PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA) PROGRAM CLS (CRITICAL LANGUAGE SCHOLARSHIP) DI FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS NEGERI MALANG TAHUN 2012 Rifca Farih Azizah1 Widodo Hs2 Ida Lestari3 Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang Email:
[email protected]
ABSTRAK: Penelititan ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembelajaran BIPA pada program CLS tahun 2012 yang terangkum dalam perencanaan, pelaksanaan, dan problematik pembelajaran BIPA program CLS Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang tahun 2012. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain penelitian deskriptif. Dari hasil analisis data penelitian, diperoleh hasil yang mengidentifikasikan penggunaan pendekatan komunikatif dalam setiap perumusan aspek perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Pada aspek problematik ditemukan problem yang bersifat kebahasaan, nonkebahasaan, dan problem pengelolaan. Solusi dalam mengatasi problem tersebut adalah dengan melibatkan para ahli. Kata Kunci: Pembelajaran BIPA, program Critical Language Scholarship (CLS) ABSTRACT: This research aimed to describe the planning, implementating of learning, and also problems of BIPA on CLS 2012 programme at Letter Faculty, Malang State University. The research is designed by descriptive-qualitative research. From the analysis of the data, there was identified a communicative approach using in every aspect of planning formulation and implementation of instructional design. It was also found many problems about linguistics, nonlinguistics, and management. The problem solving is to involve the expert. Key Word: BIPA learning, CLS programme
BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) adalah istilah untuk program pembelajaran bahasa Indonesia yang dikhususkan untuk warga negara asing. Program BIPA menjadi populer dan semakin diminati sejak terbukanya perdagangan bebas. Akan tetapi, hingga kini masih ditemukan perbedaan pendapat tentang cara mengajarkan bahasa Indonesia kepada penutur asing secara efektif, baik yang berkaitan dengan alat-alat untuk mencapai tujuan, materi yang semestinya diajarkan, maupun metode pengajarannya (Wojowasito, 1976:1). Sebab dalam praktiknya banyak ditemukan variasi strategi pembelajaran bahasa. Hal tersebut menunjukkan bahwa mengajarkan bahasa asing (termasuk bahasa Indonesia) tidak sederhana dan memerlukan banyak pertimbangan. Di Indonesia, program BIPA telah diselenggarakan di hampir semua perguruan tinggi ternama baik negeri maupun swasta. Sedangkan menurut data dari Pusat Bahasa di Jakarta, program pembelajaran BIPA telah diselenggarakan oleh sekitar 46 negara di seluruh dunia, baik di lembaga perguruan tinggi maupun di kedutaan besar dan konsulat jenderal RI di berbagai negara. Sebagaimana beberapa informasi yang terangkum dari sejumlah fakta mengenai keadaan dan perwujudan pembelajaran BIPA, lahirnya BIPA merupakan sejarah perkembangan bahasa Indonesia yang perlu diabadikan terutama dalam penelitian. 1)
Rifca Farih Azizah adalah mahasiswa Sastra Indonesia Program Studi S1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 2009 2) Widodo Hs. adalah dosen Bahasa Indonesia Fakultas Sastra UM 3) Ida Lestari adalah dosen Bahasa Indonesia Fakultas Sastra UM
1
2
Program CLS merupakan program beasiswa bahasa yang diberikan pemerintah Amerika kepada para mahasiswa di Amerika. Program tersebut merupakan salah satu program pembelajaran BIPA yang eksklusif karena menargetkan ketercapaian kemampuan komunikasi lisan pebelajarnya dalam waktu yang relatif singkat, yakni dua bulan. Program ini pernah dinilai sukses menyelenggarakan BIPA pada tahun 2011 (Rima, 2012:26). Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengungkap kegiatan-kegiatan selama pembelajaran berlangsung agar tercipta kesuksesan yang sama pada pembelajaran BIPA program lainnya. CIS BIPA FS UM sebagai salah satu penyelenggara program pembelajaran bahasa Indonesia untuk Penutur Asing merupakan satu-satunya lembaga perwakilan Indonesia dalam program Critical Language Scholarship (CLS) yang diselenggarakan di 13 negara di seluruh dunia. Program ini mendapatkan penilaian dari penyelenggara pusat, yakni pemerintah Amerika. Oleh karena itu, keberhasilan program CLS terukur dan teramati dengan jelas. Penilaian dilakukan tidak hanya pada intra program CLS Indonesia saja, melainkan juga dibandingkan dengan penilaian terhadap hasil pembelajaran bahasa di negara lainnya. Dengan demikian, program CLS layak dipilih sebagai objek kajian dalam penelitian ini. Program CLS merupakan program beasiswa bahasa yang diselenggarakan oleh Deplu AS Biro Pendidikan dan Budaya. Program ini dilakukan secara intensif selama liburan musim panas atau sekitar delapan hingga sepuluh minggu. Penelitian serupa yang berkaitan dengan BIPA cukup banyak. Akan tetapi, penelitian mengenai program CLS hanya terdapat dua, yaitu (1) Pola Intereferensi Morfologi, Sintaksis, dan Leksikal Bahasa Inggris (B1) terhadap Bahasa Indonesia (B2) Pada Ragam Bahasa Tulis Mahasiswa Asing Tingkat Advance Program CLS UM Tahun 2010 (Aini, 2010) dan (2) Bentukan Kata dalam Karangan Mahasiswa Asing Program Critical Language Scholarship (CLS) di Universitas Negeri Malang Tahun 2010 (Putri, 2011). Kedua penelitian tersebut sama-sama membahas tentang pola gramatikal atau tata bahasa dalam tulisan pebelajar CLS 2010 dan tidak berfokus pada penyelenggaraan program. Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan bentuk penyelenggaraan pembelajaran BIPA program CLS 2012 yang teraktualisasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan problematik selama pembelajaran BIPA program CLS di Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang tahun 2012. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain penelitian deskriptif. Penelitian ini hanya mendiskripsikan penyelenggaraan pembelajaran BIPA secara faktual yang teraktualisasi dalam aspek perencanaan, pelaksanaan, dan permasalahan pada program CLS 2012. Penelitian dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam terhadap program CLS 2012 selama dua bulan, dimulai dari awal program hingga program usai (19 Juni-11 Agustus 2012). Laporan penelitian disusun secara naratif dan bersifat kreatif serta mendalam dengan menunjukkan ciri-ciri alamiahnya (PPKI, 2010:28). Sumber data pada penelitian ini merupakan segala sumber informasi yang diperoleh dari para pegiat BIPA yang terlibat dalam program (pengelola, guru, dan tutor) maupun benda-benda hasil dokumentasi seperti database pebelajar dan pengajar, seperangkat aturan tertulis, susunan penyelenggara, dan silabus. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang terlibat
3
langsung dalam kegiatan pengumpulan, penyelesaian, serta penganalisisan datadata penelitian. Selain peneliti sebagai instrumen utama, penelitian ini juga menggunakan instrumen pendukung untuk menunjang data penelitian yakni berupa (1) pedoman analisis dokumen, (2) pedoman wawancara, dan (3) pedoman observasi lapangan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah observasi sebagai teknik utama, wawancara, dan studi hasil dokumentasi sebagai teknik penunjang. Data yang diperoleh adalah data verbal yang berupa hasil rekaman, dokumen, dan gambar yang didapatkan dari kegiatan pengumpulan data berupa kegiatan observasi, dokumentasi, dan wawancara sumber data pada program Critical Language Scholarship tahun 2012. Untuk menguji keabsahan data, digunakan teknik triangulasi sumber data dan teknik. Kegiatan analisis data dilakukan melalui dua tahap, (1) analisis selama pengumpulan data dan (2) analisis setelah data terkumpul. Analisis selama pengumpulan data dilakukan untuk menentukan data yang akan diambil selanjutnya, membatasi pengambilan data-data tak bermanfaat, dan membantu peneliti mengecek kevalidan data. Bentuk analisis kedua meliputi kegiatan pemeriksaan kembali data-data, melakukan reduksi dan klasifikasi data, menguji keabsahan temuan, penyajian data, dan interpretasi data sebagai proses terakhir. HASIL Hasil penelitian meliputi deskripsi mengenai program CLS 2012 secara umum dan deskripsi singkat tentang (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, dan (3) problematika yang terjadi selama kegiatan program berlangsung. Berikut ini gambaran umum identitas program CLS 2012. Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Program Critical Language Scholarship Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang Tahun 2012 Program CLS 2012 memiliki nama resmi Critical Language Scholarship (CLS) 2012 Lokal Malang dan dimulai pada tanggal 19 Juni s.d. 11 Agustus 2012 di Universitas Negeri Malang. Penyelenggara program ini adalah Deplu AS dengan Pemerintah Indonesia (diwakili CIS-BIPA UM). Program menyertakan 29 orang mahasiswa asing dari berbagai universitas di negara bagian Amerika Serikat. Selama dalam program pembelajaran, para pebelajar BIPA diklasifikasikan ke dalam enam level kelas, yaitu beginning I dan II, Intermediate I, II, dan III, dan Advance. Proses pembelajaran dilakukan secara intensif yang terbagi atas pembelajaran kelas, luar kelas, dan kelas pilihan. Pada kelas formal, pembelajaran dilaksanakan dengan melibatkan 2 orang instruksur dan 2 orang asisten instruktur. Selama di luar kelas, setiap pebelajar mendapatkan fasilitas pendampingan dari 2 orang tutor. Kegiatan pembelajaran formal dilakukan lima jam per hari selama lima hari dalam satu minggu. Di akhir pekan, pebelajar diwajibkan mengikuti kegiatan tambahan yang mendukung ketersampaian materi budaya Indonesia dengan kunjungan langsung ke tempat-tempat yang memiliki nilai-nilai tradisional Indonesia. Dalam satu minggu, para pebelajar berhak mengikuti dua kelas pilihan yang terdiri atas kelas kuliner Indonesia, tari tradisional, pencak silat, batik, dan gamelan.
4
Strategi pembelajaran yang digunakan adalah strategi komunikatif dengan metode pendukung, yakni celup total. Metode ini memastikan para pebelajar mendapatkan penekanan pembelajaran pada aspek berbicara/komunikasi. Untuk meningkatkan intensitas pencelupan, para pebelajar ditempatkan di rumah tinggal bersama warga asli Malang. Perencanaan pembelajaran BIPA pada program CLS di Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang tahun 2012 teraktualisasi dalam silabus yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut. Pertama, tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran terbagi atas tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum mengacu pada tujuan pendekatan komunikatif yang tidak tertulis. Sedangkan tujuan khusus tertulis pada silabus mata pelajaran. Kedua, organisasi penyelenggara. Struktur organisasi penyelenggara program melibatkan pihak-pihak dari kampus UM dan perwakilan dari American Council untuk Indonesia. Dalam struktur, terdapat divisi fasilitas dan perlengkapan yang membawahi urusan perlengkapan, akomodasi, dan fasilitas. Kemudian, divisi koordinator akademik yang membawahi urusan kurikulum dan materi, tutor, pengajar, serta kelas pilihan. Ketiga, kelas pilihan. Kelas ini dirancang untuk menunjang skill keindonesiaan pebelajar. Kelas terdiri atas kelas tari tradisional, kuliner Indoinesia, pencak silat, gamelan, dan membatik. Keempat, situasi pembelajaran. Penciptaan situasi pembelajaran menuntut adanya rancangan aturan-aturan selama kegiatan pembelajaran, identifikasi karakter dan motivasi sejumlah pebelajar untuk penempatan kelas, dan juga penetapan fokus kegiatan. Kelima, kualifikasi tenaga pengajar mencantumkan 24 orang pengajar yang berlatar pendidikan BIPA (21 orang) dan jurusan bahasa Inggris (3 orang). Untuk menyeragamkan pengetahuan dan kemampuan, pengelola program melakukan kegiatan pelatihan dan peer teaching sebelum terjun ke dalam kegiatan pembelajaran yang sesungguhnya. Keenam, metodologi dan teknik pembelajaran tidak tercantum dalam silabus, namun tampak pada kegiatan pembelajaran. Teknik-teknik pembelajaran yang diterapkan berupa bermain peran, permainan, diskusi, debat, wawancara, repetisi, apresiasi, drilling, dialog, dan presentasi. Adapun penggunaan media juga bervariasi mulai dari media abstrak yang berupa tema, pemberian konteks dan situasi, hingga media konkret berupa alat-alat peraga, kartu, formulir, KTP, slide presentasi, artikel, gambar, dan bahkan manusia dengan profesi tertentu sebagai tamu. Ketujuh, desain silabus yang mengakomodasi keterangan waktu pelaksanaan, topik mingguan, waktu, materi integrasi, tujuan, aktivitas, media, dan pengajar. Kedelapan, materi pembelajaran disusun sendiri oleh para pengajar di bawah pengawasan koordinator akademik. Materi berbentuk teks atau kegiatan, berisi tentang topik-topik yang dapat langsung dipraktikkan pebelajar setelah keluar dari kelas. Kesembilan,pebelajar adalah warga Amerika dengan spesifikasi usia dewasa (adult learner) mulai usia 21 tahun hingga 39 tahun. Kesepuluh, bentuk evaluasi berupa evaluasi dari guru, tutor, dan teman sebaya dan juga oleh dirinya sendiri. Jenis evaluasi berupa evaluasi proses dan hasil. Evaluasi proses dilakukan setiap hari selama kegiatan pembelajaran melalui kegiatan bermain peran, presentasi, berdebat, dan diskusi. Sedangkan evaluasi hasil terbagi atas evaluasi mingguan berbentuk kuis, evaluasi tengah semester berbentuk tes kognitif, dan evaluasi akhir berupa presentasi hail penelitian.
5
Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Program Critical Language Scholarship Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang Tahun 2012 Pada pelaksanaan pembelajaran BIPA program CLS 2012, kegiatan pembelajaran terlaksana dalam tiga bentuk yaitu, pembelajaran kelas, luar kelas (tutorial), dan kelas pilihan. Pada pembelajaran kelas, bentuk kegiatan meliputi kegiatan berdiskusi, melafalkan dialog, debat, melakukan wawancara dengan tamu kelas oleh pebelajar, dan penyampaian materi kebahasaan oleh guru yang selanjutnya dipraktikkan dalam bentuk performansi oleh pebelajar. Dalam pembelajaran di luar kelas, kegiatan tutorial meliputi (1) prereading, (2) penentuan objek tutorial, (3) penjelasan materi, dan (4) evaluasi tutorial. Kegiatan pembelajaran luar kelas yang lain adalah kegiatan kunjungan, dimana para pebelajar dituntut untuk aktif berinteraksi dan berkomunikasi dengan penduduk sekitar tempat kunjungan. Pada kelas pilihan, kegiatan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan instruksi yang seluruhnya menggunakan bahasa Indonesia. Para pengajar juga mewajibkan pebelajar bertanya dalam bahasa Indonesia. Namun, karena fokus kegiatan kelas pilihan adalah melatih skil keindonesiaan pebelajar, evaluasi kebahasaan dan komunikasi tidak dilakukan. Problematik dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Program Critical Language Scholarship di Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang Tahun 2012 Problematik dalam program CLS 2012 dibagi menjadi dua yaitu problematik dalam perencanaan dan problematik dalam pelaksanaan. Problematik dalam perencanaan meliputi SDM yang ada kurang memadai, proses perekrutan dan pelatihan memerlukan banyak waktu karena tenaga pengajar yang sebagian besar berusia relatif muda dengan pengalaman minim, penyusunan perangkat dukung pembelajaran, dan koordinasi dengan pihak-pihak yang kurang memahami hakikat penyelenggaraan program. Problematik dalam pelaksanaan kegiatan, terpilah atas problem nonkebahasaan dan problem kebahasaan. Problem nonkebahasaan meliputi problem (1) benturan budaya dalam penyesuaian pebelajar dengan kelas, guru, dan tutor, (2) pemasangan tutor yang tidak tepat karena karakter pebelajar yang kontras dengan tutor, (3) kondisi lingkungan rumah tinggal yang tak mendukung terjadinya komunikasi bahasa Indonesia karena penghuni selalu mengajak berbahasa Inggris, (4) kondisi psikologis pebelajar yang fluktuatif akibat persaingan, stres dengan tugas, capai, dan rindu keluarga. Sedangkan problematik kebahasaan meliputi (1) kesulitan melafalkan ejaan bahasa Indonesia, (2) menyesuaikan aksen orang Indonesia, dan (3) kekurangmampuan tutor dalam menjelaskan materi atau kosa kata tertentu. Selain itu, problematik kebahasaan juga berkaitan dengan materi-materi tertentu seperti lingkungan sosial, politik, dan budaya Indonesia yang tidak dipahami secara menyeluruh oleh pebelajar.Oleh karena itu, menimbulkan sudut pandang yang kurang baik tentang budaya yang akan dipelajari.
6
PEMBAHASAN Deskripsi Hasil Analisis Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Program Critical Language Scholarship di Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang Tahun 2012 Berdasarkan sepuluh data temuan program, hanya tujuh aspek yang akan dibahas dalam deskripsi hasil analisis. Ketujuh aspek tersebut adalah (1) rumusan tujuan pembelajaran, (2) susunan lembaga pengelola, (3) susunan materi, (4) desain silabus, (5) tenaga pengajar, (6) media pembelajaran, dan (7) evaluasi. Pertama, rumusan tujuan dalam perencanaan program yang meliputi tujuan umum dan khusus. Tujuan umum secara eksplisit mengacu pada tujuan pendekatan komunikatif, yakni ketercapaian kompetensi komunikatif berbahasa Indonesia pebelajar. Tujuan umum program tidak tertulis secara eksplisit dalam silabus atau identitas program, melainkan terimplementasi dalam pelaksanaan program. Secara khusus, tujuan pembelajaran tertulis dalam silabus dengan memperhatikan aspek perilaku yang mengacu pada penerapan tindak-tindak komunikatif. Misalnya pada awal pertemuan, tujuan khusus menuntut pebelajar dapat memperkenalkan diri, menelepon dan mengirim pesan singkat/sms, dll. Ditinjau dari aspek isi yang harus dikuasai, tujuan khusus telah sejalan dengan aspek perilaku yang dituntut dan mengarah pada penguasaan dan penggunaan bahasa sesuai dengan faktor-faktor penentu tindak komunikatif. Tujuan khusus telah dirancang agar ekuivalen dengan kebutuhan pebelajar pada permulaan, pertengahan, dan akhir program. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil rumusan tujuan umum pembelajaran (TUP) tidak tercantum dalam silabus, namun terimplementasi dalam penggunaan pendekatan dan rumusan tujuan khusus pembelajaran (TKP). TKP yang disusun dalam perencanaan pembelajaran BIPA untuk program CLS 2012 tercantum dalam silabus dan menunjukkan penerapan prinsip pendekatan komunikatif. Kedua, pada susunan lembaga pengelola, divisi-divisi yang terpilah cukup spesifik untuk melayani kebutuhan program dikategorikan telah sesuai dengan aspek instruksional pembelajaran BIPA, yaitu menganalisis kebutuhan dan kesulitan pebelajar selama kegiatan pembelajaran berlangsung (Suyitno, 2004:5). Adanya divisi yang mengurusi masalah rumah tinggal untuk pebelajar memperlihatkan bahwa lembaga pengelola telah mengarahkan pendekatan komunikatif pada penciptaan pengalaman belajar (Suyono dan Basuki, 1995:6) bagi para pebelajar CLS 2012. Divisi tersebut menempatkan para pebelajar tinggal bersama dengan penutur asli bahasa Indonesia (home stay) untuk meningkatkan intensitas “pencelupan.” Hal tersebut bertujuan menciptakan suasana berbahasa secara alamiah dan memungkinkan bahasa Indonesia penutur asli dipelajari setiap hari, serta meminimalisasi kegiatan berkumpul dan berbicara dengan bahasa ibu pebelajar. Divisi Koordinator Akademik yang membawahi tiga divisi lainnya yaitu Kurikulum dan Materi Pembelajaran Bahasa di Kelas, Koordinator Tutor, dan Penanggung Jawab Kelas Pilihan menunjukkan bahwa aktivitas pembelajaran bahasa Indonesia dilakukan secara terus menerus (intensif) baik di kelas formal kebahasaan, di luar kelas bersama para tutor, dan di kelas pilihan. Hal tersebut sejalan dengan karakteristik pendekatan komunikatif yang diungkapkan Brown (2005:265) bahwa teknik-teknik pengajaran dirancang untuk melibatkan para pebelajar dalam penggunaan pragmatik, otentik, dan fungsional
7
bahasa untuk tujuan bermakna dan juga pewujudan kefasihan dan akurasi dalam berkomunikasi seperti penutur asli. Dengan demikian susunan organisasi penyelenggara dirumuskan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip pendekatan yang dipakai dalam program yakni pendekatan komunikatif. Ketiga, pada susunan materi ajar, teridentifikasi adanya penerapan pendekatan komunikatif. Hal tersebut ditunjukkan dengan penyesuaian materi dengan kebutuhan berbahasa pebelajar, sehingga layak terap (applicable), pemberian konteks pada setiap kegiatan, dan pemberian sampel terkait dengan norma kesopanan bertutur yang memperhatikan tata krama tutur bahasa Indonesia (Oka, 1987:133). Pada contoh-contoh materi yang disajikan, terdapat kalimat yang berisi prosedur atau cara-cara yang mengacu pada kalimat utamanya, yaitu memperkenalkan diri dan keluarga. Materi tersebut diambil dari kondisi faktual di lapangan, di mana para pebelajar pada minggu pertama perlu mengembangkan interaksi dengan lingkungan barunya yang diawali dengan memperkenalkan diri. Materi tersebut applicable (dapat langsung dipraktikkan) dan bersifat trainable (mudah dilatihkan). Kalimat-kalimat yang disajikan tidak lepas dari konteks, misalnya cara memperkenalkan diri selalu disertai dengan konteks tempat seperti di kampus, di kos, di rumah makan, dan di acara resmi. Kemudian konteks situasi seperti memperkenalkan orang lain, keluarga, dan teman. Pada contoh lain, penggunaan tata bahasa imbuhan meN- diberi keterangan penggunaannya dalam aktivitas sehari-hari sesuai dengan konteks ruangan. Acuan materi tersebut dapat menumbuhkan kreativitas kebahasaan pebelajar karena pebelajar akan mencari variasi lain imbuhan MeN- dalam berbagai penggunaan. Di samping itu, materi tersebut mengajak pebelajar berpikir logis untuk menyesuaikan penggunaan kata kerja yang berimbuhan MeN-. Rancangan materi dinyatakan mampu mengembangkan pemahaman bahasa Indonesia melalui bentuk-bentuk dialog yang situasional-kontekstual. Dengan demikian, materi yang diajarkan tidak melulu materi mengenai bahasa, tetapi juga materi tentang budaya yang melingkupi bahasa Indonesia. Materi-materi telah ditata berdasarkan unit-unit satuan yang komunikatif secara terintegrasi sehingga diberi label materi integrasi dengan memperhatikan sifat trainable, faktual, dan mampu mengembangkan kompetensi pebelajar. Keempat, desain silabus yang dirancang dalam perencanaan, telah mencakup aspek-aspek yang sesuai dengan sifat-sifat silabus menurut Ur (1969 dalam Usman, 2002) meski kurang sempurna. Silabus merupakan daftar yang bersifat menyeluruh, berisi butir-butir isi (struktur, kosakata, dan topik) maupun proses (tugas dan metode) yang disusun dengan tujuan jelas, menunjukkan jadwal, metode yang disarankan, dan merupakan dokumen masyarakat. Kekurangan dalam desain silabus program ini adalah tidak tercantumnya identitas, metode, bentuk evaluasi, dan sumber/bahan ajar. Hasil analisis menunjukkan bentuk rancangan silabus menggabungkan bentuk lesson plan dengan silabus sehingga tercipta desain silabus CLS 2012 dengan sembilan kolom. Sembilan kolom tersebut telah mencakup butir-butir isi yang meliputi topik dan materi, dan juga proses pelaksanaan yang terakomodasi dalam kolom aktivitas. Silabus telah mencantumkan tujuan dan waktu yang yang jelas, tetapi tidak mencantumkan metode yang disarankan dalam aktivitas. Penggunaan pendekatan komunikatif dalam desain silabus menjadikan kegiatan/aktivitas ditekankan pada pengembangan keterampilan berkomunikasi. Akan tetapi, metode yang digunakan
8
di lapangan belum tentu menggunakan metode komunikatif pula. Hasil implementasi di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan metode bisa bervariasi seperti metode bermain peran, little research, permodelan, dan lainlain. Oleh karena itu, kolom metode atau teknik perlu dicantumkan dalam silabus program. Kelima, pengajar dalam pembelajaran BIPA harus orang-orang yang memiliki kompetensi komunikatif yang handal dilengkapi dengan kompetensi gramatikal yang akurat dan termasa (Suyitno, 2005:14). Oleh karena, data berupa latar belakang pendidikan pengajar akan menunjukkan kualifikasi pengajar BIPA. Meskipun tidak seratus persen pengajar berlatar pendidikan BIPA (87,5%), namun pengelola program telah melakukan upaya khusus berupa pelatihan dan penyamaan pandangan terhadap hakikat pendekatan yang digunakan dalam pengajaran BIPA program CLS melalui training dan monitoring. Dengan demikian, aspek pengajar telah memenuhi kategori kelayakan sebagai pengajar BIPA. Selain itu, kegiatan monitoring atau pemantauan dan evaluasi mingguan juga dilakukan untuk memastikan para pengajar dapat menjadi model penutur bahasa Indonesia yang baik atau dengan kata lain, pengajar mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar serta bertanggung jawab terhadap bahasa yang diajarkannya. Keenam, media pembelajaran yang dipakai selama pembelajaran, diindikasikan menerapkan prinsip-prinsip pendekatan komunikatif. Hal tersebut ditunjukkan dengan pemilihan media yang memperhatikan penekanan pengembangan kompetensi komunikatif, bervariasi wujudnya, dan berasal dari sekitar pebelajar/otentik (Suyono dan Basuki, 1959:9). Pengelolaan media dalam pembelajaran BIPA program CLS 2012 memperhatikan pengupayaan satuan unit yang situasional dalam penghadiran dan pemanfaatannya. Misalnya media formulir dan KTP dihadirkan pada materi yang berkenaan dengan identitas diri, media sayur mayur dihadirkan dalam situasi pembelajaran kegiatan tawar menawar di pasar, dsb. Dengan demikian pemanfaatan media dalam pembelajaran ini telah sesuai dengan aspek instruksional pembelajaran BIPA. Ketujuh, dalam pembelajaran bahasa, alat evaluasi tidak hanya menjadi alat ukur kemampuan hasil belajar saja, melainkan juga harus berfungsi sebagai alat pemantau perkembangan belajar, minat, kesulitan, dan potensi pebelajar. Dalam pembelajaran BIPA, jenis evaluasi harus dikembangkan sesuai dengan jenis evaluasi proses dan evaluasi hasil/produk belajar (Suyitno, 2005:14). Alat evalusi dengan bentuk performansi adalah bentuk yang sesuai (Harsiati, 2001:15) untuk mengukur perkembangan kompetensi berbahasa. Berdasarkan paparan data, terdapat bermacam-macam bentuk evaluasi yang digunakan, yaitu (1) kuis mingguan, (2) jurnal harian/mingguan, (3) PR mengunjungi keluarga, (4) tes subjektif/essay pada mid term, (5) format tutorial, (6) dialog dalam bermain peran, debat, dan wawancara pada kegiatan kelas seharihari, dan (7) presentasi lisan dari hasil penelitian mini untuk tes final. Berbagai bentuk evaluasi tersebut menggunakan pertimbangan pendekatan komunikatif. Berbagai jenis evaluasi tersebut menuntut pebelajar menunjukkan kemampuannya secara komprehensif baik secara intelektual dan keterampilan berbahasa misalnya dengan kuis dan tes subjektif. Dengan jurnal harian dan mingguan, evaluasi telah bersifat langsung, yakni langsung mengukur kemampuan menulis pebelajar. PR mengunjungi keluarga Indonesia dapat
9
menjadi evaluasi yang tidak hanya berkutat pada bentuk-bentuk linguistik, akan tetapi, menurut Sadtono (1987), juga aturan-aturan sosialnya, yakni pengetahuan tentang kapan, bagaimana, dan kepada siapa bentuk-bentuk tersebut diapakai (dalam Priyatni, 1992:67). Dengan evaluasi berupa dialog dan bermain peran, dapat diukur kefasihan dan akurasi dalam berbahasa disamping mendorong pebelajar aktif berkomunikasi secara produktif dan reseptif setiap hari. Oleh karena itu, kegiatan evaluasi proses terjadi setiap hari. Bentuk evaluasi akhir berupa presentasi hasil penelitian mini di hadapan seluruh elemen program. Kegiatan ini dinyatakan sebagai bentuk evaluasi hasil belajar karena menuntut pebelajar untuk memperlihatkan hasil belajarnya selama program. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi yang diterapkan telah memenuhi kriteria evaluasi proses dan evaluasi hasil serta menerapkan prinsipprinsip pendekatan komunikatif. Deskripsi Hasil Analisis Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Program Critical Language Scholarship di Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang Tahun 2012 Pelaksanaan kegiatan pembelajaran kelas dilaksanakan sejak tanggal 19 Juni hingga 11 Agustus 2012. Kegiatan pembelajaran di kelas terjadi selama satu setengah jam yang meliputi kegiatan pembelajaran resmi dan istirahat selama 10 hingga 20 menit. Aktivitas pembelajaran yang terjadi selama di kelas mencakup kegiatan pembukaan, kegiatan inti, dan penutup. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, contoh data pola interaksi yang terjadi selama kegiatan pembelajaran di kelas berlangsung melingkupi ujaran guru, ujaran pebelajar, dan periode diam. Deskripsi hasil analisis pelaksanaan pembelajaran selama di kelas menunjukkan bahwa aktivitas pembelajaran kelas mengacu pada penerapan pendekatan komunikatif. Hal tersebut ditunjukkan dengan jenis kegiatan yang terfokus pada pebelajar, bukan pengajar. Berdasarkan waktu ujaran, dominasi ujaran guru semakin hari semakin minim dibandingkan pada awal program. Berdasarkan persentase lamanya ujaran terhadap keseluruhan waktu pembelajaran kelas yakni 1 jam 40 menit pada minggu kedua program, diketahui dominasi ujaran pebelajar meningkat drastis dari 38% pada pertemuan pertama menjadi 58% pada pertemuan kedua. Bahkan pada jam kedua, ketiga, dan keempat, diketahui prosentase ujaran pebelajar selama di kelas adalah sekitar 63%, 83%, dan 67%. Respon pebelajar terhadap instruksi guru teridentifikasi semakin hari semakin cepat sehingga mengindikasikan karakteristik kegiatan komunikatif (Priyatni, 1992:62). Situasi stimulus yang disajikan secara berdampingan kepada pebelajar mendapatkan respon yang baik dan semakin cepat. Kesimpulan dari hasil tersebut menyatakan bahwa aktivitas komunikasi guru selama di kelas pada pertemuan keenam selalu kurang dari 50% yang menjadi penanda bahwa KBM telah benar-benar mengarah pada kegiatan komunikatif. Disamping itu, aktivitas yang dilaksanakan dalam pembelajaran BIPA CLS 2012 di kelas juga menerapkan prinsip pengulangan (repetitif) terhadap materi/kosa kata/pelafalan bunyi tertentu yang masih belum dikuasai oleh seorang atau beberapa pebelajar. Kegiatan penguatan (reinforcement) dilakukan guru pada setiap akhir pembelajaran yang meliputi kegiatan refleksi untuk mengetahui tingkat kepuasan pebelajar dalam kegiatan pembelajaran hari ini. Adanya umpan balik berupa respon yang diberikan oleh pebelajar terhadap pertanyaan guru juga
10
merupakan salah satu karakteristik prinsip-prinsip pembelajaran BIPA yang sudah teruji, contiquity. Dengan demikian, pembelajaran BIPA di kelas pada program CLS 2012 dikategorikan telah menerapkan prinsip pembelajaran BIPA yang sudah teruji dalam pelaksanaannya. Deskripsi hasil analisis pelaksanaan dalam pembelajaran BIPA program CLS 2012 selama di luar kelas bersama dengan para tutor nampak pada kegiatan (1) prereading yang menonjolkan kegiatan analisis kebutuhan pebelajar, (2) menentukan objek tutorial yang berfungsi untuk menampilkan figur dalam aktualisasi berbahasa Indonesia, (3) penyampaian materi dengan teknik-teknik tertentu seperti pemodelan, penubian, menirukan, dan koreksi. Terakhir, (4) kegiatan evaluasi dalam bentuk format tutorial. Langkah-langkah tutorial tersebut juga mempertimbangkan karakter pendekatan pendekatan komunikatif dengan alasan sebagai berikut. Pertama, kegiatan prereading dapat mendorong dan menyemangati pebelajar untuk senantiasa mengembangkan kemahiran berbahasanya. Hal ini dilakukan dengan cara tutor bertanya kepada pebelajar langsung mengenai materi yang telah dipelajarinya di kelas atau apa yang akan mereka kerjakan hari ini, kendala apa yang ditemui, dll. Proses ini bertujuan untuk membangun kedekatan emosional, menganalisis kebutuhan pebelajar dan membangkitkan potensi khusus pebelajar. Kedua, penentuan objek tutorial memberi kesempatan pebelajar untuk menjadi bagian dari pengalaman kebahasaan yang bermakna bagi dirinya dan memaksa pebelajar sering berlatih/praktik dalam situasi nyata. Objek tutorial berfungsi untuk memajankan atau menampilkan figur dalam aktualisasi berbahasa Indonesia. Misalnya mengenai materi jual beli atau tawar menawar, tutor dapat menentukan pasar besar sebagai objek tutorial. Objek tutorial harus dipilih berdasarkan pertimbangan prinsip bahwa objek tutorial (1) memberi kesempatan pebelajar untuk menjadi bagian dari pengalaman kebahasaan yang bermakna bagi dirinya, (2) memaksa pebelajar sering berlatih/praktik dalam situasi nyata, dan (3) membuat pebelajar mengenal kebudayaan yang melingkupi aspek kebahasaan yang sedang dipelajarinya. Ketiga, penyampaian materi dengan teknik-teknik tertentu dan bantuan tutor dapat memungkinkan pebelajar menemukan, mengamati, bahkan menerapkan teknik berbahasa yang didapatnya dalam peristiwa nyata (Suyono dan Basuki, 1995:9). Inti kegiatan tutorial yakni penyampaian materi, diawali dengan koordinasi bersama guru kelas terlebih dahulu. Materi yang berupa kebahasaan dan nonkebahasaan dalam kegiatan tutorial harus linear dengan materi di kelas. Penyampaian materi yang terintegrasi dengan objek tutorial diharapkan mampu memajankan bahasa Indonesia secara langsung, variatif, dan terbimbing. Dengan demikian, pebelajar dapat langsung mempraktikkan pelajaran berbahasanya dalam masyarakat. Teknik penyampaian materi berupa penubian, menirukan, koreksi, dll. Keempat, kegiatan evaluasi dapat menjadi sarana pengelola untuk menganalisis kemampuan (potensi), kebutuhan, dan kesulitan pebelajar selama proses berlangsung. Kegiatan evaluasi tutor terhadap pebelajar terangkum dalam format tutorial. Format tutorial bersifat layaknya laporan tertulis mengenai kemajuan dan kesulitan pebelajar dalam kegiatan belajar, serta cara yang ditempuh oleh tutor dalam menyelesaikan problem tersebut. Hal-hal yang
11
tercantum dalam format tutorial dapat bersumber dari pengamatan tutor tentang kemajuan pelafalan, meningkatnya kosa kata, aksen Indonesia, dan tata bahasa Indonesia pebelajar. Data juga dapat pula berasal dari pengakuan pebelajar mengenai problematik yang sedang dihdapinya saat itu. Data yang diperoleh dari pengakuan pebelajar akan menjadi nilai tambah karena ungkapan verbal pebelajar saat bercerita menunjukkan kemampuan oral pebelajar tersebut dalam berbahasa. Dengan demikian, simpulan yang dapat diambil adalah pelaksanaan pembelajaran BIPA program CLS 2012 baik dalam kelas maupun luar kelas menerapkan prinsip-prinsip pendekatan komunikatif. Deskripsi Hasil Analisis Problematik dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Program Critical Language Scholarship di Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang Tahun 2012 Problematik dalam perencanaan diklasifikasikan menjadi empat kategori yaitu problemtik dalam (1) perekrutan SDM (pengajar), (2) pelatihan guru dan tutor, (3) penyusunan silabus, media, materi, dan evaluasi, dan (4) koordinasi. Problematik dalam pelaksanaan diklasifikasikan menjadi dua yaitu problem nonkebahasaan dan kebahasaan. Problem nonkebahasaan dipilah mejadi lima kategori yaitu problem dalam penyesuaian, iklim belajar, pemasangan dengan tutor, penempatan kelas, dan kondisi psikologis. Problem kebahasaan terpilah menjadi enam kategori, yaitu problem seputar pelafalan, aksen & gaya bertutur, tata bahasa, kosa kata, materi tertentu, dan kemampuan tutor dalam menyampaikan materi. Problematik kebahasaan yang dialami para pebelajar dikatakan wajar terjadi sebab menurut Corder (1973), pebelajar bahasa asing akan mengalami tahap kegalatan acak pada permulaan belajar (dalam Suyitno, 2008:3). Pebelajar masih akan sering melakukan kesalahan berbahasa terutama terkait tata bahasa. Setelah itu, barulah pebelajar akan melalui fase kebangkitan dengan cara menginternalisasi kaidah kebahasaan yang diajarkan. Pebelajar kemudian mulai konsisten berbahasa sesuai kaidah yang disebut fase sistematik, dan terakhir pebelajar mulai dapat memproduksi bahasa yang minim kegalatan atau disebut dengan fase stabilisasi. Pada pebelajar berusia dewasa, kegalatan (error) diluruskan dengan berlatih ulang (Suyitno, 2008:2). Demikian pula penanganan kegalatan pada pebelajar BIPA program CLS 2012 yang notabene semuanya berusia dewasa. Proses koreksi tidak terjadi secara alamiah melainkan dengan bantuan pengajar. Oleh karena itu, kemampuan pengajar menerapkan teknik dalam mengajarkan materi menjadi sangat penting. Untuk mengatasi problem kebahasaan, para guru maupun tutor (yang diteliti) sering menggunakan teknik pengulangan, penubian, ilustrasi, dan permodelan. Problem psikologis pelajar yang meliputi turunnya motivasi belajar akibat stres, bosan, rindu rumah, dan kelelahan dapat diatasi tanpa bantuan psikolog. Kehadiran tutor dapat dapat menjadi solusi menggantikan peran psikolog. Kegiatan tutorial yang terjadi di luar jam resmi menandakan telah terjalinnya bentuk komunikasi intensif. Dalam prinsip pendekatan komunikatif, pendampingan dari tutor mendatangkan keuntungan dalam memecahkan hambatan-hambatan dalam pembelajaran bahasa (Rombepajung, 1988:14).
12
Aktivitas tutorial dapat dikategorikan sebagai bagian dari pengalaman belajar yang mampu mendoroang motivasi dan menyemangati pebelajar. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan dari penelitian ini terbagi menjadi dua, secara umum, pembelajaran BIPA program CLS Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang tahun 2012 memiliki spesifikasi yang memfokuskan pada pembentukan kemampuan berkomunikasi lisan. Secara khusus, penyelenggaraan pembelajaran BIPA program CLS 2012 meliputi tiga aspek yakni perencanaan, pelaksanaan, dan problematik. Aspek perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran memperhatikan prinsip-prinsip pendektan komunikatif. Aspek perencanaan tergambar dalam silabus dan susunan tata kelola. Aspek-aspek tersebut telah sejalan dengan aspek instruksional pembelajaran BIPA. Dalam pelaksanaan pembelajaran BIPA pada program CLS 2012, kegiatan pembelajaran BIPA dilakukan di kelas, di luar kelas (tutorial & kunjungan), dan di kelas pilihan. Kegiatan komunikasi aktif yang didominasi oleh para pebelajar baik di kelas maupun di luar kelas menjadi penekanan dalam setiap kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, pembelajaran BIPA pada program CLS 2012 dikategorikan menerapkan pendekatan komunikatif. Terakhir, probematik yang muncul dalam pembelajaran BIPA program CLS 2012 berdasarkan pendekatan komunikatif dibagi menjadi dua kategori yakni problematik dalam perencanaan dan pelaksanaan. Problematik dalam pelaksanaan terbagi menjadi menjadi dua yaitu problem nonkebahasaan dan problem kebahasaan. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, saran yang dapat diberikan adalah pertama, saran kepada penyelenggara BIPA FS UM. Penyelenggara lebih baik melibatkan pakar dalam penyusunan perencanaan pembelajaran BIPA seperti ahli silabus bahasa, ahli media, dan juga psikolog disamping ahli BIPA. Perencanaan yang matang sangat diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Perencanaan perlu mempertimbangkan semua aspek pendukung keberhasilan program dan memprediksi kemungkinankemungkinan terjadinya kendala beserta solusinya. Kedua, saran kepada pengajar. Para pengajar disarankan memiliki persiapan sebelum terjun dalam pembelajaran, terutama dalam hal membelajarkan bahasa Indonesia, menciptakan metode dan teknik baru yang tidak membosankan, CCU, dan pengetahuan lain terkait bahasa dan budaya Indonesia. Hal-hal tersebut sangat bermanfaat untuk menunjang ketercapaian tujuan akhir program. Adanya pengetahuan tentang hakikat pendekatan komunikatif akan membantu pencapaian tujuan program lebih cepat dan meminimalisasi problem-problem yang mungkin muncul selama kegiatan. DAFTAR RUJUKAN Aini, N. 2010. Pola Intereferensi Morfologi, Sintaksis, dan Leksikal Bahasa Inggris (B1)Terhadap Bahasa Indonesia (B2) pada Ragam Bahasa Tulis
13
Mahasiswa Asing Tingkat Advance Program CLS UM Tahun 2010. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Sastra UM. Brown, H.D. 2008. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. Jakarta: Kedubes USA (Person Education Inc.) pen: Noor Cholis & Yusi A. Pareanom. CLS. 2012. (Online) http://clscholarship.org/index.html diakses pada 11 Juli 2012 Harsiati, T. 2001. Evaluasi Hasil Belajar Bahasa Indonesia Berdasarkan Pendekatan Komunikatif. Penelitian tidak diterbitkan. Malang: LEMLIT Rima. Juli-Agustus 2012. CLS Indonesia, Juara I di Amerika. Komunikasi, hlm. 26 Oka, I G.N. 1987. Tata Krama Tutur Bahasa Indonesia. Malang : Kumpulan Karangan alumni IKIP Malang. Priyatni, E.T. 1992. Penerapan Pendekatan Komunikatif dalam Pengajaran Pragmatik Bahasa Indonesia di SMA Kotamadya Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: IKIP Malang. Putri, A.R.D. 2011. Bentukan Kata dalam Karangan Mahasiswa Asing Program Critical Language Scholarship (CLS) di Universitas Negeri Malang Tahun 2010. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: UM. Rombepajung, J.P. 1988. Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa Asing. Jakarta: Depdikbud. Suyitno, I. 2004. Pengetahuan Dasar BIPA: Pandangan Teoretis Belajar Bahasa. Yogyakarta: Grafika Indah. Suyitno, I. 2005. Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing:Teori, Strategi, dan Aplikasi Pembelajarannya. Yogyakarta: CV. Grafika Indah Suyono dan Basuki, I.A. 1995. Dasar-dasar Pendekatan Komunikatif dan Pemahaman Kurikulum 1994 Matapelajaran Bahasa Indonesia. Malang: FPBS Tim Revisi Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang Usman, R. 2002. Pengembangan Silabus Bidang Studi BIPA untuk Pebelajar Wesley International School Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: UM Wojowasito, S. 1976. Perkembangan Ilmu Bahasa (Linguistik) Abad 20. Bandung: Shinta Dharma