BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN / RESTORAN
4.1. Pendahuluan Rumah makan saat ini adalah suatu usaha yang cukup berkembang pesat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan masyarakat untuk makan, baik makan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, makan untuk sarana rekreasi maupun makan sebagai sarana bisnis. Jenis rumah makan yang tersebar di seluruh kota-kota di Indonesia bermacam – macam, antara lain mulai dari warung makan yang sederhana, rumah makan skala kecil maupun besar, dan rumah makan cepat saji dalam berbagai skala mulai dari outlet yang kecil - kecil sampai yang besar. Pertumbuhan berbagai rumah juga telah membawa dampak berupa limbah rumah makan yang apabila langsung dibuang ke saluran atau keperairan umum akan menimbulkan pencemaran air tanah, selain itu limbah organik yang banyak terkandung dalam limbah rumah makan dapat membusuk sehingga menimbulkan bau yang tidak enak. Yang dimaksud dengan limbah cair rumah makan adalah limbah yang berasal dari kegiatan operasional suatu rumah makan, yakni mulai dari proses mempersiapkan bahan makanan yang meliputi pemilahan dan pencucian bahan baku, pada proses pengolahan makanan, serta proses pembersihan peralatan memasak dan peralatan makan sesudah selesai makan dan pada akhir kegiatan setiap hari, disamping itu juga limbah yang yang berasal dari toilet (kamar mandi dan WC).
85
4.2. Kondisi Rumah Makan Karena rumah makan merupakan salah satu usaha yang banyak berhubungan dengan publik dan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat, maka perlu dilakukan pengawasan. Untuk mendukung perlindungan terhadap masyarakat yang menggunakan jasa para pengusaha rumah makan, Menteri Kesehatan telah mengeluarkan peraturan tentang rumah makan, yaitu peraturan Men. Kes. No. 304 tahun 1989 tentang “Persyaratan Kesehatan Rumah Makan Dan Restoran.” Dengan adanya peraturan ini, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan keberadaan rumah makan dengan nyaman. Dalam kenyataan keseharian, kondisi rumah makan yang bersih dan rapi juga akan lebih banyak mendatangkan pelanggan.
Gambar 4.1. Salah Satu Rumah Makan Di Kota Tegal
Gambar 4.2. Lingkungan Rumah Makan Yang Bersih dan Sehat Dapat Meningkatkan Jumlah Pengunjungnya 86
4.3. Karakteristik Limbah Rumah Makan Kontaminan utama limbah cair rumah makan berasal dari bahan makanan, proses memasak dan tahap pembersihan peralatan, dan dari toilet. Dengan demikian limbah rumah makan berupa bahan-bahan organik, dan bahan pencuci (sabun/deterjen). Senyawa organik yang terkandung dalam limbah cair rumah makan berupa karbohidrat, protein, lemak dan minyak. Semakin beragam jenis makanan yang dijual di rumah makan, akan menghasilkan limbah yang mempunyai jumlah dan jenis bahan organik semakin banyak. Untuk menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti BOD, COD dan TOC. Uji BOD merupakan parameter yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran bahan organik, baik dari industri ataupun dari rumah tangga (Greyson, 1990; Welch, 1992). Jika ditinjau dari Kep-51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri, maka limbah cair rumah makan memerlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang keperairan umum karena telah melebihi baku mutu yang ditetapkan, yaitu sebesar 50 – 150 mg/l untuk BOD5 dan 100 – 300 mg/l untuk COD.
Gambar 4.3. Sumber Limbah Dari Usaha Rumah Makan
87
4.4. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Teknologi pengolahan limbah cair rumah makan yang ada saat ini pada umumnya berupa pengolahan limbah sistem anaerob . Dengan proses biologis anaerob, efisiensi pengolahan hanya sekitar 70-80 %, sehingga air olahannya masih mengandung kadar polutan organik cukup tinggi, serta bau yang ditimbulkan dari sistem anaerob dan tingginya kadar fosfat merupakan masalah yang belum dapat diatasi. Cara terbaik untuk mendapatkan effluent yang memenuhi syarat, dapat dilakukan dengan cara kombinasi proses biologis anaerob-aerob yakni proses penguraian anaerob dan diikuti dengan proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aerob. Dengan kombinasi proses tersebut diharapkan konsentrasi COD dalam air olahan yang dihasilkan turun menjadi 60 ppm, sehingga jika dibuang tidak lagi mencemari lingkungan sekitarnya. 4.5. Pengolahan Pendahuluan a. Proses pengolahan pendahuluan untuk limbah cair dari dapur berupa saringan/screen untuk memisahkan antara kotoran-kotoran padat yang berupa potongan sayuran, tulang-tulang atau sisa-sisa makanan dengan limbah cair. Selanjutnya limbah cair dialirkan ke bangunan pemisah lemak & minyak.
Gambar 4.4. Saringan Untuk Memisahkan Kotoran/ Padatan Dari Limbah Cair 88
b. Proses pemisahan lemak & minyak. Bangunan pemisah lemak & minyak merupakan suatu bak untuk memisahkan lemak dan minyak dari limbah cair. Di dalam bak ini minyak dan lemak yang terapung dipermukaan harus diambil secara periodik, dan limbah cair yang sudah bebas lemak dan minyak kemudian dialirkan bersama limbah dari kamar mandi/wc menuju ke bangunan pengolahan limbah cair. 4.6. Proses Pengolahan Limbah Cair Sistem Anaerob Anaerobik ponds (kolam anaerobik) digunakan untuk mengolah limbah cair yang mempunyai konsentrasi bahan organik yang tinggi serta mengandung lumpur. Umumnya kolam anaerobik berupa kolam yang dalam dilengkapi dengan pipa – pipa inlet dan outlet. Untuk menghemat panas dan menjaga kondisi anaerobik, kolam anaerobik dapat dibangun dengan kedalaman sampai 6,1 m (10 ft). Air limbah yang ditambahkan akan mengendap kedasar kolam. Biasanya seluruh kolam tersebut akan berada dalam kondisi anaerobik, kecuali pada zona paling atas dekat permukaan. Stabilisasi terjadi akibat kombinasi antara presipitasi dan perubahan limbah organik menjadi CO2, CH4, dan macammacam gas. Efisiensi rata-rata untuk menurunkan BOD5 dapat mencapai 70%. Pada kondisi operasi yang optimum bisa menghasilkan efisiensi sampai 85%. Kelemahan dari sistem ini adalah waktu tinggal yang cukup lama sehingga memerlukan lahan yang luas. 4.7. Proses Pengolahan Limbah Cair Rumah Makan Dengan Biofilter Anaerob - Aerob Untuk mengolah limbah dari berbagai sumber itu diperlukan teknologi yang dapat mengolah ketiga kelompok limbah tersebut dengan baik. Secara garis besar pengolahan limbah dengan sistem anaerobik yang diteruskan sistem aerobik dapat diterapkan untuk mengolah limbah cair rumah makan dengan baik. Karena adanya berbagai sumber limbah dengan karakteristik yang berlainnya, maka untuk limbah yang karakteristiknya jauh berbeda diperlukan pengolahan pendahuluan terlebih dahulu sebelum dicampur dengan limbah dari sumber lainnya. 89
Hal ini bertujuan agar komponen polutan yang berlainan tersebut tidak mengganggu selama proses degradasi di IPAL. Secara garis besar diagram alir pengolahan limbah cair rumah makan dengan sistem anaerobic-aerobik tersebut dapat dilihat seperti pada Gambar 4.5, namun sistem ini tidaklah mutlak harus demikian. Pengetahuan dan pengalaman para pendisain IPAL diperlukan untuk membuat sistem yang lebih tepat, dimana dalam mendisain sistem tersebut harus mengacu pada teknik-teknik dasar pengolahan limbah disesuaikan dengan karakteristik dari limbah yang akan diolah.
Gambar 4.5. Diagram Alir Sistem Pengelolaan Limbah Cair Usaha Rumah Makan
90
91
Gambar 4.6. Ilustrasi Sistem Pengelolaan Limbah Cair Usaha Rumah Makan
4.8. Prototipe Alat Zone pengendapan awal berfungsi sebagai ruang untuk mengendapkan kotoran-kotoran yang berukuran relatif besar dan sebagai tempat untuk menahan kotoran tersebut. Di ruang ini kotoran akan mengalami dekomposisi awal sehingga akan hancur dan ukuran partikelnya menjadi lebih kecil-kecil. Dengan mengecilnya ukuran partikel ini maka kemungkinan terjadinya penyumbatan di zone anaerobic maupun aerobik yang diisi dengan media dapat dihindarkan. Pada zone biofilter anaerobik berfungsi sebagai tempat pertumbuhan bakteri anaerobic dan mikro-organisme anaerobic lainnya yang akan mendegradasi komponen pulutan limbah. Mikro-organisme tersebut akan tumbuh pada dinding-dinding yang ada di dalam zone ini, sehingga untuk meningkatkan jumlah mikro-organisme di zone ini diperlukan suatu disain alat yang mempunyai luas permukaan yang sangat besar. Untuk mendapatkan luas permukaan yang besar tersebut di zone ini diisi dengan suatu media, yaitu media plastik model sarang tawon atau dapat menggunakan media lainnya seperti batu kerikil atau pecahan batu kali. Fungsi zone aerobik sama dengan zone an-aerobik, tetapi bakteri dan mokro-organisme yang ditumbuhkan di zone ini berupa mikro-organisme aerobik, yaitu mikro-organisme yang memerlukan udara untuk aktivitasnya. Prinsip kerja dan disain zone ini juga sama dengan zone anarobik, hanya karena mokroorganisme yang ditumbuhkan merupakan mikro-organisme aerobik, maka air limbah di zone ini harus mengandung oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mikro-organisme yang ada. Limbah yang masuk ke zone aerobik merupakan limpasan dari zone anaerobik, sehingga di dalam limbah tersebut tidak mengandung oksigen. Sementara mikro-organisme yang ada di zone ini memerlukan oksigen (udara) untuk hidup dan aktivitasnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka di zone ini disuplai udara dari luas reaktor dengan menggunakan blower udara. Agar kebutuhan oksigen semua mikro-organisme terpenuhi, maka oksigen yang disuplai ke daalm zone ini harus dapat menyebar 92
merata ke seluruh ruangan. Untuk mencapai pendistribusian ke seluruh ruangan, maka dilengkapi dengan alat pendistributor udara yang diletakkan di bagian dasar bak. Proses degradasi kontaminan limbah organik dengan proses aerobik ini akan menghasilkan lumpur lebih banyak dari pada proses anaerobik. Lumpur tersebut kaya sekali akan kandungan mikro-organisme aerobik, sehingga lumpur ini sangat baik sekali jika dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan bakteri yang baru. Pada akhir proses (di saluran pengeluaran zone aerobik) jumlah kontaminan limbah sudah menipis, sehingga mikro-organisme yang ada sudah hampir kehabisan cadangan makanan dan banyak mikro-organisme dalam kondisi lapar. Dalam keadaan demikian lumpur tersebut sangat baik sekali digunakan sebagai media pertumbuhan awal proses (seeding bakteri). Karena adanya kondisi seperti tersebut diatas, maka sebaiknya di bagian akhir alat dilengkapi zone pengendapan untuk memisahkan lumpur dan kemudian lumpur ini direcycle kembali ke proses aerobik. Proses pengendapan di zone pengendapan dirancang dengan memanfaatkan berat jenis dari lumpur itu sendiri. Jika mikro-organisme aerobik dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, maka proses degradasi akan berjalan dengan baik pula dan selama proses degradasi tersebut juga akan dihasilkan berbagai polimer yang akan meningkatkan berat jenis dari lumpur yang dihasilkan sehingga lumpur akan sangat mudah sekali untuk diendapkan secara alami tanpa penambahan bahan koagulan. Gambar rancangan sistem pengolahan air limbah dengan kombinasi proses biofilter anaerob–aerob untuk limbah rumah makan ditunjukkan seperti pada Gambar 4.7. (dari bahan fiberglas).
93
94
Gambar 4.7. Rancangan Sistem Pengolahan Air Limbah Dengan Kombinasi Proses Biofilter Anaerob–Aerob Rumah Makan
Kriteria Perencanaan Bak Pengendap Perencanaan pembangunan bak pengendap memenuhi persyaratan tertentu antara lain : • •
•
•
•
harus
Bahan banguan harus kuat terhadap tekanan atau gaya berat yang mungkin timbul serta kedap air. Bentuk Tangki empat persegi panjang dengan perbandingan panjang dan lebar 2 s/d 3 :1. Lebar Bak minimal 0,75 meter dan panjang bak minimal 1,5 meter. Kedalaman air efektif antara 1 - 2 meter, tinggi ruang bebas air 0,2 - 0,4 meter dan tinggi ruang untuk penyimpanan lumpur 1/3 dari kedalaman air efektif. Dasar bak dapat dibuat horizontal atau dengan kemiringan tertentu untuk memudahkan pengurasan lumpur. Pengurasan lumpur minimal dilakukan setiap 2 - 3 tahun.
Kriteria Perencanaan Filter "Up Flow" Untuk merencanakan filter "Up Flow" harus memenuhi beberapa persyaratan yakni : • •
• • •
Bak filter terdiri 1 (satu) ruangan atau lebih. Media filter dapat diisi dengan media sarang tawon atau dari kerikil atau batu pecah dengan ukuran diameter ratarata 20 - 25 mm dan ratio volume rongga 0,45. Tinggi filter media sarang tawon (lapisan kerikil) 0,9 - 1,2 meter. 3 2 Beban hidrolik filter maksimum 3,4 m /m /hari. Waktu tinggal dalam filter minimal 6 - 9 jam (didasarkan pada volume rongga filter).
95
4.9. Proses Pengolahan Secara Detail Air limbah dari dapur banyak mengandung minyak dan lemak. Minyak dan lemak merupakan zat cair yang mempunyai density (berat jenis) yang lebih kecil dari pada air, sehingga jika tidak dipisahkan dari air limbah terlebih dahulu maka akan membentuk lapisan di permukaan. Lapisan minyak ini dapat mengganggu proses transfer oksigen dari udara ke dalam limbah, sehingga dapat mengganggu proses aerasi limbah. Untuk mengatasi hal ini maka minyak dan lemak yang terdapat pada limbah dapur harus dipisahkan terlebih dahulu di awal proses pengolahan, sehingga limbah yang sudah bebas dari minyak dan lemak dapat diolah bersama-sama dalam satu unit IPAL. Air limbah yang telah bebas dari minyak dan lemak dialirkan ke alat pengolahan melalui lubang pemasukan (inlet) masuk ke ruang (bak) pengendapan awal. Selanjutnya air limpasan dari bak pengendapan awal air dialirkan ke zona anaerob. Zona anaerob tersebut terdiri dari dua ruangan yang diisi dengan media dari bahan plastik sarang tawon untuk pembiakan mikroba. Pada zona anaerob pertama air limbah mengalir dengan arah aliran dari atas ke bawah, sedangkan pada zona anaerob ke dua air limbah mengalir dengan arah aliran dari bawah ke atas. Selanjutnya air limpasan dari zona anaerob ke dua mengalir ke zona aerob melalui lubang (weir). Di dalan zona aerob tersebut air limbah dialirkan ke unggun media plastik sarang tawon dengan arah aliran dari atas ke bawah, sambil dihembus dengan udara untuk memenuhi kebutuhan oksigen mikro-organisme aerob. Arah aliran cunter current antara limbah dengan udara/oksigen bertujuan untuk meningkatkan waktu kontak antara udara dan limbah dan untuk menungkatkan jumlah tumbukan antara udara dengan air limbah. Air limbah dari zona aerob masuk ke bak pengendapan akhir melalui saluran yang ada di bagian bawah.
96
Sebagian air limbah di dalam bak pengendapan akhir yang kaya akan bakteri aerobik dan fakultatif disirkulasikan ke zona anaerob pertama sebagai sumber benih (bibit) pertumbuhan bakteri untuk proses degradasi limbah. Air limpasan dari bak pengendapan akhir yang keluar melalui lubang pengeluaran merupakan air hasil olahan limbah, selanjutnya outlet ini masuk ke bak kontaktor khlor untuk membunuh berbagai bakteri yang terkandung di dalam buangan. Selanjutnya air limpasan dari bak kontaktor khlor tersebut dapat dibuang ke saluran umum atau dapat dimanfaatkan sebagai air penyiram tanaman di taman. Pada tahap awal proses (start up) pengolahan limbah, di dalam reactor belum tumbuh bakteri-bakteri yang dapat mendegradasi limbah, sehingga karakteristik inlet maupun outlet dari limbah tidak akan jauh berbeda. Keadaan ini dikenal sebagai kondisi penumbuhan (seeding) bakteri, dan jika kondisi lingkungan tetap dijaga dengan baik serta kondisi anaerobic maupun kondisi aerobik dipertahankan, maka bakteri akan segera tumbuh sedikit demi sedikit. Setelah proses berjalan selama dua sampai empat minggu pada permukaan media sarang tawon akan tumbuh lapisan mikro-organisme. Lapisan-lapisan ini kaya akan berbagai jenis mikro-organisme yang mampu mendegradasi limbah yang ada, sehingga mikro-organisme tersebut akan menguaraikan senyawa polutan yang ada dalam air limbah. Analisa kualitas air limbah dilakukan secara periodik dengan cara mengambil contoh air limbah yang masuk, air limbah pada tiap-tiap zone dan air olahan, sedangkan parameter yang akan diperiksa yakni BOD, COD, padatan tersuspensi (SS), ammonium nitrogen (NH4-N), deterjen (MBAS), dan phospat (PO4).
97
DAFTAR PUSTAKA 1. Anonimous, " The Study On Urban Drainage And Waste water Disposal Project In The City Of Jakarta (Main Draft Report)", JICA, December 1990. 2. Fair, Gordon Maskew et.al., " Elements Of Water Supply And Wastewater Disposal ", John Willey Aand Sons, 1971. 3. Fichard Feachen, " Human Feaces, Urine And Their Utilization ", Ensic Translation Committee”, MAY 1981. 4. Kalbermatten, J.M., Julius, D.S., Gunnerson,C.D., Amara, D.D., 5. "Appropriate Technology for Water Supply And Sanitation (A Planner’s Guide)", World Bank Studies In Water Supply And Sanitation 2, 1980. 6. Kusnoputranto, H., I Made Jaya, "Studi Pencemaran Bakteriologis Kakus Cubluk Terhadap Air Tanah Di wilayah Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan ", Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, 1983. 7. Metcalf And Eddy, “ Wastewater Engineering", Mc Graw Hill, 1978.
98