REZA NUFA
IKRO Demi bangsa Dalam peluk sahabat Jiwa
AlIslam
IKRO Oleh: Reza Nufa Copyright © 2010 by Reza Nurul Fajri
Penerbit: AlIslam
Desain sampul: Reza Nufa
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
2
Ucapan Terima Kasih Terima kasih tak terhingga kepada Allah Yang Maha Sempurna. Beriring salam kepada semesta alam, aku ucap pula terima kasih kepada semua manusia yang telah menjadi sahabatku, yang memberikan serpihan wajah dunia yang indah. Terima kasih beriring rasa cinta kepada kedua orang tuaku, yang memberi pengajaran tanpa kekerasan, yang memberiku kasih sayang tanpa keluhan. Buku ini tercipta dengan kehadiran kalian semua, semoga bermanfaat pula untuk semua, terutama untuk yang di ujung sana.
3
4
Daftar Isi Bab 1: Asep dan Nek Minah
7
Bab 2: Pelajaran dari lingkungan
20
Bab 3: Mendapati kelembutan hati
44
Bab 4: Ditakuti bukan dihormati
68
Bab 5: Membaca alam
74
Bab 6: Bola kasti
91
Bab 7: Pohon cabe dan pisang
99
Bab 8: Belajar bersama
105
Bab 9: Hari kelulusan
119
Bab 10: Kota Jakarta
127
Bab 11: Keluarga Jalal
143
Bab 12: Masa Orientasi Siswa
147
Bab 13: Lingkungan Sekolah
156
Bab 14: Kesempatan pulang
170
Bab 15: Si Ikat kepala putih dan si tokek
186
Bab 16: Mulai menulis
199
Bab 17: Sang anak jalanan
205 5
Bab 18: Penolakan yang manis
210
Bab 19: Wanita yang ronda?
225
Bab 20: Islam berbeda-beda
234
Bab 21: Jimat dan pemerintah
240
Bab 22: Semangat mahasiswa
247
Bab 23: Catatan-catatan
261
Bab 24: Malam renungan, siang perpisahan 271 Bab 25: Ayah, aku dan anakku
290
Bab 26: 3 hari pertama
310
Bab 27: Hidup baru
316
Bab 28: Aminah yang mulia
319
Bab 29: Yang terlewatkan
326
Bab 30: Keputusan
340
Bab 31: Perhentian terakhir
353
Bab 32: IKRO lembaran akhir
360
Bab 33: Nasib IKRO
397
Bab 34: Lidah Sang Pena
397
6
Bab 1 Asep dan Nek Minah Pada suatu sore, di sebuah pedesaan di kota bandung, turun hujan yang sangat deras. Seorang anak laki-laki berlari sekuat tenaga mencoba menghindari air hujan. Kala itu jalanan sangat sepi dan petir seakan melepas kemarahan pada bumi. Kaki bocah itu terlalu pendek untuk melawan serbuan air yang menghujam cepat. Secepat apapun dia berlari pada akhirnya dia disergap oleh hujan, membuatnya basah dan kedinginan. Ada rasa takut menggerayangi pikirannya. Sore itu begitu sepi. Dalam ketakutannya itu dia menerobos air hujan, tak menghiraukan jalanan yang licin dan berlubang. langkah kaki yang kecil memikul ketakutan yang besar, tubuh yang sudah lemah dan kedinginan itu ingin cepat sampai rumah. Pada akhirnya, langkah kakinya terhenti di depan pintu sebuah rumah. meski bajunya kini menjadi basah, dan tubuhnya yang kecil bergetar didekap dingin, yang terpenting baginya adalah wujud ketakutan sudah tertinggal jauh dari punggungnya. “tok tok tok.” Anak itu mengetuk pintu rumah. “assalamu ‘alaikum nek.” Salam yang keluar dari tubuhnya yang kedinginan. “nek, cepat buka pintunya nek, dingin!” suaranya bertambah keras. Terlihat 7
wajahnya mulai pucat dan kedinginan. Dia membuka bajunya di depan pintu, memeras baju tersebut agar tidak terlalu basah ketika masuk rumah. “Wa ‘alaikum salam.” Balas seseorang di dalam rumah. Orang ini hendak membukakan pintu untuk si anak kecil. Dia melangkahkan kakinya begitu perlahan, meraba bilik rumahnya sambil mencari-cari letak kunci yang tadi dia simpan. Tak lama kemudian pintu rumah itu dibuka oleh seorang perempuan. tubuhnya membungkuk seakan memikul bebatuan, rambutnya abu-abu dan sudah tidak menyisakan kemilau. wanita tua itu bernama minah, umurnya 63 tahun. Dia tinggal di sebuah rumah kecil di perkampungan yang jauh dari kota. hidup berdua dengan seorang cucu yang sudah dianggap sebagai anaknya sendiri. Seraya membukakan pintu, kata-kata lembut pun keluar dari mulut nek minah “aduh nak, kenapa kamu tidak berteduh dulu. sampai basah dan kedinginan seperti ini. aduh... ya sudah cepat mandi, kepalanya dibasuh. Ada air panas di teko. pakai air hangat untuk mandi, setelah itu jangan lupa shalat ashar.” “iya nek.” jawab anak tersebut dengan singkat. Dia bergegas mengambil teko yang berisi air panas. Mencampurnya dengan seember air dingin yang ada di kamar mandi. Setelah itu dia membersihkan seluruh tubuhnya. 8
Diluar hujan begitu deras, nek minah melanjutkan pekerjaannya menambal baju yang sobek. Namun, ketika sekali lagi dia menengok keluar jendela, seketika dia langsung beranjak dari tempat duduknya dan bergegas menuju belakang rumah. “astaghfirullah..” gumam nek minah. dia lupa bahwa siang tadi dia menjemur pakaian, dia bangkit dari duduknya dan pergi ke belakang rumah mengangkat pakaiannya. Namun, apalah daya, nek minah sudah semakin lambat dan pelupa. pakaian itu kini kembali basah. begitu pula pakaian yang menempel di tubuhnya, kini turut basah. “Alhamdulillah, pakaian ini tidak terbawa angin.” ucap nek minah. Masih ada rasa syukur dalam hatinya. Nek minah kembali merentangkan pakaianpakaian basah itu di dalam rumah. ada sebatang bambu kering yang panjang, di atas tungku yang baranya masih menyala merah, di bambu itu juga ada beberapa tongkol buah jagung yang digantung dan cangkangnya terlihat sudah sangat kering. Nek minah mengganti pakaian basah yang menempel ditubuhnya dengan kaus kumal yang sudah pudar warnanya. dan mengbulung kain sarung yang sudah kusut di pinggangnya. Lalu dia kembali ke ranjangnya, melanjutkan pekerjaan yang sempat terhenti.
9
Tak lama berselang, si anak keluar dari kamarnya, dengan sarung hitam dan baju koko putih. langkah demi langkah perlahan dia mendekati nek minah, berhati-hati menghindari tetesan air yang jatuh dari atap. Begitu dingin udara sore itu, hingga dia merapatkan dan menggosokkan kedua tangannya di depan dada. Anak itu duduk dekat nek minah. “sedang apa nek?” tanya anak tersebut membuka percakapan dengan neneknya. “nenek sedang menambal baju yang robek.” Jawab nek minah. Anak itu memperhatikan baju yang sedang dirajut oleh nek minah. Lalu dia sadar bawha baju itu adalah bajunya. “itu kan bajuku nek, biar aku saja yang lanjutkan!” Pinta anak itu. dia merasa berkewajiban untuk memperbaikinya sendiri, meski sebenarnya dia belum bisa merajut. Nek minah menatap anak tersebut. “tidak usah. kamu perhatikan saja nenek ya..” ucap nek minah, penolakan lembut keluar dari hatinya yang penuh kasih sayang. Disaat percakapan itu berlangsung, nek minah menyadari ada tetesan air di dalam rumahnya. musim penghujan yang tiba setelah sekian lama kemarau, mengingatkannya bahwa rumah yang ia tinggali kini sudah rusak. Genteng rumahnya sudah berlubang dan 10
meneteskan air, lantai semennya retak hingga bercampur dengan tanah yang basah, dan lagi angin yang kencang memperjelas bunyi engsel yang berkarat. “hhh, kenapa tidak boleh nek? padahal aku ingin membantu.” Ucap anak tersebut dengan suara yang terdengar sangat kecewa. “oooh, jadi cucu nenek ingin membantu.. Nak, kamu lihat tetesan air itu kan? Taruhlah ember atau baskom dibawahnya, supaya air itu tidak mebanjiri seisi rumah.” Jawab nek minah. Dia memberi tugas baru, berusaha untuk tidak mengecewakan anak tersebut. Baru saja anak itu akan pergi mengambil ember, nek minah sudah melanjutkan kata-katanya. Dia menghentikan langkah kaki sang anak, dan membuatnya kembali menoleh. “sekalian kamu lihat keatas, kamu ingat-ingat dimana letak genteng yang bocor. besok kamu ke rumah mang udin, minta bantuannya mengganti genteng itu dengan yang baru. Bisa tidak nak?” pinta nek minah. “bisa nek, insyaallah..” Jawab anak itu dengan nada datar. Anak itu masih ingin membantu neneknya menjahit baju dengan tangannya sendiri. ada keinginan yang besar dalam dirinya, keinginan untuk tidak merepotkan neneknya yang sudah tua. Anak itu kemudian pergi ke dapur untuk mengambil ember dan baskom, diletakkannya ember 11
tersebut untuk menadah air yang jatuh dari atap. “tokk tokk tokk” terdengar suara air yang jatuh ke dalam ember yang kosong. Dia letakkan juga baskom kaleng yang dia dapat dari dapur, “trong trong trong” suara lantang yang keluar ketika air jatuh ke dalam baskom. 2 ember dan 2 baskom menadah air yang turun dari atap, menimbulkan suara yang beraneka ragam, seperti nada-nada dari alat musik sungguhan. Mereka berdua lalu terdiam, tenggelam dalam lantunan suara hujan, bersama dentak tetesan air dan kodok-kodok yang bersahutan dalam nyanyian alam. Suara-suara itu memberikan ketenangan pada diri sang anak. di saat yang sama memberi kegelisahan pada diri sang nenek yang hawatir rumahnya diterpa angin dan hujan. Anak itu masih memperhatikan nek minah, lalu tiba-tiba nek minah memberinya nasihat. “nak, kadang kala, niat baik dan kemauan tidak cukup untuk membuahkan kebaikan. kamu harus punya kemampuan untuk berbuat. nenek melarang kamu menyulam, karena untuk saat ini benang ini sangat pendek, tidak cukup untuk sebuah kesalahan. dan jarum ini masih terlalu tajam untuk tangan kecilmu yang nenek sayangi. Suatu saat nanti kamu pasti menyulam bajumu sendiri, untuk sekarang kamu cukup perhatikan saja ya.” Dari wajahnya anak itu terlihat sangat kecewa. Dia menundukkan pandangannya, lalu berkata “iya nek, besok-besok jika ada baju yang robek lagi nenek 12
harus mengajariku menyulam.” Dia berusaha menerima dan memahami kata-kata neneknya. “besok-besok kamu akan nenek ajari memasukan benang kedalam jarum.” Tegas nek minah. “hhh..” gumam anak itu. Nama anak ini adalah asep. Dia tumbuh tanpa kedua orang tuanya. Dia sangat beruntung dengan keberadaan sang nenek, sehingga dia tetap menjadi seorang anak yang cerdas. Namun, tidak adanya sosok ayah dan ibu sering kali membuatnya minder dalam pergaulan. Asep berumur 14 tahun, dia baru saja naik ke kelas 3 SMP. Asep termasuk anak berprestasi, bahkan dari kelas satu SD hingga sekarang dia tidak pernah lepas dari ranking tiga besar. Sambil mentautkan kain dan benang, nek minah bertanya kepada asep. “kamu tadi belajar apa di sekolah? Terus sepulang sekolah kemana dulu? Jam segini kok baru pulang.” “tadi belajar bahasa indonesia nek. sepulang sekolah tadi kan aku pulang ke rumah, tapi nenek ga ada, terus aku main ke rumah imam. aku keasikan main, terus waktu pulangnya aku kena hujan. Gitu nek..” terang asep kepada nek minah. Nek minah tersenyum menyimak cerita cucunya. Dia bahagia memiliki seorang cucu yang sangat 13
bersemangat dalam belajar, senang membaca dan bertanya. Nek minah lalu bertanya kepada asep “pelajarannya ada yang sulit tidak nak? nanti nenek bantu.” Seraya memandang asep dan menghentikan sejenak gerakan tangannya yang sedang merajut. Asep menjawab sambil menatap nek minah. “ga ada nek, asep sudah bisa semua.” terdengar rasa percaya diri yang besar dari ucapannya. “bagus kalau begitu, terus belajar ya, jangan terlalu banyak main. Memang kamu tadi main apa di rumah imam? kok sampai lupa waktu.” Tanya nek minah seraya kembali melanjutkan pekerjaannya. “itu loh nek, liatin semut berantem. Seru banget, semutnya itu hebat-hebat. Tapi sebenarnya aku kasihan juga sih.” Jawab asep. “sengaja kamu adu ya semutnya?” tanya nek minah dengan lembut. “si imam yang ngaduin semut nek, aku cuma lihat aja.” Terang asep. Asep lalu menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang, kemudian duduk bersila menghadap nek minah. “Tapi, tadi aku heran nek, kok semut itu mau ya berantem sama temennya sendiri? Padahal yang satu itu Cuma dicopot antenanya itu, eh langsung gigit-gigitan.” sambung asep.
14
“ooh imam.” Nek minah terdiam cukup lama, lalu melanjutkan perkataannya. “itulah binatang nak, mereka tidak punya akal. Gara-gara semut yang satu itu tidak ada antenanya jadi dianggap berbeda oleh semut yang lain, padahal dia itu masih temannya. mereka tidak punya akal yang tinggi untuk berpikir, makanya mereka jadi bermusuhan. Kamu tidak boleh ngadu semut lagi ya nak, kasihan semutnya!” Tegas nek minah. “iya nek. aku ga ngadu semut lagi..” asep terdiam sesaat kemudian berkata “nah manusia kan punya akal, tapi kenapa masih ada yang bermusuhan nek? tetangga kita itu sering berantem nek.” “hus..!” nenek memandang asep dengan tatapan yang tegas. “ga boleh ngomongin orang lain!” “iya nek. maaf, aku lupa.” Jawab asep. “begini nak, manusia juga punya hawa nafsu seperti binatang. akal juga jika salah digunakan maka akan membuat perbedaan semakin banyak. Kita akan menjadi lebih tidak berakal dari binatang jika kita menjadikan hawa nafsu berada diatas akal. maka dari itu Allah juga melengkapi manusia dengan perasaan. Perasaan itu bisa berguna untuk mengendalikan akal agar tidak dikuasai hawa nafsu, agar tidak mudah berantem seperti semut. Paham nak?” terang nek minah, sementara itu asep terus memperhatikan.
15
“berarti yang paling penting itu perasaan ya nek? berarti manusia yang sering berantem itu tidak punya perasaan ya nek?” tanya asep. Dia terlihat sangat serius menanti jawaban dari neneknya. Nek minah kembali melanjutkan pekerjaan menjahitnya yang sempat terhenti tanpa dia sadari, kemudian menjawab pertanyaan asep. “mereka punya perasaan, tapi tidak digunakan. Perasaan itu ada di hatimu, Gunakan hatimu, rasakanlah keberadaan lingkunganmu. gunakan juga akalmu, itu baru namanya manusia sejati.” Dengan lembut nek minah menasehati cucunya. “nek, yang aku tahu, hati itu tempatnya darah nek, bukan perasaan. Aku kadang bingung yang disebut perasaan itu ada dimana.” Asep menyangkal pendapat nek minah yang menurutnya salah, tidak sama dengan yang dia ketahui selama ini. Nek minah kembali menghentikan pekerjaannya, dia menatap asep. “dalam tubuhmu itu ada jiwa, perasaan itu bersumber dari jiwa itu. Jiwa itulah yang membuat hatimu bisa menyadari baik dan buruk, jadi tetap ada hubungannya dengan hati yang kamu sebut tadi, hati itu adalah rumahnya perasaan. Nah, itu juga sebabnya Allah memerintahkan kita memakan segala sesuatu yang baik, agar hati kita tetap dalam keadaan baik, dan darah yang mengalir dalam tubuh kita juga darah yang baik.” Terang nek minah.
16
Asep mulai memahami perkataan neneknya. “oooh begitu. Nenek memang hebat, tiap kali aku bertanya pasti nenek tahu jawabannya.” Ucap asep seraya tersenyum kepada nek minah. “nenek hebat karena nenek ingin kamu jadi manusia yang lebih hebat. berguna untuk lingkungan, pintar, sabar. Bukan manusia yang mudah berkelahi seperti semut.” Ucap nek minah. “oiya nek. aku kan tadi nanya ke bu guru dimana ibu. Dia malahan nasehatin aku supaya terus belajar. bu guru itu juga sudah banyak belajar kan nek? nenek juga sudah pintar. tapi kenapa sampai sekarang nenek ga mau cerita dimana ibuku?” tanya asep. Wajahnya terlihat lebih serius dibanding sebelumnya. “nenek kan sudah janji, nanti nenek akan cerita kalau kamu sudah beres belajar. Sabarlah nak.” Jawab nenek dengan suara yang pelan. “itu sih masih lama nek. berapa tahun lagi buat nunggu? sekarang kan aku udah besar nek. nenek gampang bicara seperti itu karena nenek ga tahu gimana rasanya diledekin temen-temen! Aku sedih nek! di kelas itu kadang mereka bisik-bisikan ngomongin aku. Terus kalau lagi main juga mereka sering manggil aku dengan sebutan “pungut”, aku tahu maksud mereka itu ngeledek. Kenapa yang aku tahu cuma nama ibu dan ayahku! tapi aku ga tahu mereka dimana?” asep berkata dengan cepat dan penuh luapan emosi. Selama ini dia sangat ingin tahu 17
di mana kedua orang tuanya, namun tidak pernah ada satu orang pun yang menjawab keingintahuannya itu. “sabar nak! Kamu memang sudah besar, karena itu harusnya kamu lebih sabar lagi! Nenek janji cerita ke kamu, tapi bukan sekarang. Kamu selesaikan dulu sekolahmu, nenek pasti cerita. Orang tuamu itu orang yang baik. biarkan saja ucapan teman-temanmu itu, jangan dihiraukan.” Nek minah berkata kepada asep dengan lemah lembut. Dia berharap agar anak itu kembali tenang. “susah nek! aku sendirian sedangkan mereka banyak. aku ga bisa tahan ngedenger kata-kata mereka. Ah nenek ga ngerti sih!” asep berkata dengan suara yang semakin pelan dan wajahnya menyampaikan pesan kekecewaan. Mereka terdiam cukup lama. Asep terlihat menyandarkan punggungnya ke besi tiang kelambu yang ada di samping ranjang nenek. Sedang nenek terus menyibukkan diri dengan jarumnya, meski dalam hatinya juga ada gejolak yang tak bisa dia katakan. “sini, mendekat ke nenek!” Nek minah menarik tangan asep. Lalu mengenggam kedua telinga asep dengan kedua tangannya. “Telingamu ini ada dua.” Ucap nek minah, lalu dia menatap kedua mata asep dengan dalam. “dan diantara keduanya ada otak, kamu tahu kenapa?” tanya nek minah. 18
“aku ga tahu..”asep menjawab dengan suara pelan. “dengarkan nenek baik-baik. Allah itu Maha Penyayang. biarkan kata-kata orang lain itu masuk lewat satu sisi telingamu, saring kata-kata itu di dalam otak, simpanlah kata-kata yang baik dan buanglah perkataan yang buruk lewat sisi yang lain. Tidak usah kamu simpan kata-kata yang buruk itu dalam pikiranmu. Kamu coba sekarang, nenek yang perhatikan.” Jelas nek minah kepada asep. “hhhh.. aku selalu ga bisa maksa nenek. Tapi nenek jangan bohong, setelah aku selesai sekolah, nenek harus cerita.” Ucap asep. “iya nenek janji. Sekarang kamu buang jauh-jauh ucapan teman-temanmu yang tidak baik.” Nek minah melepaskan genggaman tangannya dari telinga asep, menggerakkannya ke wajah asep, kemudian turun menuju pundak asep. Dia mengenggam pundak asep dengan erat. “ya udah ah nek, aku juga bukan anak kecil lagi.” Asep kembali menjauh dari neneknya. Dia tidak mau lagi terlihat seperti anak kecil. Meskipun di umur yang hampir 15 tahun ini tubuhnya memang masih terlihat kecil dan kurus. “bukan anak kecil kok nangis. itu tuh mata kamu ada air matanya.” nek minah menggoda asep. dia menatap mata asep. Terlihat mata asep sudah sangat berlinang air mata. Hanya saja asep punya sifat 19
seorang lelaki yang sama sekali tidak ingin terlihat menangis. “yeee, mana air matanya? yang nenek lihat tuh air hujan yang netes dari atap.” jawab asep. Dia mengusap wajahnya. Ada sedikit senyum tercitra dari wajah mudanya. Sore itu hanya berdiam diri hingga malam. Hujan memenjarakan semangat mereka, bersama derai hujan itu ada kelelahan yang memeluk erat kedua raga dari dua masa berbeda. Hujan deras berlangsung untuk lama, bahkan belum berhenti hingga nek minah dan cucunya tertidur lelap.
Bab 2 Pelajaran dari lingkungan Keesokan harinya asep berangkat sekolah. Di hari jum’at ini dia akan belajar tentang agama. Pagi ini asep datang paling awal, dia kebagian piket kelas. Asep melihat lantai kelas dalam keadaan becek sisasisa hujan kemarin. Tanpa tunggu lama dia langsung bergegas mengepel lantai. Diambilnya seember air dari sumur timba di samping sekolah. Celap-celup kain pel yang bentuknya sudah menggulung seperti rambut gembel. dorong ke timur dan barat, menjangkau sudut-sudut ruang kelas, dengan gesit 20
tubuhnya yang kecil mengepel lantai. akhirnya lantai itu kembali bersih.
hingga
belum lama asep duduk mengistirahatkan tubuhnya di dekat pintu, gerombolan temantemannya akhirnya tiba. asep segera memperingatkan mereka untuk membuka alas kakinya, dia tidak mau hasil kerjanya menjadi rusak. Meninggalkan alas kaki seperti itu merupakan peraturan tak tertulis yang harus mereka patuhi. jika musim hujan sudah tiba, maka dilarang keras membawa masuk alas kaki yang kotor ke dalam kelas. asep yang sedang kebagian piket hari ini adalah yang paling sibuk. Alas kaki yang membawa tanah basah itu terlihat berjejer didekat tembok sekolah, asep merapihkan alas-alas kaki itu agar tidak tumpang tindih. Bersih-bersih kelas sudah beres. Asep tersenyum kecil lalu berjalan kembali menuju tempat duduknya. Dia menyiapkan beberapa buku di atas meja. Membaca kembali beberapa catatan minggu kemarin. Hingga kemudian seseorang menyapanya. “Hai sep..” sapaan dari seorang teman yang baru saja datang. “eh kamu vit..” jawab asep. “sep! kata temen-temen ada PR ya? kamu udah ngerjain belum?” tanya vita.
21
“alhamdulillah udah vit.” Terdiam sejenak. “kamu udah juga kan?” tanya asep. “aku kesulitan nih sep. minggu kemarin kan aku ga masuk gara-gara sakit. Terus aku juga baru tahu ternyata ada PR. Aku pinjam buku catatan kamu boleh nggak sep?” pinta vita. “nih!” memberikan salah satu buku yang ada dihadapannya. “cari aja jawabannya disitu, di catatan yang terbaru.” Menjawab seraya memberi senyum kepada vita. “makasih ya sep. soalnya aku juga harus nyalin catetan yang minggu kemaren nih. Haduuh.. repot deh, semoga aja bu guru telat.” Ucap vita. “ooh, ya udah, cepetan loh vit, bentar lagi masuk.” 20 menit kemudian bu guru masuk kelas, Pagi itu bu guru datang lebih siang dibanding biasanya. Mungkin karena hari pertama hujan, sehingga bu guru kesulitan melewati jalanan yang becek. Asep dan teman-temannya memberikan salam pada bu guru. Setelah itu mereka memulai pelajaran. “anak-anak, PR-nya sudah dikerjakan belum?” tanya ibu guru. “sudah bu..” bersamaan.
22
murid-murid
menjawab
secara
“bagus, hari ini kita akan bahas PR-nya bersamasama.” Tegas bu guru. Soal demi soal dibahas. Soal ke-1 hingga ke-4 telah selesai dibahas. Sekarang giliran soal ke-5 atau soal terakhir yang akan dibahas. “asep!” bu guru menyebut nama asep. “jawab soal yang nomer lima! Sebelumnya baca dulu soalnya.” Bu guru memerintahkan asep untuk menjawab pertanyaan terakhir. “baik bu. Pertanyaannya adalah “ ayat mana yang pertama kali diwahyukan kepada nabi Muhammad?” asep terdiam menghela nafas. “jawabannya adalah “ayat pertama yang diterima Rasulullah adalah ayat ke-satu surat Al-Alaq.” jawab asep. “baca ayatnya dan baca juga artinya!” perintah bu guru. Asep menatap bukunya lebih dekat. “iqra, Bismirabbikalladzi kholaq. Yang artinya ”bacalah, dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan.”” Terang asep. Dengan penuh percaya diri dia menjawab pertanyaan tersebut. “terima kasih ya asep. Jawabannya benar. Bagaimana dengan yang lain, semuanya benar kan? Atau ada yang salah?” tanya ibu guru. Hampir semua anak menjawab dan mereka yakin bahwa mereka benar. Bu guru melanjutkan perkataannya “baiklah jika 23
semuanya sudah benar, sekarang ibu akan memberi sedikit penjelasan.” guru itu terdiam sejenak. “ayat itu adalah perintah Allah kepada nabi Muhammad. ketika itu malaikat jibril menyampaikan ayat itu kepada Rasulullah dan langsung memerintahkan Rasul untuk membaca ayat itu. waktu itu Rasulullah sama sekali tidak bisa membaca. Namun kemudian Rasulullah mulai mengikuti ucapan malaikat jibril.” Guru itu kembali terdiam sejenak. “Ayat itu adalah bagian dari Al-Qur’an, jadi perintahnya adalah untuk membaca Al-Qur’an. kita sebagai umat Nabi muhammad juga harus membaca Al-Qur’an.” Tegas bu guru. “begitu ya. Berarti kita harus rajin membaca AlQur’an.” Gumam asep. “Kita harus banyak-banyak membaca Al-Qur’an dan mengamalkan isinya.” Bu guru kembali memperjelas ucapannya. “bu, selain kita mendapat pahala. apa lagi untungnya membaca Al-Qur’an?” tanya salah seorang anak. Bu guru tersenyum kemudian menjawab pertanyaan anak tersebut. “dengan membaca Al-Qur’an dan memahami isinya, insyaallah kamu akan menjadi orang yang pintar dan baik hati.” Terang bu guru. Soal demi soal dibahas. Bel tanda berakhirnya pelajaran pun berbunyi, di hari jum’at seperti ini waktu sekolah memang lebih pendek, 24
dikarenakan anak laki-laki harus bergegas pulang dan melaksanakan ibadah shalat jum’at di masjid. Anakanak itu pun berhamburan keluar kelas. namun asep tidak langsung keluar kelas, dia menghampiri ibu guru. seakan belum puas dengan jawaban sang guru, asep kembali mengutarakan pertanyaan. “bu! apa aku akan tahu dimana orang tuaku?” tanya asep. “maksud kamu?” “yang aku tahu Al-Qur’an itu kan lengkap. Segala macam ilmu pengetahuan bisa digali dari Al-Qur’an. Terus jika aku membaca Al-Qur’an, apa aku bisa tau orang tuaku ada dimana?” tanya asep. Guru itu tahu bahwa asep adalah seorang yatim piatu. Dia sungguh tak menyangka bahwa asep akan menanyakan hal ini. dia tersentak seraya menatap sosok asep, lewat matanya terlihat rasa ingin tahu yang besar dalam diri asep. guru itu terdiam cukup lama. “nak asep, belajarlah dengan sungguh-sungguh. Allah punya kehendak yang kadang tidak kita mengerti. Belajarlah, jadilah orang yang pintar dan berguna. suatu saat nanti kamu bukan hanya akan tahu, tapi juga akan bertemu dengan orang tuamu.” Terang sang guru, dia menatap asep agar membuatnya mengerti. Dia juga tersenyum kepada asep. Dia memberi sedikit kelembutan seorang ibu kepada asep. 25
Namun dalam relungnya, guru itu menahan kepedihan. sebagai seorang ibu, dia sangat merasa iba kepada asep. Dia berharap kata-katanya tidak merusak apapun dari anak yang sedang berbunga dan menyimpan pengharapan yang tinggi ini. “terima kasih bu.” Jawab asep dengan pelan. “hhhh.. jawabannya sama saja dengan guru yang kemarin. Hampir sama juga dengan guru-guru yang lalu.” Pikir asep. Asep sering menanyakan keberadaan orang tuanya kepada setiap orang yang dia kenal, namun tidak ada satu orang pun yang menjawab. hanya kekecewaan yang dia dapat. Bahkan Nenek yang merawatnya dari kecil dan menjadi orang terdekatnya juga tidak bisa memberikan jawaban. “aku pulang dulu ya bu. assalamu’alaikum..” salam asep.
terima
kasih,
“wa ‘alaikumussalam.. hati-hati di jalan nak.” Jawab sang guru sambil merapihkan kembali buku-bukunya ke dalam tas. Asep pun berjalan meninggalkan meja sang guru. Anak-anak lain sudah sampai ke rumahnya masingmasing, asep pun bergegas untuk pulang. Tapi kemudian ternyata ada seorang anak yang masih berdiri tidak jauh dari pintu kelas. Asep memperhatikan anak itu. lalu dia menyapanya. 26
“loh vita, kamu belum pulang?” asep heran melihat vita yang masih berdiri di dekat pintu. “maaf, aku pinjam bukunya lama. Terima kasih ya sep, ini bukumu aku kembalikan.” Ucap vita. “oooh jadi kamu belum pulang karena mau balikin buku. ga apa-apa kok vit, Ayo pulang!” ajak asep. Siang itu mereka berjalan pulang berbarengan. Rumah vita memang searah dengan rumah asep, dan hanya berjarak 50 meter dari rumah asep. namun perbedaan antara keduanya sangat besar. Rumah keluarga vita sangat megah, catnya berwarna orange cerah, memiliki taman berisi bunga-bunga yang indah, bahkan lantainya lebih bagus dari lantai sekolah. Sedangkan rumah asep dan neneknya adalah rumah kampung yang sederhana, dengan pondasi dari batu bata, dinding temboknya setinggi lutut dan tidak di cat sama sekali, sedang dinding keatasnya hanya bilik-bilik bambu yang beberapa sisinya ditambal kertas sisa karung semen dan koran, dapurnya pun menempel dengan kandang ayam di belakang rumah. Sesampainya di rumah, asep langsung mengucap salam. namun dia tidak mendapati jawaban dari neneknya. Akhirnya asep mencoba langsung masuk, rumahnya memang tidak dikunci jika di siang hari. Jam menunjukkan pukul 10.55, dia bergegas mandi dan merapihkan diri. Sebagai seorang muslim laki-laki, hari ini dia akan pergi menunaikan shalat jum’at. 27
Ketika asep sudah rapih dan siap berangkat, nenek akhirnya pulang. Terdengar suara pekikan pintu dapur yang engselnya sudah berkarat. “nenek darimana? Tanya asep. “dari kebun singkong yang di seberang sungai itu.” Jawab nenek sambil berjalan masuk ke kamar mandi. Asep keluar dari kamarnya dan mendekati pintu kamar mandi. “nenek kan sudah tua, jangan terusterusan berkebun. kan sudah ada mang udin yang ngurusin kebun.” Ucap asep. Nek minah memang tidak suka berdiam diri. Dalam keadaan tubuhnya yang sudah mulai lambat dan lemah, dia tetap saja beraktivitas yang bisa membuatnya sangat kelelahan. Dia tetap berkebun, meskipun selama ini hasil pendapatan dari tanah dan sawahnya yang dikelola oleh orang lain itu sudah cukup untuk menghidupinya. “cucu nenek yang baik, lihatlah nenek yang sudah tua ini. Meskipun nenek diam di dalam rumah, tetap tak banyak yang bisa nenek lakukan. Nenek hanya ingin tetap berguna. sekarang nenek mau tanya, kamu tadi belajar apa di sekolah?” terang nek minah sambil membasuh kakinya dengan air dari bak mandi. “tapi nenek jangan kerja capek-capek! Tadi itu aku belajar tentang Al-Qur’an nek. ya udah, aku mau berangkat shalat dulu ya nek.” ucap asep.. 28
“iya nak, hati-hati. Oiya jangan lupa janji kamu yang kemarin.” Ucap nenek. “siap!” asep menjawab dengan sigap. “wassalamu ‘alaikum nek.” dia melangkahkan kakinya, membuka pintu rumahnya dan berangkat menuju masjid. Siang itu matahari sangat panas, perjalanan menuju masjid sekitar 2 km. Lumayan jauh, masjid itu berada dekat jalan raya menuju kota bandung. Di jalan menuju masjid asep bertemu dua orang teman kampungnya yang juga menuju masjid. mereka mengobrol dan bercanda sepanjang jalan sehingga panas itu tidak terlalu terasa. setelah shalat jum’at nanti dua temannya itu berencana pergi memancing, dan mereka mengajak asep. “sep mancing yuk, ikannya lagi banyak loh. Kemarin saja aku dapet 20 ekor yang besar-besar.” Ucap salah seorang teman asep yang bernama imam. “memang iya? kalian pergi mancingnya jam berapa?” tanya asep. “jam dua gitu lah, habis shalat jum’at aku harus bantu ibuku ngambil air bersih dulu.” Ucap salah seorang teman asep yang lain, namanya ubed. “oooh. nanti kalian berangkatnya lewat jalan depan rumahku kan? Nanti jangan lupa panggil aku ya, aku mau ikut.” Ucap asep.
29
“bagus deh asep ikut, jadi tambah rame. Tenang aja nanti kami panggil kok sep.” ucap ubed. Tinggal beberapa beberapa langkah lagi akan sampai di masjid. Dan seperti biasanya, shalat jum’at sangatlah ramai, berbeda sekali dengan shalat subuh atau shalat ashar yang biasanya cuma dihadiri satu baris orang. shalat jum’at tidak ada bedanya dengan shalat yang lain, hanya saja dalam shalat jum’at itu ada khutbah, meski asep tidak mengerti sama sekali apa isi khutbah tersebut. Khutbah jum’at seharusnya menyampaikan pesan-pesan kebaikan, memberi pengajaran kepada para laki-laki. Namun apalah daya, asep dan sebagian besar warga kampungnya memang tidak mengerti bahasa arab. Mereka hanya mampu berucap amin ketika sang khotib membaca do’a. Sepulang shalat jum’at, asep langsung mampir ke rumahnya mang udin. mang udin itu biasanya pulang jum’atan paling terakhir. Asep menunggu di depan rumah mang udin. Dia berdiri dibawah sebuah pohon jambu air yang tengah berbunga. Mang udin tinggal sendiri, dia hidup mandiri dengan segala keterbatasannya. dia masih melajang di umurnya yang sudah 36 tahun. Mang udin seringkali membantu nek minah, bahkan nek minah sudah menganggap dia sebagai anaknya. Mang udin pun sudah menganggap nek minah dan asep sebagai keluarganya. Mang udin bekerja serabutan, kadang 30
jadi kuli angkut pasir, kadang menjual buah kelapa tua, mengolah tanah orang lain kemudian bagi hasil, terkadang juga jadi tukang membangun rumah, dan apapun yang bisa menghasilkan uang untuk mencuupi kebutuhan hidupnya. Ketika malam tiba mang udin biasa mengajari anak-anak kampung untuk membaca Al-Qur’an dan memperdalam agama islam. asep dan teman-tamannya juga belajar pada mang udin. Setelah menunggu sekitar 15 menit, akhirnya mang udin sampai di rumahnya. “mang, rumah nenek bocor. Nenek minta tolong sama mamang supaya gentengnya itu diganti.” Pinta asep. Dia bangkit dari duduknya, menghindar dari depan pintu rumah mang udin. “genteng yang bocornya ada berapa sep? jawab mang udin sambil merogoh sakunya. “kemarin sih asep hitung ada 5 yang bocor.” Ucap asep. “sekarang, kamu pulang dulu saja, nanti mamang nyusul. Eh iya sep, tapi mamang juga minta tolong sama kamu. Di samping rumah mamang itu ada genteng, kamu bawa 7 buah genteng yang masih bagus ke rumah nenek ya.” Pinta mang udin. Dia kemudian masuk ke dalam rumahnya.
31
“iya mang. Jangan lama-lama ya mang, takut keburu hujan lagi.” Ucap asep. Dia melangkahkan kakinya menuju samping rumah mang udin. Di sana ada genteng-genteng yang di susun di tanah. Asep mengambil 7 genteng yang masih terlihat bagus, dia memanggul genteng tersebut di pundaknya dan berjalan menuju rumah. Tubuhnya yang kecil terlihat memiliki kekuatan yang besar. *** Asep meletakkan genteng yang dibawanya di depan rumah. “assalamu’ alaikum. Nek, nenek!” asep mengetuk pintu seraya mengucapkan salam. “iya nak, nenek ada disamping rumah, sedang metik cabe buat bikin sambel.” Jawab nenek. Setelah itu asep bergegas menghampiri neneknya. Dengan sigap dia membantu nek minah memetik cabai, bahkan asep kamudian mengambil seember air untuk menyiram tanaman-tanaman itu. Disiramnya tanaman itu satu demi satu. namun tiba-tiba nenek menegurnya. “nak, menyiram tanamannya jangan terlalu banyak!” “kenapa nek? di siang hari kan panas, lebih bagus kalau tanamannya bisa minum lebih banyak.” Ucap asep. “jangan terlalu banyak, secukupnya saja. segala sesuatu itu ada takarannya, janganlah berlebihan nak. 32
Kamu kan pernah memperhatikan nenek kalau menyiram tanaman, nenek tidak pernah banyak.” ucap nenek. Asep sering melihat neneknya menyiram tanaman, namun dia tidak pernah memperhatikan dengan sungguh-sungguh. Asep merasa dia sudah benar. “tapi nek! ketika hujan turun kan airnya banyak, malah lebih dari satu ember. pohon cabenya kok ga apa-apa?” tanya asep. “nak. dengarkan baik-baik. Manusia pertama adalah nabi adam, Nabi adam turun ke bumi setelah bumi ini tercipta. Jadi, dunia ini ada sebelum manusia ada. Sebelum manusia ada di bumi ini, di bumi ini sudah ada rumput, binatang, udara, air, dan yang lainnya. Jadi, sebelum ada manusia sebenarnya bumi ini sudah teratur, sudah ada keseimbangan diatasnya. Ada hujan, ada banjir, ada kemarau, ada dingin, ada panas. Naaah.. kita sebagai manusia yang merupakan penghuni baru harusnya menggunakan akal kita untuk menyesuaikan diri dengan bumi, jangan merusak keteraturan yang sudah ada.” Terang nek minah. Dia terdiam sejenak, berjongkok, lalu mencabuti rumput dahadapannya. kemudian dia melanjutkan perkataannya. “jangan protes kepada sungai yang meluap, kepada kemarau yang melanda, karena dari dulu perilaku mereka memang seperti itu. justru kita yang harus belajar memahami, belajar selaras. Atau bahkan mungkin saja kita yang telah
33
membuat alam ini menjadi rusak.” Tegas nenek kepada asep. Asep menyimak perkataan nenek dengan sungguhsungguh. “lalu apa salahnya menyiram tanaman dengan air yang banyak?” tanya asep. Tangan nek minah terus mencabuti rumput. “jangan menyiram tanaman di siang hari secara berlebihan nanti bisa membuat daunnya layu, begitulah pengalaman yang nenek dapat. Dan itu hanya contoh kecil dari alam raya yang luas ini, ada banyak bagianbagian di alam ini yang harus kita mengerti.” Terang nek minah. Asep semakin termenung mendengar penjelasan dari neneknya. “lalu, bagaimana caranya jika aku ingin mengerti alam?” tanya asep. “kamu harus belajar. pelajari apa alam itu, pelajari bagaimana alam bekerja. Setelah itu barulah kamu akan benar dalam memperlakukan alam ini.” terang nek minah. “waah. Berarti selama ini aku salah ya nek?” asep terdiam sejenak. “terus gimana lagi nek. Aku masih bingung, Pohon cabe ini kan bukan tulisan terus dia juga ga bisa bicara. Apa cukup dengan kita belajar biologi di sekolah nek?” Ucap asep. “ya. Ilmu biologi itu salah satu alat manusia dalam mempelajari alam. Kita ini makhluk yang sempurna 34
karena dibekali akal, dengan akal kita bisa berperilaku seperti malaikat atau seperti setan. kita adalah manusia, kita juga adalah bagian dari alam dan harusnya bersesuaian dengan alam. Maka, gunakanlah akalmu untuk mengerti alam, untuk mengerti lingkungan di sekitarmu. Kamu harus peka dan terus belajar.” Ucap nenek. Asep yang sedari tadi sudah berjongkok, memasukkan kedua tangannya ke dalam ember berisi air, dia memainkan air dengan tangannya. “nanti dulu nek! manusia tidak akan bisa seperti malaikat! Malaikat itu tidak berbuat salah.” Ucap asep. Nek minah tersenyum, lalu berkata “kita ini manusia, pikiran baik dan hawa nafsu bertengkar dalam diri kita. Yang mana yang menang maka dia yang akan menjadi diri kita. Menurut kamu kita tidak bisa jadi malaikat, tapi menurut kamu juga kita pasti bisa menjadi lebih buruk dari setan, iya kan nak? Lihat, banyak manusia yang lebih buruk dari setan. Nah, sekarang nenek yang bertanya, jika kita bisa menjadi lebih buruk dari setan, lalu kenapa kita tidak bisa lebih baik dari malaikat?” “karena malaikat tidak mungkin berbuat salah nek!” tegas asep. “kenapa malaikat tidak mungkin berbuat salah? Karena malaikat tidak punya proses dalam belajar, dia diperintah dan dia patuh, dia tidak mungkin lupa apalagi salah. Sedangkan manusia harus belajar. 35
Kesalahan manusia ketika lupa, kesalahan manusia ketika belajar, sebenarnya bukanlah kesalahan nak, itulah proses agar kita menjadi lebih baik dari malaikat, itulah kemuliaan manusia yang mau belajar, bahkan para malaikat pun memuji manusiamanusia itu. nah, yang salah itu adalah ketika kamu tahu kebenaran namun kamu menerobosnya dengan sengaja.” “ada satu lagi nek! manusia tidak mungkin punya sayap!” tegas asep. Nek minah tersenyum, lalu berkata “sayapnya manusia itu ya impiannya, kamu bahkan bisa terbang lebih tinggi dari malaikat dengan sayapmu itu.” “hmmm, begitu..” gumam asep. Dia terdiam lama mencoba memahami perkataan neneknya. Lalu dia berkata dengan pelan “sekarang aku mulai paham nek. aku masih harus belajar. Terus, apa saja yang sudah nenek pahami dari dunia ini?” tanya asep. Nenek terdiam cukup lama. “ada beberapa yang sudah nenek mengerti, contohnya masalah menyiram cabe itu.” nek minah tertawa seraya menghentikan tangannya yang sedang mencabuti rumput. “yang lain dong nek! yang cabe kan aku udah paham.” Pinta asep. “baiklah, nenek akan menceritakan bangsa ini untuk kamu.” Nek minah terdiam. Dia menghela nafas yang 36
cukup panjang. Kemudian melanjutkan perkataannya. “bangsa ini sedang butuh bantuan. Sebagian besar petani dan nelayan dalam keadaan miskin, orangorang yang menegakkan akhlak yang baik justru dijauhi, satu persatu orang yang berilmu dan beramal baik meninggal dunia, yang tersisa hanya orangorang berilmu yang malas memanfaatkan ilmunya. tidak lama lagi bangsa ini akan hancur, nenek yakin itu. Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang sabar, adil dan tegas, dan mampu mengerti kebutuhan lingkungan.” Nek minah kembali terdiam. “Suatu saat nanti kamu lah yang akan menjadi pemimpin bangsa ini.” sambung nek minah seraya memberikan senyum kepada asep. Asep merasa bingung dengan jawaban neneknya. “ah nenek! aku sudah serius mendengarkan, nenek malah bercanda.” Ucap asep. “nenek tidak bercanda. Memang itulah yang nenek pahami dari bangsa ini. suatu saat nanti kamu harus menjadi seseorang yang berguna bagi bangsa ini. jika nanti kamu sudah mampu mengerti alam dan lingkungan, perbaikilah lingkungan itu.” Nek minah menerangkan dengan sangat serius. Dia menatap asep, meskipun asep terlihat mulai tidak menanggapi ucapannya. “yah, aku masih kecil nek.” jawab asep.
37
“justru karena kamu masih kecil itu, nenek mau kamu belajar dari sekarang. Supaya nanti siap menghadapi tiap masalah.” Terang nek minah. “begitu ya nek. pasti asyik ya nek jika aku bisa memperbaiki alam. baiklah! mulai sekarang aku akan belajar memahami alam, seperti yang nenek ajarkan. Tapi aku masih bingung nek, bagaimana caranya? Apakah cukup dengan belajar di sekolah?” Asep mengkerutkan dahinya. “kamu harus terus belajar. Baik itu dari buku maupun dari lingkungan. Harus peka terhadap semua kejadian, harus kritis, punya pendapat sendiri. nanti kamu bisa dengan sendirinya, nenek yakin kamu bisa!” ucap nek minah. Dia berusaha meyakinkan asep dan menanamkan semangat di hati cucunya tersebut. “ah nenek, aku masih bingung.” Ucap Asep. “hmm..” gumam nek minah. Asep tertawa kecil. “aku paham kok nek, tenang aja nek, aku pasti terus belajar.” Ucap asep. Tiba-tiba nek minah menggelitik pinggang asep membuat asep menjauh darinya. Terlihat keakraban yang sangat indah diantara keduanya. Kemudian terdengar seseorang mengetuk pintu rumah dan mengucapkan salam, nenek menghentikan tawanya dan meminta asep untuk membuka pintu. 38
asep bergegas masuk ke rumah melalui pintu dapur, menyibak asap tebal yang mengepul dari tungku, meniti lantai semen yang kering namun selalu dingin. Asep membuka pintu. ternyata ada mang udin yang sedang berdiri di depan rumah. asep mempersilahkan mang udin untuk masuk. “nenek dimana sep?” tanya mang udin. “di samping rumah, sebentar ya asep panggil.” Jawab asep. asep berlari kembali menuju neneknya, dia memberi tahu kedatangan mang udin. Nek minah pun langsung menghentikan urusan dengan cabe dan kebun kecilnya, dia melangkahkan kakinya yang bergetar menuju mang udin yang sudah berada di dalam rumah. “tolong betulkan genteng yang bocor din, tanya ke asep dimana letaknya.” Pinta nenek. Tanpa basa-basi mang udin langsung menengadahkan pandangannya ke genteng rumah, mencari-cari letak lubang atau retakan. genteng rumah nek minah bisa langsung dilihat dari bawah, tidak seperti rumah-rumah mewah yang memakai internit atau sebagainya. Beberapa lubang bisa langsung diketahui. matahari yang tengah berada diatas ubun-ubun, suasana rumah yang gelap karena sedikitnya cahaya yang masuk, membuat sinar 39
matahari terlihat sangat lurus, seperti pedang-pedang terang yang menusuk genteng, menciptakan lubang dan mendaratkan ujungnya dilantai. Terlihat lingkaran-lingkaran cahaya kecil yang terlihat jelas di lantai semen yang hitam. Asep pun mengikuti kegiatan mengamati yang dilakukan oleh mang udin. Dia mengikuti pandangan mang udin yang memperhatikan cahayacahaya yang masuk kerumah nenek. Dan baru menyadari bahwa genteng-genteng itu berlubang. “baiklah, memang ada 5 genteng yang harus diperbaiki.” Ucap mang udin. “benar juga ya.. harusnya yang bocor itu yang ditembus cahaya matahari. Kenapa selama ini aku ga sadar ya.. bodohnya aku ini.. tapi, ada yang aneh juga. Cahaya matahari yang masuk ke rumah memang ada lima, tapi kenapa letaknya berbeda dengan tetesan air yang kemarin aku lihat? Hmmm..” pikir asep. Dalam kebingungannya, asep mulai ragu dengan hasil penemuannya yang kemarin. asep mengarahkan pandangannya ke salah satu genteng yang dia yakini pernah meneteskan air. Disaat asep serius mengingat-ingat letak genteng yang kemarin bocor, mang udin pergi keluar rumah dan mengambil tangga bambu untuk menjangkau atap.
40
“yang mana sep?” ucap mang udin sambil membawa sebuah tangga bambu yang lumayan tinggi. “yang kemarin asep lihat sih yang itu tuh mang!” Asep mengarahkan telunjuknya ke salah satu genteng. Sedangkan pandangannya masih saja mencari-cari, seakan makin ragu dengan genteng yang dia tunjuk. Mang udin menempelkan ujung bagian atas tangganya ke bambu-bambu penahan genteng, dia dekatkan tangga itu ke genteng yang asep maksud. Mang udin mulai memanjat, satu demi satu anak tangga dipijak. Dia meraih genteng yang asep tunjuk, membersihkan genteng itu dari lumut dan mencari lubang atau retakan. “yang ini tidak bocor sep.” tegas mang udin. “kok bisa? kemarin yang itu bocor mang. aku lihat kok ada tetesan air di situ.” Terang asep. Perasaannya ternyata benar, dia telah menunjuk genteng yang salah. Mang udin kemudian mengembalikan genteng itu ke tempat semula. “yang mana lagi yang kemarin meneteskan air?” mang udin kembali bertanya kepada asep. “yang itu tuh mang! Tapi kayaknya bakal salah lagi mang.” Ucap asep. Kali ini dia sudah benar-benar yakin bahwa genteng itu tidak bocor. 41
“semua yang aku lihat kemarin itu pasti bukan genteng bocor.. yang genteng bocor itu yang di tembus cahaya matahari.. hmm.” pikir asep. Mang udin turun dari tangganya. Dia menggeser tangga itu mendekati genteng yang asep tunjuk. Kemudian dia kembali mengecek genteng tersebut. Cukup lama mang udin mengecek genteng yang ada di tangannya. “naah. Kalau yang ini beneran bocor sep!” tegas mang udin. Kemudian mang udin meminta asep meniti tangga untuk memberikan genteng yang masih bagus, sebagai ganti untuk genteng yang sudah rusak tersebut. Asep mengambil genteng yang ada di dekatnya, kemudian menaiki tangga. “kok bisa mang? Yang tadi salah terus yang ini bener?” ucap asep. Dia terlihat heran, ternyata lagi-lagi perasaannya salah. “begini sep, kamu lihat bambu-bambu yang menahan genteng ini.” mang udin menyentuh bambu yang dia maksud. “bambu ini menempel dengan genteng. Kemarin, genteng-genteng yang berlubang itu mungkin tidak langsung meneteskan air. air itu masuk lewat lubang genteng, terus mengalir di bambu-bambu ini.” mengarahkan telunjuknya dari genteng bolong menuju genteng yang kemarin asep lihat. “naah. akhirnya menetes di genteng yang kemarin kamu lihat itu. kamu paham sep?” terang mang udin. 42
“ooh. Pantesan salah ya mang.” Ucap asep. Dia sangat senang ternyata semua itu ada penjelasannya. Selama ini genteng rumah asep memang tidak pernah bocor sebanyak itu, dan dia juga tidak pernah ikut mang udin ketika membetulkan genteng. Baru kali ini saja dia ikut membantu. Setelah itu asep menunjuk satu demi satu sisa genteng yang menurutnya bocor. Mang udin pun dengan cekatan memeriksa semua genteng itu. ternyata 2 dari 5 genteng yang dia tunjuk memang benar-benar retak, dan ketiganya langsung diganti dengan genteng yang masih bagus. Lalu mang udin juga mengganti 5 genteng berlubang yang sebelumnya sudah dia temukan lewat pengamatan cahaya matahari. “tapi tadi ada dua genteng yang benar-benar bocor kan? Berarti ga semuanya salah ya mang?” tanya asep. “iya ada, genteng-genteng itu sudah retak. Retakan seperti itu tidak bisa ditemukan dengan cara pengamatan mamang tadi, tapi bisa ditemukan jika diperhatikan ketika hujan.” Terang mang udin. “ooh iya iya, berarti kadang-kadang air itu tidak menetes langsung dari lubangnya ya mang, bisa saja menetes di tempat lain yang malah jauh dari lubangnya.” Ucap asep. “tepat!” tegas mang udin sambil menuruni tangga. 43
“mencari genteng bocor ketika hujan dengan ketika panas terik hasilnya akan berbeda. tapi dua-duanya bisa saja benar dan bisa juga salah.” Pikir asep.
Bab 3 Mendapati kelembutan hati “Aaasep! Aasep!” terdengar teriakan yang ramai dari luar rumah. Teman-teman asep sudah siap dengan peralatan memancing. Mereka membawa peralatan pancingnya masing-masing. Teman-temannya berteriak sangat kencang seakan memanggil seseorang yang tuli. Asep yang sudah berjanji akan ikut, bergegas meminta ijin pada neneknya untuk pergi memancing. “nek aku pergi mancing boleh kan nek?” tanya asep. Dia bergegas mengambil peralatan mancingnya di dekat kandang ayam. Nenek sedang memasak nasi. Terlihat kulitnya yang sudah keriput masih bermain di depan tungku, meniup api yang sring kali hendak padam. “boleh, tapi hati-hati, kalau langitnya mendung segera pulang, dan sebanyak apapun ikan yang mungkin kamu dapat, pulanglah sebelum gelap.” Terang nenek 44
kepada asep yang berada di luar rumah. Rumah yang kecil memang mempermudah ketika mengobrol. “siap nek!” tegas asep. Asep berlari membawa peralatan mancingnya, dia mengejar teman-temannya yang sudah bepuluh-puluh langkah di depan. Vita juga ikut dalam rombongan memancing itu, dan ini adalah pertama kalinya dia ikut memancing ke sungai. Vita dan keluarganya adalah warga pindahan dari kota. Dia sudah 2 tahun menjadi teman asep di sekolah, dia juga sering main dengan anak-anak kampung, bahkan tidak canggung untuk bermain dengan anak laki-laki. Orang tuanya adalah pemilik dari perkebunan teh yang ada di desa sebelah. Orang tua vita sangat ramah kepada penduduk setempat yang kebanyakan adalah karyawannya di perkebunan teh. Orang tua vita juga sering mengajak asep untuk main ke rumahnya, namun asep dan teman-teman sering kali menolak karena mereka merasa malu. Saat mereka melewati persawahan, mereka berhenti untuk mencari umpan. Disaat air sungai dalam keadaan keruh seperti sekarang, umpan yang paling tepat adalah cacing yang hidup di pinggiran sawah yang lumpurnya tidak terlalu dalam. Ukuran cacing ini lebih kecil dibanding cacing tanah, namun bentuknya tetap saja panjang dan elastis layaknya cacing yang lain. ikan-ikan pasti lebih tertarik pada umpan ini dibanding pada umpan lain. mereka sudah 45
berpengalaman dalam memancing, jadi sudah sangat mengerti apa saja yang harus dilakukan. Asep dan teman-temannya langsung turun menginjak sawah, mereka mengeruk lumpur dengan tangan, mencari-cari makhluk kecil panjang berwarna merah menyala. Tak jarang mereka justru mendapati lintah yang sudah menempel di tangan atau betis mereka. Dengan cekatan tangan-tangan itu mencari cacing sawah, sudah cukup lama mereka mencari dan daun talas yang digunakan untuk tempat mengumpulkan cacing juga sudah hampir penuh. Vita menghentikan bantuannya, dia kembali naik ke daratan. “aaaaaah!” tiba-tiba vita menjerit. “ada apa vit?” tanya asep. Dia langsung menghampiri vita yang ketika itu tak jauh darinya. “lintaaah! itu ada lintah di kaki vita!” teriak vita. Dia terlihat sangat panik. Vita menutup matanya dengan tangan, menendang-nendangkan kakinya dengan harapan lintah itu akan lepas. “hhh. kirain teh ada apa. dasar anak kota, Sama lintah aja takut!” cemooh imam. Dia melanjutkan kegiatan mencari cacing dan tidak menghiraukan vita. “mana vit? coba tunjuk! nanti aku buang.” Ucap asep. Matanya mencari-cari lintah di kaki vita yang 46
terus bergerak. Dia kemudian memegang kaki vita, dia menghentikan gerakan kaki vita yang sedang panik itu, megarahkan pandangannya ke segala penjuru kaki itu. “itu sep itu deket jempol! masa nggak keliatan! itu kan gede.” Teriak vita. Tak lama kemudian asep menarik sesuatu dari selasela jempol kaki vita. “mana vit! yang ini bukan? Coba lihat lagi nih!” Asep menunjukkan pada vita. “iya itu sep. jauhin cepetaaan! vita bertambah panik. Dia belumberani membuka matanya dengan penuh, selain hanya mengintip dari sela jari tangannya. “hahaha. ini sih bukan lintah.” Asep tertawa melihat tingkah laku vita. “Ini Cuma sisa batang padi yang busuk. nempel di kaki kamu. Coba lihat lagi nih jelas-jelas!” dia masih tertawa seraya berusaha memaksa vita agar melihat benda tersebut. “Hahahahaha..” imam terbahak-bahak.
dan
ubed
ikut
tertawa
Ketika itu vita sudah mulai tenang, namun imam justru mengagetkannya kembali. “yang ini baru namanya lintah!” dia menunjukkan lintah yang menggeliat di tangan kanannya. Lintah itu begitu gendut dan panjang. Dia mendekati vita dengan lintah itu. Imam memang seorang anak yang nakal. Dia senang sekali mengganggu orang lain, dia juga 47
pemalas dalam belajar. Dia lebih senang bermain dan mengurusi ayan-ayamnya yang berjumlah puluhan. Vita merasa sangat terganggu dengan kejailan imam, dia menjauh dari imam seraya berteriak. “imam! Buang jauh-jauh! jangan jail ah, aku ga suka! Awas nanti aku bilang papa loh..” vita panik dan wajahnya mulai memerah, terlihat bahwa dia akan menangis. “aduuh. anak kota mah emang manja. Baru liat lintah aja udah lapor ke papah!” ucap imam. “Hahaha..” lagi-lagi imam tertawa dengan keras. “udah mam ketawanya! kasihan vita tuh. mendingan kita berangkat ke sungai yuk! aku udah ga sabar mau mancing.” Ajak asep kepada teman-temannya. Hampir-hampir saja vita menangis akibat kejailan si imam tersebut, namun dia masih mampu menahan air matanya karena dia juga tidak mau disebut cengeng. Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju sungai, meniti jalan sempit berumput tebal diantara kotakan sawah. Terlihat beberapa ikan kecil di air yang jernih dan tenang, bergerombol mencari makan di antara pohon padi yang baru ditanam. Setelah sampai di sungai, mereka dengan sigap mengambil posisi di pinggir sungai. Mereka mulai mengisi kail dengan umpan, menahan cacingcacing yang menggeliat agar tertusuk dengan benar. Tanpa menunggu aba-aba asep langsung melempar pancing ke tengah sungai, disusul seteah itu imam, 48
ubed, dan teman-teman yang lain juga ikut melempar pancing mereka. Mereka melempar saling bergantian, menghindari resiko benang pancing yang kusut karena saling menyilang. Layaknya para pemancing profesional, mereka pun mulai menunggu dengan sabar dan tidak membuat suara yang gaduh. Tapi kemudian imam mulai berbicara. “aduh! kok jadi sepi ya ikannya. kemarin tuh banyak.” Ucap imam. Dia menggaruk kepalanya, terlihat dia mulai bosan menunggu ikan yang tak kunjung datang. “sabar atuh mam, mungkin umpannya belum kelihatan sama si ikan.” Ucap asep. “hooaaamm! banyak nyamuk! Ngantuk! ikan ga dapet-dapet!” keluh imam. Baru 15 menit menunggu, imam sudah mengerutu. Diantara temanteman asep yang lain imam adalah yang paling cerewet. Ketika imam dan asep sedang mengobrol, tiba-tiba ubed berbicara. “sepertinya ada yang kena nih dipancingku..” lirih suara ubed. Dia merasakan ada ikan yang sedang mencoba memakan umpannya. Dia menunggu saat yang tepat untuk mengangkat pancingnya, berharap ikannya tidak kabur. “wah serius nih bed?! Akhirnya! ada ikannya. Ayo angkat bed angkat!” imam berkata dengan penuh semangat. Suaranya sangat keras. 49
“mam! jangan teriak keras-keras! nanti ikannya kabur semua!” Tegur asep. Sementara itu vita hanya memperhatikan di belakang mereka. duduk di atas setangkai daun pisang kecil yang dia ambil sendiri di jalan menuju sungai. “hehe. kan seneng sep!” ucap imam. Tiba-tiba ubed mengangkat pancingnya dengan cepat. Benar saja, setelah terangkat, ada seekor ikan yang lumayan besar. Mereka pun mulai bersorak, bahkan asep yang tadinya serius memperhatikan pancing kini ikut bersorak. Seekor ikan di ujung pancing itu diperhatikan oleh mereka semua. Ubed melepaskan kailnya dan ikan itu dimasukkan kedalam sebuah ember kecil bekas cat tembok. Ikan pertama itu ternyata menjadi tiket masuk yang berharga. Tiap kali umpan dilempar, satu ikan kembali diangkat ke daratan. Mereka mulai memanen buah kesabaran mereka. Tempat umpan pun terus digilir tiap kali ada yang kehabisan. Vita yang masih belajar memancing hanya mampu memperhatikan dan menjaga ember yang di dalamnya ada ikan-ikan hasil tangkapan. Dia bengong dan menjadi sasaran nyamuk-nyamuk hutan yang kelaparan. Vita yang kala itu menggunakan jam tangan, mengingatkan teman-temannya bahwa waktu sudah sore. Sudah jam 4 sore. terjadi perselisihan diantara mereka, ada yang ingin segera pulang dan ada juga 50
yang masih ingin memancing. Imam dan ubed masih ingin memancing, sedangkan vita dan asep sudah ingin pulang. “ah baru jam 4, kemarin aku pulang jam 6!” ucap imam. “aku udah janji ga bakal pulang terlalu sore.” Ucap asep. “nenekmu juga ga bakal marah atuh sep! paling Cuma nasihatin kamu doang.” Tutur imam. “aku juga dilarang pulang terlalu sore, ayo ah pulang! Di sini nyamuknya sudah tambah banyak, badanku jadi bentol-bentol nih!” ucap vita sambil menggaruk tangannya. “gateel..” lanjut vita. “tanggung sep! sebentar lagi. umpannya belum abis tuh! Habisin aja dulu, kan sayang kalau dibuang.” Terang ubed kepada asep. “ikannya juga ga akan habis sekarang bed, besok pasti masih ada. Iya kan?” ucap asep. Imam kemudian menyela seakan punya jawaban. “gini aja, kalian berdua pulang duluan. Aku sama ubed pulangnya nanti aja. Oke kan!” terang imam. “kalian ga takut di sini Cuma berdua, kan sepi.” Ucap vita. Dia msih saja menggaruk-garuk tangannya. terlihat beberapa bentolan yang sangat merah, Begitu jelas bertahta diatas kulitnya yang putih. 51
“aku takut sama apa? Aku udah biasa mancing begini neng! Tegas imam. Dia terdiam sejenak. “Apa jangan-jangan kamu sama asep yang takut pulang Cuma berdua? Jalannya kan lumayan jauh. Hehe..” imam tertawa kecil kemudian menyambung perkataannya. “terus ada anjing galak di deket saung. hahaha. Awas loh digigit. Guk guk. Ih serem..” ucap imam, dia terlihat sangat senang menakut-nakuti dua temannya yang hendak pulang. “ngapain juga takut. Ayo pulang ah vit! udah makin sore nih.” Ajak asep. Asep menghitung ikan yang ada di ember. Ada 30 ikan di ember, itu sudah termasuk yang berukuran kecil. Asep mengambil 10 ekor yang berukuran sedang, menguntai ikan tersebut satu persatu menggunakan ranting bambu yang kecil dan panjang. Dia menusuk ikan tersebut dari insang hingga tembus ke mulutnya yang besar, membuatnya beruntai seperti buah anggur. “mam! Bed! aku sama vita pulang duluan. Hasil mancing kita itu ikannya ada tiga puluh, jadi aku ambil sepuluh ekor. Adil kan?” tanya asep. “ok ok. Hati-hati dijalan ya, sore-sore gini biasanya banyak anjing. Aku serius loh, di sawah itu tuh yang anjingnya galak.. hiiii..” ucap imam. Vita mulai ketakutan oleh kelakuan imam yang menakut-nakuti. Namun Asep dan vita tetap pulang lebih dulu, sedangkan ubed dan imam sepertinya masih betah nongkrong menanti ikan di samping sungai. 52
Dalam perjalanan pulang, asep menenteng ikan yang tadi dia dapat. Dia merasakan bahwa ikan itu terus berontak, berontak seperti ingin dilepaskan. “ikan ini belum mati. Kasihannya dia.. mulutnya tertusuk kail, terus dia keluar dari air, terus tak lama lagi dia akan dimasak. Tapi, kenapa dia makan cacing yang ada benang dan kailnya? Apa dia tidak melihatnya? ataukah cacing itu memang terlalu enak? ...oh iya, dia itu kan binatang. Pasti tidak bisa berpikir.. Tapi tetap saja kasihan. Seandainya aku bisa bicara dengan ikan, aku pasti tahu apa yang dia rasakan sekarang.” pikir asep. Mereka berjalan mengikuti jalan yang sama seperti ketika berangkat ke sungai. Senja pun mulai memperlihatkan wajahnya. Merah, mega merona dikala mentari perlahan sembunyi kepunggung perbukitan. Sayup, Terdengar vita bernyanyi dengan suara pelan, suara yang cukup merdu untuk melawan teriakan jangkrik di dalam lubang-lubang. Vita sudah tidak lagi menggunakan sandalnya, dia menenteng sandal layaknya asep yang menenteng ikan. Di senja itu asep pun hanyut dalam lamunannya yang dalam. memperhatikan alam dan kehidupan yang ada di sekitarnya, dia mencoba untuk memahami alam. Kadang-kadang dia juga teringat kata-kata imam, dia melihat-lihat, dan berharap omongan imam itu adalah kebohongan.
53
Mereka mulai melewati persawahan, meniti jalan sambil menyaksikan burung pipit yang pulang ke sarang. Vita yang berada di belakang asep terus bernyanyi dan merentangkan kedua tangannya, sepertinya dia sudah menyatu dengan alunan nada alam. begitulah gambaran anak kota yang baru bertemu dengan persawahan. “burung pipit itu tetap ramai, meskipun padi tidak sedang berbuah. Apakah yang mereka makan selain padi? Apakah mereka makan apa saja dan punya menu makan siang, makan malam dan sarapan, yaa seperti manusia? Ataukah mereka terus mencari padi ke tempat lain? aaah.. lagi-lagi aku tidak bisa mengerti. Aku bukan nabi Sulaiman yang bisa bicara dengan segala binatang.” pikir asep. “Aaaaaaaaaaa!” suara jeritan vita. begitu kencang suara jeritan hingga memekakan telinga, membuyarkan segala lamunan asep. Ternyata salah satu kaki vita terperosok ke sawah, membuatnya menjerit kaget dan panik karena takut ada lintah. Apesnya vita, kali ini lumpur sawahnya sangat dalam, menenggelamkan kakinya setinggi lutut. Dia bertambah panik karena tidak mampu menarik kakinya kembali ke daratan. “asep!! cepat kesini, bantu aku naik..” memanggil asep yang berada di depannya.
vita
Asep berlari bergegas menghampiri vita. “nih! pegang kuat-kuat tanganku, nanti aku tarik.” asep 54
mengulurkan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya masih menenteng ikan. Dia sangat yakin mampu menarik vita meski hanya dengan sebelah tangannya. “ayo cepat tariik!! Cepat sep!” teriak vita. Namun belum saja asep siap untuk menarik vita, tiba-tiba vita menarik tangan asep lebih dulu dengan kekuatan penuh dan tanpa belas kasihan, asep yang kala itu belum siap siaga akhirnya ikut jatuh ke dalam lumpur. Baju dan badannya menjadi kotor semua, terkena cipratan air sawah dan lumpur yang pekat. Vita mengarahkan pandangannya kepada asep. “gimana sih sep. Kamu kok malah ikutan jatuh? Cepat naik lagi! Bantu aku sep, kakiku masuk tambah dalam terus, jangan-jangan ini lumpur hidup, aduuuuh. bisa mati aku. cepat sep cep..” ”aaaaaargh.. tenang dong vit!” Tiba-tiba asep memotong perkataan vita. Dia menegur dengan suara keras. Dia kesal dengan perilaku vita yang terus merengek. “dasar anak kota! Makanya jangan kebanyakan gerak, nanti malah tambah masuk tuh kaki.” Tegas asep. “itu bukan lumpur hidup! Tenang dong!” ucap asep. “kan ada lintah sep, takuut..” ucap vita dengan manja.
55
“udah jangan takut.” Perlahan asep mulai mengeluarkan kakinya dari lumpur. “kalau jam segini tuh lintahnya sudah tidur vit!” ucap asep. sebenarnya asep hanya berbohong untuk membuat vita tenang. Lintah tidak mungkin tidur jika ada kaki manusia yang mengganggu wilayahnya. getaran-getaran air yang di ciptakan oleh kaki vita dan mengundang lintah-lintah itu datang mendekatinya. “bener sep? Hhh, bagus deh, lumayan lega aku. tapi cepet bantu aku naik sep. kakiku tambah ke dalam nih. Ayoo..” pinta vita. ”sabaaaar! aku aja masih susah buat naik ke atas.” Ucap asep. “hhh.. ini anak kadang nyebelin juga. Untungnya cewek, aku kasihan.. kalau cowok udah aku tinggalin.. manja banget.” Pikir asep. Perlahan sudah mencabut kedua kakinya dari lumpur yang lengket. dia mampu kembali menjejakkan kakinya ke tanah. Asep membersihkan tangannya yang berlumpur ke bajunya sendiri, kemudian langsung mengulurkan kedua tangannya itu untuk membantu vita. Dengan kuat dia menarik vita keluar dari lumpur. Ketika itu dia sambi memeriksa kaki vita dengan teliti. Dia takut vita akan kembali panik jika ada lintah yang menempel di kakinya.
56
“makasih sep. huuuh.. akhirnya aku lolos dari lumpur hidup itu..” tutur vita diselingi tawa kecil. “nggak ada yang hilang kan vit? Lain kali jangan terlalu panik ya vit.” Ucap asep. “Eh sep, ikan kamu kemana?” tanya vita. “hah?! ikan!” Celingak-celinguk asep mencari ikannya. “iya vit! ikan, ikanku kemana vit? tadi perasaan aku pegang terus.” Asep kebingungan mencari ikannya. Dia mencari di sekitarnya dan mengingat-ingat apakah mungkin dia lupa telah menaruh ikannya. Namun beruntung bagi asep akhirnya vita menemukan ikan tersebut. Ikan tersebut terlempar ke tengah sawah yang berlumpur lebih dalam dari yang tadi. “waah... itu tuh sep, ada ditengah sawah” vita menunjuk ke arah ikan. “Mungkin tadi dia terbang pas kamu jatuh ke sawah itu.” terang vita. “aduuhhh.. jauh amat vit, tambah lama aja nih kita pulang. Pusiing aku!” ucap asep. Sementara hari sudah semakin sore, muncul rasa sebal dalam diri asep karena berhadapan dengan seorang yang merepotkan. “maaf ya sep, aku kan ga sengaja.” Ucap vita. Vita merasa bahwa dia sudah membuat asep kesal, namun dia juga tidak tahu harus berbuat apa lagi.
57
Asep turun lagi ke sawah, sedangkan vita hanya diam melihat asep yang mengambil ikannya. Cukup jauh. dan akhirnya asep mendapatkan kembali ikannya, namun dari sepuluh ikan hasil memancing, kini hanya tersisa satu ekor, itu pun yang sudah mati. Sembilan ekor ikan sudah kabur, tubuh asep penuh dengan lumpur, dan dia sangat kelelahan. Vita kembali berujar “loh kok Cuma satu ikannya? Ikannya pada kabur ya sep?”. vita sangat menyesal dengan segala tingkahnya yang membuat asep kesal. “sekali lagi maaf ya, gara-gara aku semuanya jadi kacau. kamu pasti marah ya sep? marahin aja aku sep! ga apa-apa kok.” Terang vita. “udah lah vit, aku ga marah kok.” Asep berusaha untuk tidak meluapkan rasa kesalnya. “sekarang kamu diem dulu ya vit!” pinta asep. “oke aku diam. Emang ada apa sep?” tanya vita. “diam dulu! aku mau bersihin kaki kamu yang banyak lumpurnya. Kalau tangan kamu itu kan ga boleh kotor.” Terang asep. Asep mengambil lintah yang ada di kaki vita bersamaan dengan tumpukan lumpur. si penghisap darah itu sudah sangat gendut, menggelayut malas karena kekenyangan. Asep segera membuangnya jauh ke tengah sawah, dia juga sempat membersihkan sisa darah yang mengalir di betis vita, beruntung saat itu vita tidak melihatnya. 58
“huuuh untung dia tidak lihat. Kalau lihat, bisa-bisa tambah lama aja pulang ke rumah.. Nenek pasti sudah khawatir..” pikir asep. ”ayo kita pulang vit!” ajak asep. “emangnya tadi ada apa sep? kayanya serius amat!” tanya vita. “lebih baik kamu engga tau.” Ucap asep sambil tertawa kecil. “ayo ah pulang, udah sore nih!” jelas asep. “ah ga asik ah, pake rahasia-rahasiaan!” ucap vita. “nanti saja aku ceritain. sudah sore nih, kita percepat lagi jalannya yuk.” Timpal asep. Sesampainya di depan rumah vita, asep berhenti sejenak untuk mengantar vita kedepan gerbang rumahnya. “vit, tadinya kan ikannya ada sepuluh ekor. Tadinya aku mau bagi lima ekor buat aku, terus lima ekor buat kamu.” Terdiam sejenak. “Tapi ternyata cuma satu yang bisa dibawa pulang. Ya udah nih ikannya buat kamu aja.” Memberikan ikannya ke dekat tangan vita. Kemudian melanjutkan perkataannya “kamu kan pertama kali mancing, kamu udah capek, kamu juga udah belepotan jatuh ke sawah, aku ga tega kalau kamu pulang ga bawa ikan.” “oh...” jawab vita. Wajahnya tersipu malu. “padahal kamu yang lebih capek. Makasih ya sep..” terdiam. 59
“Ternyata, kamu baiiiik banget.” Tutur vita seraya memberikan senyum yang sangat manis kepada asep. Saat itu asep berhadap-hadapan dengan vita. Entah mengapa, vita jadi terlihat menarik di matanya. sangat indah untuk dilihat, melebihi keindahan pagi di kebun teh yang terlihat dari bukit. Sangat indah, melebihi bunga ilalang yang beterbangan ke lelangitan alam. Wajahnya terlihat lebih merona melebihi senja bermega, lebih berwarna melebihi pelangi di atas telaga. Anak laki-laki ini merasakan ketertarikan yang pertama kali kepada perempuan. Dia terkurung ilusi, melihat vita layaknya seorang bidadari, mendobrak hatinya, menyuguhkan secangkir rasa bahagia yang dibagi dua. Sepertinya getar-getar cinta telah muncul dan membuatnya tersenyum tanpa alasan. “sep! kok malah bengong. Aku pulang dulu ya, kamu juga pulang gih! badan kamu udah belepotan banget tuh, pasti gatel rasanya.” Tutur vita. Dia kembali memberikan senyum manisnya kepada asep. “oh....” asep masih bengong. “iya...” terasa sulit untuk berkata. “Makasih..” ucap asep. ada sesuatu yang tiba-tiba menguasai perasaannya, menguasai otaknya, tubuhnya, hatinya, hingga lidahnya begitu sulit untuk digerakkan.
60
Asep merasa bahagia sekali sore itu. Vita pun mulai berjalan menjauhinya, asep masih mengintip dari balik tembok gerbang, rambut vita yang panjang terlihat dihembus angin, melayang-layang seperti melambaikan rayuan, kemudian vita menolehkan wajahnya ke arah asep, membuat asep semakin hanyut dalam keindahan. namun tiba-tiba pintu rumah vita terbuka, asep pun terbangun dari hayalannya. Ada suara perempuan yang menyambut vita dari dalam rumah. “waah, sayang kamu dapat ikan besar, tapi kok pulangnya sendirian, dimana temen-temennya?” perkataan yang terajut dari lidah perempuan itu. suaranya begitu hangat menyelinap ke dasar hati. Suara itu adalah milik ibu vita. Asep mengalihkan perhatiannya pada sosok ibu yang sedang berbincang dengan vita. “mah vita hebat kan bisa dapet ikan. hehe, tadi vita mancing bareng asep, tapi asep ga mampir dulu, dia buru-buru pulang.” Tutur vita. “ya sudah nanti ceritanya dilanjut. Sekarang kamu cepet bersih-bersih badan, supaya ga sakit. Sini ikannya mamah masak. taruh baju kotornya di mesin cuci ya sayang, nanti mamah yang nyuci.” Ucap ibu vita. Dia membimbing vita untuk masuk ke dalam rumah. “iya mah, masakin buat vita yang enak ya mah.” Ucap vita. 61
“seperti itulah ibu yang aku mau. Baik, selalu ada ketika aku pulang ke rumah. Tapi, apa ibuku seperti itu? Atau tidak sama sekali? Ah, kenapa lagi-lagi pikiranku selalu mengarah ke ibu? Stop! Aku bukan anak kecil lagi, Aku harus pulang. Ada nenek yang menunggu..” pikir asep. Asep melanjutkan perjalanan menuju rumah. Setibanya di rumah, dia menatap jam dinding yang menunjukkan jam 5 lewat 5 menit. dia bergegas pergi ke kamar mandi, menimba air dari sumur, mencuci sendiri bajunya yang kotor, mandi hingga bersih, dan bergegas shalat ashar. “baru pulang jam segini nak. katanya tadi mancing, mana ikannya?” tanya nek minah yang sedang di kamar. sambil merapihkan rambutnya, menyisirnya perlahan agar tidak berjatuhan. “uuuuh! tadi sih aku dapet ikan, tapi ceritanya panjang nek. aku capek kalau harus cerita sampe beres. Hehe..” asep tertawa kecil. Dia menjawab langsung dari kamarnya. “maaf ya nek aku baru pulang, soalnya tadi ada masalah dulu.” Lanjutnya. Kamar nenek dan asep berhadap-hadapan, mereka sering mengobrol dari kamar ke kamar. “kamu makan dulu sana! tadi siang kamu belum makan kan?” tanya nek minah. “nenek lupa nih, tadi siang kan memang belum ada makanan nek. makanya aku langsung berangkat 62
mancing.” Ucap asep. Seraya kembali tertawa kecil, kemudian senyam-senyum sendiri. “ada apa ini, kok cucu nenek sepertinya senang sekali?” tanya nenek. “tidak ada apa-apa nek! aku cuma seneng tadi mancingnya seru.” Tutur asep sambil berjalan mengambil makan. “bener nih cuma gara-gara mancing? bukan yang lain. nenek baru kali ini lihat kamu seperti ini. Nenek khawatir jangan-jangan kamu kesambet hantu sungai!” nek minah tersenyum kepada asep. “hahaha, nenek bisa aja. Ga lah nek, ga mungkin.” Ucap asep. “atau jangan-jangan, kamu kesambet hantu cewek rumah gedong. yang disana itu tuh.” Tutur nek minah. Asep mengerutkan dahinya. “yang di mana nek? aku ga kena hantu kok nek.” ucap asep. Kemudian Dia tersenyum karena mulai mengerti maksud pembicaraan nenek yang sedang menyinggung ke arah vita. “oke kalau tidak mau cerita. Nenek sudah tahu kok kenapa kamu tiba-tiba jadi sumringah begitu.” Nek minah terdiam sejenak, dia menggulung eambutnya kebelakang. “Nak, jangan sampai hatimu tersempitkan, mulai dari sekarang, belajar untuk 63
menempatkan segala sesuatunya dengan baik, aturlah perasaanmu, kuasai hatimu itu!” ucap nek minah. “hmmm” gumam asep. “sekarang kamu sudah besar, sebentar lagi lulus sekolah. Kamu pasti mulai lirik-lirikan perempuan kan? Hati-hati, jaman sekarang itu pergaulan sudah kacau. Kamu boleh pacaran, tapi berilah takaran yang tepat.” Terang nek minah kepada asep. “caranya gimana?” ucap asep yang sedang terlentang di ranjangnya. “Begini nak, Berikan rasa cintamu yang terbesar dan nomer satu untuk Allah, kedua untuk Nabi Muhammad dan orang-orang yang berjalan di jalan Allah, ketiga untuk keluargamu, barulah kemudian untuk orang diluar itu yang kamu sayangi. Diatur ya nak! ingat!” tegas nenek. “wah banyak amat nek! kalau begitu dia bisa ga kebagian dong!” Asep tertawa kecil. Kemudian melanjutkan perkataannya “aku Cuma becanda kok nek. aku pasti nurut sama nenek. Tapi nek, kata temen-temenku, cinta itu bukan paksaan, tidak bisa dipaksakan, datang secara tiba-tiba, pokoknya cinta itu tidak bisa diatur dan terkadang tidak masuk akal. Jadi ga mungkin ngatur gitu nek. pasti susah.” Ucap asep.
64
“ya, itu adalah cinta antara manusia. memang benar cinta itu tidak masuk akal, karena cinta itu letaknya di hati, bukan di akal. Dengarkan baik-baik, Kebenaran Cinta bukan dihakimi oleh perhitungan benar atau salah yang ada dalam akal. cinta merupakan perasaan yang ada dihatimu, dan kebenarannya dinilai oleh pertimbangan baik atau buruk yang ada dalam hati. Makanya kita seringkali terkecoh. Cinta itu sering menerobos hal-hal yang benar demi membela hal-hal yang dianggapnya baik.” Ucap nek minah. kemudian dia melanjutkan “itulah yang nenek takutkan, nenek takut kamu itu keterlaluan dalam pacaran.” Ucap nenek. “ah aku bingung nek.. bukan kah cinta itu membahagiakan? Terus indah.” Tutur asep. “memang begitulah kalau urusan perasaan diterjemahkan ke dalam bahasa perkataan, pasti runyam dan membingungkan.” Ucap Nek minah seraya tertawa. “nak, nenek tidak mau kamu pacaran atau menyukai wanita dengan berlebihan, nenek takut kamu tersesat dan masuk jurang, belum saatnya nak. Jika kita salah menyikapi, rasa cinta itu justru akan membawakan pedang disaat kita butuh roti dan makanan. Paham?” tegas nek minah. “hmm, pelan-pelan nek aku belum paham betul! Maksudnya diberi pedang itu aku ditusuk ya nek? terus apa yang sekarang harus aku lakukan?” tanya asep. Dia merasa kebingungan dengan ucapan nek 65
minah yang bertolak pemahamannya selama ini.
belakang
dengan
“yang harus kamu lakukan sekarang adalah pergi mengaji. Kemarin kamu sudah libur karena hujan, kamu tertinggal satu lembar bacaan oleh yang lain. Ayo berangkat sana, dan Jaga pandanganmu dari perempuan!” tegas nenek. “oke nek oke.” Ucap asep seraya bangun dari kasurnya. “ Aku nanya satu lagi nek. Kalau menjaga pandangan sih aku bisa, tapi bagaimana kalau dia ngajak ngobrol? Apa harus aku cuekin? Kan susah nek.” lanjut asep. “mengobrol dengan baik dan ramah, tundukkan pandanganmu, itu kuncinya.” Terang nenek. “kalau pacaran harus sesulit itu, aku memang belum siap pacaran ya nek?” lanjut asep. Dia terlihat masih antusias untuk mengobrol dengan nek minah. “belum.” “sudah, cepat berangkat. kalau masih ada yang bingung, nanti setelah pulang ngaji kamu tanya nenek lagi.” Ucap nek minah. “iya nek, aku berangkat, assalamu ‘alaikum.” “wa ‘alaikum salam..” jawab nek minah. Dia memperhatikan cucunya yang berjalan menjauh. Cucunya yang semakin besar dan semakin pintar. 66
Asep berangkat menuju masjid untuk menegakkan shalat maghrib berjama’ah. setelah shalat berjama’ah, di masjid itu pula dia dan anakanak yang lain mengaji dibimbing oleh mang udin. Belajar membaca Al-Qur’an, belajar rukun islam, rukun iman, belajar perilaku yang sopan dan santun. Asep adalah salah satu murid mang udin yang sudah bagus bacaan Al-Qur’annya, asep sangat cepat dalam menangkap pelajaran yang disampaikan, sehingga dia lebih cepat dalam belajar dibanding teman-temannya. Jam 7 malam, mengaji selesai dan dilanjutkan dengan shalat isya berjama’ah kemudian pulang beramai-ramai. Malam itu asep mengaji seperti biasanya, lalu pulang dengan wajah ceria, dia selalu senang jika mendapat pengetahuan baru yang membuatnya merasa lebih pintar daripada sebelumnya. Sesampainya di rumah, dia kembali belajar. Kali ini giliran pelajaran sekolah yang dia garap. Ada semangat dalam dirinya untuk terus belajar dan belajar. Seperti itulah rutinitas asep. Dari sejak lama, hari demi hari berganti, Senja ditelan malam, subuh melahirkan pagi, dalam irama alam yang penuh keseimbangan. Selama itu asep tidak pernah bosan. Nek minah selalu mendampinginya agar disiplin, ketika dia nakal maka nek minah akan langsung menghukumnya dan memberinya hujan nasihat.
67
Bab 4 Ditakuti bukan dihormati Pagi itu cerah seperti biasanya. asep juga berangkat sekolah seperti biasa, dia memakai sebuah sepatu yang kumal dan alasnya mulai lepas, dengan baju yang kekuningan dan terlihat kebesaran. Hari ini adalah hari yang kurang disukai asep, karena hari ini ada pelajaran Fisika. Guru Fisika adalah pendatang dari kota, dia sangat galak ketika mengajar, bahkan tak segan untuk menghukum murid-muridnya yang nakal atau yang tidak mengerjakan PR. Asep mempercepat langkahnya agar tidak terlambat ke sekolah. Tak jauh di belakang asep ada vita, imam dan teman-temannya yang sedang mengobrol. Mereka tiba di sekolah hampir bersamaan. Asep langsung duduk di kursinya, dia membuka-buka lagi pelajaran minggu kemarin untuk meyakinkan diri bahwa tidak ada tugas yang lupa dikerjakan. Ketika semua anak sedang bermain di dalam kelas, tiba-tiba bapak guru masuk. Dia masuk dengan wajah tanpa senyumnya yang sangar, di tangan kanannya ada sebuah tas hitam, dan di tangan kirinya ada penggaris panjang yang selalu dia bawa. Seketika semua anak pun terdiam, dibungkam suasana seram yang mencekam. Pelajaran dimulai. Suasana terasa tegang, tidak ada suara apapun kecuali suara guru yang 68
sedang menjelaskan. Cara belajar seperti ini sama sekali membuat asep tidak bisa berpikir dengan jernih. Yang ada diotaknya hanya rasa ketakutan, bahkan dia merasa takut untuk bertanya. Rumusrumus dan lambang bertebaran begitu saja di otaknya, mungkin hanya satu dua perkataan sang guru yang bisa dia ingat. Itupun kata-kata bentakan dan lelucon yang sama sekali tidak terdengar lucu. Ketika semua pelajaran telah usai, Asep membuka obrolan kecil dengan teman-temannya. Mereka duduk di bangku kayu yang ada di depan kelas. Sedang vita sudah pulang lebih dulu. “eh! siapa yang ngerti pelajaran fisika tadi pagi?” tanya asep. “yah sep. jangankan fisika, bahasa indonesia aja susah..” jawab imam seraya tertawa. Teman asep yang lain ikut menjawab “aku ga bisa sep! susah banget, aku ga bisa konsentrasi.” Tegasnya. “sama berarti, aku juga ga ngerti. kenapa ya itu guru galak banget?” tanya asep. “mungkin dia lagi pengen galak sep. haha..” ucap imam. Dia kembali tertawa sendiri. “iiih becanda melulu si imam. aku serius nih mam. Ya udah lah ayo pulang!” ajak asep. 69
Sekolah hari ini usai. Asep pulang membawa beberapa baris ilmu pengetahuan, dia berjalan sambil terus mengingat pelajaran yang tadi dia dapat, terutama pelajaran yang belum dia mengerti. Sesampainya di rumah, dia langsung membuka lagi buku catatannya, dia berusaha untuk memahami pelajaran tadi pagi. Asep duduk di lantai dan membuka buku pelajarannya di ranjangnya. Yang yang tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek sehingga sangat nyaman untuk dijadikan meja. “bagaimana sekolahnya nak?” tanya nek minah. membuka percakapan dengan asep dari luar kamar. Dia sedang duduk di ruang depan, beralaskan lantai dan menyandarkan punggungnya ke dinding. “Sepertinya kamu kesulitan?” lanjut nek minah. “iya nek. pelajaran fisika susah nek, aku ga ngerti!” jawab asep mengharapkan nenek bisa membantunya, karena selama ini nenek sering kali membantu ketika dia kesulitan dalam belajar. “hmm..” gumam nenek. “tadinya nenek mau bantu. Tapi kalau pelajarannya fisika nenek juga kurang bisa.” terang nek minah. “yaaah aku kira nenek mau bantu.” Asep menjawab sambil tertawa. Terdiam sesaat lalu kembali berkata “tapi aku juga pasti bisa! Cuma lupa aja jalannya sedikit.” Tegas asep.
70
“terus kalau kamu belum bisa, kenapa tadi tidak nanya ke bapak gurunya?” tanya nek minah. “iiiihh, serem nek. gurunya galak!” ucap asep dengan suara yang keras. Bayang-bayang guru itu kembali muncul di benaknya. “ya tapi kalau Cuma bertanya pasti tidak sampai kena marah kaaan?” tanya nek minah. “tetep aja serem.” Asep membuka-buka bukunya. “Ngomong-ngomong kenapa ya nek bisa ada orang segalak itu?” tanya asep. “mungkin dia ingin kalian belajar serius, tidak berisik.. mungkin juga dia ingin dihormati oleh kalian, makanya dia jadi orang galak, tapi sebenarnya dia baik. namun caranya itu tetap saja salah.” Tutur nek minah. “boro-boro mau belajar serius, belajarnya aja tegang begitu. ga nyaman belajarnya.” Ucap asep. “naaah! disitu ada pelajaran yang bisa kamu ambil. Kalau nanti kamu jadi seorang guru, kamu tidak boleh mengajar dengan galak! kasihan muridmu.” Tegas nek minah. “iya nek.. aku pasti mengajar dengan baik hati.” Jawab asep. Perbincangan itu terhenti sejenak. Nek minah menghampiri asep di kamarnya, dia duduk di pinggir 71
ranjang asep. Sedangkan asep duduk di lantai dan menggunakan ranjangnya sebagai meja belajar. Kemudian nek minah mulai berbicara kembali “nak.. dengarkan baik-baik. ketika kita ditakuti bukan berarti kita telah dihormati. Lihat yang terjadi denganmu sekarang. Ketika di kelas kamu nurut ke gurumu itu, tapi ketika sampai rumah kamu pasti ngomongin guru itu. guru itu tidak menyenangkan.. iya kaan?” tegas nek minah, terdiam sesaat lalu berkata “Itu tandanya kamu itu belum menghormati gurumu. menjadi galak itu adalah cara yang salah untuk mendapat rasa hormat. Kamu mengerti dengan ucapan nenek?” tanya nek minah. “iya nek. galak itu tidak baik.” Jawab asep yeng kemudian menghentikan kegiatan belajarnya. Dia mengalihkan pandangannya ke arah nek minah. “terus bagaimana caranya supaya dihormati?” tanya asep. “berusahalah untuk jadi orang yang lembut. Pintar berbicara dan akrab dengan semua orang.” Jawab nek minah. “apa pasti berhasil? Kadang-kadang kan anak-anak kelas itu nakal nek. berisik banget kalau lagi di kelas.” Tanya asep yang serius memperhatikan tiap perkataan nenek. “tegaslah sekali-sekali, ketika dibutuhkan. jangan setiap saat!” ucap nenek. 72
“oooh..” asep menganggukan kepalanya pertanda dia telah memahami penjelasan neneknya. Lalu nenek melanjutkan perkataannya “satu lagi.. jika nanti kamu hidup dalam masyarakat. Mungkin akan ada orang yang bicaranya kasar dan sama sekali tidak bisa dinasehati. dia tidak menghormati kamu padahal kamu sudah lembut. Tinggalkan saja orang seperti itu, kamu tidak boleh marah-marah!” Tegas nenek. “yaaah. kalau kabur gitu kan ga membela harga diri nek! masa dikasarin diem aja.” Ucap asep seraya mengerutkan dahinya. “selama itu sebatas kata-kata, kamu lebih baik menghindar dari pertengkaran. Biarkan saja dia menghina, tidak usah kamu balas dengan menghina lagi. yang nanti menillai itu Allah. Allah lah yang lebih tahu siapa yang terhormat dan siapa yang tidak. Paham nak?” tanya nenek. “ooh..” asep kembali menganggukkan kepalanya. “paham nek. ya udah nek ngobrolnya. aku mau belajar, nanti ingatanku ilang niih. tambah susah nanti belajarnya.” Pinta asep. Asep kembali melanjutkan belajarnya. Nasehat nenek membantu pikirannya untuk lebih tenang dan tidak lagi memikirkan guru yang galak itu.
73
Bab 5 Membaca alam Sore itu, Matahari sudah hampir terbenam, asep melangkahkan kakinya menuju surau. Dia shalat maghrib berjama’ah seperti biasa. Di surau kampung itu itu ada tiga baris jama’ah yang shalat maghrib. Dua baris terdepan adalah orang-orang tua yang sudah membungkuk dan batuk-batuk, di baris ketiga merupakan anak-anak kecil yang masih senang bergurau. Sedang para pemuda biasanya lebih senang shalat di luar rumah dan diluar masjid. Mereka lebih terbiasa shalat di jalan atau shalat di atas motor atau shalat di tempat makan. Sedangkan bapak-bapak yang belum memiliki cucu lebih suka shalat di rumah. Ketika asep dan anak-anak yang lain tengah mengaji, terdengar suara salam yang datang dari depan pintu surau. Mereka serentak membalas salam dan menatap ke arah suara tersebut, di sana ada seorang laki-laki tua dan anak perempuan kecil yang berkerudung. Mang udin bangun dari duduknya dan menghampiri kedua orang itu. Ternyata kedua orang itu adalah pak herman dan anaknya, yaitu vita. “assalamu’ alaikum ustadz.” Salam dari ayah vita kepada mang udin.
74
“wa ‘alaikumussalam warahmatullah. silahkan duduk pak.” Jawab mang udin seraya mempersilahkan duduk. Mereka kemudian duduk, beralaskan karpet masjid yang kasar dan berlatar suasana malam yang hening. Di tempat lain, ada anak-anak yang sedang memperbincangkan mereka. Anak-anak itu saling berbisik satu sama lain, menerka-nerka siapa gerangan tamu yang datang. Ayah vita memulai percakapan “begini ustadz. Seperti yang juga ustadz ketahui, saya dan keluarga saya sudah cukup lama tinggal di sini. Dan tujuan lain saya pindah ke sini yaitu untuk menghindarkan anak saya dari pergaulan buruk yang ada di kota, saya ingin membuat pondasi agama yang kuat dalam diri anak saya. sekarang sepertinya vita sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan, dia juga sudah punya banyak teman, saya sangat berharap vita bisa ikut menuntut ilmu kepada ustadz.” Mang udin menatap ayah vita, setelah itu dia berkata “alhamdulillah. saya sangat senang ternyata masih ada orang seperti bapak, disaat orang-orang kota itu mulai sibuk dengan dunia, ternyata bapak mampu mempertahankan diri untuk menjaga agama. Saya tidak akan menolak siapapun untuk mencari ilmu, vita bisa langsung bergabung dengan temantemannya malam ini.”
75
Ayah vita tersenyum, mengusap dadanya, lalu menatap vita yang sedang menundukan wajahnya “alhamdulillah. terima kasih ustadz. Semoga anak saya mudah untuk diajari, saya titipkan anak saya kepada anda. Jika dia nakal, tegur dia dengan cara yang baik.” Ucap ayah vita. “amin.. insyaallah saya akan bersabar. Jadwal mengajinya adalah setiap hari ba’da maghrib ya pak.” Terang mang udin. Obrolan itu pun berakhir. vita akan mulai bergabung dengan asep dan anak-anak yang lain. namun Dia masih duduk di samping ayahnya, mungkin merasa canggung dengan suasana baru. Meskipun dia sudah mengenal sebagian anak yang ada di sana, dia tetap merasa sebagai seorang yang asing. Ayah vita kemudian berkata “vita, kamu ikut gabung ke anak-anak yang ada disana ya sayang. Kamu sudah kenal mereka kan. Jangan nakal ya nak, jangan ngobrol terus! belajarnya yang serius! papa pulang dulu ya.” tersenyum seraya bangkit dari tempat duduknya. Vita mulai menegakkan wajahnya. “iya pah, vita pasti sungguh-sungguh.” Jawab vita. “nanti pulangnya mau dijemput?” tanya ayah vita.
76
“ga usah pah! vita banyak temen kok, jadi ga bakal takut.” Ucap vita dengan tenang. Vita kemudian berjalan mendekati kumpulan anak-anak yang sedang memperbincangkannya, dia berusaha tetap cuek dan tidak terlihat canggung. Kemudian ayah vita pun akhirnya pamit pulang kepada mang udin. “ustadz, saya pulang dulu.. Terima kasih sudah mau mengajar anak saya. assalamu ‘alaikum..” ucap ayah vita kepada meng udin. “wa ‘alaikumussalam warahmatullah.” Ucap mang udin. Mang udin kembali menghampiri anak-anak yang mulai tidak konsentrasi dalam mengaji. “anakanak mulai hari ini vita ikut mengaji di sini. Kalian pasti sudah kenal dia.” Tutur mang udin, lalu mang udin menatap vita dan berkata “jangan malu-malu ya vita, belajarnya yang akur dengan yang lain, saling berbagi ilmu supaya cepet pintar.” Ucap mang udin. Malam itu vita mulai ikut mengaji di masjid bersama anak-anak kampung yang lain. Posisi duduk mereka membentuk lingkaran dan masing-masing membawa Al-Qur’an, membaca dan mempelajarinya, hingga nanti maju satu persatu dan diajari langsung oleh mang udin. Pada pertemuan pertama itu, banyak sekali anak yang terus memperhatikan vita. Bukan hanya karena bajunya yang bagus, tapi juga karena AlQur’an yang vita bawa itu sangat berbeda dengan 77
yang mereka punya. Vita membawa buku kecil yang di sampulnya tertulis judul “iqra”, berbentuk huruf arab seperti pada awal surat Al-‘Alaq. berbeda sekali dengan juz amma yang biasa digunakan asep dan teman-teman ketika belajar mengaji. Karena malam itu vita pun hanya duduk diam dan tidak banyak berkata-kata. Asep dan anak-anak yang lain hanya memperhatikan dan menyimpan rasa penasaran terhadap buku tersebut. Satu demi satu anak mengaji ke mang udin, dan tiba giliran vita tiba untuk berhadapan langsung dengan guru ngajinya. Vita maju dan membawa buku kecilnya, dia buka buku tersebut di halaman-halaman awal. Saat itu hampir semua anak memperhatikan apa yang ada di dalam buku tersebut. Merongrong mencuri-curi pandang, mereka sungguh merasa penasaran. Mereka semua sangat serius mengawasi vita. Dan mereka pun akhirnya melihat ternyata di dalamnya ada hurufhuruf hijaiyah yang berdiri sendiri-sendiri. Ada Alif, ba, ta, tsa, dan seterusnya. vita mulai mengaji, di ucapkannya satu persatu huruf itu, beberapa anak tertawa mengetahui isi buku tersebut ternyata hanya seperti itu, tadinya mereka kira isinya akan sangat istimewa, ternyata bukunya si orang kota tidak lebih hebat dari orang kampung. Ketika vita selesai mengaji, selesailah pula lah pelajaran yang diberikan mang udin pada malam 78
itu. Namun asep yang dari tadi menyimpan rasa ingin tahunya, kemudian mengutarakan pertanyaannya kepada mang udin. “mang, kenapa vita pake Qur’an yang berbeda dengan kita?” tanya asep. “itu bukan Al-Qur’an seperti yang kita pegang sekarang, itu adalah salah satu cara untuk belajar membaca Al-Qur’an.” Jawab mang udin. “lalu apa hubungannya dengan ayat pertama surat Al‘Alaq, kata-katanya kan sama mang?” tanya asep. ““iqra” itu adalah bahasa arab yang artinya “bacalah”, itu adalah perintah untuk membaca. “iqra” yang dipegang oleh vita itu adalah tata cara untuk membaca Al-Qur’an. Sedangkan “iqra” yang ada di surat Al-‘Alaq itu adalah perintah untuk membaca Al-Qur’an.” Jawab mang udin. “surat itu bercerita tentang apa mang? Surat itu paling sering diajarkan di sekolah, tapi aku masih sering merasa bingung. Nabi muhammad kan tidak bisa membaca, kenapa dia diperintahkan untuk membaca?” tanya asep. “surat itu berarti bahwa Allah mengajari manusia dengan kalam. Nih Mamang bacakan maksud dari 5 ayat pertama dari surat Al-Alaq. “bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantara kalam. Dia 79
mengajari kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” Nah jadi, Allah memerintahkan kita untuk membaca Al-Qur’an, Dia juga mengajari kita dengan perantara kalam.” Terang mang udin. Asep mengkerutkan dahinya, dia sangat serius mencerna tiap kata yang keluar dari mulut mang udin. “apa yang dimaksud dengan kalam?” lanjut asep. “kalam itu adalah baca tulis. Allah menjadikan kalam untuk mengajari umat manusia.” Jawab mang udin. “apakah boleh jika aku membaca dan menulis alam semesta?” tanya asep, sedang anak-anak yang lain terlihat hanya menyimak. “Al-Qur’an itu adalah kalam Allah, dia merupakan pelajaran untuk manusia. dan alam semesta ini juga merupakan kalam Allah. tidak ada salahnya jika kita mau membaca alam ini. Alam ini datang dari Allah, begitu juga Al-Qur’an, tidak ada isi diantara keduanya yang bertentangan.” Terang mang udin. ”nenek ingin agar aku peka dan memahami lingkungan. Aku yakin Rasulullah itu adalah orang yang sangat pintar dalam memahami lingkungan. Dia diperintahkan oleh Allah untuk membaca padahal dia tidak bisa membaca.. sekarang aku mengerti! yang Allah perintahkan ketika itu bukanlah membaca Al-Qur’an, tapi lingkungan, alam. Rasul diperintahkan untuk membaca alam karena Rasul itu 80
kan tidak bisa baca tulis. yaa.. aku mengerti. Dalam alam itu ada ilmu yang selaras dengan Al-Qur’an. Karena itu kurang lengkap jika membaca Al-Qur’an tapi tidak membaca alam sama sekali.” Pikir asep. Asep termenung cukup lama. Lalu kembali berkata “aku ingin membaca alam dan lingkunganku. aku ingin tahu apakah mereka baik-baik saja. Karena aku itu sering merasa kasihan mang, jangan-jangan aku sudah menyakiti mereka. Seperti kalau kita mancing ikan gitu mang. kan ikannya kasihan keluar dari air gitu. Berontak, sepertinya dia ingin kembali ke air.” Tutur asep dengan penuh semangat. “kita memang harus membaca alam, memahaminya. Caranya ya dengan mengikuti ajaran Al-Qur’an, pasti alam ini akan terjaga seperti terjaganya Al-Qur’an sampai sekarang. Namun Lihatlah sekarang alam sudah dirusak oleh manusia, itulah tandanya bahwa manusia sudah meninggalkan Al-Qur’an atau mungkin tidak mempelajarinya sama sekali.” Terang mang udin. “mang udin tau dari mana alam ini sudah rusak?” tanya asep. “mamang kan sudah lebih dulu membaca alam ini.” jawab mang udin seraya tertawa kecil. “mamang sudah pernah berjalan ke berbagai tempat, ya beberapa kali.” Lanjut mang udin.
81
“caranya?” tanya asep, dia terlihat sangat serius menunggu jawaban dari mang udin. “ya belajar dari perjalanan mamang ke berbagai tempat.” Ucap mang udin. “hmmm. Kalau desa ini gimana? desa kita ini termasuk yang masih baik kan mang? Atau sudah rusak juga?” tanya asep. “banyak yang telah rusak di desa kita, bahkan mamang sendiri bisa jadi telah rusak.” Ucap mang udin. Asep merasa kebingungan dengan jawaban mang udin. Dahinya mengkerut dan posisi duduknya kembali berubah, bergeser seakan ada rasa gelisah. “kok bisa mang, apanya yang sudah rusak? Mamang kan sehat-sehat aja.” Ucap asep. “belajarlah! setelah dewasa kamu pasti mengerti. Nah anak-anak Sudah waktunya shalat isya, mamang mau adzan dulu, kalian yang wudlunya sudah batal, lekas berwudlu lagi.” Tegas mang udin. Anak-anak itu pun bergegas merapihkan reikal mereka masing-masing, melipatnya lalu menyusunnya di pojok belakang surau. Lalu mereka berjalan ke arah keran-keran air di samping masjid. Asep sendiri masih merasa bingung dengan jawaban mang udin, dia berusaha menjawab pertanyaan tersebut dengan pikirannya sendiri. 82
“Allahu Akbar..Allahu Akbar....” suara adzan berkumandang lantang, keluar dari lubang pengeras suara. “masih banyak yang membuatku bingung. Aku harus terus belajar, aku juga harus membaca alam, agar aku paham apa yang seharusnya aku lakukan. Tapi tetap saja aku tidak tahu caranya? Aku kan tidak mengerti bahasa alam.” pikir asep. Tidak pernah ada kebosanan ketika ada sesuatu baru yang didapatkan, atau ada rasa baru yang hadir dalam dirinya. Kabingungan adalah jalan awal menuju pengetahuan. Kali ini asep benar-benar merasa penasaran apa yang telah rusak di desanya, semakin dipikirkan dia justru semakin bingung. Dia ingin segera pulang dan menanyakan hal ini kepada nenek. orang-orang tua tetangga masjid mulai berdatangan, mang udin mengatur barisan anak-anak agar lurus dan berdekatan. Vita dan anak-anak perempuan yang lain berada di belakang anak lakilaki. 7 menit berlalu, shalat pun berakhir. Ketika asep menoleh kebagian kirinya, asep menyadari ternyata sedari tadi vita sedang memperhatikan dia. Timbul rasa malu dalam dirinya karena melihat vita yang sangat cantik malam itu. Vita yang mengaji dengan suara lembut, menggunakan kerudung putih, rok hitam dan baju merah jambu, membuat semua 83
orang yang ada disitu menggadaikan pandangannya kepada sosok perempuan muda itu. terlebih lagi asep yang memang sudah jatuh hati kepadanya. Asep ingat kata-kata neneknya untuk selalu menjaga pandangan, maka segeralah dia jatuhkan pandangan matanya ke alas masjid. Dia bergegas kembali mengambil wudlu karena hawatir pandangannya akan kembali menenggelamkan hatinya ke dalam ilusi. Pandangan yang menjadi jalan setan untuk menusuk hati manusia. Shalat isya telah selesai, anak-anak berhamburan keluar masjid, sedangkan orang-orang tua masih khusyuk dengan pujian kepada Tuhan. Vita yang kala itu pertama kali mengaji di masjid, baru menyadari bahwa rumahnya adalah paling jauh dari masjid dibanding anak-anak yang lain. Dia yang tidak terbiasa dengan jalanan sepi dan remangremang merasa ketakutan dilangkah awal. Ketika dia berdiri diam di pintu masjid, asep baru saja selesai berwudlu berjalan di hadapannya. “eh asep! aku boleh minta tolong lagi ga?” vita tibatiba menyapa asep yang sedang berjalan di hadapannya. Asep terdiam dan belum menoehkan pandangannya. “ya Allah, dia ada di sini. Kenapa dia belum pulang!? apa yang harus aku lakukan. Aku sudah mencoba menghindar dari perempuan ini, tapi dia yang justru terus datang lagi, datang lagi, aku jawab jangan ucapannya? Jawab, jangan, jawab.. apakah 84
tidak apa-apa? Pasti tidak apa-apa, aku sudah besar, aku bisa menguasai hatiku.. aaaah..susah.. dia memang cantik dan baik.” Pikir asep. “sep kok diem aja?” ucap vita membuat darah asep semakin mendidih. “minta tolong apa vit?” jawab asep. Dia masih berusaha menundukkan pandangannya. Cinta dalam hati seorang anak manusia, sedang berontak berharap menjadi ucapan, namun akal masih mampu melawan, mempertahankan kebenaran yang diyakini. “sep! rumah vita kan paling jauh. terus vita kan searah sama kamu pulangnya. anterin ya.. tolong.. aku ga ada temeen!” rayu vita dengan lembut. Entah serunyam apa hati asep saat ini. ada suara yang lembut membelai hatinya, begitu hangat, rasa membumbung tinggi dan akhirnya mengalahkan akal yang sedari tadi coba dipertahankan. Asep terdiam cukup lama. “hmm.” Dia mengaruk kepalanya, memasang wajah yang salah tingkah. “baiklah. Ayo pulang..” ucap asep. “hhh.. nenek.. menjaga pandangan itu susah, tapi aku selalu mencobanya.. menjaga hati juga susah, apalagi kalau aku sudah lihat wajahnya.. hhh.. pasti terbayang-bayang terus..” pikir asep. Mereka pulang bersamaan. Jalanan desa yang berkerikil, lampu-lampu kecil di kiri dan kanan 85
pandangan, suara-suara binatang malam yang nyaring, menemani mereka dalam perjalanan pulang. Krik.. krik.. krik.. suara jangkrik paling lantang terdengar, mereka berdua tidak membuka percakapan. Asep pun diam, diam dalam rasa malu yang masih sempat menjaga mereka dalam kebaikan. Asep melewati dulu rumahnya dan mengantarkan vita pulang. Sesampainya di depan rumah vita, dia langsung menyuruh vita masuk. Dia tidak ingin sesuatu yang aneh kembali menggerayangi pikirannya. “terima kasih ya asep. Kalau kamu bisa, besok aku minta anter pulang lagi ya sep. Tapi aku juga ga maksa.” Pinta vita. Asep terdiam sejenak. “oh.. insyaallah vit..” ucap asep dengan terbata-bata. Vita melepas senyum manis dan perlahan menghilang dari pandangan asep. Asep segera pulang dan sedikit berhasil mengendalikan perasaannya agar tidak menyempit kepada seorang perempuan. Asep memang sangat menuruti kata-kata neneknya, dia tidak ingin mengecewakan neneknya. Dia selalu berusaha menaati nenek, karena neneknya adalah satu-satunya orang yang selama ini dia punya. “assalamu ‘alaikum.. nek, asep pulang.” Salam asep seraya mengetuk pintu. 86
“wa ‘alaikum salam nak.. masuk saja, pintunya tidak dikunci.” Jawab nek minah. Asep masuk ke dalam rumah, didapatinya nenek sedang duduk di atas ranjangnya, memegang sebuah buku. Ada sebuah koper besar di lantai, di dalamnya ada buku-buku yang sudah lapuk. Asep tidak masuk ke kamarnya melainkan menghampiri nek minah. “buku apa itu nek?” tanya asep. “ini buku bacaan nenek dulu. Sudah lama sekali.” Jawab nek minah. “waaah! pantesan nenek pinter. bukunya tebel-tebel benget sih..” tutur asep, dia memperhatikan buku yang neneknya pegang. Lalu kembali berucap “pasti bacanya lama banget ya nek?” tanya asep. “ini belum tebal nak! masih ada buku nenek yang lebih tebal dari ini. setiap hari nenek baca buku 3 sampai 4 jam.” Tutur nek minah kepada asep. “aku mau lihat yang lebih tebel dong nek? Terus kalau aku mau baca bukunya boleh?” pinta asep. “bukunya sudah dimakan rayap, berlubang, lembarannya pun sudah menempel. Sebenarnya nenek mau memberikan buku-buku nenek ke kamu, tapi keadaannya sudah tidak mungkin untuk dibaca, perhatikan buku-buku di dalam koper itu, sudah hancur.” tutur nenek, terdiam sesaat menghela nafas. 87
“Sekarang kamu sudah besar, sebentar lagi lulus SMP, nenek ingin kamu terus bertambah pintar, buku-buku ini adalah gudang ilmu yang nenek simpan, ternyata sampai ke tanganmu dalam keadaan yang rusak. Sungguh sayang ya nak. di sekolah kamu kan pasti ada perpustakaan, banyak-banyak membaca ya nak, nenek juga dulu sangat senang membaca.” Tegas nenek. Asep memperhatikan buku-buku yang menumpuk di dalam koper hitam yang sudah berlubang. “iya nek. tapi nenek kok bisa punya buku sebanyak ini? dapet dari mana nek?” tanya asep. “ini buku nenek waktu masih muda, sampai sekarang masih nenek simpan.” Jawab nek minah. “ooh.. nek aku mau tanya lagi. Tadi pas aku ngaji, kata mang udin, desa kita sudah rusak. Emangnya bener nek?” tanya asep. “memang begitulah. Para calon penerus desa ini lebih senang dengan kehidupan yang menipu, memperindah diri dengan pernak-pernik modern, mereka pergi ke kota padahal di desa lebih nyaman. Bahkan ada yang menghilangkan akhlak baik demi mendapatkan kebahagiaan, kamu jangan ikuti hal itu, sifat baik itu harus dipertahankan. Kebahagiaan yang kita dapat itu harus suci.” Terang nek minah. Asep terdiam sesaat. “jadi yang rusak itu sifatnya ya? Terus kebahagiaan suci itu apa nek?” 88
“iya nak, tingkah lakunya.” Ucap nenek seraya memasukkan kembali buku yang dia pegang ke dalam koper. “Kebahagiaan yang suci adalah ketika kita mendapatkan kebahagiaan tanpa melanggar agama kita, ketika kita mendapatkan kebahagiaan tanpa merusak nilai-nilai kebaikan yang ada dalam lingkungan.” Terang nek minah. “terus nenek, nenek kan sudah pintar. Menurut nenek, apa aku sudah rusak?” tanya asep. “kamu masih bersih nak, sebersih kapas yang baru jatuh dari pohonnya. Nenek ingin kamu terus seperti ini, menjaga hatimu untuk yang terbaik, mempelajari dunia ini dan membuat perubahan. Nenek ingin kamu menjadi manusia yang berguna.” Tegas nenek sambil menggenggam kedua pundak asep. “berguna untuk siapa lagi? Yang aku punya kan cuma nenek.” tegas asep. Nek minah tersenyum, lalu berkata “berguna untuk semua orang, berguna untuk lingkungan. Nenek dan bangsa ini sangat membutuhkan kamu, kamu yang akan meneruskan cita-cita nenek dan semua orang yang cinta kepada bangsa ini. kamulah orang yang bertanggung jawab terhadap masa depan bangsa ini, kamu dan teman-temanmu!” tegas nenek. “karena itulah kamu harus pahami yang ada di buku dan yang ada di lingkunganmu.” Lanjut nek minah.
89
“baiklah nek! aku akan memperbanyak membaca buku, akan aku baca semua buku yang ada diperpustakaan.” Ucap asep seraya tertawa dengan ceria. “pahami juga lingkunganmu! itu yang paling penting! Jika kamu sudah bisa melakukan itu semua, kamu akan menjadi manusia yang dicintai penghuni bumi dan langit.” Tegas nenek. “lagi-lagi aku harus memahami lingkungan. Bagaimana caranya? nenek memang sering berbicara seakan hal itu mudah. aku ini masih kecil nek.. bagaimana caranya mengerti yang nenek maksud. Mengerti lingkungan, membaca alam, hhh itu pasti susah. Aku sudah pernah mencoba, tapi tidak berhasil. Bahkan, Pelajaran biologi pun tidak menjelaskan apa kebutuhan hidup dari seekor semut. Apakah semut itu bisa sakit? Apakah semut itu mengerti kata-kata manusia? ..bingung ah.” Pikir asep. Asep menatap nenek. “baik nek! aku akan menjadi seorang yang berguna.” Dia terdiam sejenak, kemudian melanjutkan perkataannya “tapi insyaallah ya nek..” Ucap asep. “kamu harus yakin nak! Jangan lemah.” Nenek tersenyum melihat tingkah cucunya. Dan mereka berdua tertawa bersama. Hari itu asep kembali melewati pelajaran-pelajaran dari lingkungan sekitarnya. Dalam kebingungannya itu sebenarnya 90
dia tengah belajar untuk peka terhadap lingkungannya. Belajar untuk bertanya kepada pikirannya tentang segala hal. Belajar untuk menjaga segala kegiatan dan perbuatannya yang berhubungan dengan lingkungan agar tidak membuat kerusakan.
Bab 6 Bola kasti Ketika pulang sekolah siang tadi, asep, vita dan imam sudah berjanji akan main kasti. Ubed juga akan diajak, siang tadi mereka tidak sempat mengajak ubed, karena ubed memang tidaklah bersekolah seperti tiga temannya itu. Kasti merupakan permainan yang masih sangat disenangi di kampung mereka. Mereka sangat gemar memainkan permainan ini. ada dua kelompok yang berlomba dalam permainan ini, setiap kelompok terdiri dari beberapa orang. Ada sebuah bola dan sebuah pemukul. juga ada pos-pos perhentian untuk mengamankan diri dari lemparan bola, tipa pos itu ditandai dengan sebuah ayu yang menancap atau pepohonan. Salah satu kelompok dianggap menang ketika bisa kembali ke tempat awal mereka memukul bola tanpa terkena bola sama sekali di badannya. Arena permainannya luas dan jalur larinya berbentuk lingkaran. 91
Sore itu langit sedang cerah. Matahari hangat, cahayanya sedikit tertutup pepohonan. Sore itu mereka sudah berkumpul di lapangan depan sekolah. Lapangan yang bertanah lembab dan lumayan luas. Ada 8 orang yang ikut main, termasuk asep, vita, imam dan ubed. Mereka kemudian membagi kelompok bermain. Asep ternyata satu kelompok dengan ubed, sedangkan vita satu kelompok dengan imam. Permainan pun dimulai. Kelompok asep mendapat giliran pertama untuk jalan. Salah satu orang dari kelompok asep kemudian memegang pemukul dan bersiap memukul bola. Yang menjadi pelempar bola adalah dari pihak musuh, yang tidak lain adalah imam. Imam bersiap untuk melempar bola. Dia lempar bola itu, “tuiiing..” dan.. “bukk..!” bola kasti yang terbuat gumpalan plastik itu terbang, melayang ke atas kepala imam. Kelompok imam berlari dengan kencang mengejar bola itu, sementara anak yang memukul bola itu berusaha untuk lari ke tempat perhentian pertama. Kesempatan pertama itu berhasil dimaksimalkan oleh kelompok asep. Begitu juga kesempatan ke-dua dan ke-tiga, mereka berhasil memukul bola dan menghindari lemparan bola agar tidak terkena tubuhnya. Kali ini giliran asep. Asep adalah orang terakhir di kelompok itu, dia harus berhasil memukul bola dan berlari ke tempat awal. Orang terakhir 92
adalah orang yang paling sulit untuk berhasil, karena dia harus berlari lebih cepat dan sebisa mungkin untuk tidak berhenti. Imam melempar bola. Bola itu melayang rendah ke hadapan asep, pelan dan terarah. Asep mengayunkan pemukulnya dengan sekuat tenaga.. syeett.. Namun ternyata asep gagal memukul bola itu. kemudian dia berlari sebisanya, dia berlari agar tidak terkena lemparan bola. Imam melempar bola itu kepada temannya yang berdiri di jauh, mereka mengurung asep, asep kebingungan dan akhirnya kena. Kelompok mereka gagal melanjutkan permainan. Asep menjadi penyebab kegagalan timnya, dia pun terlihat sedikit kesal terhadap kebodohannya sendiri. Kali ini giliran kelompok imam yang main. Karena vita perempuan dan dia yang larinya paling pelan dalam kelompok, maka dia diberi kesempatan pertama oleh imam untuk memukul bola. Yang menjadi pelempar bola adalah asep. Asep bersiap, menggenggam bola itu dengan erat, kemudian melemparnya ke arah vita. “tuiiing..” dan.. “bukk!!” Tanpa disangka sebelumnya, vita berhasil memukul bola hingga melewati asep, melewati lapangan permainan, hingga menyebrangi jalan sekolah. Asep langsung berlari mengambil bola itu, sedang vita juga berlari menuju tempat perhentian pertama. Asep terlalu lama mengambil bola itu sehingga vita berhasil lolos. 93
Kemudian giliran imam yang memukul, asep yang melempar. Asep melempar bola itu.. dan.. “bukkk!” bola itu berhasil dipukul sangat kencang oleh imam, namun bola itu mengenai batang pohon jambu depan sekolah, memantul ke tanah dan berhenti beberapa meter di samping asep. Imam langsung berlari panik, vita pun turut berlari menuju tempat perhentian ke-dua. Asep mengambil bolanya, dia berlari sambil melihat imam yang sedang berlari juga. “Buuuss..” bola itu dilempar sekuat tenaga, membelah angin, meluncur dengan kencang. Imam yang melihat bola itu akhirnya bisa menghindarinya, namun ternyata bola itu lurus mengarah pada vita. “gdebukk..” bola itu tepat mengenai bagian telinga vita, vita pun langsung terhenti. Vita terhenti dari larinya dan berjongkok memegang telinga. Anak-anak yang ada di sana menghampiri vita, mereka hawatir terjadi sesuatu yang tidak baik. Asep mulai merasa hawatir, dia takut telah membuat vita kesakitan. Permainan yang tadinya penuh sorak sorai yang ceria, kini berubah menjadi bisik-bisik kehawatiran. “kamu ga apa-apa kan vit?” tanya asep. “Hiks..hiks..” vita menangis. Dia masih berjongkok di tempatnya, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan dan merapatkannya ke dengkul.
94
Imam yang terkesan santai kemudian datang menghampiri mereka. “loh kok nangis sih.. sakit ya vit?” tanya imam. “vit, sakit ya?” asep kembali bertanya. Wajahnya penuh kebingungan. “udah main lagi sana! Aku ga apa-apa kok..” jawab vita yang masih meneteskan air matanya. “maaf ya vit.. aku ga sengaja.” Ucap asep. “aduuuh.. apa yang harus aku lakukan?. ga sengaja.. tapi pasti sakit tuh vita.. hhh.. semoga aja ga parah.. aku juga bingung mau gimana. Maaf vit maaf..” pikir asep. Vita merasa sakit di telinganya. ada suara mendengung dalam telinganya dan terdengar sangat mengganggu. Dia memutuskan untuk berhenti bermain. Anak-anak lain juga pada akhirnya turut menghentikan permainan karena merasa sudah tidak lagi mengasyikan. Mereka mengerumuni vita yang sudah berpindah tempat dan sedang duduk di atas sandalnya. “vit! aku minta maaf yaa. beneran ga sengaja viit.” Ucap asep dengan harapan vita akan segera memaafkannya. “iya sep. ga apa-apa..” hanya itu yang vita katakan kepada asep. 95
“kamu pulang aja ya vit, takut kenapa-kenapa. nanti aku kena marah ibu kamu.” Pinta asep. “iya.” Ucap vita dengan singkat dan pelan. Permainan berhenti total, sore itu mereka bubar dan kembali ke rumahnya masing-masing. Asep yang merasa bertanggung jawab kemudian mengantar vita pulang. Sepanjang jalan menuju rumah vita, mereka berdua hanya diam. Asep masih merasa bersalah, dan vita mungkin merasa kesal dan kesakitan. Setelah mengantar vita, asep langsung pulang ke rumahnya, dia bercerita kepada neneknya tentang kejadian tersebut. “nek! kalau kuping kena bola itu bisa jadi tuli ga nek?” tanya asep yang sedang berbaring di kamarnya. “siapa yang kena bola? Kamu?” jawab nek minah yang juga sedang di kamarnya. Kamar asep dan nek minah berhadapan, tidak ada pintu melainkan hanya sebuah kain layaknya kain gorden. dan jarak kedua kamar hanyalah satu meter, itupun hanya sebagai jalan penghubung antara dapur dan ruang tengah. “bukan aku nek! vita.” jawab asep. “kena bola apa? Bola tendang? Cewek kok main bola.” Ucap nek minah. “bola kasti nek! yang kecil itu, yang dari plastik.” Terang asep. 96
“mungkin Cuma akan sakit nak, tapi tidak akan tuli.” Ucap nek minah. “huuh! lega dehh. soalnya tadi aku main kasti terus bola yang aku lempar itu kena vita.” Terang asep kepada neneknya. “kalau main itu hati-hati nak.” ucap nek minah dengan lembut. “aku juga udah hati-hati nek. aku udah yakin bolanya bakal kena imam. eh ternyata malah kena vita. dia kan cewek, makanya dia nangis.” Terang asep. “meskipun waktu itu bolanya kena imam, tetap saja harus hati-hati, tidak boleh terlalu keras melempar. Kan sakit kalau kena.” Ucap nek minah. “hhh.” Gumam asep. “iya nek asep ngerti. kalau main lagi asep bakalan lebih hati-hati.” Ucap asep. Dia terlihat sangat menyesali perbuatannya. “terus tadi mainnya menang apa kalah?” tanya nek minah kepada asep. “belum ada yang menang nek! mainnya bubar. aku masih merasa bersalah nek sama vita. Dia diem aja pas aku minta maaf.” Ucap asep. “naah! itulah pelajarannya. Minta maaf kepada manusia itu susah, makanya kita harus hati-hati, jangan sampai menyakiti orang lain, apalagi teman 97
kita sendiri.” Terang nek minah dengan ucapan yang pelan dan penuh penjelasan. “ini kan kecelakaan nek, bukan sengaja.” Ucap asep. “beda sedikit antara kecelakaan dengan kecerobohan! kamu sengaja atau tidak sengaja, yang dirasain vita itu kan tetep aja sakit dan kesal. Begini nak, kita mungkin bisa menilai bahwa kita tidak sengaja, tapi bagaimana dengan rasa sakit yang kita buat terhadap orang lain? apa akan hilang? tidak nak, kita harus tetap meminta maaf. Sembuhkan lagi hatinya.” Terang nek minah. Asep terdiam cukup lama, lalu berkata “iya nek. nanti aku minta maaf lagi sama vita, sampe dia senyum lagi pokoknya.” Tutur asep. Terdengar nada malas dalam ucapannya. “memang harus begitu! jangan malu atau malas untuk minta maaf. Usahakan agar kita bisa mengobati hatinya. Kecuali dia sudah mengusir kamu, barulah berhenti minta maaf. itu sudah urusan Allah.” Terang nek minah. “kalau aku jadi vita.. pasti sekarang aku sedang kesakitan.. hhh.. semoga dia cepat sembuh deh.” Pikir asep. Nenek terdiam, lalu melanjutkan kata-katanya “tapi, kalau kamu yang kena bola kasti itu. kamu harus
98
cepet maafin orang yang melempar bola. Memaafkan itu lebih baik nak.” Tegas nek minah. “pasti susah nek.” jawab asep. “mudah!” tegas nek minah. “kamu jangan berkata sulit padahal kamu belum mencoba. Dan ingat nak! memaafkan itu harus datang dari hati, harus dengan tulus, dengan begitu racun yang membuat hatimu kesal juga akan ikut keluar bersamanya.” Lanjut nek minah. hari semakin sore. Ayam dibelakang rumah mulai berisik ingin masuk kandang. Asep menyudahi obrolannya dengan nenek, kemudian pergi memasukkan ayam-ayam itu ke kandangnya, dan dia pun bergegas mandi. Hari itu ada masalah yang cukup membuatnya malu kepada vita.
Bab 7 Pohon cabe dan pisang Pagi yang cerah di hari minggu. Kuning sinaran mentari menyusuri lembah. menyentuh pucuk pinus di pegunungan, lalu turun menyentuh daun teh muda di perkebunan, menyibak kabut tebal yang menutupi jalanan, hingga tiba di pintu rumah para penduduk pedesaan. 99
Kala itu asep sedang mengurusi pohon cabe di samping rumahnya. Ada kebun kecil di hadapannya. pohon-pohon cabe, tomat, katuk, dan pepaya tumbuh berdampingan. Pikirannya kembali merenungkan segala yang telah dia jalani, namun tangannya tetap mencabut rumput-rumput yang tumbuh dan mengganggu kebunnya. “sebentar lagi aku lulus sekolah. Kemana ya aku lanjutkan sekolah? apa nenek punya uang untuk itu semua? Aku masih ingin sekolah tapi pasti ga mungkin.. Apa aku akan bekerja serabutan seperti mang udin? atau aku akan menjadi karyawan di kebun teh? Bagaimana caranya menjadi seorang yang berguna bagi orang lain, jika aku sendiri saja kesulitan mengatur masa depan. Hhhh..susah..” Pikir asep. Saat itu dia hanya sendirian. ketika dia menengadahkan wajahnya yang berkeringat, dia melihat pohon pisangnya yang sudah berbuah, tidak nampak jelas karena buahnya berada di sisi yang lain. hanya sesaat dia menatap pohon pisang itu kemudian kembali mengacuhkannya. Asep kembali merenungi hidupnya, bahkan mengajak berbincang pohon-pohon yang ada di kebun di dalam pikirannya. “wahai rumput-rumput.. apa yang kamu rasakan ketika aku cabut dari tanah? Apakah sakit? Apakah kamu punya anak yang akan menangis? Maaf ya aku tidak bermaksud membunuhmu.. lagipula kamu tidak menjadi rumput yang berguna untuk lingkungan? 100
kamu kan Cuma mengganggu tanaman lain. Apakah yang akan terjadi jika aku terus mencabut kamu dan teman-temanmu? Coba jawab pertanyaanku.. aku tidak ingin merusak alam.” pikir asep. “nak! ambilkan nenek tomat, dua buah saja.” Pinta nek minah. Suara nenek dari dalam dapur memutus lamunan asep. Asep segera memetik dua buah tomat yang sudah memerah. Kemudian dia berlari memberikan tomat kepada neneknya. “iya nek, tunggu sebentar.” Jawab asep. Dia berlari kecil menyerahkan buah tomat itu kepada nenek. Setelah itu asep kembali membersihkan lingkungannya. Kebun kecil sudah bersih, kemudian dia membersihkan pohon-pohon pisang dari bekicot, dan membuang daun-daunnya yang sudah kering. Dia menarik daun-daun tersebut, lalu memotongnya dengan parang, menumpuk daun tersebut dan membakarnya. “wahai pohon pisang.. apa yang kamu rasakan ketika bekicot itu memakan daunmu? Apakah kamu rela? Dan untukmu wahai bekicot.. apakah kamu sangat lapar hingga memakan daun yang masih muda? Kenapa tidak kamu makan saja daun yang sudah kering? yang tidak ada getahnya. Dan untuk kalian berdua.. coba jawab! Apakah aku sudah benar? Aku tidak ingin ada salah paham diantara kita, aku tidak ingin melukai kalian. Karena aku sadar aku pun berasal dari tanah, namun kita jarang berbincang-bincang. aku memiliki akal, 101
sedang kalian memiliki bahasa yang tidak aku mengerti. Aku menangis, tertawa, mencoba mengerti, sedangkan kalian diam saja.. Bagaimana aku bisa memahami kalian!? Apa sudah benar caraku ini.. ayolah jawaab.. aku ini sedang belajar membaca alam..” pikir asep. Nek minah tiba-tiba kembali memutus lamunan asep. “nak! pisang itu bukannya sudah cukup tua? Tebang saja. nanti malam takut ada kelelawar yang mampir, nanti kita cuma kebagian kulitnya.” Perintah nek minah kepada sep. lalu nenek kembali berkata “Hatihati nebangnya!” ucap nek minah. “tapi nek. apa pohon pisang ini tidak merasa sakit kalau ditebang? Asep kasihan, dia kan punya anak yang masih kecil-kecil.”ucap asep. “kamu masih ingat perkataan nenek yang lalu, ketika kamu menyiram pohon cabe dengan air yang terlalu banyak.” Tanya nek minah. “ingat nek!” jawab asep seraya menatap pohon pisang yang ada di hadapannya. “kemari nak!” Ucap nek minah. Asep kemudian kembali masuk ke dalam dapur dan menghampiri nek minah. Nenek menghentikan pekerjaannya dan mulai memberi asep nasihatnya. “Nak, alam ini sudah terikat dengan aturannya sendiri, mereka tidak punya akal namun mereka tidak 102
akan salah dan tidak boleh disalahkan. kita juga bagian dari alam, dan yang membuat kita terikat dengan aturan alam adalah akal dan hati. bijaksanalah dalam memanfaatkan alam, pohon pisang itu tidak akan bersedih ketika kamu menebangnya untuk kamu makan, batangnya yang membusuk akan jadi tempat tinggal cacing, daunnya pun akan jadi santapan kambing, tidak ada yang sia-sia dan tidak ada yang serakah. Naah! Jika nanti alam ini mulai rusak, berarti ada yang salah dengan manusia.” Terang nek minah. “berarti harus memanfaatkan alam sebaik mungkin ya nek, secukupnya aja gitu?” tanya asep. “iya nak, jangan serakah. Karena kita tinggal di bumi ini tidak sendirian.” ucap nek minah. “oooh.. tapi tetap aja kasihan.. parang itu kan tajam, apa tidak sakit kalau ditebang?” pikir asep. Nenek kembali melanjutkan perkataannya. ”dengarkan ini baik-baik. ada beda antara pohon dengan manusia. Anak pohon pisang itu akan tumbuh dengan baik meskipun tanpa orang tua, beda dengan manusia, manusia punya akal dan hati yang harus dibimbing dan dikembangkan, jika tidak dibimbing maka keduanya bisa mati atau tumbuh kearah yang salah, dan akhirnya akan merusak alam. Makanya nenek selalu membimbing kamu, nenek tidak ingin kamu salah dalam menggunakan akal dan hatimu. 103
sudah cepat tebang pohon pisangnya, dia tidak akan sedih!” tegas nek minah. Asep menganggukkan kepalanya, lalu berkata “ooh.. aku mulai mengerti. jadi kalau aku salah menggunakan akal maka aku bisa merusak alam ya nek. hmm, oke oke aku paham nek.” Asep berlari keluar dapur, dia kembali memperhatikan pohon pisang tersebut. Batangnya cukup besar, sedikit miring ke barat. buahnya sangat banyak, menggantung di ujung pohon seakan hendak terjatuh. “wahai pohon pisang.. aku harus menebangmu, dan memakan buahmu. Semoga kamu bisa terus berguna untuk lingkunganmu, hingga serat yang terakhir. Semoga bekicot itu masih mau pada daunmu yang layu. Maafkan aku.. Bismillahirrahmanirrahim..” pikir asep. Asep pun menebang pohon pisang itu, buahnya sudah tua dan mulai menguning. Dia ayun parangnya, tebasan demi tebasan menghujam, baja tajam itu akhirnya membuat pohon pisang tumbang. Asep membawa buah pisang itu ke pojok dapur, lalu dia kembali keluar dan merapihkan batang pohon pisang yang sudah tumbang itu. dia memotongnya menjadi bagian-bagian pendek, menyusunnya membentuk persegi, dengan potongan-potongan itu dia mampu membuat pagar untuk tunas pisang yang masih kecil. Asep telah menyelesaikan pekerjaan kebunnya pagi itu, dia duduk beristirahat di dekat 104
pintu dapur sambil memperhatikan lingkungan di sekitarnya. “kalau aku pikir.. Allah benar-benar hebat. Dia menjadikan pohon pisang berbuah manis, pohon cabe berbuah pedas, pohon teh berpucuk wangi, pohon padi berbuah enak. Mereka semua punya rasanya masing-masing, mereka semua punya manfaatnya masing-masing. Padahal mereka berakar diatas tanah yang sama dan menyerap air yang sama-sama tawar. Hmmm... Aku juga tercipta dari tanah, dan juga minum air, jika aku berbuah, maka rasa apa buahku itu?” asep kembali merenung. Semakin hari asep semakin sering merenungkan segala hal yang ada di sekitarnya. Ketika dia bingung, sering kali dia bertanya kepada nek minah. Nek minah juga sering kali kewalahan meladeni pikiran anak ini yang sangat peka dan penuh rasa ingin tahu.
Bab 8 Belajar bersama Hari silih berganti, minggu ditukar minggu, hingga bulan hampir menjadi tahun. Tidak lama lagi Asep dan teman-temannya akan segera mengikuti ujian nasional, kelas 3 yang penuh dengan pelajaran yang sulit akan segera berakhir. kini tinggal satu 105
minggu lagi hingga saat ujian yang sesungguhnnya tiba. Ujian nasional adalah pintu. pintu dari perpustakaan yang kecil menuju perpustakaan yang lebih besar. Pintu yang memiliki satu kunci yang tersembunyi diantara buku-buku perpustakaan. Dari sekian banyak tumpukan buku, harus dibaca, dipahami, dan berharap di halaman terakhir akan menemukan kunci pintu tersebut. Sungguh malang orang yang tidak beruntung, membaca sekian banyak buku, namun ternyata kunci yang dibutuhkan ada buku terakhir yang belum dia baca. tidak sempat dibaca karena perpustakaan itu lebih dulu runtuh, mengubur setiap orang dan harapan yang ada di dalamnya. Asep, vita, dan imam. Mereka bertiga akan menghadapi ujian nasional, mereka diliputi ketegangan, ada harapan besar agar mereka bisa lulus, namun mereka juga diselimuti kehawatiran menghadapi ujian, karena harus mempelajari lagi pelajaran dari semenjak mereka mulai masuk SMP, cukup banyak hingga menguras tenaga dan pikiran. Hari ini asep berencana belajar bersama vita dan imam. Mereka janji belajar di rumah vita. Asep berjalan membawa tasnya yang berisi bermacammacam buku pelajaran, dia datang lebih awal ke rumah vita dibanding imam.
106
“assalamu ‘alaikum..” salam asep seraya mengetuk pintu. “wa ‘alaikum salam..” jawab seseorang dari dalam rumah, lalu pintu itu terbuka. “nak asep mau belajar bareng vita ya, mari masuk nak, sebentar ya ibu panggil vitanya.” Ucap ibu vita. Tidak terasa hampir tiga tahun berteman dengan vita, sudah hampir satu tahun dia mengantar vita pulang mengaji. namun asep hanya mengantarnya sampai gerbang rumahnya dan inilah untuk pertama kalinya asep masuk ke dalam rumah vita, menginjakkan kaki di lantai yang tadinya hanya dia lihat dari balik pagar. Asep dipersilahkan menunggu di ruangan yang sangat luas, dia bertahta di atas sofa yang sangat empuk, di hadapannya ada televisi yang sangat besar, tidak henti-hentinya dia mengarahkan pandangan, seakan mencari-cari segala hal yang belum dia kenal sebelumnya. Anak kampung ini memang masih baru dengan hal-hal yang berkilau dan empuk seperti yang ada di rumah vita. “hai sep! mana imam?” sapa vita. “eh vita, imam belum nyampe vit. Dia mungkin masih di jalan.” Ucap asep. Dia berusaha menyingkirkan pandangannya dari vita. Vita terlihat sangat cantik hari itu, ditambah lagi dengan keadaan rumah yang bersih dan bercahaya, vita semakin terlihat penuh sinar keindahan. 107
“kita belajar apa hari ini?” tanya vita. “eh. bahasa inggris aja ya vit. Aku kan kurang ngerti sama pelajaran itu, kalau kamu kan pinter banget.” Ucap asep yang sedang diliputi rasa aneh, berdua dengan seseorang yang dia sukai. “vita sih setuju aja sep. tapi kita tunggu imam dulu ya, kasian dia kalau ketinggalan.” Jawab vita. tangannya menyalakan televisi, pandangannya mulai teralih dari asep. Asep sangat senang ketika TV itu menyala, karena dia sangat jarang menonton TV. dia hanya menonton TV seminggu dua atau tiga kali, itupun hanya pada jam-jam tertentu. biasanya asep menonton TV di rumah imam, televisi 14 inci dengan kualitas gambar yang kurang bagus, dan dengan pencahayaan yang remang-remang. Yang ada di rumah vita ini sangat berbeda, ukurannya besar, gambarnya terang, dan suaranya juga jelas. “vit! cari berita tentang ujian nasional ada ga?” ucap asep yang berusaha untuk terlihat biasa dan tenang. “biasanya sih ada, kemaren aja di berita ada yang demo menolak ujian nasional.” Jawab vita. “kok demo, emang ujian itu apa salahnya?” tanya asep. “kan rugi sep kalau kita ga lulus. belajarnya udah 3 tahun, kalau ga lulus bisa stress nih otak.” Jawab vita, 108
sedang tangannya masih tetap menggenggam remote dan memindah-mindah channel. “iya juga ya. Tapi kalau ga ada ujian, nanti yang ga belajar juga bisa lulus vit, ga adil buat yang belajar dong.” Tegas asep. Dia mulai mencairkan suasana yang tadinya sangat terasa kaku dan aneh. “ya ga apa-apa lah sep, kalau bisa tuh lulusin aja semuanya.” Tertawa kecil. “Yang penting kan kita lulus karena kita belajar, kalau ada orang ya ga belajar terus lulus juga, ya ga apa-apa lah. itu urusan mereka.” Ucap vita. “hmmm. jadi harusnya lulusin aja semuanya. enaknya sih emang begitu. tapi di ijazahnya itu di kasih tingkatannya vit.” Terdiam sejenak. “Contohnya yang nilainya bagus itu lulus dapet tingkat A, yang nilai sedang dapet tingkatan B, dan seterusnya. kan jadi adil tuh.” Tutur asep. “nah setuju tuh aku. Ngomong-ngomong mana beritanya ya, kayanya ga ada deh sep.” terang vita yang dari tadi mencari channel berita tentang ujian nasional. “assalamu ‘alaikum..” suara seseorang dari depan rumah. “wah kayaknya suara imam tuh vit.” Ucap asep dengan cepat. dia merasa senang akhirnya anak itu 109
datang untuk menyudahi ketegangan yang dia rasakan karena bersama vita. “akhirnya datang juga. dasar pemalas tuh anak.” Jawab vita seraya berjalan menuju pintu. Vita membukakan pintu untuk imam. Siang itu imam hanya membawa dua buah buku yang ditenteng di tangan kirinya. Anak itu memang tidak bersungguh-sungguh dalam belajar, dia hanya bersemangat ketika dijanjikan hadiah oleh orang tuanya, di usianya yang masih muda dia sudah memikirkan uang dan uang. Dia sangat terobsesi untuk menjadi orang kaya yang mempunyai banyak harta benda. “silahkan masuk mam.” Ucap vita kepada imam yang sedang berdiri dekat pintu. “asep mana vit, jadi kita berdua aja nih belajarnya?” ucap imam. “asep udah dateng duluan, kamu telat tau mam. Huuuh!” ledek vita kepada imam. “oh aku telat, maaf ya. Hehe..” imam hanya tertawa menanggapi ledekan vita yang terlihat kesal padanya. Mereka telah berkumpul dan mulai belajar, perlahan, juga serius. Mereka Membahas isi tiap halaman. Salah seorang mengutarakan pertanyaan, yang sudah mengerti memberikan jawaban. Mereka 110
berbagi dan mendapatkan jawaban. Hingga otak mereka benar-benar jenuh, dan tanpa sadar mereka sudah dalam posisi menonton tv sambil mengobrol. Asep sudah duduk di lantai, bersandar ke sofa di depan televisi. Vita duduk di atas sofa, sedangkan imam tengkurap di lantai. Lalu setelah itu, ibu vita tiba-tiba menghampiri mereka dari belakang, dia membawa 3 gelas jus jeruk dan beberapa roti isi coklat. Lalu berkata “kok pada ngobrol, udahan ya belajarnya?” tanya ibu vita. Vita mengambil segelas jus yang dibawa ibunya “udahan mah, udah puyeng nih.”. lalu dia meminum jus tersebut. “ya sudah lanjutkan aja ya ngobrolnya. Mamah masih masak di dapur. asep, imam, ayo diminum jusnya, jangan malu-malu.” Ucap ibu vita. “iya bu.” Asep dan imam menjawab serentak. Imam pun bangun dari posisinya, dia duduk dan meghadap pada dua buah jus jeruk. Imam berbisik kepada asep “cepat minum jusnya sep”. Asep berbisik juga kepada imam “kamu duluan mam, aku malu.” Ucap asep yang tidak pandai berbisik. Suaranya terlalu keras dan terdengar oleh vita “heh! kok bisik-bisikan, ngomongin apaan? Diminum tuh jusnya, kalian pasti haus kan dari tadi belajar terus?” ucap vita. Vita sadar bahwa kedua anak ini 111
merasa malu. Dia mengambil satu dari dua gelas yang tersisa, kemudian memberikannya kepada asep. Asep menerima dengan malu-malu dan mulai meminumnya sedikit demi sedikit. Baru saja asep meletakkan gelasnya kembali, ternyata imam sudah meminum habis jusnya. “enak ya jusnya. Hehe..” ucap imam seraya tertawa kecil. Dia mengelap bibirnya yang basah oleh jus dengan tangan. Vita hanya tertawa kecil melihat tingkah kedua anak kampung ini. mereka kembali ceria setelah penat sempat menyandera pikiran mereka. Obrolan pun berlanjut dengan lebih santai dan penuh canda. “cita-cita kamu apa vit?” tanya asep kepada vita. “aku mau jadi dokter, bisa ngobatin orang, bisa nyembuhin orang, dan lain-lain. Kalau kamu mau jadi apa?” tanya vita. Seraya meletakkan gelas jusnya ke meja kecil di hadapannya. “kalau aku tuh mau jadi mandor di kebun teh, pasti seru.” Jawab imam yang memotong pertanyaan vita yang ditujukan kepada asep. “kalau aku mau jadi orang yang berguna.” Jawab asep.
112
“ih si imam, cita-citanya ga keren. papaku aja punya kebun teh.” Vita tertawa kecil meledek imam, sedangkan imam tetap saja cuek dengan ledekan temannya itu. lalu vita menyambung perkataannya “tapi sep, berguna itu kan masih umum, kamu harus punya cita-cita yang jelas. Contohnya jadi dokter, mandor, presiden, polisi. Gitu sep!” tegas vita. “aku nggak begitu vit! yang penting itu berguna. Jadi apapun aku nanti. mau jadi dokter atau polisi atau presiden, yang terpenting itu aku ingin jadi orang yang berguna untuk lingkunganku. jika aku jadi presiden, maka aku ingin jadi presiden yang berguna. Jika aku jadi dokter, maka aku ingin jadi dokter yang berguna. Jika aku jadi polisi, maka aku ingin jadi polisi yang berguna. Hmm keren ga?” terang asep yang bersemangat sekali menjelaskan tujuan hidupnya. “ooh.. aku ngerti maksud kamu. Lumayan keren sih daripada imam.” Jawab vita seraya kembali meledek imam. Imam dengan cepat membalas ledekan vita, dia berkata “kalau begitu, aku mau jadi mandor kebun yang berguna aja. Hehe.. keren kan vit?” ucap imam. “iya mam keren tuh! Nanti kamu pake baju yang keren, dandan, terus ke kebunnya naik kuda. Pasti banyak yang jatuh cinta tuh sama kamu.” Ucap vita membuat mereka semua tertawa. 113
“eh vit, lulus SMP nanti kamu mau lanjut ke mana?” tanya asep kepada vita. “hmm.” Terdiam cukup lama. “kayaknya aku masih sekolah di sekitar sini sep. Setelah lulus SMA nanti baru deh rencananya aku kembali ke kota, di sini kan ga ada tempat kuliah yang deket.” Ujar vita. “wah, nanti kita bakalan berpisah nih. tapi aku juga belum tau sih mau kemana. Suatu saat nanti kalau kita ketemu, kita bakal saling kenal ga ya.” Tutur asep yang diselingi tawa kecil. “pastilah sep! masa sih aku bisa lupa sama kalian.” Ucap vita. Disaat vita dan asep sedang mengobrol, imam sibuk memakan roti yang tadi disuguhkan oleh ibu vita. Tembok malunya sudah benar-benar roboh, yang tadinya sungkan, kini perlahan menghabiskan semua yang ada di hadapan mata. Sore itu imam dan asep memutuskan untuk segera pulang. Acara belajar telah selesai untuk hari ini, mereka keluar rumah dengan menebar senyum bahagia. Satu orang yang tersenyum karena mendapat ilmu baru, sedang yang satu lagi tersenyum karena memakan makanan yang enak. Pengalaman yang suatu saat nanti mungkin akan diperbincangkan. *** 114
“Assalamu ‘alaikum.. nenek..” sahut asep seraya mengetuk pintu rumah. “Wa ‘alaikum salam.. masuk nak” jawab nek minah dari dalam rumah. Asep lekas mencium tangan nenek. dia lalu pergi mandi dan shalat ashar. Asep sudah disiplin waktu tanpa merasa ada beban keterpaksaan. Selepas menegakkan shalat ashar, dia keluar dari kamarnya dan kembali menghampiri nenek yang sedang di kamarnya. “nek, aku tadi dari rumah vita. Ruang tamunya itu luas banget nek, pokoknya bagus lah. televisinya juga besar nek, seandainya kita punya televisi seperti itu ya nek.” ujar asep dengan cepat dan bersemangat. “rumah ini juga sudah cukup nak. satu lagi, televisi itu banyak sisi buruknya nak. Tidak baik jika terlalu banyak menonton tv, kita harus menyaring-nyaring acaranya.” Ucap nek minah. “iya sih. Tapi rumahnya itu terang banget nek.” duduk di samping nenek. di pinggiran ranjang yang sudah reyot. Lalu berkata “nek, emang tv itu buruk kenapa?” “lihat keadaan sekitar kita nak. Anak-anak kecil yang tadinya ramai mengaji di surau, sekarang sudah sepi. Salah satu penyebabnya adalah televisi. Kini mereka 115
lebih senang menonton tv dan meninggalkan kegiatan mengaji.” Tutur nek minah. “benar juga ya nek. sekarang yang ngaji itu tambah sepi aja nek.” ujar asep. “di televisi juga ada banyak acara-acara yang tidak mendidik ke arah yang baik. ada gosip-gosip, lawakan-lawakan yang tidak ada habisnya. jika kamu setiap hari menonton itu semua dan menikmatinya, kamu bisa jadi manusia yang kehilangan kepedulian terhadap lingkungan sekitar.” Tegas nek minah. “kenapa begitu?” tanya asep keheranan. “Karena kebanyakan acara yang ada di televisi itu adalah hiburan untuk para penonton, dan mata pencaharian bagi para pembuatnya. Semakin penonton terhibur, pembuat acara tv itu akan semakin untung.” Terdiam sesaat. “Makanya para pembuat tv itu selalu saja memberikan hiburan-hiburan. Nah, hiburan-hiburan itu bisa membuat penonton tv menjadi lupa akan lingkungan sekitarnya. Jadi hanyut dalam kesenangan. Paham tidak nak?” terang nek minah. “aku agak paham. Tapi Apa separah itu ya nek? berarti jaman sekarang sudah banyak orang yang ga peduli kepada lingkungan ya nek. kan sudah banyak yang nonton tv.” Tanya asep.
116
“sudah banyak sekali. Jadi, kalau kamu sedang menonton tv, di manapun itu, kamu harus pintarpintar memilih acara. Carilah berita-berita tentang lingkungan, tentang alam, keadaan bangsa kita, acara-acara yang menginspirasi kita agar semakin bersemangat, yang pasti acara yang mengandung pegetahuan yang baik.” Terang nek minah. “yah nenek, aku jarang nonton tv, tenang aja.” Ucap asep sambil tertawa. “terus kalau kita ga nonton tv, apa kita pasti akan jadi orang yang peduli?” asep kembali bertanya. “tidak juga. Pada dasarnya manusia itu punya perasaan yang membuatnya peduli, namun ada halhal yang bisa menghapuskan rasa kepedulian itu. Salah satunya adalah televisi.” Ucap nek minah. “selain televisi apalagi nek? kalau aku tau kan aku bisa jaga-jaga, supaya rasa peduliku ga hilang gitu nek.” tanya asep. Asep sangat serius mendengarkan nek minah, hingga semut yang menggerayangi kakinya tidak dia rasa sama sekali. “intinya hanyut dalam cinta dunia. Itulah hal yang paling berbahaya.” Jawab nek minah. “wah kalau begitu, aku tidak boleh senang dong nek? kok mencintai dunia itu buruk, memangnya apanya yang salah?” asep kebingungan dengan jawaban neneknya. 117
“cinta dunia itu menghanyutkan, bisa membuat kamu lupa akan kewajibanmu sebagai manusia yang beragama. Kesenangan dunia bisa membuat kita lupa kepada orang lain. Contohnya itu hura-hura, maen terus dan malas mengaji, segala macam makanan dimakan, tidak peduli halal atau haram, dan lain sebagainya. Kamu harus bentengi dirimu dengan shalat dan harus selalu yakin bahwa Allah itu melihatmu. Setuju!” tegas nenek. “setuju!” jawab asep dengan bersemangat, lalu dia kembali berkata “tapi pasti susah juga ya nek, untung saja di kampung kita belum banyak yang persoalan seperti itu.” ujar asep. Jam menunjukkan pukul 17.45, asep pun pamit kepada nenek untuk berangkat mengaji. Langkah-langkah pasti seorang anak lelaki sedang diukir saat ini, asep kecil semakin tumbuh seiring berjalannya waktu. Kini dia tidak melihat apapun yang mampu menghalangi jalannya untuk terus maju. semakin hari, dia pun semakin tenang dalam menghadapi masalah tentang keberadaan kedua orang tuanya.
118
Bab 9 Hari kelulusan Jam 5 pagi. asep membuka mata, dia bangkit dari ranjang bambunya. Dengan cekatan dia merapihkan kasur tipis yang menjadi alas tidur dan melipat selimut kesayangannya yang tebal. Dia mulai melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, kebiasaan ini sudah menjadi keseharian asep, dia tidak harus dibangunkan oleh apapun atau siapapun agar bisa bangun pagi. Dia sadar jika waktunya bangun telah tiba, kemudian diambilnya segayung air, membasuh anggota wudlu hingga rukun yang terakhir. Setelah shalat subuh, dia memanjatkan do’a yang lebih panjang dari biasanya. Mengharapkan ketenangan dari Allah, mengharapkan kelulusan diberikan kepada dia dan semua teman-temannya. Ketika do’a telah selesai dipanjatkan. mentari sudah mencapai lubang jendela, Ayam-ayam sudah mulai bermain di sekitar rumah, meramaikan suasana pagi yang istimewa. Asep pun sudah siap dengan seragamnya, dia sudah rapih dan siap berangkat ke sekolah. “asep, kemari nak.” Nek minah memanggil asep yang sedang berada di kamar. 119
“iya nek.” asep menghampiri nenek yang sedang di lantai ruangan depan. Dia duduk bersila di samping nenek, seraya menggenggamkan kedua tangannya menjadi satu. “nek, do’akan asep supaya lulus.” Lanjut asep. “sudah nenek do’akan. Kamu tidak usah tegang nak, kamu pasti lulus.” Ucap nek minah mencoba memberi semangat kepada asep. “bagaimana jika aku tidak lulus?” ucap asep. “bersabar dan tetap bersyukurlah. meskipun kamu tidak lulus, ilmu yang selama ini kamu dapat tidak akan gugur nak. Kelulusan itu hanya penilaian yang dilakukan oleh orang lain terhadap kamu, padahal orang itu adalah orang asing. Kalau menurut penilaian nenek, kamu itu sudah lulus dengan nilai yang besar, percayalah. Jangan takut ya nak!” tutur nek minah. “semoga aku lulus. udah nek, aku berangkat dulu! assalamu ‘alaikum.” Ucap asep. “amin. wa ‘alaikum salam. hati-hati di jalan ya nak.”ucap nek minah. Meskipun nek minah sudah memberikan nasihat, asep tetap saja merasa tegang menghadapi pengumuman kelulusannya. Pagi itu dia berangkat ke sekolah bersama-sama dengan vita dan imam. Vita dan imam, mereka berangkat lebih pagi dari 120
biasanya, dan merasakan ketegangan yang sama seperti asep. Sesampainya di sekolah, mereka dikumpulkan di lapangan voli. Kepala sekolah dan guru-guru memberikan sambutan dan kata-kata perpisahan. Ketika guru-guru itu selesai dengan sambutannya Suasana pun kembali berisik. suara-suara kepanikan tidak bisa dibungkam, mereka berbicara seakan tengah menghadapi perang. Saat pegumuman itu pun tiba. Seorang guru memanggil nomer ujian seorang anak, anak itu perlahan maju, dia menerima sebuah amplop putih yang hanya bertuliskan nomer ujiannya. Bergetar tangannya menerima amplop tersebut, seakan terasa berat menahan sebuah amplop kertas. Nomer berikutnya dipanggil, seorang anak kembali maju dan mengambil amplopnya. Mereka yang sudah mendapatkan amplopnya sangat penasaran dengan isi amplop tersebut, namun mereka belum diijinkan membuka amplop itu hingga semua anak mendapatkan amplopnya masing-masing. Begitu seterusnya, sang guru membagikan amplop hingga anak yang terakhir mengambil amplopnya. Pak guru pun kembali menenangkan suasana, memberikan kata-kata yang baik untuk menguasai murid-muridnya yang sedang merasa resah.
121
“bagaimana jika aku tidak lulus? Pasti nenek kecewa.. aku juga akan kecewa pada diriku sendiri. Di dalam amplop ini ada masa depanku, aku tidak mungkin gagal.. apa jadinya nanti kalau aku gagal.. aku tidak mau terus mencabuti rumput.. Aku adalah orang yang dibutuhkan oleh lingkungan.” pikir asep. “anak-anak, di dalam amplop kalian ada pengumuman hasil ujian. Nanti di dalamnya ada dua kata yang di cetak besar dan dipisahkan oleh garis miring, dua kata itu adalah lulus dan tidak lulus. Jika yang dicoret adalah kata tidak lulus, itu berarti kalian lulus. Tapi jika yang dicoret adalah lulus, maka kalian dinyatakan tidak lulus. Bisa dimengerti?” ucap pak guru tersebut. paham pak! Pahaam!” semua anak menjawab. “baiklah! sebelum kita membuka amplop tersebut, mari kita berdoa terlebih dahulu. Berdo’a mulai.” Ucap pak guru, Mereka lalu berdoa dengan hening sekitar 10 detik. “selesai!” tegas pak guru. Lalu dia kembali berkata “baik! bapak mulai aba-abanya. Tenangkan dulu diri kalian, buka amplop tersebut pada hitungan ke-tiga. Siap! Satu... dua... tiga... silahkan buka!” aba-aba dari pak guru membuat suasana kembali riuh. Asep dengan cepat membuka amplop tersebut, ada selembar kertas yang dilipat rapih didalamnya. Asep mengintip kertas tersebut perlahan, 122
darahnya terasa semakin mendidih, tubuhnya berkeringat dan bergetar, dia begitu takut untuk melihat isi dari kertas tersebut. Dan akhirnya tulisan itu pun muncul. “Alhamdulillah! aku luluuuss..” teriak asep. Dia segera mencari teman-temannya, namun suasananya sangat kacau. Dia mendengar orang berbicara dimana-mana. Namun ada yang aneh di sana, sepertinya tidak ada wajah bahagia diantara temantemannya. “punyaku mana?! punyaku mana?!” teriakan yang keluar dari mulut teman-temannya. Asep melihat kembali kertas miliknya, dia membacanya lebih teliti, mulai dari bagian paling atas. Dia terhenyak, ketegangan kembali menggelayut, ternyata kertas yang ada di tangannya bukanlah miliknya. ada nama orang lain yang tercantum disana. Kekacauan pun dimulai kembali. Asep dan para murid yang lain merasa kebingungan mencari kertas miliknya, mereka sibuk dengan kepentingannya masing-masing. Berputarputar di tengah lapangan voli, sedangkan para guru tersenyum manis menonton dari pinggir lapangan. Mereka sepertinya sudah mengetahui apa yang sedang terjadi. Tiba-tiba seseorang memanggilmanggil nama asep. Asep mencari sumber suara 123
tersebut, sambil mencari-cari vita untuk menyerahkan kertas miliknya. Ketika dia menoleh ke bagian kanan, tiba-tiba vita sudah ada di depannya. Dia kaget karena bisa sedekat itu, namun seketika ada sesuatu yang menenangkan hatinya. dalam keriuhan suara temantemannya, asep dan vita berbincang seakan tiada suara lain disekitar mereka. “asep! ini kertas punyamu.” Vita menyerahkan secarik kertas kepada asep. “selamat ya kamu lulus.” Ucap vita terdengar dengan sangat lembut, mengalahkan teriakan yang ada disekitar mereka. Vita lalu melanjutkan perkataaannya “tapi aku masih harus mencari kertas punyaku. Dah asep!” Vita sangat tergesa-gesa, dia membalikkan badannya dan hendak melangkahkan kakinya kembali. Namun baru saja dia mulai melangkah saat itu asep menghentikan langkahnya. “eh tunggu vit, ini vit.. kayaknya punyamu ada di aku.” Ujar asep, dia kembali mengecek kertas yang ada di tangannya. “Kamu lulus juga! selamat ya!” lanjut asep seraya tersenyum kepada vita. “hah! beneran sep? alhamdulillah ya Allah. mana kertasnya aku pengen liat?” pinta vita. “Heh gimana, kalian lulus ga?” tiba-tiba imam datang dari samping mereka. Membuat suasana yang tenang 124
menjadi terasa sangat ramai, bahkan lebih ramai dari sebelumnya. Sudah banyak tawa dan sorak bahagia orang-orang di sekitar mereka. “Kami lulus..” jawab vita dan asep secara bersamaan. “kamu lulus mam?” tanya asep. “pasti atuuh, imam kan pinter!” jawab imam seraya menunjukkan kertas kelulusannya. Suasana gembira menyelimuti mereka, membuang ketegangan tanpa sisa. Usaha selama tiga tahun ini tidak berakhir sia-sia, ada hasil yang pantas bagi mereka. Tak lama setelah itu seorang guru kembali mengambil alih keadaan. “alhamdulillah. untuk tahun ini, semua murid dinyatakan lulus. Dan saya mewakili para guru, meminta maaf kepada kalian. sebagai seorang guru kami sadar selama ini kami penuh dengan kekurangan. Kami mohon jangan menghujat kami baik di dunia maupun akhirat, maafkan segala salah kami.” Ucap guru tersebut. Acara pengumuman itu pun ditutup dengan acara doa bersama, kemudian bersalam-salaman kepada semua yang hadir di sana. Rasa senang begitu kental, rasa haru perpisahan juga menggelora. kala itu semua orang hanyut dalam suasana suka kemenangan dan duka perpisahan yang bercampur layaknya permen aneka rasa.
125
Asep kembali ke rumahnya dengan kepala tegak. Langkah kakinya begitu mantap, seakan ingin memberitahu seisi alam bahwa dia telah berhasil melewati ujian. “assalamu ‘alaikum nek!” salam asep. “wa ‘alaikum salam, masuk nak!” jawab nek minah dari dalam rumah. “aku lulus nek!” asep berlari menuju nenek. dia dengan cepat menunjukkan kertas pengumuman yang sedari tadi terus dia pegang. “alhamduillah. kamu sudah bersyukur pada Allah?” tanya nek minah. “sudah nek! hmmm. aku senaaang sekali nek.” ucap asep. “iya nenek paham. Tapi jangan pernah merasa puas dalam belajar, kamu harus terus belajar.” Tegas nek minah yang ingin mengingatkan asep yang begitu terlihat bahagia. “iya nek. siap!” jawab asep.
126
Bab 10 Kota Jakarta 2 minggu setelah acara perpisahan itu asep akhirnya menerima ijazah. Dia mulai memikirkan langkah apa yang akan dia ambil selanjutnya. Nenek belum memberinya saran apapun, asep pun tidak berani mengusulkan kemauannya untuk melanjutkan sekolah kepada nenek. Dia sadar bahwa tidak ada dana untuk membiayai sekolahnya. dia tidak mungkin melanjutkan sekolah dengan keadaan seperti itu. Sore itu turun hujan. Asep duduk di ranjang bambunya, menghadapkan wajah keluar jendela. Menangkap kegiatan-kegiatan binatang saat bulirbulir air menusuk daratan. Dia merenung dalam kebingungannya menentukan langkah selanjutnya. “jika aku menjadi seorang petani, apa yang mampu aku lakukan untuk orang lain? jika aku membagibagikan hasil panen kepada tetangga, apa saat itu aku telah menjadi berguna? Sedangkan nenek ingin agar aku menjadi seorang yang berguna bagi lingkunganku. aku juga ingin menjadi orang yang berguna. aku masih ingin mencari ilmu.. ya Allah.. berikan jawaban pada pertanyaan-pertanyaanku.. akan kemana aku ini..” Pikir asep.
127
“krok.. krok.. krok.. wribik.. wribik..” suara kodok saling menyahut. Asep mencari-cari letak si kodok. Dia mendengar suaranya sangat nyaring, seakan kodok itu langsung bersuara di samping telinganya, namun dia tidak dapat melihat kodok tersebut. Dia menatap ke arah selokan air yang sedang banjir, ke arah lubang-lubang dan ke bawah daun-daun kopi yang berjatuhan. “wahai kodok penghuni lubang dan selokan.. keluarlah! tunjukkan wajahmu! Aku sedang bingung. jelaskan padaku apa yang kamu katakan. Kenapa kau begitu berisik saat hujan begitu deras. Apakah kamu sedang berpesta? Ataukah kamu sedang mencerca? Tunjukkan wajahmu dan jelaskan padaku! Tahukah kamu bahwa aku sedang bingung, aku mau terus belajar tapi keadaannya sangat tidak mungkin.. saat ini aku tidak mungkin berbicara pada nenek..” pikir asep. Seekor kodok keluar dari persembunyiannya. Kodok itu terus mengeluarkan suara dengan lehernya yang kembang kempis. Kodok itu semakin mendekat ke samping rumah dan suaranya semakin berisik. “kodok ini keluar dari sarangnya, dia menatapku seakan peduli padaku.. Tapi apa yang kodok ini katakan? Sepertinya dia mengerti isi pikiranku, namun aku tidak mengerti bahasanya... tapi apa bisa 128
dia mengerti pikiranku. hey kodok! Bagaimana caraku untuk mengerti maksudmu? Apakah aku bisa mempelajari bahasamu? Apakah sebenarnya alam ini memang bisa dibaca?” pikir asep. Saat sedang serius-seriusnya asep memperhatikan kodok, tiba-tiba nenek memanggilnya. “asep. kemari nak!” ucap nek minah. “iya nek, tunggu sebentar.” Jawab asep. Asep segera keluar dari kamarnya dan menghampiri nenek. “kamu mau lanjut sekolah kemana? Apa kamu mau masuk pesantren saja?” tanya nenek seakan mengerti apa yang sedang dipikirkan asep. “aku bingung nek.” jawab asep. dia tidak berani mengutarakan keinginannya, karena dia takut akan membuat neneknya menjadi bingung. “kalau kamu bingung, nenek punya saran. Kamu kan sudah cukup besar, tidak lagi butuh nasehat-nasehat dari nenek. Bagaimana kalau kamu melanjutkan sekolah ke jakarta, di sana ada banyak hal yang bisa kamu pelajari.” Tutur nek minah. Pelan namun sangat mengagetkan. Asep langsung balas berkata “tapi nek. biaya sekolahnya?”. Dia masih kebingungan dengan saran neneknya.
129
”kamu nanti belajar yang benar! jangan kebanyakan main! urusan biaya itu sudah nenek atur.” Jawab nek minah dengan sangat tegas. Asep merasa heran, nenek terdengar begitu yakin dengan kata-katanya. Dari mana nenek mendapatkan uang, hidup mereka berdua saja sangat pas-pasan. Namun asep menyimpan rasa penasarannya. “terus nenek di sini tinggal sama siapa?” tanya asep. “kamu tidak usah hawatir, warga kampung sini baikbaik. Kalau nenek sakit, pasti mereka bantu nenek. kan ada mang udin juga yang biasa bantu nenek.” terang nek minah. “tapi jakarta itu kehidupannya kayak apa nek? apa nanti aku ga apa-apa hidup disana?” tanya asep. “kamu sudah banyak belajar di sini, kamu juga sudah besar. Sekarang waktunya untuk lebih berkembang. Kamu bisa belajar dan mulai mengenali lingkungan di sana. Pesan nenek, jangan biarkan lingkungan buruk mempengaruhimu. Pengaruhilah lingkungan itu dengan kebaikan yang kamu miliki! sekuat mungkin!” tegas nenek. Asep termenung. Dia melihat tantangan besar yang akan dihadapinya. Jangankan ke kota jakarta, keluar dari lingkungan desa saja dia jarang. Dia tidak mengerti kenapa nenek memintanya sekolah di kota jakarta, dia juga tidak tahu dari mana nenek 130
mendapatkan uang untuk membiayainya. Dia ingin sekolah namun tidak ingin pergi dari rumahnya, dia ingin terus tinggal dengan neneknya. Keesokan harinya, asep melakukan rutinitas pagi seperti biasa. Dia memberi makan ayam-ayam peliharaannya dengan beberapa genggam gabah dan menyiram tanaman dengan air yang cukup. Tiba-tiba nenek memanggilnya. “nak, kamu siapkan bajumu! hari ini kamu akan berangkat ke jakarta!” tegas nek minah. “hah?!” asep sangat terkejut mendengar perkataan neneknya. Dia berlari masuk ke dalam rumah, lalu menghampiri neneknya yang sedang merapihkan bajunya. “mendadak amat nek? apa semuanya sudah dipersiapkan nek?” ucap asep. “nenek tidak mau kamu terlalu bingung dengan ini semua, cepat kemas baju dan semua barangbarangmu! masukan ke dalam tas, kalau tasnya kurang besar, bungkus sisanya dengan kantong plastik! tapi dilapis supaya tidak sobek.” Tegas nek minah. “nenek serius? Sepertinya aku belum siap nek? aku pikir-pikir lagi, lebih baik aku belajar sama nenek dulu, setelah aku siap baru aku berangkat ke jakarta.” Ucap asep. Asep terkejut dengan pemberitahuan nenek yang mendadak. Tiba-tiba dia sangat tidak 131
ingin pergi dari desanya, dia tidak ingin pergi dari sisi neneknya. Kota yang asing itu tergambar sangat menyeramkan di pikiran asep. “kapan kamu akan siap?” ucap nek minah dengan suara yang keras seakan membentak. “Sampai kapanpun akan begitu jika kamu tidak yakin dengan diri sendiri!” nenek terdiam. “Nak! meninggalkan tempat yang kita cintai memang sulit. Tapi jika kita hanya berdiam diri, kita tidak akan tahu kemampuan kita yang sebenarnya. Kamu harus terus berkembang. Sudah! Cepat kemasi barangmu, ini tidak akan sulit. Nanti kamu diantar mang udin.” Ucap nek minah dengan tegas. Asep terdiam lama. Dia berjalan perlahan masuk ke dalam kamarnya, namun kemudian diam di depan lemari bajunya. “hhh. baiklah! Aku harus yakin.” Tutur asep yang mencoba untuk meyakinkan dirinya sendiri. “aku tidak mengerti kenapa nenek menyekolahkanku ke jakarta.. bukankah aku lebih baik tinggal di sini.. hhh.. kota itu seperti apa ya.. tapi nenek pasti tahu yang terbaik buatku.. sudahlah!” pikir asep. Asep mulai merapihkan pakaiannya, memasukkannya ke dalam tas. Dia juga membawa Al-Qur’an, beberapa buku tipis, dan tentunya ijazah dan surat-surat penting lainnya. Inilah pilihan yang sebenarnya dia inginkan meski dia merasa belum 132
siap. Dan pada akhirnya dia harus siap, harus memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh. “sudah siap nak?” tanya nenek yang berdiri di pintu kamar asep. “aku siap!” jawab asep yang sedang meyakinkan dirinya sendiri. “Bawa uang ini!” nenek menghampiri asep yang sedang duduk di ranjangnya. Dia memberikan beberapa lembar uang sepuluh ribuan. “sesampainya kamu di stasiun kota jakarta, nanti mang udin akan menyerahkan kamu kepada seorang lelaki. Lelaki itu seumuran dengan mang udin, nanti orang itu yang akan membantumu di jakarta. Jangan hawatir ya nak! nenek sudah memikirkan ini semua. ini yang terbaik untuk kamu. ya sudah cepat berangkat, takut ketinggalan kereta.” Ucap nenek seyara menggenggam pundak asep dengan erat. Lalu dia membangunkan asep dari duduk, membawanya keluar kamar. Asep berjalan dengan wajah yang menunduk, matanya menitikkan air mata. Begitu sulit baginya untuk meninggalkan nenek dan lingkungan yang sangat dia sukai. Nenek merangkul asep ke dalam pelukannya, merangkul lebih erat dari sebelumnya. Ini perpisahan yang tidak dia sukai, namun harus dia lakukan. 133
”dalam hidup ini kita harus berani! tegakkan wajahmu! jangan menangis! Kamu bukan anak kecil lagi! inilah pilihan. harus diperjuangkan dengan penuh kesungguhan. Bukankah kamu ingin menjadi orang yang berguna? Iya kan? Jangan cengeng! cepat berangkat!” ucap nek minah dengan sangat tegas. Dia berjongkok di hadapan asep, menggoyang-goyangkan badan asep agar kambali menemukan semangatnya. Nenek juga berusaha menahan air matanya, dia tidak mau terlihat cengeng saat ini, dia harus memberikan semangat kepada asep. Sedang asep sendiri merasa heran kenapa neneknya begitu tenang melepas kepergiannya. “aku belum tahu kota nek.. aku hawatir nanti banyak hal yang tidak menyenangkan.“ pikir asep. Mang udin tiba-tiba muncul di depan pintu yang memang dari tadi sudah terbuka. Dia mengucapkan salam kepada asep dan nenek. “assalamu ‘alaikum.. sudah siap belum?” tanya mang udin. “wa ‘alaikum salam. sudah din. Kamu antar dia ya, dan pastikan dia sampai ke sana.” Ujar nek minah. Seraya membimbing asep keluar dari rumah. “iya nek, udin paham.” Jawab mang udin. Mang udin pun menggenggam pundak asep. Dia membawa asep menjauh dari rumahnya, nenek mengikuti hingga ke pinggir jalan desa. Terucap salam pamit dari asep 134
yang mulai melepaskan rasa takutnya. Dengan wajah tegak dia melangkahkan kakinya menuju perpustakaan yang lebih besar, perpustakaan ilmu yang harus dia rapihkan. Dia berusaha untuk benarbenar siap, meski terasa berat namun itu bukanlah alasan untuk mengurungkan niat. “tiba-tiba saja kemauanku terwujud. Tapi kenapa ketika ini menjadi mudah, aku justru menjadi lemah. Aaah.. ini begitu cepat, bahkan aku tidak sempat mengabari vita, imam, ubed, mereka teman-teman terbaikku.. tapi ini pasti akan membuatku lebih pintar. Aku yakin!” pikir asep. Mang udin dan asep naik ojek menuju stasiun kereta. Setibanya di sana, mang udin bergegas membeli tiket, sedangkan asep masih diam dalam keramaian dan kekisruhan orang-orang yang tidak dia kenal. Kereta yang mereka tunggu-tunggu akhirnya tiba, ini pertama kalinya asep naik kereta api. Asep biasanya sangat antusias terhadap sesuatu yang baru, namun kali ini sesuatu yang baru itu tidaklah menarik. pikirannya tiada henti memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya, dia hawatir kota jakarta akan tidak baik kepadanya. Sekitar 3 sampai 4 jam perjalanan yang ditempuh di atas kereta, akhirnya mang udin dan asep tiba di stasiun jakarta kota. Tempat yang sangat asing, kereta-kereta yang berjejer, orang-orang yang sibuk dan tergesa-gesa, suara-suara yang sangat 135
berbeda dari yang pernah asep dengar selama ini. baru saja keluar dari pintu stasiun, asep kembali mendapati sesuatu yang baru dalam pandangannya. Begitu ramai kendaraan lalu-lalang. Ada klakson yang sahut-menyahut. Biasanya asep hanya melihat beberapa mobil perkebunan yang lewat di jalan desa, dan mendengae suara-suara kodok di samping rumah. Kota ini begitu ramai. “assalamu ‘alaikum mang udin..” seseorang menyapa mereka. Dengan perawakan yang besar, terlihat agamis dengan baju kokonya yang putih dan sebuah peci. “wa ‘alaikumussalam. wah jalal! gimana kabar antum? Sehat?” jawab mang udin. Dia langsung menjabat tangan seseorang yang dia sebut dengan jalal itu. “alhamdulillah sangat-sangat sehat, kabarmu? Masih jadi guru ngaji?” tanya jalal sambil menepuk pundak mang udin. “alhamdulillah sehat. masih mengajar anak-anak kampung mengaji atuh. Insyaallah yang satu itu akan terus dilakukan selama badan ini mampu.” Jawab mang udin. “asep! paman ini namanya kang jalaluddin, dia yang akan merawatmu di sini.” Tutur mang udin kepada asep. 136
“asep sudah besar ya.” Ucap jalal seraya tersenyum. “kang. saya dan nenek titip asep ke antum. Dijaga dan dididik ya.” Ucap mang udin. “siap mang siap! serahkan sama saya.” Ujar jalal. Suasana antara jalal dengan mang udin penuh dengan canda, namun asep justru kebingungan melihat keakraban mereka berdua. “oiya! ada salam dari nenek buat antum.” Tutur mang udin kepada jalal. “alaikassalam. salam balik ya buat nenek.” jawab jalal. “insyaallah. dan satu lagi. asep alergi udang, tapi udang sungai, mungkin beda dengan udang kota. Tapi untuk amannya, lebih baik jauhkan saja makanan yang satu itu. Oke kang!” ucap mang udin. “oke oke.” Ucap jalal. “ya sudah! urusan kita sudah beres. Saya pamit pulang, jaga asep baik-baik!” ucap mang udin. Mang udin membalas menepuk pundak jalal. Dia mengucapkan salam perpisahan. Kala itu asep dilingkupi perasaan takut, dia tidak mengenal orang baru yang kini bersamanya. Namun tidak ada yang bisa dia perbuat selain mengikuti orang tersebut. “insyaallah. hati-hati di jalan ya mang.” Ujar jalal. 137
*** Asep dibawa oleh jalal naik ke dalam sebuah mobil angkot. Suasananya sangat panas, dan jalanan juga macet, sekitar 3 jam perjalanan sudah ditempuh, barulah mereka turun dari mobil tersebut. Kemudian jalal membawa asep ke pemukiman warga yang cukup padat. Rumah-rumah yang dindingnya saling menempel dengan rumah tetangga. selokan yang dihuni oleh sampah plastik dan anak nyamuk. Banyak anak-anak kecil bermain di depan rumah hingga ke jalan-jalan. Setelah berjalan sekitar 20 meter berjalan, asep tiba di sebuah rumah yang tidak lain adalah rumah jalal. Asep pun di persilahkan masuk, dia mencoba untuk menikmati keadaan. Perlahan asep mulai nyaman dengan jalal, dia terlihat rapih dan sopan. Rumahnya pun sangat bagus bagi asep, lantainya putih dan dindingnya cerah. Asep duduk di ruang tamu, menggenggamkan kedua tangannya diantara lututnya. ruangan itu nyaman dan lumayan besar, ada banyak benda yang dipajang diruangan tersebut. ada kaligrafi-kaligrafi arab di dinding, sebuah fhoto keluarga dan ada sepasang pedang yang dibentuk menyilang. Asep terus memperhatikan sekelilingnya, dan berusaha menikmati suasana.
138
“nisa! bawakan segelas air minum dan makanan ke depan! kita kedatangan tamu.” Ucap kang jalal. “iya abi! Tunggu sebentar.” Jawab seseorang dari ruangan lain. suaranya terdengar lembut, asep mulai menerka-nerka siapakah orang dengan suara itu, dia memikirkan apalagi yang akan dia temukan di hari ini. “nak asep. Ini rumah saya. mulai sekarang kamu akan tingal di sini. Jangan sungkan-sungkan, anggap saja rumahmu sendiri. Nanti setelah shalat dzuhur saya ajak kamu keliling, supaya kamu lebih mengenal rumah ini dan isinya.” Tutur jalal. Melihat asep yang hanya diam, dia kembali berkata “Nak, Gimana kabar kampung dan nenek?”. “alhamdulillah nenek sehat.” Jawab asep. Kemudian seorang perempuan muda datang ke ruang tamu, membawa nampan dengan dua gelas air putih di atasnya. Dia kembali pergi, dan kembali lagi dengan se-toples kacang goreng dan sepiring kue bolu bakar. “silahkan diminum airnya nak. Perjalanan kamu tadi jauh, pasti kamu sangat lelah.” Ucap kang jalal. “terima kasih om.” Ucap asep. Dia lalu meminum air yang ada di hadapannya.
139
“oya! kita belum berkenalan secara lebih jelas. Nama saya jalaluddin, biasa dipanggil kang jalal. Kalau kamu tersesat di daerah sini, minta ke orang supaya diantar ke rumah kang jalal, mereka pasti bantu. Jangan malu-malu ya nak. rumah ini rumahmu juga. siapa nama lengkap kamu?” tanya kang jalal. “asep ihwanudin om.” Jawab asep. “kamu jangan panggil dengan sebutan om ya! terdengar kaku. Lebih baik panggil abi, sekarang kan kamu sudah jadi bagian keluarga ini nak.” Jalal tersenyum kepada asep, namun asep masih bingung dan canggung dengan keadaan yang sekarang dia hadapi. “iya..” jawab asep dengan singkat. “abi.. orang ini adalah orang baru saja aku kenal.. namun dia begitu ramah.. beruntungnya aku.. mungkin aku akan betah tinggal bersamanya..” pikir asep. Asep mendapati suatu perasaan yang aneh ketika dia harus memanggil lelaki itu dengan sebutan abi. Hatinya begitu nyaman, tapi pikirannya masih terus mengacau. Lingkungan ini adalah dunia baru yang perlahan harus mulai dia pelajari. Kang jalal berusaha membuat asep nyaman berada di rumah barunya. Dia kemudian mengajak asep shalat berjama’ah bersama dengan keluarganya. 140
Mengenalkan pada keluarganya, mengajaknya berkeliling rumah, sore harinya mereka berkeliling lingkungan sekitar rumah. Mulai tercipta hubungan diantara asep dengan kang jalal, asep mulai membuka diri dan tidak lagi diam. Asep sedang duduk di beranda depan rumah. Kemudian kang jalal keluar dari rumah dan duduk di kursi sebelah asep. “maaf. kenapa di sini kok air selokannya kotor ya?” tanya asep kepada jalal secara tiba-tiba. “ooh. itu air limbah dari kamar mandi. terus tercampur dengan sampah. Ya begitu jadinya.” Jawab kang jalal. “kenapa tidak dibersihkan?” tanya asep. “hmmm.” Jalal terdiam sejenak. “itu sudah terlalu kotor nak. Orang-orang juga sudah terbiasa dengan keadaan seperti itu.” jawab kang jalal. “tapi bau lingkungannya jadi kurang enak. maaf ya abi aku banyak nanya.” Ucap asep. Kang jalal tertawa mendengar perkataan asep. “tidak apa-apa nak. Abi senang kalau kamu terus bertanya dan semakin banyak tahu. lingkungan ini kan banyak orangnya, mereka itu punya banyak kegiatan dan kadang-kadang lupa menjaga kebersihan.” Terang kang jalal. 141
“ooh. kalau di kampung, aku pasti ditegur nenek kalau ngotorin halaman. Di sini airnya aja udah hitam begitu.” Tutur asep. Dia terdiam sesaat, lalu berkata “mungkin lama-lama desaku juga bisa jadi begini, orang itu kan terus bertambah. terus tambah penuh, kebersihan tidak terjaga. pasti nanti semuanya jadi bau seperti di kota ini.” ucap asep. “warga desa bisa saja menjaganya. mulai dari sekarang harus membiasakan diri menjaga kebersihan.” Ucap kang jalal. “tapi kan orang itu terus bertambah?” tanya asep. “masalah utamanya itu bukan orang yang bertambah, tapi tidak adanya kesadaran dan pedulian. begitu nak!” terang kang jalal. “oooh.. iya iya, aku paham.” Ucap asep. Asep kemudian berjalan kembali ke kamarnya. Hari-hari pertama berlangsung dengan lancar. Asep mampu merasa tenang dalam lingkungan baru. Dia menjalankan rutinitas paginya seperti biasa. Hanya saja dia sekarang jarang bermain. Dia lebih sering membaca buku-buku yang ada di kamarnya. Kamar asep sungguh rapih. Ada sebuah tempat tidur yang empuk, sebuah meja belajar, sebuah lemari baju dan sebuah kipas angin lantai. Di atas meja belajarnya juga sudah ada banyak buku. 142
Mungkin itu buku-buku kang jalal yang memang sudah tidak dibacanya kemudian diberikan kepada asep. Kebanyakan dari buku-buku itu adalah buku tentang islam, beberapa hari ini asep sudah mulai membacanya. Kini membaca adalah rutinitas pengganti bermain bagi asep.
Bab 11 Keluarga Jalal Keesokan harinya asep berkumpul dengan keluarga barunya di ruang tengah. Di ruangan itu ada sebuah aquarium berisi ikan-ikan kecil yang berwarna-warni, kemudian ada sebuah tv berukuran 21 inci dengan merek yang terkenal dan ada sebuah kulkas dengan dua pintu. Tidak terlalu luas namun tertata rapih. Asep dan keluarga kang jalal sedang bersenda gurau sambil menonton tv. Keluarga ini terbiasa menyempatkan diri ketika ada waktu. Sang Ayah yang sibuk bekerja, ibu yang menjaga rumah dan sang anak yang masih sekolah. mereka sering kali terpisah dan memanfaatkan waktu berkumpul untuk bersenda gurau. Tiba-tiba anak perempuan kang jalal yang bernama Chairunnisa mengutarakan pertanyaan yang 143
serius. “abi! bagaimana tentang sekolahku?” tanya nisa kepada kang jalal. Nisa adalah seorang anak perempuan, berwajah manis, berperilaku sangat baik dan ramah. Dia selalu memakai kerudungnya bahkan ketika dia di dalam rumahnya sendiri. Nisa seumuran dengan asep, masih muda dan senang belajar. “semalam abi sama umi sudah berunding. Kalau saran abi dan umi, kamu sekolah di SMA yang paling dekat ke rumah saja, supaya lebih mudah untuk pulang. abi dan umi juga jadi tidak terlalu hawatir.” Terang kang jalal. “kalau nisa sih terserah abi sama umi. sekolah dimana pun sama aja” tutur nisa. Kemudian kang jalal mengaihkan pertanyaan nisa tersebut kepada asep. “alhamdulillah kalau begitu. kalau asep mau sekolah dimana?” tanya kang jalal. “hmm.” Asep terdiam, lalu berkata “aku bingung, belum tau mau kemana.” “di jakarta ini ada STM, SMEA, SMA, MA, dan jumlahnya banyak. Kamu bisa memilih salah satu, nanti abi yang ngurusin.” Ucap kang jalal. “yang mana ya? Asep bingung.” Ucap asep.
144
“bagaimana kalau kamu sekolah bareng nisa, di SMA daerah sini. Lebih mudah jalan pulangnya.” Ucap kang jalal. “hmmm. Iya deh abi.” Ucap asep. Kang jalal atau ayah nisa, adalah seorang pedagang kain. Dia memiliki toko di sebuah pusat perbelanjaan modern dan berjualan dibentu oleh seorang pegawai. dia adalah sosok lelaki yang berwibawa, namun tetap memperlihatkan kelembutan di hadapan anaknya. Kang jalal kembali memulai perbincangan, kali ini menasehati asep dan nisa. “ngomong-ngomong kalian berdua sudah ngobrol belum? Sudah beberapa hari tapi kok masih cuekcuekan? Kalian harus akrab, supaya nanti bisa saling bantu.” Tegas kang jalal kepada asep dan nisa. “iya abi! nanti juga akrab kok.” Jawab nisa seraya tersenyum. “kalian berdua harus akur. kalau ada masalah juga harus cerita sama umi atau abi, jangan dipendem. umi mau masak dulu deh, udah siang.” Ucap ibu nisa, setelah itu dia beranjak pergi dari tempat duduknya. “iya ummi. abi. nisa udah paham kok!” ucap nisa yang merasa malu karena terus dibicarakan. Ibu nisa adalah seorang wanita yang cantik dan selalu berpakaian rapih. Dia pemilik karakter 145
seorang ibu yang sejati, dia berperilaku sangat baik, perhatian pada anaknya, pintar mengurus keluarga dan rumahnya. Keluarga jalal adalah keluarga yang religius ditengah kepungan setan di langit kota. Keluarga ini adalah keluarga yang hangat di atas dinginnya tanah jakarta. Keluarga ini adalah keluarga yang menjaga agar hidup benar-benar penuh syukur dan rasa bahagia. Asep sangat beruntung karena tinggal serumah dengan sebuah keluarga yang dipenuhi berkah. Kali ini asep merasa benar-benar nyaman berada di sekitar mereka. Keluarga yang harmonis, religius, dan sangat lembut memperlakukannya. Namun dia masih mengingat dan hawatir akan keadaan nenek, dia terus bertanya-tanya apa yang mungkin sedang terjadi pada nenek yang hanya tinggal seorang diri. “bagaimana ya kabar nenek.. apa dia bisa di rumah sendirian.. oh iya.. bagaimana ayam-ayamku, jangan-jangan nenek lupa kasih makan.. hhh..” pikir asep. Kang Jalal kemudian berkata “besok abi dan kalian berdua akan pergi ke sekolah kalian yang baru, kita kesana buat daftar. Gimana, setuju?” ajak kang jalal. “setuju!” asep dan nisa menjawab serentak. 146
Mereka pun tersenyum bahagia. asep kini menemukan sosok ayah dan ibu yang mampu menambal lubang kerinduannya selama ini. keluarga ini memberi kehangatan baginya padahal baru sesaat saja dia mengenal mereka.
Bab 12 Masa Orientasi Siswa Hari-hari berlalu, asep dan nisa sudah semakin akrab. Pagi, siang, sore, mereka selalu bertemu di dalam rumah. Asep pun mulai sering menonton TV, belajar menggunakan mesin cuci, kompor gas, dan segala macam yang tadinya belum pernah dia miliki dan belum pernah dia pelajari. Masa-masa liburan itu pun sudah hampir berakhir. asep dan nisa dihadapkan pada sebuah kebiasaan sekolah-sekolah yang ada di kota, yaitu masa orientasi siswa. Kegiatan ini bermaksud mengenalkan para murid baru kepada lingkungan belajarnya yang baru. Ada acara-acara menarik yang biasanya dilaksanakan dalam kegiatn tersebut. Nisa sangat antusias ingin segera memulai masa-masa belajarnya yang baru. “ummi! nisa sama asep berangkat ya.” Ucap nisa kepada ibunya. 147
“iya nak, hati-hati di jalan ya. Kalau ada masalah SMS umi!” jawab ibu nisa. Dia sedang memasak di dapur, sedangkan nisa dan asep sudah ada di ruang tengah bersiap untuk berangkat. “iya ummi. assalamu ‘alaikum.” Mereka pun memulai langkah pertamanya menuju lingkungan mereka untuk tiga tahun ke depan. Ada rasa tegang di hati nisa karena kegiatan ini pasti penuh dengan kejailan. Masa orientasi siswa hari pertama. Mereka menggunakan atribut yang bermacam-macam. mereka menggunakan kaus kaki yang berwarna berbeda antara kanan dan kiri, sebuah karton persegi panjang bertuliskan nama digunakan di dada mereka, dan atribut lainnya. Mereka dikumpulkan di sebuah lapangan basket, diberi pengarahan kemudian dibagi menjadi beberapa kelompok. Beruntung bagi asep dan nisa karena mereka berdua ada dalam kelompok yang sama. Para senior mulai memberi tugas dan permainan-permainan. Kadang mereka tertawa, namun kadang juga merasa malu dan tegang. Banyak orang-orang baru yang tidak mereka kenal sama sekali, dan itu terkadang membuat mereka canggung. Jam 2 siang telah tiba, kegiatan orientasi Hari pertama telah usai. Semua siswa dipulangkan, Asep 148
dan nisa yang kelelahan, berdiri di gerbang sekolah. mereka menunggu angkot seraya menyantap es serut untuk menyegarkan badan yang kelelahan. “nis!” sapa asep. Dahinya mengkerut karena suasana siang itu panas dan berdebu. “iya sep.” jawab nisa. “apa semua sekolah di kota itu selalu begini?” tanya asep. Seraya menyandarkan tubuhnya ke tembok gerbang sekolah. “maksud kamu begini gimana?” nisa balik bertanya kepada asep. “maksudku acara seperti ini! bercanda, dijailin, terus dikasih tugas yang aneh-aneh.” terang asep seraya mengambil nafas panjang. “iya lah sep. acara seperti ini tuh selalu ada. Kenapa emangnya? Kamu ga suka ya?” tanya nisa. “aku heran. Kenapa kita ga langsung belajar, acara kaya gini malah bikin capek.” “nanti juga belajar sep. Ini kan perkenalan dulu, supaya kita punya temen, terus kita juga bisa kenal sama sekolahan kita yang baru.” Terang nisa. “kalau teman itu nanti juga bisa kenal. Di kelas juga kan nanti kumpul, terus nanti kenal dengan 149
sendirinya. Ini sih Cuma main-main doang, bikin capek. Terus kita juga dikasih tugas-tugas yang aneh, apa gunanya semua itu? Hasilnya Cuma capek kan?” tanya asep dengan nada yang tegas. “iya juga sih. Tapi nanti juga beres kok sep, Cuma empat hari doang.” Jawab nisa. “kalau aja empat hari itu buat sesuatu yang lebih berguna, pasti lebih baik. Contohnya kegiatan ramahtamah, perkenalan dengan guru-guru, pemberian materi-materi yang baru, kalau itu capek juga berguna. Kita jadi lebih siap buat belajar.” Tegas asep. “kita kan masih muda sep, jadi wajar kalau masih main-main.” Ucap nisa. “kita sudah cukup besar vit, sudah tau lah mana yang penting sama yang nggak. senior-senior itu apalagi, mereka sudah lebih tua dari kita. Tapi kenapa mereka masih senang dengan hal-hal yang seperti ini, aku heran. apa gunanya gitu.” Ucap asep. Dia merasa kecewa kepada kegiatan masa orientasi siswa yang menurutnya tidak memberi pengajaran apapun. “terus mau gimana lagi sep? kita kan junior, jadi kita ga bisa protes. ya udah lah, ayo kita pulang. Umi pasti udah nungguin.” Ucap nisa. Sesampainya di rumah, mereka langsung disambut oleh senyum manis umi. Di atas meja 150
makan sudah ada tempe goreng, sayur bayam dan sambal goreng. Terlihat sangat menggoda, tanpa tunggu lama asep dan nisa pun langsung santap siang. Mereka bergegas mengambil piring dan menyantap makanan yang tersedia, masih hangat dan menambah selera. “wah! anak ummi sepertinya lapar sekali. Memangnya tadi di sekolah tidak makan?” tanya ibu nisa kepada asep dan nisa. “ga sempet ummi, tadi tuh acaranya padet.” Jawab nisa. “ya sudah. setelah ini kalian pergi mandi ya, badan kalian sudah bau keringat. Jangan lupa juga shalat, terus istirahat!” tegas ibu nisa. Tercurah perhatian yang sangat besar dari seorang ibu kepada anak-anaknya. Asep pun merasa sangat tersentuh dengan kebaikan ibu nisa tersebut. Dia merasa sangat dihargai dan tidak dibeda-bedakan dengan nisa. Pada malam harinya asep menghampiri ibu nisa yang sedang menonton TV, sedangkan vita saat itu tengah berdiam diri di dalam kamar. ayah nisa belum pulang berdagang, mungkin saja tokonya sedang ramai. Karena Jika sedang ramai, ayah hanya pulang untuk shalat atau makan, setelah itu dia
151
biasanya kembali lagi ke toko yang tidak jauh dari rumahnya itu. Asep duduk di dekat ibu nisa. ”ummi! tadi pas asep ke sekolah, ada anak-anak yang ngamen di pinggir jalan. Apa mereka itu ga punya orang tua?” tanya asep. “mereka punya orang tua, tapi mungkin orang tua mereka tidak mampu merawatnya, atau mungkin juga mereka itu tidak punya orang tua sama sekali.” Jawab ibu nisa. “aku kira Cuma orang-orang di kampung saja yang hidupnya susah, ternyata di kota juga ada. malah lebih parah. bajunya kotor-kotor banget. Apa orang tuanya ga kasian anaknya ngamen?” tanya asep. “pasti kasihan nak. mereka juga pengen anakanaknya sekolah, belajar dan bisa berhenti mengamen.” Jawab ibu nisa. dia terdiam sesaat, lalu berkata “Kita ini adalah orang-orang yang beruntung, makanya kita harus banyak-banyak bersyukur, jangan suka mengeluh. Lihat mereka, setiap hari main di jalan, makanannya juga dingin dan tidak sehat.” Lanjut ibu nisa. “ternyata ada yang lebih tidak beruntung dibanding aku. Aku tidak punya ibu tapi aku masih beruntung punya nenek. sesulit apapun aku ketika di rumah,
152
nenek tidak pernah sampai menyuruhku mencari uang..” pikir asep. Asep terdiam, lalu kembali bertanya “mereka tinggal di mana?”. “biasanya rumah mereka itu di kolong-kolong jembatan atau di pinggir rel kereta, di berita-berita televisi bahkan ada yang hidup di gerobak. Mereka itu orang-orang yang kurang beruntung.” Jawab ibu nisa. “ooh. terus ummi, kenapa tidak ada yang membantu mereka?” tanya asep. “semua orang kesulitan nak, termasuk juga keluarga umi. Memang banyak juga orang kaya di jakarta ini, tapi biasanya mereka itu pelit. orang-orang kaya itu sebenarnya lebih miskin dibanding orang miskin.” Tegas ibu nisa. “di sini banyak gedung-gedung besar, tapi kenapa ada yang masih hidup di kolong jembatan? Di sini banyak orang berdasi, ada yang berjas hitam, ada yang naik mobil sedan, tapi kenapa masih ada yang berpakaian kotor dan mengamen di jalanan? tidak adakah yang peduli pada mereka? Kasihan. seandainya aku bisa bantu mereka.” pikir asep. “memangnya orang kaya itu makan apa ya ummi? Apa ada yang lebih enak dari roti isi coklat?” tanya asep. 153
“makanan mereka mahal-mahal nak. sekali mereka makan itu uangnya bisa buat tiga kali kita makan.” Ucap ibu nisa. “apa mereka itu tidak takut masuk neraka? Pelit itu kan dosa. kita kan harus berbagi.” Ucap asep. “neraka dan surga mereka itu ada di dunia. Jika mereka kaya dan bahagia maka mereka mendapatkan surganya. Jika mereka merugi atau bangkrut, maka mereka menganggap itu neraka. bagi mereka itu tidak ada neraka yang di akhirat.” Jawab ibu nisa. Asep terdiam sejenak. “apa bener begitu ummi? Agamanya islam kan? Aku heran deh. Kalau di kampung itu orang-orang masih mau berbagi makanan sama yang kesusahan. aku masih sering ngasih ikan ke tetangga. walaupun Cuma ikan sungai.” Ucap asep. “mereka itu muslim tapi mereka tidak benar-benar menjalankan islam. Kalau di kampung itu suasananya masih sejuk dan tenang nak, jadi hati orang-orang kampung itu lembut. nah, Kalau di sini kan serba besi dan tembok, jadi hati orang-orangnya juga banyak yang keras.” Jawab ibu nisa. Lalu dia tertawa seraya memandang ke arah asep. “yah! malah bercanda. masa hatinya keras kaya tembok.” Ucap asep yang juga ikut tertawa.
154
“makanya. kita harus menjaga kepekaan hati kita terhadap orang lain. Sekarang kita makan enak, bisa jadi besok kita sudah tidur di kolong jembatan, kita tidak pernah tahu rencana Allah. Kalau kita jadi seperti mereka , kita pasti akan butuh bantuan orang lain.” tegas ibu nisa. “hampir sama dengan yang dikatakan nenek, hati ini bisa mati kalau tidak dijaga. Tapi kenapa di kota ini banyak orang-orang yang hatinya keras? Apa karena televisi? Oh iyaa.. aku ingat kata-kata nenek.. kesenangan.. kesenangan itulah yang membuat mereka lupa pada penderitaan.” “umi, asep pamit tidur dulu ya. Ngantuk.” Ucap asep. “jangan lupa ambil wudlu dulu. terus baca doa! supaya tidak diganggu setan.” Jawab ibu nisa. Asep pergi mengambil wudlu dan masuk ke dalam kamarnya. Dia merebahkan tubuhnya keatas ranjang, merenungkan kembali percakapannya dengan ibu vita. Dia merasa sangat kasihan kepada anak-anak jalanan tersebut, namun dia juga tidak bisa membantu. “Ya Allah.. apa yang harus aku lakukan untuk membantu mereka, aku sangat ingin membantu. Dan kenapa pula Engkau membiarkan mereka dalam kesulitan? Bukankah lebih baik jika mereka diberi
155
kemudahan? Hhh.. ternyata selama ini aku sangat cengeng, mereka itu sangat kuat.” “Tokkeee.. tokkeee..” Terdengar suara tokek, hanya sebentar lalu hilang kembali. tak lama kemudian suara tokek itu kembali muncul. Asep yang kala itu sedang berpikir merasa terganggu dengan suara tokkek yang berisik. “huuus..!!” teriak asep. Asep mencoba menghentikan suara tokek tersebut namun dia tidak tahu di mana tokek itu bersembunyi. Dia mencarinya di balik lemari namun tidak ada, dia mencari ke kolong ranjang, namun tidak dia temukan juga. Akhirnya dia membiarkan sang tokek bersuara. perlahan-lahan tanpa sadar asep pun tertidur.
Bab 13 Lingkungan sekolah Baru beberapa hari asep menggunakan seragam putih abu-abu. Dia sangat bersemangat untuk sekolah, meskipun dia masih harus menyesuaikan diri dengan gaya pergaulan anak kota. Bahasa yang terdengar berbeda di telinganya, dan dia mencoba menyesuaikan diri agar tidak terlalu terlihat berbeda. 156
Hari ini adalah hari ke-6 dia pergi sekolah. Pagi ini dia memulai hari layaknya di kampung halamannya. Dia tidak pernah lupa untuk menjalankan rutinitasnya yang dulu seperti bangun pagi-pagi dan shalat subuh serta membaca beberapa lembar Al-Qur’an. Bedanya kali ini dia berangkat dan bersiap-siap bersama dengan seorang teman yang sudah seperti saudaranya, yaitu nisa. Suasana kelas selalu ramai, berisik, entah apa yang orang-orang kota itu makan sehingga mereka selalu bersemangat. Asep hanya duduk diam di kursinya, dia tidak terlalu banyak bergaul dengan teman-temannya. orang seperti dia pasti selalu kesulitan untuk mendapatkan teman meskipun sudah ikut masa orientasi siswa. Asep berbeda kelas dengan nisa, asep duduk di kelas A sedangkan nisa di kelas C. Namun mereka selalu berangkat dan pulang bersama. Hari ini dia belajar bahasa indonesia. Pelajaran apapun selalu dia ikuti dengan serius, suka atau tidak suka bukanlah ukuran baginya untuk berusaha, jika itu baik maka dia akan berusaha sekuat tenaga. Waktu istirahat akhirnya tiba, Dua jam dengan bapak guru lumayan membuat otaknya berputar-putar. dan di hari ke-6 ini dia masih berjalan sendirian menuju kantin, dia membeli beberapa makanan ringan dan memakannya di dalam kelas. 157
Saat itu dia duduk sendirian di dalam kelas, anak-anak lain bermain di luar bersama teman-teman barunya. Namun kemudian tiba-tiba seorang murid masuk, dia duduk di kursinya. Murid itu hanya diam, tidak makan apapun juga tidak membaca buku, pun tidak berkata-kata apa-apa. Saat itu hanya ada mereka berdua, dan berdua dengan orang yang tidak dikenal sungguh sangat tidak nyaman bagi asep. Asep yang sedang memakan jajanannya mencoba menawarkan kepada anak tersebut, dia juga berharap bisa menjadi temannya. Mereka mengobrol dalam keadaan yang berjauhan. “eh kamu! mau ini ga?” ucap asep. Ucapan asep terdengar sangat kaku, padahal dia sudah berusaha sebisanya agar berbicara dengan bahasa kota. Saat itu asep merasa malu, namun dia melanjutkan usahanya agar mendapatkan teman. Inilah kesempatan baginya, ketika orang semakin ramai maka rasa malu itu pasti akan semakin parah. “ga ah! aku udah jajan.” Jawab anak tersebut seraya tersenyum. Entah apa yang dia rasa lucu, namun karena senyuman itulah asep bertambah canggung. “ooh..” ucap asep. Selang beberapa menit anak itu memulai kembali percakapan. “kamu kok ga main bareng tementemenmu?” tanya anak tersebut. 158
“ooh. aku belum dapet temen. sudah hampir satu minggu.” Jawab asep. “namaku tia, nama kamu siap?” tanya anak tersebut. “aku asep. Kamu sendiri kok ga keluar sama tementemenmu?” jawab asep. Logatnya masih terdengar kaku. Tia pun masih sering tertawa kecil ketika asep berbicara. “engga ah, lebih enak di sini.. lagian aku juga belum akrab sama mereka, jadi males.” Jawab tia. “ooh..” ucap asep. Mereka terdiam lagi, cukup lama, lalu tia kembali berkata “kamu kan yang sering nanya sama guru ya? kayaknya kamu itu pinter. iya kan?” tanya tia. “ooh. itu. aku juga masih belajar kok. Yang pinter itu justru yang tidak bertanya. Aku bertanya kan karena belum ngerti.” Jawab asep seraya tertawa kecil. “bener sih. tapi yang diem juga bukan orang pinter loh. Aku jarang nanya padahal aku ga pinter, malahan terlalu sering ga ngerti kalau lagi belajar.” Ucap tia. Suasana mulai mencair. tikungan tajam sudah jadi jalan tanpa tol tanpa hambatan. Tia adalah teman pertama asep di kelas, langkah awal ini pasti akan membuat mudah langkah-langkah asep untuk 159
mengenali yang lainnya. Asep akhirnya bisa punya teman, Karena meskipun asep senang menyendiri, dia tetap saja ingin mengenal dan akrab dengan orang lain. dia ingin mengetahui perilaku setiap temannya, dia sangat senang memperhatikan orang lain. Bel masuk berbunyi dan pelajaran kembali dimulai. Dan hari itu berlangsung dengan lancar. *** Satu bulan kemudian asep sudah mulai mengenali semua orang yang ada di kelasnya. Dia sudah memiliki banyak teman mengobrol atau berbagi pengetahuan tentang pelajaran sekolah. Anak-anak lain pun mulai menyadari bahwa asep adalah seorang anak yang cerdas, meskipun ada juga yang senang menggoda asep dengan logat daerahnya. Asep jarang sekali berbicara atau bercanda dengan teman-temannya, namun ketika belajar dia adalah orang yang aktif. Selalu ada pertanyaan yang asep ajukan kepada gurunya, dan tidak pernah sekalipun tidak mengerjakan PR-nya. Asep terus mengamati. Di dalam kelas ini terbentuk kelompok-kelompok pertemanan. Mereka menjadikan diri mereka terpisah dengan kelompok yang lain. bahkan ada satu kelompok di dalam kelas yang selalu berisik, mereka tidak pernah serius ketika belajar dan sering mengganggu teman-temannya yang lain. 160
Asep tetap berdiri sendiri, tidak mengikuti kelompok ini atau itu, karena dia menerima siapapun yang ingin jadi temannya. Bahkan dia lebih senang memperhatikan tingkah laku teman-temannya, mengingatkan mereka ketika mereka salah, membantu mereka ketika mereka kesulitan. Saat ini dia sedang berusaha memahami lingkunagnnya dan jadi berguna bagi lingkungannya. Asep pun terkadang mendapat pujian-pujian karena perilakunya yang baik, dan asep menanggapi pujian itu dengan senyum senang, pujian itu baginya adalah tanda bahwa dia telah berguna bagi orang lain. Bel pelajaran hari ini berbunyi, asep dan anak-anak yang lain merapihkan posisi duduknya dan bersiap menyambut sang guru. Namun ada beberapa temannya yang masih saja berisik, mereka itu adalah kelompok dodi dan kawan-kawannya. Mereka mengganggu asep yang sedang bersiap-siap belajar. “heh anak kampung! Kenalan yuk? ngapain lo sekolah ke kota? Kambing lo ada yang ngurusin ga disono? Hahahahaha...” ucap dodi. dodi dan temantemannya tertawa sangat keras, semua orang yang ada di kelas memperhatikan mereka. Asep tetap melanjutkan kegiatannya dan tidak menghiraukan ledekan anak-anak tersebut. Temanteman kelas yang lain juga hanya diam, namun dodi tidak berhenti mengganggunya. 161
“heh! lo budeg ya? Jawab dong pertanyaan gw! Dasar ndeso!” ucap dodi yang kemudian kembali tertawa dengan keras. “ngomong-ngomong itu badan lo kurus amat, lo kurang vitamin ya?” ujar dodi. Semua orang yang ada di kelas mendengar ucapan dodi yang sangat keras. Sebagian dari mereka ada yang ikut tertawa, namun ada juga yang diam dan tidak melakukan apa-apa. “biarkan sep.. biarkan saja.. sabar.. biar masuk telinga kiri tapi langsung keluarkan ke telinga kanan. Tidak usah pusing dengan hal-hal demikian, ada hal yang lebih penting untuk dipikirkan.” pikir asep. Akhirnya guru datang dan mengakhiri keributan tersebut. Ketika bel pulang sudah berbunyi, asep bertemu dengan nisa di depan pintu kelas. nisa menawarkan kepada asep sesuatu yang baru. Dia mengajak asep pulang sekolah naik metro mini, asep yang penasaran langsung setuju, dan hari ini mereka berencana pulang naik metro mini. Bel pulang berbunyi, asep menemui nisa di depan pintu kelasnya. Mereka berjalan bersama menuju jalan raya, kemudian menunggu metro mini. 5 menit, 10 menit, 15 menit, dan akhirnya metro mini yang dinanti-nanti datang. Kendaraan itu penuh sesak, bau yang menyengat keluar menusuk penciuman, entah dari mana asal bau itu, sungguh mengherankan bagi asep karena semua orang terlihat 162
cuek, padahal dia sudah puyeng mencium bau tersebut. Baru beberapa menit mereka berada di atas metro mini. metro mini itu kemudian berhenti untuk menurunkan penumpang. Metro mini itu mulai berjalan kembali, pak sopir mengemudikannya dengan kencang. namun selang beberapa menit metro mini itu kembali berhenti, kali ini untuk menaikkan penumpang. Begitu panas dan tidak nyaman ketika kendaraan itu berhenti. Dan kemudian metro mini itu kembali dipacu, baru saja beberapa detik berjalan, tiba-tiba metro mini itu ditempel dari samping oleh metro mini yang lain, dan lagi-lagi metro mini yang ditumpangi asep itu harus berhenti. kemudian terdengar percakapan antara pengemudi metro mini tersebut dengan seorang kernet dari metro mini yang lain. “woy setan! Sewa gw lo bawa!” teriak seorang kernet. “mana nyet! Bukannya lo tadi udah narik!” balas pengemudi metro mini. “belum bangsat! Cepet pindahin tu penumpang! Macem-macem lo ma gw!” ucap kernet tersebut. “dasar! Kenapa ga bilang dari tadi!” ucap pengemudi metro mini.
163
Setelah pertengkaran mulut itu penumpang dipaksa turun dan pindah ke metro mini yang lain, kali ini bahkan lebih berdesak-desakan dibanding sebelumnya. Sebagian orang memilih untuk tidak naik kembali. Asep tidak mengerti apa yang terjadi, dia melihat nisa yang tetap tenang sehingga membuatnya tidak terlalu ambil pusing. Ketika asep sudah sampai di dalam kamarnya, dia memikirkan apa yang tadi terjadi di atas metro mini. “aah.. kasur ini empuk sekali.. hmm.. metro mini yang tadi itu tidak menyenangkan, panas, kebutkebutan, dan supirnya galak. Apa semuanya seperti itu ya. kenapa bahasa mereka begitu kasar ya? Apa mereka selalu seperti itu setiap hari? Aku yang baru denger sekali saja sudah kepikiran gini, gimana kalau tiap hari.. apa mereka sudah biasa? Apakah mereka tidak pernah belajar sopan santun? ...Kalau di desa itu orangnya sopan-sopan, tidak seperti di sini, banyak yang kasar. Sepertinya aku tidak cocok tinggal di sini..” pikir asep. “tokkee.. tokkeee” Suara tokek yang kemarin kembali terdengar, asep bangkit dari ranjangnya dan mencari tokek tersebut. Dia memeriksa kembali belakang lemari, kolong ranjang, di ventilasi udara, tapi tetap tidak dia temukan. Tidak lama kemudian suara tokek itu berhenti. 164
“..tokeknya juga aneh, ada suaranya doang.. hiih..” pikir asep. *** Sebulan semenjak kejadian tersebut Asep kambali mendapat masalah di sekolah. Anak-anak nakal itu kembali berulah. Kali ini mereka tidak mengganggu orang lain, melainkan menonton video porno ketika jam istirahat. Mereka berkerumun berebut celah penglihatan ke arah sebuah ponsel. menonton video porno memang sering dilakukan oleh mereka, bahkan sering kali anak-anak perempuan juga ikut menonton tanpa merasa risih berdesak-desakan. kala itu asep dan beberapa orang hanya diam memperhatikan mereka. Namun Asep sadar bahwa perbuatan yang dilakukan temantemannya itu salah, dan dia merasa ikut merasa bersalah jika membiarkan kegiatan itu terjadi tanpa berbuat apa-apa. Dia pun menegur mereka. “dod! kamu liat video porno ya?” tegur asep. “emang kenapa? Lo mau ikutan nonton? Bentar ya gantian, tempatnya udah sempit nih.” Ucap dodi. “ga ada gunanya nonton yang kayak begitu dod! Merusak diri sendiri.” Ucap asep. “terus apa urusan lo!? gw suka kok nonton bokep! Lo ga suka! Hah! Ganggu gw aja lo!” bentak dodi. Dia 165
menatap asep dengan tajam. Badannya yang besar membuatnya terlihat sangat seram. “aku Cuma mengingatkan, kalau mau lanjut terus sih terserah.” Ucap asep. Asep kemudian kembali ke tampat duduknya. Dia merasa kaget ketika dibentak oleh dodi. Badan dodi yang besar memang menyeramkan, berbeda dengan asep yang kecil dan kurus. “oow. baru berapa minggu lo di sini, udah jadi ustad aja lo!” teriak dodi. Sedangkan asep kala itu tetap melangkah menjauhi dodi dan teman-temannya. Tak lama setelah itu teman-teman yang tadinya ikut menonton mulai pergi menjauh dari dodi dan kembali ke tempat duduk mereka masingmasing. Dodi hanya menonton video tersebut dengan kelompoknya, dan akhirnya mengakhiri kegiatan buruknya tersebut. Namun kemudian dodi beranjak dari tampat duduknya dan menghampiri asep yang sedang membaca buku. “jebb! gduprakk!” Tiba-tiba dodi menghantam wajah asep dengan kepalan tangannya yang besar. Menghujam tepat di rahang asep dan membuatnya terpelanting dari kursi. teman-teman yang melihat kejadian tersebut mendekati dodi dan asep. Kemudian Mereka menahan dodi agar tidak melanjutkan perbuatannya, namun dodi masih sempat menendang perut asep hingga asep melengking di 166
atas lantai. Hantaman itu sungguh membuatnya kesakitan, kepalanya terasa pusing dan dia kesulitan untuk berdiri. “rasain tuh! makanya jangan macem-macem sama gw!” bentak dodi kepada asep. Semua orang yang tadinya diluar kelas menjadi berkumpul ke dalam, bahkan menjadi ramai dengan datangnya anak-anak dari kelas lain. nisa yang beberapa menit kemudian mengetahui kejadian tersebut langsung memberi kabar kepada orang tuanya. hari itu asep dipulangkan lebih awal. Dia mengalami kesakitan di sekujur tubuhnya, dia diantar oleh seorang guru setelah sebelumnya diobati terlebih dahulu. Sesampainya di rumah asep hanya mampu tertidur, dan baru terbangun di keesokan harinya. Dia tidak masuk sekolah, kepalanya masih terasa pusing, dan perutnya masih sakit. Ibu nisa yang sedang duduk santai di ruang tengah meihat asep keluar dari kamarnya. “kamu kenapa nak, kok bisa sampe berantem?” ucap ibu nisa. Saat itu asep baru saja bangun tidur dan berjalan menuju kamar mandi. “aku bukan berantem ummi. aku Cuma mengingatkan dia, eh dia malah mukul.” Ucap asep seraya menghentikan langkahnya. 167
Ibu nisa beranjak dari tempat duduknya, lalu menghampiri asep. “gimana sakit di dagu kamu? Masih terasa?” tanya ibu nisa. “alhamdulillah udah baikan.” Jawab asep. Kang jalal turut keluar dari kamarnya. Dia menghampiri asep, lalu memperhatikan wajah asep. “ada apa ini sebenarnya nak. kamu punya masalah ya di sekolah?” tanya kang jalal. “nggak kok abi. Cuma salah paham aja. Nanti juga beres.” Ucap asep. “hati-hati ya nak, tidak semua orang senang dengan kebaikan. kita harus pintar-pintar menempatkan diri.” Tutur kang jalal. “iya abi. aku paham.” Jawab asep. “aku tidak menyangka dia bakal semarah itu.. padahal aku mengingatkan agar dia tidak terjerumus dalam keburukan.. hhh. Aku harus lebih hati-hati.” pikir asep. Orang tua nisa sudah tahu penyebab kejadian tersebut dari nisa. Mereka pun tidak mengungkitungkit masalah tersebut, karena mereka tahu hal tersebut adalah baik meski berbuah kesakitan. Mereka membiarkan asep tumbuh dengan benar dan menjaganya agar tetap dalam keadaan yang baik, tidak terpengaruh oleh teman-temannya yang nakal. 168
Setelah itu asep melanjutkan langkah kaikinya menuju kamar mandi. Dia membersihkan wajahnya, mengambil wudlu kemudian kembali ke kamar. lalu dia kembali tertidur. Asep terbangun. Kala itu sudah jam 2 siang. Seperti biasanya, siang itu sangat berisik. Suara anakanak kecil yang sedang bermain di depan rumah, ada juga yang sedang menangis, suara kendaraan bermotor menambah ramai suasana. semuanya bercampur membuat alunan nada yang tidak menyenangkan, sangat berbeda dengan suasan kampung yang damai dan menenangkan. Asep bergegas bangkit kembali untuk mengambil wudlu dan menegakkan shalat dzuhur. Selesai shalat itu dia kembali merebahkan badannya di tempat tidur. Dan kembali merenungkan apa yang telah terjadi. “kenapa dodi begitu tidak senang ketika diingatkan? Kenapa juga dia bisa senakal itu, apa orang tuanya tidak pernah mengajarinya baik dan buruk? Apa tidak pernah ada yang mengingatkannya ketika masih kecil? Video porno itu tidak bagus, melemahkan akal.. Pasti dia belum pernah belajar tentang itu. kenapa tidak ada yang mengajarinya? ..aku berdo’a kepada-Mu ya Allah, semoga dia sudah menjadi lebih baik ketika aku berjumpa lagi dengannya... kenapa kehidupan di sini banyak yang 169
berbeda? banyak hal yang tidak menyenangkan, hhh.. seandainya aku bisa pulang..” pikir asep. “tokkeee.. tokkee..” suara tokek itu kembali muncul. “itu tokek kok ada lagi sih, mengganggu lamunanku aja.. padahal udah lama ngilang, kenceng banget lagi suaranya. Tapi biarin aja lah, mungkin dia lagi ngobrol sama temennya.. tapi berisik.. hey tokek! jangan lama-lama ngomongnya, suaramu berisik..” Pikir asep. Kemudian suara tokek itu pun hilang dengan sendirinya. Entah ada di mana tokek itu, dia bersembunyi di suatu tempat yang tidak asep ketahui. Tokek itu sudah sering terdengar, dan suaranya sangat keras.
Bab 14 Kesempatan pulang Asep sedang duduk menonton televisi dengan nisa, belakangan ini dia semakin sering menonton televisi. Dia menonton semua acara yang dia anggap menarik, kadang berita, film, kartun. Dan dia selalu mencerna segala yang dia lihat dalam otaknya, selalu bisa menyaring mana yang baik mana yang buruk. ketika menonton dengan orang lain, dia juga sering 170
mengomentari langsung hal-hal yang menurutnya aneh. kali ini nisa sedang menonton acara gosip, dan asep ada di sana. “Kenapa artis-artis kok sering cerai? Apa janganjangan mereka tidak nikah sungguhan.. Terus banyak juga yang selingkuh, apa mereka tidak tahu kalau itu tidak baik.. dan lebih anehnya, kok hal buruk itu disiarkan oleh televisi? Apa ga malu banyak yang lihat.. Benar kata nenek, televisi itu punya sisi buruk. Tapi kenapa masih banyak yang menonton acara seperti ini, apa mereka benar-benar terhibur? Hmm.. gimana kabarnya nenek ya? Jadi rindu pengen pulang.” pikir asep. Ketika itu Asep menegur nisa. “eh nis! acara itu kurang baik. Cari aja yang lain.” “aku juga jarang nonton gosip kok, ini Cuma lagi iseng-iseng aja.” Jawab nisa. “aku pindah aja ya. kita nonton yang bermanfaat aja.” Ucap asep. Dia mengambil remote TV yang ada di dekat nisa, lalu mulai memindahkan channel. Nisa pun hanya terdiam. Kali ini asep dan nisa menonton acara berita. Kala itu ada berita tentang penggerebekan hotel yang di dalamnya ada pasangan bukan suami isteri yang melakukan hubungan intim. Polisi menggerebek
171
hotel tempat para pelaku sex bebas itu dan menangkap beberapa pasangan liar. Asep kembali nyeletuk. “itu orang kok mukanya ditutupin pake baju, tapi dadanya ke mana-mana.” Ujar asep. “ya kan, kalau mukanya kelihatan jadi lebih malu sep. apalagi ada kamera!” ucap nisa. “ooh, iya juga sih. gawat juga kalau orang tuanya di rumah lihat acara ini.” ucap asep seraya tertawa kecil. “iya laah.” Nisa terdiam sesaat. “eh tapi ga tau juga sep. mungkin aja dia itu PSK yang ga punya keluarga dan ga punya rumah.” Lanjut nisa. “hmmm.” Gumam asep. “sebenarnya siapa yang salah? PSK mencari uang karena mereka butuh uang.. mereka tidak punya orang tua yang bisa membimbing mereka, mereka terjerumus.. ...tapi yang aneh itu.. kenapa dia malu pada kamera tv, tapi tidak malu kepada Tuhan.. kamera Tuhan kan ada dimana-mana.. bahkan bisa melihat ke dalam hati yang paling dalam.. dan sekarang kamera itu pasti sedang melihat isi hatiku ini.. hhhmmm.. yaa Allah.. Engkau sekarang pasti sedang mendengar kata hatiku ini.. aku titip salam kepada Rasulullah.. kata kan padanya bahwa kami rindu..” pikir asep. 172
Asep keluar dari lamunannya dan kembali serius menonton televisi. Di sampingnya ada nisa yang sedang serius sekali, seakan-akan juga sedang memikirkan banyak hal dalam pikirannya. “oiya nis! tadi aku mau nanya ini loh. kamu tuh kenal sama nenekku ga?” tanya asep. Nisa tersenyum. “nenekmu ya nenekku juga sep, gimana sih kamu.” Tutur nisa. Asep kaget mendengar ucapan nisa. Mana mungkin nisa ini adalah cucu nenek, karena neneknya belum pernah menceritakan tentang nisa ataupun keluarganya. “hah! Masa sih! Beneran nis?” ucap asep yang terkejut. “beneran lah, ngapain bohong.” Ucap nisa. “masa sih, nenek ga pernah cerita kalau dia punya cucu lain selain aku. dia kan tinggal di desa terus, sejak kapan dia punya anak di kota. berarti orang tua kamu itu ada yang anaknya nenek ya? kamu punya buktinya?” ucap asep dengan cepat dan penuh rasa penasaran. “pelan-pelan ngomongnya. tunggu deh aku ambil fhotonya dulu.” Ucap nisa. Nisa membuka sebuah laci di dekat televisi, dia mengambil sebuah album fhoto. Dibuka lembar demi lembar, dia amati perlahan tiap fhoto yang ada di dalamnya dan berhenti di sebuah halaman. “ini sep.” Ucap nisa. 173
“yang mana?” tanya asep. Nisa mengarahkan telunjuknya. “ini abi sama nenek.” ujar nisa. “jadi ini nenek pas masih muda ya, abi juga masih kecil. Tapi kenapa nenek belum pernah cerita sama aku? Kamu tahu kenapa nis?” tanya asep. Dia kebingungan dengan kenyataan yang baru dia ketahui itu. “aku juga ga tau sep. tapi kamu beruntung sep, kamu liat nenek setiap hari. Aku Cuma pernah ketemu sama nenek itu dua kali doang, itu pun bukan di rumah nenek, tapi di rumah orang.” Ucap nisa. “kok gitu, kenapa?” tanya asep. Kali ini dia ditimpa rasa heran yang semakin besar. “ya aku ga tau sep! itu juga udah lama, pas aku masih kecil.” Tutur nisa. Tiba-tiba kang jalal datang memotong pembicaraan nisa dan asep. Dia duduk disamping nisa yang sedang memegang album fhoto keluarga. Kang jalal sadar bahwa kedua anak itu sedang membicaarakan neneknya, dia pun langsung membuka percakapan dengan mereka. “lagi pada apa ini anak-anak abi?” tanya kang jalal. “jadi abi sebenarnya anak nenek ya? Atau umi yak anak nenek?” asep balik bertanya. 174
Kang jalal terdiam cukup lama. “yang anak nenek itu abi. Wah ceritanya panjang, kamu kangen sama nenek ya? Gimana kalu minggu depan kita pulang kampung, kalian juga sudah liburan semeter kan?” ajak kang jalal kepada asep dan nisa. “setuju! setuju abi. aku pengen ke kampung lagi, udah lama ga ke sana.” Ujar nisa. “pulang.. waah, tidak terasa ternyata aku sudah enam bulan tinggal di jakarta. Gimana ya kabar nenek. Kabar imam, ubed, vita, apa mereka baik-baik saja. Sekolah dimana mereka?” pikir asep. “nah nisa sudah setuju, kamu gimana sep?” tanya kang jalal kepada asep. “aku setuju abi.” Jawab asep dengan pasti. “baiklah! semua sudah setuju. persiapkan diri kalian, jaga kesehatan. Minggu depan kita berangkat.” Tegas kang jalal. Kemudian terdengar suara adzan dhuhur, mereka semua menyudahi obrolan tersebut. Ayah nisa pergi ke masjid, sedangkan asep shalat di rumah. Dia shalat berjama’ah menjadi imam untuk nisa dan ibunya. ***
175
Seminggu kemudian. pagi yang cerah menyambut asep dan keluarga barunya. Mereka sudah siap, semuanya ikut dan sangat antusias. Nisa yang sudah lama tidak berjumpa dengan nenek sudah tidak sabar ingin cepat sampai ke sana, dan berharap sang nenek masih ingat kepadanya. Keluarga ini berjalan menuju jalan raya kemudian mereka naik angkot. dan akan dilanjutkan dengan kereta api selama beberapa jam. Perjalanan kali ini terasa sangat berbeda bagi asep. Dia lebih merasakan guncangan kereta yang lembut, lebih menghayati indahnya pemandangan di sepanjang perjalanan, dan tentunya dia lebih merasakan kebahagiaan, sebentar lagi kerinduannya akan segera terbayarkan. Sesampainya di jalan desa, cuaca dingin mulai meyambut mereka. Ada mendung bermain di langit siang, angin laut tergesa-gesa mengejar matahari, dia menyisakan belaian-belaian tajam di sepanjang jalan yang menusuk kulit hingga ke dalam tulang, mencipta dingin yang sangat terasa. Keluarga ini mengenakan jaket yang mereka bawa, sedangkan asep tetap cuek dengan kaos tipisnya. Dia sudah rindu dengan suasana rumahnya yang sejuk. Tak lama kemudian Mereka tiba di rumah nek minah. Seorang nenek yang kini hidup sendirian. “assalamu ‘alaikum nek. ini asep nek, cepat buka.” Ucap asep dengan tergesa-gesa. 176
“Wa ‘alaikum salam..” nek minah menjawab dari dalam rumah. Nek minah terkejut ketika membuka pintu dan melihat ternyata asep pulang dengan jalal dan keluarganya. Sudah lama mereka tidak jumpa, dan pertemuan ini sangat tidak terduga bagi nek minah. Asep masuk ke dalam rumahnya, dia memeluk neneknya sebentar dan pergi menengok kamarnya, dia rindu kepada ranjangnya yang nyaman. Nek minah mempersilahkan masuk kang jalal dan keluarganya. asep keluar dari kamarnya dan mengajak neneknya mengobrol. “gimana kabarnya nek?” tanya asep. “alhamdulillah baik nak. Kamu sehat?” tanya nek minah. “kurang baik nek. ada banyak hal yang ingin aku ceritakan sama nenek.”ujar asep. Kemudian nenek menghentikan percakapannya dengan asep, dia lekas menyambut jalal dan keluarganya. Dia menggelar tikar di lantai, karena di dalam rumah nenek memang tidak ada ruang tamu yang bersofa, hanya lantai semen yang dingin dan tanpa karpet. “gimana kabarmu jalal?” tanya nek minah kepada kang jalal. “alhamdulillah baik. maafkan aku..” ucap kang jalal. Seraya merangkul dan menciumi tangan nek minah. 177
Asep kaget ketika melihat kang jalal yang mencium tangan nenek, merangkul, bahkan hingga menangis. Dia merasa penasaran apa yang sebenarnya tidak dia ketahui. siapa sebenarnya kang jalal ini, siapa nenek yang sebenarnya. tiba-tiba dia merasa asing berada di sana, karena kang jalal dengan neneknya terlihat begitu akrab. Perlahan asep keluar dari rumah melalui pintu dapur, dia tidak mau mengganggu nostalgia antar nenek dengan kang jalal. Ketika asep di samping rumah, dia berhadapan dengan pohon cabai yang sudah lama dia tinggalkan. Pohon itu masih segar, berbuah banyak, di sekitarnya juga bersih. nenek masih rajin merawat kebun kecil tersebut. “wahai pohon cabe.. apa yang sebenarnya sedang terjadi? Apakah kamu tahu sesuatu yang mereka sembunyikan? Yaa, aku merasa ada sesuatu dari mereka yang tidak aku ketahui.” Pikir asep. “Asep! kemari nak.” Nenek memanggil asep. “iya nek.” jawab asep. Asep segera menghampiri neneknya yang sedang duduk di ruangan depan, lalu dia duduk bersandar di dinding yang bersebrangan dengan nek minah, sehingga mereka berhadapan. Ketika dia melihat sekeliling rumah, dia sadar ternyata kang jalal sudah tidak ada di sana. “bagaimana sekolahmu? Lancar?” tanya nek minah. 178
“lancar. tapi aku sempet kaget pertama kali sekolah di sana. Aku kurang nyaman.” Terang asep. “itu biasa nak, makanya kamu harus cepat beradaptasi. Jangan malu-malu sama lingkunganmu yang baru.” Ucap nek minah. “nek! aku mau nanya serius, jawab dengan jujur! siapa sebenarnya kang jalal itu?” tanya asep. Wajahnya terlihat sangat serius. “oo kamu sudah tahu ya. dia itu anak nenek.” jawab nek minah seraya tersenyum. Asep terdiam sejenak, lalu berkata “tapi sejak kapan nenek punya anak? Aku belum pernah sekalipun melihat dia, aku juga belum pernah mendengar bahwa nenek punya anak, warga kampung juga sepertinya ga ada yang tahu.. kalau ada yang tahu pasti aku pernah dengar. Aku masih heran nek. kok bisa gitu nek.” “tidak usah heran. nanti juga kamu terbiasa.” Ucap nek minah seraya kembali memberikan senyum kepada asep. “terus mereka sekarang kemana? kok tiba-tiba hilang.” Tanya asep. “mereka keluar, tadi si nisa ngajak jalan-jalan.” Jawab nek minah. 179
“ooh. gimana kabar temen-temenku nek?” tanya asep. “mereka baik-baik saja. setiap hari nenek lihat imam lewat depan rumah, Tapi kalau vita nenek jarang lihat. dia sudah tidak pernah main ke sini.” Terang nek minah. Asep kemudian bangkit dari duduknya, lalu berkata “kalau begitu aku pamit dulu ya nek, aku mau ketemu sama mereka.” Dia terlihat begitu tergesagesa. Asep pergi ke rumah imam, masih lekat ingatannya terhadap kampung tersebut. Jalanan berkerikil, warga yang sepi, hanya beberapa orang tua yang berpapasan dan memberikan senyum. Enam bulan yang terasa sangat lama ketika dia melihat kembali suasana kampungnya. Dari kejauhan asep melihat imam yang sedang duduk-duduk di beranda rumahnya, dia kaget ketika melihat imam sedang menghitung uang, dan imam terlihat sangat serius. “heh uang siapa tuh..” asep mengejutkan imam. “ya Allah!” imam terkejut, lalu dia mengangkat wajahnya tepat ke arah asep. “eh ada orang kota pulang kampung!” ucap imam. “gimana kabar mam? Itu uang siapa, banyak juga tuh?” tanya asep.
180
“kabar selalu baik. ini uangku lah! sekarang aku sering bantu-bantu di kebun teh sep. sekali kerja langsung dapet upah. kan lumayan sep.” ujar imam. “kamu pasti ga sekolah. terus gimana kabarnya vita? Anter aku ke rumahnya yuk mam. Sekarang! aku pengen banget ketemu sama dia.” Ajak asep tergesagesa, dia menarik tangan imam. Imam tetap terlihat malas. “yah telat sep. vita itu udah ga di sini, dia sekolah di kota. Yang di rumah itu tuh Cuma orang tuanya aja.” Tutur imam. “ah! ga percaya! dia kan dulu bilang mau sekolah di sekitar sini.”ucap asep. “tadinya sih gitu. tapi tiba-tiba aja dia pergi tanpa pamit, sama kayak kelakuan kamu tuh.” Ucap imam seraya menatap asep dengan serius. Asep terdiam, dia sangat berharap bisa bertemu dengan vita, namun ternyata gagal. pemuda ini tidak bisa menguasai rasa hatinya, dan dia mendapat luka kekecewaan yang lumayan dalam. “terus mam, pas aku pergi ke jakarta itu apa vita pernah nanyain aku?” tanya asep. “pernah sih. beberapa hari setelah kamu pergi, waktu itu pas pulang ngaji. aku jawab aja kalau kamu itu ke jakarta.” Terang imam.
181
Asep terdiam sejanak. “ya udah kalau gitu. aku pulang mam. Assalamu ‘alaikum.” Asep meninggalkan imam dan berjalan penuh rasa kekecewaan. “yeee. ujug-ujug datang, ujug-ujug pergi lagi. jadi tambah aneh tu anak.” Ujar imam. Asep tetap melanjutkan langkahnya yang penuh rasa kecewa. Pulang kampung ini terasa kurang lengkap baginya. dia tidak bertemu dengan vita, dia sempat berpikir untuk pergi menanyakan vita kepada kedua orang tuanya, namun pikiran itu langsung sirna ketika mendung bertambah kelam dan rintik hujan mulai berjatuhan. Setibanya di rumah dia mendapati neneknya yang sedang duduk di ranjang kamar. Sedangkan nisa dan keluarganya belum juga kembali. “nek, sudah lama aku ga dapet nasehat dari nenek.” ucap asep. “kamu mau nasihat apa, kamu kan sudah besar, bisa menasehati dirimu sendiri.” Ucap nek minah. “bagaimana menasehati diri sendiri? Kalau ada masalah itu aku masih sering bingung nek.” tutur asep. “bingung itu proses belajar nak. jika kamu punya masalah, jangan jadikan dirimu masalah pula. Jangan larutkan pikiranmu ke dalam masalah, bawalah pikiranmu itu keluar, perhatikan masalah itu, lalu 182
temukan penyelesaian. Kamu bisa paham?” terang nek minah. “jadi aku harus keluar dari diriku yang bermasalah, mencari sumber masalahnya lewat pikiranku, kemudian mencari penyelesaiannya, begitu?” asep balik bertanya kepada nek minah. “Tepat! Dan ketika pengetahuanmu sudah bertambah, mulailah menyelesaiakan masalah-masalah yang lebih besar. Seiring berjalannya waktu, kamu akan menemukan jalanmu sendiri. Dan satu lagi pesan nenek, Banyak-banyaklah belajar dan mendengarkan, kurangi bicara yang tidak penting dan jauhi dulu urusan dengan perempuan.” Tutur nek minah. “kenapa nenek sering melarangku mendekati perempuan nek, aku kan sudah semakin besar?” tanya asep. “kamu pasti sering mendengar, bahwa tiga hal yang paling menggoda di dunia adalah harta, tahta dan wanita, dan godaan itu bisa membuat manusia terlena, yang terlena itu nanti hatinya akan mati. Nah, biasanya nak, yang paling cepat menggoda tiap manusia adalah wanita. Kemudian Harta akan menggodamu setelah datang wanita, dan tahta akan datang menggoda setelah harta. Bumi ini tidak akan pernah cukup meski hanya ada dua orang yang mengikuti hawa nafsu. kamu harus bisa kendalikan 183
hatimu. jauhi dulu wanita karena belum saat untuk kamu.” Tutur nek minah. “maaf nek! bukannya aku tidak mau, tapi perempuan itu hal yang paling sulit bagiku untuk dihindari. aku sudah pernah menutup mata dari vita, namun aku kembali menatapnya dengan penuh hayalan. Dan barusan aku pergi mencari dia lagi.. ..meski ternyata dia tidak ada..” Pikir asep. “aku juga selalu mencoba nek.” ucap asep dengan pelan. “sibukkan dirimu dalam kesibukan yang bermanfaat. Di jakarta pasti banyak hal-hal yang menggoda, kunci untuk menjauhinya adalah berbahagia dengan yang kau punya, itu cukup. dan kamu harus lebih berbahagia jika mampu berguna bagi alam semesta, tidak usah menjadi seorang raja agar bisa berguna nak. Mulai dari sekarang kamu harus belajar membantu orang lain, gunakan ilmumu semaksimal mungkin.” Tutur nek minah. “selalu terdengar sangat mudah jika nenek yang mengucapkan.. tapi ketika berhadapan langsung dengan masalah aku pasti bingung, mungkin aku memang masih kecil..” Pikir asep. Nenek menyambung perkataannya “kok diam. apa yang kamu pikirkan?
184
“oh. nggak nek! aku pikir, semua itu pasti sulit.” Tutur asep. Nenek terdiam sejanak. Lalu berkata “sulit itu bukan mustahil nak. Dalam sulit itu masih ada kesempatan untuk berhasil. Lakukan secara bertahap, pasti kamu bisa. Ingat! semua ada takarannya. sekarang kamu belajar, lalu selesaikan masalah yang sesuai dengan kemampuanmu. jangan dulu dekati masalah yang terlalu besar. nanti kamu kewalahan. Nenek sangat berharap sekali kamu bukan hanya pintar, tapi juga berguna bagi lingkungan.” Tegas nek minah. Keluarga nisa tiba-tiba datang dalam keadaan basah kuyup, mereka tetap tersenyum dalam tubuh yang terlihat kedinginan. Karakter keluarga yang sudah sangat jarang ditemukan. siang itu pun berakhir dengan baik bagi mereka. Keesokan harinya asep dan keluarga jalal kembali ke kota. liburan yang cukup menyenangkan bagi mereka terutama bagi nisa. Meskipun sebentar namun sangat memberi kesan yang mendalam di benaknya, kebun teh, jalanan yang sepi dan tenang, orang-orang yang ramah, segala sesuatunya terlihat lebih baik daripada di kota.
185
Bab 15 Si ikat kepala putih dan si tokek Asep sudah mulai menemukan sisi yang lebih baik dari dirinya. Dia terus mempelajari lingkungannya, dia pun mulai tahu bahwa ayah nisa adalah anggota sebuah kelompok muslim yang ada di jakarta. Di daerah dekat rumahnya sering ada kegiatan-kegiatan mereka, seperti mengaji, rapat dan sebagainya. Bulan ramadhan sudah menjelang. Sudah banyak stasiun televisi yang mempromosikan acaraacara terbarunya, seperti ceramah ustadz-ustadz baru, acara mengaji dan tafsir Qur’an, dan tidak ketinggalan acara masak-masak menu berbuka. Nisa kala itu sedang menonton televisi, sedangkan asep tengah belajar di kamarnya yang berdekatan dengan ruang tengah. Asep terbiasa belajar dengan duduk di lantai, menjadikan pinggir ranjang sebagai meja. Diatas ranjangnya itu ada beberapa buku yang telah dia baca, dan sekarang dia sedang mengerjakan soal-soal matematika dan sudah satu jam lebih dia mengerjakan soal-soal tersebut. hari semakin malam, otaknya mulai kelelahan, dia rebahan di atas lantai yang tanpa 186
karpet. “Nisa! maaf tolong kecilin TV-nya! aku keganggu.” Pinta asep. “tapi kan aku lagi nonton, jadi ga kedengeran sep.” ucap nisa. “ya kecilin sedikit aja. yaaa?” rayu asep. “iya, iya! nih aku kecilin.” Jawab nisa seraya mengambil remot, lalu mengecilkan volume televisi. Akhirnya. Terasa dingin, menenangkan syaraf-syaraf otak asep yang tertekan oleh kerunyeman angka-angka dan bilangan. Suara televisi yang tadi terdengar sangat keras kini sedikit berkurang, tinggal suara derum mobil yang sayup terdengar dari kejauhan. “aku ingin istirahat, tapi nisa lagi nonton tv.. kayanya dia marah tuh keganggu.. begini nih makhluk sosial, tidak bisa benar-benar bebas, ada orang lain yang ternyata juga punya keinginan. Hmm.. kalau saja nisa tidak mengalah, maka aku yang akan kesal. Untungnya dia pengertian.. tapi dia marah ga ya.. ga mungkin ah.” Pikir asep. Tiba-tiba ibu nisa berlari dari dapur kemudian membuka pintu kamarnya dengan keras. Nisa segera menghampiri ibu yang tidak seperti biasanya. Saat itu wajah ibu sangat panik, dia melipat beberapa baju jalal dan memasukkannya ke dalam sebuah tas. “ummi ada apa? Jangan buat aku jadi takut.” Ucap 187
nisa. dia merasa heran, terlebih lagi dia melihat ekspresi wajah ibunya yang tidak seperti biasanya. Ibu nisa sibuk memasukkan baju ke daam sebuah tas. “abi mu nis!” jawab ibu nisa sambil terus memasukkan beberapa baju lagi ke dalam tas. “dia masuk rumah sakit!” tegasnya. Nisa begitu terkejut mendengar ucapan ibunya. “abi kenapa!?” tanya nisa dengan suara yang keras. “nanti saja ceritanya. ummi buru-buru!” jawab ibu nisa. “aku ikut ummi.” Pinta nisa. Ibu nisa tergesa-gesa pergi dari rumahnya, kemudian nisa mengikutinya dari belakang. Asep yang kala itu keluar kamar dan mencoba untuk ikut namun dilarang oleh ibunya nisa. Dia diperintahkan untuk menjaga rumah. Asep turut panik memikirkan apa yang sedang terjadi. Selang beberapa jam akhirnya nisa kembali ke rumah. Asep yang duduk di beranda langsung menyambut nisa dengan rentetan pertanyaan. “ada apa nis?” tanya asep seraya menggenggam kedua pundak nisa. “hiks.. hiks..” nisa menangis dan menundukkan wajahnya. 188
“nis! Ada apa?” tanya asep. “abi di.. pukulin preman.” Jawab nisa. ucapannya terpotong-potong tangisan, begitu sedih tangisannya saat itu. “kalau gitu aku ke rumah sakit dulu. assalam.” Ucap asep. Dia hendak masuk ke rumah. Namun nisa berteriak kepadanya. “asep! ngapain ke sana! Kamu mau niggalin aku di rumah sendirian?” nisa terdiam sejenak. Lalu berkata “kalau kamu kesana juga ga ada yang bisa kamu lakukan. Di sana ada banyak orang.” Tutur nisa. Dia mencoba menghapus air mata yang terus mengalir di pipinya. Pada akhirnya, asep mengurungkan niatnya. Dia kembali menatap nisa yang sedang dalam kesedihan, semampu mungkin dia menghiburnya dengan ucapan-ucapan yang menenangkan. Asep ikut panik, namun dia uga tidak tahu harus berbuat apa. Perasaan yang sangat tidak menyenangan. “terus keadaan abi gimana?” tanya asep. “aku ga tau. aku ga sempet liat, di sana banyak orang. ini udah sering kejadian, tapi abi masih aja ga kapokkapok.” Tutur nisa. “maksud kamu abi sering dipukulin? Siapa nis yang mukulin abi?” tanya asep. 189
Nisa masih menyisakan tangisan-tangisan kecil. Dia melanjutkan perkataannya “warga sini sering ribut sama preman-preman diskotik. Dulu-dulu juga banyak yang udah jadi korban. ini yang ke-2 kalinya abi yang kena pukul.” Tutur nisa. Baru saja asep dan nisa hendak masuk ke dalam rumah ketika tiba-tiba gerombolan orang berteriak. mereka berjalan bergerombol dan mulai mendekat. “Allahu Akbar..! Allahu Akbar..!” asep semakin bingung apa yang sebenarnya terjadi. Siapa lagi orang-orang ini, mereka berbaju rapih berwarna putih, melilitkan sorban di kepala mereka, membawa tongkat bambu dan berteriak lantang. “ada apa ini nis?” tanya asep. “mungkin mereka mau nyerang preman yang tadi mukulin abi. beginilah kalau udah mau bulan puasa, pasti ada ribut-ribut. Aku ga tau apa yang mereka pikirin, udah tahu itu bahaya.” Ujar nisa. “ya udah kamu tenangin diri ya, abi pasti sembuh. Tenang! Oke!” Ucap asep mencoba menenangkan nisa. Malam itu ibu nisa tidak kembali ke rumah, dia menginap di rumah sakit. Pagi harinya asep bangun seperti biasa, namun dalam otaknya berkecamuk kehawatiran. Dia membangunkan nisa
190
untuk shalat subuh, sekaligus bermaksud mengecek keadaannya. “nisa! kamu belum shalat subuh ya nis?” ucap asep dari depan pintu kamar nisa, dia mengetuk kamar nisa beberapa kali. Tak lama setelahnya nisa menjawab “aku sudah shalat sep! tumben bangunin. aku ga apa-apa kok sep!”. Asep yang tidak bisa menenangkan pikirannya kemudian menyalakan televisi untuk mencari hal yang bisa mengalihkan pikiran. Jam pagi televisi selalu dipenuhi oleh acara-acara berita, Asep pun meimilih salah satu acara berita yang dia suka. Dia kaget ketika melihat berita orang-orang yang berikat kepala putih sedang merusak pusat hiburan, kemudian dia memperbesar suara televisi tersebut. Nisa yang dari kamarnya bisa mendengar suara berita itu langsung keluar mendatangi ruang tengah, dia berdiri beberapa meter di hadapan televisi. Mereka berdua memperhatikan berita itu dengan seksama, namun hingga kata-kata terakhir habis, gambar terakhir hilang, berita tersebut ternyata tidak memberikan kabar tentang ayahnya, yang dia dengar hanyalah berita tentang pengrusakan tempat hiburan yang tidak terdapat korban di dalamnya, yang ada hanya kerugian material yang diderita pemilik tempat hiburan tersebut. Mereka berdua terdiam, dan tidak bersiap untuk pergi ke sekolah. 191
Sepertinya pagi itu langit sangat mendung, jalanan sangat licin, hingga membuat mereka malas untuk bergeras. Ditambah lagi sarapan belum ada yang menyajikan. Masalah ini membuat mereka hanyut dalam lamunan yang dalam, hingga sangat sulit menjalankan rutinitas pagi seperti biasa, ini di luar kemampuan mereka meskipun mereka ingin berbuat banyak. “ternyata di sini telah terjadi peperangan.. Ada banyak hal yang belum aku ketahui. berita di televisi itu sangat terlihat menakutkan, Orang-orang berteriak Allahu Akbar, menghancurkan meja-meja dan tempat hura-hura.. namun yang ada di televisi itu tidak lebih menyeramkan dari yang sekarang aku rasakan.. Nenek, rasanya aku tidak mampu merubah dunia ini menjadi lebih baik.. terlalu banyak masalah yang besar. Apa yang harus aku lakukan nek? ...masalah ini terlalu besar untuk pengetahuanku, aku belum mampu untuk mencari penyelesaiannya. Lalu apa yang bisa aku lakukan? apa yang harus aku lakukan? ....iya.. benar.. aku tahu.. lebih baik aku pergi sekolah. Tidak ada gunanya aku berpikir namun jawabannya belum mampu aku jangkau. Aku belum cukup untuk itu..” Pikir asep. Asep beranjak dari tempat duduknya. Dia bergegas merapihkan diri untuk berangkat sekolah. Namun nisa sepertinya sudah tidak punya semangat untuk sekolah, terlebih lagi ada SMS dari ibunya yang mengatakan bahwa ayahnya belum juga sadar. 192
“nis! ayo sekolah!” ucap asep mengajak nisa yang sedang duduk menonton TV. Nisa menatap asep. “aku ga sekolah sep! aku hawatir sama abi. aku di rumah aja.” Ucap nisa. “Nis! kebahagiaan itu kadang membuat kita larut dan lupa kepada yang menderita. Tapi, kesedihan juga bisa membuat kita larut dan lupa loh, bahkan bisa membuat kita menjadi sangat tidak berguna. Hawatir boleh, tapi jangan sampe kita ini Cuma diam nis!” Tegas asep. “aku ga peduli meskipun aku ga berguna. meskipun aku ke sekolah, aku ga bakal bisa mikir. Pikiranku lagi kacau sep! kamu pergi sendiri aja sana!” ucap nisa dengan nada yang serius. Akhirnya asep berangkat sendirian. dia lewati jalan-jalan seperti biasa, dia amati kegiatan-kegiatan di sekelilingnya. Tiba-tiba dia kembali melihat anakanak jalanan, sudah berbulan-bulan dia tidak melihat anak-anak tersebut. Dari atas angkot dia memandang ke arah para anak jalanan, merasa iba namun tidak bisa berbuat apa-apa. “anak-anak itu ada lagi di sana.. sudah lama mereka tidak ada, tapi kemudian mereka muncul lagi.. malng sekali mereka. Sedihnya, sampai sekarang pun aku masih belum bisa berbuat apa-apa.. masalah ini pun masih terlalu besar untukku.. aku bingung!! 193
Masalah-masalah di sini begitu besar bagiku. Apa ada yang bisa aku selesaikan? Entahlah.. semuanya terlalu sulit.” Pikir asep. Sesampainya di sekolah, dia belajar seperti biasa dan tetap dapat menangkap ilmu yang diberikan oleh gurunya. Dia pulang ke rumah dengan cepat. Asep tidak punya telpon genggam sedangkan dia ingin segera tahu kabar abi. Dia berusaha secepat mungkin sampai ke rumah dan menanyakan hal tersebut kepada nisa. Nisa sedang melamun di kamarnya, pintunya tidak dikunci. Asep berdiri di pintu dan menanyakan kabar abi, saat itu tubuhnya berkeringat dan masih sedikit terengah-engah. “nis! gimana abi?” tanya asep. “udah baikan sep! ummi tadi telpon.” Jawab nisa seraya mengarahan pandangannya kepada asep. Dia hanya tiduran di ranjangnya, telungkup menghadap tembok, entah apa yang ada di pikirannya. “alhamdulillah.” Ucap asep. Asep sangat bersyukur karena abinya dalam keadaan baik. Dia tidak bisa menjenguk abi di rumah sakit, yang bisa dilakukannya hanya berdo’a dan terus berdo’a. *** Belajar untuk malam ini telah selesai, asep kembali merebahkan dirinya di atas lantai. Asep 194
kembali merenungkan kejadian yang terjadi kemarin malam. “jika orang-orang berikat kepala putih itu orang yang berjalan di jalan yang benar, maka apakah kebenaran itu memang harus dipaksakan, dengan kekerasan? ..iya sep pasti harus.. jika saja kebenaran itu tidak dipaksakan, maka keburukan yang akan menghacurkan kebaikan. Aku selalu ingat kata-kata nenek.. “Yang Benar itu Mutlak, sedangkan baikburuk itu selalu bergeser”.. Mereka yang berikat kepala putih adalah orang-orang yang mencoba bertahan dari segala keburukan.” Pikir asep. “Tokkee.. tokkee” Tiba-tiba suara tokek itu kembali muncul, sudah lama sekali asep tidak mendengar suara tokek tersebut. Semakin lama suaranya semakin keras, asep membiarkan tokek tersebut meskipun dia mendengarnya. Kemudian asep kembali berpikir dalam lamunannya. “lagi-lagi si tokek mucul.. apa yang harus aku lakukan denganmu wahai tokek! kamu itu berisik, kadang ada kadang hilang! kenapa tidak hilang untuk selamanya! kenapa tidak perlihatkan wujudmu, supaya ku buang ke luar rumah! ..tapi tunggu.. Suara tokek itu kadang ada kadang hilang?..Ataukah dia selalu ada? namun aku tidak pernah benar-benar 195
mendengarkan.. Seperti beberapa bulan lau aku melihat ada anak jalanan.. tadi aku melihat kembali anak jalanan itu.. mungkin saja selama ini mereka ada di sana namun aku tidak benar-benar memperhatikan.. aku juga melihat dodi yang sangat sangat nakal, namun belakangan ini aku sudah tidak menghiraukannya.. mungkin selama ini mereka ada di sana, mereka masih seperti itu.. hanya saja aku tidak benar-benar memperhatikan mereka.. mungkin saja setiap hari si tokek itu bersuara, setiap hari juga anak jalanan itu ada di sana, tapi aku tidak sadar.. Lalu kenapa aku tidak sadar? Apakah aku lupa? ............... Aku tahu! Ya Allah.. terima kasih Ya Allah.. sekarang aku mengerti! Aku tahu! ternyata tanpa sadar selama ini aku telah hanyut! Aku yakin! Aku telah hanyut dalam rutinitasku hingga aku tidak mendengar tokek yang bersuara.. aku sibuk mengobrol dengan nisa sehingga aku tidak melihat anak-anak jalanan itu.. aku tidak peduli kepada dodi karena aku sibuk membaca buku.. ..aku hanya mendengar suara si tokek ketika aku merasa terganggu.. tapi kenapa aku bisa hanyut? Aku tidak mengejar kesenangan seperti hura-hura atau maen PS? Aku terus belajar dan ibadah.. tapi.. tunggu dulu.. ..mungkinkah yang telah membuatku hanyut itu adalah belajar dan beribadah, 196
mungkinkah itu? ..aku terus belajar dan beribadah hingga lupa pada suara tokek, lupa pada anak jalanan, lupa pada dodi yang nakal.. kenapa aku melupakan mereka? kalau begini aku tetap saja tidak berguna! iya benar! aku hanyut dalam ibadah pada Allah namun aku lupa pada saudaraku yang di jalanan.. aaaarrghh!! percuma ilmu dan nasehatnasehat nenek yang selama ini aku dapat.. sebenarnya banyak yang bisa aku lakukan.. kenapa aku Cuma satu kali mengingatkan dodi, kenapa aku tidak terus mengingatkan dia tiap kali dia berbuat buruk? Ya Allah.. tolong aku ya Allah, Engkau Maha Perkasa.. semua ini menumpuk di pikiranku.. apa yang harus aku lakukan? Terlalu banyak hal yang ternyata belum bisa aku selesaikan. Aku masih harus belajar mencari jawabannya.. ajari aku ya Allah.. ajari! ajari aku agar bisa berguna! Aku ingin merubah lingkunganku! .................................................................. .................................................................. .................................................................. ................IQRA! Iya! Iqra! benar.. iqra.. iqra itu adalah cara Allah mengajari manusia.. kalam.. baca dan tulis, aku harus terus membaca dan menulis.. benar.. mungkin 197
selama ini aku telah bisa membaca lingkunganku, namun aku masih seringkali lupa dengan pelajaran alam itu, aku hanyut tanpa aku sadari.. Lalu apa yang kurang? Iqra.. kalam.. baca tulis! Iya, benar sep! selama ini aku membaca namun tidak menulis.. itulah kekuranganku.. aku membaca namun aku tidak menulis. Hhh. mulai sekarang aku harus menulis, menulis apapun yang aku telah pahami dalam lingkunganku.. menulis segala hal yang belum aku selesaikan.. agar aku tidak lupa.. hingga mungkin suatu saat aku akan menyelesaikan semuanya.. aku pasti mampu menyelesaikannya! Asep bergegas bangkit dari tempat tidurnya, dia mengambil sebuah buku yang masih kosong. Dia mengambil sebuah pensil dan mulai mengguratkan pikirannya di atas buku tersebut. Kali ini dia benarbenar menemukan kunci yang selama ini dia cari. Menulis adalah cara agar tidak lupa terhadap masalah yang dia hadapi, ketika dia lupa maka masalah itu tidak akan terselesaikan, dan itu artinya dia tidak pernah belajar untuk menggunakan pengetahuan dan hatinya.
198
Bab 16 Mulai menulis Asep mulai menulis dan mencoba belajar tanpa harus melupakan masalah-masalah di sekitarnya. Ketika dia masuk kelas, dia belajar dan memperhatikan sekitarnya. Hari ini asep sudah duduk di kursinya yang nyaman, dia akan belajar bahasa inggris. Di belakang kelas terjadi keributan yang sangat mengganggu anak-anak kelas yang lain, padahal di kelas sebelah sedang ada yang belajar. Ternyata lagi-lagi genk dodi dkk., mereka bermain dengan menggunakan kertas yang dibentuk menjadi bola kecil, kemudian mereka menepuk bola itu seperti bermain badminton. Asep yang sadar bahwa perbuatan dodi itu mengganggu orang lain kemudian mengingatkan dodi. “dod! tolong jangan berisik. kelas sebelah lagi belajar.” Pinta asep dengan pelan. “yang lain aja ga protes! kenapa lo protes!?” jawab dodi. Dia melotot ke arah asep. “karena yang lain itu ga peduli sama kamu dod! aku protes, karena kamu itu main di tempat dan waktu yang salah. orang lain punya hak buat belajar dengan nyaman.” Tegas asep. 199
Dodi menggebrak meja, lalu membentak asep “alaaaah! berisik lo nyet!”. seketika seisi kelas menatap ke arah dodi dan asep. Dodi menghampiri asep yang hanya berjarak 3 meter darinya. Tiba-tiba dia menghajar asep lagi, namun kali ini asep yang sudah siap akhirnya berhasil mengelak dari pukulan tersebut. Dodi yang kesal mencoba lagi dengan pukulan yang kedua, kali ini tangan kirinya yang bergerak. “jebb..” asep tidak mampu mengelak, pukulan itu menghantam perutnya. Asep membungkuk memegang perutnya, kesakitan, lalu tersungkur. dodi pun menghentikan perbuatannya, dia pergi meninggalkan asep yang kesakitan. Asep dibantu oleh teman-temannya, namun kali ini dia tidak pulang, karena dia masih bisa menahan rasa sakit yang dideritanya. Dia ikhlas atas itu semua, dia sadar bahwa itulah resiko ketika mengingatkan seseorang. Dia belajar seperti biasa, tidak melaporkan perbuatan dodi tersebut kepada guru, karena dia tahu orang seperti dodi tidak akan jera oleh hukuman guru yang hanya menggunakan bentakan, selalu tidak berhasil mengobati namun juga tidak pernah mampu mencegah. Keesokan harinya. Bel istirahat berbunyi, asep dan temannya yang bernama farhan pergi ke kantin untuk makan dan ngobrol-ngobrol. Gerombolan dodi kemudian datang ke kantin, mereka 200
selalu berisik, seperti bebek yang bersuara ketika lapar. kali ini asep cuek dengan suara-suara mereka karena dia sedang menghabiskan makanannya, dan dia menganggap bahwa kantin memang tempat untuk santai-santai. Dodi merogoh sakunya, mengeluarkan sebuah HP canggih keluaran terbaru. Dia memang anak orang kaya, jadi tidak heran jika HP-nya bisa sebagus itu. teman-temannya memperhatikan dodi dan HP barunya. Kemudian salah satu teman dodi yang baru datang bertanya pada dodi “dod! HP baru ya? Ada bokepnya ga?” Dodi menjawab tanpa menolehkan wajahnya dari layar HP. “baru bro! kalo bokep selalu ada dong! Percuma HP kalo ga ada hiburannya.” Ucap dodi. “nonton dong! W lagi pengen liat nih.” Pinta teman dodi. “ada banyak nih yang baru! kemaren gw dapet yang bagus banget! yang maennya cwe jepang. Beuuh!! Lo musti liat!” ucap dodi seraya mengotak-atik HP-nya. “ya udah, cepet buka dong! Bikin penasaran aja lo!” ucap teman dodi. Asep yang kala itu mendengarkan percakapan mereka merasa harus untuk mengingatkan dodi. apa 201
gunanya tahu baik dan buruk jika hanya menyimpannya untuk diri sendiri, sedangkan lingkungan dibiarkan menanggung keburukan dalam ketidaktahuannya. Asep bangun dari kursinya, menyapa dodi dengan pelan dan tenang. Asep yakin bahwa yang akan dia lakukan ini adalah hal yang benar. “Dodi! maaf.. bukankah lebih bagus kalau HP kamu itu buat hal-hal yang berguna.” Ucap asep. Dodi menatap asep. “mulai! Mulai! lo cari-cari masalah mulu ya ma gw! Apa mau lo?” bentak dodi. “mungkin karena jodoh kita jadi ketemu terus. aku juga heran, kenapa tiap kali kita ketemu pasti ada halhal yang ga baik. aku ga mau ganggu kamu! aku cuma ga mau kalian-kalian ini rusak! Kalian bisa terjerumus ke dunia seks bebas kalau terus-terusan nonton kaya gitu!” tegas asep. Terlihat kepercayaan diri dalam tatapan dan ucapan asep. “seks bebas juga enak kok! Gw rela ikutan seks bebas! Hahaha...” ucap dodi. Dia dan temantemannya tertawa terbahak-bahak. Asep diam sejenak, lalau berkata “suatu saat kalau kamu terbaring karena AIDS kamu pasti nyesel dod! Semua ini menghanyutkan, makanya kita itu harus pegangan. jangan ngikutin arus, karena arus itu sedang membawa kamu menuju jurang. Sekarang 202
kalian tertawa, menganggap ini lelucon. Tapi suatu saat nanti ga ada yang tahu dod. Kamu menggelepar di atas kasur, kurus, borokan, penyakitan. Sex bebas itu bukan lelucon, itu bahaya dod! jangan tertipu oleh kesenangan yang akan membawa pada kehancuran! Berpikirlah! Kalian-kalian ini sudah dewasa! Sudah tahu mana yang baik atau tidak! Ya sudah, cukup banyak yang aku omongin, semoga kalian sadar bahwa aku ini bukan sedang menggurui atau merusak kesenangan kalian. Aku sedang menolong kalian!” ucap asep. Dia kemudian pergi meninggalkan dodi dan teman-temannya. Dodi dan teman-temannya terdiam. Kemudian dia memasukkan kembali HP-nya ke dalam kantong celananya. dia beranjak meninggalkan kantin dan teman-temannya tanpa sepatah kata pun. Namun ada yang berubah dari dodi, wajah yang tadinya angkuh berubah menjadi menunduk, tatapan mata yang tadinya sombong berubah menjadi lemah, langkah yang tadinya tegak kini terlihat begitu lelah. Dodi telah menerima kekalahan, kekalahan dari sebuah kebaikan. Hatinya telah dijajah, dijajah oleh kebenaran. Manusia tidak ada yang benar-benar hitam atau benar-benar putih. Hati ini pekat, sukar untuk dibaca, namun pasti ada dalam kalbu itu satu warna yang tersembunyi, dia itu bisa hitam yang tertutupi putih, atau putih yang tertutupi hitam. Dodi yang kasar, tidak sopan, sangat nakal, pada akhirnya 203
melihat titik putih itu, dan kini titik putih itu berusaha mencemari kubangan hitam yang ada di hatinya. *** Keesokan harinya. Asep masuk seperti biasa, duduk di kursinya dan tidak banyak berbicara. Kemudian dodi datang ke kelas, hari ini dia datang lebih awal dari biasanya. Dodi juga tidak banyak berbicara, dia membuat teman-temannya merasa aneh. Seorang pentolan kelas yang biasanya sangat berisik sekarang menjadi pendiam. Dan itu berlangsung sepanjang hari, hingga bel tanda pulang berbunyi. Asep yang seharian itu telah menyadari perbedaan dodi, berharap dodi memang teah benarbenar berubah. Asep pulang dan merebahkan tubuhnya di kasur, kemudian dia mengambil buku catatannya. Di dalam buku catatannya ada tulisan “ingatkan dodi dan teman-temannya yang nakal”, di bawah tulisan itu ada bagian kertas yang masih kosong, kemudian dia memberi catatan di atas kertas yang masih kosong tersebut “aku sudah menghadapinya dengan sabar, semoga dia menjadi lebih baik.”, dia memberi catatan lagi di bawahnya “di luar sana masih banyak orang yang seperti dodi, dan aku akan bersabar menghadapi mereka.” “di luar sana masih banyak orang seperti dodi, terus apakah orang seperti aku juga masih banyak? Di 204
kelas saja Cuma aku yang berani menegur dodi. Hmm.. tapi pasti masih ada lah, aku yakin Allah masih peduli pada dunia ini.” pikir asep. Asep menutup kembali buku catatannya, kemudian dia pergi mengambil wudlu dan menegakkan shalat. Hatinya mendapatkan kebahagiaan karena telah maksimal dalam menggunakan pengetahuan dan kemampuannya. Namun dia juga terus berdo’a, berharap agar kemampuannya terus meningkat. Di luar sana masih banyak dodi-dodi yang lainnya yang juga butuh bantuan. Asep tetap saja memiliki kegeisahan terhadap lingkungannya, karena tidak mungkin dia bisa menyelesaikan masalah-masalah itu sendirian.
Bab 17 Sang anak jalanan Sore itu asep pulang sekolah sepert biasa. Namun dia berencana untuk menyempatkan diri mampir di tempat anak-anak jalanan biasa dilihatnya. dia naik angkot bersama nisa. ketika sampai di tempat anak-anak jalanan itu asep memberitahu kepada nisa bahwa dia tidak bisa pulang sekarang.
205
Asep menarik tali tas nisa yang panjang, lalu berkata “nis! aku turun di sini. kamu kasih kabar aja ke ummi ya.” Ucap asep. “kamu mau kemana sep?” tanya nisa. “Cuma mau jalan-jalan sedikit, aku mau lihat anakanak jalanan.” ucap asep. “buat apa?” tanya nisa. Dia terdiam sesaat. Lalu nisa melanjutkan perkataannya. “Kalau aku ikut boleh?” “kamu mau ikut? Aduuuh. nanti ummi hawatir loh nis.” Ucap asep. “aku telpon ummi aja buat minta izin. gimana? Ummi pasti setuju, perginya kan sama kamu.” Ujar nisa. “ooh.. ya udah terserah.” Ucap asep singkat. Terdengar nisa yang menelpon orang tuanya, dia meminta izin untuk pergi bersama asep ke tempat anak-anak jalanan. beberapa menit percakapannya berlangsung, hingga akhirnya ibunya memberi izin. “Kiri bang!” ucap asep menghentikan mobil angkot yang dia tumpangi. Lalu asep berkata “ayo turun nis!” ajak asep kepada nisa. “iya sep!” jawab nisa.
206
Mereka turun dari angkot. Mulai berjalan menyusuri trotoar, mencari-cari kumpulan anak jalanan. sebelumnya asep telah membeli beberapa permen, dia ingin memberi sesuatu kepada anak-anak itu meskipun tidak banyak. “emang kamu mau ngapain sep?” ucap nisa. Mereka mengobrol sambil mengarahkan mata mereka ke segala penjuru angin. Mencari sosok kumal yang bermain di jalanan. “aku pengen ngobrol-ngobrol aja ma mereka.” Jawab asep. Tak lama kemudian asep melihat seorang anak sedang duduk malas di trotoar, dia dan nisa segera menghampiri anak tersebut, mereka jongkok berhadap-hadapan dengan anak itu. Anak jalanan itu berumur sekitar 10 tahun, dia sangat kumal dan kurus. Menggenggam sebuah alat musik yang terbuat dari tutup botol sirup yang dipipihkan, disusun bertumpuk, digoyang sehingga menghasilkan suara gesekan. Hanya itulah mungkin harta anak tersebut. “assalamu ‘alaikum adek.” Salam asep. “iya kak! ada apa ya?” jawab anak jalanan tersebut. Dia merubah posisi duduknya menjadi lebi tegak. “nggak, kakak tadi lagi jalan-jalan aja di sini terus liat kamu lagi duduk di jalan. Emangnya lagi apa?” tanya asep seraya memperhatikan keadaan tubuh anak itu yang sangat memperihatinkan. 207
“lagi istirahat kak. abis ngamen.” Ujar anak jalanan itu. “orang tua kamu di mana?” tanya asep. “ga tau! Mungkin ngamen di bis.” jawab anak jalanan. “kamu mau permen ga? Kakak punya nih banyak. Temen-temen kamu mana? Kamu Kok Cuma sendirian?” tanya asep. “permennya ga ada apa-apanya kan?” ucap anak jalanan. terlihat wajahnya sedikit takut kepada asep. Entah apa yang anak itu pikirkan. Mungkin janggal baginya ada seorang yang berbaju sekolah rapih menghampiri dia, karena itu sangat jarang atau bahkan tidak pernah terjadi kepadanya. “emang kamu kira kakak ini siapa? Ya permen biasa dek.” Ucap asep seraya membuka sebuah permen yang ada di tangannya. kemudian dia memakan permen tersebut. Lalu asep merogoh saku bajunya dan memberikan beberapa buah permen. “niha buat kamu, permennya manis kok!” ucap asep seraya tersenyum kepada anak jalanan itu. Dia merasa sangat kasihan kepada anak ini. tatapan anak ini begitu kosong seakan tidak ada masa depan dalam hidupnya. Anak itu menerima pemberian asep, Setelah itu asep berkata “dek! kamu pernah sekolah?” “aku ga sekolah!” Ucap anak jalanan. 208
Asep terdiam sejenak. “ooh. ya udah kakak pulang dulu ya dek. udah sore. Kamu juga cepet pulang ya! jangan maen di jalan terus.” Tegas asep. Anak itu menundukkan pandangannya, lalu berkata “aku bukan maen kak! aku ngamen!”. Asep kembali terdiam. Dia merasa sangat iba kepada anak ini, namun tidak ada lagi yang bisa dia lakukan. Dia kembali menatap sekujur tubuh anak itu yang sangat kumal. “hhh. ya udah. Nih kakak ada sedikit uang buat kamu. beliin makanan oke! Kakak pulang dulu.” Ucap asep. Asep memberikan sisa uang jajannya hari itu dan yang kemarin. Dia memberikan beberapa lembar uang seribuan, Anak itu pun hanya tertunduk, entah apa yang dia rasakan. Asep dan nisa pergi menjauh dari anak tersebut kemudian pulang ke rumah. *** Sesampainya di kamarnya. Asep membuka laci meja dan mengambil buku catatannya, dia kembali menulis beberapa hal yang dia ketahui hari ini. “anak jalanan itu akan kembali melahirkan anak jalanan, karena keluarganya hidup di jalanan. mereka tidak akan menjadi orang yang lebih baik selama tidak ada yang merangkul mereka. Mereka tidak belajar, mereka tidak dididik, mereka 209
berkeluarga dan akan terus bertambah karena mereka tidak punya kemampuan untuk membuat hidupnya menjadi lebih baik. Anak-anak itu tidak diajari tentang baik dan buruk, pencurian adalah hal yang terdengar biasa bagi mereka, penodongan adalah santapan mata mereka setiap hari, mengemis adalah mata pencaharian yang terhormat bagi mereka, karena mereka anak-anak, mereka tidak pahan apa itu norma atau nilai agama. Sejauh ini aku belum bisa berbuat banyak, kecuali hanya menghiburnya. Mengenalkan keramahan kepadanya.” Itulah catatan asep hari ini.
Bab 18 Penolakan yang manis Desember sudah membusuk, Januari pun telah layu, sedangkan Februari tengah mekar merona. Di tanggal 13 bulan februari ini di tahun yang lalu, asep mengenal satu hari istimewa orang-orang kota yang biasa disebut “hari valentine”. Hari valentine adalah hari yang dipenuhi “cinta”, kasih sayang dan harapan. Di hari itu orangorang akan memberikan sesuatu yang berharga untuk orang lain yang mereka sayangi. Entah itu bunga, 210
puisi, pernyataan cinta, sebuah pesta, sebatang coklat, atau bahkan “mahkota” yang paling berharga. Valentine tahun ini sudah di depan mata. Banyak orang bersiap-siap menyambutnya, temanteman kelas asep juga sudah ramai bergerombol dan mengobrol dalam kelompok-kelompoknya. Valentine sehari lagi, mereka memasang target, laki-laki mengincar perempuan, perempuan mengincar lakilaki. Layaknya bidadari penggoda, mereka cantik namun murah, mereka indah namun semu. Kasih sayang tertumpah dalam satu hari valentine, sehari kemudian menyisakan tetesan-tetesan kecil yang berceceran, hingga ia benar-benar habis, kering dan dilupakan. *** hari valentine tiba. bel tanda pelajaran berakhir telah berbunyi, asep tenang-tenang saja dan tidak terburu-buru untuk pulang. Dia keluar kelas dan duduk di bangku taman yang panjang sambil membaca buku, dia menunggu nisa yang sepertinya masih di dalam kelasnya. Ada pohon yang rindang menaungi asep, asep sangat sering membaca buku di bawah pohon ini. suasana yang sejuk dan pemandangannya membuat pikiran menjadi tenang. suasana hari ini lebih ramai dari sebelumnya. Ada seorang lelaki yang memberi coklat pada perempuan, ada yang bergerombol dan pergi dengan 211
mobil pribadinya, ada yang mengobrol sambil bergandengan tangan, dan banyak kegiatan yang lainnya. Kemudian seorang anak mendekati asep menyapanya. “hai asep” sapa anak tersebut.
dan
“eh tia! hai juga! ada apa ti?” tanya asep seraya tersenyum. “lagi apa sep? aku ganggu kamu ga?” tanya tia. Dia berdiri di hadapan asep. Melipat tangannya ke belakang dan sedikit menundukkan wajahnya. Rambutnya yang panjang terlihat indah ketika dihembus angin taman. “lagi baca buku nih. sama sekali ga ganggu kok. Duduk ti!” jawab asep. Dia menawari tia untuk duduk. Bangku taman yang cukup panjang itu bahkan cukup untuk 4 orang. “ooh..” ucap tia seraya duduk di samping asep. Mereka hanya berjarak dua jengkal tangan. Asep tetap serius membaca bukunya, lalu tia kembali berkata “buku apa aja yang udah kamu baca?” Asep menutup bukunya, meletakkannya di samping. Setelah itu dia berkata seraya menatap tia “buku apa aja aku baca ti, yang penting yang bukan porno.” Ucap asep. Dia dan tia tertawa kecil bersama-sama.
212
“kamu ga ngerayain valentine?” tanya tia dengan lembut dan pelan. “ga!” jawab asep, dengan singkat dan sangat dingin. dia kembali membuka bukunya, asep semakin mampu mengendalikan hatinya, meskipun di sampingnya sekarang sedang duduk seorang perempuan yang cantik. Perempuan yang menjadi rebutan cowok-cowok sekolahan, tipe perempuan idola lelaki jaman sekarang. Asep tetap berusaha untuk mengatur mata dan hatinya, agar tidak terjerat sosok dewi kecantikan yang sedang menghampirinya. “kenapa?” tanya tia. Tia pun hanya tertunduk dan sesekali menatap asep. “kurang pas ti, dengan keyakinan agamaku.” jawab asep. “kurang pas apanya sep?” tanya tia penasaran. Asep terdiam sejenak. Dia meletakkan bukunya kembali, dia harus lebih serius untuk menjawab pertanyaan tia, terlebih karena tia adalah seorang non muslim. Asep tidak mau ada salah pengertian tentang keyakinan agamanya. “begini ti, dalam islam itu ada yang disebut aqidah. Keyakinan seorang penganut terhadap Tuhannya. Aqidah itu salah satu pilar agama, kalau dia rusak, maka pilar yang lain juga ikut retak, malah bisa ikut hancur. Yang aku yakini sih seperti itu ti.” Tegas asep. 213
“lalu apa hubungannya dengan valentine? Aku ga ngerti.” Ucap tia. “ya valentine itu bisa merusak aqidah ti. Valentine itu kan acaranya agama lain, semua yang ada dalam perayaannya juga tidak sesuai dengan agamaku, contohnya mesra-mesraan, sampai hal paling parah pun kadang dilakukan. Makanya aku ga ikutan.” Ucap asep. “kenapa ga boleh ngerayain acara agama lain? kalau ngucapin “Selamat valentine” aja bisa ga?” tanya tia. “tetep ga boleh ti!” tegas asep. “agama kamu kok gitu ya. semua agama itu sama sep. ga boleh gitu!” tegas tia. “kalau semua agama itu sama berarti semua agama itu benar dong ti. Mana bisa kayak gitu, ga masuk akal.” Ucap asep. “ga masuk akal gimana?” tanya tia. Dia sangat bingung dengan yang asep katakan, namun wajahnya masih menyimpan rona kecantikan seorang wanita muda yang modern. Sesekali dia membetulkan rambutnya yang acak-acakkan karena tertiup angin. “kalau semua agama itu benar, maka Tuhan ada banyak. Tuhan islam benar, Tuhan yahudi benar, Tuhan kristen benar, Dewa-dewa juga benar, jadi ada berapa Tuhan yang benar? Kan ga mungkin. 214
Pancasila juga bilang “ketuhanan yang Maha Esa”. berarti Tuhan itu Esa.” Jelas asep. Tia terdiam cukup lama. Lalu berkata pelan kepada asep “uuh! kamu itu.. terus kalau ngasih coklat aja gimana?” tanya tia. “hmm.. aku kurang tahu ti! Tapi buat amannya aku lebih baik menghindar aja ti, aku ga mau ambil resiko. Agama itu kan bukan mainan. Lagian kalau Cuma mau ngasih coklat doang kenapa harus hari valentine, hari kemerdekaan juga bisa.” Ucap asep seraya tersenyum. Tia juga tertawa kecil mendengar ucapan asep. “ih.. malah becanda!” ucap tia, dia terdiam kembali lalu berkata “Tapi aku sering lihat temen-temenku yang islam ngerayain valentine, mereka biasa-biasa aja.” Ucap tia. ““islam” itu nama agamanya, sedangkan orang-orang yang beragama islam itu namanya “muslim”. Muslim itu bukan berarti islam, jadi jangan menilai islam hanya dari perilaku seorang muslim, karena seorang penganut bisa saja melanggar aturan panutannya. silahkan-silahkan saja mereka melakukan itu, selama tidak mengganggu orang lain maka urusannya langsung dengan Tuhan. Begitu ti..” jelas asep. “oooh gitu ya.” Ucap tia.
215
“kok kita malah ngobrolin valentine. Emang ada perlu apa kamu ke sini?” tanya asep. Dia memandang tia yang dari tadi hanya tertunduk dan menyerangnya dengan pertanyaan seputar hari valentine. “nggak. aku iseng aja!” memalingkan wajahnya.
jawab
tia
seraya
“ooh iseng doang toh.” Ucap asep seraya tertawa. “ya udah sep! aku pergi dulu ya. Bye asep!” ucap tia. Tia beranjak dari tempat duduknya, dia kemudian membalikkan badan dan berjalan menjauhi asep. Baru beberapa langkah dia berjalan, asep kembali memanggil namanya. “Tia!” asep memanggil tia dengan suara yang cukup keras. Tia membalikkan badannya lalu berkata “apa lagi sep? aku udah kenyang denger ceramah kamu! Bye!”. Kemudian dia kembali melanjutkan langkahnya. “sebentar aku mau nanya dulu! itu coklat buat siapa?” tanya asep. Ternyata ketika tia membalikan badannya tadi asep sempat melihat coklat yang disembunyikannya. Mendengar teriakan asep tersebut Tia kaget dan menjadi gugup. “ooh.. ini.. aku.. ini buat temenku.. tuh dia nuggu di sana..” ucap tia. Kemudian tia 216
melanjutkan langkahnya dengan lebih cepat, sedang wajahnya tetap saja tertunduk. “hhh.. apa dia bermaksud ngasih coklat itu ya? semoga aja Cuma perasaanku.. tapi kalau benar dia tadi mau ngasih coklat itu, waah.. berarti aku udah ngecewain orang yang berniat baik. Dia kan ga tau tentang islam, dia juga ga ada niat buat ngerusak aqidahku.. yang dia tau itu ngasih coklat, udah itu aja.. aaahh.. udah biarin ah.. semoga terkaan ini salah.. kenapa juga aku jadi kepedean gini..hihi..” Pikir asep. *** Sesampainya di rumah asep langsung mengeluarkan buku catannya, kemudian dia mencatat masalah yang tadi dia dapat. “pemuda-pemudi di kota bergaul tanpa bimbingan, pergaulannya itu sudah parah, mereka sangat berani bertindak tanpa berpikir akibatnya. Mungkin ini yang disebut pergaulan bebas. Bebas pergi kemana saja, dengan siapa saja, bebas makan apa saja, bebas menghisap apa saja, minum apa saja. tidak ada manusia yang menemani mereka ketika di luar rumah. Sedangkan hati mereka juga belum mengenal baik yang namanya kebaikan dan disiplin terhadap kebaikan tersebut. Belum ada yang bisa aku lakukan untuk masalah besar yang satu ini, ini juga masih di luar jangkauan kemampuanku. Aku hanya bisa 217
mengingatkan beberapa orang dekatku saja. jutaan remaja di luar sana, mereka temanku juga, namun aku belum mampu mengingatkan mereka. Tapi aku yakin aku bisa, semoga lingkungan ini masih sempat terselamatkan, karena aku merasa kebaikan sudah sangat diasingkan di dunia ini.” itulah kata-kata yang dia tulis dibuku catatannya. Dia menyisakan tempat kosong di bawah tiap permasalahan yang dia tulis untuk menulis perkembangan masalah tersebut. *** Satu minggu kemudian. asep sedang makan siang di kantin sekolah. Dia duduk di pojok, ditemani Sepiring nasi, dua buah tempe goreng dan segelas air putih. Sesuap demi sesuap nasi itu dipecah dan dikunyah giginya. Asep berhenti ketika perutnya hampir kenyang, kemudian seteguk demi seteguk air itu diminum hingga membuatnya kenyang. dia selalu menjaga agar perutnya tidak terlalu kenyang, karena baginya rasa kenyang itu bisa mendatangkan kemalasan berpikir. Selesai sudah makan itu disantap, asep berencana akan kembali ke kelas, namun tiba-tiba tia kembali menghampirinya. “eh ada tia. ada apa ti?” tanya asep kepada tia yang baru saja menghampirinya. 218
Tia duduk di kursi kantin dekat asep, lalu berkata “gini loh sep.. kemarin itu aku sebenernya pengen ngasih coklat ke kamu, tapi ga jadi. Tapi aku juga ga bisa ngasih coklat itu ke orang lain. sekarang kan bukan hari valentine kan sep, boleh ga kalau aku ngasih coklat ini ke kamu?” ucap tia. Tia memberikan sebuah coklat yang ada di tangannya. kepalanya menunduk, pipinya memerah namun bukan marah, wajahnya memberi ekspresi yang sulit untuk dimengerti. Asep terdiam sesaat, dia mencoba menguasai suasana dirinya. Lalu asep mulai berkata “ooh itu.. lagian kemarin kamu ga ngomong langsung. kalau aku tahu mungkin kemarin aku ngomongnya lebih baik. maaf ya ti soal kemarin.” Ucap asep. “udah ga apa-apa sep. udah nih cepet ambil coklatnya! mumpung ga ada yang liat. kalau ada orang lain kan aku malu.” Ucap tia. “kenapa harus malu ti? Ini pemberian biasa kan? Bukan yang aneh-aneh?” tanya asep. “iya. tadinya sih aku juga..” tia terdiam cukup lama, dia masih memegang coklatnya dia atas meja kantin yang licin. Setelah itu dia melanjutkan perkataannya “Tapi aku yakin pasti kamu ceramah lagi. Udah ah, terima ya coklat ini!” ucap tia.
219
Asep menerima coklat pemberian tia, namun perutnya sudah sangat kenyang oleh makanan tadi. dia juga baru pertama kali mendapatkan pemberian seperti itu, sehingga dia kebingungan apa yang selanjutnya harus dilakukan. “ooh. ya udah makasih ya coklatnya. Aku buka sekarang aja boleh ti?” tanya asep. Tia tersipu, dia meletakkan kedua tangannya di atas meja, lalu berkata “terserah kamu sep, itu kan udah jadi punya kamu.” Asep membuka bungkus coklat tersebut. Coklat yang cukup besar dan tidak mungkin habis jika dimakan sendirian. asep mematahkan coklat itu menjadi dua bagian, kemudian diberikan sebagian kepada tia. “ini ti, aku kasih lagi setengah ke kamu. Hehe.. aku tadi udah makan, kenyang banget, jadi kamu harus bantuin ngabisin coklatnya.” Ucap asep. Tia mengambil coklat tersebut. terlihat rona pengharapan di wajahnya. Ada suatu maksud yang tersampaikan meski tidak dikatakan. Asep pun mengerti apa yang sebenarnya tia ingin katakan dalam benaknya, namun dia tetap berusaha agar tia tidak mengatakan itu. bahkan asep hendak berusaha untuk menghilangkan perasaan tia itu dengan cara yang baik. “ti! aku mau nanya nih. kamu udah berapa kali pacaran?” tanya asep. 220
“sekali. itu juga waktu SMP, emang ada apa sep?” tanya tia yang perlahan menatap asep. Mereka mengobrol sambil memakan coklat. Coklat yang begitu manis. “oh, tadinya aku pikir kamu udah berkali-kali pacaran.” Ucap asep. “kok bisa mikir gitu.” Tanya tia. “bisa berani nyamperin cowok sendirian gini, berarti kan kamu udah terbiasa.” Ucap asep. “ini pertama kalinya sep aku nyamperin cowok! Asep..” “stop!” asep memotong perkataan tia. “giliran aku yang ngomong.” ucap asep, lalu melanjutkan perkataannya “gini ti, aku mohon kamu jangan nyamperin cowok lagi, oke! Jaga diri kamu itu, kalau cowok yang kamu samperin itu punya niat jahat kan repot. Bisa bahaya ti. kalau nanti kamu udah hancur, mana ada cowok yang mau deketin kamu. rugi tuh kamu.” Ucap asep. Tia terdiam, dia terkejut mendengar ucapan asep. Setelah itu dia burbicara dengan suara yang semakin kecil “asep.. iya aku juga bukan anak kecil, aku pasti ga sembarangan nyamperin cowok, aku kan udah kenal kamu dari pertama masuk sini.” Ucap tia.
221
“kenal sih udah lama, tapi kan cuma di sekolah doang. kamu ga tau kegiatanku di luar sekolah. Kadang kala penilaian kita terhadap orang lain itu salah loh ti.” Ucap asep seraya menatap tia dengan serius. “iya aku ngerti, udah dong sep jangan ceramahin aku terus. aku malu.” Ucap tia. Asep tersenyum. “maaf ya ti.” ucap asep. Lalu asep berkata “gini ti. Aku tahu kamu itu cewek baik-baik. aku ga mau orang-orang kaya kamu ini rusak. Kalau nanti kamu suka sama cowok, lebih baik kamu ungkapkan perasaan itu dengan cara yang lebih rapih, yaitu jadi temannya. Maaf.. bukannya aku sok ngatur, maaf banget.. jaga tubuhmu itu ti, seperti berlian yang harganya mahal, jarang dilihat, jarang disentuh, dan hanya orang-orang yang berhak yang dapat menyentuhnya.. begitu berharga berlian itu, begitu beruntung dan hebat orang yang bisa mendapatkannya. Aku juga pasti berusaha dapet yang seperti berlian, bukan sampah atau barang rongsokan.” Asep tersenyum kepada tia, senyum yang lebih tulus dari sebelumnya, dia ingin meyakinkan tia dengan kata-katanya, dia ingin tia tidak ikut hanyut oleh pergaulan remaja yang mulai kacau. “udah itu ceramah yang terakhir, ayo kita masuk kelas!” ucap asep. Kemudian dia bangkit dari tempat duduknya.
222
Tia tersenyum menegakkan kepalanya, wajahnya terlihat lebih manis dan lebih ceria dibanding sebelumnya. “iya ustat! nanti kalau aku ada masalah aku minta ceramah sama kamu aja deh.” Ucap tia seraya tertawa. Asep ikut tertawa mendengar ucapan tia. “harus ada bayarannya baru aku mau ti.” Ucap asep sambil berjalan meninggalkan kantin. Tia mengikuti di belakangnya. Mereka kembali masuk ke kelasnya masing-masing. Asep merasa lebih tenang karena ternyata tia baik baik saja. *** Setibanya di rumah, asep langsung membuka kembali buku catatannya. Namun dia berpikir kembali apa yang akan dia tulis. “iya aku ingat.. masalah para pemuda indonesia adalah kurangnya bimbingan dari orang tua, sehingga mereka menginduk pada lingkungan. Sedangkan jaman sekarang itu informasi bisa datang dari mana saja.. Beruntungnya aku.. meskipun tidak punya orang tua tapi aku punya seorang nenek yang hebat..” Pikir asep. Kemudian dia menulis pikiran terbarunya itu dibawah tulisan permasalahan yang kemarin dia tulis. Asep paham bahwa masalah akan terus berkembang seiring berjalannya waktu, sehingga dia selalu 223
berusaha agar permasalahan yang dia tulis itu cepat terselesaikan. Meskipun lagi-lagi kemauannya sering berbenturan dengan kemampuan. “remaja masa kini sangat haus ilmu pengetahuan, sayangnya pengetahuan yang kurang baik. Mereka mudah memasukkan apa saja ke dalam pikirannya, tanpa saringan atau batasan. Mungkin sebab utamanya adalah kurangnya penanaman moral dari orang tua. kemudian juga pengetahuan yang paling mudah mereka temukan adalah lewat teknologi informasi yang semakin maju. Televisi dan majalah yang selalu membahas perkembangan mode pakaian namun tidak pernah membahas perkembangan intelek. Hasilnya adalah remaja-remaja itu menjadi egois, hedonis, lebih senang fashion, HP terbaru, baju terbaru, cowok terbaru, dan mereka akan terus berkecimpung dalam hal itu jika tidak ada yang bergerak untuk membatasi mereka. pengetahuan yang paling dekat kepada mereka adalah tetang hedonisme itu sendiri, di situlah letak permasalahannya. Terakhir kali aku pulang, Seorang anak di desa sudah berani meminta HP kepada ibunya yang miskin karena anak itu melihat di TV. perpustakaan sangat jarang, acara keilmuan di TV sangat sedikit, kurang sekali pecutan-pecutan semangat untuk belajar pada diri anak muda jaman sekarang. Mereka tersesat.” Itulah catatan asep untuk hari ini.
224
Bab 19 Wanita yang ronda? Pagi itu asep sedang duduk di kelasnya. Dia sedang menunggu pelajaran dimulai. Di sampingnya ada seorang temannya yang bernama farhan. Farhan adalah teman sebangku asep, sejak dari kelas satu mereka selalu bertemu dalam satu kelas. “pagi sep! eh sep. di senayan ada pameran buku loh. Ke sana yuk!” ajak farhan. “pameran buku?” tanya asep. “iya. Kamu ini di sini sudah hampir dua tahun tapi masih belum tahu pameran buku. Hadeuuh, masih kampungan ternyata. Hehe. Di sana ada banyak buku sep, harganya juga didiskon!” Ucap farhan seraya tersenyum kepada asep. Farhan seringkali meledek asep, namun asep juga sudah terbiasa dengannya, karena mereka sudah akrab. “kapan ke sana nya?” tanya asep. “sekarang aja sep, pulang sekolah.” Jawab farhan. “hmm. gimana ya, aku pengen ikut sih.” Terdiam sesaat, lalu berkata “iya deh, tapi pulang sekolah kita ke kelas sebelah dulu.” Ucap asep. 225
“oke sip!” ucap farhan. *** Setelah semua pelajaran hari itu selesa, asep dan farhan keluar dari kelas dan menunggu nisa keluar dari kelasnya. Tak berapa lama mereka menunggu akhirnya nisa keluar. Asep mrnghampiri nisa. “nisa! bilangin ke ummi ya, aku pergi ke pameran buku. Oke!” ucap asep. Di umurnya yang sudah mulai dewasa asep masih merasa penting untung memberi kabar kepada kedua orang tua angkatnya itu. dia tidak ingin ada kehawatiran dalam benak mereka. “sama siapa?” tanya nisa. “ nih! temen kelas, oke oke.” Ucap asep. Seraya menunjuk farhan yang ada di sampingnya. “iya.” Ucap nisa. Farhan dan asep kemudian berangkat menuju tempat pameran buku, mereka kesana menggunakan sepeda motor milik farhan. Sebuah motor cepat dengan merk terkenal dan harga yang mahal. *** Sesampainya di sana asep sangat terkejut. Begitu banyak buku, semuanya menarik untuk 226
dibaca. dia baca beberapa lembar dari buku yang ada di sana, dia dapatkan ilmu semampunya. “seandainya aku punya uang.. aku mau beli bukubuku yang sangat bagus ini.. kalau bisa semua buku ini mau aku beli.. semuanya penuh ilmu pengetahuan yang menarik..” pikir asep. Farhan terlihat sudah membeli beberapa buku, dan asep pun membeli sebuah buku yang tipis. Tubuh mereka ahirnya kelelahan. hari sudah mulai sore, mereka memutuskan untuk pulang. Farhan mengajak asep untuk ikut terlebih dahulu ke rumahnya, asep sudah sangat akrab dengannya, namun belum pernah sekali pun main ke rumahnya. “ke rumahku dulu yuk sep. kalau tahu kan nanti kamu bisa main lagi.” Ajak farhan. Asep terdiam cukup lama. Dia memikirkan ongkos untuk pulang, dia juga belum hafal arah dan jalur jalanan ibu kota. “rumah kamu di mana?” tanya asep. Farhan sudah mengerti apa yang asep pikirkan. “ga jauh dari arah kamu pulang. ah jangan terlalu lama mikir! kalau masalah pulang gampang sep, nanti aku anter pake motor!” ucap farhan. Asep tertawa mendengar ucapan farhan. Lalu berkata “oohh.. oke deh kalau gitu.” Ucap asep.
227
Mereka meluncur menuju rumah farhan. Asep melihat sekeliling perjalanan, begitu banyak gedunggedung bertingkat, kendaraan dan orang-orang di pinggir jalan. *** sampailah mereka di rumah farhan. Rumah yang besar, dengan pagar yang sangat tinggi, taman yang luas dan indah. Sangat berbeda dengan lingkungan rumah kang jalal yang sempit dan berbau aneh. Farhan tinggal di sebuah perumahan elit, lingkungannya sangat bersih, jalanannya juga tidak kotor dan berisik. “ini rumah kamu han?” tanya asep. Asep tidak menyangka ternyata teman sebangkunya selama ini adalah orang yang sangat kaya. Sangat kaya melebihi perkiraan dia sebelumnya. Farhan orangnya pendiam dan jarang mengobrol, mirip dengan asep. Sehingga mereka berdua jarang berbagi informasi pribadi, namun mereka sudah saling mengenal tabiat masingmasing. “iya sep. ayo masuk, jangan malu-malu! ga ada siapa-siapa kok di dalem.” Ucap farhan. Mereka mengobrol sambil berjalan ke dalam rumah. Rumah itu sangat indah. Ada beberapa lukisan di dinding, punya dua lantai, atapnya sangat tinggi dan sangat luas. 228
“orang tua kamu ke mana han?” tanya asep. “kerja laah.” Jawab farhan. “ibu kamu juga kerja?” tanya asep. “iya kerja juga sep.” jawab farhan. “terus yang di rumah ini siapa?” tanya asep. “yang nungguin rumah itu pembantu sep! mau minum apa nih? biar aku ambilin.” Tanya farhan. Farhan sangat sopan kepada asep. Meskipun dia orang yang kaya namun dia berperilaku baik, tidak seperti teman-teman asep yang lain. bahkan ada orang miskin yang terkadang sombongnya melebihi orang kaya. “rumah sebesar ini yang menikmati hanya para pembantu. Sibuk kerja untuk beli rumah. Tapi ketika rumahnya sudah mampu dibeli justru tidak ditinggali. Aneh, Lalu apa sebenarnya tujuan bekerja itu? bukankah memenuhi kebutuhan? apakah rumah yang besar dan indah ini belum cukup? atau mungkin mereka sedang menumpuk uang untuk memenuhi rumah ini? hhh.. di luar sana ada orang yang hanya beralas karung untuk tidur.” pikir asep. Asep termenung cukup lama, lalu berkata “minum apa aja deh. kamu ngapain aja kalau di rumah?”.
229
“yaa paling maen PS, maen komputer sambil OL, baca komik, gitu-gitu lah!” ucap farhan. “oooh.” Ucap asep. “kamu punya adik kan? Di mana adik kamu?” lanjut asep. “mungkin lagi main sama si mba.” Jawab farhan. “mungkin ini yang disebut emansipasi wanita.. lakilaki dan wanita punya peranan yang sama dalam lingkungan. Laki-laki kerja, wanita juga ingin kerja, namun anak terbengkalai.. terkesan sangat memaksakan..” pikir asep. Hari itu hingga sore sekali asep menemani farhan di kamarnya. Segala macam permainan farhan kenalkan pada asep. Hingga hari mulai gelap dan asep diantarkan oleh farhan menuju rumahnya. *** Sesampainya di rumah langit sudah gelap. asep langsung membereskan diri dan menunaikan kewajibannya sebagai muslim. Setelah itu semua beres, asep kemudian duduk di samping nisa yang sedang menonton TV. “gimana di sana? Rame ga?” tanya nisa. “rame banget nis! bukunya juga banyak.” Jawab asep. 230
“terus beli buku apa?” tanya nisa. “apa aja deh. mau tau aja! Hehe.” Jawab asep seraya tertawa. “huuhh!” nisa sedikit kesal dengan perkataan asep. “eh nis! aku mau nanya sama kamu. Kamu kan wanita, bagaimana pendapat kamu tentang emansipasi wanita?” tanya asep. Nisa terdiam sesaat. Lalu berkata “bagus lah! wanita punya kedudukan dan hak yang sama dengan lakilaki. Jadi wanita itu tidak lagi disepelekan!” “ooh.. tapi bukankah itu terkesan memaksa? Wanita kan tetap saja tidak sekuat laki-laki.” Asep menatap nisa. “wanita juga kuat-kuat kok. bisa jadi apa aja.” Ucap nisa dengan yakin. “hmm.” Asep terdiam cukup lama. “sekarang begini. Kamu mau ga kalau wanita digilir buat jaga keamanan alias ngeronda?” lanjut asep. “bisa-bisa aja sep. tapi ga tahu juga deh aku mau apa nggak. Hehe.” Jawab nisa yang kemudian tertawa. “itulah yang aku maksud dengan memaksa. ada yang tidak bisa diberikan wanita, yaitu rasa aman. wanita itu tidak bisa memberi rasa aman kepada laki-laki, 231
karena laki-laki lebih suka memberi rasa aman kepada wanita. Laki-laki yang memimpin, wanita yang dipimpin. Kalau para isteri ngeronda, suamisuaminya juga pasti ga bisa tidur nis. Entah karena hawatir atau juga karena anaknya di rumah nangis terus. Hehe.” Ucap asep. “jadi menurut kamu wanita ga bisa jadi pemimpin? itu namanya diskriminasi.” Ujar nisa. “wanita itu pemimpin untuk dirinya dan anakanaknya. jangan memaksakan nis! Aku setuju kalau wanita itu belajar sampai tinggi, sampai dia pintar. Tapi kalau sudah berkeluarga ya bagusnya dia itu ngurusin anak, mendidik anak, gunakan kepintarannya itu, ciptakan seorang anak yang nantinya jadi seorang pemimpin. Nah, suami itu tugasnya bekerja. Hhhh.. ga kebayang kalau yang jaga anak dan masak itu suami sedangkan isteri justru bekerja di luar rumah.. ga lucu ih. Bisa kacau dunia.” Tutur asep. Nisa terdiam sejenak lalu berkata dengan pelan “iya juga siih.” Sepertinya dia sudah mulai setuju dengan pendapat asep. Asep melanjutkan perkataannya “dan juga nis! wanita kan dianugerahi dengan perasaan yang lembut, makanya dia bisa lebih sabar ketika menemani anaknya tumbuh. laki-laki dianugerahi dengan kemampuan yang lebih, baik itu kemampuan 232
tenaga ataupun pikiran, ya gunanya untuk menjaga dan membahagiakan isteri dan anak.” Asep terdiam, setelah itu kembali berkata “kamu kalau nanti punya anak, kamu harus didik anak kamu nis! jangan Cuma ditinggal kerja terus kasih game doang! Hehe. Kecuali keluarga kamu itu sangat kekurangan dalam materi.” Ucap asep. “iya pak ustad!” jawab nisa. Dia membiarkan asep berbicara dan matanya tetap saja menonton TV. “jangan kebiasaan sebut ustadz gitu ah! sedih nih hati. juz ‘amma aja ga hafal!” tutur asep. Nisa tertawa seraya menatap asep. “terus apa lagi stad?” ujar nisa menggoda asep. Dia sengaja terus memangil asep yang sering kali menasehatinya. “ih ni anak! jadi kesimpulannya adalah, emansipasi itu harusnya bukanlah persamaan gender, tapi keadilan gender. Harus tepat dalam menempatkan sesuatu, hak wanita adalah untuk dihormati laki-laki. Lalu laki-laki itu menghormati wanita dengan cara memberi penghidupan yang baik dan membahagiakan. hehe. gimana nis?” tutur asep. Nisa masih saja tertawa. “setuju aja deh stad!” ucap nisa. “iih dasar nisong! Orang ngomong serius dia malah becanda!” ucap asep yang sedikit kesal dengan 233
kelakuan saudarinya itu. namun mereka pada akhirnya tertawa bersama. Kemudian Mengalihkan perhatian mereka menuju layar kaca. Menit-menit berlalu hingga asep mulai merasakan kantuk. dia bangkit lalu berjalan menuju kamarnya. Sesampainya di kamar asep langsung mengambil kembali buku catatannya. dia menulis beberapa hal yang dia dapat hari ini. “ketika seorang ibu terlalu lama di luar rumah atau jauh dari anaknya, maka anaknya akan belajar pada televisi, internet, game, dan lingkungan. Emansipasi itu jangan salah disikapi. Ibu kartini juga pasti sedih kalau melihat para ibu justru meninggalkan anakanaknya demi mengejar rupiah.” Itulah catatannya hari ini. catatan selesai, dia pun segera berdo’a dan menyambut lambaian mimpi malam itu.
Bab 20 Islam berbeda-beda Tahun telah melangkah maju sekali lagi. Kang jalal sudah kembali sehat, hanya menyisakan bekas jahitan yang panjang di lengannya. Banyak yang telah asep tulis di bukunya, ada pula beberapa 234
hal yang sudah dia perbuat untuk lingkungannya, dan ada pula permasalahan yang belum tersentuh sama sekali. Setiap lima atau enam bulan sekali dia pasti menyempatkan diri untuk pulang, mengecek keadaan neneknya, meminta nasihat darinya karena masalah yang dihadapi semakin kompleks. Dia juga tidak lupa mengecek kebun kecil yang ada pohon-pohon cabainya, memastikan pohon cabai itu punya keturunan, setidaknya asep ingin memastikan bahwa cabai itu akan selalu ada ketika nenek membutuhkannya. Beberapa bulan yang lalu dia sudah mengenal dan menggunakan yang namanya “internet”. Dia menggunakannya sebagai sarana untuk berbagi pemikiran dengan orang lain, saling mengingatkan, dia juga mencari tahu terus perkembangan bangsa dan lingkungannya. Hari minggu yang lumayan cerah. Ada langit polos yang digambar oleh polusi kendaraan. Terdengar derum dentum mesin dan baja yang menghantam daratan, suara-suara keras tidak punya keindahan menyayat daun telinga, lalu menghantam keras ke dalam pikiran. Asep keluar dari rumah, dia berencana pergi ke warnet. Di hari libur seperti ini, dia selalu menyempatkan diri untuk mengecek facebook dan surel-nya, mungkin saja ada pesan 235
yang penting, atau ada berita baru yang tidak terlihat oleh mata lahirnya secara langsung. satu langkah meninggalkan pintu rumah, asep sudah mengerutkan dahinya, begitu panas, matanya terasa sangat tegang menghadapi tatapan matahari yang lebih tajam. Hanya perlu berjalan beberapa langkah saja menuju warnet, di kota seperti jakarta ini warnet memang sudah sangat banyak bertebaran, seperti rumput yang tumbuh di musim hujan. *** tak lama kemudian asep sudah terhubung ke jaringan. Dia buka FB-nya, ada beberapa permintaan teman dari beberapa orang yang tidak dia kenal. Ada beberapa pemberitahuan tentang teman-teman yang ngasih jempol di statusnya. Dan ada beberapa pesan masuk. Ada info beasiswa, ada pesan dari sebuah group, dan satu lagi pesan dari teman SMA-nya. dia baca satu persatu. Ada satu Pesan dari salah satu group yang membuatnya sangat penasaran dan ingin memperdalam pengetahuannya, pesan tersebut berjudul “sekilas teologi islam”. Dia tidak bisa berhenti hanya dengan membaca pesan tersebut, dia mencari tahu lagi tentang islam dan aliran-aliran teologi yang ada. Dia buka mbah google, dan dengan hitungan detik informasi yang dia inginkan langsung bisa ditemukan. 236
Artikel demi artikel dia baca. Asep sangat terkejut, ternyata islam itu banyak sekali jenisnya, meskipun Tuhannya Cuma satu. Ada aliran khawarij yang sangat keras, ada mu’tazilah yang rasionalis, ada jabariyah yang serba pasrah, ada syi’ah, dan lain sebagainya. Tadinya asep hanya tahu sebatas islam NU dan Muhammadiyah yang ada di indonesia, dan tentang 4 madzhab. ternyata ada lebih banyak golongan-golongan dalam islam. Yang lebih membuat dia kaget adalah golongan-golongan tersebut saling mengkafirkan satu sama lain. dia membaca pula perberdebatan antara suni dengan syi’ah, sufi dengan wahhabi. “ada banyak sekali golongan itu.. mereka mengkotak-kotakan diri, mereka saling membiarkan, mereka tidak bersatu. apakah memang Rasulullah pernah memerintahkan untuk membuat kelompokkelompok baru? Apakah Rasulullah pernah mengatakan dia islam golongan apa? Ataukah mereka punya Nabi lagi setelah Rasulullah? Hmm.. yang aku tahu, Rasulullah itu membawa islam saja, bukan islam suni, islam syi’ah, islam wahhabi dan islam-islam yang lainnya. ..Berbeda pendapat memang anugerah, tapi ketika pendapat itu menjadikan manusianya turut terpisah, maka itu tidak baik! aku hanya ingin islam yang Rasulullah ajarkan..tidak lebih. Karena tidak mungkin islam itu rahmat bagi semesta alam jika sesamanya saja masih bertengkar.” pikir asep. 237
Satu jam sudah asep lewati untuk membaca tulisan-tulisan tentang islam. Dia memutusan untuk mengakhiri perjalanan dunia maya kali ini. sudah ada pengetahuan yang dia dapat, satu jam yang bermanfaat. kemudian dia melangkahkan kakinya kembali menuju rumah. *** Sesampainya di kamar. Dia kembali menyempatkan diri untuk berpikir sejenak atas apa yang dia dapat. “internet adalah ladang ilmu.. namun di sana juga ada jurang-jurang yang terjal.. sudah beberapa bulan ini membuka-buka.. Di sana ada banyak hal yang bagus, berita-berita yang lebih beragam dibanding di TV, diskusi-diskusinya juga bagus, juga ada debat-debat yang panas.. namun di sana juga ada hal-hal yang sangat buruk seperti pornografi.. anehnya, semua orang boleh masuk, buka internet, bayar 2500 terus bisa pulang..” pikir asep. Dia kembali mengambil buku catatannya. Diguratkan beberapa kata yang dia dapat hari ini. “pembatasan internet itu baik. Jangan biarkan semua orang bisa membukanya, akan berbahaya jika anak kecil yang membuka. Lebih bahaya lagi jika orang jahat yang ingin menyebarkan video porno membuka
238
internet. Internet itu ladang ilmu, namun juga ladang ranjau.” “islam harus bersatu. Ini masalah yang sangat sulit, butuh kepintaran dan pengaruh yang kuat agar bisa mempersatukan jalan pikiran yang berbeda. Permasalahan ini mungkin setingkat dengan masalah pemanasan global. Setidaknya aku harus menjadi seorang presiden negara yang kuat agar bisa menyelesaikan permasalahan ini. akan ku satukan para pemuka agama, para pemimpin dunia, aku ajak mereka berdiskusi, memikirkan arah yang lebih baik dari dunia ini.” Beberapa baris dia tuliskan di bukunya. Namun asep juga sadar bahwa permasalahan yang satu ini sangat sulit, kemampuannya belum sampai ke sana. dia hanyalah pemuda yang punya keinginan besar namun masih belum mampu mewujudkannya. Tidak lama kemudian terdengar suara adzan, dia bergegas mengambil pecinya dan berangkat menuju masjid. Setelah shalat, dia membaca Alqur’an 1-2 lembar, berharap ketenangan hatinya tetap terjaga, agar Allah memberinya kekuatan untuk terus meneriakkan kebaikan menurut pandangan yang diyakininya.
239
Bab 21 Jimat dan pemerintah hari-hari berlalu. Yang lewat tak bisa diperbaiki, yang kini sedang diperjuangkan, yang nanti harus direncanakan. Asep semakin tumbuh dewasa, pengetahuannya juga terus bertambah. Asep sudah mulai membawa buku catatannya kemanapun dia ketika keluar rumah, dia tidak mau kehilangan ingatan tentang segala sesuatu yang dia dapatkan dalam lingkungan. Liburan sekolah sudah kembali tiba. asep memutuskan untuk pulang ke kampung. Dia selalu merindukan neneknya untuk menceritakan banyak hal yang dia temukan di kota jakarta. Pagi itu dia berangkat menuju rumah, kali ini dia sudah berani pulang ke rumah sendirian. sebelum-sebelumnya dia selalu merasa was-was dan takut nyasar. Matahari sudah condong ke barat ketika asep sampai di rumahnya. Nek minah kala itu sedang memasak air, dia menyambut dengan sapaan singkat dan kembali ke depan tungku yang apinya hampir padam. Asep duduk di lantai dekat dapur. “gimana kabarnya nek?” tanya asep.
240
“uhuk.. uhuk..” nek minah batuk karena terlalu banyak menghisap asap. “alhamdulillah baik. Gimana kabarmu nak? Badanmu itu tambah besar saja, hampir-hampir nenek lupa.” ujar nek minah. Asep tersenyum, lalu berkata “alhamdulillah baik juga. Biarpun aku tambah besar, tapi kalau ketemu nenek aku selalu merasa kecil nek. eh nek tadi dijalan aku lihat ada ramai-ramai di kantor desa, orang-orang sampe desak-desakan. itu ada apa ya?” “ooh. itu ada pembagian uang dari pemerintah.” Ujar nek minah. “bantuan langsung tunai. Iya, pasti itu uang BLT!” pikir asep. “terus nenek dapet?” tanya asep. “nenek dapet. hampir semua orang di sini dapat, tapi nenek tidak ambil nak.” Ucap nek minah. “kenapa ga diambil nek? kan lumayan buat bantubantu keuangan nenek.” ucap asep. “nenek sudah merasa cukup. nenek tidak punya hutang ke siapa pun, nenek juga tidak punya anak yang cerewet dan banyak maunya. hehe.” Nek minah tertawa seraya menatap asep. Lalu dia melanjutkan perkataannya “Nak, apa kamu sudah bisa memahami lingkungan?” 241
Asep terdiam cukup lama “itu.” ucap asep dengan pelan. “aku masih bingung nek. kenapa ketika aku ingin memahami lingkungan, yang aku pahami itu justru adanya masalah? Masalah dan masalah!” ujar asep. Nenek tersenyum. “hehe. ya karena memang yang ada di sana itu masalah. coba kalau kamu Cuma di desa, apa yang bisa kamu pahami? Cuma pohon pisang?” ucap nek minah seraya kembali tertawa kecil yang diselingi batuk. “iya juga sih nek! di desa itu tidak banyak keributan. Mungkin orang-orang kota itu sudah terlalu pintar jadinya saling menyalahkan.” Ucap asep. “mungkin.” Jawab nek minah. “ya sudah nek. aku mau ke rumah imam dulu ya!” ucap asep. Asep kemudian pergi ke rumah imam. Dia berharap imam ada di rumah, karena dia ingin menanyakan lagi tentang vita. Setiap kali pulang ke rumah asep selalu menanyakan kabar vita kepada imam, dia tidak berani untuk langsung pergi ke rumah vita karena dia tidak begitu akrab dengan keluarga vita, dan dia sudah lama tidak bertemu dengan mereka. *** “assalamu ‘alaikum. Imam! ini asep mam!” salam asep dari depan rumah imam. 242
Imam keluar dari pintu rumahnya yang sempit. dia terlihat lebih hitam, mendekati asep dengan langahnya yang santai. “baru dateng sep? ada apa nih? hmmm. pasti soal vita lagi?” tanya imam. “iya mam! gimana kabarnya vita? Dia udah ada pulang?” ucap asep. “setahuku sih dia belum pulang-pulang sep! mungkin dia betah di kota. Hehe” ujar imam seraya tertawa. Imam masih saja punya selera humor dan masih sering menjaili orang lain, meskipun dia bukan lagi anak kecil. “yah.. kapan ya aku bisa ketemu lagi sama dia, pengen rasanya ngobrol bertiga lagi.” Ujar asep seraya tersenyum pada imam. “Ngomong-ngomong itu apa yang di jari kamu? Udah kayak dukun aja pake cincin gede gitu.” Ucap asep yang melihat cincin berwarna merah dan besar. Di pasang di jari tengah imam. “eh.. jangan ngomong macem-macem kamu sep. Ini cincin sakti sep!” ucap imam. “hmmm. jangan pake-pake yang kayak begitu ah mam. Ga baik!” tegur asep. “ga baik kenapa? Ini kan buat jaga-jaga sep.” ujar imam.
243
“emangnya dia bisa apa? Kalau kamu mau ketabrak mobil apa dia bisa loncat terus nyelametin kamu?” tanya asep. Imam tertawa mendengar ucapan asep. “hehe. ya caranya sih ga tau. pokoknya dia ini bisa bikin kita kuat.” Ujar imam. “jangan ah mam! itu syirik mam. Kita jangan memberi kepercayaan kepada sesuatu yang penjelasannya tidak masuk akal.” Ucap asep. “kata guruku sep. ini tuh seperti obat asma sep. buat jaga-jaga. kita sewaktu-waktu bisa aja butuh.” Tutur imam. “ya, kalau obat asma kan memang masuk akal, ada penjelasannya. Di dalamnya ada berbagai zat yang bisa menyembuhkan. nah kalau cincin kamu itu gimana penjelasannya? Masa cincin batu bisa bikin kita jadi kuat. lewat apa? pasti ada jinnya. jin itu ghaib mam, tidak bisa kita lihat dan jelaskan.” Ujar asep. “belajar dari mana tuh? Kayaknya ngerti amat?” ucap imam. “dari mana aja deh! hehe.” Asep terdiam sesaat, lalu berkata “Dari buku mam!” “jadi ga boleh nih pake cincin ini?” tanya imam. 244
“lebih baik jangan! percayakan saja segala sesuatu yang diluar pengetahuan kita atau yang ghaib kepada Allah. jangan kepada yang lain.” ujar asep. “okelah kalau begitu!” ucap imam. Asep tersenyum. “ngomong-ngomong kabarnya ubed?” tanya asep.
gimana
“dia kan sekarang kerja bareng aku sep di kebun teh!” tutur imam. “ooh. ya sudah saudaraku. Aku hendak kembali ke rumah. sampai jumpa lagi di lain waktu dan lain tempat.” Ucap asep dengan gaya bicara yang serius. “haalaaaah! bahasamu itu sep, gaya benget! Hehe” imam tertawa melihat perilaku temannya yang sudah semakin berbeda semenjak tinggal di kota. Asep terlihat lebih bersih, dia juga lebih pintar dan lebih cakap ketika berbicara. “wassalamu ‘alaikum mam.” Salam asep. “wa ‘alaikum salam.” Jawab imam. Asep kembali ke rumah dengan perasaan kecewa. Lagi-lagi dia tidak bisa berjumpa dengan vita. sudah dua tahun lebih dia tidak berjumpa dengan vita, perpisahannya pun sangat tidak menyenangkan. Hanya kenangan-kenangan kecil yang selalu asep ingat, kenangan itu yang membuat 245
asep ingin kembali bertemu dengan vita. kenangan manis masa lalu, tergurat indah meski yang terjadi hanya canda tawa bocah yang tidak begitu bermakna dalam. *** Sesampainya di rumah, nenek sedang tertidur di kamar. asep yang tahu bahwa nenek sedang istirahat kemudian masuk ke kamar dan berusaha agar tidak mengganggu neneknya. “penduduk bangsa ini masih menderita, mereka miskin dan kebanyakan masih bodoh dalam pengetahuan ilmu. mereka memberikan kepercayaan penuh kepada pemerintah yang sama sekali tidak mereka kenal. Uang BLT itu tidak akan berpengaruh banyak. Mungkin akan habis untuk membelikan anak-anak baju baru, atau untuk menuruti anak perempuan yang mulai ngambek ingin beli kosmetik. Harus ada pengelolaan uang tersebut agar tidak habis dengan begitu saja, sedangkan rakyat kecil itu selalu terburu-buru karena didesak kebutuhan. mereka tidak bisa membuat rencana yang lebih matang.” Pikir asep. Asep mengambil buku catatannya yang ada di dalam tas, dia mulai menulis sesuatu yang dia dapat hari itu.
246
“kepercayaan rakyat kepada pemerintah lebih seperti kepercayaan seorang manusia terhadap sebuah jimat. Pemimpin itu dipilih tanpa penjelasan sama sekali tentang kemampuannya, rakyat hanya bermodal percaya dan bersabar setelahnya. selanjutnya jimat itu akan sering memberi muslihat kepada si pemilik yang kepercayaannya mulai pudar. jimat itu tidak baik, aku harus mulai merubah jenis kepercayaan buta seperti itu. suatu saat nanti aku akan menjadi pemimpin bangsa ini, aku akan mengubah pola pikir masyarakat yang mudah percaya. mungkin semua itu akan sulit, namun sulit itu bukanlah mustahil.” Itulah catatannya hari ini. dia kemudian membaringkan tubuhnya di ranjang yang selalu dia rindukan. Ranjang reyot dengan suaranya yang khas. Sedikit bergoyang seakan memberi pijatan, menuntun raga yang kelelahan menuju alam peristirahatan.
Bab 22 Semangat Mahasiswa Dua hari kemudian asep memutuskan untuk kembali ke jakarta. Cukup banyak hal yang sudah dia lakukan di desa. Meskipun masih terasa kurang karena dia belum bisa bertemu dengan vita. 247
Pagi berwarna indah seperti biasa, mentari tidak pernah berhenti memberi sinarnya. Pemuda itu sedang bersiap di kamarnya. Langkah kakinya akan kembali dijilat beton dan aspal. Tangannya akan kembali mengaduk polusi udara. Asep sudah bersiap untuk kembali ke kota. Dia memakai sebuah kemeja panjang yang digulung hingga di bawah siku. Dengan celana panjang yang berkantong besar pemberian kang jalal. Dan sebuah tas punggung besar yang juga adalah pemberian kang jalal. Pagi itu nek minah sedang di kebun kecilnya. Mencabuti rumput-rumput yang tumbuh di sekitar pohon cabainya. Asep menghampiri nek minah. Namun dia hanya berdiri di belakang nek minah, punggungnya bersandar di pintu dapur. “nek! aku hendak berangkat!” asep diam sejenak, nek minah pun belum berkata apa-apa, lalu asep kembali berkata “Aku minta nasehat nek!” Nenek menarik nafas panjang. “hmm.. nasehat apalagi nak? Kamu sudah besar, pasti sudah lebih pintar dari nenek.” ucap nek minah. “tidak nek. sampai kapan pun aku pasti butuh nasehat.” Ucap asep dengan pelan. “baik. kamu kan sekarang sudah semakin besar, kamu sudah melihat banyak hal. Nenek harap kamu 248
juga punya kepedulian terhadap lingkungan sekitarmu, jangan egois.” Tutur nek minah dengan lembut. “iya nek.” ucap asep. Nek minah kemudian melanjutkan perkataannya “kamu tahu pendaki gunung?” tanya nek minah kepada seorang cucunya yang kini telah tumbuh dewasa. “iya nek.” jawab asep. “semakin tinggi dia mendaki, maka pandangan yang dia dapat akan semakin luas. Begitulah orang yang sedang menuntut ilmu. semakin dia belajar, semakin banyak ilmu pengetahuannya, maka cara pandangnya akan semakin luas. Ketika sampai di puncak, pendaki gunung itu bisa melihat sungai, jurang, lubang, dia juga bisa melihat jalan yang lebih bagus. Nah, pendaki gunung yang paling pintar itu adalah yang bisa memanfaatkan penglihatannya. Dia bisa memperbaiki jalannya, menghindari jurang, menambal lubang, dia juga bisa mengingatkan orang lain agar waspada, agar tidak menginjak lubang.” Tegas nek minah. “intinya aku harus menggunakan ilmuku untuk menyelesaikan masalah telah ku lihat.” Ucap asep. “iya. Kamu harus mencoba menambal lubang yang kamu lihat, jangan sampai orang lain yang masih 249
bodoh masuk ke dalam lubang itu. semakin kamu pintar, kamu pasti semakin menyadari perbedaan dan akan semakin lembut. Kamu juga akan merasa bahwa ilmu yang kamu dapat itu masih sedikit dan masih banyak ilmu yang belum kamu dapat.” Ucap nek minah. Dia terdiam sejenak, lalu kembali berkata “kamu juga akan lebih luas dalam berpandangan dan tidak sembarangan dalam menghakimi orang lain. paham nak?” “iya nek, aku paham. terima kasih nek. aku pamit berangkat.” Ucap asep. Dia merasa perpisahan kali ini terasa sangat berat, terasa nenekya sangat dekat dengannya, dia masih merindukan suasana kecil dulu. Dia merasakan kesedihan. “sebenarnya aku masih rindu tempat ini.. tapi aku harus berangkat.” Gumam asep. Lalu dia kembali berkata “Ya sudah nek. asep berangkat. wassalamu ‘alaikum.” Asep mencium tangan nek minah. Dia menahan air mata kesedihannya tetap tersimpan dalam hati. “wa ‘alaikum salam. hati-hati di jalan ya nak. Belajar yang benar!” tegas nek minah. Asep berangkat menuju jakarta. Dia kembali harus meninggalkan neneknya sendirian. dia masih harus menuntut ilmu meskipun dia sangat ingin untuk tinggal dengan neneknya. Asep lalu berjalan keluar dari rumah. Sesampainya di pinggir jalan desa, pikirannya kembali menatap ke arah rumah vita, dia kembali teringat kepada perempuan muda itu. 250
“mungkin aku masih lama kembali ke sini.. salah tidak ya kalau aku ke rumah vita, aku tanyakan vita langsung ke orang tuanya. Imam itu tidak pernah serius kalai di tanya, dia juga kadang berbohong.. hmm.. aku ke sana sekarang.. iya.. aku harus berani, kenapa harus malu, aku tidak punya salah apa-apa. Tapi kalau nenek tahu hal ini dia pasti marah.. hmm, jangan sampai nenek tahu.” Pikir asep. Asep berjalan menuju rumah vita. dia sangat berharap ada seseorang di depan rumah tersebut, agar dia tidak usah menghadapi rasa malu ketika mengetuk pintu. Dia berjalan dengan perlahan, semakin dekat jantungnya terasa berdebar lebih keras. Adalah aneh baginya pergi ke rumah seorang perempuan sendirian, tanpa tujuan yang jelas selain alasan rasa cinta. Sesampainya di depan rumah vita, asep berdiri di dekat tembok pagar. Dia menyandarkan tubuhnya, seakan sedang mengumpulkan semangat. “oke.. sekarang aku sudah di sini.. terus apalagi yang harus aku lakukan? Kalau aku ketuk pintu nanti siapa yang keluar dari rumahnya.. gimana kalau yang buka itu ayahnya, aku malu.. mau bicara apa aku.. aaarrghh.. bingung! kenapa aku ke sini? Kenapa pula kok jadi susah begini rasanya.. dia Cuma temen biasa, kenapa malu? Boleh kan kalau temen menanyakan kabar? ..Tapi kok rasanya aneh.. dia itu cantik, aku suka dia. Hhhh.. tapi keluarganya 251
kaya.. aku malu.. ini sulit, lebih baik aku berangkat ke jakarta.. vita mungkin sudah tidak peduli masa lalu itu.” Pikir asep. Pada akhirnya asep tidak punya keberanian untuk mengetuk pintu. Wajahnya menunduk, dia kalah oleh keadaan yang menghakiminya dengan tidak adil. Kenangan masa lalu yang masih teringat indah kini harus mulai dia lupakan. layaknya dia melupakan keinginan untuk menemukan ibunya. Langkah kembali dijejak, dia memutuskan berangkat menuju jakarta. *** Ketika sampai di atas kereta, ternyata tidak ada tempat duduk yang tersisa untuk asep. Dia harus berdiri seperti sebagian penumpang yang lainnya. Kali ini kereta sangat penuh, ada banyak jenis orang berkumpul dalam kereta, berisik dan tidak teratur. Asep diam dalam gerbong yang panjang, di sampingnya ada seorang nenek yang juga sedang berdiri, sedang di hadapannya ada seorang lelaki muda yang sepertinya bukan orang indonesia. Lelaki itu bertubuh tinggi, dengan janggut yang dicukur tipis dan hidung yang mancung. Sepertinya dia adalah orang india atau orang arab yang sedang berlibur di indonesia. Asep memikirkan lelaki itu ketika kemudian lelaki itu mempersilahkan si nenek yang berdiri untuk duduk. Dan kini lelaki itu 252
berdiri dekat dengan asep, asep ingin bertanya kepada lelaki itu untuk menyingkirkan prasangka aneh dalam otaknya. Dia sangat penasaran dengan orang yang dia lihat itu, terlebih lagi dia sudah mendengar laki-laki itu berbicara dalam bahasa indonesia. Baru saja asep hendak bertanya kepada lelaki itu, asep justru mendapat sapaan lebih dulu dari lelaki itu. “assalamu ‘alaikum..” sapa lelaki tersebut. “wa ‘alaikumussalam..” jawab asep. Mereka mengobrol sedang tubuhnya menghadap ke dinding kereta. Tangannya mereka menggenggam besi rak barang yang ada di atas kepala mereka. Kala itu mereka berdekatan sehingga tetap mudah berbincang meski suasana kereta sedang ramai. “mau kemana?” tanya lelaki tersebut. “ke jakarta.” jawab asep “siapa nama ente? Perkenalkan, saya rajesh!” ucap lelaki tersebut. “saya asep! maaf ya dari tadi saya memperhatikan abang.” Ucap asep. “tidak masalah, jangan panggil abang dong! Saya masih muda kok! memang sedikit aneh melihat orang berpenampilan seperti saya. Makanya, saya juga 253
selalu berusaha untuk akrab kepada siapa saja. Termasuk ente!” Ujar rajesh. “kok lancar pake bahasa indonesia? Emang asalnya dari mana? “saya dari kecil tinggal di indonesia, Cuma orang tua saya itu keturunan india. “ooh.. terus sekarang mau kemana?” tanya asep. “saya kuliah di jakarta. ente sendiri ngapain ke jakarta?” tanya rajesh. “sekolah. kuliahnya di mana? Boleh ga saya nanyananya tentang mahasiswa? “di universitas islam di jakarta. Mau tanya apa? kalau bisa, pasti saya jawab.” Ujar rajesh. “kalau mahasiswa demo itu kenapa sering anarkis?” tanya asep. “mahasiswa demo anarkis? Tidak semua mahasiswa seperti itu, ada juga yang berdemo dengan tertib. Keadaan di lapangan terkadang membuat mahasiswa terpancing kemudian meluapkan amarahnya. Mahasiswa kan selalu bersemangat!” tutur rajesh. “ooh.. aneh aja. saya saja yang anak SMA ga suka yang namanya kekerasan, tapi kenapa mereka yang 254
sudah mahasiswa justru memakai kekerasan, bakar ban di jalan dan lain sebagainya.” Ucap asep. “mahasiswa itu harus berani. Tidak boleh lembek!” Ujar rajesh. “tapi kalau menurut saya sih, berani yang seperti itu tidak akan menghasilkan apa-apa. Yang ada Cuma capek! yang ngedengerin mereka teriak-teriak juga cuma pagar DPR atau cuma polisi. Jangan marah ya bang, ini cuma pendapat aja loh.” Ucap asep seraya tersenyum. “santai saja lah! Saya bukan pemarah. Gini, mahasiswa juga sering mengirim surat terlebih dahulu, namun biasanya tidak ada tanggapan. Makanya mereka turun ke jalan.” Tutur rajesh. “ooh.. mungkin suratnya ga nyampe tuh, hehe. terus kalau lagi di kampus itu mahasiswa ngapain aja? Yang saya tahu mahasiswa itu cuma tukang demo.” Ucap asep. “mahasiswa juga belajar, juga berorganisasi, kamu tidak punya saudara yang kuliah?” tanya rajesh. “iya. Pengen tahu aja nih gimana kegiatannya kalau kuliah.” Ucap asep. “di dalam kampus itu ada organisasi-organisasi yang menarik. Ada juga badan yang bertindak seperti DPR 255
dan presiden di negara ini, ada partai juga, dan sebagainya. Pokoknya lengkap.” Tutur rajesh. “jadi kampus itu seperti sebuah negara mini ya? Terus jadi tempat belajar berpolitik juga?” tanya asep. “iya, di kampus juga ada pemilu, seringkali pemilunya juga sering ribut seperti pemilu presiden indonesia. Yaa, mirip banget lah, ada kampanyenya juga.” Tutur rajesh. loh kok ribut? Emang apa untungnya kalau menang? Apa ada gajinya juga?” tanya asep keheranan. “saya kurang tahu. mungkin seperti itu. yang pasti ada lah untungnya, mungkin nilai kuliahnya bisa jadi lebih baik karena lebih dikenal. Atau jadi lebih mudah dapat beasiswa.” Ucap rajesh. Asep terdiam sejenak, lalu berkata “kalau mahasiswa juga masih senang ribut dengan temannya sendiri, lalu apa bedanya dengan yang di DPR sana? Kan sama-sama suka ribut.” Rajesh tertawa mendengar ucapan asep. Setelah itu dia berkata “waduh, bedanya apa ya? Mungkin beda umurnya.” Ujar rajesh, dia kembali tertawa kecil. “kalau memang bener mahasiswa suka ribut gitu, berarti mahasiswa itu sama aja kayak anggota DPR. 256
Ribut membela kepentingannya masing-masing.” Ucap asep. “tidak sesimple itu.” ucap rajesh. Asep kembali terdiam. Kereta berhenti di sebuah stasiun, beberapa stasiun lagi akan sampai di stasiun tujuan asep. “mungkin juga aku yang salah dalam berpendapat. Tapi yang aku lihat sih memang seperti itu. mungkin mahasiswa itu juga sedang belajar untuk menjadi anggota DPR ya? Jadi yang contoh itu DPR?” ucap asep. “mungkin begitu. saya juga tidak terlalu aktif ikut organisasi di kampus. saya lebih senang belajar di kelas dan diskusi.” Tutur rajesh. Cukup lama mereka mengobrol, tak terasa kereta sudah mulai kosong. Sebagian penumpang sudah mulai turun, ada pula yang naik tapi tidak terlalu banyak. Namun Mereka berdua masih belum mendapatkan tempat duduk. Asep pun terus menanyakan hal-hal yang selama ini dia kenali tantang mahasiswa. Stasiun demi stasiun terlewati hingga akhirnya sampai di kota jakarta. Mereka turun bersama dan berpisah ketika di pintu keluar stasiun. Asep sangat senang mendapat pengetahuan baru hari itu, dia bergegas naik angkot menuju rumah.
257
Ketika di dalam angkot menuju rumah, angkot tersebut lagi-lagi harus merayap di atas jalanan. asep duduk dengan sabar, lalu dia melihat seorang lelaki yang dibopong oleh polisi. Orang itu terlihat berdarah-darah, bajunya sobek dan wajahnya pun hancur sudah. Sementara di belakang orang itu ada banyak orang yang masih berusaha untuk memukulnya. Memukul wajah yang sudah hancur itu. asep terus memperhatikan kejadian mengerikan yang sering dia lihat di TV itu, kejadian penghakiman oleh masyarakat kepada pelaku kejahatan. Ternyata lebih seram jika melihat secara langsung. “Ya Allah.. kenapa mereka itu bernafsu sekali dalam menyakiti? Sungguh kasihan orang itu. mungkin dia hanya mencuri sebungkus roti atau sebuah alas kaki. Mungkin dia merasa lapar, mungkin juga di rumahnya ada anak isterinya yang sedang kelaparan. Tubuhnya pasti kesakitan.. tapi kenapa juga dia mencuri, harusnya dia mencari pekerjaan yang baik. Hhh, aku bingung. Mereka itu mencuri, padahal mereka dilengkapi akal untuk berusaha. Mereka itu semua manusia, tapi begitu kejam. Mereka menghakimi kejahatan dengan kejahatan yang lebih jahat. Hhh..” Pikir asep. *** Sesampainya di rumah dia langsung masuk ke dalam kamarnya, merebahkan tubuhnya di atas lantai yang dingin. beberapa jam yang lalu dia masih 258
merasakan sejuknya suasana desa, hangatnya nasihat dari neneknya. Kini dia sudah kembali terkurung di kamar betonnya, tergeletak di lantai keramik, ditiup angin yang kasar dari kipas listrik. “kalau memang benar mahasiswa seperti tadi itu.. maka mahasiswa itu tidak ada bedanya dengan anggota DPR. Mereka ribut, cekcok, membela kepentingan partainya masing-masing.. Hmmm.. berarti ada siklus para pemimpin yang senang ribut di negeri ini.. mahasiswa itu kan para penerus, bagaimana jadinya kalau mereka juga belajar untuk ribut.. siapa yang mikirin anak jalanan yang kelaparan.. hhh kacau balau.. aku juga tidak bisa apa-apa, aku masih terlalu kecil untuk masalah ini.. tapi mereka itu lebih kecil dari aku.” Pikir asep. Asep mengeluarkan buku catatannya dari tas, kemudian menulis beberapa hal penting hari ini. “gunakan ilmu untuk menyelesaikan masalah, jangan mudah menghakimi.” “mahasiswa harus berhenti mencontoh sesuatu yang tidak baik, mereka harus lebih baik dari yang sekarang menjadi pemimpin bangsa. jika mereka ikut-ikutan senang berebut kekuasaan, bukan bekerja sama memperbaiki keadaan bangsa, maka siapa yang sebenarnya pantas berdemo atau didemo? Suatu saat aku akan kuliah, aku akan menjadi mahasiswa dan mencoba memperbaiki itu semua.” 259
“oh iya.. penjahat yang tadi juga butuh bantuan.” Pikir asep. “penjahat itu punya kebutuhan. Mereka mencuri bukan untuk memperkaya diri, mereka hanya mencari makan. Mencari makan dengan cara yang memang salah dan resikonya dapat hukuman. Masalah utamanya adalah banyaknya koruptor yang memperkaya diri, tidak peduli pada rakyat kecil yang butuh makan. Jadi, yang salah paling besar bukanlah pencuri di jalanan, tapi pencuri berdasi yang resmi. Mereka pintar namun tidak mau membantu yang bodoh. Suatu saat nanti aku akan jadi pejabat, semoga aku bisa mengobati ini semua. Untuk sekarang aku belum mampu. Aku masih harus belajar semaksimal mungkin.” itulah beberapa hal dia catat. Dia telah kembali ke kota, semakin banyak pengetahuan dan permasalahan yang dia temukan. Permasalahan yang semakin menumpuk di buku catatannya. Semakin hari semakin banyak, hanya terselesaiakan beberapa masalah kecil di kehidupan pribadinya.
260
Bab 23 Catatan-catatan seiring waktu berlalu, ada banyak hal yang mengisi ruangnya. Asep terus mencatat hal-hal penting. Dia selalu berusaha untuk lebih memahami lingkungannya. Semakin banyak catatan yang asep buat, buku kecil itu pun hampir penuh. “kriminalitas semakin meningkat, bahkan sudah semakin berkembang dan kejam. Para pelakunya sudah tidak segan-segan lagi membunuh, menghancurkan ciptaan Tuhan. Sangat disayangkan karena kebanyakan yang menjadi korban justru adalah orang-orang yang pas-pasan, yang tidak punya kunci rumah, atau jendelanya tidak pakai teralis. Ketika orang-orang pas-pasan itu menjadi korban pencurian, maka bisa jadi mereka akan berubah menjadi pencuri baru yag lebih kejam. Manusia mudah berubah karena rasa sakit. Manusia penuh dengan rasa dendam. Manusia sangat ingin bahagia. Ketika banyak penjahat berkeliaran, maka semua hal dalam lingkungan akan semakin patut untuk dicurigai. Seorang yang bertanya jalan akan dicurigai sebagai tukang gendam. Seorang yang membelikan es krim akan dicurigai sebagai penculik. Seorang asing yang butuh bantuan akan dicurigai sebagai penipu. Akan ada banyak kecurigaan. Kemudian manusia akan lebih mengasingkan dirinya, tidak saling membantu. Televisi dan berita di semua media 261
masa akan membuat hal-hal ini menjadi biasa, menjadi semakin akrab di telinga. Mutilasi yang tadinya terdengar sangat menyeramkan kini telah menjadi biasa. Bangsa yang dulu dikenal ramah suatu saat nanti akan dikenal sebagai bangsa pemarah. Masalah ini sangat besar, aku harus menjadi seorang presiden, seorang ustadz sekaligus seorang rakyat, agar manusia-manusia yang butuh makan itu tidak bertindak nekat.” “ada gerombolan manusia primitif di bangsa ini, bahkan mereka yang mengaku elit. Mereka meletakkan kebenaran sebagai hak golongan. Melihat perkara dari satu pihak, menghakimi seakan paling benar. Mereka mengelompokkan diri. Geng, partai, tukang pukul yang membela anggotanya yang disakiti kelompok lain. mereka tidak peduli siapa yang salah, karena mereka berada disisi golongan, bukan disisi kebenaran. Aku harus memperbaiki pola pikir mereka. aku harus menjadi orang yang kaya, aku bangun sebuah perpustakaan di tiap desa. Ada banyak buku-buku tentang kebaikan, tentang cara pandang, tentang menghargai pendapat, tentang manusia dan hak orang lain, tentang cara berdiskusi. Aku akan membuat manusia-manusia itu menjadi lebih manusiawi. Ini memang sulit, tapi ini tidak mustahil!” “para remaja pemalas sangat senang dengan dunia dunia hiburan. Sebenarnya mereka merasa puas dengan sebungkus kacang dan sebatang rokok, 262
mereka menyetop perkembangan otak dengan berlama-lama dalam kesia-siaan. Mereka hidup dalam kebebasan dan semangat yang bodoh. mereka marah ketika budaya bangsa dicontek bangsa lain, tapi justru tidak marah ketika bangsa dikotori oleh budaya buruk bangsa lain. mereka bodoh! mereka contek habis sek bebas, gaul bebas, tontonan bebas, baju bebas, serba bebas. Ini masalah yang besar, remaja bangsa ini salah mencontek. Mereka mencontek amerika yang rakyatnya sudah kaya. Rakyat amerika bisa membeli rok mini tanpa ngutang, mereka bisa membiayai bayi tanpa harus berhenti belajar, mereka bisa berobat AIDS tanpa harus mencuri. Tapi beda dengan remaja bangsa yang masih miskin ini. mereka merengek pada orang tua, minta HP terbaru, minta baju terbaru, mereka hamil diluar nikah, ada pembunuhan, aborsi, pencurian demi penghargaan cinta, dsb. Pada akhirnya yang miskin akan semakin miskin dan yang kaya tidak pernah peduli. Aku harus merubah sistem pendidikan di bangsa ini. kurangi kekakuan antara guru dan murid, kurangi sifat mencolok yang dimunculkan si kaya, perbanyak nasihat-nasihat dalam tiap pelajaran, bahkan dalam pelajaran matematika. Jangan terlalu banyak soal-soal baku yang membuat otak menjadi kotak, membuat hati menjadi mati. perbanyak tugas membaca, beri mereka buku wajib. Buku tentang kebaikan, tentang kebebasan yang baik, tentang cara bergaul dan memberi. Itulah yang dibutuhkan bangsa ini.” 263
“bangsa ini sangat indah, ada banyak makhluk untuk berbagi di dalamnya. Ada potensi besar di dalam bangsa ini, Seekor semut pun masih bisa hidup di tengah beton dan aspal, entah bagaimana cara dia membuat lubang. Aku sangat bahagia bisa dilahirkan di sini, bangsa yang sangat kaya. Namun Kebahagiaan ini dipeluk erat kesedihan. Entah kenapa semakin hari keadaan bangsa ini justru semakin memburuk. Apakah aku yang salah memahami mereka, atau mereka yang tidak memahami dirinya. Pemimpin tidak punya leher, sedangkan rakyat masih memujanya. Pendidikan selalu diukur angka, mereka puas dengan Index prestasi 3,99, sedang lupa pada akhlak yang mulia, lupa pada lingkungan sekitarnya, pada akhirnya mereka hanya menjadi orang pintar yang mengeruk harta, pemeras rakyat jelata. Orang-orang pintar di bangsa ini pun sebenarnya tengah dibodohi oleh orang-orang yang lebih pintar dari bangsa lain, mereka merasa untung padahal tengah bangkrut. Bangsa ini mencaplok sistem yang membatasi perkembangan, memberi peraturan dan perjanjian yang merugikan. Entahlah, aku belum yakin. Tapi nanti aku akan paham tentang semua ini. aku akan menjadi orang yang pintar! Tunggu aku bangsaku, suatu saat nanti aku yang akan memimpinmu!”
264
“ada banyak penegak hukum yang melanggar hukum. Hukum menjadi mainan di tangan mereka. dijadikan alat pemeras dan pembodoh rakyat yang tidak berpendidikan. Jaksa dan polisi sama saja dengan partai, grup, golongan, yang mengelompokan diri dalam sebuah badan resmi. Mereka sama sekali tidak membela kebenaran, mereka tidak berada disisi kebenaran, mereka berada di sisi golongan. Mereka itu orang-orang bodoh dalam kepintarannya. Mereka itu orang-orang yang tidak bernorma dalam agamanya. Masalah ini lebih rumit dibanding dengan masalah kriminalitas. Karena masaah ini halus meski kasar, tersusun rapih meski tidak terarsipkan. Suatu saat nanti aku akan menjadi pemimpin bangsa ini. akan kubuat sumpah jabatan yang baru. Setiap penegak hukum akan bersumpah bahwa dia siap dipenggal jika mempermainkan keadilan, siap dihujat dalam pengadilan Tuhan, siap masuk neraka. Meski hukuman mati itu tidak mengobati secara langsung, setidaknya aku akan mengurangi para pemeran setan di atas sandiwara bangsa ini.” “bangsa ini selalu dididik untuk menjadi pengemis, Sampai-sampai pemerintah pun sangat senang menyantuni rakyat dengan dasar kemalasan. Rakyat yang masih bodoh dan miskin tidak akan menjadi lebih baik dengan uang 300 ribu rupiah. Justru mereka akan semakin tidak malu untuk mengaku sebagai miskin, merengek-rengek di kaki penguasa. Masalah ini mungkin tidak sesimpel yang terlihat. Para penguasa bangsa ini sepertinya memang sengaja 265
membuat rakyat tetap miskin dan bodoh, agar mereka mudah memperdaya rakyat yang perutnya sedang lapar, agar mereka tetap duduk diatas dan menginjak rakyat tanpa dihakimi sebagai penjahat oleh rakyat, rakyat yang masih bodoh. Aku harus membuat sebuah tempat yang bisa mendidik rakyat menjadi lebih baik. Aku akan buat sebuah stasiun televisi yang khusus mengenalkan tentang pemerintah, perkembangan bangsa, kelebihan dan kekurangan yang sedang dihadapi pemerintah. karena pers sekarang juga dimiliki oleh para penguasa, maka tidak heran jika ada subjektifitas dalam tiap pembawaan berita mereka. aku harus membuat komite khusus untuk mengenalkan bangsa ini dan pemerintahannya kepada rakyat.” “PSSI adalah contoh lain bentuk pembelaan yang berlebihan terhadap golongan. Sama dengan polisi, kejaksaan, bahkan terkadang juga agama. Setiap individu yang katanya memiliki kebebasan berbicara sepertiya lebih senang membunuh nuraninya dan menjadi antek pemimpin serakah. Semuanya karena uang. Demokrasi atau kebebasan bicara tidak mungkin tercipta jika mulut yang hendak bicara masih terancam tidak bisa makan, terancam terkena PHK atau kriminalisasi. Aku harus memberhentikan semua petinggi yang sama sekali tidak punya visi yang kuat, yang tidak punya misi untuk memperbaiki masalah, yang justru senang menyembunyikan masalah dan duduk ditempat aman yang kotor. Akan aku ganti mereka dengan orang-orang yang merasa 266
cukup dengan harta. Punya keberanian, tidak usah terlalu pintar bicara, tapi pintar bekerja. Pemimpin yang punya rasa sebagai yang dipimpin, bukan pemimpin yang selalu merasa berhak untuk dibela, bukan pemimpin yang cengeng dan alergi dengan teguran. Pemimpin yang baik akan membuat orangorang yang di pimpin itu merasa nyaman untuk berbicara, mengemukakan pendapat, bahkan menegur.” “neraca alam semesta sudah tidak seimbang. Dihitung dengan metode apapun pasti akan sulit untuk mencapai titik keseimbangan. Karena ada satu variabel yang terbaru, yang tidak mampu menyesuaikan dengan yang lain. variabel itu adalah manusia, manusia yang tidak mampu menyeimbangkan hati dan akalnya, hingga tidak selaras dengan alam. Entahlah. Masalah ini akan sulit untuk dicarikan jalan keluar, harus ada kesadaran dari tiap individu. Dan memberikan kesadaran itu tidak mudah jika manusia justru menutup jalannya.” “Prof. Dr. Ir. SH. MA. MM. Lc. Phd. Dan lain sebagainya gelar berderet. Memberi kebanggaan tersendiri bagi pemiliknya. Namun kebanyakan dari mereka sama saja dengan orang bodoh lainnya. Mereka pintar, mereka disegani, namun kepintarannya yang besar itu sama sekali tidak membuat bangsa ini jadi pintar dan disegani oleh bangsa lain. ilmu mereka banyak, namun tidak mau berbuat banyak, hanyut dalam kebanggaan diri. Aku 267
tidak butuh semua gelar itu. karena aku adalah muhammad ali, lantang dan berani meski sendiri. Karena aku adalah mahatma ghandi, bijak dan penuh keyakinan meski dalam tekanan. Aku tidak butuh penghargaan orang lain, aku tidak peduli pesimisme orang lain terhadapku. Aku yakin, suatu saat nanti aku akan jadi orang yang berbuat banyak. Aku akan berdiskusi dengan khomeini. Aku akan berdiskusi dengan rockefeller. Aku yakin aku akan jadi seorang yang besar, aku mampu merubah bangsa ini dengan kebaikan itu sendiri, bahkan aku bisa merubah dunia ini. Catatan ini takkan hilang. Ingat ini sep! ingat semangat ini!” “Bank syari’ah hanya beda dalam halal dan haram. Sedang kontribusinya untuk lingkungan tidak terasa, atau mungkin aku yang tidak tahu, tapi bisa jadi mereka sama saja dengan yang lainnya, mencari keuntungan pribadi. Harus ada semangat islam dalam Bank konvensional, dan hilangkan Bank islam yang bersemangat kapitalis. Hapuskan sistem bunga yang membuat perekonomian naik turun tanpa kepastian. Lebih baik lagi jika aku hapuskan jual beli “uang” di bursa saham, yang membuat uang menjalar di kabel dan udara, tak pernah menyentuh tanah. padahal orang miskin itu pasti mainnya di tanah.” “papua, oh papua. Korban jargon “budaya”. Mereka dibiarkan terbelakang dengan alih-alih menjaga ciri khas daerah dan kekayaan budaya indonesia. Mereka menari telanjang dada, perut buncit, berkubang 268
dengan kebodohan. Mereka dibiarkan! Atas nama “kebudayaan yang dijaga”. Aku harus hadirkan pengetahuan di sana, aku akan berikan penerangan juga, aku akan menghargai mereka yang cinta akan bangsanya. Tunggu aku wahai papuaku.” Semakin hari asep semakin yakin dengan tujuan hidupnya. Dia bersungguh-sungguh untuk mewujudkan impiannya itu. meski dia terkadang merasa kesepian dalam pergaulannya, karena pemikirannya itu belum terjangkau oleh temantemannya. Dia sering mencari teman diskusi atau teman berbagi cerita, namun kebanyakan temannya enggan. Ada kesepian dalam kebenaran, karena keburukan sudah berbentuk keramaian. “ada banyak hal indah di dunia ini, ada banyak harapan. Hati sungguh mudah menangkap warna cinta. Namun akan sulit ketika harus menerjemahkannya ke dalam bahasa perbuatan. Karena itu, lebih baik simpan rasa cinta dalam hati, terjemahkan semampunya dalam perbuatan. Daripada diucapkan dengan lidah namun justru tidak mampu membuktikannya sama sekali. Hanya menjadikan hidup semakin terkekang dalam rasa sayang yang sempit, pun jadi mudah menyakiti orang lain. ucapan sering membuat sebuah batasan atau ikatan, maka kurangilah berbicara, biarkan segala kebaikan tercerminkan dalam perbuatan, tersimpan dalam hati setiap orang yang menyadari.” 269
“bangsa ini punya potensi. Dia besar. Dia surga dunia. Seorang arab pasti menyangka telah di surga jika dia melihat tanah bangsa ini. Lihatlah betapa kaya tanah bangsa ini, hanya saja ada segelintir orang yang serakah. betapa rakyatnya cinta perdamaian, hanya saja ada segelintir orang yang merusaknya. Betapa perbedaan telah menjadi perhiasan yang indah, hanya saja ada segelintir orang yang menodainya. Betapa banyak manusia jenius, hanya saja ada segelintir orang yang membuat mereka tidak betah. “Segelintir orang” itu adalah orang yang sama. Betapa aku yakin bahwa bangsa ini akan menjadi hebat kembali, meski aku belum siap menghadapi segelintir orang itu. karena mereka terorganisir dan kuat, wajah mereka tersembunyi, dan tangan mereka menggenggam belati. aku sendirian saat ini, aku harus membangun kekuatan untuk mengalahkan mereka. mereka itu kegelapan.” “bangsa ini punya semangat, bangsa ini punya jati diri, bangsa ini kaya sumber daya alam. Bangsa ini bukanlah pengecut. Besar-kecil bangsa ini, kuatlemah bangsa ini, Semua tergantung siapa yang memimpin, karena pada dasarnya bangsa ini mudah untuk diarahkan. Rakyatnya murah senyum dan berbaur dalam perbedaan, alamnya kaya hingga rumputpun tumbuh di samping trotoar. Bangsa ini butuh gebrakan semangat! Jika semua tidur, maka aku yang masih terbangun. Aku akan bangkitkan bangsa ini!” 270
“Bangsa ini adalah seorang pemuda yang overweight. pekerjaannya hanya makan, kini untuk berjalan saja kesulitan. Sedangkan tetangganya adalah bocah kecil yang lincah, mereka bermain, belajar, dan sesekali menjaili bangsa ini. pemuda ini terlalu gendut hingga tak bisa berlari mengejar lincahnya bocah yang nakal. Pemuda ini punya banyak makanan di kulkas, juga punya banyak lahan di belakang rumah. Sekarang dia harus sadar, cukup sudah makan makanan instan dari kulkas! Sekarang saatnya dia berkebun, gunakan tenaganya, barulah dia makan. Dia harus Bergerak! Bergerak! Agar tubuhnya menjadi atletis dan kuat. Agar dihormati, punya harga diri. Bahkan seekor harimau pun akan bersembunyi menatap matanya.”
Bab 24 Malam renungan, siang perpisahan Malam itu asep baru saja selesai belajar. Buku-buku masih berserakan dan dia sudah mulai mengantuk. Dia memutuskan untuk mengambil air wudlu dan bersiap-siap tidur. Setelah selesai bersuci asep kemudian membaringkan tubuhnya keatas tempat peristirahatan. meluruskan kakinya, menghadapkan wajahnya ke atap rumah. Lalu menjalankan kebiasaannya ketika hendak tidur, yaitu merenungi hidupnya secara lebih mendalam. 271
“badan ini semakin tua.. tidak lama lagi lulus, setelah itu mungkin kuliah atau mungkin kerja.. tapi harus merawat nenek dulu.. aku tidak bisa membiarkan dia sendirian dalam masa tuanya.. tapi sampai kapan? Hhh.. harus memikirkan ini semua.. tapi kali ini jawabannya belum aku temukan.. semakin lama aku di sini, semakin merasakan perbedaan yang banyak antara kota dengan desa.. aku juga menemukan masalah yang banyak dan tidak terselesaikan.. masalah-masalah itu jika dikumpulkan maka pasti membuatku sangat pusing.. kapan aku bisa menyelesaikan masalah-masalah itu.. ..sebenarnya sumber utamanya adalah tidak adanya kepedulian.. menyepelekan permasalahan karena hanyut dalam kesenangan dunia.. yaa persis lah seperti yang diucapkan nenek.. ..persis juga dengan yang diucapkan ummi, hati orang-orang itu mulai keras.. mulai lupa dengan asalnya sebagai manusia, kini mulai berubah menjadi setan.. yaa itulah masalahnya.. hati itulah kunci masalahnya.. banyak orang pintar dan kaya namun tidak menggunakan hatinya dengan benar.. hatinya penuh dengki.. hatinya mulai ditanggalkan.. iya betul.. hati ini adalah indera ke-enam yang dimiliki manusia.. Lewat hati inilah aku bisa mengenal Tuhanku.. lewat hati ini aku bisa merasakan keberadaan manusia lain.. lewat hati ini aku bisa merasakan kepedulian.. bukan hanya aku, tapi seluruh manusia.. lewat hati, manusia bisa membedakan baik-buruk.. hati ini harus terus digunakan sep! Hhh.. tubuh ini sama sekali tidak berguna kalau hati ini tidak digunakan.. 272
meskipun sepi sekali rasanya tubuh ini, namun, aku yakin suatu saat keramaian akan menyambutku. Iyaa.. keramaian yang indah.. bagianku ada di surga.” pikir asep. Asep membuka kembali buku catatannya. Dia menulis beberapa baris catatan. “hati itu tidak butuh aktivasi, tapi dia bisa mati. Harus dijaga, harus diasah agar peka. Harus ditempa agar kuat menjalani penderitaan, agar paham penderitaan yang dirasa orang lain. Hati harus banyak berdo’a agar tidak lupa pada penciptanya. Hati itu ada, namun kebanyakan orang melupakannya. Aku belum mampu memperbaiki permasalahan ini, ini diluar kemampuanku. Seorang ustadz pun pasti kesulitan mengobati hati seorang manusia jika orang tersebut tidak punya kemauan yang kuat untuk menemukan hatinya kembali. Kebanyakan hati manusia telah dikuasai oleh hawa nafsunya sendiri.” “aku harus menjadi pemimpin bangsa ini agar mampu merubahnya menjadi lebih baik. setidaknya agar bangsa ini tidak bodoh dan serakah, seperti lalat yang tenggelam dalam semangkuk susu. Jika aku bisa jadi pemimpin bangsa ini, biarlah aku terlihat dzalim di mata rakyatku yang bodoh, yang pasti aku ini baik dan tidak membodohi mereka.” pikir asep.
273
Asep menutup buku catatannya, membaringkan tubuhnya di peristirahatan, memanjatkan do’a kepada penciptanya lalu dia tertidur dengan nyenyak malam itu. *** Satu huruf dari seribu rumusan, mampu dibaca namun sukar digunakan. Satu kata dari seribu pembahasan, mampu dimengerti namun sukar dituliskan. Cahaya yang berangkat dari timur hijrah ke barat, menemani seorang yang mencari pengetahuan dari penglihatan. Telah banyak yang asep pelajari semasa sekolahnya, sekarang dia menghadapi hari perpisahan dengan perpustakaan tersebut. Dia akan menyambut gudang ilmu yang lebih besar, yaitu alam semesta. Tidak ada batasan akan hal yang bisa dia baca, kecuali membaca rupa Sang Pencipta. Ujian nasional sudah lewat, kelulusan sudah didapat, namun ada lagi satu kebiasaan baru yang dia dapat dari warga kota, yaitu acara perpisahan sekolah. Pesta perpisahan sekolah itu disiapkan dengan rapih. Semua siswa yang lulus pada hari itu akan tampil dengan pakaian yang rapih pula. Mereka akan diperlakukan layaknya orang yang sudah sukses besar, ada kebahagiaan, rasa haru dan bangga akan kelulusan yang didapat. Laki-laki akan menggunakan celana hitam panjang, kemeja putih berdasi dan 274
dibalut dengan jas hitam yang gagah. Perempuan akan menggunakan baju yang lebih bervariasi, mereka hanya diharuskan untuk memakai baju kebaya, dengan warna dan gaya yang bisa mereka pilih sendiri. Asep duduk di samping kang jalal yang sedang duduk di beranda depan rumah. “abi! asep sama nisa kan ada perpisahan sekolah. Nah terus harus pake jas sama sepatu hitam yang kaya punya abi itu. sebenarnya aku malu ngomong ini sama abi, tapi aku juga bingung.” tutur asep. “gampang. bisa diatur. Kamu pake aja sepatu sama jas abi, ada tuh di lemari jarang abi pake, digantung terus. Tapi mungkin sedikit kebesaran.” Ucap kang jalal. Asep tersenyum. “beneran ada abi? ga apa-apa deh kebesaran juga, yang penting kan aku pake.” Ucap asep seraya tersenyum. Dia sangat senang ternyata tidak harus membeli atau meminjam ke orang lain. “coba kamu minta tolong sama ummi, biar nanti ummi yang ambil jasnya.” Ucap kang jalal. “siap! tapi nanti aja deh, kayaknya umi lagi serius masak. terima kasih ya abi.” Ujar asep. Selesailah persiapan asep untuk menyambut hari penting itu. *** 275
3 hari kemudian. hari yang ditunggu ahirnya tiba. nisa hari itu terlihat cantik, dengan balutan kebaya putih dan kerudung yang ditata dengan rapih, terlihat bercahaya dan bersih. Asep juga terlihat lebih gagah dibanding biasanya, meskipun terlihat sedikit janggal dengan jasnya yang kebesaran. Saat itu sudah mulai terlihat kedewasaan di tubuhnya, dia berdiri lebih tegap, berjalan lebih tenang, dengan mata tajam yang sedikit tenggelam di bawah alisnya. Untaian acara diikuti oleh asep dan temantemannya, hingga tiba pada acara akhir. Asep duduk sendirian mengistirahatkan badannya yang kelelahan, sedang nisa dan teman-temannya yang lain sibuk berbincang kata-kata perpisahan. Saat itu asep memperhatikan sekelilingnya. Dia melihat tia yang sedang berbincang-bincang dengan teman-temannya. Dia ketika itu menggunakan kebaya putih dengan rambut yang rambut yang ditata sangat rapih. Dia terlihat paling mrncolok diantara perempuan lain yang ada di sana. Asep memperhatikan tia. Dia melihat tia seakan telah tersihir oleh kecantikan wanita itu. “hmm.. hari ini dia terlihat berbeda, dia cantik.. senyumnya juga terlihat sangat manis.. hmmmmm.. kayaknya aku bisa beneran suka nih ma dia..” pikir asep. Entah warna dari mana yang tiba-tiba hinggap di tubuh tia sehingga dia memancarkan keindahan 276
yang membuat asep terlena. Entah bidadari surga mana yang sempat-sempatnya bermain dengan manusia, dia berbincang di ruang sana dan tertangkap oleh mata seorang pria muda. Entah model dari mana yang kabur dari catwalknya, menampakkan tubuh indahnya pada seorang pemuda yang sedang kesepian di sudut hatinya. Asep terus memandang tia, menatap seakan kehilangan kesadarannya. namun asep kembali mampu berpikir dan merenungkan apa sebenarnya yang dia rasakan itu. apakah itu nyata atau kah lagi-lagi hanya ilusi. Seperti halnya padanya ketika melihat vita. “dia itu cantik... iya dia itu cantik! aaaahh.. jenis pikiran bodoh apa ini.. dengar asep, dia bukan siapasiapa! Hanya seorang wanita yang terlihat cantik karena nafsumu! Kuasai diri asep! ...tapi dia beneran cantik juga sih... senyumnya beneran manis.. aaaaaah ga biasanya aku kayak gini.. aku harus pergi dari suasana ini!” pikir asep. Asep menundukkan pandangannya. Dia mencoba kembali menenangkan diri. Dia mencoba keluar dari dirinya yang sedang hanyut dalam rupa indah seorang wanita. Dia mengamati perasaan itu dengan pikiran yang jernih, mencoba menguasai hal yang sedang terjadi. Asep tetap tertunduk, mencoba berpikir sejernih mungkin.
277
”sekarang, apa pentingnya lama-lama liatin dia? Dia bukan siapa-siapa, hanya gadis muda.. lalu apa anehnya dengan seorang gadis muda.. ga ada yang aneh.. dia cantik? Terus apa pentingnya cantik? Jangan menyempitkan hati.. jangan bermain perasaan.. belum saatnya.. kuasai dirimu.. jangan tumpulkan pikiran.. berpikir.. berpikir.. jangan sempitkan hati.. jangan sempitkan hati.. masih banyak yang harus dibaca dan dimengerti.. iya benar.. benar.. jodohku sudah Tuhan siapkan, jodohku sudah ada, entah sekarang dia sedang memasak, atau sedang tiduran, atau sedang apa saja.. dia ada, di sana. yang pasti belum saatnya aku pikirkan..” pikir asep. Asep tersenyum sendiri. “mungkin ini yang sering dilihat anak-anak muda jaman sekarang.. begitu indah.. pantesan banyak banget yang pacaran.. kecantikan seorang wanita memang membuat hati meronta, ingin rasa memeluknya, ingin memiiki dia seutuhnya.. tia.. dia cantik tapi saat ini kecantikan itu bukan hakku.. aku bukan pemuda lemah yang bisa begitu saja terlena! Iya.. aku bukan lelaki lemah!” pikir asep. “aku bukan mereka! tiap ada yang cantik.. ganteng.. baik.. tertarik.. cinta.. terus pacaran.. berduaan.. pandang-pandangan.. pegangan.. sampe tiduran.. bosen.. berantem.. nangis.. terus putusan.. ketemu lagi yang baik.. pacaran lagi.. pegangan lagi.. liat 278
yang lebih manis.. ganti yang baru.. putusin yang udah butut.. hhhh.. untungnya aku ini tidak sebodoh mereka.. aku bukan mereka! buang-buang masa muda dengan hal itu.. aku bisa mengendalikan diri.. hhh.. benar sep.. ga ada gunanya hidup kaya gitu.. bikin sempit hati! ..suatu saat nanti akan ku rengkuh cinta yang suci, bahkan bidadari surga akan iri kepada isteriku. Akan ku curahkan semua kasih sayang yang kutabung dari sekarang.” pikir asep. Sore harinya dia pulang ke rumah, namun dia tidak bersama nisa. Mungkin nisa pergi main dengan teman-temannya. Beberapa bulan belakangan mereka memang sudah jarang pulang bersama. Mungkin sudah merasa dewasa dan tak lagi butuh teman di jalan. *** “assalmu ‘alaikum ummi.” Salam asep. ibu nisa yang sedang menyetrika baju di ruangan tengah. “wa ‘alikum salam warahmatullah. masuk nak. gimana acaranya? lancar?” tanya ibu nisa. Asep berjalan masuk ke dalam rumah. “alhamdulillah lancar umi. hhh. capek.” Ucap asep seraya masuk ke dalam kamarnya. “nisanya mana?” tanya ibu nisa.
279
“dia tadi pergi sama temen-temennya, dia juga ga bilang mau kemana.” Ujar asep. Dia meletakkan tasnya di lantai dekat meja belajar. “mmm..” gumam ibu nisa. “abi belum pulang ummi?” tanya asep. “tadi dia pulang sebentar, terus berangkat lagi.” Ucap ibu nisa. Ibu nisa menghentikan pekerjaan menyetrikanya. dia mengambil telepon genggam yang ada di kamarnya, kemudian menelepon nisa. Asep yang sedang berada di kamar dapat mendengar suara ibu nisa yang sedang menelpon nisa sambil berjalan ke ruang depan. “assalamu ‘alaikum nisa!” Ucap ibu nisa kepada nisa. “wa ‘alaikum salam ummi.” Jawab nisa. “kamu di mana nak?” tanya ibu nisa dengan suara yang lembut. “aku pergi jalan sama temen. Umi Aku janji ga pulang malem, boleh ya? Ok ok.” Pinta nisa. Dia tahu bahwa ibunya sedang hawatir padanya. “kamu perginya ke mana? Hati-hati.” Ucap ibu nisa.
280
“iya ummi. nisa pergi ke rumah temen, sama tementemen cewek kok, mereka baik-baik semua.” Ucap nisa. “jangan lupa makan ya nak. Awas jangan lupa waktu!” Ucap ibu nisa. “iya ibukuu! assalamu ‘alaikum.” Ucap nisa. “wa ‘alaikum salam warahmatullah.” Ucap ibu nisa. Telepon itu pun berakhir. Suasana di rumah kembali sunyi. Asep sedang duduk dilantai kamarnya yang lumayan dingin, dia tekan juga tombol kipas angin di posisi 2. Kemudian dia mengambil buku catatannya lalau nulis beberapa hal penting yang dia temukan hari ini. “berusahalah sekuat mungkin mengendalikan hawa nafsu. Ketika memandang seseorang, kendalikan diri, jangan terlalu lama memandang jika dirasa akan terlena. memang lebih baik menunduk dari awal.” “seorang ibu hawatir kepada anaknya melebihi rasa hawatir anak itu terhadap dirinya sendiri, karena ibu sudah lebih pintar dari anak dan dia juga lebih penyayang, setiap ibu harusnya seperti itu. menemani kemanapun si anak pergi. Dalam artian bahwa ibu harus selalu perhatian agar anak tidak merasa sendirian ketika dalam kesulitan. Karena itulah 281
seorang ibu baiknya mempunyai pendidikan yang bagus, juga memiliki hati yang lembut.” itulah beberapa catatannya hari ini. “ibu.. seorang ibu itu memang baik, namun kadang kala ada anak yang bodoh, tidak sopan kepada ibunya.. mungkin anak itu rusak karena lingkungan teman-temannya yang tidak baik.. hhhmmm... nenek.. aku rindu nenek.. sudah 4 bulan aku belum pulang.. aku harus pulang. Sekarang aku lulus nek, nilaiku juga bagus.. oh iya, lebih baik aku tunjukkan buku catatanku.. bagaimana ya pendapatnya. Semoga dia bangga padaku.” pikir asep. Cukup sudah meredakan lelah. Asep bangkit untuk menegakkan shalat ashar. Dia berjalan menuju kamar mandi, membasuh saraf-saraf wajahnya yang tegang, membasuh hatinya yang sempat goyah. *** Malam telah kembali menyelimuti. Asep sedang membaca buku di dalam kamar krtika tibatiba nisa mengetuk pintu dan memanggilnya. “aseeep.. ada telepon dari temenmu nih.” Ucap nisa. Asep bergegas bangun dari duduknya. Dia membuka pintu. Nisa pun langsung menyerahkan telepon genggamnya kepada asep.
282
“halo.. maaf ini siapa?” tanya asep. Asep bersandar ke tiang pintu. Sedangkan nisa kembali ke kamarnya. “ini farhan sep!” ucap seseorang diujung lain telepon itu. “ooh farhan. Ada apa han?” tanya asep. “gini loh sep. ada yang ngajakin aku main ke dufan, tapi aku ga ada temen yang akrab. Kamu ikut ya sep!” pinta farhan. “hmm..” gumam asep. Asep terdiam, Dia tidak memberikan jawaban apapun. “yah! pasti mikirnya lama. Jangan kebanyakan mikir sep. ayo ikut lah. Nanti aku yang bayar masuknya. Kita kesana naik motorku aja. Oke oke, ikut yaa. Sekali-sekali hiburan sep, jangan belajar melulu. kamu pasti belum pernah ke dufan kan? hehe” Ucap farhan seraya tertawa. Asep terdiam sejenak, lalu memberikan jawabannya “iya deh, aku ikut.” ucap asep singkat. “sip! Besok jam sepuluhan aku ke rumah kamu sep.” tegas farhan. “hah! Emang besok kesananya?” tanya asep kaget. “besok sep. udah ah jangan dipikirin lagi. Kamu cukup pake baju, soal dana aku yang urusin. Anggap 283
aja ini acara perpisahan kita. Di sana pasti lebih seru sep.” ucap farhan. “oo.. oke deh, besok aku tunggu. makasih han.” Ucap asep. *** Matahari begitu cerah. Asep sudah siap dengan penampilan yang lumayan rapih. Terdengar suara klakson motor farhan. Asep pun bergegas pamit kepada kang jalal dan isterinya. Dia menemui farhan yang sama sekali tidak turun dari motornya. Setibanya di dufan, farhan tidak buang-buang waktu. Dia bergegas mengajak asep membeli tiket dan masuk. Sesampainya di dalam, farhan kemudian membawa asep ke dekat pintu antrian sebuah wahana. Farhan menggenggam handphone-nya seraya mengarahkan pandangannya ke segala penjuru, dia mencari seseorang yang kemarin mengajaknya datang. “nyari siapa han?” tanya asep. “tia sama temennya sep. kemarin aku janjian sama dia di sini, katanya dia sebentar lagi nyampe.” Ucap farhan. “hah! Tia? Kamu kenapa ga bilang kalau kamu main ke sini sama tia?” tanya asep.
284
“karena kalau aku bilang pasti kamu tambah mikir lagi sep. Haha. Udah tenang aja, emang kenapa sih dengan tia? dia juga ga bakal ngigit kok.” Ucap farhan. “haduuuh.. kenapa harus tia lagi. Bisa repot lagi nih otak.. semoga bisa mengendalikan diri.. harus bisa, Amin.” Pikir asep. Dari kejauhan samar-samar terlihat seorang perempuan melambaikan tangannya. Dia menatap lurus ke arah asep dan farhan. Perempuan itu menghampiri asep. Semakin dekat semakin jelas bahwa perempuan itu adalah tia. tia datang bersama seorang temannya yang juga merupakan teman sekelas asep dan farhan, namanya dian. Mereka langsung menyapa asep dan farhan. “maaf ya kami telat. Ga pada sebel kan? Hehe.” Ucap tia. “sebel banget lah. Dari tadi nunggu, katanya udah deket, tapi lama banget datangnya. Bikin esmosi aja, hehe..” Ucap farhan yang diselingi canda. “terus kita mulai dari mana nih?” tanya tia. Dia terlihat sangat cantik hari itu. dengan kaus berwarna krem dan celana pendek yang terlihat santai, rambutnya dia biarkan terurai. “langsung aja kita naik yang ini dulu.” Ucap dian. Saat itu mereka tengah berada di depan wahana yang 285
bernama “pontang-panting”. Mereka pun langsung masuk antrian. Perlahan kekakuan pun mulai mencair. Canda dan tawa memenuhi tiap obrolan mereka. cukup lama mereka mengantri, hingga giliran mereka untuk naik wahana tersebut akhirnya tiba. wahana tersebut berbentuk seperti cangkir-cangkir besar yang bisa dinaiki. Asep duduk di samping farhan, di sisi lain cangkir itu atau di hadapan mereka, ada tia dan dian yang juga duduk berdampingan. Wahana mulai dijalankan. Cangkir itu berputar dengan cepat dan semakin cepat. Terlihat ada wajah-wajah yang ketakutan, ada pula yang justru terlihat sangat senang. Farhan yang biasanya sangat pendiam jika di dalam kelas, kali ini dia berteriak keras. Tia juga berteriak, wajahnya terlihat lebih cantik dari biasanya, ada aura keceriaan yang terpancar. Sedangkan asep yang juga sangat senang, tetap berusaha untuk tidak memandang tia, dia tidak mau kembali tersilaukan oleh kecantikan tia. Sang operator dengan piawai berinteraksi dengan para pengunjung. Putaran demi putaran dimainkan. Hingga saatnya usai. Mereka turun dari wahana itu dengan ceria, meskipun terasa sedikit pegal di leher mereka. mereka melanjutkan langkah kaki mereka menuju wahana berikutnya. “apakah salah jika aku mengagumi kebaikan seseorang? ..tidak. lalu apakah salah jika aku 286
mengagumi kecantikan seseorang? ..hmm.. tia sangat cantik, dia juga baik. Apakah aku salah jika mengaguminya? Yang tidak boleh itu kan melanggar aturan agama.. sungguh, Tanganku ini tidak menjamahnya, mataku ini tidak memandangnya, mulutku ini tidak menciumnya, lidahku ini tidak merayunya.. hanya hatiku ini yang mengaguminya.. kagum kepada ciptaan Tuhan yang sangat indah. Entahlah.. perasaan ini sedikit berbeda dengan perasaan ketika bertemu dengan vita.. aaarrgh, susah sekali untuk tidak tergoda. Wanita itu menggoda meskipun mereka diam.. mereka menggoda.” Pikir asep. Kali ini mereka mengantri untuk naik sebuah wahana yang bernama “kora-kora”. Bentuknya adalah perahu yang besar layaknya perahu sungguhan yang ada di lautan. Perahu ini diayunkan di udara, menciptakan ketegangan seperti hendak jatuh dari ketinggian. Giliran mereka tiba. farhan masuk lebih dulu, disusul asep, kemudian tia, lalu dian. Mereka duduk berdampingan dalam satu baris. Asep yang baru pertama kali duduk sedekat itu dengan perempuan merasakan panik yang teramat sangat di dalam hatinya. Ada sedikit penolakan dalam dirinya, namun ada pula sebagian kacil hatinya yang justru bergetar merasakan kebahagiaan. Hatinya kembali diterkam cinta, cinta yang berusaha dipungkiri oleh penjaganya. Ketika wahana itu mulai dijalankan, 287
mereka semua menjerit. tia bahkan sampai histeris, dia menggenggamkan tangannya ke tangan asep. “tangan tia.. aduuuh.. tolong lepaskan ti..” pikir asep. Asep sibuk dalam pikirannya sendiri. Hatinya bahkan melayang lebih tinggi dibanding wahana itu. melayang merasakan sesuatu yang baru dia temukan. Menemukan kecintaan terhadap keindahan perhiasan dunia, yaitu wanita. Namun dia tetap berusaha menguasai dirinya yang sebenarnya sudah terlena. Sesaat setelah wahana itu berhenti. Tia menyadari bahwa tangannya sudah menggenggam lengan asep. Dia langsung menarik kembali tangannya, menundukkan pandangannya seraya berkata “maaf sep.. aku tadi megang kamu.”. Asep terdiam mendengar ucapan tia. Ucapan itu terdengar sangat menyejukkan. Sangat lembut membelai ke relung hati terdalam. Asep semakin terbang dalam lamunannya. Dia kembali sadar ketika farhan menegurnya untuk segera turun. Asep beranjak dari duduknya seraya membalas ucapan tia, “ga apa-apa ti.” Ucap asep. Dia masih menundukkan pandangannya, tak berani untuk memandang tia. Wahana demi wahana mereka naiki. Hari itu benar-benar menjadi hari yang sangat menyenangkan. Mengugguratkan sebuah cerita manis yang suatu saat nanti mungkin akan kembali 288
diperbincangkan. Mereka membawa pulang sejuta senyuman yang tersimpan dalam hati mereka. hari itu adalah perpisahan yang indah. *** Asep sudah kembali pulang. Dia mengistirahatkan tubuhnya yang kelelahan. Namun pikirannya masih enggan mengambil jeda untuk diam. Dia masih terus memikirkan banyak hal. “perpisahan yang indah.. hhh.. farhan sangat baik. tia juga sangat baik meskipun dia bukan muslimah. Aku yakin bahwa hatinya sudah berkerudung, hatinya lebih lembut dibanding orang-orang yang berkerudung namun hatinya munafik. Semoga Allah menentukan jodoh yang baik untukku.. terima kasih ya Allah, Engkau telah memberikan rasa cinta manusia ketika saatnya untuk berpisah. Perpisahan ini adalah kebaikan. Jika semakin lama aku dekat dia, aku pasti bisa benar-benar terlena.” Pikir asep. Dia mengambil buku catatannya. Lalu menulis beberapa baris temuannya hari ini, diaduk dengan beberapa pengetahuannya yang lalu. “rasa sayang itu meluap-luap dalam hati, ia ingin tercurah. Namun batasi rasa itu, biarkan dia mengalir dengan lembut, jangan sampai menerjang norma. Jangan pula lidah berucap cinta ketika jiwa ini masih muda, karena hati belum mengerti arti kasih yang tanpa pamrih. Aku belum mampu mengasihi tanpa 289
pamrih, namun aku masih terus belajar. Suatu saat nanti aku pasti paham, aku akan curahkan kasih tanpa pamrih, layaknya ibu yang merawat anaknya, tanpa keluhan tanpa rasa terpaksa. Akan aku hapus tipuan yang berjubah ajaran kasih sayang, yang selalu mengharap imbalan.” Asep meletakkan kembali buku catatannya. kemudian tertidur. Menghampiri mimpi-mimpi yang sudah menanti jiwanya untuk menari.
Bab 25 Ayah, aku dan anakku Hari ini adalah 17 agustus. Di hari kemerdekaan ini banyak sekali anak-anak sekolah yang berkumpul di lapangan sepak bola, atau lapangan yang besar. Mereka akan melaksanakan upacara bendera sebagai bentuk penghormatan kepada jasa para pahlawan. Hari ini biasanya diisi oleh perlombaanperlombaan yang menarik. Ada canda dan tawa di setiap sudut kota hingga pedesaan. Mereka bercambur-baur. Pada hari itu semua orang merasa bangga pada bangsanya yang merengkuh kemerdekaan lewat perjuangan.
290
Asep berdiam diri di kamarnya. Dari pagi hingga sore menjelang dia sama sekali tidak keluar dari kamarnya. Nisa yang baru pulang dari acara perlombaan di sekitar rumahnya merasa aneh dengan perilaku asep. Dia lalu menegur asep. Nisa mengetuk pintu kamar asep. Lalu berkata “sep! kok di kamar terus, kamu ga ikut panjat pinang?” Asep membuka pintu kamarnya. “kenapa kamu bahagia nis?” tanya asep. “harusnya aku yang nanya. Kenapa kamu kelihatannya sedih?” nisa balik bertanya kepada asep. Asep sangat murung. Di wajahnya terpendam kesedihan yang sepertinya hendak meledak. “aku mau cerita sesuatu sama kamu nis!” ucap asep. “Cerita aja langsung.” Jawab nisa. Asep menarik nafas sangat dalam. dia kembali ke tempat ranjangnya, dia duduk dipinggir ranjang dan memandang nisa yang berdiri dekat pintu, lalu berucap “apa yang kamu pahami tentang kemerdekaan? Proklamasi? perjuangan?” Nisa terdiam sejenak. Dia heran dengan tingkah laku asep. Di tahun-tahun sebelumnya asep masih merayakan 17 agustus-an seperti biasa, namun kali ini asep terlihat berbeda. “aku tidak begitu paham sep. mungkin perjuangan itu kan jalannya sep, terus proklamasi itu pernyataan resminya.” Ucap nisa. 291
“setelah merdeka seperti sekarang ini, kenapa ‘perjuangan’ kita terhenti, justru hanya ‘pernyataan’nya saja yang kita banggakan?” ucap asep. “maksud kamu sep?” tanya nisa kebingungan. “aku sedih nis. Kali ini aku melihat upacara bendera hanya sebagai rutinitas yang tidak bermakna. Selama ini kita hormat pada sebuah kain merah putih, bukan pada arti merah putih itu. Aku melihat perayaan kemerdekaan hanya hiburan bagi yang dibodohi para penguasa. Aku sedih karena di luar sana mereka tertawa tanpa sadar mereka semua dibodohi.” Asep terdiam sejenak, dia menghela nafas, “aku ingin kalian semua sadar. Aku ingin kalian semua merasakan yang aku rasakan. Tidakkah kamu hawatir pada bangsa ini nis? Tidakkah kamu melihat kerusakan yang semakin besar?” sambung asep. “aku...” nisa bingung harus menjawab apa. Dia hanya terdiam. “aku mengajakmu nis. Mari kita berpikir dengan luas. Jangan lagi mempersempit hati kita hanya untuk seorang pacar, perluaslah nis, cintai bangsa ini. pahami bangsa ini yang tengah menjerit. Apa kamu tidak dengar suaranya yang keras?” “sep.. di negara ini sudah ada pemerintah yang mengatur. Pemerintah juga pasti sudah berusaha sebaik mungkin. Bangsa ini besar sep, sulit untuk 292
membangunnya. Aku juga sedih seperti kamu, tapi apa yang bisa kita lakukan?” Ucap nisa. “berhenti merayakan agustus-an! berhenti hormat pada merah putih! Jika itu semua hanya semangat buatan. Berhenti memilih pemimpin yang asing. Nis! Apa kamu pernah mendengar seorang presiden berkata bahwa bangsa ini sulit untuk dibangun? Tidak nis, tidak ada seorang presiden pun yang berkata seperti itu. kenapa? Karena sebenarnya mereka sadar bangsa ini bisa dibangun, hanya saja mereka tidak mau. Kamu lihat nis! Ngurusin sungai saja bangsa ini kelabakan. apa masuk akal? Orangorang pintar seperti mereka tidak mampu membuat sungai lebih dalam dan menyudahi banjir tiap tahun, apa itu masuk akal nis!? Mereka bukannya tidak mampu, bukan kesulitan, mereka hanya tidak mau!! Di luar sana masih banyak yang kesulitan mencari makan!” ucap asep dengan emosi yang membludak. Tertumpah sudah tekanan pikiran yang sejak lama tertahan. lanjut dia berkata “mungkin tidak banyak yang bisa kita perbuat sekarang. Tapi aku ingin kita semua sadar bahwa kita masih dalam peperangan.” Mereka berdua terdiam. Nisa memandang asep yang sedang menunduk.
terus
“aku paham sep..” ucap nisa. “maaf jika kata-kataku terdengar kasar. Aku hanya merasa sangat asing di dunia ini. kenapa hanya sedikit orang yang berpikir sepertiku? Ya sudah nis. 293
Terima kasih sudah mau mendengar ocehanku.” Ucap asep. “aku bangga padamu sep. teruskan perjuanganmu. Aku pasti selalu mendukung.” Ucap nisa. “ini perjuangan kita nis. Bukan cuma aku. Semua penghuni bangsa ini harus mulai bangun dan berjuang kembali.” Ucap asep. “iya sep.. maksudku seperti itu.” jawab nisa. “generasi tua sudah sulit untuk diandalkan. Kita siapkan kursi roda yang nyaman untuk mereka. sekarang saatnya kita yang memimpin. Kita yang punya kesadaran!” ucap asep. “ya sudah sep, aku mau kembali ke kamar. Mungkin aku juga butuh sedikit ketenangan, karena tiba-tiba aku merasa bingung.” Ucap nisa. Nisa menjauh dari kamar asep. Dia masuk ke dalam kamarnya. Merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk, sedangkan pikirannya melayang. Dia mendapat sesuatu yang sangat besar dalam hatinya yang selama ini tertutupi, yaitu kesadaran akan lingkungan sekitar yang lama dia lupakan. *** Sehari setelah hari kemerdekaan. Esok pagi Asep hendak pulang ke kampung, dia memikirkan apa saja yang akan dia bawa besok pagi. Dia 294
berencana untuk tinggal bersama nenek dalam waktu yang cukup lama. Dia masih bingung akan kuliah atau bekerja. Asep membawa satu tas berisi baju, beberapa buku dan tidak lupa buku catatannya. Dia merapihkan kamarnya, berusaha agar memberi kesan baik pada keluarga yang telah merawatnya. Setelah semuanya beres, dia merebahkan dirinya diatas ranjang. Namun dia mengeluarkan kembali buu catatannya dari dalam tas, dia membaca semua isi catatannya selama ini. dia ingat-ingat hal telah terjadi kepadanya selama ini. “sudah banyak yang aku jalani di sini, besok aku kembali pulang.. sudah banyak juga yang terlewatkan olehku.. sudah beberapa bulan ini aku belum pulang.. nanti berapa lama ya aku di rumah.. aku tidak akan selamanya di sana. Aku masih ingin belajar..” pikir asep. Satu jam dia terus berpikir. segala macam hal berputar di otaknya, hingga akhirnya dia merasa sangat mengantuk. “tokkee.. tokkeee..” Baru saja dia akan menutup matanya, suara si tokek muncul. Asep menyempatkan diri untuk menyapa temannya itu. “hai tokek.. bagaimana kabarmu? Besok aku pulang, jaga kamarku yaa.. mungkin aku pulang cukup lama. 295
Ya udah lah aku ngantuk nih.. aku tidur duluan ah.. dah tokek...” Pikir asep. Asep meletakkan begitu saja buku catatannya di samping tubuhnya yang lelah. Baru beberapa menit rasanya dia tertidur, tiba-tiba dia sudah terbangun lagi di sebuah tempat yang sangat luas, seperti tidak memiliki batas atau dinding. Tempat itu berwarna putih, dia hanya berdiri sendiri disana. Tidak lama kemudian muncul seorang lelaki tua yang berjalan membungkuk, berbaju compangcamping, rambutnya sudah putih dan menyisakan beberapa helai saja, matanya merah dan berair, kulit wajahnya terlihat sangat kendur, tangannya bergetar dan ujung jarinya meneteskan darah. sepertinya orang tua itu sudah berumur ratusan tahun dan sangat tersiksa. Asep ingin membantunya untuk berjalan namun dia tidak dapat menggerakkan badannya, dia tidak bisa apa-apa kecuali berkata dalam hatinya. “Siapa orang tua ini? kasihan sekali dia.” Ucap asep. Tiba-tiba ada suara yang menjawab. “aku adalah orang tuamu. Aku belum tua, aku tidak mau mengalah padamu.. lihatlah tubuhku yang masih kuat.. lihatlah mataku yang masih jeli.. lihatlah aku yang masih gagah.. sejak kapan kau ada di depanku, bukankah kau anakku? kembalilah kebelakangku, kau tidak pantas berada di sini..” 296
Asep merasa heran dengan keadaan yang dia alami. Baru saja dia merenungkan kata-kata orang tua tersebut, si orang tua sudah berjalan lagi dan mulai menjauh. Kemudian asep melihat lagi seseorang yang mendekati dirinya, semakin dekat dan semakin dekat. Kali ini seorang pemuda berbaju rapih dan berwajah sangat bersih. Namun pemuda itu berjalan membungkuk, dia mengelap ceceran darah yang tadi menetes dari jari si orang tua. Asep merasa heran dengan perbuatan anak tersebut. Dia pun kembali berkata dalam hatinya. “siapa pemuda ini? apa yang dia lakukan? Kenapa dia mengelap darah orang tua itu?” ucap asep. Lagi-lagi ada suara yang menjawab. “kenapa engkau tidak mengenali dirimu sendiri? Aku adalah engkau.. berapa lama lagi aku bisa mengejar orang tua itu? aku lelah harus mengejarnya sambil mengelap darah.. tidak, tidak bisa terus seperti ini.. sungguh orang tua yang egois.. dia tidak pernah mau mengerti kepedulianku.” Asep merasa bingung dengan jawaban pemuda tersebut. Dia mencoba mencerna perkataan si pemuda. Namun tiba-tiba pemuda itu pun mulai berjalan kembali, dia menjauh dari asep. Kemudian ada lagi yang mendekat. Ada seorang anak laki-laki kecil, berumur sekitar 15 297
tahun, tidak memakai baju, berwajah tampan dan bersinar. Namun anehnya, bocah itu berjalan membungkuk dan tangannya menjuntai ke bawah. asep makin bingung dengan keadaan yang dilihat dan dialaminya. Kemudian suara asing itu kembali berucap. “siapa lagi anak ini? wajahnya tampan, dia juga sudah besar. Tapi apa yang dia lakukan? apakah dia membungkuk? Ataukah dia merangkak? Kenapa dia tidak berjalan dengan tegak? Kenapa pula dia tidak memakai baju?” ucap asep. Kemudian suara yang ada dalam hatinya kembali menjawab. “hai ayah.. apa yang kau lakukan di sini? Kenapa kau tidak berjalan di depanku? Lalu, apa itu merangkak ayah? Apa itu membungkuk? Bukankah aku sudah berjalan sepertimu?” Asep sangat bingung karena mendapat jawaban seperti itu. dia kebingungan dan tiba-tiba anak itu pun melanjutkan perjalanannya. Ketika asep merasa bingung, tiba-tiba terdengar suara tanpa wujud sama sekali, dan suara itu sangat keras. “bangun nak!” “Nenek!” asep berteriak. Tiba-tiba asep terbangun dari tidur, ternyata yang tadi terjadi padanya hanyalah sebuah mimpi. Mimpi yang sangat tidak dia mengerti. Tanpa 298
menunggu lama, asep yang merasa bingung kemudian meraih buku catatannya lalu menulis mimpi itu. dia tulis sebisa mungkin yang dia ingat. “mimpi apa itu.. hhmm, mungkin aku terlalu banyak membaca buku.. nenek.. tadi itu nenek yang memanggilku.. aku benar-benar rindu pada nenek..” pikir asep. Jam menunjukkan pukul 3 dini hari, asep memutuskan untuk shalat malam dan berdoa. Dia meneruskan dengan membaca Al-Qur’an hingga waktu shalat subuh tiba, dan pagi pun menyambutnya. *** Pagi yang cerah menyambut asep. Jam 7 pagi dia sudah siap untuk berangkat. Dia kemudian keluar dari kamarnya dan pamitan kepada keluarga jalal yang waktu itu sedang berkumpul di depan TV. Asep membawa sepatunya keluar dari rumah lalu dia kembali mengkampiri keluarga jalal. “Abi! Ummi! asep pulang dulu.” Ucap asep. “kapan kamu kembali ke sini?” tanya kang jalal. “aku kurang tahu, mungkin agak lama.” Jawab asep. Kang jalal menepuk pundak asep. “hati-hati di jalan ya nak, titip salam buat nenek.” ucap kang jalal. 299
“abi. ummi. terima kasih untuk selama ini. asep juga minta maaf udah ngerepotin. insyaallah kita akan ketemu lagi, semoga.” Ucap asep. Asep mencium tangan kedua orang tua itu, dia sangat berterima kasih. Keluarga yang hangat yang telah membantunya untuk tumbuh. Ada kesedihan dalam diri asep karena harus berpisah, namun memang ada hal yang lebih penting yang harus dia lakukan. “kamu harus kembali ke sini, harus kuliah. jangan malas!” ucap ibu nisa. “iya ummi. Insyaallah asep kembali. Cuma belum tau kapan.” Ujar asep. “ya sudah, cek dulu barang-barangnya nak, takut ada yang ketinggalan.” Ucap ibu nisa. “sudah asep cek berkali-kali. ya udah. Abi. ummi. asep pamit. Ngomong-ngomong nisa di mana? Asep belum pamit ke dia.” Ucap asep. “dia ada di kamar. Mungkin lagi tiduran.” Ucap ibu nisa. Asep meninggalkan ayah dan ibu nisa. Dia menuju kamar nisa, mengetuk pintu kamar tersebut dan pamit kepada nisa. “nis! nisa. aku pamit mau pulang nis.” Ucap asep dengan suara yang sedikit keras. 300
Nisa terdiam tak menjawab, lalu tak lama kemudian suaranya muncul “iya asep.. kalau mau pulang, pulang aja.. hati-hati di jalan.” Ucap nisa. Asep kembali mengetuk pintu beberapa kali. “kamu ga mau buka pintu dulu? Aku pulangnya lama loh “ ucap asep. “nggak sep! aku lagi ga bisa diganggu.” Ucap nisa. “ooh. ya udah. aku pulang ya. aku minta maaf kalau aku punya salah, semoga aku bisa balik lagi ke sini.” Tutur asep. Nisa berkata dengan pelan namun tegas “kamu harus balik lagi sep!” dia sangat sedih karena tidak mau kehilangan teman nonton TV-nya, teman belajar, teman mengobrol, teman satu rumah yang sangat berharga. “yey maksa! gimana kalau kereta yang aku naikin tabrakan?” asep terdiam sejenak, dia tertawa kecil lalu melanjutkan kata-katanya “insyaallah aku balik lagi. Jangan nakal kamu nis, harus hormat sama abi dan ummi!” lanjut asep. “iya pak ustad! ya udah pulang sana.” Ucap nisa. Setelaj itu Asep melangkahkan kakinya keluar dari rumah tersebut. Di depan rumah dia berhenti sejenak dan menatap kembali rumah itu.
301
“tidak terasa, tiga tahun aku tinggal di rumah ini. sebenarnya aku senang tinggal di sini, tapi aku harus kembali tinggal di kampung, di sana ada nenek.. aku tidak sabar untuk cerita-cerita sama nenek.. banyaaak sekali yang akan ku ceritakan.” pikir asep. Di bagian lain rumah itu ada nisa yang sedang bersedih. dia merasa sedih karena kehilangan saudaranya. Mereka memang sudah seperti adik dan kakak, sehingga nisa sangat merasakan sekali perpisahan itu, terlebih lagi dia tidak tahu kapan asep akan berkumpul kembali dengan keluarganya. Asep menghela nafas dalam-dalam, menghirup wangi rumah tersebut. Kemudian dia melangkahkan kakinya di pekarangan kecil rumah itu. lalu dia menjauh, dia menjauh menuju perjalanan panjang yang kembali dia tempuh. Dia bersabar dalam sebuah angkot yang merayap dalam kemacetan, tersenyum dalam kereta yang menyajikan pemandangan alam. Berjam-jam dia lewati hingga tibalah dia dipersimpangan jalan menuju desa. Ada pangkalan ojek di sana, dia bergegas naik salah satu ojek. Tersisa seorang tukang ojek, motornya pun sudah tua. Akhirnya Berangkatlah asep menuju neneknya, di atas sebuah motor, menutup matanya seakan menghayati alam raya. “waaaw.. ademnyaaa.. selamat datang kembali asep.. inilah rumah.. kali ini aku akan lama di sini.. 302
nenek lagi apa ya? Dia pasti ga nyangka sekarang aku pulang..” pikir asep. Tinggal beberapa meter menuju rumah nenek. Terdengar suara adzan berkumandang, asep bangun dari lamunannya dan meminta agar tukang ojek itu mempercepat motornya. Beberapa detik kemudian tibalah dia di rumah lamanya, dia kembali menghirup udara yang lama dia rindukan. Namun ada yang aneh, lingkungan itu sangat sepi, tidak ada seorang pun di jalan. Dia berjalan menuju rumahnya. “assalamu ‘alaikum nek, asep pulang nek!” ucap asep. Asep sudah tidak sabar ingin bertemu dengan neneknya. Namun pintu itu belum juga di buka, dia tidak berani menerobos masuk pintu yang terkunci. “kenapa nenek tidak membalas salam? apa dia sedang ke kebun? Hhh.. kemana ya.. oh iya.. aku tanya mang udin ah..” Pikir asep. Asep berlari menuju rumah mang udin, meninggalkan tasnya yang berat di depan rumah nek minah. di rumah mang udin ada beberapa orang yang sedang merokok di pekarangannya, dan ada lebih banyak orang lagi yang di dalam rumah, namun semuanya orang tua.
303
“ada apa ini? kok rame gini.. wah jangan-jangan mang udin nikah nih.. hebat deh.. lagian dia udah tua.. hihiihii.. nenek pasti ada di sini.” pikir asep. “Nenek.. nenek.. asep pulang nek..” teriak asep sambil bergegas mendekat. Tiba-tiba dari rumah itu ada seorang perempuan yang menyambut asep. Semakin dekat, dan makin jelaslah bahwa perempuan itu adalah ibunya vita. Kali ini ibu vita memakai kerudung, itu tidak seperti biasanya. Namun dia terlihat lebih rapih dan cantik dengan kerudung itu. Ibu vita menghampiri asep. “asep, kamu baru pulang ya nak? main ke rumah tante yuk, ada vita loh, dia nanyain kamu terus tuh.” Ucap ibu vita. “wah ada vita! alhamdulillah.. akhirnya bisa ketemu juga, yes!” pikir asep. Asep terdiam sejenak. Lalu berkata “beneran ada vita? Waah! tapi aku lagi nyari nenek dulu, rumahku dikunci. nanti aku pasti main ke vita!” Ucap asep. “nak asep. aduh ibu bingung mau mulai dari mana.” Ujar ibu vita. “ada apa? Kok bingung?” tanya asep. Pandangan asep melihat ke sekeliling rumah. Dia mencari sosok nenek yang dia rindukan. Pikirannya juga masih menerka-nerka ada apa di rumah mang udin. 304
“ibu ga tahu harus ngomong gimana ke kamu.” Ucap ibu vita. Tiba-tiba sebuah keranda mayat dibopong keluar dari rumah mang udin. Asep kaget melihat hal itu, dia menanyakan hal itu kepada ibu vita. Asep sangat kaget. Banyak hal yang berkecamuk dalam otaknya, apa yang terjadi dengan guru ngajinya tersebut. Mang udin yang selama ini membantu dia dan neneknya, mang udin yang telah mengajari banyak ilmu kepadanya. “siapa yang meninggal? Kenapa mang udin?!” tanya asep dengan suara yang keras. Ibu vita terdiam cukup lama. “itu..” ucap ibu vita. Asep hendak berlari mengejar keranda mayat itu, namun ibu vita menghentikannya. Dia menarik asep agar tidak mendekat ke sana. “itu siapa!?” asep berteriak keras sekali kepada ibu vita. dia ingin segera tahu apa yang sebenarnya tengah terjadi. Banyak hal yang berkecamuk dalam hatinya. Ibu vita memegang kedua pundak asep yang tegap. Lalu ibu vita berkata “itu nenek!” begitu pelan namun menghancurkan seluruh kekuatan, melemahkan sekujur tubuh asep.
305
“nenek..! yang berbaring di sana itu nenek.. nenek.. ga mungkin nenek.. beberapa bulan lalu nenek masih sehat..” pikir asep. Asep semakin tidak terkendali. Dia membentak dengan suara yang keras “jawab yang jujur! jangan main-main!” Ibu vita menangis di hadapan asep. “ibu sudah jujur. hanya itu yang bisa ibu katakan. sabarlah nak, tenangkan dirimu.” Ucap ibu vita. dia terus menangis di hadapan asep. Dia mencoba menenangkan asep, namun justru dia sendiri tidak dapat menahan kesedihan yang memberontak di dalam hatinya. Asep terdiam. Entah apa yang dia pikirkan, terlalu rumit, terlalu sulit dipercaya, dia termenung. Berdiri di jalan desa, kosong sudah pikirannya. Deru angin sampaikan pesan kepiluan, menusuk pada pendengaran yang lemah. lolongan hatinya menjauh dan makin hilang, bersembunyi dari ramainya sapaan. Tak peduli siapa tersenyum di depan, tak peduli siapa memeluk dari belakang, asep telah hanyut dalam kesedihannya. Tubuhnya terasa lemas, kemudian asep kehilangan kesadaran. Dia jatuh lunglai ke atas kerikil jalanan, tak mampu menahan badai batin yang menerpa sangat kencang. Beberapa jam kemudian asep sadar kembali, Kemudian mang udin menghampirinya. “asep.. sudah bangun nak. sabar yaa. ini takdir. kamu pasti paham 306
tentang itu. Kamu makan dulu ya nak!” ucap mang udin. Asep tetap diam, dia tidak berbicara sepatah kata pun. “Ya Allah.. cobaan macam apa yang kau berikan padaku.. belum cukupkah kau ambil kedua orang tuaku? Aku masih ingin bertemu dengan nenek.. kembalikan dia Ya Allah!” pikir asep. “kenapa kamu diam nak? jawab pertanyaan mamang. Mamang jadi takut kalau melihat kamu seperti ini. ayo! mamang antar kamu ke makam nenek. Kita doakan dia. kamu jangan terlalu bersedih.” Ajak mang udin. “nenek.. wahai nenek.. kenapa engkau pergi saat aku ingin melihatmu bangga padaku. Aku lulus nek.. nilaiku bagus.. aku juga punya banyak cerita.. aku belum percaya semua ini nyata.. aku ingin bangun dari mimpi ini.. nenek.. panggil aku seperti tadi malam.. seperti tadi malam nek! ..bangunkan aku dari mimpi yang menyedihkan ini.. bangunkan aku nek..” pikir asep. Mang udin kemudian membimbing langkah asep, dia membawanya ke depan kuburan neneknya. Secara perlahan asep mulai bisa tenang, dia mulai menyadari bahwa neneknya telah benar-benar pergi. Asep adalah seorang yang tidak mau larut dalam kesedihan, namun cobaan kali ini memang sangatlah 307
berat. Seorang wanita yang merawatnya dari kecil, ketika dia masih belajar bicara sampai dia besar seperti sekarang, wanita itu telah berbaring di bawah tanah. Terkubur raganya, terasingkan jiwanya dari dunia. Mang udin melihat asep sangat tenang berdiam diri di depan kubur, kemudian memutuskan untuk pulang lebih dulu. Dia meninggalkan asep sendirian di tanah kuburan neneknya yang masih basah. terlihat beberapa kelopak bunga, sebuah nisan menjulang di dekat kepala asep. nisan nek minah, Nenek yang telah lama merawatnya. “ya udah mamang pulang dulu ya sep, kamu jangan terlalu bersedih! nenekmu disana pasti mendapat tempat yang baik. nanti kamu pulang ke rumah mamang aja ya. Kamu belum makan dari tadi siang. mamang hawatir.” Ucap mang udin. Mang udin pun meninggalkan asep. Asep terus meneteskan air mata meski bibirnya tak berbicara, hatinya terus bergoncang meski tubuhnya diam. Matahari hendak ditelan malam, senja menyapanya dalam kesendirian, menumpahkan merah sewarna darah ke tanah pekuburan. “aku tidak boleh larut dalam kesedihan.. aku pasti bisa melewati cobaan ini..aaaaarrgghh.. apakah aku bisa.. sepertinya aku tidak bisaa.. aku tidak bisa.. ini terlalu berat untuk ku hadapi.. apakah aku harus ikut mati.. nenek.. aku tidak bisa nek..” pikir asep. 308
Hari semakin sore, gelap mulai menyapa. Asep berjalan pulang, tubuhnya ingin terus melawan kesedihan itu. ketika itu dia tidak langsung ke rumah mang udin, dia kembali ke rumah nenek dulu untuk mengambil tas yang tadi dia tinggalkan. Dia berusaha untuk menenangkan dirinya dan perlahan menghapus air matanya. Dia pun tiba di depan pintu rumah. Terlihat pintu rumah yang sudah berlubang-lubang kecil dimakan rayap. Gagangnya sudah hampir lepas menjuntai ke bawah. Asep yang sedang menatap pintu itu tiba-tiba menangis. Dia menangis lebih haru dibanding sebelumnya. Dia tak kuasa menahan kesedihan, ada ingatan masa lalu yang terbayang di hadapan matanya, rumah itu membuatnya merasakan sesuatu yang kini tiada. Rumah itu adalah kebahagiaan yang pernah dia rasakan, dan kini membuatnya sangat kesakitan. Asep sama sekali tidak menyentuh tasnya, dia sudah lupa akan tas itu. asep menyandarkan keningnya ke daun pintu yang tertutup, menekuk punggungnya hingga membungkuk. Sementara matanya terus meneteskan air mata, dia membiarkannya mengalir, mengalir dan tidak habishabis. “neneeeek.. seandainya aku bisa.. aku ingin menjerit.. aku pun ingin menyusulmu ke sana..” pikir asep. 309
Bab 26 3 hari pertama Asep telah kehilangan neneknya. Mang udin yang mendapati asep dalam keadaan buruk kemudian membawa asep ke rumahnya. Mang udin membiarkan asep merenungkan kenyataan yang ada karena asep juga terlihat tenang baginya. dia yakin orang seperti asep pasti akan cepat bangkit kembali. Hari pertama asep lewati tanpa berbicara pada seorang pun, dia masih tetap membisu. dia mengisi do’anya dengan semua hal yang ingin dia katakan kepada neneknya, dia berharap Tuhan menyampaikan kata-katanya kepada nenek. Hari ke-2 setelah kematian nenek. Asep duduk di sebuah kamar di rumah mang udin, sedangkan pikirannya melayang ke negeri yang tidak dikenal. Dia masih belum berbicara, menutup rapat mulutnya dengan segumpal pilu yang lengket. Asep hanya berdiam diri dalam ruangan, ketika waktu makan datang maka mang udin yang akan mengantar sepiring nasi dan lauk kepada asep. Terkadang asep memakannya, namun dia lebih sering tidak makan. Mang udin masih menganggap wajar hal ini, dia membiarkan asep mengobati dirinya sendiri, dia yakin asep sudah dewasa. Namun mang udin terus mengawasi asep, dia menjaga jangan sampai asep berbuat sesuatu yang melebihi batas. Asep itu masih 310
seorang pemuda yang jiwanya labil, dia masih mudah tergoncang. Mang udin juga sebenarnya sangat bersedih, namun dia sudah mampu mengendalikan dirinya. Hari ke-3 setelah kematian nenek. Asep mengeluarkan suara pertamanya. Saat dia keluar dari kamarnya, mang udin yang saat itu sedang berada di ruang tengah. Mang udin sangat senang melihat asep akhirnya bergerak. “mang aku pamit mau pulang.” Ucap asep. Mang udin bangun dari duduknya, dia menghampiri asep yang sedang berjalan keluar rumah. “kamu mau ke rumah nenek? Kenapa tidak di sini saja, di sana kamu Cuma sendirian.” ucap mang udin. “ga apa-apa mang. aku sudah besar, aku juga ga mau ngerepotin.” Ucap asep dengan pelan. “ya sudah kalau memang itu mau kamu. Tapi inget, jaga diri dan tetep ibadah pada Allah. yang sabar ya nak ya!” ucap mang udin. Dia lalu mengambil sebuah kunci di atas meja kayu. Dia memberikan kunci itu kepada asep. “iya mang.” Asep berusaha menyembunyikan kesedihannya, dia tidak mau merepotkan mang udin. Dia pun akhirya kembali ke rumah nenek. Membawa tasnya yang berisi baju dan buku, di sepanjang jalan menuju rumah dia berusaha untuk tidak terlihat murung. Meskipun dalam hatinya dia masih sangat 311
bersedih. Dan kesedihan kali ini akan sangat sulit untuk dia hapuskan. Setelah dia sampai di depan rumah, dia membuka pintu dengan sangat perlahan. Dia berdiri sejenak, dan terlihat sangat ragu ketika melangkahkan kakinya untuk masuk. Dia merasakan sekali nostalgianya dengan sang rumah, saksi bisu masa lalu, yang juga semakin rapuh dan berdebu. Asep melangkahkan kakinya menuju kamar nenek, dia kemudian duduk di atas ranjang, mengusap kasur tipis itu dengan kedua tangannya. Terasa sentuhan balasan yang sangat dingin, tercium rasa kerinduan yang pedih. Kemudian dia menjatuhkan tubuhnya ke ranjang, sehingga dia tertidur menyamping, menatap kosong ke depan hingga dia beristirahat di sana. *** Keesokan harinya. Mang udin datang untuk membawakan makanan, dia memanggil asep namun asep sama sekali tidak menjawab. Mang udin menganggap bahwa asep sedang tidur, kemudian dia meninggalkan sebungkus makanan itu di depan pintu, dia pun kembali pulang. Asep yang mendengar panggilan mang udin tetap diam, dia masih tidak bisa untuk menggerakkan lidahnya. Terasa berat baginya, seperti ada kunci yang sulit untuk terbuka.
312
Tak lama setelah mang udin pergi. Ada sesseorang yang kembali memanggil asep dari luar rumah. “Asep! ini aku. buka pintunya sep! aku mau ngobrol.” Ucap orang tersebut. “Itu vita..” pikir asep. “Asep. jangan mengurung diri begini sep! aku mau ketemu sama kamu sep.” ucap vita. “siapa yang kamu cari vit, di sini ga ada siapasiapa..” pikir asep. Vita terdiam di depan pintu rumah. Dia terdiam cukup lama menunggu jawaban dari asep. Lalu dia kembali berkata “baik! kalau kamu memang lagi ga mau ngobrol. Besok aku ke sini lagi. besok itu terakhir aku di sini, lusa aku udah mulai kuliah di kota.” Ucap vita. “terserah kamu vit..” pikir asep. *** Keesokan harinya. Asep mengeluarkan barang-barang yang ada di tasnya. Dia mulai merapihkan rumah, dia menyimpan bajunya ke dalam lemari, dia mengeluarkan buku-buku dan menyimpannya di atas meja. Kemudian dia melihat buku catatannya. Dia terdiam lama melihat buku itu. buku yang tidak sempat dibaca oleh neneknya. Asep kemudian membuka lagi buku itu, dia mulai membaca langkah awalnya ketika memulai buku itu. 313
namun yang muncul hanyalah kilasan-kilasan masa lalu tentang neneknya. Buku itu sama sekali sudah tidak berarti baginya. Tak lama kemudian vita kembali mengunjungi asep. Dia melihat bungkusan nasi yang kemarin masih ada di depan pintu, tidak bergerak sama sekali. “assalamu ‘alaikum asep. kamu ada di dalam kan? Aku mau ngobrol, buka sep pintunya!” ucap vita dengan harapan kali ini asep akan membalas panggilannya. “anak itu datang lagi.. mau apa sih dia!?” pikir asep. Asep tidak menghiraukan vita, dia tetap diam. Vita yang sangat ingin mengobrol dengan asep kemudian mencari cara untuk masuk. Kemudian dia mencoba masuk lewat pintu dapur. Dan ternyata pintu itu memang tidak dikunci, mungkin asep belum sempat masuk ke dapur atau memang lupa menguncinya. Vita kemudian membuka tirai tiap kamar, hingga dia menemukan asep yang sedang duduk bengong di sebuah ranjang reyot, asep hanya diam menatap kosong ke depan. Lalu vita membentak asep “jadi begini kegiatan kamu sehari-hari!”. Suaranya cukup keras sehingga asep seketika itu juga menoleh kepadanya.
314
Asep menatap vita, dia membalas ucapan vita dengan bentakan yang labih keras “siapa suruh kamu masuk!!” Vita terdiam cukup lama, matanya mulai berlinang air mata. Siapa sangka seorang asep yang tadinya lembut dan penuh semangat kini menjadi seorang lelaki yang begitu kasar. Vita berteriak “dasar anak kampung! Kamu boleh sedih, tapi jangan begini. Kamu bahkan ga makan dari kemarin! Kamu mau mati!” dia berusaha untuk tetap membentak asep meski kata-katanya diselingi cegukan-cegukan kecil tangisannya sendiri. “apa urusanmu!? Aku ga peduli mati!” jawab asep dengan suara yang keras. Vita tersentak. dia terdiam cukup lama. Lalu dia kembali berbicara “ya sudah lah. aku juga capek. terserah kamu sep. aku kecewa sama kamu.” Vita berlari meninggalkan asep. Dia sepertinya benarbenar kecewa, dia tidak menyangka asep akan memperlakukannya seperti itu. asep yang ini sangat berbeda, dia tidak seperti dulu. “jangan kembali lagi!” teriak asep. Asep sangat kacau. dia kemudian melemparkan buku catatannya keluar dari kamar. Entah kemana buku itu melayang, dia sama sekali sudah tidak peduli. Masa lalu itu sudah tidak lagi penting. Sudah tidak penting lagi baginya membantu orang lain yang tidak peduli 315
pada dirinya sendiri. Sekarang asep hanya ingin sendiri dan tidak diganggu oleh siapapun.
Bab 27 Hidup baru Bulan demi bulan asep lalui, tahun pun silih berganti. kini asep hidup layaknya warga kampung yang lain, berkebun dan memelihara ternak. dia merawat kebun nenek yang di seberang sungai, namun dia lebih banyak berdiam di rumah, merawat kebun kecil dan ayamnya. Asep masih menyimpan kesedihan yang mendalam, setiap satu bulan sekali dia pasti pergi ke kuburan nenek untuk membersikannya. Dia masih sering melihat bayangan nenek yang memeluknya, dia masih berbicara kepada pohon cabai dan kodok berharap mendapatkan jawaban kekosongan hariharinya, dia tidak mampu lepas dari kesedihan. Di umurnya yang sudah mennyentuh usia dua puluhan, rahangnya mulai ditumbuhi janggut tipis, baju-bajunya mulai kusam, rumah yang ditinggali sudah makin rusak, namun dia sama sekali tidak peduli. Dia tetap hidup dengan segala yang ada disekelilingnya, dia tidak merubah apapun yang ada di rumah itu. 316
*** Asep sedang mencangkul di kebun kecil samping rumah. Saat itu sangat sunyi, hanya suara cangkul yang beradu dengan tanah dan beberapa ekor burung walet yang menontonnya dari atas atap rumah. tiba-tiba ada suara motor yang berhenti di depan rumahnya. Setelah itu ada suara panggilan yang terdengar tidak asing baginya, memanggilnya dengan pelan. “Assalamu ‘alaikum.. nak asep.” Asep menghentikan pekerjaannya. “wa ‘alaikum salam warahmatullah.” Jawab asep. Asep meletakkan cangkulnya, menghampiri orang tersebut lewat samping rumah, melangkah pelan sambil mengusap keringat dengan handuk kecil di tangan kirinya. “abi!” sahut asep. Kang jalal kaget melihat asep yang justru muncul dari samping rumah, dia juga merasa asing melihat asep. Asep terlihat sangat kumal, tidak bercahaya seperti dulu. Wajahnya terlihat lebih tua dari umurnya. Asep kemudian mempersilahkan kang jalal untuk masuk. Dia mempersilahkan duduk dan memberi kang jalal sepiring kecil goreng singkong yang sudah dingin dan segelas air putih yang sedikit berbau asap kayu bakar. Kang jalal sudah terlihat 317
lebih tua, di wajahnya mulai tergambar rona kelemahan. “gimana kabar kamu sep?” tanya kang jalal. “alhamdulillah baik abi. kalau abi?” ucap asep. Asep duduk bersandar di dekat pintu kamarnya, sedangkan kang jalal duduk di ruang tengah. Mereka mengobrol berjauhan. “alhamdulillah baik juga. Maaf ya abi baru sempet nengokin kamu. abi sibuk. kamu kenapa masih di sini? kenapa tidak kuliah? Di sana nisa nungguin kamu terus.” Tutur kang jalal. “aku sudah malas kuliah, ini hidupku yang baru.” Ucap asep. Kang jalal meneguk air dari gelas. Lalu berkata “kamu mau terus seperti ini? kamu kemana kan ilmu yang selama ini kamu dapat?” “aku sudah tenang seperti ini, aku tidak butuh apaapa lagi.” Ujar asep. Kang jalal terdiam sejenak, dia menyandarkan tubuhnya ke dinding rumah. “nenek pasti kecewa sama kamu. jika dia melihatmu seperti ini, dia pasti menangis. kamu mau tahu cerita tentang nenek? Kamu pasti belum tahu masa mudanya?” ujar kang jalal. “untuk apa abi? apa masih penting?” ucap asep. 318
“cukup dengarkan. Abi merasa harus menceritakan ini.” tutur kang jalal.
Bab 28 Aminah yang mulia Mungkin sekitar 33-an tahun yang lalu. Waktu itu aku masih seorang anak kecil yang berkeliaran di jalanan ibu kota. Tidak punya orang tua yang jelas, aku mengemis kepada setiap orang yang berbaju rapih. Hingga suatu ketika seorang wanita muda memungutku dari jalanan dan merawatku di rumahnya. Entah mengapa, saat itu aku percaya saja padanya, aku yakin bahwa dia itu bermaksud baik, kata-katanya lembut dan penuh kasih sayang. Dia sangat baik, setiap hari aku diberi nasihat, aku diberi makanan sehat, aku hidup berkecukupan. Tahun demi tahun aku lewati dengannya, aku makin kagum kepada dia. Dia yang tidak pernah mengeluh meski tubuhnya sangat kecil, dia terus bekerja. Dia mengajariku caranya bergaul, belajar dari orang lain, berusaha, dan dia menjawab semua pertanyaan yang aku berikan. Wanita itu begitu pintar.. Sepertinya dia bekerja sebagai seorang penulis, karena setiap hari dia pasti menulis. namun 319
aku tidak pernah tahu apa yang dia tulis, aku tidak pernah membacanya, aku juga tidak tahu buku apa saja yang sudah dia buat. Dia juga sering membaca, bahkan sangat-sangat sering, dan dia juga mengajariku membaca, itulah mungkin saat-saat yang paling indah dalam hidupku.. ketika aku duduk di hadapannya saat dia mengeja huruf demi huruf untuk mengajariku. Dia hidup berdua denganku, hanya berdua. yang aku tahu, dia itu tidak bersuami, aku tidak pernah melihat seorang lelaki pun di rumah kami. Aku terus tumbuh dalam bimbingannya, dia mengajariku berdagang, dia mengajariku mengatur uang. Saat itu umurku masih muda, mungkin sekitar 15 tahun, dia mengusirku dari rumah, dia memasukkan aku ke sebuah pesantren. Aku sangat sedih, namun aku terus belajar semampuku. Beberapa bulan sekali aku akan mengunjunginya, bercerita pengalamanku padanya, bertanya segala hal yang mengganggu pikiranku. Ketika umurku sudah lumayan dewasa, sekitar 20 tahun. Dia mengatakan padaku bahwa dia akan pindah ke desa, dia akan meninggalkan kota untuk selamanya. Dia memberikan rumahnya ke padaku, memberikan aku sejumlah uang untuk membuka usaha. Dia sangat berharap agar aku bisa berguna bagi lingkunganku, aku pun sangat ingin 320
membuatnya bangga. Namun ternyata yang ku mampu hanya sebatas menjadi penjual kain. Kemudian Dia pergi ke desa dengan seorang anak bayi yang tidak ku tahu namanya, anak itu bahkan belum bisa bicara. Entah kenapa dia memutuskan untuk pindah, aku pun tidak tahu dan tidak pernah mencari tahu. Aku tidak berani untuk mengganggu keputusannya, meskipun saat itu aku sedih. Ketika dia sudah pindah ke desa, Aku selalu ingin mengunjunginya, namun dia seringkali melarangku, dia melarangku untuk bertemu dengannya, entah karena apa. Mungkin Cuma 2 atau 3 kali aku bertemu dengannya di kampung, itupun di rumah pak RT. Di pertemuan terakhir itu dia berpesan padaku. Bahwa kelak dia akan menyerahkan seorang anak laki-laki kecil kepadaku, dia meminta aku agar merawatnya, menjaganya, membimbingnya. Dia juga telah menyiapkan biaya untuk pendidikan anak tersebut, sepertinya dia sudah merencanakan itu dengan rapih. Saat anak itu benar-benar diserahkan padaku, aku sungguh takjub pada anak itu. Dia sangat cepat belajar, dia cerdas, dia jarang mengeluh, sepertinya wanita itu menurunkan semua ilmunya pada anak kecil itu. Aku pun berusaha agar 321
anak itu tetap pada jalurnya, bersemangat dalam belajar dan rajin beribadah. Aku sangat kagum kepada wanita tersebut. Dia sangat kuat, dia sangat sabar. Dia itu manusia yang mulia di mataku, di hatiku, aku tidak membayangkan apa jadinya diriku jika tidak ada dia, aku pasti hanya jadi seonggok muntah di samping tempat sampah. Saat yang paling membuatku sedih, ya.. benar.. itulah saat yang paling sedih dalam hidupku. Waktu itu aku mendengar kabar bahwa dia meninggal dunia. Aku sangat sedih, aku menangis dalam do’aku. Seandainya saja waktu itu aku hanya sendirian di rumah, aku pasti sudah meraung-raung seperti bocah, dan nyatanya, aku memang menangis sangat kencang dalam hatiku. Dia itu sangat baik. Entah berapa kali harus ku katakan, dia itu sangat baik, sangat-sangat baik. Dia sekarang pasti sudah duduk di tempat yang terbaik, penuh cahaya dan wewangian. Aku pun sudah membuang kesedihanku, aku tidak egois, dia memang akan lebih bahagia di sana, aku yakin. Dia sudah lelah dengan dunia, dia pasti merasa asing dengan dunia ini, dunia yang menyisakan sedikit cahaya. Di hadapanku sekarang, sedang duduk seorang anak yang jadi harapannya di dunia. Wanita itu sangat ingin agar anak ini menjadi orang yang 322
berguna, agar anak ini tidak hanyut dalam kesenangan ataupun kesedihan, agar anak ini berguna bagi orang lain. Dia ingin anak ini menjadi cahaya bagi dunia, bagi bangsa ini khususnya. Dia ingin agar anak ini meneruskan kerja kerasnya, bahkan ingin agar anak ini lebih baik dari dia. Aku tahu, karena aku pernah jadi anaknya.. Itulah dia, Dia itu ibuku, namanya aminah. aminah yang mulia.. Kang jalal menyudahi ceritanya, kemudian menghapus air mata di pipinya. Tak jauh dari kang jalal ada asep yang sedang menangis. Dia menangis tersedu-sedu, tangisan yang sangat haru, bahkan akan membuat orang yang melihatnya ikut bersedih. Tangisan itu menguras hatinya yang tenggelam, mengeluarkan air mata yang sudah lama memelihara duri-duri tajam. Segala jenis rasa berkecamuk dalam dirinya, dia berusaha untuk bangkit, bangkit yang benar-benar bangkit. “nenek.. maafkan aku.. atas kebodohan.. yang telah aku perbuat.. maaf..” ucap asep dengan suara yang lirih. Asep berusaha menghentikan tangisannya. Sementara itu dalam hatinya ada rasa bangga bercampur sedih tentang sang nenek. Dia tidak menyangka bahwa neneknya lebih baik dari perkiraannya selama ini. dia tidak menyangka bahwa nenek punya harapan yang besar terhadap dirinya. 323
Asep lalu bertanya kepada kang jalal “abi. Siapa ibuku?” Kang jalal terdiam sejenak, lalu menjawab “abi tidak tahu pasti siapa ibumu. Dulu nenek pernah cerita bahwa kamu itu diambil dari jalanan juga, sama seperti abi.” Ketika asep sedang merenungi kehidupannya, kang jalal kembali berbicara “nak, ada beberapa hal lagi yang ingin abi katakan.” Ucap kang jalal. Asep menghapus air matanya. “apa itu abi?” tanya asep. “sebenarnya ada dua hal yang ingin abi katakan.” Kang jalal terdiam sejenak. Lalu melanjutkan perkataannya “yang pertama. Ketika nenek pindah ke desa, dia menitipkan sejumlah uang kepada abi. Uang itu untuk kamu nak, untuk biaya hidup kamu.” Ucap kang jalal. Lalu kang jalal menyodorkan sebuah kartu ATM. “di dalam tabungan itu mungkin masih ada uang sekitar 15 juta. Itu uangmu. Gunakan sebaik mungkin.” Tutur kang jalal. “abi serius? Uang nenek sebanyak itu?” tanya asep tidak percaya. Nenek yang selama ini hidup dalam keterbatasan, ternyata telah membuat rencana untuknya. Nek minah telah mempersiapkan segala sesuatunya untuk asep, sulit bagi asep untuk menerima kenyataan yang penuh kejutan itu.
324
“iya, itu uangmu nak! Tadinya uang itu untuk biaya sekolah dan kuliah. Tapi sekarang itu terserah kamu. Abi yakin kamu sudah tahu apa yang terbaik untukmu.” ucap kang jalal. Lalu kang jalal kembali berkata “dan hal yang ke-dua adalah. Abi ingin bertanya padamu nak. apakah kamu mau menikah dengan nisa? Dia sudah dewasa dan sangat patuh pada agama. Dia menyerahkan masalah pendamping hidupnya kepada abi. karena itu abi tidak mau anak kesayangan abi jatuh ke orang yang salah.” Tutur kang jalal. Asep sangat terkejut mendengar perkataan kang jalal. Begitu tiba-tiba. dia terdiam cukup lama. “apa abi tidak salah bicara? Abi.. Nisa itu sudah seperti saudaraku sendiri.” Ucap asep. “Pikirkanlah dulu! Ini nomer abi! Disitu juga ada nomer pin ATM yang tadi. Tenang saja nak, tidak usah terburu-buru. Pikirkan ini baik-baik.” ucap kang jalal seraya menyerahkan secarik kertas berisi nomer telepon dan nomer pin ATM. Lalu dia melanjutkan perkataannya “berpikirlah dengan matang! Abi tidak memaksa, itu hanya tawaran. Toh jodoh sudah ada ditentukan oleh Allah.” ucap kang jalal. “aku bukanlah orang yang pintar dalam hal agama. Dan aku tidak mungkin menikahi seorang yang sudah seperti saudariku sendiri.. ini tidak mungkin. Tapi akan kemana aku setelah ini, akan kemana aku melangkah? Apa lagi yang akan aku cari dalam hidup ini?” Pikir asep. 325
“abi.. Aku pikir-pikir dulu, sekarang aku masih bingung.” Jawab asep. “baiklah. Abi tunggu kabarnya ya nak. Ya sudah abi hendak pulang lagi ya nak. Di jakarta abi sedang sibuk.” Ujar kang jalal. Kang jalal pun akhirnya kembali ke jakarta. Meninggalkan asep yang baru saja sadar dari penjara kesedihan.
Bab 29 Yang terlewatkan Pagi hadir dengan cerah. Asep bangun dengan semangat baru yang tertanam dalam dirinya. Telah lama dia kehilangan senyumnya, pagi ini dia menemukan kembali senyum itu. senyum yang dulu pernah hilang di balik sebuah kesedihan. kesedihan yang menenggelamkannya ke arus yang dalam. sekarang dia tengah mencoba menemukan kembali jalan hidupnya. “apa yang harus aku lakukan sekarang? Terlalu banyak yang sudah terlewat dan terlupakan. Dari mana akan ku mulai lagi hidup ini? ...iya.. aku ingat.. dulu aku adalah seorang pemuda yang berusaha menjadi berguna. Itu yang nenek inginkan.. itu juga yang memang harus aku lakukan sebagai manusia.. 326
namun bagaimana caranya aku bisa jadi berguna jika aku terus seperti ini? hhh.. terlalu banyak orang yeng kesulitan di lingkunganku ini. sepertinya aku harus benar-benar menjadi orang yang pintar agar mampu mengangkat orang lain dari lumpur kebodohan. Sepertinya aku harus menjadi orang yang kaya agar mampu melepaskan orang lain dari jerat kemiskinan. Dan aku yakin! aku harus menjadi orang kaya yang pintar agar mampu menyelesaikan permasalahan itu dengan benar.” Pikir asep. Asep mengambil kartu ATM yang diberikan oleh kang jalal. “apa yang bisa aku lakukan dengan uang ini? oiya! Buku catatanku!” pikir asep. Asep mengambil koper nek minah berada di kolong ranjang. Seingatnya dia memasukkan buku cacatan itu ke dalam tersebut, namun dia lupa. Kala itu dia melemparkan buku itu keluar rumah.
yang telah koper telah
Asep membuka koper itu dan mengeluarkan semua isinya. Ada banyak buku-buku besar yang sudah berdebu dan berlubang, namun buku catatannya tidak ada sama sekali. “hhh.. buku catatan itu tidak ada.. entahlah, mungkin aku lupa menyimpannya. Sudah terlalu lama aku membiarkan diri ini hilang kesadaran.. terlalu lama aku melupakan duniaku sendiri..” pikir asep. 327
asep termenung di atas ranjang nek minah. Dia terdiam cukup lama, mengingat-ingat kembali masa lalu yang belum cukup lama, namun masa lalu itu sudah terkubur sangat dalam di dalam pikirannya. “..vita, bagaimana kabarnya? Mungkinkah dia sudah menikah dan punya keluarga yang bahagia. Imam, di mana dia? rumahnya dekat tapi aku sudah lama tidak menjumpainya.. apakah dia masih ada di rumahnya? Hhh.. betapa bodoh diri ini! kenapa aku bisa bodoh seperti ini.. aaarrgh.. aku harus memperbaiki ini semua.. banyak pekerjaan yang harus ku lakukan.. di jakarta ada abi sudah menunggu kabar dariku.. apa aku pergi saja ke jakarta, menikah dengan nisa, aku catat lagi segala permasalahan lingkunganku, lalu aku selesaikan semampuku..” Asep berpikir sambil merapihkan buku-buku yang tadi dia keluarkan dari koper. “..aku akan membuka sebuah toko buku di sana.. aku bisa mencari uang sambil terus belajar dan mendapat ilmu.. aku juga bisa mengajari beberapa anak jalanan untuk membaca.. suatu saat nanti aku pasti menjadi orang yang benar-benar kuat dan bisa berbuat banyak! ..aku sudah terlalu tua untuk kuliah.. ..pasti tidak harus menjadi seorang presiden jika ingin membuat perubahan.. sekarang pun aku bisa! iya aku yakin tentang hal itu.. sekarang pun aku bisa membuat perubahan!” pikir asep. 328
Asep bangkit dari duduknya. Dia mengambil tas, memasukkan beberapa buah baju yang masih layak pakai, dan dia merapihkan dirinya. Dia telah siap untuk kembali ke jakarta. Meneruskan tujuan hidup yang selama ini terlupakan. Dia rapihkan rumah ne minah, karena akan dia tinggalkan untuk waktu yang lama. Setelah itu dia mulai melangkahkan kakinya keuar dari rumah. Dia tatap rumah itu dari jalan desa. Cukup lama dia berdiri di sana, menatap dengan senyum harapan untuk menjejakkan lagi kakinya menuju kehidupan. “aku harus pergi ke rumah imam dan vita dulu.. harus memperbaiki hubungan yang sempat terputus.. iya, bagaimana pun mereka itu adalah teman.. hhh.. sudah seperti apa ya mereka?” Pikir asep. *** “Assalamu ‘alaikum..” salam asep. Dia berdiri di depan rumah imam. Rumah yang telah banyak berubah. Rumahnya lebih bagus, ada pekarangan yang rapih dengan bunga-bunga kecil yang berwarnawarni. Asep merasa asing dengan rumah itu, namun dia yakin bahwa itu adalah rumah imam. “wa ‘alaikum salam.” Jawab seseorang di dalam rumah.
329
Tak lama kemudian ada seorang wanita membuka pintu. Wanita itu adalah ibu imam, asep masih mengingat wajahnya dengan jelas. “imamnya ada bu?” tanya asep. “imam baru saja berangkat kerja ke kebun teh. Sore nanti dia baru pulang. Ke mana saja kamu sep? baru kelihatan lagi?” ucap ibu imam. “saya di rumah aja kok.. ya sudah, terima kasih ya bu. Saya susul dia ke kebun teh deh.” Ucap asep. “ke sana saja. Sekarang imam sudah jadi mandor kebun, jadi tidak terlalu sibuk.” Ucap ibu imam. “mandor? ..alhamdulillah.. ternyata imam jadi mandor kebun. Kalau tidak salah memang itulah cita-citanya.. hmm.. dia berhasil!” pikir asep. Asep melanjutkan kembali langkahnya. Kali ini dia menuju rumah vita. dia sangat berharap vita ada di rumah. Berharap dia bisa mengobrol dan meminta maaf karena pernah berlaku kasar kepada vita. *** “assalamu ‘alaikum..” salam asep. Dia berdiri di depan rumah vita. berbeda dengan rumah imam yang rapih dan lebih baik. Rumah vita justru terlihat tidak terawat. Rumput-rumput di halaman depan terlihat sudah lebat. Tidak ada bunga dan kupu-kupu yang 330
dulu sering terlihat. Kini suasananya berubah menjadi sangat dingin. “wa ‘alaikum salam..” jawab ibu vita dari dalam rumah. Setelah itu pintu mulai terbuka. Terbuka dengan sangat perlahan, seakan pintu itu begitu berat untuk digerakkan. Mulai terlihat sosok ibu vita. wajahnya kehilangan cahaya, dia terllihat begitu lelah, entah beban apa yang menggelayuti hidupnya. “ada perlu apa kamu nak?” tanya ibu vita dengan nada datar. “maaf tante.. vitanya ada? Saya mau ketemu vita.” ucap asep. “untuk apa?” tegas ibu vita. “ada apa sebenarnya? Kenapa rumah ini jadi begitu dingin?” tanya asep dengan suara yang pelan. “baiklah. masuk! Ibu akan bicara serius denganmu.” Ucap ibu vita. Asep masuk ke dalam rumah. Sudah lama dia tidak duduk di kursi itu. ada kilasan-kilasan kenangan indah yang terlintas di pikirannya. Masa kecil yang pernah dia lalui denngan vita, perasaan cinta yang dulu begitu membara. Kini semua itu hanya kenangan, asep sedah tidak lagi memikirkan vita layaknya dahulu. 331
Asep duduk berhadap-hadapan dengan ibu vita. “vita di mana tante? Apa dia sudah menikah?” Ibu vita terdiam sejenak. “vita sedang jalan-jalan dengan calon suaminya.” Ucap ibu vita. “Calon suami? Siapa?” tanya mendengar ucapan ibu vita.
asep.
Terkejut
Lalu ibu vita mulai berbicara kembali “ibu akan bercerita beberapa hal. Sudah lama kamu tidak kesini, ada banyak hal yang kamu belum tahu.” Dia terdiam cukup lama. Matanya menitikkan air mata, tubuhnya terlihat gemetar. Asep semakin bingung dengan apa yang dia lihat, ibu vita terlihat seperti sedang menghadapi suatu ketakutan. Kemudian ibu vita melanjutkan perkataannya “ibu masih sangat ingat hari itu. beberapa hari setelah nenekmu meninggal. Hari itu vita kembali ke rumah dalam keadaan yang kacau, dia menangis, mngurung diri di kamar, entah apa yang terjadi padanya. Ibu mencoba untuk menenangkan, namun selalu gagal. Hampir dua hari dia mengurung diri, ibu telepon ayahnya yang sedang di kota..” ceritanya kembali terhenti, matanya kembali menitikkan air mata, bahkan lebih banyak dibanding sebelumnya. “ketika ayahnya pulang. Dia mendobrak pintu, lalu, vita sedang menangis, dia terus menangis di dalam kamarnya. ibu tidak mengerti apa yang dia tangisi, dia tidak menjawab meski berkali-kali ditanya.” Tutur ibu vita lalu terdiam, dia mengusap air matanya yang terus saja mengalir. 332
“tante tidak apa-apa?” tanya asep. ibu vita kemudian dia melanjutkan ceritanya “vita tidak mau bicara.. dia tidak mau makan.. akhirnya ayahnya memutuskan membawa dia ke rumah sakit.” terdengar cegukan tangisan yang menghentikan lidahnya untuk berkata. dia terlihat begitu sedih. “hari itu mereka kecelakaan!” tegas ibu vita. Asep terkejut mendengar ucapan tersebut. “siapa yang kecelakaan?” tanya asep dengan panik. “vita dan ayahnya..” tutur ibu vita dengan lirih. “kamu pergi ke kebun sana.. mereka ada di sana. hibur vita! ibu tak kuasa lagi melihat dia yang seperti itu. Ibu sangat sedih..” ucap ibu vita. “mungkinkah? Waktu itu vita sedih karena kelakuanku? Karena aku waktu itu kasar sekali.. Aaaargh tidak mungkin! Tidak mungkin bisa separah itu!” pikir asep. Asep terdiam. Hatinya ikut bersedih. Ternyata telah banyak hal yang terlewatkan olehnya. “pergilah! Ke vila tempatmu bermain dulu! Pergilah! Kamu itu temannya, semoga dia bisa menjadi lebih baik.” Ujar ibu vita. Asep bergegas pergi ke kebun teh. Dia berlari sekuat tenaga. Kebun yang tidak begitu jauh, namu lumayan menguras tenaga untuk sampai di sana. Jalan yang luas, rapih dari susunan batu-batu bata, 333
terasa lebih berliku ketika pikirannya ditunggangi kebingungan, ketika hatinya menerka bahwa dia telah berbuat kesalahan. Semua itu membuat tubuhnya lemas, semakin lemas ketika semakin dekat menuju kenyataan. *** Langkah kaki asep menjadi pelan. Dia sudah dekat dengan sebuah rumah kecil. Dari kejauhan samar-samar terlihat seorang wanita duduk di depan rumah itu. seorang wanita yang masih dia kenal, meski hanya sedikit yang masih dia ingat. asep mendekatinya dengan perlahan. Semakin jelas bahwa wanita itu adalah vita. wajahnya terlihat sangat lelah, dia duduk di sebuah kursi roda. Matanya menatap kosong kebun teh yang masih berembun, tubuhnya dibalut baju putih yang tebal, dengan sebuah syal berwarna abu-abu di lehernya. “Vita!” sapa asep. Asep memperhatikan vita dengan sangat dekat. Dia tahu itu vita, namun ada banyak perubahan dalam diri vita yang membuatnya terlihat asing. Dia terlihat sangat lemah. Asep melihat vita sedang menggenggam sebuah buku kecil di tangannya. Buku yang tidak asing bagi asep. Buku itu adalah buku catatan yang pernah dia buang. Terlintas kembali kenangan ketika dia membuang buku itu, ketika dia memarahi vita dengan sangat kejam. 334
“vita!” asep kembali menyapa vita. mereka hanya berjarak empat langkah. saling berhadapan namun vita sama sekali tidak menatap wajah asep. Asep sungguh kebingungan. Dia hanya berdiri menatap vita, sedang dalam hatinya berecamuk rasa bersalah. Dia mulai sadar semua itu adalah akibat perbuatannya. Asep melepaskan tasnya yang berat. Dia mendekati vita langkah demi langkah, hingga dia benar-benar berhadapan dengannya. Vita masih saja menundukkan pandangannya seakan begitu takut untuk menatap asep. Tangannya menggenggam buku itu dengan begitu erat, terlihat air mata yang menetes ke buku tersebut. Titik-titik air mata itu berjatuhan, tidak berbicara namun mengatakan kepedihan. Lemah jari-jari itu bergetar, tidak menampar namun menyimpan kemarahan. “Vit! Katakan sesuatu vit! Apa semua ini salahku?” tanya asep. Dia menggenggam kedua tangan vita dengan begitu erat, hingga dia bisa merasakan dinginnya air mata vita yang menetes. Asep tidak menitikkan air mata, namun dia begitu sedih ketika melihat seorang perempuan yang dicinta kini telah duduk lemah, tak berdaya, diam megunci lidahnya. “maafkan aku vit..” ucap asep dengan lirih. “selama ini, aku berhasil menjaga hati ini agar tidak terlalu mencintai wanita.. namun aku gagal menjaga hati wanita yang justru mengasihiku.. aku gagal! Aku gagal menjaga hati orang lain.. Tanpa sadar, aku pasti telah menanam duri di hatinya.. maafkan aku 335
vita.. apa yang harus aku perbuat untuk mengganti semua ini? aku merasa sangat bodoh!!” pikir asep. “vita.. aku mohon bicaralah. jangan buat aku semakin merasa bersalah. adakah sesuatu yang bisa aku perbuat? Katakan vit! Katakan!” ucap asep. Vita sama sekali tidak menjawab kecuali dengan tetesan air mata. Dia bahkan belum menatap asep. Asep kemudian berusaha mengambil buku catatannya dari tangan vita. buku itu masih dalam keadaan yang baik, dengan sampul yang sama, hanya saja kali ini sudah ada sebuah judul di sampul depannya. “IKRO”, begitulah tertulis dengan jelas. Berwarna hitam, besar dan sangat tegas. Asep menggenggam buku itu dengan sangat erat. Tiba-tiba ada seseorang yang menarik asep dari belakang, hingga asep terpelanting. Buku catatannya juga terbuang menjauh. “jangan ganggu dia!” orang tersebut berteriak kepada asep. Asep berusaha untuk bangun, dia menatap orang itu dengan jelas-jelas. “imam?” ucap asep. Dia semakin bingung dengan semua yang terjadi. “mam.. ini aku asep mam! Ada apa ini sebenarnya? Kenapa vita?” asep berbicara dengan suara cukup keras. “kenapa!?” ucap imam seraya menatap asep. “harusnya aku yang bertanya kenapa? Vita selalu menangis ketika mendengar namamu! Dia juga terus336
terusan membaca bukumu yang tidak berguna itu!” lanjut imam. Dia berbicara dengan suara yang keras. Vita menjauh dari mereka berdua. Dia masuk ke dalam rumah, meninggalkan asep dan imam di halaman depan. Dia masih menangis, entah apa yang dia rasakan. “aku sadar mam.. aku yang salah.” Tutur asep. Dia terdiam sesaat. “bantu aku mam. apa yang harus aku lakukan?” ucap asep dengan suara yang semakin lemah. “lalu di mana calon suaminya? Apa dia ada di sini?” tanya asep. “sudah tidak ada yang bisa kamu lakukan! Aku calon suaminya!” ujar imam. Asep kembali terkejut mendapati kenyataan yang baru dia dengar. “kenapa selama ini kamu tidak cerita mam? Kenapa kamu tidak cerita kalau keadaan vita seperti ini?” tanya asep. “apa kamu tidak sadar sep! bangun sep! bagaimana keadaanmu waktu itu? kemana saja kamu selama ini? hah!?” teriak imam. “aku tidak mau vita terus menangis gara-gara kamu! Makanya aku tidak cerita! Kamu itu bodoh sep!” imam terdiam sejenak, dia menghela nafas sekan ingin menenangkan dirinya. “aku sep! aku lah yang setiap hari membawanya ke sini, aku lah yang setiap pagi memberinya seikat bunga, aku lah yang setiap sore membawanya pulang! Aku yang selalu berusaha membuatnya 337
tersenyum! Ambil buku bodohmu itu dan pergi dari sini!” ucap imam. “aku tidak bisa mam! Aku tidak bisa meninggalkan dia seperti itu. aku sadar aku lah yang salah. Bantu aku untuk merubah semua ini..” ucap asep. Imam terdiam lama, dia terlihat kebingungan. Dia menyandarkan punggungnya ke tiang rumah itu, mengusap wajahnya dengan perlahan. Dia sangat terlihat kebingungan, Kemudian dia kembali berbicara “entahlah sep. mungkin ini juga salahku. aku juga sadar bahwa aku tidak bisa membuatnya bahagia, tapi.. kamu itu sep.. bodoh!” imam tiba-tiba masuk ke dalam rumah, dia membawa vita kembali ke depan. Dia mendorong kursi roda itu dengan pelan, mereka berhadap-hadapan. Reuni yang sangat di luar dugaan. “berjanjilah sep! bahagiakan vita dan tinggalkan buku bodohmu itu! tinggalkan semua kegiatanmu yang sok pahlawan!” ucap imam, wajahnya terlihat lebih ramah. Vita masih diam di atas kursi rodanya, dia belum berbicara sepatah kata pun. Imam lalu berbicara “aku sudah membaca buku itu. aku sadar betapa dunia ini sudah hancur. Tapi sep.. Lihat semua masalah itu, itu bukan tanggung jawabmu!” dia terdiam sesaat. “lihat keadaan vita sekarang! kamu tidak mungkin bisa menemani keduanya bersamaan! jika kamu ingin mengobati semua kesalahanmu, maka temani vita dengan sungguh-sungguh! Lupakan semua tujuanmu di buku itu!” ucap imam. 338
“aku..” “apakah akan seperti ini akhirnya.. apakah memang tidak mungkin untuk melanjutkan cita-cita itu.. aaarrghh.. aku sangat bersalah pada vita.. aku juga sayang dia.” pikir asep. “aku pasti bisa menjaga kedua-duanya! Aku bisa membahagiakan vita sekaligus meneruskan perjuanganku untuk bangsa ini! aku yakin mam!” ucap asep dengan tegas. Tiba-tiba vita berbicara. “kamu hanya manusia biasa sep!”. vita lalu berbicara kepada imam “sudahlah! Ini semua sudah cukup! Tolong bawa aku pergi dari sini mam!” ucap vita. Imam mulai menjalankan kursi roda vita, dia berhenti sejenak ketika berada di hadapan asep, lalu berbicara sangat pelan kepada asep “nikahi vita.. lamar dia malam ini juga, atau jangan pernah temui dia lagi!”. Kemudian imam membawa vita pergi menjauh, meninggalkan asep yang berdiri sendirian dalam kebingungan. ***
339
Bab 30 Keputusan Takdir tak memberi kabar, waktu tak pernah sejenak pun bersandar. Asep duduk merenung di kamarnya. Siang ini terasa sangat berat. Dia telah membaca kembali buku catatannya meski banyak hal yang sedang dia pikirkan. Dia harus mengambil keputusan dalam waktu yang singkat, sementara memilih diantara keduanya adalah sesuatu yang berat baginya. satu sisi dia punya keinginan untuk membuat neneknya bangga, dia tidak mau menyianyiakan perjuangan yang sudah dilakukan nek minah untuknya. di sisi lain ada seorang wanita yang terluka akibat perbuatannya, wanita itu harus dijaga dan dirawat dengan penuh kesungguhan. “kesalahan yang tidak pernah ku sangka.. aku memang salah, aku sudah kasar pada vita.. waktu itu dia masih labil, masih mudah goyah.. aaarrgh sudahlah, untuk apa memikirkan yang lalu.. apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku nikahi vita lalu lupakan lingkunganku untuk selamanya.. aku tidak mungkin melakukan itu.. aku tidak mungkin membiarkan bangsa ini hancur sementara aku hanya menonton.. seingatku aku tidak punya salah kepada bangsa ini, aku justru punya salah kepada vita.. aku punya tanggung jawab untuk mengobati kesalahan yang 340
telah ku perbuat pada vita.. bangsa ini punya kewajibannya sendiri untuk berubah.. tapi bangsa ini sedang mabuk.. dia tidak sadar bahwa dia sedang menuju kehancuran.. aaarrghh, aku harus tetap mengingatkan bangsa ini.. ya.. benar.. ..aku cukup mengingatkan bangsa ini.. biar mereka yang mengambil langkah selanjutnya.. mereka juga manusia yang pasti punya hati.. tidak usah diancam agar sadar.. Hhmmm.. lalu bagaimana cara mengingatkan mereka.. Apakah akan ada gunanya jika aku mengirim buku ini ke presiden? agar dia yang menyampaikan pesan buku ini.. Dia adalah orang yang paling mampu untuk meneruskan itu semua.. tapi aku sendiri belum yakin apa dia akan mau untuk memperjuangkannya.. dia pasti sudah punya tujuan lain. hhhh.. atau aku kirimkan saja buku ini ke penerbit, siapa tahu nanti bisa diterbitkan.. tapi sepertinya tidak mungkin.. penerbit mana yang tertarik dengan buku yang isinya Cuma masalah? Entahlah.. Tapi apa salahnya jika aku mencoba.. iya.. aku belum mencoba, aku tidak boleh terlalu cepat menyimpulkan.. aku harus kirim buku ini ke presiden dan ke penerbit.. berdo’a semoga mereka peduli.. setelah itu aku harus telepon abi, aku harus kabari dia bahwa aku tidak bisa menikah dengan nisa.. setelah itu aku lamar vita malam ini.. ya.. mungkin begitulah akhirnya.. 341
Semua ini tak semudah yang ku bayangkan.. hhh.. Ya Allah maafkan atas segala salahku.. sudah! Sudah cukup pikiran ini berputar, sekarang waktunya kaki yang berjalan!” pikir asep. Seketika itu juga dia bangkit. Dia ambil tasnya yang tergeletak di lantai. Dia keluarkan lagi baju-baju yang sempat dirapihkan dalam tas lalu memasukkan buku catatannya. Sesampainya dia di warnet terdekat. Dia baca kembali buku itu, dia buat kesimpulan, lalu dia ketik huruf demi huruf hingga tidak tertinggal satu pun. Siang itu dia sangat bergegas, segala sesuatunya dia buat dengan cepat namun tetap dengan rapih. Dia masuki kantor pos terdekat. Dia kirim buku itu bersama segenap harapannya, segenap rasa cintanya kepada lingkungan. Dia kirim buku itu dengan harapan tidak ada satu pun yang nanti akan menyianyiakannya. dengan harapan tidak ada satu pun yang Cuma memperdebatkan. Dan Dengan harapan semua orang bisa menyampaikan sendiri pesan buku itu kepada hatinya masing-masing. Tanpa harus diteriaki atau dijajah. *** “Assalamu ‘alaikum abi” salam asep. Dia sedang menelepon di salah satu bilik di wartel.
342
“wa ‘alaikum salam.. ini siapa? Nak Asep ya?” jawab kang jalal di ujung telepon. “iya abi..” terdiam sesaat, lalu asep melanjutkan perkataannya “abi, maaf abi. Sungguh sulit untukku mempertimbangkan semua ini. takdir memang tak bisa ditebak. Abi pasti paham akan hal itu. abi. aku punya kesalahan pada orang lain yang harus aku selesaikan. Aku tidak bisa meninggalkannya.” Terdiam sesaat. “sepertinya aku tidak bisa menikahi nisa..” ucap asep. “ooh. Ya sudah nak. Jangan terlalu diambil pusing. Abi selalu yakin bahwa jodoh itu sudah diatur, bahkan dari pertama kita lahir. Sudah nak, kamu sudah sangat dewasa. jalani saja yang terbaik untukmu, kamu sudah punya jalanmu sendiri. Abi selalu mendukung.” Ucap kang jalal. “terima kasih abi. Sampaikan salamku kepada nisa dan ummi. Aku sayang kalian.” Ucap asep. “iya nak. Pasti abi sampaikan. Kami juga menyayangimu. Beri kabar jika hendak menikah, kami adalah keluargamu.” Ucap abi. “pasti abi. Ya sudah abi, aku sedang buru-buru. Nanti aku kabari lagi. Assalamu ‘alaikum.” ucap asep. “wa ‘alaikumussalam.” Jawab kang jalal.
343
Obrolan itu pun usai. Asep sangat lega, satu demi satu urusannya terselesaikan tanpa masalah. Dia bergegas kembali ke kampung. *** Asep tidak pulang ke rumah. Hari sudah mulai gelap, tak lama kemudian adzan maghrib pun terdengar. dia bergegas menuju surau yang dulu jadi tempatnya menuntut ilmu. Dia shalat mahrib. Selesai shalat dia melihat ada yang berbeda di surau itu, kini sudah tidak ada lagi yang mengaji setelah shalat maghrib, anak-anak kecil pedesaan mungkin sudah melupakan kewajiban untuk mengaji. Di barisan depan asep melihat mang udin yang sedang duduk seraya tangannya memutar tasbih. Asep bangkit dari duduknya, dia bergegas untuk segera pulang. Namun tiba-tiba mang udin memanggilnya. “asep! Kemari nak!” Asep berbalik. Dia menghampiri mang udin. Lalu berkata “ada apa mang?”, dia sangat tergesa dan berharap mang udin tidak berlama-lama. Ada apa nak? Kamu terlihat bingung?” mang udin balik bertanya kepada asep. Asep tiba-tiba ingin menangis. Namun dia mencoba untuk menahannya. Wajahnya terlihat sendu meski dia berusaha menyembunyikannya. Kemudian asep menunduk, lalu berkata “entahlah mang. Aku 344
bingung.”. keyakinan yang dia dapati tadi siang kembali menguap. Dia kembali kebingungan untuk mengambil langkah. Berhadapan dengan mang udin membuat asep mengingat kembali neneknya. kini mang udin terlihat seperti jelmaan sang nenek yang hendak menanyainya. asep malu. Dia malu pada diri yang tidak bisa berbuat banyak. “Apa kamu sudah mencari jawaban kebingungan itu dalam Al-Qur’an? Apa yang membuatmu bingung nak?” tanya mang udin. “aku bingung. Mana yang sebenarnya harus aku lakukan? Aku takut salah dalam melangkah.” Jawab asep. “mamang masih ingat ketika kamu masih kecil dulu. Kamu begitu berani dalam bertanya, berpendapat. Kamu juga cepat dalam belajar. Yang paling mamang ingat itu ketika kamu bertanya soal ayat pertama AlQur’an. “iqra”, membaca alam. apa kamu sudah bisa membaca alam nak? Jika sudah, lalu kenapa kamu masih kebingungan?” tanya mang udin. “mang.. mungkin aku akan jarang kembali ke sini lagi. Jadi tolong jelaskan ayat terakhir yang diturunkan oleh Allah. Tentang apakah ayat itu? atau bacakan ayat mana saja. Berikanlah aku nasihat. ” pinta asep seraya menatap mang udin. Mang udin kemudian mengambil sebuah Al-Qur’an kecil dari pojok surau. Dia kembali mendekat pada 345
asep, lalu mulai memberi nasihat. “diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, daging hewan yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali kamu sempat menyembelih hewan itu. diharamkan juga bagimu hewan yang disembelih untuk berhala. Diharamkan juga mengundi nasib dengan anak panah. Mengundi nasib dengan anak panah adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan agamamu. Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang..” mang udin terdiam sesaat. “itu ayat terakhir yang diturunkan Allah. Apa kamu sudah temukan jawabannya?” tanya mang udin. Asep terlihat menitikkan air mata. Wajahnya menunduk. Dia kemudian berkata “terima kasih mang.. jawaban itu lebih dari cukup. Sekarang aku yakin langkah mana yang akan aku ambil.” “berterima kasihlah pada Allah. sedang menatapmu hingga ke dalam. Jangan ragu-ragu dalam jangan pula tergesa-gesa. Hidup 346
Dia sekarang pasti lubuk hati paling melangkah, namun ini memang penuh
pilihan. Jangan sesali yang sudah berlalu, jangan pula berandai-andai akan hal yang tidak mungkin untuk dilakukan.” Ucap mang udin. Dia menatap asep, lalu kembali berkata “pilihlah yang terbaik, jalani dengan sungguh-sungguh. Allah pasti tidak akan menyianyiakan usaha hamba-Nya.” tegas mang udin. Asep terus menitikkan air mata. entah bagaimana caranya, mang udin sepertinya tahu apa yang sedang asep hadapi sekarang. Asep lalu berkata pelan, “terima kasih mang. Sekarang aku harus memperjuangkan pilihanku. Semoga Allah memaafkan aku.” Asep kemudian menjabat tangan mang udin. Mang udin menepuk pundak asep seraya berkata “jaga dirimu baik-baik. Jadilah orang yang berhati besar, bukan hanya tujuan yang besar. Relakanlah suatu kegagalan untuk satu keberhasilan di sisi yang lain, karena hidup itu pilihan nak. Hidup itu tentang pilihan dalam kebaikan.” Asep meninggalkan mang udin dan surau itu. lalu dia berjalan menuju rumah imam. “semua ini harus menjadi jelas, agar tidak ada yang mengganjal di masa yang akan datang. Aku sudah cukup belajar, sekarang aku harus lebih berhatihati.” Pikir asep. Sesampainya di rumah imam asep langsung mengetuk pintu rumahnya dan mengucap salam. 347
Hingga tak lama kemudian imam keluar, dan dia langsung memeluk asep. Imam tiba-tiba menjadi begitu baik, ini sangat diluar dugaan asep. “kenapa mam?” tanya asep. “Masuklah! Aku ingin bicara denganmu.” Ucap imam seraya mengajak asep masuk ke dalam rumahnya. Mereka duduk di ruang tengah. Lalu imam melanjutkan perkataannya, “sep.. maafkan aku karena aku pernah membohongi kamu dan vita. mungkin semua ini adalah salahku. Jika saja aku jujur, kalian berdua pasti sudah bahagia.” Asep kaget mendengar ucapan imam. “kapan kamu berbohong? Lalu kenapa? Aku ingin semua ini jadi jelas.” Ucap asep. “aku sering berbohong waktu kamu bertanya tentang vita. aku juga pernah berbohong ke vita waktu dia bertanya tentang kamu.. aku suka vita sep. tapi semakin lama aku menjaga dia, aku sadar bahwa dia itu selalu menunggu kamu.. dan aku seringkali berkata bahwa kamu itu tidak ada di rumah. Maafkan aku sep. maaf.” terang imam. Dia meminta maaf dengan sangat tulus, berharap asep tidak menjadikannya sebagai musuh. Asep terdiam lama. Lalu berkata “hhh, ya sudah lah mam. terima kasih kamu sudah mau jujur. Semua ini sudah terjadi, Aku sudah memaafkan kamu, semoga vita juga sama. Mam, antar aku ke rumah vita ya! kita jelaskan ini semua.” Ucap asep. 348
“aku tidak berani sep. terlalu banyak salahku, dia pasti akan membenciku. Aku tidak bisa melihat dia yang bersedih karena aku. Pergilah sendiri! petiklah beberapa kuntum bunga di halaman depan, dia sangat suka yang berwarna putih. Pergilah sep! Suatu saat nanti aku pasti minta maaf langsung. Nikahi dia sep. jangan berbuat bodoh, jangan teruskan cita-citamu untuk menjadi presiden atau orang besar sep, biarkan orang lain yang melakukan itu. aku titipkan perasaanku padamu, aku tidak mau membuatnya bersedih lagi.” Tutur imam. “semoga pilihanku ini adalah yang terbaik.” Ucap asep. Asep pergi ke rumah vita. dia memetik beberapa tangkai bunga, mencampur warna putih dengan merah. Lalu berjalan perlahan menuju rumah vita, seraya memikirkan kata-kata yang tepat untuk menenangkan vita. vita, wanita idamannya selama ini. wanita yang sempat terlupakan namun bukan berarti dilupakan. Yang sempat tersakiti namun bukan berarti disakiti. *** Vita sedang duduk di kursi rodanya. Dia sendirian di depan rumah menatap kosong ke langit malam. Hari-hari sepi yang selama ini dia rasakan membuatnya kehilangan senyuman. Keindahan bintang yang bertaburan terlihat hampa tanpa rasa. 349
Asep melihat vita. dia melangkah masuk pelan-pelan ke halaman rumah. Menghampiri vita dengan tenang, lalu menyapanya. “vita.. aku punya segenggam bunga untukmu. Terimalah..” ucap asep. Dia berdiri empat langkah di hadapan vita, lalu menyerahkan bunganya. “untuk apa kamu kesini sep?” ucap vita seraya menepis bunga pemberian asep. dia terlihat lebih tenang dibanding tadi pagi, namun masih menyimpan rasa pedih. “mundur sep!” pinta vita. Asep menjauh beberapa langkah dari vita. lalu berkata “aku tidak bisa merubah yang sudah terjadi, aku tidak bisa menyembuhkan luka tubuhmu. Namun aku punya masa depan vit, aku punya keinginan untuk menyembuhkan luka hatimu. Beri aku kesempatan.” Tutur asep. “tidak ada gunanya. Sudah cukup sep. aku sudah sering mengharapkan sesuatu dari kamu, tapi akhirnya pasti menyedihkan. Kamu tidak usah purapura peduli!” Ucap vita. “maafkan aku vit, aku memang salah, aku sudah kasar padamu waktu itu. Tapi aku ingin menjelaskan sesuatu, aku mohon dengarkan baik-baik.” Asep terdiam sejenak, lalu melanjutkan perkataannya, “Selama ini imam membohongi kita. Dia mengatur agar kita tidak bertemu, dia membohongi kamu, dia juga bohong padaku.” Asep kembali terdiam. “Vit, yang kita jalani selama ini, sakit, pedih, kecewa, itu bukanlah akhir vit, itu adalah proses. Proses dari 350
Allah. Allah telah mempersiapkan kita untuk hari ini.” tutur asep perlahan. dia kembali menghampiri vita, berlutut di hadapannya, lalu menggenggam tangan vita dengan erat. Malam itu sangat hening, diam dan tenang. Cukup lama mereka terdiam, bahkan vita sama sekali tidak menatap asep, entah apa yang sedang dia pikirkan. Asep menatap vita, lalu asep berkata dengan jelas, “vita. maukah engkau jadi pendamping hidupku?” Seketika itu vita menatap asep. Dia menangis ketika menatap asep, lalu kembali menundukkan pandangannya. Dia terkejut dengan ucapan asep dan dia sama sekali tidak menjawab. Hanya ada air mata yang berurai dari mata hingga pipinya, jatuh membasahi tangan mereka berdua. hanya ada suara tangisan kecil dari mulutnya, menggetarkan hati pemuda yang ada dihadapannya. Mengisi keheningan malam. Dan tangisan itu terdengar sangat mengharukan. Asep menggenggam tangan vita dengan lebih erat. “maafkan aku vit. Maafkanlah aku. Aku ingin membuat ini menjadi lebih baik. Pasti ini terasa begitu lama dan sepi bagimu. Terasa begitu berat dan penuh kesedihan. Tapi aku berjanji vit, aku berjanji, setiap luka yang ada dihatimu itu, aku akan mengisinya dengan kebahagiaan, aku janji. Aku ingin ini berakhir bahagia.” Tegas asep.
351
“sudah sep. aku sudah mengerti.” Ucap vita dengan pelan. “aku cinta kamu vit. Aku mau kamu jadi isteriku.” Ucap asep. tangisan vita terdengar lebih pelan. Dia berusaha menenangkan dirinya. Lalu berkata kepada asep, “lihat aku sep. aku tidak punya apa-apa. Aku takut, aku akan merepotkanmu. Aku tidak akan bisa mendampingimu sep, tujuanmu masih jauh.” Tutur vita. “aku sudah tahu tujuanku, kamulah yang akan aku perjuangkan. Buku itu sudah aku serahkan pada yang lebih mampu, kepada presiden vit.” Ucap asep. “kamu bohong sep. aku tahu kamu itu pasti tidak percaya pada presiden saat ini.” ucap vita. “sudah vit sudah. Buku itu punya takdirnya sendiri. Percayalah vit, Aku sayang kamu. Tegakkan wajah kita, mari lihat langit itu, masih luas untuk kita tinggali. Ada banyak kebahagiaan di luar sana, aku tidak mau melihatmu terus seperti ini.” Ucap asep seraya memandang langit yang dihiasi bintangbintang. Vita menatap asep yang kala itu sedang menatap langit. Bibirnya tersenyum, dia menghapus air matanya, lalu berkata dengan lirih “aku percaya sep.”
352
Kata-kata penerimaan itu akhirnya keluar dari mulut vita. asep telah memutuskan untuk melupakan keinginannya selama ini, dia lebih memilih untuk memperbaiki kesalahannya sendiri, menemani seorang kekasih hati yang sempat tersakiti. Dia telah menemukan kebanggaannya sendiri, meski ada kepedihan lain yang menusuk hatinya, ketika dia tidak mampu berbuat banyak untuk lingkungannya.
Bab 31 Perhentian terakhir Asep dan vita hidup bahagia. Mereka hidup dengan ibu vita, di sebuah rumah di pinggiran kota. Rumah yang cukup besar dan indah. Rumah itu di kelilingi kebun bunga yang beratap kaca, kebun yang bisa dikunungi siapa saja. Penuh warna dan cinta. Di pojok kebun bunga itu ada taman membaca, ada banyak buku di sana, siapa saja bisa masuk dan ikut membaca. Begitulah dua jalan pikiran hidup berdampingan. Tidak saling memaksakan dan tidak menyalahkan. Rumah cinta. Ada kupu-kupu yang selalu bermain di sana. Ada pelangi yang singgah di pelupuk mata. Ada senyum yang tulus antara dua insan. dua hati merajut satu cinta, menutupi lemah fisik dimata dunia. Cinta tidak butuh sepuluh lemari untuk gaun, atau ribuan koper untuk harta dunia, 353
karena cinta hanya butuh satu bahu untuk bercerita. Masa tua akan datang, memberi sepi kepada yang pernah muda. Masa tua akan melemahkan raga, namun cinta yang tulus akan bertahan, terpahat indah dalam kerajaan hati, merebakkan wanginya hingga surga. Asep merawat nisa dengan sungguh-sungguh. Dia yang memasak untuk isterinya itu, dia yang membantunya berpindah tempat, memakai baju, buang kotoran, dan segala hal tidak bisa dilakukan isterinya yang tidak bisa berjalan. Pada suatu pagi yang cerah. Mereka sedang berjalan di kebun bunga mereka. dalam kebun itu ada rak kayu setinggi lutut yang di atasnya ada banyak pot-pot ditanami bunga. Segala jenis bunga yang berwarna indah. Ada banyak kupu-kupu yang beterbangan di sana. ada mentari pagi membiaskan cahaya, menembus atap rumah kaca yang berembun, menciptakan pelangi di kebun mereka. “Sayang, apa kamu tidak lelah merawatku seperti ini?” tanya vita. duduk di kursi rodanya. Wajahnya sangat cantik, dengan sebuah jepitan rambut yang memperindah penampilannya, wajahnya terlihat sangat bahagia dan bersinar. Asep mendorong kursi roda vita, sambil memandang bunga yang sedang dihinggapi kupu-kupu. “duhai kekasih hatiku, setiap sentuhan tangan ini akan selalu 354
terasa indah. Sampai kapan pun aku takkan lelah hidup di sampingmu.” Jawab asep. “kenapa kita ini bodoh, kenapa dulu kita tidak saling menyadari cinta, kenapa kita baru bertemu dalam keadaanku yang seperti ini? aku kadang sedih karena tidak bisa memberikan yang terbaik untukmu.” Ucap vita. “lihatlah bunga mawar yang mekar itu sayang. lihatlah juga kupu-kupu yang terbang di atasnya. Mereka itu begitu indah, siapa yang mengira bahwa mawar itu tadinya hanya sebuah pohon yang berduri, kupu-kupu itu hanya seekor ulat yang menggeliat dan menakutkan.” Asep terdiam sesaat, lalu melanjutkan perkataannya. “semua hal butuh proses. Saat ini cinta kita seperti bunga mawar yang mekar, seperti kupukupu mungil yang terbang melayang, begitu indah. Apa jadinya jika kita memetik cinta yang baru punya duri tanpa bunga? apa jadinya jika kita menatap cinta yang menggeliat tak punya sayap? Aku sungguh berterima kasih kepada Allah, karena mempertemukan kita di saat yang sudah tepat. Aku mencintaimu duhai kekasihku, bunga hatiku..” Lanjut asep. Vita terdiam sejenak, lalu berkata “aku sangat bahagia bersamamu. Namun terkadang, aku masih kesal pada imam, jika saja dia tidak membohongi kita, kita pasti lebih baik dari sekarang.”
355
“sudahlah sayang, maafkan dia, lupakan masa lalu. Rasa kesal dan kebencian hanya akan membuat hati kita menderita.” Ucap asep. “sayang. Setiap hari, selalu saja ada hal baru yang kutemukan darimu. Betapa beruntungnya aku bisa hidup denganmu.” Ucap vita. dia mengarahkan pandangannya ke asep, wajahnya menengadah seraya memberi senyum. Asep membalas senyum manis itu dengan senyum seorang lelaki yang datang dari hati. Asep terdiam cukup lama. Lalu berkata “Cintai Allah dengan menyembah-Nya. Cintai Rasulullah dengan mencontoh perilakunya. Cintai setan dengan menjauhinya. Cintai pemimpin dengan mengingatkannya. Cintai manusia dengan menghormatinya. Cintai penjahat dengan menghukumnya. Cintai alam dengan menjaganya. Dan banyak cinta yang lainnya.” Terang asep. Lalu vita kembali berkata “tapi sayang, jika kita mencintai setan. Bisa jadi kita nanti masuk neraka. Benar kan?” tanya vita. “Setan itu kan makhluk Allah juga sayang, kalau di dunia ini tidak ada setan lalu siapa yang mencoba keimanan kita? Kasihanilah setan yang punya sifat sombong, mereka merasa lebih baik dari yang lain.” Tutur asep dengan pelan, seraya kembali mendorong korsi roda vita, lalu dia mulai berkata kembali. “Sayang, Lihatlah bencana yang mengguncang bumi kita, gempa, itu juga bentuk cinta Allah. Allah yang 356
sedang mengingatkan hamba-Nya. meskipun kita ini, hamba-Nya, masih saja seperti anak kecil yang bodoh dan nakal, yang harus dijewer agar mau makan.” Ucap asep seraya tertawa kecil. Vita tersenyum. “aku bingung dengan penjelasannya. Yang pasti Allah itu memang sangat baik ya..” Tutur vita. “Dia itu Maha pengasih. Sayang, kamu pasti pernah merasakan bagaimana kasih seorang ibu. Ibu yang menelepon kita ketika kita belum pulang, ibu yang bertanya apakah kita sudah makan, yang memarahi kita ketika kita nakal. Perhatian Allah kepada kita lebih dari itu, Allah sangat berharap kita ini kembali kesisi-Nya, di surga. Dia terus menerus menelepon kita, mengingatkan kita, memarahi kita, namun kita belum juga mau dewasa.” Asep terdiam sejenak. Lalu kembali berkata “lihat sayang, ada tunas baru di dekat bunga itu.” seraya menunjuk sebatang bunga anggrek. Vita mengarahkan pandangannya menuju tunas yang asep maksud, lalu dia tersenyum dan berkata “itu tunas rumput sayang, bukan bunga anggrek itu.” Ucap vita seraya tertawa kecil. Asep tertawa kecil seraya menatap vita. lalu berucap “rumput jaman sekarang sudah beda dengan yang dulu” asep tertawa kecil, lalu melanjutkan perkataannya. “Sayang, Setiap hari, pasti ada saja hal baru yang ku temukan darimu. Hampir saja terjadi 357
salah paham antara aku dengan anggrek itu.” asep kembali tertawa kecil, dan vita pun ikut tertawa mendengar ucapan suaminya itu. “sayang” sahut asep. “iya” jawab vita. “ada yang ingin aku tanyakan. tadinya aku menganggap hal ini tidak ada gunanya, namun aku selalu merasa ingin tahu, kenapa kamu menamai buku catatanku dengan nama “IKRO”? apakah karena di dalamnya ada kata-kataku tentang membaca alam, lalu kamu menulisnya dalam bahasa arab.” tanya asep. “kamu kan pintar, bisa membaca lingkungan. Coba baca hatiku ini, cari jawabannya sendiri.” Ucap vita. “duh sayang. aku membaca lingkungan ini, sejauh pengetahuanku menggapai. teropong boscha itu, menerawang jauh ke angkasa, membaca galaksi, sejauh pandangnya sampai. Tapi sayang, hatimu itu, lebih luas dari galaksi, lebih rumit dari lingkungan ini. karena itulah aku tidak bisa membacanya. Sekarang aku sedang meminta bantuanmu membacakannya untukku.” Tutur asep. “hmm” “beberapa bulan setelah aku sadar dari kecelakaan, aku membaca buku yang kamu buang itu, waktu itu aku tersentuh, ternyata ada banyak hal yang belum 358
aku pahami dari lingkungan.” Vita terdiam sesaat. “Sayang, kamu ingat waktu kita mengaji dulu, ketika kita masih kecil, waktu itu aku belajar mengaji dengan “IQRA”, lewat IQRA itu sekarang aku sudah bisa membaca Al-Qur’an. nah, aku beri nama IKRO, karena “IKRO” itu adalah cara untuk belajar membaca alam.” lanjut vita. “hmmm..” gumam asep seraya kembali menjalankan kursi roda vita yang sempat terhenti di tengah perbincangan. “kamu menyesal kah karena melupakan mimpimu demi aku?” tanya vita. “sama sekali tidak. Karena kamu juga mimpiku yang besar. Mungkin aku memang tidak bisa mewujudkan dua mimpi yang besar jadi kenyataan.” “terima kasih sayang. Tenanglah disisiku.” Ucap vita, dia tersenyum mendengar jawaban dari asep. setiap pagi mereka akan bersama-sama menyiram bunga-bunga. Asep memberikan perhatian kepada nisa dengan sungguh-sungguh. Sesekali dia mengajak anak-anak jalanan untuk singgah di taman membacanya. Asep sendiri diperintahkan oleh ibu vita untuk meneruskan kepemimpinan di kebun teh. Seminggu sekali dia mengecek langsung ke kebun teh.
359
begitulah bentuk cinta dua insan, sederhana tanpa keluhan. Menerima cobaan sebagai kenikmatan, layaknya sambal pelengkap gorengan. Menerima kekurangan sebagai kebutuhan, agar tiada henti berbagi dan menyayangi. Layaknya setitik cahaya yang makin terang di dalam kegelapan. Layaknya setetes air yang makin berharga ketika kehausan. Itulah kebaikan cinta, sedikit namun penuh keindahan. Tidak terlalu banyak sehingga memabukkan, bercampur dengan nafsu yang membutakan. Itulah cinta, sederhana.
Bab 32 IKRO lembaran akhir Inilah lembar-lembar terakhir ikro yang ditulis khusus oleh asep untuk seisi bangsa ini. banyak harapan yang berpegang di punggungnya. Dia ingin agar ini tersampaikan dengan tepat ke dalam hati setiap orang, terutama ke dalam hati bapak presiden. Teruntuk bapak presiden. Dan teruntuk siapapun yang sempat membaca tulisan ini.. sampaikan pesan saya kepada hati anda. Sampaikan pesan ini ke orang-orang terdekat anda, sampaikan ini kepada para pemimpin anda.. Anak-anak 360
Mereka adalah yang paling berharga. Kita bisa mengukir kebaikan di hatinya, namun kita juga bisa mengukir kebencian dan keburukan. Di matanya ada kepolosan yang mencari gambar, ketika melihat orang menendang bola, maka dia akan ikut menendang bola, dan kita sebagai orang yang lebih tua bertugas jangan sampai bola itu dia makan. Mereka juga punya rasa penasaran, mereka punya pertanyaan, dan kita harus punya jawaban, jangan sampai lingkungan yang menjawab pertanyaan mereka, karena lingkungan itu semakin tercemar oleh kita sendiri. Mereka adalah yang akan menjadi seorang ibu atau seorang ayah, atau menjadi seorang penjahat, perampok, presiden. Jika ada yang mengatakan “jangan paksakan sesuatu kepada anak, biarkan saja dia mau jadi apa.”, hal itu kurang tepat. Janganlah kita membiarkan seorang anak mengejar cita-cita sementara kita belum menanamkan kebaikan Yang Benar. Karena kebaikan itu selalu bergeser, sedangkan Yang Benar itu mutlak, maka tanamkanlah kebaikan Yang Benar. Kebaikan yang belum dirusak oleh lingkungan. 16 tahun lalu menonton TV masih baik, ada banyak lagu anak-anak, ada banyak acara-acara berhitung, iklan-iklan masih berpakaian sebatas lutut. Tapi jaman sekarang atau 20 tahun ke depan, nonton TV pasti sudah tidak baik, lagu-lagu cinta mengajari untuk menangis padahal hati tidak 361
tersayat sungguhan, iklan dengan rok mini atau bahkan bikini, berita kriminal dan korupsi. Jangan sampai itu semua yang akan tertanam dalam otak anak kita. tatanan nilai semakin berubah, keburukan yang mulai menjadi baik. Jika dibiarkan, maka hitam-putih itu akan menjadi abu-abu, samar dimata anak-anak dan mereka siap menjadi mesin perusak. Hanya orang-orang yang hatinya cerdas yang tidak ikut tergerus oleh distorsi nilai tersebut, sedangkan hati seorang anak itu masih butuh gemblengan. Tanamkan kebaikan mulai dari sekarang, karena mengajari seorang anak itu seperti mengukir di atas batu, sedangkan mengajari orang tua itu seperti menulis di atas pasir gurun. Coba kita ajari seorang menteri tukang korupsi agar tidak korupsi, maka niscaya sia-sia belaka kecuali Tuhan menurunkan hidayah-Nya. putuskan siklus anak yang kelak menjadi orang tua yang bodoh dan akan kembali melahirkan manusia-manusia yang bodoh. Ajari dari sekarang. Mau jadi pilot, suster, menteri, presiden, kalau hatinya sudah baik maka pasti berguna untuk orang lain dan lingkungan. Wahai bangsaku.. Jangan hanya ajari anak kita a, b, c, 1, 2, 3. Namun ajari juga alif, ba, ta, tsa. Pengetahuan otak tanpa ketahanan hati sama saja dengan nol besar. Ingat bahwa ajaran yang paling menanamkan akhlak yang baik adalah agama. Maka perkuat pengetahuan anak tentang agama.
362
Seorang penjahat yang lahir dari lingkungan yang jahat pasti akan sulit menjadi orang baik. Meskipun kita menasehatinya setiap hari, dia pasti akan kesulitan untuk menjadi baik, karena sifat jahat itu sudah terekam baik dalam otak dan hatinya semenjak dia kecil. Karena itu, kita harus menciptakan manusia baik sedari dia kecil. agar anak kita baik, kita harus pastikan bahwa lingkungannya baik, bentuklah karakter dalam dirinya. Meskipun dia nanti kelaparan dia pasti tidak akan sampai menodong orang. Meskipun nanti ada penghasut atau setan, dia pasti bisa melawannya dan menang, karena dalam hatinya sudah benar-benar tertanam kebaikan. pemuda mereka adalah yang mengibarkan dan menurunkan bendera. Merah dan putih yang kita banggakan. Merah berarti berani dalam berbuat dan putih berarti suci dan berniat. Pemuda itu harus berani, yang salah katakan salah, yang benar katakan benar. Tidak lembek seperti bayi atau linglung seperti aki-aki. Pemuda itu harus suci dalam berniat, tidak berangkat bilangnya sekolah tapi di jalan belok ke warung sebelah. Memberi coklat dengan tangannya namun kotor maksud hatinya. Lihatlah masalah pemuda jaman sekarang. Pemikir-pemikir sempit, yang ada hanya keakuan, “kamu ga pernah ngertiin aku!!” kata-kata cengeng 363
yang berharap belas kasihan sedang dia sendiri tidak mengerti lingkungan. sangat disayangkan sekali mereka ini hidup di bumi yang permai, bumi yang akhirnya dihancurkan oleh penggunanya. Lihatlah mereka keterlaluan dalam “cinta”, cinta yang membuat mereka terbang lalu menghujam, makan babi dan dimakan buaya juga mereka rela. Wahai pemimpin kami.. Batasi internet! Batasi televisi! Karena dari situlah sumber terbesar pengetahuan remaja dan anak-anak. Tambahkan jam pelajaran agama! ajari kosa-kata santun dan nasehat surga-neraka! Kita biarkan mereka, maka kita turut serta dalam menghancurkan bangsa. Pemaksaan itu belum tentu kejahatan, kejahatan adalah ketika membiarkan seorang buta berjalan ke jurang. Pemuda itu pemimpin dirinya. dia tidak boleh berpikir seluas “aku”, pemuda itu harus berpiikir seluas bangsa. ada aku, dia, kami, mereka, jadi satu. Karena pemuda lah yang kelak akan membangun bangsa, pemudalah yang harus bersiap untuk memimpin. apa jadinya jika belajar itu mendadak. Belajar itu dari sekarang, agar siap menjadi pemimpin masa yang akan datang. Wahai bangsaku.. Pemuda itu butuh bimbingan, mereka mudah bosan dan lupa daratan. Jangan dulu melepas mereka, terus bimbing hingga benar-benar dewasa.
364
Orang tua mereka adalah yang mendidik kita. Karena mereka kita berbahasa indonesia, mereka yang mengajari kita cinta yang benar-benar cinta. Mereka adalah orang yang harus dihargai, diikuti, disayangi. Kasih Orang tua itu lebih lembut dari belaian sutra, tidak bentak sana bentak sini, membuat anak kabur dari rumah kemudian mendapati “perlindungan” dari orang asing yang ramah. Orang tua itu berani berkata “tidak boleh” ketika seorang bocah “pecinta” mengajak berduaan dengan anak wanitanya. Orang tua itu adil, menempatkan sesuatu dengan tepat, jangan memberikan uang jajan sejuta pada anak beumur belasan, meskipun mampu. Karena meningkatkan taraf hidup kepada seorang yang belum menghasilkan, membuat lingkungan yang tidak mampu ikut belingsatan. Masalah orang tua adalah mereka mulai kehilangan kepedulian. Mungkin mereka sibuk dengan pekerjaan sehingga tanpa sadar menjadikan anak kepentingan nomer 2 atau bahkan di bawahnya. mereka berdalih bekerja itu untuk anak, sesungguhnya lebih baik anak merasa lapar dan tetap diajari kebaikan, daripada kekenyangan dan terus bermain tanpa didikan. Wahai pemimpin kami.. Permudah lapangan pekerjaan! Agar orang tua lebih sering di rumah. 365
Terlalu banyak orang tua yang berangkat pagi pulang malam namun gaji mereka hanya cukup untuk makan. Permudahlah pekerjaan yang layak. Orangorang bodoh karena kemiskinan, orang-orang yang di kolong jembatan, mereka-mereka itu tidak harus jadi kaya. berikan saja hidup yang layak, setidaknya pastikan mereka punya uang untuk makan 30 hari ke depan, 3 pasang pakaian, sebuah kubus dari tembok untuk mereka berlindung dari hujan, lalu beri mereka pekerjaan. Mereka-mereka itu orang tua, mereka itu mempunyai anak-anak. turun-temurun dalam kemiskinan atau turun-temurun jadi pengemis, karena tidak pernah ada kepedulian yang sungguhsungguh. Jika kemudian ada diantara mereka yang pura-pura miskin karena malas bekerja keras, mereka tetap mengemis padahal rumahnya mewah. maka kumpulkan mereka dalam sebuah pulau terisolir, disana ada hutan. sediakan cangkul, pupuk dan benih, kerangkeng pulau itu, biarkan mereka menghidupi dirinya. Ada berapa pulau di indonesia? Kalau bisa sediakan juga untuk para koruptor, beri mereka benih padi yang jelek, yang tetap tidak lembut meskipun dijadikan bubur, biar mereka merasakan perihnya nasi aking. rejeki 366
Orang tua itu panutan, juga jalan masuk dari Tuhan, maka harus pintar-pintar
mengatur pemberian. Jangan suapi anak dengan uang haram. Pemimpin adalah orang tua sebuah kelompok. Maka pemimpin harus bisa adil, menempatkan sesuatu tepat pada tempatnya. Agama adalah hal yang sensitif untuk dibahas. Maka pemimpin yang harus bijak, jika memang negara ini menghargai tiap umat untuk menjalankan agamanya. Uang pajak diskotik dan pabrik minuman keras, janganlah untuk memberi makan rakyat muslim. Jangan membangun rumah potong sapi di bali. jangan pula meletakkan babi di halaman rumah seorang muslim tanpa izin, mengobrol lah dulu. karena jika babi itu dibunuh maka yang punya juga akan marah, siapa yang salah? disitulah akan terjadi keributan. orang tua lah yang harus pintar mengatur.
Rencana kecil Wahai bapak presiden.. sampaikan rencana kecil saya ini pada DPR, hati-hati salah menyampaikan pak. Sampaikanlah pada Dewan Perwakilan Rakyat, bukan Dewan Pembudakan Rakyat. Jangan katakan bahwa saya mengkritik tanpa solusi. Inilah solusi dari saya. Saya berpikir program apa yang mungkin bisa menyelesaikan masalah bangsa ini. jika saya kaitkan dengan pemasalahan anak, pemuda, dan 367
dewasa. entah menurut bapak ini benar atau tidak, baik atau buruk. program ini dibuat hanya sebatas kemampuan saya yang masih belajar membaca. 1. sektor merah-putih. (industri manusia pintar) -kita lihat masalah kriminalitas yang terjadi di indonesia. Mutilasi, penculikan, pembunuhan, pencurian, perampokan, pemerkosaan, dsb. Semakin lama hal itu semakin terdengar wajar, kita semakin melupakan mereka yang sebenarnya tertekan kebutuhan. sebab utama terjadinya tidak kejahatan adalah tuntutan kebutuhan, baik itu kebutuhan jasmani maupun birahi. Sebab kedua adalah jeleknya bentuk mental para pelakunya. Siapa para penjahat itu? dari mana asalnya? Mereka pasti pernah menjadi seorang anak-anak dan mereka tidak mungkin anak seorang pejabat. Para penjahat ini pasti adalah anak-anak orang miskin dan kurang mendapat pendidikan mental, mereka tinggal dalam keterbatasan, kurang didikan orang tua, lingkungannya rusak, dsb. Kriminalitas itu adalah tanda bahwa bangsa ini belum sejahtera, lalu bagaimana memecahkan masalah ini? Mengendalikan penjahat itu sangat sulit. Mereka dipenjara, keluar penjara lalu mencuri lagi, dan terus begitu, karena mentalnya buruk dan akal mereka belum mampu untuk menciptakan mata pencaharian yang lebih baik. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Kita merasakan sendiri sulitnya untuk mengobati para penjahat, Maka dari itu, lebih baik kita cegah supaya dia penjahat tidak bertambah. 368
Kita bentuk anak-anak yang bermain di jalanan, yang kurang mampu, yang terlantar, kita didik mereka agar ketika besar mereka tidak menjadi penjahat. Malah lebih bagus jika kita mampu membentuknya menjadi seorang pahlawan bangsa. -di negara ini ada lima pulau yang besar. Buat pusat-pusat pengembangan pulau tersebut. Sebuah komplek yang nantinya membentuk bibit unggul untuk kelangsungan hidup pulau itu, mengurangi tingkat kriminalitas yang ada. komplek itu adalah sebuah daerah yang luas, dibagi kembali menjadi empat bagian. tiga bagian yang mengembangkan tiga masa peralihan manusia, anakanak, remaja, dewasa dan satu bagianuntuk industri yang besar. Provinsi merah putih itu akan menciptakan manusia yang berakal sehat dan berhati jernih. Banyak keuntungan yang bisa diambil, kita mengurangi kemungkinan meningkatya kriminalitas, kita bisa menciptakan manusia-manusia unggul dan dari itu semua adalah bentuk kebaikan bagi bangsa ini. Empat bagian tersebut di atas adalah: 1.1. sektor anak. (pembentuk mental) Ambil anak-anak jalanan, anak-anak yatim atau yatim puatu yang butuh bantuan, anak-anak miskin yang orang tuanya sudah prustasi dan mengajak mereka bunuh diri. Bagian ini adalah tempat pemberian pengetahuan awal, range umurnya dari sejak lahir hingga anak berumur 15 tahun. Ajari 369
mereka membaca, menulis, bernyanyi, bermain, beri kata-kata yang sopan, beri tontonan televisi yang baik, beri buku-buku bacaan yang bagus dalam perpustakaan yang besar. Dan ingat, disana mereka hidup tanpa orang tua, buatlah kamarkamar mereka dengan nyaman, satu kamar berisi beberapa anak. berikan seorang guru pendamping dalam kamar tersebut, sering-sering ajari anakanak dalam kamar, jangan hanya belajar dalam kelas. Pendamping ini harus akrab dengan anak agar anak itu tidak malu ketika bertanya, mengeluh dan menceritakan kemajuannya. Berikan mereka mainan yang baik, kenalkan mereka pada olahraga, kenalkan pada potansi bangsa ini dan kemajemukkannya. Berikan mereka gambarangambaran yang bagus tentang dunia. Dan yang terpenting adalah ajarkan disiplin, beri nasehatnasehat yang baik. Suapi anak yang kecil, biasakan anak yang sudah besar untuk mencuci piring setelah makan. 1.2. sektor remaja. (pembentuk akal dan tingkat lanjut mental) Kumpulkan anak-anak berumur diatas 15 tahun hingga anak remaja yang berumur 20 tahun. Beri mereka tempat tinggal yang layak, pisahkan lakilaki dan perempuan kecuali ketika belajar. Mulai tanamkan nilai-nilai moral tingkat lanjut, di negara ini banyak ustadz-ustadz muda yang butuh pekerjaan, bawa mereka ke sektor ini. biarkan mereka menjadi teman bermain para remaja, 370
mengajari mereka langsung dalam obrolan seharihari, dan seminggu sekali adakan pemberian materi yang akan dibahas oleh ustadz muda tersebut. Sektor ini adalah penggabungan antara SMK dan pesantren. Anak muda itu masih egois, kadang mereka enggan diajari, maka berikan guru yang terbaik yang mampu menjadi teman mereka, jangan guru yang senang membentak, karena ditakuti bukanah dihormati. Tetap batasi tontonan mereka, batasi TV hanya untuk acara yang baik, batasi internet, berikan buku-buku yang baik. Kemudian mulai kelompokkan mereka berdasarkan minat dan bakat. Yang minat di olahraga, ingin jadi pemain bola, maka pastikan dalam satu kamar dengan yang minat bola, pastikan juga di dalam kamar itu ada sebuah bola, dan sediakan beberapa buah lapangan bola yang bagus. Begitu juga dengan yang ingin jadi pemain bulutangkis, pemain tenis, pemain catur, dsb. Sedangkan untuk yang berminat menjadi pilot, dokter, peneliti, petani, maka ajari mereka ilmunya. Dan sekali lagi, pastikan agar guru mereka itu adalah yang terbaik, jangan berikan guru yang berlagak seram dan senang membentak. Bentakan itu melemahkan pikiran. Berikan mereka fasilitas seperti perpustakaan, labolatorium, tempat praktek. Tanamkan disiplin, sadar waktu dan biasakan agar mereka membaca permasalahan bangsa ini, kenalkan pada mereka masalah bangsa agar mereka siap memecahkannya.
371
1.3. sektor dewasa. (tindak lanjut akal dan aplikasi kemampuan) Sektor ini merupakan pusat pengembangan dan pelatihan industri, pelepasan bakat-bakat muda. Untuk manusia yang sudah berumur 20 tahun ke atas. Beri mereka tempat tinggal. Di sini sudah harus terfokus, yang belajar sepak bola sungguhsungguh latihan bola, yang ingin bertani maka berikan kebun sungguhan dan buatlah mereka bekerja sama, mananam dan mencangkul bersama. Biarkan mereka mencari solusi dalam tiap permasalahan, namun Beri meraka sipervisorsupervisor yang baik, ramah dan pintar, yang akan mengingatkan ketika mereka salah, dan terus membimbing mereka. Lepaskan beberapa orang yang sudah siap menghadapi dunia luar. siapkan para ahli dalam industri tersebut untuk mendampingi mereka, karena banyak orang pintar di bangsa ini yang belum memaksimalkan kemampuannya. Kita ciptakan buah kopi terbaik di dunia, sapi terbaik di dunia, tebu terbaik di dunia, tidak usah lagi mengimpor hal-hal yang kita masih mampu membuatnya. Perlahan akan ada pemasukan pada negara, dan lingkungan kita lebih rapih. Saya selalu berharap agar bangsa ini bisa memanfaatkan dengan sungguh-sungguh potensi alamnya. 1.4. sektor industri. Bagian ini merupakan tempat industri besar. Di dalamnya ada pabrik-pabrik, kebun-kebun luas, 372
peternakan-peternakan, dsb. Kita kurangi peranan produk cina, buatlah buku, penggaris, gunting, selotip, dan hal-hal kecil mendasar untuk pendidikan, tidak usah impor. Di sini lah para pemuda yang sudah lulus pelatihan akan diperdayakan. Bawa juga orang dari luar yang membutuhkan pekerjaan, ambil para pengemis, penduduk lingkungan kumuh yang pengangguran, para preman yang sebenarnya hanya butuh makan. Ajak mereka bekerja sama, teruskan industri yang ada di dalam. gunakan orang-orang dari sektor dewasa yang sudah lebih pintar untuk mengatur orang-orang baru itu, karena tidak mungkin bagi kita untuk sekaligus mengajari semua orang yang ada di bangsa ini. industri ini ditujukan agar mampu memenuhi kebutuhan rakyat indonesia, kita kurangi mengimpor barang-barang dari luar, agar ketergantungan kita terhadap mereka juga turut berkurang. Semakin bangsa ini mandiri maka bangsa ini akan lebih mudah untuk maju. Dan Keuntungan materi dari sektor inilah yang nantinya menghidupi tiga sektor yang sebelumnya. -dari mana dana untuk memulainya? Sebenarnya masih banyak orang-orang kaya yang baik hati, Cuma mereka enggan turun ke jalan yang berdebu, maka kita buatkan mereka jalan yang lebih rapih, yaitu dengan cara ini. ada zakat yang diatur negara, salurkanlah zakat ke sektor ini, lebih tepat dan manfaat. negara juga bisa meminjam uang, namun jangan tanggung-tanggung. Ibarat rumah 373
tangga, Pinjam uang kalau Cuma buat dapur pasti halamannya tidak akan terbangun, pinjamlah uang penuh perhitungan, buka usaha seperti jualan bakso atau sate. Dan usaha negara ini adalah ini, industri manusia pintar yang merupakan penanggulangan anak jalanan. -seminggu sekali bawa anak-anak bermain ke tempat remaja, menonton kakak-kakaknya yang sedang latihan bola, bawa juga para atlit sungguhan untuk melatih mereka, agar mereka punya idola yang baik, dan kelak anak-anak ini semua akan menjadi atlet-atlet yang baik hatinya. Semoga. Dan amiin. begitu juga remaja beberapa hari sekali biarkan ke tempat industri dan biarkan mereka ikut membantu. Jadikan sektor ini sebagai sarang yang menciptakan manusia-manusia unggul, baik dalam pengetahuan akal maupun akhlak. -semua itu bertahap dan ada takarannya. Lingkungan jaman sekarang sudah tidak mengenal takaran tersebut. Pisau diberikan kepada bayi, hingga bayi itu menusuk ibunya sendiri. Jadikan juga sektor ini tempat untuk belajar berdemokrasi, memberikan pengajaran yang benar tentang apa demokrasi itu. Karena demokrasi yang ada sekarang bukanlah demokrasi. Bagaimana mungkin seorang buruh bisa berteriak tentang haknya ketika dia justru terancam PHK. Bagaimana mungkin kita berteriak dengan benar ketika ternyata kita masih bodoh atau ternyata dibodohi. Belum ada demokrasi di bangsa ini, yang ada hanya para penguasa dari tingkat 374
paling atas hingga penguasa desa yang mengobrol dan mempermainkan rakyat. Bangsa ini harus berpikir lebih jauh lagi ke depan. Keluarga miskin kesulitan untuk menjadi kaya karena mereka tidak tahu cara merencanakan untuk tiga hari ke depan, mereka sibuk memikirkan hari ini dan besok. Begitu juga bangsa ini, jika terus berkutat hanya dengan kebijakan moneter maka tidak ada sesuatu yang di banggakan dimasa yang akan datang. Miskin terus karena kekurangan rencana yang matang dan jangka panjang. 2. surat rakyat -rakyat bangsa ini masih bodoh untuk berdemokrasi, pengetahuan mereka belum lah cukup untuk hal itu. bisa dilihat dari hasil pemilu, pasti hanya beberapa partai saja yang perolehan suaranya tinggi dan perbedaannya itu sangat besar sekali dengan partai-partai lain yang tergolong partai kecil. Kenapa? Karena yang rakyat kenal hanyalah partai-partai yang bisa kampanye dengan dana besar, muncul di TV, berkoar-koar di lapangan, kasih kaos, dsb. Sedangkan partai-partai kecil yang hanya punya dana kampanye kecil hanya bisa berharap keajaiban dan jadi pelengkap. Padahal kampanye itu tidaklah mencerminkan kepintaran kepemimpinan sang calon presiden, bisa saja yang kampanyenya jor-joran justru adalah orang bodoh. Kita lihat pula bahwa rakyat sama sekali tidak tahu
375
apa saja yang dilakukan pemimpinnya ktika menjabat, apakah peminpin itu bekerja atau tidak. -surat rakyat adalah sebuah tulisan yang harus disusun oleh para calon pemimpin. Terdiri dari satu atau dua lembar kertas, isinya adalah hasil peneletian calon pemimpin tersebut terhadap lingkungannya. Dia tulis apa permasalahan daerahnya, apa solusi atau program yang dia tawarkan, dan apa keuntungannya untuk rakyat dan lingkungan. Seorang calon kepala desa harus menyerahkan surat rakyatnya kepada KPU ketika dia mencalonkan diri. Ketika calon-calon itu sudah mengumpulkan kertasnya, maka KPU mengumpulkan dan menjadikan kertas itu semua dalam satu kumpulan, lalu berikan kumpulan surat itu kepada rakyat. Biarkan rakyat membacanya. Begitu juga dengan camat, bupati, gubernur dan presiden, semuanya harus membuat kertas tersebut. -surat rakyat ini berguna agar rakyat ikut serta dalam berdemokrasi. Memimpin bangsa ini, memperbaiki hubungan dengan pemimpinnya. Akan ada diskusi antara ibu-ibu rumah tangga, antar tukang becak dan tukang ojek, mengau mana program yang labih baik dan mana pemimpin yang lebih jeli dalam membaca permasalahan, karena rakyatlah yang paling mengenal masalahnya. rakyat menjadi lebih hidup dalam memilih pemimpinnya. Setiap program yang pemimpin lakukan pasti dibantu oleh rakyat, karena rakyat sudah tahu maksud sang pemimpin. begitu pula ketika pemimpinnya lengah maka rakyat akan menegur. Ketika yang diandalkan 376
hanya ucapan ketika kampanye, maka rakyat yang malas mencatat akan lupa janji-janji itu dalam waktu satu hari, surat ini membantu rakyat agar mengingat janji itu dan bisa mengawasi pemimpinnya. Surat ini membantu calon-calon pemimpin baru dari partai kecil untuk mempromosikan diri, dengan surat ini rakyat dapat membaca kemampuan para pemimpinnya dengan lebih fair, jangan lagi mengandalkan kekuatan dana kampanye. karena jika kita terus saja membiarkan kekuatan dana menguasai otak rakyat maka pikiran rakyat itu tidak akan berkembang, itu merupakan bentuk pembodohan dari penguasa terhadap rakyat. -berikan pula surat rakyat ini kekuatan hukum, agar dia bisa digunakan untuk menggugat sang pemimpin. Ketika pemimpin tidak menjalankan sama sekali programnya, maka rakyat bisa melaporkanyan pada DPD atau DPR dan tentunya kepada hukum Tuhan. Barulah demokrasi itu bisa berimbang, karena selama ini rakyat sama sekali tidak diajak untuk turut serta membangun bangsa, ada jurang yang besar antara rakyat dan pemimpinnya. Marilah kita singkirkan jurang itu, mari kita saling mengenal, agar bisa saling mengingatkan. 3. kekuatan desa. -salah satu hal yang membuat bangsa ini kisruh adalah kurangnya peranan perangkat desa dalam membingbing rakyatnya, terutama wilayah pedesaan atau kampung. Lurah berganti lurah tapi tidak ada yang baru, kenapa pula mereka ini tidak 377
punya gaji yang jelas. Sebenarnya ada dana atau tidak dari pusat ke daerah? Kok sama sekali tidak ada program-program yang berjalan dan dirasakan oleh warga pedesaan. Apakah hanya ada dana buat cetak KTP dan isi tinta? Kurang adanya bimbingan dari pemimpin membuat rakyat banyak yang lari ke kota, padahal di kota itu mereka jadi penghuni di pinggir rel kereta, sungai, di kolong jembatan. Perpindahan Itu juga yang membuat kriminalitas di kota selalu meningkat, karena tidak ada kontrol terhadap manusia. Datang ke kota modal nekat, unjungnya-ujungnya jadi nekat beneran. -buatlah desa lebih menarik. Adakan kelompok-kelompok kerja, tingkatkan bantuan pengetahuan untuk para petani atau nelayan, karena kebanyakan dari mereka belum pintar dalam berdagang. berdayakan seluruh kemampuan yang ada agar masyarakat desa itu terpenuhi kebutuhan hidupnya tanpa harus pergi ke kota. Buat Budidaya ikan lele, ikan arwana, lobster, ternak kambing, sapi, kerajinan tangan, dsb. -Fungsi perangkat desa adalah untuk mengawasi rakyatnya bekerja, membantu petani, peternak, dsb. untuk mencari tempat menyalurkan hasil panen, karena rakyat kita belum pintar dalam hal distribusi dan membantu agar usaha itu terus berkembang. Perbedaan harga selalu terlalu jauh antara petani yang berkeringat dengan pengecer di pasar kota, buatlah keadilan keuntungan, agar profesi petani atau nelayan itu lebih diminati. 378
Jika desa sudah kuat, Suatu saat nanti semua TKI akan pulang dan membantu bangsanya dengan cara yang lebih baik. ketika kita terus punya ketergantungan terhadap bangsa lain maka kita tidak bisa maju, kita akan terus ditekan. Saya yakin, dengan jumlah penduduk indonesia yang banyak dan kekayaannya yang melimpah, jika kita bisa menguatkan desa maka bangsa ini akan sangat kuat, pemerintah tidak akan repot dengan menyupsidi segala macam barang ketika rakyat desa sudah punya pendapatan cukup besar. Pastikan para lurah, camat, bupati itu mengerti tentang distribusi, distorsi pasar dan penangannya, penawaran dan permintaan. Satu bulan sekali adakan rapat para lurah yang dipimpin oleh camat. Bicarakan tentang kemajuan rakyat mereka, cari peluang, ciptakan perdagangan antar desa. Sebulan sekali adakan rapat yang diikuti para camat dan dipimpin oleh pak bupati, ciptakan keseimbangan dan hubungan yang sinergis dan saling menguntungkan antar kecamatan, seperti perdagangan, keamanan, dsb. Hingga akhirnya ada rapat para gubernur yang dipimpin oleh presiden, bicarakan bagaimana perkembangan perekonomian rakyatnya, provinsi mana yang kelebihan produksi maka distribusikan ke provinsi lain. ciptakan pemenuhan kebutuhan bangsa dengan mempergunakan kekuatan rakyat dan kekayaan alam kita. Ini akan membantu presiden untuk mengenali kebutuhan rakyat dan menguasai luasnya negara ini. 379
-kekuatan desa akan berfungsi untuk mengendalikan kepadatan kota, mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Juga berfungsi agar kita tidak salah menangkap penjahat. Mereka yang mencuri untuk sesuap nansi tidaklah bersalah, mereka adalah korban lingkungan. Yang benarbenar penjahat adalah kita, kita yang membiarkan mereka tetap mencuri sedangkan kita punya jawaban untuk membantu. Kita yang hanya mampu memasang gembok jeruji namun tak mau memberi solusi. 4. batasi TV dan internet. -lihatlah bagaimana seorang anak kecil sudah berkata “anjing!!”, lihatlah anak-anak kecil sudah berbicara tentang sex, hubungan intim, dsb. Lihatlah bagaimana seorang anak kecil bernyanyi lagi-lagu dewasa. Lihatlah ketika seorang anak melihat berita-berita pembunuhan, pemerkosaan, mutilasi, perceraian, dsb. Kita harusnya hawatir dengan itu, seorang anak belumlah saatnya mendapat pengetahuan tentang sex, percintaan, pembunuhan. “ajarilah anak anda sex sejak dini” adalah kata-kata yang janggal, lebih mirip dengan kata-kata seorang yang ingin kabur dari permasalahan dan mencari solusi sempit untuk “ngeles”. Anak-anak itu lebih baik jangan dulu tahu tentang hal-hal yang berbau orang dewasa, otak mereka penuh rasa penasaran sedangkan kesadaran akan baik dan buruknya masih kurang. Ketika kita mengajarinya tentang sex atau pembunuhan, atau dia belajar tentang sex dan pembunuhan itu dari TV, 380
apakah ada jaminan ketika kita lengah maka dia tidak akan mempraktekkannya langsung? Lihatlah berita tentang seorang anak SD yang berhubungan intim, seorang anak SD yang membunuh dan menyayat-nyayat tubuh temannya. -internet juga merupakan masalah yang serius. Ada banyak pornografi di dalamnya. Lihatlah warnet di mana-mana, seorang anak SMP pun sudah bisa menggunakan internet. Tanpa pengawasan orang tua dan lingkungannya, sedang dalam internet itu ada banyak pornografi dan hal-hal yang kurang baik. Dua puluh tahun yang lalu kata-kata “ciuman” masih asing di telinga seorang anak kecil, tapi jaman sekarang, jangankan ciuman, hubungan sex pun sudah mereka mengerti. Semakin lama akan semakin terjadi distorsi nilai dalam lingkungan, yang tadinya remaja ciuman di halte itu aneh, sepuluh tahun kemudian dua orang remaja berciuman depan kantor polisi juga pasti terdengar biasa. Dan akan semakin parah jika kita membiarkan anak-anak belajar sesuatu sebelum waktunya, karena yang negatif pun bisa jadi positif ketika yang memahami adalah seorang anak kecil atau remaja dodol. -batasi TV dan internet. Batasi dua hal ini. berita-berita kriminal, gosip, pornografi, adegan bermesraan di sinetron-sinetron, dan segala hal yang bisa membentuk otak anak menjadi buruk. Lebih perbanyak acara-acara lagu anak, belajar menghitung, bermain. Atau acara berita dunia, alam, perkembangan lingkungan untuk para remaja. Mari 381
kita bimbing para penerus bangsa ini, jangan biarkan mereka hancur oleh keteledoran kita. 5. Hukuman jari. Mata dibayar mata. Itulah keadilan, kecuali jika kita ingin menjadi lebih mulia dengan memaafkan. Saya punya rencana untuk mengelompokkan para pembuat kejahatan dengan cara lebih baik. -mereka yang mendapat hukuman ini adalah, koruptor, maling, rampok, markus, pembunuh. Mereka-mereka yang tangannya digunakan untuk melukai orang lain. -buatlah penjara di sebuah pulau, namun jangan dari sel yang sempit dan berbau kotoran, Beri mereka tempat yang layak. Pastikan hanya orangorang yang punya maksud baik yang bisa menjenguk mereka. Atur ruangan mereka, jangan biarkan bandar narkoba dan “pemakai” ada dalam satu ruangan, jangan biarkan perampok dengan perampok bergerombol seusukanya, jangan sampai koruptor dan jaksa dodol berkumpul dalam satu kasur. -mereka orang dewasa. Kalau mereka ingin makan maka mereka harus bekerja. beri mereka pekerjaan, ini juga berfungsi untuk mengisi waktu. Berkebun, beternak ikan, beternak kambing, dsb. manfaatkan benar tanah kita yang subur. berikan mereka target panen, berikan mereka grasi jika panennya bagus. -mereka orang dewasa. Cara menghukumnya harus sampai jera. jika ada dari peghuni pulau itu 382
yang berbuat nakal, entah itu narapidananya atau sipirnya, hukumlah dengan memotong jari kelingking tangan kiri. Hukuman ini diluar hukuman lama penahanan yang diberikan. Hukuman ini diberikan jika orang itu masuk penjara untuk yang kedua kalinya, atau nakal ketika di dalam penjara. Potong kelingkingnya, Jika nakal lagi, maka potong jari manis, lalu jari tengah, dan seterusnya. Habiskan saja jarinya jika mereka terus berbuat yang tidak baik, Hingga mereka menangis karena sulit memegang sendok, sulit membersihkan dubur, sulit memakai pakaian. hingga mereka seperti bayi yang menangis dan harus ditolong orang lain. orang yang menyuapi mereka pasti enggan menjadi salah satu dari mereka, itulah jera. Jika masih nakal juga, maka potong lidah mereka, bungkam agar tidak mencemari lingkungannya. Begitulah cara mengajari orang tua yang sudah keras hatinya, tidak cukup dengan katakata. -adakan perbaikan akal dan mental. Hadirkan orang-orang yang pintar hatinya untuk mengajari mereka kebaikan, semoga dengan begitu mereka akan sadar. Datangkan seorang petani senior, seorang peternak ikan senior, pekerjakan mereka dalam pulau itu. jadikan para petani senior itu sebagai PNS. Negara agraris harusnya menjadikan petani sebagai pegawai negeri. tunjang kehidupan keluarga mereka, berikan keamanan pada mereka. Dan temani mereka dalam mengajari orang-orang yang tersesat itu untuk menjadi berguna. 383
-sediakanlah tempat menghibur diri. Berikan waktu libur kerja untuk mereka bermain bola atau bermain catur. Kita tidak memberikan hukuman yang sia-sia, kita berikan hukuman yang membuat mereka nyaman dalam kedisiplinan. -tegakkan hukum setegas-tegasnya, jangan lembek. Sumpah ulang semua pejabat negara! mereka harus bersumpah “saya siap dipenggal jika terbukti secara hukum melakukan korupsi atau kolusi atau mengakali hukum.”. tegakkan hukum, jangan dengarkan teriakkan orang-orang pintar yang sebenarnya dodol. Mereka yang berteriak “perikemanusiaan”, yang selalu protes atas adanya hukuman mati. Hukuman diberikan jika terjadi pelanggaran, jika tidak ingin dipenggal ya jangan melanggar hukum, Simple kan!. semua yang mengaku manusia harusnya memahami pertalian sebab-akibat tersebut, tidak terus menerus mendebat tentang perikemanusiaan yang sebenarnya hanya mencoba melindungi para penjahat besar yang berteman dengan setan. Itulah beberapa program yang saya tawarkan. Kita harus benar-benar memanfaatkan kekayaan alam bangsa ini. kita harus punya keunggulan. Jika jepang hebat dengan teknologi, cina hebat dengan pernak-pernik kecilnya, maka kita bisa menjadi bangsa kuat dengan menjadi jago dalam bahan makanan. Semua bangsa di dunia ini pasti makan, ketika lahan mereka untuk menanam telah habis, maka saat itulah kesempatan kita untuk 384
menjual. Lihat tanah bangsa ini, lihat lautnya. Bangsa ini harusnya meng-embargo diri sendiri, karena kekayaan yang di miliki selama ini justru selalu dimanfaatkan oleh bangsa lain.
Pesan terakhir untuk Bapak Presiden Assalamu ‘alaikum warahmatullah wabarakatuh.. Dengan menyebut Nama Allah..
Bapak presiden.. aku ingin bercerita padamu.. Tentang pikiranku yang tidak selalu benar.. tentang hatiku yang penuh dengan cinta..
aku mohon baca cerita ini! bacalah hingga usai...
ini cerita tentang bangsaku.. bangsa kita aku cinta bangsa tempat aku tinggal ini.. aku cinta dia seakan dia adalah aku.. 385
bangsaku itu sangaaaat kaya. Tapi, hanya kaya tanahnya, tidak penduduknya.. bangsaku itu sangaaat ramah. Tapi, hanya ramah rakyatnya, tidak penguasanya..
bangsaku itu sangaat hormat.. hormat pada merah putih yang pudar.. terburai benangnya di perbatasan.. helai demi helai melayang, memberi kabar ke negeri seberang.. dan pada akhirnya, hanya tersisa tiang dan tambang.. itu pun kalau tidak dijual oleh rakyat yang busung lapar..
betapa pilu hatiku.. coba bayangkan pak.. aku melihat anak kecil.. tubuhnya kurus kering.. dia berjalan menuju sekolah tanpa alas kaki.. 386
dia bernyanyi.. pagi itu dia bernyanyi di hadapan sang merah putih.. “indonesia raya merdeka-merdeka.. negeriku yang kucinta..” “indonesia raya merdeka-merdeka.. indonesiaa rayaaa..”
tanahku hiduplaah
Dia memberi hormat.. iya.. tubuhnya yang kecil memberi hormat. memberi hormat pada bendera kebanggaannya.. merah putih! Hati siapa yang tidak bergetar melihat itu.. hati siapa yang tidak bersedih!! Si kecil menghormat, sedang penguasa menginjakinjak.. Aku juga melihat seorang nenek yang mencari kayu bakar Dipikulnya beban berat, dengan punggung yang sudah tidak kuat Tidak terlihat dia mengeluh, atau bersedih.. Tapi, aku sangat sedih melihat itu..melihat tubuhnya yang tua itu, aku sedih..
387
penduduknya belum juga mengenal nada.. aku sering mendengar mereka menjerit ketika hari raya tiba.. ketika mereka menjerit, orang elit justru menebar senyum dengan bangga.. menebar lembaran-lembaran uang dalam kubangan darah apa itu maksud kemanusiaan yang adil dan beradab?
Orang pintar di bangsa ini hanya diam.. Terbungkam hukum, diterpa ketakutan akan tuannya. ditipu kepuasan pribadi, karena hanya punya setengah agama pada akhirnya. Orang pintar itu hanya tahu kebenaran, namun takut berbuat benar.
Lihat pak.. Semakin terpisah antara atas dan bawah. Karena ditengahnya itu ada hitam dan putih yang jadi abu-abu. Membuat kita terpisah pak.. kita terpisah. Maaf, maksud saya kita dipisahkan pak. Oleh anda! 388
Oleh anda dan hukum anda yang selalu mengancam! Lalu. Apakah itu persatuan indonesia? Berlatar hukum. Kami yang jadi wayang, sedang anda dalang? Anda bisa mementaskan hukum, sedang kami tidak..
Ada lagi pak.. Wakil rakyat senang bergulat. melawak. Tidur. Makan enak. Kenapa wakil rakyat itu tidak mewakili penderitaan rakyat? Siapa yang sebenarnya mereka wakili selama ini? Bukankah dalam darah mereka ada hak rakyat? Bukankah Tiap helaan nafas mereka adalah penghidupan dari rakyat? Dan harusnya untuk rakyat? Bahkan tusuk gigi mereka pun dari uang rakyat! Iya kan pak? Tapi mereka lupa pada rakyat.. mereka mewakili kepentingan golongan.
389
Apakah itu hikmat kebijaksanaan permusyawaratan dan perwakilan?
dalam
wahai bapak presiden! ketika rakyat lecet, berdebu, berebut uang ribuan. wakil rakyat makan jutaan sekali tanda tangan! Merengek minta fasilitas serba mahal dan waaah.. Sedang di bawah sana ada rakyat yang tidak punya rumah. Gunung emas anda jual, atau tepatnya anda berikan.. namun penduduk di sana anda biarkan telanjang, masih dalam ketertinggalan Itukah keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia? begitukah?
Bapak.. Saatnya pemerintah turun tangan. Jangan dengarkan adam smith atau siapapun itu. Kita indonesia pak!!! 390
Wahai bapak presiden.. orang tua kami, bangsa ini. Gembalakan kami menuju padang yang benar-benar hijau dan renyah, tanpa pewarna dan perasa buatan. Kami rindu pemimpin yang benar! Berani! bertindak dan berpikir untuk bangsanya! bukan untuk diri dan golongan yang terpisah. Diri dan golonganmu itu adalah bangsa, engkau bukan lagi milik sebuah partai atau kepentingan, engkau itu pemimpin rakyat, engkau itu berkepentingan untuk rakyat, bukan yang lain. suatu saat nanti engkau akan bertelanjang di hadapan Tuhan, hakim Yang Maha Adil. Jiwamu akan jadi saksi dan rakyatmu itu adalah amanat yang akan berbicara, mereka bisa berubah jadi jaksa penuntut atau mungkin jadi pengacaramu.. semoga saja kami semua adalah pengacaramu, kami akan bela dirimu. maka berbuatlah yang adil kepada kami, karena yang berbicara disana itu bukan lagi kehendak melainkan amal perbuatan. Wahai bapak presiden yang kami cintai.. saya harap anda membaca tulisan ini dengan tenang dan penuh pemahaman. saya hanyalah seorang pemuda yang baru belajar membaca, baru belajar menulis, maaf jika saya lancang seakan saya 391
pintar dan benar. saya berniat membantu, membantu dengan niat yang tulus. saya sedang mengingatkan, mengingatkan dengan alasan rasa cinta. saya ingin menarik sampan berisi orang-orang mabuk yang hanyut menuju kehancuran. saya ingin menariknya namun tangan ini masih kecil dan pendek, maka saya berharap tangan anda yang panjang dan kekar itu akan mampu menariknya ke daratan. dan anda memang pasti melakukannya, karena pandangan anda lebih luas dan hati anda harusnya lebih punya banyak cinta dibanding saya. Ini bukan lelucon! Ini juga bukan sekedar tulisan. Ini kenyataan. Jangan jadikan diri anda sebagai salah satu penghancur bangsa ini. jika anda membaca tulisan ini, saya harap anda bisa memperbaiki diri anda, diri kami, dan bangsa ini. Suatu saat nanti, di tempat yang lebih baik dari dunia ini, jangan pernah anda katakan bahwa rakyat anda belum pernah ada yang mengingatkan! Karena saya telah mengingatkan anda! Ingat itu! Kami sayang kepada anda, kami sayang kepada bangsa ini.
“bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya”..
392
Aku sudah bosan mendengar slogan itu.. terlalu sering diteriakkan.. Namun kita tidak pernah berusaha untuk jadi pahlawan. Padahal pahlawan itu bukanlah masa lalu.. Pahlawan itu, adalah masa kini yang akan dikenali oleh masa depan.. iya kan bapakku?
Sudah cukup kisah tentang negeri ini.. Aku selalu bersedih pada diri ini yang tidak bisa berbuat apa-apa..
Usia akan semakin memakan keberadaan kita.. Semoga yang tertelan bukanlah keburukan.. Atau semoga yang tertelan itu sempat termaafkan.. Agar jiwa ini tidak muntah dalam pengadilan-Nya..
Semua kesalahpahaman langkah kita..
393
Yang tidak disengaja karena kecerobohan atau kebodohan.. Atau pun sengaja karena terlalu merasa pintar.. Semoga Tuhan memaafkan semua itu.. Dan semoga bangsa ini turut memaafkan..
Inilah pesanku.. pesan pertama yang jadi terakhir.. bersamanya ada kisah yang akan terkubur debu.. Atau akan tergurat menemukan..
indah
dalam
hati
yang
Mungkin saya telah salah dalam membaca masalah bangsa ini. akan tetapi maksud saya hanyalah ingin membantu. saya sangat berharap bapak-bapak bisa membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik, jangan Cuma gonta-ganti presiden dan anggota parlemen, tapi tidak ada sesuatu yang segar, yang bisa memberikan rakyat ini ketenangan. Saya ingin bangsa ini jadi kuat dan tidak lagi dilecehkan. Saya ingin melakukan yang terbaik untuk bangsa ini, namun untuk saat ini memang hanya inilah yang bisa saya perbuat. Entah mungkin saya yang terlalu hawatir, atau dunia ini yang memang sudah mabuk. Semakin banyak pemuda pelaku sex di luar nikah, semakin 394
banyak orang-orang yang mentalnya miskin, semakin banyak orang-orang yang lupa bahwa dirinya itu manusia. Saya selalu sedih ketika melihat para nenek berebut sembako 50rb, berdesakkan, terinjak tak dihormati, sedangkan wakil rakyat dan pemimpin uangnya bermilyar-milyar, seakan-akan kain kafan mereka dijahit dari lembaran uang. Dengan keadaan seperti ini, saya heran, apakah para pemimpin bangsa ini bisa tidur? Karena peluang untuk lalai begitu besar! Bisa jadi tiap detik hidup mereka adalah dosa! Wahai bapak presiden.. saya sedih ketika menyaksikan berpuluh-puluh partai berebut kekuasaan. Senior-junior begitu didengungkan di bangsa ini. anak baru tidak bisa berteriak, semuanya menurut pada senior, pendapat senior harus jadi pendapat junior! Sungguh malang para penerus bangsa ini. Akhirnya ketegasan dalam kebenaran itu justru berpihak pada golongan, semua orang berpihak pada golongan, tidak berpihak pada kebenaran yang dia yakini. Partai-partai tidak beda dengan preman atau tukang pukul, jika tersakiti maka bergerombol menghajar lawan, tiap individu di dalamnya Cuma ngikut saja dengan perintah atasan. Sungguh primitif mereka itu! carikan solusi untuk semua itu pak! Ketika wakil rakyat berebut kursi, ketika penguasa berebut tahta, ketika para pengusaha sibuk menyembunyikan uangnya, ketika akademisi sibuk 395
diskusi, ketika orang tua sibuk bekerja, ketika remaja terus diperbudak hiburan dan cinta, lalu siapa yang memikirkan bangsa ini? semua hanyut, semuanya hanyut. yang tersisa hanya teriakan nasionalis yang sesungguhnya separatis. Perayaan 17 agustus hanya lawakan, hiburan bagi yang jelata. Maafkan saya.. pemuda bodoh yang lancang ini.
Sekali lagi terima kasih wahai bapakku. Sampaikan salamku pada kawan-kawan anda.
ketika semua janji telah diingkari, kala itu hukum adalah rumah bagi kalian. undang-undang adalah mainan kalian, pemimpin jadi penguasa yang menyeret bangsa pada kehancuran, karena keserakahan.
Ketika kalian sudah kami ingatkan, namun kalian justru menginjak kami. Maka dengarkan do’a kami dengan jelas! Kami do’akan kalian wahai para penguasa, semoga selamat di akhirat! 396
Bawa lembaran uang dan kitab UU kalian ketika mati. Silahkan lawan argumen Tuhan! Semoga selamat.. Semoga selamat..
Tuk terakhir kali.. Salam kasih saya pada anda dan sang merah putih! kami sayang bangsa ini..
Bab 33 Nasib IKRO Jam dinding terus berputar. Sudah lama buku itu diberikan pada presiden dan penerbit. Asep sudah hidup bahagia dengan vita. namun Apakah pendapat asep selama ini tentang bangsanya memang benar? atau selama ini dia telah salah? Seorang anak yang mencoba untuk memahami lingkungannya, dan ternyata menemukan seisi bangsanya sedang dalam masalah. Tidak patut bagi siapapun mempersalahkan sebuah kepedulian yang salah paham. persalahkanlah pemahaman yang benar namun justru tidak punya kepedulian. 397
Bagaimana nasib buku itu? tentukan sendiri nasibnya!
Bab 34 Lidah sang pena betapa kecil dan terbatas dunia ini. namun, dalam kecilnya itu ada keindahan besar tercitra, dalam keterbatasannya itu ada Tangan tak Terbatas yang Berkuasa. Lihat wujudmu di cermin besar, tatap dengan nurani, sadari bahwa engkaulah keindahan yang paling indah di dunia ini. Engkaulah kehormatan. Engkaulah sahabat baik Dia, Yang Tersembunyi. Maka jagalah sifat kebaikanmu. Saat ini kita sedang berbincang bersama, menemui-Nya dengan kesadaran terdalam. baiknya kita renungi apa maksud keberadaan kita saat ini. diri ini. kenapa yang kasar melemahkan yang halus, bukan yang halus membimbing yang kasar? Dunia dan keterbatasan adalah persinggahan bagi raga, sedang ruhani punya kesadaran yang kekal untuk menyebrang. Cintailah pertemuan nanti. Berilah kesan terbaik untuk alam ini, tebarkanlah benih cinta. jangan kubur ragamu di bawah bencana. Jangan tutupi putihmu dengan noda. Apakah engkau akan berjumpa dengan-Nya dalam keadaan hina? 398
Ada Gambar Indah di dinding, mari kita terangi dengan senter, lalu kita pandang, dan kita pahami. kita hanyalah gambar kecil dari Gambar Yang Besar. Kita hanya pengetahuan sederhana dari Pengetahuan Yang Tak Terjangkau. Kita hanya secuil gambaran keindahan dari Yang Maha Indah. Namun yang secuil itu pun kita tidak mampu menjaga dengan benar. Sadarkah, bahwa kita ini telah menepis pengetahuan? Kita telah merusak diri sendiri. Kita sombong dalam kesalahan. Baru saja mata kita memandang cahaya keindahan disini, di bangsa yang kita pijak. Namun tak lama kemudian terasa pedih, perlahan kita kesakitan lalu kita pejamkan. Harusnya kita sadar, sebabnya bukan angin yang membawa debu, melainkan luka di pelupuk mata. kita buta di hamparan bumi ini, kita buta hingga cuma merabaraba. itulah saat ini, saat dimana kita buta. Maka, aku, kamu, kita, kalian, semua yang mengharap kebaikan, mari ambil mata yang baru. bangun cara pandang baru, dengan mata yang pandangannya lebih luas, yaitu mata hati. sekarang buka mata hati kita. Baca lingkungan ini. terapkan kebaikan yang tepat untuknya. Dengan akal dan hati. *** 399
Sekilas tentang penulis Nama saya Reza, lengkapnya Reza Nurul Fajri. berumur 21 tahun di november 2010 ini. saat ini saya masih kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya anak pertama dari 3 bersaudara, tapi saya bukan contoh kakak yang terbaik. Saya orang yang kaya raya, tiap hari, ratusan bulir nasi saya habiskan, ribuan partikel udara saya hisap dan hembuskan. Saya adalah orang yang miskin, tiap hari, hanya satu huruf yang saya pelajari, hanya sebuah senyum yang selalu saya sedekahkan. Saya adalah pemimpi, tapi saya tidak sedang tertidur. “Jangan menyepelekan hidup. Kita ini makhluk Tuhan, dan sepantasnya kita ikhlas dengan itu.”
^_^
400
Ini adalah versi softcopy dari novel IKRO. Sebarkan kepada semua rakyat indonesia, terutama para remaja. Gratis! dan tidak menyalahi hak cipta, karena saya pemilik tulisan ini dan saya telah mengizinkan. Namun, Jika ada yang ingin membeli novel IKRO yang sudah dalam bentuk buku, maka bisa langsung memesannya di nulisbuku.com. Jika ada yang ingin berbagi pemikiran, membahas isi IKRO, atau mencari teman berbincang tentang IKRO dan bangsa ini. Silahkan gabung ke page “IKRO” yang ada di facebook. Bisa juga langsung berbincang dengan saya. FB dan Twitter saya:
[email protected].
401