Jurnal Psikologi Agustus 2012, Vol. 1, No. 2, hal 50-60
Resiliensi Remaja Ditinjau Dari Tipe Temperamen dan Adversity Quotient (AQ) di SMA Negeri 1 Purwosari Kabupaten Pasuruan
Lailatuzzahro Al-Akhda Aulia Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan Estalita Kelly Dosen Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan
Abstract This research conducted to know whether or not the differences adolescents resilience when viewed from temperament types and AQ in SMAN 1 Purwosari Pasuruan. The sampling technique used cluster stratified random sampling. Data collected used temperament scale, AQ profile test, and resilience scale. Resilience scale with coefficient of point-biserial correlation between 0,30 to 0,50 and coefficient of reliability by 0,751. While the temperament scale (Ummah, 2010), for the type of temperament koleris with coefficient of point-biserial correlation between 0,33 to 0,49 and coefficient of reliability by 0,624. The type of temperament phlegmatic with coefficient of point-biserial correlation between 0,34 to 0,65 and coefficient of reliability by 0,776. The type of temperament sanguinis with coefficient of point-biserial correlation between 0,35 to 0,94 and coefficient of reliability by 0,824. The type of temperament melancholy with coefficient of point-biserial correlation between 0,31 to 0,78 and coefficient of reliability by 0,701. The data when calculated with variance analysis two lines. This result proof that types of temperament influence adolescents’ resilience are accepted at 1% significance level, where FoA by 3,91 is greater than F tab 1% by 3,78. AQ also influence adolescents’ resilience are accepted at 1% significance level, where FoB by 6,63 is greater than F tab 1% by 4,61. Keywords: resilience, temperament types, adversity quotient (AQ), adolescents
mengerjakan
Pendahuluan
tugas-tugasnya,
atau
bahkan sama sekali tidak memiliki Hidup
ini
seperti
mendaki
kemampuan untuk itu. Banyak dari
gunung. Kepuasan dicapai melalui
remaja
usaha yang tidak kenal lelah untuk
(SMA) masih mengandalkan bantuan
terus mendaki, meskipun kadang-
orang lain, seperti orang tua, guru,
kadang langkah yang ditapakkan tera-
maupun teman sebaya. Hal tersebut
sa lambat dan menyakitkan (Stoltz,
disebabkan karena remaja seringkali
2003). Namun realita yang ada pada
dihinggapi perasaan ragu-ragu, teru-
masa sekarang ini, banyak ditemukan
tama dalam pengambilan keputusan
remaja yang kurang begitu memiliki
untuk bertindak (Elkind, dalam Papa-
semangat atau daya juang dalam
lia et al., 1998). 50
Sekolah
Menengah
Atas
Setiap individu mempunyai daya
Pada umumnya terdapat 3 faktor
lentur atau resiliensi, namun besarnya
pembentuk resiliensi, yaitu I Have
resiliensi
masing-
(dukungan eksternal) yang meliputi:
masing individu, karena setiap indi-
trusting relationships (mempercayai
vidu diciptakan memiliki bentuk dan
hubungan); struktur dan aturan ru-
karakter yang berbeda, yang pada
mah; role models; dorongan agar
akhirnya menjadi ciri khas dari indi-
menjadi
vidu tersebut. Perbedaan-perbedaan
kesehatan, pendidikan, kesejahteraan,
tersebut merupakan suatu kewajaran
dan layanan keamanan. I Am (ke-
yang menjadi ciri khas atau karakter
mampuan individu dalam diri pribadi)
setiap individu, dan biasa disebut
yang meliputi perasaan dicintai dan
dengan temperamen (Ummah, 2010).
perilaku yang menarik; mencintai,
berbeda
Pada
pada
dasarnya
otonom;
akses
pada
temperamen
empati, dan altruistik; bangga pada
manusia dapat digolongkan menjadi 4
diri sendiri; otonomi dan tanggungja-
golongan dasar, yaitu: tipe sanguinis,
wab; harapan, keyakinan, dan ke-
tipe koleris, tipe melankolis, dan tipe
percayaan. I Can (kemampuan inter-
phlegmatis.
personal) yang meliputi berkomu-
Dengan
mengenali
perasaan dan emosi, individu di-
nikasi;
memecahkan
harapkan dapat mengekspresikannya
mengelola perasaan dan rangsangan;
dalam kata-kata dan tingkah laku
mengukur temperamen sendiri dan
yang tidak melanggar perasaan dan
orang lain; menjalin hubungan yang
hak orang lain atau dirinya sendiri.
saling mempercayai (Grotberg, 1995).
Dengan mengenali atau memahami
Temperamen merupakan salah
temperamen diri sendiri, diharapkan
satu faktor pembentuk resiliensi, dan
individu dapat mengetahui berapa la-
termasuk dalam kemampuan interper-
ma waktu yang diperlukan untuk
sonal yang dimiliki individu (I Can).
berkomunikasi, membantu individu
Salah
untuk mengetahui kecepatan bereaksi,
tanggungjawab dalam I Am (kemam-
dan berapa banyak individu mampu
puan pribadi) adalah kemampuan in-
sukses dalam berbagai situasi (Grot-
dividu dalam menghadapi masalah
berg, 1995).
dan
satu
bentuk
masalah;
otonomi
memberdayakannya
dan
menjadi
peluang (AQ), karena orang yang
51
mempunyai AQ tinggi tidak akan
(Desmita, 2009), dan kesuksesan akan
mempersalahkan orang lain sambil
didapatkan jika mereka memiliki ke-
mengelakkan tanggungjawab (Stoltz,
mampuan untuk merubah hambatan
2003). Sebuah penelitian menyebut-
tersebut menjadi sebuah peluang.
kan jika kecerdasan intelegensi dan kecerdasan
tidak
nomena tersebut, maka penelitian
meraih
mengenai perbedaan resiliensi remaja
kesuksesan, keduanya hanya me-
ditinjau dari tipe temperamen dan ad-
mainkan suatu peran. Adversity Quo-
versity quotient (AQ), merupakan hal
tient (AQ) adalah penentu kesuksesan
yang penting dan menarik.
cukup
emosional
membuat
saja
Berdasarkan pernyataan dan fe-
individu
seseorang untuk mencapai puncak pendakian.
AQ
memperlihatkan
Metode Penelitian
bagaimana seseorang merespon kesulitan serta perubahan-perubahan yang
Subyek Penelitian dan Instrumen
dihadapinya (Prayudi, 2007).
Penelitian
Dalam AQ, kelompok atau tipe
Populasi dalam penelitian ini
individu dibagi menjadi tiga bagian,
adalah remaja yang masih tercatat se-
hal ini melihat sikap dari individu ter-
bagai siswa-siswi SMA Negeri 1
sebut dalam menghadapi setiap masa-
Purwosari yang beralamat di Jl. Pega-
lah dan tantangan hidupnya. Ketiga
daian No. 1 B Purwosari Kabupaten
tipe tersebut adalah quiters, campers,
Pasuruan yaitu kelas X dan kelas XI
dan climbers.
yang berjumlah 673 siswa. Teknik
Anak-anak dan siswa yang hidup
pengambilan sampel yang digunakan
dalam era modern sekarang ini se-
adalah cluster stratified random sam-
makin
kemampuan
pling, karena populasi di SMAN 1
resiliensi untuk menghadapi kondisi-
Purwosari terdiri atas 2 tingkatan, dan
kondisi kehidupan abad 21 yang
masing-masing tingkatan terdiri dari
penuh dengan perubahan. Resiliensi
beberapa
bahkan diakui sangat menentukan ga-
pertimbangan agar sampelnya me-
ya berpikir dan keberhasilan peserta
wakili tingkatan-tingkatan pada popu-
didik
lasi, maka cara pengambilan sampel-
membutuhkan
dalam
hidupnya,
termasuk
keberhasilan dalam belajar di sekolah
52
kelompok/kelas.
Dengan
nya dilakukan pada setiap tingkatan
Analisis Data
secara acak dengan cara undian.
Untuk mengetahui perbedaan re-
Data tentang resiliensi diperoleh
siliensi remaja ditinjau dari tipe tem-
dari alat ukur resiliensi yang disusun
peramen dan adversity quotient, data
oleh peneliti, diturunkan dari konsep
yang
Grotberg (1995), mengenai faktor-
dengan menggunakan teknik analisa
faktor resiliensi yang diidentifikasi
varians-2 jalur.
berdasarkan
sumber-sumber
diperoleh
kemudian
diolah
yang
berbeda.
Hasil Penelitian
Data tentang tipe temperamen diperoleh dari alat inventori tempera-
Hasil pengujian hipotesis menun-
men dari Robert J. Cruise Ph.D dan
jukkan bahwa terdapat perbedaan ra-
W. Peter Blitchington Ph.D. Data ten-
ta-rata resiliensi remaja ditinjau dari
tang Adversity Quotient (AQ) di-
tipe temperamen dan adversity quo-
peroleh dari instrumen pengukuran
tient (AQ).
Adversity Response Profile (ARP) dari Stoltz (2003). Tabel 1. Prosentase Resiliensi Ditinjau dari Tipe Temperamen No. 1. 2. 3. 4.
Tipe Mean Prosentase Temperamen Phlegmatis 19,94 26,93 % Melankolis 16,85 22,76 % Sanguinis 18,56 25,06 % Kholeris 18,70 25,25 % Jumlah 74,05 100 %
Tabel 2. Prosentase Resiliensi Ditinjau dari Adversity Quotient (AQ) No. 1. 2. 3.
Adversity Quotient (AQ) Quitters Campers Climbers Jumlah
53
Mean
Prosentase
17,77 17,61 20,80 56,18
31,63 31,35 37,02 100 %
Perbedaan kelompok Adversity
Pembahasan
Quotient (AQ) juga mempengaruhi
Dari perhitungan statistik de-
resiliensi remaja diterima pada taraf
ngan menggunakan teknik analisis
signifikasi 1%, di mana FoB sebesar
varians (anava)–2 jalur diketahui bahwa
tipe
temperamen
6,63 lebih besar dari F tab 1% sebesar
mempe-
4,61. Dapat dikatakan jika ada perbe-
ngaruhi resiliensi remaja diterima pa-
daan rata-rata resiliensi yang sangat
da taraf signifikasi 1%, di mana FoA
signifikan antara remaja yang tergo-
sebesar 3,91 lebih besar dari F tab 1%
long quitters, campers, dan climbers,
sebesar 3,78. Dapat dikatakan jika
di mana remaja yang tergolong ke-
ada perbedaan rata-rata resiliensi
lompok climbers (M = 20,80) mem-
yang sangat signifikan antara remaja yang
memiliki
phlegmatis,
tipe
iliki resiliensi lebih tinggi dari remaja
temperamen
melankolis,
yang tergolong kelompok quitters (M
sanguinis,
= 17,77), dan campers (M = 17,61).
dan koleris, di mana remaja dengan
Hal tersebut sesuai dengan pen-
tipe temperamen phlegmatis (M =
dapat Grotberg (1995) yang menya-
19,94) memiliki resiliensi lebih tinggi
takan bahwa faktor pembentuk resili-
daripada remaja dengan tipe tempe-
ensi adalah I Have, I Am, dan I Can.
ramen koleris (M = 18,70), remaja
Temperamen merupakan salah satu
dengan tipe temperamen sanguinis (M
faktor pembentuk resiliensi, dan ter-
= 18,56), dan remaja dengan tipe
masuk dalam kemampuan interper-
temperamen melankolis (M = 16,85).
sonal yang dimiliki individu (I Can). Tabel 3. Ringkasan Anava-2 Jalur db
JK
MK
FoA
Perlakuan (A)
3
104,53
34,84
3,91***
F tab 5% & F tab 1% 2,60 & 3,78
Perlakuan (B)
2
118,14
59,07
6,63***
3,00 & 4,61
Petak (P)
-
[290,93]
-
-
-
Interaksi (AB)
6
68,26
11,38
1,28*
2,10 & 2,80
Dalam (d)
60
534,35
8,91
-
-
Sumber Variasi
Total (T) 71 825,28 Ket. : *) non signifikan **) signifikan ***) sangat signifikan
54
-
Salah
satu
bentuk
otonomi
dan
dah adalah remaja yang memiliki tipe
tanggungjawab dalam I Am (kemam-
temperamen melankolis. Dengan kata
puan pribadi) adalah kemampuan in-
lain hasil penelitian ini juga menun-
dividu dalam menghadapi masalah
jukkan bahwa tidak selamanya remaja
dan
yang
memberdayakannya
menjadi
memiliki
tipe
temperamen
peluang (AQ). Karena orang yang
phlegmatis memiliki resiliensi yang
mempunyai AQ tinggi tidak akan
sangat
mempersalahkan orang lain sambil
dengan tipe temperamen lainnya, se-
mengelakkan tanggungjawab (Stoltz,
perti yang diungkapkan oleh Littauer
2003).
(1996), bahwa tipe phlegmatis adalah
rendah
jika
dibandingkan
Hasil dari penelitian ini menun-
tipe orang yang rendah hati, mudah
jukkan jika ada perbedaan rata-rata
bergaul dan santai, diam, tenang, dan
resiliensi antara remaja yang memiliki
mampu, menyembunyikan emosi, ser-
tipe
ta
temperamen
phlegmatis,
bahagia
menerima
kehidupan.
melankolis, sanguinis, dan koleris.
Mereka juga tipe orang yang mela-
Perbedaan prosentase resiliensi pada
wan perubahan, pesimis, dan tampak-
remaja yang memiliki tipe tempera-
nya malas. Orang phlegmatis juga
men phlegmatis sebesar 26,93%, tipe
cenderung mencari tanggungjawab
temperamen
yang mudah dalam tugasnya (Littauer
melankolis
sebesar
22,76%, tipe temperamen sanguinis
&
Littauer,
2002:115),
sehingga
sebesar 25,06%, dan tipe temperamen
orang phlegmatis cenderung memiliki
koleris sebesar 25,25%.
daya lentur atau resiliensi yang sangat
Dari perbedaan prosentase resili-
rendah. Hasil dari penelitian ini me-
ensi tersebut dapat diketahui sesuai
nyebutkan jika remaja dengan tipe
dengan urutan jika remaja yang me-
temperamen phlegmatis memiliki re-
miliki resiliensi paling tinggi menurut
siliensi yang paling tinggi diantara
tipe temperamen adalah remaja yang
tipe temperamen lainnya. Hal tersebut
memiliki tipe temperamen phlegma-
bisa dikarenakan orang yang memiliki
tis, remaja yang memiliki tipe tem-
tipe temperamen phlegmatis lebih
peramen kholeris, remaja yang mem-
seimbang, tenang, bahagia menerima
iliki tipe temperamen sanguinis, dan
kehidupan, lebih mencukupkan diri
yang memiliki resiliensi paling ren-
jika dibandingkan dengan ketiga tem-
55
peramen lainnya, mereka juga tidak
melankolis.
merasa harus mengubah dunia (Lit-
dengan pernyataan Littauer (1996),
tauer & Littauer, 2002). Selain itu
bahwa tipe sanguinis adalah tipe
seorang phlegmatis juga mempunyai
orang yang berenergi tinggi, suka ber-
panda-ngan optimis tentang hidup.
senang-senang, penuh semangat, kre-
Hal
seorang
atif dan inovatif, mudah diubah, op-
phlegmatis tidak membutuhkan waktu
timis, dan supel. Mereka juga tipe
yang lama untuk bangkit setelah
orang yang tidak ada tindak lanjut
mengalami kondisi yang tidak me-
pada suatu rencana, serta tidak benar-
nyenangkan.
benar percaya bahwa mereka punya
tersebut
membuat
Hal
tersebut
sejalan
Hasil penelitian ini juga me-
kesalahan besar. Orang sanguinis me-
nyebutkan jika remaja dengan tipe
nyukai tugas baru secara berkala da-
temperamen melankolis memiliki re-
lam
siliensi yang sangat rendah. Hal ter-
2002:115), sehingga orang sanguinis
sebut
yang
cenderung memiliki resiliensi yang
diungkapkan oleh Littauer (1996),
lebih tinggi dari melankolis. Hasil
bahwa tipe seorang melankolis adalah
penelitian ini juga menyebutkan jika
tipe orang yang lebih pendiam, lebih
seorang koleris memiliki resiliensi
pemikir, serius dan tekun, serta selalu
yang tinggi seperti yang diungkapkan
berupaya keras meraih kesempurnaan
oleh Littauer (1996), bahwa tipe
dalam segala yang penting bagi
koleris adalah tipe orang yang hidup
mereka. Mereka juga tipe orang yang
untuk meraih prestasi, supel, dinamis
mudah tertekan, mempunyai citra diri
dan aktif, sangat memerlukan peru-
rendah, pesimis, dan suka menunda-
bahan, harus memperbaiki kesalahan,
nunda (Littauer & Littauer, 2002:
serta berkemauan kuat dan tegas.
115),
melankolis
Orang koleris juga memilliki kebu-
cenderung memiliki resiliensi yang
tuhan untuk lebih ung-gul secara fisik
rendah.
dan memiliki tanggungjawab dalam
sesuai
sehingga
dengan
orang
apa
tugas
(Littauer
&
Littauer,
Hasil penelitian ini juga me-
tugas (Littauer & Littauer, 2002:115),
nyebutkan jika remaja dengan tipe
sehingga orang koleris cenderung
temperamen sanguinis memiliki resi-
memiliki resiliensi yang tinggi.
liensi
yang
lebih
tinggi
dari
56
Dengan
mengenali
atau
me-
jika ada pengaruh AQ terhadap resili-
mahami temperamen diri sendiri, di-
ensi remaja di SMA Negeri 1 Purwo-
harapkan individu dapat mengetahui
sari Kabupaten Pasuruan.
berapa lama waktu yang diperlukan
Hasil penelitian ini menunjukkan
untuk berkomunikasi, membantu in-
jika ada perbedaan rata-rata resiliensi
dividu untuk mengetahui kecepatan
antara remaja yang tergolong quitters,
untuk bereaksi, dan berapa banyak
campers, dan climbers. Perbedaan
individu
prosentase resiliensi pada remaja
mampu
sukses
dalam
berbagai situasi (Grotberg, 1995). Hal
yang
tersebut sesuai dengan salah satu ciri-
31,63%,
ciri remaja resilien menurut Hender-
campers sebesar 31,35%, dan remaja
son & Milstein, dalam Desmita
yang
(2006) yaitu kemampuan berkompe-
37,02%. Dari perbedaan prosentase
tensi secara sosial.
resiliensi tersebut dapat diketahui
Telah disebutkan di atas jika
tergolong
quitters
remaja
tergolong
sebesar
yang
tergolong
climbers
sebesar
sesuai dengan urutan jika remaja yang
tidak hanya temperamen yang mem-
memiliki
pengaruhi resiliensi, kemampuan in-
menurut AQ adalah remaja yang ter-
dividu dalam menghadapi masalah
golong climbers, remaja yang tergo-
dan
menjadi
long quitters, dan yang memiliki re-
peluang (AQ) juga turut mempe-
siliensi paling rendah adalah remaja
ngaruhi resiliensi. AQ merupakan sa-
yang tergolong campers. Jika melihat
lah
dan
dari hasil prosentase antara quitters
tanggungjawab dalam I Am (kemam-
sebesar 31,63% dan campers sebesar
puan pribadi) yang merupakan salah
31,35%, terdapat perbedaan yang
satu
sangat
tipis
Dengan
kata
memberdayakannya
satu
faktor
(Grotberg,
bentuk
otonomi
pembentuk 1995).
resiliensi
Untuk
mem-
resiliensi
paling
diantara lain
tinggi
keduanya.
penelitian
ini
bedakan tingkat AQ individu, Stoltz
menunjukkan bahwa tidak selamanya
(2003), membagi individu ke dalam
orang campers cenderung memiliki
tiga kelompok dengan meminjam
resiliensi lebih tinggi dari quitters,
terminologi para pendaki gunung,
seperti yang diungkapkan oleh Sotltz
yaitu quitters, campers, dan climbers.
(2003), bahwa campers adalah orang
Hasil penelitian ini juga menunjukkan
yang berkemah (orang yang berhenti
57
dan tinggal di tengah pendakian).
tersebut sejalan dengan Stoltz (2003),
Mendaki secukupnya lalu berhenti
bahwa climbers adalah orang yang
kemudian mengakhiri pendakiannya.
seumur hidup membaktikan dirinya
Akhir pendakian tersebut dianggap
untuk pendakian (orang yang berhasil
sebagai sebuah kesuksesan, karena
mencapai puncak pendakian). Dia
mungkin
mengor-
terus mendaki tanpa menghiraukan
bankan atau bekerja keras untuk men-
apapun keadaan yang dialaminya.
capai pendakian tersebut, mereka su-
Mereka selalu memikirkan berbagai
dah puas dengan apa yang sudah
macam kemungkinan dan tidak akan
mereka capai, sehingga orang cam-
pernah terkendala oleh hambatan
pers cenderung memiliki resiliensi
yang dihadapinya. AQ memperlihat-
yang lebih tinggi dari quitters. Hasil
kan bagaimana seseorang merespon
dari penelitian ini menyebutkan jika
kesulitan serta perubahan-perubahan
remaja yang tergolong campers me-
yang dihadapinya (Prayudi, 2007).
miliki resiliensi lebih rendah dari
Hal tersebut sesuai dengan salah satu
quitters dan climbers. Hal tersebut
ciri remaja resilien yang diungkapkan
bisa dikarenakan campers juga sama
oleh Henderson & Milstein, dalam
dengan quitters yang menjalani ke-
Desmita (2006) yaitu memiliki ke-
hidupan yang tidak lengkap. Campers
terampilan hidup dalam pemecahan
adalah satisficer, mereka puas dengan
masalah.
mereka
sudah
mencukupkan diri, dan tidak mau Kesimpulan dan Saran
mengembangkan diri, dan bertahan pada apa yang telah mereka miliki,
Kesimpulan
sehinga mereka menjadi sangat ter-
Dari hasil penelitian, kesimpulan
motivasi oleh kenyamanan dan rasa
yang dapat diambil adalah:
takut. Mereka takut kehilangan tem-
a.
pat berpijak, dan mencari rasa aman
SMAN 1 Purwosari ditinjau dari
dari perkemahan mereka yang kecil
tipe temperamen dan Adversity
dan nyaman.
Quotient (AQ).
Hasil penelitian ini juga menyebutkan
Ada perbedaan resiliensi remaja
jika
seorang
b.
climbers
Ada perbedaan rata-rata resiliensi remaja SMAN 1 Purwosari ditin-
memiliki resiliensi paling tinggi. Hal
jau dari tipe temperamen di mana 58
resiliensi paling tinggi dimiliki
betapa pentingnya resiliensi un-
oleh remaja dengan tipe tempe-
tuk menghadapi kehidupan, ter-
ramen
(26,93%),
masuk dalam dunia pendidikan,
dilanjutkan remaja dengan tipe
serta mengembangkan soft skill
temperamen koleris (25,25%),
siswa.
phlegmatis
remaja dengan tipe temperamen
c.
b.
Remaja berusaha untuk mengha-
sanguinis (25,06%), dan remaja
da-pi permasalahan tanpa bergan-
dengan tipe temperamen melan-
tung kepada orang lain, serta ber-
kolis (22,76%).
tanggungjawab dengan apa yang
Ada perbedaan rata-rata resiliensi
sudah dikerjakan.
remaja SMAN 1 Purwosari ditin-
c.
Orang tua mendukung kegiatan
jau dari Adversity Quotient (AQ)
putra-putrinya dalam melakukan
di mana resiliensi paling tinggi
kegiatan-kegiatan sekolah yang
dimiliki oleh remaja yang terma-
positif dan menuntut kerja sama
suk dalam kelompok climbers
antar individu untuk meningkat-
(37,02%),
kan resiliensinya.
remaja
dilanjutkan kelompok
dengan quitters
(31,63%), dan remaja kelompok
Daftar Pustaka
campers (31,35%.) d.
Tidak ada pengaruh interaksi an-
Adjie. 2008. Mempertahankan Resiliensi Diri, (Online). (http://resiliency.wordpress.com/ 205/. diakses 6 Nopember 2010)
tara tipe temperamen dan Adversity Quotient (AQ) terhadap resiliensi remaja di SMAN 1 Purwo-
Akbar, Almas. 2011. Islam Dan Resiliensi,(Online) (http://almasakbar45.blogspot.co m/2011/05/islam-danresiliensi.html. diakses 7 Mei 2011)
sari. Hal tersebut disebabkan landasan teori yang kurang kuat, juga karena kondisi atau kegiatan yang berlangsung di SMAN 1
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Purwosari pada saat penelitian berlangsung.
Chandra, Silvia. 2009. Resiliensi, (Online). (http://rumahbelajarpsikologi.co m/index.php/resiliensi.html. diakses 6 Nopember 2010)
Saran a.
Guru BP/BK memperkenalkan istilah resiliensi dan menjelaskan 59
Dariyo, Agoes. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia
Littauer, Florence & Littauer, Marita. 2002. Bersahabat dengan Siapapun Juga (Getting Along with Almost Anybody). Alih bahasa oleh Drs. Arvin Saputra. 2002. Jakarta: Binarupa Aksara
Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Cetakan kedua. Bandung: Rosda
Prayudi, Yusuf Yudi. 2007. Adversity Quotient (AQ), (Online). (http://prayudi.wordpress.com/20 07/05/10/adversity-quotient-aq/. diakses 27 Nopember 2010)
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosda Indit. 2010. Apa Itu Resiliensi?, (Online). (http://www.leapinstitute.com/art icles/apa-itu-resiliensi. diakses 27 Nopember 2010)
Rochmah, Elfi Y. 2005. Psikologi Perkembangan. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press & Teras
Hurlock, Elizabeth. B. 1980. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih bahasa oleh Dra. Istiwidayanti dan Drs. Soedjarwo, M.Sc. Jakarta: Erlangga
Sabin, Lisa. 2006. Mengenal Temperamen, (Online). (http://rimagold.blog.friendster.co m/2006/01/mengenaltemperamenr oma-721-26/. diakses 27 Nopember 2010)
Khadavi, M. Jadid. 2010. Perbedaan Resiliensi Antara Siswa Yang Aktif Berorganisasi Dengan Siswa yang Tidak Aktif Berorganisasi Di SMA Negeri 1 Pandaan Pasuruan. Skripsi tidak diterbitkan. Pasuruan: Universitas Yudharta Pasuruan
Stoltz, Paul. G. 1997. Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Alih bahasa oleh T. Hermaya. 2003. Jakarta: Grasindo Ummah, Asidatul. 2010. Hubungan Golongan Darah Dengan Tipe Temperamen Santri Putri di Asrama C Pondok Pesantren Ngalah. Skripsi tidak diterbitkan. Pasuruan: Universitas Yudharta Pasuruan
Khan. 2007. Adversity Quotient, (Online). (http://iisrasjeed.blogsome.com/2 007/04/21/adversity-quotient/. diakses 27 Nopember 2010)
Wijayani, Mira. 2008. Gambaran Resiliensi,(Online) (www.lontar.ui.ac.id/file?file=dig ital/...%20Gambaran%20resiliens i%20... diakses 27 Nopember 2010)
Littauer, Florence. 1996. Personality Plus. Alih bahasa oleh Anton Adiwiyoto. Jakarta: Binarupa Aksara
60