BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL HANIF DZIKIR DAN PIKIR KARYA REZA NUFA
Setelah dilakukan penelitian dan pengkajian terhadap novel Hanif Dzikir dan Pikir, maka berikut ini adalah analisis gambaran umum serta analisis nilainilai pendidikan Islam dalam novel Hanif Dzikir dan Pikir: A. Analisis Gambaran Umum Novel Hanif Dzikir dan Pikir karya Reza Nufa Novel ini menggambarkan tentang kisah seorang Hanif yang merupakan mahasiswa yang memiliki sahabat bernama Idam. Idam ini selalu mengikutinya kemana pun ia pergi. Mereka bertemu dengan Disti yang beragama Kristen dan juga Dinda yang beragama Islam, mereka pun bersahabat. Konflik muncul ketika Hanif yang berbeda pendapat dengan ayahnya ketika berdebat. Hanif merasa semua pendapatnya tidak ada yang disetujui oleh ayahnya dan tidak sedikit pun pendapatnya dihargai oleh ayahnya, akhirnya ia memutuskan pergi untuk muhasabah diri. Di dalam perjalanannya, Hanif banyak mendapatkan pengalaman dari orang-orang yang ditemuinya.Ayahnya khawatir serta merindukan Hanif. Ayahnya mencari tahu kenapa anaknya pergi, akhirnya ayahnya meminta maaf kepada Hanif karena selama ini ia telah salah memandang anaknya. Dan Hanif pun meminta maaf kepada ayahnya karena telah pergi dari rumah. Novel Hanif Dzikir dan Pikir karya Reza Nufa termasuk ke dalam jenis novel bertendensi karena novel ini mempunyai tujuan untuk mendidik,
83
84
untuk membukakan mata masyarakat akan kepincangan-kepincangan dalam kehidupan1 dan juga termasuk ke dalam jenis novel modern karena diterbitkan pada tahun 2013. Dalam bukunya Suroto yang berjudul Apresiasi Sastra Indonesia di ungkapkan bahwa bila seorang pengarang mengemukakan hasil karyanya, sudah tentu ada sesuatu yang hendak disampaikan kepada pembacanya. Sesuatu yang menjadi pokok persoalan atau sesuatu yang menjadi pemikirannya itulah yang disebut tema. 2 Novel ini mempunyai tema tentang persahabatan, cinta dan keluarga. Tokoh dalam cerita ini merujuk pada orang atau individu yang hadir sebagai pelaku dalam sebuah cerita. Tokoh utama adalah tokoh yang keberadaannya berhubungan dengan peristiwa dalam cerita. Tokoh tambahan adalah kebalikan dari tokoh utama, merupakan tokoh yang keberadaannya hanya sebagai penambah atau pelengkap dari tokoh utama. 3 Tokoh yang terdapat dalam novel ini ada tiga puluh tokoh, tokoh utamanya adalah Hanif. Sedangkan yang lainnya hanyalah tokoh pendukung yang mendukung dan membuat menarik jalannya cerita dalam novel ini. Dalam bukunya Suroto yang berjudul Apresiasi Sastra Indonesia diungkapkan bahwa alur atau plot ialah jalan cerita yang berupa peristiwaperistiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan menurut hukum
1
Suharianto, Dasar-dasar Teori Sastra (Surakarta: Widya Duta, 1992), hlm. 43. Suroto, Apresiasi Sastra Indonesia (Jakarta: Erlangga, 1989), hlm. 88. 3 Heru Kurniawan, Sastra Anak dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi, Semiotika, hingga Penulisan Kreatif (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009),hlm. 73-74. 2
85
sebab akibat dari awal sampai akhir cerita. 4 Novel ini menggunakan alur campuran karena setelah saya baca, di dalamnya menceritakan peristiwa yang sedang dialami, lalu kembali ke peristiwa lampau setelah itu kembali lagi menceritakan akhir kisah dari novel ini. Dalam bukunya Suroto juga yang berjudul Apresiasi Sastra Indonesia disebutkan bahwa biasanya dalam menyampaikan tema, pengarang tidak berhenti pada pokok persoalannya saja akan tetapi disertakan pula pemecahannya atau jalan keluar menghadapi persoalan tersebut. Hal ini tentu sangat bergantung pada pandangan dan pemikiran pengarang. Pemecahan persoalan biasanya berisi pandangan pengarang tentang bagaimana sikap kita kalau kita menghadapi persoalan tersebut. Hal yang demikian itulah yang disebut amanat atau pesan.5 Amanat yang bisa didapatkan dari intisari novel ini adalah: 1. Hendaklah manusia saling bersikap toleransi, tidak boleh arogan. Toleransi antar agama memang penting, karena dengan toleransi atau tasamuh kehidupan beragama akan menjadi damai, tentram dan nyaman tanpa pertikaian. 2. Janganlah mempunyai sikap fanatisme yang terlalu diagung-agungkan. Sikap fanatisme kurang baik bila diterapkan. Seharusnya manusia bersikap fleksibel saja terhadap pandangan-pandangan orang lain mengenai kepercayaan manusia itu.
4 5
Suroto, op. cit., hlm. 89. Suroto, loc. cit., hlm. 89
86
3. Janganlah mengajak siapapun untuk berdiskusi, akan tetapi apabila hendak berdiskusi, terlebih dahulu lihatlah lawan diskusi kita karena tidak semua orang bisa diajak berdiskusi. 4. Kita sebagai umat muslim harus mengamalkan nilai-nilai Islam, jangan sampai sebagai umat muslim kita rajin beribadah akan tetapi masih berkelakuan buruk. Latar menurut Stanton sebagaimana dikutip Heru Kurniawan latar adalah lingkungan, yaitu dunia cerita sebagai tempat terjadinya peristiwa. Dalam latar inilah segala peristiwa yang menyangkut hubungan antar tokoh terjadi. 6 Setting atau latar dalam novel ini terdapat pada empat puluh tiga tempat, yaituperpustakaan kampus, kampus, rumah makan, parkiran motor, warung sate, kelas, kos-kosan, stasiun Pondok Ranji, rumahnya Hanif, kantin, musholla lantai dua, masjid kampus, ruangan TV, pelataran rumahnya Hanif, hutan, kampung, rumahnya Idam, SD, emperan sebuah masjid di Kuningan, masjid, pondok pesantren, rumahnya pak Arif, kereta api, stasiun Rangkasbitung, kamarnya Idam, kobong (sebutan untuk kamar di pondok pesantren), warnet, STM, pasar Rangkasbitung, sungai, dapur pesantren, warung kecil, warteg, alun-alun kota Rangkasbitung, lapangan, monumen Sura dan Buaya, rumahnya pak Yanto, jembatan, jalan raya, pelabuhan Ketapang, kapal, saung-saung tempat pengolahan ikan asin dan pemakaman. Dialog atau percakapan adalah ujaran-ujaran yang dilakukan oleh para tokoh dalam suatu cerita. Dialog ini mempunyai kedudukan yang sangat 6
hlm. 66.
Heru Kurniawan dan Sutardi, Penulisan Sastra Kreatif (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012),
87
penting sebab dialog dapat membantu pembaca untuk memahami perwatakan para tokoh dan mengetahui tema cerita. Bagi si penulis, dialog dapat menunjang penggambaran latar, plot, perwatakan, dan pesan. 7 Dialog dalam novel Hanif Dzikir dan Pikir ini saya gambarkan dalam kutipan berikut yaitu dialog antara Hanif dengan dosennya yang bernama pak Alimin. “Assalamu’alaikum, “ sapaku. Dia mendongakkan kepalanya, “Wa’alaikum salam.” Makasih buat ilmu dan nilainya ya pak.” Aku tersenyum. “Saya baru menemukan mahasiswa yang seperti kamu. Semangatmu itu bahkan mengalahkan semangat saya ketika masih muda.” Pak Alimin tertawa kecil. “Terus belajar, jaga semangatnya seperti itu.” “Gimana nilaimu yang lain?” tanyanya. “Bagus. Alhamdulillah.” Aku duduk di kursi samping pak Alimin. “Apa nanti saya masih bisa ketemu bapak? Ya, buat diskusi-diskusi kecil seperti biasanya.” “Tentu bisa. Kita masih berteman seperti biasa. Cuma mungkin semester depan saya tidak jadi dosen di kelas kamu.”8 Sudut pandang adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita tersebut. Dengan kata lain posisi pengarang menempatkan dirinya dalam cerita tersebut. Apakah ia ikut terlibat langsung dalam cerita itu atau hanya sebagai pengamat yang berdiri di luar cerita. 9 Penempatan diri pengarang dalam suatu cerita dapat bermacammacam, yaitu: (1) Pengarang sebagai tokoh utama. Sering juga posisi yang demikian disebut sudut pandang orang pertama aktif. Di sini pengarang
7
Suroto, op. cit., hlm. 94. Reza Nufa, Hanif Dzikir dan Pikir (Jogjakarta: Diva Press, 2013), hlm. 44-45. 9 Suroto, op. cit., hlm. 96. 8
88
menuturkan cerita dirinya sendiri. Biasanya kata yang digunakannya adalah “Aku” atau “Saya”. (2) Pengarang sebagai tokoh bawahan. Di sini pengarang ikut melibatkan diri dalam cerita akan tetapi ia mengangkat tokoh utama. Dalam posisi yang demikian itu sering disebut sudut pandang orang pertama pasif. Kata “Aku” masuk dalam cerita tersebut, tetapi sebenarnya ia ingin menceritakan tokoh utamanya. (3) Pengarang hanya sebagai pengamat yang berada di luar cerita. Di sini pengarang menceritakan orang lain dalam segala hal. Gerak batin dan lahirnya serba diketahuinya. Itulah sebabnya dikatakan pengamat yang serba tahu. Apa yang dipikirkannya, yang dirasakannya, yang direncanakannya, termasuk yang akan sedang dilakukannya semua diketahuinya. Sudut pandang yang demikian ini sering disebut sudut pandang orang ketiga yang serba tahu. Kata ganti yang digunakannya adalah kata “ia”. 10 Sudut pandang dalam novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama pasif, karena pengarang sebagai tokoh bawahan yaitu menggunakan kata “Aku” masuk dalam cerita tersebut, tetapi sebenarnya ia ingin menceritakan tokoh utamanya (Hanif).
10
Suroto, op. cit., hlm. 96-98.
89
B. Analisis Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Novel Hanif Dzikir dan Pikir Karya Reza Nufa Analisis nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel ini ada tiga, yakni analisis nilai pendidikan keimanan atau akidah, analisis nilai pendidikan ibadah atau syari’ah dan analisis nilai kesusilaan atau akhlak, yang akan diuraikan sebagai berikut: 1. Analisis Nilai Pendidikan Keimanan atau Akidah Nilai pendidikan keimanan atau akidah dalam novel Hanif Dzikir dan Pikir ini terdapat dua nilai pendidikan keimanan atau akidah, yaitu iman kepada kitab-kitab Allah SWT dan iman kepada qadha dan qadar Allah SWT. Nilai pendidikan keimanan atau akidah dalam bukunya Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H yang berjudul Pendidikan Agama Islam disebutkan bahwa pokok-pokok keyakinan merupakan asas seluruh ajaran Islam, jumlahnya ada enam, dimulai dari (a) keyakinan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, lalu (b) keyakinan pada Malaikat-malaikat, (c) keyakinan pada Kitab-kitab suci, (d) keyakinan pada para Nabi dan Rasul Allah SWT, (e) keyakinan akan adanya hari akhir, dan (f) keyakinan pada qadha dan qadar Allah SWT. Pokok-pokok keyakinan atau Rukun Iman ini merupakan akidah Islam. 11 Berdasarkan data diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa novel Hanif Dzikir dan Pikir mengandung nilai-nilai keimanan atau akidah 11
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 201.
90
ini tepat sesuai dengan bukunya Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H yang berjudul Pendidikan Agama Islam di atas yang menyatakan bahwa nilainilai pendidikan keimanan atau akidah itu diantaranya ada nilai keimanan atau keyakinan kepada kitab-kitab Allah SWT dan juga nilai keimanan atau keyakinan kepada qadha dan qadar Allah SWT. 2. Analisis Nilai Pendidikan Ibadah atau Syari’ah Nilai pendidikan ibadah atau syari’ah dalam novel Hanif Dzikir dan Pikir ini ada tujuh, yaitu shalat, puasa, zakat, berdzikir, tolongmenolong, shodaqoh dan berdoa kepada Allah SWT. Nilai pendidikan ibadah atau syari’ah dalam bukunya Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H yang berjudul Pendidikan Agama Islam disebutkan bahwa nilai pendidikan ibadah atau syari’ah bila dilihat dari pelaksanaannya, dapat di bagi menjadi tiga, yakni (1) ibadah jasmaniahrohaniah yaitu ibadah yang merupakan perpaduan jasmani dan rohani seperti sholat dan puasa; (2) ibadah rohiah dan maliah, yaitu ibadah perpaduan rohani dan harta seperti zakat; (3) ibadah jasmaniah, rohiah dan maliah (harta) sekaligus, contohnya ibadah haji. 12 Dilihat dari segi bentuk dan sifatnya, ibadah dapat dibagi ke dalam lima kategori, yaitu (1) ibadah dalam bentuk perkataan atau lisan, seperti berzikir, berdo’a, memuji Allah dengan mengucapkan alhamdulillah, dan membaca al-Qur’an; (2) ibadah dalam bentuk perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti membantu atau menolong orang lain,
12
Ibid., hlm. 245.
91
mengurus jenazah; (3) ibadah dalam bentuk pekerjaan yang telah ditentukan wujudnya seperti shalat, puasa, zakat dan haji; (4) ibadah yang cara dan pelaksanaannya berbentuk menahan diri, seperti puasa, iktikaf (berada di dalam masjid dengan niat melakukan ibadah), ihram (siap, dalam keadaan suci untuk melakukan ibadah haji atau umrah); dan (5) ibadah yang sifatnya menggugurkan hak, misalnya memaafkan orang lain yang telah melakukan kesalahan atau membebaskan orang yang berhutang dari kewajiban membayar. 13 Berdasarkan data diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa novel Hanif Dzikir dan Pikir mengandung nilai-nilai ibadah atau syari’ah ini tepat sesuai dengan bukunya Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H yang berjudul Pendidikan Agama Islam di atas yang menyatakan bahwa nilainilai pendidikan ibadah atau syari’ah itu diantaranya ada nilai ibadah sholat dan puasa yang termasuk nilai ibadah jasmaniah-rohaniah, nilai ibadah zakat dan shodaqah yang termasuk nilai ibadah rohiah-maliah, nilai ibadah berdzikir dan berdoa kepada Allah SWT yang termasuk nilai ibadah dalam bentuk perkataan atau lisan dan nilai ibadah tolongmenolong yang termasuk nilai ibadah dalam bentuk perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya. Akan
tetapi,
nilai
tolong-menolong
dalam
bukunya
Dr.
Bustanuddin Agus, M.A yang berjudul Al-Islam termasuk ke dalam nilai pendidikan akhlak terhadap tetangga.
13
Ibid.,hlm. 245-246.
92
3. Analisis Nilai Pendidikan Kesusilaan atau Akhlak Nilai pendidikan kesusilaan atau akhlak dalam novel Hanif Dzikir dan Pikir ini terbagi menjadi tiga, yaitu yang pertama akhlak terhadap Allah SWT, yang meliputi: ikhtiar, husnudhon kepada Allah SWT, ikhlas, dan bersyukur kepada Allah SWT. Kedua, akhlak terhadap sesama manusia, yang meliputi: kasih sayang orang tua pada anak, mencintai kedua orang tua, sopan-santun, jujur, toleransi / tasamuh, meminta maaf dan memaafkan orang lain, memberi dan menjawab salam dan memuliakan tamu. Ketiga, akhlak terhadap lingkungan, yang meliputi: memelihara lingkungan hidup dan sayang kepada sesama makhluk. Nilai pendidikan kesusilaan atau akhlak dalam bukunya Dr. Bustanuddin Agus, M.A yang berjudul Al-Islam disebutkan bahwa nilai pendidikan kesusilaan atau akhlak secara garis besar ada akhlak terhadap Khalik dan akhlak terhadap makhluk. Akhlak terhadap makhluk dapat pula dibagi kepada akhlak terhadap manusia dan lain dari manusia. Akhlak terhadap Khalik atau Allah SWT yakni bertakwa, patuh dan taat kepadaNya, mencintai-Nya, mensyukuri nikmat-Nya, ikhlas, mengagungkan-Nya, mendambakan keridhaan-Nya, bertaqarrub kepada-Nya, takut akan azabNya, bertawakkal, menyembah-Nya, dan lain sebagainya. Akhlak terhadap orang tua yakni hormat kepadanya, merawat dan menjaga keselamatannya kalau mereka tidak sanggup lagi untuk itu, berterima kasih kepadanya, mengusahakan kesenangan dan keridhaannya, mendoakan kemampuan dan keselamatan baginya. Akhlak terhadap karib
93
kerabat yakni menjaga hubungan silaturrahmi. Akhlak terhadap tetangga dan sesama manusia lainnya yakni tolong-menolong, menjauhi sifat iri hati dan curang. Akhlak terhadap flora, fauna dan benda alam lainnya yakni tidak bersikap kasar dan rakus, membaikkan perawatan dan pemakaiannya serta melestarikannya. 14 Dalam bukunya Nurcholish Madjid yang berjudul Masyarakat Religius Membumikan Nilai-nilai Islam dalam Kehidupan disebutkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak ialah ikhlas, sabar, tawakkal, inabah, harapan, (raja’), mawas, taubat, taqarrub, ‘azm (keteguhan hati), rahmah (cinta kasih kepada sesama), pemaaf, menahan marah, toleran, ramah, dan seterusnya. 15 Nilai pendidikan kesusilaan atau akhlak dalam bukunya Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H yang berjudul Pendidikan Agama Islam disebutkan bahwa nilai pendidikan kesusilaan atau akhlak terhadap Khalik atau Allah SWT antara lain adalah mencintai Allah SWT melebihi cinta kepada apa dan siapapun juga, melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya, mengharapkan dan berusaha memperoleh keridhaan Allah SWT, mensyukuri nikmat dan karunia-Nya, menerima dengan ikhlas semua qadha dan qadar-Nya setelah berikhtiar maksimal, memohon ampunan hanya kepada Allah SWT, bertaubat hanya kepada Allah SWT dan tawakkal (berserah diri) kepada Allah SWT.
14
Bustanuddin Agus, Al-Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 155-156. Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius Membumikan Nilai-nilai Islam dalam Kehidupan (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 2010), hlm. 109. 15
94
Akhlak terhadap makhluk yang dibagi menjadi dua yaitu akhlak terhadap manusia dan akhlak terhadap bukan manusia (lingkungan hidup). akhlak terhadap manusia dapat dirinci sebagai berikut: a. Akhlak terhadap Rasulullah SAW (Nabi Muhammad), yaitu mencintai Rasulullah
secara
tulus
dengan
mengikuti
semua
sunnahnya,
menjadikan rasulullah sebagai idola, suri teladan dalam hidup dan kehidupan dan menjalankan apa yang disuruhnya, tidak melakukan apa yang dilarangnya. b. Akhlak terhadap orang tua, antara lain: mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya, merendahkan diri kepada keduanya diiringi perasaan kasih sayang, berkomunikasi dengan orang tua dengan khidmat, mempergunakan kata-kata lemah lembut, berbuat baik kepada ibu-bapak dengan sebaik-baiknya dan mendoakan keselamatan dan keampunan bagi mereka kendatipun seorang atau kedua-duanya telah meninggal dunia. c. Akhlak terhadap diri sendiri, antara lain: memelihara kesucian diri, menutup aurat, jujur dalam perkataan dan perbuatan, ikhlas, sabar, rendah hati, malu melakukan perbuatan jahat, menjauhi dengki, menjauhi dendam, berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain, dan menjauhi segala perkataan dan perbuatan yang sia-sia. d. Akhlak terhadap keluarga, karib kerabat antara lain: saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga, saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak, berbakti kepada ibu-
95
bapak, mendidik anak-anak dengan kasih sayang, memelihara hubungan silaturrahim dan melanjutkan silaturrahmi yang dibina orang tua yang telah meninggal dunia. e. Akhlak terhadap tetangga, antara lain: saling mengunjungi, saling bantu diwaktu senang lebih-lebih tatkala susah, saling beri-memberi, saling hormat-menghormati,
saling
menghindari
pertengkaran
antara
memuliakan
dan
permusuhan. f. Akhlak
terhadap
masyarakat,
lain:
tamu,
menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan,
saling
menolong
dalam
kebajikan
dan
takwa,
menganjurkan anggota masyarakat termasuk diri sendiri berbuat baik dan mencegah diri sendiri dan orang lain melakukan perbuatan jahat, memberi makan fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup dan kehidupannya,
bermusyawarah
dalam
segala
urusan
mengenai
kepentingan bersama, mentaati keputusan yang telah diambil, menunaikan amanah dengan jalan melaksanakan kepercayaan yang diberikan seseorang atau masyarakat kepada kita dan menepati janji. Akhlak terhadap bukan manusia (lingkungan hidup) meliputi: a. Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup. b. Menjaga dan memanfaatkan alam terutama hewani dan nabati, fauna dan flora (hewan dan tumbuh-tumbuhan) yang sengaja diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia dan makhluk lainnya.
96
c. Sayang pada sesama makhluk. 16 Berdasarkan data diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa novel Hanif Dzikir dan Pikir mengandung nilai-nilai kesusilaan atau akhlak ini tepat dengan bukunya Dr. Bustanuddin Agus, M.A yang berjudul Al-Islam di atas yang menyatakan bahwa nilai-nilai pendidikan kesusilaan atau akhlak itu diantaranya ada nilai akhlak terhadap Allah SWT yaitu salah satunya adalah mensyukuri nikmat-Nya atau bersyukur kepada Allah SWT serta ikhlas. Sedangkan nilai akhlak terhadap Allah SWT yang lain yang terdapat pada novel Hanif Dzikir dan Pikir yaitu ikhtiar ini tepat dengan bukunya Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H yang berjudul Pendidikan Agama Islam yang menyatakan bahwa nilai pendidikan akhlak terhadap Allah SWT salah satunya adalah ikhtiar. Novel Hanif Dzikir dan Pikir ini juga mengandung nilai pendidikan akhlak terhadap sesama manusia yang tepat dengan bukunya Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H yang berjudul Pendidikan Agama Islam yang menyatakan bahwa nilai pendidikan akhlak terhadap sesama manusia adalah saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga (kasih sayang orang tua pada anak) yang termasuk ke dalam akhlak terhadap keluarga, mencintai kedua orang tua yang termasuk dalam akhlak terhadap orang tua, saling hormat-menghormati (sopan-santun) yang termasuk akhlak terhadap tetangga, jujur yang termasuk akhlak
16
Mohammad Daud Ali, op. cit., hlm. 356-359.
97
terhadap diri sendiri, dan memuliakan tamu yang termasuk akhlak terhadap masyarakat. Novel Hanif Dzikir dan Pikir ini juga mengandung nilai pendidikan akhlak toleransi / tasamuh dan memaafkan orang lain yang sesuai dengan bukunya Nurcholish Madjid yang berjudul Masyarakat Religius Membumikan Nilai-nilai Islam dalam Kehidupan di atas. Novel Hanif Dzikir dan Pikir ini juga mengandung nilai pendidikan akhlak terhadap bukan manusia (lingkungan hidup) yang tepat dengan bukunya Dr. Bustanuddin Agus, M.A yang berjudul Al-Islam di atas yang menyatakan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap lingkungan hidup salah satunya adalah memelihara lingkungan hidup (membaikkan perawatan dan pemakaiannya serta melestarikannya). Dan juga nilai pendidikan akhlak sayang kepada sesama makhluk yang tepat dengan bukunya Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H yang berjudul Pendidikan Agama Islam di atas.