RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN BLOK (RPKPB) BLOK 3 : Biomedical Science II
Nama Modul
: Sistem saraf dan indera
Kode/SKS
:-
Prasyarat
:-
Status
: bagian dari blok 3
Deskripsi singkat : Sistem saraf merupakan sistem yang memiliki fungsi regulasi pada tubuh manusia selain sistem endokrin. Sistem saraf menerima dan memroses stimulus dari lingkungan dan dari dalam tubuh sendiri dengan sistem sensorik serta mengatur berbagai fungsi organ tubuh dengan sistem motorik baik yang disadari maupun yang otonom. Berbagai fungsi yang kompleks tersebut dilakukan oleh jaringan saraf yang terdiri dari sistem saraf pusat (otak dan medulla spinalis) dan sistem saraf perifer. Sistem indera merupakan bagian sistem sensorik yang menerima stimulus dari dalam tubuh sendiri maupun dari luar. Stimulus tersebut akan diterjemahkan menjadi impuls saraf yang akan disampaikan ke sistem saraf pusat untuk diolah dan akan menjadi dasar fungsi sistem motorik pada sistem saraf. Berbagai kelainan pada sistem saraf dan indera menghasilkan berbagai penyakit terutama kelainan neurologis dan psikiatris yang sebagian besar menyebabkan kelainan permanen dengan biaya perawatan yang besar. Untuk itu pemahaman tentang struktur dan fungsi dasar sistem saraf dan indera diperlukan dalam upaya mempelajari pencegahan dan penanggulangan berbagai penyakit. Pada modul sistem saraf dan indera yang diberikan pada minggu ke 3 dan ke 4 blok 3 ini, mahasiswa diharapkan mempelajari dasar-dasar sistem saraf dan indera sehingga dapat digunakan sebagai dasar mempelajari fungsi yang lebih kompleks dari sistem saraf beserta kelainan - kelainan yang banyak dijumpai di klinis pada blok-blok yang lebih lanjut.
Tujuan pembelajaran : Setelah mempelajari modul ini maka mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan struktur & fungsi sistem saraf dan sistem indera serta perannya dalam homeostasis.
Materi pembelajaran : 1. Prinsip umum jaringan saraf 2. Penjalaran impuls saraf 3. Regulasi fungsi visceral 4. Sistem somatosensorik, propriosepsi dan nyeri 5. Sistem somatomotorik 6. Indera kimiawi 7. Mata dan fungsi penglihatan 8. Telinga dan fungsi pendengaran 9. Sensasi vestibularis
Outcome pembelajaran : Setelah mempelajari modul ini maka mahasiswa diharapkan dapat 1. menjelaskan
prinsip umum
struktur dan fungsi jaringan saraf dalam
hubungannya dengan homeostasis 2. menjelaskan
mekanisme dasar pada sel saraf dalam menyampaikan
informasi 3. menjelaskan kontrol fungsi visceral oleh jaringan saraf 4. menjelaskan sistem somatosensorik, propriosepsi dan nyeri 5. menjelaskan sistem somatomotorik dan reflex 6. menjelaskan deteksi sensasi kimiawi 7. menjelaskan deteksi sensasi penglihatan 8. menjelaskan deteksi sensasi pendengaran 9. Menjelaskan deteksi sensasi vestibularis
Rencana kegiatan pembelajaran harian : Minggu 1 Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Jumat
07.00 –
K: Sistem
08.00
Somato
Sabtu
sensorik 08.00 –
K: Dasar
K:
Pratikum
Pratikum
K: Sistem
Seminar
09.00
Struktur
Penjalaran
A. Anat
D. Anat
Somato
mahasis-
dan
sinyal pada
Sistem
Sistem
motorik
wa
Fungsi
sel saraf
saraf tepi
saraf tepi
system saraf 09.00 –
Tutorial
10.00
Tutorial
K: Pengaturan fungsi visceral
10.00 –
Rapat
11.00
Seminar
11.00 –
Pratikum
Pratikum
Pratikum
Pratikum
12.00
A. Anat
C. Anat
B. Anat
C. Anat
12.00 –
Sistem
Sistem
Sistem
Sistem
13.00
saraf
saraf pusat
saraf tepi
saraf tepi
13.00 –
pusat
B. Faal
D. Faal
A. Faal
14.00
C. Faal
Refleks
Refleks
Refleks
Refleks 14.00 –
Pratikum
Pratikum
15.00
B. Anat
D. Anat
15.00 –
Sistem
Sistem
16.00
saraf
saraf pusat
16.00 –
pusat
17.00
Minggu 2 Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Jumat
07.00 –
K: Telinga
08.00
dan fungsi
Sabtu
Pendengaran 08.00 –
K:
Pratikum Pratikum
09.00
Stimulus
A. Anat
D. Anat
Kimiawi
Mata &
Mata &
K: Mata
Telinga
Telinga
09.00 –
Tutorial
10.00
dan fungsi penglihtan
10.00 –
Rapat
11.00
seminar
11.00 –
Pratikum
Pratikum
Pratikum Pratikum
12.00
C.Faal
B.Faal
B. Anat
C. Anat
12.00 –
Visus &
Visus &
Mata &
Mata &
13.00
sensasi
sensasi
Telinga
Telinga
13.00 –
taktil
taktil
D.Faal
A.Faal
Visus &
Visus &
sensasi
sensasi
taktil
taktil
14.00
K: Sistem
Seminar
vestibularis
mahasiswa
Tutorial
Penjabaran rencana kegiatan pembelajaran harian : 1. DISKUSI TUTORIAL Kegiatan tutorial dilakukan pada kelompok kecil berjumlah 10 orang sehingga secara keseluruhan ada 16 kelompok tutorial yang masing-masing didampingi oleh seorang tutor. Diskusi tutorial dilakukan 2 kali @ 2 jam per minggu di ruang diskusi kelompok. Tutor berfungsi sebagai fasilitator diskusi dan tidak melakukan kuliah di dalam diskusi kelompok tersebut. Setiap minggu diskusi akan membahas satu skenario. Langkah-langkah diskusi menggunakan metode seven jump sebagai berikut : Langkah pertama
: Klarifikasi istilah dan konsep
Langkah kedua
: Mendefinisikan problem
Langkah ketiga
: Menganalisa problem
Langkah ke-empat
: Membuat inventarisasi sistematik dari Berbagai penjelasan yang telah dikemukakan pada langkah ketiga
Langkah kelima
: Memformulasikan tujuan belajar
Langkah keenam
: Mencari informasi diluar kelompok diskusi
Langkah ketujuh
: Mengemukakan dan mendiskusikan informasi yang didapat
Langkah pertama hingga kelima dilakukan pada pertemuan pertama dan langkah ketujuh dilakukan pada pertemuan kedua. Skenario yang akan digunakan dalam diskusi tutorial adalah: Skenario pertama: A Farewell School Party Mrs Syarif accompanied Annie, her 5-year-old daughter, to a farewell school party. Annie danced in the party. She had a fancy costume. The party started late and there were too many speeches. Waiting for too long, Mrs. Syarif began to feel that her bladder was full. She went to the rest room and asked Annie whether she also wanted to go. Annie shook her head. There was a long queue in the rest room. When Mrs Syarief returned, she found that Annie was crying and that Annie had wet her pants. Mrs. Syarief brought Annie to the rest room in a hurry. On the way, suddenly and unconsciously she withdrew her right arm. She felt a
burning sensation and saw a red rash on the skin of her back of her right lower arm. When she turned her head, she saw a big man with a cigarette in his hand. The man apologized for touching Mrs. Syarief's arm with his cigarette. Mrs. Syarief nod and repeatedly wiped the burning skin to reduce the pain. Skenario kedua: Preparing meal Tika's mother started preparing meal for integrated health post (Posyandu) activity at 5 AM. The posyandu will start earlier than usual because the health workers also have to give vitamin A to the children. Mother asked Tika to help her get the glasses from the storage. Tika should climb to a chair to be able to reach the boxes in the closet. She knew that she must maintain her balance to do it safely. Her mother told her to pick the green box first. She got the box out from the closet but suddenly the room became dark. Tika was scared but tried to be calm. After she could stand on the floor, she tried to recognized the table behind her with her fingers. For several seconds she could not see anything, but slowly she could see some blurred images. While she was trying to find her way out from the storage she heard the phone rang. She tried to reach the phone as fast as she could because she knew that her mother was busy in the kitchen. Nobody else was around except her grandfather and he often could not hear the phone ring. Unfortunately, Tika was not fast enough to pick up the phone, but she was glad to find out that the light was turned on in the rest of the house. When she came to the kitchen, mother was carrying some baked cookies in her hand. "Smells good, mother," said Tika. Tika touched the cookies with his fingers. They were still hot, but she manages to pick off a small piece and ate it. "Hmmmm .....it is very sweet". 2. KULIAH Kuliah dilakukan di ruang kuliah yang dapat menampung 160 mahasiswa. Alat bantu yang digunakan adalah LCD projector dan OHP. Metode pembelajaran yang digunakan adalah ceramah dengan membuka kemungkinan tanya jawab seluas mungkin. Setiap kuliah akan membahas satu topik yang berkaitan dengan skenario yang dibanas pada minggu tersebut. Topik kuliah akan mencakup ilmu-ilmu Anatomi, Histologi, Fisiologi dan Biokimia yang
berkaitan dengan topik kuliah tersebut sehingga mahasiswa diharapkan dapat belajar secara lebih integratif dan menyeluruh dan tidak terkotak-kotak pada disiplin ilmu yang sebenarnya saling terkait tersebut. Diharapkan mahasiswa akan lebih mampu menggunakan hasil belajar yang lebih integratif ini dalam memahami struktur dan fungsi tubuh manusia dalam keadaan sehat maupun dalam keadaan sakit yang akan dipelajari pada blok-blok tahun berikutnya. Berikut ini akan dibahas tentang hal-hal pokok dalam setiap topik kuliah.
1.1. Komponen dan fungsi umum sistem saraf Sistem saraf merupakan sistem yang berfungsi sebagai regulator sistem lain bersama dengan sistem endokrin. Komponen sistem saraf terdiri dari sirkuit-sirkut saraf yang memiliki berbagai fungsi yang terdapat pada sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat yang terdiri dari otak dan medulla spinalis merupakan bagian dari sistem saraf yang melakukan analisis dan integrasi informasi sensorik dan motorik. Sistem saraf perifer yang terdiri dari ganglia dan saraf tepi dapat dibagi menjadi sistem saraf sensorik yang akan mengirim sinyal aferen dari reseptor di perifer ke sistem saraf pusat dan sistem saraf motorik yang akan mengirim sinyal motorik dari sistem saraf pusat ke sel efektor di perifer. Pada sistem saraf tepi badan sel terletak pada ganglia (kumpulan badan sel neuron pada sistem saraf tepi) atau pada neuron di sistem saraf pusat. Akson yang berada pada saraf perifer terkumpul menjadi kumpulan
berkas dalam
fasciculus
saraf
yang
akan
bergabung
membentuk suatu saraf perifer. Pada sistem saraf pusat terdapat daerah yang kaya dengan badan sel neuron yang disebut sustansia grisea karena berwarna abu-abu pada jaringan segar dan daerah yang kaya dengan serabut saraf yang diselubungi myelin yang berwarna putih sehingga daerah tersebut disebut substansia alba. Nukleus merupakan istilah untuk menyebut kumpulan badan sel neuron di sistem saraf pusat yang tersebar di berbagai tempat. Korteks juga merupakan kumpulan badan sel neuron namun lebih berbentuk sebagai lapisan pada permukaan cerebrum dan cerebellum. Kumpulan akson pada sistem saraf pusat disebut traktus, pedunculus atau lemniscus.
Sistem saraf sensorik berfungsi mendeteksi keadaan dari lingkungan luar maupun dari dalam tubuh sendiri dengan reseptor sensorik pada permukaan tubuh (eksteroseptor) dan di dalam tubuh (interoseptor) untuk dilaporkan ke sistem saraf pusat melalui serabut saraf sensorik. Sistem saraf motorik dapat dibagi menjadi sistem saraf somatomotorik
dan
sistem
saraf
visceromotorik.
Sistem
saraf
somatomotorik berisi serabut saraf motorik yang akan menginervasi otot skelet sedangkan sistem saraf visceromotorik yang terdiri dari ganglia otonom dan serabut saraf simpatis, parasimpatis dan enterik akan menginervasi organ visceral. Diantara kedua sistem tersebut ada sistem asosiasi yang menghubungkan sistem sensorik dan motorik. Sistem asosiasi ini merupakan sistem yang kompleks dan masih belum banyak dipahami. Sensasi
mencakup
kemampuan
transduksi,
menterjemahkan dan memahami informasi yang ditimbulkan oleh suatu stimuli dari lingkungan eksternal dan internal. Indera dasar sensasi somatik, penglihatan, pendengran, sensasi vestibular dan sensasi kimiawi sangat berbeda satu sama lain namun sistem saraf dapat
menerima
dan
mengolah
rangsangan
tersebut
dengan
menggunakan beberapa mekanisme dasar yang sama. Informasi dari lingkungan diterima oleh suatu sel khusus yaitu sel reseptor yang
akan
mengubah
menyampaikannya
ke
stimulus
otak.
Sinyal
menjadi tersebut
sinyal akan
saraf
dan
sampai
pada
neuron pada otak yang mampu untuk menterjemahkan sinyal saraf
tersebut dan membuat kita dapat memahami stimulus yang datang, intensitasnya dan dari mana datangnya. Semua reseptor sensorik beradaptasi
pada
stimulasi
konstan
dengan
secara
bertahap
menurunkan responnya dan juga menurunkan impuls yang dikirim ke sistem saraf pusat. Adaptasi dapat berlangsung cepat atau lambat. Evaluasi klinik pada pasien seringkali memerlukan proses penilaian terhadap fungsi sistem sensorik untuk mengetahui lokasi dan bentuk kelainan
yang
terjadi
pada
pasien
dengan
kelainan
neurologis.
Pengetahuan tentang bagaimana proses transduksi sensasi, kemana sinyal yang terbentuk akan diteruskan dan bagaimana sinyal tersebut diproses untuk dapat menimbulkan respon perilaku individu akan berguna untuk memahami dan menangani berbagai penyakit. Sistem somatomotorik mengontrol kontraksi otot skelet di seluruh tubuh. Sistem ini terorganisasi secara hirarkis dari sirkuit spinal yang mengontrol refleks hingga pusat yang lebih tinggi pada batang otak dan korteks motorik di hemispherium cerebri, walaupun ketiga komponen tersebut dapat juga berdiri sendiri mengontrol gerakan. Ketiganya juga memiliki fungsi yang berbeda namun saling terkait. Medulla spinalis dan batang otak merupakan pusat gerakan refleks gerakan locomotor dan posisi tubuh. Sedangkan korteks motorik memulai dan mengontrol gerakan sadar yang lebih kompleks. Ganglia basalis dan korteks motorik prefrontal ditengarai juga memiliki peran dalam perencanaan gerakan dan koordinasi gerakan berbagai bagian tubuh. Cerebellum berperan pada koordinasi gerakan dengan mengintegrasikan output motorik dengan feedback sensorik. Jalur kortikospinalis dan kortikobulbar adalah jalur utama, yang menghubungkan korteks cerebri dalam mengintrol neuron motorik yang menginervasi otot skelet di seluruh tubuh. Sistem saraf yang mengatur sistem visceral dilakukan sistem saraf otonom yang badan sel neuronnya ada di ganglia simpatis dan parasimpatis dan menginervasi otot polos, otot jantung dan kelenjar. Sistem motorik visceral ini diregulasi oleh adanya sistem umpan balik melalui ganglia dorsalis medulla spinalis dan ganglia sensorik nervus cranialis yang membuat adanya koneksi refleks lokal pada medulla spinalis dan batang otak. Sirkuit lokal tadi juga dipengaruhi oleh sinyal
dari hypothalamus dan tegmentum yang merupakan daerah utama regulasi homeostasis. Pengontrolan organ visceral seperti jantung, kandung kemih dan organ reproduksi oleh sistem saraf otonom ini merupakan hal penting dalam deteksi dan pengobatan berbagai penyakit yang melibatkan organ visceral tersebut. Sel pada sistem saraf. Sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi tersusun dari beberapa macam sel yang dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu sel saraf (neuron) dan sel penyokong (neuroglia). Sel saraf merupakan sel yang berfungsi untuk pengiriman sinyal listrik pada jarakyang cukup panjang. Sel penyokong tidak dapat mengirimkan sinyal listrik. Pada sistem saraf pusat sel penyokong terutama terdiri dari sel glia. Sel saraf berjumlah sangat besar sekitar 1 milyar (100 billion) dan sel glia berjumlah beberapa kali lebih banyak. Sel-sel pada sistem saraf juga memiliki variasi yang besar secara morfologi, identitas molekular dan aktivitas fisiologis. Perbedaan tersebut justru membuat koneksi antar sel saraf melalui sinapsis membentuk sirkuit merupakan cara pemrosesan persepsi sensorik yang menghasilkan aksi kompleks sebagai perilaku individu. Neuron Neuron pada dasarnya sama dengan sel-sel yang lain memiliki badan sel dengan nukleus, retikulum endoplasma, ribosom, badan Golgi, mitokondria, sitoskeleton dan organella lain yang penting bagi fungsi sel. Ciri utama neuron adanya struktur yang khas, kemampuan membran selnya dalam meneruskan sinyal elektrik dan adanya kemampuan untuk melakukan komunikasi interselular yang khusus melalui sinapsis. Bentuk khas neuron adalah adanya prosesus yang bercabang-cabang dari badan sel yang disebut neurit. Neurit dapat dibagi menjadi 2 yaitu dendrit dan akson. Satu neuron dapat memiliki lebih dari satu dendrit namun satu neuron hanya memiliki satu akson saja. Biasanya dendrit dan badan sel akan menerima sinyal dari neuron lain yang membentuk sinapsis dengan neuron tersebut. Daerah pangkal akson (axon hillock) menggabungkan
dan mengintegrasikan sinyal yang didapat pada dendrit dan badan sel tersebut dan memutuskan apakah sinyal akan diteruskan ke ujung akson atau tidak. Sebagian besar akson bercabang pada ujungnya. Namun ada juga yang memiliki percabanagn dekat dengan daerah pangkalnya. Berdasarkan bentuknya neuron dapat dibagi sebagai berikut: neuron
multipolar,
neuron
bipolar,
neuron
unipolar
dan
neuron
pseudounipolar. Neuron juga dapat dinamai berdasarkan neurotransmitter yang diproduksinya seperto neuron GABAergik yang memproduksi neurotransmitter
GABA,
neuron
cholinergik
yang
memproduksi
neurotransmitter acetylcholin. Selain itu ada juga yang menyebut neuron berdasarkan fungsinya seperti neuron inhibitorik yang akan menginhibisi neuron postsinaptik atau neuron eksitatorik yang akan menginhibisi neuron postsinaptika. Bila neuron dicat dengan pengecatan Nissl maka akan kita lihat adanya cat berwarna biru pada badan sel neuron dan dendrit namun tidak ditemukan pada akson. Komponen sel yang tercat biru (substansia chromatophilica) adalah ribosoma bebas dan ribosoma yang terikat pada reticulum endoplasma. Dengan tidak adanya ribosoma pada akson maka seluruh protein yang ada pada akson harus diproduksi di badan sel dan dikirimkan ke akson dengan mekanisme transport aksonal anterograde. Organela seperti mitokondria dan vesikel berisi neurotransmitter atau enzim pembentuk neurotransmiter dapat dikirimkan dengan transport aksonal cepat (100 - 400 mm per hari) sedangkan beberapa protein struktural seperti actin, tubulin dan subunit neurofilamen akan dikirimkan dengan transport aksonal lambat (0.25 - 3 mm per hari). Selain itu substansi yang ada pada ujung akson juga dikirimkan ke badan sel dengan sistem transport retrograde yang berlangsung dengan kecepatan kira-kira separuh kecepatan transpor anterograde cepat. Transpor melalui mikrotubulus dengan protein motor dynein dan kinesin berperan penting pada transpor aksonal sehingga beberapa penyakit dan obat yang menghambat polimerisasi dan depolimerisasi mikrotubulus atau kelainan yang menghambat ekspresi normal protein motor akan menyebabkan gangguan transpor aksonal. Selain itu gangguan dalam penyediaan energi juga akan mengganggu proses tersebut karena transport aksonal
juga memerlukan energi dalam jumlah besar. Neuroglia Badan sel neuron dan akson dikelilingi oleh sel glia yang jumlahnya 10 hingga 50 kali neuron. Walaupun namanya berasal dari kata bahasa Yunani yang berarti perekat namun glia tidaklah benar-benar melekatkan neuron. Secara umum glia berfungsi sebagai pemberi bentuk pada sistem saraf dan memisahkan atau mengelompokkan neuron berdasarkan fungsinya. Sel glia terhubung satu sama lain dengan gap junction namun tidak terhubung dengan neuron secara langsung. Neuroglia tidak berfungsi dalam meneruskan sinyal listrik dan membentuk interaksi sinapsis. Namun demikian neuroglia berperan dalam menjaga kemampuan neuron menghasilkan sinyal antara lain dengan cara mendaur-ulang neurotransmitter yang dikeluarkan oleh neuron pada celah sinapsis. Ada 3 macam neuroglia yaitu astrosit, oligodendrosit dan mikroglia. Astrosit memiliki banyak prosesus sehingga dinamakan demikian berdasarkan
bentuknya
yang
seperti
bintang.
Prosesus
astrosit
mengelilingi pembuluh darah di susunan saraf pusat dan diperkirakan memiliki fungsi untuk mempertahankan blood brain barrier. Astrosit diperkirakan memiliki fungsi sebagai pemberi sinyal yang akan membuat sel endotel membentuk zonula occludens yang kuat dengan sel endotel tetangganya. Disamping itu adanya potensial aksi yang terjadi pada serabut saraf yang menandakan bahwa neuron pada daerah tersebut sedang aktif juga akan menyebabkan peningkatan aliran darah ke daerah tersebut. Hal ini diperkirakan memerlukan bantuan astrosit sebagai produsen molekul mediator antara neuron dan pembuluh darah. Prosesus astrosit juga ditemukan berada di dekat nodus Ranvier. Diperkirakan prosesus astrosit tersebut berguna dalam mengambil ion K+ dari ruang ekstraselular yang meningkat ketika terjadi repolarisasi sehingga tidak mengganggu potensial membran pada neuron di sekitarnya. Bila kelebihan K+ ekstraselular terjadi maka hal ini dapat mengganggu keseimbangan ionik yang membentuk potensial membran yang pada akhirnya mengacaukan penjalaran impuls saraf. Astrosit diperkirakan memiliki kanal ion K+ yang akan membuat K+ masuk kedalam
sitoplasmanya. Astrosit yang memisahkan kelompok-kelompok neuron juga membuat neurotransmitter yang dilepaskan dan perubahan kadar ion ekstraselular selama terjadinya potensial aksi tidak mengganggu fungsi kelompok neuron lain. Oligodendrosit merupakan sel glia yang mampu menyelubungi akson pada sistem saraf pusat. Pada saraf tepi fungsi ini dijalankan oleh sel Schwann. Oligodendrosit dapat menyelubungi akson berkali-kali dan sitoplasmanya
menipis
sehingga
membentuk
lingkaran-lingkaran
membran sel Oligodendrosit yang biasa disebut sebagai selubung myelin. Oligodendrosit tidak selalu membentuk selubung myelin. Sel ini juga dapat menyelubungi beberapa akson sekaligus. Satu akson akan diselubungi oleh banyak Oligodendrosit (atau sel Schwann pada sistem saraf tepi). Antara satu Oligodendrosit dan Oligodendrosit berikutnya ada celah yang dinamakan nodus Ranvier. Pada nodus Ranvier akson tidak diselubungi oleh sel glia. Mikroglia merupakan sel pada jaringan saraf yang tidak berasal dari ectoderm namun berasal dari mesoderm. Sel ini merupakan sel yang dalam keadaan aktif mampu berfungsi sebagai fagosit pada susunan saraf pusat. Glia radialis membentuk prosesus yang panjang mendahului pembentukan neuron pada masa perkembangan. Neuron yang lahir dari pembelahan sel akan memanjat prosesus glia radiaslis tersebut untuk sampai pada tempat neuron tersebut seharusnya berada dan kemudian membentuk sinapsis dengan neuron yang tepat. Kegagalan dalam proses tersebut akan menimbulkan berbagai kelainan neurologis dan psikiatris. Sel ependimal adalah sel epithelial yang membentuk dinding ventrikei otak dan kanalis sentralis medulla spinalis. Sel tersebut berbentuk kuboid atau kolumner dan memiliki cilia. Sel ini juga membatasi pleksus choroideus dan kemungkinan memiliki peran dalam pembentukan LCS. Sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi Subdivisi sistem saraf pusat. Sistem saraf pusat secara tradisional dikenal memiliki 7 bagian
yaitu medulla spinalis, medulla oblongata, pons, midbrain, cerebellum, diencephalon dan hemispherium cerebri. Medulla oblongata, pons dan midbrain secara bersama disebut juga batang otak. Diencephalon dan hemispherium cerebri disebut juga otak depan (forebrain). Medulla spinalis terbagi menjadi segmen-segmen yaitu cervical, thoracal, lumbar, sacral dan coccygeal. Saraf spinalis merupakan serabut saraf yang keluar dari segmen-segmen medulla spinalis tersebut. Ada 31 pasang segmen medulla spinalis yaitu 8 segmen cervical (C1-C8); 12 segmen thoracal (T1-T12); 5 segmen lumbar (L1-L5), 5 segmen sacral (S1-S5) dan satu segmen coccygeal. Pada medulla spinalis terdapat substansia grisea yang membentuk struktur seperti kupu pada daerah sentralnya dan substansia alba pada daerah luarnya. Struktur substansia grisea membentuk tanduk depan (cornu ventralis), belakang (cornu dorsalis) dan samping (cornu lateralis). Cornu ventralis merupakan daerah yang memiliki badan sel neuron motorik yang akan menginervasi otot skelet. Neuron pada cornu dorsalis menerima informasi sensorik yang masuk melalui ganglia dorsalis medulla spinalis sedangkan cornu lateralis yang ada terutama pada segmen thoracal merupakan daerah badan sel serabut saraf preganglionik yang akan membentuk sinapsis dengan neuron pada ganglia simpatis. Di tengah substansia grisea terdapat canalis centralis yang berisi liquor cerebrospinalis (LCS) dan berhubungan dengan ventrikel otak. Canalis ini dibatasi dengan sel epithelial yang disebut sel ependymal. Bagian luar hemispherium cerebri merupakan daerah yang tidak halus namun bergelombang membentuk tonjolan-tonjolan yang disebut gyri (bila satu disebut gyrus) dan lembah yang disebut sebagai sulci (bila satu disebut sulcus). Sulcus yang sangat dalam sering disebut sebagai fisura, Hemispherium cerebri juga terbagi menjadi lobus-lobus yaitu lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis dan lobus occipitalis. Lobus frontalis dan lobus parietalis dipisahkan dengan sulcus centralis. Korteks motorik terletak pada gyrus precentralis pada lobus frontalis. Lobus temporalis dipisahkan dari lobus frontalis dengan fisura lateralis. Bagian superior dari lobus temporalis ini mengandung korteks auditorius. Tersembunyi di balik lobus frontalis dan temporalis pada fisura lateralis
terdapat insula yang hanya akan telihat bila kedua lobus dipisahkan satu sama lain. Pada insula terletak korteks yang berfungsi dalam fungsi visceral dan otonom. Lobus parietalis terletak di bagian posterior sulcus centralis dan superior dari fisura lateralis. Gyrus postcentralis dari lobus parietalis ini merupakan pusat sensasi somatik sehingga disebut kortek somatosensorik. Batas dari lobus parietalis dan lobus occipitalis tidak terlalu jelas. Lobus occipitalis merupakan daerah yang berfungsi sebagai korteks visual. Selain berfungsi menerima rangsang sensorik, korteks pada tiap lobus juga memiliki fungsi kognitif. Lobus frontalis berfungsi sebagai perencana respon terhadap stimulus, lobus parietal berfungsi dalam attending stimulus, lobus parietal berfungsi dalam pengenalan stimulus dan lobus occipital berfungsi dalam penglihatan. Bagian luar otak dilihat dari sisi ventral akan memperlihatkan traktus olfaktorius yang berasal dari pelebaran struktur yang disebut bulbus olfaktorius. Neuron pada bulbus olfaktorius menerima input dari neuron olfaktorius pada epitel olfaktorius di cavitas nasalis. Pada daerah ventromedial lobus temporalis terdapat gyrus parahippocampal yang menutupi hippocampus, struktur pada otak yang berfungsi penting dalam terbentuknya memori. Medial dari gyrus parahypocampal terdapat uncus yang antara lain mengandung korteks pyriformis yang akan menerima input olfaktorius dari bulbus olfaktorius. Pada daerah tengah terdapat chiasma opticus, tempat n. opticus kanan dan kiri saling menyilang garis tengah dan di posteriornya terdapat hypothalamus, pangkal dari hipofisis dan corpus mamilarius. Permukaan ventral dari batang otak dan cerebellum juga dapat terlihat. Bila otak dibelah pada garis tengah maka struktur lain yang akan terlihat corpus callosum yang merupakan kumpulan akson yang mengubungkan kedua sisi hemispherium cerebri. Sulcus parietooccipitalis yang membatasi lobus parietalis dan lobus occipitalis juga akan terlihat. Sulcus calcarina membatasi permukaan medial lobus occipitalis dan tegak
lurus
terhadap
sulcus
parietooccipitalis.
Sulcus
calcarina
merupakan penanda tempat korteks visual berada. Sulcus cingulatus merupakan sulcus yang memisahkan lobus parietal dan lobus frontalis pada daerah medial otak. Gyrus cingulatus merupakan gyrus yang ada di
posterior sulcus cingulatus dan merupakan daerah yang disebut lobus limbic yang sering disebut juga lobus kelima dari hemispherium cerebri. Struktur limbik yang terdiri dari lobus limbik dan struktur subkorticalnya merupakan daerah yang berperan penting dalam pengaturan fungsi visceral dan ekspresi emosional. Sisi midsagital otak juga akan memperlihatkan bagian dari diencephalons,
batang
otak
dan
cerebellum
secara
lebih
jelas.
Diencephalon akan terlihat sebagai 2 bagian yaitu bagian besar thalamus yang merupakan daerah relai informasi ke korteks cerebri dari daerah lain pada otak dan hypothalamus yang merupakan daerah sempit namun penting dalam pengontrolan homeostasis dan fungsi reproduksi. Pada batang otak, tectum (atap; bagian dorsal dari midbrain) yang terdiri dari coliculus superior dan coliculus inferior, tegmentum (penutup; bagian ventral dari midbrain) dan bagian pons dan medulla juga akan terlihat. Cerebellum yang fungsi utamanya adalah koordinasi motorik, regulasi bosisi tubuh dan keseimbangan juga akan terlihat jelas terutama lapisan korteksnya yang mengandung subtansia grisea terlihat berkelok-kelok membentuk folia. Saraf kranialis Pada batang otak terdapat tempat keluarnya cabang-cabang saraf kranialis, Ada 12 saraf kranialis yaitu: I.
N.OIfactorius Serabut saraf sensorik yang merupakan akson dari sel olfactorius yang akan mengirimkan sinyal dari stimulus bau ke bulbus olfactorius
II.
N. Opticus Serabut saraf sensorik yang merupakan akson dari sel ganglion pada retina yang akan mengirimkan sinyal dari stimulus cahaya ke berbagai neuron di otak seperti nukleus geniculatus lateralis dan coliculus superior.
III.
N. Oculomotorius Serabut saraf motorik yang badan selnya ada pada nukleus oculomotor di midbrain dan menginervasi otot mata
Serabut saraf otonom yang badan selnya ada di nukleus Edinger Westphal di batang otak dan membuat sinapasis dengan neuron yang badan selnya ada di ganglion ciliary dan menginervasi otot konstriktor pupil IV.
Throchlearis Serabut saraf motorik yang badan selnya ada pada nukleus throchlearis di midbrain dan menginervasi otot mata
V.
N. Trigeminus Serabut sensorik yang badan selnya ada di ganglion n V dan mengirimkan sinyal somatosensorik termasuk nyeri ke nucleus spinalis n. V di batang otak Serabut motorik yang badan selnya ada di nukleus motorik n V di pons dan menginervasi otot-otot pada kepala
VI.
N. Abducens Serabut saraf motorik yang badan selnya ada pada nukleus abducens di midbrain dan menginervasi otot mata
VII.
N. Facialis Serabut saraf sensorik yang badan selnya ada di nukleus solitarius di batang otak dan menerima stimulus dari sel gustus pada bagian anterior lidah dan rongga mulut Serabut saraf motorik yang badan selnya ada pada nukleus motorik n. VII dan nukleus salivatorius di pons dan menginervasi otot-otot pada kepala
VIII.
N. Vestibulocochlearis Serabut saraf sensorik yang badan selnya ada di ganglion spiralis yang mengirimkan sinyal dari stimulus bunyi ke nukleus cochlearis pada batang otak Serabut saraf sensorik yang badan selnya ada ganglion vestibularis yang mengirimkan sinyal dari stimulus perubahan posisi kepala ke nucleus vestibularis pada batang otak
IX.
N. Glossopharyngeus Serabut saraf sensorik yang badan selnya ada di nukleus solitarius dan nukleus ambiguus di batang otak dan menerima stimulus dari sel gustus pada bagian posterior lidah dan rongga
mulut serta sensasi dari pharynx Serabut sensorik dari baroreceptor di carotid yang badan selnya ada di nukleus ambiguus di batang otak. X.
N. Vagus Serabut saraf sensorik yang badan selnya ada di ganglion n. vagus pada berbagai organ visceral Serabut saraf motorik yang badan selnya ada di nucleus motorik n. X yang menginervasi otot yang berfungsi untuk memproduksi suara dan menelan.
XI.
N. Accesorius Serabut saraf motorik yang badan selnya ada di nucleus ambiguus dan pada medulla spinalis (columna intermediolateralis) yang menginervasi otot bahu dan leher
XII.
N. Hypoglossus Serabut saraf motorik yang badan selnya ada pada nucleus n XII di batang otak yang menginervasi otot lidah
Sistem ventrikel otak Pada otak juga terdapat ruangan yang disebut ventrikel-ventrikel otak. Ruangan tersebut berisi cairan (liquor cerebrospinalis; LCS) yang terletak di bagian dalam otak depan dan batang otak dan berhubungan dengan canalis centralis pada medulla spinalis. Adanya sistem ventrikel memperlihatkan bahwa otak terbentuk pada masa embryonal dari tuba neuralis dan venrikel otak merupakan lumen tuba neuralis yang berkembang bentuknya. Ventrikel terbesar adalah ventrikel lateralis yang terdapat pada kedua sisi hemispherium cerebri (kiri dan kanan). Ventrikel lateralis dibatasi oleh ganglia basalis pada sisi ventralnya, corpus callosum pada sisi dorsalnya dan septum pada sisi medialnya. Ventrikel ketiga merupakan ruangan sempit pada daerah garis tengah diantara thalamus kiri dan kanan yang berhubungan dengan kedua ventrikel lateralis. Ventrikel ketiga ke arah caudal menjadi aqueductus cerebri yang ada pada midbrain yang kemudian berujung pelebaran ruangan pada pons dan medulla yang dinamakan ventrikel keempat. Ventrikel keempat ke arah caudal menyempit menjadi canalis centralis medulla spinalis. LCS
pada system ventrikel diproduksi oleh pleksus choroideus yang terdapat pada ventrikel lateralis, ventrikel ketiga dan ventrikel keempat. LCS mengalir ke ruang subarachnoid (lihat meninges) melalui lubang pada ventrikel keempat. Pada ruang subarachnoid LCS diabsorbsi oleh vilii arachnoid dan kembali ke sirkulasi darah. Meninges Otak dan medulla spinalis diselubungi oleh selaput otak (meninges) yang terdiri dari 3 bagian. Bagian paling luar dinamakan duramater dan merupakan jaringan ikat dengan serabut kolagen yang banyak. Di tengah terdapat arachnoid mater yang kaya dengan pembuluh darah. Sedangkan pada lapisan terdalam yang melekat pada permukaan jaringan saraf terdapat piamater yang tipis. Suplai darah ke otak dan medulla spinalis Otak dan medulla spinalis'divaskularisasi oleh pembuluh darah cabang dari aorta dorsalis yaitu arteria vertebralis yang berasal dari arteria subcalvia dan arteria carotid interna yang merupakan percabangan dari arteria carotis comunis. Arteria vertebralis bersama dengan sepuluh arteria medullaris yang merupakan cabang segmental dari aorta memvaskularisasi medulla spinalis. Otak menerima darah dari dua sumber yaitu arteria carotid interna dan arteria vertebralis. Arteria carotid interna bercabang membntuk 2 cabang utama pada otak yaitu arteria cerebralis anterior dan medial. Arteria vertebral kanan dan kiri bersatu pada daerah dekat pons dan membentuk arteria basilaris pada garis tengah. Arteria basilaris bersatu dengan cabang arteria carotid membentuk circle of Willis. Arteria cerebral posterior berawal dari daerah tersebut disamping dua arteria comunicans anterior dan posterior. Sirkulasi anterior dari kedua cabang utama aretria carotid interna membentuk sirkulasi anterior yang memvaskularisasi otak bagian depan, Sirkulasi posterior yang memvaskularisasi korteks bagian posterior, midbrain dan batang otak berasal dari arteria cerebral posterior, arteria basilaris dan arteria vertebralis.
Blood bran barrier Pembuluh darah pada jaringan saraf memiliki keistimewaan karena tidak dapat dilalui oleh moiekul-molekul yang ada pada lumen pembuluh darah. Dinding-dinding kapilernya dibentuk oleh sel endotel yang terhubung dengan zonula occludens (tight junction). Karena itu hanya molekul yang larut dalam lemak yang mampu menembus membran sel endotel dan memasuki jaringan saraf. Namun demikian beberapa molekul penting seperti glukosa memiliki transporter khusus pada membran sel endotel. Sistem saraf tepi Sistem saraf tepi terdiri dari ganglia dan serabut saraf tepi. Ganglia merupakan kumpulan badan sel neuron pada sistem saraf tepi. Ganglion sensorik merupakan ganglion yang berisi neuron sensorik yang memiliki akhiran saraf berupa reseptor di perifer dan mengirimkan impuls aferen ke sistem saraf pusat. Dorsal root ganglion (DRG) merupakan ganglion pada serabut aferennya akan masuk ke medulla spinalis. Nervus cranialis juga memiliki ganglion. Ganglion motorik merupakan kumpulan badan sel neuron di sistem saraf tepi yang berisi neuron motorik yang ada pada sistem saraf otonom. Ganglion ini terutama berada di organ atau berdekatan dengan organ yang dipersarafi. Serabut saraf tepi merupakan kumpulan akson neuron yang badan selnya ada di ganglia sensorik, ganglia otonom maupun pada neuron motorik di medulla spinalis. Kumpulan serabut saraf tersebut membentuk berkas yang disebut fasciculus. Setiap saraf tepi yang berdiameter besar terdiri dari beberapa fasciculi. Satu fasciculus dibungkus oleh jaringan ikat yang dinamakan perineurium. Perineurium disusun oleh beberapa lapis sel-sel pipih yang dinamakan sel perineurial. Pada setiap lapisan sel-sel perineurial membentuk membran tipis yang tidak mudah ditembus oleh cairan ekstraselular karena adanya zonula occludens yang kuat antar sel perineurial. Diantara lapisan-lapisan sel perineurial tersebut terdapat serabut kolagen dan serabut elastis. Di luar fasciculus terdapat jaringan ikat epineurium yang terdiri dari serabut kolagen
yang
berdiameter
besar
dengan
fibrobalstus
yang
memproduksinya. Pembuluh darah juga ditemukan pada epineurium. Adanya serabut kolagen yang kuat pada epineurium dan lapisan sel-sel perineurial yang rapat pada perineurium merupakan suatu sawar (barrier) antara serabut saraf didalam fasciculus dengan jaringan di sekitarnya. Di dalam fasciculus, serabut saraf yang diselubungi oleh sel Schwann dikelilingi oleh serabut kolagen dengan diameter yang lebih kecil daripada diameter serabut kolagen pada epineurium. Jaringan ikat di dalam fasciculus dinamakan endoneurium. Di dalam fasciculus juga ditemukan pembuluh darah yang juga dibatasi oleh sel endothelial yang memiliki hubungan zonulla occludens yang kuat dengan sel endothelial lain sehingga merupakan suatu sawar darah dengan jaringan saraf seperti yang terdapat pada otak (blood brain barrier). Degenerasi dan Regenerasi neuron Pandangan klasik menyatakan bahwa neuron merupakan sel yang tidak lagi dapat membelah. Namun penemuan baru menyebutkan bahwa pada sistem saraf individu dewasa pun terdapat sel stem yaitu sel yang memiliki kemampuan membelah dan berdiferensiasi menjadi sel neuron. Bila terjadi kerusakan pada akson, hilangnya hubungan antara akson dengan sel glia akan menyebabkan degenerasi akson dan myelin pada daerah distal dari trauma. Namun pada daerah proksimal tempat trauma terjadi juga perubahan yang bahkan dapat juga melibatkan neuron presinaptika. Sel glia dan sel Schwann memerankan peran penting dalam proses regenerasi neuron. Proliferasi sel glia pada daerah trauma akan menyebabkan timbulnya jaringan parut pada daerah tersebut sehingga akan menghambat timbulnya regenerasi neuron. Pada sistem saraf tepi sel Schwann justru akan mengeluarkan zat yang akan merangsang pertumbuhan akson. Adanya tabung endoneurial yang disusun oleh membrana basalis sel Schwann akan menyebabkan akson dapat memanjang melalui tabung tadi dengan kecepatan beberapa milimeter per hari. Sebagai tambahan adanya kerusakan akson juga akan menyebabkan adanya percabangan pada akson di dekatnya untuk membentuk sinapsis baru dengan sel efektor. Bila suatu akson dapat membentuk hubungan sinapsis baru dengan sel efektor maka neuron
tersrbut akan dapat bertahan hidup karena sel efektor juga memberikan sinyal faktor pertumbuhan yang diperlukan oleh neuron.
1.2. Penjalaran sinyal pada sel saraf Neuron pada sistem saraf mampu meneruskan impuls saraf sepanjang aksonnya dan membentuk hubungan dengan neuron lain atau sel efektor dengan suatu hubungan yang dinamakan sinapsis. Hubungan beberapa neuron tersebut membentuk sirkuit saraf. Impuls saraf merupakan perubahan potensial membran yang dapat dijalarkan sepanjang membran akson sehingga menghasilkan perubahan komposisi ionik
pada
daerah
terminal
akson.
Perubahan
tersebut
akan
menyebabkan pengeluaran molekul sinyal ke ruang ekstraselular yang akan diterima oleh reseptor spesifik pada membran sel target berupa neuron lain atau sel efektor. Potensial membran dan potensial aksi Suatu sel memiliki membran plasma yang membatasi sitoplasma dengan cairan ekstraselular. Pada kedua kompartemen tersebut terdapat ion-ion positif dan negatif. Perbedaan potensial antara sitoplasma dan cairan ekstraselular disebut potensial membran. Pada cairan ektraselular terdapat ion Na+ dan CI- yang lebih banyak dibandingkan dengan konsentrasinya pada sitoplasma. Sedangkan ion K+ terdapat lebih banyak pada sitoplasma daripada konsentrasinya di ruang ekstraselular. Pada sitoplasma terdapat lebih banyak ion negatif daripada di ruang ekstraselular sedangkan di ruang ekstraselular terdapat lebih banyak ion positif. Potensial membran dihitung dengan rumus Vmembran = V
intraselular
— V
ekstraselular.
V
ekstraselular
dalam
perjanjian
dianggap seJalu 0. Karena itu potensial membran pada keadaan istirahat akan selalu negatif. Potensial membran istirahat umumnya berkisar antara -60 hingga -70 mV. Pada membran sel neuron terdapat kanal-kanal ion yang dapat menyalurkan ion ke dalam sitoplasma atau keluar ke ruang ekstraselular. Kanal-kanal ion tersebut ada yang selalu terbuka namun banyak pula yang terbuka hanya bila ada suatu stimulus. Pada membran plasma
neuron terdapat banyak kanal ion yang akah terbuka bila ada perubahan potensial membran menjadi lebih positif daripada potensial membran istirahat. Salah satu kanal ion tersebut adalah kanal ion Na+ yang bila terbuka akan memasukkan ion Na+ ke dalam sitoplasma sesuai dengan gradien
konsentrasinya
(Na+
lebih
banyak
terdapat
pada
ruang
ekstraselular daripada di sitoplasma). Bila ada impuls saraf maka kanal ion Na tersebut akan membuka dan ion Na+ masuk ke dalam sitoplasma. Akibatnya konsentrasi ion positif pada daerah tersebut akan bertambah sehingga potensial membran menjadi lebih positif. Keadaan ini disebut sebagai depolarisasi. Pada keadaan ini maka kanal Na+ yang tergantung pada potensial membran disebelahnya juga akan membuka sehingga membran disebelahnya juga akan mengalami depolarisasi. Demikian seterusnya sehingga perubahan potensial membran ini akan diteruskan sepanjang akson hingga ke ujung akson. Hal inilah yang disebut sebagai penjaran impuls saraf. Bagaimana potensial membran kembali ke potensial memban istirahat? Ketika terjadi depolarisasi maka kanal ion K+ juga akan membuka namun waktunya lebih lambat bila dibandingkan dengan kanal ion Na+. Ketika kanal ion K+ terbuka maka ion K+ akan keluar ke ruang ekstraselular (ingat gradien konsentrasi). Ketika ion K
+
keluar maka konsentrasi ion positif di dalam sitoplasma akan kembali seperti pada keadaan istirahat. Keadaan ini disebut sebagai repolarisasi. Mengapa impuls saraf memiliki arah hanya ke ujung akson dan tidak kembali ke badan sel neuron? Kanal ion Na+ yang disebut diatas memiliki bagian sitoplasmik yang akan menutupi lubang kanal dari dalam sitoplasma ketika telah terjadi depolarisasi membran. Sehingga walaupun kanal ion ini masih terbuka namun ion Na+ tidak akan mampu lagi masuk ke dalam sitoplasma. Pada keadaan tersebut kanal ion Na+ ini tidak akan dapat dibuka oleh adanya depolarisasi pada membran di dekatnya sehingga dengan demikian kanal ion Na+ yang akan terbuka hanya kanal ion Na+ yang ada di arah ujung akson dan bukan kanal ion Na+ yang ada di arah badan sel neuron. Setelah terjadi repolarisasi karena keluarnya ion K+ maka potensial membran kebali ke keadaan istirahat. Namun demikian konsentrasi ion pada sitoplasma dan cairan ekstraselular masih belum
kembali kekeadaan semula. Untuk itu diperlukan suatu molekul transmembran yang akan menukar ion Na+ di dalam sitoplasma dengan ion K+ di dalam cairan ektraselular sehingga konsentrasi ion dapat kembali kekeadaan istirahat. Molekul transmembran tersebut adalah Na+/K+ATP-ase yang akan memompa 3 ion Na+ keluar dan 2 ion K+ masuk ke dalam sitoplasma. Akibatnya maka konsentrasi ion Na+ akan tetap lebih tinggi di ruang ekstraselular dan konsentrasi ion K+ akan lebih tinggi di dalam sitoplasma serta potensial membran dalam keadaan istirahat akan selalu negatif. Impuls saraf pada akson yang diselubungi myelin dapat berlangsung lebih cepat karena myelin berfungsi sebagai insulator. Pada membran akson yang diselubungi myelin tidak terjadi pertukaran ion. Pertukaran ion hanya terjadi pada pada nodus Ranvier saja sehingga impuls saraf seperti meloncat dari nodus Ranvier ke nodus Ranvier berikutnya. Transmisi sinapsis Sebenarnya ada dua macam sinapsis yaitu sinapsis listrik dan sinapsis kimiawi. Sinapsis listrik dibentuk oleh adanya gap junction pada membran neuron presinaptika dan neuron pascasinaptika sehingga sitoplasma kedua neuron tersebut berhubungan satu sama lain. Molekulmolekul kecil dapat melewati porus yang dibentuk oleh gap junction tersebut. Bila terjadi depolarisasi neuron presinaptika maka ion Na+ yang meingkat
jumlahnya
pada neuron presinaptika
dapat masuk
ke
sitoplasma neuron pascasinaptika melalui porus gap junction sehingga mengakibatkan
depolarisasi
pada
neuron
pascasinaptika
secara
langsung. Sinapsis kimiawi merupakan hubungan antara neuron pre dan pascasinaptika yang tidak langsung. Keduanya dipisahkan oleh celah sempit selebar 200 jam yang disebut celah sinaptika. Pada celah inilah terjadi pengeluaran neurotransmitter oleh neuron presinaptika yang akan diterima oleh reseptor spesifik yang terdapat pada membran plasma neuron pascasinaptika. Ketika potensial aksi sampai pada ujung akson maka perubahan potensial membran tersebut akan membuat vesikel
sekretorik pergi mendekati membran sinaptika dan kanal ion Ca2+ terbuka. Ion Ca yang meningkat kadarnya dalam sitoplasma akan merangsang fusi memban vesikel sekretorik berisi neurotransmitter dan pengeluaran neurotransmitter ke celah sinaptika. Sinapsis pada satu neuron dapat berjumlah 1 - 100.000 yang berasal dari neuron - neuron di daerah yang berbeda-beda. Efek yang dihasilkan oleh masing-masing sinapsis dapat berbeda-beda, inhibitorik atau eksitatorik, tergantung dari neurotrnasmiter yang dikeluarkan masing-masing pada celah sinapsis dan reseptor pada membran postsinaptika. Neurotransmiter Ada banyak neurotransmitter yang diproduksi oleh neuron, namun secara kimiawi dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu peptida dan neurotransmitter molekul kecil. Neurotransmiter molekul kecil dapat dibagi menjadi amine (misalnya dopamine, serotonin) dan asam amino (misalnya glutamat). Neurotransmitter peptida diproduksi pada badan se! neuron dan dikemas dalam vesikel sekretorik dan diangkut ke ujung akson dengan sistem transpor intraselular. Neurotransmiter molekul kecil biasanya diproduksi pada ujung akson dengan bantuan enzim yang juga ditranspor dari badan sel. Setelah dikeluarkan ke celah sinaptika dan berikatan dengan reseptornya neurotransmitter harus segera dihilangkan dari celah sinaptika supaya neuron pascasinaptika dapat segera merespon sinyal selanjutnya. Mekanisme menghilangkan neurotransmitter dari celah sinapsis
bervariasi
pada
setiap
macam
neurotransmitter
namun
mekanisme tersebut dapat dikategorikan sebagai pengambilan kembali ke dalam sitoplasma ujung akson atau ke sel glia di sekitarnya, degradasi dengan enzim spesifik atau kombinasi dari kedua proses tersebut.
Neurotransmiter
Prekursor
Sintesis
Pengambilan
Acetylcholin
Choline acetyl
Choline Acetyl
Acetylcholine
CoA
Transferase (CAT)
Esterase (ACE)
Glutamine
Glutaminase
Transporter
Glutamat
di akson & glia Catecholamin
Tyrosine
(epinefrin,
Tyrosine
Transporter
hydroxylase
Monoamine
norepinefrin
oxidase (MAO)
dopamine)
catechol Omethyltransfera se (COMT)
Reseptor neurotransmitter menentukan efek neurotransmitter pada sel pascasinaptika. Setelah dikeluarkan ke celah sinapsis maka neurotransmitter akan berikatan dengan reseptor spesifik pada membran pasca sinapsis. Ikatan antara reseptor dan neurotransmitter akan memicu terjadinya reaksi neuron pasca sinapsis. Neurotransmitter yang ada pada celah sinapsis kemudian akan diinaktifkan dengan beberapa mekanisme dengan bantuan enzim atau diambil ke dalam sitoplasma neuron atau glia dengan melalui molekul transpoter pada membrannya. Dengan demikian maka efek neurotransmitter pada neuron pasca sinpasis hanya terjadi dalam waktu yang terbatas. Reseptor
yang
berikatan
dengan
neurotransmitter
akan
menentukan kanal ion yang mana yang akan terbuka atau tertutup sebagai efek neurotransmitter yang dikeluarkan di celah sinapsis. Dengan demikian suatu neurotransmitter dapat saja menghasilkan efek yang berbeda,
inhibitorik
atau
eksitatorik,
bila
neuron
pascasinaptika
mengekspresikan reseptor yang berbeda dan ikatan antara reseptor dan neurotransmitter menghasilkan terbukanya kanal ion yang berbeda pula. Reseptor neurotransmitter dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu, ionotropik dan metabotropik. Reseptor ionotropik merupakan reseptor yang sekaligus berfungsi sebagai kanal ion. Ikatan antara reseptor dan
neurotransmitter akan membuka (atau menutup) kanal ion. Reseptor metabotropik tidak berfungsi sebagai kanal ion namun ikatan antara neurotransmitter dan reseptornya tersebut akan dapat mempengaruhi terbuka atau tertutupnya kanal ion melalui transduksi sinyal dalam sitoplasma. Beberapa reseptor neurotransmiter akan berikatan dengan protein G heterotrimerik pada sisi sitoplasmiknya setelah reseptor tersebut berikatan dengan neurotransiter pada sisi ekstraselularnya. Ikatan protein G dengan reseptor akan mengaktofkan protein G dan menyebabkan
terjadinya
pengaktifan
enzim
efektor
yang
akan
mengkatalisis reaksi pengaktifan second messenger yang kemudian akan menyebabkan terbukanya (atau tertutupnya) kanal ion. Terbukanya (atau tertutupnya) kanal ion akan mempengaruhi potensial membran neuron pasca sinapsis. Bila kanal ion Na+ terbuka maka akan terjadi depolarisasi yang bila melewati nilai ambang akan diteruskan hingga ke ujung akson neuron pasca sinapsis tersebut. Dalam hal ini terjadi efek eksitatorik pada neuron pasca sinatik tersebut. Sebaliknya bila efek neurotransmitter adalah menyebabkan tertutupnya kanal Na+ atau terbukanya kanal CI" maka neuron pascasinaptika akan sulit mencapai ambang untuk dapat terjadi potensial aksi. Dengan demikian neurotransmitter yang diterima oleh reseptor neuron ini memberikan efek inhibitorik pada neuron pascasinaptika tersebut. Terjadinya potensial aksi pada neuron pascasinaptika akan ditentukan oleh penjumlahan sinyal eksitatorik dan inhibitorik yang diterima oleh neuron pada badan sel dan dendrit yang diintegrasikan pada pangkal akson. Bila penjumlahan sinyal tadi mencapai nilai ambang depolarisasi maka akan terjadi potensial aksi yang dijalarkan hingga ke ujung akson. Sinapsis memiliki plastisitas yang berarti bahwa hubungan sinapsis akan dapat mengalami perubahan sesuai dengan aktifitasnya. Potensial aksi pada neuron pascasinaptika dapat memfasilitasi terjadinya pelepasan neurotransmitter yang dapat berlangsung selama beberapa ratus milidetik atau penghambatan pelepasan neurotransmiter selama beberapa detik. Selain perubahan singkat tersebut pada neuron postsinaptika juga dapat terjadi perubahan yang dapat berlangsung dalam beberapa jam atau hari. Perubahan yang terjadi dapat berupa
peningkatan datau pengurangan jumlah ekspresi reseptor pada membran postsinaptika akibat adanya proses transduksi sinyal yang akan menghasilkan
efek
sensitisasi
atau
desensitisasi
sesuai
dengan
jalurtransduksi sinyal yang teraktifkan pada neuron pasca sinaptika tersebut. Setelah neurotransmitter yang berikatan dengan reseptornya membuat protein pembentuk reseptor diekspresikan atau dihambat ekspresinya pada membran. Desensitisasi juga dapat terjadi bila terjadinya transduksi sinyal akan mengaktifkan enzim yang akan memodifikasi status fosforilasi reseptor sehingga membuat reseptor tersebut
tidak
sensitif
lagi
terhadap
adanya
ikatan
dengan
neurotransmitter. Dalam hal ini ikatan reseptor dengan protein G heterotrimerik neurotransmitter
akan pada
dihalangi sehingga
walaupun tidak
ada
akan
ikatan
menimbulkan
dengan reaksi
terbukanya kanal ion.
1.3. Pengaturan fungsi visceral Sistem saraf otonom dinamakan demikian karena tidak dapat dikendalikan oleh kesadaran. Namun demikian walaupun pada saraf tepi sistem
saraf
otonom
mudah
dibedakan
dengan
sistem
saraf
somatomotorik pada sistem saraf pusat keduanya merupakan sistem yang terintegrasi. Sistem saraf ini merupakan sistem motorik yang mengontrol fungsi visceral yaitu otot polos, otot jantung dan kelenjarkelenjar. Sistem ini dapat dibedakan menjadi sistem simpatis; parasimptis dan enteric. Mekanoreseptor spesifik juga ada pada jantung dan pembuluh darah utama untuk memberi informasi tentang tekanan darah. Hal ini akan dibicarakan lebih lanjut pada modul Kardiovaskuler. Serabut aferent saraf otonom memasuki CMS melalui dorsal root bersama dengan serabut aferen saraf somatic dari kulit dan muskuloskeletal. Pada sistem somatosensorik, akson neuron motorik berjalan dari sistem saraf pusat hingga ke sel efektor. Pada sistem saraf otonom neuron pada CMS harus merelai pada neuron pada ganglion otonom sebelum pesan sampai ke sel target. Pada sistem simpatis ganglia terletak dekat dengan medulla
spinalis sedangkan pada sistem
parasimpatis ganglia terletak dekat dengan sel target. Pada ganglia
simpatis terdapat efek divergen karena 1 neuron preganglionik dapat membentuk sinapsis dengan 20 neuron pada ganglion yang akan menginervasi daerah yang berbeda-beda. Dengan demikian terdapat efek penyebaran yang lebih luas pada stimulasi saraf simpatis. Efek saraf parasimptis lebih berfungsi pada fungsi rutin organ sedangkan saraf parasimptis berfungsi pada efek yang lebilh urgen misalnya pada reaksi fight or flight. Perbedaan kedua sistem pada organ terletak pada perbedaan neurotransmitter yang dikeluarkan. Neuron parasimpatis mengeluarkan
acetylcholin
sedangkan
parasimpatis
mengeluarkan
noradrenalin. Namun neuron preganglionik menggunakan acetylcholin untuk mengeksitasi neuron pada ganglion. Sistem saraf simpatis juga berperan pada fungsi sehari-hari organ. Efek simpatis juga dipengaruhi oleh reseptor yang berbeda, alpha atau beta. Efek simpatis antara lain adalah untuk meyakinkan bahwa organ penting mendapat cukup pasokan darah. Hal ini dilakukan dengan menginervasi otot polos pad.a pembuluh darah. Peningkatan impuls akan meningkatkan kontraksi otot polos sehingga terjadi vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah. Pada jantung impuls simpatis juga akan menyebabkan takikardi. Pada reaksi flight or fight akan terjadi Neuron preganglionik saraf simpatis terdapat pada cornu lateralis T1 s/d T12 medulla spinalis sedangkan neuron preganglionik saraf parasimpatis terletak pada nukleus saraf cranial di batang otak dan cornu lateralis segmen sacral medulla spinalis. Perbedaan efek pada sel target pada stimulasi simpatis dan parasimpatis tergantung pada reseptor yang berbeda pada masingmasing sel target terhadap neurotransmitter epinephrine dan acetylcholin. Reseptor
Jaringan
Respon
adrenergik α1
Otot polos usus Kelenjar
relaksasi
ludah Jaringan lemak
sekresi
Kelenjar keringat Ginjal
glikogenolisis, glukoneogenesis
sekresi absorbsi Na+ α2
Jaringan lemak pankreas
Penghambatan lipolisis
Otot polos vasa
penghambatan sekresi insulin kontraksi
β
1
β2
Jaringan lemak ginjal
lipolisis sekresi rennin
hepar Otot skelet Otot
glikogenolisis,
polos Pankreas
glukoneogenesis glikogenolisis, pelepasan laktat relaksasi sekresi insulin
Jaringan
Reseptor
Respon
cholinergik Nikotinik Muscarinic (M1)
sebagian besar
respon postsinaptika
target parasimpatis
cepat
otot polos & kelenjar
kontraksi & sekresi
usus Muskarinik (M2)
otot polos kardiovaskuler
kontraksi
Muskarinik (M3)
otot polos dan kelenjar
Kontraksi sekresi
pada berbagai organ
Sistem Enterik Aktivitas
usus
dipengaruhi
oleh
saraf
simpatis
maupun
parasimpatis. Namun demikian pada pada dinding usus ditemukan banyak sel-sel ganglion yang sebelumnya disebut sebagian neuron postganglionik saraf parasimpatis. Neuron-neuron tersebtit ternyata tidak menggunakan acetycholin maupun noradrenalin sebagai neurotransmitter namun menggunakan molekul sinyal lain seperti nitric oxide. Neuron pada dinding usus tersebut membentuk pleksus dan bekerja mandiri diluar
system saraf simpatis dan parasimpatis. Pleksus pada dinding usus adalah pleksus myenteric (Auerbach) yang menginervasi otot polos pada usus dan berperan pada gerak peristaltic usus dan pleksus submucosa (Meissner) yang berperan pada sekresi kelenjar. Pengaturan fungsi visceral oleh sistem saraf pusat Sistem motorik organ visceral diregulasi oleh adanya umpan balik sensorik ke dorsal root dan saraf kranial sensorik yang membuat koneksi reflek lokal pada medulla spinalis atau batang otak yang kemudian membuat proyeksi ke nukleus solitarius di batang otak dan ke hypothalamus dan tegmentum sebagai pusat pengatur homeostasis. Hipothalamus merupakan struktur kunci dalam regulasi fungsi visceral
dan
homeostasis
secara
umum,
system
motorik
yang
menginervasi organ visceral tetap akan bekerja secara mandiri bila ada kelainan yang mempengaruhi fungsi kontrol dari pusat. Dalam keadaan hypothalamus tidak bekerja maka beberapa neuron di batang otak akan berperan menjadi regulator beberapa fungsi penting seperti refleks cardial, refleks pengontrol kandung kemih, refleks repirasi dan refleks muntah. Serabut aferen dari organ visceral akan diterima oleh neuron di nukleus traktus solitarius di batang otak yang akan mengirimkan sinyal ke
1.4. Sistem somatosensorik, propriosepsi dan nyeri Sistem somatosensorik membuat manusia memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi bentuk dan tekstur suatu obyek, untuk memonitor kekuatan internal dan eksternal yang menekan tubuh dan mendeteksi adanya kemungkinan yahg membahayakan. Pemrosesan tersebut
memerlukan reseptor pada kulit dan subkutan. Reseptor pada kulit dan subkutan dapat dibagi menjadi reseptor berkapsul dan reseptor akhiran saraf bebas. Reseptor berkapsul mentejemahkan stimulus mekanik menjadi impuls saraf sedangkan akhiran saraf bebas akan meneruskan rangsang nyeri dan suhu ke otak. Ada beberapa reseptor berkapsul pada kulit dan subkutan, yaitu: i.
Corpusculum Merkel Terdapat pada epidermis di seluruh permukaan kulit. Mendeteksi sentuhan statis.
ii.
Corpusculum Meissner Terdapat pada papilla dermis terutama pada kulit tidak berambut. Mendeteksi sentuhan dinamis
iii.
Corpusculum Rufini Terdapat pada dermis di seluruh permukaan kulit. Medeteksi regangan kulit.
iv.
Corpusculum Pacini Terdapat pada subkutan, membrana interossea dan viscera. Medeteksi tekanan dan vibrasi Reseptor-reseptor tersebut berupa akhiran saraf yang badan
selnya terdapat pada ganglion sensorik. Stimulus pada akhiran saraf tersebut akan disampaikan ke ganglion kemudian menuju medulla spinalis atau nukleus saraf cranial pada batang otak. Pada medulla spinalis sebagian besar serabut saraf dari ganglion sensorik akan naik melalui traktus dorsalis pada medula spinalis dan membentuk sinapsis dengan neuron pada nukleus gracilis dan nukleus cuneatus di batang otak. Neuron pada kedua nukleus ini akan menyilang garis tengah dan pergi membentuk sinapsis dengan neuron pada thalamus. Neuron pada thalamus inilah yang akan menyampaikan informasi ke korteks cerebri. Neuron pada ganglion nervus cranialis V yang menginervasi kulit wajah akan mengirimkan sinyal ke nucleus prinsipalis nervus V dan kemudian menyilang garis tengah untuk pergi ke thalamus kontralateral dan kemudian disampaikan ke korteks cerebri. Dengan demikian ada 3 neuron yang menyampaikan stimulus sensorik hingga sampai ke korteks
serebri. Neuron yang memiliki reseptor pada akhiran sarafnya di perifer dan badan selnya ada pada ganglion sensorik disebut neuron ordo pertama. Neuron pada nukleus gracilis dan cuneatus serta pada nukleus principalis n V disebut neuron ordo kedua dan neuron pada thalamus yang mengirimkan impuls ke korteks serebri disebut neuron ordo ketiga. Luas korteks cerebri yang menerima impuls sebanding dengan densitas reseptor pada perifer. Karena itu representasi reseptor pada kulit tangan dan wajah memiliki area terluas pada korteks cerebri sesuai dengan jumlah reseptor yang banyak dibandingkan dengan bagian tubuh yang lain. Propriosepsi Propriosepsi adalah sistem yang menyediakan informasi dari dalam tubuh sendiri khususnya dari sistem muskuloskeletal. Tujuannya adalah untuk menyediakan informasi tentang posisi ekstremitas dan bagian tubuh lain. Informasi ini dideteksi oleh muscle spindle, organ Golgi pada tendon dan reseptor pada persendian. Informasi tentang posisi kepala disediakan oleh organ vestibularis yang akan dibicarakan di bawah. Muscle spindle terdapat pada hampir semua otot skelet. Terdiri dari 4-8 otot intrafusal yang dibungkus dengan kapsula. Muscle spindle mendeteksi adanya perubahan panjang otot. Kepadatan muscle spindle bervariasi. Otot besar dengan gerakan kasar hanya memiliki sedikit muscle spindle sedangkan otot kecil yang berfungsi untuk gerakan penting seperti otot ekstraokular memiliki jumlah muscle spindle yang lebih banyak. Muscle spindle diinervasi oleh serabut motor neuron gamma yang memiliki jalur aferen seperti reseptor kulit. Nyeri Nyeri tidaklah merupakan hasil dari stimulus berlebihan pada reseptor mekanis pada sistem somatosensorik di atas. Nyeri diterima dan dikirimkan ke susunan saraf pusat oleh suatu reseptor pada serabut saraf yang spesifik. Reseptornya ada pada akhiran saraf bebas yang tidak berkapsul. Secara umum serabut saraf yang mengirimkan rasa sakit ini
memiliki
kemampuan
menghantarkan
impuls
yang
lebih
lambat
dibandingkan serabut saraf lain. Neuron yang menghantarkan informasi nyeri juga dilakukan oleh 3 neuron. Neuron ordo pertamanya juga memiliki badan sel pada ganglion sensorik. Namun neuron ordo keduanya terdapat pada cornu dorsalis pada medula spinalis segmen masuknya serabut saraf dari ganglion sensorik. Serabut saraf dari neuron ordo kedua tersebut terlebih dahulu menyilang garis tengah sebelum naik menuju neuron ordo ketiga di thalamus. Dengan demikian impuls rasa sakit dikirimkan ke neuron ordo ketiga melalui traktus spinothalamicus pada daerah anterolateral medulla spinalis pada daerah kontralateral dari tempat stimulus terjadi. Nyeri visceral terjadi bila ada stimulus pada reseptor nyeri pada organ visceral. Stimulus tersebut sering dirasakan sebagai sensasi nyeri pada kulit daerah tertentu. Hal tersebut terjadi karena neuron ordo kedua yang menerima input dari neuron ordo pertama yang menginervasi organ visceral tersebut juga menerima stimulasi dari neuron ordo pertama yang menginervasi daerah kulit tertentu. Misalnya nyeri angina karena kantung tidak menerima cukup pasokan darah akan dirasakan sebagai nyeri dada atas dengan radiasi ke lengan kiri. Nyeri dimodulasi di perifer oleh adanya berbagai substansi yang dikeluarkan pada tempat terjadinya radang atau trauma dan pada saraf pusat dengan adanya opioid endogen yang beraksi pada batang otak dan medulla spinalis. Nyeri juga mengalami modulasi oleh sistem saraf pusat. Efek plasebo, hipnotis dan sugesti telah dikenal sebagai efek proses psikologis yang dapat memodulasi nyeri dan digunakan sebagai terapi analgesik. Efek tersebut ternyata merupakan hasil dari adanya stimulasi dari korteks serebri yang akan memacu terjadinya stimulasi neuron pada substansia nigra periaqueductal untuk menghambat neuron ordo kedua di medulla spinalis. Neuron pada substansia grisea periaqueductus memiliki reseptor opioid endogen. Ada 3 kelompok opioid endogen yaitu enkephalin, endorphin dan dynorphin yang ditemukan pada daerah substantia grisea periaqueductus dan juga pada daerah rostral ventral medulla serta medulla spinalis yang berperan pada modulasi nyeri. Derivat opium
seperti morfin dikenal sebagai anagetik yang kuat karena diterima oleh reseptor yang sama dengan opioid endogen sehingga menghasilkan efek modulasi nyeri. Neuron yang memiliki reseptor opioid tersebut akan menghasilkan sinyal yang akan menghambat stimulasi neuron ordo kedua pada medulla spinalis sehingga pelaporan adanya stimulus nyeri ke korteks serebri akan berkurang dan menghasilkan efek analgesik.
1.5. Sistem somatomotorik Organisasi sistem somatosensorik dilakukan berdasarkan tingkat pengontrolan oleh neuron motorik tingkat tinggi (upper motor neuron (UMN): neuron corteks cerebri; ganglia basalis dan cerebellum) dan neuron motorik tingkat rendah (lower motor neuron (LMN): kornu ventralis medulla spinalis dan neuron motorik di batang otak) yang akan dipengaruhi oleh adanya komando dari neuron yang lebih tinggi yang menerima umpan balik dari sistem sensorik. Pada medulla spinalis terdapat interneuron yang akan menjadi penghubung terjadinya refleks yang merupakan hasil dari koordinasi gerak dari satu atau kedua ekstremitas tubuh. Sistem motorik pada medulla spinalis juga akan mengontrol otot dalam kontrol posisi tubuh, berjalan dan bernafas. Korteks motorik terorganisir secara somatotopik yang berarti bahwa setiap bagian dari efektor memiliki pusat kontrol yang berbeda pada korteks cerebri. Ganglia basalis dan cerebellum merupakan daerah yang penting pada proses pengontrolan gerakan. Pengontrolan gerakan dilakukan tidak dengan mengontrol LMN dan sirkuit lokal namun dengan cara mengirimkan impuls ke UMN lain. Sistem somatomotorik menerima informasi dari system sensorik tentang keadaan lingkungan, posisi dan orientasi tubuh dan ekstremitas serta tingkat kontraksi otot sehingga dapat menyesuaikan dalam melakukan gerakan selanjutnya. LMN akan mengirimkan akson yang membentuk sinapsis dengan otot skelet. Pada ujung akson terjadi pengeluaran neurotransmiter yang akan diterima oleh reseptor pada otot skelet. Efek dari ikatan neurotransmitter dan reseptornya tersebut adalah terjadinya kontraksi otot skelet. Pada medulla spinalis badan sel LMN terletak pada cornu ventralis dan terorganisir secara somatotopik. Bagian medial mengandung motor
neuron yang menginervasi otot aksial atau proximal sedangkan bangian lateral akan menginervasi otot yang lebih distal pada ekstremitas. Pada tingkat ini juga terdapat sirkuit lokal yang akan menghubungkan system sensorik degan neuron motorik pada tingkat yang sama. Walaupun sirkuit lokal pada medulla spinalis dan batang otak dapat mengontrol gerakan secara kasar, namun pengontrolan oleh UMN tetaplah penting dalam memproduksi gerakan yang terkoordinasi secara halus terutama pada otot-otot bagian distal ekstremitas, otot lidah dan otot wajah yang penting dalam berperilaku sehari-hari. Akson pada dua rangkaian jalur UMN akan mempengaruhi sirkuit lokal pada pada medulla spinalis dan batang otak untuk memproduksi gerakan. Jalur pertama berasal dari neuron di batang otak terutama pada nuklus vestibularis dan formasi reticularis yang berpengaruh pada regulasi posisi tubuh. Formasi reticularis terutama berperan penting pada kontrol feedforward posisi tubuh seperti ketika ada gerakan yang akan mengantisipasi adanya perubahan pada stabilitas tubuh. Neuron pada nukleus vestibularis yang akan diproyeksikan ke medulla spinalis berperan dalam feedback mekanisme regulasi posisi tubuh seperti memproduksi gerakan yang ditimbulkan
sebagai
respon
terhadap
sinyal
sensorik
yang
mengindikasikan adanya perubahan posisi. Jalur kedua pada UMN adalah yang berasal dari lobus frontalis dan melibatkan proyeksi dari korteks motorik dan area premotor. Korteks premotorik berperan dalam perencanaan dan pemilihan gerakan sedangkan korteks motorik berperan dalam eksekusi rencana tersebut. Selain langsung memberikan sinyal ke sirkuit lokal di medulla spinalis dan batang otak, korteks motorik juga mempengaruhi gerakan dengan memberikan sinyal secara tidak langsung melalui sinyal ke UMN di batang otak (red nucleus dan formasi reticularis) yang kemudian akan memberi pengaruh ke LMN. Refleks Setiap gerakan memerlukan kerja dari banyak otot skelet. Proses menghubungkan kontraksi berbagai otot yang independen tersebut sehingga mereka dapat bekerja menghasilkan suatu gerakan bersama
disebut kordinasi motorik. Koordinasi motorik terjadi dengan adanya sirkuit yang menghubungkan sistem somasensorik dengan sistem somatomotorik. Yang paling sederhana adalah refleks. Sirkuit saraf yang bertanggungjawab pada refleks spinal ada pada medulla spinalis sendiri. Refleks spinal juga sangat bermanfaat dalam diagnosis klinis karena dapat digunakan untuk mengetahui adanya kelainan pada medulla spinalis. Penamaan refleks sering kurang sistematik. Refleks dapat dinamakan dengan pusat refleks seperti refleks spinal atau refleks bulbar (bulbus = batang otak). Kadang suatu refleks dinamakan sesuai dengan stimulus yang menimbulkannya (seperti refleks regangan, refleks nociceptive) atau sesuai dengan efektor refleks (seperti refleks fleksor, refleks ekstensor). Nama organ yang diberi stimulus (refleks cornea, refleks tendon) juga kadang digunakan untuk menyebut suatu refleks. Refleks juga dapat dibagi mehjadi refleks monosinaptik dan refleks polisinaptika. Refleks monosinaptika adalah refleks yang diproduksi oleh sirkuit dua neuron dengan hubungan tunggal antara neuron sensorik aferen dengan neuron motorik. Contohnya adalah refleks regangan. Refleks regangan merupakan sirkuit monosinaptik dengan koneksi antara serabut sensorik dari spindle otot dan motor neuron alpha yang menginervasi otot yang yang sama atau yang sinergis. Cabang yang lain akan mengeksitasi interneuron yang akan menginhibisi neuron motorik yang menginervasi otot antagonis. Contoh yang paling dikenal adalah refleks patella. Adanya pukulan pada tendon akan menghasilkan regangan pada tendon otot ekstensor sendi lutut dan stimulus tersebut akan dideteksi oleh reseptor sensorik pada otot yang akan mengirmkan ke medulla spinalis. Pada medulla spinalis membentuk sinapsis dan mengeksitasi neuron motorik yang akan menginervasi otot yang sama (ekstensor). Neuron sensorik juga akan mengeksitasi interneuron yang akan menginhibisi neuron motorik yang menginervasi otot antagonis (fleksor). Hasilnya adalah stimulasi kontraksi otot ekstensor dan inhibisi kontraksi otot fleksor. Sebagian
besar
refleks
merupakan
refleks
polisinaptika
melibatkan satu atau lebih interneuron yang menerima input dari lebih
dari satu sumber. Contohnya adalah refleks fleksor. Refleks fleksor distimulasi oleha danya stimulus nyeri. Adanya stimulus nyeri pada kaki kanan misalnya akan dikirimkan ke medulla spinalis dan mengeksitasi interneuron pada sisi ipsilateral yang kemudian akan menginhibisi neuron motorik yang menginervasi otot ekstensor ipsilateral dan mengeksitasi neuron motorik yang menginervasi otot fleksor ipsilateral. Cabang neuron sensorik akan mengeksitasi interneuron pada sisi kontralateral yang akan mengeksitasi
neuron
motorik
yang
menginervasi
otot
ekstensor
kontralateral dan menginhibisi neuron motorik yang menginervasi otot fleksor kontralateral. Hasilnya adalah terangkatnya kaki kanan dan ekstensi sendi lutut kaki kiri untuk memberikan topangan yang kuat bagi tubuh supaya tidak jatuh karena terangkatnya kaki kanan. Adanya interneuron yang menerima input dari banyak sumber memungkinkan terjadinya modifikasi dari otak dan input aferen lain yang dapat memodifikasi ekspresi refleks. Modulasi dari supraspinalis akan membuat ekspresi refleks tidak terjadi. Sebagian besar serabut saraf yang berasal dari supraspinal akan membentuk sinapsis dengan interneuron termasuk traktus pyramidalis sehingga akan dapat mengkoordinasikan gerakan yang diinervasi oleh motor neuron pada level tersebut lebih baik dibandingkan bila langsung membentuk sinapsis dengan neuron motorik itu sendiri. Ganglia basalis Ganglia basalis merupakan istilah yang merujuk pada daerah yang luas dan berbeda secara fungsional yang terdapat pada daerah cerebrum bagian dalam. Ganglia basalis merupakan substansia grisea pada cerebrum diluar korteks cerebri. Neuron yang memiliki fungsi dalam kontrol motorik terdapat pada corpus striatum dan globus pallidus. Corpus striatum yang merupakan daerah yang terluas dan dapat dibagi menjadi caudate dan putamen. Dua daerah tambahan yaitu substansia nigra pada midbrain dan nukleus subthalamik pada thalamus juga merupakan daerah yang terkait dengan fungsi ganglia basalis sehingga juga akan diikutkan dalam pembahasan. Daerah-daerah tersebut akan membentuk sirkuit subcortikal yang akan menghubungkan korteks motorik dengan neuron
UMN di batang otak. Neuron pada sirkuit ini akan memberikan sinyal sebagai antisipasi suatu gerakan dan efeknya pada UMN akan diperlukan dalam inisiasi gerakan volunter. Kontribusi basal ganglia pada kontrol motorik terlihat dari adanya defisit yang merupakan hasil dari kerusakan pada komponennya Jika ada kerusakan pada ganglia basalis maka pasien tersebut tidak dapat mengkoordinasi mulainya gerakan baru dan selesainya gerakan sebelumnya. Sirkuit dasar pada ganglia basalis adalah serabut saraf dari korteks motorik akan mengeksitasi neuron di corpus striatum yang kemudian megirim sinyal inhibisi ke globus pallidus dan substansia nigra pars reticulata. Neuron dari kedua daerah tersebut akan mengimkan sinyal inhibisi ke thalamus yang justru akan mengirim sinyal eksitasi ke korteks motorik. Neuron eferen dari ganglia basalis mempengaruhi UMN pada korteks dengan membuat gerbang informasi yang menyeleksi impuls melalui relai dari thalamus.
Dalam keadaan tidak ada gerakan maka maka neuron pada striatum tidak emndapat input dari korteks. Dalam keadaan ini neuron globus pallidus memproduksi sinyal inhibitorik yang akan menghambat penerusan sinyal dari neuron eksitatorik pleh neuron pada ventral lateral dan anterior (VA/VL) thalamus. Bil'a ada gerakan tubuh maka neuron korteks motorik akan memberikan sinyal juga ke neuron pada striatum. Jika neuron pada striatum tereksitasi maka akan timbul inhibisi terhadap neuron di globus pallidus sehingga tidak akan menginhibisi neuron VAA/L thalamus (disinhibisi). Dengan demikian neuron di thalamus tersebut dapat meneruskan sinyal dari neuron eksitatorik sehingga terjadi eksitasi neuron pada korteks motorik yang kemudian dapat memproduksi sinyal
ke LMN sehingga akan terjadi gerakan. Disfungsi ganglia basalis akan menyebabkan hilangnya inhibisi normal pada keadaan tidak ada gerakan volunter. Hal tersebut menimbulkan eksitabilitas berlebihan pada UMN sehingga terjadi gerakan involunter yang dapat diamati sebagai gejala kelainan pada ganglia basalis seperti pasien yang menderita penyakit Hutington dan Parkinson. Cerebellum Cerebellum terdiri dari korteks dan medulla. Pada korteks terdapat 3 lapisan yaitu stratum moleculare yang berisi neuron stelatus dan neuron basket disamping sinaosis yang dibentuk oleh dendrit sel Purkinje dengan serabut dari climbing fibers dan serabut paralel dari sel granular. Dibawahnya terdapat stratum sel Purkinje yang berisi satu lapis badan sel Purkinje. Di bawah lapisan tersebut terdapat lapisan tebal sel granular yang meurpakan neuron berukuran kecil. Selain neuron pada lapisan granular semua neuron yang badan selnya ada di korteks cerebellum merupakan neuron yang bersifat inhibitorik. Pada medulla cerebellum terdapat substansia alba yang berisi serabut saraf dan pada pangkal cerebellum terdapat kumpulan badan sel neuron yang disebut deep cerebellar nuclei yang merupakan sumber output dari cerebellum. Deep cerebellar nuclei menerima inout dari sel Purkinje. Cerebellum menerima input dari daerah korteks cerebri yang merencanakan dan menginisiasi gerakan yang kompleks. Cerebellum juga menerima inervasi dari sistem sensorik yang memonitor gerakan. Adanya pengaturan tersebut menjadikan cerebellum menjadi pusat koordinasi motorik dengan adanya informasi dari gerakan yang sedang dilakukan dan yang akan dilakukan sehingga akan mengurangi terjadinya kesalahan dalam memproduksi gerakan selanjutnya. Proses belajar motorik terjadi karena adanya climbing fibers yang datang dari nukleus olivarius inferior yang membuat kontak dengan dendrit sel Purkinje di korteks cerebellum. Informasi dari climbing fibers memodulasi keefektivan input sekunder ke sel Purkinje yang datang dari serabut paralel sel granular. Sel granular menerima input tentang gerakan yang akan dilakukan melalui mossy fibers dari berbagai sumber termasuk
dari jalur cortico-ponto-cerebelar. Output dari cerebellum berasal dari sel Purkinje dengan relai informasi ke deep cerebellar nuklei dan diteruskan ke berbagai upper motor neuron yaitu red nukleus, nukleus vestibularis, colliculus superior, formasi reticularis dan korteks motorik via relai di thalamus.
1.6. Deteksi stimulus kimiawi Stimulus kimiawi dideteksi oleh suatu reseptor khusus. Disini akan dibicarakan sistem olfaktorius dan sistem gustus. Pembauan dideteksi oleh sel-sel olfaktorius yang merupakan bagian dari epitel olfaktorius pada daerah atap rongga hidung. Sel olfaktorius merupakan modifikasi neuron yang memiliki reseptor spesifik terhadap molekul odoran tertentu. Ikatan antara reseptor dengan ligannya akan menyebabkan protein G heterotrimerik di sitoplasma menempel pada sisi sitoplasmik reseptor dan teraktifkan. Protein G yang aktif akan menyebabkan aktifnya enzim efektor adenylate siklase yang akan mengkatalisis perubahan ATP menjadi cAMP yang berfungsi sebagai second messenger untuk membuka kanal kation. Masuknya kation ke dalam sitoplasma sel olfaktorius menyebabkan terjadinya depolarisasi yang akan memicu potensial aksi hingga ke ujung akson sel olfaktorius pada bulbus olfaktorius. Pengecapan diterima oleh sel gustus yang terdapat pada gemma gustatoria pada papilla lidah. Sel-sel tersebut juga memiliki mikrovilli yang kaya dengan reseptor spesifik terhadap molekul-molekul kimiawi. Setiap molekul kimiawi memiliki reseptor ynag spesifik. Asam dan asin akan dideteksi dengan reseptor, yang sekaligus berfungsi sebagai kanal ion dan menyebabkan masuknya ion Na+ ke dalam sitoplasma. Rasa pahit dan manis diterima oleh reseptor yang akan berikatan dengan protein G heterotrimerik dan akan mengaktifkan enzim efektor yang menghasilkan second messenger yang kemudian akan mempengruhi terbuka kanal ion Na dan menyebabkan depolarisasi sel gustus. Depolarisasi sel gustus akan menyebabkan pengeluaran neurotransmiter pada bagian basal sel yang kaya denga akhiran saraf. Rasa pedas tidak dideteksi oleh sel gustus melainkan oleh akhiran
saraf bebas terutama pada cabang-cabang saraf cranial nervus trigeminalis (n V). Zat yang menimbulkan rasa pedas misalnya capsaicin pada cabai akan membuka reseptor yang sekaligus berfungsi sebagai kanal ion. Kanal ion ini juga dapat dibuka dengan suhu tinggi dan juga oleh zat dengan keasaman tinggi.
1.7. Mata dan dasar fungsi penglihatan Penglihatan merupakan reseptor sensasi yang penting bagi manusia. Organ penglihatan kita adalah mata, Sebagian besar persepsi dari lingkungan kita terima dari cahaya yang masuk ke mata kita. Mata juga dapat membedakan warna. Sistem visual kita mampu beradaptasi pada perubahan ekstrem intesitas cahaya supaya kita dapat melihat dengan jelas. Selain bola mata ada struktur tambahan seperti keiopak mata, glanduia lacrimaiis dan otot-otot mata yang akan membantu menunjang fungsi bola mata dalam menerima cahaya. Dinding bola mata dibedakan menjadi 3 bagian. Bagian paling luar adalah sclera yang merupakan jaringan ikat fibrosa. Pada bagian luar bola mata sclera berlanjut menjadi kornea. Bagian tengah dinding bola mata merupakan struktur yang kaya dengan pigmen dan pembuluh darah dan secara keseluruhan dinamakan uvea. Uvea terdiri dari 3 struktur dari depan ke belakang yaitu iris, corpus ciliaris dan choroid. Bagian paling dalam dari bola mata adalah retina. Cahaya yang sampai ke mata akan masuk ke dalam bola mata melalui kornea, cairan humor aqueous melalui pupil melewati lensa dan corpus vitreus hingga sampai ke retina, bagian bola mata yang memiliki sel yang akan dapat mengubah cahaya menjadi impuls saraf. Retina terdiri dari lapisan-lapisan sel. Lapisan paling luar dibentuk oleh sel epitel pigmen yang berbatasan dengan choroid. Selanjutnya terdapat sel fotoreseptor, sel interneuron dengan sel utamanya sel bipolar dan sel ganglion yang ada di lapisan terdalam. Cahaya yang masuk akan diterima oleh reseptor yang terdapat pada sel fotoreseptor kemudian akan diubah menjadi impuls saraf yang kemudian akan mengubah banyaknya neurotransmitter yang dikeluarkan oleh sel fotoreseptor. Neurotransmiter tersebut akan diterima oleh sel bipolar dan perubahan potensial membran
akan membuat terjadinya perubahan neurotransmitter yang dikeluarkan oleh sel bipolar yang akan diterima oleh reseptor pada sel ganglion. Akson pada sel ganglion akan meneruskan impuls saraf ke otak. Pada lapisan interneuron terdapat sel amakrin dan sel horizontal yang akan memodifikasi banyaknya impuls saraf yang diterima oleh sel bipolar dan sel ganglion. Akson sel ganglion akan terkumpul sebagai n. opticus (n. II) dan mengirimkan informasi ke otak. Sel fotoreseptor ada dua macam yaitu sel konus dan sel basilus. Keduanya memiliki bada sel dan akson yang pendek pada segmen internalnya. Keduanya juga memiliki reseptor cahaya pada segmen luar yang mengandung derivat aldehyde vitamin A yaitu retinal yang berikatan dengan protein opsin yang berbeda. Pada segmen eksternal juga terdapat struktur khusus yang membedakan kedua sel fotoreseptor tersebut. Sel basilus memiliki segmen luar berbentuk batang yang memiliki diskus-diskus yang dibatasi membran pada sitoplasma segmen luar tersebut. Reseptor yang menerima sinyal cahaya merupakan protein transmembran yang ada pada membran diskus-diskus tersebut. Sel konus memiliki bentuk kerucut pada segmen luar dan tidak memiliki diskus pada sitoplasma. Reseptor cahaya terletak pada membran segmen luar yang berkelok-kelok sangat rapat. Kedua sel fotoreseptor tersebut juga memiliki reseptor yang berbeda. Sel basilus hanya memiliki satu macam protein pada reseptor yaitu rhodopsin yang akan mendeteksi cahaya akromatik alias hitam putih. Sebaliknya sel konus teridiri dari 3 macam sel yang memiliki pigmen pembentuk reseptor yang berbedabeda dan akan menerima cahaya dengan panjang gelombang tertentu saja. Hal ini menyebabkan sel konus berfungsi dalam mendeteksi warna. Sel fotoreseptor memiliki kanal-kanal ion Na+ pada membran segmen luarnya. Dalam keadaan gelap kanal ion Na+ ini akan terbuka karena terdapat banyak cGMP yang akan membuka kanal ion tersebut. Masuknya ion Na+ ke sitoplasma melalui kanal ion yang terbuka tersebut membuat sel fotoreseptor dalam keadaan depolarisasi. Depolarisasi yang terjadi akan diteruskan ke ujung akson dengan proses pengeluaran neurotransmitter ke celah sinaptia yang dibentuk antara fotoreseptor fdengan sel bipolar. Bila cahaya masuk ke mata dan mencapai retina
maka cahaya akan membuat perubahan konfigurasi molekul retinal dari 11-cis-retinal
ke
frans-retinal.
Perubahan
ini
membuat
reseptor
transmembran tersebut berikatan dengan protein G heterotrimerik pada sel fotoreseptor yang dikenal dengan nama transducin. Pengaktifan transducin
membuat
subunit
alfanya
mengaktifkan
enzim
phosphodiesterase (PDE) yang akan menghidrolisa cGMP. Akibatnya dalam keadaan terang kadar cGMP menurun sehingga kanal ion Na+ tertutup. Kurangnya pemasukan ion Na+ akan membuat sel fotoreseptor dalam keadaan hiperpolarisasi dan pengeluaran neurotransmitter pada ujung aksonnya akan berkurang. Sel bipolar memiliki reseptor yang berbeda-beda
sehingga
pengeluaran
neurotransmitter
dari
sel
fotoreseptor akan menghasilkan efek inhibitorik pada satu sel bipolar dan menghasilkan efek eksitatorik pada sel bipolar lain. Sehingga satu sel bipolar akan mengalami depolarisasi dalam keadaan gelap dan hiperpolarisasi dalam keadaan terang sedangkan pada sel bipolar lain akan berlaku sebaliknya. Dengan demikian kejelasan penglihatan juga ditentukan pada adanya kontras obyek yang dilihat. Kita tidak dapat melihat dengan jelas bila cahaya yang masuk ke mata terlalu terang dan tidak menimbulkan kontras obyek yang dilihat bukan? Untuk mendapatkan sensasi penglihatan yang paling jelas kita harus memfokuskan cahaya supaya jatuh tepat pada fovea centralis di retina. Mengapa? Apa yang disebut bintik buta? Dimana dan bagaimana metabolisme vitamin A yang akan dugunakan sebagai bagian reseptor penerima stimulus cahaya pada sel fotoreseptor?
1.8. Telinga dan dasar fungsi pendengaran Fungsi pendengaran mengubah gelombang suara menjadi pola aktivitas saraf yang dapat diinterpretasikan dalam usapaya mendeteksi keadaan lingkungan dan menjadi alat komunikasi antar manusia. Manusia mendeteksi gelombang suara dengan frekwensi 20 Hz hingga 20 kHz. Telinga dapat dibedakan menjadi tiga kompartemen yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar terdiri dari daun telinga, saluran telinga luar dan membrana tymphani. Auricula memiliki inti berupa kartilago elastis yang diselubungi dengan kulit. Binding saluran
telinga luar terbentuk dari kartilago elastis pada sepertiga bagian luarnya dan tulang pada duapertiga bagian dalamnya. Struktur telinga luar akan meningkatkan tekanan gelombang suara menjadi 30 hingga 100 kali pada frekwensi sekitar 3 kHz. Amplifikasi ini membuat manusia menjadi sensitive terhadap gelombang suara pada frekwensi tersebut. Telinga tengah membuat gelombang suara berubah menjadi getaran yang nantinya akan diteruskan ke cairan yang ada pada telinga dalam. Pada telinga tengah terjadi dua proses mekanis yang akan meningkatkan kekuatan getaran. Pertama hal ini terjadi dengan adanya penerusan getaran dari membrana tympani yang relatif lebar ke membrana pada fenestra ovale yang relatif sempit. Hal lain adalah adanya lever action dari tulang-tulang pendengaran. Karena tulang cranial dan jaringan disekitar cochlea juga dapat meneruskan getaran maka kerusakan pada telinga tengah masih dapat digantikan walaupun tidak sempurna dengan adanya getaran melalui struktur di sekeliling cochlea. Misalnya ketika ada garputala yang digetarkan dan ditempelkan ke kepala maka kita akan merasakan sensasi mendengar nada tertentu sesuai frekwensi yang dihasilkan getaran garputala tersebut bila fungsi telinga dalam masih baik. Telinga
dalam
memiliki
cochlea
yang
merupakan
tempat
perubahan getaran yang dihasilkan gelombang suara menjadi impuls saraf. Cochlea berasan dari bahasa latin yang berarti siput. Struktur ini berukuran kecil lebarnya sekitar 10 mm yang berbentuk seperi rumah siput.
Sebenarnya
cochlea
merupakan
suatu
tabung
yang
bila
dipanjangkan tidak dilingkarkan akan berukuran sekitar 35 mm. Fenestra ovale dan fenestra rotundum berada pada pangkal tabung tersebut. Ruangan di dalam cochlea dibagi menjadi 3 ruangan oleh adanya membrana vestibularis dan membrana basilaris. Ketiga ruangan tersebut adalah scala vestibuli, scala tympani dan scala media. Scala venstibuli dan scala tympani berisi cairan perilimfe yang memifiki komposisi ion seperti cairan ekstraselular pada umumnya sedangkan scala media mengandung endolimfe yang memiliki kandungan K+ lebih tinggi dari cairan ekstraselular. Endolimfe diproduksi dengan adanya sel-sel pada stria vaskularis di dinding scala media yang memiliki pompa Kyang akan
mengeluarkan K+ dari sitoplasmanya. Pada ujung cochlea terdapat celah yang menghubungkan antara scala vestibuli dan scala tympani yang disebut helicotrema. Dengan adanya struktur seperti diatas maka getaran yang sampai pada fenestra ovale akan diteruskan menjadi getaran cairan pada scala vestibuli melalui helicotrema diteruskan ke scala tympani dan menyebabkan penonjolan keluar pada fenestra rotundum. Getaran pada scala tympani akan menyebabkan getaran pada membrana basilaris dan organon Corti di atasnya. Organon Corti merupakan struktur epitel sensorik dengan sel rambut sebagai sel reseptor sensorik dan sel-sel penyokong. Daerah basal sel epitel tersebut berada pada arah membrana basilaris dan scala tympani sedangkan daerah apicalnya berada didalam cairan pada scala media. Sel rambut seperti namanya memiliki rambut-rambut yang merupakan mikrovili pada daerah apicalnya. Microvili tersebut tidak sama tinggi melainkan memiliki tinggi yang berjenjang dari yang paling tinggi hingga yang paling pendek. Rambut yang paling panjang dapat juga berupa cilia namun pada individu dewasa cilia ini kadang menghilang. Mikrovili-mikrovili tersebut terhubung satu sama lain menurut urutan tingginya dengan suatu struktur pegas pada membran yang berhubungan dengan struktur yang merupakan penutup suatu kanal ion K. Microvilli tersebut berdekatan dengan suatu membrana gelatinosa yang disebut membrana tektorial. Adanya getaran pada membrana basilaris akan menyebabkan gesekan antara mikrovilli dan membrana tektorial sehingga menyebabkan kanal ion K+ pada membran mikrovili sel rambut terbuka. Terbukanya kanal ion tersebut akan membuat ion K+ pada endolimfe masuk ke dalam sitoplasma sel rambut dan menyebabkan depolarisasi yang diikuti dengan pelepasan neurotransmitter pada daerah basal sel rambut tersebut. Neurotransmitter yang dilepaskan ke celah sinaptika akan diterima oleh reseptor pada ujung saraf yang badan selnya ada pada ganglion spiralis pada cochlea. Informasi dari cochlea akan diteruskan memalui saraf sensorik auditorik yang berjalan sebagai bagian dari n. VIII dengan badan sel pada
ganglia spiralis ke nukleus cochlearis pada batang otak. Dari nucleus cochlearis berjalan serabut saraf ke nukleus olivarius superior baik pada sisi ipsilateral maupun pada sisi kontralateral. Pada nukleus olivarius superior inilah terjadi pengintegrasian informasi dari telinga kanan dan kiri. Sebagian besar serabut saraf dari nukleus olivarius superior akan menuju neuron pada coliculus inferior pada batang otak yang kemudian akan meneruskan impuls saraf ke thalamus sebelum sampai pada korteks auditor! pada gyrus temporalis superior.
1.9. Sistem vestibularis Sistem vestibularis memberikan sensasi keseimbangan dan informasi tentang posisi tubuh yang memungkinkan terjadinya gerakan kompensatorik sebagai respon adanya gerakan tubuh sendiri maupun dorongan
dari
kekuatan
luar.
Bagian
perifer
sistem
vestibularis
merupakan bagian dari telinga dalam. Sistem vestibularis uga merupakan komponen kunci dalam terjadinya refleks posisi tubuh da gerakan mata. Jika sistem ini terganggu maka keseimbangan, kontrol gerakan mata ketika kepala sedang bergerak dan orientasi ruangan akan juga terganggu. Evaluasi kerusakan sistem vestibularis akan berguna dalam mengevauasi adanya kelainan pada batang otak yang dapat dilakukan pada pasien koma sekalipun karena sirkuit dari sistem vestibularis meliputi berbagai daerah pada batang otak. Reseptor sistem vestibular terletak pada organ otolith dan canalis semicircularis pada telinga bagian dalam dan memberikan informasi tentang gerakan dan posisi tubuh. Organ otolith memberikan informasi yang diperlukan tentang pengukuran sikap tubuh pada otot-otot somatic khususnya pada otot-otot axial ketika kepala dimiringkan pada berbagai arah atau sedang dalam gerakan linear. Informasi ini merupakan hasil dari adanya kekuatan linear pada kepala yang berkembang melalui efek static
dari
gaya
gravitasi
atau
dari
gerakan
translasi.
Kanalis
semisircularis memberikan informasi tentang gerakan totasional pada kepala. Jnforamsi tersebut menghasilkan adanya gerakan refleks yang akan mengubah mata, kepala dan badan selama aktivitas motorik. Input dari organ vestibularis diintegrasikan dengan input dari sistem sensorik
visual dan somatic untuk memperoleh persepsi posisi tubuh dan orientasi pada lingkungan. Organ otolith Ada 2 organ otolith yaitu utriculus dan sacculus. Kedua organ ini memiliki epithel sensorik yaotu macula yang terdiri dari sel rambut dan sel-sel penyokong. Di atas lapisan sel tersebut terdapat lapisan gelatinosa dan diatasnya terdapat membrana otolith yang terdiri dari kristal-kristal kalsium karbonat (otoconia). Otoconia membuat membran otolith tersebut lebih berat dari cairan yang ada disekitarnya. Ketika kepala berubah posisi secara linear maka gravitasi membuat membrana otolith bergeser secara relatif dari epithelium sensorik. Hasilnya gesekan sel rambut dengan membrana gelatinosa akan terjadi dan membuat kanal ion pada mikrovili sel rambut terbuka. Seperti pada cochlea maka cairan yang ada pada daerah sekeliling macula adalah endolimfe. Terbukanya saluran ion akan membuat ion K+ masuk kedalam sitoplasma sel rambut dan
menyebabkan
depolarisasi.
Depolarisasi
sel
rambut
akan
menyebabkan pelepasan neurotransmitter pada daerah basal sel rambut yang akan diterima oleh ujung saraf vestibularis dan dikirimkan sebagai impuls saraf ke otak. Kanalis semisirkularis Organ otolith berfungsi mendeteksi gerakan linear sedangkan kanalis semisirkularis mendeteksi adanya gerakan rotasional pada kepala. Ada 3 kanalis semisirkularis dan ketiganya memiliki pelebaran pada daerah pangkalnya yang disebut ampulla yang juga memiliki epitelium sensorik seperti macula pada organ otolith. Diatas epithelium sensorik pada ampulla terdapat juga membrana gelatinosa yang disebut cupula yang membatasi ruangan di dalam ampulla sehingga cairan endolimfe didalamnya tidak dapat keluar dari satu kanalis semisirkularis. Karena itu cupula justru akan berubah bentuk bila ada gerakan cairan endolimfe di dalam canalis semisirkularis. Ketika ada gerakan cairan endolimfe maka kekuatan gerakan cairan tersebut akan mendorong cupula sehingga akan membuat gesekan antara cupula dengan
sel'rambut dibawahnya. Seperti pada cochlea dan organ otolith gesekan sel rambut akan membuat kanal K+ terbuka, depolarisasi sel rambut dan pengiriman pesan ke otak. Ada 3 kanalis semisirkularis yaitu kanalis horizontal, superior dan posterior yang masing-masing tegak lurus satu sama lain. Gerakan rotasional pada satu arah akan membuka kanal ion pada sel rambut tertentu yang akan mengeksitasi serabut saraf yang merepresentasikan arah gerakan kepala tersebut sehingga akan dapat diterjemahkan di sistem saraf pusat. Jalur vestibularis ke sistem saraf pusat Serabut saraf yang melaporkan sensasi vestibularis dari perifer adalah cabang vestibularis dari saraf cranial ke delapan dengan target pada batang otak dan cerebellum. Nervus vestibularis merupakan neuron bipolar yang badan selnya berada pada ganglion nervus vestibularis. Bagian distalnya menginervasi canalis semisirkularis dan organ otolith sedangkan prosesus centralisnya berjalan pada nervus VIII ke nukleus vestibularis dan cerebellum. Nukleus vestibularis merupakan pusat integrasi
karena
somatosensorik
menerima dan
sistem
masukan sensorik
dari
cerebellum,
visual
sehingga
sistem dapat
mengkoordinasi gerakan kepala dan mata. Neuron pada nukleus vestibularis memberikan sinyal ke thalamus yang akan meneruskan sinyal ke korteks vestibularis pada gyrus postcentralis. 3. PRAKTIKUM 1.1. Praktikum Anatomi: Sistem Saraf Pusat 1.2. Praktikum Anatomi: Sistem Saraf Tepi 1.3. Praktikum Faal: Refleks 1.4. Praktikum Anatomi: Mata dan Telinga 1.5. Praktikum Faal: Visus dan sensasi taktil 4. SEMINAR MAHASISWA Seminar mahasiswa dilakukan setiap hari Sabtu dari minggu pertama hingga minggu ke enam. Setiap minggu ada wakil dari 4 hingga 6 kelompok mahasiswa yang akan mepresentasikan suatu topik yang terkait dengan modul
yang dipelajari pada minggu tersebut. Satu kelompok lain akan bertugas sebagai panitia. Wakil dari satu kelompok panitia bertugas sebagai moderator dan penulis pada seminar ini. Jadwal presentasi masing-masing kelompok diundi pada minggu pertama. Topik yang akan dipresentasikan ditetapkan pada pertemuan wakil-wakil kelompok setiap hari Selasa yang dipandu oleh salah seorang dosen anggota Tim Koordinasi Blok (TKB jaga). Wakil kelompok mahasiswa adalah ketua dan penulis pada diskusi kelompok kecil hari Senin. Setiap kelompok dapat mengusulkan topik presentasi sesuai dengan tujuan belajar yang ditetapkan kelompok tersebut. TKB jaga akan membantu mahasiswa merumuskan topik presentasi berdasarkan masukan yang didapat dari pertemuan dosen pakar supaya tidak terlalu jauh dari tujuan instruksional. Keputusan topik dan pembagian tugas antar kelompok diambil dengan persetujuan forum rapat seminar tersebut. Setiap kali seminar tim dosen pakar pada modul yang bersangkutan akan diundang. Setiap presentasi merupakan tugas kelompok yang juga akan dinilai. Satu orang wakil kelompok akan mempresentasikan hasil belajar kelompok tersebut dan anggota kelompok yang lain membantu menjawab bila ada pertanyaan. Setiap kelompok melakukan presentasi selama 20 menit dilanjutkan diskusi selama 10 menit. Dosen pakar tidak akan mengajar namun hanya akan menggarisbawahi hal-hal yang penting, meluruskan pemahaman yang kurang dan menjawab pertanyaan mahasiswa yang tidak dapat dijelaskan oleh mahasiswa lain pada kelas tersebut serta memberikan stimulasi pada mahasiswa untuk dapat mempelajari lebih lanjut topik yang terkait dengan topik yang didiskusikan. Kelompok yang menjadi panitia dibantu oleh kelompok yang presentasi akan membuat laporan seminar mingguan tersebut. Dengan adanya seminar mahasiswa mingguan ini diharapkan akan memberi pengalaman pada mahasiswa
untuk
lebih
bergairah
mencari
sumber
belajar
sendiri,
mempersiapkan dan melakukan presentasi yang kreatif, dan berdiskusi secara ilmiah. Selain itu kelompok yang berkesempatan menjadi panitia seminar mingguan akan mendapat pengalaman mengorganisasi suatu acara ilmiah. Setiap
kelompok
mahasiswa
akan
diberi
bantuan
dana
untuk
mempersiapkan presentasi pada seminar mahasiswa yang dapat digunakan untuk mencari sumber-sumber referensi dari internet dan buku teks di
perpustakaan serta mempersiapkan presentasi dengan tayangan audiovisual yang menarik. Setiap kelompok panitia juga akan diberi dana untuk membuat pengumuman dan undangan seminar serta mempersiapkan laporan seminar. Laporan seminar disimpan pada disket yang diserahkan pada TKB serta juga disebarkan melalui milis blok 3.
Rencana Jadwal Seminar Mahasiswa Kelompok
A
Minggu 1:
Minggu 2:
Minggu 3:
Minggu 4:
Minggu 5:
Minggu 6:
Seminar 1
Seminar 2
Seminar 3
Seminar 4
Seminar 5
Seminar 6
Presentasi
Panitia
Presentasi Presentasi
B C
Presentasi
Presentasi
Panitia
Presentasi
D
Presentasi
F
Presentasi
Panitia
Presentasi Presentasi
Presentasi
H
Presentasi
Presentasi
I
Presentasi Presentasi
J
Presentasi
Panitia
Presentasi
K
Presentasi Presentasi
L
Presentasi
M
Presentasi Presentasi
Panitia
Presentasi
N
Presentasi
O P
Presentasi Presentasi
E
G
Presentasi
Panitia
Presentasi Presentasi
Presentasi
Presentasi
Jadwal kelompok A,B,C dst. diundi dari 16 kelompok yang ada. Kelompok yang bertugas sebagai panitia bertugas untuk memimpin jalannya rapat seminar yang akan menetapkan topik dan menetapkan urutan dan topik pembicara, mengundang dosen pakar, membuat pengumuman acara seminar, menjadi moderator dan penulis, mengatur jalannya seminar dan mengkoordinasi pembuatan laporan seminar. Presentasi kelompok dilakukan selama 20 menit dengan 10 menit diskusi. Modul saraf dan indera dijadwalkan pada minggu ke 3 dan ke 4. Sebagai tambahan mahasiswa, tutor, dosen pakar dan TKB akan tergabung dalam mill's blok 3 sehingga diharapkan akan memfasilitasi terjadinya diskusi diluar kegiatan terjadwal melalui internet.
Evaluasi 1. Skor tutorial dan seminar mahasiswa
20%
2. Skor praktikum
20%
3. Skor ujian akhir
60%
Ujian akhir dan penilaian modul sistem saraf ini termasuk dalam evaluasi dari blok 3.
Bahan, sumber informasi dan referensi 1. Moore, KL. Clinically Oriented Anatomy. 3rd ed. Williams & Wilkins. 1992 2. Guyton AC and Hall AJ. Textbook of Medical Physiology. 9th ed. WB Saunders Co. 1996. 3. Granner DK, Murray Rk, Mayer PA Rodwell VW. Harper's Biochemistry. 24th ed. Appleton and Lange. 1996 4. Junqueira LC, Carneiro J and Kelly RO. Basic Histology 7th ed. Appleton and Lange 1995. 5. Petunjuk Praktikum Anatomi; Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran UGM 6. Petunjuk Praktikum Fisiologi; Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran UGM 7. Petunjuk Praktikum Biokimia; Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran UGM 8. Kompendium dan Petunjuk Praktikum Histologi, Bagian Histologi Fakultas Kedokteran UGM 9. Sumber-sumber belajar lain