PENERAPAN PEMBELAJARAN MELALUI PENDEKATAN ILMIAH UNTUK MENINGKATKAN SIKAP, PENGETAHUAN, DAN KETERAMPILAN PROSES PESERTA DIDIK KELAS X MIA 4 SMAN 3 MALANG PADA MATERI KINGDOM ANIMALIA Lailatul Qomariah1, Sri Endah Indriwati2, Eko Sri Sulasmi 3 Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang Email:
[email protected] Abstrak: Penerapan Kurikulum 2013 menjadikan peserta didik memiliki kompetensi yang diharapkan. Ranah yang dikembangkan pada Kurikulum 2013 adalah ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pembelajaran yang belum sepenuhnya menggunakan langkah pendekatan ilmiah menyebabkan peserta didik belum dapat memenuhi kompetensi pada ranah yang dianjurkan, sehingga sikap, pengetahuan, dan keterampilan proses peserta didik kelas X MIA 4 SMA Negeri 3 Malang masih perlu ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan pembelajaran melalui pendekatan ilmiah dalam meningkatkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan proses peserta didik. Penelitian ini menggunakan desain PTK yang dilaksanakan sebanyak dua siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran melalui pendekatan ilmiah dapat: 1) meningkatkan ranah sikap peserta didik dari 71,52% menjadi sebesar 86,96% atau meningkat sebesar 15,44%; 2) meningkatkan hasil belajar peserta didik ranah pengetahuan yang ditandai dengan meningkatnya ketuntasan klasikal siswa sebesar 16,22%; 3) meningkatkan keterampilan proses peserta didik dari 77,03% menjadi sebesar 90,23% atau meningkat 13,20%. Kata Kunci: Pendekatan Ilmiah, Sikap, Pengetahuan, Keterampilan Proses Peserta Didik. Abstract: The implementation of 2013 Curriculum demands the students to have expected competence. The domain that is developed in 2013 curriculum is in the attitude, knowledge, and softskil. The learning which has not completely used 2013 Curriculum makes the students have not been able to fulfill those competences, so the attitude, knowledge, and softskill of the X MIA class students of SMA Negeri 3 Malang are still needed to be increased. The aim of this study is to give the description of the learning implementation through scientific approach to increase the students’ attitude, knowlegde, and the process softskill. The result of this study shows that the learning implementation through scientific approach can: 1) increase the students’ attitude from 71,52% to 86,96% or it increases up to 15,44%; 2) increase the students’ study result in the knowledge domain by the increasing of students’ clasical completeness that is 16,22%; 3) increase the students’ process softskill from 77,03 to 90,23% or it increases up to 13,20%.
Pemerintah kembali melakukan penyempurnaan kurikulum untuk menghadapi era globalisasi yang ditandai dengan adanya Kurikulum 2013. Proses pembelajaran scientific pada Kurikulum 2013 merupakan perpaduan antara proses pembelajaran yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan (Mendikbud, 2013). Proses pembelajaran tersebut dikembangkan lagi menjadi mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengolah data, mengkomunikasikan, menginovasi dan mencipta. Tujuan dari beberapa proses pembelajaran yang harus ada dalam pembelajaran scientific menekankan bahwa belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat. Guru cukup bertindak sebagai scaffolding ketika peserta didik mengalami kesulitan, serta guru bukan satu-satunya sumber belajar. Sikap tidak hanya diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan keteladanan (Atsnan, 2013). 1
2 Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas X MIA 4 SMAN 3 Malang, sikap yang masih kurang yaitu sikap teliti, kerjasama, perduli, rasa ingin tahu, tekun, berpendapat secara ilmiah, serta proaktif. Ranah pengetahuan di kelas X MIA 4 terbilang baik, namun masih perlu ditingkatkan lagi karena berdasarkan data yang diperoleh sekitar 24% peserta didik pada KD 3.1 dan 4.1 belum memenuhi nilai sesuai KKM yaitu 80, hal tersebut juga terjadi pada KD 3.2 dan 4.2 dimana terdapat 35% peserta didik yang juga belum memenuhi nilai KKM. Keterampilan proses yang kurang dan perlu ditingkatkan adalah kemampuan mengobservasi, menyusun pertanyaan, melaksanakan pengamatan, mengklasifikasi, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Metode yang digunakan oleh guru sudah inovatif dalam pembelajaran karena sudah menerapkan metode-metode yang berlaku saat ini, namun jika ditinjau dari kegiatan pembelajaran yang meliputi 5M seperti pada Kurikulum 2013 belum dapat terlaksana secara maksimal. Penelitian yang dilakukan Atsnan dan Gazali (2013) yang berjudul Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Matematika SMP Kelas VII Materi Bilangan (Pecahan) diperoleh hasil yaitu, pembelajaran berbasis pendekatan scientific lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10% setelah 15 menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25%. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90 % setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70%. Solusi untuk mengatasi permasalahan yang telah dijabarkan adalah dengan cara melakukan pembelajaran yang sesuai dengan anjuran Kurikulum 2013. Penerapan pembelajaran yang dapat dilakukan adalah dengan melalui pendekatan ilmiah yang menggunakan langkah 5M yang terdiri dari kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan. Penerapan pembelajaran melalui pendekatan ilmiah bertujuan untuk meningkatkan ranah sikap dan keterampilan proses peserta didik. Terjadinya peningkatan pada ranah sikap dan keterampilan proses diharapkan dapat meningkatkan ranah pengetahuan peserta didik. METODE Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan dalam 2 siklus, dimana dalam setiap siklus terdapat 4 tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Data yang pertama adalah data keterlaksanaan pembelajaran yang bersumber dari aktivitas guru model dan peserta didik. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Data kedua adalah data sikap yang bersumber dari peserta didik. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi ranah sikap peserta didik. Data ketiga adalah data hasil belajar peserta didik pada ranah pengetahuan yang bersumber dari peserta didik. Data ini didapatkan dari hasil tes tulis ranah pengetahuan yang dilakukan di akhir tiap siklus. Data keempat adalah data keterampilan proses yang bersumber dari peserta didik. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi ranah keterampilan proses peserta didik.
3 HASIL 1. Keterlaksanaan Pembelajaran Keterlaksanaan pembelajaran diperoleh dari lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran yang diisi oleh observer. Analisis dilakukan dengan cara membagi skor yang diperoleh dengan skor maksimal kemudian dikalikan dengan 100%. Hasil analisis keterlaksanaan pembelajaran oleh guru dan oleh peserta didik kemudian dirata-rata. Hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Keterlaksanaan Keterlaksanaan Pembelajaran Pembelajaran Pertemuan Pertemuan 1 Siklus 2 Persentase Kriteria Persentase Kriteria Sangat I 77,78% Terlaksana 100% terlaksana Sangat II 100% Sangat terlaksana 100% terlaksana
Ratarata 88,89% 100%
Kriteria Sangat terlaksana Sangat terlaksana
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa keterlaksanaan pembelajaran mengalami peningkatan sebesar 11,11%. 2. Ranah Sikap Peserta Didik Data ranah sikap peserta didik diperoleh dari lembar observasi ranah sikap. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi ranah sikap peserta didik. Lembar observasi ranah sikap diisi oleh observer setiap pertemuan. Analisis data dilakukan dengan cara membagi skor yang didapatkan dengan skor maksimal kemudian dikalikan dengan 100%. Persentase yang diperoleh tiap aspek beserta kriterianya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Capaian Nilai pada Ranah Sikap Peserta Didik (%) Aspek Nilai Siklus I Kategori Nilai Siklus II 1 76,35 Baik 86,32 2 74,32 Baik 85,30 3 65,20 Cukup 81,76 4 73,31 Baik 93,75 5 80,40 Baik sekali 98,65 6 77,53 Baik 97,47 7 70,27 Baik 78,89 8 54,73 Cukup 73,54 Rerata 71,52 Baik 86,96 Keterangan: 1 = Teliti 2 = Rasa ingin tahu 3 = Kritis 4 = Tekun
5 6 7 8
= = = =
Kategori Baik sekali Baik sekali Baik sekali Baik sekali Baik sekali Baik sekali Baik Baik Baik sekali
Peningkatan 9,97 10,98 16,55 20,44 18,24 19,93 8,61 18,80 15,44
Peduli Bekerjasama Pendapat Proaktif
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa ranah sikap peserta didik mengalami peningkatan sebesar 15,44%.
4 3. Ranah Pengetahuan Peserta Didik Data ranah pengetahuan peserta didik diperoleh dari hasil tes akhir siklus I dan tes akhir siklus II. Ketuntasan klasikal peserta didik dihitung dengan cara membagi jumlah peserta didik yang tuntas dengan jumlah seluruh peserta didik kemudian dikalikan dengan 100%. Data ketuntasan belajar klasikal peserta didik pada tes akhir siklus I dan tes akhir siklus II dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Ketuntasan Klasikal pada Ranah Pengetahuan Peserta Didik (%) Ranah Pengetahuan Siklus I Siklus II Tuntas 26 32 Tidak Tuntas 11 5 Ketuntasan belajar klasikal 70,27 86,49
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa ketuntasan belajar klasikal peserta didik mengalami peningkatan sebesar 16,22%. 4. Ranah Keterampilan Proses Peserta Didik Data ranah keterampilan proses peserta didik diperoleh dari hasil observasi keterampilan proses peserta didik pada siklus I dan siklus II. Lembar observasi ranah keterampilan proses diisi oleh observer pada setiap pertemuan. Analisis data dilakukan dengan cara membagi skor yang didapatkan dengan skor maksimal kemudian dikalikan dengan 100%. Persentase yang diperoleh tiap aspek dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Capaian Nilai pada Ranah Keterampilan Proses Peserta Didik (%) Keterampilan Nilai Nilai Kriteria Kriteria Proses Siklus I Siklus II A 77,87 Baik 85,98 Baik sekali B 73,98 Baik 88,51 Baik sekali C 79,73 Baik 93,41 Baik sekali D 77,53 Baik 91,90 Baik sekali E 75,00 Baik 91,55 Baik sekali F 78,04 Baik 90,03 Baik sekali Rata-Rata 77,03 Baik 90,23 Baik sekali Keterangan: A = Mengobservasi B = Mengajukan pertanyaan C = Melakukan interpretasi data
D = E = F =
Peningkatan 8,11 14,53 13,68 14,36 16,55 11,99 13,20
Mengklasifikasikan Menyimpulkan Mengkomunikasikan hasil
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa ranah keterampilan proses peserta didik mengalami peningkatan sebesar 13,20%. PEMBAHASAN a. Keterlaksanaan Pembelajaran melalui Pendekatan Ilmiah Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran meliputi kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan membentuk jejaring (mengkomunikasikan). Pencapaian keterlaksanaan pembelajaran mengalami peningkatan sebesar 11,11%, dari 88,89% pada siklus I menjadi 100% pada siklus II. Pada siklus II semua langkah dapat terlaksana dengan baik walaupun masih ada yang belum maksimal, namun peneliti berusaha melakukan perbaikan dalam setiap pertemuan. Peningkatan keterlaksanaan pembelajaran dikarenakan peserta didik mulai terbiasa melakukan pembelajaran dengan
5 menggunakan pendekatan ilmiah, seperti pendapat Thorndike dalam Dimyati dan Mudjiono (2010) bahwa dalam belajar memerlukan adanya latihan atau pembiasaan. Peserta didik yang telah terbiasa melakukan pembelajaran dengan baik juga akan mempermudah pelaksanaan pembelajaran selanjutnya. Kendala pada pendahuluan dan kesimpulan di akhir pembelajaran sudah dapat terlaksana dengan baik sebagai dampak dari perbaikan manajemen waktu yang dilakukan. b. Ranah Sikap Peserta Didik Kurikulum 2013 menekankan tiga ranah yang harus dikuasai oleh peserta didik, salah satunya adalah ranah sikap. Karakter sikap yang diungkapkan oleh G.W. Allport dalam Ginintasasi (2012) yaitu sikap itu dipelajari dan dibentuk serta dipelajari. Adanya faktor internal dan eksternal membuat peserta didik yang belum memiliki sikap-sikap tersebut menjadi terlatih untuk memilikinya. Faktor eksternal merupakan interaksi sosial yang terjadi dalam kelompok. Faktor internal adalah daya pilih untuk menerima pengaruh dari luar, yaitu dimana peserta didik yang masih belum memiliki sikap tertentu akan termotivasi untuk mampu memiliki sikap seperti peserta didik yang lain. Ranah sikap yang diamati dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi sikap teliti, memiliki rasa ingin tahu, kritis, tekun, peduli dalam pelaksanaan observasi maupun praktikum, bekerjasama, mampu berpendapat secara ilmiah, dan proaktif dalam pembelajaran. Sikap teliti mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 10%. Sikap teliti muncul pada kegiatan mengamati, dimana peserta didik diberi media yang mampu menampilkan fenomena. Media yang digunakan akan memancing minat dan motivasi peserta didik dalam mengamati. Jika minat peserta didik muncul, maka peserta didik akan antusias dalam melakukan pengamatan dan memiliki sikap teliti. Peningkatan sikap teliti terjadi dikarenakan peserta didik mulai terbiasa melakukan pembelajaran dengan pendekatan ilmiah. Sikap rasa ingin tahu mengalami peningkatan sebesar 11% dari siklus I ke siklus II. Sikap rasa ingin tahu muncul pada kegiatan menanya, dalam kegiatan ini peserta didik mengajukan pertanyaan yang muncul yang akan digunakan untuk mengarahkan peserta didik dalam menemukan jawaban atau solusi untuk permasalahan yang ditemukan. Kegiatan mengamati sangat penting dalam mempengaruhi sikap rasa ingin tahu peserta didik. Pembelajaran dengan pendekatan ilmiah memfasilitasi munculnya sikap rasa ingin tahu yang terbukti dengan adanya kegiatan/langkah pembelajaran yang runtut dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Persentase sikap kritis pada siklus I sebesar 65% (B) meningkat menjadi 82% (BS) pada siklus II. Pada siklus I masih terlihat peserta didik belum terlalu kritis terhadap suatu fenomena dan terlihat dalam kegiatan menanya. Peningkatan sikap kritis pada peserta didik karena pembelajaran melalui pendekatan ilmiah memfasilitasi peserta didik dapat mengembangkan sikap kritis. Kegiatan mengamati memfasilitasi peserta didik untuk menemukan fenomena yang dilanjutkan dengan adanya kegiatan menanya yang menuntut peserta didik mampu berpikir kritis dan memunculkan pertanyaan. Penelitian yang dilakukan Annur dkk (2013) menunjukkan bahwa dengan pembelajaran inkuiri terjadi peningkatan pada peserta didik yang mengajukan pertanyaan. Guru menggunakan media yang menarik dan sesuai dengan materi sehingga peserta didik termotivasi utuk mengamati dan menimbulkan rasa ingin tahu. Sikap tekun tampak dalam kegiatan mencoba, dimana peserta didik mencatat data yang diperlukan selama pengamatan dan pembelajaran. Sanjaya (2006) menyata-
6 kan bahwa proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikir peserta didik. Persentase sikap tekun pada siklus I sebesar 73% (B) meningkat menjadi 94% (BS) pada siklus II. Peserta didik X MIA 4 antusias mencatat segala informasi yang dirasa penting dalam usahanya menyelesaikan permasalahan yang ada. Peningkatan yang terjadi pada sikap tekun karena pembelajaran dengan melalui pendekatan ilmiah membiasakan peserta didik untuk belajar secara mandiri dan mencatat dengan karakteristiknya sendiri guna menemukan informasi yang dirasa penting untuk memecahkan permasalahan dan fenomena yang ada. Sikap tekun yang dimiliki peserta didik dapat membantu peserta didik dalam menghubung-hubungkan hasil pengamatan serta menemukan suatu pola atau keteraturan dalam pengamatan. Penelitian yang dilakukan Ambarsari dkk (2013) mengenai penerapan inkuiri terbimbing, menyatakan bahwa peserta didik pada kelas eksperimen yang menggunakan inkuiri terbimbing tampak lebih teliti dalam percobaan dan tekun dalam pembelajaran. Saat guru atau peserta didik lain memberikan penjelasan maka peserta didik lain mencatat hal-hal yang penting yang disampaikan. Setiap peserta didik memiliki cara mencatat tersendiri yang berbeda satu dengan lainnya. Peduli merupakan sikap dimana peserta didik ikut berperan serta dalam pelaksanaan pembelajaran. Sikap peduli dapat diamati selama kegiatan mencoba. Persentase sikap peduli dalam observasi yang dimiliki peserta didik pada siklus I 80% (B) meningkat menjadi 98% (BS) pada siklus II. Peserta didik X MIA 4 memiliki sikap peduli yang tinggi, karena hampir semua antusias dan berminat mengikuti pembelajaran terutama saat menggunakan media atau fenomena yang kongkrit dan kontekstual. Peningkatan yang terjadi pada sikap peduli karena pada pembelajaran ilmiah memfasilitasi peserta didik untuk mampu berperan aktif dan terlibat secara langsung pada kegiatan pembelajaran. Minat yang muncul pada kegiatan mengamati dan rasa ingin tahu yang muncul pada kegiatan menanya menyebabkan peserta didik antusias pada kegiatan mencoba. Permasalahan yang muncul dari pemikiran peserta didik, juga memicu peserta lebih antusias dalam usaha memecahkan masalah tersebut. Penelitian yang dilakukan Agustanti (2012) menyatakan bahwa peserta didik juga lebih antusias dalam keterlibatannya pada proses pembelajaran. Peserta didik difasilitasi untuk dapat mengamati suatu obyek atau media yang diberikan, dan lebih percaya diri dalam melakukan langkah-langkah pengamatan. Persentase sikap bekerjasama dalam pembelajaran yang dimiliki peserta didik pada siklus I sebesar 78% (B) meningkat menjadi 97% (BS) pada siklus II. Sikap bekerjasama tampak pada kegiatan mencoba, dimana peserta didik melakukan proses mengumpulkan dan mengolah data. Pada penelitian yang dilakukan, peserta didik X MIA 4 dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan kemampuan akademik, hal tersebut dilakukan peneliti agar semua peserta didik mampu belajar dan memperoleh pengetahuan yang merata. Peserta didik yang pandai akan membantu peserta didik yang kurang pandai ketika mereka berada dalam satu kelompok. Peserta didik juga akan saling memberikan masukan dan kesempatan kepada anggota kelompoknya untuk turut serta memecahkan permasalahan bersama, sehingga tidak ada peserta yang terlalu pasif maupun yang terlalu dominan. Penelitian yang dilakukan oleh Fauziah dkk (2013) menyatakan dalam pembelajaran saintifik terdapat proses pertukaran pengetahuan antara peserta didik yang satu dengan yang lain. Pada kegiatan menalar, peserta didik kembali mendiskusikan hasil temuan dari berbagai sumber yang dilakukan dalam kegiatan mencoba. Peserta didik akan saling berbagi hasil temuan yang telah diperoleh
7 pada proses pembelajaran mandiri sebagai hasil akhir dalam memecahkan setiap permasalahan. Persentase sikap mampu berpendapat ilmiah yang dimiliki peserta didik pada siklus I sebesar 70% (B) meningkat menjadi 79% (BS) pada siklus II. Pembelajaran melalui pendekatan ilmiah membuat peserta didik terbiasa untuk berpendapat dengan menggunakan analisis dan sumber belajar. Peserta didik melakukan analisis dengan dibantu berbagai sumber yang relevan pada kegiatan mencoba, sehingga peserta didik memperoleh kesimpulan sementara yang nantinya akan disampaikan dalam kegiatan mengkomunikasikan. Presentasi dan diskusi yang dilakukan menjadi lebih baik, karena masing-masing peserta didik telah melakukan analisis. Penelitian yang dilakukan oleh Fauziah dkk (2013) menyatakan dalam pembelajaran saintifik terdapat proses pertukaran pengetahuan antara peserta didik yang satu dengan yang lain. Pada kegiatan mengkomunikasikan, peserta didik mendiskusikan hasil pengamatan dan analisis yang telah dilakukan. Peserta didik akan saling berbagi hasil temuan yang telah diperoleh pada proses menalar yang merupakan proses menganalisis dari berbagai sumber belajar. Proses diskusi tersebut meningkatkan kemampuan berpendapat peserta didik dengan menggunakan alasan yang ilmiah atau berdasarkan analisis. Persentase sikap proaktif yang dimiliki peserta didik pada siklus I sebesar 55% (C) meningkat menjadi 74% (B) pada siklus II. Berdasarkan peningkatan persentase pada sikap proaktif sehingga penerapan pembelajaran melalui pendekatan ilmiah mampu meningkatkan sikap proaktif peserta didik. Peningkatan persentase pada sikap proaktif adalah karena adanya kegiatan akhir dalam pembelajaran melalui pendekatan ilmiah yaitu mengkomunikasikan. Pada kegiatan mengkomunikasikan peserta didik difasilitasi untuk mampu menyampaikan hasil yang diperoleh dengan metode diskusi presentasi. Peserta didik dapat mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, maupun memberikan pendapat dalam diskusi yang dilaksanakan untuk berusaha menemukan jawaban dari permasalahan yang ada. Peserta didik akan dilatih untuk berani menyampaikan pendapat dan berbagi ilmu dan pengetahuannya kepada peserta didik lain. Adanya aktivitas mengkomunikasikan yang dilaksanakan dalam pembelajaran dengan pendekatan ilmiah menyebabkan kemampuan mengkomunikasikan peserta didik semakin meningkat. Penelitian yang dilakukan Yuniastuti (2013) menunjukkan adanya peningkatan sikap proaktif peserta didik dalam pembelajaran. Peserta didik sudah mampu untuk berdiskusi dengan baik secara berkelompok maupun dalam kelas. Inkuiri terbimbing pada pembelajaran yang juga merupakan implementasi dari pendekatan ilmiah dapat memfasilitasi peserta didik untuk saling aktif mencari jawaban atas fenomena yang terjadi. Peserta didik yang telah terbiasa juga akan tampak semakin baik dalam pelaksanaan pembelajaran inkuiri yang dilakukan. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang dilakukan sebaiknya harus mempertimbangkan dengan baik mengenai aspek dalam ranah sikap yang akan digunakan. Indikator pencapaian yang akan digunakan untuk ranah sikap juga harus disesuaikan dengan kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik. Penggunaan kalimat dalam penulisan indikator harus jelas, sehingga akan membantu para observer dalam memberikan skor. c. Ranah Pengetahuan Peserta Didik Ketuntasan ranah pengetahuan setelah dilaksanakannya tes akhir siklus I secara klasiklal adalah 70%, dengan jumlah yang tuntas 26 peserta didik dan yang tidak tuntas 11 peserta didik. Rendahnya ketuntasan klasikal peserta didik karena peserta didik
8 kurang memahami konsep dan prinsip materi. Peserta didik kelas X MIA 4 cenderung masih menjadikan guru sebagai sumber belajar. Jika guru belum menjelaskan konsep atau prinsip tertentu maka peserta didik merasa belum memperoleh suatu materi/ konsep. Pada siklus I tingkatan dimensi pengetahuan yang paling mendominasi masih pada kategori mengingat dan memahami, namun kategori tersebut dapat menjadi dasar bagi pembelajaran selanjutnya. Pernyataan yang disebutkan sebelumnya sesuai dengan pendapat Anderson dan Krathwohl (2010), bahwa kemampuan mengingat penting sebagai bekal untuk belajar bermakna dan menyelesaikan masalah karena pengetahuan tersebut digunakan dalam tugas-tugas yang lebih kompleks. Tingkat dimensi pengetahuan memahami merupakan tingkat dimensi pengetahuan yang memerlukan dasar pengetahuan konseptual. Tingkat dimensi pengetahuan memahami mengindikasikan bahwa peserta didik telah mulai mampu menerima konsep-konsep yang menjadi tujuan pembelajaran yang direncanakan oleh guru. Pada akhir siklus II diperoleh ketuntasan klasikal 86% dengan jumlah yang tuntas 32 peserta didik dan peserta didik yang tidak tuntas 5 peserta didik. Peningkatan pada ranah pengetahuan dikarenakan peserta didik mulai terbiasa mengikuti langkah pembelajaran melalui pendekatan ilmiah serta mampu memecahkan masalah sendiri menggunakan berbagai sumber sehingga peserta didik lebih mudah memahami materi pembelajaran. Peningkatan pada ranah pengetahuan berdasarkan pada kemampuan peserta didik yang telah mampu mengerjakan soal pada tingkat dimensi pengetahuan mengaplikasi dan menganalisis. Peningkatan yang terjadi pada kemampuan mengerjakan soal pada tingkat dimensi pengetahuan menerapkan dan menganalisis sesuai dengan pendapat Anderson dan Krathwohl (2010) yang menyatakan bahwa proses dimensi pengetahuan mengaplikasi melibatkan penggunaan prosedur tertentu dalam mengerjakan soal dan berkaitan dengan pengetahuan prosedural. Penelitian yang dilakukan Natalina (2013) menyatakan pembelajaran dengan inkuiri terbimbing dapat meningkatkan ranah pengetahuan peserta didik. Peningkatan yang terjadi karena inkuiri terbimbing mendorong peserta didik secara aktif menggali pengetahuannya sendiri sehingga dapat menjadi pribadi yang aktif, mandiri, serta terampil dalam memecahkan masalah berdasarkan informasi dan pengetahuan yang mereka dapatkan. Inkuiri terbimbing memberikan peserta didik pengalaman yang nyata dan aktif sehingga peserta didik dapat mengaitkan konsep dasar yang sudah ada dengan konsep baru berdasarkan pemahamannya sendiri. Peserta didik menjadi memiliki pemahaman yang lebih terhadap konsep yang dipelajari melalui model inkuiri terbimbing. Pembelajaran inkuiri terbimbing pada umumnya menekankan pada pertanyaanpertanyaan dan ide-ide yang memotivasi peserta didik untuk ingin mempelajari lebih lanjut. Inkuiri terbimbing menciptakan cara untuk berbagi apa yang telah mereka pelajari dan membuat peserta didik berpikir lebih tinggi dan belajar dengan fokus pada setiap tahap proses penyelidikan. Peningkatan pada ranah pengetahuan dipengaruhi juga oleh suasana belajar yang menarik sehingga mendorong peserta didik memperoleh hasil belajar yang baik. Peserta didik mampu memahami konsep yang abstrak karena melihat dan mengamati benda atau fenomena secara langsung. Kompetensi yang diharapkan dalam penelitian ini adalah peserta didik mampu menggunakan prinsip klasifikasi terhadap berbagai hewan, sehingga penggunaan media harus disertai dengan lembar kerja peserta didik yang mencakup mengenai prosedur penggunaan prinsip klasifikasi. Peserta didik diha-rapkan akan lebih mampu memahami tujuan pembelajaran yang harus dicapai.
9 d. Ranah Keterampilan Peserta Didik Keterampilan proses sains menurut Rustaman (2005) adalah suatu keterampilan yang melibatkan keterampilan dimensi pengetahuan, manual, dan sosial. Keterampilan proses yang diukur dalam penelitian ini meliputi 6 aspek keterampilan sains yaitu melakukan pengamatan/mengobservasi, mengajukan pertanyaan, mengumpulkan dan mengolah data, mengklasifikasi, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan hasil. Peningkatan pada masing-masing indikator dalam keterampilan proses dijabarkan sebagai berikut. Indikator dari keterampilan melakukan observasi menurut Funk dalam Dimyati dan Mudjiono (2010) adalah menggunakan alat indera dan memperhatikan ciri khusus dari suatu objek. Pada siklus I persentase capaian keterampilan proses sains peserta didik sebesar 77% (B) yang meningkat menjadi sebesar 90% (BS) pada siklus II. Peningkatan pada keterampilan proses menunjukkan bahwa pembelajaran dengan keterampilan ilmiah dapat meningkatkan keterampilan peserta didik dalam melakukan pengamatan/observasi. Kegiatan dalam pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang memfasilitasi peserta didik untuk melakukan observasi adalah kegiatan mengamati. Pada kegiatan mengamati peserta didik diberikan media-media yang dapat memunculkan fenomena. Peningkatan keterampilan mengobservasi pada peserta didik dikarenakan media yang diberikan berupa objek nyata maupun audiovisual yang bersifat kontekstual. Media yang diberikan pada peserta didik akan membuat peserta didik aktif dalam melakukan pengamatan. Penelitian yang dilakukan Natalina (2013) menunjukkan adanya peningkatan pada kegiatan pengamatan, hal tersebut dikarenakan pembelajaran inkuiri terbimbing yang dilakukan mendorong peserta didik secara aktif menggali pengetahuannya sendiri sehingga menjadi aktif, mandiri, serta terampil dalam melakukan pengamatan. Inkuiri terbimbing memberikan pengalaman yang nyata dan aktif dengan media real sehingga peserta didik mampu mengaitkan konsep dasar yang dimilikinya dengan konsep baru berdasarkan pemahamannya. Keterampilan proses kedua adalah mengajukan pertanyaan yang pada siklus I sebesar 74% (B) dan meningkat rata-ratanya pada siklus II menjadi 89% (BS). Peningkatan keterampilan peserta didik dalam mengajukan pertanyaan sebesar 15%. Peningkatan yang ada pada keterampilan mengajukan pertanyaan dikarenakan fenomena yang disajikan oleh peneliti pada kegiatan mengamati lebih kongkrit dan nyata yaitu bendabenda atau kejadian yang terjadi disekitar peserta didik dijadikan bahan pengamatan. Peserta didik yang antusias mengamati tentu akan benar-benar mengobservasi dan memunculkan beberapa masalah yang ingin diketahuinya. Penelitian yang dilakukan Yokhebed dkk (2012) menyatakan bahwa masalah yang diberikan dapat menimbulkan banyak solusi atau cara pemecahan masalah sehingga menimbulkan pertanyaanpertanyaan bagi peserta didik. Masalah yang tidak terstruktur akan menstimulasi peserta didik untuk mengajukan pertanyaan yang memetakan kegiatan mereka dan mengarah pada penyelidikan (kegiatan mencoba). Peserta didik didorong untuk mencari cara pemecahan masalah melalui berbagai sumber belajar dan proses ini mendorong peserta didik untuk lebih mandiri dalam belajar. Keterampilan proses sains ketiga adalah mengumpulkan dan mengolah data, dalam kegiatan ini peserta didik melakukan pengamatan pada media dengan menggunakan sumber belajar. Pada siklus I rata-rata persentase 79.73% (B) meningkat rataratanya pada siklus II menjadi 93.41% (BS). Kegiatan dalam pendekatan ilmiah yang memfasilitasi peserta didik untuk mampu mengumpulkan dan mengolah data berdasarkan pertanyaan yang telah diutarakan adalah kegiatan mencoba. Peserta didik akan
10 berusaha mendapatkan jawaban dari proses berpikir yang dialami sendiri. Penggunaan media dalam pembelajaran membuat peserta didik merasa lebih tertantang dalam melakukan pengumpulan data karena rasa ingin tahu peserta didik yang tinggi. Pembimbingan peserta didik oleh peneliti dalam mengumpulkan dan mengolah data melalui berbagai pertanyaan umpan untuk mendorong peserta didik berpikir bagaimana cara memperoleh dan mengolah data hasil praktikum yang benar untuk dianalisis. Penelitian yang dilakukan Natalina (2013) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing memberi stimulus kepada peserta didik dengan menyajikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan fenomena yang terjadi di kehidupan nyata. Fenomena yang kontekstual membuat peserta didik akan lebih aktif dan bersemangat dalam mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukannya guna mengetahui fenomena atau memecahkan masalah yang ada. Pembelajaran dengan inkuiri yang merupakan implementasi pendekatan ilmiah mendorong peserta didik berperan aktif, kreatif, dan berpikir kritis terhadap proses pengamatan sehingga pembelajaran lebih bermakna. Keterampilan proses keempat adalah mengklasifikasi. Pada siklus I diperoleh capaian persentase mengklasifikasi sebesar 77,53% (B) dan meningkat rata-ratanya pada siklus II menjadi 91,90% (BS). Peningkatan keterampilan peserta didik dalam mengklasifikasi sebesar 14.36%. Peningkatan pada keterampilan mengklasifikasi dikarenakan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah mampu memfasilitasi peserta didik untuk mencari persamaan maupun perbedaan pada bahan amatan dengan adanya kegiatan mengamati, mencoba, dan menalar. Pada kegiatan menalar peserta didik yang telah memperoleh ciri dan struktur dari kegiatan mencoba harus melakukan analisis dan klasifikasi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Peserta didik juga harus mampu mencari kesamaan, membandingkan, dan pada akhirnya mencari dasar penggolongan sehingga sesuai dengan kompetensi dasar yang ada. Materi yang digunakan dalam pembelajaran juga mendukung peserta didik untuk dapat melatih keterampilan mengklasifikasinya. Penelitian Sayekti (2012) menyatakan bahwa dengan menggunakan inkuiri terbimbing yang menggunakan metode eksperimen memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan kebenaran dari teori yang sedang dipelajari. Inkuiri memberikan kesempatan mengalami dan melakukan sendiri, megikuti proses, mengamati atau melaksanakan sendiri, mengikuti proses, menganalisis, membuktikan sendiri, serta menarik sendiri kesimpulan terkait media dan konsep yang dipelajari. Zubaidah, dkk (2013) menyatakan bahwa menyimpulkan adalah suatu proses memutuskan keadaan suatu objek untuk menjelaskan suatu peristiwa yang diamati berdasarkan fakta, konsep, dan prinsip yang sudah diketahui. Hasil yang dipaparkan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran melalui pendekatan ilmiah dapat meningkatkan keterampilan proses menyimpulkan. Rata-rata persentase keterampilan menyimpulkan pada siklus I sebesar 75% (B) dan meningkat pada siklus II menjadi sebesar 91,55% (BS). Peningkatan pada keterampilan menyimpulkan adalah sebesar 16,55%. Peningkatan pada keterampilan menyimpulkan dikarenakan peserta didik difasilitasi untuk mengembangkan pemikirannya sesuai dengan aktifitas dan pengalamannya selama pembelajaran. Pembelajaran dengan pendekatan ilmiah juga memberikan kesempatan peserta didik untuk mampu mencari dan menemukan masalah serta menyelesaikan permasalahan sendiri. Penelitian yang dilakukan Ambarsari dkk (2013) menyatakan bahwa dengan menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing yang merupakan pendekatan ilmiah
11 dapat meningkatkan keterampilan menyimpulkan pada peserta didik. Kegiatan pembelajaran inkuiri terbimbing membuat peserta didik akan melakukan secara langsung kegiatan dalam proses belajar yang memungkinkan pengalaman belajar yang diperoleh bersifat lebih baik dan tersimpan dalam memori dalam jangka waktu yang lama. Peserta didik akan mampu membentuk konsep-konsep ilmiah dan membuat kesimpulan yang berdasarkan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan. Keterampilan proses sains keenam adalah mengkomunikasikan hasil yang pada siklus I persentasenya sebesar 78% (B) meningkat rata-ratanya pada siklus II menjadi 90% (BS). Peningkatan keterampilan peserta didik dalam mengkomunikasikan dikarenakan dalam pembelajaran melalui pendekatan ilmiah peserta didik dituntut untuk mampu mengolah dan menampilkan hasil yang diperoleh secara lisan maupun tertulis. Pada kegiatan mengkomunikasikan peserta didik melakukan penyampaian hasil berdasarkan proses pemecahan masalah yang telah dilakukan. Peserta didik diberikan kesempatan untuk berdiskusi, memberi masukan, dan mengkritisi hasil yang diperoleh kelompok lain. Keterampilan melaporkan hasil temuan praktikum maupun diskusi secara lisan peserta didik kelas X MIA 4 SMAN 3 Malang juga meningkat. Pemberian penghargaan baik berupa isyarat, ucapan, dan poin dapat memacu peserta didik lebih aktif bertanya dan berpendapat bahkan peserta didik berlomba-lomba mengajukan pertanyaan saat presentasi dan diskusi. Penelitian yang dilakukan Yokhebed dkk (2013) menyatakan kegiatan presentasi atau mengkomunikasikan hasil akan melatih keterampilan berpikir kritis, analitis, dan komunikatif terhadap pemecahan suatu masalah. Keterampilan berpikir yang muncul pada saat proses pembelajaran merupakan salah satu ciri keterampilan berpikir tingkat tinggi. Penelitian oleh Yokhebed dkk juga mengungkapkan pendapat Holbrook dan Rannikmae yang menyatakan salah satu ciri berpikir tingkat tiggi adalah mampu menempatkan, mengumpulkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mengelola sumber informasi guna memecahkan, membuat keputusan, dan mengambil tindakan. Berdasarkan penjabaran aspek-aspek dalam penerapan pembelajaran dengan pendekatan ilmiah dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tersebut dapat meningkatkan keterampilan proses peserta didik. Penelitian yang dilakukan Ambarsari dkk (2013) mengenai penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains dasar pada pembelajaran biologi, menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan antara kelas yang konvensional dengan kelas eksperimen terhadap keterampilan proses peserta didik. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah dapat memfasilitasi peserta didik untuk memiliki keterampilan proses yang baik. Perbaikan yang perlu dilakukan yaitu penggunaan indikator yang ada pada aspek keterampilan proses, karena kalimat dalam indikator hampir sama dengan yang digunakan pada ranah sikap. Kalimat yang digunakan pada indikator harus jelas agar memudahkan observer dalam mengumpulkan data yang diperlukan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Penerapan pembelajaran melalui pendekatan ilmiah dapat meningkatkan sikap sosial peserta didik. Persentase sikap peserta didik pada siklus I sebesar 71.5% meningkat menjadi 86.9% pada siklus II. 2. Penerapan pembelajaran melalui pendekatan ilmiah dapat meningkatkan ranah pengetahuan peserta didik. Persentase ranah pengetahuan peserta didik pada siklus I sebesar 70% meningkat sebesar 16.5% sehingga menjadi 86.5% pada siklus II.
12 3. Penerapan pembelajaran melalui pendekatan ilmiah dapat meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik. Keterampilan proses sains peserta didik pada siklus I sebesar 77% meningkat menjadi 90% pada siklus II. SARAN Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan sebagai berikut. 1. Pada awal pembelajaran guru sebaiknya memberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan ilmiah agar peserta didik dapat lebih siap dalam menerima pembelajaran. 2. Peneliti harus mempertimbangkan dengan baik mengenai aspek dalam ranah sikap yang akan digunakan dalam penelitian. Kalimat yang digunakan dalam menuliskan indikator harus jelas agar tidak membingungkan para observer. 3. Dalam penggunaan media harus disertai dengan lembar kerja peserta didik yang mencakup mengenai prosedur penggunaan prinsip klasifikasi agar dapat mencapai indikator kompetensi yang diharapkan. 4. Indikator yang digunakan pada ranah keterampilan proses harus jelas ntuk memudahkan observer dalam memberikan penilaian. DAFTAR RUJUKAN Agustanti, T.H. 2012. Implementasi Metode Inquiry Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia JPII (1) 2012 : hlm 16-20, (Online), dalam journal.unes.ac.id (http%3A%2F%2Fjournal.unnes.ac.id%2Fnju%2Findex.php%2Fjpii%2Fartic le%2Fdownload%2F2007%2F2121), diakses tanggal 16 Juli 2014 Ambarsari, W., Santosa S., dan Maridi. 2013. Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Keterampilan Proses Sains Dasar Pada Pelajaran Biologi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Surakarta. Jurnal Pendidikan Biologi Volume 5 Nomor 1: hlm 81-95, (Online), dalam eprints.uns.ac.id (http://eprints.uns.ac.id/14409/1/1441-3199-1-SM.pdf), diakses tanggal 16 Juli 2014 Anderson, L. W. dan Krathwohl, D. R. 2010. Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Annur, U. D., Wartono, dan Mudjihartono. 2013. Upaya Peningkatan Keterampilan Proses Sains dan Prestasi Belajar Siswa SMPN 21 Malang Melalui Implementasi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada Materi Kalor. (Online), (http%3A%2F%2Ffisika.um.ac.id%2Fdownload%2Fartikelskripsi%2Fdoc_d ownload%2F303artikelskripsiulyadewi.html&ei=BLTHU8Jcyoy4BOrzgnA& usg=AFQjCNGGZdD_84L6hdA7mVSvQKfTwsFdnA), diakses tanggal 16 Juli 2014 Atsnan, M.F dan Gazali R.Y. 2013. Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Matematika SMP Kelas VII Materi Bilangan (Pecahan). Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, Yogyakarta, 9 November 2013. Dalam staff.uny.ac.id, (Online) (http%3A%2F%2Fstaff.uny.ac.id%2Fsites%2Fdefault%2Ffiles%2Fpendidika n%2FSulistyani%2C%2520M.Si%2FMetode%2C%2520Sikap%2C%2520Pr oses%2C%2520Implikasi%2520Ilmiah.pdf), diakses tanggal 30 Juni 2014 Dimyati dan Mudjiono. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
13 Fauziah, R., Abdullah, A. G., dan Hakim, D.L. 2013. Pembelajaran Saintifik Elektronika Dasar Berorientasi Pembelajaran Berbasis Masalah (Jurnal INVOTEC, Volume IX, No.2, Agustus 2013 : 165-178), (Online), (http%3A%2F%2Fjurnal.upi.edu%2Ffile%2F06._Resti_Fauziah_165178pdf_.pdf), diakses 14 Juli 2014 Ginintasasi, S. 2012. Sikap. (Online), (http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-2-01057PS%20Bab2001.pdf), diakses tanggal 20 Maret 2014 Mendikbud. 2013.Pendekatan Saintifik dalam Kurikulum 2013, (online) (http://www.academia.edu), diakses tanggal 26 Desember 2013 Natalina M., Mahadi I., dan Suzane A. C. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI IPA 5 SMAN 5 Pekanbaru Tahun Ajaran 2011/2012. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, hlm: 83-91, (Online), dalam jurnal.fmipa.unila.ac.id (http%3A%2F%2Fjurnal.fmipa.unila.ac.id%2Findex.php%2Fsemirata%2Fartic le%2Fdownload%2F591%2F411&ei=_T7IU_DnI86UuATSpoHoAw&usg=A FQjCNE2KB4whw1P9NSrmwvo3TqycyAHSg), diakses tanggal 16 Juli 2014 Rustaman, N. Y, dkk. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. JICA-IMSTEP FMIPA UM: Malang Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidik-an. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sayekti, I. C., Sarwanto, Suparmi. 2012. Pembelajaran IPA Menggunakan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Melalui Metode Eksperimen dan Demontrasi Ditinjau dari Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah Siswa Jurnal Inkuiri ISSN 22527893 Vol. 1 No.2: hlm.142-153), (Online), dalam eprints.uns.ac.id (http://eprints.uns.ac.id/1578/1/130-234-1-SM.pdf), diakses tanggal 15 Juli 2014 Yokhebed, Sudarisman S., dan Sunarno W. 2012. Pembelajaran Biologi Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Keterampilan Proses Sains untuk Meingkatkan Motivasi Belajar dan Hasil Belajar. Jurnal Inkuiri ISSN 2252-7893 Vol. 1 No. 3: hlm. 183-194, (Online), dalam eprints.uns.ac.id (http://eprints.uns.ac.id/1586/1/146-264-1-SM.pdf), diakses tanggal 16 Juli 2014 Yuniastuti, E. 2013. Peningkatan Keterampilan Proses, Motivasi, dan Hasil Belajar Biologi dengan Strategi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Siswa Kelas VII SMP Kartika V-I Balikpapan. Jurnal Penelitian Pendidikan Vo.14 No.1: hlm. 78-86, (Online), dalam jurnal UPI (http://jurnal.upi.edu/file/Euis_Yuniastuti.pdf), diakses tanggal 16 Juli 2014 Zubaidah, S., Yuliati, L., & Mahanal, S. 2013. Model dan Metode Pembelajaran SMP IPA. Malang: UM Press.