Pembentukan Sel Kanker Clinically Relevant Radioresistant (CRR) Pada Manusia Sebagai Dampak Pemberian Terapi Radiasi Secara Fraksinasi (fractionated radiation (FR)) Dalam Jangka Waktu Panjang
Rika Apriyanti Program Studi Magister IKM, Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Abstrak: Resistensi terhadap radiasi merupakan salah satu kendala utama dalam pengobatan kanker. Sel stem kanker (cancer stem cells (CSCs)) dianggap sebagai salah satu penyebab resistensi terhadap radiasi pada kanker. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengungkap resistensi sel kanker secara klinis (clinically relevant radioresistance (CRR) cells) dimana sel kanker tetap dapat berproliferasi meski telah mendapatkan radiasi secara fraksinasi (fractionated radiation) sebesar 2 Gy/hari selama 30 hari berturut-turut. Studi ini akan membahas mekanisme pembentukan sel CRR. Sel HeLa induk tidak mampu bertahan terhadap radiasi secara fraksinasi dengan dosis 2 Gy/hari dalam 30 hari. Dalam studi ini, pembentukan sel CRR berhasil dilakukan setelah sebelumnya sel kanker diradiasi secara fraksinasi dengan dosis 0.5 Gy setiap 12 jam selama lebih kurang 80 hari (acquired radioresistance (ARR)). Hal ini mengindikasikan bahwa ARR fenotip dibutuhkan untuk pembentukan sel CRR. Sebagai data pendukung, penelitian juga dilakukan terhadap induksi DNA double-strand breaks (DSBs) beserta kecepatan perbaikan DSBs dengan H2AX sebagai indikatornya. Dalam hal ini tidak ditemukan perbedaan antara sel induk dan sel ARR. Selain itu, juga didapatkan bahwa jumlah H2AX yang terdeteksi baik pada sel induk maupun sel ARR jumlahnya lebih sedikit pada sel dengan cyclin D1 yang berlokasi di nukleus. Hal ini menunjukkan bahwa sel-sel tersebut berpotensi sebagai sel kanker yang dapat menjadi sel CRR. Selanjutnya penelitian juga dilakukan terhadap respon epithelial mesenchymal transition (EMT) untuk menguji kemungkinan EMT sebagai salah satu faktor pembentukan sel CRR. Studi ini menjelaskan bahwa pembentukan sel ARR merupakan salah satu langkah penting dalam pembentukan sel CRR dan penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai pembentukan sel CRR terutama berkaitan dengan peran CSCs atau dampak fraksinasi radiasi pada sel yang menyebabkan sel menyerupai sel stem pada saat pembentukan sel CRR. Kata kunci: clinically relevant radioresistance (CRR); acquired radioresistance (ARR); DNA damage response; cancer stem cells (CSCs)
Establishment of the Clinically Relevant Radioresistant (CRR) Human Cancer Cell Line Following Long-Term Fractionated Radiation
Rika Apriyanti Master of Public Health Program, Faculty of Medicine Padjadjaran University
Abstract: Radioresistance is one of major obstacles to cancer treatment. Cancer stem cells (CSCs) have been thought to be one of the main reasons for radioresistant cancers. We previously revealed induction of radioresistance shown as clinically relevant radioresistant (CRR) cells which can proliferate with 2 Gy/day of fractionated radiation (FR) for consecutive 30 days. This study addressed the mechanism of CRR formation. HeLa parental cells cannot survive under 30 days of 2- Gy FR. I succeeded CRR formation following induction of radioresistance by pre-treatment with 0.5 Gy of FR every 12 hours for approximately 80 days (acquired radioresistance, ARR), indicating that the induction of ARR phenotype is necessary for becoming CRR cells. As the additional factor, induction of DNA double-strand breaks (DSBs) as well as the repair kinetics was examined by the indication of H2AX and I found no difference on them between parental and ARR cells. On the other hand, I also found that persistent number of H2AX detected in both parental and ARR cells was lower in case that cyclin D1 was localized in the nucleus, suggesting that such cells preferentially have the potency to be induced CRR. Epithelial mesenchymal transition (EMT) response was further examined to elucidate whether it is a possible factor for CRR formation. This study showed that the ARR status is one of the essential steps toward the establishment of the CRR phenotype, and further investigation must be required for comprehensive understanding of CRR formation, especially if enrichment of CSCs or FR-induced cancer stem-like cell is involved in the mechanism of CRR formation. Keywords: clinically relevant radioresistance (CRR); acquired radioresistance (ARR); DNA damage response; cancer stem cells (CSCs)
1 Pengantar Dalam beberapa tahun ini, angka kejadian kasus kanker meningkat tajam dan kasus kematian yang diperkirakan mencapai 7.6 juta di tahun 2008 diprediksi akan terus meningkat sampai dengan 13.1 juta kasus di 2030 (Ferlay et al. 2008). Hal ini menjadikan kanker sebagai salah satu isu penting dalam bidang kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Ketika penyakit kanker terdeteksi, terdapat beberapa metode pengobatan yang dapat dilakukan seperti pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi. Radioterapi (radiotherapy (RT)) merupakan salah satu pengobatan non pembedahan yang efektif untuk pengobatan kanker mengingat metode ini memiliki dampak sistemik yang lebih rendah pada tubuh manusia pada saat dilakukan terapi. Umumnya RT diberikan secara fraksinasi (fractionated radiation (FR)) dengan dosis sebesar 2 Gy/hari selama 5-7 minggu. Meskipun telah diberikan FR dengan total dosis yang tinggi, kesembuhan pada pasien tidak secara otomatis dapat dicapai. Hal ini adalah dampak dari terjadinya resistensi kanker terhadap radiasi sehingga diperlukan pemahaman mengenai mekanisme terjadinya resisten pada FR sebagai upaya efektifitas pemberian RT. Ionizing radiation (IR) menyebabkan berbagai macam kerusakan pada DNA antara lain DNA double-strand breaks (DSBs), single-strand breaks,dan base damages (Han et al. 2010). DSBs merupakan kerusakan DNA yang paling fatal yang disebabkan oleh IR baik secara langsung pada DNA double-strand dan secara tidak langsung melalui pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS). Dengan demikian, resistensi pada radisasi berkontribusi pada kemampuan sel melakukan perbaikan kerusakan DNA yang berakibat pada sedikitnya DSBs setelah radioterapi. Histone H2AX yang terdapat pada area double strand break (DSB) berfosforilasi saat terbentuknya DSB (Rogaku et al. 1998). Dalam 3 menit setelah paparan radiasi dari sinar X sebesar lebih dari 0.2 Gy, fokus H2AX yang terbentuk mulai terdeteksi (Rothkamm and Lobrich 2003) dan jumlah fokus yang terbentuk akan bertambah banyak sampai dengan 10-30 menit setelah paparan radiasi (Takahashi and Onishi 2005). Cancer stem cells (CSCs) dinyatakan sebagai penyebab resistensi pada terapi tumor termasuk terapi dengan IR dikarenakan CSCs memiliki beberapa karakteristik antara lain kemampuan pemulihan kerusakan DNA secara efisien, level ROS yang rendah, dan resisten terhadap induksi yang menyebabkan kematian sel (Kobayashi and Suda 2011; Shimura et al. 2012). Berkaitan dengan protokol standar pemberian radioterapi, penelitian kami sebelumnya berhasil membuat clinically relevant radiresistant (CRR) cells yang didefinisikan sebagai sel yang dapat terus berkembang biak meski diberikan paparan sinar X sebesar 2 Gy/hari selama lebih dari 30 hari secara in vitro. Jenis sel CRR yang berhasil diciptakan adalah HepG2-8960-R dan HepG2-R dari HepG2 dan SAS-R dari SAS (Kuwahara et al. 2009; Kuwahara et al. 2011). Penelitian yang dilakukan juga berhasil menemukan bahwa pemberian IR pada sel kanker menggunakan sinar X dengan dosis 0.5 Gy setiap 12 jam selama 31 hari dapat menyebabkan sel tersebut menjadi lebih resisten terhadap radioterapi dibandingkan sel induknya, dalam hal ini sel dimaksud disebut sebagai acquired radioresistant (ARR) cells.
2 Dalam penelitian ini akan dilakukan investigasi mengenai mekanisme pembentukan sel CRR yang disebabkan oleh FR dan juga akan diteliti apakah mekanisme pembentukan sel ARR dibutuhkan dalam proses perubahan sel induk menjadi sel CRR. Sebagai data pendukung, pengujian juga akan dilakukan terhadap peran cyclin D1 dalam pembentukan sel ARR.
Bahan dan Metodologi Kultur sel Jaringan kultur sel yang digunakan adalah sel HeLa. Sel ARR adalah sel yang dapat bertahan terhadap pemberian FR menggunakan sinar X selama 83 hari dengan dosis 0.5 Gy yang diberikan setiap 12 jam. Sedangkan sel CRR adalah sel yang dapat terus berproliferasi meski mendapatkan paparan sinar X sebesar 2 Gy selama 30 hari. Radiasi sinar X Sel diberikan radiasi sinar X dengan menggunakan mesin sinar X. Clonogenic assay Sel sebanyak 100 sel untuk sampel yang tidak diradiasi dan 1x106 sel untuk sampel yang diberikan FR ditanam pada media tanam selama waktu tertentu. Pengujian dilakukan terhadap sampel yang telah diinkubasi dengan menggunakan 5% Giemsa staining solution selama 30 menit lalu dicek menggunakan scanner untuk mendapatkan gambar yang dibutuhkan.. The modified high density survival assay (MHDSA) (Kuwahara et al. 2010) MHDSA dilakukan untuk menguji sensitivitas seluler terhadap radiasi tunggal. Pengujian dilakukan dengan menghitung angka surviving fraction pada sel yang diberi radiasi terhadap sel tanpa radiasi. Pengujian pertumbuhan sel Pengujian dilakukan untuk mengukur sensitivitas seluler terhadap pemberian FR. Immunofluorescence staining Pengujian dilakukan dengan menggunakan antibodi antara lain antiphosphorylated histone H2AX, anti-cyclin D1,dan anti-vimentin dengan tujuan untuk mendapatkan gambar yang menjelaskan ekspresi cyclin D1, H2AX, dan vimentin secara visual.
Hasil Investigasi pembentukan sel CRR dari sel HeLa induk Sel HeLa induk diberikan paparan FR, selama 1 minggu setelahnya sel masih dapat berkembang biak. Namun setelah 30 hari sel mengalami kematian dan tidak ditemukan pembentukan koloni pada sel-sel tersebut (gambar 1 dan 2). Untuk mengetahui kemungkinan pembentukan sel CRR, selanjutnya sel HeLa
3 induk tersebut diberikan FR sampai dengan total 83 hari. Hasilnya menunjukkan tidak ada sel yang dapat bertahan hidup, sehingga disimpulkan bahwa sel HeLa induk tidak dapat menjadi sel CRR. Pembentukan sel CRR setelah induksi sel ARR Sel HeLa induk diberi perlakuan dengan FR menggunakan sinar X dengan dosis 0.5 Gy setiap 12 jam selama 31 hari atau sampai dengan 83 hari (Shimura et al. 2010). Setelah dilakukan pengujian dengan metode MHDSA dan pengujian pertumbuhan sel, hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa sel dengan FR selama 83 hari menjadi sel ARR baik terhadap paparan radiasi secara tunggal maupun secara fraksinasi. Selanjutnya penelitian dilanjutkan dengan pengujian pembentukan sel CRR pada sel dengan FR selama 31 hari dan 76 hari dengan memberikan radiasi sinar X sebesar 2 Gy/24 jam selama 30 hari. Dari pengujian tersebut didapati bahwa sel dengan FR 31 hari tidak dapat bertahan hidup sedangkan sel dengan FR 76 hari berhasil bertahan dan terus berkembang biak. Hal ini menjelaskan bahwa sel CRR dapat dibentuk melalui proses pembentukan sel ARR terlebih dahulu. Analisa induksi DSB dan percepatan pemulihan DSB pada sel ARR Untuk mengetahui mekanisme terjadinya resistensi terhadap radiasi pada HeLa-ARR, dilakukan pengujian terhadap induksi DSB dan percepatan pemulihan DSB setelah pemberian radiasi dengan dosis tunggal (gambar 4-10). Jumlah DSBs dihitung berdasarkan metode perhitungan jumlah fokus H2AX. HeLa-ARR memiliki kesamaan dalam kemampuan berproliferasi seperti pada sel HeLa induk, namun secara rata-rata jumlah focus H2AX per sel (fpc) pada HeLa-ARR lebih rendah daripada sel HeLa induk. Demikian juga halnya ketika perhitungan dilakukan pada 30 menit setelah radiasi yang merupakan saat dimana fokus H2AX mencapai jumlah maksimal, HeLa-ARR memiliki jumlah fokus H2AX yang secara signifikan lebih tinggi dari sel HeLa induk. Dapat disimpulkan bahwa proses induksi fenotip ARR oleh IR tidak berpengaruh terhadap pembentukan DSBs. Selanjutnya dilakukan pengukuran kecepatan pemulihan kerusakan DNA pada sel HeLa-ARR. Seperti diketahui bahwa cyclin D1 berperan penting pada pemulihan DSB (Bartek and Lukas. 2011), dalam studi ini analisa dilakukan dengan menghitung jumlah fpc pada sel dengan cyclin D1 berada di nukleus (cyclin D1 positive cells)(panah merah pada gambar 4-8) dan di sitoplasma (cyclin D1 negative cells) (panah kuning pada gambar 4-8) pada sel HeLa induk dan sel HeLa-ARR. Dimanapun cyclin D1 berada, apakah di nukleus atau di sitoplasma, tidak ditemukan perbedaan jumlah fpc antara keduanya (gambar 9 dan 10). Jumlah fpc yang lebih sedikit ditemukan pada cyclin D1 positive cells. Sehingga dapat diduga bahwa cyclin D1 positive cells berpotensi sebagai asal muasal sel ARR atau CRR. Ekspresi vimentin pada sel ARR dan CRR Peningkatan ekspresi vimentin merupakan salah satu indikator terjadinya epithelial-mesenchymal transition (EMT) pada yang berhubungan dengan reaksi resistensi pada sel kanker. Penelitian terhadap aspek ini dilakukan pada sel ARR dan CRR yang telah dikultur selama 30 hari tanpa radiasi (gambar 11). Tidak
4 ditemukannya perubahan yang signifikan pada ekspresi vimentin baik pada sampel tanpa radiasi maupun sampel yang telah di radiasi dengan dosis 0.5 Gy atau 2 Gy (gambar 12).
Pembahasan Seperti telah diteliti sebelumnya bahwa pemberian FR dalam jangka waktu panjang pada kultur sel dapat berpengaruh pada pembentukan sel CRR. Namun untuk memberikan penjelasan mengenai mekanisme pembentukan sel CRR masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Secara jelas ditunjukkan dalam studi ini bahwasannya sel CRR tidak terdapat pada sel HeLa induk. Pemberian radiasi dengan dosis 0.5 Gy setiap 12 jam selama setidaknya 31 hari menjadikan sel HeLa menjadi lebih resisten tehadap radiasi dibandingkan sel HeLa induk. Upaya pembuktian apakah pembentukan sel ARR dibutuhkan dalam pembentukan sel CRR merupakan fokus dalam penelitian ini. Dari pengujian yang dilakukan didapatkan bahwa sel ARR dengan FR 31 hari tidak menghasilkan pembentukan sel CRR. Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa dengan memperpanjang waktu pemberian FR pada sel kanker hati pada manusia (HepG2) dan sel glioblastoma (A172) sampai dengan FR 82 hari berdampak pada meningkatnya ekspresi CD133 yang diketahui sebagai salah satu karakter yang dimiliki oleh SCSs (Shimura et al. 2012). Sementara itu sel ARR dengan FR 76 hari terbukti berhasil menjadi sel CRR. Sehingga diperkirakan bahwa tidak hanya perubahan menjadi sel ARR yang dibutuhkan untuk pembentukan sel CRR tetapi perubahan sel yang menyerupai sel stem kanker sebagai dampak pemberian FR dalam jangka waktu lama juga dibutuhkan dalam proses pembentukan sel CRR. Baik pada sel HeLa induk maupun sel HeLa-ARR jumlah fpc ditemukan lebih sedikit pada cyclin D1 positive cells yang berarti saat cyclin D1 berada pada nukleus. Sebagaimana diketahui, cyclin D1 mulai berakumulasi di nukleus pada tahap awal fase G1 sampai dengan perbatasan fase G1 dan S (Baldin et al. 1993; Pagano et al. 1994). Dengan ini memungkinkan bahwa proses terjadinya resistensi dimulai dalam fase G1. Untuk induksi EMT, tidak ditemui perubahan vimentin secara positif pada sel ARR maupun sel CRR. Pengujian lebih lanjut dengan menggunakan marker untuk CSCs dan EMT perlu dilakukan untuk mengetahui mekanisme molekuler pembentukan sel CRR. CSCs memiliki porsi yang sedikit dalam populasi sel kanker tetapi jumlah yang sedikit tersebut kemungkinan berperan sebagai penyebab dalam proses awal terjadinya kanker, pertumbuhan sel kanker, dan metastase pada kanker (Moncharmont et al. 2012) serta menjadi penyebab resistensi terhadap radiasi pada tumor. Dari total populasi sel HeLa induk terdapat 10% sel HeLa yang mengandung ALDHI yang merupakan penanda CSCs (Rao et al. 2012). Dapat diperkirakan jika sel CRR berasal dari CSCs. Namun hasil yang didapat menunjukkan bahwa sel HeLa induk tidak berhasil menjadi sel CRR sehingga pemberian FR jangka panjang yang dapat mengubah sel menyerupai sel stem kanker diperlukan untuk pembentukan sel CRR. Pemahaman yang komprehensif mengenai mekanisme pembentukan sel CRR dibutuhkan untuk mendapatkan informasi yang tepat untuk mengatasi resistensi terhadap radiasi pada saat pemberian radioterapi sehingga dapat dilakukan proses radioterapi secara efektif.
5 Ucapan terima kasih Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu selama proses penelitian dan penulisan tesis ini.
DAFTAR PUSTAKA Baldin, V., Lukas, J., Marcote, M.J., Pagano, M. & Draetta, G. (1993) Cyclin D1 is a nuclear protein required for cell progression in G1. Genes Dev, 7, 812-821. Bartek, J. & Lukas, J. (2011) Cyclin D1 multitasks. Nature, 474, 171-172. Ferlay J, Shin HR, Bray F, Forman D, Mathers C and Parkin DM. GLOBOCAN (IARC). (2008) Cervical Cancer Incidence and Mortality Worldwide in 2008. Goodarzi, A.A., Jeggo, P. & Lobrich, M. (2010) The influence of heterochromatin on DNA double strand break repair: getting the strong, silent type to relax. DNA Repair, 9, 1273-1282. Hall, E.J. and Giaccia, A.J. (2011) Radiobiology for The Radiologist, 7th ed., Lippincott Williams & Wilkins. Han, W. & Yu, K.N. (2010) Ionizing Radiation, DNA Double Strand Break and Mutation. In: Advances in Genetics Research, volume 4, edited by Urbano, K.V., pp. Nova Science Publishers, Inc. Kobayashi, C.I. & Suda, T. (2011) Regulation of reactive oxygen species in stem cells and cancer stem cells. J. Cell. Physiol., 227, 421-430. Kuwahara, Y., Li, L., Baba, T., Nakagawa, H., Shimura, T., Yamamoto, Y., Ohkubo, Y. & Fukumoto, M. (2009) Clinically relevant radioresistant cells efficiently repair DNA double-strand breaks induced by X-rays. Cancer Sci., 100, 747-752. Kuwahara, Y., Mori, M., Oikawa, T., Shimura, T., Ohtake, Y., Mori, S., Ohkubo, Y. & Fukumoto, M. (2010) The modified high-density survival assay is the useful tool to predict the effectiveness of fractionated radiation exposure. J. Radiat. Res., 51, 297-302. Kuwahara, Y., Oikawa, T., Ochiai, Y., Roudkenar, M.H., Fukumoto, M., Shimura, T., Ohtake, Y., Ohkubo, Y., Mori, S., Uchiyama, Y. & Fukumoto, M. (2011) Enhancement of autophagy is a potential modality for tumors refractory to radiotherapy. Cell Death and Dis., 2, e177. Moncharmont, C., Levy, A., Gilormini, M., Bertrand, G., Chargari, C., Alphonse, G., Ardail, D., Rodriquez-Lafrasse, C. & Magne, N. (2012) Targeting a
6 cornerstone of radiation resistance: cancer stem cell. Cancer Letters, 322, 139147. Pagano, M., Theodoras, A.M., Tam, S.W. & Draetta, G.F. (1994) Cyclin D1mediated inhibition of repair and replicative DNA synthesis in human fibroblast. Genes Dev., 8, 1627-1639. Rao, Q.X., Yao, T.T., Zhang, B.Z., Lin, R.C. & Liao, Z. (2012) Expression and functional role of ALDH1 in cervical carcinoma cells. Asian Pac. J. Cancer Prev.,13, 1325-1331. Rogakou, E.P., Pilch, D.R., Orr, A.H., Ivanova, V.S. & Bonner, W.M. (1998) DNA double-stranded breaks induce histone H2AX phosphorylation on serine 139. J. Biol. Chem, 273, 5858-5868. Rothkamm, K. & Lobrich, M. (2003) Evidence for a lack of DNA double-strand break repair in human cell exposed to very low x-ray doses. PNAS, 100, 50575062. Shimura, T., Kakuda, S., Ochiai, Y., Nakagawa, H., Kuwahara, Y., Takai, Y., Kobayashi, J., Komatsu, K. & Fukumoto, M. (2010) Acquired radioresistance of human tumor cells by DNA-PK/AKT/GSK3β-mediated cyclin D1 overexpression. Oncogene, 29, 4826-4837. Shimura, T., Kakuda, S., Ochiai, Y., Kuwahara, Y., Takai, Y. & Fukumoto, M. (2010) Targeting the AKT/GSK3β/cyclin D1/Cdk4 survival signaling pathway for eradication of tumor radioresistance acquired by fractionated radiotherapy. Int. J. Radiat. Oncol. Biol. Phys., 80, 540-548. Shimura, T., Noma, N., Oikawa, T., Ochiai, Y., Kakuda, S., Kuwahara, Y., Takai, Y. & Fukumoto, M. (2012) Activation of the AKT/cyclin D1/Cdk4 survival signaling pathway in radioresistant cancer stem cells. Oncogenesis, 1, 1-9. Stiff, T., O’Driscoll, M.m Rief, N., Iwabuchi, K., Löbrich, M. & Jeggo, P.A. (2004) ATM and DNA-PK function redundantly to phosphorylate H2AX after exposure to ionizing radiation. Cancer Res., 64, 2390-2396. Takahashi, A. & Ohnishi, T. (2005) Does H2AX foci formation depend on the presence of DNA double strand breaks?. Cancer Letters, 229, 171-179. Yoshikawa, Y., Kashino,G., Ono, K. & Watanabe, M. (2009) Phosphorylated H2AX foci in tumor cells have no correlation with their radiation sensitivities. J. Radiat. Res,50, 151-160.
7 GAMBAR DAN KETERANGAN GAMBAR
8
9
10
11
12
13
Gambar 1. Clonogenic assay untuk sel HeLa induk dengan diberikan FR sebesar 2 Gy. Koloni sel yang terbentuk dilakukan pengujian menggunakan methanol dan pewaarnaan dengan Giemsa. A. 100 sel ditanam dan diinkubasi selama 14 hari tanpa radiasi. B, C and D. 1x106 sel ditanam dan diradiasi dengan dosis 2 Gy/hari selama 7, 30, and 83 hari (berdasarkan urutan). Gambar 2. Pertumbuhan sel tanpa radiasi dan dengan radiasi pada sel HeLa, HeLa-ARR, and HeLa-CRR. HeLa-ARR dan HeLa-CRR yang digunakan telah di kultur selama 30 hari tanpa pemberian FR semenjak hari terakhir pemberian FR. Gambar 3A. Survival fraction menggunakan metode MHDSA pada sel HeLa and HeLa-ARR yang diberikan radiasi menggunakan sinar X dengan paparan tunggal (Analisa statistik menggunakan Student’s t-test. * p<0.05, ** p<0.01). Gambar 3B. Survival fraction pada sel HeLa, HeLa-ARR, and HeLa-CRR yang diberi FR. (Analisa statistik menggunakan Student’s t-test. *p<0.05, **p<0.01, ***p<0.001, a = HeLa-CRR, b = HeLa-ARR). Gambar 4. Contoh visualisasi ekspresi H2AX and cyclin D1 pada HeLa and HeLa-ARR tanpa radiasi. Panah merah: cyclin D1 positive cells. Panah kuning: cyclin D1 negative cells.
14
Gambar 5. Contoh visualisasi pada 0.5 jam setelah pemberian IR tunggal. Gambar 6. Contoh visualisasi pada 6 jam setelah pemberian IR tunggal Gambar 7. Contoh visualisasi pada 12 jam setelah pemberian IR tunggal Gambar 8. Contoh visualisasi pada 24 jam setelah pemberian IR tunggal Gambar 9. Fpc H2AX pada HeLa and HeLa-ARR pada sel dengan radiasi 0.5 Gy dengan IR tunggal dimana cyclin D1 berada dalam nukleus (+) dan di luar nukleus (-). Gambar 10. Fpc H2AX pada HeLa and HeLa-ARR pada sel dengan radiasi 2 Gy dengan IR tunggal dimana cyclin D1 berada dalam nukleus (+) dan di luar nukleus (-). Gambar 11. Vimentin immunofluorescence staining pada sel HeLa, sel ARR, dan sel CRR untuk sampel tanpa radiasi . Figure 12. Vimentin immunofluorescence staining pada sel HeLa, sel ARR, dan sel CRR untuk sampel yang mendapatkan FR sinar X selama 7 hari.