Pudjio Santoso, “Respon Masyarakat dan Pemerintah Desa dalam Menangkap Peluang Pengembangan Pariwisata di Bawean” hal. 262-271.
Respon Masyarakat dan Pemerintah Desa dalam Menangkap Peluang Pengembangan Pariwisata di Bawean Pudjio Santoso
[email protected] (Departemen Antropologi Fisip-Universitas Airlangga, Surabaya) Abstract The development of tourism sector always attracts attentions because of different views between those that supports and those that do not. Meanwhile, there is an alternative approach that is rarely utilized , which is emphasizing its positive aspects, primarily the improvement of local people’s economy, and suppressing its negative aspects by using regulations at national, provincial, or regional and local levels. One region that is currently being developed is the Island of Bawean that has beautiful nature and culture. This development is certainly being responded positively by some people who see it as work opportunities, but others are anxious and afraid if this development will erode religious (Islamic) norms and values that have been preserved well until today. This study found that in the Village organizational level, this economic opportunity has not been fully utilized even though regulation instruments such as Village Regulation (Undang-undang Desa), Government Regulation (Peraturan Pemerintah), and Regulation of Ministry of Village (Permendes) regarding Village finance and Village-owned Enterprise (BUMDesa) has been established. On the other hand, people saw that Tourism development in Bawean will bring impacts on their economy and livelihood. They will no longer need to go abroad to earn a living. The lack of response from the Village to capture the economic opportunity of tourism development is related with the lack of understanding from the village administrators and community leaders about Village-owned Enterprise and types of businesses that is viable for the Village-owned Enterprise. Key words: Tourism Development, Respond, Village-owned Enterprise, Bawean.
Abstrak Pengembangan sektor pariwisata selalu menarik perhatian karena adanya perbedaan pandangan antara yang pro dan anti. Padahal ada satu pendekatan alternatif yang jarang dipakai, yakni melihat pengembangan pariwisata dari sisi positif terutama meningkatkan ekonomi masyarakat lokal, sedangkan sisi negatifnya ditekan sedemikian rupa melalui regulasi baik di tingkat pusat, propinsi maupun daerah dan lokal. Pulau Bawean yang memiliki keindahan alam dan budaya saat ini sedang dikembangkan. Pengembangan ini tentu saja direspon secara positif oleh sebagian masyarakat sebagai peluang kerja, namun adapula yang cemas dan takut jika pengembangan tersebut menggerus nilai-nilai dan norma keagamaan (Islam) yang selama ini masih terjaga dengan baik. Kajian yang dilakukan ini menyimpulkan bahwa pada tingkat kelembagaan Desa, peluang ekonomi ini belum ditangkap secara baik meskipun perangkat aturan (Undang-Undang Desa, Peraturan Pemerintah, dan Permendes) tentang keuangan Desa dan BUMDesa sudah ada. Sementara itu masyarakat melihat pengembangan Pariwisata di Bawean akan membawa dampak pada perubahan ekonomi dan ketenagakerjaan. Mereka tidak perlu lagi merantau ke luar negeri untuk mencari nafkah. Belum responsifnya Desa menangkap peluang ekonomi pengembangan pariwisata ini tidak terlepas dari pemahaman yang kurang dari perangkat desa serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap BUMDesa dan jens-jenis usaha apa saja yang layak diBUMDesa-kan. Kata Kunci: Pengembangan Pariwisata, Respon, BUMDesa, Bawean.
BioKultur, Vol.V/No.2/Juli-Desember 2016, hal. 262
Pudjio Santoso, “Respon Masyarakat dan Pemerintah Desa dalam Menangkap Peluang Pengembangan Pariwisata di Bawean” hal. 262-271.
S
ektor pariwisata sejak lama
dalam suatu kolam dimana pengaruhnya
dianggap
tidak saja pada tempat batu tersebut
sebagai
industri
terbesar
sebuah ketiga
di
dunia setelah minyak dan gas (migas),
elektronik.
serta
Berdasarkan
peralatan data
jatuh, tetapi juga terjadi di sepanjang riak gelombang yang ditimbulkannya. Kecenderungan yang positif secara
yang
ekonomi itulah yang mendasari semua
dikeluarkan oleh Organisasi Pariwisata
negara dan daerah berlomba-lomba me-
Dunia (WTO) yang dikutip dari Fandeli
ngembangkan sektor pariwisata sebagai
(2003:22), sumbangan sektor pariwisata
andalan dalam menyumbang devisa.
terhadap pendapatan sebesar US $3,5
Berbagai model pariwisata dikembang-
trilyun atau 6% pendapatan kotor dunia.
kan secara besar-besaran bahkan untuk
Sebagai sebuah industri tanpa asap,
daerah
atau
negara
yang
kurang
pariwisata acapkali dianggap sebagai
mempunyai daya pesona alam dan
sektor ekonomi yang tak tampak dari sisi
budaya, mereka mengembangkan wisata
angka statistik. Hal ini karena sektor
Hi-tech
pariwisata tidak saja berdampak pada
teknologi permainan hiburan).
(mengandalkan
kecanggihan
pertumbuhan kunjungan wisatawan ke
Indonesia yang memiliki kekayaan
obyek-obyek wisata maupun meningkat-
alam dan budaya sangat serius dalam
nya tingkat okupansi hotel-hotel yang ada
membangun
di sekitar obyek wisata tersebut.
pariwisata, mulai dari infrastruktur jalan
Pertumbuhan
mengembangkan
secara
menuju Daerah Tujuan Wisata (DTW),
tidak langsung berakibat pada sektor
obyek-obyek wisata baru, hotel dan
pertanian
kebutuhan
restoran. Di samping itu berbagai produk
bahan baku untuk kuliner hotel dan
hukum dan perundang-undangan, baik di
restoran, industri-industri yang mengha-
tingkat
silkan perlengkapan hotel seperti sabun,
dikeluarkan. Misalnya, Undang-Undang
sampo
serta
No. 25 tahun 2000 tentang Program
handuk. Dengan demikian terjadi akibat
Pembangunan Nasional mengamanatkan
ganda dari pariwisata (multiplier effect).
bahwa salah satu tujuan pembangunan
Yoeti (2006: 136) menggambarkan efek
nasional
ganda yang ditimbulkan dari pariwisata
Pariwisata adalah: 1) mengembangkan
ibarat sebuah batu yang dilempar ke
dan memperluas diversifikasi produk dan
yang
dalam
pariwisata
dan
memasok
kemasan
kecil
pusat
yang
maupun daerah yang
berkaitan
dengan
BioKultur, Vol.V/No.2/Juli-Desember 2016, hal. 263
Pudjio Santoso, “Respon Masyarakat dan Pemerintah Desa dalam Menangkap Peluang Pengembangan Pariwisata di Bawean” hal. 262-271.
kualitas pariwisata nasional; 2) berbasis
dalkan pada pekerjaan sebagai TKI
pemberdayaan masyarakat, kesenian, dan
(Tenaga Kerja Indonesia) di Malaysia,
sumber daya (pesona) alam lokal dengan
Singapura,
memperhatikan
dan
negara lainnya. Kondisi geografis yang
kelestarian
cukup terisolir oleh lautan serta hanya
lingkungan hidup setempat, dan (3)
mengandalkan pada kemurahan hasil laut
mengembangkan serta memperluas pasar
itulah
pariwisata terutama pasar luar negeri.
merantau ke luar negeri. Seiring dengan
Undang-Undang RI No 10 Tahun 2009
makin terbukanya akses ke pulau Bawean
tentang Kepariwisataan pada Bab IV
baik melalui laut (ada kapal ekspres cepat
pasal 6 menyatakan bahwa pembangunan
dan kapal Ro-Ro), serta pesawat terbang
kepariwisataan
melalui
2 kali seminggu, maka kekayaan alam dan
pembangunan
budaya Bawean yang selama ini belum
kepariwisataan dengan memperhatikan
banyak diketahui orang luar menjadi
keanekaragaman,
alternatif
budaya
kelestarian
tradisional
pelaksanaan
kekhasan
serta
seni
dilakukan rencana
budaya
keunikan,
beberapa
menyebabkan
peluang
pekerjaan
mereka
bagi
masyarakat Bawean yang tidak ingin
kebutuhan manusia untuk berwisata. Di
merantau ke luar negeri. Di samping itu
samping itu dalam penentuan kawasan
citra orang Bawean yang agamis menjadi
wisata di suatu daerah perlu diperhatikan
salah satu kendala dalam pengembangan
aspek
pariwisata yang selalu identik dengan 5 S
sosial
alam,
yang
dan
serta
budaya,
dan
dan
Hongkong
dan
agama
masyarakat setempat. Di tingkat daerah banyak peraturan daerah (Perda) yang bermunculan
seolah-olah
berlomba
(Sun, Sea, Sand, Scene, Sex). Bukan individu
saja
yang
masyarakat
secara
diuntungkan
dengan
pariwisata,
namun
seiring dengan pelaksanaan otonomi
pengembangan
daerah.
melalui pemerintah lokal (desa) peluang
Artikel
ini
membahas
tentang
ekonomi pengembangan pariwisata ini
respon masyarakat dan pemerintah lokal
juga dapat dikelola secara lebih baik
(desa) dalam melihat peluang ekonomi
melalui kelembagaan desa. Hal ini sejalan
pengembangan wisata di pulau Bawean,
dengan diberlakukannya UU no. 6 tahun
Gresik. Hal ini menarik untuk dikaji dan
2014 tentang pemerintahan Desa. UU
dibahas mengingat selama ini secara
tersebut
ekonomi, masyarakat Bawean mengan-
pemerintah
mengamanatkan untuk
pada
mengembangkan
BioKultur, Vol.V/No.2/Juli-Desember 2016, hal. 264
Pudjio Santoso, “Respon Masyarakat dan Pemerintah Desa dalam Menangkap Peluang Pengembangan Pariwisata di Bawean” hal. 262-271.
wilayah perdesaan melalui 4 bidang
para
informan
subyek,
kewenangan (Pemerintahan Desa, Pem-
pendukung
bangunan Desa, Pembinaan Kemasya-
pengamatan terhadap potensi wisata
rakatan Desa dan Pemberdayaan Ma-
yang ada di Bawean, serta aktivitas
syarakat Desa). Guna mewujudkan ama-
masyarakat di sekitar obyek-obyek yang
nat tersebut pemerintah menggelontor-
berpotensi untuk dikembangkan sebagai
kan anggaran per desa antara 1 hingga
daerah wisata, dan data statistik baik dari
1,5 milyar per desa per tahun. Akan tetapi
monografi
karena kondisi keuangan negara saat ini
Karena luas dan meratanya lokasi obyek
yang belum mencukupi, maka baru
wisata di Bawean, maka penelitian ini
terealisir sekitar 60%.
fokus pada masyarakat desa Kebun Teluk
serta
desa
informan
observasi
maupun
atau
kecamatan.
Dalam kecamatan Sangkapura. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan
Metode Penelitian bersifat
kualitatif
bahwa dermaga penyeberangan terapung
deskriptif,
Menurut
menuju tempat wisata Gili Timur yang
Muhajir (1996:29) penelitian kualitatif
dibangun pemerintah kabupaten Gresik
lebih
berada
Penelitian dengan
ini
format banyak
mendasarkan
pada
atau
dimiliki
oleh
desa
pengumpulan dan penyajian data secara
Kebuntelukdalam, namun lokasi wisata
verbal dan bukan dalam angka-angka
Gili
statistik. Demikian pula Bogdan dan Tylor
administratif desa Sidogedungbatu. Hal
yang
yang
dikutip
dari
Moleong
(2004)
Noko
berada
menarik
dalam
adalah
wilayah
pada
pembangunan
saat
mengatakan bahwa metode penelitian
perencanaan
dermaga
kualitatif menghasilkan data deskriptif
terjadi tarik ulur antara kedua desa
berupa kata-kata baik tertulis maupun
tersebut.
lisan dari orang-orang dan prilaku yang
Di samping itu, desa Kebunteluk-
bisa diamati. Ciri penting dari penelitian
dalam juga memiliki beberapa obyek
kualitatif adalah penekanannya pada
wisata yang sampai saat ini masih dikenal
aspek keluasan dan kedalaman dari data
secara lokal Bawean saja. Wisatawan dari
yang dikumpulkan.
luar Bawean tidak banyak yang tahu
Data
yang
dikumpulkan
dalam
penelitian ini meliputi data lapangan yang
selain terkendala akses jalan menuju tempat-tempat wisata tersebut.
diperoleh melalui wawancara dengan BioKultur, Vol.V/No.2/Juli-Desember 2016, hal. 265
Pudjio Santoso, “Respon Masyarakat dan Pemerintah Desa dalam Menangkap Peluang Pengembangan Pariwisata di Bawean” hal. 262-271.
Wawancara
dilakukan
terhadap
seseorang. Rangsangan baru tersebut
kepala desa Kebuntelukdalam, nelayan
dapat berupa situasi, obyek, maupun
yang mengantar wisatawan menyeberang
peristiwa. Dalam kaitannya dengan kajian
ke pulau Gili, pegawai UPTD Pariwisata
ini, rangsangan itu adalah adanya upaya
pulau Bawean.
dari pemerintah untuk mengembangkan kepariwisataan di Bawean. Hal ini terlihat dari adanya lapangan terbang perintis
Hasil dan Pembahasan Secara sederhana respon seperti
yang berada di kecamatan Tambak, yang
yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa
diresmikan penggunaannya sejak awal
Indonesia (1988) adalah suatu tanggapan,
tahun 2016. Selain itu perbaikan jalan
reaksi, dan jawaban. Sedangkan konsep
lingkar Bawean yang menghubungkan
lain lebih dekat dengan ilmu Psikologi,
kecamatan Sangkapura dan kecamatan
mengatakan bahwa respon adalah suatu
Tambak, dan pembangunan dermaga
tingkah laku atau sikap, baik sebelum
apung di desa Kebuntelukdalam sebagai
pemahaman
akses menuju tempat wisata pulau Gili
yang
rinci,
penilaian,
pengaruh, penolakan, suka atau tidak maupun fenomena.
pemanfaatan Jadi
pada
berbicara
suatu
mengenai
Noko. Adanya sesuatu yang “baru” dalam masyarakat
meskipun
memberikan
respon dari perspektif psikologi berarti
manfaat positif dari sisi ekonomi, namun
berbicara tentang persepsi, sikap dan
direspon secara berbeda karena adanya
partisipasi (Adi, 1994: 105). Oleh sebab
aspek yang dapat mengganggu konstelasi
itu membuat kajian tentang respon selalu
budaya setempat. Oleh sebab itu perlu
terkait dengan pengukuran kuantitatif
juga dipahami beberapa konsep dan teori
dan responden. Namun demikian dalam
tentang
kajian antropologi penggunaan konsep
industri tanpa asap, pariwisata memiliki
respon dapat diterapkan secara kualitatif
ciri-ciri khas sebagai berikut (Spillane,
dan menggunakan informan atau subyek
1994:39):
penelitian. Respon sebagai perilaku yang
1) Produk
pariwisata.
Sebagai
pariwisata
tidak
sebuah
dapat
muncul karena adanya rangsangan dari
disimpan karena berupa jasa atau
lingkungan.
lain,
pelayanan yang hanya dinikmati pada
munculnya perilaku baru karena adanya
saat seseorang berada di tempat
rengsangan yang masuk dalam diri
wisata.
Atau
dengan
kata
BioKultur, Vol.V/No.2/Juli-Desember 2016, hal. 266
Pudjio Santoso, “Respon Masyarakat dan Pemerintah Desa dalam Menangkap Peluang Pengembangan Pariwisata di Bawean” hal. 262-271.
2) Permintaan produk wisata sangat
wisnus
dan
251
wisman)
yang
dipengaruhi oleh musim-musim ter-
berkunjung ke tempat-tempat wisata.
tentu (highly seasonal) khususnya
Tahun 2015 sedikit meningkat, sebanyak
terkait masa liburan.
7.801 orang (6.965 orang wisnus dan 836
3) Permintaan juga sangat dipengaruhi
orang wisman) yang berkunjung ke
oleh faktor-faktor di luar wisata itu
Bawean, dan tahun 2016 hingga bulan
sendiri yang acapkali sulit diprediksi
Juni, terdapat 4.289 orang (4.247 orang
(unpredictable)
seperti
perubahan
wisnus dan 42 orang wisman).
dalam
valuta,
gangguan
kurs
keamanan,
masalah
politik,
Sayangnya
data
kunjungan
serta
wisatawan yang ada di UPTD Pariwisata
perubahan iklim/cuaca yang tiba-tiba
Bawean tidak memilah wisatawan lokal
termasuk bencana alam.
Bawean dan yang dari luar Bawean. Hal
4) Pariwisata sangat elastis terhadap
ini penting untuk bisa mengukur sejauh
harga dan pendapatan. Naik turunnya
mana obyek-obyek wisata yang ada di
harga
sangat
Pulau Bawean telah dikenal dan dapat
permintaan
menarik wisatawan dari luar Bawean,
dan
pendapatan
mempengaruhi
akan
konsumsi dan pelayanan pariwisata. Keempat ciri pariwisata di atas penting
dipahami
oleh
masyarakat
Bawean yang memanfaatkan peluang pariwisata. Hal ini karena akses menuju ke
pulau
Bawean
masih
sangat
tergantung pada kondisi ombak laut. Meskipun
ada
sarana
transportasi
pesawat terbang, tetapi karena jadwal penerbangannya
yang hanya
2 kali
seminggu serta pesawat kecil jenis Twin Otter kapasitas 12 penumpang, tentu sangat tidak memadai. Berdasarkan data yang diperoleh dari UPTD Bawean pada 2014 tercatat sebanyak 6.995 orang (6.744 orang
khususnya wisatawan mancanegara. Terlepas dari data wisatawan yang kurang spesifik, adanya lapangan terbang di Bawean membawa dampak positif bagi ekonomi masyarakat. Geliat perdagangan dalam bentuk minimarket, penginapan, rental kendaraan dan agen wisata sudah tampak. Pada tahun 2014 hanya terdapat sebanyak 6 hotel/penginapan, kemudian tahun 2015 bertambah 2 menjadi 8 hotel dan
tahun
2016
sudah
ada
10
hotel/penginapan. Demikian pula dengan jasa atau agen wisata. Pada tahun 2014 hanya ada 3, dan saat ini sudah terdapat 5, yakni Hans Tourguide, Keliling Bawean, Tasek
Tanean,
Bawentrip.Com,
dan
BioKultur, Vol.V/No.2/Juli-Desember 2016, hal. 267
Pudjio Santoso, “Respon Masyarakat dan Pemerintah Desa dalam Menangkap Peluang Pengembangan Pariwisata di Bawean” hal. 262-271.
Bawean Tourism. Jasa yang ditawarkan
Gili Noko, seperti yang diungkapkan
mulai dari penjemputan di Bandara,
seorang informan nelayan:
pemesanan penginapan, menjadi peman-
“Saya dulu ya nelayan, trus sekarang sudah gak nyari ikan tapi nganter wisatawan saja. Kalo ada telepon disuruh ngantar orang ya sudah langsung berangkat. Kalo gak ada telpon ya di rumah nunggu dipanggil”.
du wisata dalam mengujungi tempat wisata,
dan
juga
mengurus
proses
kepulangan wisatawan. Di samping itu banyak masyarakat yang
memiliki
memanfaatkan membuka
jiwa
kewirausahaan
peluang
minimarket,
ini
dengan
cinderamata
Perubahan
pekerjaan
tersebut
karena saat ini semakin susah memperoleh ikan dalam jumlah banyak kalau hanya
mencari
pada
jarak
7
mil.
berupa kaos dan topi bergambar wisata
Sementara kalau jarak jauh, pengeluaran
Bawean, serta kuliner. Salah satu usaha
bahan bakarnya juga banyak. Sedangkan
kuliner yang khusus menyediakan menu
mengantar wisatawan menyebarang de-
ikan bakar terletak di pinggir jalan
ngan tarip Rp.250.000 PP dan jarak
menuju
sekitar 4 mil hanya butuh bahan bakar
dalam.
dermaga Menurut
apung
kebunteluk-
pemiliknya,
tempat
sekitar 4 liter. Rerata sehari mengantar 2
makannya baru dibuka tahun 2016 ini
kali,
karena
Rp.400.000
berharap
dengan
adanya
sehingga
keuntungan
sehari.
bisa
Seperti
yang
pembukaan bandara dan tersedianya
dikemukakan pak Kusen (nelayan): ”Iya,
dermaga apung akan banyak wisatawan
lebih banyak ngantar wisatawan, luma-
yang datang ke Bawean. Di pulau Gili
yan cukup buat sehari-sehari dibanding
Noko sendiri saat ini banyak ditemui
nyari ikan”.
kedai-kedai makan dan minum. Harapan
Sebagai sebuah daerah yang sangat
masyarakat di sekitar tempat wisata
kental
banyak wisatawan yang berkunjung ke
mengembangkan sebuah kawasan wisata
sana.
terutama yang berbasis laut atau bahari
atmosfer
agama
Islamnya,
Perubahan jenis pekerjaan juga ter-
tentu sangat tidak mudah. Berbagai
lihat dari para nelayan yang selama ini
contoh yang ada seperti Bali dan Lombok
mengandalkan mencari ikan, kini ber-
membuat mereka---terutama para Ulama
ubah menjadi menyewakan perahunya
dan
bagi wisatawan yang ingin me-ngunjungi
banyak
guru-guru---takut dikunjungi
jika
Bawean
wisatawan
dan
masyarakatnya berubah jauh dari normaBioKultur, Vol.V/No.2/Juli-Desember 2016, hal. 268
Pudjio Santoso, “Respon Masyarakat dan Pemerintah Desa dalam Menangkap Peluang Pengembangan Pariwisata di Bawean” hal. 262-271.
norma dan kesantunan menurut kaidah agama
Islam.
dilakukan
Namun
oleh
upaya
berbagai
gal layar ke mana-mana tetapi tidak ada barang yang hilang. Tetapi kalau sekarang meninggalkan rumah tanpa di kunci ya khawatir juga, kalau sepeda motor mungkin aman-aman saja walaupun ada kejadian beberapa tahun yang lalu yaitu dua sepeda motor hilang. Dari sisi kriminalitas, makin ke sini makin naik. Misalkan sudah ada narkoba, ada juga oplosan. Komix itu bapak dan ibu sekalian, ada juga di sini. Nah, itu yang mengkhawatirkan kita belum menjadi pulau wisata sudah seperti ini. belum ada rombongan turis ke sini sudah seperti itu”.
yang warga
masyarakat, baik pejabat pemerintah, pemuda dan tokoh-tokoh masyarakat untuk mengembangkan pariwisata di Bawean
mampu
konservatisme
meluluhkan
para
ulama.
paham Menurut
beberapa informan kehadiran wisatawan nusantara, apalagi yang berasal dari
Kriminalitas
pulau Bawean yang mengunjungi obyek-
yang
terjadi
tidak
obyek wisata tidak ada masalah baik
sebatas pencurian, tetapi juga narkoba
prilakunya maupun busana seperti yang
dan mabuk-mabukan. Hanya bedanya,
disampaikan
mereka mabuk bukan dengan minuman
oleh
Kades
Sidogedong
keras, tetapi mengoplos (mencampur)
Batu: “Sejauh ini tidak masalah ya. Mereka baik-baik saja. Pengunjung masih orang-orang sini aja. Kedepannya, kalau orang asing ke sini harus mengikuti peraturan yang berlaku di sini. Berpakaian yang sopan menurut adat-istiadat orang melayu, bertingkahlaku yang baik supaya kami juga segan”.
minuman ringan dengan beberapa sachet Komix
(obat
batuk).
Kekhawatiran
semacam itulah yang selama ini menjadi wacana di kalangan tokoh masyarakat, tokoh agama dan sebagian pendidik yang ada di Bawean. Pendapat yang berbeda tentang kenakalan anak remaja dikemu-
Kekhawatiran
masyarakat
kakan oleh salah seorang informan seo-
Bawean bukan tanpa sebab, karena saat
rang pemuda bahwa anak-anak yang
ini kriminalitas yang selama ini Bawean
dititpkan pada sanak saudaranya karena
terkenal dengan daerah yang paling aman
orangtua bekerja di luarnegeri, acapkali
dari
telah
terabaikan. Ketika di rumah mereka
menunjukkan peningkatan. Hal ini seperti
diajari norma susila dan agama, namun
yang dikatakan Ustadz Fauzi dari desa
pada malam hari anak-anak ini tidak
Kebuntelukdalam:
terpantau aktivitasnya. Di sinilah anak-
gangguan
tokoh
kriminalitas,
“Sekarang ini perkembangan kriminalitas di Bawean semakin lama semakin meningkat. Kalau dulu, rumah tidak di kunci tidak apa-apa. Walaupun di ting-
anak
tersebut
melakukan
aktivitas
menyimpang (“ngomix” dan berpakaian yang kurang sopan). BioKultur, Vol.V/No.2/Juli-Desember 2016, hal. 269
Pudjio Santoso, “Respon Masyarakat dan Pemerintah Desa dalam Menangkap Peluang Pengembangan Pariwisata di Bawean” hal. 262-271.
Pada tingkat kelembagaan desa,
pengembangan pariwisata, dan layak
peluang ekonomi dari pariwisata ini
untuk didirkan BUMDesa. Di desa ini
belum “ditangkap” secara baik oleh
terdapat
kepala desa dan tokoh-tokoh masyarakat.
diperdagangkan
Menurut kepala desa Kebuntelukdalam,
melalui jaringan TKI. Di samping itu juga
untuk saat ini masih disusun perangkat
ada industri rumahtangga gula aren, serta
aturan
BUMDesa.
anyaman bambu. Industri gula aren
Selama ini belum ada juklak dan juknis
masih terkendala jumlah tenaga kerja
pendirian BUMDesa dari Pemerintah
serta musim hujan karena air nira tidak
Kabupaten dan Kecamatan, sehingga
bisa di”deres” (diambil airnya).
yang
mendukung
madu
lebah sampai
hutan ke
yang
Malaysia
mereka kesulitan jika hanya mengan-
Olehkarena kendala-kendala terse-
dalkan pada Peraturan Pemerintah dan
but serta belum adanya studi kelayakan
Permendagri tentang pendirian BUM-
usaha, maka hingga saat ini pemerintah
Desa.
dan
desa belum berani menggagas pendirian
Suharyanto (2014), permasalahan kelem-
BUMDesa selain sebatas mempersiapkan
bagaan pendirian BUMDesa dapat dilihat
peraturannya. Di sisi yang lain, desa juga
dari aspek internal dan eksternal. Aspek
telah membentuk kelompok sadar wisata
internal meliputi keterbatasan Sumber
(Pokdarwis).
Daya Manusia (SDM), manajemen yang
digagas ide-ide apa saja yang bisa
belum efektif sehingga kurang efisien,
dikembangkan oleh masyarakat dalam
serta keterbatasan modal. Sedangkan
menyongsong Bawean sebagai daerah
permasalahan eksternal meliputi kemam-
tujuan wisata. Boleh dikatakan kelompok
puan monitoring yang belum efektif,
ini dipakai sebagai media sosialisasi bagi
kurangnya pengalaman, serta infrastruk-
masyarakat luas untuk mengenal lebih
tur yang kurang mendukung. Dari sisi
jauh pariwisata semacam apa yang akan
SDM, manajemen, serta infrastruktur
dikembangkan di Bawean, serta hal-hal
tampaknya yang menjadi hambatan bagi
apa saja yang perlu diperhatikan jika
desa-desa di Bawean dalam mendirikan
sudah mulai banyak wisatawan yang
BUMDesa.
datang ke desa.
Menurut
Hastowiyono
Melalui
Pokdarwis
ini
Khususnya desa Kebuntelukdalam yang menjadi fokus kajian ini mempunyai potensi
ekonomi
yang
mendukung
BioKultur, Vol.V/No.2/Juli-Desember 2016, hal. 270
Pudjio Santoso, “Respon Masyarakat dan Pemerintah Desa dalam Menangkap Peluang Pengembangan Pariwisata di Bawean” hal. 262-271.
Penutup
pasar, manajemen dan monitoring tentu
Pengembangan
pariwisata
di
Bawean saat ini sudah dimulai dengan
semuanya akan sia-sia dan akhirnya usaha tersebut pailit.
dibukanya lapangan terbang perintis yang terletak di kecamatan Tambak serta pembangunan dermaga apung tempat wisatawan naik perahu motor menuju pulau Gili Noko. Meskipun awalnya banyak penolakan dari tokoh masyarakat dan agama namun akhirnya mereka bisa memahami
bahwa
perubahan
pasti
terjadi dan melalui regulasi yang ketat maka dampak negatif dari pengembangan tersebut bisa diminimalisir. Respon positif dari masyarakat adalah adanya peluang ekonomi yang pasti tumbuh seiring makin banyaknya wisatawan yang berkunjung. Orang yang pernah bekerja di luar Bawean serta memiliki modal yang berani mengambil peluang ini.
Beberapa
di
antaranya
membuka usaha kuliner, penginapan serta minimarket. Respon pemerintah Desa dalam menangkap
peluang
ekonomi
dari
pengembangan pariwisata belum tampak, kecuali sebatas penyusunan tata aturan yang
menjadi
BUMDesa.
landasan
Meskipun
pendirian dari
segi
permodalan, keuangan desa sudah bisa
Daftar Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1988), Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Adi, Isbandi Rukminto (1994) Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial: Dasar-dasar Pemikiran. Jakarta: PT Raja Grafindo Pesada. Yoeti, Oka A. (2006) Pariwisata Budaya: Masalah dan Solusinya. Jakarta: Pradnya Paramita. Fandeli, Chafid (2003) Perencanaan Kepariwisataan Alam. Yogyakarta: Fak. Kehutanan-UGM. Moleong, J. Lexy (2006) Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Muhajir, Noeng (1996) Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. Spillane, James J (1994) Pariwisata Indonesia: Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hastowiyono dan Suharyanto (2014) Penyusunan Kelayakan Usaha dan Perencanaan Usaha Bum Desa. Yogyakarta: Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD).
memodali BUMDesa namun tanpa adanya studi kelayakan usaha serta penyiapan
BioKultur, Vol.V/No.2/Juli-Desember 2016, hal. 271