Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
Revitalisasi Peran Pendidkan Luar Sekolah di Masa Depan Oleh: Muhammad Saifuddin e-mail: Abstract Human Resource Development basically can only be done through education. Without education there will be no development and it means there will be no change. Education and learning is essentially the life itself. Therefore, learning outside school (Informal education) increasingly plays important role. In the past school and college was the only centers of learning activities. But this time, the family and society has gradually become a new learning center and has become an important place to study. The national education system insists that there are three educational pathways that people can undergo; formal education, non-formal and informal ones, which interrelate and support each other. Through three centers of the educational subsystems man is expected to face the future challenges, as well as being intelligent, skilled, religious, independent and responsible. Outside school education revitalization is felt as a demand. In this case the non-formal education as a humanist and ideal formula for creating the good future of mankind. Kata Kunci: Pendidikan Luar Sekolah, Program-program PLS. A. Pendahuluan Pendidikan dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat manusia. Artinya, pendidikan merupakan upaya manusia untuk mengubah dirinya ataupun orang lain selama ia hidup. Pendidikan hendaknya lebih dari sekedar masalah akademik atau perolehan pengetahuan, skill dan mata pelajaran secara konvensional, melainkan harus mencakup berbagai kecakapan yang diperlukan untuk menjadi manusia yang lebih baik. VOL. 9, No.2 Juli 2014
268
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh proses belajarnya sendiri yang mengandung makna. Dengan belajar yang berasaskan pendidikan sepanjang hayat akan terjadi perubahan yang biasa memiliki predikat perbaikan prestasi. Perolehan perubahan sikap atau perilaku dibantu dengan memeberi kesempatan untuk berpengalaman. Dalam hal ini proses belajar pendidikan luar sekolah akan sangat memberikan banyak kesempatan. Revitalisasi mempunyai arti membuat sesuatu kembali menjadi amat sangat penting, dalam hal ini pendidikan luar sekolah untuk masa depan berarti manusia akan melakukan proses belajar, mengkaji, menginterpretasikan, menganalisis belajar tentang apa yang berkenaan dengan pemberian makna dari kehidupan seseorang, dimana saja, bilamana saja dan dari sumber belajar manapun yang menggugah nurani kita guna mempertahankan eksistensi manusia menghadapi gejolak dunia dalam era globalisasi. Kementerian pendidikan Nasional pada tahun 2010 – 2014 memiliki visi terselenggaranya layanan prima pendidikan nasional untuk membentuk insan Indonesia cerdas komprehensif yang diarahkan pada penguatan atau revitalisasi pelayanan program pendidikan melalui jalur formal, nonformal dan informal. Hal ini menjadi arah dan kebijakan Direktorat Jenderal PAUD, Nonformal dan Informal dalam kebijakan program yang dilandasi dengan visi terwujudnya manusia Indonesia pembelajar sepanjang hayat yang bertemakan melayani yang belum terlayani melalui program antara lain “Pendidikan berkelanjutan dan pendidikan Kecakapan hidup”, dengan meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan layanan pendidikan kecakapam hidup melalui kursus, pelatihan dan pendidikan kewirausahaan yang bermutu, berdayasaing, serta relevan dengan kebutuhan masyarakat, dunia usaha dan dunia industri, khususnya bagi penduduk putus sekolah dalam dan antar jenjang, sehingga dapat bekerja dan/atau berusaha secara produktif, mandiri dan professional. Berdasarkan uraian di atas bahwa Pendidikan Luar Sekolah mengandung makna membelajarkan yang berarti membuat seseorang mau dan gemar belajar terus menerus sepanjang hayatnya, serta mampu menerapkan apa yang diperolehnya di dalam kehidupannya dan untuk sumber penghidupaannya. Makna pembelajaran itu sendiri mengandung pengertian: a) Belajar sesuatu yang baru untuk menambah pengetahuan (learning the new learn); b). mempelajari sesuatu yang telah dimiliki atau dipelajari (to relearn); c). Belajar untuk membuang sesuatu yang telah dimiliki atau telah menjadi kebiasaan dan kurang
VOL. 9, No.2 Juli 2014
269
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
membaikan (to unlearn); d). Belajar bagaimana untuk menjadikan sesuatu yang baik menjadi lebih baik (to make the best better). B. Peluang Dan Tantangan Pendidikan Luar Sekolah Pendidikan luar sekolah merupakan jalur pendidikan yang memiliki kekhasan dalam penyelenggaraannya dengan maksud agar setiap penduduk dapat terlayani pendidikan (amanah UUD 1945), sesuai dengan kondisi calon wagra belajar, lingkungan, social, ekonomi, budaya dan ketersediaan waktu yang dimiliki masyarakat. Programprogram pendidikan luar sekolah dikembangkan mengikuti kelompok umur dan kompetensi masyarakat serta disesuaikan dengan karakteristik lingkungan dan daerah setempat agar hasil pembelajaran dapat dipergunakan sebagai bekal masyarakat melaksanakan tanggungjawabnya sebagai manusia ciptaan Allah SWT, berperan serta aktif dalam pembangunan daerah serta mengurangi beban masyarakat terutama kemiskinan dan penggangguran. Menurut Mowagt masalah masyarakat perkotaan sebenarnya bukan hal baru, tetapi adanya bersamaan dengan sejarah pertumbuhan kota itu sendiri yang dipenuhi oleh para pendatang (migrant perkotaan) atau urban migrant1. Seiring dengan pertumbuhan kota dengan dinamikanya, berbagai penderitaan kelompok kurang beruntung hampir terlupakan. Mereka biasanya adalah para pendatang dari perdesaan yang biasa disebut urbanisasi atau urban migrant, mereka bekerja untuk bertahan hidup dan mengatasi berbagai penderitaan dan tekanan-tekanan dari lingkungannya. Bank Dunia telah mengembangkan metodologi bagaimana melaksanakan pembangunan kota yang dikenal dengan “City development Strategy” (CDS) dan “Community Driven development” (The World Bank Group, 2000). PLS mempunyai peranan penting sebagai penggerak dalam melaksanakan strategi “Community Driven development”, karena yang ditekankan adalah pembangunan dengan “human approach” di samping “holistic approach”. Diharapkan PLS merupakan pengungkit dan pembangkit kesadaran masyarakat untuk memperbaiki kualitas hidupnya, termotivasi untuk belajar, meningkatkan skill dan membangun sikap positif terhadap lingkungan dan upaya pembangunan kota. Membangun kota tidak cukup melalui
1
Mowagt, S., Education and the Urban Migrant, (Bangkok: UNESCO, 1997).
h.57
VOL. 9, No.2 Juli 2014
270
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
pendidikan, tetapi peran dan kontribusi pendidikan , khususnya PLS masih sangat perlu ada penguatan dan dioptimalkan. Migran kota biasanya merupakan kelompok yang kurang beruntung. Mereka tinggal di tempat kumuh, dipinggiran sungai sebagai pekerja kasar, kuli bangunan, tukang becak, pengemis, tukang parkir, anak jalanan dan lain-lain. Dari Asia Pasific Humann Rigthts Information center dilaporkan bahwa para pekerja migrant perkotaan merasa menderita karena tergolong “low skill labor”, diberi upah rendah dan dengan kondisi kerja yang jelek (Hwught, 2002). Disamping itu masih ditambah dengan waktu kerja yang panjang, tanpa istirahat, keselamatan kerja kurang, dan sanitasi rendah dengan asupan gizi yang kurang. Anak-anak migrant mengalami penderitaan psikologis, sebagaimana ditulis Wilkerson, anak Indian dan Negro biasanya dituduh sebagai anak dari kelompok daerah kumuh yang bodoh2. Sudah barang tentu anggapan ini tidak benar. Penjelasan yang lebih masuk akal adalah bahwa anak yang berasal dari lingkungan kumuh tersebut telah merasa ketakutan sejak awal sosialisasinya. Mereka hidup dalam keadaan miskin dan mengalami diskriminasi yang berdampak pada potensi berpikirnya yang betul-betul terbatas. Mereka tercerabut secara cultural dari akarnya, semula sebagai orang aslinya dan menjadi pendatang yang tidak beruntung secara social. Keadaan seperti itu bukan tidak mungkin terjadi dikota-kota besar di Indonesia, yang kalau dibiarkan dan tidak tersentuh dengan pendidikan dengan cara-cara tertentu, akan melahirkan generasi-generasi yang berpotensi untuk bodoh akibat tekanan psikologis dan sosialisasi yang buruk. Hidup sebagai migrant perkotaan memang penuh penderitaan untuk sebagian besar dari mereka. Salah satu derita yang biasa dialami adalah yang disebut derita status (status anguish), yaitu penderitaan yang disebabkan karena adanya pertentangan-pertentangan status bagi seseorang3. Ada tiga derita status, yakni: marginalitas, status tidak konsisten, dan status menarik diri (withdrawal status). Marginalitas adalah suatu kondisi yang berasal dari gaya hidup yang berbeda-beda dan setengah-setengah. Dalam kondisi ini biasanya banyak ketegangan-ketegangan psikologis. Status tidak konsisten dialami oleh seorang di satu lapisan 2
Wilkkerson, D.A.. Compensatory Education, In Marcus, S. & Riffin, H.N., Conflicts in Urban Education. (New York: Basic Books & Publisher, 1996). h.25 3 Eitzen, S.D. & Maxine,B.Z.. In Conflict and Order: Understanding Society. Boston: Allynn and Bacon, 1991). h.157
VOL. 9, No.2 Juli 2014
271
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
social rendah, tetapi dari sisi lain punya status peringkat tinggi. Status menarik diri, terjadi sebagai hasil kehilangan status, misalnya kehilangan pekerjaan karena PHK atau karena pensiun, atau pedagangpedagang kecil yang tidak mampu bersaing dengan pengusaha besar. Orang-orang seperti ini biasanya mencari kambing hitam sebagai penyebab masalah dengan berbagai macam reaksi perubahan radikalrevolusioner untuk mengubah statusnya. Konflik status menjadi bagian dari derita orang-orang migrant perkotaan. Peranan PLS dalam mengatasi masalah migrant perkotaan, ada beberapa hal yang harus dipahami terlebih dahulu. Pertama, kita harus berpikir bahwa pendidikan bukan hanya sebatas sebagai salah satu sector pembangunan, melainkan harus dipandang sebagai unsur yang mencakup semua elemen yang harus dipadukan, baik secara vertikal maupun horizontal, ke dalam seluruh upaya pembangunan. World Bank (1980) menyatakan bahwa pendidikan harus dipandang sebagai konteks interdisiplin sebagai factor pembangunan yang multidimensional di mana manusia sebagai tujuan factor pembangunan yang instrumental. Konsekuensinya adalah bahwa di samping konvensional seperti sekolah, pendidikan harus dilakukan sepanjang masa, meliputi semua lapisan masyarakat sebagai kelompok, dilaksanakan sewaktu-waktu diperlukan, bersifat fleksibel, dan kontennya sesuai kebutuhan klien (sasaran didik), siap mengatasi masalah setempat, dan dengan metode dan teknik sesuai dengan kebutuhan anggota masyarakat khususnya orang dewasa. Ruang lingkup Pendidikan Luar Sekolah yang dari segi tipe programnya, PLS terbagi atas tiga tipe, yaitu program informasional, instituisional, dan developmental. Nedler dalam Enceng Mulyana membaginya ke dalam tiga tipe pembelajaran, yaitu pendidikan, pelatihan dan pengalaman4. Callawary dalam Enceng Mulyana membagi tipe program PLS ke dalam empat kategori, yaitu program keaksaraan, program yang berhubungan dengan pekerjaan, program perluasan (pertanian, industry) dan program pengembangan masyarakat5. David Evans dalam Enceng Mulyana mengkategorikan PLS berdasarkan peranan dan fungsinya menjadi “complementary education, supplementary education dan replacement education”6. 4
Mulyana. Enceng. Trend Program Pendidikan Luar Sekolah di Masa Depan. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah Vol.4 No.1. Bandung, 2007. h. 47 5 Ibid. h.65 6 Ibid. h.71
VOL. 9, No.2 Juli 2014
272
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
“Complementary education” berfungsi melengkapi pelajaran di sekolah, karena biasanya kegiatan belajarnya tidak cocok untuk disajikan di kelas atau sekolah. Mengapa harus ada pelengkap. ? Alasannya, (1) karena tidak semua hal yang dibutuhkann oleh anak didik dalam menempuh perkembangan fisik dan psikisnya dapat diajarkan atau dituangkan dalam kurikulum sekolah. Dengan demikian PLS merupakan saluran yang tepat untuk menampung kebutuhan anak didik tersebut. (2) memang ada kegiatan-kegiatan atau pelajaranpelajaran tertentu yang tidak biasa diajarkan di sekolah, sehingga dipandang layak jika disajikan dalam kegiatan PLS. “Suplementary education” adalah tambahan pendidikan setelah mereka Tamat dari sekolah, karena ketika di sekolah tidak mendapatkannya. Sasaran didik PLS dalam hal ini adalah mereka (anakanak, pemuda, orang dewasa) yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan persekolahan tertentu SD sampai dengan perguruan Tinggi). Mengapa perlu pengetahuan dan keterampilan tambahan ? Alasannya adalah: (1) proses belajar berlangsung seumur hidup. Jadi walaupun seseorang telah menamatkan sesuatu jenjang pendidikan (pendidikan formal tertinggi sekalipun), baginya belajar masih perlu terus dilakukan sepanjang membutuhkannya. Ini dilakukan melalui kegiatan PLS. (2) pada umumnya pendidikan persekolahan belum berhasil sepenuhnya menyiapkan lulusan yang siap terjun ke dunia kerja. Untuk supaya mereka berkompetensi melakukan suatu tugas pekerjaan tertentu, sebelumnya harus menempuh latihan, magang, penataran dan sebagainya. (3) perkembangan ilmu dan teknologi berlangsung sangat cepat, sehingga kurikulum sekolah sering ketinggalan dari perkembangan ilmu dan teknologi tersebut. Bahkann dalam dunia kerja sendiri tidak mustahil teknologi (baik perangkat lunak dan perangkat keras) yang dipergunakan sering tidak mutakhir lagi. Supaya dapat menyelaraskan diri dengan ilmu dan teknologi, seseorang harus selalu belajar,khususnya melalui PLS. “Replacement education” adalah sebagai pengganti pendidikan persekolahan, pendidikan bagi mereka yang tidak dapat menikmati sekolah, biasanya berupa keterampilan dasar membaca, menulis dan berhitung, dan pengetahuan praktis, seperti kesehatan, nutrisi, pertanian. Warga belajar dari kegiatan PLS sebagai substitusi adalah anak-anak, pemuda ataupun orang dewasa yang oleh karena berbagai hal tidak memiliki kesempatan bersekolah.Mereka adalah golongan yang tuna aksara dan angka. Atau mereka yang tergolong atau tidak tergolong tuna aksara dan tuna angka, akan tetapi tidak sempat menamatkan pendidikan sekolah dasar. VOL. 9, No.2 Juli 2014
273
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
Banyak lembaga mitra dari pihak swasta dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan luar sekolah sangat menunjang terlaksananya program, mengingat keterbatasan pemerintah untuk menyediakan sumberdaya pendidikan luar sekolah seperti anggaran, sarana dan prasarana pembelajaran dan keterampilan, peluang kerja dan berwirausaha, serta pendidik dan instruktur yang handal, namun dengan adanya kerjasama yang efektif dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat, maka keterbatasan sumberdaya pendidikan luar sekolah dapat teratasi. Program pendidikan luar sekolah yang didukung oleh berbagai komponen akan meningkatkan mutu dan perluasan akses layanan kepada masyarakat terutama masyarakat yang kurang mampu dari segi finansial maupun keterbatasan yang lain. Di dalam melaksanakan program pendidikan luar sekolah tidak luput dari kendala yang terjadi baik dari sisi internal maupun eksternal yang mencakup antara lain: a. Belum adanya data dan informasi yang akurat sehingga program menjadi kurang tepat sasaran, tumpang tindih penyelenggaraan pendidikan luar sekolah satu dengan yang lainnya, perencanaan program pembelajaran pendidikan luar sekolah menjadi kurang terjamin kesinambungannya. b. Pendidik dan tenaga kependidikan belum semuanya memiliki kompetensi yang sesuai dengan kompetensi yang diharapkan pada setiap satuan pendidikan luar sekolah, latar belakang pendidikan yang beragam namun belum pernah mendapatkan diklat yang memadai, rendahnya honorarium bagi pendidik dan sebagian besar masih sukarela mengakibatkan motivasi kurang maksimal dan berpengaruh pada kesejahteraan. c. Media pembelajaran terbatas yang dapat dipergunakan oleh warga belajar sesuai dengan pendidikan yang diminati, cocok dengan usia dan motivasi warga belajar yang beragam, memerlukan pengembangan media yang tepat sesuai dengan konteksnya. d. Kelembagaan pendidikan luar sekolah yang belum terakreditasi mengakibatkan kurang standarnya proses belajar mengajar, keterbatasan sarana yang dimiliki satuan pendidikan luar sekolah mengakibatkan kurangnya mutu pembelajaran, rendahnya frekuensi praktek keterampilan yang sangat dibutuhkan terutama program life skill dan kewirausahaan. e. Dukungan financial untuk program maupun kelembagaan pendidikan luar sekolah dari pemerintah daerah terbatas sehingga untuk keperluan operasional untuk memenuhi standar pelayanan VOL. 9, No.2 Juli 2014
274
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
minimal tidak dapat terpenuhi mengakibatkan terganggunya kualitas pelayanan pendidikan luar sekolah bagi masyarakat. f. Pengawasan penyelenggaraan pendidikan luar sekolah belum efektif mengakibatkan penyalah gunaan sumberdaya, lemahnya pencapaian mutu program, jumlah sasaran serta hasil dan tujuan pembelajaran pendidikan luar sekolah. g. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat, persaingan semakin ketat bagi penyelenggara pendidikan luar sekolah dari pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat, globalisasi berdampak kepada semakin tingginya tuntutan profesionalisme. Adapun tantangan yang dihadapi dalam skala nasional kondisinya sebagai berikut: N Akses Mutu Tata No Kelola 1Masih ada 1,9 juta anak Mutu sebagian Koordinasi dan usia sekolah belum sekolah masih sinkronisasi tertampung rendah belum berjalan lancer 2 APK SMP dari Mutu Kualitas 146 kabupaten bidang non- pelaksanaan dibawah 75% akademik program belum masih rendah optimal 3Kondisi geografis yang Angka Monev belum sulit mengulang optimal masih cukup tinggi 4Kemiskinan Angka putus Pengelolaan sekolah masih pendidikan tinggi berpihak pada masyarakat miskin belum optimal 5Kesadaran sebagian Proses SIM masih masyarakat terhadap pembelajaran rendah pendidikan kurang kurang bermutu 6Peran pemuda yang Fasilitas Renstra bidang belum memadai pembelajaran pendidikan VOL. 9, No.2 Juli 2014
275
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
belum memadai kurang dapat prioritas 7Peran perguruan tinggi Kapasitas pada belum optimal dinas pendidikan tidak/kurang memadai Sumber : Dit. SMP Ditjen Mandikdasmen (2006) Permasalahan berikutnya adalah jenuhnya daya serap beberapa sektor mata pencaharian tertentu sehingga sebagian tenaga kerja yang beroperasi pada sector tersebut perlu dialihkan atau beralih secara berangsur-ansur ke sektor mata pencaharian yang lain yang lebih potensial untuk dapat mengenyam kehidupan yang layak. Ketertinggalan pengetahuan dan keterampilan teknologi yang dimiliki oleh tenaga kerja merupakan masalah tersendiri sebagai akibat dari penerapan teknologi maju, menuntut kemampuan beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi dengan harapan masyarakat yang bersangkutan tetap dapat mempertahankan eksistensi dirinya secara seimbang dan serasi. Pengaruh negatif perkembangan Iptek yang menimbulkan masalah social, psikologis dapat membahayakan masa depan generasi muda serta kelestarian kesatuan bangsa tendensinya tidak hanya melanda diperkotaan tetapi sudah melanda ke daerah pedesaan. Hal ini menuntut daya antisipasi yang akurat melalui berbagai pendekatan pendidikan luar sekolah. Makin bertambah besar jumlah penduduk yang berusia lanjut dan sebagian besar mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan social yang terjadi dalam keluarga, masyarakat, serta tuntutan kehidupan dalam masyarakat modern. Hal ini merupakan pula sasaran pendidikan luar sekolah terutama untuk kepentingan masa depan. Permasalahan ini menyangkut dan berkaitan erat dengan kepribadian, kemampuan mengaktualisasikan diri, keberanian menghadapi tantangan hidup, kesejahteraan keluarga, keluasan pandangan atau wawasan, kersadaran berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, tersedianya lapangan kerja dan sebagainya. Beranjak dari permasalahan pendidikan tersebut di atas dapat ditafsirkan rendahnya angka melanjutkan sekolah berpengaruh terhadap umur kawin pertama yang tergolong kawin muda usia dan berakibat pada tingginya fertilitas kelompok usia 15-19 tahun, dan akibat selanjutnya adalah tingginya angka kematian bayi dan kekurangan kalori-protein. VOL. 9, No.2 Juli 2014
276
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
Dengan demikian hal penting yang mesti ditemukan adalah bagaimana potensi dalam bentuk kebijaksanaan dan program pendidikan luar sekolah menjadi potensi riil dalam upaya pemecahan masalah di lapangan. Di sisi lain bagaimana dapat ditumbuhkembangkan koordinasi dalam bentuk pengorganisasian dan menterjemahkannya ke dalam tata laksana yang rasional, efisien dan efektif dengan memperhatikan secara seksama kondisi lokal yang spesifik. Langkah koordinasi ini harus diawali dengan melakukan upaya integrasi kegiatan yang dapat dilakukan secara simultan dan mensistimasikannya ke dalam bentuk-bentuk yang sederhana. Selanjutnya dilaksanakan dalam tahapan waktu yang tepat sebagai upaya mewujudkan sinkronisasi berbagai program kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh masyarakat atau pemerintah melalui instansi terkait. Dalam hal ini dimaksudkan diperlukan peningkatan kepedulian dari setiap petugas lapangan pendidikan luar sekolah yang sementara menggarap bidang lapangannya tetapi di sisi lain senantiasa menyimak perkembangan kegiatan pembangunan yang erat kaitannya dengan kegiatan yang menggunakan pendekatan pendidikan luar sekolah. Oleh karena itu diperlukan pilihan yang menyangkut metode dan konsep terpilih bagi pembinaan dan pelayanan masyarakat yang apa dipahami dan akrab dengan bahasa kemasyarakatan. Pendidikan saja memang bukan “panasea” atau obat mujarab, tetapi tanpa pendidikan sudah dapat dipastikan tidak akan ada pertumbuhan kualitas hidup. Kualitas hidup tidak berjalan searah dengan kekayaan seseorang, karena kualitas hidup menyangkut perubahan tingkah laku, pertumbuhan dan pengembangan kepribadian,, yang tidak lain adalah tugas pendidikan. Kelompok-kelompok yang kurang beruntung pada umumnya adalah mereka yang dulunya tidak mengenyam pendidikan formal secara memadai. Mereka tidak lagi ada dalam sistem pendidikan persekolahan, tidak lagi terjamah oleh sekolah. Dalam makalah ini, akan dikaji dengan menganalisis penguatan peran pendidikan luar sekolah dalam membantu memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam rangka membangun kota secara menyeluruh. Pengangguran dan kemikskinan merupakan tantangan bagi pemerintah untuk mengembangkan program yang tanggap dan tepat untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Pengangguran pada usia produktif masih 8,9 persen, masyarakat miskin tercatat 33 juta orang (BPS, 2009). Kondisi ini makin bertambah berat ketika peluang pekerjaan terbatas yang VOL. 9, No.2 Juli 2014
277
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
disebabkan oleh karena pertumbuhan ekonomi Indonesia yang belum tinggi serta pesaingan di bidang ekonomi dan perdagangan dengan bangsa lain. Kondisi objektif dunia pendidikan d Indonesia sesungguhnya masih menghadapi beberapa permasalahan mendasar. Permasalahan tersebut secara umum dapat dikelompokkan ke dalam empat permasalahan utama, yaitu: Pertama, terkait dengan kualitas pendidikan yang bisa dilihat dari tiga indikator utama yakni proses pembelajaran yang konvensional, kinerja dan kesejahteraan guru yang belum optimal, jumlah dan kualitas buku di sekolah yang belum memadai. Kedua, mengenai pemerataan pendidikan, hal ini bisa dilihat dari tiga indikator utama yakni kerusakan sarana prasarana ruang kelas, keterbatasan aksebilitas dan daya tampung serta kekurangan tenaga guru. Sedangkan yang ketiga adalah efisiensi pendidikan, yang bisa dilihat dari tiga indikator yakni penyelenggaraan otonomi pendidikan yang belum optimal, keterbatasan anggaran (kemampuan pemerintah yang terbatas dan rendahnya partisipasi masyarakat) dan mutu sumberdaya manusia pengelola pendidikan. Ke-empat, relevansi pendidikan, dengan tiga indikator yakni kemitraan dengan dunia usaha dan dunia industri yang belum optimal, kurikulum yang belum berbasis masyarakat dan potensi daerah, serta perolehan kecakapan hidup yang belum optimal. Di perkotaan banyak kelompok kurang beruntung (disadvantage groups) yang pada umumnya pendatang atau biasa disebut “urban migrant” atau migran perkotaan. Salah satu permasalahan adalah rendahnya rata-rata Angka Partisipasi Kasar (APK) atau Angka Partisipasi Murni, seperti anak putus sekolah tidak dapat mengikuti pendidikan, putus sekolah dasar ke sekolah menengah pertama dan dari SMP ke jenjang pendidikan menengah. Keadaan pendidikan mereka sangat rendah, kehidupan mereka sebagian besar miskin dan jauh dari rasa aman. Mereka adalah bagian dari komunitas perkotaan, yang sering dijadikan objek daripada sebagai subjek dalam pembangunan. C. Implementasi Pendidikan Kecakapan Hidup pada Pendidikan Luar Sekolah Peraturan Pemerintah PNFI sebagai bagian dari pendidikan nasional yang pada tahun 2010 – 2014 bertemakan Penguatan Pelayanan dengan mengusung visi Kemdiknas “Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan Nasional untuk Membentuk Insan Indonesia cerdas Komprehensif”, diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam membantu mengatasi berbagai masalah VOL. 9, No.2 Juli 2014
278
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
pendidikan, sosial dan ekonomi, dimana salah satu penyebab timbulnya permasalahan tersebut adalah masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat. Fakta empirik menyebutkan baik masyarakat perdesaan maupun masyarakat marjinal perkotaan memiliki banyak permasalahan khususnya permasalahan pendidikan yang mengakibatkan masyarakat tersebut tidak dapat mengembangkan potensi yang ada. Jika permasalahan tersebut tidak diatasi secara serius dan kontinu maka bukan tidak mungkin bangsa kita akan berada di dalam keterpurukan dalam pada aspek kehidupan. Menjawab serta mencoba mengatasi permasalahan pendidikan tersebut dan dalam pengimplementasian sasaran pendidikan yang tertuang dalam Deklarasi Dakkar mengenai” Pendidikan Untuk Semua” yang diharapkan dicapai pada tahun 2015, Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal melalui pokok-pokok kebijakan pelaksanaan program telah menetapkan program pendidikan nonformal dan informal untuk tahun 2011 sampai tahun 2014 antara lain penurunan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja melalui program “Pendidikan Kecakapan Hidup, pendidikan kewirausahaan dan pendidikan mata pencaharian” sudah secara kontinu melakukan upaya dan mengambil langkah strategis dengan pola peran aktif masyarakat. Salah satu upaya dalam perluasan dan pemerataan pendidikan nonformal yang bermutu dan relevan dengan dinamika kebutuhan masyarakat dengan kebijakan program di bidang pendidikan kecakapan hidup. Peran-peran PLS dalam mengatasi berbagai masalah yang timbul di masyarakat masih belum banyak dikenal oleh banyak kalangan. Pendidikan Luar Sekolah yang oleh para ahli diberi batasan arti sebagai upaya pelayanan pendidikan yang diprogram secara sistematik, berencana dan terorganisasi kepada mereka yang ingin menambah, melengkapi, dan mengganti kekurangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap di luar system persekolahan. Coombs mendefinisikan Pendidikan Luar Sekolah sebagai kegiatan belajar yang terorganisasi untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu bagi kelompok sasaran didik, yang dilaksanakan di luar system persekolahan 7. Harbison memandang PLS sebagai pembentukan “skill” dan pengetahuan di luar
7
Coomb.P.H. dan Ahmed.M. Attacking Rural Poveity. How nonformal Education Can Help. (John Hopkins, University Press: Beltimore: 1974. )h.147
VOL. 9, No.2 Juli 2014
279
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
sistem sekolah formal8. Di luar sekolah artinya tidak mengikuti sepenuhnya kaidah-kaidah yang diberlakukan dalam sistem persekolahan seperti jenjang, kesebayaan usia, dilaksanakan oleh tenaga professional penuh, periodisasi dan lain-lain. Konsep “life skills” merupakan salah program pendidikan luar sekolah untuk berupaya menurunkan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja bagi masyarakat yang tidak semata-mata memiliki kemampuan tertentu saja (vocational job), namun ia harus memiliki kemampuan dasar dan pendukungnya secara fungsional seperti membaca, menulis, menghitung, merumuskan dan memecahkan masalah, mengelola sumberdaya, bekerja dalam tim, terus belajar ditempat kerja, mempergunakan teknologi. Program pendidikan keterampilan hidup adalah pendidikan yang dapat memberikann bekal keterampilan yang praktis, terpakai, terkait dengan kebutuhan pasar kerja, peluang usaha dan potensi ekonomi atau industry yang ada di masyarakat. Menurut Anwar ciri pembelajaran dalam pendidikan keterampilan hidup adalah: (1) terjadi proses identifikasi kebutuhan belajar, (2) terjadi proses penyadaran untuk belajar bersama, (3) terjadi keselarasan kegiatan belajar untuk mengembangkan diri, belajar, usaha mandiri, usaha bersama, (4) terjadfi proses penguasaan kecakapan personal, sosial, vokasional, akademik, manajerial, kewirausahaan, (5) terjadi proses pemberian pengalaman dalam melakukan pekerjaan dengan benar, menghasilkan produk bermutu, (6) terjadi proses interaksi saling belajar dari ahli, (7) terjadi proses penilaian kompetensi, dan (8) terjadi pendampingan teknis untuk bekerja atau membentuk usaha bersama9. Apabila dihubungkan dengan pekerjaan tertentu, pendidikan keterampilan hidup dalam lingkup pendidikan luar sekolah ditujukan pada penguasaan “vocational skills” yang intinya tertetak pada penguasaan “specific occupational job”, hal ini bila dipahami dengan baik, sesungguhnya diperlukan oleh setiap orang. Ini berarti bahwa program pendidikan keterampilan hidup dalam pemaknaan program pendidikan luar sekolah diharapkan dapat menolong mereka untuk memiliki harga diri dan kepercayaan diri mencari nafkah dalam konteks peluang yang ada di lingkungannya. Program pembelajaran “life skill” dapat diterapkan dalam pendidikan luar sekolah, setelah melalui proses penyesuaian kondisi 8
Harbinson. Human Resources as a Health of Nations. (Oxford University Prees, London: 1973) h.201 9 Anwar, Pendidikan kecakapan Hidup,(Bandung: Alfabeta, 2006), h. 67
VOL. 9, No.2 Juli 2014
280
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
kelompok sasaran dan potensi lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan social budaya. Implementasi dalam jalur pendidikan luar sekolah digambarkan sebagai berikut: Daily Living Skill Personal/Social Skill Occupational Skill Pengelolaan Kesadaran diri kebutuhan pribadi (minat, bakat, sikap, Memilih pekerjaan Pengelolaan kecakapan) Perencanaan kerja keuangan pribadi Percaya diri Persiapan ket. Pengelolaan Komunikasi Kerja rumah pribadi Tenggang rasa dan Latihan Kesadaran kepedulian keterampilan kesehatan Hubungan antar Penguasaan Kesadaran personal kompetensi keamanan Pemahaman dan Kesadaran untuk Pengelolaan pemecahan masalah menguasai makanan pemisah Menemukan dan keterampilan gizi mengembangkan Kemampuan Tanggung jawab kebiasaan positif menguasaisebagai pribadi Kemandirian menerapkan warga Negara Kepemimpinan teknologi Pengelolaan waktu Merancang & luang melaksanakan proses Rekreasi pekerjaan Kesadaran Menghasilkan lingkungan produk barang dan jasa
Gambar Pembagian Life Skills (Brolin, 1989) Life Skills Pers Diknas onal Skills Program PLS 1. PADU 2. Keaksaraan VOL. 9, No.2 Juli 2014
** **
S ocial Skills ** **
Acad emic Skills
Vacati onal Skills * *** 281
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
Fungsional 3. Kesetaraan 4. Kursus 5. Magang 6. Kelompok Belajar Usaha 7. KUPP 8. Pendidikan Wanita *** Sangat Kuat *Terkait
** ** ** **
* * * **
** ***
** **
*** **
** *** *** *** *** **
** Kuat
Gambar keterkaitan antara komponen Life Skills dalam Pembelajaran Masyarakat pada Satuan dan Program PLS Salah satu bentuk pembelajaran “life skills” adalah melalui “magang”. Magang dapat diartikan sebagai proses belajar dimana seseorang memperoleh dan menguasai suatu keterampilan tanpa dan atau dengan petunjuk orang yang sudah terampil dalam pekerjaan itu. Proses belajar melalui magang terjadi dalam bentuk belajar sambil bekerja. Pemagang (warga belajar) akan membiasakan diri untuk mengikuti proses pekerjaan yang sudah biasa dilakukan oleh sumber belajar (tutor), pemagang bukan hanya melihat dan mendengar teori pekerjaan, tetapi juga harus melakukan pekerjaan secara langsung. Melalui proses belajar sambil bekerja, maka secara tidak sadar pemagang selain memperoleh keterampilan, juga akan mengalami perbuatan dalam pengetahuan dan sikap terutama sikap dalam menghadapi pekerjaan tersebut. Pemagang akan memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tidak hanya dari teori pekerjaan, tetapi juga langsung melalui penglihatan dan membantu pemagang dalam mengerjakan pekerjaannya. Kegiatan belajar magang atau asli (indigenous) merupakan akar pertumbuhan pendidikan luar sekolah dan pendidikan pra-sekolah sebagaimana yang dikenal sekarang. Adapun persyaratan magang adalah (1) orang terampil, (2) ada orang yang tidak dan atau kurang terampil bersedia belajar sambil bekerja, (3) waktu dan tempat pelaksanaan magang, (4) dana magang, (5) perjanjian kedua belah pihak. a. Ada orang yang terampil sebagai sumber belajar, dengan syarat: (1) Bersedia, artinya menerima orang lain di lingkungan kerjanya dan bersedia menularkan pengetahuan dan keterampilannya kepada orang yang tidak dan atau belum terampil baik secara VOL. 9, No.2 Juli 2014
282
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
b.
c. d. e.
sukarela maupun dengan imbalan, (2) Berkemampuan, yaitu memiliki kemampuan untuk mengajarkan keterampilannya kepada orang lain, disadari bahwa tidak semua orang yang memiliki keterampilan tertentu mampu mengajarkannya kepada orang lain, (3) Berkemampuan, selain kesediaan menerima seseorang atau lebih untuk belajar sambil bekerja di lingkungan kerjanya, memiliki kemampuan untuk membimbing, juga memiliki kemamuan untuk membimbing pemagang dalam menguasai keterampilan yang dimilikinya sesuai dengan harapan pemagang. Orang yang tidak terampil dan atau kurang terampil bersedia sebagai pemegang (warga belajar), dengan syarat: (1) memiliki bakat dan minat, keduanya mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan magang, bagi seseorang yang mengikuti magang tidak sesuai dengan bakat dan minatnya, kemungkinan besar akan mengalami kesulitan, baik dalam proses pembelajaran maupun penerapan pascamagang. (2) Ada kebutuhan, terdiri atas kebutuhan individu pemagang dan kebutuhan pasar kerja, keduanya perlu dipertimbangkan agar dapat berjalan efektif dan efisien. Artinya kebutuhan individu akan mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran, sedangkan kebutuhan pasar kerja akan mempengaruhi efektivitas pemanfaatan keterampilan pascamagang atau pemenuhan pasar kerja. (3) Kemampuan, terdiri atas kemampuan mengikuti aturan yang berlaku di lingkungan kerja sehingga mereka dapat menyerap pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang ada, maupun kemampuan untuk membiayai dirinya sendiri dalam mengikuti magang. (4) Tujuan yang ingin dicapai, dalam hal ini meliputi tujuan pencapaian hasil belajar dan tujuann untuk menerapkan keterampilan pascamagang untuk mengembangkan kehidupannya, dalam arti memiliki pekerjaan tertentu untuk memperoleh penghasilan yang layak. Tempat dan waktu, tersedia tempat dan waktu pelaksanaan magang (proses belajar sambil bekerja atau bekerja sambil belajar). Dana, dalam kegiatan magang memerlukan dana, seperti biaya transportasi, biaya makan, biaya peralatan dan uang saku tutor atau sumber belajar dan pemagang. Kesepakatan/perjanjian, terdapat kesepakatan antara keduanya baik secara lisan maupun tertulis tentang aturan pelaksanaan
VOL. 9, No.2 Juli 2014
283
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
magang, misalnya: jangka waktu pelaksanaan, kewajiban pemagang dan sumber belajar, upah dan sebagainya. Berkait dengan tujuan pelaksanaan magang, antara lain: (1) untuk memantapkan penguasaan keterampilan yang diinginkan dan ditekuni untuk dijadikan mata pencaharian, (2) memperluas dan mempercepat jangkauan pengadaan tenaga terampil sesuai dengan kebutuhan lingkungan, sehingga dapat segera berpartisipasi dalam pembangunan lingkungan sekitarnya. Adapun pola magang sebagai suatu kegiatan belajar melalui bekerja yang terjadi di luar sekolah, dapat dilakukan terencana dengan langkah-langkah secara sistematis. Secara umum langkah-langkah magang dapat dibagi dalam dua model, yakni: (1) model tradisional, dan (2) model modern. a. Model Tradisional. Magang tradisional umumnya berlangsung sangat sederhana, meliputi (1) identifikasi jenis keterampilan yang akan dipelajari, (2) pelaksanaan kegiatan magang, (3) penilaian, dan (4) tindak lanjut. Pelaksanaan identifikasi jenis keterampilan oleh calon warga belajar umumnya berlangsung secara sederhana, karena calon warga belajar berasal dari lingkungan keluarga yang sehari-hari berada di lingkungan kerja atau keterampilan yang akan dipelajarinya. Demikian pula identifikasi oleh sumber belajar terhadap calon warga belajar tidak dilakukan secara ketat, kegiatan magang jenis ini biasanya berlangsung sejak awal, artinya para peserta (warga belajar) diperkenalkan sejak yang bersangkutan dapat mengikuti keterampilan dimaksud. Ada kecenderungan inisiatif lahir dari sumber belajar untuk secepatnya melibatkan anggota keluarganya dalam kegiatan yang ditekuninya, khususnya keterampilan kejuruan (vocasional skill) dan keterampilan personal (personal skill). Pelaksanaan dan penilianan berlangsung secara simultan, tidak ada waktu pelaksanaan penilaian yang dilakukan secara sistematis dan terpisah dari kegiatan bekerja dan belajar. Penilaian dilakukan melalui instrumen pengamatan unjuk kerja warga belajar, dalam setiap rangkaian kegiatan keterampilan atau keterampilan produksi dan pelayanan jasa. Tindak lanjut pembelajaran, dapat dilihat sejauh mana warga belajar dapat mengaplikasikan keterampilan yang diperoleh melalui kegiatan magang. Penandanya adalah kemampuan yang bersangkutan mengaplikasikan keterampilan yang telah diperolehnya, baik melanjutkan atau menggantikan perann orang tuanya maupun melalui VOL. 9, No.2 Juli 2014
284
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
kegiatan mandiri di tempat lain, atau mengembangkan dalam bentuk yang lebih baik atau lebih bervariasi. Bagi masyarakat tradisional, system pembelajaran yang tepat bagi mereka adalah yang dapat mengubah dan memperbaharui dirinya (self regenerating system). Sistim ini mampu membelajarkan diri, terutama bagaimana bekerja, berusaha memperbaiki diri. Teknik pembelajaran bagi mereka adalah “live an experiences”, mengalami dan mempelajari apa yang dialami. Keluaran system pembelajarannya adalah perubahan pengetahuan, nilai dan sikap diri untuk selalu siap kerja sekalipun kerja mereka tidak termasuk dalam klasifikasi jabatan. b. Model Modern. Perkembangan kebutuhan manusia, sehingga kegiatan pembelajaran tidak bisa dibatasi pada aktivitas rutin orang tua yang harus dipelajari oleh anak atau anggota keluarga lainnya. Meskipun demikian dalam era perkembangan model dan teknologi pembelajaran, kegiatan belajar melalui magang masih tetap eksis, justru semakin berkembang setelah melalui modifikasi sesuai dengan kebutuhan oleh pihak yang terlibat. Kegiatan magang dewasa ini selain keterampilan kejuruan yang bersifat psikomotorik, juga tidak sedikit keterampilan yang bersifat keterampilan intelektual atau keterampilan akademik, seperti bidang jasa. Adapun langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran melalui magang modern adalah sebagai berikut: (1) Identifikasi, (2) Penyusunan program magang, (3) Pelaksanaan magang, (4) Penilaian program magang, (5) Tindak lanjut kegiatan magang. (1).Identifikasi. Kegiatan identifikasi meliputi identifikasi sifat, jenis keterampilan yang ada, kebutuhan belajar calon peserta magang, minat dan bakat, kondisi dan kesiapan sumber belajar, dan hal-hal yang berhubungan dengan kesiapan calon dan sumber belajar. BPKB Jayagiri (1990) mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan magang, yaitu: Pertama, sifat dan jenis mata pencaharian (tetap, sambilan, sambilan dan tetap), jenis mata pencaharian (produksi atau jasa), Kedua, minat dan bakat serta kemampuan calon peserta didik dihubungkan dengan mata pencaharian atau keterampilan yang tersedia, Ketiga, kebutuhan belajar yang berhubungan dengan mata pencaharian atau keterampilan yang diinginkan calon peserta didik, Keempat, kebutuhan pasar kerja, ini perlu dipertimbangkan karena umumnya orang mengikuti magang dengan harapan dapat memperoleh pendapatan dalam waktu singkat, bahkan tidak VOL. 9, No.2 Juli 2014
285
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
sedikit peserta magang selama mengikuti pembelajaran melalui bekerja telah memperoleh pendapatan, meskipun dalam jumlah yang terbatas, Kelima, sumber belajar atau orang yang bersedia menjadi sumber belajar dan memiliki keterampilan yang mampu diterpkann kepada orang lain, Ke-enam, kesediaan pemagang mengikuti aturan yang berlaku di lingkungan kerja atau aturan khusus yang dibuat dalam rangka pelaksanaan kegiatan magang. Proses identifikasi dapat dilakukan melalui tiga cara, yakni : (1) pengamatan langsung di lapangan, (2) wawancara dengan pihak terkait, seperti calon peserta didik, sumber belajar, tokoh masyarakat sekitar, praktisi dan pemerintah setempat. (2).Penyusunan Program Magang. Kegiatan penyusunan program magang meliputi: Pertama, jenis kegiatan magang mencakup jenis mata pencaharian (jasa atau produksi), Kedua, latar belakang mencakup alasan pelaksanaan magang, Ketiga, tujuan yang ingin dicapai, Ke-empat, pokok-pokok bahan belajar, Kelima, peserta magang perlu diketahui identitasnya, Keenam, sumber belajar dan lembaga yang akan dijadikan tempat magang, Ketujuh, waktu dan lamanya kegiatan magang mencakup perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, Kedelapan, biaya perlu dicantumkan jumlah dan rincian penggunaannya. (3).Pelaksanaan Magang.Proses pelaksanaan magang di tempat kerja dilaksanakan sesuai dengan program yang telah direncanakan. Lembaga pengelola program magang memantau dan membimbing proses pelaksanaan pembelajaran melalui bekerja. Kegiatan memantau dapat dilakukan dengan cara mengikuti perkembangan dan mencatat keadaan atau kejadian yang ditemukan dalam kegiatan belajar-bekerja. Aspek yang dipantau, antara lain: (1) program magang, (2) proses pelaksanaan kegiatan belajar-bekerja, (3) hasil yang telah dicapai, (4) factor pendukung dan penghambat. Teknik pemantauan dapat dilakukan melalui 3 cara, baik secara sendiri-sendiri maupun simultan, yaitu: (1) pengamatan terhadap proses pelaksanaan dan hasil yang dicapai, (2) Wawancara atau diskusi baik terhadap sumber belajar maupun pemegang, dan pihak yang terlibat secara tidak langsung, (3) studi dokumentasi terhadap bahan tertulis yang terkait dengan program magang. Kegiatan pembinaan adalah mengarahkan komponen yang terlibat (sumber belajar dan pemagang) agar kegiatan
VOL. 9, No.2 Juli 2014
286
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
pembelelajaran melalui bekerja dapat berjalan dengan baik sesuai dengan program yang telah direncanakan. (4).Penilaian Program Magang. Kegiatan penilaian adalah proses pengukuran sejauhmana ketepatan pelaksanaan proses pembelajaran dan dapat mencapai tujuan yang telah dirumuskan secara efektif dan efisien. Instrumen penilaian antara lain: (a) tes tulis dan lisan, (b) pengamatan unjuk kerja, baik dengan menggunakan pedoman maupun secara bebas, dan (c) angket. (5).Tindak lanjut kegiatan magang. Kegiatan tindak lanjut dari program magang dapat berupa: (a) Peningkatan, yaitu warga belajar dapat memvariasikan keterampilannya, (b) Penerapan, yaitu dapat menerapkan keterampilan yang telah diperolehnya dengan cara (i) Bekerja pada tempat magang semula, (ii) Bekerja pada tempat atau perusahaan lain, (iii) Bekerja mandiri baik secara individual atau kelompok. Bidang mata pencaharian yang dipelajari melalui magang ada beberapa jenis keterampilan yang bersifat produksi. Istilah produksi adalah usaha menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Bidang produksi dapat dibagi lima kelompok, yaitu: (a) Produksi ekstraktif, yaitu produksi yang langsung mengambil manfaat dari alam, seperti pertambangan, perikanan dan kehutanan. (b) Produksi agrarian, yaitu produksi melalui pengolahan tanah untuk memelihara tumbuh-tumbuhan, bunga, sayur-sayuran dan peternakan. (c). Produksi industry, yaitu produksi melalui pengolahan, perakitan, perbaikan, kerajinan atau pengolahan bahan dari setengah jadi menjadi bahan jadi. (d).Produksi perdagangan, yaitu suatu kegiatan jual beli baik produksi sendiri maupun produksi yang dihasilkan oleh orang lain. (e). Produksi jasa, yaitu kegiatan penyajian sarana jasa, seperti tukang cukur/salon, sopir angkot/taksi, buruh bangunan/pabrik, perbankan dan biro perjalanan. Implementasi penguatan peran pendidikan luar sekolah memerlukan dukungan sumberdaya pendidikan yang menyeluruh dari seluruh komponen bangsa agar penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah lebih efektif, efisien dan produktif dengan strategi antara lain sebagai berikut: a.Kemitraan Kemitraan merupakan upaya pemberdayaan semua potensi yang ada, sekaligus juga menunjukkan upaya mensinergikan antara pemerintah, pemerintah daerah, lembaga mitra dan masyarakat dalam menyelenggarakan program pendidikan luar sekolah. Kemitraan mendorong partisipasi aktif dari berbagai unsure guna mewujudkan VOL. 9, No.2 Juli 2014
287
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
perluasan akses, peningkatan mutu dan akuntabilitas penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah. b.Basis Keunggulan Mengembangkan program dan lembaga yang mempunyai keunggulan-keunggulan vertical dalam dimensi teknologi, dan keunggulan horizontal (keragaman) dalam dimensi wilayah. Keunggulan vertical menerapkan prinsip kompetitif, sedangkan keunggulan horizontal menerapkan prinsip keunggulan komparatif. Semua keunggulan itu pada dasarnya dikembangkan dari potensipotensi yang ada untuk membangun atau meningkatkan daya saing produk atau jasa yang dihasilkan. c.Subsidi Untuk mendukung penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah, dilakukan dengan memberikan subsidi pada lembaga dan masyarakat yang disalurkan dengan pendekatan bantuan langsung, berfungsi sebagai stimulus atau pengungkit partisipasi pemerintah daerah (provinsi dan/atau kabupaten/kota) lembaga dan masyarakat dalam penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah. D. Alternatif Pelaksanaan Program Pendidikan Luar Sekolah Untuk Kepentingan Masa Depan Sesuai dengan karakteristik, tujuan pendidikan luar sekolah, maka peranan yang diemban oleh lembaga-lembaga Pendidikan Luar Sekolah untuk menanggulangi permasalahan yang dihadapi oleh individu, keluarga dan masyarakat. Selain peranan komplementasi, suplementasi dan substitusi perlu dilakukan pula peranan alternatif yang memungkinkan seseorang untuk memilih jalur pendidikan luar sekolah sesuai dengan kesempatan atau waktu yang terluang baginya serta daya jangkau pembiayaan pendidikannya. Peran berikutnya ialah pengayaan atau penguatan (revitalisasi) yang memungkinkan seseorang untuk memperkaya atau memperkuat kemampuannya mengenai ilmu pengetahuan dan keterampilan tertentu. Peranan pemutakhiran yang memungkinkan seseorang untuk memutakhirkan pengetahuan dan keterampilannya yang telah ketinggalan sehubungan dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peranan berikutnya adalah peranan penyesuaian diri yang memungkinkan seseorang untuk memperoleh pendidikan penyesuaian diri sehubungan dengan mobilitas territorial, pekerjaan serta perubahan social yang dialami. Hal-hal tersebut antara lain bisa dimanifestasikan melalui upaya perluasan fungsi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat menuju pusat pembelajaran warga negara yang dalam pelaksanaannya VOL. 9, No.2 Juli 2014
288
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
menumbuhkembangkan budaya pembelajaran yang sinergik dengan pemberdayaan masyarakat yang mensinkronisasikan pemanfaatan Iptek berbasis nilai. Kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal dalam rangka melaksanakan pembangunan pendidikan salah satunya adalah pendidikan nonformal periode 2010 – 2014 antara lain: Meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan layanan pendidikan kecakapan hidup melalui kursus, pelatihan dan pendidikan kewirausahaan yang bermutu, berdaya saing, serta relevan dengan kebutuhan masyarakat, dunia usaha dan dunia industry, khususnya bagi penduduk putus sekolah dalam dan antar jenjang, sehingga dapat bekerja dan/atau berusaha secara produktif, mandiri, dan profesional. Implementasi kebijakan Ditjen PAUDNI memerlukan dukungan sumberdaya pendidikan yang menyeluruh dari seluruh komponen bangsa agar penyelenggaraan program pendidikan kecakapan hidup lebih efektif, efisien dan produktif dengan strategi antara lain sebagai berikut: (a) Kemitraan. Kemitraan merupakan upaya pemberdayaan semua potensi yang ada, sekaligus juga menunjukkan upaya mensinergikan antara pemerintah, pemerintah daerah, lembaga mitra dan masyarakat dalam menyelenggarakan program pendidikan kecakapan hidup. Kemitraan mendorong partisipasi aktif dari berbagai unsur guna mewujudkan perluasan akses, peningkatan mutu dan akutabilitas penyelenggaraan program pendidikan kecakapan hidup; (b) Basis Keunggulan. Mengembangkan program pendidikan kecakapan hidup dan lembaga yang mempunyai keunggulan-keunggulan vertical dalam dimensi teknologi, dan keunggulan horizontal (keragaman) dalam dimensi global. Beranjak dari peranan PLS tersebut maka orientasi pemikiran program PLS dimasa depan pada garis besarnya dikelompokkan atas kategori berikut: 1. Kesejahteraan hidup yang ditekankan pada gerakan pemberantasan buta aksara, keaksaraan fungsional, lifeskill, kesehatan, pertumbuhan, pemeliharaan dan perawatan pribadi dan keluarga. 2. Transmisi kebudayaan yang ditekankan pada aspek-aspek pengetahuan, sikap, nilai, keterampilan kerja, berkomunikasi, berorganisasi dan bermasyarakat. 3. Progresivitas atau dinamika yang dipusatkan pada kreativitas dalam pemecahan masalah praktis untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam rangka memajukan VOL. 9, No.2 Juli 2014
289
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
kesejahteraan umum melalui kerjasama berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong. Secara operasional, ketiga kategori dapat dijabarkan menjadi tujuan institusional PLS yang pada gilirannya memungkinkan masyarakat memiliki: (1) kemampuan mengembangkan kepribadian dan mengaktualisasikan diri, (2) kemampuan menghadapi tantangan hidupnya dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat, (3) kemampuan membina keluarga sejahtera yang cerdas, (4) wawasan yang luas tentang hak dan kewajiban warga Negara, (5) kemampuan menciptakan atau membantu menciptakan lapangan kerja sesuai keahlian yang dimiliki. Untuk kelima hal tersebut hendaknya diwujudkan dalam program-program kegiatan yang sifatnya tidak schock learning (pendidikan kejutan sesaat) tetapi hendaknya dalam tatanan maintenance learning (pendidikan berkelanjutan)10 E. Peran PLS sebagai Pendidikan Dasar Dari kasus pendidikan dasar di Malang, pedagang kaki lima yang berpendidikan SD ke bawah 39,5%, SLTP 38,5%, kemudian anak jalanan berpendidikan SD 64,5% dan SLTP 31,3% masih memerlukan Pendidikan Dasar. Program keaksaraan paket A dan B masih perlu diteruskan, karena sangat penting bagi kelanjutan hidupnya setelah dewasa. Memang “kata” dan “huruf” tidak cukup, kecuali ada perubahanperubahan kelembagaan baik ekonomi maupun politik.(Theagarajan dalam Saleh Marzuki, 2010) mengatakan bahwa dengan menjadikan orang dewasa melek huruf akan membuat mereka mandiri dan tidak bergantung dalam menghadapi lingkungan mereka. Disamping itu, pemerintah sangat perlu melancarkan program keaksaraan karena keberadaan orang-orang melek huruf dalam keluarga memberikan akses pada hal-hal penting dalam masyarakat dan memberikan kemungkinan lebih pada anak-anak mereka untuk menjadi melek huruf (Khausik, 1998). Kelihatannya program keaksaraan kurang aktif akhir-akhir ini, dan salah satu kesulitannya adalah merekrut tutor yang sifatnya sukarela. Selama ini para guru diminta membantunya, tetapi karena kesibukan guru di sekolah, program paket A dan B banyak yang berhenti. Kesulitan lain adalah para guru tidak dibekali dengan cara mengajar yang bersifat andragogis sehingga pendekatan sekolah masih 10
Sudjana. Pendidikan Luar Sekolah, (Bandung: Nusantara Press, 1996).h. 79
VOL. 9, No.2 Juli 2014
290
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
diterapkan, padahal mereka berhenti sekolah salah satu sebabnya karena jenuh dengan sekolah yang sangat mengikat dengan disiplin yang sangat ketat. F. Implementasi Pendidikan keterampilan Hidup sebagai Program Pelatihan Pelatihan (training) adalah pembelajaran pengembangan individual yang bersifat mendesak karena adanya kebutuhan sekarang. Arti sepenuhnya tentang pelatihan adalah lebih banyak pada aspek keterampilan dari pada sekedar pengajaran yang berhubungan dengan memberikan pengetahuan, karena pelatihan mencakup baik pengalaman mengerjakan suatu instruksi atau proses pendidikan yang bertujuan untuk membangun dan mengembangkan pengetahuan serta keterampilan yang telah dimiliki. Batasan tersebut secara eksplisit mengindikasikan bahwa tujuan dasar dari pelatihan adalah untuk membangun atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan individu guna mencapai tingkat yang diinginkan. Alasan yang menjelaskan tentang pentingnya upaya pengembangan pengetahuan dan keterampilan individu tersebut cukup bervariasi, diantaranya dikemukakan oleh Maslow dalam teorinya “needs of hierarchy”, yang mengatakan bahwa peningkatan pengetahuan dan keterampilan individu sangat dibutuhkan tidak saja untuk membekali yang bersangkutan dalam memulai atau mengembangkan aktivitas tertentu, tetapi juga dibutuhkan guna mencapai tingkat kepuasan yang telah dilaakukan. Kepuasan hasil kerja menjadi sangat penting karena merupakan salah satu factor utama yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Argumen yang sama juga dikemukakan oleh( Frederick Herzberg dalam Hidayat) yang menyatakan bahwa peningkatan pengetahuan dan keterampilan pekerja melalui pelatihan sangat diperlukan tidak saja untuk meningkatkan produktivitas kerja, tetapi juga untuk mengurangi rasa tidak puas atas lingkungan kerja11. Tingkat pencapaian tujuan pelatihan menurut Robinson dipengaruhi oleh banyak factor, antara lain: karakteristik dari individu peserta, bahan belajar pelatihan, dan metode atau teknik pelatihan. Selanjutnya ada tiga hal yang harus menjadi perhatian utama dalam penyusunan program pelatihan yang akan dilaksanakan, yaitu: (1) bahan belajar pelatihan atau materi, (2) metode atau teknik, (3) evaluasi hasil pelatihan. Asumsi dasar yang 11
Hidayat.S. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. (Jakarta: Pustaka Quantum, 2001).h. 213
VOL. 9, No.2 Juli 2014
291
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
diterapkan dalam hal ini adalah materi dan metode pelatihan harus disesuaikan dengan karakteristik dari binaan dan kebutuhan riil untuk membuka usaha yang akan dan telah dikembangkan. Kelompok program PLS seperti dimaksudkan untuk memperbaiki kecakapan, keterampilan, dan kinerja individu agar dapat memperbaiki kualitas hidupnya. Program keterampilan kerja dapat diperuntukkan bagi mereka yang belum bekerja tetapi ingin memperbaikinya atau kepada mereka yang keterampilannya tidak lagi laku karena tidak mampu bersaing dengan yang lebih kuat. Pelatihan untuk ini dapat dilakukan dengan tempat yang menetap (Stationary Training Unit) dan yang bergerak (Mobile Training Unit). Pemerintah perlu memiliki mobil-mobil yang lengkap dengan peralatannya serta pelatihnya untuk bergerak memenuhi kebutuhan pemuda dan remaja pencari kerja ke-kelurahan dan desa. Mobil-mobil dengan perlengkapannya diperlukan dengan disesuaikan keterampilan yang dibutuhkan seperti unit pertukangan, pengelasan, mesin, elektronik, dan masak memasak. Dengan otonomi daerah, semua pusat pelatihan dan instansi structural perlu diintegrasikan dalam suatu kampus, sebagai pusat latihan keterampilan kerja. Selama ini terkesan mereka berjalan sendirisendiri. Tugas tenaga PLS dalam kaitan ini adalah melakukan pengkajian atau analisis kebutuhan belajar, merencanakan program pembelajaran, mengorganisasikan pelatihan, menyiapkan pelatihan dan mempersiapkan program pendampingan pascalatihan. Penutup Pendidikan Luar Sekolah yang didasari oleh pemikiran ke arah masa depan perlu dipikirkan dua hal pokok dalam menetapkan strategi pelaksanaan yaitu: (1) Hal yang bersifat penting adalah perlunya persamaan persepsi upaya peningkatan mutu sumberdaya manusia diantara berbagai pihak yang menangani PLS dengan tetap memperhatikan aspek yuridis formal, ketenagaan, pembiayaan, serta sarana dan prasarana, (2) meningkatkan koordinasi internal jajaran pendidikan dan mengembangkannya ke dalam koordinasi lintas sektoral dalam konteks pendidikan luar sekolah atau pengembangan mutu sumberdaya manusia. Kedua hal tersebut sampai saat ini masih dipandang sebagai isu sentral dalam pendidikan luar sekolah selain adanya isu bahwa kegiatan PLS yang dilaksanakan oleh berbagai lembaga belum atau tidak bernaung dalam satu payung yang sama. VOL. 9, No.2 Juli 2014
292
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
VOL. 9, No.2 Juli 2014
293
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
Daftar Pustaka Mowagt, S., Education and the Urban Migrant, (Bangkok: UNESCO, 1997). Wilkkerson, D.A.. Compensatory Education, In Marcus, S. & Riffin, H.N., Conflicts in Urban Education. (New York: Basic Books & Publisher, 1996). Eitzen, S.D. & Maxine,B.Z.. In Conflict and Order: Understanding Society. Boston: Allynn and Bacon, 1991). Mulyana. Enceng. Trend Program Pendidikan Luar Sekolah di Masa Depan. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah Vol.4 No.1. Bandung, 2007. Coomb.P.H. dan Ahmed.M. Attacking Rural Poveity. How nonformal Education Can Help. (John Hopkins, University Press: Beltimore: 1974. ) Harbinson. Human Resources as a Health of Nations. (Oxford University Prees, London: 1973) Anwar, Pendidikan kecakapan Hidup,(Bandung: Alfabeta, 2006), Sudjana. Pendidikan Luar Sekolah, (Bandung: Nusantara Press, 1996), Hidayat.S. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. (Jakarta: Pustaka Quantum, 2001).
VOL. 9, No.2 Juli 2014
294