RESTRUKTURISASI HUTANG MELALUI KEBIJAKAN DEBT TO EQUITY SWAP DAN PENGARUHNYA TERHADAP STRUKTUR KEUANGAN PT. X Oleh : Yusuf Haryono ABSTRAK Krisis keuangan yang melanda Indonesia sejak Juli 1997 telah berakibat buruk bagi perusahaan-perusahaan yang mempunyai hutang dalam dominasi mata uang asing, karena menghadapi masalah eksposur transaksi. Eksposur transaksi sebenarnya dapat dikelola dengan melakukan kontrak hedding atau currency swaps, upaya hedding atau swap ini tidak dilakukan oleh PT. Sarana Karang Indah Permai, sehingga menimbulkan kesulitan keuangan karena hutang jangka pendeknya membengkak. Penggunaan hutang dari luar diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dari pemegang saham, akan tetapi meningkatnya hutang yang disebabkan oleh eksposur transaksi dan tidak diimbangi oleh masuknya arus kas, telah mengakibatkan struktur keuangan menjadi tidak optimal, disamping itu perusahaan tidak lagi mampu melunasi kewajiban jangka pendeknya, sehingga perlu melakukan restrukturisasi atas hutangnya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya serta mengevaluasi pengaruh berbagai alternatif restrukturisasi hutang terhadap struktur keuangan sehingga dapat menentukan alternatif restrukturisasi hutang terbaik dengan menggunakan kriteria struktur keuangan yang optimal. Hasil penelitian dan analisis terhadap 3 alternatif restrukturisasi hutang menunjukkan bahwa alternatif III yaitu merestrukturisasi hutang melalui kebijakan debt to equity swap merupakan alternatif terbaik, karena memberikan biaya modal yang minimal (4,46%) dan memaksimalkan nilai perusahaan (10%), sehingga memungkinkan perusahaan beroperasi dalam rentang struktur keuangan yang optimal. Mengingat nilai tukar rupiah terhadap US Dollar cenderung melemah, disarankan agar PT. Sarana Karang Indah Permai sesegera mungkin merestrukturisasi hutangnya dengan kreditur, dengan mengkonversi hutangnya menjadi penyertaan modal. Kata kunci : Restrukturisasi hutang, Kriteria pengukuran, Debt to equity swap, Struktur keuangan yang optimal
Latar Belakang Bulan Juli 1997, krisis keuangan mulai melanda Indonesia, dimana pemerintah terpaksa melepaskan system managed floating rate atas kurs rupiah terhadap US dolar dan menjalankan free floating rate system sehingga banyak perusahaan di Indonesia menghadapi masalah Eksposur, baik eksposur ekonomi (operasi), eksposur transaksi, maupun ekposur translasi (akuntansi). Diantara ekposur-eksposur tersebut yang paling banyak ditemui adalah eksposur transaksi, yang mengukur perubahan pada nilai transasksi karena terdapat perbadaan antara kurs valuta asing pada saat transaksi disepakati dan saat transaksi diselesaikan atau dipenuhi. Eksposur transaksi dapat dikelola dengan melakukan kontrak hedging valuta asing melalui pasar forward, pasar futures, pasar uang, atau mengadakan kesepakatan swap, antara lain currency swaps dan credit swaps, yulianti (1998, halaman 143). Upaya hedging atau swap ini tampaknya tidak dilakukan oleh PT. X, sehingga adanya krisis keuangan sejak bulan Juli 1997 tersebut juga telah menimbulkan masalah bagi perusahaan ini karena sebagian hutangnya berupa pinjaman dalam valuta asing (US
Dollars). Dengan makin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap Dollar, hutang perusahaan ini membengkak, hutang jangka pendek atas pembelian mesin yang telah jatuh tempo yang sebelumnya berjumlah Rp. 6.836.783.130,- (US$ 2,868.981.59) dengan kurs Rp. 2.383,pada akhir tahun 1996) membengkak menjadi sebesar Rp. 23.023.577.260,- (US$ 2,868,981,59 dengan kurs Rp. 8.025,- pada akhir tahun 1998). Meningkatnya jumlah hutang tersebut telah menyebabkan perimbangan antara hutang (Debt) dengan modal sendiri (ekuitas) menjadi terganggu, forsi modal sendiri (ekuitas) terus merosot, hal ini pada gilirannya mengakibatkan stuktur keuangan perusahaan menjadi tidak optimal, biaya modal (cost of capital) menjadi sangat tinggi dan perusahaan terancam default karena tidak mampu melunasi kewajiban jangka pendeknya dan gagal meningkatkan kemakmuran bagi pemegang saham. Penelitian ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa alternative restrukturisasi hutang melalui debt to equity swap merupakan alternatif terbaik dibandingkan dengan alternatif lain, karena restrukturisasi hutang berdasarkan alternatif ini akan menunjukkan struktur keuangan yang optimal dan terbaik bagi perusahaan. Dengan latar belakang tersebut, maka penelitian ini diberi Judul: “Restrukturisasi Hutang Melalui Kebijakan Debt to Equity Swap dan Pengaruhnya terhadap Struktur Keuangan PT X”. Perumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh meningkatnya jumlah hutang terhadap kemampuan perusahaan melunasi kewajiban jangka pendeknya? 2. Alternatif restrukturisasi hutang apa saja yang dapat memperbaiki struktur keuangan perusahaan? 3. Alternative restrukturisasi hutang mana yang paling baik bagi perusahaan guna mencapai struktur keuangan yang optimal? Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh meningkatnya jumlah hutang terhadap kemampuan perusahaan melunasi kewajiban jangka pendeknya. 2. Untuk mengevaluasi pengaruh berbagai alternatif restrukturisasi hutang terhadap struktur keuangan perusahaan. 3. Untuk menentukan alternatif mana yang paling baik bagi perusahaan guna mencapai struktur keuangan yang optimal. Landasan Teori Pengertian Struktur Keuangan / Struktur Modal Moyer et.al menjelaskan pengertian struktur modal, struktur keuangan dan hubungan kedua struktur tersebut sebagai berikut: “ Capital structure is defined as the amount of permanent short-term debt, long-term debt, preferred stock, and cammon stock used to finance a firm. In Contrast, financial structure refers to the amount of total current liabilities, long term debt, preferred stoct and common stock used to finance a firm. Thus capital structure is part of the financial structure, representing the permanent sources of the firm’s financing.” (Moyer et.al, 1997, halaman 426) Dalam praktek dunia usaha, batasan antara hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang adalah sangat kabur, dimana pada umumnya yang dinamakan hutang jangka pendek dapat diperpanjang selama beberapa periode, misalnya hutang berupa kredit modal
kerja dari bank yang selalu dapat diperpanjang, sehingga praktis menjadi hutang jangka pendek permanen atau sama dengan hutang jangka panjang. Dengan demikian struktur keuangan dapat digunakan dan saling menggantikan dengan istilah struktur modal. Restrukturisasi Hutang Restrukturisasi hutang secara umum dapat diartikan sebagai penataan kembali hutang suatu perusahaan yang telah jatuh tempo, sesuai dengan kemampuan keuangan perusahaan tersebut dalam periode waktu yang telah disepakati antara debitur dengan kreditur. Terdapat beberapa bentuk restrukturisasi hutang, diantaranya: (sjahdeini, 1999, halaman 11) 1. Memasukkan modal baru oleh pemegang saham yang lama atau oleh pemegang saham yang baru melalui penempatan langsung (direct placement) atau melalui bursa saham. 2. Melakukan konversi utang dengan convertible bond. 3. Melakukan konversi utang menjadi modal perseroan (debt for equity conversion). 4. Melakukan penjadwalan kembali pelunasan utang (rescheduling), termasuk pemberian masa tenggang (grace period) yang baru atau pemberian moratorium kepada debitur. 5. Melakukan persyaratan kembali perjanjian utang (reconditioning) 6. Melakukan pengurangan jumlah utang pokok (hair cut) 7. Melakukan pengurangan tingkat suku bunga. 8. Melakukan pengurangan jumlah bunga dan utang pokok yang tertunggak. 9. Memberikan tambahan utang baru. 10. Mengkonversi utang dengan surat utang yang dapat dipindah tangankan, baik surat utang jangka panjang menengah maupun jangka panjang. 11. Melakukan penggabungan (merger) dengan perseroan lain. 12. Melakukan peleburan (consolidation) dengan perseroan lain. 13. Melakukan perjanjian akuisisi saham perseroan (aquisition of stock) oleh pihak lain 14. Menjual aktiva yang tidak produktif atau yang tidak langsung diperlukan untuk kegiatan usaha perseroan. 15. Melakukan hal-hal lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Kerangka Konseptual Dalam usaha memperbaiki struktur keuangan agar menjadi optimal, terdapat beberapa alternatif pemecahan, antara lain: a. Menambah setoran modal / menjual saham baru b. Mencari pinjaman jangka panjang baru. c. Merestrukturisasi hutang melalui Debt to Equity swap (merubah hutang menjadi penyertaan modal) Dengan melakukan restrukturisasi hutang melalui ketiga alternatif tyersebut, maka dapat dilihat pengaruhnya terhadap struktur keuangan perusahaan, karena perubahan komposisi struktur keuangan juga diikuti dengan perubahan biaya modal, dimana struktur keuangan yang optimal dicapai pada biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) paling minimal yang dapat diukur melalui biaya pinjaman dan biaya ekuitas, nilai perusahaan yang
maksimal dapat diukur dengan selisih positif antara return on equity (ROE) dengan biaya modal rata-rata tertimbang (WACC). Metode Penelitian Variabel Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah digambarkan sebelumnya, dapat ditentukan variabel bebas maupun tergantung sebagai berikut: Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5 Diamana : (1) Struktur keuangan yang optimal (YOPT) Merupakan komposisi hutang dan ekuitas yang ideal dan paling menguntungkan bagi perusahaan maupun pemegang saham. Struktur (Y) Struktur keuangan (modal) merupakan pembiayaan operasional secara permanen dari suatu perusahaan, dalam bentuk perimbangan antara hutang dan modal sendiri termasuk laba yang ditahan (ekuitas). Struktur keuangan = Hutang + Ekuitas Struktur keuangan masing-masing alternatif adalah Y (I), Y (II) dan Y (III). (2) Restrukturisasi hutang (X1) Restrukturisasi hutang adalah penataan kembali hutang perusahaan yang telah jatuh tempo, sesuai dengan kemampuan keuangan perusahaan untuk menyelesaikan hutang tersebut dalam periode waktu tertentu. Ada 3 alternatif restrukturisasi hutang yang dipilih, yaitu : (a) Tambahan setoran modal baru = X1(1) Adalah suatu alternative restrukturisasi hutang dengan cara perusahaan menyelesaikan hutang dengan meminta pemegang saham lama menambah setoran modal baru atau mencari pemegang saham baru yang membeli saham perusahaan. (b) Pinjaman jangka panjang baru = X1(II) Adalah suatu alternatif restrukturisasi hutang dengan cara mencari pinjaman / kredit baru yang perlunasannya dapat dilakukan dalam jangka panjang, misalnya 4 sampai dengan 8 tahun. (c) Debt to Equity swap = X1 (III) Adalah salah satu alternatif restrukturisasi hutang dengan cara mengalihkan hutang yang telah jatuh tempo tersebut menjadi penyertaan modal pada perusahaan yang berhutang. (3) Biaya Pinjaman (X2) Merupakan biaya yang harus dibayar oleh perusahaan atas pinjaman yang diperoleh, besarnya biaya pinjaman biasanya dapat diukur dari tingkat bunga pinjaman (interest rate). Biaya pinjaman (Rp) = tingkat bunga x total hutang Biaya pinjaman untuk masing-masing alternatif = X2 (I), X2 (II), X2 (III) (4) Biaya ekuitas (X3) Adalah imbalan yang dibayarkan kepada pemegang saham atas modal yang mereka investasikan di perusahaan. Biaya ekuitas (Rp) = laba bersih x deviden payout ratio Biaya ekuitas untuk masing-masing alternatif = X3 (I), X3 (II), X3 (III)
(5) Return on equity (X4) Adalah suatu ukuran bagaimana kesejahterahan pemegang saham selama setahun dan dihitung dengan membandingkan laba bersih selama satu periode dengan total equitasnya. ROE (%) = Laba bersih Total Equitas ROE untuk masing-masing alternatif = X4 (I), X4 (II), X4 (III) (6) Return on equity (X4) Weighted average cost of capital (X5) Adalah rata-rata tertimbang dari biaya ekuitas dan biaya pinjaman (setelah pajak). Karena perusahaan ini belum go public, maka penilaian tidak menggunakan nilai pasar tetapi nilai bukunya / nilai kekayaan bersih (net worth) yang terdiri dari nilai buku modal ditambah laba yang ditahan. WACC (%) = (E/V)XRE(D/V) x RD x (1TC) WACC untuk masing-masing alternatif = X5 (I), X5 (II), X5 (III). Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder internal bersumber dari PT. X antara lain dalam bentuk laporan keuangan perusahaan. Data sekunder inrternal tersebut berupa data historis selama tahun 1996, 1997 dan 1998. Selain data sekunder ineternal, data sekunder juga diperoleh dari data yang dipublikasikan untuk umum, antara lain berupa buku-buku, literatur, jurnal, terbitan yang dipublikasikan secara periodik oleh perusahaan, instansi pemerintah maupun oleh media massa. Data tersebut diatas dikategorikan sebagai data sekunder eksternal. Teknik Analisis Data Penelitian ini dilakukan dengan teknik analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis akan digunakan untuk menjelaskan bahwa alternatif restrukturisasi hutang melalui debt to equity swap akan berpengaruh dalam mengoptimalkan struktur keuangan PT. X Analisis dan Pembahasan 1. Analisis pengaruh peningkatan hutang terhadap kemampuan pelunasan kewajiban Jangka Pendek. PT. X menghadapi masalah eksposur transaksi sebagai akibat fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap US Dolar, dimana jumlah hutang meningkat secara drastis tanpa diimbangi dengan masuknya arus uang. Ini berarti ekuitas perusahaan akan menurun karena perusahaan menderita kerugian selisih kurs. Hal ini terlihat pada perbandingan hutang dengan ekuitas, yang jika disajikan dalam bentuk % dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel I Komposisi Struktur Keuangan (Dalam %) Per 31 Desember 1998, 1997 dan 1996 No.
Komposisi Struktur Keuangan 1 Hutang Usaha 2 Hutang Bank 3 Hutang Pembelian Mesin 4 Hutang Lain-lain Total Kewajiban Jangka Pendek 5
Hutang Afiliasi
Total Kewajiban Hutang 6 Modal disetor 7 Laba (rugi) Total Ekuitas
1998 % 2,93 3,42 71,58 1,33 79,26
1997 % 2,05 28,23 35,32 1,63 69,44
1996 % 0,20 1,62 35,32 0,10 47,24
14,27
5,10
6,18
93,53
74,54
53,42
31,09 (24,62) 6,47
25,32 0,14 25,46
46,50 0,08 46,58
100,00
100,00
100,00
Analsis Struktur Keuangan Berdasarkan Alternatif Restrukturisasi Hutang Berikut ini akan dianalisis ketiga alternatif restrukturisasi hutang: 1. Tambahan setoran modal baru (X1(I)) Untuk analisis struktur keuangan berdasarkan alternatif I ini, secara berturut-turut akan dihitung: 1.a. Variabel biaya pinjaman alternatif I = X2 (I) 1.b. Struktur keuangan alternatif I = Y(I) 1.c. Variabel biaya ekuitas alternatif I = X3 (I) 1.d. Variabel ROE alternatif I = X4 (I) 1.e. Variabel WACC alternatif I = X5 (I) 1.a. Variabel biaya pinjaman alternatif I = X2 (I) Berdasarkan alternatif I, diasumsikan pemegang saham lama/baru perlu memasukkan tambahan modal sebesar Rp. 23,5 milyar untuk melunasi hutang pembelian mesin pada akhir tahun 1998 sebesar Rp. 23.023.577.260,- sisanya untuk tambahan modal kerja. Dengan mengambil angka laporan keuangan tahun 1998 sebagai dasar perhitungan dan diasumsikan hasil penjualan dan beban lainnya akan tetap, maka perubahan biaya pinjaman dan dividen akan mengubah laba rugi perusahaan untuk tahun 1999. Dengan demikian jumlah dan biaya bungan pinjaman PT. X untuk tahun 1999 dengan angka dasar pembanding tahun 1998 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel II JUMLAH BUNGA PINJAMAN ALTERNATIF I (Tahun 1999 dan 1998) Tahun
Jumlah Pinjaman Akun Jumlah 1999 Hutang Bank 1.100.000.000 Hutang Pembelian Mesin Hutang Afiliasi 4.588.569.003 Hutang Lain-lain 1.369.063.083 Total 7.057.932 1998 Hutang Bank 1.100.000.000 Hutang Pembelian Mesin 23.023.577.260 Hutang Afiliasi 4.588.869.003 Hutang Lain-lain 1.369.063.083 Total 30.081.509.346 Bertambah (berkurang) (23.023.577.260) Sumber : Diolah dari table sebelumnya
Tingkat Bunga 18,5% 18,0% 18,5% 10,0% -
Bunga Pinjaman Rp. 203.500.000 825.966.420 1.029.496.420 1.039.960.045 2.302.357.700 3.342.317.745 (2.312.821.325)
Menggunakan rumus yang telah dimodifikasi sebelumnya, maka dari angka diatas dapat dihitung biaya pinjaman setelah adanya tambahan modal baru sebagai berikut: Kd1 (BT)
Kd1 (BT) Kd1 (AT)
x 100% = 14,59% Kd1 (BT) (BT) (1-T) 14,59% (1-30%) = 10,21%
Dari perhitungan diatas terlihat bahwa jumlah pinjaman turun sebesar Rp. 23.023.577.260,- dan hanya berjumlah Rp. 7.057.932.086,- demikian juga halnya dengan bunga pinjaman turun sebesar Rp. 2.312.821.325,- menjadi Rp. 1.029.496.420,- sedangkan biaya pinjaman meningkat menjadi 14,59% sebelum pajak dan 10,21% setelah pajak, jika dibandingkan dengan tahun 1989 sebesar 11,11% sebelum pajak dan 7,78% setelah pajak. 1.b. Struktur keuangan alternatif I = Y(I) Dengan memodifikasi laporan laba rugi PT. X tahun 1998 dengan memasukkan biaya bunga baru dan dengan asumsi hasil penjualan dan beban lainnya tidak berubah kecuali kerugian selisih kurs, maka dapat disusun laporan laba rugi tahun 1999 (alternatif I) pada tabel berikut ini:
Tabel III Laporan Laba Rugi Alternatif I (Tahun 1999 dan 1998) Keterangan Tahun 1999 Rp. Hasil Penjualan 15.739.273.300 Beban Pokok Penjualan (8.731.859.910) Beban Usaha - Beban Penjualan ( 442.222.819) - Beban Umum dan Administrasi (1.145.249.720) Total Beban Usaha (1.587.472.539) Laba Usaha 5.419.940.851 Pendapatan (Beban) lain-lain - Pendapatan lain-lain 938.468.619 - Beban lain-lain - Bunga Pinjaman (1.029.496.420) - Selisih Kurs (1.300.796.253) (1.391.824.054) Laba (rugi) sebelum pajak 4.028.116.797 PPH Terhutang Laba (Rugi) sesudah pajak 4.028.116.797 Dividen (30%) (1.208.435.093) 2.819.681.758 Laba (rugi) ditahan s/d tahun lalu (7.918.132.354) Laba (rugi) ditahan (5.098.450.596) Sumber : Diolah dari tabel sebelumnya
Tahun 1998 Rp. 15.739.273.300 (8.731.859.910) ( 442.222.819) (1.145.249.720) (1.587.472.539) 5.419.940.851 938.468.619 (3.342.317.745) (10.983.609.119) (13.387.458.245) (7.967.517.394) (7.967.517.394) (7.967.517.394) 49.358.040 (7.918.132.354)
Dari tabel diatas dapat dimodifikasi struktur keuangan perusahaan berdasarkan alternatif I, seperti berikut ini : Tabel IV STRUKTUR KEUANGAN ALTERNATIF I (TAHUN 1999 DAN 1998) No. I
Jenis Akun Kewajiban Jangka Pendek 1. Hutang Usaha 2. Hutang Bank 3. Hutang Pembelian Mesin 4. Hutang Lain-lain
Kewajiban Lain-lain 1. Hutang Afiliasi Total Kewajiban III Ekuitas 1. Modal Disetor 2. Laba (Rugi) ditahan Total Ekuitas Jumlah Sumber : Diolah dari Tabel sebelumnya
Tahun 1999 Rp.
Tahun 1998 Rp.
%
%
942.405.079 1.100.000.000 426.658.004
2,66 3,10 1,20
942.405.079 1.100.000.000 23.023.577.260 426.658.004
2,93 3,42 71,58 1,33
4.588.869.003 7.057.932.086
12,94 19,90
4.588.869.003 30.081.509.346
14,27 93,53
33.500.000.000 (5.098.450.596) 28.401.549.404 35.459.481.490
84,47 14,37 80,10 100,00
10.000.000.000 7.918.132.354 2.081.867.646 32.163.376.992
31,09 24,62 6,47 100,00
II
1.c. Analisis Biaya Ekuitas Alternatif I (X3(I))
Dari 2 tabel diatas dapat dihitung biaya ekuitas berdasarkan alternatif I, dengan menggunakan rumus:
1.d. Analisis ROE Alternatif I (X4(I)) Dengan adanya tambahan modal baru untuk melunasi hutang pembelian mesin pengaruhnya dapat dilihat pada 2 tabel diatas, yaitu besarnya laba bersih dan ekuitas sebagai berikut: - Laba bersih alternatif I = Rp. 4.028.116.797,- Laba ekuitas alternatif I = Rp. 28.401.549.404,Dengan demikian ROE alternatif I dapat dihitung sebagai berikut:
Restrukturisasi hutang berdasarkan alternatif I ini menghasilkan ROE yang positif yaitu 14,18%, sedangkan pada akhir tahun 1998, ROE menunjukkan angka negatif yaitu (382,71). 1.e. Analisis WACC Alternatif I (X5(I)) Dibandingkan dengan angka tahun 1998 penambahan modal baru menurut alternatif I sudah tentu akan merubah porsi total hutang dan total ekuitas maupun biaya pinjaman dan biaya ekuitasnya sebagai berikut: Komponen WACC E/V D/V Kel Kdl (BT) Kdl (AT) TC
Tahun 1999 80,10% 19,90% 4,25% 14,59% 10,21% 30,00%
Tahun 1998 6,47% 93.53% 0,00% 11,11% 7,78% 30,00%
Sumber : Diolah dari Tabel sebelumnya
Dari data diatas dapat dihitung WACC berdasarkan alternatif I dengan rumus sebagai berikut: WACC(I) = (E/V) x RE + (D/V) x RD x (1 – TC) = (E/V) x Ke + (D/V) x Kd (BT) x (1 – TC) = (0,8010 x 4,25%) + (0,1990 x 14,59% x 70%) = 0,0340 + 0,0203 = 0,0543 = 5,43% 2. Pinjaman Jangka Panjang Baru (X1(II)) Alternatif II ini cenderung mengkonversi hutang jangka pendek yang sebenarnya sudah lama jatuh tempo, akan tetapi tidak mampu dibayar oleh perusahaan, menjadi hutang jangka panjang, yang masa pembayaran lebih dari satu tahun.
2.a. Analsis Biaya Pinjaman Alternatif II (X2(II)) Untuk melunasi hutang pembelian mesin yang telah jatuh tempo, diperlukan dana pinjaman jangka panjang sebesar 23,5 milyar. Dengan asumsi bahwa tingkat bunga adalah 16% pertahun. Adapun perhitungan jumlah pinjaman dan bunga pinjaman dapat dilihat pada tabel berikut ini: TABEL V JUMLAH DAN BUNGA PINJAMAN ALTERNATIF II (TAHUN 1999 DAN 1998) Tahun
1999
Jumlah Pinjaman Akun
Hutang Bank Hutang Pembelian Mesin Hutang Afiliasi Hutang Lain-lain Hutang Jangka Panjang Total 1998 Hutang Bank Hutang Pembelian Mesin Hutang Afiliasi Hutang Lain-lain Total Bertambah (Berkurang) Sumber : Diolah dari tabel Sebelumnya
Jumlaj
1.100.000.000 4.588.869.003 1.369.063.083 23.500.000.000 30.000.000.000 1.100.000.000 23.023.577.260 4.588.869.003 1.369.063.083 30.081.509.346 476.422.740
Tingkat Bunga
18,5% 18,0% 16% 18,5% 10,0% -
Bunga Pinjaman Rp.
203.500.000 825.996.420 3.760.000.000 4.789.496.420 1.039.960.045 2.302.357.700 3.342.317.745 1.447.178.675
Dengan demikian biaya pinjaman berdasarkan alternatif II adalah sebagai berikut:
Hasil pengolahan data ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan pinjaman jangka panjang yang baru, ternyata menyebabkan biaya pinjaman meningkatkan, karena tingkat bunga yang diperhitungkan oleh kreditur rata-rata adalah 16% pertahun untuk pinjaman dalam rupiah. 2.b. Analisis Struktur Keuangan Alternatif II (Y (II)) Dengan menggunakan dana pinjaman jangka panjang, berarti timbul kewajiban baru yaitu biaya bunga yang akan meningkat, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
TABEL VI LAPORAN LABA RUGI ALTERNATIF II (TAHUN 1999 DAN 1998) Keterangan Hasil Penjualan Beban Pokok Penjualan Laba Bruto Beban Usaha - Beban Penjualan - Beban Umum dan Administrasi Total Beban Usaha Laba Usaha Pendapatan (Beban) Lain-lain - Pendapatan Lain-lain - Bunga lain-lain - Bunga Pinjaman - Selisih Kurs Laba (Rugi) sebelum pajak PPH Terhutang Laba (Rugi) sesudah pajak Dividen (30%) Laba (Rugi) ditahan s/d tahun lalu Laba (Rugi) ditahan Sumber : Diolah dari Tabel sebelumnya
Tahun 1999 Rp 15.739.273.300 (8.731.859.910) 7.007.413.390
Tahun 1998 Rp. 15.739.273.300 (8.731.859.910) 7.007.413.390
(442.222.819) (1.145.249.720) (1.587.472.539) 5.419.940.851
(442.222.819) (1.145.249.720) (1.587.472.539) 5.419.940.851
938.468.619
938.468.619
(4.789.196.420) (1.300.796.253) (5.151.824.054) 258.116.797 258.116.797 (80.435.039) 187.681.758 (7.918.132.354) (7.780.450.596)
(3.342.317.745) (10.983.609.119) (13.387.458.245) (7.967.517.394) (7.967.517.394) (7.967.517.394) 49.385.040 (7.918.132.354)
Dengan adanya rugi alternatif II berdasarkan modifikasi laopran laba rugi tahun 1998, maka struktur keuangan berdasarkan alternatif II adalah seperti pada tabel berikut: TABEL VII STRUKTUR KEUANGAN ALTERNATIF II (TAHUN 1999 DAN 1998) No. I
II III
Jenis Akun
Tahun 1999 Rp. %
Tahun 1998 Rp. %
Kewajiban Jangka Pendek 1. Hutang Usaha 2. Hutang Bank 3. Hutang Pembelian Mesin 4. Hutang Lain-lain
942.405.079 1.100.000.000 426.658.004
2,67 3,35 1,30
942.405.079 1.100.000.000 23.023.577.260 426.658.004
2,93 3,42 71,58 1,33
Kewajiban Jangka Panjang 1. Hutang Jangka Panjang
23.500.000.000
71,59
-
-
4.588.869.003 80.557.932.086
13,98 93,09
4.588.869.003 30.081.509.346
14,27 93.53
10.000.000.000 (7.730.450.596) 2.269.549.404 32.827.481.490
30,46 (23,55) 6,91 100,00
10.000.000.000 7.918.132.354 2.081.867.646 32.163.376.992
31.09 24,62 6,47 100,00
Kewajiban Lain-lain 1. Hutang Afiliasi Total Kewajiban Ekuitas 1. Modal Disetor 2. Laba (Rugi) ditahan Total Ekuitas Jumlah
Sumber : Diolah dari Tabel sebelumnya
Dari perhitungan diatas komposisi struktur keuangan alternatif II ini menunjukkan porsi hutang masih sangat dominan yaitu 93,09% yang berarti porsi ekuitas hanya 6,91%. 2.c. Analisis Biaya Ekuitas Alternatif II (X3(II)) Dengan data dari tabel 4.6. dan tabel 4.7., maka biaya ekuitas berdasarkan alternatif II ini dapat dihitung sebagai berikut:
Biaya ekuitas alternatif II yang besarnya 3,54% adalah lebih rendah dari alternatif I yaitu 4,25%. Hal ini disebabkan kecilnya jumlah ekuitas yaitu hanya 6,91% dari total struktur keuangan perusahaan dan rendahnya dividen yang dibagi yaitu Rp. 80.435.039,-. 2.d. Analisis ROE Alternatif II (X4(II)) Berdasarkan tabel 4.6. dan 4.7. dapat diketahui: - Laba bersih alternatif II = 268.116.797 - Total ekuitas alternatif II = 2.269.549.404 Sehingga :
Masih kecilnya total ekuitas yang berjumlah Rp. 2.269.549.404,- atau hanya sebesar 22,70% dari modal disetor mengakibatkan ROE alternatif II menjadi 11,81%. 2.e. Analisis WACC Alternatif II (X5(II)) Data perhitungan sebelumnya memungkinkan untuk menghitung WACC berdasarkan alternatif II sebagai berikut: Komponen WACC E/V D/V Kel Kdl (BT) Kdl (AT) TC
Tahun 1999 6,91% 93,09% 3,54% 15,67% 10,97% 30,00%
Tahun 1998 6,47% 93.53% 0,00% 11,11% 7,78% 30,00%
Sumber : Diolah dari Tabel sebelumnya
Dengan demikian WACC alternatif II dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: WACC(I) = (E/V) x Ke + (D/V) x Kd (BT) x (1 – TC) = (0,0691 x 3,54%) + (0,9309 x 15,67% x 70%) = 0,0024 + 0,1021 = 0,1045 = 10,45%
3. Debt to Equity Swap (X1(III)) Pada alternatif III ini diasumsikan perusahaan akan mengkonversikan hutang pembelian mesin dan hutang afiliasi menjadi penyertaan modal masing-masing dengan nilai saham Rp. 23,5 milyar dan Rp. 4,5 milyar. Dengan kebijakan debt equity swap ini akan berubah komposisi hutang dan ekuitas perusahaan. 3.a. Analisis Biaya Pinjaman Alternatif III (X2(III)) Dengan mengkonversikan hutang-hutang tersebut diatas menjadi penyertaan modal, maka posisi jumlah pinjaman dan biaya bunga pinjaman juga akan berubah seperti pada tabel berikut ini: TABEL VIII JUMLAH DAN BUNGA PINJAMAN ALTERNATIF III (TAHUN 1999 DAN 1998) Tahun
Jumlah Pinjaman
Akun 1999
Hutang Bank Hutang Pembelian Mesin Hutang Afiliasi Hutang Lain-lain Total 1998 Hutang Bank Hutang Pembelian Mesin Hutang Afiliasi Hutang Lain-lain Total Bertambah (Berkurang) Sumber : Diolah dari Tabel sebelumnya
Jumlah 1.100.000.000 88.869.003 1.369.063.083 2.557.932.086 1.100.000.000 23.023.577.260 4.588.869.003 1.369.063.083 30.081.509.346 (27.523.577.260)
Tingkat Bunga 18,5% 18% 18,5% 10,0% -
Bunga Pinjaman
Rp. 203.500.000 15.996.420 219.496.420 1.039.960.045 2.302.357.700 3.342.317.745 (3.122.821.325)
Dari tabel diatas dapat dihitung biaya pinjaman setelah restrukturisasi hutang dengan kebujakan debt to equity swap, sebagai berikut:
Tabel VIII menunjukkan bahwa jumlah pinjaman adalah sebesar Rp. 2.557.8932.086,atau berkurang sebesar Rp. 27.523.577.260,- dibandingkan dengan jumlah pinjaman akhir tahun 1998 yang besarnya Rp. 30.081.509.346,-. Disamping itu bunga pinjaman adalah Rp. 219.496.420,- atau turun sebesar Rp. 3.122.821.325,- dibandingkan dengan bunga pinjaman tahun 1998 sebesar Rp. 3.342.317.745,-. Dengan turunnya porsi hutang, maka biaya pinjaman telah turun menjadi 8,58% sebelum pajak dan 6,01% setelah pajak, dibandingkan dengan biaya pinjaman tahun 1998 sebesar 11,11% sebelum pajak atau 7,78% setelah pajak.
3.b. Analisis Struktur Keuangan Alternatif III (Y(III)) Dengan diketahuinya biaya bunga pinjaman maka dapat disusun laba rugi perusahaan berdasarkan alternative III ini, seperti pada tabel berikut ini: TABEL IX LAPORAN LABA RUGI ALTERNATIF III (TAHUN 1999 DAN 1998) Keterangan Hasil Penjualan Beban Pokok Penjualan Laba Bruto Beban Usaha - Beban Penjualan - Beban Umum dan Administrasi Total Beban Usaha Laba Usaha Pendapatan (Beban) Lain-lain - Pendapatan Lain-lain - Bunga lain-lain - Bunga Pinjaman - Selisih Kurs Laba (Rugi) sebelum pajak PPH Terhutang Laba (Rugi) sesudah pajak Dividen (30%) Laba (Rugi) ditahan s/d tahun lalu Laba (Rugi) ditahan Sumber : Diolah dari Tabel sebelumnya
Tahun 1999 Rp 15.739.273.300 (8.731.859.910) 7.007.413.390
Tahun 1998 Rp. 15.739.273.300 (8.731.859.910) 7.007.413.390
(442.222.819) (1.145.249.720) (1.587.472.539) 5.419.940.851
(442.222.819) (1.145.249.720) (1.587.472.539) 5.419.940.851
938.468.619
938.468.619
(219.496.420) (1.300.796.253) (581.824.054) 4.838.116.797 4.838.116.797 (1.451.435.039) 4.386.681.758 (7.918.132.354) (4.531.450.596)
(3.342.317.745) (10.983.609.119) (13.387.458.245) (7.967.517.394) (7.967.517.394) (7.967.517.394) 49.385.040 (7.918.132.354)
Berdasarkan data diatas dapat dihitung struktur keuangan alternatif III, seperti yang disajikan dalam tabel berikut ini: TABEL X STRUKTUR KEUANGAN ALTERNATIF III (TAHUN 1999 DAN 1998) Tahun 1999 Tahun 1998 No. Jenis Akun Rp. % Rp. % I
Kewajiban Jangka Pendek 1. Hutang Usaha 2. Hutang Bank 3. Hutang Pembelian Mesin 4. Hutang Lain-lain
Kewajiban Lain-lain 1 Hutang Afiliasi Total Kewajiban III Ekuitas 1. Modal Disetor 2. Laba (Rugi) ditahan Total Ekuitas Jumlah Sumber : Diolah dari Tabel sebelumnya
942.405.079 1.100.000.000 426.658.004
2,67 3,35 1,30
942.405.079 1.100.000.000 23.023.577.260 426.658.004
2,93 3,42 71,58 1,33
88.869.003 80.557.932.086
0,25 93,09
4.588.869.003 30.081.509.346
14,27 93.53
38.000.000.000 (4.531.450.596) 33.468.549.404 36.026.481.490
105,48 (12,58) 92,90 100,00
10.000.000.000 7.918.132.354 2.081.867.646 32.163.376.992
31.09 24,62 6,47 100,00
II
3.c. Analisis Biaya Ekuitas Alternatif III (X3(III)) Berdasarkan hasil pengolahan data tabel IX dan tabel X bisa dihitung, besarnya biaya ekuitas alternatif III, sebagai berikut:
Besar kecilnya biaya ekuitas secara teoritis akan sangat tergantung kepada besarnya dividen yang dibagikan, dalam hal ini dependen terhadap laba yang diperoleh suatu perusahaan, disamping itu besarnya ekuitas juga menjadi penentu tinggi atau rendahnya biaya ekuitas. 3.d. Analisis ROE Alternatif III (X4(III)) Berdasarkan data diatas, diketahui laba bersih alternatif III = Rp. 4.838.116.797. Total ekuitas alternatif III = Rp. 33.468.404. sehingga ROE alternative III dapat dihitung sebagai berikut:
Dengan kebijakan debt equity swap, biaya bunga pinjaman menjadi turun, hal ini menyebabkan laba naik menjadi 4.838.116.797,- sekaligus menghasilkan ROE yang tinggi yaitu: 14,46%. 3.e. Analisis WACC Alternatif III (X5(III)) Alternatif III ini mengakibatkan hutang menjadi turun, sedangkan ekuitas meningkat dengan drastis. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap komponen WACC, seperti berikut ini: Komponen WACC Tahun 1999 Tahun 1998 E/V 92,90% 6,47% D/V 7,10% 93.53% Ke IIl 4,34% 0,00% KdlII (BT) 8,58% 11,11% KdlII (AT) 6,01% 7,78% TC 30,00% 30,00% Sumber : Diolah dari Tabel sebelumnya
Dengan demikian WACC alternatif II dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: WACC(I) = (E/V) x Ke + (D/V) x Kd x (1 – TC) = (0,9290 x 4,34%) + (0,0710 x 8,58% x 70%) = 0,0403 + 0,0043 = 0,0446 = 4,46% Hasil analisis menunjukkan bahwa struktur keuangan ini sangat dipengaruhi oleh ketiga alternatif restrukturisasi hutang dengan gambaran sebagai berikut:
Komposisi Struktur Keuangan Hutang Ekuitas Total
Alternatif Restrukturisasi Hutang
I %
II %
III %
19,90 80,10 100,00
93,09 6,91 100,00
7,10 92,90 100,00
Hutang Ekuitas
% 93,63 6,47 100,00
Disamping itu ketiga alternatif tersebut juga berpengaruh secara langsung terhadap biaya pinjaman, biaya ekuitas, ROE dan WACC perusahaan. 4.3.1. Analisis Alternatif Restrukturisasi Hutang yang paling baik Guna Mencapai Struktur Keuangan yang Optimal. Struktur Keuangan yang optimal Berikut ini diikhtiarkan indicator dan variabel berdasarkan ketiga alternatif restrukturisasi hutang dengan data perusahaan tahun 1998 sebagai angka perbandingan pada tabel-tabel berikut ini: TABEL XII INDIKATOR KEUANGAN BERDASARKAN ALTERNATIF RESTRUKTURISASI HUTANG (Dengan Angka Perbandingan Tahun 1998) Indikator
Alternatif I
1. Biaya pinjaman (Kd) - Kd (BT) 14,58% - Kd (AT) 10,21% 2. Biaya ekuitas (Ke) 4,25% 3. ROE 14,18% 4. WACC 5,43% 5. D / V 19,90% 6. E / V 80,10% Sumber : Diolah dari Tabel sebelumnya
Alternatif II
Alternatif III
Tahun 1998
15,67% 10,97% 3,54% 11,81% 10,45% 93,09% 6,91%
8,58% 6,01% 4,34% 14,46% 4,46% 7,10% 92,90%
11,11% 7,78% 0,00% (382,71%) 7,27% 93,53% 6,47%
Berdasarkan tabel diatas diketahui besarnya biaya modal (WACC) untuk masingmasing alternatif. Kemudian nilai perusahaan yang maksimal dapat ditentukan dengan menghitung selisih antara ROE dengan WACC untuk masing-masing alternatif,seperti pada tabel berikut ini: Indikator
Alternatif I
1. ROE 14,18% 2. Biaya ekuitas (Ke) 5,43% Sumber : Diolah dari Tabel sebelumnya
Alternatif II
Alternatif III
Tahun 1998
11,81% 10,45%
14,46% 4,46%
(382,71)% 7,27%
Hasil pengolahan data pada tabel diatas menunjukkan bahwa ROE berdasarkan alternatif restrukturisasi hutang I, II dan III adalah 14,81% dan 14,46% sedangkan biaya modal (WACC) berdasarkan alternatif I, II dan III, masing-masing sebesar 5,43%, 10,45% dan 4,46%. Dengan demikian alternatif III, yaitu merestrukturisasi hutang melalui debt to equity swap memberikan biaya modal yang minimal dibandingkan dengan alternatif lain, yaitu hanya 4,46%.
Sedangkan hasil pengolahan data pada tabel XIII menunjukkan bahwa semua alternatif restrukturisasi hutang mempenyai selisih positif antara ROE dengan WACC yaitu: 8,75%, 1,36% dan 10%. Walaupun demikian diantara ketiga alternati tersebut, ternyata alternatif III memberikan selisih positif. Antara ROE dengan WACC yang tertinggi yaitu 10%, sehingga dapat dikatakan bahwa alternatif III yang paling dapat memaksimalkan nilai perusahaan. Dari uraian analisis terhadap ketiga alternatif diatas dapat terlihat bahwa alternatif III, yaitu merestrukturisasi hutang melalui kebijaksanaan debt to equity swap adalah alternatif yang paling baik guna mencapai struktur keuangan yang optimal yang optimal. Hal ini sejalan dengan pemikiran Moyer (1987 halaman 425), bahwa struktur modal yang optimal merupakan struktur modal yang meminimalkan biaya modal dan dengan demikian memaksimalkan nilai perusahaan. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Krisis keuangan sejak tahun 1997 telah menyebabkan PT. X menghadapi masalah eksposur transaksi, dimana kewajiban perusahaan dalam US dollar meningkat tajam sebagai akibat perusahaan kurs. Meningkatnya hutang ini tidak diimbangi dengan masuknya arus uang, tidak berubah posisi aktiva, yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi kewajiban perusahaan, sehingga meningkatnya jumlah hutang berpengaruh negatif terhadap kemampuan perusahaan melunasi kewajiban jangka pendeknya. Timbulnya kesulitan yang dihadapi oleh perusahaan ini karena tidak berupaya melakukan hedging atau currency swap untuk mengelola eksposur transaksi. 2. Hasil analsis terhadap ketiga alternatif restrukturisasi hutang yang dipilih, dapat disimpulkan sebagai berikut: Alternatif I, yaitu menambah setoran modal / menjual saham baru. Alternatif II, yaitu mencari pinjaman jangka panjang baru, alternative ini tidak mengurangi penggunaan leverage, hanya mengkonversikan hutang dari jangka pendek ke jangka panjang. Dengan demikian walaupun risiko kerugian selisih kurs bisa dihindari, akan tetatpi penggunaan dana jangka panjang berisiko meningkatkan biaya pinjaman karena tingkat bunga yang lebih tinggi. Alternatif III, yaitu merstrukturisasi hutang melalui debt to equity swap, hutang pembelian mesin dan hutang afiliasi dikonversi menjadi penyertaan modal. 3. Berdasarkan hasil analisis terhadap ketiga alternatif restrukturisasi hutang tersebut dapat disimpulkan bahwa alternatif III, yaitu merestrukturisasi hutang melalui kebijakan Debt to equity swap merupakan alternatif yang paling baik guna mencapai struktur keuangan yang optimal, karena dengan biaya modal yang paling minimal (4,46%) dan selisih positif antara ROE dan WACC yang paling tinggi (10%), dapat memaksimalkan nilai perusahaan. 4. Dengan mengkonversikan hutang pembelian mesin tersebut menjadi penyertaan modal akan menyebabkan pihak Celanco Ltd. Co. Hongkong menjadi pemegang saham mayoritas (61,84) dan ini akan berakibat pada status perusahaan dari penanam modal Dalam Negeri (PMDN), menjadi perusahaan penanaman modal Asing (PMA). Meskipun demikian ditinjau dari aspek legalitas, perubahan status ini tidak menjadi kendala, karena didukung oleh kebijakan pemerintah sekarang yang membuka keran PMA seluas-luasnya. Saran 1. Untuk mengantisipasi terjadinya kesulitan keuangan dikemudian hari, PT.X perlu melakukan upaya hedging atau currency swap apabila melakukan transaksi-transaksi
terutama pembelian secara kredit, yang menimbulkan kewajiban dalam mata uang asing, yang berpotensi menyebabkan terjadinya eksposur transaksi. Hanya saja perlu dipertimbangkan biaya hedging yang tinggi karena resiko kurs rupiah yang cenderung melemah. 2. Apabila PT. X ingin melakukan restrukturisasi atas hutangnya, maka disarankan agar merestruksturisasi hutang melalui alternatif ini memberikan biaya modal yang minimal dan nilai perusahaan (earning per share) yang maksimal. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan akan beroperasi dalam rentang struktur keuangan yang optimal dan dengan demikian salah satu tujuan perusahaan yaitu memaksimalkan kemakmuran para pemegang saham dapat tercapai. Disamping itu baik alternatif I, menambah setoran modal/ menjual saham baru maupun alternatif II, mencari pinjaman jangka panjang baru, membutuhkan dana yang cukup besar dan oleh karenanya sulit dapat dipenuhi baik oleh pemegang saham lama maupun investor baru, dan kondisi krisis ekonomi yang berkepanjangan ini. 3. Disaranka agar pihak perusahaan segera menawarkan opsi restrukturisasi hutang tersebut dan sekaligus meminta persetujuan kepada pihak kreditur (Celanco Ltd. Co., Hongkong), meningkat masuknya pihak celanco Ltd. Co., Hongkong sebagai pemegang saham baru diharapkan dapat memperkuat jaringan pasar ekspor dan pemegang saham baru diharapkan dapat memperkuat jaringan pasar ekspor dan sekaligus mengurangi pengaruh eksposur transaksi. 4. Karena ditinjau dari aspek legalitas, perubahan status perusahaan dari PMDN ke PMA pada saat ini sudah tidak menjadi masalah, maka jika alternatif III yang dipilih dan alternatif tersebut telah disetujui oleh pihak kreditur, disarankan agar perusahaan segera melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) guna menyetujui kebijakan debt to equity swap tersebut, sehingga legalitas status perusahaan dari PMDN menjadi PMA dapat segera diproses.
DAFTAR PUSTAKA Moyer, et.al., 1987, Contemporary Financial Management, 6th.edition, New York, West Publishing Co. Sjahdeini, Sutan Remy, 1999, Restrukturisasi Hutang dan Penyehatan Perseroan, Makalah, MM Universitas Sriwijaya. Yulianti, Sri Handaru dan Handoyo Prasetyo, 1998, Dasar-dasar Manajemen Keuangan Internasional, Penerbit Andi, Yogyakarta.