RESPON PERTUMBUHAN DAN FISIOLOGI TANAMAN Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, DAN Mirabilis jalapa PADA TINGKAT POLUSI YANG BERBEDA
MERI LESTARI
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRAK MERI LESTARI. Respon pertumbuhan dan fisiologi tanaman Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa pada tingkat polusi yang berbeda. Dibimbing oleh SULISTIJORINI dan HAMIM. Polusi udara merupakan masalah lingkungan yang dapat menyebabkan perubahan dan penurunan kualitas udara. Tanaman mempunyai respon yang berbeda pada daerah terpolusi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon pertumbuhan dan fisiologi tanaman Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa pada tingkat polusi yang berbeda di Bogor. Tanaman diletakkan pada polybag dan selama 3 bulan ditumbuhkan pada kondisi yang berbeda: (1) tingkat polusi yang lebih tinggi dan (2) tingkat polusi yang lebih rendah. Respon pertumbuhan yang diamati meliputi pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, luas daun relatif, bobot basah akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, dan rasio bobot kering tajuk/akar. Respon fisiologi yang diamati meliputi kandungan klorofil dan asam askorbat tanaman. Tingkat polusi yang berbeda menyebabkan pertumbuhan yang berbeda pada tanaman Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa. Tanaman yang tumbuh pada tingkat polusi yang lebih tinggi memiliki kandungan klorofil dan rasio tajuk/akar lebih rendah dibandingkan pada lokasi dengan tingkat polusi yang lebih rendah. Polusi yang lebih tinggi menyebabkan tanaman meningkatkan produksi asam askorbat karena mengalami cekaman polutan. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa tanaman yang tumbuh pada daerah terpolusi lebih sensitif, walaupun kandungan polutan lebih rendah dibandingkan ambang batas baku mutu udara. Kata kunci : Polusi udara, Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, Mirabilis jalapa, respon pertumbuhan, dan respon fisiologi
ABSTRACT MERI LESTARI. Growth and physiology responses of Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, and Mirabilis jalapa in different pollution level. Supervised by SULISTIJORINI and HAMIM. Air pollution is an environmental issue that causes the changing and decreasing of air quality. The plants have different response to the aerial pollution. The purpose of this research was to analyze growth and physiological responses of Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, and Mirabilis jalapa grown under different level of pollution in Bogor. The plants were grown in polybag and during 3 months they were exposed to different conditions: (1) with higher aerial pollution and (2) with lower aerial pollution. Growth responses observed in the experiment were the improvement of relative high, leaf number, leaf area, and the value of roots and shoot fresh weight, dry weight, and ratio of shoot/roots. Physiologycal responses observation was also analysed, including chlorophyll and ascorbic acid content. Different pollutant intentsity caused different in growth of Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, and Mirabilis jalapa. The plants grown in higher pollution had lower chlorophyll and lower shoot/roots ratio as compared to those grown in lower pollution. Higher aerial pollution caused the plant underwent stress indicated by the increase of ascorbic acid content. The data showed that the plants were sensitive to the aerial pollution even though the pollutant content was still lower than below the standard threshold. Key word : Air pollutant, Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, Mirabilis jalapa, growth response, and physiology response
RESPON PERTUMBUHAN DAN FISIOLOGI TANAMAN Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, DAN Mirabilis jalapa PADA TINGKAT POLUSI YANG BERBEDA
MERI LESTARI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul : Respon Pertumbuhan dan Fisiologi Tanaman Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa pada Tingkat Polusi yang Berbeda Nama : Meri Lestari NIM : G34063116
Disetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si NIP 19630920 198903 2 001
Dr. Ir. Hamim, M.Si NIP 19650322 199002 1 001
Diketahui: Ketua Departemen Biologi,
Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si NIP 19641002 198903 1 002
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul ”Respon Pertumbuhan dan Fisiologi Tanaman Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa pada Tingkat Polusi yang Berbeda”. Penelitian yang dilaporkan dalam karya ilmiah ini dilakukan mulai Maret 2010 sampai dengan Oktober 2010, di rumah kaca Departemen Biologi, Unit kebun Babakan blok E University Farm dan Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si sebagai pembimbing pertama dan Dr. Ir. Hamim, M.Si sebagai pembimbing kedua yang telah bersedia membimbing, memberikan saran dan dorongan kepada penulis. Terima kasih kepada Ir. Hadisunarso, M.Si sebagai dosen penguji yang memberikan saran dan masukan saat sidang. Terima kasih juga kepada orang tua dan keluarga tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, doa serta dukungan kepada penulis. Terima kasih kepada Tyas, Kerzjakru, Ningsih, Starer’s, mbak Feby, pak Kusnaedi dan teman-teman di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan atas bantuan dan dukungan yang selalu ada. Tidak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada teman-teman Biologi angkatan 43. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2011 Meri Lestari
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 12 Oktober 1987, dari ayah Sukirman dan Ibu Yusniar Siregar. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara. Penulis lulus SD Semen Padang pada tahun 2000, lulus SMPN 8 Padang tahun 2003, lulus SMA Semen Padang tahun 2006, dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Setahun kemudian penulis mendapat mayor Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan minor Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia. Penulis melaksanakan kegiatan praktik lapang di laboratorium rumah sakit Semen Padang pada tahun 2009. Selama menjadi mahasiswa mayor Biologi, penulis pernah menjadi asisten praktikum Biologi Dasar pada tahun 2009/2010 dan 2010/2011, Fisiologi Tumbuhan tahun 2009/2010, dan Perkembangan dan Pertumbuhan Tanaman pada tahun 2010/2011.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................................................ vii DAFTAR TABEL ............................................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................ viii PENDAHULUAN Latar Belakang .......................................................................................................... Tujuan .......................................................................................................................
1 1
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat .................................................................................................... Alat dan Bahan .......................................................................................................... Rancangan Penelitian ................................................................................................ Analisis Udara, Tanah, dan Kompos .......................................................................... Persiapan Media Tanam dan Pembibitan ................................................................... Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman .................................................................... Pengamatan Pertumbuhan Tanaman ........................................................................... Luas Daun Total Tanaman ......................................................................................... Analisis Klorofil Daun ............................................................................................... Analisis Asam Askorbat ............................................................................................ Analisis Data .............................................................................................................
2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3
HASIL Analisis Udara, Tanah, dan Kompos ........................................................................... Pengamatan Respon Pertumbuhan Tanaman .............................................................. Pengamatan Respon Fisiologi Tanaman .....................................................................
4 4 5
PEMBAHASAN...................................................................................................................
6
SIMPULAN ........................................................................................................................
7
SARAN ...............................................................................................................................
7
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................
8
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 10
DAFTAR TABEL Halaman 1 2
3
4 5
Hasil analisis kualitas udara di Babakan Dramaga dan lingkungan kampus IPB Dramaga ...............................................................................................................
4
Pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, luas daun relatif, bobot basah akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, dan rasio bobot kering tajuk/akar pada perbedaan lokasi ..................................................................................................
5
Pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, luas daun relatif, bobot basah akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, dan rasio bobot kering tajuk/akar pada perbedaan jenis tanaman ......................................................................................
5
Pertambahan tinggi relatif, luas daun relatif, dan bobot kering tajuk pada lokasi dan tanaman berbeda ...................................................................................................
5
Kandungan klorofil dan asam askorbat pada perbedaan lokasi .......................................
6
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Metode pengukuran data lingkungan ............................................................................ 11
2
Analisis tanah .............................................................................................................. 11
3
Analisis kompos ........................................................................................................... 11
4
Perbandingan ketiga jenis tanaman di lokasi I dan lokasi II .......................................... 12
PENDAHULUAN Latar Belakang Penurunan kualitas udara dapat diakibatkan oleh perubahan lingkungan yang pada umumnya disebabkan oleh polutan di udara, diantaranya SOx, CO, HC, NOx, dan partikel debu (Sitanggang 1999). Debu yang ada dalam udara sebagian besar disebabkan oleh kontribusi zat pencemar partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor (Gede 2008). Pencemaran udara dapat mengakibatkan perubahan fisik maupun kimia, selain itu juga dapat mengakibatkan stres fisiologi, bau tidak sedap, dan berbahaya serta mengancam kehidupan dan kesehatan suatu organisme termasuk tanaman (Treshow 1984). Kerusakaan pada tanaman akibat polutan antara lain klorosis daun yang bersifat progresif, dan senescence (Singh et al. 1991). Tanaman dapat digunakan sebagai bioremedian yang dapat mengurangi tingkat pencemaran udara, karena tanaman dapat menyerap berbagai polutan seperti CO, NO, NO2, SO3, HF, dan O3 (Hoyano et al. 1992). Namun, tidak semua jenis tanaman dapat menyerap polutan secara efisien, karena perbedaan tingkat toleransinya. Kemampuan tanaman sebagai pereduksi polutan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor lingkungan, model penataan tanaman, fisiologi dan sifat morfologis tanaman. Tanaman yang ditanam secara berkelompok dengan spesies beragam, mudah tumbuh, ranting rapat, dan percabangan yang tidak mudah patah akan lebih efisien dalam menyerap polutan (Spirn 1987). Tanaman semak, rumput, dan penutup tanah memiliki kerimbunan yang relatif lebih kecil dibanding pohon, namun banyak digunakan dalam lanskap, karena mempunyai keragaman tinggi dalam penampilan visual seperti bentuk dan tekstur daun, warna daun, dan bunga serta aromanya (Nasrullah et al. 2000). Secara umum tanaman menunjukkan respon yang negatif terhadap adanya polutan di udara. Tanaman yang toleran terhadap polutan memiliki laju pertumbuhan yang baik (Singh et al. 1991). Laju pertumbuhan tanaman dapat dilihat dari tinggi tanaman, bobot kering, dan luas daun total tanaman yang dihasilkan. Luas daun merupakan salah satu variabel yang digunakan untuk mengamati pertumbuhan tanaman (Lambers et al. 1998). Laju pertumbuhan tanaman diyakini dapat menggambarkan respon fisiologi tanaman terhadap adanya faktor lingkungan termasuk
polutan (Heggestad & Heck 1971). Respon fisiologi tanaman terhadap faktor-faktor lingkungan yang tidak menguntungkan dapat dilihat dari beberapa fenomena seperti perubahan kandungan askorbat dan klorofil daun. Asam askorbat (ASA) merupakan senyawa antioksidan yang sangat larut dalam air dan mudah teroksidasi dalam keadaan alkalis serta suhu tinggi (Gaman & Sherrinton 1981). Tanaman yang memiliki asam askorbat (ASA) tinggi akan lebih tahan terhadap pencemar udara. Klorofil merupakan pigmen hijau daun yang terdapat pada semua tumbuhan hijau yang berfotosintesis dan dapat digunakan untuk identifikasi ketahanan tanaman terhadap polutan (Mowli et al. 1989). Metode pengukuran kadar klorofil untuk melihat pengaruh pencemaran udara telah dilakukan juga oleh Mowli et al. (1989) dan Solichatun (2007). Pada penelitian ini akan digunakan 3 spesies tanaman yang biasa digunakan sebagai tanaman hias. Tanaman Impatiens balsamina, Asystasia gangetica, dan Mirabilis jalapa merupakan tanaman yang tumbuh dengan mudah dan dapat digunakan sebagai obatobatan. Ketiga jenis tanaman tersebut mudah tumbuh dan berkembang biak cepat (Fakuara 1987). Asystasia gangetica termasuk dalam famili Acanthaceae yang memiliki perawakan mirip rumput dan berbunga putih kecil. Impatiens balsamina merupakan famili Balsaminaceae, termasuk tumbuhan tegak, tinggi mencapai 30-80 cm, dan sering digunakan sebagai tanaman hias (Heyne 1987). Mirabilis jalapa merupakan famili Nyctagynaceae yang lebih dikenal dengan sebutan bunga pukul empat. Tanaman ini asli Amerika tropis, tumbuhan terna yang tegak, tinggi sampai 50 cm, akar yang menebal seperti umbi dan banyak dibudidayakan (Heyne 1987). Respon dari ketiga tanaman ini penting untuk melihat sejauh mana polutan mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang digunakan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk melihat respon pertumbuhan dan fisiologi yang terjadi pada tanaman Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa pada dua daerah dengan tingkat polusi yang berbeda.
2
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian lapang dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan Juni 2010, digunakan rumah plastik yang berada pada 2 lokasi berbeda, yaitu Babakan Dramaga (lokasi I) dan lingkungan kampus IPB Dramaga (lokasi II). Pengamatan fisiologi tanaman dilakukan mulai bulan Juli sampai dengan Oktober 2010 di Laboratorium Fisiologi Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan adalah benih Impatiens balsamina, Asystasia gangetica, dan Mirabilis jalapa yang diperoleh dari SEAMEO BIOTROP, Bogor, aceton 80% untuk analisis klorofil daun, asam metafosforik 5%, larutan DCIP (dichlorophenol-indophenol 0.8 gl-1), dan asam askorbat untuk analisis askorbat daun. Alat yang digunakan saat penanaman adalah tray, polybag kecil, polybag 2 kg, sekop, rak bambu, dan plastik UV. Alat untuk analisis klorofil daun adalah timbangan, mortar, kertas saring, labu takar 50 ml dan spektrofotometer. Alat untuk analisis askorbat adalah kertas saring, labu takar, dan pipet titrimetri. Rancangan Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial dengan 2 faktor (lokasi dan jenis tanaman), 10 ulangan untuk laju pertumbuhan dan 3 ulangan untuk respon fisiologi tanaman (klorofil dan ASA). Analisis Udara, Tanah, dan Kompos Analisis udara dilakukan pada tanggal 29 Desember 2009 pukul 09.00 WIB di depan kebun Babakan Dramaga dan lingkungan kampus IPB. Parameter udara yang diukur meliputi kandungan gas CO, Pb, NO2, SO2, ozon (O3), dan TSP (Total Partikel Tersuspensi), suhu, kelembaban, dan kecepatan angin. Metode pengukuran data lingkungan tercantum pada Lampiran 1. Analisis tanah dan kompos dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Parameter tanah yang dianalisis meliputi NTotal, P, K, rasio C/N, Kapasitas Tukar Kation (KTK), pH, dan tekstur. Parameter kompos yang dianalisis meliputi C, N, P, K, Mg, Fe, Cu, Mn, dan Zn.
Persiapan Media Tanam dan Pembibitan Media tanam yang digunakan adalah tanah yang berasal dari Babakan Dramaga yang dijemur di rumah kaca dan diayak dengan saringan 0.5 mm. Kemudian dilakukan pembibitan pada tray dengan perbandingan tanah dan kompos sebesar 3:1. Setelah bibit tumbuh (tinggi ± 10 cm) dipindahkan ke polibag kecil berukuran 10 x 15 cm yang berisi tanah dan kompos dengan perbandingan 3:1 untuk proses adaptasi selama ± 1 minggu. Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Tanaman yang telah teradaptasi selama 1 minggu dipindahkan ke polibag 2 kg dengan media tanah:kompos (3:1). Kemudian tanaman dipindahkan ke lokasi I (Babakan Dramaga) dan lokasi II (lingkungan kampus IPB Dramaga). Tanaman disiram setiap hari untuk menjaga kelembaban tanaman. Pengamatan Pertumbuhan Tanaman Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan 1 hari setelah tanaman dipindahkan. Pengamatan selanjutnya dilakukan setiap 5 hari sekali untuk parameter tinggi serta jumlah daun tanaman dan setiap 10 hari sekali luas daun diukur dengan cara dijiplak 2-5 daun/ulangan. Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah sampai titik tumbuh puncak tanaman. Panen dilakukan setelah tanaman berumur 90 hari dan dihitung bobot basah dan bobot kering tanaman. Pada saat panen bagian tajuk dan akar tanaman dipisahkan, kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot basah tajuk dan akar tanaman. Kemudian tajuk dan akar dijemur di rumah kaca selama ± 2 minggu dan dioven pada suhu 40 oC selama 2 hari. Setelah itu ditimbang untuk diperoleh bobot kering tajuk dan akar. Luas Daun Total Tanaman Luas daun dihitung dengan cara menjiplak daun pada pertumbuhan awal (2 hari setelah pemindahan ke lokasi) dan pertumbuhan maksimal (60 hari setelah tanam), kemudian ditimbang. Luas daun jiplakan tanaman dihitung dengan rumus berikut: LD= LK x BD/BK dimana: LD: Luas daun jiplakan LK: Luas kertas BD: Bobot jiplakan daun BK: Bobot kertas
3
LD digunakan untuk mendapatkan rataan luas daun (LD), dengan rumus berikut: LD
ketika terjadi perubahan warna larutan menjadi warna pink. Hasil titrasi dihitung dengan rumus berikut:
= LD(1) + LD(2)…LD(n) n
1.
dimana: LD n
: Luas daun rataan : Jumlah daun yang diukur
ASA (mg) = 4 mg ASA murni 1 ml dye dye yang dititrasi (ml)
LD yang diperoleh digunakan untuk mendapatkan nilai Luas Daun Total (LDT), yang dihitung dengan rumus berikut:
2.
LDT = ΣDt x LD n : Luas daun rataan : Pertambahan luas daun : Jumlah daun total : Jumlah daun yang diukur
Analisis Klorofil Daun (Arnon 1959) Klorofil diukur dengan metode spektrofotometri. Sebanyak 1 g daun segar dipotong-potong, ditambah aceton 80% dan digerus dengan mortar. Kemudian supernatannya disaring dan dimasukkan ke labu takar 50 ml. Sisa supernatan ditambah dengan aceton 80%, digerus dan disaring kembali. Setelah itu ditambahkan aceton 80% hingga volume mencapai 50 ml. Kemudian 2.5 ml larutan diambil dan diencerkan dengan aceton 80% hingga volume 25 ml. Kemudian absorban diukur pada panjang gelombang 645 nm, 652 nm, dan 663 nm. Absorban terukur dihitung untuk mengetahui klorofil total. Kltot= D652 x 1000 x Vpt x Vpa x 0.5 34.5 500 Vde dimana: Kltot : Klorofil total D652 : Absorban terukur pada Panjang gelombang 652 nm Vpt : Volume pengenceran akhir Vpa : Volume pengenceran awal Vde : Volume ekstrak daun yang diencerkan Analisis Asam Askorbat (Reiss 1993) Sampel daun (0.5 g) ditambah asam metafosforik 5%, digerus dengan mortar, dan filtratnya disaring dengan kertas saring. Larutan yang diperoleh dititrasi dengan dichlorophenol-indophenol (DCIP) 0.8 g/l. Sebelum titrasi, larutan DCIP distandarisasi dengan larutan asam askorbat murni, yaitu 1 ml larutan asam askorbat (4.0 mg/l) dan 9 ml asam metafosforik 5%. Titrasi dihentikan
Kandungan ASA tanaman (mg/g jaringan daun) mg ASA per aliquot x [total vol ekstrak (ml)/ vol aliquot (ml)] x (100/berat sampel)
dimana: LD LDT ΣDt n
Standardisasi larutan ASA (4 mg ASA murni equivalen dengan 1 ml dye)
Analisis Data Data tanaman yang diperoleh berupa tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, kandungan klorofil dan asam askorbat daun. Data tinggi digunakan untuk mendapatkan Pertambahan Tinggi Relatif (PTr) (Pugnaire & Valladares 2007). PTr dimana: PTr ta(i) to(i) nt
=
ln ta(i) – ln to(i) nt : Pertambahan tinggi relatif : Tinggi tanaman jenis i akhir pengamatan : Tinggi tanaman jenis i awal pengamatan : Selang waktu pengukuran
Jumlah daun digunakan untuk mendapatkan pertambahan Jumlah Daun Relatif (∑Dr) (Pugnaire & Valladares 2007). ∑Dr =
ln da(i) - ln do(i) nd
dimana: ∑Dr da(i)
: Jumlah daun relatif : Jumlah daun jenis i akhir pengamatan do(i) : Jumlah daun jenis i awal pengamatan nd : Selang waktu pengukuran jumlah daun Pertambahan Luas Daun Relatif (PLDr) dihitung dengan rumus berikut (Pugnaire & Valladares 2007): PLDr =
ln LDTmax - ln LDTaw nmax
4
dimana: PLDr LDTmax LDTaw nmax
: Pertambahan luas daun relatif : Luas daun total pertumbuhan maksimal : Luas daun total pertumbuhan awal : Selang waktu mengambil jiplakan daun
Data dianalisis secara statistik dengan ANOVA dan uji lanjutan Duncan Multiple Range Test (DMRT) menggunakan SAS. 9.13 Portable.
HASIL Analisis Udara, Tanah, dan Kompos Analisis udara yang dilakukan memperlihatkan perbedaan kandungan polutan pada 2 lokasi yang masih di bawah baku mutu. Perbedaan polutan yang paling signifikan adalah debu. Debu di lokasi I (Babakan) sebesar 223 µg/Nm3 dan di lokasi II (rumah kaca) sebesar 52 µg/Nm3, masih lebih rendah dari nilai baku mutu (230 µg/Nm3). Kandungan NO2, SO2, O3, dan CO juga menunjukkan nilai yang kurang dari baku mutu, namun di lokasi I lebih tinggi dibandingkan di lokasi II (Tabel 1). Hal ini dapat dinyatakan bahwa di lokasi I merupakan daerah dengan tingkat polusi yang lebih tinggi dan lokasi II daerah dengan tingkat polusi yang lebih rendah. Hasil analisis tanah memperlihatkan bahwa tanah yang digunakan mempunyai tekstur liat 46.33% dan debu 34.93%. Derajat keasaman (pH) tanah sebesar 6.4, kandungan karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) tergolong rendah, sedangkan kapasitas tukar kationnya (KTK) tergolong sedang (Lampiran 2). Hasil analisis kompos menunjukkan bahwa kompos yang digunakan mengandung karbon (C) 21.17% dan nitrogen
(N) 1.27%, sehingga kompos mengandung rasio C/N sebesar 16.6 (Lampiran 3). Pengamatan Respon Pertumbuhan Tanaman Umur fisiologis daun dari setiap jenis tanaman yang digunakan berbeda-beda. Pada awal pertumbuhan di lokasi I, jenis A. gangetica daun mulai gugur ketika berumur ± 28 hari, I. balsamina ± 20 hari, dan M. jalapa ± 18 hari. Jenis I. balsamina di lokasi II memiliki umur fisiologis yang lebih lama, yaitu ± 30 hari, A. gangetica ± 35 hari dan M. jalapa ± 20 hari. Setelah memasuki fase reproduktif, tanaman memiliki umur fisiologis daun yang lebih panjang, A. gangetica ± 50 hari, I. balsamina ± 45 hari, dan M. jalapa ± 30 hari. Pertambahan tinggi relatif dan jumlah daun relatif tanaman dipengaruhi oleh tingkat polusi dan jenis tanaman (Tabel 2 dan 3). Terdapat interaksi antara tingkat polusi dan jenis tanaman pada pertambahan tinggi relatif (p < 0.0001) dan jumlah daun relatif (p = 0.0012) (Tabel 4). Nilai pertambahan tinggi relatif dan jumlah daun relatif pada lokasi II (polutan rendah) lebih besar dibandingkan lokasi I (polutan lebih tinggi). Jenis A. gangetica memiliki nilai pertambahan tinggi relatif dan jumlah daun relatif paling besar dibandingkan jenis lain. Hasil interaksi antara tingkat polusi dan jenis tanaman menunjukkan A. gangetica di lokasi II memiliki nilai pertambahan tinggi relatif paling besar dibandingkan jenis lain pada perbedaan lokasi. Pertambahan luas daun relatif dipengaruhi oleh tingkat polusi dan jenis tanaman (Tabel 2 dan 3), namun tidak terdapat interaksi antar 2 faktor (p = 0.93). Lokasi II menghasilkan nilai pertambahan luas daun lebih besar dibandingkan lokasi I dan A. gangetica memiliki nilai pertambahan paling besar dibandingkan jenis lain.
Tabel 1 Hasil analisis udara di lokasi I (Babakan Dramaga) dan lokasi II (lingkungan kampus IPB Dramaga) Hasil Parameter NO2 SO2 O3 CO TSP (debu) Pb Suhu Kelembaban Kec. angin Arah angin
Lokasi I 14 43 27 247 223 < 0.030 33.4 61.8 0.3 Utara-Selatan
*Baku mutu udara ambien, PP No.41/1999
Lokasi II 6 16 4 229 52 < 0.030 34.1 58.4 -
Baku Mutu* 400 900 235 30000 230 2 -
Unit µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 0 C % m/s -
5
Bobot basah tajuk dipengaruhi oleh jenis tanaman (Tabel 3), namun tidak dipengaruhi oleh tingkat polusi (Tabel 2). Impatiens balsamina memiliki bobot basah tajuk paling besar dibandingkan jenis lain. Bobot kering tajuk juga tidak dipengaruhi oleh tingkat polusi, namun dipengaruhi jenis tanaman (Tabel 2 dan 3), dan terdapat interaksi antara tingkat polusi dan jenis tanaman (p = 0.0134) (Tabel 4). Jenis A. gangetica di lokasi I memiliki bobot kering tajuk paling besar. Bobot basah dan bobot kering akar dipengaruhi oleh tingkat polusi dan jenis tanaman. Bobot basah dan kering akar pada lokasi I lebih besar dibandingkan lokasi II (Tabel 2). Impatiens balsamina memiliki bobot basah dan kering akar paling besar dibandingkan jenis yang lain (Tabel 3). Rasio bobot kering tajuk/akar dipengaruhi oleh
tingkat polusi dan jenis tanaman. Pada lokasi II rasio bobot kering tajuk/akar lebih besar dibandingkan lokasi I (Tabel 2). Asystasia gangetica memiliki rasio bobot kering tajuk/akar paling besar (Tabel 3). Pengamatan Respon Fisiologi Tanaman Tanaman memiliki respon fisiologi yang berbeda terhadap polutan. Kandungan klorofil dan ASA dipengaruhi oleh lokasi (p = 0.0003) (Tabel 5), namun tidak dipengaruhi oleh jenis tanaman (p = 0.52). Kandungan klorofil di lokasi II lebih tinggi dibandingkan lokasi I, sedangkan kandungan ASA pada lokasi I lebih tinggi dibandingkan lokasi II. Tingkat polusi yang lebih tinggi menyebabkan penurunan klorofil dan peningkatan asam askorbat (ASA) secara nyata.
Tabel 2 Pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, pertambahan luas daun, bobot basah akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, dan rasio bobot kering tajuk/akar pada tingkat polusi berbeda Pertambahan Bobot Jumlah Luas Lokasi basah Tinggi daun daun akar relatif relatif relatif I 0.12b 0.15b 0.55b 87.24a II 71.12b 0.14a 0.18a 0.63a *Angka pada setiap kolom yang diikuti oleh huruf 5%(DMRT)
Rasio bobot kering tajuk/akar 1.46b 43.34a 256.97a 34.68a 32.95b 282.72a 36.05a 2.49a yang sama tidak berbeda nyata pada taraf Bobot kering akar
Bobot basah tajuk
Bobot kering tajuk
Tabel 3 Pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, pertambahan luas daun, bobot basah akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, dan rasio bobot kering tajuk/akar pada perbedaan tanaman Pertambahan Jenis tanaman A. gangetica I. balsamina
Tinggi relative 0.17a 0.13b
Jumlah daun relatif 0.24a 0.18b
Luas daun relatif 0.81a 0.67b
Bobot basah akar
29.88c 156.37a M. jalapa 0.10c 0.08c 0.28c 51.30b *Angka pada setiap kolom yang diikuti oleh huruf yang 5%(DMRT)
Bobot Kering Akar
Bobot basah tajuk
13.02c 177.06b 72.46a 500.48a 28.96b 132.00b sama tidak berbeda
Bobot kering tajuk
Rasio bobot kering tajuk/akar
43.6a 43.8a
4.13a 0.73b
18.7b 1.06b nyata pada taraf
Tabel 4 Pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, dan bobot kering tajuk pada tingkat polusi dan tanaman berbeda Pertambahan tinggi Pertambahan jumlah relatif daun relatif Bobot kering tajuk Jenis tanaman I II I II I II A. gangetica 0.14b 0.25a 0.23a 36.69b 0.19a 50.55a I. balsamina 0.13c 0.13bc 0.16c 0.20b 38.55ab 49.04ab M. jalapa 0.10d 0.11d 0.05e 0.10d 14.94c 22.41c *Angka pada setiap kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%(DMRT)
6
Tabel 5 Kandungan klorofil dan askorbat pada perbedaan lokasi Lokasi
Klorofil (mg/g)
Askorbat (mg/g jaringan daun)
I
1.222b
2518.5a
II 980.0b 1.648a *Angka pada setiap kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%(DMRT)
PEMBAHASAN Respon Pertumbuhan Tanaman Pemilihan 2 lokasi yang digunakan didasarkan pada kandungan polutan pada kedua lokasi. Lokasi I memiliki kandungan polutan yang lebih tinggi dibandingkan lokasi II, walaupun masih dibawah baku mutu. Hal ini karena lokasi I terletak dekat dengan jalan raya sehingga banyak polutan yang berasal dari asap kendaraan, sedangkan lokasi II letaknya jauh dari jalan raya. Perbedaan kandungan polutan yang paling besar terlihat pada kandungan debu di lokasi I sebesar 223 µg/Nm3 dan lokasi II sebesar 52 µg/Nm3 dari nilai baku mutu sebesar 230 µg/Nm3. Adanya perbedaan kandungan polutan pada 2 lokasi menyebabkan tanaman memiliki respon pertumbuhan yang berbeda. Tanaman pada lokasi I memiliki pertambahan tinggi relatif, jumlah dan luas daun relatif yang lebih rendah dibandingkan lokasi II. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan polutan yang lebih tinggi pada lokasi I dapat mengganggu pertumbuhan dan proses-proses metabolisme tanaman, yang ditunjukkan juga dengan bobot basah dan bobot kering tajuk pada lokasi I lebih rendah dibandingkan lokasi II. Hal ini sesuai dengan pendapat Larcher (1995) yang menyatakan bahwa polutan yang menempel pada daun, ranting, ataupun bunga bisa menyebabkan terganggunya proses fotosintesis, transpirasi, dan kerusakan fisiologis yang mengakibatkan lambatnya pertumbuhan sel. Terganggunya pertumbuhan sel mengakibatkan total luas daun dari tanaman yang terkena polutan menurun, karena laju pembentukan dan perluasan daun terhambat serta jumlah daun yang gugur meningkat. Proses fotosintesis bisa terganggu (rendah) dikarenakan tertutupnya stomata daun oleh polutan yang menyebabkan pertukaran gas CO2 terhambat (Bell & Treshow 2002), sehingga akumulasi bahan kering berkurang dan tanaman mati (Fitter & Hay 1994). Penelitian yang sama dilakukan
oleh Jissy & Jaya (2009) pada tanaman Polyalthia longifolia dan Clerodendrom infortunatum yang ditumbuhkan sepanjang jalan di daerah Piarassala-Kadambathukonam dan mengalami pertumbuhan tanaman yang menurun hingga 50% jika dibandingkan dengan kontrol. Rasio bobot kering tajuk/akar pada lokasi I juga lebih rendah dibandingkan lokasi II. Hal ini merupakan salah satu mekanisme tanaman untuk bertahan terhadap cekaman, sebagai contoh pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan, maka fotosintesis lebih banyak dialokasikan ke bagian akar tanaman. Hal ini sesuai dengan Suardi (1988) yang menyatakan tanaman yang mengalami cekaman seperti kekeringan dan suhu tinggi cenderung menurunkan rasio tajuk/akar. Jenis A. gangetica memiliki pertambahan tinggi relatif, jumlah, dan luas daun relatif paling besar dibandingkan kedua jenis lainnya. Faktor yang diduga berpengaruh adalah umur fisiologi daun yang lebih lama (± 28 hari) dan morfologi daun. Morfologi daun A. gangetica yang kasar, banyak trikoma, dan merupakan tanaman liar yang biasa ditemukan di tepi jalan (Backer & Brink 1968). Struktur morfologi yang dimiliki tersebut menyebabkan polutan yang ada tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Hal ini juga ditunjukkan pada rasio bobot kering tajuk/akar paling besar dibandingkan kedua jenis yang lain, sehingga dapat diasumsikan bahwa tanaman A. gangetica mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap polutan. Impatiens balsamina dan Mirabilis jalapa memiliki pertambahan tinggi, jumlah dan luas daun relatif lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan kedua tanaman ini lebih dipengaruhi oleh polutan. Respon fisiologi tanaman terhadap polutan ditunjukkan dengan gejala kerusakan daun. Pada I. balsamina bagian ujung daun menguning dan mengering, sedangkan M. jalapa daun menguning dan bagian pinggir daun menggulung. Kerusakan daun yang terjadi mengakibatkan proses fotosintesis tanaman terganggu, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi rendah. Tanaman M. jalapa memiliki rasio bobot kering tajuk/akar yang rendah diduga karena proses fotosintesis yang terganggu karena polutan. Hal ini terlihat pada jumlah daun dan cabang baru yang dihasilkan lebih sedikit, dan jumlah daun gugur banyak (Lampiran 4). Hal yang sama dibuktikan juga oleh Wijarso (1997) bahwa fotosintesis terganggu pada tanaman Angsana dan Mahoni yang terpapar SO2 (0.01-0.03 ppm) dan NOx
7
(0.0003-0.0010 ppm) selama 3 bulan, sehingga berkurangnya kemampuan tanaman dalam menyerap nutrisi dari tanah. Hal ini menyebabkan daun Angsana dan Mahoni mengalami kerusakan kronis (daun berwarna kuning). Tanaman Olea europaea L. Morailo mengalami nekrosis pada < 0.03 ppb O3 yang dipapar selama ± 100 hari (Minnocci et al. 1997). Hal serupa dilaporkan terjadi pada pertumbuhan tanaman Plantago major dan Phaseolus vulgaris yang cenderung menurun pada jarak 3 m dibandingkan jarak 200 m dari jalan raya (Solo-Semarang km-38) (Solichatun 2007). Hal yang sama juga dibuktikan oleh Sulistijorini (2008) bahwa tanaman G. arborea, C. burmanii, dan M. elengi mengalami pertumbuhan relatif yang rendah pada daerah terpolusi (Jagorawi). Selain disebabkan oleh polutan, pertumbuhan tanaman terganggu juga dapat disebabkan karena kekurangan air. Hal ini dibuktikan pada tanaman Caisim, Bayam, dan Padi Gogo mengalami pertumbuhan yang menurun pada perlakuan cekaman kekeringan (Arifai 2009). Respon Fisiologi Tanaman Kandungan klorofil tanaman di lokasi I lebih rendah dibandingkan lokasi II yang menggambarkan bahwa polutan yang lebih tinggi dapat mempengaruhi proses fisiologi pada tumbuhan. Hal ini sesuai dengan Sing et al. (1991) yang menyatakan keberadaan polutan dapat menurunkan kandungan klorofil tanaman. Polutan (debu) yang menempel dan masuk ke daun melalui stomata akan merusak jaringan mesofil, palisade dan bunga karang daun. Jaringan palisade yang rusak akan menyebabkan rusaknya kloroplas, sehingga pembentukkan klorofil akan terhambat yang berakibat terjadinya klorosis (Mudd 1975). Pada umumnya kandungan klorofil tanaman akan mengalami penurunan sejalan dengan peningkatan bahan pencemar udara (polutan) (Mowli et al. 1989; Roziaty 2009), namun ada pula yang dapat meningkatkannya seperti NO2. Hal ini sesuai dengan hasil yang dilaporkan oleh Udayana (2004) bahwa tanaman sengon di Jakarta Interchange memiliki kandungan klorofil yang rendah. Mulya (2005) juga mengatakan pada Lichenes yang sensitif, pemaparan kronis dengan konsentrasi 0.01 ppm SO2 menyebabkan hilangnya klorofil, sedangkan pada konsentrasi 5 ppm SO2 selama 24 jam menyebabkan klorofil terdegradasi menjadi phaeophitin dan Mg2+. Hal ini dibuktikan juga oleh Roziaty (2009) bahwa kandungan
klorofil Pterocarpus indicus Willd cenderung menurun pada lokasi yang semakin dekat dari sumber emisi PUSRI dan Solichatun (2007) kandungan klorofil Phaseolus vulgaris rendah pada daerah terpolusi. Tanaman pada lokasi I memiliki kandungan asam askorbat (ASA) yang lebih besar dibandingkan lokasi II. Hal ini merupakan respon tanaman pada lokasi I yang mengalami cekaman karena kandungan polutan yang lebih tinggi pada lokasi I. Asada (1994) menyatakan bahwa asam askorbat (ASA) merupakan antioksidan untuk sistem pertahanan tanaman terhadap cekaman, termasuk cekaman akibat polutan atau kekeringan. Pada tanaman Caisim, Padi Gogo, dan Echinochola memiliki kandungan ASA tinggi pada perlakuan cekaman kekeringan (Arifai 2009). Hal serupa dibuktikan oleh Menser (1967) pada Nicotiana tobacum L. mengalami peningkatan asam askorbat (ASA) yang terpapar 0.45-0.55 ppm O3 selama 1.5 jam dibandingkan kontrol. Sejalan dengan penurunan kandungan klorofil, peningkatan asam askorbat (ASA) pada tanaman di lokasi I ini menunjukkan bahwa kondisi polutan pada lokasi I menyebabkan cekaman pada tanaman yang digunakan.
SIMPULAN Polusi yang lebih tinggi pada lokasi I menyebabkan penurunan pertumbuhan pada tanaman A. gangetica, I. balsamina, dan M. jalapa dibandingkan lokasi II. Tanaman pada lokasi I memiliki kandungan klorofil dan rasio bobot kering tajuk/akar yang lebih rendah dibandingkan pada lokasi II dan peningkatan asam askorbat (ASA) tanaman pada lokasi I merupakan respon fisiologi tanaman terhadap cekaman polusi udara yang lebih tinggi.
SARAN Pada penelitian yang sama perlu dilakukan analisis unsur hara tanaman untuk mengetahui faktor lain yang mempengaruhi respon pertumbuhan dan fisiologi tanaman selain polutan. Selain itu, perlu dilakukan pengamatan jumlah daun yang gugur untuk mengetahui jenis tanaman yang paling terganggu pertumbuhannya karena polutan.
8
DAFTAR PUSTAKA Arnon DI. 1959. Copper Enzymes in Isolated Chloroplast. Polyphenol oxidase in Beta vulgaris. Plant Physiol 24:1-15. Arifai M. 2009. Respon Anatomi Daun dan Parameter Fotosintesis Tumbuhan Padi Ggo, Caisim, Bayam, dan Echinochloa crussgalli L. pada Berbagai Cekaman Kekeringan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Asada K. 1994. Mechanisms for scavenging reactive molecules generated in chloroplasts under light stress. Di dalam: Baker NR, Bowyer JR, editor. Photoinhibition of Photosynthesis. from Molecular Mechanisms to the ®eld. Oxford: Bios Scientic Publishers, 129-142. Backer CA, Brink BVD. 1968. Flora of Java vol II. Netherlands: WoltersNoordhoff. Bell JNB, Treshow M. 2002. Air Pollution and Plant Life. England: John Willey& Sons, Ltd. Fakuara MY. 1987. Hutan Kota dan Permasalahannya [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Fitter AH, Hay RKM. 1994. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Andani S dan ED Purbayanti, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada Univ. Press. Terjemahan dari Environtmental Physiology of Plant. Gaman PM, Sherrinton KB. 1981. The Science of Food, An Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology, 2nd ed. Pargamon Press. Gede SAA. 2008. Dampak Bising dan Kualitas Udara pada Lingkungan Kota Denpasar. J Bumi Lestari. Vol VIII (2):162-167. Heggestad HE, Heck WW. 1971. Nature, Extent, and Variation of Plants Response to Air Pollutants. Di dalam: Brady NC, editor. Advances in Agronomy. New York: Academic Press. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. Hoyano A, Yagi S, Yui M. 1992. Feature of Thermal Environtment Made by Plants in Outdoor space (in Japanese). J Archit. Plann. Environ. Eng, AIJ 433:1-10.
Jissy JS, Jaya DS. 2009. Evaluation of Air Pollution Tolerance Index of Selected Plant Species Along Roadsides in Thiruvananthaparum, Kerala. J of Environ Biol 31:379-386. Lambers H, Chapin III FS, Pons TL. 1998. Plant Physiological Ecology. New York: Springer. Larcher W. 1995. Physiological Plant Ecology. Berlin: Springer. Menser HA. 1967. Response of Plants to Air Pollutants III A Relation Between Ascorbic Acid Levels and Ozone Susceptibility to Light Precondition Tobacco Plants. ---:564-567. Minnocci A, Panicucci A, Sebastiani L, Lorenzini G, Vitagliano C. 1997. Physiological and Morphological Responses of Olive Plants to Ozone Exposure During A growing Season. Tree Physiol 19:391-397. Mowli PP, Subbayrs NV, Rao BS, Kumar R. 1989. Realtion between Particulate Air Pollution due to Traffic and Consecntration of Plant Chlorophyll. Asian Environment 4th. Mudd JB. 1975. Sulfur dioxide: Respont of Plant to Air Pollution. London: Academic Press. Mulya SED. 2005. Pencemaran Udara, Respon Tanaman, dan Pengaruhnya pada Manusia [skripsi]. Sumatera Utara: Studi Kehutanan, Universitas Sumatera Utara. Nasrullah N, Gandanegara S, Suharsono H, Wungkar M, Gunawan A. 2000. Pengukuran Serapan Polutan Gas NO2 pada Tanaman Tipe Pohon, Semak, dan Penutup Tanah dengan menggunakan Gas NO2 Bertanda 15N. Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi :181-186. Prugnaire FI, Valladares F. 2007. Functional Plant Ecology, 2nd Ed. New York: CRC Press. Reiss R. 1993. Experiment in Plant Physiology Part I; Plant Biochemistry, Determination of Ascorbic Acid Content of Cabbage. P 1-7. Roziaty E. 2009. Kandungan Klorofil, Struktur Anatomi Daun Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) dan Kualitas Udara Ambien di sekitar Kawasan Industri Pupuk PT. Pusri di Palembang [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
9
Singh SK, Rao DN, Agrawal M, Pandey J Narayan D. 1991. Air Pollution Tolerance Index of Plant. J Environ Mgmt 32: 45-55. Sitanggang. 1999. Pencemaran Lingkungan Hidup Kota Jakarta. Jakarta: Mitra Gama Widya. Solichatun EA. 2007. Kajian klorofil dan karetonoid Plantago major L dan Phaseolus vulgaris L. sebagai Bioindikator Kualitas Udara. Biodiversitas 8(4):279-282. Spirn AW. 1987. Better Air Quality at Street Level: Strategies for Urban Design. London: Nostrand Reinhold Book. Suardi D. 1988. Pemilihan Varietas Padi Tahan Kekeringan. J Penelitian dan Pengembangan Pertanian VII (1): 1-9. Sulistijorini, Mas’ud ZA, Nasrullah N, Bey A, Tjitroseminoto S. 2008. Tolerance Levels of Roadside Tree to Air Pollution based on Relative Growth Rate and Air Pollution Tolerance Index. HAYATI J of --- :123-129. Treshow M. 1984. Air Pollution and Plant Life. New York: John Willey and Sons Ltd. Chichester. Udayana C. 2004. Toleransi Epesies Pohon Tepi Jalan Terhadapa Pencemaran Udara di Simpang Susun Jakarta (Jakarta Interchange) Cawang, Jakarta Timur [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wijarso KNS. 1997. Kerusakan Daun Tanaman sebagai Bioindikator Pencemaran Udara (Studi Kasus Tanaman Peneduh Jalan Angsana dan Mahoni dengan Pencemar Udara NOx dan SO2) [tesis]. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia.
LAMPIRAN
12 11
Lampiran 1 Metode Pengukuran Data Lingkungan Parameter NO2 SO2 O3 CO TSP (debu) Pb Suhu Kelembaban Kec. angin Arah angin
Metode Griess Saltzman Pararosaniline Cheluminescent Kromatografi gas Gravimetri AAS Termometer Hygrometer Anemometer Kompas
Lampiran 2 Analisis Tanah C
N ..%..
1.43
0.15
P ppm
K
4.3
0.51
Mg Ca ..me/100 g..
KTK
1.90
22.23
9.64
pH Pasir 6.4
Tekstur (%) Debu Liat
18.74
34.93
46.33
Lampiran 3 Analisis kompos C
N
P
K
Fe
..%.. 21.17
1.27
Mn
Zn
Cu
349
48
..ppm.. 0.27
1.20
12150
1180
12
Lampiran 4 Ketiga jenis tanaman pada 2 lokasi yang berbeda
(1)
(2)
(3)
A Tanaman Asystasia gangetica (1), di lokasi I (2), dan di lokasi II (3) umur 90 hari
(1)
(2)
(3)
B Tanaman Impatiens balsamina (1), di lokasi I (2), dan di lokasi II (3) umur 90 hari
(1)
(2)
(3)
C Tanaman Mirabilis jalapa (1), di lokasi I (2), dan di lokasi II (3) umur 90 hari