guru sudah baik dalam menyampaikan materi. e) Guru sudah baik dalam memberi kesempatan untuk bertanya. f) Guru sudah cukup mengarahkan siswa untuk bekerjasama dengan kelompok. g) Guru sudah cukup membimbing siswa dalam kegiatan kelompok. h) Guru sudah baik memberikan tes akhir. i) Guru sudah cukup mengevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok. j) Guru sudah baik memberikan balikan pada siswa.
d. Refleksi Hasil analisis data terhadap pelaksanaan pembelajaran tentang proses terbentuknya batuan endapan dan proses pelapukan fisika melalui metode PBL pada siklus II, secara umum telah menunjukkan perubahan yang semakin meningkat daripada siklus I, dimana guru dalam melaksanakan pembelajaran semakin mantap dan luwes walaupun dengan kekurangan yang masih ada yaitu kurang mengadakan kegiatan tanya jawab dengan siswa, kurang mengevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok. 66
Hasil refleksi pada siklus II selengkapnya dapat duiraikan sebagai berikut : Berdasarkan hasil dari pengamatan selama proses pembelajaran pada siklus II, siswa sudah menunjukkan sikap kerjasama kelompok dan saling give and take dengan baik. Walaupun masih ada juga kelompok yang menunjukkan sikap acuh terhadap kelompoknya sendiri dan masih mementingkan kepentingan individu dalam kelompok tersebut. Siswa aktif memperhatikan presentasi guru dan menjawab pertanyaan ketika guru memberi pertanyaan walaupun masih ada beberapa siswa yang tidak serius dalam mengikuti pembelajaran. Guru aktif dalam memberikan pengarahan kepada individu maupun kelompok. Dari hasil pengamatan
tersebut
dapat
dilihat
bahwa
kemampuan
siswa
dalam
mendeskripsikan proses pembentukan tanah sudah berjalan lebih baik apabila dibandingkan dengan pembelajaran pada siklus I. Pada Pada siklus II ini hasil yang diperoleh sudah menunjukkan perubahan walaupun hanya sedikit, yaitu siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 hanya 19 siswa atau 70,37% dari 27 siswa. Sesuai dengan rencana pembelajaran sebelumnya, pembelajaran di siklus II dikatakan berhasil apabila siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 mencapai 70%. Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 sebanyak 19 siswa atau 70,37% dari 27 siswa menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode PBL dikatakan lebih berhasil daripada siklus I. Data nilai kemampuan mendeskripsikan siswa pada siklus II selengkapnya dapat dilihat p ada Tabel 7 :
Tabel 7. Data Nilai Kemampuan Siswa pada Siklus II
No
Nilai
Tuntas/Tidak Tuntas No
Nilai
Tuntas/Tidak Tuntas
1
75
Tuntas
15
80
Tuntas
2
67
Tidak Tuntas
16
88
Tuntas
3
58
Tidak Tuntas
17
83
Tuntas
4
75
Tuntas
18
75
Tuntas
67
5
70
Tuntas
19
85
Tuntas
6
67
Tidak Tuntas
20
78
Tuntas
7
78
Tuntas
21
70
Tuntas
8
63
Tidak Tuntas
22
73
Tuntas
9
86
Tuntas
23
70
Tuntas
10
78
Tuntas
24
67
Tidak Tuntas
11
75
Tuntas
25
65
Tidak Tuntas
12
95
Tuntas
26
65
Tidak Tuntas
13
88
Tuntas
27
83
Tuntas
14
55
Tidak Tuntas
Jumlah
2012
Rata-Rata
74,52
Keterangan
Jumlah
Prosentase
Tuntas
19
70,37%
Tidak Tuntas
8
29,63%
Tabel 8. Frekuensi Data Nilai Kemampuan Siswa pada Siklus II
No
Interval Nilai
Frekuensi
Prosentase
1
45-51
0
0%
2
52-58
2
7,41%
3
59-65
3
11,11%
4
66-72
6
22,22%
5
73-79
8
29,63%
6
80-86
5
18,52%
7
87-93
2
7,41%
8
94-100
1
3,70%
27
100%
Jumlah
68
Dari Tabel 8 maka dapat dilihat p ada Gambar 11. sebagai berikut:
Data Nilai 45-51
8 F r e k u e n s i
52-58
7
59-65
6
66-72
5
73-79
4
80-86
3 2
87-93
1
94-100
0
45-51 52-58 59-65 66-72 73-79 80-86 87-93 94-100
Interval Nilai Gambar 11. Grafik Data Nilai Siklus II
3. Tindakan Siklus III Tindakan Siklus III dilaksanakan 2 kali pertemuan, yaitu pada tanggal 29 Ap ril 2010 dan 1 M ei 2010. M asing-masing pertemuan adalah 2 x 35 menit. Pelaksanaan pembelajaran siklus III pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Kamis dan pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Sabtu. Adapun tahapantahapan yang dilakukan pada siklus III adalah sebagai berikut : a. Tahap Perencanaan Berdasarkan hasil refleksi dan evaluasi pelaksanaan tindakan pada siklus II diketahui bahwa pembelajaran melalui metode PBL belum menunjukkan adanya peningkatan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah yang signifikan. Oleh karena itu, peneliti menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran kembali melalui metode PBL dengan indikator yang sama tetapi
69
melakukan variasi percobaan pada tiap pertemuan dan memberi permainan diselasela pembelajaran agar siswa merasa tidak bosan . Kegiatan perencanaan tindakan siklus III dilaksanakan pada hari Selasa, 27 April 2010 di ruang guru SD Negeri Begajah 04. Peneliti dan guru kelas V mendiskusikan rancangan tindakan yang akan dilakukan dalam proses penelitian ini yaitu pada hari Kamis dan Sabtu. Rencana yang disusun dalam siklus III adalah sebagai berikut : 1) Guru akan lebih mengoptimalkan pemberian motivasi kepada siswa untuk meningkatkan
kerjasama
antar
kelompok
ataupun
mengoptimalkan unsur pembelajaran pada siswa. Siswa diberi motivasi sebelum, selama, dan sesudah pelajaran dengan harapan siswa menjadi lebih bersemangat dan merasa diperhatikan. 2) Guru mengadakan percobaan yang bervariasi agar siswa lebih memahami materi dan siswa tidak merasa bosan. 3) Guru mengadakan permainan disela-sela pembelajaran agar siswa tidak merasa bosan. 4) Guru akan memberikan pengarahan dan bimbingan baik secara klasikal maupun pada tiaptiap kelompok, sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. 5) Guru akan lebih mengoptimalkan diri dalam melakukan pemantauan terhadap setiap kegiatan siswa baik kelompok maupun individu. 6) Guru akan lebih banyak mengadakan tanya jawab dengan siswa untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam mendeskripsikan proses pembentukan tanah. Dari dua indikator yang ditetapkan ternyata belum menunjukkan hasil yang begitu optimal, masih ada sedikit kekurangan yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, peneliti dengan pengarahan dari guru kelas V dan masukan dari guruguru yang lain, kembali menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan lebih cermat dan teliti untuk p elaksanaan siklus III. Dengan indikator y ang sama peneliti mengadakan variasi pada langkah pembelajaran yaitu dengan memberikan percobaan yang berbeda dari siklus II mengenai materi proses pembentukan tanah yaitu percobaan tentang proses terbentuknya batuan metamorf dan menyelesaikan permasalahan tentang jenis-jenis pelapukan batuan. Selain itu guru juga mengadakan permainan disela-sela pembelajaran untuk membangkitkan lagi minat dan motivasi siswa dalam belajar.
70
Adapun penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) seperti pada Siklus III, y aitu: 1) Memilih atau menentukan kompetensi dasar, hasil belajar dan indikator yang hendak dicapai, 2) M empersiapkan alat-alat atau media yang akan dipergunakan, 3) M enyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) siklus III . Dalam analisis terhadap pekerjaan siswa pada Siklus II, menunjukan bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam mengklasifikasikan jenis dan sifat batuan serta kesulitan dalam memahami proses pelapukan batuan dan faktor yang mempengaruhi, maka desain pembelajaran lebih menekankan pada kemampuan mendeskripsikan yang diikuti dengan kegiatan kelompok melalui percobaan yang lebih menyenangkan dan menjurus pada materi serta pemantapan materi malalui permainan. Dengan demikian, kegiatan ditujukan untuk memantapkan kemampuan siswa dalam mendeskripsikan jenis dan sifat batuan serta proses pelapukan batuan dan faktor y ang mempengaruhi.
b. Pelaksanaan Pelaksanaan tindakan pada Siklus III menggunakan metode PBL yang akan dilaksanakan selama dua kali pertemuan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun. 1) Pertemuan Pertama Guru mengawali pembelajaran dengan berdo’a bersama, dan mengabsen siswa. Guru menanyakan kabar siswa sebagai penyemangat dan melakukan apersepsi dengan bertanya jawab tentang materi yang telah diajarkan pada pertemuan sebelumnya. Kemudian guru menyampaikan materi tentang batuan metamorf. Kegiatan inti, guru membagi siswa menjadi 5 kelompok. Anggota dari masing-masing kelompok masih sama dengan anggota kelompok pada siklus I dan siklus II kemarin. Siswa duduk dengan kelompoknya masing-masing. Setelah itu guru mengajak siswa “Tepuk Diam” yang bertujuan untuk memusatkan perhatian siswa serta memotivasi dan mengarahkan minat siswa untuk mengikuti pembelajaran. Guru mengorientasikan masalah mengenai 71
batuan metamorf. Guru bertanya jawab dengan siswa mengenai alat dan bahan yang akan digunakan untuk melakukan percobaan tentang proses terbentuknya batuan metamorf. Guru membagikan lembar kerja pada masing-masing kelompok yang berisi permasalahan yang harus diselesaikan siswa secara berkelompok, yaitu “ M elakukan percobaan tentang proses terbentuknya batuan metamorf ”. Guru meminta masing-masing kelompok menuliskan jawaban pada lembar kerja dengan mengkomunikasikan bersama siswa lain. Selanjutny a hasil dari kelompok dipresentasikan di depan kelas dan dibahas bersama-sama dengan guru. Guru mengadakan permainan “Bisik Berantai” untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam mendeskripsikan materi proses pembentukan tanah. Bagi kelompok yang menang, maka mendapat reward dari guru. Bagi kelompok yang kalah akan mendapat hukuman sesuai persetujuan dari kelompok yang lain. Kegiatan akhir guru melakukan tanya jawab tentang materi yang telah dipelajari. Kemudian guru membagikan lembar soal kepada siswa untuk dikerjakan secara individu. Sebagai tindak lanjut guru menyampaikan pesanpesan kepada siswa agar selalu rajin belajar, kemudian guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam. 2) Pertemuan Kedua Guru mengawali pembelajaran dengan berdo’a bersama, dan mengabsen siswa. Guru menanyakan kabar siswa sebagai penyemangat dan melakukan apersepsi dengan bertanya jawab tentang materi yang telah diajarkan pada pertemuan sebelumnya. Kemudian guru menyampaikan materi tentang pelapukan batuan dan faktor yang mempengaruhi. Kegiatan inti, guru membagi siswa menjadi 5 kelompok. Anggota dari masing-masing kelompok masih sama dengan anggota kelompok pada pertemuan I kemarin. Siswa duduk dengan kelompoknya masing-masing. Guru mengorientasikan masalah mengenai jenis pelapukan dan faktor yang mempengaruhi. Guru menanyakan faktor penyebab pelapukan fisika, biologi, dan kimia kepada beberapa siswa. Guru menanyakan tentang contoh p eristiwa pelapukan fisika, biologi, dan kimia kepada siswa. Guru membagikan lembar 72
kerja pada masing-masing kelompok yang berisi permasalahan yang harus diselesaikan siswa secara berkelompok, yaitu “ Membahas tentang pelapukan fisika, biologi, dan kimia beserta dengan faktor-faktor yang mempengaruhi ”. Guru menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh masing-masing kelompok. Guru meminta masing-masing kelompok menuliskan jawaban pada lembar kerja dengan mengkomunikasikan bersama siswa lain. Selanjutny a hasil dari kelompok dipresentasikan di depan kelas dan dibahas bersama-sama dengan guru. Guru mengadakan permainan “Tepuk Nama”. Peraturannya yaitu bagi siswa yang salah menyebut nama, maka siswa tersebut harus ke depan kelas untuk menjawab pertanyaan dari guru seputar materi proses pembentukan tanah. Hal ini dilakukan untuk melihat seberapa jauh tingkat kemampuan siswa dalam mendeskripsikan proses pembentukan tanah. Kegiatan akhir guru melakukan tanya jawab tentang materi yang telah dipelajari. Kemudian guru membagikan lembar soal kepada siswa untuk dikerjakan secara individu. Sebagai tindak lanjut guru menyampaikan pesanpesan kepada siswa agar selalu rajin belajar, kemudian guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam.
c. Observasi Peneliti melaksanakan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran siswa melalui metode PBL. Peneliti secara kolaboratif bersama guru kelas V melaksanakan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan cermat dan teliti pada masing-masing pertemuan. Observasi ini ditujukan pada kegiatan guru dalam melaksanakan pembelajaran maupun kegiatan siswa dalam pembelajaran serta suasana pembelajaran. Keseluruhan data yang diperoleh dalam kegiatan ini termasuk pencatatan hasil tes akan digunakan sebagai bahan atau masukan untuk menganalisis perkembangan kemampuan mendeskripsikan siswa dalam diskusi balikan yaitu menganalisis nilai kemampuan mendeskripsikan siswa dari tiap-tiap siklus yang telah dilaksanakan yang akan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pelaksanaan tindakan selanjutny a. Adapun uraian hasil observasi Siklus III sebagai berikut: 73
Pertemuan : I (satu) Indikator
: M enggolongkan batuan berdasarkan warna, kekerasan, tekstur permukaan (halus dan kasar).
M etode
: PBL
Hasil observasi berdasarkan pada lampiran 13 dan 14 halaman 151-152. 1) Kegiatan Siswa a) Siswa cukup aktif memperhatikan penjelasan guru. b) Siswa mempunyai kemauan yang baik untuk menerima pelajaran. c) Siswa cukup aktif mengerjakan tugas. d) Siswa sudah baik untuk aktif memanfaatkan media yang digunakan. e) Siswa sudah baik mempunyai kesungguhan untuk mengerjakan tugas individu maupun kelompok. f) Hasrat siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat sudah cukup. g) Kemauan siswa untuk berdiskusi dengan teman kelompok sudah baik. h) Keaktifan siswa dalam membuat kesimpulan pelajaran sudah cukup. i) Siswa sudah baik untuk aktif dalam proses p embelajaran. j) Siswa sudah baik mempunyai kesungguhan dalam mengerjakan tes. 2)
Kegiatan Guru a) Guru sudah baik mengkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang kondusif. b) Guru sudah baik memberikan motivasi. c) Guru cukup melakukan apersepsi. d) Guru sudah baik dalam menyampaikan materi. e) Guru sudah baik dalam memberi kesempatan untuk bertanya. f) Guru sudah cukup mengarahkan siswa untuk bekerjasama dengan kelompok. g) Guru sudah cukup membimbing siswa dalam kegiatan kelompok. h) Guru sudah baik memberikan tes akhir. i) Guru sudah cukup mengevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok. j) Guru sudah baik dalam memberikan balikan pada siswa. 74
Pertemuan : II (dua) Indikator
: Menjelaskan proses pembentukan tanah karena pelapukan.
M etode
: PBL
Hasil observasi berdasarkan pada lampiran 15 dan 16 halaman 153-154. 1) Kegiatan Siswa a) Siswa cukup aktif memperhatikan penjelasan guru. b) Siswa mempunyai kemauan yang baik untuk menerima pelajaran. c) Siswa cukup aktif mengerjakan tugas. d) Siswa sudah baik untuk aktif memanfaatkan media yang digunakan. e) Siswa sudah baik mempunyai kesungguhan untuk mengerjakan tugas individu maupun kelompok. f) Hasrat siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat sudah cukup. g) Kemauan siswa untuk berdiskusi dengan teman kelompok sudah baik. h) Keaktifan siswa dalam membuat kesimpulan pelajaran sudah cukup. i) Siswa sudah baik untuk aktif dalam proses p embelajaran. j) Siswa sudah baik mempunyai kesungguhan dalam mengerjakan tes. 2) Kegiatan Guru a) Guru sudah baik mengkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang kondusif. b) Guru sudah baik memberikan motivasi. c) Guru sudah baik melakukan apersepsi. d) Guru sudah baik dalam menyampaikan materi. e) Guru sudah baik dalam memberi kesempatan untuk bertanya. f) Guru sudah cukup mengarahkan siswa untuk bekerjasama dengan kelompok. g) Guru sudah baik membimbing siswa dalam kegiatan kelompok. h) Guru sudah baik memberikan tes akhir. i) Guru sudah baik mengevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok. j) Guru sudah baik memberikan balikan pada siswa.
75
d. Refleksi Hasil analisis data terhadap pelaksanaan pembelajaran tentang proses terbentuknya batuan metamorf dan proses pelapukan fisika, biologi, dan kimia beserta faktor yang mempengaruhi melalui metode PBL pada siklus III, secara umum telah menunjukkan perubahan yang semakin meningkat daripada siklus I dan siklus II, dimana guru dalam melaksanakan pembelajaran semakin mantap dan luwes dengan diselingi beberapa permainan pada setiap pertemuan sehingga siswa merasa lebih tertarik untuk belajar dan tidak merasa bosan. Hasil refleksi pada siklus III selengkapnya dapat duiraikan sebagai berikut : Berdasarkan hasil dari pengamatan selama proses pembelajaran pada siklus III, siswa sudah menunjukkan sikap kerjasama kelompok dan saling give and take dengan baik. Kerjasama dalam kelompok berjalan dengan lancer dan masing-masing
anggota sudah
bisa kompak sehingga muncul suasana
kekeluargaan pada tiap-tiap kelompok. Kelompok yang biasanya menunjukkan sikap acuh terhadap kelompoknya sendiri dan masih mementingkan kepentingan individu sudah bisa menyesuaikan diri dengan baik. Siswa aktif memperhatikan presentasi guru dan menjawab pertanyaan ketika guru memberi pertanyaan walaupun masih ada beberapa siswa yang tidak serius dalam mengikuti pembelajaran. Guru aktif dalam memberikan pengarahan kepada individu maupun kelompok. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan siswa dalam mendeskripsikan proses pembentukan tanah sudah berjalan lebih baik apabila dibandingkan dengan pembelajaran pada siklus I dan siklus II. Pada Pada siklus III ini hasil yang diperoleh sudah menunjukkan perubahan yang signifikan, yaitu siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 mencapai 21 siswa atau 77,78% dari 27 siswa. Sesuai dengan rencana pembelajaran sebelumnya, pembelajaran di siklus III dikatakan berhasil apabila siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 mencapai 75%. Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 sebanyak 21 siswa atau 77,78% dari 27 siswa menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode PBL dikatakan berhasil daripada siklus I dan siklus II. Data nilai 76
kemampuan mendeskripsikan siswa pada siklus III selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9 sebagai berikut:
Tabel 9. Data Nilai Kemampuan Siswa pada Siklus III
No
Nilai
Tuntas/Tidak Tuntas No
Nilai
Tuntas/Tidak Tuntas
1
78
Tuntas
15
85
Tuntas
2
69
Tidak Tuntas
16
88
Tuntas
3
65
Tidak Tuntas
17
88
Tuntas
4
85
Tuntas
18
85
Tuntas
5
80
Tuntas
19
88
Tuntas
6
78
Tuntas
20
80
Tuntas
7
85
Tuntas
21
75
Tuntas
8
68
Tidak Tuntas
22
80
Tuntas
9
90
Tuntas
23
75
Tuntas
10
80
Tuntas
24
69
Tidak Tuntas
11
88
Tuntas
25
68
Tidak Tuntas
12
95
Tuntas
26
73
Tuntas
13
93
Tuntas
27
86
Tuntas
14
63
Tidak Tuntas
Jumlah
2157
Rata-Rata
79,89
Keterangan
Jumlah
Prosentase
Tuntas
21
77,78%
Tidak Tuntas
6
22,22%
77
Tabel 10. Frekuensi Data Nilai Kemampuan Siswa pada Siklus III
No
Interval Nilai
Frekuensi
Prosentase
1
45-51
0
0%
2
52-58
0
0%
3
59-65
2
7,41 %
4
66-72
4
14,82 %
5
73-79
5
18,52 %
6
80-86
9
33,33 %
7
87-93
6
22,22 %
8
94-100
1
3,70%
27
100%
Jumlah
Dari Tabel 10 maka dapat dilihat p ada Gambar 12. sebagai berikut:
Data Nilai F r e k u e n s i
45-51
10
52-58 8
59-65 66-72
6
73-79 4
80-86
2
87-93 94-100
0 45-51 52-58 59-65 66-72 73-79 80-86 87-93 94-100
Interval Nilai Gambar 12. Grafik Data Nilai Siklus III
78
E. Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan dari analisis data yang ada, dapat dilihat adanya peningkatan kemampuan mendeskripsikan proses p embentukan tanah pada siswa kelas V SD Negeri Begajah 04, Sukoharjo yang dapat dideskripsikan sebagai berikut: 1. Data Hasil Evaluasi Pembelajaran IPA Siswa Kelas V Siklus I Berdasarkan hasil tes pada siklus I selama dua kali pertemuan, dapat diketahui nilai pembelajaran IPA materi proses pembentukan tanah yaitu pada pertemuan I dan II siswa yang mendapat nilai 45-51 ada 1 siswa, mendapat nilai 52-58 ada 2 siswa, mendapat nilai 59-65 ada 5 siswa, mendapat nilai 66-72 ada 12 siswa, mendapat nilai 73-79 ada 4 siswa, dan siswa yang mendapat nilai 80-86 ada 3 siswa. Dengan demikian nilai rata-rata yang diperoleh siswa yaitu 69,15. Siswa yang mendapat nilai < 70 (KKM) sebanyak 9 siswa atau 33, 33% dan siswa yang mendapat nilai ≥ 70 (KKM ) sebanyak 18 siswa atau 66, 67%.
2. Data Hasil Evaluasi Pembelajaran IPA Siswa Kelas V Siklus II Berdasarkan hasil tes pada siklus II selama dua kali pertemuan, dapat diketahui nilai pembelajaran IPA materi proses pembentukan tanah yaitu pada pertemuan I dan II siswa yang mendapat nilai 45-51 tidak ada, mendapat nilai 5258 ada 2 siswa, mendapat nilai 59-65 ada 3 siswa, mendapat nilai 66-72 ada 6 siswa, mendapat nilai 73-79 ada 8 siswa, mendapat nilai 80-86 ada 5 siswa, mendapat nilai 87-93 ada 2 siswa dan siswa yang mendapat nilai 94-100 ada 1 siswa. Dengan demikian nilai rata-rata yang diperoleh siswa yaitu 74,52. Siswa yang mendapat nilai < 70 (KKM) sebanyak 8 siswa atau 29,63% dan siswa yang mendapat nilai ≥ 70 (KKM ) sebanyak 19 siswa atau 70,37%.
3. Data Hasil Evaluasi Pembelajaran IPA Siswa Kelas V Siklus III Berdasarkan hasil tes pada siklus III selama dua kali pertemuan, dapat diketahui nilai pembelajaran IPA materi proses pembentukan tanah yaitu pada pertemuan I dan II siswa yang mendapat nilai 45-51 tidak ada, mendapat nilai 5258 tidak ada, mendapat nilai 59-65 ada 2 siswa, mendapat nilai 66-72 ada 4 siswa, 79
mendapat nilai 73-79 ada 5 siswa, mendapat nilai 80-86 ada 9 siswa, mendapat 87-93 ada 6 siswa dan siswa yang mendapat nilai 94-100 ada 1 siswa. Dengan demikian nilai rata-rata yang diperoleh siswa yaitu 79,89. Siswa yang mendapat nilai < 70 (KKM ) sebanyak 6 siswa atau 22,22% dan siswa yang mendapat nilai ≥ 70 (KKM) sebanyak 21 siswa atau 77,78%.
F. Pembahasan Hasil Penelitian Dengan melihat hasil penelitian di atas, dapat dijelaskan perhitungan ratarata nilai dan ketuntasan belajar siswa yang dapat menunjukkan kemampuan mendeskripsikan pada siswa setelah mendapatkan pembelajaran IPA melalui Problem Based Learning (PBL). Peningkatan terlihat dari tindakan siklus I, siklus II, dan siklus III yang masing-masing siklus terdiri atas 2 p ertemuan. Hal tersebut dapat dilihat p ada Tabel 11, sebagai berikut:
Tabel 11. Nilai Rata-rata Hasil Evaluasi Pembelajaran IPA dan Prosentase Ketuntasan Klasikal Sebelum Tindakan, Siklus I, Siklus II, dan Siklus III
Sebelum Tindakan 67,04
Nilai Rata-rata Siklus Siklus I II 69,15 74,52
Siklus III 79,89
Sebelum Tindakan 55,56
Prosentase (%) Siklus Siklus I II 66,67 70,37
Siklus III 77,78
Berdasarkan perhitungan nilai rata-rata pada tabel 11, siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 (KKM) menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini merefleksikan bahwa pembelajaran IPA yang dilaksanakan guru dinyatakan berhasil, karena secara klasikal menunjukkan adanya peningkatan nilai yang berarti ada peningkatan kemampuan mendeskripsikan proses p embentukan tanah melalui Problem Based Learning (PB L) pada siswa kelas V SD Negeri Begajah 04, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo. Adapun peningkatan nilai rata-rata klasikal hasil evaluasi pembelajaran IPA melalui Problem Based Learning (PBL) dapat digambarkan dalam bentuk Gambar 13. sebagai berikut:
80
Sebelum Tindakan Siklus I
80 75
Siklus II 70
Siklus III
65 60 Sebelum Tindakan
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Gambar 13. Grafik Peningkatan Nilai Rata-rata Hasil Evaluasi Pembelajaran IPA M ateri Proses Pembentukan Tanah Sebelum Tindakan dan Pada Setiap Siklus
Berdasarkan hasil observasi pada lampiran 5-10 halaman 143-148 yang telah dilakukan peneliti dan guru kelas V terhadap kinerja guru dalam pembelajaran Problem Based Learning diperoleh hasil pada siklus I yaitu rata-rata nilai kinerja guru mencapai 3,15 yang termasuk pada kategori cukup, pada siklus II yaitu rata-rata nilai kinerja guru mencapai 3,55 yang termasuk pada kategori baik, dan pada akhir siklus III yaitu rata-rata nilai kinerja guru mencapai 3,8 yang termasuk pada kategori baik. Dari hasil tersebut maka dapat diketahui bahwa kinerja
guru dalam pembelajaran Problem
Based Learning
mengalami
peningkatan dari tiap siklus. Sedangkan hasil observasi yang dilakukan terhadap kegiatan siswa dalam p embelajaran Problem Based Learning diperoleh hasil pada siklus I yaitu rata-rata nilai kegiatan siswa mencapai 2,85 yang termasuk pada kategori cukup, pada siklus II yaitu rata-rata nilai kegiatan siswa mencapai 3,4 yang termasuk pada kategori cukup, dan pada akhir siklus III rata-rata nilai kegiatan siswa mencapai 3,7 yang termasuk pada kategori baik. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa hasil kegiatan siswa dalam pembelajaran Problem Based Learning mengalami peningkatan yang signifikan dari tiap siklus.
81
Kendala-kendala yang terjadi selama penerapan metode Problem Based Learning (PBL) antara lain: 1. Siklus I, kendala yang dihadapi yaitu: a. Siswa masih belum paham bagaimana proses pembentukan tanah itu, sehingga mereka sulit untuk mendeskripsikan. b. Kebiasaan siswa hanya memperoleh informasi membuat
mereka
membutuhkan waktu lama untuk menemukan sendiri jawabannya. c. Keberanian
siswa dalam
menyatakan pendapat
dan mengajukan
pertanyaan masih rendah. d. Guru masih kesulitan dalam pengelolaan kelas karena siswa baru pertama kali merasakan pembelajaran dalam bentuk kelompok. 2. Usaha untuk mengatasi kendala pada siklus I dan dilaksanakan pada siklus II, antara lain: a. Guru mengadakan variasi pembelajaran dengan mengadakan percobaan yang berbeda-beda pada setiap pertemuan. b. Guru memberikan beberapa informasi secara tepat dan bertahap, mengarahkan, dan membimbing kegiatan siswa dalam menemukan jawaban. c. Guru melakukan pendekatan dan memberikan motivasi kepada siswa. 3. Siklus II, kendala yang dihadapi yaitu: a. Siswa merasa bosan dengan percobaan yang dilakukan sehingga kurang bersemangat. b. Siswa kurang aktif dalam kegiatan kelompok. 4. Usaha untuk mengatasi kendala pada siklus II dan dilaksanakan pada siklus III, antara lain: a. Guru mengadakan variasi pembelajaran dengan memberikan permainan sebagai pembangkit minat dan motivasi siswa dalam belajar. b. Guru mengadakan pemantauan yang optimal ketika kelompok melakukan kegiatan. 5. Sedangkan pada pembelajaran siklus III sudah tidak ada kendala. 82
Jadi pembelajaran menggunakan Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah pada siswa kelas V SD Negeri Begajah 04 tahun ajaran 2009/ 2010. Hal ini terjadi karena PBL melibatkan siswa secara aktif dalam proses p embelajaran IPA melalui pengalaman nyata atau simulasi sehingga siswa dapat mandiri. Penerapan PBL ini membuat pembelajaran menjadi bermakna pada siswa.
83
BAB V S IMPULAN, IMPLIKASI DAN S ARAN
A.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam tiga siklus dengan menerapkan metode Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran IPA mendeskripsikan proses pembentukan tanah pada siswa kelas V SD Negeri Begajah 04, Sukoharjo tahun ajaran 2009/2010, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Pembelajaran IPA dengan menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses p embentukan tanah pada siswa kelas V SD Negeri Begajah 04, Sukoharjo tahun ajaran 2009/2010. Ini terlihat dari adanya peningkatan rata-rata kelas yang pada tes awal sebesar 67,04%, siklus I 69,15%, siklus II menjadi 74,52%, sedangkan pada siklus III naik lagi menjadi 79,89%. Untuk siswa tuntas belajar (KKM 70) pada tes awal 55,56% yang mana terdapat 12 siswa yang belum tuntas, pada siklus I siswa tuntas belajar 66,67% yang setelah direfleksi masih terdapat 9 siswa yang belum tuntas, pada siklus II siswa tuntas belajar 70,37% yang setelah direfleksi masih terdapat 8 siswa yang belum tuntas, dan pada siklus III siswa tuntas belajar menjadi 77,78% yang mana siswa yang belum tuntas belajar tinggal 6 orang siswa. 2. Kendala-kendala yang terjadi selama penerapan metode Problem Based Learning (PBL) pada setiap siklus antara lain: a) Siswa belum paham bagaimana proses pembentukan tanah itu, sehingga mereka sulit untuk mendeskripsikan, b) Kebiasaan siswa hanya memperoleh informasi membuat mereka membutuhkan waktu lama untuk menemukan sendiri jawabannya, c) Keberanian siswa dalam menyatakan pendapat dan mengajukan pertanyaan masih rendah, d) Guru masih kesulitan dalam pengelolaan kelas karena siswa baru pertama kali merasakan pembelajaran dalam bentuk kelompok, e) Siswa merasa bosan dengan percobaan yang dilakukan sehingga kurang bersemangat, f) Siswa kurang aktif dalam kegiatan kelompok. 84
3. Solusi untuk mengatasi kendala-kendala dalam penerapan metode Problem Based Learning (PBL) pada setiap siklus adalah sebagai berikut: a) Guru mengadakan variasi pembelajaran dengan mengadakan percobaan yang berbeda-beda pada setiap pertemuan, b) Guru memberikan beberapa informasi secara tepat dan bertahap, mengarahkan, dan membimbing kegiatan siswa dalam menemukan jawaban, c) Guru melakukan pendekatan dan memberikan motivasi kepada siswa, d) Guru mengadakan variasi pembelajaran dengan memberikan permainan sebagai pembangkit minat dan motivasi siswa dalam belajar, e) Guru mengadakan pemantauan yang optimal ketika kelompok melakukan kegiatan.
B.
Implikasi
Penerapan pembelajaran dan prosedur dalam penelitian ini didasarkan pada pembelajaran dengan menerapkan metode Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran IPA. Berdasarkan hasil penelitian di atas terbukti metode Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah. Sehubungan dengan penelitian ini maka dapat dikemukakan implikasi hasil penelitian sebagai berikut: 1. Peningkatan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah melalui metode Problem Based Learning (PBL) dapat dipertimbangkan untuk menambah pendekatan pembelajaran bagi guru dalam memberikan materi pelajaran. 2. Pembelajaran IPA melalui metode Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan mendeskripsikan pada siswa khususnya materi proses pembentukan tanah. 3. M emberikan informasi bagi guru untuk menentukan strategi dan metode pembelajaran yang tepat dengan metode Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah pada pelajaran IPA khususnya dan pelajaran lain pada umumnya.
85
4.
M endorong siswa untuk memiliki keberanian dalam mengungkapkan pendapat dan mengembangkan kreativitas serta inisiatifnya untuk menunjang proses pembelajaran.
5. M enunjukkan pentingnya menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi dan inovatif , salah satunya adalah metode Problem Based Learning (PBL) yang terbukti dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga terjalin hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru. 6. Sebagai masukan bagi guru dan calon guru untuk meningkatkan keefektifan strategi guru dalam mengajar dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar sehubungan dengan prestasi dan hasil belajar siswa yang akan dicapai. Prestasi dan hasil belajar siswa dapat ditingkatkan dengan menerapkan metode pembelajaran dan media yang tepat bagi siswa. 7. Pembelajaran dengan menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) pada hakikatny a dapat digunakan dan dikembangkan oleh guru yang menghadapi permasalahan yang sejenis, terutama untuk mengatasi masalah peningkatan hasil belajar siswa, yang pada umumnya dimiliki oleh sebagian besar siswa.
C.
S aran
Sesuai dengan simpulan dan implikasi hasil penelitian, maka ada beberapa saran yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan antara lain: 1. Bagi Sekolah Hendaknya sekolah mengupayakan pelatihan bagi guru untuk dapat mendukung pelaksanaan pembelajaran dengan berbagai macam metode seperti metode Problem Based Learning agar tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan harapan. 2. Bagi Guru a. Sebaiknya guru meningkatkan kompetensi keprofesionalannya dengan merancang proses p embelajaran dengan metode yang kreatif dan inovatif
86
seperti metode Problem Based Learning sehingga siswa menjadi lebih tertarik dan pembelajaran akan menjadi lebih kondusif dan bermakna. b. Untuk memperoleh jawaban yang tepat, sesuai dengan tujuan penelitian disarankan untuk menggali pendapat atau tanggapan siswa dengan kalimat yang lebih mengarah pada proses pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL). c. Guru hendaknya mengupayakan tindak lanjut terhadap penerapan metode Problem Based Learning (PBL) pada pembelajaran yang dilaksanakan. 3. Bagi Siswa Siswa harus lebih mengembangkan inisiatif, kreatifitas, keaktifan, motivasi belajar dan mengembangkan keberanian menyampaikan gagasan dalam proses pembelajaran untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan prestasi belajar. 4. Bagi Peneliti Lain Peneliti yang hendak mengkaji permasalahan yang sama hendaknya lebih cermat dan lebih mengupayakan pengkajian teori-teori yang berkaitan dengan metode Problem Based Learning (PBL) guna melengkapi kekurangan yang ada serta sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan siswa yang belum tercakup dalam penelitian ini agar diperoleh hasil yang lebih baik.
87
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Suprijono. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Alwi, Hasan, dkk. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Amir. 2007. Dasar-dasar Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: UNS Press. Borich, Gary D. 1996. Effective Teaching Methods. Englewood Cliffs, New Jersey: A Simon & Schuster Company. Choiril, dkk. 2008. IPA Salingtemas 5. Jakarta: PT Intan Pariwara. Depdikbud. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta. H. B. Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas M aret. Hendro dan Jenny. 1991. Pendidikan IPA II. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. http://digilib.petra.ac.id. Diakses tanggal 15 M ei 2010. https://www.mis4.udel.edu/Pbl/. Diakses tanggal 6April 2010. http://triyono22.wordpress.com/2009/05/09/ptk-sd-kelas-4-ipa/. Diakses tanggal 6 Ap ril 2010. Huang, R. (2005). Chinese International Students’ Perceptions of the ProblemBased Learning Experience Journal of Hospitality, Leisure, Sport and Tourism Education 4(2), 36-43, www.hlst.heacademy.ac.uk/johlste diakses tanggal 15 Mei 2010. Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Jakarta: Gaung Persada Press.
88
IGAK, Wardhani. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka. Johnstone, H. Alex and H. Otis, Kevin. Centre for Science Education. University of Glasgow:
[email protected] diakses tanggal 25 Mei 2010. Leo, Sutrisno, dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran IPA di SD. Departemen Pendidikan Nasional. M ade, Wena. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: PT Bumi Aksara. M ulyasa. 2009. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Oemar, Hamalik. 1999. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara. Rodney W. Nichols. 2010. Ethical currents in a career in science and technology: “A case study” journal Technology in Society diunduh dari http://www.science direct.com diakses tanggal 15 Mei 2010. Srini M , Iskandar. 2001. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: CV. M aulana. Suharsimi, Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka cipta. . 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Suharsimi Arikunto, Suharjono, Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara. Sugiyanto. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Universitas Sebelas M aret. Suprapto.2003. Model Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta : Depdiknas Dirjen Pendasmen.
89
Syaiful, Sagala. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Jakarta: Alfabeta. The Liang Gie. 1992. Pengantar Dunia Karang-Mengarang. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta. TIM PGSD. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: Universitas Sebelas M aret. Udin, S. Winataputra. 2001. Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: PAUPPAI, Universitas Terbuka. Widodo, dkk. 2004. Alamku Sains 5. Jakarta: PT Bumi Aksara. Wilkerson, LuAnn. 1996. Bringing Problem-Based Learning to Higher Education: Theory and Practice. San Fransisco: JOSSEY-BA SS PUBLISHERS. Yudi, Purnawan. 2008. http://www.teleforedu.org/index.www.pusdiklatkes.com. Diakses tanggal 20 M ei 2010.
90