Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.
Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur Pudjio S.; L.Dyson; Budi Setiawan; Djoko Adi; M.Adib; Retno Andriati; Pinky S; Muaddib A
[email protected] (Antropologi FISIP- Universitas Airlangga, Surabaya) Abstract The purpose of this study is to analyze migration abroad as alternative work opportunity for Kepuh-Bawean fishermen to overcome the vulnerability and uncertainty in their income. This study also investigate the conflict among the fishermen, both local and outside fishermen (andon). The method employed in the study were qualitative method with in-depth interview to 13 informants who have been migrating aboard and those which never beeen but have particular experience as fishermen, such as boat maker and "ambulance fishermen". In addition, this study also observed the fishermen's daily activities starting from the preparation of the fishing tools until their return to the shore and selling their catch in the market or to the broker. The result of this study showed that Kepuh fishermen is very vulnerable to the change of weather which could resulted in high waves and wind in the ocean. In addition, they still using traditional fishing equipments in order to preserve the fish in the Bawean seas. However, fishermen from the outside (andon) came with modern or even destructive tools such as fish bomb, pottasium, and large trawl which could harm the corals. This led to the conflict between local and outside fishermen. Whereas conflict among the local fishermen almost never occured. Kepuh fishermen in average were able to bought boat from the work they had abroad or from one of their family member who worked abroad. Working abroad is an alternative which greatly support the fishermen's activities even when they are still using traditional fishing tools. Nevertheless, not all fishermen who had migrated abroad and returned home are willing to work abroad again, only young fishermen are willing to because they feel they have higher and secure income as well as new experiences. Keywords: vulnerability, fishermen, migration, conflict Abstrak Tujuan penelitian ini adalah menganalisis migrasi ke luar negeri sebagai peluang kerja alternatif bagi nelayan Kepuh Bawean untuk mengatasi kerentanan dan ketidakpastian pendapatannya. Studi ini juga menyelidiki konflik antarnelayan, baik lokal maupun nelayan luar (andon). Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif dengan wawancara mendalam untuk 13 informan yang bermigrasi kapal dan orang-orang bukan nelayan tetapi memiliki pengalaman yang erat dengan kehidupan nelayan, seperti pembuat perahu dan "ambulans nelayan". Selain itu, kajian ini juga mengamati kegiatan seharihari para nelayan mulai persiapan alat memancing sampai kembali dan menjual tangkapan di pasar atau broker. Hasil studi ini menunjukkan bahwa Kepuh nelayan sangat rentan terhadap perubahan cuaca yang bisa menghasilkan tinggi gelombang dan angin di laut. Selain itu, mereka masih menggunakan pancing tradisional untuk menjaga ikan di laut Bawean. Namun, nelayan dari luar (andon) datang dengan alat-alat modern atau bahkan merusak seperti bom ikan, pottasium dan besar kan yang bisa membahayakan karang. Hal ini menyebabkan konflik antara nelayan lokal dan luar. Sedangkan konflik antara nelayan setempat hampir tidak pernah terjadi. Kepuh nelayan di rata-rata mampu untuk membeli perahu dari karya mereka telah di luar negeri atau dari salah satu anggota keluarga mereka yang bekerja di luar negeri. Bekerja di luar negeri merupakan alternatif yang sangat mendukung kegiatan nelayan bahkan ketika mereka masih menggunakan alat tradisional memancing. Namun demikian, tidak semua nelayan yang bermigrasi luar negeri dan pulang bersedia untuk bekerja di luar negeri lagi, hanya muda nelayan bersedia untuk karena mereka merasa bahwa mereka memiliki pendapatan lebih tinggi dan aman serta pengalaman baru. Kata kunci: kerentanan, nelayan, migrasi, konflik
BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 133
Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.
M
odernisasi
teknologi
yang
mata dari hasil tangkapan ikan yang ma-
dipaksakan oleh pemerintah
kin tidak menentu. Pilihan bermigrasi dan
Indonesia, melalui kebijakan
bekerja sebagai buruh migran di luar ne-
pembangunan, telah dirasakan, baik oleh
geri sangat diminati. Hal ini tidak terlepas
petani yang dikenal dengan revolusi
dari sejarah panjang yang telah dilakukan
hijau, maupun oleh nelayan yang dikenal
sebagian besar penduduk pulau Bawean
dengan revolusi biru. Modernisasi tek-
sebelumnya yang telah meninggalkan
nologi tidak selamanya dirasakan man-
kampung halamannya menuju negara Ma-
faatnya secara positif oleh semua lapisan
laysia untuk bekerja sebagai pelaut atau
nelayan sepanjang hidupnya. Dalam fase
buruh bangunan. Ketika itu banyak laki-
awal penerapannya sebagiannya dapat
laki di pulau Bawean yang bermigrasi
dirasakan manfaatnya dalam meningkat-
tanpa mengikutsertakan anggota keluar-
kan taraf ekonomi rumahtangga. Namun
ga lainnya, sehingga yang tertinggal keba-
pada fase berikutnya ketika sumberdaya
nyakan anak-anak dan perempuan (feno-
perikanan telah dikuras sedemikian rupa
mena ini kemudian memberikan label
secara berlebih (over fishing), termasuk
pada masyarakat pulau Bawean sebagai
juga penggunaan berbagai peralatan pe-
pulau Putri atau pulau Bidadari).
nangkapan yang sebelumnya belum per-
Hal yang menarik untuk dikaji da-
nah digunakan, maka mulai terasa betapa
lam penelitian ini adalah sekalipun ber-
modernisasi teknologi sangat merugikan.
migrasi dan bekerja ke luar negeri, para
Respon terhadap merosotnya pen-
nelayan tidak lantas menghilangkan atau
dapatan dari sektor perikanan agar ter-
menanggalkan profesinya sebagai nela-
lepas dari jerat kemiskinan cukup be-
yan ketika kembali ke daerah asal, atau
ragam. Di daerah yang dekat dengan wi-
bahkan memutuskan untuk tetap tinggal
layah perkotaan pilihan bekerja di sektor
di luar negeri dengan memboyong selu-
informal menjadi pilihan yang menarik
ruh anggota keluarganya. Hasil pendapat-
bagi para nelayan. Namun bagi nelayan
an yang diperoleh di luar negeri sebagian
yang jauh dari perkotaan akan tetap ber-
juga diinvestasikan untuk memperbaha-
tahan hidup sebagai nelayan dengan kon-
rui perahu dan mesin. Dengan demikian
disi yang boleh dikata jauh dari cukup ha-
memahami makna hidup sebagai nelayan,
nya agar bisa hidup saja. Hal yang berbe-
keluarga dan bekerja ke luar negeri men-
da dilakukan nelayan Bawean. Mereka
jadi bagian yang penting dalam penelitian
tidak menggantungkan hidupnya semata-
ini. Di samping itu dorongan untuk melaBioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 134
Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.
kukan migrasi ke luar negeri tidak terle-
7 Mei 2003 (dalam Kusnadi, 2003: 15-
pas dari sistem nilai budaya yang ada di
16), tangkapan ikan makin sulit diperoleh
masyarakat tersebut. Sistem nilai budaya
akibat kemerosotan daya dukung per-
tidak saja membingkai pengetahuan dan
airan. Nelayan mengaku setiap hari hanya
tindakan anggota masyarakatnya untuk
bisa memperoleh sekitar 15 kg, padahal
melakukan atau tidak melakukan suatu
sekitar tahun 1970-an mereka bisa mem-
aktivitas migrasi para nelayan, namun ju-
peroleh ikan setiap harinya sebanyak 2-3
ga mengatur kelakuan mereka dalam ber-
blong atau sekitar 60-90 kg. Permasalah-
hubungan dengan nelayan lainnya dalam
an ini dihadapi sama oleh banyak nelayan
penangkapan ikan di lautan.
di seluruh indonesia, khususnya di bagian
Penelitian yang dilakukan Donald K. Emerson
(Mubyarto,
dkk.,
Barat indonesia yang mempunyai popula-
1984:18),
si paling banyak dibandingkan wilayah
produktivitas tangkapan nelayan di Kabu-
Timur. Masalah kemiskinan kemudian
paten Jepara Jawa Tengah mengalami pe-
menjadi label yang senantiasa disandang
nurunan secara signifikan sejak tahun
para nelayan tradisional dan kecil yang
1973 hingga tahun 1977. Jika pada tahun
jumlahnya sangat banyak dibandingkan
1963 setiap nelayan dapat memperoleh
nelayan kaya yang mempunyai banyak
rata-rata 670 ton, maka pada tahun 1973
perahu dan peralatan tangkap yang sa-
menurun menjadi 363 ton dan 1977 ma-
ngat modern.
kin menurun menjadi hanya 154 ton.
Menurut Masyhuri (1996: 154-5)
Pada tahun 1970-an pemerintah Indone-
keadaan tangkap lebih (over fishing) yang
sia mengeluarkan program motorisasi pe-
terjadi di wilayah dekat pantai, bahkan
rahu-perahu nelayan. Dengan pengguna-
pada akhir abad ke 19 isu over fishing
an motor tempel pada perahu setiap ne-
menjadi topik hangat yang dibicarakan.
layan dapat ”menguasai” laut dalam area
Hal ini tidak terlepas dari imbas dikeluar-
yang lebih luas ketimbang saat mereka
kannya peraturan penghapusan sistem
hanya mengandalkan layar. Namun akibat
sewa oleh Pemerintah Hindia Belanda.
dari itu mereka makin serakah untuk me-
Tidak adanya lembaga penyedia modal
ngeruk sebanyak-banyaknya sumberdaya
bagi nelayan menyebabkan makin berku-
perikanan yang ada di dalam laut.
rangnya perahu-perahu besar (mayang)
Nelayan di Indramayu (sebagai
yang mampu mencari ikan di lepas pantai
lumbung ikan di wilayah Jawa Barat), se-
(offshore), dan sebagai gantinya makin
bagaimana dipublikasikan Pikiran Rakyat,
banyak perahu-perahu kecil (jukung) BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 135
Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.
yang hanya bisa mencari ikan di pinggir
fishing ground seluas 27.000 km2, pulau
pantai.
Bawean memiliki penduduk yang tinggal
Masalah yang menjadi perhatian
di sepanjang pantai yang cu-kup banyak.
tulisan ini adalah sebagai berikut: (i) Ba-
Ketiga, dari 2 kecamatan (Sangkapura
gaimana strategi yang dilakukan para ne-
dan Tambak) dan 30 desa, terdapat 19
layan dalam menghadapi ketidakpastian
desa
hasil tangkapan ikan untuk keberlang-
matapencaharian
sungan hidup keluarga?. (ii) Bagaimana
(mereka tinggal di sepanjang pantai Ba-
para nelayan memanfaatkan peluang ber-
wean). Keempat, wilayah Kepuh (Desa Ke-
migrasi ke luar negeri sebagai salah satu
puhteluk dan Desa Kepuh Legundi) me-
jalan keluar dalam menghadapi ketidak-
miliki jumlah nelayan yang cukup banyak,
pastian hidup yang mengandalkan hasil
dan bahkan ada satu dusun (Pasir Pan-
tangkapan ikan? dan (iii) bagaimana ma-
jang) yang semua penduduknya memiliki
syarakat setempat dalam mengelola kon-
sarana penangkapan ikan berupa perahu
flik yang timbul karena perebutan wila-
motor. Kelima, sebagian besar penduduk
yah tangkapan ikan?
desa Kepuh tidak terkecuali para nelayan
yang
memiliki
penduduk
sebagai
ber-
nelayan
pernah atau bahkan sedang berada di luar METODE Lokasi penelitian ini terletak di Desa Ke-puh
Kecamatan
Kabu-paten
Gresik,
Tambak-Bawean Jawa
Timur.
Pemilihan lo-kasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pertama, kondisi Geografis Bawe-an yang dikelilingi oleh banyak karang menyebabkan daerah tersebut sangat po-tensial bagi rumah ikan, selain itu masya-rakat di kawasan Kepuh juga membuat rumpon (rumah ikan yang terbuat dari bambu dan daun kelapa) terutama para juragan, Kedua, sebagai wilayah kepulau-an yang kecil dengan luas ± 194,11 km2, dan memiliki panjang pantai sekitar 40 km2 dengan
negeri (terutama Malaysia) untuk bekerja sebagai buruh migran pada berbagai bidang pekerjaan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancaran dan observasi. Pertama, wawancara yang dilakukan dengan mengacu pada pedoman wawancara yang telah dibuat, yang meliputi karakteristik informan subyek, peralatan penangkapan ikan yang dimiliki, waktu untuk pergi melaut, pendapatan yang diperoleh setiap bulan sebagai nelayan, pola adaptasi nelayan ketika musim paceklik, masalah yang dihadapi dalam menangkap ikan di laut, nilai-nilai budaya yang berkembang di masyarakat sebagai pengendali konflik BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 136
Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.
sosial di antara para nelayan, peluang be-
yan yang memiliki keahlian khusus seper-
kerja di luar negeri, pengalaman bekerja
ti pembuat kapal, serta nelayan yang me-
di luar negeri, faktor-faktor yang mem-
miliki pekerjaan sampingan sebagai tu-
pengaruhi keputusan untuk bermigrasi ke
kang antar jemput mayat dengan meng-
luar negeri, makna bekerja ke luar negeri,
gunakan kapalnya.
makna keluarga yang ditinggalkan, pola
Teknik analisis data, dilakukan de-
remitansi pendapatan, dan pilihan untuk
ngan cara memilah-milah, mengelompok-
tetap bertahan hidup sebagai nelayan.
kan informasi agar dapat ditetapkan re-
Kedua, pengamatan (observasi). Penga-
lasi-relasi tertentu antara kategori data
matan dilakukan dalam kegiatan sehari-
yang satu dengan data yang lain. Proses
hari manusia dengan menggunakan pan-
analisa data diawali dengan transkrip ha-
caindera mata sebagai alat bantu utama-
sil wawancara dan observasi. Berdasar-
nya selain pancaindera lainnya seperti
kan transkripsi tersebut data dikategori-
telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Da-
sasi dan diklasifikasi sesuai dengan hal-
lam penelitian ini pengamatan dilakukan
hal yang sama dan yang berbeda. Setelah
melalui mata dan telinga, dalam arti men-
itu dilanjutkan dengan proses reduksi,
catat setiap kejadian atau peristiwa yang
pemaparan data, dan kesimpulan. Proses
tertangkap oleh mata dan terdengar oleh
reduksi data adalah meruncingkan data
telinga. Pengamatan yang dilakukan me-
tersebut menjadi data yang terfokus pada
liputi aktivitas para nelayan dalam beker-
permasalahan penelitian. Setelah itu, pe-
ja menangkap ikan di laut yang meliputi
neliti kemudian memaparkan data terse-
persiapan peralatan serta waktu untuk
but dalam bentuk uraian, tabel, hubungan
melaut, hasil yang didapat dan proses
kategori, dan sejenisnya.
penjualan hasil yang tangkapan. Penentuan
informan,
dilakukan
dengan memilih dengan cara purposive yaitu memilih informan sesuai dengan tujuan. Informannya adalah mereka yang mampu menjelaskan tentang proses penangkapan ikan di laut serta mereka yang pernah atau akan malakukan migrasi ke luar negeri. Informan, nelayan yang belum pernah menjadi TKI, serta para nela-
HASIL Nelayan yang ada di Kepuh Bawean bersifat tradisional. Jenis perahu yang digu-nakan berukuran kecil (Sampan, Klotok, Jukung, Pajala). Tidak ada satu pun nela-yan di Kepuh yang memiliki perahu Porsein, Trawl, atau perahu Slerek seperti yang banyak terdapat di Madura dan Jawa. Penggunaan perahu dan alat
BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 137
Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.
tangkap modern dimulai pada tahun
bab pada musim angin barat ikan Tongkol
1970-an
program
banyak yang melakukan migrasi ke pe-
pemerintah untuk meningkatkan produk-
rairan Bawean. Di luar bulan-bulan itu ne-
tivitas perikanan. Akan tetapi program
layan masih bisa berharap memperoleh
modernisasi terse-but tidak diikuti oleh
ikan sekalipun dalam jumlah yang tidak
nelayan
sebatas
menentu. Pada saat panen harga ikan
penggunaan motor diesel pada perahun-
jatuh pada tingkat yang sangat mempri-
ya. Sedangkan ukuran pera-hu dan jaring
hatinkan, sementara pada saat paceklik
yang digunakan masih tetap mengikuti
sekalipun harga jual mahal, namun untuk
cara lama, yakni dengan alat pancing,
memperoleh ikan dalam jumlah yang cu-
jaring pantai, jaring pukat yang mempu-
kup saja susah; (2) Gelombang laut yang
nyai panjang sekitar 200 meter tinggi 1
tinggi serta angin yang kencang acapkali
meter dengan diameter lubang 3,5 senti-
terjadi di perairan Bawean baik pada mu-
meter, serta jaring payang. Keengganan
sim angin barat maupun angin timur. Se-
nelayan
mengguna-kan
ringnya cuaca buruk tidak saja berdam-
peralatan penangkapan modern bu-kan
pak pada berhentinya mereka mencari
karena tidak mampu secara finansial,
ikan, namun juga langka dan mahalnya
melainkan karena kearifan lokal (local
harga solar sebagai bahan bakar motor
wisdom) yang tetap dipegang secara te-
disel perahunya; (3) Pemasaran hasil
guh. Kearifan lokal yang dimaksud adalah
tangkapan yang masih tradisional dan
keyakinan bahwa sumber kekayaan laut
sangat tergantung pada musim. Penjualan
adalah milik anak cucu yang harus kita
langsung di tengah laut pada nelayan an-
pelihara agar tidak habis.
don asal Jawa (Tuban, Pekalongan, Tegal,
sejalan
Kepuh
untuk
dengan
kecuali
tidak
Nelayan Kepuh sebagai sebuah in-
Lamongan), Madura, dan Kalimantan ter-
dikasi kerentanan dan ketidakpastian
jadi jika ukuran ikan Layang cukup besar
peng-hasilan adalah: (1). Jumlah dan jenis
dan jumlahnya melimpah. Di samping itu
tangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh
penjualan juga dilakukan di darat untuk
musim angin yang ada, yakni angin Timur
konsumsi masyarakat sekitar Kepuh dan
yang terjadi pada bulan Juni hingga No-
pada para tengkulak yang biasanya telah
pember, nelayan panen ikan Layang. Pada
menunggu di tempat pendaratan ikan.
bulan Desember hingga awal April musim
Terbatasnya akses pasar dan transportasi
angin Barat, nelayan pada umumnya me-
karena letak pulau Bawean yang “ter-
lakukan penangkapan ikan Tongkol, se-
isolir”; (4) Konflik nelayan Kepuh dengan BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 138
Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.
nelayan andon terjadi karena perebutan
kan sensus penduduk yang dilakukan pe-
daerah penangkapan ikan. Masyarakat lo-
merintah Singapura
kal menganggap perairan Bawean sejauh
orang Bawean di Singapura pada tahun
50 mil dari pantai adalah miliknya, se-
1849 yang ter-muat dalam Census of the
mentara itu nelayan andon menganggap
Colony of Singapore 1849, jumlah pendu-
seluruh perairan yang ada di Indonesia
duk Bawean di Singapura sebanyak 763
tidak terkecuali perairan Bawean adalah
orang yang terdiri 720 laki-laki dan 43
milik bersama (commons property) dan
orang perempuan (Vredenbregt, 1990:
olehkarena itu tidak ada larangan bagi
94). Selanjutnya dalam Census of Popula-
siapapun warga negara Indonesia untuk
tion, 1957 (Vredenbregt, 1990) jumlah
menangkap ikan di wilayah tersebut. Di
orang Bawean yang ada di Singapura me-
samping itu perbedaan alat tangkap dan
ningkat menjadi 22.167 orang yang ter-
cara pandang terhadap sumber daya per-
diri dari 11.580 laki-laki dan 10.587 per-
ikanan antara nelayan lokal dengan nela-
empuan. Berda-sarkan data tersebut da-
yan andon juga menjadi pemicu konflik.
lam kurun waktu 108 tahun terjadi pe-
Nelayan lokal (Kepuh) semuanya meng-
ningkatan jumlah penduduk Bawean yang
gunakan alat tangkap tradisional berupa
ada di Singapura sebesar 21.404 jiwa.
jaring payang dan pancing. Sedangkan ne-
Angka tersebut bisa jadi merupakan pen-
layan andon menggunakan jaring pukat
duduk Bawean yang menetap secara per-
harimau, pukat cincin, cantrang, bom ikan
manen di Singapura. Sementara itu ba-
dan racun untuk menguras sebanyak-ba-
nyak orang Bawean yang tidak menetap
nyaknya ikan. Nelayan lokal menganggap
dan kembali lagi ke daerah asal setelah
sumberdaya perikanan harus dijaga ke-
bekerja selama beberapa tahun lamanya.
terhadap
orang-
lestariannya agar anak cucu dapat menikmatinya kelak. Migrasi orang Bawean ke luar ne-
Strategi Menghadapi Ketidakpastian Strategi
untuk
mempertahankan
geri baik ke Singapura maupun ke Ma-
hasil produksi ikan yang dilakukan oleh
laysia dapat dikata merupakan sejarah
para nelayan Kepuh dalam mengatasi
panjang tentang Pulau Bawean di sam-
kerusak-an habitat ikan serta memu-
ping asal-usul etnis Bawean itu sendiri,
dahkan
meskipun tidak jelas kapan dan dengan
tangkapan terutama jenis ikan Layang
alasan apa pertamakali mereka pergi ke
adalah
luar dari pulau Bawean. Namun berdasar-
Pemasangan rumpon dilakukan sekitar 6
me-reka dengan
memperoleh me-masang
hasil
rumpon.
BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 139
Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.
– 10 mil jauhnya dari pantai. Rumpon
nya. Hanya ada 1 informan yang bekerja
yang terbuat dari tali yang diberi daun
sebagai petani dan berkebun selepas me-
kelapa menjulur ke ba-wah berfungsi
laut. Cukup menarik dari data yang di-
untuk menggoda ikan agar mendekati dan
peroleh ada satu informan yang mempu-
tinggal di tempat tersebut, dan selalu
nyai pekerjaan sampingan sebagai peng-
ditambah daun kelapa setiap 15 hari.
antar/penjemput jenasah yang meninggal
Penambahan daun kelapa dimaksudkan
di luar Bawean. Perlu diketahui kapal
agar ikan lebih banyak yang datang dan
transportasi yang melayani penyeberang-
berkumpul di lokasi tersebut. Rumpon-
an Gresik-Bawean menolak membawa
rumpon yang dipasang oleh para nelayan
jenasah, sementara tidak sedikit pen-
ini mempunyai ijin dari pemerintah ka-
duduk Bawean yang meninggal di luar
bupaten Gresik, sehingga apabila rusak
Bawean entah karena sedang melakukan
tersangkut jangkar kapal besar yang ingin
perawatan di Rumah Sakit di Gresik atau
berlindung dari badai pada musim angin
Surabaya, ataupun yang tinggal menetap
barat
rugi.
di Jawa kemudian meninggal dunia dan
Besarnya ganti rugi sekitar 1 juta sampai
ingin dimakamkan di Bawean. Guna me-
2 juta per rumpon tergantung ke-
ngatasi persoalan ini ada beberapa nela-
mampuan pemilik kapal dan dilakukan
yan di Bawean yang memberanikan diri
secara musyawarah, di samping juga usia
untuk melayani jasa pengangkutan. Salah
rumpon tersebut. Artinya semakin lama
satunya adalah pak Suhan seorang ne-
usia rumpon tersebut dan senantiasa di-
layan dari desa Kepuh yang juga merupa-
rawat, maka semakin mahal nilai ganti
kan informan penelitian. Oleh penduduk
ruginya, bahkan ada yang mencapai 10 –
desa pak Suhan diberi sebutan nelayan
15 juta rupiah. Kerugian yang dialami ne-
ambulan jenasah karena profesi samping-
layan akibat rumpon rusak tersebut bu-
annya. Tarip yang dipatok pak Suhan un-
kan saja dari nilai tali dan daun kelapa
tuk sekali mengangkut jenasah sekitar 7-
saja, melainkan ikan yang terkumpul di
9 juta rupiah. Jumlah ini memang besar
lokasi tersebut membutuhkan waktu
namun resiko keselamat-an nelayan juga
yang lama untuk mau kembali lagi ke
besar karena ganasnya gelombang perair-
tempat rumpon baru.
an Bawean dan utara Jawa.
bisa
dimintakan
ganti
Strategi yang dilakukan adalah be-
Untuk mengatasi kebutuhan hidup
kerja sebagai pembuat perahu, memper-
sehari-hari, strategi yang dilakukan me-
baiki perahu dan menyewakan perahu-
ngandalkan sistem mekanisme sosialBioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 140
Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.
budaya yang terdapat di desa. Sistem
samping itu warga juga ada menyediakan
yang dimaksud adalah memberikan pin-
tempat mandi di rumahnya untuk dipakai
jaman hutang (terutama solar) pada saat
ABK. Olehkarena jumlah dan waktu yang
nelayan mengalami paceklik, dan dilunasi
dihabiskan ABK Purse seine ini cukup la-
ketika musim ikan. Sikap kebersamaan
ma (hingga cuaca membaik), maka peng-
dan gotongroyong yang dimiliki masya-
hasilan tambahan para istri nelayan di
rakat desa Kepuh tampaknya mampu me-
Kepuh cukup membantu keuangan ru-
ncegah para nelayan yang mengalami ke-
mahtangga di saat para suami berhenti
sulitan hidup akibat kerentanan yang
melaut akibat cuaca yang buruk tersebut.
dihadapi pada saat paceklik. Strategi dalam pemasaran hasil
Pemanfaatan Peluang Bermigrasi
tang-kapan ikan diperankan oleh perem-
Hampir setiap keluarga yang ada di
puan/isteri nelayan. Mereka mengelola
wilayah Kepuh ada salah satu anggotanya
hasil tangkapan para suami/kerabat serta
yang pernah dan sedang melakukan mi-
mengolah menjadi bahan-bahan lainnya
grasi ke Luar Negeri. Diperoleh 11 in-
seperti kerupuk, pentol, ikan asin untuk
forman yang pernah merantau ke Luar
konsumsi keluarga jika ikan yang diper-
Negeri, semuanya ke Malaysia. Mereka
oleh tidak habis terjual atau jika melim-
merantau ke Malaysia bukan sekedar
pah mereka mengambil sebagian untuk
karena alasan ekonomi namun juga men-
keperluan keluarga.
cari pengalaman, sebab kondisi yang ada
Alternatif penghasilan para nela-yan
di Bawean dianggap sangat tidak mendu-
diperoleh pada saat musim angin ba-rat
kung seseorang untuk bisa memperoleh
(Januari sampai Maret). Ganasnya om-bak
ketrampilan dan keahlian di luar sebagai
lautan di perairan Bawean memaksa
petani atau nelayan. Tidak cukup banyak
kapal-kapal Purse seine dari Jawa, Madura
peluang pekerjaan alternatif di luar itu
dan Kalimantan mencari perlindungan di
yang bisa diakses mereka. Sementara
wilayah Kepuh. Jumlah mereka mencapai
meskipun pada awalnya mereka tidak
100 kapal lebih. Jika setiap kapal memiliki
mempunyai ketrampilan sebagai tukang
ABK 20 orang, setidaknya di musim itu
kayu atau bangunan, namun ketika di Ma-
ada sekitar 2.000 orang yang berteduh di
laysia semua ketrampilan tersebut dapat
wilayah Kepuh. Keberadaan mereka ini
diperoleh karena bidang pekerjaan itulah
direspon oleh para perempuan di sana
yang banyak tersedia di sana. Selain itu
untuk mendirikan warung dadakan. Di
beberapa orang juga bisa memanfaatkan BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 141
Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.
peluang sebagai tukang pijat sekalipun
jika di masa lalu emigrasi ke luar negeri
awalnya juga tidak mempunyai ketram-
lebih dikarenakan faktor ekonomi dan
pilan itu. Pada saat penelitian ini ber-
penawaran yang menguntungkan di dae-
langsung peneliti berkenalan dengan dua
rah tujuan, namun sekarang kurang tepat
orang Bawean yang baru saja kembali da-
lagi. Di samping kondisi pulau Bawean
ri Malaysia. Dua orang ini sudah memiliki
yang saat ini mengalami kemajuan yang
KTP Malaysia dan bisa pulang pergi ke
pesat dibandingkan tahun 1960-an seperti
Malaysia tanpa rasa kuatir ditangkap pi-
yang dikemukakan Vredenbregt (1990),
hak Imigrasi di sana. Mereka mengaku
banyak pemuda-pemudi Bawean yang me-
jika di Malaysia ia bekerja sebagai tukang
rantau ke kota-kota besar di Jawa seperti
pijat serta yang satu merangkap sebagai
Jakarta dan Surabaya untuk mencari kerja
buruh bangunan. Sebagai tukang pijat ia
dan pendidikan. Artinya keinginan untuk
dapat memperoleh penghasilan sekitar
merantau ke luar negeri sudah berubah
75 hingga 150 ringgit sehari, dan itupun
sekalipun masih menjadi idaman bebe-
hanya memijat 2 orang saja. Sementara
rapa orang karena ikatan kultural di dae-
itu istrinya bekerja sebagai pembantu ru-
rah asal dan daerah tujuan yang telah
mahtangga paruh waktu.
berlangsung berabad-abad lamanya.
Ekonomi bukan satu-satunya alas-an yang cukup kuat untuk menarik mere-ka
Konflik Wilayah Tangkapan Ikan
pergi merantau, namun pengalaman dan
Konflik antar nelayan sesungguhnya
pergaulan yang lebih terbuka di luar
terjadi karena perebutan sumber daya
negeri juga patut diperhitungkan. Di sam-
perikanan yang makin langka akibat sifat
ping itu gengsi atau prestise yang diukur
rakus dan eksploitatif sebagian nelayan
dari kekayaan yang tampak dari bangunan
yang bermodal besar dan bisa menjang-
rumah juga alasan kuat mereka untuk me-
kau seluruh perairan yang kaya ikan. Per-
rantau. Hal ini sesuai dengan pendapat
bedaan cara pandang terhadap sumber
Kato (2005) bahwa aktivitas merantau
daya perikanan yang ada dimana di satu
tidak dimaksudkan untuk menetap di ne-
pihak memandang sumber daya perikan-
gara tujuan dan alasannya juga bukan saja
an yang ada di seluruh perairan Indonesia
ekonomi melainkan pengalaman, pengeta-
sangat kaya dan tumbuh terus sekalipun
huan/ketrampilan, dan prestise/kema-
diambil secara terus menerus. Untuk itu
syuran. Demikian pula pendapat yang di-
dibutuhkan peralatan dan teknologi yang
kemukakan Vredenbregt (1990) bahwa
canggih. Tanpa maksimalisasi penangkapBioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 142
Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.
an tidak akan bisa diperoleh produktivitas
lautan akibat perebutan wilayah kekua-
ikan baik dalam skala regional maupun
saan yang dianggap potensial. Cara-cara
nasional, bahkan untuk kebutuhan ekspor
kekerasan ini diambil karena mereka me-
pun tak akan dapat dicapai. Sedangkan di
nganggap aparat yang berwenang menin-
sisi mikro, kebutuhan rumahtangga nela-
dak para nelayan yang mencari ikan de-
yan juga akan tetap miskin dan tak ber-
ngan cara ilegal atau bertentangan dengan
daya. Sementara itu di sisi lain, para nela-
peraturan pemerintah tidak pernah sung-
yan tradisional dan nelayan buruh yang
guh-sungguh. Demikian pula yang terjadi
merupakan nelayan lokal memandang
pada nelayan Kepuh, berkali-kali mereka
sumber daya perikanan yang ada itu harus
melaporkan pelanggaran yang dilakukan
dijaga kelestariannya agar tidak rusak dan
baik oleh nelayan andon maupun nelayan
di masa mendatang anak cucunya masih
masker kepada petugas Ditpolair (Direk-
dapat menikmati lezatnya hasil perikanan
torat Kepolisian Air) namun tidak pernah
yang terdapat di wilayah tempat tinggal-
ada tindak lanjutnya. Ketika masyarakat
nya. Untuk itu para nelayan tradisional
mulai hilang kepercayaan terhadap aparat
akan menggunakan cara-cara yang akrab
penegak hukum dan merusak perahu yang
dengan lingkungan perairan laut seperti
bermasalah tersebut, malah justru mereka
perahu motor yang kecil, menggunakan
ditangkap dan dipenjara.
jaring payang dan pancing. Perbedaan cara pandang inilah yang acapkali memicu konflik seperti yang terjadi di Kepuh antara nelayan lokal yang tradisional dengan nelayan andon yang modern. Cara-cara mengatasi konflik yang terjadi pada masyarakat nelayan acapkali melalui lembaga adat melalui musyawarah, dan apabila tidak tercapai kata sepakat tidak jarang cara-cara kekerasan yang dipergunakan yakni dengan membakar perahu andon. Di beberapa tempat seperti nelayan Pasuruan, Probolinggo dengan nelayan dari Muncar atau Madura sering terjadi pertikaian fisik di tengah
Kesimpulan Pertama, masyarakat nelayan di wilayah Kepuh seperti halnya penduduk Bawean lainnya pernah setidaknya sekali dalam hidupnya untuk jangka waktu tertentu melakukan migrasi atau bahasa setempat merantau ke luar negeri baik Singapura maupun Malaysia. Dorongan merantau ke luar negeri bukan semata karena kondisi ekonomi yang serba terbatas, namun juga kebutuhan akan pengalaman, penambah-an ketrampilan, prestise ekonomi, dan suasana pergaulan yang lebih maju.
BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 143
Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.
Kedua, proses merantau tersebut acapkali tidak didukung oleh kesesuaian
dak mungkin diperoleh kalau mereka tetap di Bawean.
pasar kerja di luar negeri dengan pendi-
Kelima, sifat kekeluargaan dan go-
dikan dan ketrampilan. Sekalipun pen-
tongroyong yang ada di lingkungan ma-
didikannya setingkat SMA bahkan PT,
syarakat nelayan Kepuh mampu menjaga
namun pasar kerja yang tersedia banyak
keharmonisan dan saling tolong-meno-
di luar negeri adalah sebagai buruh ba-
long di antara mereka dalam mengatasi
ngunan atau pekerjaan kasar lainnya, na-
kesulitan dan ketidakpastian hidup se-
mun hal itu bukan masalah bagi mereka.
bagai nelayan. Selain itu peran perempu-
Ketiga, pengalaman merantau ke lu-
an dalam membantu perekonomian ke-
ar negeri setidaknya memberi manfaat
luarga dengan bertindak sebagai penjual
ekonomi bagi keluarga yang ditinggal-
ikan hasil tangkapan ke pasar serta me-
kannya melalui pengiriman uang (remi-
ngolah menjadi produk olahan untuk kon-
tances), yang bisa dipakai membangun
sumsi keluarga karena sisa-sisa ikan yang
rumah dan membeli perahu untuk modal
tidak terjual.
kelak jika pulang kembali ke daerah asal.
Keenam, kurangnya peran peme-
Keempat, peluang bekerja ke luar
rintah dalam membantu pemberdayaan
negeri masih terbuka untuk jenis peker-
masyarakat nelayan, utamanya yang ber-
jaan kasar dan serabutan seperti buruh
basis institusi lokal berupa budaya dan
bangunan, pembantu rumahtangga, tu-
adat kebiasaan masyarakat Bawean.
kang pijat, dan buruh perkebunan sawit. Sekalipun terbuka peluang tersebut namun nelayan tidak lagi meresponnya. Faktor usia yang lanjut, kondisi fisik yang tidak kuat, tidak bisa meninggalkan keluarga terlalu lama, dan beratnya tugastugas yang harus dikerjakan serta tuntutan disiplin yang ketat merupakan alasan mereka yang tidak ingin kembali merantau ke luar negeri. Sedangkan mereka yang masih menginginkan pergi ke luar negeri karena gaji yang besar dan pasti, serta pengalaman kerja di luar negeri ti-
Daftar Pustaka Kato, T., G. Asuan & A.Iwata (2005), Adat Minangkabau dan Merantau Dalam Perspektif Sejarah. Jakarta: Balai Pustaka. Kusnadi. (2002), Konflik Sosial Nelayan: Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Perikanan. Yogyakarta: LkiS. Masyhuri (1996), Menyisir Pantai Utara. Usaha dan Perekonomian Nelayan di Jawa dan Madura 1850-1940. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. Mubyarto, Loekman Soetrisno & Michael Dove (1984), Nelayan dan Kemiskinan: Studi Ekonomi dan AntroBioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 144
Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.
pologi di Dua Desa Pantai. Jakarta: CV Rajawali.
Vredenbregt, Jacob (1990), Bawean Islam (terj.). Jakarta: INIS.
dan
BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 145