MODEL REVITALISASI PENGELOLAAN PASAR TRADISIONAL Revitalization Model of Traditional Market Management Dessy Febrianty
Balai Litbang Sosekling Bidang Permukiman Puslitbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan, Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum Jl. Laksda Adisucipto 165, Yogyakarta Email:
[email protected] Tanggal diterima: 5 September 2013, Tanggal disetujui: 30 Oktober 2013
ABSTRACT Although aimed at improving the performance and quality of the market, in fact the traditional market revitalization program was not entirely successful. This is because the revitalization programs those have not been developed in the physical, economic and social aspects at the same time. That requires a revitalization model that can be used in an effort to revive and develop the traditional markets. Research conducted in Surakarta, Binjai and Manado aims to produce a revitalization model of traditional market management. Qualitative approach is used to elaborate the meanings associated modeling. The final results showed that not only the influenced of social capital in the process of revitalization, but also significantly influenced by human capital, institutional capital and economic capital which is a unity that can not be separated. Keyword: model revitalization, market management, social capital, human capital, institutional and economic capital
ABSTRAK Meskipun bertujuan meningkatkan kinerja dan kualitas pasar, pada kenyataannya program revitalisasi pasar tradisional tidak sepenuhnya menunjukkan keberhasilan. Hal ini disebabkan karena program revitalisasi yang dilakukan tidak mengembangkan aspek fisik, ekonomi dan sosial secara bersamaan. Untuk itu dibutuhkan sebuah model revitalisasi yang dapat digunakan dalam upaya menghidupkan kembali dan mengembangkan pasar tradisional. Penelitian yang dilakukan di Kota Surakarta, Binjai dan Manado bertujuan untuk menghasilkan model revitalisasi pengelolaan pasar tradisonal. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengelaborasi makna-makna terkait penyusunan model. Hasil akhir menunjukkan bahwa tidak hanya modal sosial yang berpengaruh dalam proses revitalisasi, tetapi juga dipengaruhi secara signifikan oleh modal manusia (human capital), modal kelembagaan (institutional capital) dan modal ekonomi (financial capital) yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kata kunci : model, revitalisai, pengelolaan pasar, modal sosial, modal manusia, modal kelembagaan dan modal ekonomi
175
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.5 No.3, November 2013 hal 140-216
PENDAHULUAN Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun non pemerintah untuk merevitalisasi pasar tradisional. Dari pihak pemerintah, di antaranya adalah Kementerian Perdagangan dengan program revitalisasi 913 pasar pada tahun 2012, yang bertujuan merubah persepsi menciptakan pasar bersih aman nyaman dan berkeadilan. Kementerian Koperasi dan UKM merencanakan sampai tahun 2015, minimal 540 kabupaten/kota di seluruh Indonesia memiliki satu buah pasar yang sudah direvitalisasi. Kementerian Kesehatan mengeluarkan kebijakan tentang Pasar Sehat dan mengembangkan Pasar Sehat Percontohan yang berlangsung pada Tahun 20072011 dan dilaksanakan atas kerjasama Kementerian Kesehatan dengan Uni Eropa dan WHO. Kementerian Pekerjaan Umum, melalui program Urban Sector Development Reform Project (USDRP) telah membangun dan merenovasi 13 pasar tradisional sebagai investasi pembangunan infrastruktur perkotaan yang diusulkan oleh pemerintah kota/ kabupaten (Puslitbang Sosekling 2012). Meskipun bertujuan meningkatkan kinerja dan kualitas pasar, pada kenyataannya program revitalisasi pasar tradisional tidak sepenuhnya menunjukkan keberhasilan. Hal ini desebabkan karena program dan kebijakan pemerintah tersebut memandang revitalisasi pasar tradisional dari aspek yang berbeda-beda. Ketiga aspek yaitu fisik, ekonomi, dan sosial terkait pasar tradisional dikembangkan secara terpisah. Permasalahan yang banyak ditemui adalah pasar yang sudah direnovasi dan memiliki bangunan baru yang jauh lebih bagus, ternyata tidak termanfaatkan dengan baik. Banyak kios tutup dan pasar tradisional cenderung menjadi lebih sepi. Sebagai bukti kegagalan revitalisasi seperti yang terjadi pada Pasar Pucang Sawit dan Panggungrejo di Solo, dimana Pemkot hanya merevitalisasi fisik bangunan saja namun menafikkan situasi pasar, kebutuhan pedagang sampai kondisi sosiologis di dalamnya (Suara Merdeka 22 Agustus 2013). Kondisi yang tidak jauh berbeda juga terjadi di Pasar Wonokromo dan Tambah Rejo di Surabaya, dimana para pedagang menghadapi tiga masalah besar saat terjadi peremajaan pasar dari pasar tradisional ke pasar modern yaitu akses politik yang lemah, rentan stres dan kesulitan modal (Legowo 2009). Kurang signifikannya peningkatan pendapatan yang terjadi pada pedagang Pasar Sudha Merta setelah program revitalisasi pasar yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Denpasar disebabkan karena perubahan pada tempat maupun posisi kios atau los. Bahkan beberapa pedagang mengalami penurunan tingkat pendapatan(Ayuningsasi 2010).
176
Beberapa hal tersebut di atas menunjukan bahwa dibutuhkan sebuah model revitalisasi yang dapat memecahkan permasalahan dalam meningkatkan kinerja dan kualitas pasar. Untuk itulah penelitian ini dilakukan dengan tujuan menyusun model revitalisasi agar dapat digunakan untuk menghidupkan kembali dan mengembangkan pasar tradisional dengan menjelaskan tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam proses revitalisasi pasar tradisional tersebut.
KAJIAN PUSTAKA
Pasar secara sederhana yaitu tempat bertemunya penjual dan pembeli secara langsung. Pasar tradisional merupakan pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar (Perpres Nomor 112 Tahun 2007). Menurut Deni Mukbar (2007) karakteristik pasar tradisional dapat ditinjau dari aspek kondisi fisik tempat usaha, pasar tradisional memiliki bangunan temporer, semi permanen, atau permanen. Berdasarkan aspek metode pelayanan, di pasar tradisional pedagang melayani pembeli dan terjadi tawar-menawar. Model adalah abstraksi dari sistem sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta mempunyai tingkat persentase yang bersifat menyeluruh, atau model adalah abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya (Simamarta 1983). Sedangkan revitalisasi merupakan upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran/ degradasi (Danisworo 2000). Menurut Harsoyo (1977) pengelolaan adalah suatu istilah yang berasal dari kata “kelola” mengandung arti serangkaian usaha yang bertujuan untuk menggali dan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan tertentu yang telah direncanakan sebelumnya. Pada tahun 2012, Puslitbang Sosekling Kementerian PU telah menyusun Model Revitalisasi Pengelolaan Pasar Tradisional yang dapat diilustrasikan dalam sebuah tahapan yang terdiri dari Input – Proses dan Output sebagai berikut : • Input, terdiri dari 6 elemen yang masing masing berinteraksi secara terus menerus dan saling
Model Revitalisasi Pengelolaan Pasar Tradisional Dessy Febrianty mempengaruhi antara : tata nilai, norma, network, trust transaksi/kesepakatan serta eksistensi sosial.
• Proses, terdiri dari 3 tahapan pokok : rencana pembangunan kota, kebijakan kepala daerah tentang revitalisasi pasar tradisional, perancangan operasional revitalisasi dan pelaksanaan revitalisasi • Output, merupakan hasil/capaian kinerja dari pelaksanaan revitalisasi pasar tradisional.
Revitalisasi Pasar Tradisional merupakan salah satu bagian dari Rencana Pembangunan Kota, yang dituangkan dalam Kebijakan Kepala Daerah (Bupati/Walikota). Modal sosial dipandang penting sebagai input dalam pengelolaan pasar tradisional karena modal sosial dapat menjadi daya tarik tersendiri dan atau sengaja dicitrakan sebagai ciri khas pengelolaan pasar tradisional (sebagai wujud komitmen Kepala Daerah) dalam rangka mendukung, mempertahankan serta mengembangkan keberadaan pasar tradisional itu sendiri ditengah berkembangnya pasar modern (mall, hiper market, super market, mini market).
Putnam (1993) mengungkapkan bahwa pemaknaan modal sosial merujuk pada pencirian organisasi sosial seperti jejaring atau network, norma, dan kepercayaan yang mampu memfasilitasi proses koordinasi dan kerjasama untuk memperoleh manfaat bersama. Putnam juga menegaskan bahwa modal sosial mampu meningkatkan benefit dalam investasi modal fisik maupun modal sumberdaya manusia (physical and human capital). Jaringan sosial mampu memfasilitasi proses koordinasi dan komunikasi serta memperkuat kepercayaan antara
individu. Network sosial yang terbentuk juga mampu menganalisis dan menempatkan keberhasilan kolaborasi di masa lalu sebagai template untuk model kolaborasi masa depan.
Diawali dengan menetapkan trust dan network sebagai faktor kunci modal sosial (Puslitbang Sosekling 2012) sebagaimana ditetapkan oleh berbagai referensi dan penelitian sebelumnya. Model dibangun dengan menetapkan norma dan tata nilai sebagai elemen yang bisa menjaga keberlanjutan network. Ketika norma dan tata nilai sudah melekat pada individu dan kelompok dalam suatu network, maka bisa dipastikan bahwa secara bertahap dan menerus terjadi penguatan eksistensi sosial pada struktur masyarakatnya. Kekuatan posisi sosial individual, kelompok atau institusi di masyarakat pada gilirannya akan menguatkan peluang terjadinya kesepakatan kerjasama – transaksi yang lebih menguatkan trust yang melekat kepadanya (Febrianty 2013). Dari kebijakan kepala daerah tentang revitalisasi pasar tradisional, ditindaklanjuti dengan menyusun rancangan operasional revitalisasi secara terintegrasi baik fisik (bangunan dan infrastruktur) maupun non fisik (sosial, ekonomi, budaya, politik dll). Apabila dalam pelaksanaan revitalisasi pasar tradisional juga dilakukan secara integratif dan konsisten, maka diharapkan akan dapat mengasilkan output yang baik, dan manfaatnya akan dapat dinikmati oleh semua pemangku kepentingan yang terlibat secara aktif mulai dari tahapan perancangan program sampai tahapan pasca pelaksanaan program revitalisasi secara berkelanjutan. Secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Model Revitalisasi Pasar Tradisional Berbasis Modal Sosial
177
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.5 No.3, November 2013 hal 140-216
METODE PENELITIAN Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Creswell (2003), pendekatan kualitatif adalah pendekatan untuk membangun pernyataan pengetahuan berdasarkan perspektif konstruktif dan partisipatori. Pendekatan ini digunakan karena untuk mengelaborasi model revitalisasi pasar sangat terkait dengan makna-makna yang bersumber dari pengalaman individu, nilai-nilai sosial dan sejarah, orientasi terhadap sosial, isu, kolaborasi, atau perubahan.
Cara pengumpulan data yang utama dalam penyusunan model revitalisasi ini adalah dengan wawancara mendalam (indepth interview) kepada para stakeholder yang dianggap tokoh kunci dalam proses revitalisasi pasar. Stakeholder ini antara lain meliputi dinas perindustrian dan perdagangan, dinas pendapatan daerah, dinas pengelola pasar, satuan polisi pamong praja, dinas kebersihan, dinas PU, dinas kesehatan dan Bappeda. Selain itu, data juga diperoleh melalui kegiatan diskusi dalam kelompok besar yang dihadiri oleh para stakeholder tersebut. Telaah dokumen-dokumen sekunder (studi literatur) juga dilakukan untuk memperoleh data-data pendukung lainnya. Analisis yang digunakan adalah analisis struktur model yang dititikberatkan pada:
• Verifikasi struktur, yaitu membandingkan secara langsung struktur dari model revitalisasi yang diujikan dengan sistem yang diterapkan di lokasi penelitian
ini, sampel ditentukan dengan kriteria-kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2012. Di Kota Surakarta, pasar yang digunakan sebagai sampel hanya pada beberapa pasar yang telah mengalami revitalisasi dengan alasan sebagai berikut: • Pasar Triwindu, merupakan pasar yang merepresentasikan budaya Kota Surakarta.
• Pasar Gading, merupakan pasar yang menjadi pilot project kegiatan revitalisasi dengan menggunakan dana bersama (budget sharing) antara pusat-propinsi-kota. • Pasar Nusukan, merupakan perwakilan pasar dari wilayah Kota Surakarta bagian utara. • Pasar Kembang, merupakan contoh dari pasar spesifik.
Di Kota Binjai pasar yang dijadikan sampel adalah Pasar Tavip, sementara 3 pasar hasil revitalisasi lainnya, yaitu Pasar Tunggurono, Pasar Beregnam, dan Pasar Rambung tidak dapat dijadikan sampel karena pasar tersebut tidak digunakan sama sekali (mangkrak). Sementara di Kota Manado, pasar yang menjadi sampel untuk uji coba model revitalisasi adalah Pasar Bersehati, Pasar Karombasan, dan Pasar Tuminting. Ketiga pasar tersebut dipilih karena telah mengalami proses revitalisasi dan merupakan pasar terbesar di Kota Manado. Khusus Pasar Bersehati dipilih karena merupakan pilot project pengembangan pasar perdagangan yang dikombinasikan dengan pariwisata.
• Verifikasi parameter, yaitu membandingkan parameter-parameter dari model uji coba terhadap pemahaman dari sistem yang diterapkan di lokasi, baik secara konseptual maupun numerik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
• Kecukupan batasan (boundary adequacy), yaitu bagaimana model dapat memenuhi tujuan dari pembuatan model tersebut, dan juga untuk melihat ketepatan dari satu kesatuan model jika model tersebut memasukkan semua struktur yang relevan didalamnya.
Lokasi penelitian di Kota Binjai adalah di Pasar Tapiv dengan gambaran fisik lingkungan, sosial budaya dan ekonomi tabel 2.
• Pengaruh kondisi ekstrim, yaitu bagaimana kondisi-kondisi ekstrim di lokasi penelitian mempengaruhi model .
Terdapat tiga propinsi yang dipilih sebagai lokasi penelitian, yaitu Sumatera Utara, Jawa tengah, dan Sulawesi Utara. Alasan pemilihan lokasi dalam ujicoba model ini adalah menyesuaikan dengan rencana MP3EI yang digagas oleh Presiden RI. Populasi dari penelitian ini adalah pasar-pasar di perkotaan. Sampel diambil dengan menggunakan metode purposive sampling. Berdasarkan metode
178
A. Gambaran Umum Lokasi Terdapat 4 pasar di Kota Surakarta yang dijadikan lokasi penelitian, yaitu : Pasar Triwindu, Gading, Nusukan dan Kembang. Secara singkat kondisi fisik lingkungan, sosial budaya dan ekonomi dideskripsikan dalam tabel 1.
Model Revitalisasi Pengelolaan Pasar Tradisional Dessy Febrianty
Tabel 1. Profil Lokasi PasarTerpilih di Kota Surakarta Fisik
Kondisi
lingkungan
Sosial budaya
Ekonomi
Kembang • Dibangun th 2007, kondisi baik • Parkir mobil tidak ada, parkir motor luas 205 m. • Ada 12 KM/WC, 2 rusak • Ada kipas angin 20 bh • Penampungan sampah rusak
Triwindu • Status milik pemkot, berasal dari hibah Mangkunegaran • LT/LB 1530 m2/1105 m2 dua lantai • Kondisi bangunan baik • Ada akses jalan dua arah dan dilewati angkutan perkotaan • Ada akses bongkar muat • Parkir menggunakan badan jalan • Paguyuban “Sekar • Paguyuban pasar Triwindu Manunggal” beranggota 100 beranggota 70% pedagang, orang, yg aktif 25 orang hanya sedikit anggota yg aktif • Tujuan menampung aspirasi (30%) pedagang, dan memecahkan • Tujuannya untuk mengatasi masalah masalah di pasar • Kegiatan bersama dengan • Melakukan kemitraan dengan pemkot dan Papasuta bank mandiri • Ada koperasi pasar PERTADAN yang bermitra dengan mandiri, BTN, Bukopin • Ada kegiatan arisan
Nusukan • LT/LB 6531 m2 / 4850 m2 (dua lantai), renovasi tahun 2006 • Kondisi bangunan baik, ada tempat parkir kondisi baik, sampah kategori sedang • Lokasi strategis di pinggir jalan, ada jalur pejalan kaki, dilewati angkutan perkotaan
• Jml pedagang: los 80, kios 30klemprakan 20, plataran luar 66 • Asal pedagang : mayoritas berasal dari Boyolali dan sukoharjo • Pembeli eceran dari wonogiri, sragen, Surakarta, sukoharjo • Pendapatan retribusi, los 20 jt/th, kios 33jt, plataran 29 jt/th
• Jumlah pedagang 563 los, 108 kios, 160 klemprakan, dan 70 plataran luar • Asal pedagang dari Surakarta dan boyolali • Komoditi utama: sayur, grabadan, buah, jajan pasar/snack dll • Pasokan dari boyolali, pacitan, kebumen, • Retribusi los 126jt/ ?, kios 98 jt/? Plataran 29jt/
• Pasar khusus seni dan barang antiq dengan pasar lokal, nasional, dan internasional • Jml pedagang kios 255 SHP (30% kios tdk terisi) • Mayoritas pedagang menengah/besar • Pasokan barang dari batur, mojokerto, wonogiri, bandung, sukoharjo, bali, dll • Retribusi 25 jt/
• Ada paguyuban dengan anggota aktif 60% • Kegiatan mengorganisir pekan seni, promo/social, membuat event seperti pasar murah • Bermitra dengan dinas koperasi, kegiatan utama simpan pinjam • Ada kegiatan arisan • Ada kegiatan pengajian
Gading • Pasar kelas II LT/LB 2283 m2/2283 m2 dua lantai • Kondisi bangunan baik, berada di pinggir jalan dua arah lebar, dilewati angkutan umum • Punya tempat parkir • Direnovasi tahun 2008, fasilitas sanitasi dan persampahan baik • Paguyuban pasar beranggota 300 orang, berfungsi meningkatkan kesejahteraan pedagang dan menambah modal • Ada arisan bulanan dan pengajian
• Jumlah pedagang mengisi penuh 204 los, 72 kios, 110 plataran dalam • Komoditi utama : sembako • Retribusi los 1,9 jt/bl, kios 2,9 jt/bl, 1,8 jt/bl • Biaya listrik 5 jt/bln
Sumber : Balai Sosekling Bidang Permukiman, 2012
Tabel 2. Profil Lokasi Pasar Terpilihdi Kota Binjai Fisik lingkungan • Merupakan pasar sentral terpadu satu-satunya di Kota Binjai dan merupakan simpul perdagangan antarkota Binjai, Deli Serdang, dan Langkat.
Sosial budaya • Pengelola : Dispenda, Disperindag, Satpol PP
Ekonomi • Revitalisasi: perencanaan dan pelaksanaan oleh investor swasta
• Pengelola keamanan: preman dan Bidang Pasar
• Pedagang: lokal dan dari Deli Serdang dan Langkat
• Banyak keterlibatan LSM, tokoh masyarakat (anggota DPRD) dan media massa dalam advokasi permasalahan pasar
• Supplier: Langkat, Deli Serdang, Berastagi
• Dinding terbuat dari batu bata dan atap seng.
• Distrust antara pedagang kecil dengan pemodal besar yang menguasai perencanaan dan peremajaan Pasar Tavip
• Retribusi pasar di Binjai tahun 2011 total sebesar Rp. 666.348.600,-, lebih besar dari potensi yang dicatat sebesar Rp. 464.929.700,-.
• Pasar berada di simpul transportasi, yaitu terminal angkutan kota
• Distrust antara pedagang dan pengelola
• Pada tahun 2012 ditargetkan retribusi sebesar Rp. 918.452.500,-
• Bangunan terdiri dari kios, ruko, los, dan dasaran dengan dominasi ruko • Dominasi ruko berkonstruksi beton di sekeliling pasar Tavip • Banyak kios kosong.Perkembanganpasar hanya di lantai 1. Lantai 2 dan 3 kosong. • Penyempitan jalan dalam pasar dan koneksitas antar bagian pasartidak terpola dengan baik • Sistem pencahayaan dan penghawaan secara alami
• Pendanaan berasal dari APBD • Regulasi retribusi secara umum (Perda 4/2011) • Investor swasta (pemodal besar)
• Parkir tidak memadai dan tidak terkelola dengan baik • Distrust antar sesama pedagang • Area bongkar muat tidak disediakan khusus. Proses bongkar muat dilakukan di jalan dan terminal
• Pembeli: Binjai
• Kurangnya linking antara pedagang dengan pengelola dan pemkot
• Komoditi buah-buahan (Buah terong belanda, rambutan dll)
• Sistem drainase kurang baik. Kondisi sanitasi kurang baik, kurang memadai dari segi kuantitas. • Dikelola oleh Pemerintah (Dispenda bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup). • Pengelolaan sampah belum optimal karena masih banyak yang berserakan dan belum diolah sebagai alternatif energi pasar
Sumber : Balai Sosekling Bidang Permukiman, 2012
179
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.5 No.3, November 2013 hal 140-216
Terdapat 3 pasar yang dijadikan lokasi penelitian di Kota Manado, yaitu Pasar Bersehati, Karombasan dan Tuminting. Gambaran umum lokasi pasar tersebut adalah tabel 3.
Pembahasan
Analisis Model Revitalisasi Kota Surakarta Analisis uji coba model revitalisasi Pasar tradisional Nusukan, Kembang Gading, dan Triwindu di kota Surakarta dilihat dari 4 jenis verifikasi model yaitu verifikasi model struktur, parameter, kondisi ekstrim, dan boundary. Pada verifikasi model struktur, terdapat 4 temuan lapangan utama yang akan mempengaruhi hasil verifikasi: Temuan yang pertama adalah perubahan rute bus Purwodadi Surakarta menyebabkan pembeli lebih memilih Pasar Legi daripada Pasar Nusukan. Transaksi di Pasar Nusukan menurun. Perubahan
rute bus telah mengganggu network yang terbangun antara pedagang, supplier dan pembeli. Akibatnya eksistensi sosial pelaku pasar tradisional dan nilai transaksi di Pasar Nusukan menurun.
Temuan yang kedua adalah kesalahan desain bangunan di Pasar Kembang (ventilasi kurang maksimal) menyebabkan komoditas bunga cepat layu. Sebagian pedagang pindah ke Pasar Gede. Pendapatan pedagang menurun mengindikasikan nilai transaksi menurun. Untuk mengantisipasi, pasokan bunga diambil dari Pasar Gede (tidak lagi dari Bandungan). Perubahan fisik bangunan yang tidak sensitif terhadap jenis komoditas mengakibatkan nilai komoditas menurun.Nilai komoditas menurun, direspon dengan pola network yang berbeda. Namun nilai keuntungannya berkurang sehingga pendapatan pedagang menurun. Hal ini mengindikasikan eksistensi sosial pedagang menurun. Perubahan fisik bangunan dan
Tabel 3. Profil Lokasi Pasar Terpilih di Kota Manado
Kondisi Bersehati • Posisi pasar berada di simpul transportasi • Fisik Lingkung- (pelabuhan, terminal dan tempat an penampungan ikan). • • Luas 30.000 m • • Sebagian besar bangunan berlantai 2, dan ada yang berlantai 3 terbuat dari beton • Ada zonasi pembagian los/ hangar, kios, • plataran dalam dan plataran luar sesuai dengan komoditas. • • Sistem penghawaan dan pencahayaan alami • • Bongkar muat barang terletak disamping • kiri/belakang pasar • • Memiliki lebih dari satu akses masuk • • Terdapat area Parkir yang dikelola oleh PD. • Pasar. • • Secara umum sarana toilet kurang memadai dalam hal kuantitas, kualitas dan lokasi. • Sistem persampah-an belum dikelola secara optimal (terdapat tumpuk-an sampah) • Sudah dilakukan pemilahan sampah organik dan non organik • Pedagang berasal dari daerah Gorontalo, • Sosial Minahasa, Makassar. Budaya • Terdapat Koperasi dan Organisasi Duka. • • Peran PD sangat besar dalam hal regulasi terkait pengelolaan pasar diantaranya penentuan besaran dan cara pembayaran • iuran. • • Distrust dari pedagang ke koperasi • Kurang sinergisnya Network antara PD. Pasar dan SKPD terkait
Karombasan Posisi pasar berada di simpul transportasi (terminal), • dekat dengan sungai Luas 10.000 m • Dinding bangunan pasar terbuat dari batubata atau • kayu, rangka atap baja dan kayu, atap seng, dan lantai • dari semen. • Ada zonasi pembagian los/hangar, kios, plataran dalam • dan plataran luar sesuai dengan komoditas. • Penerangan bersumber dari listrik • Sistem penghawaan alami Bongkar muat barang dilakukan sepanjang hari. • Area parkir kendaraan kurang memadai. Sarana toilet cukup memadai • Memiliki TPS yang dikelola oleh Dinas Pasar. Sudah dilakukan pemilahan sampah organik dan non organik
Tuminting Posisi pasar berada di pinggir jalan utama dan dikelilingi permukiman penduduk Luas pasar 40 X 45 Bangunan utama terbuat dari beton dan kayu. Penerangan bersumber dari listrik Sirkulasi udara adalah kipas angin. Dilewati kendaraan umum. Bongkar muat barang terletak dibagian depan pasar. Tidak memiliki tempat parkir untuk mobil, hanya ada tempat parkir untuk motor. Sanitasi dan air bersih cukup baik Dengan sumber air yang berasal dari PAM. Terdapat TPS, dimana sudah ada pemisahan antara sampah organik dan non organik. Jumlah petugas persampahan 1 orang yang mengambil sampah satu kali sehari.
Pedagang berasal dari daerah Gorontalo, Minahasa, • Makassar. • Peran PD sangat besar dalam hal regulasi terkait pengelolaan pasar diantaranya penentuan besaran dan cara pembayaran iuran. • Distrust dari pedagang ke koperasi • Kurang sinergisnya Network antara PD. Pasar dan SKPD terkait
Pedagang berasal dari daerah Gorontalo, Minahasa, Makassar. Peran PD sangat besar dalam hal regulasi terkait pengelolaan pasar diantaranya penentuan besaran dan cara pembayaran iuran. Distrust dari pedagang ke koperasi Kurang sinergisnya Network antara PD. Pasar dan SKPD terkait
Ekonomi • Sumber modal : modal sendiri, koperasi, dan • Peran rentenir sangat menonjol renternir. • Jenis komoditi unggulan : sayuran, ikan, buah. • Jenis komoditi unggulan : sayuran, ikan, buah. • Supplier : kabupaten sekitar manado (tomohon, bunaken dll) • Pembeli : penduduk sekitar pasar Sumber : Balai Sosekling Bidang Permukiman, 2012
180
• Sumber modal : modal sendiri dan renternir. • Jenis komoditi unggulan : sayuran, ikan, buah. • Supplier :kabupaten sekitar manado (tomohon, bunaken dll)
Model Revitalisasi Pengelolaan Pasar Tradisional Dessy Febrianty pola network telah menurunkan nilai transaksi di Pasar Kembang.
Temuan yang ketiga adalah pasca revitalisasi jumlah pedagang Pasar Gading meningkat. Peran paguyuban mengatur penataan pedagang tinggi. Antusiasme terhadap koperasi besar (modal meningkat tiap tahun). Omset sebagian besar pedagang (60%) meningkat. Peran paguyuban dan koperasi yang tinggi menandakan hidupnya trust, network dan norma antar pelaku pasar tradisional. Eksistensi sosial pelaku pasar tradisional meningkat dan nilai transaksi yang ditandai omset pedagang turut meningkat. Temuan yang keempat adalah pasca revitalisasi jumlah pedagang Pasar Gading meningkat. Peran paguyuban mengatur penataan pedagang tinggi. Antusiasme terhadap koperasi besar (modal meningkat tiap tahun). Omset sebagian besar pedagang (60%) meningkat. Meningkatnya pendapatan pasar namun disisi lain pedagang merasa kesulitan membayar retribusi dan banyak kios-kios yang kosong di lantai dua menunjukkan menurunnya eksistensi sosial pelaku pasar tradisional dan nilai transaksi di pasar Triwindu. Menurunnya peranan koperasi pasar menandakan rendahnya trust, network dan norma antar pelaku pasar tradisional. Dari analisis keempat temuan tersebut terbukti bahwa komponen-komponen didalam model revitalisasi masih tetap konsisten saat diujicobakan di Kota Surakarta. Hubungan dan interaksi yang terjadi antar komponen tersebut tetap pada pola dan arah yang sama. Analisis parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan revitalisasi pasar tradisional yaitu eksistensi sosial dan transaksi. Analisis ini menunjukkan bahwa eksistensi sosial dan nilai transaksi tinggi menandakan revitalisasi berhasil. Di sisi lain, eksistensi sosial dan transaksi rendah menunjukkan proses revitalisasi tidak berhasil. Pendapatan pasar tidak selalu linier dengan nilai transaksi pedagang. Hal ini menunjukkan bahwa 2 parameter didalam model masih konsisten untuk digunakan sebagai indikator keberhasilan revitalisasi pasar. Pengukuran keberhasilan revitalisasi pasar tidak semata-mata didasarkan pada besarnya nilai pendapatan pasar. Analisis Model Revitalisasi Kota Binjai
Analisis uji coba model revitalisasi pasar tradisional Tavip di Kota Binjai dilihat dari 4 jenis verifikasi model yaitu verifikasi model struktur, parameter, kondisi ekstrim, dan boundary. Pada verifikasi model struktur, terdapat 3 temuan lapangan utama yang akan mempengaruhi hasil verifikasi:
Temuan pertama adalah proses revitalisasi di Pasar Tavip dilakukan terhadap fisik bangunan. Revitalisasi ini telah melahirkan banyak pemain baru yaitu para pedagang kios tempel dan pedagang ruko. Pedagang baru ini memiliki kapital ekonomi yang lebih besar dibandingkan pedagang lama Pasar Tavip. Kehadiran dari para pemain baru ini pun tidak mendapatkan respon yang positif dari pedagang lama. Perbedaan kapital dan letak strategis unit penjualan antara pedagang-pedagang tersebut memunculkan distrust diantara mereka. Keadaan distrust ini telah menurunkan nilai eksistensi sosial di dalam pasar.
Temuan yang kedua adalah revitalisasi Pasar Tavip telah mengubah pola sirkulasi transportasi di dalam pasar. Banyak unit penjualan dari para pedagang lama yang menjadi tidak mudah dijangkau oleh pembeli sehingga menurunkan nilai transaksi komoditas mereka. Perubahan sirkulasi transportasi ini telah mengubah network antara pedagang dengan pembeli, pedagang dengan asosiasi pedagang, dan pedagang baru dengan pedagang lama. Perubahan ini telah menurunkan nilai transaksi dengan signifikan. Temuan yang ketiga adalah revitalisasi telah mengubah lay-out pasar dan sistem zoning yang sebelumnya ada. Hal ini memberikan pengaruh negatif dimana unit penjualan menjadi sepi pengunjung. Pedagang merespon hal ini dengan menempatkan dagangan keluar dari zona pasar yang seharusnya. Bahkan tidak jarang unit penjualan melebar ke jalan-jalan. Perubahan lay-out pasar dan sistem zoning pada proses revitalisasi merupakan bentuk pelanggaran norma yang sebelumnya telah berlaku. Perubahanperubahan ini telah memberikan dampak buruk bagi pedagang yaitu penurunan nilai transaksi. Respon berdagang dengan cara keluar dari zona pasar yang ditetapkan menunjukkan kurang berhasilnya revitalisasi. Dari analisis ketiga temuan tersebut terbukti bahwa komponen-komponen didalam model revitalisasi masih tetap konsisten saat diujicobakan di Kota Binjai. Hubungan dan interaksi yang terjadi antar komponen tersebut tetap pada pola dan arah yang sama.
Analisis parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan revitalisasi pasar tradisional yaitu eksistensi sosial dan transaksi. Analisis ini menunjukkan bahwa eksistensi sosial yang rendah menandakan revitalisasi kurang berhasil meskipun eksistensi sosial ini tidak mengakibatkan penurunan nilai transaksi. Di sisi lain, transaksi yang menurun juga mengindikasikan kegagalan revitalisasi meskipun pada kasus Kota Binjai penurunan transaksi ini tidak serta merta
181
dikarenakan oleh tidak adanya eksistensi sosial. Hal ini menunjukkan bahwa 2 parameter didalam model masih konsisten untuk digunakan sebagai indikator keberhasilan revitalisasi pasar. Dua parameter tersebut dapat bekerja secara sendiri-sendiri dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan revitalisasi. Temuan pada proses revitalisasi Pasar Tavip juga menunjukkan bahwa kebijakan ekstrim yang dibuat oleh para pemangku kepentingan terkait pasar tradisional tidak berpihak pada pedagang lama Pasar Tavip. Hal ini telah merusak kepercayaan (trust), norma, tata nilai, dan jejaring didalam pasar yang berdampak pada penurunan eksistensi sosial dan transaksi dalam pasar. Kebijakan ekstrim ini menunjukkan lemahnya mekanisme kontrol dalam pelaksanaan revitalisasi. Terkait dengan model pengembangan revitalisasi pasar tradisional berbasis modal sosial, kebijakan ekstrim ini menandakan adanya kekosongan aspek institusional di dalam model ini. Dengan demikian untuk memperbaiki maka perlu adanya penambahan komponen aspek institusional didalam model revitalisasi. Analisis Model Revitalisasi Kota Manado
Verifikasi model revitalisasi di pasar tradisional di Kota Manado dilakukan dengan metode yang sama dengan pasar tradisional di Kota Binjai. Pada analisis model struktur juga diperoleh 3 temuan utama. Pertama perubahan institusi pengelola pasar dari Dinas menjadi perusahaan daerah telah mempengaruhi sistem koordinasi dan trust diantara instansi yang terkait. Hal ini ditunjukkan dengan proses revitalisasi di Pasar Karombasan yang dilakukan oleh Disperindag, tanpa melakukan koordinasi dengan PD pasar. Tidak adanya koordinasi ini berdampak pada pasar yang tidak berfungsi sebagai tempat transaksi setelah proses revitalisasi selesai dilakukan. Koordinasi yang kurang optimal menunjukan terjadinya distrust dan network yang lemah pada institusi pengambil kebijakan dan pengelola pasar tradisional. Kondisi ini mengakibatkan nilai transaksi pasar menurun hingga menghentikan fungsi pasar. Temuan kedua menunjukkan bahwa pengelola pasar tidak memberikan perhatian khusus terhadap koperasi-koperasi yang bersifat informal dan memiliki tanggungjawab rendah terhadap anggotanya yang berupa pedagang. Selain itu perlindungan terhadap pedagang dari aktivitas renternir dinilai masih rendah. Kurangnya perhatian dan perlindungan dari PD. Pasar terhadap pedagang mengakibatkan munculnya distrust dan ketidakpedulian terhadap norma yang berlaku. Temuan terakhir menunjukkan bahwa PD pasar
182
tidak dapat menempatkan posisi pasar (Bersehati) dalam program Kota Manado sebagai Kota Wisata. Padahal lokasi pasar ini berada di gerbang pelabuhan menuju Pulau Bunaken. Hal ini terlihat dengan tingkat kebersihan didalam pasar yang masih rendah, kondisi sanitasi yang belum optimal, jalur transportasi yang padat dan memunculkan ketidaknyamanan bertransaksi, dan kondisi lain yang masih memerlukan banyak perhatian untuk perbaikan. Hal ini dapat terjadi karena tidak terbangunnya network antara pasar dengan sektor lain yang memiliki interest terhadap kegiatan pariwisata yang sebenarnya dapat meningkatkan transaksi pasar. Dari ketiga analisis diatas terbukti bahwa komponen-komponen didalam model revitalisasi pasar tradisional yang dikembangkan masih tetap konsisten saat diujicobakan di Kota Manado. Hubungan dan interaksi yang terjadi antar komponen tersebut tetap pada pola dan arah yang sama.
Analisis parameter pada uji coba model revitalisasi di Kota Manado senada dengan hasil analisis parameter di Kota Binjai. Terjadinya eksistensi sosial yang rendah menandakan revitalisasi kurang berhasil meskipun eksistensi sosial ini tidak mengakibatkan penurunan nilai transaksi. Disisi lain, transaksi yang menurun juga mengindikasikan kegagalan revitalisasi meskipun pada kasus kota Binjai penurunan transaksi ini tidak serta merta dikarenakan oleh tidak adanya eksistensi sosial. Hal ini menunjukkan bahwa 2 parameter didalam model masih konsisten untuk digunakan sebagai indikator keberhasilan revitalisasi pasar. Dua parameter tersebut dapat bekerja secara sendiri-sendiri dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan revitalisasi. Pada analisis boundary terlihat bahwa perubahan orientasi PD Pasar menjadi pengelola yang beroreintasi pada profit tidak diimbangi dengan upaya pemberdayaan pedagang. Pemberdayaan ini tentunya akan berdampak positif pada peningkatan transaksi yang pada gilirannya akan mendorong kenaikan pendapatan pasar. Dari hasil ujicoba model di Kota Manado membuktikan bahwa upaya meningkatkan transaksi tidak hanya ditentukan oleh faktor modal sosial (trust, network maupun norma) namun juga ditentukan oleh peningkatan kapasitas SDM dan finansial. Dengan demikian, perlu adanya penambahan komponen aspek peningkatan kapasitas SDM (human capital) dan kekuatan finansial (financial capital) didalam model revitalisasi pasar tradisional yang dikembangkan. B. Perbaikan Model Revitalisasi Pengelolaan Pasar Tradisional
Model Revitalisasi Pengelolaan Pasar Tradisional Dessy Febrianty Dari analisis yang dilakukan, mengacu pada berbagai masukan dan temuan dari lapangan. Beberapa pertimbangan mendasar perlunya perbaikan model tersebut adalah sebagai berikut: • Model belum memberi gambaran arah dan tujuan proses revitalisasi yang diperlukan sebagai panduan dalam implementasinya di lapangan. Arah ini akan mengantarkan modalitas sosial dalam mewujudkan pasar yang ideal.
• Model belum secara spesifik merumuskan aspek dan dimensi pasar yang perlu menjadi perhatian dan penekanan dalam proses revitalisasi. Selama ini revitalisasi diidentikkan dengan renovasi fisik pasar, padahal esensinya jauh lebih luas daripada sekedar membangun fisik pasar.
• Revitalisasi pasar tidak dapat sekedar dan atau secara langsung didasarkan pada modal sosial, melainkan perlu dikaitkan pula dengan modalitas yang lain, seperti halnya modal manusia (human capital), modal material (financial & physical), dan modal institusional (institutional capital).
Model Revitalisasi Pengelolaan Pasar Tradisional tetap bertumpu pada tiga elemen modal sosial, yaitu kepercayaan (trust), jaringan (network), dan norma (norm). Tiga elemen inilah yang yang akan membentuk seperangkat tata nilai tersebut berpengaruh besar terhadap munculnya eksistensi sosial dan transaksi (kesepakatan). Namun, ketiga elemen sebagai dimensi modal sosial ini dalam konteks pasar tradisional ternyata tidak dapat dilepaskan dari berbagai dimensi lain dalam revitalisasi pasar, yaitu SDM, kelembagaaan, dan material pasar. Ketiga dimensi ini merupakan manifestasi perlunya penguatan modalitas lain dalam proses revitalisasi pasar berbasis modal sosial. Ketiga dimensi inilah yang akan mendukung efektifitas penguatan modal sosial dengan arah dan tujuan revitalisasi pasar tradisional. Fakta lapangan di tiga wilayah menunjukkan bahwa revitalisasi dengan penekanan pada dimensi fisik pasar dengan mengabaikan dimensi yang lain, terlebih modal sosial justru membuat pasar tradisional mengalami kemerosotan. Bekerjanya modal sosial memerlukan dukungan penguatan modal manusia (human capital), yang dalam hal ini dilakukan melalui peningkatan kapasitas SDM pegiat pasar tradisional. Pembangunan modal manusia dilakukan dengan menyelenggarakan pendidikan bagi pedagang dan para pegiat lain di pasar tradisional secara sistematis berkelanjutan. Dengan modal manusia yang baik dan optimal maka potensi modal sosial akan dapat dipertahankan, dikelola, dan dikembangkan. Dalam hal ini perlu pelembagaan model pendidikan dan pelatihan bagi para pedagang dan pegiat lain di
lingkungan pasar tradisional. Modal sosial juga memerlukan dukungan penguatan kelembagaan sosial-ekonomi yang menjadi tempat berhimpun dan berjuangnya para pedagang dan para pegiat lain di pasar tradisional. Kelembagaan yang sudah (masih) ada seperti halnya paguyuban, ikatan, dan asosiasi perlu diperkuat sehingga memiliki kapasitas sosialekonomi yang lebih memadai dalam memecahkan berbagai persoalan, mengoptimalkan berbagai potensi, dan mengembangkan usaha para pegiat pasar. Dorongan ke arah penguatan peran koperasi pasar sejati akan menjadi salah satu aspek yang esensial dalam proses revitalisasi pasar.
Modal sosial merupakan basis bagi peningkatan jejaring (interkoneksi) antarpasar tradisional. Pasar tradisional yang satu sama lainnya belum memiliki keterkaitan secara sosial-ekonomi memunculkan persoalan lemahnya kedudukan pasar tradisional dalam struktur perdagangan. Oleh karena itu, bagaimana membangun hubungan keterkaitan (interkoneksi) antarpasar tradisional beserta segenapentitas dan pelaku di dalamnya menjadi bagian penting dalam proses revitalisasi pasar tradisional berbasis modal sosial. Modal sosial berkaitan pula dengan modal material, baik fisik maupun finansial. Revitalisasi melalui renovasi fisik pasar yang berbasis modal sosial adalah yang menempatkan sistem nilai, budaya, dan kearifan lokal ke dalam corak, bangunan fisik, dan sarana/ prasarana pasar. Wujud bangunan pasar yang dibangun berbasis modal sosial akan berbeda dengan bangunan yang tidak mendasarkan pada upaya penguatan modal sosial. Di samping itu, sistem keuangan (finansial) yang dikembangkan berbasis modal sosial akan memberi tekanan pada berkembangnya kemandirian finansial pedagang dan keterbebasan mereka dari perangkap para pelepas uang (rentenir). Model baru pasca ujicoba lapangan di tiga wilayah yang menunjukkan poisisi strategis modal sosial dalam multidimensi revitalisasi pasar tradisional dapat dilihat dalam gambar 2. C. Tahapan Revitalisasi
Tahapan pelaksanaan proses revitalisasi pada prinsipnya terdiri dari 4 tahap utama (gambar 3) yaitu tahap assessment, analisis, desain, dan pelaksanaan. Tahap assessment diawali dengan melakukan penggalian kondisi dan kebutuhan (assessment) pasar tradisional. Pertama adalah kondisi fisik bangunan pasar seperti atap, bahan bangunan, sirkulasi udara, perparkiran, persampahan, dll.Aspek yang kedua adalah kondisi ekonomi meliputi permodalan, produk, maupun aspek SDM. Assessment yang ketiga adalah aspek sosial meliputi eksistensi kelompok pedagang,
183
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.5 No.3, November 2013 hal 140-216
Gambar 2. Model Revitalisasi Pasar Tradisional Berbasis Modal Sosial Setelah Penyempurnaan hubungan antara pedagang dengan stakeholder lain, pertumbuhan pasar dan konflik yang terjadi. Assessment ini dilakukan oleh pengelola pasar, paguyuban pedagang, maupun perwakilan pedagang.
Tahap assessment ini dilanjutkan dengan tahapan analisis yang terdiri dari 2 aktivitas utama, yaitu penilaian dan penetapan prioritas berdasarkan dari analisis formulasi hasil assessment. Tahap ini dilakukan oleh Kepala Daerah, Dinas yang membidangi pekerjaan umum, pengelola pasar. Proses dilanjutkan dengan pembuatan komitmen pelaksanaan program revitalisasi. Komitmen ini penting untuk mengikat tanggungjawab serta hak dan kewajiban dari masing-masing pemangku kepentingan yang terkait. Pembuatan komitmen dan kesediaan mengikuti kesepakatan tersebut melibatkan Kepala Daerah, pengelola pasar, SKPD terkait, paguyuban pasar. Tahap ketiga berupa tahap desain yang berupa penetapan rancangan revitalisasi yang sudah disepakati para pihak di pasar tradisional meliputi berbagai dimensi modalitas di pasar tradisional dituangkan dalam dokumen perencanaan formal pemerintah Kota/Kabupaten. Dokumen ini yang menjadi dasar penyusunan kebijakan pasar
184
tradisional dan rancangan operasional revitalisasi pasar yang sudah meliputi berbagai aspek dan dimensi revitalisasi pasar tradisional berbasis modal sosial.Tahapan ini melibatkan Kepala Daerah, pengelola pasar, SKPD terkait, paguyuban pasar.
Tahap yang terakhir adalah pelaksanaan proses revitalisasi. Pada tahap ini terdapat 6 proses yang harus dilakukan. Yang pertama adalah proses implementasi dari perencanaan revitalisasi itu sendiri. Proses ini dilakukan dengan melibatkan secara aktif Kepala Daerah, pengelola pasar, SKPD terkait, dan paguyuban pasar. Proses ini diikuti dengan kegiatan pemantauan atau monitoring keseluruhan pelaksanaan revitalisasi dari awal kegiatan hingga akhir. Dalam proses pemantauan ini, ada kegiatan evaluasi kegiatan yang dapat dilakukan secara terintegrasi maupun terpisah. Setelah implementasi revitalisasi, maka proses evaluasi outcome wajib dilakukan evaluasi terhadap keberhasilan revitalisasi. Evaluasi ini didasarkan pada terbentuknya eksistensi sosial dan peningkatan transaksi dan dilakukan secara periodik. Evaluasi ini menjadi tanggung jawab dari pengelola pasar. Evaluasi outcome dilanjutkan dengan evaluasi dampak berupa peningkatan pendapatan pasar yang berpengaruh langsung terhadap kontribusi pasar pada PAD. Selain menjadi
Model Revitalisasi Pengelolaan Pasar Tradisional Dessy Febrianty tanggungjawab pengelola pasar, evaluasi dampak ini juga menjadi tanggung jawab pelaku yang lebih tinggi yaitu Kepala Daerah. Evaluasi yang terakhir adalah evaluasi keberlanjutan pasar dan dampak pada kesejahteraan pedagang yang dilakukan oleh pelaku evaluasi dampak yaitu pengelola pasar dan kepala daerah.
Tahap pelaksanaan diakhiri dengan melakukan review dan memformulasikan rekomendasi. Review hasil monitoring dan evaluasi melibatkan Kepala Daerah, pengelola pasar, SKPD terkait, paguyuban pedagang. Dari hasil review ini akan dihasilkan rekomendasi tentang perbaikan investasi pasar tradisional oleh Kepala Daerah, pengelola pasar, SKPD terkait, paguyuban pedagang. Beberapa indikasi bahwa revitalisasi sudah berhasil adalah sebagai berikut: • Meningkatnya eksistensi sosial para pelaku pasar tradisional, utamanya pedagang pasar. • Meningkatnya kesepahaman dan kesepakatan bersama antarpedagang.
• Meningkatnya spiritualitas pedagang dan pegiat lain di pasar tradisional. • Meningkatnya layanan prima dan nilai transaksi pedagang.
• Meningkatnya eksistensi politik pedagang, yang tercermin dalam peningkatan kemandirian dan daya tawar (bargaining power) pedagang pasar, termasuk dalam pengelolaan fasilitas pasar.
• Meningkatnya eksistensi ekonomi pedagang, yang tercermin dalam struktur pasar yang
semakin demokratis, serta peningkatan kebersatuan ekonomi dalam wadah koperasi pasar yang semakin meluas keanggotaan dan usahanya.
• Meningkatnya kemandirian pasar yang tercermin dengan peningkatan proporsi penjualan produk lokal hasil produksi masyarakat sekitar. • Meningkatnya kebersihan, kerapian, keramahlingkungan, kesehatan, dan ke-berkearifan lokal bangunan dan sarana-prasarana pasar.
• Meningkatnya akses pasar dan pedagang terhadap pendidikan, pelatihan, dan teknologi informasi yang menjadi media interkoneksi antar pasar tradisional.
KESIMPULAN
Model revitalisasi yang digunakan untuk menghidupkan kembali dan mengembangkan pasar tradisional harus bertumpu pada keempat modal yang ada secara sinergi, yaitu modal sosial (social capital), modal manusia (human capital), modal kelembagaan (institutional capital) dan modal ekonomi (financial capital). Keempat unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam upaya meningkatkan kinerja dan kualitas pasar tradisional.
DAFTAR PUSTAKA
Ayuningsasi, Anak Agung Ketut. 2010. Analisis Pendapatan pedagang Sebelum dan Sesudah
Gambar 3. Tahapan Proses Revitalisasi Pasar Tradisional
185
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.5 No.3, November 2013 hal 140-216
Program Revitalisasi Pasar Tradisional di Kota Denpasar : Studi Kasus PasarSudha Merta Desa Sidakarya.Junal Piramida.7(1). Available at : ejournal.unud.ac.id/ [Balai Litbang Soseklingkim]. 2012. Pengembangan Model Revitalisasi Pasar Tradisional Berbasis Modal sosial (Laporan Akhir).Yogyakarta: Puslitbang Sosekling Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum. Creswell, john W. 2003. Research Design.Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches. California : Sage Publications Thousand aks Danisworo, Mohammad & Widjaja Martokusumo. 2000. Revitalisasi Kawasan KotaSebuah Catatan dalam Pengembangan dan Pemanfaatan Kawasan Kota. www.urdi.org (urban and regional development institute, 2000). Febrianty, Dessy. 2013. Model of Strengthening of Traditional Market Based on Social Capital in Indonesia: Study Case Beringharjo Market, Jogjakarta. Journal of Economics and Sustainable Development .www.iiste.org ISSN 2222-1700 (Paper) ISSN 2222-2855 (Online) Vol.4, No.5, 2013 Harsoyo, 1977. Manajemen Kinerja. Jakarta:Persada. Jakarta Martinus Legowo, FX Sri Sadewo & M. Jacky. 2009. Pedagang dan Revitalisasi Pasar Tradisional di Surabaya: Studi Kasus pada Pasar Wonokromo dan Pasar Tambah Rejo, Surabaya. Jurnal Masyarakat dan Politik, Volume ke 22/ Nomor:2/2009-Universitas Surabaya Putnam, R. D. 1993. The Prosperous Community. The American Prospect 4(13), 1-11. Perpres Nomor 112 tahun 2007tentang Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern. Suara Merdeka.4 Juni 2013. Revitalisasi Pasar Tradisional Diminta Dievaluasi. Mukbar Deni. 2007. Denyut Usaha Kecil diPasar Tradisional dalam Himpitan Hipermarket. Jurnal Analisis Sosial.Diakses arihttp://books.
186
google.co.id/books?id=9jeBKQycgB8C&pg=P A118&dq=ketahanan+dan+kerentanan+usa ha+kecil&hl=id&sa=X&ei=U65RT46TIYnprQ e3jrnWDQ&ved=0CDoQ6AEwAA#v=onepag e&q=ketahanan%20dan%20kerentanan%20 usaha%20kecil&f=false Simamarta. 1983. Pengertian Modeling. w w w. d a m a n d i r i . o r. i d / f i l e / abdwahidchairulahunairbab2.pdf).