Pelita Perkebunan 28(1) 2012,bibit 45-53 Respon pertumbuhan kakao akibat pemberian dua isolat trichoderma pada beberapa campuran media tanam
Respon pertumbuhan bibit kakao akibat pemberian dua isolat Trichoderma pada beberapa campuran media tanam The response of cocoa seedling planted in different media as affected by application of Trichoderma application Rina Sriwati1*), Tjut Khamzurni1), Ardiansyah2), dan Yusmaini3) Ringkasan Trichoderma merupakan cendawan antagonis yang berpotensi sebagai biopestisida, namun aplikasinya di beberapa media perbanyakan belum banyak diketahui. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian dua jenis isolat Trichoderma pada beberapa media tanam terhadap pertumbuhan bibit kakao. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri atas tujuh perlakuan dengan tiga ulangan yaitu tanah sebagai kontrol, tanah dan suspensi T. harzianum, tanah dengan T. virens, tanah dengan suspensi T. harzianum dan dedak, tanah dengan suspensi T. virens dan dedak, tanah dengan suspensi T. harzianum dan beras, dan tanah dengan suspensi T. virens dan beras. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tanah dengan T. harzianum dan T. virens tanpa media beras maupun dedak menunjukkan respon positif terhadap persentase perkecambahan benih, tinggi tanaman dan pembentukkan jumlah daun dibandingkan dengan kontrol maupun pada media beras dan dedak. Sedangkan pada perlakuan tanah dengan T. harzianum dan T. virens dan dedak maupun beras memperlihatkan terjadinya penghambatan terhadap persentase perkecambahan, tinggi tanaman, dan jumlah daun dibandingkan dengan kontrol maupun perlakuan tanah tanpa media tambahan. Kata kunci : Kakao, Trichoderma harzianum , T. virens, media tanam, beras, dedak, pembibitan.
Summary Trichoderma is an antagonist fungal which is potential to be used as a biopesticide, however its application in cocoa propagation medium has not been studied. The study aimed to determine the effect of two types of Trichoderma isolates application on several media on the growth response of cocoa seedling. Research was conducted at Department of Agrotechnology Laboratory, Faculty of Agriculture Syah Kuala University in Completely Randomized Design (CRD) non factorial with three replication. The treatments included of soil as control, soil with suspension of T. harzianum, soil with T. virens, soil with suspension of T. harzianum and rice bran, soil with suspension of T. virens, soil with T. harzianum suspension and rice, soil with suspension of T. virens and rice. Results of the study showed that soil treatment with both suspension of T. harzianum and T. virens
Naskah diterima (received) 13-Juli 2011, disetujui (accepted) 17 Nopember 2011. 1) Staf pengajar Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian UNSYIAH, Aceh. 2) Staf Agronomi PT. Agro Harapan Lestari, Kalimantan Tengah. 3) Lab. Ilmu Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian UNSYIAH, Aceh. *) Alamat penulis (Corresponding Author):
[email protected].
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 1, Edisi April 2012
45
Sriwati et al.
without media and rice bran showed a positive effect on the percentage of seed germination, plant height and number of leaf formation compared with control and the media of rice and rice bran. However, soil treatment with Trichoderma suspension, rice bran and rice showed the occurrence of inhibition in germination percentage, plant height and leaf number compared with the control and soil treatment without additional media. Key words:
Cocoa, Trichoderma harzianum, T. virens, planting medium, rice, bran, nursery.
PENDAHULUAN Spesies Trichoderma tergolong jamur mikroskopik yang hidup bebas serta bermanfaat bagi tanaman dan secara umum berada di dalam ekosistem tanah dan rhizosphere (Harman et al., 2004a). Sriwati et al. (2011) menemukan genus Trichoderma dari spesies T. virens yang diisolasi dari perakaran tanaman kakao. Penggunaan Trichodema secara luas dipelajari terhadap kemampuannya memproduksi antibiotik, sebagai parasit jamur lain, dan bersaing dengan mikroorganisme pengganggu tanaman (Harman et al., 2004a). Sampai saat ini sifat yang dimilkinya dianggap sebagai dasar pengaruh penggunaan Trichoderma terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Harman, 2006). Beberapa spesies Trichoderma digunakan sebagai agen biokontrol untuk melawan beberapa jamur fitopatogenik (Howell, 2003) seperti T. harzianum, T. viridae, T. koningii dan T. virens. Spesies merupakan jamur saprofit tanah yang pertumbuhannya sangat cepat dan tidak menyebabkan penyakit pada tanaman tingkat tinggi (Trianto & Sumantri, 2003), memarasit dan menyerang berbagai jenis jamur penyebab penyakit tanaman (Chet et al., 1979; Elad et al., 1982; Papavizas & Lumsden, 1980), termasuk patogen tular tanah maupun penyakit tular air born pada
tanaman hortikultura (Harman et al., 1996). Selain itu, perannya dapat meningkatkan persentasi perkecambahan, tinggi tanaman, dan bobot kering serta waktu perkecambahan yang lebih singkat pada tanaman sayuran (Chang et al., 1986; Paulitz et al., 1986), serta dapat meningkatkan jumlah kumpulan bunga pada Vinca minor L., dan Petunia hybrid Vilm. (Chang et al., 1986). Diantara spesies Trichoderma, T. virens dan T. atroviridae (dahulu T. harzianum) dan T. harzianum dapat memproduksi indol-3-acetic acid (IAA) dan bahan lainnya yang berhubungan dengan auksin (Cleland, 1972). IAA ada kaitannya pada hampir setiap aspek pertumbuhan dan perkembangan tanaman, dari embrio sampai reproduksi tanaman. Pada tanaman jagung (Zea mays), inokulasi Trichoderma mempengaruhi sistem pembentukkan akar, yang berhubungan dengan peningkatan hasil tanaman. Pengaruh-pengaruh yang dilaporkan termasuk produksi biomassa akar dan peningkatan perkembangan rambutrambut akar (Bjorkman et al., 1998; Harman et al., 2004b). Sistem perakaran merupakan hal yang penting bagi aktifitas tanaman, karena memberikan sumbangan terhadap efisiensi penggunaan air dan memfasilitasi penerimaan nutrisi dari dalam tanah (Lopez-Bucio et al., 2005).
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 1, Edisi April 2012
46
Respon pertumbuhan bibit kakao akibat pemberian dua isolat trichoderma pada beberapa campuran media tanam
Dedak dan beras merupakan media yang sering digunakan untuk perbanyakan koloni Trichoderma. Bahan tersebut mengandung selulosa yang sangat baik untuk pertumbuhan koloni Trichoderma (Purwantisari et al., 2006). Penambahan dedak dan beras ke dalam media tanam diduga akan menambah jumlah koloni Trichoderma sehingga memungkinkannya tetap hidup di dalam tanah dan dapat meningkatkan daya gunanya sebagai agen biokontrol maupun stimulasi pertumbuhan. Melihat beberapa peranan positif dari jamur T. harzianum dan T. virens seperti terhadap tanaman, maka perlu dilakukannya penelitian yang bertujuan untuk melihat peran dua isolat Trichoderma tersebut terhadap pertumbuhan bibit tanaman kakao pada berapa media tanam.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusa n Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh, yang berlangsung mulai bulan Desember 2009 sampai dengan Februari 2010. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri dari tujuh perlakuan dengan tiga ulangan yaitu: A (tanah atau Kontrol); B (tanah dan suspensi konidia T. harzianum); C (tanah dan suspensi konidia T. virens); D (tanah dan suspensi konidia T. harzianum dan dedak); E (tanah dan suspensi konidia T. virens dan dedak); F (tanah dan suspensi konidia T. harzianum dan beras); G (tanah dan suspensi konidia T. virens dan beras). Dengan demikian maka akan diperoleh jumlah total unit percobaan yaitu sebanyak 21 unit, dan masing-masing unit terdiri dari lima benih kakao.
Suspensi konidia yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebanyak 3,5 x 103 konidia/ml. Suspensi konidia yang digunakan berasal dari konidia T. harzianum dan T. virens yang telah ditumbuhkan pada media dedak selama tiga minggu. Media dedak sebanyak 5 g di masukkan ke dalam gelas ukur (500 ml) dan dicampur dengan 45 ml air suling. Campuran tersebut diaduk selama 15 menit hingga merata. Hasil adukan kemudian diambil 1 ml suspensi dan dicampur ke dalam 9 ml air suling sampai pengenceran 10 -3 . Kemudian dengan menggunakan Haemacytometer di hitung jumlah konidia yang berada pada kelima kotak di Haemacytometer. Media tumbuh yang digunakan berupa campuran top soil ditambah dedak atau beras sesuai perlakuan dengan perbandingan volume 2 : 1. Sebelum digunakan, tanah tersebut diayak terlebih dahulu. Dedak, beras dan tanah disterilkan dalama otoclaf, kemudian dicampur menjadi satu dan dimasukkan ke dalam polibeg (10 x 15 cm). Suspensi kedua jenis konidia Trichoderma yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam polibeg yang berisi media tanah dan media dedak atau beras sesuai perlakuan. Banyaknya suspensi yang dimasukkan ke dalam polibeg 2,5 ml/ polibeg, selanjutnya polibeg diinkubasi selama 10 hari sebelum benih disemai. Benih kakao yang digunakan berasal dari buah kakao yang telah matang fisiologi. Pembersihan biji dilakukan dengan cara mengusap permukaan biji dengan jari secara perlahan-lahan, sampai permukaan benih tidak terdapat lendir. Benih kakao ditanam pada polibeg yang berisi tanah dan telah mengandung masing-masing spesies suspensi konidia T. harzianum dengan bagian titik tumbuh berada di bawah dan bagian yang sedikit meruncing berada diatas atau
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 1, Edisi April 2012
47
Sriwati et al.
pada posisi tegak, dan ditanam 2/3 dari bagian biji ke dalam tanah. Peubah yang diamati meliputi perkecambahan benih yang dilakukan pada 10 hst. (hari setelah tanam) dengan cara mengamati jumlah benih yang berkecambah yang ditandai dengan naiknya bakal biji ke permukaan tanah. Pengukuran tinggi tanaman pada hari 12, 16, 20, 24, dan 28 hst. Pengukuran dimulai dari permukaan tanah sampai kepucuk apical tanaman. Perhitungan Jumlah daun pada 28 hst dengan menghitung jumlah daun yang terbentuk seluruhnya mulai dari bawah sampai di pucuk apikal tanaman. Bobot kering tanaman diukur pada 28 hst., dengan mencabut tanaman lalu dibersihkan dari tanah dan dimasukkan ke dalam amplop kertas dan dikeringkan di dalam oven selama 2 x 24 jam pada suhu 100OC, kemudian ditimbang di atas neraca digital sampai mendapatkan bobot tanaman yang konstan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Respon Terhadap Perkecambahan Berdasarkan hasil analisis keragaman; kedua spesies Trichoderma tanpa media dedak maupun beras sangat berpengaruh terhadap persentase perkecambahan benih kakao. Persentase terendah terdapat pada perlakuan Trichoderma dengan media dedak dan beras (perlakuan D, E, F, G) sedangkan persentase tertinggi terdapat pada perlakuan T. harzianum (B) maupun T. virens (C) (Gambar 1). Pemberian T. harzianum dan T. virens dengan media dedak dan beras (perlakuan D, E, F, G) menunjukkan pengaruh negatif terhadap perkecambahan benih kakao dimana benih kakao hampir seluruhnya
tidak berkecambah pada 10 hst. hingga penelitian selesai dilaksanakan. Pengaruh negatif tersebut diduga akibat perkembangan yang sangat cepat dari Trichoderma di dalam media selama masa inkubasi disertai produksi auksin oleh Trichoderma dengan konsentrasi yang tinggi. Hal ini didukung oleh pernyataan Contreras-Cornejo et al. (2009) yang menyatakan bahwa T. harzianum dan T. virens dapat menghasilkan indole-3-acetic acid (IAA). Menurut Arsyad & Franken-berger (1993), sintesis IAA di dalam tanah dipacu oleh ketersediaan prekusor spesifik (bahan dasar) triptopan (L-tryptophan), Tryptophan (salah satu sumber N bagi mikroba) yang terdapat dalam eksudat akar dan bahan organik dan dapat diubah oleh mikroba tanah menjadi IAA yang berkaitan dalam penghambatan perkecambahan benih jika konsentrasinya sangat tinggi (Cleland, 1972). Pengaruh positif terdapat pada perlakuan yang diinokulasi T. harzianum maupun T. virens yang menunjukkan tingkat persentasi perkecambahan benih kakao yang tinggi. Hal tersebut akibat dari penggunaan tanah top soil yang tingkat kandungan bahan organiknya rendah untuk perkembangan Trichoderma, sehingga kemampuan Trichoderma dalam menghasilkan auksin hanya pada konsentrasi yang rendah sehingga memberikan pengaruh positif bagi perkecambahan benih tanaman kakao. Menurut Srivastava (2002) konsentrasi auksin yang rendah dapat memicu pertumbuhan radikula pada benih. Sebaliknya, pada perlakuan yang diinokulasi T. harzianum atau T. virens dengan media dedak dan beras (perlakuan D, E, F dan G) memperlihatkan terjadinya penghambatan perkecambahan benih kakao.
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 1, Edisi April 2012
48
Respon pertumbuhan bibit kakao akibat pemberian dua isolat trichoderma pada beberapa campuran media tanam
120 bc
Beni berkecambahan, % Germinated bean, %
100
de
80 cd 60 bc 40 a 20
a a
0 A
B
C
D
E
F
G
Perlakuan Treatment
Gambar 1. Rata-rata perkecambahan benih kakao pada 10 hari setelah tanam. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 0,05. Figure 1
The average germination of cocoa seeds at 10 days afer inocilation. The figures that followed by the same letter were not significantly different based on LSD at the 0.05 level.
Respon Pertumbuhan Tanaman Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa inokulasi kedua spesies Trichoderma dengan media tambahan (dedak dan beras) berpengaruh sangat berbeda nyata terhadap tinggi tanaman bibit kakao. Inokulasi Trichoderma dengan media dedak dan beras berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tanaman. Tanah yang mengandung koloni Trichoderma dengan media dedak dan beras (perlakuan D, E, F dan G) memperlihatkan pertumbuhan bibit yang terhambat. Pertumbuhan yang lebih baik terlihat pada perlakuan T. harzianum dan T. virens dalam media tanah saja tanpa penambah dedak maupun beras. Penghambatan pertumbuhan tanaman diduga terjadi akibat akumulasi auksin di dalam media. Trichoderma berkembang dengan cepat pada media dedak dan
beras yang merupakan nutrisi bagi perkembangannya dan juga sebagai prekusor spesifik triptopan yang dapat diubah oleh Trichoderma menjadi IAA. Oleh karena itu, konsentrasi auksin yang dihasilkan Trichoderma sangat tinggi sehingga mengakibatkan penghambatan pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Cleland (1972) bahwa pemberian auksin dalam konsentrasi yang tinggi dapat bersifat menghambat pertumbuhan tanaman. Selain itu, Glick (1995) dan Mayak et al. (1997) menyatakan bahwa produksi IAA yang berlebihan akan memacu pembentukkan hormon etilen yang dalam konsentrasi tinggi akan menghambat perkembangan atau pemanjangan akar, sehingga mengganggu penyerapan air dan unsur hara dari dalam tanah (Okon & Kapulnik, 1986; Abbas & Okon, 1993). Pada perlakuan yang diinokulasi T. harzianum tanpa media
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 1, Edisi April 2012
49
Sriwati et al.
menunjukkan pertumbuhan awal (12 hst.) tinggi bibit kakao yang lebih baik. Hal tersebut terjadi akibat kandungan bahan organik yang cukup ditanah top soil disertai dengan perkembangan Trichoderma yang optimal sehingga auksin yang dihasilkan Trichoderma dengan konsentrasi rendah, dan memberikan pengaruh positif terhadap tinggi bibit kakao (Srivastava, 2002).
daun pada bibit kakao (Gambar 3). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian Trichoderma dengan media dedak dan beras sangat berbeda nyata terhadap rata-rata jumlah daun dan memperlihatkan kecenderungan bibit membentuk daun yang lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan yang hanya diinokulasi T. harzianum dan T. virens maupun kontrol.
Hasil pengamatan terhadap jumlah daun pada 28 hst. akibat pemberian Trichoderma pada berbagai media menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma dengan media dedak dan beras (perlakuan D, E, F, G) mempengaruhi pembentukan jumlah
Penghambatan pembentukan jumlah daun diduga akumulasi auksin konsentrasi tinggi dapat menghambat pembentukkan tunas-tunas tanaman, serta dapat menghambat pemanjangan akar (Srivastava,
12.5 A = Tanah (kontrol) B = Tanah + T. harzianum
2.0
c
C = Tanah + T. virens D = Tanah + T. harzianum + dedak
c
E = Tanah + T.virens + dedak
17.5
c
bc
F = Tanah + T.harzianum + beras
bc G = Tanah + T. virens + beras
1.5
d
Tinggi tanaman, cm Plant heigh, cm
bc
bc bc
1.25
b
bc
cd
1.0
b b bc
7.5
b
c
5.0 b
2.5
b
b a a
0
a a a
12 hst.
a
a a
16 hst.
a
a
a
20 hst.
a a
24 hst.
a
a
28 hst.
Waktu pengamatan, hst. Observation, dap.
Gambar 2. Rata-rata tinggi tanaman kakao pada 12, 16, 20, 24, 28 hari setelah tanam. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 0,05. Figure 2.
The average height of cocoa at 12, 16, 20, 24, 28 days after planting. The figures that followed by the same letter were not significantly different based on LSD at the 0.05 level.
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 1, Edisi April 2012
50
Respon pertumbuhan bibit kakao akibat pemberian dua isolat trichoderma pada beberapa campuran media tanam
120
e
100
de
Jumlah daun Number of leaf
80 cd
60 bc
40
ab
20
a
a
0
A
B
C
D
E
F
G
Perlakuan Treatment
Gambar 3. Rata-rata jumlah daun tanaman kakao pada 28 hari setelah tanam. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 0,05. Figure 3.
The average number of leaves of cocoa plants at 28 days after planting. The figures that followed same letter were not significantly different based on LSD at the 0.05 level.
1,26 a
a
1,2
1.0
a
Bobot kering, g Dry weight, g
a a
0,8
a
A B C
a
0,6
D E F G
0,4
0,2
0 A
B
C
D
E
F
G
Perlakuan Treatment
Gambar 4. Rata-rata bobot kering tanaman kakao pada 29 hari setelah tanam. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 0,05. Figure 4.
Average dry weight of cocoa in 29 days after planting. The figures that followed by the same letter were not significantly different based on LSD at the 0.05 level.
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 1, Edisi April 2012
51
Sriwati et al.
2002) sehingga mempengaruhi pengambilan air dan unsur hara yang berfungsi untuk membantu terbentuknya daun-daun muda (flush) pada bibit kakao. Hasil analisis ragam terhadap bobot kering kakao pada 29 hst. menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata terhadap bobot kering (Gambar 4). Seluruh perlakuan belum mampu memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju peningkatan bobot kering yang diaktualisasikan dengan pernyataan bobot kering. Pada 28 hst. perlakuan pemberian Trichoderma belum mampu memicu laju bobot kering tanaman. Tanaman kakao adalah tanaman tahunan yang diduga akan menunjukkan perbedaan respon bobot kering pada saat tanaman tersebut aktif membentuk organ-organ vegetatif. Perlu menambah waktu pengamatan hingga bibit berumur tiga bulan atau siap ditanam di lapangan agar dapat menunjukkan pengaruh pemberian Trichoderma terhadap respon bobot kering tanaman.
KESIMPULAN Pemberian suspensi konidia Trichoderma harzianum dan T. virens dalam media tambahan dedak dan beras ke dalam tanah memiliki respon yang negatif terhadap persentase perkecambahan, tinggi tanaman, bobot kering, dan jumlah daun pada bibit kakao, sedangkan pemberian suspensi Trichoderma tanpa media tambahan menunjukkan respon positif terhadap pertumbuhan bibit kakao. Pemberian suspensi konidia T. harzianum tanpa media beras dan dedak memperlihatkan respon positif terhadap persentase perkecambahan, tinggi tanaman, bobot kering dan jumlah daun.
DAFTAR PUSTAKA Abbas, Z. & Y. Okon (1993). Plant growth promotion by Azotobacterpaspall in the rhizospir. Soil Biology & Biochemistry, 25, 1075-1083. Arshad, M. & W.T. Frankenberger (1993). Microbial production of plant growth regulators. p. 307-347. In: F.B. Meeting. Jr. (Ed). Soil microbial ecology application in agricultural and environmental management. Mercel Dekker. Inc. New York. Bjorkman, T.; L.M. Blanchard & G.E. Harman (1998). Growth enhancement of shrunken-2 sweet corn when colonized with Trichoderma harzianum 1295-22: effect of environmental stress Journal of the American Society for Horticultural Science, 123, 35–40. Chang, Y.C.; Y.C. Chang; R. Baker; O. Kleifeld & I. Chet (1986). Increased growth of plants in the presence of the biological control agen Trichodermaharzianum. Plant Disease, 70, 145-148. Chet, I.; Y. Hadar; J. Katan & Y. Henis (1979). Biological control of soil born plant pathogen by Trichodermaharzianum. CABI, UK. Cleland, R. (1972). The dosage response curve for auxin-induced cellelo-ngation: a re-evaluation. Planta, 104, 1–9. Contreras-Cornejo, H.A.; L. MarciasRodrigues; C. Cortes-Penagos & J. Lopez-Bucio (2009). Trichodermaviresns, a Plant Benefecial Fungus, Enhances Boimass Production and promotes Lateral Root Growth Through an Auxin-Dependent Mechanism in Arabidopsis. Plant Physiology, 149, 1579-1592. Elad, Y.; I. Chet & Y. Henis (1982). Degradation of plant pathogemc fungi
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 1, Edisi April 2012
52
Respon pertumbuhan bibit kakao akibat pemberian dua isolat trichoderma pada beberapa campuran media tanam
by Trichoderrna harzianum. Canadian Journal of Microbio1ogy, 28, 719-725. Glick, B.R. (1995). The enhancement of plant growth by free-living bacteria. Canadian Journal Microbiology, 4, 109117. Harman, G.E.; C.R. Howell; A.Viterbo; I. Chet & M. Lorito (2004a). Trichoderma species: opportunistic, avirulent plant symbionts. Natural Reviews Microbiology, 2, 43–56. Harman, G.E.; R. Petzoldt; A. Comis & J. Chen (2004b). Interaction between Trichoderma harzianum strain T-22 and maize inbred line Mo17 and effects of these interactions on disease caused by Phytium ultimum and Colletotrichum graminicola. Phytopathology, 94, 147–153. Harman, G.E. (2006). Overview of mechanisms & (and?) uses of Trichoderma spp. Phytopathology, 96, 190–194. Howell, C.R. (2003). Mechanisms employed by Trichoderma species in the biological control of plant diseases: the history and evolution of current concepts. Plant Disease, 87, 4–10. López-Bucio, J.; A. Cruz-Ramírez; A. PérezTorres; J.G. Ramírez-Pimentel; L. Sánchez-Calderón & L. HerreraEstrella (2005). Root architecture. p. 181–206. In: C. Turnbull (ed.). Plant Architecture and Its Manipulation. Blackwell Annu Rev Series. Blackwell Scientific, Oxford. Mayak, S.; T. Tirosh & B.R. Glick (1997). The influence of growth promoting rhizobacterium Pseudomonas putidia GR12-2. p. 313–315. In: A. Ogoshi et al. (Eds.). Plant Growth Promot-
ing Rhizobacteria, Present Status and Future Prospects. Proceedings of the Fourth International Workshop on PGPR.Japan-OECD Joint Workshop. Sapporo, Japan. October 5-10. 1997. Okon, Y. & Y. Kapulnik (1986). Development and function of Azospirillum inoculated roots. Plant and Soil, 90, 3-16. Papavizas, G.C. & R.D. Lumsden (1980). Biological control of soil-borne fungal propagules. Annual Review of Phyto-pathology, 18, 389-413. Paulitz, T.; M. Windham & R. Baker (1986). Biological control of soilborn fungal propagules. Annual Review of Phytopathology, 18, 389–413. Purwantisari, S.; A. Priyatmojojo & B. Raharjo (2009). Produksi Biofungisida Berbahan baku Mikroba Antagonis Indigenous untuk Pengendalian Penyakit Lodoh Tanaman Kentang Di Sentra-sentra Penanaman Kentang di Jawa Tengah. FMIPA Universitas Diponegoro Semarang. Srivastava, L.M. (2003). Plant Growth and Development, Hormones and Environment. Academic Press.Orlando. Sriwati, R.T.; T. Chamzurni & Sukarman (2011). Deteksi dan identifikasi cendawan endofit Trichoderma yang berasosiasi pada tanaman kakao. Jurnal Agrista, 15, 15-20. Trianto & G. Sumantri (2003). Pengembangan Trichoderma harzianum untuk Pengendalian OPT Pangandan Hortikultura. Lab. PHPT Wilayah Semarang. **********
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 1, Edisi April 2012
53