REPRESENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA TOKOH YAN DALAM FILM SEBELUM PAGI TERULANG KEMBALI (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce)
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Jurnalistik Program Studi Ilmu Komunikasi
Disusun oleh : INGE YULISTIA DEWI 6662 111485
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015
“Man Jadda WaJada” Siapa yang bersungguh-sungguh, maka akan berhasil “Hasil tidak akan pernah mengkhianati sebuah proses, jika hasil tidak sesuai dengan yang diharapkan, coba dilihat lagi apa proses yang dijalani sudah sesuai, jika iya anggap saja itu ujian iman dari-Nya., Ikhlas dan bersabarlah”
Kupersembahkan Skripsi yang penuh dengan perjuangan ini untuk kedua Orang Tuaku, Kakak dan Adikku, dan mereka yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, serta doanya disetiap waktu
ABSTRAK
Inge Yulistia Dewi. NIM 6662111485. Skripsi. Representasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Pada Tokoh Yan dalam Film Sebelum Pagi Terulang Kembali (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce). Program Studi Ilmu Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2015. Mia Dwianna W. S.Sos., M.Ikom; Puspita Asri Praceka, S.Sos., M.Ikom. Latar belakang masalah penelitian ini adalah krisis moral yang terjadi saat ini yang diakibatkan lemahnya nilai-nilai pendidikan karakter. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui representasi nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali. Film merupakan bagian dari komunikasi massa yang dilengkapi dengan audio dan visual. Film Sebelum Pagi Terulang Kembali merupakan film yang mengusung tema korupsi, salah satu problematika yang diakibatkan lemahnya pendidikan karakter. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan paradigma konstruktivis. Penelitian ini menggunakan teori konstruksi sosial emosi untuk melihat karakter sesorang dan dianalisis menggunakan model semiotika Peirce yang terdiri atas sign, object, dan interpretant. Unit analisis yang dipilih merupakan adegan-adegan yang diperankan oleh Yan yang dianggap merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter didukung dengan element yang terdapat dalam film. Hasil penelitian menunjukkan sign dalam film ini berupa perilaku tanggung jawab, jujur, kerja keras dan peduli sosial yang ditunjukkan oleh Yan, objectnya adalah tokoh yaitu Yan yang didukung dengan ekpresi atau mimik wajah dan juga gestur tubuh yang diperlihatkan olehnya diadegan yang ia perankan, dan interpretant dalam penelitian ini adalah perilaku yang ditunjukkan oleh sosok Yan menggambarkan karakter tanggung jawab, jujur, kerja keras dan peduli sosial. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tokoh Yan merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali yang muncul dalam bentuk sikap, perilaku dan dialognya. Nilai-nilai karakter-karakter yang ditemukan antara lain, tanggung jawab, peduli sosial, kerja keras, dan jujur. Kata Kunci
: Representasi, Pendidikan Karakter, Film, Semiotika
ABSTRACT Inge Yulistia Dewi. NIM 6662111485. Thesis. Representation Values Character Education on Figure Yan in Film Sebelum Pagi Terulang Kembali (Semiotics Analysis Charles Sanders Peirce). Course of study Communication Science. The Faculty of Social and Political Science. Sultan Agung Tirtayasa University. 2015. Mia Dwianna W. S. Sos., M.Ikom; Puspita Asri Praceka, S. Sos., M.Ikom. background of the problem of this research is a moral crisis that is happening today because weakness of values of character education built. The purpose of this research to determine the representation of the values of character education on figure Yan in film Sebelum Pagi Terulang Kembali. Film is part of mass communication which is equipped with audio and visual. Film Sebelum Terulang Kembali is a film with corruption theme, one result of the lack of character education. The method used is qualitative and constructivist paradigm. This research uses the theory of social construction of emotion to see the character of someone and analyzed using a model semiotics Peirce's consisting of sign, object, and interpretant. The unit of analysis is selected from the scenes that played by Yan and considered to represent the values of character education is supported by the elements contained in the film. The results showed ‘sign’ at the film in the form of behavior that responsibility, honesty, hard work and social care shown by Yan, 'object' is a figure that is Yan supported by facial expressions and bodily gestures shown by him at the scene that he played, and interpretant in this research is the behavior shown by the figure Yan described the character of responsibility, honesty, hard work and social care. Conclution from this research is figure Yan represents the values of character education in the film sebelum pagi terulang kembali and appearing in the form of attitudes, behavior and dialogue. The values of characters are found, among others, responsibility, social care, hard working, and honest. Keywords: Representation, Character Education, Film, Semiotics
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT, yang tak hentihentinya mencurahkan kasih dan rahmatNya kepada penulis sehingga dapat menyusun skripsi ini sampai selesai. Tak lupa pula shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia sampai akhir zaman. Skripsi berjudul “Representasi Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Film Sebelum Pagi Terulang Kembali (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce)” ini, penulis buat dengan segenap niat, usaha dan kemampuan untuk menyelesaikan jenjang pendidikan strata satu. Adapun skripsi ini mengangkat makna tanda dalam sebuah film dengan menggunakan model semiotika yang merupakan salah satu bidang kajian ilmu komunikasi. Selesainya pengerjaan skripsi ini, penulis rasakan sebagai sebuah hal yang patut disyukuri, terlebih dengan berbagai proses yang penulis lalui. Proses-proses itulah yang memberikan pembelajaran dan pengalaman yang amat berharga untuk penulis. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih, kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini: 1. Prof. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor UNTIRTA beserta seluruh jajarannya.
i
2. Dr. Agus Sjafari, S,Sos., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik beserta jajarannya 3. Begitupun Wakil Dekan Bidang Akademik FISIP UNTIRTA Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan Bidang Keuangan FISIP UNTIRTA Mia Dwianna W, S.Sos., M.IKom., dan Wakil Bidang Kemahasiswaan FISIP Untirta Ismanto, S.Sos., M.M. 4. Neka Fitriyah, S.Sos., M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi 5. Puspita Asri Praceka, S.Sos., M.IKom selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Ilmu Komunikasi dan juga dosen pembimbing II yang telah memberikan
arahan,
motivasi
dan
dukungannya
selama
penulis
mengerjakan skripsi 6. Mia Dwianna, S.Sos., M.IKom selaku dosen pembimbing I yang juga telah memberikan arahan, support dan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan penelitian ini 7. Ayahanda M. Sayuti dan Ibunda Rofiatul Himah yang senantiasa tidak pernah lelah mendoakan dan mensupport putrinya agar selalu semangat kuliah dan mengerjakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya. Serta selalu menjadi inspirasi dan semangat peneliti dalam menjalani itu semua 8. Dua jagoan penulis, Anggha Rovika dan Aldo Ali Muhammed yang senantiasa menjadi kakak dan adik penulis terimakasih atas segala doa, motivasi dan support nya 9. Bapak Ibu dosen Ilmu Komunikasi UNTIRTA terimakasih atas segala ilmu yang telah diberikan
ii
10. Lasja F. Susatyo dan Drs. Suparlan, M.Ed yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membalas email penulis sehingga dapat membantu menyelesaikan skripsi ini 11. Kakak-kakak kesayangan Mba ami, Teh Ninis, Teh Dian, Teh Evita, Aday, A anas, Ka aim, Jaro terimakasih atas segala bimbingan dan ilmunya selama ini 12. Bang Taro yang telah memberikan referensi buku yang amat berguna untuk penelitian ini 13. Teman seperjuangan Husnul, Mala, Lia, Cipong, Tumieq, Cumel, Acut, Veny, Danti, Sisil, Risda, Lupeh, Tata, Diana, Reni, Yuda, Eki, Anton, Budy, Beny. terimakasih telah menemani dalam susah, senang, galau, dan mau berproses bersama sampai pada akhirnya skripsi ini pun selesai tapi semoga pertemanan kita belum dan tidak akan pernah selesai 14. Segenap kawan-kawan Ilmu Komunikasi UNTIRTA, kakak-kakak tingkat, adik-adik tingkat dan khususnya angkatan 2011 thanks for all memories and keep fight and keep on growth! 15. Keluarga BEM FISIP HARMONI, KBM FISIP 2014 (HIMAKOM, HIMANE, FOSMAI, ORANGE, DPM FISIP) terimakasih atas kerja sama, kerja keras dan kerja luar biasa selama masa kepengurusan 16. Keluarga IMIKI PPT UNTIRTA, UMC, KeMANGTEER Serang, dan UTv terimakasih untuk segala ilmu, pengalaman dan pembelajaran serta terimakasih telah dan pernah menjadi wadah untuk penulis berproses selama masa kuliah
iii
17. Komite Beasiswa CAP terimakasih telah memberi kesempatan dan kepercayaannya kepada penulis. Begitupun teman seperjuangan di Batch 1 Kiki, Popo, Ghea dan Andi. 18. Dan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dan tak bisa penulis sebutkan satu-persatu Akhir kata, kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Kesalahan yang terdapat dalam pembuatan skripsi ini mutlak milik penulis. Penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna bagi penulis sendiri dan juga bagi mahasiswa di Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan dapat menambah referensi bagi yang membutuhkan. Penulis juga tidak menutup saran dan kritik yang membangun untuk kemajuan penulis dikehidupan mendatang. Semoga kita semua tidak pernah bosan untuk terus berkembang bersama proses dengan segenap keikhlasan. Aamiin. Serang, Juli 2015
Inge Yulistia Dewi
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... v DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 7 1.3 Identifikasi Masalah ............................................................................ 8 1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................ 8 1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................. 9 1.5.1 Manfaat Akademis .................................................................... 9 1.5.2 Manfaat Praktis ......................................................................... 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 10 2.1 Komunikasi Massa .............................................................................. 10 2.2 Film Sebagai Media Massa ................................................................. 12 2.3 Representasi ........................................................................................ 16 2.4 Nilai-nilai Pendidikan Karakter .......................................................... 19 2.5 Teori Konstruksi Sosial Emosi ........................................................... 25 2.6. Semiotika Charles Sanders Peirce...................................................... 28 2.6 Kerangka Berpikir ............................................................................... 31 2.7 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 32 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 36 3.1 Metode Penelitian .............................................................................. 36 v
3.2 Paradigma Penelitian........................................................................... 37 3.3 Unit Analisis ....................................................................................... 38 3.4 Instrumen Penelitian ........................................................................... 38 3.5 Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 39 3.6 Teknik Analisis Data ........................................................................... 41 3.7 Triangulasi Data Penelitian ................................................................. 44 3.8 Jadwal Penelitian ................................................................................ 45 BAB IV HASIL PENELITIAN ..................................................................... 47 4.1 Gambaran Objek Penelitian ................................................................ 47 4.1.1 Deskripsi Film ............................................................................ 47 4.1.2 Tokoh Yan.................................................................................. 50 4.2 Deskripsi dan Anaslisis Data Penelitian ............................................. 52 4.3 Pembahasan ......................................................................................... 83 BAB V PENUTUP .......................................................................................... 89 5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 89 5.2 Saran.................................................................................................... 89 5.2.1 Akademis ................................................................................... 90 5.2.2 Praktis ........................................................................................ 91 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... ix LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ....................................................................... 34 Tabel 3.1 Tabel Analisis Data ......................................................................... 44 Tabel 3.2 Jadwal Penelitian............................................................................. 46 Tabel 4.1 Tabel Scene Rapat Proyek Muara Tanjung ..................................... 52 Tabel 4.2 Tabel Analisis Scene Rapat Proyek Muara Tanjung ....................... 54 Tabel 4.3 Tabel Scene Yan Mengundurkan Diri ............................................. 58 Tabel 4.4 Tabel Scene Ruang Kerja Yan di Rumah........................................ 62 Tabel 4.5 Tabel Analisis Scene Ruang Kerja Yan di Rumah ......................... 63 Tabel 4.6 Tabel Scene Ruang Kerja Yan di Kantor ........................................ 67 Tabel 4.7 Tabel Analisis Scene Ruang Kerja Yan di Kantor .......................... 70 Tabel 4.8 Tabel Scene Tangga Kantor ............................................................ 75 Tabel 4.9 Tabel Scene Garasi Rumah Yan...................................................... 78 Tabel 4.10 Tabel Analisis Scene Garasi Rumah Yan ...................................... 80
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Triangle Meaning ......................................................................... 30 Gambar 2.2 Kerangka Berpikir ........................................................................ 31 Gambar 3.1 Triangle Meaning ......................................................................... 42
viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Representasi menurut Wibowo (2011:122) merupakan proses merekam
ide, pengetahuan atau pesan dalam beberapa cara fisik. Representasi menurut Danesi masih dalam Wibowo didefinisikan sebagai penggunaan tanda (gambar, bunyi, dan lain-lain) untuk menghubungkan, menggambarkan, memotret, atau memproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu. Dilihat dari pengertian tersebut, peneliti berasumsi bahwa produk dari representasi dapat berupa film. Film dapat menjadi bentuk fisik dalam penyampaian pesan. Di sebuah film lah pesan -pesan disampaikan menggunakan tanda berupa gambar, bunyi dan lain-lain. Banyak hal yang dapat direpresentasikan melalui sebuah tanda dalam sebuah media. Hal-hal yang berangkat dari kehidupan nyata yang kemudian coba dikonstruksikan dalam sebuah media misalnya melalui film. Contohnya mengenai nilai-nilai pendidikan karakter yang coba direpresentasikan dalam sebuah film. Karakter merupakan hal dasar yang melekat pada setiap individu. Menurut Lickona dalam Zubaedi (2011:29) karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral feeling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik dan melakukan
1
2
perbuatan kebaikan. Sehingga peneliti mengasumsikan bahwa individu yang memiliki karakter baik pastilah memiliki moral dan budi pekerti yang baik. Arus modernisasi yang terjadi saat ini membuat perubahan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satunya perubahan dalam segi moral. Peneliti melihat realita yang terjadi dari pemberitaan dimedia bahwa bangsa ini sedang mengalami krisis moral. Krisis moral yang dimaksud diantaranya banyaknya remaja yang terjebak pergaulan bebas sampai pada melakukan sex bebas dan penggunaan obat-obat terlarang. Belum lagi tawuran yang melibatkan siswa sekolah. Bukan hanya dikalangan remaja, krisis moral ini juga terjadi pada kalangan dewasa, dapat dilihat dilayar televisi begitu banyaknya pejabat pemerintahan yang terkena kasus korupsi sehingga merugikan negara yang berdampak ke berbagai sektor salahsatunya adalah kemiskinan. Berangkat dari permasalahan tersebut, pendidikan karakter dirasa relevan untuk mengurangi krisis moral yang kini kerap terjadi. Pendidikan karakter inilah yang menjadi bagian dalam membentuk akhlak dan moral bangsa. Seperti halnya yang dicetuskan oleh Kementrian Pendidikan Nasional dalam tema hari pendidikan pada tahun 2010 yakni “Pendidikan karakter untuk membangun peradaban bangsa Indonesia”. Senada dengan hal tersebut, mantan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 11 Mei 2010 mencanangkan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter. Gerakan ini diharapkan menjadi solusi atas rapuhnya karakter bangsa saat ini. Inilah yang peneliti rasa bahwa pendidikan karakter merupakan suatu hal yang penting dalam memperbaiki karakter bangsa.
3
Creasy dalam
Zubaedi (2011:18) mengartikan pendidikan karakter
sebagai upaya mendorong peserta didik tumbuh dan berkembang dengan kompetensi berpikir dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip moral dalam hidupnya serta mempunyai keberanian melakukan yang ‘benar’ meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan. Suyadi (2013: 7-9) memaparkan bahwa Kementrian Pendidikan Nasional telah merumuskan 18 nilai karakter yang akan ditanamkan dalam diri peserta didik sebagai upaya membangun karakter bangsa. Dalam buku Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang disusun melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum pada tahun 2010, 18 nilai karakter tersebut yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan atau nasionalisme, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Dono Baswardono yang dikutip oleh Suyadi dalam bukunya (2013:7) Nilai-nilai karakter ada dua macam, yakni nilai-nilai karakter inti dan nilai-nilai karakter turunan. Nilai-nilai karakter inti bersifat universal dan berlaku sepanjang zaman tanpa ada perubahan, sedangkan nilai-nilai karakter turunan sifatnya lebih fleksibel sesuai dengan konteks budaya lokal. Contoh, nilai karakter jujur yang merupakan nilai karakter yang tetap berlaku sepanjang zaman. Dalam praktiknya, nilai kejujuran dapat berubah-ubah. Salah satu contohnya adalah “Pendidikan Anti Korupsi” atau “Kantin Kejujuran”. Hal ini merupakan keturunan dari salah satu
4
nilai karakter, yakni jujur. Jadi, nilai inti karakter adalah kejujuran itu sendiri, bukan pada anti korupsi atau kantin kejujuran. Zubaedi (2011:106)
Proses pendidikan karakter tidak hanya melalui
kelas-kelas formal seperti sekolah namun juga dapat dilakukan secara non-formal. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan karakter dapat dilakukan melalui media lain seperti media massa misalnya. Media televisi yang merupakan salah satu media massa elektronik dapapt menyajikan acara-acara yang bermutu guna mengedukasi khalayak yang melihatnya. Menurut hasil penelitian American Psychological Association (APA) pada tahun 1995 terungkap bahwa tayangan yang bermutu akan mempengaruhi seseorang untuk berprilaku baik. Adapun tayangan yang kurang bermutu akan mempengaruhi seseorang untuk berprilaku buruk. Bahkan penelitian ini menyimpulkan, bahwa hampir semua perilaku buruk yang dilakukan orang adalah hasil pelajaran yang mereka terima dari media semenjak usia anak-anak. Kemudian Zubaedi (2011:177) mengemukakan media massa perlu berfungsi sebagai instrumen pendidikan yang memiliki unsur cultural of power dalam membangun masyarakat yang berkarakter karena efek media massa sangat kuat dalam membentuk pola pikir dan pola perilaku masyarakat. Prinsip-prinsip dalam pendidikan karakter perlu diinternalisasikan dalam program-program yang ditanyakan oleh media massa, sebagai bentuk tanggung jawab bersama dalam mengatasi krisis karakter bangsa. Salah satu media massa yang dirasa juga efektif dan dapat diterima oleh setiap lapisan masyarakat adalah film. Film yang merupakan salah satu media
5
komunikasi massa ini mampu untuk menarik perhatian sehingga film dapat mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan yang dibawanya. Sebuah film dapat mempengaruhi psikologis seorang, jika film tersebut sedih maka khalayak yang menontonnya akan merasa sedih pula bahkan menangis. Begitu juga jika film tersebut bahagia maka khalayak yang menontonnya pun akan turut bahagia. Selain itu dari sebuah film penonton bisa mencontoh suatu hal seperti fashion, contohnya pakaian yang dikenakan oleh tokoh dalam sebuah film dapat membuat penonton ingin memiliki pakaian yang serupa dengan tokoh tersebut. Film merupakan media presentasi yang lengkap, disajikan dengan bentuk audio maupun visual. Dalam film sebuah gambar, garis, simbol, suara dan gerakan mempunyai makna tertentu. Makna-makna tersebutlah yang diharapkan akan menimbulkan efek yang diharapkan. Bukan hanya sebagai media hiburan, film juga dapat dijadikan sebagai media pembelajaran. Film yang baik adalah film yang juga mempunyai unsur edukasi didalamnya. Di Indonesia tiap tahunnya banyak film-film yang bermunculan. Namun hanya sedikit yang berkualitas. Seperti pernyataan aktor senior Slamet Rahardjo, menurutnya film yang berkualitas di Indonesia kurang dari lima tiap tahunnya. Selain itu menurutnya tayangan televisi saat ini pendekatannya lebih ke sensasi. Pola pikir masyarakat dibentuk dengan sesuatu yang sensasional, bukan tontonan yang cerdas dari sisi esensi 1 . Misalnya bisa kita lihat film horor yang lebih banyak mempertontonkan adegan vulgar daripada adegan seram sehingga cerita 1
http://entrepreneur.bisnis.com/read/20130724/267/152946/slamet-rahardjo-indonesia-miskinfilm-berkualitas diakses pada tanggal 8 April 2015 pukul 23:02 WIB
6
horor menjadi bias, belum lagi dengan pemeran yang memakai pakaian-pakaian seksi. Namun bukan berarti tidak ada film yang memiliki unsur edukasi atau pendidikan. Seperti Film berjudul ‘Laskar Pelangi’ yang layak ditonton karena bercerita mengenai anak-anak yang memiliki keterbatasan keadaan namun tetap memiliki motivasi belajar yang tinggi untuk meraih mimpi mereka. Kemudian film ‘Kita vs Korupsi’ yang merupakan film omnibus untuk menggambarkan bahwa tindak korupsi dekat dengan kehidupan sehari-hari. Selanjutnya pada tahun 2014 lalu rilis sebuah film yang berjudul Sebelum Pagi Terulang Kembali, Film ini bercerita mengenai keluarga yang pada awalnya harmonis kemudian hancur seketika karena praktik korupsi. Film ini mengajarkan bahwa korupsi merupakan suatu hal yang salah dan berdampak buruk. Film Sebelum Pagi Terulang Kembali atau biasa disingkat SPTK mendapatkan penghargaan dari Apresiasi Film Indonesia 2014 sebagai film cerita panjang bioskop ini, berusaha mengajak khalayak untuk tidak terlibat dalam tindak korupsi. Peneliti melihat film ini merupakan film yang edukatif dan layak untuk
ditonton.
Dengan
mengambil
tema
korupsi,
film
ini
mencoba
menkontruksikan realitas yang terjadi dalam kehidupan bangsa Indonesia saat ini. Adanya praktek korupsi yang terjadi dikalangan pemerintahan bahkan sampai pemanfaatan kedekatan hubungan emosional. Selain itu korupsi merupakan salah satu dampak dari krisis moral yang terjadi saat ini. Film ini memang menceritakan mengenai korupsi, namun jika dilihat lebih dalam menurut peneliti film ini juga mengandung makna yang tersirat. Film yang mengandung unsur edukasi ini juga memperlihatkan mengenai karakter-karakter
7
tiap individunya. Film ini mengajarkan kita untuk jujur dan berani menghadapi resiko dari pilihan yang telah kita ambil. Sosok Yan yang merupakan seorang ayah yang memilki karakter yang jujur ingin mengajari anak-anaknya untuk bersikap jujur pula. Bukan hanya Yan namun juga karakter tiap individu dalam film ini dapat menjadi sebuah pelajaran dalam kehidupan nyata. Dari masalah yang telah peneliti uraikan, peneliti akan memilih film ini untuk diteliti lebih mendalam. Peneliti melihat ada pesan yang tersembunyi mengenai nilai-nilai pendidikan karakter untuk orang yang menonton film ini. Nilai-nilai pendidikan karakter dalam sebuah film tidak diperlihatkan secara langsung dan jelas sehingga harus direpresentasikan. Peneliti akan menggunakan analisis semiotika, karena semiotika merupakan suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji sebuah tanda. Peneliti mencoba memahami setiap makna tanda pada tiap scene-scene dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan karakter. Dari latar belakang masalah yang telah peneliti uraikan, maka peneliti memilih judul “Representasi nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali” untuk diteliti menggunakan analisis semiotika Charles Sanders Peirce.
1.2.
Rumusan Masalah Berangkat dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, sekiranya
perlu dilakukan penelitian yang lebih dalam pada film ini. Maka dari itu peneliti merumuskan masalah penelitian dengan “Bagaimana representasi nilai-nilai
8
pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali?”
1.3.
Identifikasi Masalah Dari rumusan masalah diatas maka identifikasi masalah penelitian ini
adalah sebagai berikut, 1.
Bagaimana Sign merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali?
2.
Bagaimana Object merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali?
3.
Bagaimana interpretant merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali?
1.4.
Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan maka tujuan adanya
penelitian ini adalah untuk, 1.
Menjelaskan sign dalam merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali.
2.
Menjelaskan object dalam merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali.
9
3.
Menjelaskan
interpretant dalam
merepresentasikan nilai-nilai
pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali.
1.5.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yang baik dalam hal
akademis maupun praktis. Manfaat penelitian ini adalah ; 1.5.1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan kajian mengenai media, khusunya komunikasi massa. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat memberikan pandangan baru dalam kajian ilmu komunikasi khususnya mengenai film, terutama jika dilihat dari analisis semiotika.
1.5.2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dan juga dapat memberikan masukan bagi para penggiat film dalam merepresentasikan permasalahan sosial melalui sebuah film dan membuat film yang berkualitas. Begitupun untuk masyarakat bahwa film dapat menjadi media pembelajaran atau pendidikan sehingga masyarakat lebih jeli dalam memilih film yang berkualitas.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Komunikasi Massa Effendy dalam bukunya ilmu, teori dan filsafat komunikasi (2005:42)
mengemukakan bahwa Komunikasi merupakan suatu elemen yang penting dalam kehidupan karena berkaitan dengan interaksi antar individu. Tentunya tanpa ada komunikasi tidak akan terjadi interaksi. Namun konteks komunikasi bukan hanya terjadi pada individu antar individu tapi juga kelompok, organisasi ataupun media massa. Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris dikenal dengan Communication yang berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah satu makna. Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dikomunikasikan, yakni baik si penerima maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu. Komunikasi Massa menurut Nurudin (2004:1) adalah studi ilmiah tentang media massa beserta pesan yang dihasilkan, pembaca
atau pendengar atau
penonton yang akan coba diraihnya dan efeknya terhadap mereka. Joseph A. Devito dalam bukunya, Communicology : An Introduction To The Study of Communication yang dikutip oleh (Nurudin, 2011:11), memberikan defenisinya mengenai komunikasi massa yakni sebagai berikut : “First, mass communication is communication addressed to the masses, to an extremely large audience. This does not mean that the audience includes all people or everyone who reads or everyone who watches television; rather it means an audience that is large and generally
10
11
rather poorly defined. Second, mass communication is communication mediated by audio and/or visual transmitters. Mass communication is perhaps most easily and most logically defined by its forms: television, radio, newspaper, magazines, films, books, and tapes.”
Jika diartikan maka, pertama komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefenisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefenisikan menurut bentuknya: televisi, radio, surat kabar, majalah, dan film). Dalam Ardianto (2004:6-12) menyebutkan bahwa komunikasi massa dapat dijelaskan melalui beberapa karakterisitik yakni, 1). Komunikator dalam komunikasi massa merupakan komunikator yang terlembagakan, 2). Pesan bersifat umum, 3). Komunikan bersifat anonim dan heterogen, 4). Media massa menimbulkan keserempakan, 5). Komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan, 6). Komunikasi massa bersifat satu arah, 7). Stimulasi alat indera terbatas, 8). Umpan Balik Tertunda (Delayed) dan Tidak Langsung (Indirect). Fungsi Komunikasi Massa menurut Effendy dalam Ardianto (2004:18-19) mengemukakan fungsi komunikasi massa secara umum anatara lain adalah : 1). Fungsi Informasi, media massa merupakan penyebar informasi bagi pembaca, pendengar atau pemirsa. Berbagai informasi dibutuhkan oleh khalayak media
12
massa yang bersangkutan sesuai dengan kepentingannya, 2). Fungsi Pendidikan, media massa merupakan sarana pendidikan bagi khalayaknya (mass education). Cara mendidik yang dilakukan media massa adalah melalui pengajaran nilai, etika, serta aturan-aturan yang berlaku kepada pemirsa atau pembaca. Media massa dapat melakukannya melalui drama, cerita,diskusi dan artikel, 3). Fungsi Mempengaruhi, Fungsi mempengaruhi dari media massa secara implisit terdapat pada tajuk/editorial, features, iklan, artikel, dan sebagainya. Khalayak dapat terpengaruh oleh iklan-iklan yang ditayangkan televisi ataupun surat kabar. Komunikasi massa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah komunikasi melalui media film. Film yang merupakan media massa yang juga terlembagakan serta pesan disampaikannya bersifat umum. Komunikasi massa melalui media sebuah film dapat memberikan informasi, memberikan pendidikan dan pada akhirnya akan mempengaruhi khalayak.
2.2.
Film Sebagai Media Massa Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang mendapat
tempat di masyarakat. Film merupakan hasil proses kreatif para sineas yang memadukan berbagai unsur seperti gagasan, system nilai, pandangan hidup, keindahan, norma, tingkah laku manusia, dan kecanggihan teknologi. Sehingga film tidak bebas nilai karena didalamnya terdapat pesan yang dikembangkan sebagai karya kolektif. Film merupakan visualisasi dari kehiduan yang terjadi secara nyata dimasyarakat yang menyimpan banyak pesan. Layaknya media
13
komunikasi massa lainnya, film dapat digunakan dengan berbagai fungsi seperti hiburan, penerangan, pendidikan, bahkan sebagai alat kontrol sosial. Dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1992 Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya. Ardianto (2004:145) Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film terutama adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Kelebihan film yang menyajikan informasi dalam bentuk audio dan visual menjadikan film lebih dirasa efektif dalam menyampaikan pesan kepada khalayak. Namun bukan berarti film tidak memiliki kekurangan, pemaknaan sebuah film dapat menjadi multitafsir, diperlukan analisa tersendiri untuk memahami unsur-unsur semiotik yang ditampilkan dalam film. Berbeda dengan membaca sebuah buku yang jelas memerlukan daya pikir atau imajinasi untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam sebuah cerita atau tulisan, film tidak demikian. Penonton film dianggap pasif karena hanya tinggal menonton saja. Dalam ilmu jiwa sosial terdapat gejala yang disebut identifikasi psikologis, seorang penonton memahami ceritanya sehingga menyamakan
14
pribadinya dengan salah satu peran yang ada dalam film tersebut. Karena film merupakan media komunikasi massa yang dirasa cukup ampuh dalam mempengaruhi penontonnya maka film pun dijadikan media pembelajaran atau alat bantu untuk memberikan penjelasan. Film dapat mempengaruhi pandangan khalayak yang menontonnya. Seorang pembuat film pastilah memiliki tujuan untuk apa film itu dibuat atau pesan apa yang akan disampaikan pada khalayak. Setiap film dibuat mempunyai pesan tersendiri. Misalnya dalam film laskar pelangi yang menceritakan anak anak yang berjuang untuk pendidikan di pelosok negeri ini hingga sukses. Memiliki pesan untuk tidak mudah menyerah dan keterbatasan bukan merupakan suatu kekurangan. Begitupun film lainnya pastilah memilki pesan-pesan tersendiri yang ingin disampaikan ke masyarakat. Menurut Effendy (2005:209) Film adalah medium komunikasi massa yang ampuh sekali bukan saja untuk hiburan tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Bahkan film sendiri banyak yang berfungsi sebagai medium penerangan dan pendidikan secara penuh, artinya bukan sebagai alat pembantu dan juga tidak perlu dibantu dengan penjelasan. Melainkan medium penerangan dan pendidikan yang komplit. Film yang berkualitas menurut Effendy (2005:226-227) adalah film yang memenuhi tri fungsi film (hiburan, pendidikan dan penerangan), film yang bersifat konstruktif bukan destruktif, film mengandung artistik, etika dan logis, kemudian film juga bersifat persuasif.
15
Pratista dalam bukunya Memahami Film (2008:1) mengatakan bahwa film memiliki dua unsur pembentuk yakni; unsur naratif (bahan atau materi yang akan diolah) dan unsur sinematik (cara atau gaya untuk mengolahnya). Film memiliki struktur yang terdiri atas; 1). Shot (proses pengambilan atau perekaman gambar); 2). Scene adalah sekumpulan shot berupa satu segmen pendek dari keseluruhan cerita dan terikat oleh ruang, waktu, isi cerita, tema, karakter, atau motif; 3). Sequence merupakan satu segmen besar yang memperlihatkan satu rangkaian peristiwa utuh. Satu sequence terdiri atas beberapa scene yang saling berhubungan. Elemen pokok dalam unsur naratif untuk membantu berjalannya sebuah alur cerita adalah; 1). Pelaku cerita yang merupakan motivator utama yang menjalankan alur cerita, 2). Permasalahan atau konflik, 3). Tujuan yang ingin dicapai pelaku cerita (Pratista, 2008:44). Unsur sinematik sebuah film terdiri dari; 1). Mise-en-scene adalah segala hal yang terletak dihadapan kamera yang akan diambil gambarnya. Mise-en-scene memiliki empat aspek utama yakni setting atau latar, kostum dan make-up, tata cahaya, serta pemain dan pergerakannya; 2). Sinematografi berupa kamera dan film (teknik yang dapat dilakukan melalui kamera dan stok filmnya), framing (hubungan kamera dan objek yang akan diambil), dan durasi gambar (lamanya sebuah objek diambil gambarnya oleh kamera); 3). Editing merupakan proses pemilihan gambar serta penyambungan gambar yang telah diambil dan menghubungkan tiap shot; 4). Suara yang terdiri dari seluruh suara yang keluar dari gambar (film) dapat berupa dialog, musik dan efek suara (Pratista, 2008:1-2)
16
Sumarno dalam Mudjiono (2011:133-135) menyebutkan jenis-jenis film yang dapat digolongkan sebagai berikut: 1.
Teatrical Film (Film Teatrikal) Film teatrikal disebut juga film cerita, merupakan ungkapan cerita yang
dimainkan oleh manusia dengan unsur dramatis dan memiliki unsur yang kuat terhadap emosi penonton. Cerita dengan unsur dramatis ini dijabarkan dengan berbagai tema. Lewat tema inilah film teatrikal digolongkan beberapa jenis yakni Film Aksi (Action Film), Film Spikodrama, Film Komedi, dan Film Musik. 2.
Non-teatrical Film jenis ini merupakan film yang diproduksi dengan memanfaatkan
realitas asli, dan tidak bersifat fiktif. Film-film jenis ini lebih cenderung untuk menjadi alat komunikasi untuk menyampaikan informasi (penerangan) maupun pendidikan. Film jenis ini dibagi dalam, Film Dokumenter, Film Pendidikan dan Film Animasi. Film yang dijadikan objek dalam penelitian ini adalah film karya Lasja F. Susatyo yakni Sebelum Pagi Terulang Kembali. Rilis pada tahun 2014 dan masuk ke dalam nominasi Festival Film Indonesia tahun 2014. Film ini mengangkat tema mengenai tindak pidana korupsi.
2.3.
Representasi Danesi dalam Wibowo (2011:122) berpendapat bahwa representasi dapat
didefinisikan sebagai penggunaan tanda (gambar, bunyi, dan lain-lain) untuk menghubungkan, menggambarkan, memotret atau memproduksi sesuatu yang
17
dilihat, diindera, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu. Dengan kata lain, proses menaruh X dan Y secara bersamaan itu sendiri. Menentukan makna X = Y bukanlah pekerjaan yang mudah. Maksud dari pembuat bentuk, konteks sejarah dan sosial saat representasi dibuat, tujuan pembuatannya, dan sebagainya, merupakan faktor kompleks yang masuk dalam sebuah lukisan. Sebenarnya, salah satu dari berbagai tujuan utama semiotika adalah untuk mempelajari faktor-faktor tersebut. Danesi (2010:25) memberikan contoh hal-hal yang ditimbulkan representasi, perhatikan seks, sebagai sebuah objek. Seks adalah sesuatu yang hadir didunia sebagai fenomena biologis dan emosional. Sekarang sebagai objek, seks dapat direpresentasikan (secara literal “presentasi kembali”) dalam bentuk fisik tertentu. Misal dalam budaya kita, representasi umum seks meliputi: (1) Foto dua orang yang sedang berciuman secara romantis; (2) Puisi yang menggambarkan pelbagai aspek emosional seks atau; (3) Film erotis yang menggambarkan aspek seks yang lebih fisik. Sederhananya representasi adalah bagaimana seseorang atau sesuatu digambarkan dalam sebuah media. Seperti yang dijelaskan Eriyanto (2005:113) Representasi itu sendiri merujuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan. Noviani (2002:62) Ada tiga elemen yang terlibat dalam representasi. Pertama, objek merupakan sesuatu yang direpresentasikan. Kedua, representasi sendiri (tanda). Ketiga, seperangkat aturan yang menghubungkan tanda dengan pokok persoalan (Coding). Coding membatasi makna-makna yang mungkin muncul dalam proses interpretasi tanda. Suatu tanda mempunyai aspek yang
18
esensial karena menghubungkan dengan objek yang diidentifikasi, satu tanda hanya mengacu pada satu objek atau kelompok objek yang telah ditentukan secara jelas. Oleh karena itu, dalam representasi terdapat kedalaman makna. Representasi mengacu pada sifatnya orisinal. Hall (1997:15) konsep representasi menempati tempat baru yang penting dalam studi kebudayaan. Representasi menghubungkan makna dan bahasa dengan kebudayaan. Representasi menurut Hall adalah bagian utama dari sebuah proses, dimana makna dproduksi dan dipertukarkan diantara anggota-anggota sebuah masyarakat kebudayaan. Representasi melibatkan penggunaan bahasa, baik dalam bentuk tanda dan gambar yang merepresentasikan sesuatu. Ada tiga teori yang menjelaskan bagaimana produksi makna hingga penggunaan konstruksi sosial (Hall, 1997:24): 1.
Pendekatan Reflektif (Reflective Approach), sebuah makna bergantung pada objek, orang, ide atau peristiwa dalam dunia nyata. Bahasa mempunya fungsi seperti sebuah cermin yakni untuk memantulkan maknamakna atau arti sebenarnya seperti apa yang telah ada didunia nyata.
2.
Pendekatan
Intensional
(Intentional
Approach),
Pendekatan
ini
menyatakan bahwa penutur, penulis atau siapapun menyampaikan pengertiannya yang unik pada dunia melalui bahasa. Seseorang menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan sesuatu sesuai dengan cara pandangnya terhadap sesuatu.
19
3.
Pendekatan Konstruktivis (constructionist approach), dalam pendekatan ini dipercaya bahwa seseorang mengkonstruksi makna lewat bahasa yang digunakan.
2.4.
Nilai-nilai Pendidikan Karakter Muslich menyatakan (2011:2) banyak faktor yang menyebabkan
runtuhnya potensi bangsa Indonesia pada saat ini. Diantaranya adalah faktor pendidikan.
Pendidikan
merupakan
mekanisme
institusional
yang
akan
mengakselerasi pembinaan karakter bangsa dan juga berfungsi sebagai arena mencapai tigal hal prinsipal dalam pembinaan karakter bangsa. Dalam Narwanti (2011:1-2) Karakter merupakan kata yang sudah tidak asing ditelinga kita. Salah satu Founding Father dan merupakan Presiden Republik Indonesia pertama, Ir.Soekarno menyatakan tentang pentingnya nation and character building. Karakter dalam American Herritage Dictionary, merupakan kualitas sifat, ciri, atribut, serta kemampuan khas yang dimiliki individu yang membedakannya dari pribadi yang lain. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) karakter memiliki arti tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Menurut Lickona dalam Suyadi (2013: 5) mendefinisikan karakter sebagai “A reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya, Lickona menyatakan, “Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing; moral feeling and moral behavior”. Karakter mulia (good character) mencakup pengetahuan tentang kebaikan (moral knowing) yang menimbulkan komitmen terhadap kebaikan (moral feeling), dan akhirnya
20
benar-benar melakukan kebaikan (moral behavior). Dengan demikian, karakter mengacu pada serangkaian pengetahuan (cognitives) sikap (attitude), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan.
Helen G. Douglas dalam Muchlas (2013:41) menyatakan “Character is’nt inherited. One Builds its daily by the way one thinks and acts, thought by thought, action by action” yang artinya Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan. Pernyataan yang dikemukakan Helen bahwa karakter merupakan sesuatu yang dibangun, ini dapat berarti karakter merupakan sesuatu yang dibentuk. Pembentukan karakter dapat dilakukan dengan program yang dicanangkan oleh Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono saat peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2010 yakni Pendidikan Karakter dari pendidikan dasar samapai perguruan tinggi. Lickona juga dalam Muchlas (2013:44) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis. Berkaitan dengan semakin mendesaknya implementasi pendidikan karakter di Indonesia, dalam Muchlas (2013: 52) Pusat Kurikulum Bdan Penelitian
dan
Pengembangan
Kementerian
Pendidikan
Nasional
mempublikasikan Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter, dan didalamnya disebutkan bahwa pendidikan karakter berfungsi (1) Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) Memperkuat
21
dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Di pedoman itu diidentifikasi sejumlah nilai pembentuk karakter yang merupakan hasil kajian empirik pusat kurikulum. Nilai-nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Nilai-nilai tersebut terdiri atas 18 butir yang telah dirumuskan oleh Kementerian Pendidikan Nasional yang disusun melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum pada tahun 2010 (Suyadi, 2013:8-9). Nilai-nilai tersebut adalah sebagi berikut; 1. Religius, yakni ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan melaksanakan ajaran agama (aliran Kepercayaan) lain, serta hidup rukun dan berdampingan. 2. Jujur, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan antara pengetahuan, perkataan dan perbuatan (mengetahui yang benar, mengatakan yang benar dan melakukan yang benar), sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya. 3. Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapathidup tenang ditengah perbedaan tersebut. 4. Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.
22
5. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara sungguhsungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan dan lain-lain dengan sebaik-baiknya. 6. Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya. 7. Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini bukan berarti tidak boleh kerja sama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain. 8. Demokratis, yakni sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan orang lain. 9. Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap dan perilaku yang mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam. 10. Semangat kebangsaan dan nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau individu dan golongan. 11. Cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa bangga, setia, peduli dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya, sehingga tidak mudah menerima tawaran bangsa lain yang dapat merugikan bangsa sendiri.
23
12. Menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat berprestasi yang lebih tinggi. 13. Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yakni sikap dan tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik. 14. Cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana damai, aman, tenang dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas atau masyarakat tertentu. 15. Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal, majalah, koran, dan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya. 16. Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar. 17. Peduli Sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkannya. 18. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara maupun agama. Namun
dalam
implementasinya
disatuan
pendidikan,
Pusat
Kurikulum
menyarankan agar dimulai dari nilai esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan
24
sesuai kondisi masing-masing sekolah, misalnya bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan, dan santun (Muchlas, 2013:52) Berbagai upaya dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter tidak hanya dilakukan di sebuah lembaga pendidikan secara formal. Namun juga dapat dilakukan melalui sebuah media massa seperti, televisi, film, surat kabar, majalah dan tabloid. Media televisi merupakan media yang dirasa efektif dan merupakan media massa yang populer dan juga digemari oleh setiap lapisan masyarakat, baik anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Sebuah televisi dapat menyajikan sebuah berita, sinetron, film maupun informasi lainnya berbentuk audio dan visual. Zubaedi (2011:174) mengemukakan Media televisi sesungguhnya memiliki kelebihan dalam membantu tugas guru dan orang tua dalam menanamkan pendidikan karakter terhadap anak secara berkesinambungan. Televisi tidak hanya memperlihatkan tingkah laku sehingga dapat mengajarkan penontonnya sehingga dapat menimbulkan efek kepada penonton untuk mengikuti apa yang ia lihat ditelevisi. Zubaedi (2011:176-177) namun disayangkan acara televisi saat ini khususnya untuk anak-anak dan remaja belum sepenuhnya membawakan pesanpesan pendidikan.
Dunia pertelevisian justru kini terancam oleh unsur-unsur
vulgarisme, kekerasan, dan pornografi. Semestinya media massa dapat berfungsi sebagai instrumen pendidikan yang memilki cultural of power dalam membangun masyarakat yang berkarakter karena efek media massa sangat kuat dalam membangun pola perilaku masrakat. Prinsip-prinsip dalam pendidikan karakter
25
perlu diinternalisasikan dalam program-program yang ditanyakan oleh media massa, sebagai bentuk tanggung jawab bersama dalam mengatasi krisis karakter bangsa.
2.5.
Teori Konstruksi Sosial Emosi Emosi adalah segala aktivitas yang mengekspresikan kondisi disini dan
sekarang dari organisme manusia dan ditujukan ke arah dunia luarnya. Emosi timbul secara otomatis karena usaha kita untuk berhubungan dengan kehidupan. Emosi juga berhubungan dengan usaha untuk merasa puas atau kecewa karena keinginan kita yang terarah terpenuhi atau tidak (Sitorus,2002:220) Harre dalam Morissan (2009:79) menyatakan bahwa emosi adalah konsep yang dikonstruksikan sebagaimana aspek lainnya dari pengalaman manusia karena emosi ditentukanoleh bahasa serta aturan moral dari suatu kelompok sosial dan budaya. Dalam buku yang sama Averill menjelaskan bahwa emosi adalah sistem kepercayaan yang akan memandu definisi seseorang mengenai situasi yang dihadapinya. Emosi terdiri atas norma-norma sosial internal serta aturan tentang bagaimana mengatur perasaan. Berbagai norma dan aturan ini memberikan petunjuk kepada seseorang bagaimana menentukan dan merespon emosi. Emosi memiliki unsur atau komponen psikologi didalamnya, namun mengidentifikasi serta memberi label pada perasaan merupakan hal yang dipelajari secara sosial didalam kebudayaan. Dengan kata lain, kemampuan untuk memahami emosi itu adalah dikonstruksikan secara sosial. Bagaimana suatu
26
emosi diberi label merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan bagaimana mengalami atau merasakan emosi. Menurut Averill (Morissan, 2009:79-80) tidak ada respon tunggal yang mampu untuk menentukan suatu emosi karena seluruh respons yang muncul harus dilihat secara bersama-sama. Ia menyebut kondisi ini sebagai sindrom emosi (emotions syndromes), yaitu satu perangkat atau satu set respons yang muncul bersama-sama. Sindrom emosi dikonstruksikan secara sosial karena orang belajar melalui interaksi dalam menentukan respons atau tingkah laku yang mana yang akan digunakan untuk memaknai suatu emosi serta bagaimanan menunjukkan emosi itu. Setiap emosi memiliki objek, yaitu kepada apa dan siapa emosi itu diarahkan. Setiap emosi memiliki jangkauan dan objek terbatas. Jika anda marah, maka anda marah pada seseorang. Averill pernah melaksanakan suatu studi untuk mengetahui sikap orang terhadap sejumlah emosi. Ia mengajukan 500 daftar kata dan istilah yang menggambarkan emosi seseorang. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa ternyata jauh lebih banyak kata atau istilah yang diberi label atau dipandang sebagai negatif (misalnya marah, cemburu, dan lain-lain) dibandingkan positif (keberanian, kesenangan, kebahagiaan). Ia menyimpulkan orang akan cenderung memberikan label positif kepada emosi yang berorientasi pada tindakan atau aksi, dan label negatif kepada emosi yang muncul diluar kontrol atau kemampuan seseorang. Misalnya, keberanian merupakan sebuah emosi sebagai hasil dari tindakan yang berani. Emosi secara umum oleh masyarakat cenderung dipandang sebagai sesuatu yang berada diluar kontrol,
27
sesuatu yang hanya terjadi begitu saja. Jadi, adalah logis jika emosi yang dipandang positif tadi bukanlah sebagai emosi dan lebih dipandang sebagai suatu tindakan, sedangkan emosi negatif lebih sering dianggap sebagai emosi yang sesungguhnya. Hal ini menjadi alasan mengapa kata atau istilah mengenai emosi lebih banyak dipandang negatif dari pada positif.
Namun pada kebudayaan
berbeda studi Averill bisa menjadi berbeda (Morissan, 2009:80). Menurut Averill dalam buku Teori Komunikasi (Morissan, 2009:80-81) terdapat empat aturan yang mengatur emosi, 1). Aturan mengenai penilaian (rules of appraisal), aturan ini memberitahu apakah emosi itu, kepada siapa emosi diarahkan serta apakah emosi itu positif ataukah negatif?, 2). Aturan tingkah laku (rules of behavior) memberitahu bagaimana memberikan respon kepada perasaan apakah perasaan itu harus disembunyikan atau diungkapkan secara pribadi atau ditunjukkan secara terbuka kepada publik, 3). Aturan mengenai pendapat (rules of prognosis) menentukan kemajuan dan arah emosi, berapa lama emsoi harus dipertahamkan, bagaimana memulai dan mengakhirinya, bagaimana tahapannya dan seterusnya?, 4). Aturan mengenai atribusi (rules of attribution) menentukan bagaimana suatu emosi harus dijelaskan atau dibenarkan. Apa yang anda katakan kepada orang lain mengenai emosi itu? Bagaimana mengungkapkannya secara publik. Contohnya jika anda marah kepada seseorang, aturan penilaian memberitahu kepada anda apakah emosi yang sedang dialami itu dan siapa target yang menjadi sasaran emosi itu dan apakah emosi itu positif atau negatif. Aturan tingkah laku akan memandu sikap tindak anda, termasuk bagaimana mengekspresikan kemarahan. Apakah anda akan memukul seseorang ataukah
28
hanya diam, apakah harus menyerang atau mundur. Aturan mengenai pendapat akan memandu anda mengenai berapa lama kemarahan itu harus bertahan serta tahapan-tahapan kemarahan yang harus dilalui. Terakhir, aturan atribusi yang akan membantu anda menjelaskan kemarahan. Jadi emosi bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja, emosi ditentukan dan ditangani menurut apa yang telah dipelajari dalam interaksi sosial dengan orang lain. Kita belajar aturan-aturan mengenai emosi semenjak masa anak-anak dan sepanjang hidup kita. Menurut Averill, manusia secara emosional dapat berubah. Jika anda memasuki suatu situasi kehidupan baru. Anda akan mempelajari cara-cara lain dalam memahami emosi sehingga perasaan, ekspresi dan cara anda mengelola emosi juga akan berubah (Morissan, 2009:81). Teori mengenai konstruksi sosial emosi dalam penelitian ini digunakan untuk melihat karakter aktor yang ditunjukkan oleh emosinya. Emosi yang ditunjukkan akan memberikan reaksi atau respon berupa tindakan sehingga karakter aktor dapat dilihat melalui respon dari emosi yang ditunjukkan.
2.6.
Semiotika Charles Sanders Peirce Morissan (2009:27) berpendapat bahwa Semiotika adalah studi mengenai
tanda (signs) dan simbol yang merupakan tradisi penting dalam pemikiran tradisi komunikasi. Tradisi semiotika mencakup teori utama mengenai bagaimana tanda mewakili objek, ide, situasi, keadaan, perasaan, dan sebagainya yang berada diluar diri.
29
Tidak jauh berbeda Sobur (2006:15) mengemukakan Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan didunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Van zoest dalam Sobur (2006:96) mengartikan semiotik sebagai ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsingnya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Menurut Peirce dalam Sobur (2006:115) salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpan adalah tanda yang ada dalam benak seorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seorang, maka munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis semiotika. Seperti yang dikemukakan oleh Van Zoest dalam Sobur (2006:128), film dibangun dengan tanda semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan.Film umumnya dibagun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerjasama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan. Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara: kata yang diucapkan (ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambargambar) dan musik film. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam film
30
adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu. Peirce dalam Sobur (2006:41) mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object (Denotatium), dan interpretasi (Interpretant).
Gambar 2.1 Triangle Meaning
2.7.
Sumber : Rachmat Kriyantono, 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana.
Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna
31
yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.
2.7.
Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dalam Sugiyono (2009:92) merupakan suatu hal yang
penting untuk memberikan arah bagi peneliti dalam proses penelitiannya. Maksud dari kerangka berpikir adalah upaya terbentuknya suatu alur penelitian yang jelas dan diterima secara akal. Dibawah ini merupakan kerangka berpikir peneliti dalam melaksanakan penelitian mengenai representasi pendidikan karakter dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali.
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
Komunikasi Massa
Film Sebelum Pagi Terulang Kembali
Semiotika Peirce
Tanda
Objek
Interpretant
Teori Konstruksi Sosial Emosi
Representasi Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Film Sebelum Pagi Terulang Kembali
32
2.8.
Penelitian Terdahulu Untuk menghindari kesamaan dengan penelitian yang telah ada
sebelumnya, maka peneliti melakukan peninjauan terhadap penelitian yang telah ada sebelumnya, sebagai berikut : 1.
Skripsi berjudul “Representasi Budaya Pendidikan Pesantren dalam Film 3 Doa 3 Cinta” yang telah disusun oleh Maslim Lesmana pada tahun 2012 , Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Trirtayasa. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif Deskriptif. Dengan objek penelitiannya berupa scene-scene dalam film 3 Doa 3 Cinta yang dianggap menggambarkan budaya pendidikan pesantren. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis semiotika Peirce. Hasil dari penelitian ini adalah Representasi budaya pendidikan yang diceritakan dalam film ini disimbolkan melalui setiap adegan-adegan yang dimainkan oleh para pemain. Didukung dengan kostum, yang digunakan dan juga dialog-dialog yang diucapkan para pemain. Dalam film ini dapat ditemukan simbol-simbol yang bisa merepresentasikan budaya pendidikan pesantren seperti gedung pondok pesantren, santri, usatdz, peci, kegiatan islami ataupun hal-hal yang berkaitan dengan pondok pesantren. Representasi pendidikan pesantren dalam film ini masih bersifat tradisonal.
2.
Skripsi yang disusun oleh Reno Kurniawan mahasiswa Universitas Komputer Indonesia Bandung pada tahun 2013 dengan judul Representasi Kekerasan dalm Film Crows Zero. Penelitian ini menggunakan analisis semiotika john fiske dengan paradigma kritis. Dengan objek penelitiannya
33
berupa scene-scene film Crows Zero yang dianggap menggambarkan kekerasan. Hasil dari penelitian ini adalah Representasi kekerasan dalm film Crows Zero, terdapat tiga level yang sesuai dengan kode-kode televisi John Fiske. Pada level realitas penyampaian pesan kekerasan yang terkodekan melalui penampilan, kostum, riasan, lingkungan, perilaku, gerakan, dan ekspresi. Level representasi mengulas tentang teknis dalam film Crwos Zero mulai dari segi kamera, editing, efek suara hingga dalam kode konsvensional seperti konflik dan dialog banyak tersampaikan pesan kekerasan. Dan yang terakhir level ideologi, pesan yang disampaikan dalam film inimelalui adegan-adegan yang ada pada tiap sequencenya, kemudian dihubungankan dengan teori ideologi hegemoni Antonio Gramsci yang mengacu pada dominasi suatu kelas sosial atas yang lain, bagaimana tokoh utama Genji digambarkan sebagai hegemonik yang berhasil membuat perubahan disekolah suzuran.
34
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian Terdahulu
Penelitian Terdahulu
Peneliti
Maslim Lesman
Reno Kurniawan
Inge Yulistia Dewi
Item
Judul
Representasi Budaya
Representasi Kekerasan
Representasi Nilai-
Pendidikan Pesantren
dalm Film Crows Zero
Nilai Pendidikan
dalam Film 3 Doa 3
Karakter dalam Film
Cinta
Sebelum Pagi Terulang Kembali
Tahun
2012
2013
2015
Universitas Sultan
Universitas Komputer
Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa
Indonesia Bandung
Ageng Tirtayasa
Teori
Semiotika Peirce
Semiotika John Fiske
Semiotika Peirce
Paradigma
Kritis
Kritis
Konstruktivis
Kualitatif
Kualitatif Deskriptif
Untuk mengetahui
Untuk mengetahui
Untuk mengetahui
sebuah budaya
makna semiotik tentang
nilai-nilai pendidikan
pendidikan pesantren
pesan kekerasan yang
karakter di
direpresentasikan
terdapat dalam film
representasikan dalam
dalam film
Crows Zero
sebuah fillm
Penerbit
Metodologi Kualitatif Deskriptif
Tujuan
35
Film ini
Setelah di analisis
merepresentasikan
dengan menggunakan
budaya pendidikan
analisis semiotika john
pesantren dengan
fiske, melalui lvel
ditandai gambar-
realitas, representasi dan
gambar seperti pondok
ideologi film ini
pesantren, santri,
merepresentasikan
ustadz, peci dan
kekerasan.
Hasil
-
kegiatan islami lainnya. Penelitian ini
Penelitian ini
menggunakan analisis
menggunakan analisis
Persamaan
semiotika Peirce
semiotika John Fiske
dengan
dengan metodologi
dengan paradigma kritis
Peneliti
yang digunakan
dan metodologi yang
kualitatif.
digunakan kualitatif.
Paradigma yang
Objek yang ditelitinya
digunakan merupakan
merupakan pesan
paradigma kritis
kekerasan sedangkan
sedangkan peneliti
peneliti mengenai pesan
menggunakan
pendidikan karakter.
-
Perbedaan dengan
-
peneliti
konstruktivis
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian Dalam penelitian ini peneliti memilih metode penelitian kualitatif. Seperti yang dikemukakan Moleong (2007:6) Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Metode yang digunakan merupakan kualitatif deskriptif. Sevilla dalam Wibowo (2011:11) Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menekankan pengetahuan yang seluas-luasnya terhadap objek penelitian pada saat tertentu. Penelitian ini juga memfokuskan pada analisis semiotika, yang merupakan ilmu dalam mengkaji tanda-tanda yang ada didalam suatu objek. Analisis semiotika merupakan salah satu penelitian yang dapat dikelola dengan menggunakan kualitatif. Analisis semiotika dalam penelitian ini digunakan untuk mengkaji setiap tanda-tanda yang mewakili makna nilai-nilai pendidikan karakter di scene-scene dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti ingin menggambarkan atau menjelaskan gejala sosial yang telah diteliti. Peneliti akan menjelaskan dan mendeskripsikan mengenai representasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam film
36
37
sebelum pagi terulang kembali yang di analisis menggunakan model semiotika Charles Sander Peirce.
3.2. Paradigma Penelitian Paradigma menurut Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2007:49) adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir penelitian. Sedangkan Wimmer dan Dominick dalam Kriyantono (2009:48) menyebut pendekatan dengan paradigma yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana peneliti melihat dunia.Vardiansyah dalam bukunya filsafat komunikasi (2005:27) berpendapat bahwa paradigma diartikan sebagai cara pandang seseorang terhadap diri, dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Secara sederhana peneliti melihat paradigma merupakan sudut pandang peneliti dalam melihat realitas. Paradigma dalam penelitian ini merupakan paradigma konstruktivisme. Wibowo (2011:10) mengatakan konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri, oleh karenanya pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan dan kebenaran adalah diciptakan bukan sekedar dikemukakan oleh pikiran manusia. Pemikiran konstruktivis juga melihat bahwa realitas bukan merupakan suatu bentukan secara alamiah namun sengaja dibentuk dan dikonstruksikan melalui interaksi sosial berupa simbolik dan bahasa. Dalam penelitian ini peneliti mencoba merekonstruksi nilai-nilai pendidikan karakter dari film Sebelum Pagi Terulang Kembali.
38
3.3. Unit Analisis Sumber data menurut Nimmo dalam Ritonga (2004:81) dapat berupa pidato, dokumen tertulis, foto, surat kabar, acara televisi, dan gaya tubuh. Kemudian unit analisis merupakan bagian-bagian yang dipilih dari pesan keseluruhan. Unit analisis mana yang digunakan dalam penelitian bergantung dari tujuan penelitian atau hipotesis penelitian. Secara sederhana unit analisis merupakan sampel dalam penelitian kualitatif karena hanya mengambil beberapa bagian. Dalam penelitian ini, unit analisis dikumpulkan melalui observasi atau pengamatan secara menyeluruh pada objek penelitian dengan menonton Film Sebelum Pagi Terulang Kembali. Setelah menonton film tersebut peneliti memilih beberapa scene yang diperankan oleh Yan dan didalamnya terdapat makna tanda yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan karakter serta didukung juga dengan melihat elemen penting dari mise-en-scene. Elemen penting tersebut dalam Vera (2014:93) adalah setting, tata cahaya, kostum dan make-up, akting dan pergerakan pemain. Kemudian dalam proses pemaknaannya dilakukan dengan analisis semiotika peirce.
3.4. Instrumen Penelitian Sugiyono dalam bukunya Memahami Penelitian Kulitatif (2010:59) mengemukakan dalam penelitian kualitatif, yang menjadi intrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti sebagai human intrument berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.
39
Oleh karenanya dalam penelitian ini, peneliti sendirilah yang menjadi instrumen pnelitian sebagai pengumpul data utama. Peneliti berperan sebagai subjek yang berusaha memaknai makna nilai-nilai pendidikan karakter yang tersebar dalam bentuk tanda-tanda di film sebelum pagi terualang kembali.
3.5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan periset untuk mengumpulkan data (Kriyantono, 2009:93). Dalam pemilihan teknik pengumpulan data disesuaikan dengan metodologi penelitian. Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif sehingga peneliti menggunakan beberapa teknik dalam pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut, a.
Observasi Untuk mendapatkan data primer, peneliti menggunakan teknik observasi.
Metode pengumpulan data dalam sebuah observasi, dilakukan secara sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala atau fenomena obyek yang diteliti. Dalam penelitian ini, yang dilakukan adalah obeservasi dengan menonton DVD film Sebelum Pagi Terulang Kembali kemudian mengamatinya dan memilih scene-scene yang mewakili nilai-nilai pendidikan karakter. Data yang diambil berupa potongan salah satu adegan dalam scene yang mewakili nilainilai pendidikan karakter.
40
b.
Dokumentasi Selain menggunakan observasi untuk memperoleh data primer. Peneliti
juga menggunakan teknik dokumentasi untuk mendapatkan data sekunder. Dokumen dalam Sugiyono (2010:82) merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dalam pengumpulan data dalam bentuk tulisan bisa berupa catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi, peraturan kebijakan. Sedangkan pengumpulan data dalam bentuk gambar dan karya bisa berupa gambar, foto, film, patung, sketsa dan lain-lain. Kriyantono dalam bukunya Teknik Praktis Riset Komunikasi (2009:118) menegaskan bahwa dokumentasi adalah instrumen pengumpulan data yang sering digunakan dalam berbagai metode pengumpulan data. tujuannya untuk mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan interpretasi data. Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam persiapan penelitian ialah pendayagunaan sumber informasi yang terdapat di perpustakaan dan jasa informasi yang tersedia seperti internet. Hal ini diperlukan sebagai bahan dokumentasi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa artikel mengenai review film Sebelum Pagi Terulang Kembali, dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan penelitian yang diambil dari situs internet. Kemudian peneliti juga menggunakan beberapa buku yang dijadikan sumber referensi dalam pemaparan mengenai semiotika, fiilm, metodologi penelitian dan sebagainya.
41
3.6. Teknik Analisis Data Moleong dalam Kriyantono (2009:165) mendefinisikan analisis data sebagai proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Dalam hal analisis data kualitatif, Bogdan dalam Sugiyono (2010:88) menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun seara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahanbahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengoragnisasikan data, menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain. Adapun tahapan dalam menganalisis permasalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Melihat film yang akan dikaji yakni film Sebelum Pagi Terulang Kembali. 2. Inventarisasi data, yaitu dengan cara mengumpulkan data melalui dokumentasi ataupun studi kepustakaan. Dan memilih scene-scene yang dianggap mewakili nilai-nilai pendidikan karakter. 3. Membedah atau menganalisis data sistem tanda yang disampaikan di film tesebut menganai nilai-nilai pendidikan karakter menggunakan model analisis semiotik Charles Sanders Peirce yang terdiri atas sign,object dan interpretant.
42
4. Penarikan kesimpulan, penilaian dari data yang ditemukan baik dilapangan maupun hasil pemikiran peneliti disatukan kemudian dianalisis. Selanjutnya dalam hal menganaslis scene-scene yang telah dipilih peneliti menggunakan analisis semiotika Charles Sanders Peirce dalam penelitian ini. Charles Sanders Peirce mengemukakan triangle meaning atau dikenal juga dengan model triadic dengan bagan seperti berikut,
Gambar 3.1 Triangle Meaning
Sumber : Rachmat Kriyantono, 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana. hlm.266
Gambar tersebut merupakan tiga unsur yang membentuk sebuah segitiga dengan panah dua arah antar unsurnya. Hal tersebut dapat berarti ada sebuah hubungan dimana tiga unsur tersebut saling berkaitan satu sama lain. Dalam Kriyantono (2009:265) semiotika menurut peirce berangkat dari tiga elemen utama yang disebut Triangle Meaning. a.
Tanda atau sign merupakan sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain diluar tanda itu sendiri. Acuan tanda tersebut disebut objek.
43
b.
Objek merupakan konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
c.
Penggunaan tanda atau Interpretant merupakan konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Peirce juga membedakan tanda atau sign atas ikon, indeks dan simbol.
Dalam Vera (2014:24) Ikon merupakan tanda yang menyerupai benda yang diwakilinya atau tanda yang menggunakan kesamaan atau ciri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkannya, misalnya kesamaan peta dengan wilayah geografis yang digambarkannya. Indeks merupakan suatu tanda yang mempunyai kaitan atau kedekatan dengan apa yang diwakilinya, misalnya tanda asap dengan api. Kemudian Simbol adalah suatu tanda, dimana hubungan tanda
dan
denotasinya ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum atau ditentukan oleh suatu kesepakatan bersama (Konvensi), misalnya warna merah pada bendera Indonesia dilambangkan sebagai keberanian, belum tentu diartikan sama di negara lainnya.
44
Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis tiap scene yang telah dipilih dengan menggunakan tabel analisis data sebagai berikut : Tabel 3.1 Tabel Analisis Data SIGN
IKON INDEKS SIMBOL
OBJECT
INTERPRETANT
3.7. Triangulasi Data Penelitian Agar penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan maka diperlukan pengecekan keabsahan data. Karena dalam penelitian kualitatif data yang diperoleh bukan merupakan angka yang dapat diuji statistik maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan tekik Triangulasi. Sugiyono (2010:125) menyatakan bahwa triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Ada 3 macam teknik triangulasi, yakni triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber. Sugiyono (2010:127) menjelaskan bahwa triangulasi sumber
45
dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui berbagai sumber. Oleh karena itu untuk menguji kredibilitas data mengenai makna nilai-nilai pendidikan karakter dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali, maka perlu dilakukan pengujian data yang telah diperoleh dengan membandingkan hasil dari pengamatan, dengan orang-orang yang berkaitan dengan objek penelitian. Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan orang-orang yang terlibat dalam pembuatan film Sebelum Pagi Terulang Kembali yakni Lasja Fauzia Susatyo selaku sutradara yang merupakan orang dibalik layar yang berusaha mempengaruhi khalayak dengan film tersebut. Kemudian peneliti juga mewawancarai seorang pengamat mengenai pendidikan karakter. Selanjutnya hasil wawancara dibandingkan dengan hasil pengamatan peneliti. Data dari ketiga sumber tersebut tidak bisa dirata-ratakan seperti penelitian kuantitatif, tetapi harus dideskripsikan dan dikategorikan, mana yang memiliki sudut pandang yang sama,dan mana yang berbeda dari spesifikasi sumber data tersebut. Sehingga dapat ditarik kesimpulan mengenai penelitian ini.
3.7. Jadwal Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan dikampus Universitas Sultan Ageng Tirtyasa yang bertempat di jalan raya Jakarta kilometer 4 Kota Serang Provinsi Banten. Dengan jadwal Penelitian yang direncanakan sebagai berikut :
46
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian
Agenda Pra-Riset dan Penyusunan Bab 1-3 Pengumpulan dan Analisis Data Analisis Film dan Pengelolaan Data Penyusunan Bab 4-5 Sidang Skripsi
Bulan Jan
Feb
Maret April
Mei
Juni
Juli
Agst
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Objek Penelitian 4.1.1. Deskripsi Film Film yang diproduksi oleh Cangkir Kopi Production ini merupakan film lanjutan dari film
omnibus Kita vs Korupsi yang dirilis
pada tahun 2012. Dalam film yang digarap oleh sutradara Lasja Fauzia Susatyo ini bercerita mengenai kehidupan sebuah keluarga yang dipimpin oleh seorang ayah bernama Poster Film Sebelum Terulang Kembali Sumber : http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-s026-14499072_sebelum-pagi-terulang-kembali#.VZ8RW1-qqko
Yan yang bekerja sebagai wakil ketua di Dinas
Perhubungan. Yan merupakan seorang yang dikenal lurus dan jujur. Ia memiliki seorang istri yang merupakan dosen filsafat di Universitas ternama di Indonesia. Mereka memiliki tiga orang anak yang memiliki watak yang berbeda-beda. Anak kedua Yan bernama Satria merupakan seorang kontraktor muda yang mandiri namun ambisius terhadap kemajuan bisnisnya. Keambisiusannya semakin terlihat ketika bertemu dengan Hasan, calon adik iparnya yang merupakan seorang anggota Dewan yang haus kekuasaan. Hasan adalah calon suami dari adik Satria bernama Dian dan mereka akan segera menikah. Hasan membantu Satria untuk mendapatkan proyek Muara Tanjung di kantor tempat Yan bekerja. Kebetulan proyek tersebut merupakan proyek yang ditangani Yan, karenya itulah sebelumnya Satria berusaha
47
48
meminta pada ayahnya agar ia menjadi sub-kontraktor proyek tersebut, namun Yan menolak hal tersebut. Tapi pada akhirnya Satria mendapatkan tender di tempat Yan bekerja atas bantuan Hasan dan menyuap Himawan yang merupakan ketua di Dinas Perhubungan. Meski bukan Yan yang membantu Satria dalam mendapatkan tender tersebut, namun pergunjingan di kantor tempat Yan bekerja menganggap bahwa Yan sama saja dengan pejabat lainnya
yang
memanfaatkan
jabatannya
untuk
membantu
anaknya
memenangkan tender proyek tersebut. Hal ini membuat Yan memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya. Dalam melaksanakan segala hal penunjang proyeknya Satria dibantu oleh kakaknya yang menganggur yakni Firman. Ia bertugas sebagai kurir yang mengambil berkas-berkas keperluan proyek dengan cara menyogok (memberikan sejumlah uang untuk ditukar dengan dokumen keperluan proyek). Keadaan tersebut tidak bertahan lama ketika polisi mulai mengetahui akan transaksi yang tidak beres dalam proyek tersebut. Polisi mulai mengikuti dan menyelidiki aktivitas Firman dan Satria. Keluarga yang dulunya hangat dan harmonis harus hancur karena tindakan korupsi yang dilakukan anaknya. Satria dan Firman ditangkap dan mendekam dipenjara akibat perbuatannya. Yan memilih untuk tetap berhenti dari pekerjaannya meski ditawarkan untuk kembali bekerja di Dinas perhubungan oleh Sul rekan kerjanya yang menggantikan Himawan sebagai ketua yang baru di Dinas Perhubungan. Akibat kejadian tersebut, bukan hanya Satria dan Firman yang ditangkap namun juga Hasan dan rekan kerjanya. Kemudian diluar kejadian tersebut,
49
Dian akhirnya tidak jadi menikah dengan Hasan karena ternyata selama ini Hasan membohoginya, ia telah menikah dan punya anak.
Berikut tim produksi film Sebelum Pagi Terulang Kembali, Produser Eksekutif: Natalia Soebagjo - Dadang Trisasongko - Juhani Grossmann / Produser: M. Abduh Aziz / Co. Produser: Icang Tisnamiharja Syaiful Akbar / Produser Pelaksana
: Taufik Kusnandar
/ Sutradara
: Lasja Fauzia Susatyo / Ide Cerita: M. Abduh Aziz / Penulis Skenario: Sinar Ayu Massie / Penata Sinematografi: Nur Hidayat / Penata Artistik: Oscart Firdaus / Penyunting Gambar: Sastha Sunu / Penata Musik
: Riza
Arshad - Mian Tiara / Penata Suara: Khikmawan Santosa - Yusuf Pattawari
Penghargaan yang diterima Film Sebelum Pagi Terulang Kembali, 1. Pemenang Piala Dewantara dalam Apresiasi Film Indonesia (AFI) tahun 2014 sebagai Film Cerita Panjang Bioskop terbaik. 2. Pemenang Piala Dewantara dalam Apresiasi Film Indonesia (AFI) tahun 2014 sebagai Poster Film terbaik. 3. Pemenang Piala Citra dalam Festival Film Indonesia pada tahun 2014 sebagai Pengarah Sinematografi terbaik. 4. Nominasi dalam Festival Film Indonesia pada tahun 2014 sebagai Film Bioskop terbaik. 5. Nominasi dalam Festival Film Indonesia pada tahun 2014 sebagai Pemeran Pendukung Pria terbaik.
50
6. Nominasi dalam Festival Film Indonesia pada tahun 2014 sebagai Penulis Skenario Asli terbaik. 7. Nominasi dalam Festival Film Indonesia pada tahun 2014 sebagai Penyunting Gambar terbaik.
4.1.2. Tokoh Yan Yan merupakan seorang ayah yang bekerja di Dinas Perhubungan dan menjabat sebagai Wakil Ketua.
Ia
menikah
dengan
Ratna
yang
merupakan seorang dosen Filsafat di salah satu Universitas Negeri yang ada di Indonesia. Ia Sumber : Scene SPTK
dikaruniai 3 orang anak yang memiliki kisah
hidup yang berbeda-beda. Anak pertama bernama Firman, bercerai dengan istrinya dan akhirnya pindah kerumah Yan. Firman bekerja bersama Satria yang tidak lain adalah adiknya. Satria merupakan anak kedua Yan dan Ratna, yang belajar hidup mandiri sejak kecil. Namun kemandiriannya membuat ia berambisius akan kemajuan bisnis kontraktornya sehingga ia sempat meminta kepada Yan untuk memasukkan perusahaan subkontraktornya dan memegang proyek pelabuhan yang sedang digarap oleh Yan. Yan yang dipandang sebagai orang yang lurus oleh kolega ditempatnya bekerja dengan tegas menolak permintaan Satria tersebut. Tapi munculah sosok Hasan yang merupakan calon suami dari anak ketiga Yan yakni Dian, seorang gadis yang lugu dan penyayang anak jalanan dan rela berhenti bekerja karena mau menikah dengan Hasan yang merupakan seorang anggota
51
dewan. Hasan menawarkan akan membantu Satria agar dapat mendapatkan proyek Pelabuhan tersebut. Selang beberapa waktu, Satria akhirnya memegang seluruh proyek Pelabuhan Muara Tanjung berkat bantuan Hasan dengan cara yang ‘kotor’. Mengetahui hal tersebut Yan memilih untuk mengundurkan diri dari jabatan dan pekerjaannya sebagai Wakil Ketua Dinas Perhubungan. Akibat kejadian tersebut, keluarga yang awalnya harmonis dan hangat kini mulai goyah. Firman dan Satria menjadi incaran Komisi Pemberantasan Korupsi dan akhirnya tertangkap begitupun Hasan. Nenek Soen yang merupakan ibunda Yan meninggal dunia. Dian sibungsu akhirnya tidak jadi menikah dengan Hasan karena ia baru mengetahui jika Hasan telah menikah dan memiliki seorang anak. Satria dan Firman akhirnya menetap dipenjara. Kemudian Yan yang ditawarkan untuk kembali ke Dinas Perhubungan menolak tawaran tersebut.
52
4.2. Deskripsi dan Analisis Data Penelitian Peneliti menggunakan model semiotika Peirce untuk menganalisis tandatanda yang ditunjukkan oleh sosok Yan pada film Sebelum Pagi Terulang Kembali. Peneliti berupaya untuk menemukan nilai-nilai pendidikan karakter yang ada dalam scene-scene yang diperankan oleh Yan di film tersebut. Temuan dalam bentuk tanda kemudian dideskripsikan ke dalam suatu bentuk analisis yang tersistematis, dengan mengacu pada identifikasi masalah yang telah dirumuskan sebelumnya. Peneliti memfokuskan pada scene yang dianggap menggambarkan nilainilai pendidikan karakter. Scene diklasifikasikan kedalam tanda menurut Peirce berupa icon, index dan symbol untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan model segi tiga semiotika Peirce yakni sign, object dan interpretant. Untuk memudahkan dalam analisis dan pembahasan dalam setiap scene, peneliti menuliskannya dalam bentuk tabel yang selanjutnya akan peneliti deskripsikan. 4.1. Tabel Scene Rapat Proyek Muara Tanjung Type of Shot Very Long Shot
Frame
Script INT.
Ruang
Rapat
Dinas
Perhubungan Yan duduk disebelah Himawan (44) disebuah ruangan rapat dengan 10 bapak-bapak lainnya. Di depan Yan ada tulisan nama dan jabatannya: Wakil Ketua, dan
di
depan
tulisannya Ketua.
Himawan
53
Himawan
:
“Saya
minta
integrasi laporannya. Pak Sul ini gimana sih pak Sul? Pak Sul kan
yang
subkontraktor
memasukkan itu
kemari.
Mestinya pak Sul paham dan mengerti full spec dari produk mereka”
Himawan Medium Shot
:
“Pelabuhan
ini
sudah lewat satu bulan dari fase satu” Sul : “Begini pak...” Belum selesai Sul menjelaskan Yan angkat bicara mengenai hal tersebut. Yan : “Maaf pak, begini..”
Yan : “Keterlambatan ini karena Long Shot
desain ulang tetrapod untuk breakwater
dan
tanggungjawab
saya”
itu (Yan
menunjuk kedadanya sendiri) “Karena
saya
yang
memutuskan, pak Sul ini Cuma membantu mendesain ulang itu saja pak”
Himawan kesal, lalu berdiri Long Shot
meninggalkan ruangan. Rapat selesai.
54
Sul : “Harusnya kamu yang diposisi dia. Kalau saja kamu
Very Long Shot
dengar apa kata saya, bayar bayar bayar. Sudah dimana kamu”
Yan : “Bukan begitu Sul, tidak ada proyek yang lewat saya
Close Up
tanpa ada desain yang benar” (Sambil menunjuk kepada Sul)
4.2. Tabel Analisis Scene Rapat Proyek Muara Tanjung SIGN Yan
: sebagai
wakil
IKON ketua
:
Dinas (Visual) Yan angkat bicara mengenai proyek
Perhubungan merasa bertanggungjawab Muara Tanjung . atas proyek pelabuhan muara tanjung (Audio) Ini merupakan tanggungjawab saya, akhirnya
angkat
bicara
mengenai karena saya yang memutuskan.
keterlambatan proyek tersebut.
INDEX
:
Yan yang memutuskan desain ulang tetrapod untuk breakwaters SYMBOL : Sebagai wakil ketua sudah seharusnya Yan memiliki sikap bertanggungjawab karena ia adalah seorang pemimpin.
55
OBJECT
:
Sosok Yan sebagai wakil ketua Dinas Perhubungan INTERPRETANT : Yan angkat bicara mengenai proyek muara tanjung yang telah lewat fase satu. Karena dia yang memutuskan desain ulang tetrapod untuk breakwaters. Posisi Yan sebagai wakil ketua di Dinas Perhubungan memang mengharuskan ia memiliki sikap bertanggungjawab.
Scene yang diambil pada menit ke 8 sampai menit ke 8 detik ke 57 ini menampilkan suasana rapat mengenai proyek Muara Tanjung yang dilakukan dalam sebuah ruangan yang dihadiri oleh Ketua, Wakil Ketua dan staff lainnya di Dinas Perhubungan. Himawan sebagai ketua di Dinas Perhubungan meminta Sul bawahannya untuk menjelaskan mengenai keterlambatan proyek Muara Tanjung. Ketika Sul ingin menjelaskan, Yan selaku wakil ketua di Dinas Perhubungan angkat bicara mengenai keterlambatan proyek tersebut. Sign dalam scene ini adalah perilaku Yan yang menunjukkan rasa tanggung jawab sebagai wakil ketua Dinas Perhubungan dan juga atas apa yang telah ia putuskan. Icon yang merupakan bagian dari sign diwakilkan oleh Sikap Yan yang angkat bicara mengenai keterlambatan proyek Muara Tanjung dengan didukung pernyataan Yan “Ini merupakan tanggungjawab saya, karena saya yang membuat keputusan” jika dilihat dari pernyataan Yan, maka menandakan bahwa Yan merupakan orang yang bertanggung jawab. Index yang diwakilkan oleh keputusan Yan untuk mendesain ulang tetrapod untuk breakwaters hal tersebut merupakan sebab dari keterlambatan proyek Muara Tanjung. Symbol diwakilkan oleh sikap Yan yang bertanggungjawab sebagai wakil ketua Dinas Perhubungan
56
dan atas apa yang telah ia putuskan sehingga menyebabkan keterlambatan proyek pelabuhan Muara Tanjung. Dalam Suyadi (2013:9) Tanggungjawab merupakan salah satu nilai dalam pendidikan karakter yang dirumuskan oleh Kemendiknas melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum pada tahun 2010 lalu. Tanggungjawab diartikan sebagai sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara maupun agama. Selain itu dalam Martono (2008:62) juga dijelaskan bahwa tanggungjawab adalah kewajiban menanggung sesuatu. Ia wajib memberikan jawaban atas tindakannya, dan jika ia lalai dalam tanggungjawab ada resiko yang harus ditanggungnya. Orang yang bertanggungjawab tidak akan berperilaku dan berkata-kata sembarangan. Ia mampu membedakan mana yang benar atau salah, baik atau buruk. Jadi, tanggungjawab merupakan masalah moral, yaitu norma atau nilai yang dipilihnya. Dan perilaku yang ditunjukkan Yan dalam scene ini menandakan sebuah rasa tanggungjawab. Ia berani angkat bicara atas keputusanya sehingga menyebabkan keterlambatan pada proyek pelabuhan Muara Tanjung. Object dalam scene ini yakni sosok Yan sebagai wakil ketua di Dinas Perhubungan. Yan sebagai wakil ketua Dinas Perhubungan digambarkan memiliki rasa tanggungjawab terhadap pekerjaannya. Yan dapat mengatur emosinya sehingga menimbulkan reaksi yang positif. Ia menunjukkan sikap tanggungjawab dengan memberikan jawaban kepada Himawan atas sesuatu yang telah diputuskannya sehingga menyebabkan keterlambatan dalam proyek Muara Tanjung. Dalam adegan tersebut diambil secara medium shot dengan mengambil
57
fokus Yan dan Himawan, seakan ingin memperlihatkan ekspresi Yan dan juga gestur Tubuh Yan ketika berbicara dengan Himawan. Sebagai seorang wakil ketua sudah sepatutnya Yan mempunyai rasa tanggungjawab, karena wakil ketua merupakan jabatan yang strategis selain ketua untuk memberikan sebuah keputusan. Bukan hanya seorang wakil ketua, tapi juga sebagai manusia kita harus memiliki sikap tanggungjawab. Bukan hanya tanggungjawab terhadap diri sendiri dengan menjadi manusia yang bermoral dan melaksanakan kewajibannya namun juga terhadap keluarga, masyarakat, negara dan agama. Tanggung jawab terhadap keluarga dapat dilakukan dengan menjaga nama baik keluarga. Tanggungjawab kepada masyarakat dapat dilakukan dengan menjaga ketertiban umum karena sejatinya manusia merupakan makhluk sosial yang saling berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Tanggungjawab kepada negara dengan mentaati setiap norma-norma atau aturan yang berlaku dalam negara tersebut dan selanjutnya tanggungjawab terhadap agama dengan mematuhi aturan yang telah dibuat oleh Tuhan, dengan beribadah dan mengikuti segala ketentuan-Nya. Interpretant dalam scene ini yakni Yan yang angkat bicara mengenai proyek Muara Tanjung yang sedang dibahas dalam rapat di Dinas Perhubungan. Meski Himawan selaku ketua bertanya pada Sul bawahannya, namun Yan yang menjawab pertanyaan dari Himawan mengenai keterlambatan proyek tersebut. Karena Yan merasa bahwa dirinyalah yang bertanggungjawab akan hal tersebut. Ia yang memutuskan untuk mendesain ulang tetrapod untuk breakwaters sehingga proyek tersebut mengalami keterlambatan. Hal tersebut memiliki makna bahwa seseorang harus bertanggungjawab atas tindakannya, dan siap menanggung resiko
58
yang terjadi akibat keputusannnya tanpa mengorbankan orang lain untuk disalahkan. Selain scene diatas, scene yang merepresentasikan karakter tanggungjawab juga terletak pada scene menit ke 41 detik ke 58 ketika Yan memutuskan mengundurkan diri dari jabatan dan pekerjaannya. Saat itu Yan menjadi pergunjingan kolega dikantornya karena Satria yang merupakan anaknya memegang semua proyek pelabuhan Muara Tanjung. Mereka berpikir bahwa Yan menerima suap sehingga Satria dapat menangani proyek tersebut.
4.3. Tabel Scene Yan Mengundurkan Diri Type of Shot
Frame
Script
Medium Long
Proyek Muara Tanjung akhirnya
Shot
jatuh
ke
Satria.
Saat
Sul
presentasi
mengenai
proyek
pelabuhan
Muara
Tanjung
Himawan memanggil Yan ke ruangannya. Himawan : “Yan, Ke ruangan saya. Sekarang!”
Close Up
Yan kaget dan mengangguk. Lalu
Yan
yang
duduk
disamping Sul membereskan berkas yang ia punya dan langsung
bergegas
ruangan Himawan
menuju
59
Long Shot
Kemudian
Yan
keluar
dari
ruangan Himawan. Ternyata
Yan
memutuskan
mengundurkan diri dari jabatan dan pekerjaannya.
Long Shot
Yan
pun
kembali
kerumah
bersama Jaka membawa barngbarangnya. Yan : “Ayo Jak, tetap berjalan yang tegap” Long Shot
Scene yang diambil pada menit ke 44 detik ke 57 hingga menit ke 45 detik 55 ini didalamnya juga terdapat penggambaran tanggung jawab. Dalam scene ini sign ditunjukkan oleh sikap Yan yang memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan dan pekerjaannya. Icon dalam scene ini diperlihatkan ketika Yan mengajak Jaka untuk pergi meninggalkan kantor dengan membawa barangbarangnya. Index dalam scene ini adalah Yan dicurigai menerima suap untuk memasukkan Satria sebagai subkontraktor proyek pelabuhan Muara Tanjung. Kemudian symbol dalam scene ini Yan mengambil resiko dari opini yang berkembang di kantor Yan, sehingga ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan dan pekerjaannya.
60
Object dalam scene ini adalah sosok Yan yang memposisikan diri sebagai orang tua Satria dan juga wakil ketua Dinas Perhubungan. Akibat dari masuknya Satria sebagai subkontraktor yang memegang proyek pelabuhan Muara Tanjung, Yan diisukan menerima suap. Padahal sebelumnya Yan dikenal sebagai orang yang lurus dan jujur. Karena hal itulah ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya. Interpretant dalam scene ini adalah Sikap Yan sebagai seorang ayah merasa bertanggungjawab atas hal yang dilakukan oleh anaknya yakni Satria. Tanpa sepengetahuan Yan, Satria masuk sebagai subkontraktor proyek pelabuhan Muara Tanjung melalui ‘jalur belakang’ namun isu yang berkembang di kantor Yan adalah Yan menerima suap dari Satria. Sehingga Yan sebagai wakil ketua Dinas Perhubungan memutuskan untuk mengundurkan diri. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Muchlas (2013:56) mengenai kurikulum nilai karakter tanggungjawab disebutkan bahwa bertanggungjawablah pada apa pun yang engkau lakukan, jangan menyalahkan orang lain, atau sekedar minta maaf karena kesalahan yang engkau perbuat. Dari yang peneliti analisis, Yan yang merasa bertanggungjawab atas proyek pelabuhan Muara Tanjung memutuskan mengundurkan diri karena Satria anaknya mendapatkan seluruh proyek pelabuhan Muara Tanjung tersebut dengan menyuap dan tanpa sepengetahuan Yan. Isu yang berkembang di kantor Yan, yang menerima suao tersebut adalah Yan karena Yan jugalah yang bertanggung jawab memegang proyek tersebut. Sebagai ayah yang mengetahui hal tersebut ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya.
61
Berdasarkan penjelasan mengenai sign, object dan interpretant dalam secene-scene tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa scene-scene tersebut dapat merepresentasikan
nilai-nilai
pendidikan
karakter,
karena
tanggungjawab
merupakan salah satu nilai pendidikan karakter. Tanggung jawab itu direpresentasikan melalui perilaku yang ditunjukkan oleh Yan yang berani memberikan jawaban dan menerima resiko atas apa yang telah diputuskannya. Sikap bertanggung jawab juga tak lepas dari kejujuran. Seseorang yang bertanggung jawab mesti berperilaku jujur dengan apa yang telah dilakukan dan dikatakannya. Beberapa kasus yang terjadi seperti masalah yang diangkat dalam film ini, yakni korupsi salah satunya akibat lemahnya kesadaran dalam tanggung jawab. Maraknya korupsi di negeri ini banyak dilakukan oleh para pemangku jabatan di Pemerintahan. Jika saja mereka bertanggung jawab pada diri sendiri dengan menjadi orang yang lebih bermoral dan melaksanakan kewajibannya sebagai pemegang amanah dari rakyat dan juga bertanggung jawab pada negara dengan mengikuti aturan dan norma yang berlaku, maka tindak pidana korupsi dapat terminimalisir karena sudah ada undang-undang No. 31 tahun 1999 jo undang-undang No.20 tahun 2011 tentang tindak pidana korupsi dan pemberantasannya sehingga pelakunya akan mendapatkan hukuman jika terbukti melakukan korupsi. Selanjutnya selain bertanggung jawab pada diri sendiri dan negara, seseorang juga harus memiliki rasa bertanggung jawab kepada tuhan dan sadar bahwa korupsi sama saja mengambil hak orang lain dan itu merupakan perbuatan yang dilarang. Dengan kesadaran akan tanggung jawab tersebut tindak pidana korupsi bisa saja diminimalisir dimulai dari diri sendiri.
62
Oleh karenanya sikap bertanggung jawab perlu ditanamkan, bukan hanya bertanggung jawab pada diri sendiri namun juga terhadap keluarga, masyarakat, negara dan agama.
4.4. Tabel Scene Ruang Kerja Yan di Rumah Type of Shot Medium Shot
Frame
Script INT. Ruang kerja Yan di rumah Waktu
menunjukkan
malam
hari. Yan masih berada diruang kerjanya ditemani oleh Ratna istrinya. Yan masih bekerja, mengecek sesuatu, menggaris bawahi
tulisan.
Pakai
kaca
pembesar dan menghitung spek. Ratna memijati punggung Yan
Ratna : “ Yan kenapa sih masih kamu
yang
ngerjain
kaya
Extreme Long
beginian?”
Shot
Yan : “Terus, siapa lagi kalau bukan saya” (Sambil
tetap
mengerjakan
kerjaannya)
SFX : Atmosfir (hening)
63
4.5. Tabel Analisis Scene Ruang Kerja Yan di Rumah SIGN
:
IKON
:
Yan dengan ditemani Ratna Yan yang ditemani Ratna sedang diruang kerja masih bekerja di ruang kerjanya mengerjakan proyek muara tanjung meski
sudah
larut
malam INDEX
:
dengan lampu yang membantu (Visual) Yan mengerjakan proyek muara tanjung memberi penerangan
(Audio) “aaah, siapa lagi kalau bukan saya?” SYMBOL : Yan tetap bekerja keras meski sudah malam
OBJECT
:
Sosok Yan INTERPRETANT : Yan berusaha menyelesaikan rancangan proyek muara tanjung meski sudah malam hari karena tidak ada yang mengerjakannya lagi kecuali dia.
Scene yang diambil pada menit ke 17 detik ke 48 sampai menit ke 18 detik ke 2 ini menampilkan Yan yang sedang menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja ditemani sang istri, Ratna. Sign dalam scene ini diwakilkan oleh Perilaku Yan yang menunjukkan sikap pekerja keras. Ia masih mengerjakan desain proyek Muara Tanjung meski waktu sudah menunjukkan malam hari. Icon yang merupakan bagian dari sign dapat dilihat dalam kedua frame tersebut, Yan ditemani Ratna sedang berada diruang kerja mengerjakan proyek Muara Tanjung. Index dalam scene ini ditunjukkan oleh Yan yang mengerjakan proyek Muara Tanjung karena tidak ada lagi yang mengerjakannya, didukung dengan pernyataan Yan “aaah, siapa lagi
64
kalau bukan saya?”. Kata-kata tersebut menyiratkan bahwa tidak ada lagi yang mengerjakannya kecuali dia, sehingga ia harus bekerja keras menyelesaikan pekerjaannya itu. Kemudian Symbol diwakilkan oleh suasana dan waktu yang telah menunjukkan malam hari. Pada malam hari biasanya digunakan sebagai waktu untuk istirahat dari segala rutinitas yang telah dilakukan sepanjang hari. Kerja keras merupakan salah satu dari nilai-nilai pendidikan karakter, mempunyai arti yakni perilaku yang menunjukkan upaya bersungguh-sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan dan lain-lain dengan sebaik-baiknya (Suyadi, 2013:8). Pekerjaan apapun yang seseorang tekuni harus dilakukan dengan baik dan profesional karena merupakan bagian dari tanggung jawab kepada diri sendiri dan perusahaan atau lembaga tempat ia bekerja. Jangan sampai melakukan pekerjaan yang sia-sia yang tidak ada manfaatnya dan jangan juga bermalas-malasan dalam bekerja sehingga sering menunda pekerjaan yang akhirnya pekerjaan yang harus diselesaikan menjadi menumpuk. Sebagai manusia yang memiliki keterbatasan waktu, harus pandai-pandai memanfaatkan waktu yang dimiliki untuk bekerja dalam hal apapun yang bermanfaat. Seseorang yang bekerja keras akan melakukan pekerjaannya dengan tekun. Jika seseorang ingin tercapai tujuannya, kerja keras adalah salah satu kuncinya. Tidak mungkin sebuah pekerjaan yang dilakukan akan berhasil sesuai dengan apa yang kita inginkan jika dilakukan dengan bermalas-malasan dalam bekerja. Object dalam scene ini yakni sosok Yan yang sedang bekerja diruang kerja rumahnya mengerjakan proyek Muara Tanjung. Diambil secara medium shot
65
memperlihatkan Yan dan Ratna. Yan sibuk dengan berkas-berkas yang dimilikinya dan Ratna yang memijat punggunya seakan mengerti kelelahan suaminya. Sosok Yan dalam scene ini digambarkan sebagai sosok Pekerja keras. Ia masih mau mengerjakan proyek Muara Tanjung hingga selesai karena tidak ada lagi yang mau mengerjakannya kecuali dia. Hal itu dipertegas dengan pernyataannya “Kalau bukan saya siapa lagi?” ketika sang istri Ratna bertanya “Yan, kenapa sih masih kamu yang ngerjain beginian?”. Yan dapat mengatur emosinya sehingga menimbulkan reaksi yang positif dengan bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaanya itu. Jika yang timbul merupakan emosi yang negatif bisa saja Yan bersikap acuh dan memilih mengacuhkan pekerjaan itu. Mereka yang memiliki sifat pekerja keras akan memanfaatkan waktu secara optimal untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Bekerja secara sungguh-sungguh dan semangat. Waktu yang dimiliki setiap manusia adalah sama yakni 24 jam. Idealnya waktu tersebut dapat dibagi menjadi sepertiga menjadi 8 jam untuk beribadah, 8 jam untuk bekerja dan 8 jam lagi untuk beristirahat. Namun, hal tersebut bukan merupakan sebuah patokan waktu yang harus dilakukan oleh setiap orang. Masing-masing orang memiliki kemampuan dan daya tahan tubuh yang berbeda-beda, ada yang menghabiskan lebih dari sepertiga waktunya untuk bekerja. Kemampuan-kemapuan itulah yang digunakan untuk mengisi aktivitas dalam menghabiskan waktunya. Interpretant dalam scene ini yakni Yan berusaha menyelesaikan rancangan proyek Muara Tanjung meski sudah malam hari, karena tidak ada yang mengerjakannya lagi kecuali dia. Menandakan sosok Yan merupakan orang yang bekerja keras dan sungguh-sungguh terhadap pekerjaannya.
66
Seseorang yang bekerja keras, akan menjalani pekerjaannya dengan sungguh-sungguh, ulet dan juga tekun. Tekun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan orang yang bekerja secara teratur, mampu menahan rasa bosan atau jemu, dan mau belajar dari kesalahan (orang lain maupun dirinya) dimasa lalu agar tidak terulang kembali. Sedangkan ulet adalah kemauan keras dalam berusaha mencapai tujuan dan cita-cita. Seorang pekerja keras tidak akan mudah putus asa dan tidak mengenal kata menyerah sebelum pekerjaannya selesai. Oleh karenanya kerja keras merupakan hal yang harus ditanam pada setiap orang agar pantang menyerah dan bersungguh-sungguh dalam bekerja sampai pekerjaan itu selesai. Berdasarkan penjelasan mengenai sign, object dan interpretant tersebut diatas, peneliti menyimpulkan bahwa scene tersebut dapat merepresentasikan salah satu dari nilai-nilai pendidikan karakter yakni pekerja keras. Hal tersebut digambarkan oleh Yan yang bersungguh-sungguh menyelesaikan pekerjaannya meski sudah malam hari, karena tidak ada lagi yang mengerjakannya kecuali dia.
67
4.6. Tabel Scene Ruang Kerja Yan di Kantor Type of Shot Close Up
Frame
Script Satria datang ke kantor Yan untuk
memberikan
proposal
muara tanjung yang diminta Yan. Satria : “Yah, saya sudah bicara dengan Hasan. Dia bilang dia bisa mengatur anggaran di DPR. Kalau ayah bisa ajuin lebih awal, saya bisa masuk sebagai sub-kontraktornya.
Sekarang
tinggal ayah atur didalam”
Close Up
Yan : “Itu ayah ngga bisa”
Close Up
Satria : “Saya juga ngga bisa gratis yah. Saya juga tetap harus kompetisi dengan yang lainnya lewat proses tender”
Close Up
Yan : “Yaaa, tapi atur didalam apa itu?”
68
Close Up
Satria : “Ya, kalau ngga ayah kasih tau saja tim penilainya siapa. Biar saya nanti sama teman-teman
yang
urus
langsung ke tim penilainya”.
Medium Long
(Menggeleng tak percaya)
Shot
Yan : “Jadi, kamu bantu ayah biar ayah bantu kamu?”
Close Up
Satria : “Kapan saya minta bantuan
ayah?
Kapan
ayah
bantu saya? Firman terus yang dibantu”.
Close Up
Yan : “Jadi menurutmu ayah ngga pernah bantu kamu?”
Satria : “Ayah lebih banyak Close Up
bantu Jaka dibanding bantu saya”
69
Close Up
(Yan menggelengkan kepala) Yan : “Jadi kamu pikir begitu?”
Close Up
Satria : “Ya, yasudahlah semua juga tahu. Dia anak emas ayah. Kalau saya, saya mau jungkir balik juga selalu salah dimata ayah”
Close Up
Yan : “Jadi kamu mau medali?” (Sambil
menggelengkan
kepalanya)
Close Up
Satria : “Kesempatan. Saya tau benar pembangunan ini. Dari kecil
saya
selalu
ikut
ke
pelabuhan. Saya orang yang tepat”
Yan : “Kamu ini abis ngobrol Close Up
dengan siapa sih?” (Sambil menggelengkan kepalanya) “Kok bisa kamu ngomong gini ke ayah kamu” Lanjutnya
70
Satria : (menggelengkan kepala)
Close Up
“Ayah minta tolong sama saya, saya tolong ayah. Ayah bilang sama saya bantu Firman, saya bantu Firman. Saya orang yang tepat,
kita
keluarga
yang
bermartabat kok. Masalahnya sekarang
adalah
ketika
ada
kesempatan maju untuk saya, kenapa itu ngga dari ayah saya sendiri”
Yan
Close Up
hanya
kepala
menggelengkan
mendengar
yang
dibicarakan Satria. Kemudian Satria meninggalkan ruangan Yan
4.7. Tabel Analisis Scene Ruang Kerja Yan di Kantor SIGN
:
IKON
:
Yan menolak permintaan Satria (Visual) Yan menolak permintaan Satria untuk untuk
membantunya
menjadi membantunya dari dalam agar mendapatkan proyek
subkontraktor proyek Pelabuhan Muara Tanjung. Muara Tanjung.
(Audio) “Itu ayah ngga bisa”. INDEX
:
Yan diminta untuk membantu Satria mendapatkan proyek
Muara
Perhubungan).
Tanjung
dari
dalam
(Dinas
71
SYMBOL : Meski Satria merupakan anak dari Yan, Yan tidak ingin memanfaatkan hubungan emosional keluarga menjadi kepentingan bisnis Satria. OBJECT
:
Sosok Yan INTERPRETANT : Hubungan emosional antara Yan dan Satria sebagai ayah dan anak, tidak disalahgunakan oleh Yan untuk membantu anaknya mendapatkan proyek ditempat ia bekerja. Meski Satria memaksa Yan tetap tidak menerima permintaan Satria.
Scene yang diambil pada menit ke 24 detik ke 48 sampai menit ke 25 detik ke 44 ini memperlihatkan Yan dan Satria yang sedang berbincang diruang kerja Yan di Dinas Perhubungan. Satria yang bekerja sebagai kontraktor meminta Yan yang merupakan ayahnya untuk membantunya menjadi Sub-kontraktor proyek Muara Tanjung. Tetapi Yan menolak permintaan Satria. Sign dalam scene ini diwakilkan oleh Perilaku Yan yang berusaha untuk menjaga kejujurannya dalam bekerja. Ia menolak membantu Satria untuk mengatur dari dalam (Dinas Perhubungan) agar Satria menjadi sub-kontraktor proyek Muara Tanjung, meski proyek tersebut dibawah tanggung jawabnya sebagai wakil ketua Dinas Perhubungan. Icon yang merupakan bagian dari sign dapat dilihat yakni Sikap Yan yang menolak membantu Satria dengan berkata “Itu ayah ngga bisa” kata ‘ngga bisa’ disini berarti Yan menolak membantu Satria yang memintanya untuk mengatur dari dalam agar Satria dapat menjadi subkontraktor proyek Muara Tanjung. Index dalam scene ini ditunjukkan oleh Yan
72
yang diminta membantu Satria dari tempatnya bekerja karena Satria merupakan anak kandungnya. Kemudian Symbol diwakilkan oleh Yan yang tidak memanfaatkan hubungan emosionalnya untuk kepentingan pribadi anaknya. Jujur merupakan salah satu dari nilai-nilai pendidikan karakter. Jujur adalah sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan antara pengetahuan, perkataan dan perbuatan (mengetahui yang benar, mengatakan yang benar dan melakukan yang benar) sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya (Suyadi, 2013:8). Kejujuran merupakan hal penting dalam kehidupan manusia dalam menjalin hubungan dengan orang lain, rekan kerja, bahkan kepada keluarga. Dalam agama islam kejujuran menjadi salah satu sifat wajib yang harus dimiliki para Rasul. Jujur merupakan kunci kepercayaan bukan hanya dimata sang Pencipta namun juga dimata manusia. Dalam hal pekerjaan jika seseorang bersikap jujur dapat meningkatkan kualitas orang tersebut. Ia akan menjadi orang yang dipercaya oleh rekan bisnisnya. Kejujuran juga memberikan rasa damai karena tidak berbohong dan menipu orang lain. Ketidakjujuran biasanya akan menimbulkan rasa bersalah dan membuat hidup tidak tenang karena khawatir ketidakjujurannya akan terungkap. Jujur merupakan salah satu sifat positif yang harus dimiliki manusia. Kejujuran berhubungan dengan hati nurani. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Jujur diartikan sebagai lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus dan ikhlas. Bersikap jujur dapat dilakukan dari hal terkecil, seperti berbicara dan bertindak sesuai kenyataan, dan dalam lingkup pendidikan jujur dapat dimulai dengan tidak mencontek ketika sedang ujian atau mengerjakan tugas.
73
Object dalam scene ini yakni sosok Yan yang digambarkan sebagai sosok yang lurus dan jujur dalam bekerja. Dalam adegang ini banyak yang diambil secara close up untuk memperlihatkan lebih jelas ekspresi muka Yan dan Satria ketika berbicara. Yan berbicara secara tegas ketika menolak permintaan Satria untuk membantunya. Sikap yang diberikan Yan merupakan gambaran dari sikap seseorang yang memegang amanah.
Ia enggan mencampur adukkan urusan
keluarga dengan urusan pekerjaannya. Walaupun Satria merupakan anaknya dan Yan merupakan orang yang bertanggung jawab atas proyek tersebut di Dinas Perhubungan, tapi Yan enggan menyalahgunakan jabatannya dengan membantu Satria untuk memenangkan proyek tersebut dengan cara yang salah. Sebagai seorang pemimpin sudah selayaknya Yan mencerminkan sikap yang jujur. Seorang pemimpin adalah orang yang dapat dipercaya untuk menjaga amanah yang dititipkan padanya demi kepentingan bersama dalam hal ini adalah masyarakat. Perilaku jujur yang ditunjukkan Yan merupakan sebuah emosi yang positif, ia mampu mengolah emosinya saat berbicara dengan Satria. Meski Satria merupakan anak kandungnya, ia tidak mau memanfaatkan posisi
jabatannya
untuk membantu Satria mendapatkan proyek Muara Tanjung. Jika yang timbul adalah emosi negatif bisa saja Yan memanfaatkan jabatannya untuk membantu anaknya. Namun hal itu tidak dilakukan oleh Yan. Interpretant dalam scene ini ialah Yan yang tidak memanfaatkan hubungan emosional antara keduanya untuk kepentingan pribadi anaknya. Pada dunia kerja hal demikian dapat saja terjadi. Sosok Satria yang merupakan sosok ambisus terhadap perkembangan bisnisnya memanfaatkan hubungan emosional
74
yakni ikatan keluarga untuk memudahkan kepentingan pribadinya. Sosok Yan diuji kejujurannya, jika iya menerima permintaan Satria maka akan berimbas pada pekerjaanya dan menunjukkan bahwa ia merupakan orang yang tidak bisa memegang amanah atau tidak dapat dipercaya. Maraknya korupsi yang terjadi di negeri ini salah satunya juga timbul dari hal diatas, memanfaatkan kedekatan untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan disebut dengan Nepotisme. Senada dengan scene tersebut, ada scene pada menit ke 42 hingga menit ke 42 detik 56 yang menunjukkan karakter jujur. Dalam scene ini Sul menanyakan kepada Yan soal Satria yang memegang seluruh proyek pelabuhan Muara Tanjung. Namun Yan yang juga sebagai ayahnya Satria tidak mengetahui perihal tersebut.
75
4.8. Tabel Scene Tangga Kantor Type of Shot
Frame
Script
Low Angle, Long
Beberapa
Shot
Satria akhirnya mendapatkan proyek
waktu
berselang,
Pelabuhan
Muara
tersebut
tanpa
Tanjung
sepengetahuan Yan. Sul
yang
tersebut
mengetahui
mengejar
menanyakan
Yan
hal
hal dan
tersebut
padanya.
Sul : “Yan?” (Sambil menuruni tangga mengejar Yan) Yan : “Ya Sul?” Sul : “Saya dengar Yan” Yan : “Soal?” Sul : “Saya tau kamu tidak menerima suap. Saya tau persis kamu” Yan : “Soal apa ini?”
Low Angle, Long
Sul : “Muara tanjung, Satria
Shot
sekarng
pegang
semua
itu
pelabuhan” Yan : “Kok saya baru tau?” Sul : “Satria ngga ngomong apa-apa. Tapi kamu tau dia mampu kan?” Sul : “Bahkan saya tau kamu tidak
menerima
sepeserpun”
uang
76
Yan : “Terus?” Sul : “Temen-temen pikir kamu makan semua itu uang. Mereka kan masih terikat sama kontrak lama. Ah kamu ini bikim susah banyak orang”
Medium Shot
Sul : “Saya saran begini, bicara dengan Himawan agar mau. Bagi sedikit dengannya dan saya yakin kamu disini sampai pensiun” Sul pun berlalu dan pergi.
Long Shot
Yan sempat berdiam sejenak dan akhirnya ikut berlalu
Dalam scene ini Sign ditunjukkan dalam sikap Yan yang tidak mengetahui perihal Satria yang memegang proyek pelabuhan Muara Tanjung. Belum Icon nya adalah Sul yang bertanya kepada Yan kenapa hal tersebut dapat terjadi bahkan tanpa sepengetahuan Yan. Index dalam scene ini Satria yang memegang proyek pelabuhan Muara Tanjung ketika mereka masih terikat dengan kontrak lama. Symbol nya adalah Meski Yan merupakan ayah dari Satria ia tidak mengetahui perihal Satria yang menjadi subkontraktor proyek tersebut. Object dalam scene ini jelaslah sosok Yan yang merupakan wakil ketua Dinas Perhubungan sekaligus ayah dari Satria. Sebagai orang yang dikenal lurus
77
oleh rekan kerjanya. Yan tidak mengetahui jika Satria memegang proyek pelabuhan Muara Tanjung yang sedang di tanganinya. Karena hal tersebutlah, Yan diisukan menerima suap oleh rekan-rekan kerjanya. Interpretant dalam scene ini adalah Yan tetap berusaha jujur dengan amanah yang diberikan padanya sebagai wakil ketua Dinas Perhubungan dan juga orang yang bertanggungjawab atas proyek tersebut. Sehingga ia tidak mungkin menerima suap sehingga Satria dapat memegang proyek pelabuhan Muara Tanjung disaat mereka masih terikat kontrak dengan yang lama. Suap yang ditampilakan dalam kedua scene diatas merupakan salah satu bentuk dari korupsi. Hal mendasar terjadinya korupsi adalah kecurangan atau ketidakjujuran. Seorang koruptor dapat melakukan mark up, menyuap atau menerima suap, bahkan memanipulasi data untuk memperkaya diri atau kelompoknya. Orang yang jujur sering menjadi minoritas bahkan dapat saja disingkirkan, sebab itulah banyak orang yang tidak berani jujur karena berbagai ancaman yang diterimanya. Komisi Pemberantasan Korupsi membuat sebuah gerakan yakni “Berani Jujur Hebat!”2 . Gerakan ini dilakukan untuk menyebarkan nilai-nilai kejujuran diantaranya adalah “Berani untuk jujur” karena memang bersikap jujur pada zaman sekarang harus memiliki keberanian untuk mendapatkan resiko dari keputusan yang telah dibuat. Dimulai dari lingkup sekolah gerakan ini dapat dilakukan dengan gerakan anti mencontek karena mencontek salah satu perbuatan curang. Oleh karena itu untuk meperbaiki moral bangsa salah satunnya dengan bersikap jujur dimulai dari hal yang kecil.
2
http://beranijujur.net/ diakses pada tanggal 29 Juni 2015 pukul 23:48 WIB
78
Berdasarkan penjelasan mengenai sign, object, dan interpretant tersebut diatas, peneliti menyimpulkan bahwa scene ini dapat merepresentasikan salah satu dari nilai-nilai pendidikan karakter yakni bersikap jujur. Digambarkan oleh sosok Yan yang tidak memanfaatkan jabatan dan hubungan emosionalnya untuk kepentingan bisnis anak kandungnya.
4.9. Tabel Scene Garasi Rumah Yan Type of Shot Very Long Shot
Frame
Script Setelah kejadian terbongkarnya perselingkuhan
Firman
yang
merupakan anak Yan dengan Nisa yang tidak lain istri Jaka. Jaka
memutuskan
mengundurkan
diri
untuk sebagai
supir pribadi Yan. Jaka : “Pak, saya mau bicara pak” Yan : “Ya?”
Close Up
Jaka : “Sekarang saya sudah talak 3 pak”
Medium Close
Jaka : “Saya pikir bapak juga
Up
tahu” Yan hanya menjawab dengan mengangguk.
79
Close Up
Jaka : “Saya mau berhenti pak”
Close Up
Yan : “Jak, saya ikut perihatin. Tapi kalau omongan saya masih laku.
Kamu
cari
tempat
semacam ruko dipinggiran. Lalu cari tahu bagaimana caranya buka cetak foto. Nanti saya modalin”
Close Up
Jaka : “Terimakasih pak. Tapi saya ngga bisa pak. Saya ingat omongan bapak...”
Medium Long
Jaka : “Walaupun kita orang
Shot
ngga punya. Tapi kita harus punya harga diri. Mari pak” Jaka
pamit
lalu
meninggalkan Yan.
pergi
80
4.10. Tabel Analisis Scene Garasi Rumah Yan SIGN
:
IKON
:
Yan menyarankan kepada (Audio) Jaka
untuk
membuka Ketika Yan mengatakan “Jak, saya ikut perihatin.
tempat cetak foto. Yan Tapi kalau omongan saya masih laku. Kamu cari juga yang akan membantu tempat semacam ruko dipinggiran. Lalu cari tahu memberi modal.
bagaimana caranya buka cetak foto. Nanti saya modalin” INDEX
:
Yan ingin membantu Jaka membuka usaha karena Jaka memutuskan untuk berhenti sebagai supir pribadinya. SYMBOL : Yan menunjukkan rasa pedulinya untuk membantu Jaka agar bisa membuka usaha cetak foto sesuai hobinya OBJECT
:
Sosok Yan sebagai majikan INTERPRETANT : Yan ingin membantu Jaka yang memutuskan berhenti menjadi supirnya dengan menyarankan kepadanya untuk membuka usaha cetak foto dan Yan akan membantu untuk modal usaha tersebut.
81
Scene ini menampilakn setting di garasi rumah Yan. Jaka menghampiri Yan dan mengatakan ia akan berhenti sebagai supir. Yan sebagai majikannya berusaha menawarkan bantuan dengan memodalinya sebuah usaha cetak foto, namun Jaka menolaknya. Sign dalam scene ini diwakilkan oleh Perilaku Yan yang berusaha untuk peduli terhadap Jaka dengan memodalinya sebuah usaha. Icon discene ini didapatkan dari kata-kata Yan secara langsung terhadap Jaka “Kamu cari tempat semacam ruko dipinggiran. Lalu cari tahu bagaimana caranya buka cetak foto. Nanti saya modalin” terlihat didalamnya Yan berusaha peduli dan mencoba untuk membantunya. Index dalam scene ini ketika Jaka memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai supir Yan. Oleh karenanya symbol dalam scene ini ketika Yan menunjukkan rasa pedulinya untuk membantu Jaka agar bisa membuka usaha cetak foto sesuai hobinya. Peduli sosial merupakan salah satu nilai yang ada pada pendidikan karakter. Peduli sosial merupakan sikap dan perbuatan yang mencerminkan kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkannya (Suyadi, 2013:9). Tidak sedikit orang yang berprilaku individualis yakni mementingkan diri sendiri dan acuh terhadap sekitar. Peduli akan sesama merupakan ajaran yang juga disarankan ditiap agama untuk saling membantu terhadap sesamanya. Rasa peduli pada setiap orang tidak datang begitu saja, tapi juga dapat ditimbulkan melalui proses pembelajaran. Rasa peduli terhadap sesama sangatlah penting karena hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri didunia ini, manusia
82
berinteraksi dengan manusia lainnya. Dengan memiliki jiwa sosial manusia akan lebih mudah menghargai terhadap sesamanya tanpa melihat status sosialnya. Bayangkan jika setiap orang tidak memiliki rasa peduli sosial, maka didunia ini akan berlaku hukum rimba, yang kuatlah yang bertahan. Orang yang tertindas akan semakin tertindas, setiap orang mempertahankan ego masing-masing untuk kemajuan diri sendiri. Peduli terhadap sesama dapat mengurangi beban penderitaan orang lain, selain itu dengan rasa peduli terhadap sesama akan terwujudnya
hidup
gotong-royong,
hubungan
yang
akrab
dan
dapat
menghilangkan kesenjangan sosial antara si miskin dan si kaya. Selain itu semua, dengan adanya rasa peduli sosial atau peduli sesama akan terwujud sebuah persatuan dan kesatuan, tidak ada yang mengedepankan ego pribadi hal inilah yang akan membuat kondisi masyarakat yang harmonis dan terbebas dari rasa dengki. Object dalam scene ini yakni sosok Yan yang digambarkan sebagai seorang yang peduli terhadap sesamanya yang dalam hal ini merupakan supirnya. Sikap yang ditunjukkan Yan merupakan hal yang patut diteladani sebagai makhluk sosial. Selain itu, ia memperlihatkan kepedulian sebagai majikan kepada orang yang bekerja untuknya. Sebagai makhluk sosial sudah semestinya untuk saling membantu terhadap sesama, saling mengasihi dan peduli terhadap keadaan sekitarnya. Memberikan bantuan bukan hanya lewat harta, namun juga tenaga, pikiran dan apapun yang dapat dilakukan dan bermanfaat untuk sesama. Interpretant dari scene ini adalah Yan ingin membantu Jaka yang memutuskan berhenti menjadi supirnya dengan menyarankan kepadanya untuk membuka usaha cetak foto dan Yan akan membantu untuk modal usaha tersebut.
83
Sikap peduli yang ditunjukkan Yan kepada Jaka merupakan sebuah contoh karakter yang baik. Kepedulian sosial haruslah ditingkatkan, agar kesenjangan sosial dapat dipersempit bahkan tak ada jarak. Sebagai makhluk sosial kita harus memberikan kontribusi dalam bentuk aksi nyata agar terciptanya kenyaman dan ketentraman hidup dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berdasarkan penjelasan mengenai sign, object dan interpretant tersebut diatas, peneliti menyimpulkan bahwa scene tersebut dapat merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter, karena sikap peduli sosial merupakan bagian dari nilai-nilai pendidikan karakter. Hal tersebut digambarkan dari perilaku yang ditunjukkan oleh Yan yang menawarkan bantuan kepada Jaka untuk membuka usaha.
4.3. Pembahasan Film merupakan salah satu bentuk dari komunikasi massa yang mempunyai peran penting dalam mempengaruhi khalayak yang menontonnya karena dapat digunakan sebagai sarana menyampaikan pesan. Dari fungsinya film dapat digunakan untuk hiburan, pendidikan bahkan dapat menjadi alat kontrol sosial. Dalam penelitian ini peneliti ingin menjelaskan fungsi film sebagai media informasi dan pembelajaran dalam pendidikan. Film Sebelum Pagi Terulang Kembali merupakan film lanjutan dari Film Kita Vs Korupsi dengan mengambil tema yang serupa yakni mengenai korupsi. Film ini diproduksi oleh Cangkir Kopi Production sebagai Production House
84
bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dan juga beberapa Non Government Organization (NGO) yang fokus dalam masalah korupsi. Bercerita mengenai tindak korupsi yang dilakukan oleh orang terdekat hingga mengorbankan keharmonisan sebuah keluarga. Film ini juga coba menggambarkan sebuah realitas dalam dunia kerja yang memanfaatkan kedekatan emosional agar urusannya dipermudah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Lasja selaku sutradara film ini menginginkan masyarakat untuk sadar bahwa perubahan dapat dimulai dari diri sendiri dan lingkungan terdekat mereka sendiri. Dapat dimulai dengan megetahui bagaimana tindak korupsi itu dapat terjadi, karena hal kecil pun dapat dikatakan sebagai tindak korupsi seperti membayar calo (pungutan liar) agar memperoleh kemudahan atau privillege 3 . Untuk menampilkan realitas kedalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali, Lasja bersama crew melakukan diskusi dengan KPK dan juga menganalisis beberapa bundel contoh kasus yang pernah ditangani 4 . Penelitian ini tidak mengambil fokus pada kasus korupsi yang disajikan, namun pada nilai-nilai pendidikan karakter yang coba dimunculkan. Maraknya korupsi yang terjadi di Indonesia salah satunya karena lemahnya penanaman nilai-nilai pendidikan karakter. Hal tersebut juga disepakati oleh Lasja selaku sutradara 5 . Suparlan yang merupakan seorang konsultan dan pernah menjadi Kasubag Monitoring Pelaksanaan Rencana dan Program bagian Perencanaan Setditjen Dikdasmen mengatakan bahwa pendidikan karakter memang menjadi salah satu 3
Wawancara via email dengan Lasja Fauzia Susatyo yang merupakan sutradara dari film Sebelum
Pagi Terulang Kembali pada tanggal 3 juni 2015 pukul 13.05 WIB. 4
Ibid.
5
Wawancara lanjutan dengan Lasja pada tanggal 29 juni 2015 pukul 12.42 WIB.
85
faktor yang sangat penting, karena korupsi terbentuk sebagai proses kehidupan sementara pendidikan merupakan proses kehidupan itu sendiri secara singkat Suparlan berpendapat bahwa pendidikan karakter ikut berpengaruh terhadap perilaku korupsi di negeri ini. Ia pun mengatakan bahwa film dapat dijadikan sebagai media dalam penyampaian nilai-nilai pendidikan karena film tergolong media tiga dimensi yang menyenangkan, dapat menyesuaikan sesuai usia, dan mengangkat berbagai substansi dari yang sederhana sampai yang kompleks salah satunya pendidikan karakter dan film merupakan salah satu media yang efektif karena dapat memberikan panduan lebih konkrit dengan adanya peragaan yang divisualisasikan tidak seperti buku 6 . Peneliti telah melihat, memperhatikan dan menganalisis aktor dalam berperan dan mengatur emosi yang pada akhirnya menimbulkan tindakan sebagai sebuah respon dari konflik yang ada. Dari scene-scene yang telah dianalis menggunakan model semiotika Peirce, nilai-nilai pendidikan karakter dalam Sign direpresentasikan melalui dialog dan perilaku atau tindakan yang dilakukan oleh aktor yang berperan dalam film ini. Tindakan-tindakan tersebut merupakan respon dari konflik atau situasi yang sedang terjadi. Seperti yang dikatakan Suparlan, untuk melihat bahwa karakter seseorang dapat dilihat melalui sikap (attidtude) dan perilaku (behavior). Sikap lebih pada faktor psikologis dan perilaku lebih kepada
faktor
aktivitas
fisik.
Misalnya
kejujuran,
sikap
jujur
adalah
kecenderungan untuk berbuat jujur sedangkan perilaku jujur adalah pelaksanaan
6
Wawancara via email dengan Drs. Suparlan, M.Ed mantan Kasubag Monitoring Pelaksanaan Rencana dan Program bagian Perencanaan Setditjen Dikdasmen dan juga penulis artikel mengenai pendidikan salah satunya pendidikan karakter. Salah satu artikelnya mengenai pendidikan karakter dapat dilihat di http://suparlan.com/2/2012/07/23/pendidikan-karakter/. Wawancara dilakukan pada tanggal 21 juni 2015 pukul 11.16 WIB.
86
dalam kehidupan nyata atau setelah dilakukannya kejujuran itu7 . Sehingga perilaku atau tindakan dan juga dialog yang ditampilkan oleh aktor merupakan sign untuk merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali. Yan yang merupakan aktor yang berperan dalam film ini merupakan object yang merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter. Yan berperan sebagai subjek yang memunculkan karakter.
Sosok Yan harus mengatur emosi dan
direspon melalui sebuah tindakan. Tindakan atau perilaku itulah yang akan dilihat sebagai karakter. Tindakan tersebut dapat dihasilkan dari sebuah interaksi dengan lingkungan sekitar, karena seperti yang telah disampaikan Douglas bahwa karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan (Muchlas, 2013:41). Sebagai seorang aktor mendalami peran merupakan hal yang penting agar pesan yang dimaksud dapat tersampaikan. Dari mimik wajah atau ekspresi, bahasa tubuh, intonasi dalam sebuah dialog merupakan hal-hal yang mendukung untuk memperkuat pesan yang dimaksud. Seorang aktor merupakan penggerak cerita dan pembentuk alur cerita sehingga karakter yang diperankannya harus dihayati agar alur cerita sesuai dengan apa yang diinginkan pembuat film. Sehingga para pemain atau aktor dijadikan sebagai object dalam merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter, karena sesuai dengan pengertiannya bahwa object merupakan sesuatu yang merujuk pada tanda. Dibantu juga dengan type of shot yang memperlihatkan ekspresi dan juga gestur tubuh object . 7
Ibid.
87
Selanjutnya interpretant yang merupakan makna dari sign yang ditunjukkan oleh object dalam film ini mencoba untuk menjelaskan pesan yang ingin disampaikan. Dalam
merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter dalam
film Sebelum Pagi Terulang Kembali ini, interpretant berguna sesuai dengan pengertiannya bahwa interpretant merupakan pemaknaan dari tanda itu sendiri, sehingga dalam penelitian ini peneliti berusaha menafsirkan makna dari tanda yang muncul dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali yang berkaitan dengan nilai pendidikan karakter. Makna-makna yang terdapat dalam scene ini antara lain memperlihatkan Yan sebagai sosok yang jujur, bertanggung jawab, peduli sosial, dan kerja keras. Pada dasarnya sign, object, dan interpretant merupakan satu kesatuan dalam merepresentasikan sebuah pesan yang ingin disampaikan melalui sebuah film ditiap frame atau scenenya. Dalam penelitian ini film Sebelum Pagi Terulang Kembali berusaha untuk merepresentasikannya lewat object yang diwakili oleh tokoh atau aktornya yang menampilkan dialog atau berupa tindakan sehingga dapat menjadi sign yang akhirnya dapat dimaknai menjadi sebuah pesan yang dimaksud melalui interpretant. Setelah dianalisis peneliti mendapatkan hasil bahwa sosok Yan dalam film ini dapat merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter melalui adegan-adegan dalam tiap scene nya yang ditandai dengan perilaku, sikap, bahasa tubuh dan dialog. Hal lain yang peneliti temukan bahwa peran aktor dalam mengatur emosi membentuk respon berupa tindakan yang menjadi dasar untuk melihat karakter seseorang.
88
Meski film ini mengusung tema tindak pidana korupsi, tetapi film Sebelum Pagi Terulang Kembali ini dapat dijadikan sebagai film yang representatif untuk media pembelajaran nilai-nilai pendidikan karakter. Hal tersebut dikarenakan salah satu faktor penyebab terjadinya tindak korupsi adalah akibat lemahnya pendidikan karakter. Jika di analisis lebih dalam ada pesan dan makna-makna yang tersembunyi dari konflik atau adegan di film Sebelum Pagi Terulang Kembali ini. Dari hasil analisis peneliti menemukan karakter-karakter seperti tanggung jawab, kerja keras, jujur, dan peduli sosial ditunjukkan oleh sosok Yan dalam film ini yang merupakan bagian dari nilai-nilai pendidikan karakter yang dirumuskan oleh Kemendiknas. Dalam film ini juga karakter dibentuk oleh diri sendiri dari hasil interaksi dengan lingkungan. Karakter-karakter tersebut muncul dalam bentuk sikap, perilaku dan dialog yang disampaikan oleh pemainnya
BAB V PENUTUP
5.1.
Kesimpulan Film merupakan sarana komunikasi massa yang efektif termasuk untuk
media penerangan atau pendidikan karena bentuknya yang menyajikan audi dan visual. Dalam sebuah film terdapat tanda-tanda yang memiliki pesan yang ingin disampaikan pada khalayak. Berikut
adalah
kesimpulan
penelitian
yang
didapatkan
dengan
menggunakan semiotika Peirce : 1. Nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film sebelum pagi terulang kembali, direpresentasikan oleh sign dalam bentuk perilaku Yan yang bertanggung jawab, jujur, kerja keras dan peduli sosial. Perilakuperilaku tersebut terlihat melalui adegan dan dialog yang melibatkan tokoh Yan. 2. Nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film sebelum pagi terulang kembali, direpresentasikan oleh object melalui sosok Yan yang diperlihatkan sebagai wakil ketua dinas perhubungan, sebagai seorang ayah dan juga sebagai seorang majikan. Dengan dibantu type of shot yang memperlihatkan
ekspresi
wajah
dan
gestur
tubuh
Yan
dalam
meperlihatkan sikapnya. 3. Nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film sebelum pagi terulang kembali, direpresentasikan oleh interpretant melalui Yan yang diidentifikasi memiliki sikap yang bertanggung jawab, jujur, kerja keras
89
90
dan peduli sosial sebagai seseorang yang menjabat sebagai wakil ketua Dinas Perhubungan, sebagai sosok ayah dan juga sebagai seorang majikan. Terlihat dari yang dirujuk oleh sign dan object. 4. Setelah dilakukan penelitian pada scene-scene yang diperankan oleh Yan dalam Film Sebelum Pagi Terulang Kembali karya Lasja F. Susatyo ini, peneliti menyimpulkan bahwa tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali ini merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter antara lain, tanggung jawab, peduli sosial, kerja keras, dan jujur melalui sikap, perilaku dan dialog yang disampaikan oleh pemainnya.
5.2.
Saran 1.
Akademis Peneliti ingin menyampaikan bahwa sebagai salah satu bidang kajian
ilmu komunikasi, semiotika yang digunakan untuk menganalisis makna tanda dalam gambar, film, iklan, video game atau media apapun yang memproduksi tanda kenyataannya masih membutuhkan ruang-ruang atau forum diskusi secara akademik khususnya di Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dengan belum banyaknya referensi yang dapat dijadikan acuan dalam melakukan penelitian serupa. Hal tersebut dimaksudkan agar penelitian yang menggunakan semiotika dapat berkembang terus di Indonesia.
91
2.
Praktis Berdasarkan keseluruhan dari hasil analisis penelitian ini, peneliti
ingin menyampaikan beberapa hal berupa saran yang diharapkan dapat menjadi rekomendasi positif bagi masyarakat. Sebagai salah satu bentuk media massa, film merupakan sarana yang efektif dalam menyampaikan pesan salah satunya dalam bidang pendidikan.
Film
merupakan
media
audio
visual
yang
dapat
mempengaruhi khalayak yang menontonnya. Banyak jenis-jenis film yang ada di Indonesia, namun sedikit yang mengandung makna edukasi. Begitu miris jika melihat film-film yang berkualitas justru sepi peminat. Peneliti berharap masyarakat lebih jeli dalam memilih film yang berkualitas. Selain itu peneliti juga berharap para sineas film, dapat lebih mengedepankan pesan moral, edukatif dan inspiratif untuk disampaikan dalam sebuah film, karena mengingat pengaruh sebuah film bagi khalayak yang menontonnya. Khalayak dapat meniru adegan, gaya hidup atau apapun yang ditampilkan dalam sebuah film. Hal inilah yang harus menjadi bahan pertimbangan jika menginginkan karakter penerus bangsa yang bermoral dan berkarakter baik.
DAFTAR PUSTAKA Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala. 2004. Komunikasi Massa Sebuah Pengantar. Bandung: Simbiosa Rektama Media Bungin, Burhan. 2008. Sosisologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Danesi, Marcel. 2010. Pesan, Tanda dan Makna : Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra Effendy, Onong Uchjana. 2005. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Remaja Eriyanto, 2005. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara Hall, Stuart. 1997. Representation : Cultural Representation and Signifing Practices. California : Sage Publications Ltd Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Martono, Lydia Harlina & Satya Joewena. 2008. Menangkal Narkoba dan Kekerasan. Jakarta : Balai Pustaka Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Morissan dan Andy Cory. 2009. Teori Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia Muchlas, dan Hariyanto. 2013. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Mulyana, Deddy. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: PT.Bumi Aksara Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan Karakter : Pengintegrasian 18 Nilai Bentuk Karakter dalam Mata Pelajaran. Yogyakarta : Familia Grup Relasi Inti Media Noviani, Ratna. 2002. Jalan Tengah Memahami Iklan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Rosdakarya Nurudin. 2004. Komunikasi Massa. Malang : Cespur
ix
________2011.Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Pendidikan. Jakarta : Kencana Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta : Homerian Pustaka Ritonga, M. Jamiluddin. 2004. Riset Kehumasan. Jakarta : Grasindo Sitorus, Eka. 2002. The Art of Acting. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya Sugiarto. 2000. Metode Statistika untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta ________2010. Memahami Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Vardiansyah, Dani. 2005. Filsafat Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Indeks Vera, Nawiroh. 2014. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor : Ghalia Indonesia Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. 2011. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis Bagi Penelitian Dan Skripsi Komunikasi. Jakarta : Mitra Wacana Media Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter : Konsepsi dan Aplikasinya Dalam Lembaga. Jakarta: Kencana
Jurnal Ghufron,
Anik.
Integrasi
Nilai-nilai
Karakter
Bangsa
pada
Kegiatan
Pembelajaran dalam Cakrawala Pendidikan. (Yogyakarta, UNY, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY) Yoyon Mudjiono. Kajian Semiotika dalam Film. (Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol.1. April 2011, IAIN Ampel Surabaya) Ratna, Maharani Patria. 2014. Gerakan Tangan Sebagai Isyarat Dalam Masyarakat Jepang dan Masyrakat Indonesia. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro : Jurnal Zumi Vol.3 No.1
x
Sumber Lain http://entrepreneur.bisnis.com/read/20130724/267/152946/slamet-rahardjoindonesia-miskin-film-berkualitas diakses pada 8 April 2015 pukul 23:02 http://filmindonesia.or.id/movie diakses pada 1 juni 2015 pukul 11.53 WIB http://beranijujur.net/ diakses pada tanggal 29 Juni 2015 pukul 23:48 WIB
xi
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Wawancara by email dengan Lasja F. Susatyo (Sutradara Film SPTK) pada tanggal 3 Juni 2015 Pukul 13.05 WIB
Wawancara by email dengan Drs. Suparlan pada tanggal 21 Juni 2015 Pukul 11.16 WIB
http://entrepreneur.bisnis.com/read/20130724/267/152946/slamet-rahardjo-indonesia-miskinfilm-berkualitas
http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-s026-14-499072_sebelum-pagi-terulangkembali#.VZ8RW1-qqko
http://beranijujur.net/id
Lampiran Surat Tugas Dosen Pembimbing Skripsi
Buku Bimbingan Skripsi
Surat Tugas Dosen Pembimbing Skripsi
Kartu Sit-in Sidang
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Curriculum Vitae Data Pribadi 1. Nama 2. Tempat dan Tanggal Lahir 3. Jenis Kelamin 4. Agama 5. Status Pernikahan 6. Alamat
: : : : : :
7. Nomor Telepon / HP 8. e-mail
: :
Inge Yulistia Dewi Jakarta, 22 Juli 1994 Perempuan Islam Belum Menikah Kp. Rancasema Pasir RT.04 RW.01 Kel/Desa : Kadu Agung Timur Kec. Cibadak, Kab. Lebak 087772690836
[email protected]
Pendidikan Formal :
Periode (Tahun)
Sekolah / Institusi / Universitas
Jurusan
1999 – 2005
SDN Muara Ciujung Barat 02 Rangkasbitung
-
2005 – 2008
SMPN 1 Rangkasbitung
-
2008 – 2011
SMAN 1 Rangkasbitung
IPA
2011 - 2015
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Ilmu Komunikasi
Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas S1
Pengalaman Organisasi : Periode
Organisasi
Posisi
2011 – Sekarang
Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia (IMIKI)
Pengurus PPT Untirta
2011 – 2015 2011 -2012 2012 2013 2014 2014 -Sekarang
Untirta Movement Community Untirta Tv Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Badan Eksekutif Mahasiswa FISIP Kesemat Mangrove Volunteer Serang
Anggota MCR Departemen Kaderisasi Sekretaris Umum Ketua BEM Volunteer