UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KARAKTERISASI EKSTRAK ETANOL TANAMAN RUMPUT ISRAEL (Asystasia gangetica) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH DI INDONESIA
SKRIPSI
ARSYADANIE SAIFI ADLI (1110102000031)
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA 2014 / 1435 H i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah karya sendiri, dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Arsyadanie Saifi Adli
NIM
: 1110102000031
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 3 September 2014
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
NAMA
: ARSYADANIE SAIFI ADLI
NIM
: 1110102000031
JUDUL
: KARAKTERISASI EKSTRAK ETANOL TANAMAN RUMPUT ISRAEL (Asystasia gangetica) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH DI INDONESIA
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Puteri Amelia, M. Farm., Apt
Marissa Angelina, M.Farm., Apt
NIP. 198012042011012004
NIP. 198212312005022001
Mengetahui, Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Drs. Umar Mansur, M.sc., Apt
iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi ini diajukan oleh : Nama
: Arsyadanie Saifi Adli
NIM
: 1110102000031
Program studi
: Farmasi
Judul
: KARAKTERISASI EKSTRAK ETANOL TANAMAN RUMPUT ISRAEL (Asystasia gangetica) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH DI INDONESIA
Telah berhasil dipertahankan didepan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1
: Puteri Amelia, M.Farm., Apt.
(
)
Pembimbing 2
: Marissa Angelina, M.Farm., Apt.
(
)
Penguji 1
: Ismiarni Komala, Ph.D., Apt
(
)
Penguji 2
: Prof. Dr. Atiek Soemiati, MS., Apt
(
)
Ditetapkan di
: Ciputat
Tanggal
: 3 September 2014
iv
ABSTRAK Nama : Arsyadanie Saifi Adli Program studi : Farmasi Judul : KARAKTERISASI EKSTRAK ETANOL TANAMAN RUMPUT ISRAEL (Asystasia gangetica) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH DI INDONESIA Rumput Israel (Asystasia gangetica) merupakan tanaman yang tumbuh di daratan Afrika, Arab, dan Asia. Rumput Israel digunakan secara tradisional untuk mengobati asma, rematik, batuk kering, dan gangguan pencernaan. Aktivitas farmakologis dari tanaman Rumput Israel diantaranya efek bronkopasmolitik, anti inflamasi, anti hipertensi, anti artritis, dan antiviral dengue. Karakterisasi dari ekstrak tanaman Rumput Israel perlu dilakukan untuk memperoleh data parameter spesifik dan non spesifik sebagai langkah awal standardisasi untuk menjamin keseragaman khasiat, mutu, dan keamanan. Karakterisasi dilakukan terhadap ekstrak etanol tanaman Rumput Israel dari tiga daerah yang berbeda yaitu Tangerang Selatan, Depok, dan OKU timur. Dari proses ektraksi pada tanaman Rumput Israel didapat rendemen masing-masing sebesar 20,6 %, 18,58 %, dan 20,17 % pada ekstrak Rumput Israel asal Tangsel, Depok, dan OKU Timur. Uji parameter spesifik menunjukkan ekstrak berbentuk kental, berwarna coklat kehijauan, berbau khas, dan berasa pahit dengan kadar senyawa larut air sebesar 60,810 % + 0,37 sampai 74,485%+2,27. Kadar senyawa larut etanol sebesar 36,063%+0,75 sampai 44,065%+0,78. Fase gerak terbaik pada KLT yakni kloroform : metanol (9:1) dan HPLC air : metanol (8:2). Kandungan kimia yakni flavonoid, alkaloid, tanin, dan steroid, dengan kadar total flavonoid 4,3 % sampai 8,162 %. Hasil uji parameter non spesifik menunjukkan susut pengeringan 18,098 % + 0,04 sampai 19,065 % + 0,55, bobot jenis 1,0165 g/mL + 0,0001 sampai 1,0184 g/mL + 0,0001, kadar air 7,573 % + 0,13 sampai 9,742 % + 0,10. Kadar abu 18,604 % + 1,33 sampai 32,153 % + 0,79, kadar abu tidak larut asam 3,061 % + 0,72 sampai 3,506 % + 0,34. Sisa pelarut (etanol) tidak terdeteksi dengan GCMS. Cemaran Pb (Timbal) tidak terdeteksi sedangkan cemaran Cd (Kadmium) 4,96 ppm sampai 6,52 ppm dan cemaran As (Arsen) ketiga ekstrak <0,005 ppm. Kata kunci : Karakterisasi, Asystasia gangetica, Rumput Israel, Parameter spesifik, Parameter non spesifik.
v
ABSTRACT Name Department Judul
: Arsyadanie Saifi Adli : Pharmacy : CHARACTERIZATION OF ETHANOL EXTRACT OF RUMPUT ISRAEL (Asystasia gangetica) FROM THREE PLACES IN INDONESIA
Rumput Israel (Asystasia gangetica) is a plant that grows in mainland Africa, Arabia, and Asia. Rumput Israel traditionally used to treat asthma, arthritis, dry cough, and digestive disorders. Pharmacological activites Rumput Israel including broncopasmolitic effects, anti-inflammatory, anti-hypertensive, anti-arthritis, and antiviral dengue. Characterization of Rumput Israel needs to be done to obtain data on specific and non-specific parameters as a first step to ensure uniform standardization of efficacy, quality, and safety. Characterization made to ethanol extract of Rumput Israel from three different regions of the South Tangerang, Depok, and East OKU. Extraction process in the Rumput Israel yield obtained respectively by 20.6%, 18.58%, and 20.17% in Rumput Israel from South Tangerang, Depok, and East OKU. Specific test parameters showed extracts shaped thick, greenish brown, characteristic odor and a bitter taste with the levels of watersoluble compounds 60,810 % + 0,37 to 74,485 % + 2,27. Levels of ethanol-soluble compounds by 36,063 % +0,75 to 44,065% + 0,78. The best mobile phase in TLC is chloroform : methanol (9 : 1) and HPLC is water : methanol (8 : 2). The chemical constituents of flavonoids, alkaloids, tannins, and steroids, with levels of total flavonoids 4.3% to 8.162%. The test results of non-specific parameters indicate of drying shrinkage 18,098 % + 0,04 to 19,065 % + 0,55, a specific gravity of 1,0165 g/mL + 0,0001 to 1,0184 g/mL + 0,0001, the water content of 7,573 % + 0,13 to 9,742 % + 0,10. Ash content is 18,604 % + 1,33 to 32,153 % + 0,79, acid insoluble ash content 3,061 % + 0,72 to 3,506 % + 0,34. Residual solvent (ethanol) was not detected by GCMS. Contamination Pb (Lead) not detected while the contamination of Cd (Cadmium) 4.96 ppm to 6.52 ppm and contamination of As (Arsenic) all extract <0.005 ppm. Keywords : Characterization, Asystasia gangetica, Rumput Israel, specific parameters, non-specific parameters.
vi
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi dengan judul “Karakterisasi Ekstrak Etanol Tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) dari Tiga Tempat Tumbuh di Indonesia” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari ada beberapa pihak yang sangat memberikan kontribusi kepada penulis. Maka perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih yanng sebesar-besarnya khususnya kepada :
1. Allah SWT, atas rahmat, nikmat, dan karuni-Nya sehingga dengan izinnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Kedua orang tua, Abah tercinta dr. Suriadie dan Mama tercinta dr. Siti Nurjanah yang tiada henti memberikan kasih sayang, nasihat, dan do’a serta dukungan kepada ananda baik moril maupun materil. 3. Ibu Puteri Amelia, M. Farm., Apt. sebagai pembimbing I dan Ibu Marissa Angelina, M. Farm., Apt. sebagai pembimbing II yang telah rela meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya untuk membimbing serta memotivasi penulis selama penelitian. 4. Ibu Lia, Ibu Tatik, Mas Lili, Ibu Lisna, Ibu Mimin, Ibu Lala, Ibu Mega, Mas Udin, Pak Rokib, Pak Wakhidi atas segala bantuan yang telah diberikan selama penelitian. 5. Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
vii
segenap bapak ibu dosen program studi Farmasi yang telah memberikan dukungan dan menyalurkan ilmu pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di program studi farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Sahabat penulis, Andalusia, yang selalu satu dalam langkah, erat dalam ukhuwah, dan saling menyukseskan. The paviliun, yang susah senang bersama, dan semua cowo Andalusia, Arum, Fikry, Dwikky, Fahrur, Erwin, Chandra, Atras, Hafit, Denny, Anas, Iid, Luther, Rendy, Hadi, Mirza. 8. Kakakku tercinta drg. Ichda Nabiela, dan adikku tersayang Faiq Fadhil Dzulfiqar Bariq, Mirza Zuffar Al-Haq Firdausi, Gharizza Nayla. 9. Keluarga besar Bani Amir dan Bani Taberani yang selalu memberikan motivasi dan dukungannya. 10. Seluruh pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak bisa penulis sebut satu persatu.
Jakarta, 3 September 2014
Penulis
viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: Arsyadanie Saifi Adli
NIM
: 1110102000031
Program Studi : Farmasi Fakultas
: Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Jenis Karya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya dengan judul : KARAKTERISASI EKSTRAK ETANOL TANAMAN RUMPUT ISRAEL (Asystasia gangetica) dari TIGA TEMPAT TUMBUH DI INDONESIA untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Ciputat Pada Tanggal : 3 September 2014 Yang menyatakan
(Arsyadanie Saifi Adli)
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iii HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ...................................................... iv ABSTRAK ..................................................................................................... v ABSTRACT ................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................................... vii HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ....................... ix DAFTAR ISI .................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ................................................................... 4 1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 4 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 6 2.1. Rumput Israel (Asystasia gangetica) ........................................ 6 2.1.1. Klasifikasi Tanaman .................................................... 6 2.1.2. Sinonim dan Nama Daerah .......................................... 6 2.1.3. Deskripsi ...................................................................... 6 2.1.4. Tempat Tumbuh ........................................................... 9 2.1.5. Penggunaan dan Khasiat .............................................. 9 2.1.6. Kandungan Kimia ........................................................ 10 2.2. Karakterisasi Sebagai Langkah Awal Standardisasi ............... 10 2.2.1. Pengertian Standardisasi .............................................. 10 2.2.2. Standardisasi Menjamin Keseragaman Khasiat ........... 11 2.2.3. Standardisasi untuk Uji Klinik .................................... 11 2.2.4. Standardisasi Menjamin Aspek Keamanan dan
x
Stabilitas Ekstrak ......................................................... 12 2.2.5. Standardisasi Meningkatkan Nilai Ekonomi ............... 12 2.3. Parameter-Parameter Standar Ekstrak ..................................... 12 2.3.1. Parameter Spesifik ....................................................... 13 2.3.2. Parameter Non Spesifik ............................................... 14 2.4. Simplisia .................................................................................. 15 2.5. Ekstrak ..................................................................................... 16 2.6. Ekstraksi .................................................................................. 17 2.6.1. Pengertian Ekstraksi .................................................... 17 2.6.2. Metode Ekstraksi ......................................................... 17 2.7. Faktor yang Mempengaruhi Mutu Ekstrak .............................. 19 2.7.1. Faktor Biologi .............................................................. 19 2.7.2. Faktor Kimia ................................................................ 19 2.8. Kromatografi Lapis Tipis ........................................................ 20 2.8.1. Deskripsi ...................................................................... 20 2.8.2. Fase Diam .................................................................... 21 2.8.3. Fase Gerak ................................................................... 21 2.8.4. Deteksi Bercak ............................................................. 22 2.8.5. Perhitungan Nilai Rf .................................................... 23 2.9. Spektrofotometri ...................................................................... 23 2.9.1. Spektrofotometri UV-Vis ............................................ 23 2.9.2. Spektrofotometri Serapan Atom .................................. 25 2.10. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ........................................... 28 2.11. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa ................................... 30 BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 33 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. 33 3.2. Alat dan Bahan ........................................................................ 33 3.2.1. Alat .............................................................................. 33 3.2.2. Bahan Uji ..................................................................... 33 3.2.3. Bahan Kimia ................................................................ 34 3.3. Prosedur Kerja ......................................................................... 34 3.3.1. Persiapan Bahan Uji .................................................... 34 3.3.2. Karakterisasi Ekstrak Rumput Israel ........................... 35 3.3.2.1. Pengamatan Makroskopik .............................. 35 xi
3.3.2.2. Parameter Spesifik .......................................... 36 3.3.2.3. Parameter Non Spesifik .................................. 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 44 4.1. Determinasi Tanaman .............................................................. 44 4.2. Rendemen Ekstrak ................................................................... 44 4.3. Pengamatan Makroskopik ....................................................... 44 4.4. Hasil Parameter Spesifik ......................................................... 45 4.4.1. Identitas Ekstrak .......................................................... 45 4.4.2. Organoleptik Ekstrak ................................................... 45 4.4.3. Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Tertentu .................. 46 4.4.4. Uji Kandungan Kimia Ekstrak ..................................... 46 4.5. Hasil Parameter Non Spesifik ................................................. 49 4.6. Pembahasan ............................................................................. 50 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 59 5.1. Kesimpulan .............................................................................. 59 5.2. Saran ........................................................................................ 60 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 61 LAMPIRAN ................................................................................................... 65
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Asystasia gangetica ...................................................................... 7 Gambar 2 : Asystasia gangetica ...................................................................... 8 Gambar 3 : Asystasia gangetica ...................................................................... 8 Gambar 4 : Skema Kromatografi Lapis Tipis ................................................. 20 Gambar 5 : Skema Spektrofotometer UV-Vis ................................................ 24 Gambar 6 : Skema Spektrofotometer Serapan Atom ...................................... 26 Gambar 7 : Skema Kromatografi Cair Kinerja Tinggi .................................... 28 Gambar 8 : Skema GCMS .............................................................................. 31 Gambar 9 : Hasil Uji Pola Kromatogram KLT ............................................... 46 Gambar 10 : Hasil Uji Pola Kromatogram KCKT .......................................... 47 Gambar L.1 : Ekstrak etanol Asystasia gangetica asal Tangsel ...................... 68 Gambar L.2 : Ekstrak etanol Asystasia gangetica asal Depok ........................ 68 Gambar L.3 : Ekstrak etanol Asystasia gangetica asal OKU Timur ............... 68 Gambar L.4 : Spektrofotometri UV-Vis .......................................................... 68 Gambar L.5 : Desikator ................................................................................... 68 Gambar L.6 : Muffle Furnace ......................................................................... 68 Gambar L.7 : Pilot Plant ................................................................................. 69 Gambar L.8 : Mikroskop ................................................................................. 69 Gambar L.9 : GCMS ....................................................................................... 69 Gambar L.10 : HPLC ...................................................................................... 69 Gambar L.11 : Rotary Evaporator .................................................................. 69
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 : Rendemen Ekstrak ........................................................................ 44 Tabel 4.2 : Pengamatan Makroskopik ............................................................. 45 Tabel 4.3 : Identitas Ekstrak ........................................................................... 45 Tabel 4.4 : Organoleptik Ekstrak .................................................................... 45 Tabel 4.5 : Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Tertentu .................................... 46 Tabel 4.6 : Nilai Rf KLT ................................................................................. 47 Tabel 4.7 : Data Puncak Kromatogram KCKT ............................................... 48 Tabel 4.8 : Penapisan Golongan Kimia ........................................................... 48 Tabel 4.9 : Kadar Flavonoid ........................................................................... 48 Tabel 4.10 : Parameter Non Spesifik .............................................................. 49 Tabel 4.11 : Parameter Non Spesifik Cemaran ............................................... 49 Tabel L.1 : Senyawa Terlarut Air ................................................................... 80 Tabel L.2 : Senyawa Terlarut Etanol .............................................................. 82 Tabel L.3 : Susut Pengeringan ......................................................................... 84 Tabel L.4 : Bobot Jenis ................................................................................... 86 Tabel L.5 : Kadar Abu .................................................................................... 88 Tabel L.6 : Kadar Abu Tidak Larut Asam ...................................................... 90 Tabel L.7 : Kadar Air ...................................................................................... 92
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Alur Penelitian ........................................................................... 65 Lampiran 2 : Determinasi Tanaman Rumput Israel ........................................ 66 Lampiran 3 : Alat dan Bahan Penelitian ......................................................... 68 Lampiran 4 : Hasil Uji Cemaran Logam ......................................................... 70 Lampiran 5 : Uji Sisa Pelarut Dan Pola Kromatogram GCMS ...................... 75 Lampiran 6 : Perhitungan Rendemen Ekstrak ................................................ 79 Lampiran 7 : Perhitungan Senyawa Terlarut Air ............................................ 80 Lampiran 8 : Perhitungan Senyawa Terlarut Etanol ....................................... 82 Lampiran 9 : Perhitungan Susut Pengeringan ................................................. 84 Lampiran 10 : Perhitungan Bobot Jenis .......................................................... 86 Lampiran 11 : Perhitungan Kadar Abu ........................................................... 88 Lampiran 12 : Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Asam ............................. 90 Lampiran 13 : Perhitungan Kadar Air ............................................................. 92 Lampiran 14 : Perhitungan Kadar Total Flavonoid ........................................ 94 Lampiran 15 : Perhitungan Cemaran Logam .................................................. 96
xv
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Indonesia dikenal sebagai negara dengan sumber daya hayati kedua terbesar setelah Brasil. Di Indonesia terdapat lebih kurang 30.000 jenis tumbuhtumbuhan yang hidup di kepulauan Indonesia, diketahui sekurang-kurangnya 9.600 spesies tumbuhan berkhasiat sebagai obat dan kurang lebih 300 spesies telah digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat tradisional (Kotranas, 2007). Berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2005), Indonesia memiliki ketergantungan yang besar terhadap bahan baku dan obat konvensional impor senilai 160 juta USD/tahun, padahal berdasar kekayaan tanaman yang dimiliki Indonesia berpotensi besar menjadi sumber daya tanaman obat bagi dunia. Tren global “back to nature” menunjukkan pertumbuhan pesat, termasuk di Indonesia, sehingga produk tanaman obat (TO) memiliki arti strategis di bidang kesehatan. Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu di antaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia (Sukandar EY, 2006). Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh Negara di dunia. Menurut WHO, negara negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Bahkan di Afrika, sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer. WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional (WHO, 2003).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
Fakta bahwa penggunaan obat berbasis tumbuhan semakin berkembang pesat di masyarakat seiring dengan kekayaan biodiversitas yang dimiliki Indonesia, serta dukungan dari WHO perihal upaya pengembangan obat herbal, menjadikan tugas bagi pemerintah untuk menjamin obat berbasis herbal memiliki mutu yang terukur, mampu mendukung derajat kesehatan, terjamin keamanannya dengan terbebas dari bahan mikroba berbahaya, serta meningkatkan nilai ekonomi produk alam Indonesia. Berdasarkan Farmakope Herbal (2009), Obat herbal terstandar merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandardisasi. Salah satu tanaman yang sedang dikembangkan sebagai obat herbal terstandar adalah Rumput Israel (Asystasia gangetica). Rumput Israel (Asystasia gangetica) merupakan tanaman yang tumbuh di daratan Afrika, Arab, dan Asia. Di Kenya dan Uganda, tanaman ini dikonsumsi sebagai sayuran, sedangkan di Nigeria, daun dari tanaman ini digunakan untuk mengobati asma. Di India, tanaman ini digunakan untuk mengobati penyakit rematik, sedangkan di Maluku, tanaman ini diolah menjadi jus dan dicampur dengan jeruk dan bawang putih untuk mengobati batuk kering. Sedangkan di Filipina, tanaman ini digunakan untuk mengobati gangguan pencernaan (Grubben G.J.H, 2004). Menurut Ezike et al (2008), penggunaan Asystasia gangetica sebagai obat tradisional asma dikarenakan adanya kandungan terpenoid pada tanaman tersebut yang dapat memberikan efek bronkopasmolitik Berdasarkan penelitian Mohan Khrisna (2011), ekstrak metanol Asystasia gangetica memiliki aktivitas anti inflamasi yang signifikan dengan perkiraan mekanisme yakni menghambat sintesis prostaglandin dengan menstabilkan membran lisosom. Antosianin yang diisolasi dari ekstrak etanol Asystasia gangetica memiliki aktivitas menghambat alfa-amilase yang cukup baik sehingga dapat dikembangkan sebagai obat anti diabetes (Rajeshwari Sivaraj et al, 2013) Menurut penelitian Mugabo Pierre dan Raji Ismaila (2013), ekstrak air Asystasia gangetica dapat menurunkan tekanan darah dan denyut jantung pada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
SHR (Spontaneously Hypertensive Rats) dengan perkiraan mekanisme yakni melalu penghambatan ACE (Angiotensin Converting Enzyme) dan sebagai antagonis reseptor Angiotensin II, sehingga dapat dikembangkan sebagai obat anti hipertensi. Ekstrak metanol dari Asystasia gangetica dengan konsentrasi 200 µg/mL menunjukkan aktivitas penghambatan yang denaturasi protein yang cukup baik, yakni sebesar 42,7 % sedangkan Natrium diklofenak sebagai standar dengan konsentrasi yang sama, memiliki aktivitas penghambatan denaturasi protein sebesar 84,47 %. Hal ini menunjukkan peluang digunakannya tanaman Asystasia gangetica sebagai obat anti artritis. Albendazole digunakan sebagai standar untuk mengetahui aktivitas anthelmintic dari ekstrak metanol Asystasia gangetica dengan Pheretima posthuma sebagai objek. Ekstrak metanol Asystasia gangetica dengan konsentrasi 10 mg/ml menunjukkan aktivitas yang baik, dimana membutuhkan waktu 54 menit untuk mematikan Pheretima posthuma, sedangkan albendazole dengan konsentrasi yang sama membutuhkan waktu 56 menit (Gopal T.K et al, 2013). Bedasarkan penelitian yang dilakukan oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dengan metode foccus forming assay, tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) memiliki aktivitas antiviraldengue dengan nilai IC50 sebagai parameternya. Berbagai manfaat yang ada dalam tanaman Asystasia gangetica tentu berasal dari senyawa kimia yang dikandungnya, dimana berdasarkan penelitian Kensa Mary (2011), Asystasia gangetica diketahui mengandung senyawa fenol, alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, dan steroid. Kandungan kimia yang terdapat dalam tanaman Asystasia gangetica tidak dapat dijamin konstan karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi, diantaranya bibit, umur tanaman, tempat tumbuh, iklim, serta cara panen. Kandungan kimia yang bertanggungjawab terhadap efek biologis harus mempunyai spesifikasi kimia berupa jenis dan kadar, sedangkan ekstrak sebagai bahan baku obat harus memenuhi syarat mutu dan keamanan, sehingga harus dilakukan standardisasi. Sampai saat ini belum ada laporan penelitian baik nasional maupun internasional tentang standardisasi tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
Untuk menjamin keseragaman khasiat, mutu, dan keamanan dari suatu ekstrak, perlu dilakukan standardisasi. Standardisasi dalam kefarmasian adalah serangkaian parameter prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi, dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya. Persyaratan mutu ekstrrak terdiri dari berbagai parameter standar umum dan parameter standar spesifik (Depkes RI, 2000). Melihat manfaat dari tanaman Asystasia gangetica berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, dan banyaknya ketersediaan tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) di Indonesia, serta sejalan dengan pengembangan ekstrak Rumput Israel (Asystasia gangetica) sebagai obat antiviral dengue oleh Lembaga Penelitian Indonesia (LIPI), maka perlu adanya penelitian tentang karakterisasi ekstrak etanol tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) dari 3 tempat tumbuh di Indonesia untuk mengetahui standar mutu dan keamanan, serta menjaga kualitas dari ekstrak Asystasia gangetica dalam rangka pengembangan obat herbal di Indonesia.
1.2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, diketahui bahwa belum ada penelitian mengenai karakterisasi ekstrak etanol Rumput Israel (Asystasia gangetica) sebagai tahap pengembangan ekstrak terstandar.
1.3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah : 1. Menetapkan parameter non spesifik yang meliputi susut pengeringan, bobot jenis, kadar air, kadar abu, sisa pelarut, dan cemaran logam berat pada ekstrak etanol Rumput Israel (Asystasia gangetica) 2. Menetapkan parameter spesifik yang meliputi identitas ekstrak, organoleptik ekstrak, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu, pola kromatogram, dan kandungan kimia ekstrak pada ekstrak etanol Rumput Israel (Asystasia gangetica)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
1.4. MANFAAT PENELITIAN Dengan penelitian ini diharapkan dapat diperoleh data karakterisasi dari ekstrak etanol Rumput Israel (Asystasia gangetica) berupa parameter spesifik dan non spesifik sebagai langkah awal dalam menjamin keseragaman khasiat, mutu, dan keamanan dari ekstrak etanol Rumput Israel (Asystasia gangetica).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 RUMPUT ISRAEL (Asystasia gangetica) 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi dari tanaman ini adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Superdivision
: Spermatophyta
Division
: Magnoliophyta
Class
: Magnoliopsida
Subclass
: Asteridae
Order
: Scrophulariales
Family
: Acanthaceae
Genus
: Asystasia Blume
Species
: Asystasia gangetica (L.) T. Anderson
(Tilloo S.K et al, 2012)
2.1.2
Sinonim dan Nama Daerah Sinonim
: Asystasia coromandeliana Nees (1832)
Nama Daerah
: Chinese Violet (Inggris), Herbe le rail (Prancis),
Namu (Liberia), Ara Sungsang, Seri Pagi (Malaysia), Rumput Israel (Indonesia) (Grubben G.J.H, 2004).
2.1.3
Deskripsi Asystasia gangetica tumbuh merambat dan bercabang, batangnya
berbentuk segi empat dengan panjang hingga 2 meter. Bentuk daun saling berlawanan dan tidak terdapat stipula. Panjang tangkai daun 0,5-6 cm dengan daun yang berbentuk ovutus dengan panjang 4-9 cm dan lebar 2-5 cm. Bentuk pangkal daun segitiga sungsang (Cuneatus) atau berbentuk jantung (Cordatus) saat daun masih kecil. Ujung daun berbentuk meruncing (Acuminatus) dan permukaan daun berbulu pendek dan lembut (Pubescens). Asystasia gangetica
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
memiliki 4-6 urat daun (vena lateralis) di setiap sisi pelepah. Bentuk perbungaan majemuk dan berderet mengarah pada satu sisi dengan panjang deret bunga mencapai 25 cm. Tangkai bunga memiliki panjang hingga 3 mm dan kelopak bunga dengan panjang 4-10 mm. Bunga biasanya berwarna putih atau putih dengan bintik-bintik keunguan (Grubben G.J.H, 2004). Periode dari penyebaran bibit hingga munculnya benih Asystasia gangetica membutuhkan waktu 8 minggu di daerah terbuka atau terkena sinar matahari langsung, tetapi bisa memakan waktu 2 minggu lebih lama di daerah yang sebagian tertutup. Tanpa penyiangan, proporsi Asystasia gangetica dalam semak dari perkebunan kelapa sawit muda meningkat dalam jangka waktu 2 tahun dari 25 % menjadi 84 %. Asystasia gangetica memiliki daya serap tinggi terhadap nutrisi dalam tanah dan mengganggu penyerapan nutrisi spesies lain sehingga dikategorikan sebagai gulma. Asystasia gangetica memiliki palatabilitas dan daya cerna
yang
tinggi
sehingga
dapat
digunakan
sebagai
pakan
hewan
(Grubben G.J.H, 2004).
Gambar 1 : Asystasia Gangetica (Sumber : Koleksi Pribadi)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
Gambar 2 : Asystasia gangetica (Sumber : http://keyserver.lucidcentral.org/weeds/data)
Keterangan Gambar 3 :
11
4
5 10
7
9
8
6
1. 2. 3. 4. 5.
Keseluruhan tanaman Daun Batang Bunga Mahkota bunga dan benang sari 6. Kelopak bunga dan putik 7. Putik 8. Benang sari 9. Kapsul 10. Kapsul kosong 11. Biji
3
1
2
Gambar 3 : Asystasia gangetica (Sumber : Tsai Wen Hsu et al, 2005) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
2.1.4
Tempat Tumbuh Asystasia gangetica berasal dari daratan tropis Afrika, Arabia dan Asia.
Asystasia gangetica biasa ditemukan di pinggir jalan dan tepi sungai, di daerah yang lembab, dan dapat tumbuh hingga ketinggian 2.500 m dpl. Di daerah dengan musim kemarau 4 bulan atau lebih, tanaman ini kemungkinan tidak dapat bertahan hidup. Asystasia gangetica dapat berkembang pada tanah aluvium pantai, tanah gambut dengan 85 % bahan organik dan pH 3,5-4,5 , dan tanah liat. Dua subspesies dari Asystasia gangetica dapat dibedakan, dimana Asystasia gangetica. Subsp. micrantha ( Nees ) Ensermu, dengan panjang mahkota bunga kurang dari 2,5 cm dan panjang tangkai putik kurang dari 1,5 cm biasanya tumbuh di daerah tropis Afrika, pulau-pulau di Samudera Hindia dan Arab Saudi. Sedangkan Subsp. gangetica, dengan panjang mahkota bunga lebih dari 2,5 cm dan tangkai putik lebih dari 1,5 cm biasanya tumbuh di India, Sri Lanka, Asia Tenggara dan pulau-pulau di Samudera Pasifik, dan terdapat juga di daerah tropis benua Amerika (Grubben G.J.H, 2004).
2.1.5
Penggunaan dan Khasiat Rumput Israel (Asystasia gangetica) secara lokal digunakan sebagai
sayuran di Kenya dan Uganda dimana tanaman ini dicampur dengan kacang tanah, wijen, ataupun sayuran lainnya. Kemampuan tumbuh yang baik dan nilai gizi yang tinggi menjadikan Asystasia gangetica digunakan sebagai pakan untuk sapi, kambing dan domba di Asia Tenggara. Di Afrika, larutan dari tanaman ini digunakan untuk meringankan rasa sakit saat melahirkan, dan getahnya digunakan untuk mengobati luka, meredakan otot kaku dan pembesaran limpa pada anakanak. Serbuk dari akar Asystasia gangetica dipercaya memiliki efek analgesik dan digunakan dalam mengobati sakit perut dan gigitan ular. Larutan dari daun Asystasia gangetica digunakan untuk mengobati epilepsi dan gangguan saluran kemih (Grubben G.J.H, 2004). Asystasia gangetica telah banyak digunakan sejak zaman kuno di daerah Babungo, Kamerun untuk mengobati berbagai penyakit. Masyarakat pedesaan di daerah Sivagangai dari Tamil Nadu, India Selatan, menggunakan Rumput Israel untuk mengobati rematik. Sedangkan Orang suku bukit Marudhamalai, Tamil
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
Nadu, menggunakan pasta dari akar Asystasia gangetica untuk mengobati alergi kulit. Di Kawazu-Natal, Afrika Selatan, penduduk menggunakan Asystasia gangetica sebagai sayuran. Secara tradisional, jus dari tanaman ini digunakan sebagai anthelmintik, mengobati pembengkakan, rematik, gonorrhea dan penyakit pada telinga. Asystasia gangetica juga digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati diabetes mellitus di beberapa daerah di India Selatan (Tilloo S.K et al, 2012).
2.1.6 Kandungan Kimia Asystasia gangetica mengandung senyawa alkaloid, antrakuinon, senyawa fenolik, steroid, tanin, glikosida, dan xanthoprotein (Daffodil E.D et al, 2013). Ekstrak metanol Asystasia gangetica mengandung beberapa senyawa flavonoid, diantaranya
Luteolin,
Kuersetin,
Kaempferol,
dan
Isorhamnetin
(Gopal T.K et al, 2013). Senyawa glikosida biflavon dari Asystasia gangetica yang telah berhasil diisolasi dan dikarakterisasi yakni apigenin 7-0-glukosil (3’-6’’) luteolin 7’’-0glukosida (Senthamilselvi M.M et al, 2011). Selain itu, senyawa glikosida epoksimegastigmane (asygangoside) dari Asystasia gangetica juga telah berhasil diisolasi (Kanchanapoom T et al, 2007).
2.2 KARAKTERISASI
EKSTRAK
SEBAGAI
LANGKAH
AWAL
STANDARDISASI 2.2.1
Pengertian Standardisasi Standardisasi suatu simplisia tidak lain adalah pemenuhan terhadap
persyaratan sebagai bahan dan penetapan nilai berbagai parameter dari produk seperti yang ditetapkan sebelumnya. Standardisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan (Materia Medika Indonesia). Sedangkan sebagai produk yang langsung dikonsumsi, juga harus memenuhi persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan peraturan yang berlaku (Depkes RI, 2000).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
Mengingat obat herbal dan berbagai tanaman memiliki peran penting dalam bidang kesehatan bahkan bisa menjadi produk andalan Indonesia, maka perlu dilakukan upaya penetapan standar mutu dan keamanan ekstrak tanaman obat. Rangkaian proses melibatkan berbagai metode analisis kimiawi berdasarkan data farmakologis, melibatkan analisis fisik dan mikrobiologi berdasarkan kriteria umum keamanan (toksikologi) terhadap suatu ekstrak alam (tumbuhan obat) disebut standardisasi bahan obat alam (SBOA) atau standardisasi obat herbal (Saifudin et al, 2011)
2.2.2
Standardisasi Menjamin Keseragaman Khasiat Mayoritas penggunaan bahan obat berbasis herbal di Indonesia masih
bersifat tidak terukur baik kepastian tanaman, takaran, cara penyiapan sehingga tidak menjamin konsistensi khasiat. Salah satu tujuan dari standardisasi adalah menjaga konsistensi dan keseragaman khasiat dari obat herbal. Standardisasi melibatkan pemastian kadar senyawa aktif farmakologis melalui analisis kuantitatif metabolit sekunder yang akan menjamin keseragaman khasiat. Tercatat sekitar 997 industri obat tradisional di Indonesia dan 98 diantaranya adalah produsen dengan skala besar dan sedang. Produsen dengan skala besar dan sedang telah mampu mengekspor produknya ke negara lain seperti Malaysia, Singapura, India, Pakistan, negara-negara di Timur Tengah bahkan beberapa negara di Eropa dan Amerika Serikat. Banyak bahan mentah rempah dan obat herbal diekspor ke luar negeri tanpa mengalami pengolahan. Masalah yang seringkali dihadapi adalah belum terstandarnya bahan baku yang diperdagangkan bahkan dijumpainya kontaminan mikrobiologis pada produk obat herbal (Saifudin et al, 2011).
2.2.3 Standardisasi untuk Uji Klinik Uji Klinik adalah uji senyawa kimia obat, obat herbal, ekstrak dan berbagai sediaan pada dosis tertentu dengan target biologis manusia (atau veteriner jika targetnya memang binatang), agar memberikan respon biologis berupa parameterparameter klinik perbaikan dari kondisi patologis yang terkait dengan penyakit tertentu. Untuk itu semua aspek dituntut terdesain dan dikontrol dengan baik.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
Respon uji klinik sangat ditentukan oleh konsistensi dosis. Jika jumlah zat aktif yang diberikan tidak konsisten, maka interpretasinya menjadi bias dan justru merugikan. Disinilah peran besar standardisasi untuk menjaga senyawa-senyawa aktif selalu konsisten terukur antarperlakuan (Saifudin et al, 2011).
2.2.4
Standardisasi Menjamin Aspek Keamanan dan Stabilitas Ekstrak Tempat tumbuh tanaman, penanganan pasca panen, proses ekstraksi,
penyimpanan simplisia tanaman dan ekstrak juga mempengaruhi elemen keamanan terhadap pemakai, misalnya keberadaan logam berat (Pb, Cd,dan As), pestisida dalam tanah, udara dan air, jenis dan jumlah mikroorganisme dan metabolit pencemar berbahaya. Keberadaan air di dalam suatu ekstrak juga mempengaruhi stabilitas bahan baku bahkan bentuk sediaan yang nantinya dihasilkan. Untuk itu dilakukan berbagai analisis untuk menentukan batas minimal kadar air, zat dan jumlah mikroba pencemar yang disebut parameter non spesifik. Proses standardisasi yang meliputi aspek kimiawi metabolit sekunder, jumlah cemaran mikroba minimal, cemaran logam berat, sisa pelarut, dan lainlain sangatlah penting karena terkait dengan efikasi dan keamanan pada konsumen (Saifudin et al, 2011).
2.2.5
Standardisasi Meningkatkan Nilai Ekonomi Tanaman obat dan rempah Indonesia mempunyai potensi besar sebagai
produk unggulan. Belum tingginya upaya lintas sektoral dan terpadu antara swasta-pemerintah-perguruan tinggi untuk mengangkat secara sistematis natural product Indonesia mengakibatkan banyak produk ekspor herbal berdaya tawar rendah. Standardisasi adalah upaya penting untuk menaikkan nilai ekonomi produk alam Indonesia dimana dampak positifnya sebenarnya menguntungkan semua
pihak,
yakni
konsumen,
produsen,
dan
juga
pemerintah
(Saifudin et al, 2011).
2.3 PARAMETER-PARAMETER STANDAR EKSTRAK Parameter-parameter standar ekstrak terdiri dari parameter spesifik dan parameter non spesifik.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
2.3.1
Parameter Spesifik Parameter spesifik berfokus pada senyawa atau golongan senyawa yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis kimia yang dilibatkan ditujukan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa aktif. Berdasarkan Depkes RI (2000), parameter spesifik meliputi : 1. Identitas Identitas ekstrak meliputi deskripsi tata nama ekstrak, nama lain tumbuhan (sistematika botani), nama Indonesia tumbuhan, dan bagian tumbuhan yang digunakan. 2. Organoleptik Organoleptik
ekstrak
meliputi
penggunaan
panca
indera
dalam
mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa untuk pengenalan awal yang sederhana dan seobjektif mungkin. 3. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu Penentuan jumlah senyawa terlarut dalam pelarut tertentu dilakukan dengan melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol/air) untuk ditentukan jumlah larutan yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetrik. Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya heksana, diklorometan, metanol. Tujuannya untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan. 4. Uji kandungan kimia ekstrak a) Pola Kromatogram Pada penentuan pola kromatogram, ekstrak ditimbang dan diekstraksi dengan pelarut dan cara tertentu, kemudian dilakukan analisis kromatografi sehingga memberikan pola kromatogram yang khas. Pengujian ini bertujuan untuk memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram (KLT/KCKT). b) Kadar Total Golongan Kandungan Kimia Kadar kandungan golongan kimia ditetapkan dengan penerapan metode spektrofotometri, titrimetri, volumetri, gravimetri, atau lainnya. Metode yang digunakan harus sudah teruji validitasnya, terutama selektivitas dan batas linearitasnya. Tujuan dari penentuan kadar golongan kimia adalah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
memberikan informasi golongan kimia sebagai parameter mutu ekstrak dalam kaitannya dengan efek farmakologis. c) Kadar Kandungan Kimia Tertentu Adanya kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau senyawa kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka secara kromatografi instrumental dapat dilakukan penetapan kadar kandungan kimia tersebut. Instrumen yang dapat digunakan adalah densitometer, kromatografi gas, kromatografi cair kinerja tinggi, atau instrumen lain yang sesuai. Metode penetapan kadar harus diuji dahulu validitasnya, yaitu batas deteksi, selektivitas, linearitas, ketelitian, ketepatan, dan lain-lain. Tujuannya memberikan data kadar kandungan kimia tertentu sebagai senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung jawab pada efek farmakologis (Depkes RI, 2000).
2.3.2
Parameter Non Spesifik Parameter non spesifik merupakan aspek yang berfokus pada aspek kimia,
mikrobiologi dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitasnya. Berdasarkan Depkes RI (2000), parameter non spesifik meliputi : 1. Susut Pengeringan Parameter susut pengeringan diukur dengan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105°C selama 30 menit atau sampai berat konstan yang dinyatakan sebagai nilai persen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer/lingkungan terbuka. Adapun tujuan menentukan susut pengeringan untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. 2. Bobot Jenis Parameter bobot jenis diukur dengan mengetahui masa per satuan volume pada suhu kamar tertentu (25°C) yang ditentukan dengan alat khusus piknometer atau alat lainnya. Adapun tujuan menentukan bobot jenis ekstrak yaitu memberikan batasan tentang besarnya masa persatuan volume yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang. 3. Kadar air Kandungan air yang berada di dalam bahan dapat diukur dengan cara yang tepat diantaranya dengan titrasi, destilasi atau gravimetrik. Tujuan penentuan kadar air adalah untuk mengetahui tercapainya batasan minimal atau rentang kandungan air di dalam bahan. 4. Kadar Abu Pada penentuan kadar abu, bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap, sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik. Uji ini bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. 5. Sisa pelarut Dalam penentuan sisa pelarut, yang ditentukan adalah kandungan sisa pelarut tertentu (yang memang ditambahkan). Pada ekstrak cair berarti kandungan pelarutnya, misalnya kadar alkohol. Tujuan dalam menentukan sisa pelarut adalah memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang memang seharusnya tidak boleh ada, sedangkan untuk ekstrak cair menunjukkan jumlah pelarut (alkohol) sesuai dengan yang ditetapkan. 6. Cemaran logam berat Penentuan kandungan logam berat dilakukan dengan metode spektroskopi serapan atom yang lebih valid dan bertujuan untuk menguji cemaran logam berat untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu (As, Pb, Cd) melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan.
2.4 SIMPLISIA Simplisia atau herbal adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan. Kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 60o C. Simplisia segar adalah bahan alam segar yang belum dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya. Serbuk simplisia nabati adalah bentuk serbuk dari simplisia nabati, dengan ukuran derajat kehalusan tertentu. Sesuai dengan derajat kehalusannya, dapat berupa serbuk sangat kasar, agak kasar, halus dan sangat halus (Farmakope Herbal, 2009). Serbuk simplisia nabati tidak boleh mengandung fragmen jaringan dan benda asing yang bukan merupakan komponen asli dari simplisia yang bersangkutan antara lain telur nematoda, bagian dari serangga dan hama serta sisa tanah. Nama latin simplisia ditetapkan dengan menyebut nama marga (genus), nama jenis (spesies) dan bila memungkinkan petunjuk jenis (varietas) diikuti dengan bagian yang digunakan. Nama latin dengan pengecualian ditetapkan dengan menyebut nama marga untuk simplisia yang sudah lazim disebut dengan marganya. Nama lain adalah nama Indonesia yang paling lazim, didahului dengan bagian tumbuhan yang digunakan (Farmakope Herbal, 2009).
2.5 EKSTRAK Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. (Farmakope Indonesia IV, 1995) Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Farmakope Indonesia III, 1979) Ekstrak kering adalah sediaan padat yang memiliki bentuk serbuk yang didapatkan dari penguapan dari pelarut yang digunakan untuk ekstraksi. Ekstrak kering dapat ditambahkan bahan tambahan, yaitu bahan pengisi, bahan penstabil (stabilizers), dan bahan pengawet (preservative). Ekstrak kering yang telah distandardisasi adalah ekstrak kering yang telah diukur kandungannya, dan dipastikan perihal penggunaan bahan inert dan bagian tumbuhan yang digunakan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
untuk pengolahan. Penggunaan
pelarut disesuaikan dengan jumlah dan
monografinya (US Pharmacopeia, 2009). Ekstrak kental didapatkan dari penguapan sebagian dari pelarut, air, alkohol, atau campuran hidroalkohol
yang digunakan sebagai pelarut dalam
ekstraksi. Ekstrak kental dapat ditambahkan antimikroba atau bahan pengawet lainnya yang sesuai. Ekstrak kental dan ekstrak kering yang berasal dari bahan yang sama dapat digunakan sebagai obat-obatan atau suplemen, tetapi memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing (US Pharmacopeia, 2009).
2.6 EKSTRAKSI 2.6.1
Pengertian Ekstraksi Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian
tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan
antar
muka,
kemudian
berdifusi
masuk
ke
dalam
pelarut
(Dirjen POM, 1986).
2.6.2 Metode Ekstraksi Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), terdapat beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu: 1. Cara dingin a) Maserasi Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinyu (terus-menerus). Remaserasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. b) Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap
maserasi
antara,
tahap
perkolasi
sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. 2. Cara Panas a) Refluks Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. b) Sokletasi Sokletasi ialah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendinginan balik. c) Digesti Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC. d) Infusa Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature penangas air mendidih, temperatur terukur 96oC-98oC selama waktu tertentu (15-20 menit). e) Dekok Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
2.7 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU EKSTRAK 2.7.1
Faktor Biologi Mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal yaitu tumbuhan obatnya, dan
dipandang dari beberapa faktor biologi, baik untuk tumbuhan liar maupun tumbuhan obat hasil budidaya yang meliputi : 1.
Identitas Jenis Jenis tumbuhan dari sudut keragaman hayati dapat dikonfirmasi sampai
informasi genetik sebagai faktor internal untuk validasi jenis (spesies) 2.
Lokasi Tumbuhan Asal Lokasi berarti faktor eksternal, yaitu lingkungan (tanah dan atmosfer)
dimana tumbuhan berinteraksi berupa energi (cuaca, temperatur, cahaya) dan materi (air, senyawa organik dan anorganik) 3. Periode Pemanenan Hasil Tumbuhan Faktor ini merupakan dimensi waktu dari proses kehidupan tumbuhan terutama metabolisme sehingga menentukan senyawa yang dikandung. Ada waktu dimana senyawa kandungan mencapaii kadar optimal dari proses biosintesis dan sebaliknya ada waktu dimana senyawa tersebut dikonversi ataupun dibiotransformasi menjadi senyawa lain. 4. Penyimpanan Bahan Tumbuhan Merupakan faktor eksternal yang dapat diatur karena dapat berpengaruh pada stabilitas bahan serta adanya kontaminasi (biotik dan abiotik) 5. Umur Tumbuhan dan Bagian yang Digunakan (Depkes RI, 2000)
2.7.2
Faktor Kimia Mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal yaitu tumbuhan obatnya,
khususnya dipandang dari segi kandungan kimianya. Faktor kimia, baik untuk bahan dari tumbuhan liar maupun tumbuhan hasil budidaya, meliputi beberapa hal, yaitu : 1. Faktor Internal Meliputi jenis, komposisi kualitatis, komposisi kuantitatif, dan kadar total rata-rata dari senyawa aktif dalam bahan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
2. Faktor Eksternal Meliputi metode ekstraksi, perbandingan ukuran alat ekstraksi, ukuran, kekerasan, serta kekeringan bahan, pelarut yang digunakan, kandungan logam berat, dan kandungan pestisida (Depkes RI, 2000).
2.8 KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS 2.8.1
Deskripsi Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan
Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Gandjar dan Rohman, 2007). KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi (Roy, James, dan Arthur, 1991).
Gambar 4 : Skema Kromatografi Lapis Tipis (Sumber : http://www.chromatographer.com/thin-layer-chromatography)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending). Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.8.2
Fase Diam Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran
kecil dengan diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silica dan serbuk selulosa, sementara mekanisme penyerapan yang utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.8.3
Fase Gerak Fase gerak pada KLT dapat dipilih berdasarkan pustaka, tetapi lebih sering
dengan mencoba-coba. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak : 1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif. 2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. 3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi senyawa yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
akan meningkatkan harga Rf secara signifikan (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.8.4
Deteksi Bercak Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara
kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan dengan cara pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluorosensi, membuat bercak akan terlihat jelas. Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak : 1. Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi secara kimia dengan senyawa yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna. Kadang-kadang dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak. 2. Mengamati lempeng dibawah lampu ultraviolet yang dipasang panjang gelombang emisi 254 nm atau 366 nm untuk menampakkan fraksi sebagai bercak yang gelap atau bercak yang berfluorosensi terang pada dasar yang berfluorosensi seragam. Lempeng yang diperdagangkan dapat dibeli dalam bentuk lempeng yang sudah diberi dengan senyawa fluorosensi yang tidak larut yang dimasukkan ke dalam fase diam untuk memberikan dasar fluorosensi atau dapat pula dengan menyemprot lempeng dengan reagen fluorosensi setelah dilakukan pengembangan. 3. Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu dipanaskan untuk mengoksidasi solut-solut organik yang akan nampak sebagai bercak hitam sampai kecoklat-coklatan. 4. Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup. 5. Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer, suatu instrumen yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
tampak. Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatatan (recorder) (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.8.5
Perhitungan Nilai Rf Retardation Factor (Rf) adalah parameter karakteristik kromatografi
kertas dan kromatografi lapis tipis. Harga Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu komponen pada kromatografi dan pada kondisi tetap marupakan besaran karakteristik dan reproduksibel. Nilai Rf bersifat karakteristik dan menunjukkan identitas masing-masing komponen. Komponen yang paling mudah larut dalam pelarut harganya akan mendekati satu, sedangkan komponen yang kelarutannya rendah akan mempunyai Rf hampir nol. Perhitungan nilai Rf didasarkan pada rumus : Rf =
Jarak yang ditempuh oleh komponen Jarak yang ditempuh oleh pelarut
Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0 beberapa pustaka menyatakan nilai Rf yang baik yang menunjukkan pemisahan yang cukup baik adalah berkisar antara 0,2-0,8 (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.9 SPEKTROFOTOMETRI 2.9.1
Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis
spektroskopi yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih
banyak
dipakai
untuk
analisis
kuantitatif
ketimbang
kualitatif
(Mulja dan Suharman, 1995). Spektrofotometer
terdiri
atas
spektrometer
dan
fotometer.
Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditranmisikan atau yang diabsorpsi. Spektrofotometer tersusun atas sumber spektrum yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur pebedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding (Khopkar, 1990).
Gambar 5 : Skema Spektrofotometer UV-Vis (Sumber : Anonim, 2012)
Pada spektrofotometer UV-Vis, untuk sampel yang berupa larutan perlu diperhatikan pelarut yang dipakai antara lain: 1. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak berwarna 2. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisa 3. Kemurniannya
harus
tinggi
atau
derajat
untuk
analisis
(Mulja dan Suharman, 1995). Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi : 1. Sumber tenaga radiasi yang stabil, sumber yang biasa digunakan adalah lampu wolfram. 2. Monokromator untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. 3. Sel absorpsi, pada pengukuran di daerah visibel menggunakan kuvet kaca atau kuvet kaca corex, tetapi untuk pengukuran pada UV menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. 4. Detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat. Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang (Khopkar, 1990).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan visibel tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Serapan ultraviolet dan visibel dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat transisi-transisi diantara tingkatan-tingkatan tenaga elektronik. Disebabkan karena hal ini, maka serapan radiasi ultraviolet atau terlihat sering dikenal sebagai spektroskopi elektronik. Transisi-transisi tersebut biasanya antara orbital ikatan atau orbital pasangan bebas dan orbital non ikatan tak jenuh atau orbital anti ikatan. Panjang gelombang serapan merupakan ukuran dari pemisahan tingkatan-tingkatan tenaga dari orbital yang bersangkutan. Spektrum ultraviolet adalah gambar antara panjang gelombang atau frekuensi serapan lawan intensitas serapan (transmitasi atau absorbansi). Sering juga data ditunjukkan sebagai gambar grafik atau tabel yang menyatakan panjang gelombang lawan serapan molar atau log dari serapan molar, Emax atau log Emax (Sastrohamidjojo, 2001). Sumber tenaga radiasi terdiri dari benda yang tereksitasi menuju ke tingkat yang lebih tinggi oleh sumber listrik bertegangan tinggi atau oleh pemanasan listrik. Monokromator adalah suatu piranti optis untuk memencilkan radiasi dari sumber berkesinambungan. Digunakan untuk memperoleh sumber sinar monokromatis. Alat dapat berupa prisma atau grating (Khopkar, 1990). Pengukuran pada daerah UV harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi maupun berbentuk silinder dengan ketebalan 10 mm. Sel tersebut adalah sel pengabsorpsi, merupakan sel untuk meletakkan cairan ke dalam berkas cahaya spektrofotometer. Sel haruslah meneruskan energi cahaya dalam daerah spektral yang diminati. Sebelum sel dipakai dibersihkan dengan air atau dapat dicuci dengan larutan detergen atau asam nitrat panas apabila dikehendaki (Sastrohamidjojo, 2001).
2.9.2
Spektrofotometri Serapan Atom Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang
pengukurannya berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap oleh spesi atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah Spektrometri Serapan Atom (SSA), merupakan metode analisis unsur secara
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog et al, 2000).
Gambar 6 : Skema Spektrofotometer Serapan Atom (Sumber : http://web.nmsu.edu/~kburke/Instrumentation)
Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang berada dalam sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari : 1. Hukum Lambert : Bila suatu sumber sinar monokromatik melewati medium transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorpsi. 2. Hukum Beer : Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut. Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan : It = Io.e-(εbc) A = - Log It/Io = εbc Keterangan :
Io = Intensitas sumber sinar It = Intensitas sinar yang diteruskan ε = Absortivitas molar
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
b = Panjang medium c = Konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar A = Absorbansi Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi atom (Day dan Underwood, 1989). Instrumen pada spektrofotometer serapan atom terdiri dari : 1. Sumber Sinar Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Bila antara anoda dan katoda diberi suatu selisih tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan memancarkan berkasberkas elektron yang bergerak menuju anoda yang memiliki kecepatan dan energi yang tinggi lalu akan bertabrakan dengan gas-gas yang diisikan sehingga gas menjadi ion bermuatan positif. Ion positif akan bertabrakan dengan katoda dan menghasilkan pancaran spektrum yang disesuaikan dengan unsur yang akan dianalisis. 2. Tempat sampel Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala (flame) atau tanpa nyala (flameless). 3. Monokromator Pada spektrofotometer serapan atom, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Disamping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi yang disebut chopper. 4. Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat atomisasi. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (photomultiplier tube). Ada 2 cara dalam sistem deteksi, yaitu memberikan respon terhadap
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
radiasi resonansi dan radiasi kontinyu atau hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi. 5. Readout Readout merupakan suatu alat petunjuk atau sistem pencatatan hasil yang dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan sutu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.10 KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel. Kromatografi merupakan teknik yang mana zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi. Pemisahan zat-zat terlarut diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan KCKT membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Indira, 2010).
Gambar 7 : Skema Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Sumber : Anonim, 2012)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
Beberapa komponen pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi diantaranya adalah : 1. Wadah Fase Gerak Wadah fase gerak terbuat dari bahan yang inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum digunakan adalah gelas dan baja anti karat. Daya tampung wadah harus lebih besar dari 500 mL, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir yang umumnya 1-2 mL/menit (Pasri, 2010). 2. Pompa Untuk mengerakkan fase gerak melalui kolom diperlukan pompa. Pompa harus mampu menghasilkan tekanan 6000 psi pada kecepatan alir 0,1–10 mL/menit. Pompa ada 2 jenis yaitu pompa volume konstan dan pompa tekanan konstan. Pompa terbuat dari bahan yang inert terhadap semua pelarut. Bahan yang umum digunakan adalah gelas baja antikarat dan teflon. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk menghindari hasil yang menyimpang pada detektor (Pasri, 2010). 3. Injektor Ada beberapa tipe injektor dalam KCKT, diantaranya adalah Stop-Flow, Septum, dan Loop Valve. Teknik yang umum digunakan adalah Stop-Flow, yaitu aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam cairan kecil dan resolusi tidak dipengaruhi (Putra, 2004). 4. Kolom Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok : a. Kolom analitik Diameter dalam 2 -6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis material pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah 50 -100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10 -30 cm. b. Kolom preparatif umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25100 cm. (Putra, 2004).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
5. Detektor Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh (Putra, 2004). Hasil dari pemisahan kromatografi biasanya ditampilkan dalam bentuk kromatogram pada rekorder. Waktu retensi dan volume retensi dapat diketahui dan dihitung. Data ini bisa digunakan untuk mengidentifikasi secara kualitatif suatu komponen, bila kondisi kerja dapat dikontrol. Lebar puncak dan tinggi puncak sebanding atau proporsional dengan konsentrasi dan dapat digunakan untuk memperoleh hasil secara kuantitatif (Putra, 2004).
2.11 KROMATOGRAFI GAS-SPEKTROMETRI MASSA Kromatografi gas adalah suatu proses pemisahan campuran menjadi komponen-komponennya oleh fase gas yang bergerak melalui suatu lapisan serapan (sorben) yang stasioner (Gritter, 1991). Prinsip kromatografi gas didasarkan atas partisi zat yang hendak dianalisis antara dua fase yang saling kontak tetapi tidak bercampur. Partisi tercapai melalui adsorpsi atau absorpsi atau proses keduanya. Sebagai fase gerak digunakan gas pembawa. Bagian pokok alat kromatografi gas adalah injektor, kolom pemisah, dan detektor (Roth dan Blaschke, 1998). Spektrometri massa (SM) adalah suatu instrumen yang dapat menyeleksi molekul-molekul gas bermuatan berdasarkan massanya. Spektrum massa diperoleh dengan mengubah senyawa cuplikan menjadi ion-ion yang bergerak cepat yang dipisahkan
berdasarkan
perbandingan
massa
terhadap
muatan
(m/e)
(Fessenden,1992). Spektrometer massa dapat mengidentifikasi massa molekul relatif (BM), dan pemenggalan suatu senyawa
yang tidak diketahui, dengan
membandingkannya terhadap senyawa yang dikenal (standar). Dari data yang diperoleh bila ada kesamaan, dapat dianggap bahwa senyawa tersebut identik (Silverstein et al, 1998)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
GCMS
(Gas
Chromatography-Mass
Spectrometry)
atau
disebut
Kromatografi Gas-Spektrometri Massa merupakan perpaduan dari kromatografi gas dan spektroskopi massa. Senyawa yang telah dipisahkan oleh kromatografi gas, selanjutnya dideteksi atau dianalisis menggunakan spektroskopi massa. Pada GCMS aliran dari kolom terhubung secara langsung pada ruang ionisasi spektrometer massa. Pada ruang ionisasi semua molekul (termasuk gas pembawa, pelarut, dan solut) akan terionisasi, dan ion dipisahkan berdasarkan massa dan rasio muatannya. Setiap solut mengalami fragmentasi yang khas (karakteristik) menjadi ion yang lebih kecil, sehingga spektra massa yang terbentuk dapat digunakan untuk mengidentifikasi larutan secara kualitatif (Harvey, 2000).
Gambar 8 : Skema GCMS (Sumber : http://people.whitman.edu/~dunnivfm/C_MS_Ebook/CH2/2_3)
Pada kromatografi gas (KG) sampel dapat berupa gas atau cairan, yang diinjeksi pada aliran fasa gerak yang berupa gas inert (juga disebut sebagai gas pembawa). Sampel dibawa melalui kolom kapiler dan komponen sampel akan terpisah berdasarkan kemampuanya untuk terdistribusi dalam fasa gerak dan fasa diam (Harvey, 2000).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
Fasa gerak yang paling umum digunakan untuk GCMS adalah He, Ne, Ar, dan N2, yang memiliki keuntungan inert terhadap sampel maupun terhadap fasa diam. Kolom yang digunakan biasanya terbuat dari kaca, stainless steel, tembaga, atau aluminium dan mempunyai panjang sekitar 2-6 m, dan diameter 2-4 mm. Kolom diisi dengan suatu fasa diam dengan kisaran diameter 37-44 μm sampai 250354 μm (Harvey, 2000).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilakukan selama 7 bulan, yakni bulan Januari-Juli 2014 di Laboratorium Bahan Alam, Pusat Penelitian Kimia – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK), Serpong.
3.2. ALAT DAN BAHAN 3.2.1
Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia,
erlenmeyer, gelas ukur, corong, labu evaporasi, spatula, batang pengaduk, pipet tetes, mikropipet, kertas saring, kertas saring bebas abu, botol timbang, cawan penguap, krus silikat, piknometer, neraca analitik, desikator, waterbath, hot plate, magnetic stirrer, pilot plant (Buchi), rotary evaporator (Buchi), oven, plat KLT, Mikroskop (Olympus-BH2), Muffle Furnace (Sibata SMS-160), Spektrofotometri Serapan Atom (AA Shimadzu-6300), Spektrofotometri UV-Vis (Mecasys), Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Shimadzu-10AVP), dan Kromatografi GasSpektrometri Massa (Shimadzu-QP2010).
3.2.2
Bahan Uji Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol 70 %
yang telah dipekatkan dari bagian tangkai dan daun dari tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica). Tanaman ini diperoleh dari 3 tempat tumbuh yang berbeda, yaitu Tangerang Selatan (Jalan Raya Puspiptek, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten), Depok (Jalan Pondok Petir, Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat), dan OKU Timur (Desa Nusa Tunggal, Kecamatan Belitang III, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan) pada bulan Januari 2014.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
3.2.3
Bahan Kimia Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol
70%, air kloroform LP, kloroform-amonia, aquadest, etanol 96% (Merck), metanol (J.T Baker), n-heksana, etil asetat, H2SO4 2N, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendorf, pereaksi Wagner, serbuk Mg, HCl pekat, FeCl3 1%, NaCl 0,9 %, KOH 0,5 N, NaOH 1 N, eter, pereaksi Lieberman-Buchard, AlCl3 10%, kalium asetat 1M, kuersetin (Sigma), HCl encer, HNO3 pekat, HClO4.
3.3. PROSEDUR KERJA 3.3.1
Persiapan Bahan Uji
1. Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan merupakan bagian tangkai dan daun dari tanaman Rumput Israel yang diambil secara langsung dari kebun di Puspitek Tangerang Selatan, Jalan Pondok Petir Kecamatan Bojongsari Kota Depok, dan Desa Nusa Tunggal Kecamatan Belitang III OKU Timur. 2. Determinasi Sampel Determinasi tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) dari tiga tempat tumbuh dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, LIPI Cibinong, Bogor, Jawa Barat 3. Sortasi Basah Penyortiran dilakukan terhadap tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) dari bahan-bahan pengotor dan bahan asing lainnya pada batang dan daun. 4. Pencucian Pencucian dilakukan dengan menggunakan air mengalir lalu ditiriskan agar kelebihan air cucian keluar. 5. Perajangan Karena tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) bersifat merambat, maka sebelum dikeringkan perlu dilakukan perajangan terhadap batang tanaman tersebut agar pengeringan berlangsung lebih cepat. 6. Pengeringan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
Saat pengeringan, tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) dibuat merata dan tidak bertumpuk. Dilakukan pengeringan dengan dikering anginkan selama 5 hari untuk tanaman asal Tangerang Selatan dan Depok, serta 6 hari untuk tanaman asal OKU Timur hingga tanaman kering dan dapat diremas. 7. Sortasi Kering Setelah kering, dilakukan penyortiran untuk memisahkan kotoran ataupun bahan asing dari simplisia. 8. Pembuatan Ekstrak Sebelum dilakukan ekstraksi, dilakukan penggilingan terhadap simplisia hingga berbentuk serbuk, lalu dilakukan penimbangan sebagai bobot awal. Ektraksi dilakukan dengan cara maserasi. Simplisia kering Rumput Israel (Asystasia gangetica) dari tiga tempat tumbuh masing-masing 2476,6 gram (Tangsel), 1108 gram (Depok), dan 1084,6 gram (OKU Timur) dimaserasi dengan etanol 70 % hingga terendam + 5 cm diatas permukaan simplisia selama 24 jam sambil sesekali dilakukan pengocokan. Proses maserasi dilakukan berulang kali hingga maserat tidak berwarna. Hasil maserasi Rumput Israel disaring dengan kertas saring lalu filtrat yang didapat dikumpulkan dan dipekatkan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator kemudian dihitung rendemen terhadap ekstrak tersebut.
Rendemen ekstrak =
bobot ekstrak yang didapat (gram) x 100 % bobot simplisia awal (gram)
3.3.2
Karakterisasi Ekstrak Rumput Israel
3.3.2.1 Pengamatan Makroskopik Uji makroskopik yang dilakukan yakni pengamatan fisik terhadap tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) meliputi bentuk, daun, warna daun, buah dan bunga (Farmakope Herbal, 2009).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
3.3.2.2 Parameter Spesifik 1.
Identitas ekstrak (Depkes RI, 2000) a) Deskripsi tata nama (nama ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan dan nama Indonesia tumbuhan) b) Senyawa identitas yang terkandung
2.
Organoleptik (Depkes RI, 2000) Pengenalan ekstrak secara fisik menggunakan pancaindera dalam
mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa 3.
Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu (Depkes RI, 2000) a) Kadar senyawa yang larut dalam air Sejumlah 1 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 20 mL airkloroform LP (2,5 mL kloroform dalam 1000 mL air) dalam labu bersumbat sambil beberapa kali dikocok selama 6 jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam kemudian disaring. 20 mL filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan penguap, residu dipanaskan pada suhu 105ºC hingga bobot tetap. Uji dilakukan sebanyak tiga kali (triplo) dan dihitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam air terhadap berat ekstrak awal. % Senyawa larut dalam air =
A1 – A0 x 100% B
Keterangan : A1 = Bobot cawan + residu setelah pemanasan (gram) A0 = Bobot cawan kosong (gram) B = Bobot sampel awal (gram) b) Kadar senyawa yang larut dalam etanol Sejumlah 1 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 20 mL etanol (95 %) dalam labu bersumbat sambil beberapa kali dikocok selama 6 jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam kemudian disaring secara cepat. 20 mL filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan penguap, residu dipanaskan pada suhu 105ºC hingga bobot tetap. Uji dilakukan sebanyak tiga kali (triplo)dan dihitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam etanol (95 %) terhadap berat ekstrak awal.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
% Senyawa larut dalam etanol =
A1 – A0 x 100% B
Keterangan : A1 = Bobot cawan + residu setelah pemanasan (gram) A0 = Bobot cawan kosong (gram) B = Bobot sampel awal (gram)
4.
Uji Kandungan Kimia Ekstrak a) Pola Kromatogram (Saifudin et al, 2011) Ekstrak sebanyak 5 mg dilarutkan dalam 1 mL metanol untuk memperoleh larutan uji. Larutan uji dari ketiga tempat lokasi ditotolkan pada plat KLT berupa silika gel 60 F254 sebagai fase diam, kemudian dielusi dengan fase gerak kloroform : metanol lalu diamati pemisahan senyawa dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 365 nm. Plat KLT diberi pereaksi H2SO4 dengan cara disemprot untuk menampakkan noda lalu dihitung nilai Rf. Pada uji kromatogram dengan KCKT, fase gerak yang digunakan yaitu kombinasi antara air, metanol, dan asetonitril dengan fase diam non polar C-18. Dilakukan uji dengan berbagai kombinasi fase gerak dan metode elusi hingga terbentuk rekam kromatogram yang baik, yaitu yang simetris dan tidak melebar. b) Penapisan Golongan Kimia a. Uji Alkaloid Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorf, pereaksi Mayer, dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan merah hingga jingga dengan pereaksi Dragendorff (Anonim, 2012). b. Uji Flavonoid Sebanyak 3 mL sampel diuapkan, dicuci dengan heksana sampai jernih. Residu dilarutkan dalam 20 mL etanol kemudian disaring.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
Filtrat dibagi 4 bagian A dan B. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditambahkan 0,5 mL HCl pekat kemudian dipanaskan pada penangas air, jika terjadi perubahan warna merah tua sampai ungu menunjukkan hasil yang positif (metode Bate Smith-Metchalf) (Marliana, 2005). c. Uji Triterpenoid dan Steroid Sejumlah ekstrak diekstraksi dengan dietil eter dan fraksi yang larut dalam dietil eter dipisahkan. Fraksi yang larut dalam dietil eter ditambahkan 2 tetes asam asetat glasial dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Lieberman-Buchard). Larutan
dikocok perlahan dan
dibiarkan selama beberapa menit. Steroid memberikan warna biru atau hijau, sedangkan triterpenoid memberikan warna merah atau violet (Atmoko T et al, 2009). d. Uji Saponin Uji Saponin dilakukan dengan cara memasukkan 1 gram ekstrak sampel kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 10 mL akuades lalu dikocok selama 1-2 menit dan diamati perubahan yang terjadi. Adanya saponin ditandai dengan terbentuknya busa kurang lebih 1 cm dan stabil selama 30 menit (El-Kamali H et al, 2010). e. Uji Tanin Ekstrak sebanyak 1 gram ditambahkan 10 ml larutan NaCl 0,9 % panas. Setelah dingin lalu disaring dengan kertas saring. Kemudian filtrat ditambahkan 1-2 tetes larutan FeCl3. Adanya tanin ditandai dengan terbentuknya warna biru, biru tua, atau hijau
kebiruan
(Mojab F et al, 2003). f. Uji Antrakuinon Uji antrakuinon dilakukan dengan uji Brontrager dan uji Brontrager termodifikasi. Uji Brontrager dilakukan dengan cara melarutkan 2 mL sampel dengan 10 mL akuades kemudian disaring, filtrat diekstrak dengan 5 mL benzena. Hasil ekstrak dibagi menjadi 2 bagian, A dan B. Filrat A digunakan sebagai blangko dan filtrat B ditambahkan 5 mL ammonia kemudian dikocok, bila terdapat warna merah berarti hasil positif.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
Uji Brontrager termodifikasi dilakukan dengan melarutkan 2 mL sampel dengan 10 mL 0,5 N KOH dan 1 mL larutan hidrogen peroksida. Kemudian dipanaskan pada waterbath selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Pada filtratnya ditambahkan asam asetat bertetes-tetes sampai pada kertas lakmus menunjukkan asam. Selanjutnya diekstrak dengan 5 mL benzena. Hasil ekstrak dibagi menjadi 2 bagian, A dan B. Larutan A digunakan sebagai blangko, sedangkan larutan B dibuat basa dengan 2-5 mL larutan amonia. Perubahan warna pada lapisan basa diamati. Warna merah atau merah muda menunjukkan adanya antrakuinon (Marliana et al, 2005). c) Kadar Kandungan Flavonoid (Chang et al, 2002 ; Astuti, 2013) a. Bahan Bahan yang digunakan dalam uji kadar kandungan flavonoid adalah Ekstrak (0,1 gram), Aquadest, Alumunium klorida heksahidrat (AlCl3) 10 %, Etanol 95%, Kalium asetat (CH3COOK), dan Quersetin standar (dalam kurva: 0-50 mg/L). b. Pembuatan Standar Sebanyak 10 mg Kuersetin dilarutkan dalam etanol 80 % dan dilarutkan menjadi 5, 10, 15, dan 20 μg/mL. Larutan standar 0,5 mL pada masing-masing konsentrasi dicampurkan dengan 1,5 mL etanol 95% lalu ditambahkan 0,1 mL AlCl3 10%, 0,1 mL CH3COOK 1 M dan 2,8 mL aquadest. Larutan diinkubasikan dalam suhu kamar selama 30 menit lalu dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 415 nm dan digunakan larutan tanpa Kuersetin sebagai blanko. c. Pengukuran Sampel Sebanyak 0,1 gram ekstrak dilarutkan dalam 1 mL aquadest lalu 0,5 mL larutan sampel diambil dan dicampurkan dengan 1,5 mL alkohol 95% dan ditambahkan 0,1 mL AlCl3 10%, 0,1 mL CH3COOK 1 M, dan 2,8 mL aquadest lalu diinkubasikan dalam suhu kamar selama 30 menit. Absorbansi dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 415 nm dan aquadest tanpa ekstrak digunakan sebagai
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
blanko standar. Data diekspresikan dalam milligram ekuivalen Kuersetin (EK/100 gram). Pengujian ini dilakukan sebanyak 2 kali.
3.3.2.3 Parameter Non Spesifik 1.
Penetapan Susut Pengeringan (Depkes RI, 2000) Sebanyak 1 gram ekstrak ditimbang dalam botol timbang bertutup yang
sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105º C selama 30 menit dan ditimbang. Ekstrak diratakan dengan menggoyangkan botol hingga berupa lapisan setebal (5 mm-10 mm) dan dimasukkan dalam oven. Ekstrak dikeringkan dengan dibuka tutupnya terlebih dahulu pada suhu 105o C hingga bobot tetap. Sebelum pengeringan kembali, dinginkan ekstrak dengan botol tertutup dalam desikator hingga suhu kamar kemudian dicatat bobot tetap yang diperoleh. Pengujian ini dilakukan sebanyak 3 kali (triplo).
% Susut Pengeringan = Keterangan :
A – B x 100% A
A = Bobot sampel sebelum dipanaskan (gram) B = Bobot sampel setelah dipanaskan (gram)
2.
Penetapan Bobot Jenis (Depkes RI, 2000) Bobot jenis ekstrak ditentukan terhadap hasil pengenceran ekstrak 5%
dalam pelarut etanol dengan alat piknometer. Digunakan piknometer bersih, kering dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru dididihkan pada suhu 25oC. Suhu diatur hingga ekstrak cair lebih kurang 20oC, lalu dimasukkan ke dalam piknometer. Diatur suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 25oC, kelebihan ekstrak cair dibuang dan ditimbang. bobot piknometer kosong dikurangkan dari bobot piknometer. Pengujian ini dilakukan sebanyak 3 kali (triplo).
Bobot Jenis = Keterangan :
W2 - W0 W1 - W0
W0 = Bobot piknometer kosong (gram) W1 = Bobot piknometer + air (gram)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
W2 = Bobot piknometer + ekstrak (gram) 3.
Penetapan Kadar Air (Depkes RI, 2000) Penetapan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri. 10 gram ekstrak
ditimbang seksama dalam wadah yang telah ditara lalu dikeringkan pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang. pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan tidak lebih dari 0,25 %. Kadar air pada ekstrak kental berkisar antara 5-30 %. % Kadar Air = A – B x 100% A Keterangan :
A = Bobot sampel sebelum dipanaskan (gram) B = Bobot sampel setelah dipanaskan (gram)
4.
Penetapan Kadar Abu (Depkes RI, 2000) Sejumlah 2 gram ekstrak ditimbang dengan seksama dalam krus yang telah
dipijarkan dan ditara kemudian dipijarkan perlahan-lahan, suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600 ± 25oC sampai bebas karbon, selanjutnya didinginkan dalam desikator, serta ditimbang berat abu. Kadar abu dihitung dalam persen berat sampel awal. Pengujian ini dilakukan sebanyak 3 kali (triplo). % Kadar Abu = A1 – A0 x 100% B Keterangan :
A1 = Bobot krus + ekstrak setelah pemijaran (gram) A0 = Bobot krus kosong (gram) B = Bobot sampel awal (gram)
5.
Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam (Depkes RI, 2000) Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu dididihkan dengan 25 mL
asam klorida encer P selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, disaring dan ditimbang, lalu ditentukan kadar abu yang tidak larut asam dalam persen terhadap berat sampel awal. Pengujian ini dilakukan sebanyak 3 kali (triplo).
% Kadar Abu Tidak Larut Asam = A1 - (C x 0,0076) - A0 x 100% B UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
Keterangan :
A1 = Bobot krus + ekstrak setelah pemijaran (gram) A0 = Bobot krus kosong (gram) B = Bobot sampel awal (gram) C = Bobot kertas saring bebas abu (gram) 0,0076 = Kertas saring bebas abu bila menjadi abu
6.
Penetapan Sisa Pelarut (Depkes RI, 2000) Penetapan sisa pelarut pada ekstrak menggunakan Kromatografi Gas-
Spektrometri Massa. Larutan baku yang digunakan yaitu etanol mutlak. Larutan uji kurang lebih 0,5 mL disuntikkan ke dalam kromatograf, lalu diamati perbandingan respon puncak antara larutan baku dan larutan uji dalam rekam kromatogram. 7.
Penetapan Cemaran logam (Saifudin et al, 2011) a) Pembuatan Kurva Kalibrasi Dilakukan pembuatan kurva baku diantaranya Pb, Cd, dan As. Larutan induk timbal (Pb) 1000 ppm lalu dibuat stok larutan standar 10 ppm, kemudian dibuat larutan seri kadar Pb 0 ; 5 ; 10 ppm dan diukur absorbansi dari larutan standar hingga diperoleh persamaan kurva baku y = a+bx dengan r mendekati 1. Larutan induk Cd 1000 ppm kemudian dibuat larutan seri kadar Cd 0 ; 5; 10 ppm, lalu diukur absorbansi dari larutan standar hingga diperoleh persamaan kurva baku y = a+bx dengan r mendekati 1. Pada kurva baku As, dibuat seri konsentrasi 0 ; 5 ; 10 ; 15 ; 20 ppm, kemudian diukur absorbansi dari larutan standar hingga diperoleh persamaan kurva baku y = a+bx dengan r mendekati 1. b) Pengukuran cemaran logam pada ekstrak Penetapan kadar As, Pb dan Cd dilakukan dengan metode Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). Penetapan kadar ketiga logam berat tersebut dengan cara digesti basah. Ekstrak sejumlah 1 gram ditimbang dan ditambahkan 10 mL HNO3 pekat, setelah itu dipanaskan dengan heating mantel hingga kental atau kering. Ekstrak yang kental dibiarkan dingin dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
ditambahkan 10 mL aquabidest dan 5 mL HClO4 kemudian dipanaskan hingga kental dan asap putih hilang. ekstrak dibiarkan dingin kemudian dibilas dengan aquadest dan disaring ke labu ukur 50 mL. Ditambahkan aquabidest hingga 50 mL. Sampel diukur dengan alat AAS. Khusus Arsen dengan tambahan alat HVG (Hydride Vapor Generator). Sesuai dengan keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.4.2411 Tahun 2004, suatu produk obat bahan alam dipersyaratkan tidak boleh mengandung cemaran logam berat atau apabila tidak dapat dihindari harus sesuai dengan batas maksimum yang dipersyaratkan yaitu Pb dan As masing-masing ≤ 10,0 ppm, dan < 5 ppb serta Cd ≤ 0,3 ppm.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 DETERMINASI TANAMAN Identifikasi tanaman yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi tanaman yang diambil dari kawasan Puspitek Tangerang Selatan, Bojongsari Depok, dan Desa Nusa Tunggal OKU Timur, menunjukkan bahwa semua sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan Rumput Israel (Asystasia gangetica).
4.2 RENDEMEN EKSTRAK Proses ekstraksi tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) dilakukan dengan menggunakan metode maserasi dimana menghasilkan rendemen sebagai berikut : Tabel 4.1 Rendemen Ekstrak Asal
Berat
Berat Ekstrak
Rendemen (%)
Simplisia
Simplisia (g)
yang diperoleh (g)
Tangsel
2746,6 gram
565,8 gram
20,60 %
Depok
1108 gram
205,9 gram
18,58 %
OKU Timur
1084,6 gram
218,8 gram
20,17 %
Hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol menunjukkan bahwa ekstrak etanol dari tanaman Rumput Israel berkisar antara 18,58 % - 20,6 %, dimana ekstrak dari Tangerang Selatan memiliki rendemen terbesar yakni 20,60 %, sedangkan ekstrak yang berasal dari Depok mempunyai rendemen sebesar 18,58 % dan dari OKU Timur sebesar 20,17 %.
4.3 PENGAMATAN MAKROSKOPIK Pengamatan fisik dilakukan terhadap tanaman Rumput Israel dari ketiga daerah (Tangerang Selatan, Depok dan OKU Timur) dan dari ketiganya didapatkan hasil yang sama sebagai berikut :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
Tabel 4.2 Pengamatan Makroskopik Daun
Daun berwarna hijau dan tumbuh saling berlawanan. Pangkal daun berbentuk segitiga sungsang (Cuneatus) dan berbentuk jantung (Cordatus) untuk daun yang masih muda. Ujung daun berbentuk meruncing (Acuminatus) dan permukaannya berbulus halus.
Batang
Batang berwarna hijau, tumbuh merambat, dan berbentuk segi empat.
Bunga
Bunga berwarna putih, bentuk perbungaan majemuk dan tumbuh berderet mengarah pada satu sisi
4.4 HASIL PARAMETER SPESIFIK 4.4.1 Identitas Ekstrak Tabel 4.3 Identitas Ekstrak Identitas Ekstrak Nama ekstrak
Nama latin
Bagian tumbuhan
4.4.2
Keterangan Tangsel
Depok
OKU Timur
Ekstrak etanol
Ekstrak etanol
Ekstrak etanol
Rumput Israel
Rumput Israel
Rumput Israel
Asystasia
Asystasia
Asystasia
gangetica
gangetica
gangetica
Daun dan tangkai
Daun dan tangkai
Daun dan tangkai
Organoleptik Ekstrak Tabel 4.4 Organoleptik Ekstrak
Organoleptik Ekstrak
Keterangan Tangsel
Depok
OKU Timur
Bentuk
Ekstrak kental
Ekstrak kental
Ekstrak kental
Warna
Coklat kehijauan
Coklat kehijauan
Coklat kehijauan
Bau
Bau khas
Bau khas
Bau khas
Rasa
Pahit
Pahit
Pahit
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
4.4.3
Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Tertentu Tabel 4.5 Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Daerah Asal Ekstrak
Parameter Kadar senyawa larut
Kadar senyawa
air
larut etanol
Tangerang Selatan
69,150 %
36,063 %
Depok
60,810 %
37,821 %
OKU Timur
74,485 %
44,065 %
Rentang Nilai (%)
4.4.4
60,810 % + 0,37 – 74,485 % + 2,27
36,063 % + 0,75 44,065 % + 0,78
Uji Kandungan Kimia Ekstrak Gambar 9 : Hasil Uji Pola Kromatogram KLT
1
2
3
(KLT dibawah sinar UV 254 nm)
1
2
3
(KLT dibawah sinar UV 365 nm)
e
e
e
d
d
d
c
c
c
b
b
b
a
a
a
1
2
3
(KLT dibawah sinar UV 365 nm)
Keterangan : 1 = Ekstrak Rumput Israel asal Depok, 2 = Ekstrak Rumput Israel asal OKU Timur, 3 = Ekstrak Rumput Israel asal Tangsel, a,b,c,d,e = bercak ekstrak. Pelarut = kloroform : metanol (9 : 1)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Tabel 4.6 Nilai Rf KLT Bercak
Nilai Rf Tangsel
Depok
OKU Timur
a
0.275
0.275
0.262
b
0.450
0.462
0.450
c
0.575
0.600
0.575
d
0.687
0.725
0.675
e
0.850
0.875
0.862
Gambar 10 : Hasil Uji Pola Kromatogram KCKT Ekstrak Rumput Israel asal Depok
λ = 285 nm
Detector A (285nm) lala RI_Dpk_Eks_EtOH_MeOHAir80_001
0.0050
11.630
0.0050
Retention Time Name
9.449
0
5
24.450 24.642
0.0000
20.923
0.0000
Volts
0.0025
18.257
0.139 0.285
Volts
0.0025
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Minutes
Ekstrak Rumput Israel asal Tangsel
λ = 285 nm
0.0
2.5
5.0
19.205
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
Volts
14.842 15.458
7.750
0.000
9.158
1.794
0.093
0.002
0.004
0.002
27.108
Retention Time Name
0.004
Volts
11.400
Detector A (285nm) lala RI_Tangsel_Eks_EtOH_MeOHAir80_001
0.000
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
Minutes
Ekstrak Rumput Israel asal OKU Timur Detector A (285nm) lala RI_Okut_Eks_EtOH_001
Volts
14.461
Retention Time Name 0.005
0.005
19.491
Volts
λ = 285 nm 0.010
11.342
0.010
0.000
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
0.000
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
Minutes
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Daerah
Tabel 4.7 Data Puncak Kromatogram KCKT Waktu Luas Area Tinggi Puncak
Asal
Retensi
Ekstrak
(menit)
Depok
Tangsel
OKU Timur
(%)
(%)
9,44
40,66
35,88
11,63
26,68
21,26
20,92
32,56
42,09
9,15
33,45
33,28
11,40
34,85
21,86
19,20
31,28
43,11
11,34
24,55
23,72
14,46
36,96
23,15
19,49
38,47
53,08
Keterangan : Pelarut = air : metanol (8:2), Kecepatan alir = 0,3 mL/menit
Senyawa
Tabel 4.8 Penapisan Golongan Kimia Ekstrak Rumput Israel Tangsel
Depok
OKU timur
Flavonoid
+
+
+
Alkaloid
+
+
+
Antrakuinon
-
-
-
Tanin
+
+
+
Saponin
-
-
-
Steroid
+
+
+
Triterpenoid
-
-
-
Tabel 4.9 Kadar Flavonoid Daerah Asal Ekstrak
Kadar Flavonoid (Ekuivalen Kuersetin)
Tangsel
4,300 %
Depok
4,926 %
OKU Timur
8,162 %
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
4.5 HASIL PARAMETER NON SPESIFIK Hasil uji parameter non spesifik pada ekstrak etanol Rumput Israel dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.10 Parameter Non Spesifik Parameter Hasil Rentang Syarat nilai (%) Tangsel Depok OKU Timur 18,810 % 19,065 % 18,098 % 18,098 + Susut 0,04 pengeringan 19,065 + 0,55 Bobot jenis
1,0184 g/mL
1,0182 g/mL
1,0165 g/mL
1,0165 + 0,0001 1,0184 + 0,0001
-
Kadar air
7,573 %
9,742 %
8,045 %
7,573 + 0,13 - 9,742 + 0,10
< 10 %
Kadar abu
27,335 %
32,153 %
18,604 %
18,604 + 1,33 - 32,153 + 0,79
Kadar abu tidak larut asam
3,506 %
3,061 %
3,163 %
3,061 + 0,72 - 3,506 + 0,34
-
Sisa pelarut
-
-
-
-
-
Parameter
Cemaran Pb (Timbal) Cemaran Cd (Kadmium) Cemaran As (Arsen)
Tabel 4.11 Parameter Non Spesifik Cemaran Hasil Persyaratan Tangsel Depok OKU Timur < 10 ppm 4,96 ppm
6,52 ppm
5,78 ppm
< 0,3 ppm
< 0,005 ppm
< 0,005 ppm
< 0,005 ppm
< 0,005 ppm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
4.6 PEMBAHASAN Karakterisasi tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) dilakukan untuk mengetahui karakter dari tanaman ini baik pada parameter spesifik maupun non spesifik sebagai dasar dalam pengembangan ekstrak terstandar antiviral dengue yang dilakukan oleh pusat penelitian Kimia LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Tanaman Rumput Israel belum tercantum dalam Materia Medika Indonesia maupun Farmakope Herbal, sehingga dalam hal ini beberapa parameter dikatakan memenuhi syarat jika sesuai dengan syarat umum yang ditetapkan terhadap ekstrak herbal. Tanaman Rumput Israel yang dikarakterisasi berasal dari tiga daerah yang berbeda, yaitu Tangerang Selatan, Depok, dan OKU Timur. Pengambilan sampel dari tiga daerah yang berbeda ini bertujuan untuk membandingkan karakter tanaman dari masing-masing daerah dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi parameter sehubungan dengan kondisi dari masing-masing daerah. Pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi tanaman Rumput Israel pada penelitian ini adalah etanol 70 %. Etanol memiliki sifat tidak beracun sehingga sering dipilih sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan makanan. Etanol dapat melarutkan senyawa alkaloida basa, minyak atsiri, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar, dan klorofil (Gunawan dan Mulyani, 2004). Etanol juga bersifat antiseptik sehingga kapang dan bakteri sulit tumbuh, dimana etanol 70% (70% etanol, 30% air) memiliki sifat antibakteri yang lebih baik dibandingkan dengan etanol 100% karena daya penetrasi ke dalam sel bakteri yang lebih baik. Etanol 70% sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal (Voigt, 1984), sehingga etanol 70% dipilih sebagai pelarut dalam mengekstraksi tanaman Rumput Israel. Metode ektraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi. Metode maserasi cukup efektif dalam menarik senyawa aktif bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan selama beberapa hari, akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel karena adanya perbedaan konsentrasi antara di dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder pada sitoplasma akan keluar dan terlarut dalam pelarut. Pada proses ekstraksi dilakukan remaserasi hingga maserat tidak berwarna hal ini berarti pelarut tidak dapat menarik lagi metabolit
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
dari tanaman. Remaserasi dilakukan untuk mengoptimalkan jumlah senyawa yang tertarik dari tanaman. Jumlah dilakukannya remaserasi tergantung pada masingmasing tanaman dimana pada ekstraksi tanaman Rumput Israel remaserasi dilakukan sebanyak 6 kali hingga maserat tidak berwarna. Hasil maserasi yang berupa ekstrak cair lalu dievaporasi menggunakan vacuum rotary evaporator dengan suhu 50o C untuk memekatkan ekstrak sehingga terbentuk ekstrak kental. Suhu yang digunakan dalam evaporasi dijaga agar tidak terlalu tinggi untuk menghindari rusaknya senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Ektsraksi ini secara berurutan menghasilkan rendemen sebesar 20,6 %, 18,58%, dan 20,17% untuk tanaman Rumput Israel asal Tangerang Selatan, Depok, dan OKU Timur. Besarnya rendemen yang dihasilkan ini tergantung pada senyawa yang dikandung masing-masing tanaman serta derajat kehalusan simplisia yang diekstraksi. Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui efektivitas pelarut yang digunakan dalam mengekstraksi tanaman Rumput Israel. Uji parameter spesifik maupun non spesifik dilakukan pada ekstrak masing-masing daerah sebanyak triplo pada setiap parameter. Pengamatan organoleptik dilakukan pada ekstrak dimana ekstrak yang dihasilkan berbentuk cairan kental, berwarna hijau kecoklatan, berbau khas seperti karamel dan rasa pahit. Pengamatan organoleptik dilakukan untuk pengenalan awal terhadap ekstrak Rumput Israel. Uji senyawa terlarut dalam pelarut tertentu dilakukan dengan pelarut etanol dan air. Ekstrak Rumput Israel asal Tangerang Selatan memiliki kadar senyawa terlarut dalam air sebesar 69,150 % dan dalam etanol sebesar 36,063 %. Sedangkan ekstrak Rumput Israel asal Depok memiliki kadar senyawa terlarut dalam air sebesar 60,810 % dan dalam etanol sebesar 36,063 %. Kadar senyawa terlarut dalam air dan dalam etanol pada ekstrak Rumput Israel asal OKU Timur secara berurutan sebesar 74,485 % dan 44,065%. Dari hasil yang didapat diketahui bahwa senyawa yang ada dalam ketiga ekstrak Rumput Israel lebih larut dalam air dibandingkan dengan etanol, artinya senyawa yang bersifat polar (larut dalam air) terkandung lebih banyak dalam ekstrak Rumput Israel. Untuk mengetahui kandungan kimia ekstrak, dilakukan beberapa pengujian, yaitu penentuan pola kromatogram dengan KLT (Kromatografi Lapis Tipis) dan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi), penapisan fitokimia, dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
kadar kandungan senyawa kimia tertentu. Pada uji kromatografi lapis tipis digunakan fase gerak dari kombinasi dua campuran pelarut dengan beberapa perbandingan jumlah pelarut hingga pemisahan terjadi secara optimal. Pada uji KLT terhadap ekstrak Rumput Israel, fase gerak yang digunakan berawal dari pelarut nonpolar yaitu n-heksana 100 % lalu dikombinasi dengan pelarut semipolar yaitu etil asetat dengan perbandingan n-heksana : etil asetat yakni 9:1, 8:2, 7:3, 1:1, 3:7, etil asetat 100 %, serta dengan kloroform : metanol (9:1) Dari semua pelarut yang digunakan, pelarut kloroform : metanol dengan perbandingan 9 : 1 menunjukkan pola pemisahan senyawa yang baik dengan terbentuknya 5 titik bercak yang jelas pada ekstrak Rumput Israel ketiga daerah. Nilai Rf yang terbentuk pada ekstrak Rumput Israel asal Depok sebesar 0,275, 0,450, 0,575, 0,687, dan 0,850. Sedangkan nilai Rf pada ekstrak Rumput Israel asal OKU Timur sebesar 0,262, 0,450, 0,575, 0,675, dan 0,862. Ekstrak Rumput Israel asal Tangerang Selatan juga membentuk 5 titik bercak dengan nilai Rf sebesar 0,275, 0,450, 0,575, 0,687 dan 0,850. Hal ini menunjukkan adanya senyawa yang bersifat semipolar yang terdapat dalam ekstrak Rumput Israel. Semakin tinggi nilai Rf menunjukkan semakin dekatnya polaritas senyawa tersebut dengan polaritas fase gerak yakni kloroform : metanol (9 : 1) dengan ditandai semakin jauhnya titik bercak yang terdistribusi oleh fase gerak. Titik bercak yang terbentuk pada uji KLT ekstrak Rumput Israel tidak terlalu jelas terlihat pada pengamatan dibawah lampu UV 254 nm tetapi terlihat pada lampu UV 366 nm. Pada lampu UV 254 nm, sampel yang seharusnya berwarna gelap, sebagian justru ikut berfluoresensi dengan lempeng sedangkan pada lampu UV 366 nm gugus kromosom yang berinteraksi dengan sinar UV cukup terlihat. Bercak secara jelas terlihat setelah lempeng yang telah ditotol ekstrak dan dielusi dengan pelarut disemprot dengan pereaksi H2SO4 lalu dipanaskan di atas hotplate. Pereaksi H2SO4 diberikan untuk mereduksi gugus kromofor senyawa yang terdapat pada ekstrak sehingga panjang gelombangnya bergeser ke gelombang yang lebih panjang dari ultraviolet menjadi visible sehingga tampak oleh mata. Uji pola kromatogram yang kedua dilakukan dengan menggunakan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Sebagai langkah awal, dilakukan pencarian fase gerak yang sesuai dengan melihat pola kromatogram yang terbentuk. Fase
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
gerak dapat dikatakan baik jika membentuk puncak yang simetris dan sempit, serta semakin sedikit pucak yang bertumpuk (overload). Dari hasil pengamatan, fase gerak yang cukup baik adalah air : metanol (8 : 2) dibandingkan dengan fase gerak metanol 100% ataupun metanol : asetonitril yang masih membentuk puncak yang bertumpuk dan tidak simetris. Ketiga ekstrak yang diuji menunjukkan pola kromatogram yang mirip dan membentuk tiga puncak pada range waktu retensi yakni 9,15-11,34 menit, 11,40 – 14,46 menit, dan 19,20-20,92 menit. Data pola kromatogram juga didapatkan pada uji sisa pelarut dengan menggunakan GCMS. Pada uji ini, didapatkan pola kromatogram yang mirip pada ketiga sampel, dimana jika dibandingkan dengan data base pada GCMS, dideteksi adanya beberapa senyawa yang dimiliki oleh ketiga sampel, diantaranya adalah senyawa asam asetat, gliserol, dan asam malonat. Ketiga sampel ekstrak Rumput Israel terdeteksi adanya asam asetat pada jarak waktu retensi 2,763-2,924 menit dengan nilai kesamaan yang cukup besar yakni 96 %. Sedangkan nilai kesamaan senyawa gliserol pada ekstrak asal Tangsel, Depok, dan OKU timur masing-masing sebesar 89 %, 86 %, dan 94 %. Senyawa gliserol terdeteksi pada jarak waktu retensi 6,296-6,564 menit. Senyawa asam malonat terdeteksi pada jarak waktu retensi 7,765-7,791 menit dimana nilai kesamaannya sebesar 85 %, 94 %, dan 88 % untuk ekstrak Rumput Israel asal Tangsel, Depok, dan OKU Timur. Selanjutnya dilakukan penapisan fitokimia untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak Rumput Israel. Dari hasil pengamatan, golongan senyawa yang positif terkandung dalam ekstrak Rumput Israel adalah flavonoid, alkaloid, tanin, dan steroid. Uji senyawa flavonoid dilakukan dengan metode Bate Smith-Metchlaf yaitu ekstrak dibersihkan dari residu dengan pelarut n-heksana lalu dilarutkan dalam etanol. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan senyawa nonpolar dan menarik senyawa flavonoid yang bersifat polar. Ekstrak yang larut dalam etanol lalu ditambahkan asam klorida serta dipanaskan. Pada pengamatan yang dilakukan, terbentuk warna merah keunguan setelah ekstrak Rumput Israel dipanaskan, hal ini menunjukkan reaksi positif terhadap senyawa flavonoid. Uji alkaloid pada ekstrak Rumput Israel menunjukkan hasil positif dengan munculnya endapan warna merah setelah diberi pereaksi dragendorff dan endapan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
warna putih setelah diberi pereaksi mayer. Pada pereaksi mayer, endapan yang terbentuk karena pada senyawa alkaloid terdapat gugus N yang memiliki elektron bebas. Pereaksi mayer terbuat dari KI dan HgCl2 yang merupakan logam berat dan dapat membentuk senyawa kompleks dengan atom nitrogen yang ada pada senyawa alkaloid yang tidak larut sehingga terbentuklah endapan putih. Senyawa alkaloid juga dapat membentuk senyawa kompleks yang tidak larut dengan pereaksi dragendorff yang diantaranya terdiri dari logam berat bismut sehingga membentuk endapan. Ekstrak Rumput Israel menunjukkan hasil positif pada uji senyawa tanin dengan menghasilkan warna biru tua setelah diberi pereaksi FeCl3. Terbentuknya warna biru tua dikarenakan adanya ikatan kovalen koordinasi antara atom logam dengan atom non logam. Pada uji senyawa steroid, ekstrak Rumput Israel terlebih dahulu diekstraksi dengan dietil eter untuk melarutkan senyawa steroid karena senyawa steroid bersifat non polar lalu ditambahkan asam sulfat pekat dan asam asetat glasial untuk memunculkan warna dimana terbentuk warna hijau pada ekstrak Rumpur Israel sehingga dapat dikatakan positif mengandung senyawa golongan steroid. Uji kandungan kimia secara kuantitatif dilakukan terhadap senyawa flavonoid karena berdasarkan jurnal penelitian yang ada, senyawa flavonoid telah berhasil diisolasi dari ekstrak Rumput Israel. Uji senyawa flavonoid secara kualitatif terhadap ekstrak Rumput Israel pada penelitian kali ini pun menunjukkan hasil positif. Alat yang digunakan untuk mengukur kadar flavonoid adalah spektrofotometri UV-Vis dengan pembanding yang digunakan yaitu kuersetin. Kuersetin digunakan sebagai pembanding karena merupakan senyawa flavonoid yang banyak ditemukan pada banyak tumbuhan dan diketahui memiliki banyak aktivitas biologis. Reagen yang digunakan untuk uji kuantitatif flavonoid ini adalah AlCl3 10 % yang dapat membentuk kompleks dengan senyawa flavonoid sehingga muncul warna orange yang dapat dideteksi oleh sinar ultraviolet. Standar kuersetin dibuat seri konsentrasi yakni 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, dan 20 ppm untuk membuat kurva kalibrasi. Seri konsentrasi dan nilai absorbansi pada kurva kalibrasi yang dihasilkan lalu dimasukkan dalam regresi linier dan menghasilkan persamaan y = 0,00958x + 0,0118 dengan koefisien korelasi sebesar 0,9944.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
Rata-rata kadar total flavonoid yang didapatkan pada ketiga sampel ekstrak Rumput Israel adalah sebesar 5,796 % dimana Ekstrak Rumput Israel asal Tangsel, Depok, dan OKU Timur memiliki kadar total flavonoid secara berurutan sebesar 4,300 %, 4,926 %, 8,162 %. Perbedaan kadar flavonoid pada ketiga sampel ekstrak menunjukkan adanya keberagaman kadar kandungan senyawa aktif pada tanaman dengan jenis yang sama. Keberagaman kadar kandungan flavonoid pada ketiga sampel dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur tanaman, waktu panen, dan lingkungan tempat tumbuh. Tanaman Rumput Israel yang diambil sebagai penelitian kali ini merupakan tanaman liar yang tidak dibudidayakan sehingga umur dari tanaman ini tidak diketahui. Ketiga sampel Rumput Israel diambil pada bulan Januari tahun 2014 dimana tanaman ini mulai berbunga, hal ini tentu berpengaruh terhadap kadar flavonoid yang dikandung karena waktu panen yang tepat akan menghasilkan simplisia dengan kandungan senyawa aktif dalam jumlah besar. Dari hasil yang didapat, kadar flavonoid dari ekstrak Rumput Israel asal OKU Timur, Sumatera Selatan memiliki jumlah kandungan yang tertinggi yakni 8,162 % dibandingkan dengan ekstrak Rumput Israel asal Depok dan Tangsel. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh lingkungan tempat tumbuh terhadap kadar senyawa aktif dimana daerah Depok dan Tangsel yang merupakan daerah yang berdekatan memiliki kondisi lingkungan yang tidak jauh berbeda dengan suhu dan cuaca yang sama. Kadar flavonoid dari ekstrak Rumput Israel asal Depok dan Tangsel pun tidak jauh berbeda yaitu 4,926 % dan 4,300 %. Desa Nusa Tunggal, OKU Timur, Sumatera Selatan merupakan daerah yang beriklim basah yang masih banyak terdapat rawa dan pepohonan. Kondisi lingkungan di Desa Nusa Tunggal ini diperkirakan berpengaruh terhadap kadar senyawa flavonoid ekstrak Rumput Israel yang cukup tinggi. Uji parameter non spesifik susut pengeringan dilakukan dengan metode gravimetri dan didapatkan hasil sebesar 18,810 %, 19,065 %, dan 18,098 % untuk ekstrak Rumput Israel asal Tangsel, Depok, dan OKU Timur. Hal ini menunjukkan rentang senyawa yang hilang pada proses pengeringan ekstrak Rumput Israel adalah sebesar 18,098 % - 19,065 %. Uji kadar air juga dilakukan dengan metode gravimetri tetapi dengan waktu pemanasan oven yang lebih singkat yakni 5 jam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
pada suhu 105o C dimana diperkirakan air sudah menguap pada waktu tersebut. Kadar air yang dihasilkan dari ketiga ekstrak Rumput Israel tidak melebihi batasan yang seharusnya yakni 10 %. Ekstrak Rumput Israel asal Tangsel, Depok, dan OKU Timur secara berurutan memiliki kadar air sebesar 7,573 %, 9,742 %, 8,045 %. Kadar air yang tidak tinggi diperlukan untuk mencegah ekstrak tercemar oleh bakteri. Uji kadar abu dilakukan untuk mengetahui kadar zat anorganik dan mineral yang ada dalam ekstrak Rumput Israel. Pada uji kadar abu, dilakukan dekstruksi terhadap senyawa organik yang ada pada sampel dengan pemanasan tanpa nyala api pada suhu tinggi hingga terbentuk abu warna putih dan berat konstan. Alat yang digunakan yakni tanur pengabuan (furnace) dengan suhu 600o C. Untuk menghasilkan abu berwarna putih pada ketiga ekstrak Rumput Israel, dibutuhkan
waktu
12
jam.
Perhitungan
kadar
abu
dilakukan
dengan
membandingkan berat abu terhadap berat sampel yang digunakan. Kadar abu pada ekstrak Rumput Israel asal Tangsel, Depok, dan OKU Timur masing-masing sebesar 27,335 %, 32,153 %, dan 18,604 %. Tingginya kadar abu pada ekstrak Rumput Israel ini diperkirakan karena tingginya kadar mineral yang dikandung. Kadar abu tidak larut asam pada ketiga ekstrak Rumput Israel juga cukup tinggi yaitu sebesar 3,506 %, 3,060 %, dan 3,163 % masing-masing untuk ekstrak Rumput Israel asal Tangsel, Depok, dan OKU Timur. Hal ini menunjukkan masih adanya pengotor dalam ekstrak Rumput Israel. Penetapan sisa pelarut dilakukan dengan menggunakan alat GCMS (Gas Chromatography Mass Spectrometry). Sebelum pengujian pada sampel, dilakukan uji terhadap larutan baku sebagai perbandingan. Larutan baku yang digunakan yakni etanol yang dilarutkan dalam aquadest. Etanol dengan konsentrasi 0,0004 % terdeteksi pada GC dengan waktu retensi (duplo) masing-masing 0,774 dan 0,775 menit. Sedangkan pada spektrometri massa, larutan baku teridentifikasi sebagai etanol dengan menunjukkan pola fragmentasi yang sesuai dengan similiarity index sebesar 93 %. Rekam kromatogram pada larutan baku dapat dijadikan pembanding pada larutan uji. Larutan uji yakni Ekstrak Rumput Israel dari ketiga daerah dilarutkan dengan aquadest. Sebanyak 500 mg ekstrak, dilarutkan dalam 3 mL aquadest lalu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
disaring hingga didapatkan larutan uji 1 mL yang disuntikkan ke dalam kromatograf. Dari hasil rekam kromatogram, tidak terdeteksi adanya etanol dari ketiga ekstrak Rumput Israel. Pada ekstrak Rumput Israel asal Depok terbentuk 6 puncak tetapi semuanya tidak mengindikasikan adanya etanol. Puncak pada waktu retensi yang terdekat dengan standar etanol (0,775 menit) yakni 0,767 menit juga tidak mengindikasikan kandungan etanol setelah dilihat pola fragmentasinya. Begitupun ekstrak Rumput Israel asal OKU Timur dan Tangsel yang membentuk puncak masing-masing pada waktu 0,770 menit dan 0,765 menit juga tidak mengindikasikan adanya etanol dari pola fragmentasi yang terbentuk. Parameter bobot jenis dikur untuk mengetahui karakter dari masingmasing ekstrak. Ekstrak diencerkan sebesar 5 % lalu diuji menggunakan piknometer dengan pembanding bobot jenis yaitu air. Pengenceran dilakukan agar ekstrak dapat dituang ke dalam piknometer. Bobot jenis ekstrak Rumput Israel 5 % dari ketiga daerah tidak berbeda jauh yakni 1,0184 g/mL, 1,0182 g/mL, dan 1,0165 g/mL pada ekstrak Rumput Israel asal Tangsel, Depok, dan OKU Timur. Uji cemaran logam meliputi Pb, Cd dan As pada Rumput Israel dilakukan dengan alat AAS. Menurut BPOM, cemaran logam berat seperti Pb, Cd, dan As tidak boleh ada dalam bahan pangan, kecuali jika tidak dapat dihindari, maka tidak boleh melebihi batas maksimum yaitu untuk Pb 10 mg/kg, Cd 0,3 mg/kg dan As 5 µg/kg. Kurva kalibrasi Pb, Cd, dan As dibuat untuk memberikan persamaan regresi linier. Kurva kalibrasi pada logam timbal (Pb) menghasilkan persamaan regresi linier yakni y = 0,0108x – 0,0029 dengan koefisien korelasi sebesar 0,9994. Dari hasil pengukuran absorbansi terhadap ketiga sampel ekstrak Rumput Israel, ketiganya tidak terdeteksi adanya Pb. Hal ini berarti sampel ekstrak Rumput Israel memenuhi syarat dengan tidak tercemari oleh logam timbal (Pb). Kurva kalibrasi pada logam kadmium menghasilkan persamaan linier y = 0,1764 + 0,0004 dan kofisin korlasi sbsar 0,9999. Ketiga sampel ekstrak Rumput Israel terdeteksi mengandung logam Cd dengan konsentrasi sebesar 4,96 ppm, 6,52 ppm, 5,78 ppm masing-masing untuk ekstrak Rumput Israel asal Tangsel, Depok, dan OKU Timur. Keberadaan logam Cd dalam ekstrak Rumput Israel ini tidak memenuhi persyaratan batas maksimum kadar logam Cd pada bahan pangan atau obat yakni 0,3 ppm. Cemaran logam Cd pada ekstrak Rumput Israel ini
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
diperkirakan karena adanya cemaran pada tanah maupun udara. Kadmium masuk ke dalam jaringan tanaman dari tanah yang diabsorpsi melalui akar yang kemudian ditimbun dalam daun. Kadmium dari udara tertahan pada permukaan daun dimana jumlahnya cukup besar pada daun dengan permukaan yang kasar atau berbulu (Darmono, 1999). Kadmium (Cd) merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini berisiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium (Cd) berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal (Palar, 2004). Perlu adanya upaya dalam meminimalisir cemaran logam berat pada ekstrak Rumput Israel seperti pembudidayaan terkontrol dengan menggunakan pupuk organik, meminimalisir pengunaan pestisida sintetis, serta menjaga perairan dari cemaran limbah pabrik. Pada ketiga ekstrak Rumput Israel tidak terdeteksi adanya logam Arsen (As) dimana batas minimal deteksi untuk As pada alat yang digunakan adalah 0,005 µg/kg. Artinya, ketiga ekstrak tidak mengandung logam Arsen atau memiliki kadar Arsen dibawah 0,005 µg/kg. Hal ini sesuai dengan persyaratan BPOM yakni dibawah 5 µg/kg.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1
Diperoleh rendemen ekstrak Rumput Israel dari daerah Tangsel, Depok, dan OKU Timur masing-masing 20,6 %, 18,58 %, dan 20,17 %.
2
Pengamatan makroskopik pada tanaman Rumput Israel meliputi daun, batang, dan bunga sesuai dengan ciri khas tanaman Rumput Israel pada literatur.
3
Secara organoleptik, ekstrak Rumput Israel berbentuk kental, warna hijau kecoklatan, bau khas, dan rasa pahit.
4
Pada uji parameter spesifik terhadap ekstrak Rumput Israel asal Tangsel, Depok, dan OKU Timur didapatkan rentang nilai kadar senyawa terlarut dalam air sebesar 60,810 % + 0,37 – 74,485 % + 2,27. Kadar senyawa terlarut etanol sebesar 36,063 % + 0,75 - 44,065 % + 0,78. Pola kromatogram pada KLT menunjukkan hasil yang baik pada fase gerak kloroform : metanol (9:1). Pola kromatogram pada HPLC menunjukkan bentuk puncak yang baik dengan fase gerak air : metanol (8:2) pada panjang gelombang 285 nm dengan laju alir 0,3 mL/menit.
5
Penapisan fitokimia pada ketiga sampel menunjukkan hasil positif terhadap senyawa flavonoid, alkaloid, tanin, dan steroid. Flavonoid (setara kuersetin) yang dikandung oleh masing-masing ekstrak asal Tangsel, Depok, dan OKU Timur sebesar 4,3 %, 4,926 %, 8,162 %.
6
Uji parameter non spesifik dari ketiga sampel menunjukkan rentang nilai susut pengeringan sebesar 18,098 % + 0,04 - 19,065 % + 0,55. Rentang bobot jenis sebesar 1,0165 gram/mL + 0,0001 - 1,0184 gram/mL + 0,0001. Kadar air sebesar 7,573 % + 0,13 - 9,7417 % + 0,10. Kadar abu sebesar 18,604 % + 1,33 - 32,153 % + 0,79. Kadar abu larut asam sebesar 3,061 % + 0,72 - 3,506 % + 0,34. Sisa pelarut etanol tidak terdeteksi pada ketiga sampel.
7
Ketiga ekstrak Rumput Israel memenuhi syarat cemaran logam berat yakni Pb (Timbal) dan As (Arsen) yakni < 10 ppm untuk Pb dan < 0,005 ppm untuk As. Sedangkan untuk logam berat Cd (Kadmium), ketiga sampel tidak memenuhi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
syarat sebesar < 0,3 ppm dimana sampel asal Tangsel, Depok, dan OKU Timur masing-masing mengandung logam Cd sebesar 4,96 ppm, 6,52 ppm, dan 5,78 ppm.
5.2 SARAN Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai kandungan senyawa kimia dan mineral yang ada pada ekstrak Rumput Israel
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
DAFTAR PUSTAKA Adaobi Chioma Ezike1, Peter Achunike Akah, Vincent Okore, Charles Ogbonnaya Okoli, Theophine Chinwuba Okoye1, Amaka Christiana Okoye. (2013). In Vitro Evaluation of The Antihelmintic and Antibacterial Activities of Three Nigerian Medicinal Plants. BioMed Rx Vol 1(3) A. Rama Mohan, Dr. K. V. S. R. G. Prasad, Dr. D. Ranganayakulu, Dr. J. A. R. P. (2010). Analgesic and Inflammatory Activities of Polyherbal Preparations on Diabetic Rats. Sharma International Journal of Pharmaceutical Sciences Vol 2 (3) Asok Kumar Kuppusamy, Umamaheswari Muthusamy, Somanathan Sathravada Shanmugam, Sivashanmugam Andichetiar Thirumalaisamy, Subhdradevi Varadharajan, Sambathkumar Ramanathan. (2010). Antidiabetic, Hypolipidemic and Antioxidant Properties of Asystasia gangetica in Streptozotocin-nicotinamide-induced Type 2 Diabetes Mellitus (NIDDM) in Rats. Journal of Pharmacy Research B. Samedani, A. S. Juraimi, M. P. Anwar, M. Y. Rafii, S. H. Sheikh Awadz, and A. R. Anuar. (2013). Competitive Interaction of Axonopus Compressus and Asystasia gangetica Under Contrasting Sunlight Intensity. Hindawi publishing corporation. Chang, C., Yang, M., Wen, H., Chern, J. (2002). Estimation of Total Flavonoid Content in Propolis by Two Complementary Methods. Journal of Food and Drug Analysis. Vol. 10(3) 178-182 CH. Krisna Mohan, E. Madhan Mohan, M. Ramesh. (2011). Evaluation of Anti Inflammatory Activity of Methanolic Extract of Asystasia gangetica (L).T.Andas. Leaves. Journal of Advanced Pharmaceutical Sciences Daffodil E.D, Packia Lincy M, Pon Esakki D, Mohan V.R. (2013). Pharmacochemical Characterization and Antibacterial Activity Asystasia gangetica (L.) T. And. Journal Of Harmonized Research in Pharmacy Vol 2(2) Day, Jr, R. A., Underwood, A. L. (1989). Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Departemen Kesehatan RI. (1989). Materia Medika Indonesia Jilid V. Jakarta Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta : Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan DK Patel, R Kumar, D Laloo, S Hemalatha. (2012). Natural Medicines from Plant Source Used for Therapy of Diabetes Mellitus: An Overview of Its Pharmacological Aspects. Asian Pacific Journal of Tropical Disease Ezike AC, Akah PA, Okoli CO. (2008). Bronchoplasmolytic Activity of The extract and Fractions of Asystasia gangetica. International Journal of Applied Research in Natural Products. Vol 1 No 3 Faraz Mojab, Mohammad Kamalinejad, Naysaneh Ghaderi, Hamid Reza Vahidipour. (2003). Phytochemical Screening of Some Species of Iranian Plants. Iranian Journal of Pharmaceutical Research Fessenden dan Fessenden. (1992). Kimia Organik, Cetakan ketiga, Jilid I, Jakarta : Erlangga G.J.H. & Denton, O.A. (2004). Vegetables. Wageningen : PROTA (Plant Resources of Tropical Africa) Foundation. Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia, Edisi kedua. Bandung : Penerbit ITB Harvey David. (2000). Modern Analytical Chemistry. New York : McGraw-Hill Comp. Ibnu Gholib Gandjar, Abdul Rohman. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Janakiraman, Jasmin Jansi, Johnson, Jeeva, Renisheya Joy Jeba Malar. (2013). Phytochemical Analysis on Asystasia gangetica (L.) T. Anderson. Journal Of Harmonized Research in Pharmacy Vol 2(1)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
Kavitha Sama, Rajeshwari Sivaraj dan Rajiv. P. (2013). In Vitro Antidiabetic Activity of Anthocyanin Extract of Asystasia gangetica (Chinese violet) Flower. Asian Journal of Plant Science and Research Vol 3(2) Kavitha Sama, Rajeshwari Sivaraj, Hasna Abdul Salam dan Rajiv. P. (2013) Pharmacognostical and Phytochemical Screening of Asystasia gangetica (Chinese violet.). International research journal of pharmacy Vol 4(2) Khopkar. (1990). Basic Concepts of Analytical Chemistry, terjemah oleh Saptoraharjo. Jakarta : UI Press. Mulja, M, Suharman. (1995). Analisis Instrumental. Surabaya : Airlangga University Press N. V. L. Suvarchala Reddy, Sneha J. Anarthe and N. M. Raghavendra. (2010). In Vitro Antioxidant and Antidiabetic activity of Asystasia gangetica (Chinese Violet) Linn. (Acanthaceae). International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences. Pierre Mugabo and Ismaila A Raji. (2013). Effects of Aqueous Leaf Extract of Asystasia gangetica on The Blood Pressure and Heart Rate in Male Spontaneously Hypertensive Wistar Rats. Biomed Central Pradeep Kumar R, D. Sujatha, T.S. Mohamed Saleem, C. Madhusudhana Chetty, D. Ranganayakulu. (2010). Potential Hypoglycemic and Hypolipidemic Effect of Morus Indica and Asystasia gangetica in Alloxan Induced Diabetes Mellitus. International Journal Research of Pharmacy and Sciences Vol 1(1) Roth, J.H., and Blaschke, G. (1998). Analisis Farmasi. Penerjemah: Kisman, dkk. Yogyakarta : UGM Press. Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung : Penerbit ITB Saifudin Azis. (2011). Standardisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta : Graha Ilmu Sastrohamidjojo. (2001). Dasar – Dasar Spektroskopi. Yogyakarta : Liberty
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
Sastrohamidjojo, Hardjono. (2001). Kimia Dasar. Yogyakarta : UGM Press. Silverstein, R. M., Webster, F. X. (1998). Spectrometric Identification of Organic Compound, Sixth edition. US : John Wiley & Sons, Inc Skoog. D. A., Donald M. West, F. James Holler, Stanley R. Crouch. (2000). Fundamentals of Analytical Chemistry. Brooks Cole SK Tilloo, Pande VB, Rasala TM, Kale VV. (2012). Asystasia gangetica : Review on Multipotential Application. International Research Journal of Pharmacy. Hal 18-20 Soerya Dewi Marliana, Venty Suryanti, Suyono. (2005). Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Jurnal Biofarmasi Vol 3(1) T.k.Gopal, Megha.G, D.Chamundeeswari, C.Umamaheswara Reddy. (2013). Phytochemical and Pharmacological Studies on Whole Plant of Asystasia gangetica. Indian Journal of Research in Pharmacy and Biotechnology Vol 1(3) Tsai Wen Hsu, Tzen Yuh Chiang, Jen-Jye Peng. (2005). Asystasia gangetica (L.) T. Anderson subsp. micrantha (Nees) Ensermu (Acanthaceae), A Newly Naturalized Plant in Taiwan. Taiwania Journal Vol 50(2) V. Mary Kensa. (2011). Studies on Phytochemical Profile and Antimicrobial Activity on Asystasia gangetica (L.) T. Anderson. Plant Sciences Feed Vol 1 (7)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
LAMPIRAN 1 ALUR PENELITIAN Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis
Tanaman Segar Rumput Israel (Asystasia gangetica) Determinasi di Puslit Biologi Bidang Botani, LIPI Cibinong
Sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, dan penghalusan
Ekstraksi dengan dimaserasi dalam pelarut etanol 70 % hingga maserat hampir tidak berwarna
Ampas
Penyaringan
Filtrat
Penguapan dengan pilot plant
Dipekatkan dengan rotary evaporator
Perhitungan rendemen
Ekstrak kental etanol
Uji parameter spesifik : Identitas ekstrak Organoleptik ekstrak Senyawa terlarut pelarut tertentu Pola kromatogram Penapisan fitokimia Uji kadar senyawa tertrentu
Uji parameter non spesifik : Susut pengeringan Kadar air Kadar abu Kadar abu tidak larut asam Bobot jenis Sisa pelarut Cemaran logam
Analisa data
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
LAMPIRAN 2 DETERMINASI TANAMAN RUMPUT ISRAEL
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68
LAMPIRAN 3 ALAT DAN BAHAN PENELITIAN
Gambar L.1 Ekstrak etanol Asystasia gangetica asal Tangsel
Gambar L.3 Ekstrak etanol Asystasia gangetica asal OKU Timur
Gambar L.2 Ekstrak etanol Asystasia gangetica asal Depok
Gambar L.4 Spektrofotometri UV-Vis
Gambar L.5 Desikator
Gambar L.6 Muffle Furnace
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69
Gambar L.7 Pilot Plant Gambar L.8 Mikroskop
Gambar L.9 GCMS
Gambar L.10 HPLC
Gambar L.11 Rotary Evaporator
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70
LAMPIRAN 4 HASIL UJI CEMARAN LOGAM
Uji kadar Pb dan Cd ekstrak Rumput Israel asal Tangsel
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
71
Uji kadar Pb dan Cd ekstrak Rumput Israel asal Depok
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
72
Uji kadar Pb dan Cd ekstrak Rumput Israel asal OKU Timur
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
73
Uji kadar As ekstrak Rumput Israel asal Tangsel
Uji kadar As ekstrak Rumput Israel asal Depok
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
74
Uji kadar As ekstrak Rumput Israel asal OKU Timur
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
75
LAMPIRAN 5 UJI SISA PELARUT DAN POLA KROMATOGRAM GCMS
Larutan standar etanol (0,0004 %) 1
Etanol
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
76
Larutan standar etanol (0,0004 %) 2
Etanol
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Asam malonat
Asam benzoat
Gliserol
Asam asetat
Amonium karbamat
Asam asetat
Asam malonat
Asam pentanoat 4-piron
Gliserol
Butirolakton
Dimetil sulfoksida
2,3-Butanediol
1-hidroksi 2-propanon
Metil Karbamat
Glikoaldehid
77
Ekstrak Rumput Israel asal Tangsel
Ekstrak Rumput Israel asal Depok
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gliserol
Asam malonat
Asam benzoat
2,3-Butirolakton
2,3-Butanediol
Asam asetat
Amonium karbamat
Glikoaldehid
78
Ekstrak Rumput Israel asal OKU Timur
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
79
LAMPIRAN 6 PERHITUNGAN RENDEMEN EKSTRAK
Tangerang Selatan % Rendemen ekstrak = =
berat ekstrak yang didapat (gram) berat simplisia yang diekstrak (gram) 565,8 gram 2746,6 gram
x 100 %
x 100 %
= 20,60 %
Depok % Rendemen ekstrak = =
berat ekstrak yang didapat (gram) berat simplisia yang diekstrak (gram) 205.9 gram 1108 gram
x 100 %
x 100 %
= 18,58 %
OKU Timur % Rendemen ekstrak = =
berat ekstrak yang didapat (gram) berat simplisia yang diekstrak (gram) 218,8 gram 1084,6 gram
x 100 %
x 100 %
= 20,17 %
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
80
LAMPIRAN 7 PERHITUNGAN SENYAWA TERLARUT AIR
No
Cawan
Tabel L.1 Senyawa Terlarut Air Cawan + Bobot Senyawa
Kosong/Ao
Ekstrak/A1
Ekstrak
Terlarut
(g)
(g)
Awal (g)
Air
Rata-rata
Tangerang Selatan 1
38,4421
39,0962
1,0005
65,377 %
69,150 % +
2
36,1653
36,8815
1,0053
71,242 %
4,63
3
35,4990
36,2088
1,0021
70,831 %
1
34,7015
35,3074
1,0012
60,517 %
60,810 % +
2
33,8250
34,4400
1,0078
61,024 %
0,37
3
35,7525
36,3614
1,0000
60,890 %
Depok
OKU Timur 1
44,9290
45,6809
1,0037
74,913 %
74,485 % +
2
35,9597
36,6902
1,0047
72,708 %
2,27
3
31,6270
32,3855
1,0002
75,834 %
% 𝐊𝐚𝐝𝐚𝐫 𝐬𝐞𝐧𝐲𝐚𝐰𝐚 𝐭𝐞𝐫𝐥𝐚𝐫𝐮𝐭 𝐚𝐢𝐫 =
𝐀𝟏 − 𝐀𝐨 𝒙 𝟏𝟎𝟎 % 𝐁
Tangerang Selatan 1.
% Kadar senyawa terlarut air =
2. % Kadar senyawa terlarut air = 3. % Kadar senyawa terlarut air =
39,0962−38,4421 1,0005 36,8815−36,1653 1,0053 36,2088−35,4990 1,0021
x 100 % = 65, 377 % x 100 % = 71,242 % x 100 % = 70,831 %
Rata-rata = 69,150 % + 4,63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
81
Depok 1. % Kadar senyawa terlarut air = 2. % Kadar senyawa terlarut air = 3. % Kadar senyawa terlarut air =
35,3074−34,7015 1,0012 34,4400−33,8250 1,0078 36,3614−35,7525 1,0000
x 100 % = 60,517 % x 100 % = 61,024 % x 100 % = 60,890 %
Rata-rata = 60,810 % + 0,37
OKU Timur 1. % Kadar senyawa terlarut air = 2. % Kadar senyawa terlarut air = 3. % Kadar senyawa terlarut air =
45,6809−44,9290 1,0037 36,6902−35,9597 1,0047 32,3855−31,6270 1,0002
x 100 % = 74,913 % x 100 % = 72,708 % x 100 % = 75,834 %
Rata-rata = 74,485 % + 2,27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
82
LAMPIRAN 8 PERHITUNGAN SENYAWA TERLARUT ETANOL
Tabel L.2 Senyawa Terlarut Etanol No
Cawan
Cawan +
Bobot
Senyawa
Kosong/Ao
Ekstrak/A1
Ekstrak
Terlarut
(g)
(g)
Awal (g)
Etanol
Rata-rata
Tangerang Selatan 1
49,3475
49,7414
1,0995
35,825 %
36,063 % +
2
40,2564
40,6616
1,0981
36,900 %
0,75
3
35,9603
36,3289
1,0393
35,466 %
1
34,5483
34,9400
1,0598
36,959 %
37,821 % +
2
36,3567
36,7651
1,0837
37,685 %
0,94
3
31,6278
32,0489
1,0847
38,821 %
Depok
OKU Timur 1
34,5475
35,0062
1,0602
43,265 %
44,065 % +
2
49,3474
49,8170
1,0474
44,834 %
0,78
3
35,9619
36,4273
1,0554
44,097 %
% 𝐒𝐞𝐧𝐲𝐚𝐰𝐚 𝐭𝐞𝐫𝐥𝐚𝐫𝐮𝐭 𝐞𝐭𝐚𝐧𝐨𝐥 =
𝐀𝟏 − 𝐀𝐨 𝒙 𝟏𝟎𝟎 % 𝐁
Tangerang Selatan 1. % Senyawa terlarut etanol = 2. % Senyawa terlarut etanol = 3. % Senyawa terlarut etanol =
49,7414 − 49,3475 1,0995 40,6616 − 40,2564 1,0981 36,3289 − 35,9603 1,0393
x 100 % = 35,825 % x 100 % = 36,900 % x 100 %= 35,466 %
Rata-rata = 36,063 % + 0,75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
83
Depok 1. % Senyawa terlarut etanol = 2. % Senyawa terlarut etanol = 3. % Senyawa terlarut etanol =
34,9400 − 34,5483 1,0598 36,7651 − 36,3567 1,0837 32,0489 − 31,6278 1,0847
x 100 % = 36,959 % x 100 % = 37,685 % x 100 % = 38,821 %
Rata-rata = 37,821 % + 0,94
OKU Timur 1. % Senyawa terlarut etanol = 2. % Senyawa terlarut etanol = 3. % Senyawa terlarut etanol =
35,0062 − 34,5475 1,0602 49,8170 − 49,3474 1,0474 36,4273 − 35,9619 1,0554
x 100 % = 43,265 % x 100 % = 44,834 % x 100 % = 44,097 %
Rata-rata = 44,065 % + 0,78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
84
LAMPIRAN 9 PERHITUNGAN SUSUT PENGERINGAN
Tabel L.3 Susut Pengeringan No
Cawan
Cawan +
Bobot
Bobot
Susut
Kosong (g)
Ekstrak
Ekstrak
Ekstrak
Pengeringan
Setelah
Awal/ A (g)
Akhir/ B
(%)
Pemanasan
(g)
(g) Tangerang Selatan
Rata-rata = 18,810 + 0,06
1
40,1642
41,0140
1,0476
0,8498
18,881 %
2
33,7115
34,5491
1,0315
0,8376
18,797 %
3
40,4388
41,2806
1,0361
0,8418
18,753 %
Depok
Rata-rata = 19,065 + 0,55
1
41,1296
41,9775
1,0398
0,8479
18,455 %
2
32,9580
33,7999
1,0423
0,8419
19,226 %
3
39,1850
40,0230
1,0412
0,8380
19,515 %
OKU Timur
Rata-rata = 18,098 + 0,04
1
40,1633
41,0000
1,0210
0,8367
18,050 %
2
32,9637
33,8062
1,0290
0,8425
18,124 %
3
38,8674
39,7065
1,0248
0,8391
18,120 %
% 𝐒𝐮𝐬𝐮𝐭 𝐩𝐞𝐧𝐠𝐞𝐫𝐢𝐧𝐠𝐚𝐧 =
𝐀−𝐁 𝒙 𝟏𝟎𝟎 % 𝐀
Tangerang Selatan 1. % Susut pengeringan = 2. % Susut pengeringan = 3. % Susut pengeringan =
1,0476−0,8498 1,0476 1,0315−0,8376 1,0315 1,0361−0,8418 1,0361
x 100 % = 18,881 % x 100 % = 18,797 % x 100 % = 18,753 %
Rata-rata = 18,810 + 0,06
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
85
Depok 1. % Susut pengeringan = 2. % Susut pengeringan = 3. % Susut pengeringan =
1,0398−0,8479 1,0398 1,0423−0,8419 1,0423 1,0412−0,8380 1,0412
x 100 % = 18,455 % x 100 % = 19,226 % x 100 % = 19,515 %
Rata-rata = 19,065 + 0,55
OKU Timur 1. % Susut pengeringan = 2. % Susut pengeringan = 3. % Susut pengeringan =
1,0210 − 0,8367 1,0210 1,0290−0,8425 1,0290 1,0248−0,8391 1,0248
x 100 % = 18,050 % x 100 % = 18,124 % x 100 % = 18,120 %
Rata-rata = 18,098 + 0,04
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
86
LAMPIRAN 10 PERHITUNGAN BOBOT JENIS
No
Pikno kosong/ Ao
Tabel L.4 Bobot Jenis Pikno + Pikno +
Bobot
air/A2 (g)
ekstrak/A1
Jenis
(g)
(g/mL)
(g)
Rata-rata
Tangerang Selatan 1
17,6667
27,7922
27,9796
1,0185
1,0184 +
2
17,6663
27,7945
27,9806
1,0183
0,0001
3
17,6665
27,7914
27,9793
1,0185
1
17,6666
27,7908
27,9727
1,0179
1,0182 +
2
17,6665
27,7934
27,9802
1,0184
0,0001
3
17,6666
27,7910
27,9776
1,0184
Depok
OKU Timur 1
17,6664
27,7902
27,9570
1,0164
1,0165 +
2
17,6665
27,7894
27,9579
1,0166
0,0001
3
17,6663
27,7894
27,9565
1,0165
𝐁𝐨𝐛𝐨𝐭 𝐉𝐞𝐧𝐢𝐬 =
𝐖𝟏 − 𝐖𝐨 𝐱 𝐁𝐉 𝐀𝐢𝐫 𝐖𝟐 − 𝐖𝐨
Tangerang Selatan 1. Bobot Jenis = 2. Bobot Jenis = 3. Bobot Jenis =
27,9796−17,6667 27,7922−17,6667 27,9806−17,6663 27,7945−17,6663 27,7914−17,6665 27,9793−17,6665
x 1 = 1,0185 gram/mL x 1 = 1,0183 gram/mL x 1 = 1,0185 gram/mL
Rata-rata = 1,0184 + 0,0001
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
87
Depok 1. Bobot Jenis = 2. Bobot Jenis = 3. Bobot Jenis =
27,9727−17,6666 27,7908−17,6666 27,9802−17,6665 27,7934−17,6665 27,9776−17,6666 27,7910−17,6666
x 1 = 1,0179 gram/mL x 1 = 1,0184 gram/mL x 1 = 1,0184 gram/mL
Rata-rata = 1,0182 + 0,0001
OKU Timur 1. Bobot Jenis = 2. Bobot Jenis = 3. Bobot Jenis =
27,9570−17,6664 27,7902−17,6664 27,9579−17,6665 27,7894−17,6665 27,9565−17,6663 27,7894−17,6663
x 1 = 1,0164 gram/mL x 1 = 1,0166 gram/mL x 1= 1,0165 gram/mL
Rata-rata = 1,0165 + 0,0001
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
88
LAMPIRAN 11 PERHITUNGAN KADAR ABU
Tabel L.5 Kadar Abu No
Cawan
Cawan +
Bobot
Kadar
kosong/ Ao
Ekstrak
Ekstrak
Abu
(g)
abu/A1 (g)
awal/B (g)
Rata-rata
Tangerang Selatan 1
34,5120
35,0625
2,0055
27,449 %
2
38,7992
39,3554
2,0005
27,803 %
3
34,3132
34,8494
2,0042
26,753 %
1
51,4646
52,0956
2,0152
31,312 %
2
47,6033
48,2534
2,0146
32,269 %
3
55,9161
56,5832
2,0289
32,879 %
27,335 + 0,53
Depok 32,153 + 0,79
OKU Timur 1
33,4978
33,8828
2,0069
19,183 %
2
41,1269
41,5226
2,0244
19,546 %
3
39,0803
39,4261
2,0241
17,084 %
% 𝐊𝐚𝐝𝐚𝐫 𝐀𝐛𝐮 =
18,604 + 1,33
𝐀𝟏 − 𝐀𝐨 𝒙 𝟏𝟎𝟎 % 𝐁
Tangerang Selatan % Kadar Abu 1. % Kadar Abu = 2. % Kadar Abu = 3. % Kadar Abu =
35,0625−34,5120 2,0055 39,3554−38,7992 2,0005 34,8494−34,3132 2,0042
x 100 % = 27,449 % x 100 % = 27,803 % x 100 % = 26,753 %
Rata-rata = 27,335 + 0,53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
89
Depok 1. % Kadar Abu = 2. % Kadar Abu = 3. % Kadar Abu =
52,0956−51,4646 2,0152 48,2534−47,6033 2,0146 56,5832−55,9161 2,0289
x 100 % = 31,312 % x 100 % = 32,269 % x 100 % = 32,879 %
Rata-rata = 32,153 + 0,79 OKU Timur 1. % Kadar Abu = 2. % Kadar Abu = 3. % Kadar Abu =
33,8828−33,4978 2,0069 41,5226−41,1269 2,0244 39,4261−39,0803 2,0241
x 100 % = 19,183 % x 100 % = 19,546 % x 100 % = 17,084 %
Rata-rata = 18,604 + 1,33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
90
LAMPIRAN 12 PERHITUNGAN KADAR ABU TIDAK LARUT ASAM
Tabel L.6 Kadar Abu Tidak Larut Asam No
Cawan
Cawan +
Bobot
Bobot
Kadar Abu
kosong/ Ao
Ekstrak
Ekstrak
Kertas
tidak larut
(g)
abu/A1 (g)
awal/B (g)
Saring/C(g)
asam
Tangerang Selatan
Rata-rata = 3,506 + 0,34
1
51,4650
51,5398
2,0055
1,0426
3,335 %
2
47,6036
47.6775
2,0005
1,0829
3,283 %
3
55,9162
56,0025
2,0042
1,0657
3,902 %
Depok
Rata-rata = 3,061 + 0,72
1
51,4174
51,4905
2,0152
1,0515
3,231 %
2
47,5718
47,6255
2,0146
1,0369
2,274 %
3
55,8770
55,9597
2,0289
1,0658
3,677 %
OKU Timur
Rata-rata = 3,163 + 0,29
1
39,0355
39,1034
2,0241
1,0533
2,959 %
2
41,0702
41,1396
2,0244
1,0514
3,033 %
3
34,5115
34,5897
2,0069
1,0664
3,498 %
% 𝐊𝐚𝐝𝐚𝐫 𝐀𝐛𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐥𝐚𝐫𝐮𝐭 𝐚𝐬𝐚𝐦 =
𝐀𝟏 − (𝐂 𝐱 𝟎, 𝟎𝟎𝟕𝟔) − 𝐀𝐨 𝒙 𝟏𝟎𝟎 % 𝐁
Tangerang Selatan 1. % KA tidak larut asam = 2. % KA tidak larut asam = 3. % KA tidak larut asam =
51,5398−(1,0426 x 0,0076)−51,4650 2,0055 47,6775−(1,0829 x 0,0076)−47,6036 2,0005 56,0025−(1,0657 x 0,0076)−55,9162 2,0042
x 100 % = 3,335 % x 100 % = 3,283 % x 100 % = 3,902 %
Rata-rata = 3,506 + 0,34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
91
Depok 1. % KA tidak larut asam = 2. % KA tidak larut asam = 3. % KA tidak larut asam =
51,4905−(1,0515 x 0,0076)−51,4174 2,0152 47,6255−(1,0369 x 0,0076)−47,5718 2,0146 55,9597−(1,0658 x 0,0076)−55,8770 2,0289
x 100 % = 3,231 % x 100 % = 2,274 % x 100 % = 3,677 %
Rata-rata = 3,061 + 0,72
OKU Timur 1. % KA tidak larut asam = 2. % KA tidak larut asam = 3. % KA tidak larut asam =
39,1034−(1,0533 x 0,0076)−39,0355 2,0241 41,1396−(1,0514 x 0,0076)−41,0702 2,0244 34,5897−(1,0533 x 0,0076)−34,5115 2,0069
x 100 % = 2,959 % x 100 % = 3,033 % x 100 % = 3,498 %
Rata-rata = 3,163 + 0,29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
92
LAMPIRAN 13 PERHITUNGAN KADAR AIR
Tabel L.7 Kadar Air No
Cawan
Cawan +
Bobot
Bobot
Kadar air
Kosong (g)
Ekstrak
Ekstrak
Ekstrak
(%)
Setelah
Awal/ A (g)
Akhir/ B
Pemanasan
(g)
(g) Tangerang Selatan
Rata-rata = 7,573 + 0,13
1
41,4401
46,1141
5,0483
4,6740
7,414 %
2
39,7301
44,4155
5,0751
4,6854
7,679 %
3
38,4268
43,0632
5,0192
4,6364
7,627 %
Depok
Rata-rata = 9,742 + 0,10
1
40.0954
44,6929
5,0919
4,5975
9,709 %
2
38,7109
43,2285
5,0005
4,5176
9,657 %
3
34,1849
38,7647
5,0807
4,5798
9,859 %
OKU Timur
Rata-rata = 8,045 + 0,46
1
27,1403
31,7819
5,0318
4,6416
7,755 %
2
33,4805
38,1060
5,0591
4,6255
8,571 %
3
40,9290
45,6262
5,0951
4,6972
7,809 %
% 𝐊𝐚𝐝𝐚𝐫 𝐀𝐢𝐫 =
𝐀−𝐁 𝒙 𝟏𝟎𝟎 % 𝐀
Tangerang Selatan 1. % Kadar Air = 2. % Kadar Air = 3. % Kadar Air =
5,0483−4,6740 5,0483 5,0751−4,6854 5,0751 5,0192−4,6364 5,0192
x 100 % = 7,414 % x 100 % = 7,679 % x 100 % = 7,627 %
Rata-rata = 7,573 + 0,13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
93
Depok 1. % Kadar Air = 2. % Kadar Air = 3. % Kadar Air =
5,0919−4,5975 5,0919 5,0005−4,5176 5,0005 5,0807−4,5798 5,0807
x 100 % = 9,709 % x 100 % = 9,657 % x 100 % = 9,859 %
Rata-rata = 9,742 + 0,10 OKU Timur 1. % Kadar Air = 2. % Kadar Air = 3. % Kadar Air =
5,0318−4,6416 5,0318 5,0591−4,6255 5,0591 5,0951−4,6972 5,0951
x 100 % = 7,755 % x 100 % = 8,571 % x 100 % = 9,859 %
Rata-rata = 8,045 + 0,46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
94
LAMPIRAN 14 PERHITUNGAN KADAR TOTAL FLAVONOID
Kurva Kalibrasi Kuersetin 0,250
Absorbansi
0,200 0,150 0,100
y = 0,00958x + 0,0118 0,050
R2 = 0,9944
0,000 0
5
10
15
20
25
Konsentrasi
Kurva Kalibrasi Konsentrasi (ppm) 0 5 10 15 20
Absorbansi 0,005 0,060 0,119 0,159 0,195
Absorbansi Sampel Sampel
Absorbansi (500 µL)
RataRata
Rp OKU
0,095
0,084
0,090
Rp Depok
0,062
0,056
0,059
Rp Tangsel
0,051
0,054
0,053
Perhitungan Konsentrasi akhir =
konsentrasi awal x volume sampel yang digunakan volume akhir
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
95
Faktor Pengenceran =
% Flavonoid =
konsentrasi awal konsentrasi akhir
absorban−intercept x FP x 100 % slope
konsentrasi awal
Konsentrasi akhir (250 µL) = Konsentrasi akhir (500 µL) =
1000 ppm x 250 µL 5000 µL 1000 ppm x 500 µL
Faktor Pengenceran (250 µL) =
Faktor Pengenceran (500 µL) =
5000 µL 1000 ppm 50 ppm 1000 ppm 100 ppm
= 50 ppm = 100 ppm
= 20
= 10
TANGSEL 500 µL % Flavonoid =
0,054−0,0118 x 10 x 100 % 0,00958
1000
= 4,300 %
DEPOK 500 µL % Flavonoid =
0,059−0,0118 x 10 x 100 % 0,00958
1000
= 4,926 %
OKU TIMUR 500 µL % Flavonoid =
0,090−0,0118 x 10 x 100 % 0,00958
1000
= 8,162 %
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
96
LAMPIRAN 15 PERHITUNGAN CEMARAN LOGAM 1. Pb (Timbal)
Kurva Kalibrasi Pb 0,12 0,1
Absorbansi
0,08 0,06 0,04
y = 0,0108x – 0,0029
0,02
R2 = 0,9994
0 0
2
4
-0,02
8
10
12
Konsentrasi
Kurva Kalibrasi Konsentrasi (ppm) 0 5 10
6
Absorbansi -0,00396 0,05341 0,1047
Perhitungan Logam Pb (Timbal) pada ekstrak Rumput Israel (Asystasia gangetica) asal Tangerang Selatan, Depok, dan OKU Timur tidak terdeteksi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
97
2. Cd (Kadmium)
Kurva Kalibrasi Cd 2 1,8 1,6
Absorbansi
1,4 1,2 1 0,8
y = 0,1764x + 0,0004
0,6 0,4
R2 = 0,9999
0,2 0 -0,2 0
2
4
6
8
10
12
Konsentrasi
Kurva Kalibrasi Konsentrasi (ppm) 0 5 10
Absorbansi -0,00098 0,8856 1,7638
Perhitungan TANGERANG SELATAN y = 0,1764x + 0,0004 0,02005 = 0,1764x + 0,0004 x = 0,02005– 0,0004 0,1764 µg
Kadar Logam = =
konsentrasi (mL) x volume akhir (mL) berat sampel (gram) 0,1114 x 100 2,2445
= 4,96 µg/gram = 4,96 ppm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
98
DEPOK y = 0,1764x + 0,0004 0,0236 = 0,1764x + 0,0004 x = 0,0236 – 0,0004 0,1764 µg
Kadar Logam = =
konsentrasi (mL) x volume akhir (mL) berat sampel (gram) 0,1315 x 100 2,0168
= 6,52 µg/gram = 6,52 ppm
OKU TIMUR y = 0,1764x + 0,0004 0,02194 = 0,1764x + 0,0004 x = 0,02194 – 0,0004 0,1764 konsentrasi (
Kadar Logam = =
µg ) x volume akhir (mL) mL
berat sampel (gram) 0,1221 x 100 2,1121
= 5,78 µg/gram = 5,78 ppm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
99
3. As (Arsen)
Kurva Kalibrasi As 0,3
Absorbansi
0,25 0,2 0,15 0,1
y = 0,0119x + 0,0037 R² = 0,9996
0,05 0 0
5
10
15
20
25
Konsentrasi (ppb)
Kurva Kalibrasi Konsentrasi Absorbansi (ppm) 0 0,0024 5 0,0658 10 0,1212 15 0,1839 20 0,2413
Perhitungan Logam As (Arsen) pada ekstrak Rumput Israel (Asystasia gangetica) asal Tangerang Selatan, Depok, dan OKU Timur tidak terdeteksi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta