75
BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL “NAK, MAAFKAN IBU TAK MAMPU MENYEKOLAHKANMU” KARYA WIWID PRASETYO Setelah dilakukan penelitian dan pengkajian adapun kandungan dalam novel “Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu” dan nilai-nilai pendidikan
Islam
dalam
novel
“Nak,
Maafkan
Ibu
Tak
Mampu
Menyekolahkanmu”, sebagai berikut: A. Analisis Kandungan Novel “Nak,
Maafkan Ibu Tak Mampu
Menyekolahkanmu” Karya Wiwid Prasetyo Novel
“Nak, Maafkan
Ibu tak Mampu Menyekolahkanmu”
mengangkat tema pendidikan Islam yang digambarkan dengan proses pembelajaran agama yang dialami Wenas di dalam keluarga melalui didikan dan nasehat dari Wak Bajo (Ibu Wenas) terhadap lika liku kehidupan yang menjadi sumber pelajaran bagi keduanya. Wenas memiliki keinginan untuk bisa sekolah, keinginannya tersebut bisa terwujud dengan bantuan dari Pak Raga. Namun tidak berlangsung lama, karena pihak sekolah tidak menghendaki orang miskin sekolah dan menjadi pintar, sehingga Wenas harus keluar karena diharuskan membayar uang pembangunan gedung baru. Meski demikian Wenas tidak putus asa untuk menepis keinginannya dalam menuntut ilmu, Wenas bekerja bersama dengan teman-temannya dari Teluk Buyat, Wenas bekerja sebagai tukang Koran sehingga ia bisa bekerja dan mengambil pelajaran dari berita koran yang dijualnya. Wenas juga
76
mengajari teman-temannya untuk membaca hingga pada akhirnya Wenas dapat membantu orang-orang miskin yang tak mampu untuk sekolah dengan membuka sekolah Kolong Miskin dengan dibantu Pak Raga dan temanteman Pak Raga sebagai pengajar. Kehidupannya yang berat dilaluinya dengan ketabahan dan pasrah pada Allah, hingga kemiskinan serta kehidupan ynag sulit tidak membuatnya lupa tetapi justru membuat Wenas untuk selalu mengingat pada Tuhan yang menciptakannya. Alur yang digunakan dalam novel “Nak, Maafkan Ibu tak Mampu Menyekolahkanmu” adalah alur campuran. Dengan alur campuran ini menunjukkan bahwa peristiwa-peristiwa yang telah terjadi baik di desa Ratatotok, Pulau Kyoshu Jepang ataupun kehidupan Wenas menjadi sebuah pembelajaran pada tokoh dalam novel. Tokoh dan penokohan yang mendominasi adalah Wenas dengan Ibu (Wak Bajo) serta sahabat-sahabat Wenas. Ditambah dengan setting yang menonjolkan kondisi kehidupan Wenas, kondisi desa Ratatotok dan Sekolah Semesta semakin membuat kuat tema yang diangkat yaitu pendidikan Islam. Adapun amanat yang dapat diambil dalam novel “Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu” adalah keutamaan ikhlas karena Allah SWT, menghormati kedua orang tua terutama ibu, dan keutamaan menuntut ilmu agama sebagai bekal dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Kandungan yang digambarkan dalam novel “Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu” sangat sarat akan nilai-nilai pendidikan Islam. Mulai dari nilai keimanan yang meliputi iman kepada Allah, iman kepada
77
Malaikat-malaikat Allah, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada Rasulrasul Allah, iman kepada hari kiamat dan iman kepada Qadha dan qadar. Yang kedua nilai keibadahan yang meliputi sholat, doa dan menuntut ilmu. Yang ketiga nilai kesusilaan yang meliputi akhlak kepada Allah, akhlak kepada diri sendiri, akhlak dalam keluarga, dan akhlak terhadap sesama. Secara keseluruhan kandungan novel “Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu” yang mengangkat tema pendidikan Islam mengandung nilai pendidikan Islam yang disajikan dalam sisi yang lebih mengutakan keikhlasan sebagai salah satu dari amalan hati sebagai wujud nyata dari ketakwaan hamba kepada Allah SWT. B. Analisis Nilai- Nilai Pendidikan Islam dalam Novel “Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu” Karya Wiwid Prasetyo 1. Nilai Pendidikan Keimanan (Aqidah) Wiwid Prasetyo dalam novel karyanya “Nak, MaafkanIbu Tak Mampu Menyekolahkanmu” menceritakan tentang sebuah kehidupan seorang anak bernama Wenas yang tinggal bersama ibunya di pinggiran kota Minahasa yaitu desa Ratatotok dengan keadaan yang sekadarnya.Meski demikian, keterbatasan ekonomi dan pendidikan tidak menyurutkan sang ibu yaitu Wak Bajo untuk senantiasa mengajarkan nilai-nilai pendidikan Islam terutama pendidikan keimanan atau aqidah, karena keimanan atau akidah menjadi asas seluruh ajaran Islam.1
1
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 199
78
Dalam novel “Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu” digambarkan oleh tokoh Wak Bajo yang selalu mengingatkan tentang iman kepada Allah yang nantinya akan menjadi fondasi terpenting dalam ketauhidan Islam.2 Iman kepada Allah diwujudkan dengan Wenas dan Wak Bajo selalu mengingat Allah baik dalam keadaan susah ataupun senang. Sesulit apapun keadaan yang diterima mereka tetap meyakini bahwa keadaan tersebut merupakan keadaan terbaik yang diberikan Allah, dengan kemiskinan menjadikan mereka untuk senantiasa lebih dekat kepada Allah yang menciptakannya, mereka juga menganggap dengan cobaan kemiskinan membuat jiwa mereka menjadi sangat lapang dada, selalu berbaik sangka pada Allah. Sebab, Allah tak mungkin memberikan ujian ini tanpa maksud tertentu.3 Wenas dan Wak Bajo selalu mengingat Allah karena dengan mengingat Allah hatinya menjadi tenang. Dalam setiap keadaan yang dialami Wenas, ia selalu mengadu kepada Allah karena dengan mengingat Nya, Allah juga akan selalu mengingat hamba Nya. Mereka juga saling mengingatkan ketika salah seorang di antara ibu dan anak itu hendak lupa akan kebesaran dan kekayaan Allah.4 Selain iman kepada Allah, nilai keimanan yang lain dalam novel “Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu” yaitu iman kepada Rasul, di mana kehidupan yang di alami disesuaikan dengan tuntunan nabi 2
Mohammad Daud Ali,Op. Cit.,hlm. 200 Wiwid Prasetyo, Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu, (Yogyakarta: DIVA Press, 2010), hlm. 29 4 Ibid., hlm. 29 3
79
Muhammad seperti halnya Nabi yang selalu hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan.Dalam novel digambarkan tentang cobaan lapar yang dialami Wenas dan Wak Bajo, mereka menganggap bahwa rasa lapar itu ada berkahnya karena menurut ajaran Islam, Rasulullah sendiri tak pernah makan sampai kenyang. Sedangkan Wenas menjadikannya dengan mengisi sepertiga perut dengan udara, sepertiga singkong rebus, dan sepertiganya air. Dan berharap dengan kelaparan itu mereka menjadi bagian dari mengikuti sunnah Rasulullah.5 Sedangkan dalam menghadapi ketidakadilan yang didapatnya dari orang-orang yang berkuasa di tanah kelahirannya, Wenas dan Sang ibu percaya bahwa di hari akhir kelak Allah akan menghisab sesuai dengan amalan kita di dunia dengan seadil-adilnya. kebaikan sekecil apapun di dunia akan diberikan pahala, begitupun dengan kejahatan.6 Pada hari akhir manusia tidak dapat lagi menyombongkan apa yang dipunyai terlebih dengan hartanya di dunia. 2. Nilai Pendidikan Ibadah (Syariah) Nilai pendidikan ibadah atau syariah dalam novel “Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu” digambarkan oleh tokoh Wak Bajo yang selalu melakukan sholat. Shalat merupakan kewajiban seorang muslim jadi dalam keadaan dan kondisi apapun kita harus tetap melaksanakan ibadah shalat. Karena dengan kita shalat dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Dan shalat merupakan salah satu ibadah yang utama. 5
Ibid., hlm. 27 Wiwid Prasetyo, op. Cit., hlm. 236
6
80
Selain tokoh Wak Bajo, nilai ibadah juga digambarkan oleh tokoh Wenas yang melakukan ibadah shalat malam atau tahajud. Selain melakukan shalat fardhu, melakukan shalat sunnah juga merupakan ibadah. Dengan melaksanakan shalat sunnah seseorang dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah yang lain yaitu berupa do’a, dimana doa merupakan ibadah karena dengan berdo’a kita selalu mengingat Allah. Do’a juga menjadi kekuatan serta sarana kita meminta pada Allah. Wenas selalu menyampaikan keinginannya melalui do’a kepada Allah, ia sampaikan keinginannya untuk sekolah, membahagiakan orang tuanya dan juga untuk kesejahteraan warga desa Ratatotok serta rakyat Indonesia.7 Selain itu, menuntut ilmu ini juga ibadah yang merupakan sebuah kewajiban bagi setiap muslim. Dengan ilmu kita dapat mengetahui segala hal dan ilmu menjadi landasan kita dalam melakukan segala sesuatu. Allah juga mengangkat derajat orang-orang yang berilmu.8 3. Nilai Pendidikan Akhlak Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik, maka sejahteralah lahir dan batinnya. Apabila rusak, maka rusaklah lahir batinnya. Sehingga agama dalam hal ini sangat
7
Wiwid Prasetyo, op. Cit., hlm.73 Wiwid Prasetyo, op. Cit., hlm. 186
8
81
diperlukan dalam pembentukan akhlak yang baik. Khususnya dalam pendidikan agama Islam yang sumber utama akhlaknya adalah nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang baik, serta tuntunan akhlak yang terdapat dalam kitab suci Al-Qur’an.9 Akhlak yang mulia dalam agama Islam adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban perintah Allah dan menjauhi segala larangan-larangan Allah, memberikan hak kepada Allah, makhluk, sesama manusia dan alam sekitar dengan sebaik-baiknya. Macam-macam akhlak yang baik dapat pembaca temukan salah satunya dalam sebuah karangan novel, pendidikan akhlak tidak selalu secara langsung. Pendidikan akhlak bisa dimasukkan secara tersirat ke dalam sebuah novel, misalnya dalam novel “Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo ini terdapat banyak nilai pendidikan Akhlaknya, seperti akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap keluarga, dan akhlak terhadap sesama. Pertama, akhlak terhadap Allah.Dalam novel “Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu” digambarkan oleh tokoh Wak Bajo dan Wenas yang selalu mengingat dalam kehidupannya, dimana kita sebagai makhluk harus takut kepada Allah.10 Takut akan murka Allah apabila kita melakukan sebuah dosa sehingga kita hendaknya berhati-hati dalam berbuat karna Allah Maha Melihat, meskipun tidak ada manusia yang melihat kejahatan dan dosa kita namun Allah selalu melihat dan memperhatikan kita. Dan hanya dengan kasih sayang Allah, aib yang kita miliki ini disembunyikan dari makhluk. 9
Mohammad Daud Ali,op. Cit., hlm. 238 Wiwid Prasetyo, op. Cit., hlm. 83
10
82
Selain itu kita juga harus ikhlas atas segala yang diberikan Allah dalam kehidupan kita, termasuk ketika kita diberi cobaan dan jalan yang sulit dalam hidup karena Allah lebih tahu apa yang terbaik bagi hidup hamba Nya, sehingga kita sudah seharusnya selalu menjaga akhlak kita terhadap Allah yaitu dengan ikhlas berbaik sangka terhadap Allah. Kedua, akhlak terhadap diri sendiri yaitu berupa ikhtiyar, sabar, adil dan bersyukur. selain ikhlas terhadap apa yang diberi Allah dalam kehidupan ini kita sebagai makhluk yang diberi kelebihan akal dan fisik diharuskan untuk ikhtiyar dan tetap dikembalikan kepada Allah. Allah sudah memberi tahu lewat Al-Qur’an bahwa kita disuruh untuk ikhtiyar semaksimal mungkin, sedangkan jodoh, rejeki dan kematian semua sudah ditentukan Allah. Seperti halnya Wenas yang berusaha merubah keadaan hidupnya dengan pendidikan, meski mimpi dan cita-citanya sempat tertunda karena halangan dari pihak sekolah, akan tetapi Wenas tetap berikhtiyar dengan bekerja mengumpulkan uang untuk biaya sekolahnya. Karena Wenas percaya bahwa Allah tidak akan merubah nasib atau keadaan suatu kaum kecuali mereka yang merubahnya. Allah juga tidak melihat hasil, tetapi bagaimana prosesnya dan bagaimana upaya manusia untuk mencapainya.11 Sedangkan sabar merupakan hal yang penting terhadap diri. karena kesabaran menentukan sejauh mana tingkat ketakwaan seseorang terhadap Allah, sabar ketika ia ditimpa cobaan oleh Allah sehingga ia mampu bertahan dalam keimanannya hingga tidak menuruti nafsu dan bujuk raju setan, dan tidak pula menghamba pada manusia. 11
Wiwid Prasetyo, op. Cit., hlm. 71
83
Kemudianakhlakadil, untuksikapadil bukanlah suatu hal yang mudah, adilharus dimulai dari diri sendiri, dan keluarga sendiri. Dan yang bisa dan Maha Adil hanyalah Allah SWT.Meskipun sebagai manusia biasa kita tidak bisa adil tetapi kita harus sebisa mungkin bersikap adil. Akhlak terhadap diri sendiri selanjutnya adalah bersyukur, bersyukur atas segala anugrah dan nikmat yang diberikan Allah. Karena dengan demikian secara tidak langsung kita juga melaksanakan akhlak terhadap Allah, yaitu dengan tidak menuntut banyak dalam kehidupan ini. Seperti nasehat Wak Bajo kepada Wenas sehingga Wenas selalu bersyukur kepada Allah dalam keadaan apapun. Bahwa kita harus bersyukur dengan keadaan karena betapa pun menderitanya keadaan kita, kita masih berbesar hati dan punya harapan besar bahwa penderitaan itu akan segera cepat berlalu dalam kehidupan ini, asalkan kita mau berusaha.12 Ketiga, akhlak terhadap keluarga yaitu berbakti kepada orang tua (Birrul Walidain) dan kasih sayang orang tua terhadap anak. Orang tua adalah seseorang yang harus kita hargai dan hormati. Janganlah pernah sekali-kali seseorang durhaka kepada ibu bapaknya. Berbakti kepada orang tua artinya kita berbuat baik kepada orang tua, tidak menyakiti mereka, membalas kebaikan orang tua dan berusaha menuruti keinginan mereka selagi itu masih dalam hal kebaikan. Allah memerintahkan seseorang untuk berbakti kepada kedua orang tua setelah perintah menyembah kepada Allah, hal ini dikarenakan orang tua adalah seseorang yang mulia di sisi Allah. Karena itu, durhaka kepada orang tua termasuk perbuatan dosa besar. 12
Wiwid Prasetyo, op. Cit., hlm. 53
84
Dalam novel “Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu” digambarkan dengan tokoh Wenas yang selalu takut apabila ia tidak mampu berbakti pada ibunya, ia takut jika ia tidak mampu membanggakan dan menuruti ibunya. Sehingga Wenas selalu melakukan apa yang diajarkan ibunya terlebih permintaan sang ibu agar jangan pernah jauh dan menyekutukan Allah. Jika Wenas menjadi orang yang pintar, maka pintarnya digunakan untuk jalan Allah. Wenas tidak boleh sombong, selalu membantu orang lain dan mengamalkan amar ma’ruf nahi munkar.13 Sedangkan Wak Bajo selalu memberikan kasih sayang kepada Wenas dengan memberikan pendidikan tentang agama Islam, itu semata-mata dilakukan karena Wak Bajo teramat sayang pada anaknya hingga ia tidak akan membiarkan anaknya sampai masuk ke jurang neraka, maka dengan itu sedari kecil Wenas telah dididik perihal agama.14 Dan yang terakhiradalah akhlak terhadap sesama yaitu menolong dan membahagiakan orang lain. Di dunia ini kita hidup bermasyarakat sehingga sudah seharusnya kita saling menolong dan memberikan kebahagiaan bagi orang-orang di sekitar kita. Seperti halnya Wenas yang selalu membantu teman-teman sekolah dan teman mainnya yang belum bisa membaca. Serta membantu Rimbot, Rakin dan Rimang untuk tidak berhenti berjuang dan mengajak mereka bersama-sama menggapai mimpi untuk sukses dan bahagia bersama.
13
Ibid., hlm. 48 Wiwid Prasetyo, op. Cit., hlm. 41
14