RELEVANSI ANTARA KONSEP PENDIDIKAN SPIRITUAL SYAIKH ABDUL QADIR AL JAILANI DENGAN KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh: Tri Miftakhul Janah NIM 11112213 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016
i
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO Menjalankan perintah Allah, menjauhi segala larangan-Nya, dan ridho terhadap ketetapan-Nya (Syaikh Abdul Qadir Al Jailani) PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan untuk: Suamiku Nur Arifin tercinta, yang selalu memberiku motivasi dalam menjalani kehidupan ini dengan penuh kasih sayang, yang selalu membimbing dan mengarahkanku dengan penuh kesabaran Anakku tercinta Ahmad Hikam Asyauqi, yang selalu ceria untuk menghiburku di sepanjang waktu Orang tuaku yang telah membesarkan dan mendidikku serta selalu mendoakanku di setiap langkahku untuk kesuksesanku Mertuaku yang selalu mendoakanku Kakak-kakakku, keponakanku dan segenap keluargaku yang selalu mendukungku Sahabat-sahabatku seperjuangan yang selalu memberiku semangat dalam menimba ilmu
v
KATA PENGANTAR
ميحرلا نمحرلا هللا
بسم
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan Hidayah-Nya. Sholawat serta salam penulis sanjungkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW. Sehingga penyusunan skripsi yang mengambil judul “Konsep Pendidikan Spiritual Syaikh Abdul Qadir al Jailani” dapat diselesaikan. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa banyak bantuan dari berbagai pihak, baik berupa material maupun spiritual. Selanjutnya penulis haturkan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga 2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga 3. Ibu Hj. Siti Rukhayati, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam 4. Bapak Prof. Dr. H. Mansur, M.Ag selaku dosen pembimbing yang senantiasa
memberikan
bimbingan
sehingga
skripsi
ini
dapat
terselesaikan. 5. Bapak Drs. Ahmad Sulthoni,M.Pd selaku dosen pembimbing akademik 6. Bapak / Ibu dosen beserta karyawan IAIN Salatiga 7. Bapak dan Ibu tercinta
vi
8. Dan seluruh teman yang membantu dalam penulisan skripsi ini
vii
ABSTRAK Miftakhul janah, Tri. 2016. 11112213. Konsep Pendidikan Spiritual Syaikh Abdul Qadir al Jailani. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr. H. Mansur, M.Ag. Kata kunci: Konsep Pendidikan Spiritual, Konsep Pendidikan di Indonesia dan Syaikh Abdul Qadir al Jailani Penulisan skripsi ini sebuah upaya untuk mengupas lebih dalam tentang sosok waliyullah yang sangat terkenal, yakni Syaikh Abdul Qadir al Jailani. Penulisan ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan dari permasalahan: 1. Bagaimana biografi syaikh Abdul Qadir al Jailani? 2. Bagaimana konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul Qadir al Jailani? 3. Bagaimana relevansi antara konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul Qadir al Jailani terhadap Pendidikan Islam di Indonesia? Data penelitian untuk menjawab pertanyaan-pertanyan tersebut penulis peroleh dari membaca buku-buku, artikel, kitab karya Syaikh Abdul Qadir al Jailani, dan mencari di internet hal-hal yang berkaitan dengan Syaikh Abdul Qadir al Jailani. Sehingga dapat dipastikan bahwa penelitian ini termasuk penelitian library research. Hasil dari penelitian dalam skripsi ini dapat diketahui bahwa Syaikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seseorang yang sangat terkenal kekeramatan spiritualnya pada masa itu. Sehingga beliau diberi gelar Shulthanul Auliya‟, sebuah gelar yang sangat mulia karena menjadi rajanya para wali. Adapun konsep pendidikan spiritualnya yaitu konsep tauhid (kitab al fath ar rabbani wal faidhu rahmani), konsep akhlaq atau adab (kitab al ghunyyah li thalib thariqi al haq azza wa jalla), konsep thariqat (kitab sirr al asar), konsep muamalah (kitab al ghunyah li thalibi thariqi al haq azza wa jalla). Relevansi antara konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul Qadir Al Jaiani terhadap konsep pendidikan Islam di Indonesia dapat ditemukan bahwa konsep tauhid pada zaman Syaikh sangat ditekankan dalam mewujudkan pembelajaran yang sempurna. Dan kini konsep tauhid juga digunakan dalam konsep pendidikan Islam di Indonesia dalam mewujudkan pembelajaran yang ideal. Jadi, Syaikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai waliyullah yang sangat terkenal di masanya itu, dalam mengelola madrasahnya beliau sangat menekankan konsep ketauhidan menjadi dasar sebuah proses pembelajaran yang diampunya. Sehingga mampu, menciptakan generasi yang berakhlaq mulia berdasarkan dengan spiritual. Sangatlah relevan dengan konsep pendidikan di Indonesia yang juga menekankan konsep tauhid sebagai dasar dalam proses pembelajaran yang islami.
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................
iii
PENGESAHAN ...........................................................................................
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................
v
KATA PENGANTAR ................................................................................
vi
ABSTRAK ...................................................................................................
viii
DAFTAR ISI................................................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................
1
A. Latar Belakang ......................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ................................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................
4
D. Manfaat Penelitian ...............................................................................
5
E. Penegasan Istilah ..................................................................................
6
F. Metode Penelitian..................................................................................
8
G. Sistematika Penulisan ...........................................................................
10
BAB II BIOGRAFI SYAIKH ABDUL QADIR AL JAILANI ...............
11
A. Riwayat Hidup Syaikh Abdul Qadir al Jailani ..................................
11
B. Guru-guru Syaikh Abdul Qadir al Jailani .........................................
16
C. Murid-murid Syaikh Abdul Qadir al Jailani .....................................
18
D. Karya-karya Syaikh Abdul Qadir al Jailani ......................................
19
ix
BAB III KONSEP PENDIDIKAN SPIRITUAL SYAIKH ABDUL QADIR AL JAILANI .................................................................................
23
A. Konsep Pendidikan Spiritual dalam Kitab Tafsir al Jailani dan kitab Jalaaul khathir .......................................................................................
23
B. Konsep Pendidikan Spiritual Al Fath al Rabbani wal Faidhu al Rahmani ............................................................................................................. 27 C. Konsep Pendidikan Spiritual dalam Kitab Futuh al Ghoib ..............
38
D. Konsep Pendidikan Spiritual dalam Kitab Al Ghunnyah li Thalibi Thariqi al Haq „Azza wa Jalla ...............................................................
41
E. Konsep Pendidikan Spiritual dalam kitab Sirr al Asrar....................
45
F. Klasifikasi Konsep Pendidikan Spiritual Syaikh Abdul Qadir Al Jailani 57
BAB IV PEMBAHASAN ...........................................................................
58
A. Konsep Pendidikan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani ..........................
58
B. Konsep Pendidikan Islam di Indonesia ...............................................
59
C. Relevansi antara Konsep Pendidikan Spiritual Syaikh Abdul Qadir al Jailani terhadap Pendidikan Islam di Indonesia ...........................
65
BAB V PENUTUP .......................................................................................
66
A. Kesimpulan ............................................................................................
66
B. Saran ......................................................................................................
68
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
70
LAMPIRAN-LAMPIRAN .........................................................................
74
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
: Daftar Riwayat Hidup
Lampiran II
: Lembar Konsultasi
Lampiran III
: Daftar Nilai SKK
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan berkembangnya segala sesuatu di alam semesta ini, dari segi teknologi ataupun kecanggihan lainnya. Manusia memikirkan hal dunia atau bisa dikatakan dengan hubbudunya, yang dapat diartikan sebagai orang yang terlalu senang dengan dunia atau orang yang terlalu cinta dengan dunia. Sehingga fikiran mereka terfokus untuk selalu bekerja, bekerja dan bekerja. Padahal ada sosok sufi pada zaman dahulu yang sangat terkenal akan kezuhudannya, terkenal akan kewira‟ianya. Wira‟i yang dapat diartikan orang yang berhati-hati dalam urusan dunia. Beliau ini sangatlah tidak tertarik dengan dunia sedikitpun, sehingga beliau dapat menggapai ma‟rifat cinta kepada Allah. Dengan pernyataan tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui seseorang Sulthanul Auliya‟ (Rajanya para wali) yakni Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Baliau ini adalah seorang sufi yang sangat terkenal. Beliau juga pendiri sebuah thariqat yang diberi nama thariqat qodiriyah. Menurut penulis, jika mengetahui cara beribadah seseorang yang sudah sangat berhati-hati dalam hidup di dunia ini, maka makhluk di dunia akan berfikir bagaimana
cara dekat dengan Allah dengan meneladani orang-orang
mulia yang terdahulu. Karena, jaman modern seperti sekarang ini jika kita tidak membuka mata hati untuk mengikuti ajaran-ajaran umat terdahulu yang sudah pasti dijamin keselamatannya mungkin kekacauan di dunia ini semakin merajalela. Sekarang sudah menjadi jaman kemrosotan etika,
1
moral, dan segala yang berhubungan dengan ilmu. Manusia di dunia ini diciptakan tidak hanya untuk memikirkan dirinya sendiri saja, akan tetapi juga harus memikirkan yang lain juga. Apalagi sudah tertera dalam alqur‟an surah at tahrim: 6, yang berbunyi:
ٌعلَ ْي َها َمالئِ َكة ً س ُك ْم َوأ َ ْه ِلي ُك ْم ن ُ ََّاسا َوقُىدُهَا الن َ ُ اسة َ ُيَا أَيُّ َها الَّزِينَ آ َمنُىا قُىا أ َ ْنف َ اس َو ْال ِح َج َّ َيَ ْ ُ ىو َااَ َما أ َ َم َش ُه ْم َويَ ْف َلُىوَ َما يُ ْ َم ُشوو
ٌ ِ ال ٌال ِ ذَاد
Allah berfirman: ”Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahab bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”(Depag, Al Qur‟an Terjemah: 560) Dan surah anisa:9
َّ علَ ْي ِه ْم فَ ْليَتَّقُىا سذِيذًا ِ ًش الَّزِينَ لَ ْى ت ََش ُكىا ِم ْن خ َْل ِف ِه ْم رُ ِ ّسيَّة َ ض َافًا خَافُىا َ ً ااَ َو ْليَقُىلُىا قَ ْى َ َو ْليَ ْخ Allah berfirman: “Hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar” (Depag, Al Qur‟an Terjemah: 78) Ayat ini melarang kita meninggalkan orang yang lemah, jika kita khawatir akan kesejahteraan mereka.Dalam Islam manusia diciptakan sebagai khalifah di dunia. Maka kita harus selalu belajar untuk taat kepada Allah dan rasulnya. Setidaknya kita mampu melaksanakan kewajiban sebagai umat muslim yakni yang berhubungan dengan rukun Islam kemudian rukun iman serta hubungan antar makhluk. Dalam buku yang berjudul Jalan Menuju Cinta Ilahi di petik dari kitab Al Fathur Rabbani Wal Faidhurrahmani karangan Syaikh Abdul Qadir al Jailani beliau menuliskan nasihat yang berbunyi: Wahai orang yang sedikit ilmunya, belajarlah, kemudian pisahkan diri dari manusia
2
(Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2007:16). Maksud dari perkataan beliau adalah memisahkan hati kita dengan manusia-manusia,walau kita dalam kebersamaan mereka. Karena menurut beliau secara lahir kita diciptakan untuk memperbaiki manusia tetapi hati atau batin mereka tetap bersama Alloh. Sungguh mulia ajaran sufi ini, beliau tidak pernah bakhil, apa yang beliau terima maka akan diberikan kepada orang lain. Sangat berbeda sekali dengan pendidikan pada masa sekarang ini sudah banyak yang terlepas dari peneladanan tokoh yang ada di masa dahulu. Banyak orang yang pandai tapi untuk dirinya sendiri, tak seperti di zamannya Syaikh Abdul Qadir. Beliau setelah menerima ilmu dari gurunya langsung diberikan kepada yang lainnya. Sehingga pendidikan era modern ini mengalami kemerosotan moral yang sangat drastis. Dengan berpegang dengan tokoh ulama yang terdahulu, kemungkinan besar pendidikan di masa sekarang akan lebih membaik lagi dalam persoalan akhlaq, tauhid, dan muamalah. Maka dari itu, pemaparan biografi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dan penelaahan kitab-kitab karangan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani ini dapat menambah wawasan sehingga pendidikan di masa sekarang mempunyai dasar islam yang mendalam dengan meneladani seorang tokoh sufi. Dari kata-kata mutiara yang indah tersebut sehingga penulis ingin mengakat judul Konsep Pendidikan Spiritual Syaikh Abdul Qadir al Jailani. B. Rumusan Masalah
3
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas. Maka perlu adanya rumusan masalah, yang akan dikaji dalam penelitian ini. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah 1. Bagaimana biografi Syaikh Abdul Qodir al Jailani? 2. Bagaimana konsep pendidikan spiritualnya Syaikh Abdul Qadir al Jailani? 3. Bagaimana relevansi antara konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul Qadir al Jailani terhadap pendidikan Islam di Indonesia? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui Biografi Syaikh Abdul Qadir al Jailani. 2. Untuk memahami dan menghayati konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul Qadir al Jailani. 3. Untuk mengetahui relevansi antara konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul Qadir Al Jailani terhadap pendidikan Islam di Indonesia
D. Manfaat Penelitian Segala perbuatan yang dilakukan diharapkan mengandung manfaat baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Oleh sebab itu, berdasarkan tujuan penelitian yang dilakukan penulis, maka penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat, sebagai berikut:
4
1. Manfaat bagi Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Sebagai bahan dokumentasi bagi pengembangan ilmu pendidikan Islam, dan menjadi masukan untuk lembaga agar mempunyai pandangan yang luas terhadap ilmu ketasawufan. 2. Manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan Sebagai sarana yang bisa dibaca dan bisa menjadi sumber rujukan untuk memperoleh informasi yang terkait dengn ilmu ketasawufan para auliya‟illah. Sehinggadapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang sebelumnya sudah ada. 3. Manfaat bagi peneliti Menambah wawasan keilmuan tentang ketasawufan para auliya‟, sehingga mampu menerapkan dalam kehidupan seharihari. E. Penegasan Istilah Untuk mendapatkan pemahaman yang jelas dalam skripsi ini, perlu penulis batasi ruang lingkup istilah yang berkaitan dengan skripsi ini. Terutama yang berkaitan dengan istilah konsep, pendidikan, spiritual, dan Syaikh Abdul Qadir al jailani. Yang mana ketiga istilah tersebut akan sering di gunakan dalam tulisan skripsi ini. 1. Konsep Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek yang biasanya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata (Soedjadi, 2000:14).
5
2. Pendidikan Pendidikan dalam UU NO 20 tahun 2003 dijelaskan bahwa pendidikan adalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat. Sedangkan kata pendidikan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata didik yang berarti memelihara, materi latihan mengenai ahlak dan kecerdasan pikiran, sehingga pendidikan berarti proses mengubah sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dengan usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan proses, cara, perbuatan, mendidik (W. J. S. Poerwadaminta,1999:250). 3. Spiritual Spiritual adalah memiliki arah tujuan, yang secara terus menerus meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan berkehendak dari seseorang, mencapai hubungan yang lebih dekat dengan ketuhanan dan alam semesta, dan menghilangkan ilusi dari gagasan salah yang berasal dari indra, perasaan, dan pikiran. Spiritualitas memiliki dua proses, pertama, proses ke atas, yang merupakan tumbuhnya kekuatan internal yang mengubah hubungan seseorang dengan Tuhan. Kedua, proses ke
6
bawah yang ditandai dengan peningkatan realitas fisik seseorang akibat perubahan internal (Hasan, 2006:289-290). 4. Syaikh Abdul Qadir al Jailani Syaikh Abdul Qadir al Jailani adalah seorang sufi yang sangat terkenal. Beliau seorang pencetus adanya tariqat, dimana tariqat itu sendiri adalah jalan untuk menuju Alloh dengan mengamalkan dan menghayati ajaran yang diterimanya. Biasanya tarekat ini diadakan di sebuah pondok-pondok kemudian dilaksanakan secara bersama-sama. Syaikh Abdul Qadir al Jailani ini adalah sosok wali Allah paling dimuliakan, karena riyadhoh beliau sangatlah kuat dan hanya mempunyai satu tujuan yaitu menggapai cinta Allah (Asrifin, tt. : 195).
F. Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan beberapa metode, diantaranya: 1. Sumber Data Sumber data yang di peroleh dari buku-buku yang berhubungan langsung dengan topik pembahasan. Sumber data di bagi menjadi dua, yaitu a. Sumber data primer yaitu data yang di ambil dari sumber utamanya. Di sini penulis cantumkan beberapa sumber primernya antara lain: i.
Qadir al jailani, Abdul. Tafsir al Jailani juz 1,Pakistan :Maktabah Ma‟rufiyah ,2010
7
ii.
Qadir al Jailani, Abdul. Al-Fath al-Rabbani WalFaidhu al-Rahmani.Kairo:Dar ar-Rayyan,tt
iii.
Qadir al Jailani, Abdul. Futuh al Ghoib. Damaskus: Khuquq at Thiba‟ Mahfudhoh li Nasyir, 1973
iv.
Qadir al Jailani, Abdul. Jalaaul Khathir. Damaskus: Dar Ibnu Qayyim, 1994
b. Sumber data sekunder yaitu sumber data yang di ambil dari sumber data yang kedua. Yang berfungsi untuk penguat dari sumber data yang utama. Antara lain: i.
Asrifin, Tokoh-Tokoh Shufi (Surabaya: Karya Utama)
ii.
Syaikh Muhammad Bin Yahya At-Tadafi, Qala‟id Al- Jawahir, diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia menjadi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani: Mahkota Para Aulia (Jakarta: Prenada,2005)
iii.
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, terjemah kitab AlGhunyah Mencari Jalan Kebenaran (Yogyakarta: Citra Risalah, 2010)
iv.
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, Kutipan dari kitab Al
Fathur
Rabbani
wal
Faidhur
Rahmani,
diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia menjadi Jalan Menuju Cinta Ilahi, oleh Masrahan Ahmad (Yogyakarta: Citra Media,2007) 2. Pengumpulan Data
8
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengumpulkan data dengan membaca buku-buku, majalah atau artikel, makalah, dan mencari di website yang berkaitan dengan pembahasan tentang Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani kemudian hasil membaca tersebut diolah menjadi pembahasan yang dapat mudah dipahami. 3. Analisis data Melihat dari sumber-sumber yang ada hanyalah berupa bukubuku maka penulisan skripsi ini termasuk penelitian library research. G. Sistematika Penulisan Guna memperoleh gambaran yang jelas, dan mudah dalam memahami isi pembahasan dari skripsi ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I
Pendahuluan, membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II
Berisi tentang biografi dan sejarah kehidupannya Syaikh Abdul Qadir al Jailani
BAB III
Menguraikan pembahasan tentang konsep spiritualnya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dari beberapa kitab
BAB IV
Menguraikan relevansi antara konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul Qadir Al Jailanidengan pendidikan Islam di Indonesia
9
BAB V
Penutup
BAB II BIOGRAFI SYAIKH ABDUL QADIR AL JAILANI A. Riwayat Hidup Syaikh Abdul Qadir Al Jailani Syaikh Abdul Qadir Al Jailani lahir pada hari Senin pada bulan Ramadhan pada tahun 470 H/ 1077 M di Jailan Thabaristan (Asrifin,tt:193). Nama desa ini kemudian dinisbatkan kepada nama akhir beliau yakni Al Jilani atau al jili (Muchsin Nur Hadi, 1993:16). Sedangkan tahun kelahiran beliau yakni pada tahun 470 H ini berdasarkan atas ucapan beliau kepada putranya (Abdurrazaq) bahwa beliau berusia 18 tahun ketika memasuki Baghdad dan bertepatan dengan wafatnya At-Tamimi dan Umari pada tahun 488 H (Syaikh Muhammad bin Yahya At Tadafi, 2005:339). Syaikh Abdul Qadir Al- Jailani termasuk sayyid, keturunan Nabi Muhammad SAW atau di Indonesia sering disebut habib. Marga beliau al Hasani wal-husaini. Maksudnya al hasani adalah nasab dari jalur ayah, sedangkan al husaini nasab dari jalur ibu. Ayahnya bernama Abu Shalih Musa “Janki Daust.” (Samsul Ma‟arif, 2014:16-17). Adapun nasab beliau dari garis keturunan ayah adalah Syaikh Abdul Qadir Al Jailani bin Musa bin Janki Dusat bin Abi Abdillah bin
10
Yahya Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdillah al Mahdi bin Hasan al Mutsanna bin Hasan as Sibthi bin Ali bin Abi Thalib wabni Fatimah az Zahro al bathul binti Sayyidina Muhammad SAW. (Abu Muhammad Shalih Mustamir Al Hajaini, tt: 11) Sedangkan ibunya bernama Ummul Khoir Ummatul Jabbar Fathimah adalah putri Sayyid Muhammad putra Abdulloh as-Shauma‟i, putra Abi Jamaluddin as-Sayyid Muhammad, putra al-Iman Sayid Mahmud bin Thahir, putra al-Imam Abi Atha‟, putra Sayyid Abdullah alIman Sayid Kamaludin Isa, putra Imam Abi Alaudin Muhammad alJawad, putra Ali Rido Imam bi Musa al Qadim, putra Ja‟far Shadiq, putra Imam Muhammad al Baqir, putra Zaenal Abidin, putra Abi Abdillah al Husain, putra Ali bin Abi Thalib (Samsul Ma‟arif, 2014:18). Beliau sejak lahir sudah menunjukkan keistimewaan yang luar biasa dibandingkan dengan bayi umumnya. Saat beliau lahir yaitu pada bulan ramadhan, beliau tidak mau menyusu di saat siang hari dan menyusu pada saat berbuka, bahkan beliau sampai di jadikan pertanda datangnya bulan Ramadhan (Samsul Ma‟arif, 2014: 21). Ibu beliau Fatimah binti Syaikh Abdullah Ash- Shaum‟i. Diriwayatkan darinya,” Setelah lahir anakku Abdul Qadir tidak mau menyusu pada saat bula Ramadhan. Oleh karena itu, jika orang-orang tidak dapat melihat hilal penentuan bulan Ramadhan, mereka mendatangiku dan menanyakan hal tersebut padaku. Jika aku menjawab, “Hari ini anakku tidak menyusu” maka orang-orang pun mengerti bahwa bulan Ramadhan telah tiba. Bahwa beliau bayi yang
11
tidak menyusu pada bulan Ramadhan adalah sesuatu yang masyhur di Jilan. Diriwayatkan bahwa saat mengandung beliau, usia ibunya 60 tahun. Ada yang menyatakan bahwa tidak ada perempuan hamil pada usia 60 tahun kecuali wanita Quraish dan tidak ada wanita yang dapat hamil pada usia 50 tahun kecuali wanita Quraish (Syaikh Muhammad bin Yahya At-Tadafi, 2005: 2). Beliau tergolong pemuda yang cerdas, pendiam, berbudi pekerti luhur, penurut nasehat orang tua, dan sering bermenung diri ambil manfaat nalarnya, cinta akan ilmu pengetahuan dan senang melakukan riyadlah dan mujahadah melawan hawa nafsu, mencintai faqir miskin, dan gemar beramar ma‟ruf dengan sesama manusia (Asrifin, tt: 194). Diriwayatkan bahwa Syaikh Abdul Qadir sedikit bicara dan selalu menjaga apa yang diucapkannya. Beliau selalu menerima tamu dan tidak pernah keluar dari madrasahnya kecuali pada hari Jum‟at. Pada hari itu beliau pergi ke masjid atau kamar kecil di masjid (Syaikh Muhammad bin Yahya AtTadafi,2005:11). Beliau sangat mudah meneteskan air mata, rendah hati, menolong karena Alloh, tidak pernah menolak pengemis, dan masih banyak lagi. Beliau menjadi pertolongan taufiq Allah sebagai dasar hidupnya, kekuatan dari Allah sebagai jalannya, ilmunya sebagai pembersih dosa, taqarrub kepada Allah sebagai penguat maqam kewalianya, ma‟rifat kepada Allah sebagai bentengnya, firman berupa perintah Allah menjadi perilakunya, bermesraan dengan Allah sebagai kawan berbincangnya, lapang dda sebagai kecintaannya, kebenaran
12
sebagai lambang hidupnya, sifat penyantun sebagai wataknya, dan zikir kepada Allah sebagai kata-katanya (Muchsin Nur Hadi, 1993: 17). Ketika usia remaja, Syaikh Abdul Qadir mengetahui bahwa menuntut ilmu wajib hukumnya dan merupakan obat bagi jiwa yang sakit, kemudian beliau bertekad untuk menguasainya. Maka beliau pergi ke imam-imam dan para syaikh sufi untuk mempelajari ushul dan furu‟ sampai beliau menguasai semua itu (Syaikh Muhammad bin Yahya AtTadafi, 2005:5). Beliau menuntut ilmu di Baghdad, sebelum memasuki Baghdad beliau bertemu dengan nabi Khidir as. yang menghalanginya masuk dan berkata,”aku tidak memiliki perintah yang membolehkanmu memasuki Baghdad hingga 7 tahun ke depan.” Dan akhirnya beliau bermukim di tepian Baghdad dan hidup dari sisa-sisa makanan selama 7 tahun sampai akhirnya ada perintah masuk ke Baghdad (Syaikh Muhammad bin Yahya At-Tadafi, 2005:3). Sesampainya di Baghdad, Syaikh Abdul Qadir al Jailani tak hentihentinya belajar dan terus belajar. sebagai seorang yang tergolong cerdas, Abdul Qadir al Jailani sangat cepat dalam menguasai materi-materi yang diajarkan oleh para gurunya. Selama belajar di Baghdad, karena sedemikian jujur dan murah hati, ia kerap lapar. Hal ini bukan karena kejujuran dan kemurahan hati Abdul Qadir al Jailani dapat menimbulkan penderitaan, akan tetapi uang syaikh Abdul Qadir al Jailani banyak digunakan untuk membantu teman-temannya yang lebih membutuhkan. Meskipun demikian, ia tetap tegar dalam menjalani proses kehidupan dalam mencari ilmu di Baghdad (Nur Kholis Anwar, 2015: 18), maka
13
dapatlah
beliau menguasai
segala
pelajaran
beliau.Beliau menjadi
pelajar yang paling baik di masa itu. Beliau telah membuktikan bahawa beliau adalahmufti yang paling besar di zamannya. Tetapi hatinya yang cenderung kepada kerohanian itu makinmemberontak hendak keluar. Beliau selalu bermujahadah untuk menguasai nafsu amarah yang adapada beliau itu. Beliau selalu berpuasa dan tidak mahu meminta makanan dari sesiapa pun walaupun tidak makan beberapa hari lamanya. Beliau mencari orang-orang sufi di Baghdad dan bergaul denganmereka. Dalam mencari-cari itu bertemulah beliau dengan seorang sufi bernama Hamad, seorang penjual syarabah (minuman) tetapi adalah seorang wali Allah yang besar di zamannnya. Berangsur-angsurlah wali ini membimbing Abdul Qadir dalam Thariqah Sufiah. Hamad ialah seorang yang garangdan kasar dan layanan beliau terhadap Abdul Qadir ini sangatlah teruk. Tetapi Abdul Qadirmemandang semua itu sebagai cara membetulkan kerusakkan-kerusakkan yang ada pada dirinya (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2006: 2). Suatu ketika saat beliau sedang ceramah, beliau melihat cahaya terang benderang mendatangainya. Beliau bertanya,”Apa ini dan ada apa?”, kemudian sebuah suara menjawab,”Rasulullah akan datang menemuimu untuk memberikan selamat”. Sinar tersebut semakin membesar dan beliau mulai masuk dalam kondisi spiritual yang membuat setengah sadar. Lalu beliau melihat Rasulullah di depan mimbar, mengambang di udara dan memanggil beliau,” Wahai Abdul Qadir”. Begitu gembiranya beliau atas kedatangan
14
Rasulullah, kemudian beliau melangkah naik ke udara menghampiri Rasulullah. Rasulullah meniup ke dalam mulutnya 7 kali. Kemudian Sayyidina Ali datang meniup 3 kali. Rasulullah kemudian memakaikan sebuah jubah kehormatan kepada beliau. Jubah yang dikhususkan kepada orang-orang yang mendapat derajat Qutb dalam jenjang kewalian (Syaikh Muhammad bin Yahya At Tadafi, 2005:33). B. Guru-guru Syaikh Abdul Qadir Al Jailani Beliau belajar dari banyak ulama‟ besar pada zamannya, diantaranya: 1. Guru di bidang Tasawuf , Syaikh Abu Ya‟qub Yusuf bin Ayyub bin Yusuf bin Husain Al-Wahrah Al-Hamdani (Syaikh Muhammad Yahya AtTadafi,2005:6) 2. Guru di bidang Fiqih, Abi Wafa‟ Ali bin „Aqil 3. Guru di bidang Adab,Abi Zakaria At Tibrizi 4. Guru di bidang Tariqat: Syaikh Abi Khoer Hammad bin Muslim bin Darowatid Dibbas (Abdul Mufti bin Shalih, 2014: 1) 5. Guru di bidang Hadits antara lain: Sayyid Abul Barakat Thalhah al- Aquli, Abul Ana‟im Muhammad ibn „Ali ibn Maimun al-Farsi, Abu „Utsman Isma‟il ibn Muhammad al-Ishbihani, Abu Ghalib Muhammad ibn Hasan al-Baqillani, Abu Muhammad Ja‟faribn Ahmad ibn al-Husaini, Sayyid Muhammad Mukhtar al-Hasyimi, Sayyid Abu Manshur „Abdur Rahman al-Qaz‟az dan Abul Qasim „Ali ibn Ahmad Ban‟an al-Karghi
15
6. Guru di bidang ilmu Qira‟at, Tafsir dan Syari‟at antara lain: Abu Zakaria Yahya ibn Ali at-Tabrizi, Abu Sa‟id ibn Abdul Karim, Abul Ana‟im Muhammad ibn Ali ibn Muhammad, Abu Sa‟id ibn Mubark al-Makhzumi 7. Guru di bidang Fiqih dan Ushul Fiqh antara lain: Syekh Abu al-Wafa „ibn „aqil al- Hanbali, Abul Hasan Muhammad ibn Qadhi Abul Ula, Syekh Abul Khatab Mahfuzh al-Hanbali, dan Qadhi Abu Sa‟id al-Mubrak ibn Ali al-Makhzumi al-Hanbali. Setelah menempuh pendidikan dengan tekun, Syaikh Abdul Qadir al Jailani lulus dari Jami‟ah Nizhamiyah. Pada masa itu tidak ada satupun alim di muka bumi yang lebih faqih dan saleh dibandingkan dengan Syaikh Abdul Qadir al Jailani. Abu Sa‟ad al-Mukharrimi yang membangun sekolah kecil-kecilan di
daerah
Bab
al-Azaj,
memberikan
kepercayaan,
menyerahkan
pengelolaan sekolah itu sepenuhnya kepada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Beliau mengelola sekolah tersebut dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memberikan nasihat kepada orang-orang di sekitar. Banyak orang yang bertaubat setelah mendengar nasihat beliau, banyak pula orang yang bersimpati kepada beliau lalu datang menimba ilmu di sekolah al azaj hingga sekolahan itu tidak mampu menampung jama‟ahnya lagi (Samsul Ma‟arif, 2014:31-32). C. Murid-murid Syaikh Abdul Qadir Al Jailani Adapun murid-murid Syekh Abdul Qadir al-Jilani yang menonjol, terkenal, dan punya pengaruh, antara lain:
16
1. Al-Qadhi Abu Mahasin Umar bin Ali bin Hadhar al-Quraisyi (w. 575 H.). Beliau hafidz Alqur‟an, fakih, dan ahli hadis. Beliau pernah menjabat sebagai qadhi pada masa hidupnya. Wafat pada tahun 575 H. 2. Taqiyuddin Abu Muhammad Abdul Ghani bin Abdul Wahid bin Ali bin Surur al-Maqdisi (w. 600 H.). Beliau hafidz Alquran, jujur, ahli ibadah, ahli atsar, dan selalu ber-amar ma‟ruf nahi munkar. Beliau tinggal di Baghdad sekaligus berguru kepada Syekh Abdul Qadir selama 50 malam. 3. Muwaffiquddin Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qadamah al-Maqdusi. Beliau ahli fiqih dan tokoh mazhab Hanbali di Damaskus. Dia pernah tinggal bersama Syekh Abdul Qadir selama 50 malam. Dalam buku Mahkota Para Aulia diriwayatkan bahwa syaikh Abdul Qadir al Jailani
mempunyai 4 istri pada usia 51 tahun dan
mempunyai keturunan sebanyak 49 anak, laki-laki 27 dan perempuannya ada 22 anak (Yahya at Tadafi,2003:103). Adapun anak laki-laki beliau yang mempunyai pengaruh dalam pendidikan antara lain: 1. Abdul Wahab bin Abdul Qadir Al-Jilani (522-593 H.) beliau ahli dalam bidang fiqih, menguasai perbandingan mazhab, orator, humoris, dan berwibawa. Abdul Wahab diberi amanah oleh sang ayah untuk mengajar fiqih di Madrasahnya 2. Abdul Razaq bin Abdul Qadir Al-Jilani. (528-593 H.). Beliau seorang yang faqih dan ahli hadis ( Said, 2003:24-26) 3. Ibnu Rajab bin Abdul Qadir Al-Jilani. (521-593 H.) beliau adalah seorang yang ahli fiqih.
17
4. Ibrahim bin Abdul Qadir Al-Jilani (508-600 H.) beliau adalah seorang perawi hadis. 5. Musa bin Abdul Qadir Al-Jilani (530-618 H.). Bisa dikata beliau adalah pelaku hidup sufistik. 6. Yahya bin Abdul Qadir Al-Jilani (550-600 H.). Beliau adalah anak bungsu dari Syekh Abdul Qadir (Syaikh Muhammad bin Yahya At Tadafi, 2005:105-111). D. Karya-karya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani Melihat proses belajar Syekh Abdul Qadir dan banyaknya guruguru beliau, tidak diragukan lagibhwa beliau ahli dalam berbagai keilmuan. Disebutkan dalam Manaqib, bahwa setiap hari beliau mengajarkan tiga belas bidang keilmuan Islam, yaitu Tafsir al-Qur‟an, Hadits, Ilmu Khilaf, Ushul yakni Ushul kalam ( ushul fiqih), Ilmu Nahwu, Ilmu Qira‟ah (tajwid), Ilmu Huruf, Ilmu Arudl wal Qawafi ,Ma‟ani, Ilmu Badi‟, Ilmu Bayan, Ilmu Mantiq, dan Tasawuf (Thariqah). Ada sebanyak empatpuluh sekretaris mencatat uraian yang dipaparkan dan dikumpulkan menjadi satu hingga jadi sebuah buku dan kitab,diantaranya sebagai berikut: 1. Tafsir al-Jailani Kitab tafsir al jilani ini belum lama ditemukan oleh keturunan beliau, setelah 30 tahun mengunjungi berbagai perpustakaan di dunia. Manuskrip ini ditemukan di perpustakaan Vatikan Italia, perpustakaan Qadiriyah, dan India.
18
Tafsir ini telah diterbitkan dalam bahasa Arab oleh Markaz al-Jailani Turki. Beberapa kelebihan dari tafsir ini, diantaranya adalah corak afektif syar‟i dan ilmiah yang begitu kental dalam tafsir tersebut. 2. Al-Fath al-Rabbani Wa al-Faidhu al-Rahmani Karya ini ditulis sekitar tahun 630 H/ 1145 M. Merupakan bentuk tertulis (transkripsi) dari kumpulan tausiah yang pernah di sampaikan beliau. Tiap satu pertemuan yang dibukukan ada 62 pertemuan. Format buku ini mirip dengan format pengajian Syekh dalam berbagai majlisnya.
3. Futuh al Ghoib Karya ini merupakan magnum opus(karya monumental) Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Karya ini adalah kompilasi dari 78 artikel yang di tulis Syekh berkaitan dengan suluk, akhlaq, dan yang lain. Tema dan gaya bahasanya sama dengan al-Fath al Rabbani. 4. Al Ghunyah li-Thalibi Thoriqi al-Haq‟Aza wa Jalla Karya ini di pengaruhi, baik tema maupun bahasanya, dengan krya al Ghazali Ihya‟ „Ulumuddin. Terlihat penggabungan fikih, akhlaq dan prinsip suluk. Ia memulai dengan membicarakan aspek ibadah, dilanjutkn dengan etika
Islam, etik do‟a,
keistimewaan hari dan bulan tertentu, kemudian anjuran beribadah
19
sunah, etika seorang pelajar, tawakal, dan akhlaq yang baik (Samsul Ma‟arif, 2014:52-56) 5. Al Auwradul Qadiriyah Kitab ini merupakan wirid-wirid harian dan dzikir Syaikh Abdul Qadir al Jailani. Dalam beberapa riwayat, beliau mempunyai amalan wirid dan dzikir yang diamalkan pada waktu-waktu tertentu, dan barangsiapa yang mengamalkannya maka akan mendapat doa langsung dari hadratus syaikh. 6. Jalaaul Khathir Kitab
Jila‟ al-Khatir ini merupakan buah karya Syekh
Abdul Qadir yang sebagian besar membicarakan tentang pemikiran sufistik
beliau. Kitab ini dirangkai dalam bentuk
khutbah. 7. Sirr al Asrar Kitab ini menjelaskan tentang bagaimana menempuh jalan kesufian, mulai dari taubat, wirid dan berkhalwat. Karya ini sudah di terjemahkan dalam bahasa Indonesia. Kitab ini sangat istimewa sekali. Karena membahas tentang kehidupannya seorang sufi secara mendalam. Riwayat hidupnya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani sungguh istimewa, karena dari lahir beliau sudah kelihatan kelebihannya. Sehingga mampu menjadi sosok syaikh yang sangat terkenal akan kekeramatan dari ilmunya. Untuk menggapai tingkat kema‟rifatan Illahi beliau menempuh jalan sufi, dengan berguru memperdalam ilmu
20
tasawuf, fiqih, hadits, tafsir, dan balaghohnya melalui banyak gugu diantaranya Syaikh Abu Hammad. Ketika beliau sudah matang ilmunya, beliau mampu menggetarkan hati jama‟ahnya yang berbondongbondong
datang
ke
majlisnya,
sehingga
masyakatnya
mampu
dikendalikan olehnya. Sedangkan kitab-kitab karya Syaikh Abdul Qadir al Jailani masih banyak lagi, hanya saja sumber pencarian yang sangat terbatas sehingga penulis memperoleh kitabnya juga sangat terbatas. Kitab-kitab tersebut isinya hampir sama, semua membahas tentang jalan kesufian untuk meraih kemakrifatan. Seperti dalam kitab sirr al asrar yang mengupas pembahasan dari asal usulnya manusia hingga meraih ma‟rifat dengan sempurna.
21
BAB III KONSEP PENDIDIKAN SPIRITUAL PERSPEKTIF SYAIKH ABDUL QADIR AL JAILANI DALAM BEBERAPA KITAB A. Konsep Pendidikan Spiritual dalam Kitab Tafsir al Jailani dan Kitab Jalaaul Khathir Kitab Tafsir al Jailani ini belum lama ditemukan oleh keturunan beliau, setelah 30 tahun mengunjungi berbagai perpustakaan di dunia.Manuskrip
ini
ditemukan
di
perpustakaan
Vatikan
Italia,
perpustakaan Qadiriyah dan India.Adapun konsep spiritual yang ada di dalam kitab ini sebagai berikut, Syaikh Abdul Qadir al Jailani menafsirkan al quran dengan jelas serta menggiring yang membaca untuk memahami al qur‟an menggunakan pemahaman yang mendalam sehingga dapat tercapainya peringkat ma‟rifat. Isi dari kitab ini penafsiran dari ayat-ayat al qur‟an, sang Syaikh menjelaskan hal yang berhubungan spiritual
22
sangatlah jelas. Seperti halnya menjelaskan tentang taubat, zuhud, ma‟rifat dan lain sebagainya.Intinya konsep spiritual dalam kitab ini setiap ayatnya menggiring umat yang membaca masuk ke dalam pemahaman spiritual tasawuf yang nantinya tercapai pada puncaknya, yaitu ma‟rifatullah. Sedangkan kitab jalaaul khathir ini berbentuk khutbah seperti kitab fathurrabbani wal faidhu al Rahmani, konsep spiritual dalam kitab Jalaaul Khathir, yaitu sebagai berikut: 1.
Taubat, taubat adalah pokok utama dalam kesufian. Sebab pada hakikatnya manusia tidak pernah luput dari yang namanya dosa. Anjuran Syekh Abdul Qadir dalam kitab Jalaaul Khatir, bertobatlah dari dosa-dosa dan berpalinglah dari menyekutukan Allah. Agar Tuhan memberkahi kita baik di dunia maupun di akhirat (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2009: 2729).
2.
Cinta, segala sesuatu bisa nampak indah dan membawa kebahagiaan jika dilandasi dengan cinta. Adapun syarat dari cinta adalah ikhlas, tanpa mengharap imbalan, sabar, dan setia. Kaum sufi dalam beribadah tidak mengharap surga ataupun takut pada neraka, melainkan karena cinta kepada Sang Pemilik Cinta yakni Allah, sehingga mereka ikhlas dalam menjalankan ibadah karena ingin selalu memadu kasih dengan-Nya (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2009:33)
3.
Zuhud, zuhud dalam kitab jalaaul khathir, di jelaskan bahwa zuhud yaitu meninggalakan yang haram, yang syubhat, dunia dan akhirat, dan syahwat (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,1994:33)
23
4.
Takut, janganlah takut kepada siapapun (entah itu jin, manusia, hewan) selain Allah. Takutlah jika Allah mendatangkan godaan yang selalu menyerang setiap waktu, takutlah jika Allah mendatangkan malaikat maut untuk mengambil nyawamu ketika engkau sedang melakukan kejelekan, takutlah jika Allah menenggelamkanmu dalam lautan kemaksiatan, dan takutlah jika Allah menyibukkanmu dalam urusan dunia (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2009:55-58)
5.
Sabar, sabar adalah fondasi kebaikan dan buah keimanan terhadap Allah. Maka dari itu bertahanlah dengan kesabaran atas segala sesuatu yang menerpa. Bersabar dalam menerima hukuman, atas kematian anggota keluarga, atas hilangnya harta-benda, waktu mengalami kesulitan, dan menyingkirkan hawa nafsu (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2009:59)
6.
Ikhlas, menurut Sang Syaikh Ikhlas itu tidak ada nilainya. Karena keikhlasan tidak dapat diukur. Hanya Allahlah yang tau tentang keikhlasan. Sedikit batin berkata tentang sesuatu atau perbuatan sesuatu saja sudah batal ikhlasnya.
7.
Jujur, orang yang jujur mempunyai kepribadian rendah hati, bisa mengendalikan nafsu, dan menjauhi kejahatan. Sebab orang yang mempunyai sifat jujur memandang dengan cahaya Allah bukan dengan cahaya matanya, bukan pula dengan cahaya lampu, rembulan, ataupun matahari (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2009:181)
8.
Bertaqwa kepada Allah. Berserah diri kepada Allah itu penting. Karena sifat ini akan menjadi kunci bersyukur seseorang dalam menjalani sebuah kehidupan.
24
9.
Berjuang, berjuang di dalam kitab ini berarti berjuang melawan diri dari berbagai macam serangan yang menyerang dan memaksa diri untuk selalu berpegang teguh pada Alquran dan hadis yang menunjukkan keutamaan. Berjuang sebisa mungkin hingga hati merasa tenang dan kesabaran pundidapat. Untuk mendapatkan kesabaran dibutuhkan hati yang suci, maka dari itu cucilah hati jika dia masih kotor.
10. Zikir (mengingat Allah). Setiap saat bahkan setiap detik, seorang hamba zauk harus mengingat Allah. Dan Allah selalu dalam hatinya karena setiap kali orang berpaling dari Allah hatinya akan terasa terbakar bagi zauk yang sudah tingkat tinggi. 11. Pengetahuan,
dalam
kitab
Jalaaul
khathir
Syekh
Abdul
Qadir
mengibaratkan, pengetahuan sebagai pedang. Pedang tanpa tangan tidak akan mampu memotong, begitu juga sebaliknya. Maka dari itu carilah ilmu pengetahuan secara lahiriah dan bertindak secara batin dengan keikhlasan (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2009:150) 12. Mengasingkan diri, dalam hal pengasingan diri, Syekh Abdul Qadir dalam kitabnya melarang kita masuk kamar bersama kebodohan. Sehingga belajarlah terlebih dahulu agar mendapat pengetahuan baru kemudian istirahat (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2009:168-169). Jadi, konsep pendidikan spiritual dari kitabnya Syaikh Abdul Qadir al Jailani itu satu sama lain selalu berkaitan, karena konsep-konsep yang telah di sebutkan di atas adalah konsep pokok untuk meraih kema‟rifatan melalui jalur tasawuf. Kitab Tafsir al Jailani membahas lebih detail tentang konsep-konsep spiritualnya melalui penafsiran ayat-ayat dari
25
al qur‟an, karena Sang Syaikh menggunakan metode tahlili untuk penafsirannya. Sedangkan dalam kitab jalaaul khathir ini beliau menyampaikan konsep spiritual ini berupa khutbah seperti halnya dalam kitab Fathurrabbani wal Faidhu al Rahmani.
B. Konsep Pendidikan Spiritual dalam Kitab Al Fath al Rabbani wal Faidhu al Rahmani Konsep pendidikan spiritual dalam kitab Fath al Rabbani wal faidhu al rahmani tidak hanya konsep pendidikan untuk membangun karakter akhlaq saja. Kitab Fath al Rabbani wal Faidhu al Rahmani menjelaskan setidaknya menjadi manusia yang sempurna dari segi akhlaq sesama manusia dan akhlaq yang karimah dalam meraih hakikat cinta kepada Allah melalui maqamat-maqamat yang ditempuh Syaikh Abdul Qadir al Jailani. Kitab ini adalah salah satu kitab karangan Syekh Abdul Qadir al-Jilani yang menjabarkan tentang wasiat yang berupa nasehatnasehat di 62 majlis dari tanggal 3 Syawal 545 H. sampai akhir bulan Rajab 546 H. Dari kitab ini penulis akan menjabarkan wasiat Syekh Abdul Qadir al-Jilani yang berupa nasehat-nasehat yang condong pada pemikiran spiritual, diantaranya: 1. Tidak boleh menentang takdir Allah swt (Abdul Qadir al Jailani,tt:9-16) Dalam majlis pertama yang bertepatan pada tanggal 3 Syawal 545 H., Syekh Abdul Qadir al-Jilani menyampaikan sebuah nasehat agar kita selaku orang muslim senantiasa taat kepada Allah, jangan sampai
26
membantah kebijakan-Nya. Suratan takdir yang telah ditetapkan oleh Allah pada hamba-Nya haruslah diterima oleh sang hamba dengan penuh keikhlasan dan hati yang lapang. Namun, tidak bisa dipungkiri jika manusia selaku hamba sering kali menentang takdir. Ini dikarenakan kebanyakan hati manusia dikuasai oleh nafsu, dan nafsu sifatnyamemang selalu menentang, munafik, pendusta, dan pendosa.
Hanya segelintir
hamba saja yang bisa mengendalikan atau memenjarakan nafsunya (Abdul Qadir al Jailani,2009:1-8.) Menentang Al-Haq Azza wa Jalla atas takdir yang telah ditentukan-Nya berarti kematian agama, kematian tauhid, bahkan kematian tawakkal dan keikhlasan. Hati seorang mukmin tidak mengenal kata mengapa dan bagaimana, tetapi ia hnya berkat,”Baik”. Nafsu memang mempunyai waktu untuk suka menentang. Semua nafsu itu amat jahat. Bila dilatih dan menjadi jinak, maka ia menjadi sangat baik. Hati dikatakan baik bila diisi dengan takw, tawakal, tauhid, dn ikhlas kepdaNya dalam semua amalan (Abdul Qadir al Jailani,2007:1-3) 2. Faqir (Abdul Qadir al Jailani,tt:17-20) Dalam majlis kedua yang bertepatan pada tanggal 5 Syawal 545 H. Syekh Abdul Qadir al-Jilani menyampaikan sebuah wasiat tentang kefakiran. Kehidupan seorang sufi itu identik dengan fakir dan tidak terlena oleh duniawi, sebab dunia itu sifatnya tidak kekal. Seorang sufi selalu mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah entah itu banyak ataupun sedikit, selalu sabar akan ujian yang diberikan oleh Allah meskipun cobaan itu membawa penuh penderitaan, selalu meninggalkan
27
ajang kemaksiatan, hanya memakan makanan dari meja ketaatan, dan ikhlas menerima qaza‛ dan qadar Allah (Abdul Qadir al Jailani, 2009:1217). 3. Larangan berangan-angan menjadi
orang kaya
(Abdul
Qadir al
Jailani,tt:21-26) Dalam majlis ketiga yang bertepatan pada tanggal 8 Syawal 545 H. Syekh Abdul Qadir menyampaikan nasehat berupa larangan untuk berangan-angan menjadi kaya. Karena berangan-angan itu adalah suatu perkara yang merugikan dan membinasakan jika tidak disertai dengan usaha. Yang menjadi tekanan dalam larangan beliau yakni jangan sampai tenggelam dalam angan-angan duniawi yang melenakan dan bersifat semu. Alangkah lebih baik jika bersikap qanaah, sebab qanaah merupakan kekayaan yang tidak akan ada habisnya (Abdul Qadir al Jailani,2009:1827). 4. Taubat (Abdul Qadir al Jailani,tt:28-23) Dalam majlis keempat yang bertepatan pada tanggal 10 Syawal 545 H., Syekh Abdul Qadir menyampaikan nasehat agar sebagai seorang hamba yang tidak pernah luput dari dosa senantiasa bertaubat kepada Allah, selagi pintu taubat masih dibuka untuknya. Jangan biarkan waktu berlalu dengan sia-sia, manfaatkan waktu yang ada sebaik mungkin untuk menanam kebaikan selama masih hidup di
dunia. Karena dunia
merupakan ladang akhirat (Abdul Qadir al Jailani,2009:29-31) 5. Sabar
28
Dalam majlis ketujuh, yang bertepatan pada tanggal 17 Syawal 545 H., Syekh Abdul Qadir menyampaikan nasehat tentang kesabaran. Menurut beliau, sabar dalam urusan dunia itu lebih baik, karena dunia adalah sarang penyakit dan sering membawa musibah (Abdul Qdir al Jailani,2009:49). 6. Ikhlas Dalam majlis kesepuluh yang bertepatan pada tanggal 14 Syawal 545 H., Syekh Abdul Qadir menyampaikan nasehat agar selalu ikhlas dalam beribadah “jangan merasa terbebani dalam beribadah”. Landasan melaksanakan ibadah adalah keikhlasan, jika ada orang melaksanakan ibadah namun hatinya tidak ikhlas berarti ia tergolong orang yang munafik (Abdul Qadir al Jailani,2009:59) 7. Ma‟rifatullah Dalam majlis kesebelas yang bertepatan pada tanggal 19 Syawal 545 H., Syekh Abdul Qadir menyampaikan anjuran untuk mengenal Allah. Manusia selaku seorang hamba haruslah mengenal penciptanya. Allah sebagai Dzat Yang Maha Pencipta adalah Dzat yang wajib dipatuhi segala perintahnya. Jika seorang mengenal betul Dzat yang menciptakannya, maka ia akan menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya. Tidak sedikit di antara hamba Allah yang mengenalnya namun tidak mengindahkan perintah dan larangan yang telah ditetapkan olehNya sehingga masuk dalam jurang kemaksiatan bukan lembah ketaatan. Padahal seyogyanya kemaksiatan adalah penyakit dan ketaatan adalah obatnya. Namun mengapa banyak manusia yang memilih suatu
29
penyakit, dan lebih parahnya lagi ia tidak segera berobat (Abdul Qadir al Jailani,2009:67-72) 8. Jangan Mencari Selain Allah Dalam majlis kedua-belas yang bertepatan pada tanggal 2 Dzulqa‟dah 545 H., Syekh Abdul Qadir menyampaikan nesehat agar tidak meminta kepada selain hanya Allah-lah yang pantas untuk dimintai. Sering kali manusia menggantungkan diri atau meminta kepada sesama manusia yang nota bene-nya adalah sama-sama hamba Allah (makhluk). Ingatlah, jika ada baik pasti ada buruk, jika ada manis pasti ada pahit, jika ada keruh pasti ada jernih. Dan jika seseorang menginginkan kejernihan total maka janganlah menggantungkan diri kepada selain Allah. Jikalau sudah demikian maka ia akan memperoleh kedamaian, kenikmatan, dan kegembiraan dengan rasa yang manis (Abdul Qadir al Jailani,2009:74-79) 9. Mendahulukan Akhirat atas Dunia Dalam majlis ketiga-belas yang bertepatan pada tanggal 4 dzulqo‟dah 545 H, Syekh Abdul Qadir menganjurkan untuk lebih mengutamakan akhirat daripada dunia. Sebab dengan demikian maka ia akan mendapatkan keduanya. Namun jika seseorang memilih untuk lebih mengutamakan dunia daripada akhirat, maka ia tidak akan mendapatkan keduanya (Abdul Qadir al Jailani,2009:81) 10. Jangan Munafik Dalam majlis keempat-belas yang bertepatan pada tanggal 7 Dzulqa‟dah545 H., Syekh Abdul Qadir menganjurkan agar seseorang tidak memelihara sifat munafik. Dalam mengarungi kehidupan pastilah manusia
30
diberi ujian oleh Allah. Hal ini untuk mendeteksi mana yang berhati munafik dan mana yang ikhlas (Abdul Qdir al Jailani,2009:87-92) 11. Beramal Dengan Al-Qur‟an Dalam majlis keenam-belas yang bertepatan pada tanggal 11 Dzulqa‟dah 545 H., Syekh Abdul Qadir menyampaikan nasehat agar senantiasa mengamalkan Alquran. Sebab dengan mengamalkan Alquran, maka seorang hamba akan dinaikkan derajatnya oleh Allah (Abdul Qadir al Jailani,99) 12. Jihad Terhadap Hawa Nafsu dan Syaitan Dalam majlis kedelapan-belas yang bertepatan pada tanggal 16 Dzulqa‟dah 545 H., Syekh Abdul Qadir memberi nasehat untuk jihad melawan hawa nafsu dan setan. Jihad menurut Syekh Abdul Qadir ada 2 kategori, yakni: jihad batin (melawan hawa nafsu, bertobat dari kemaksiatan) dan jihad lahir (jihad melawan kaum kafir). Namun, jihad batin lebih sulit jika dibandingkan dengan jihad lahir (Abdul Qdir al Jailani,2009:110) 13. Usir Hubbudunya Dalam majlis keduapuluh-dua yang bertepatan pada akhir bulan Dzulqa‟dah 545 H., Syekh Abdul Qadir memberi nasehat agar kita membersihkan hati dari cinta terhadap dunia. Sebab dunia itu penuh tipu daya, awalnya dunia bersikap manis namun kemudian berubah menjadi pahit. Maka dari itu lihatlah kecacatan demi kecacatan yang dimiliki oleh dunia dengan mata hati (Abdul Qdir al Jailani,2009:134-135) 14. Zuhud
31
Dalam majlis keduapuluh-lima yang bertepatan pada tanggal 19 Dzulhijjah 545 H., Syekh Abdul Qadir memberi nasehat untuk zuhud terhadap dunia. Makna zuhud identik dengan tasawuf yakni bersih atau jernih. Maka orang yang bertasawuf atau seorang sufi itu hatinya bersih dari selain Allah dengan melalui proses yang panjang, tidak hanya dalam kekejap mata bisa langsung mengubah pola pakaian orang sufi, menguruskan badan, memucatkan muka, dan memutar tasbih dengan jari. Orang yang zuhud harus bisa mengeluarkan makhluk dari hatinya, karena hatinya hanya tertuju pada Allah (Abdul Qadir al Jailani,2009:157-160). 15. Ikhlas Dalam majlis ketigapuluh-enam yang bertepatan pada tanggal 2 Rajab 545 H., Syekh Abdul Qadir memberi nasehat agar kita selalu ikhlas dalam beramal lillahi ta‟ala.
Jika kita mampu untuk memberi, maka
segera lakukan hal itu, dan jangan mengharap untuk diberi. Jika kita mampu untuk melayani, maka segera lakukan hal itu, dan jangan mengharap untuk dilayani. Jika kita mampu untuk beramal, maka beramallah jangan mengharap imbalan apapun. Lakukan semua dengan hati yang ikhlas (Abdul Qadir al Jailani,2009:208-209) 16. Mahabbah Dalam majlis keempatpuluh-satu, Syekh Abdul Qadir memberi nasehat untuk selalu mencintai Sang Pemilik Cinta yakni Allah. Seseorang yang lagi dimabuk cinta akan menyerahkan apa yang dimilikinya kepada kekasihnya. Jika seseorang mencintai Allah, maka ia akan menyerahkan segala apa yang dimilikinya kepada Allah, ia pun juga pasrah dengan
32
segala ketetapan yang dibuat oleh Allah untuknya (Abdul Qadir al Jailani,2009:239) 17. Taqwa Dalam majlis keempatpuluh-dua yang bertepatan pada tanggal 19 Rajab 545 H., Syekh Abdul Qadir memberi nasehat untuk bertaqwa kepada Allah. Karena dengan bertaqwa maka kedudukan seorang hamba menjadi mulia (Abdul Qadir al Jailani,2009:243). 18. Iman Dalam majlis keempatpuluh-empat yang bertepatan pada tanggal 13 Rajab 545 H., Syekh Abdul Qadir mengatakan bahwasanya dunia adalah penjara bagi orang yang beriman. Maka barang siapa yang beriman maka selama hidup di dunia ini batinnya akan merasa berada dalam penjara, meskipun kondisinya bergelimang harta dan kedudukan. Dia ingin melepaskan
diri dari dunia, kemudian berlanjut melepaskan diri dari
akhirat, dan hanya ingin mendekatkan diri kepada Sang Khaliq (Abdul Qadir al Jailani,2009:256-257) 19. Murah Hati Dalam majlis keempatpuluh-sembilan
yang bertepatan
pada
tanggal 11 Sya‟ban 545 H., Syekh Abdul Qadir memberi nasehat agar selalu murah hati dan memberi orang yang meminta. Sebab masih berlaku hukum take and give, barang siapa yang
memberi pasti akan diberi
balasan yang lebih banyak hingga kelipatannya. Bila Allah mengambil hartamu, kesehatanmu, ataupun anakmu, tetaplah tersenyum dalam menghadapi suratan takdir yang telah ditetapkanNya. Sembunyikan gurat
33
kesedihan, tunjukkan
jiwa yang sabar dan penuh keikhlasan dalam
menerima segala keadaan, tanpa protes sedikitpun. Selalu bermurah hati lah dan utamakan kebutuhan orang lain dalam rangka mencapai ketaatan kepada Allah (Abdul Qadir al Jailani,2009:283-293) 20. Mengosongkan Diri Dalam majlis kelimapuluh yang bertepatan pada tanggal 18 Sya‟ban 545 H., Syekh Abdul Qadir memberi petuah tentang sebuah kewajiban untuk mengosongkan diri dari keinginan-keinginan duniawi dengan cara menyibukkan diri dalam rangka memperbaiki diri, mengisi waktu dengan kebaikan dan
meninggalkan segala hal yang tidak
bermanfaat dan berpaling dari keinginan-keinginan yang bersifat duniawi (Abdul Qdir al Jailani,2009:297). Jangan sampai dunia masuk dalam hatimu, akan tetapi taruhlah dunia dalam genggaman tanganmu dan kuasai ia, jangan sampai engkau yang dikuasai olehnya (Abdul Qadir al Jailani,2009:313) 21. Taqorrub kepada Allah Dalam majlis kelimapuluh-enam yang bertepatan pada tanggal 19 Ramadhan 545 H., Syekh Abdul Qadir memberi nasehat agar kita mendekatkan diri kepada Allah, merasa selalu diawasi oleh-Nya, dan selalu takut pada-Nya. Karena pada hakekatnya takut kepada
Allah
merupakan mutiara berharga dan penerang bagi hati, dan pendekatan pada zuhud. Jika ada kehidupan pasti ada kematian, jika ada awal pasti ada akhir, jika ada gelap pasti ada terang, jika ada terang pasti ada cahaya. Kehidupan, kematian, awal, akhir, gelap, terang, dan cahaya. Kesemuanya
34
itu yang menciptakan adalah Allah. Maka dari itu kita selaku hamba-Nya haruslah selalu bermuraqabah padaNya (Abdul Qadir al Jailani,2009:352353) 22. Meninggalkan Sesuatu yang Tidak Berguna Dalam majlis ke enampuluh, di madrasah Beliau yang bertepatan pada hari selasa, 13 Rajab 546 H. Syaikh Abdul Qadir al Jailani memberi nasihat tentang hal-hal yang tidak berguna supaya ditinggalkan. Orang yang baik keislamannya hanya akan melakukan sesuatu yang berguna dan meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.
Berusahalah
menyucikan hatimu terlebih dahulu, kemudian barulah kamu akan diberi ma‟rifat. Jika kamu meninggalkan yang pokok, maka tidak akan diterima kesibukanmu yang merupakan cabang. Kesucian badan tidak berguna jika hati masih najis. Sucikanlah badanmu dengan sunnah, dan sucikanlah hatimu dengan mengamalkan al qur‟an (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2007:19-20) 23. Tauhid Dalam majlis keenampuluh-dua yang bertepatan pada akhir bulan Rajab 546 H., Syekh Abdul Qadir memberi nasehat tentang tauhid. Ajaran tauhid ini merupakan obat sedangkan dunia adalah penyakit. Maka berhati-hatilah dengan penyakit dan segera obati penyakit jika engkau terserang olehnya dengan cara mencintai Allah seutuhnya. Dengan demikian Allah pun akan mencintaimu, engkau akan dilindungi dari kejahatan dunia yang membawa penyakit, tipu daya, dan hawa nafsu,yang kesemuanya sangat membahayakan (Abdul Qadir al Jailani,2009:408).
35
Jadi, konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul Qadir al jailani dalam kitab Fathur Rabbani karangan beliau sendiri sangatlah banyak. Yang paling utama dapat disimpulkan bahwa taubat membersihkan diri itu adalah hal yang pertama dan utama, dilanjutkan ketingkatan sabar, ikhlas, ma‟rifatullah, zuhud, Mahabbah, iman, taqwa, mengosongkan diri, taqorrub, kemudian menguatkan tauhid. Konsep keiklasan dalam kitab ini dijelaskan sampai dua kali, sehingga dapat disimpulkan bahwa ikhlas adalah konsep yang penting dalam kesufian. Spiritual di atas adalah konsep yang sangat utama untuk menggapai tingkat kema‟rifatan.Dimana seorang makhluk mengenal dekat dengan Tuhannya.Sehingga diri makhluk dapat terkendali dengan sempurna lahir dan batin tanpa ada rasa hampa hati makhluk kecuali adanya Tuhan di hatinya.
C. Konsep Pendidikan Spiritual dalam Kitab Futuh al Ghoib Dalam kitab Futuh al Ghoib, Syaikh Abdul Qadir al Jailani menyampaikan 80 syarahan. Dari kitab ini, penulis akan memaparkan syarahan-syarahan yang berkaitan dengan konsep pendidikan spiritualnya Sang Syaikh. Syarahan yang pertama, beliau menyampaikan bahwa kewajiban bagi setiap mukmin ada tiga hal, yaitu melakukan segala perintahnya, menjauhi segala yang haram, dan yang ketiga ridho tehadap ketentuan Allah (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2006:13)
36
Syarahan yang kedua berisi tentang keikhlasan , supaya semua manusia yang beriman tetap di jalan yang di tempuh Nabi Muhammad, patuh kepada Allah dan Rasul, menguatkan tauhid, cepat bertaubat, dan cinta kepada sesama (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2006:14) Syarahan yang kelima ,Apabila kamu melihat dunia berada di tangan pemiliknya dengan segala perhiasan, kebathilan, tipu daya, tempat pencarannya, dan racunnya yang sangat mematikan, disertai lembutnya sentuhan lahirnya, dan membuatmu lalai akan janjimu kepada-Nya . apabila kamu melihat dunia, ibaratkan saja melihat orang yang buang hajat di padang pasir dan baunya tidak sedap. Maka lihatlah dunia seperti iu sehingga kamu akan menundukkan pandangan dari aurotnya dan menutup hidung dari bau yang tidak sedap yaitu gemerlap dunia (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2006:17) Syarahan yang keenam, menjauhkan diri dari keramaian, keramaian di sini bermaksud dunia.Menjauh dengan perintah-Nya dan menjauhi nafsu juga dari perintah-Nya. Sehingga muncul tanda-tanda orang yang benar-benar terputus dengan urusan dunia (Syaikh Abdul Qadir al jailani, 2006:18-19) Syarahan ke tujuh, keluarlah dari diri kamu sendiri dan pasrahkanlah semuanya kepada Allah.Sehingga driri manusia itu terpenuhi oleh Allah. Maksudnya manusia keluar dari dirinya itu keluar dari nafsunafsu badaniah, yang selal menggoda ibadah manusia (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2006:20-21)
37
Syarahan kesembilan, beliau menceritakan bahwa kondisi spiritual yang terjadi apabila manusia telah mencapai maqamnya, hatinya akan merasa mendidih dan gemetar saat melaksanakan ibadah (Syaikh Adul Qadir al Jailani, 2006:24) Syarahan kesepuluh, beliau menjelaskan bahwa diri ini penentang Allah, karena diri ini adalah nafsu. Dan apabila manusia hendak meraih maqam hakikat peringkat abdal maka lepaskanlah dirimu dan kembali kepada Allah (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2006:25) Syarahan kesebelas, ridholah dengan takdir Allah dan ketentuanNya.Dan selalu berharap karunianya. Karena Allah akan menolong manusia yang sabar dan selalu ridho (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2006:28) Syarahan keduabelas, Beliau berkata,”Apabila Allah swt. Telah memberikanharta benda kepadamu, kemudian kamu sibuk dengannya dan melupakan taat kepada Allah, maka Allah akan membuat penghalang antara kamu dan Dia dengan harta benda tersebut di dunia dan di akhirat. Bisa jadi Allah akan mencabut harta benda itudarimu, mengubah nasibmu, dan membuatmu menjadi miskin karena kamu telah disibukkan dengan nikmat harta benda dan melupakan Dzat Yang Memberi Nikmat. Akan tetapi, apabila kamu disibukkan dengan ketaatan kepada-Nya dan melupakan harta benda itu, Allah akan menjadikannya sebagai pemberian, dan tidak akan akan mengurangi sedikit pun harta itu. Harta itu akan menjadi pelayanmu dan kamu akan menjadi pelayan Tuhanmu. Akhrnya, kamu hidup di dunia inidalam keadaan berkecukupan dan dimanjakan oleh
38
kebutuhan yang terpenuhi.Dan di akhirat dalam keadaan diberikan kemuliaan dan kebaikan di Surga Ma‟wa bersama shiddiqin, syuhada, dan orang-orang shalih (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2006:29). Syarahan ketigabelas, janganlah bersusah hati untuk mendapatkan keuntungan dan janganlah menghindar dari malapetaka, karena semua itu akan terjadi sesuai dengan ketetapan Allah. Maka ridholah, pasrahkan kepada Allah, dan bertawakallah (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2006: 30). Syarahan ketujuhbelas, hampir bersatu dengan Allah yaitu mengosongkan hati dari makhluk, hawa nafsu, dan dari selain Allah. Sehingga hati terpenuhi oleh Allah (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2006:37) Syarahan kedelapan belas, nasihat tentang larangan mengadu kesusahan kepada sahabat atau musuh. Akan tetapi curhatlah atas kesusahan itu kepada Allah (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2006:39) Syarahan keduapuluh empat, nasihat untuk selalu berpegang teguh kepada Allah, dan larangan mengingkari-Nya. Janganlah mencari kedudukan yang tinggi hanya semata-mata karena dunia atau akhirat (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2006: 50) D. Konsep Pendidikan Spiritual dalam Kitab Al Ghunyah li Thalibi Thariqi al Haq „Azza wa Jalla Kitab Al Ghunyah li Thalibi Thariqi al Haq „Azza wa Jalla formatnya seperti Ihya‟ Ulumuddin karya Imam al Ghozali yang membahas tentang Fiqih, aqidah, tafsir dan juga Tasawuf. Dalam hal ini
39
penulis akan memaparkan konsep spiritualnya Syaikh Abdul Qadir al Jailani yang membahas tentang tasawuf. Beliau membahas tasawuf dengan didahului dengan akhlaq kemudian penataan rohani yang meliputi; mujahadah, tawakal, berakhlaq yang baik, syukur, sabar, ridho, jujur (Syaikh abdul Qadir al Jailani,1997:306 Mujahadah, Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa seseorang tidak akan mencapai derajat orang-orang yang shaih hingga ia melewatienam perkara yaitu menutup pintu nikmat dan membuka pintu kesusahan, menutup pintu kemulyaan dan membuka pintu kehinaan, menutup pintu istirahat dan membuka pintu kerja keras, menutup pintu tidur dan membuka pintu bergadang, menutup pintu kekayaan dan membuka pintu kemiskinan, menutup pintu harapan dan membuka pintu persiapan kematian. Tawakal, Abu Turab al Nakhsyabi mengatakan, tawakal adalah melempar badan dalam penghambaan (ubuddiyah) dan mengkaitkankalbu dengan ketuhanan (rububiyah),serta merasa tenang dengan apa yang ada, jika diberi di beryukur dan jika tidak diberi dia bersabar. Akhlaq yang baik, akhlaq adalah hal yang paling utama karena akhlaq mencerminkan jati diri yang sebenarnya.Manusia terkubur oleh kelakuannya dan terkenal karena kelakuannya juga.Ada yang mengatakan, akhlaq yang baik diberikan secara khusus kepada Nabi Muhammad sebagai mukjizat dan keutamaan yang Allah berikan kepadannya. Syukur, ada yang mengatakan hakikat syukur adalah memuji orang yang telah berbaik hati memberi dengan mengingat kebaikannya.Syukur
40
hamba Allah berarti memuji-Nya dengan mengingat kebaikan yang Allah berikan. Sabar, ada tiga macam kesabaran yaitu sabar karena Allah (dalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya), sabar bersama Allah (sabar menerima qadha dan skenario Allah yang berupa cobaan), sabar atas Allah (sabar menanti apa yang telah dijanjikan Allah berupa rizqi, bebas dari masalah, kecukupan, pertolongan dan ganjaran di akhirat). Jadi sabar yang dimaksud dalam islam bukanlah tdak berbuat apa-apa. Tetapi sabar adalah menahan hawa nafsu melewati batasbatasnya. Ridho, Abu Ali al Daqqaq r.a mengatakan,:”Ridho bukanlah tidak merasakan cobaan, akan tetapi ridho sesungguhnya adalah tidak memprotes ketentuan dan qadha. Jujur, shidq adalah pilar dan penyempurna segala hal.Shadiq adalah sifat yang melekat pada seseorang yang jujur (berlaku benar). Sedangkan shiddiq adalah bentuk mubalaghoh (hiperbola), diberikan kepada orang yang terus-menerus melakukan kejujuran`(kebenaran), sehingga menjadi kebiasaan dan karakternya. Ada tiga hal menjadi buah manis orang yang berlaku shidq dan tidak lepas darinya, yaitu kenikmatan, wibawa, dan keramahan. Adapun pokok spiritual yang di jelaskan dalam kitab ini adalah taubat, beliau membahas tentang taubat secara detail, mengenai syarat sampai terlihat ciri-ciri yang diterima taubatnya. Dalam hal ini penulis
41
akan memaparkan tentang pokok spiritual taubat dan taqwa, yang merupakan pokok dasar dari tasawuf. Yang perlu di perhatikan dalam tasawuf yang pertama adalah taubat.Karena tidak memungkiri sebagai manusia awam tidak luput dari dosa besar maupun kecil.Maka dari itu untuk menuju jalan spiritual yang mendalam taubat dari dosa kecil atau besar itu sangat penting.Mengingat jiwa yang penuh dengan dosa kotoran maka harus dibersihkan sehingga jiwa menjadi bersih dan suci. Setelah jiwa menjadi bersih segala kebaikan apapun akan mudah masuk ke dalam hatinya. Dalam kitab ini disebutkan ada tiga syarat bertaubat: menyesali kesalahan yang telah dilakukan, menjauhi dosa disetiap saat dan keadaan, tidak mengulangi dosa yang telah lampau. Menyesal disini bermaksud bersedih hati setelah berpisah dengan kekasih. Jika sudah benar-benar taubat maka akan selamat dari perbuatan dosa dan eluangkan waktunya untuk beribadah kepada Allah secara khusus, sehingga harus menempuh jalan wara‟(lebih hati-hati). Karena dengan jalan ini, seseorang akan selamat dunia dan akhirat, selamat dari azab, dan kebaikan akan meningkat. Allah berbuat yang demikian terhadap
seseorang
sebagai
wujud
kasih
sayang-Nya
kepada
mereka.Karena mereka telah berhati-hati terhadap makanan dengan berusaha mencari yang halal serta meninggalkan yang haram dan syubhat.Allah menjaga mereka dari makanan yang tidak mereka sukai, lalu Allah membimbing mereka untuk mengetahuinya.
42
Ada sepuluh ciri ahli wara‟ yang telah beliau paparkan, yaitu menahan lidah dari ghibah, meninggalkan prasangka buruk, tidak merendahkan orang lain, menundukan pandangan mata dari sesuatu yang haram, berbicara jujur, hendaklah mengenali pemberian Allah, selalu menggunakan
hartanya
untuk
sesuatu
yang
hak
dan
tidak
menggunakannya untuk sesuatu yang batil, tidak gila pada kehormatan, selalu menjaga shalat lima waktu secara tepat dengan memperhatikan ruku‟ dan sujudnya, istiqamah mengikuti ahli sunnah wal jama‟ah (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2010:318-362). Kemudian pokok pembahasan yang kudua adalah taqwa.Hakikat taqwa adalah taat kepada Allah, tidak mendurhakai-Nya, ingat kepadaNya, tidak lupa kepada-Nya, bersyukur kepada-Nya, dan tidak mengkufuri-Nya.Dikatakan bahwa taqwa itu ada beberapa macam, yaitu taqwa orang awam (meninggalkan perbuatan syirik), taqwa orang khawas (meninggalkan keinginan hawa nafsudengan meninggalkan maksiat dalam setiap keadaan), taqwa orang khawashil khawas(ketaqwaan para wali). Dibahas disini tentang jalan menuju taqwa, yang mula-mula menghindarkan diri dari menganiaya orang lain dan menunaikan hak mereka, kemudian menghindarkan diri dari kemaksiatan, baik dosa kecil maupun besar, kemudian sibuk meninggalkan dosa hatiyang menjadi induk dosa dan menular menjadi dosa anggota badan seperti: riya‟, tamak, rakus dan gila pangkat dll (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2010:388-392). E. Konsep Pendidikan Spiritual dalam Kitab Sirr al Asrar
43
Konsep pendidikan spiritual dalam kitab sirral asrar tidak hanya konsep pendidikan untuk membangun karakter akhlaq saja. Kitab sirr al asrar menjelaskan setidaknya menjadi manusia yang sempurna dari segi akhlaq sesama manusia dan akhlaq yang karimah dalam meraih hakikat cinta kepada Allah melalui maqamat-maqamat yang ditempuh Syaikh Abdul Qadir al Jailani. Berikut pemaparan dari kitab sirr al asrar yang mengandung konsep pendidikan spiritual: 1. Kembali ke Asal Usul Kembali ke asal usul mausia adalah kembalinya jiwa manusia kepada Allah, dengan melalui beberapa jalan yang harus di tempuh sehingga sampai ke peringkat yang paling tinggi yaitu ma‟rifat. Dengan peringkat pertama yang dinamakan syari‟at, kedua hakekat, ketiga ma‟rifat (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008: 92-111). 2. Dari kesempurnaan menuju kehinaan Tujuan dari kesempurnaan yang berupa manusia menuju kehinaan atau tempat yang paling rendah adalah Supaya manusia mencari jalan kembali kepada kedudukan asal, ketika manusia masih dalam kandungan berbentuk daging dan tulang, sehingga manusia datang ke alam dunia dengan membawa keesaan Tuhan untuk mendapatkan ridho-Nya (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008:102-105). 3. Jiwa bertahta dalam raga Jiwa di dalam kitab sirr al asrar ini disebutnya dengan kata roh. Yang pertama tempat roh di dalam badan manusia terletak pada dada, roh
44
ini berhubungan dengan agama dan pekerjaannya mentaati perintah-Nya. Yang kedua yaitu tempat roh perindahan yang terletak di dalam hati manusia, roh ini berurusan dengan pengetahuan tentang jalan kerohanian. Yang ketiga yaitu roh sultan yang terletak di tengah-tengah hati, jantung kepada hati. Yang berhubungan dengan kemakrifatan, sehingga roh ini menghantarkan manusia untuk mengetahui semua pengetahuan tentang ketuhanan, kemudian roh-roh tersebut berhenti ke tempat rahasia yang Allah buatkan untuk Diri-Nya(Allah) di tengah-tengah hati (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008: 106-115). 4. Ilmu dan kesempurnan manusia Ilmu lahir itu terbagi menjadi du belas bagian, ilmu batin juga terbagi menjadi dua belas bagian. Bagian-bagian tersebut kemudian diklasifikasikan lagi, antara yang bisa dilakukan orang awam dan yang bisa dilakukan orang khas(khusus). Itupun sesuai dengan kadar kemampuannya. Ilmu secara garis besar terpetakkan ke dalam empat bagian. Pertama, ilmu dhohir (lahir) yaitu mencakup perintah dan larangan Allah serta hukum-hukum lain. Kedua,Ilmu batin syariat, yaitu thariqah. Ketiga, ilmu batin thariqah dan makrifat.Keempat, batinnya batin yaitu hakikat. Manusia yang sempurna perlu mempelajarisemua bagian tersebt dan mencari jalan ke arahnya (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2008: 116) 5. Tobat langkah pertama menuju kesempurnaan Perlu dijelaskan bahwa taubat adalah langkah pertama untuk mencapai peringkat yang atu ke peringkat yang lain. Taubat yang benar merpakan langkah pertama di dalam perjalanan seorang sufi, di dalam
45
bertaubat harus menyesal yang sesungghnya sehingga tidak terjatuh pada dosa lagi (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008:125) 6. Sufi, para pejalan di jalan Tuhan Istilah sufi dikaitkan juga dengan bidang kerohanian mereka yang sentiasa berhubung dengan sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w yang dikenali sebagai „puak yang memakai baju bulu‟. Dalam bahasa Arab perkataan tasawwuf, kerohanian Islam, terdiri daripada empat huruf – „ta‟, „sin‟, „wau‟ dan „fa‟ (t,s,w,f). Huruf pertama, t, bermaksud taubat. Huruf „s‟ adalah simbolnya. Huruf ketiga „w‟ bermaksud wilayah, suasana kesucian dan keaslian pencinta-pencinta Allah dan sahabat-sahabat-Nya. Keadaan ini bergantung kepada kesucian batin. Huruf keempat „f‟ bermakna fana, lenyap diri sendiri ke dalam ketiadaan. Diri yang palsu akan hancur dan hilang apabila sifat-sifat yang suci memasuki seseorang, dan apabila sifatsifat serta keperibadian yang banyak menghalang tempatnya akan diganti oleh satu saja sifat keesaan (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008:142) 7. Mereka senantiasa ingat Tuhan Zikir peringkat terakhir yang dipanggil khafi al-khafi yang paling tersembunyi daripada yang tersembunyi membawa seseorang kepada suasana fana. Dalam kenyataannya,hanya Allahlah yang mengetahui keadaan-keadaan orang yang telah masuk ke dalam ke fana‟an (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008:151) 8. Syarat pemyempurna zikir Salah satu syarat untuk melakukan zikir adalah berada dalam keadaan berwudhu, dan bersih hatinya. Sebutlah Allah dengan kalimah
46
tauhid secara kuat-kuat di hati dan berzikir hedaknya dalam keadaan sadar (tidak lalai). Sehingga hati merasa hidup kembali dengan perasaan yang aman dan nyaman (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008:155) 9. Meraih maqam penyaksian Melihat Allah ada dua jenis: Pertama melihat sifat keindahan Allah yang sempurna secara langsung di akhirat‟ dan satu lagi melihat sifat-sifat ketuhanan yang dipancarkan ke atas cermin yang jernih. Maknanya Dia(Allah) boleh dikenal di dunia melalui sifat-sifat-Nya, akan tetapi untuk melihat dan mengenali zat-Nya hanya terjadi di akhirat (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008: 159). 10. Tabir cahaya dan kegelapan Hati menjadi buta disebabkan oleh kelalaian, yang
membuat
seseorang lupa kepada Allah dan lupa kepada kewajiban mereka, tujuan mereka, ikrar mereka dengan Allah, ketika mereka masih berada di dalam dunia. Sebab utama kelalaian adalah kejahilan terhadap hakikat (kebenaran) undang-undang dan peraturan Tuhan.Apa yang menyebabkan seseorang itu berterusan di dalam kejahila ialah kegelapan yang menyeluruh menutupi seseorang dari luar dan sepenuhnya menguasai batinnya. Yang mendatangkan kegelapan ialah sifat-sifat angkuh, sombong, megah, dengki, bakhil, dendam, bohong, mengumpat, fitnah dan lain-lain sifat keji.Sifat-sifat yang keji itulah yang merendahkan ciptaan Tuhan yang sangat baik sehingga jatuh kepada tahap yang paling rendah. Bila sifat-sifat kegelapan terangkat cahaya mengambil alih tempatnya dan orang yang memiliki mata rohani akan melihat. Dia mengenali apa yang
47
dia lihat dengan cahaya nama-nama sifat Ilahiah. Kemudian dirinya dibanjiri oleh cahaya dan bertukar menjadi cahaya. Cahaya ini masih lagi hijab menutupi cahaya suci Zat, tetapi masanya akan sampai bila ini juga akan terangkat, yang tinggal hanya cahaya suci Zat itu sendiri (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2008:166) 11. Kebahagiaan dan penderitan Yang seharusnya manusia ketahui yaitu bagian golongan yang hendak dimasuki, golongan pertama ialah golongan yang berada dalam kedamaian, keimanan, bahagia dalam melakukan ketaatan kepada Allah, sementara golongan kedua berada dalam keadaan tidak selamat, keraguan dan kerisauan dalam keingkaran terhadap peraturan Tuhan. Keduanya ini (ketaatan dan keingkaran) ada di dalam diri seseorang. Jika kesucian, kebaikan dan keikhlasan lebih menguasai, sifat-sifat mementingkan diri akan bertukar menjadi suasana kerohanian dan bagian diri yang ingkar akan dikalahkan oleh bagian diri yang baik. Sebaliknya jika seseorang mengikuti hawa nafsu yang rendah dan kesenangan ego dirinya, sifat-sifat ingkar akan menguasai bagian diri yang satu lagi untuk menjadikannya ingkar dan jahat. Jika kedua-dua sifat yang berlawanan itu sama-sama kuat diharapkan yang baik itu boleh menang (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008:171:182) 12. Kaum darwis Seorang sufi yang mencari ganjaran dari Allah berupa surga, sebenarnya orang tersebut tidak dapat melihat hakikat yang sebenarnya. Mereka yang arif, yang mencari hakikat, mereka yang mencapai suasana
48
sufi yang sebenarnya, suasana keinginan menyeluruh yang tidak menginginkan sesuatu apa pun kecuali Allah, meninggalkan segalagalanya dan tidak mencari apa-apa kecuali yang hak. Mereka temui apa yang mereka cari dan masuk ke dalam alam yang hak, dan kehampiran dengan Allah, dan hidup semata-mata kerana Zat Allah, tidak kerana yang lain(Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008:183). 13. Menyucikan jiwa Dua jenis penyucian: Pertama zahir, ditentukan oleh peraturan agama dan dilakukan dengan membasuh tubuh badan dengan air yang bersih. Keduanya ialah penyucian batin, yang dapat dilakukan dengan menyadari kotoran di dalam diri, menyadari dosanya dan bertaubat dengan ikhlas. Penyucian batin memerlukan perjalanan kerohanian dan dibimbing oleh guru kerohanian (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2008: 194). 14. Makna ibadah Makna ibadah adalah memadukan antara badan dan batin sehingga membawa seseorang secara kerohanian kepada kehampiran dengan Allah, dan secara zahir kepada peringkat yang paling tinggi mampu dicapai. Dalam alam kenyataan mereka menjadi hamba Allah yang taat. Suasana dalam wilayah orang arif yang memperoleh makrifat sebenarnya tentang Allah. Jika ibadah dzahir tidak bersatu dengan ibadah batin, ia adalah kekurangan. Ganjarannya hanyalah pada pangkat atau kedudukan, tidak membawa seseorang hampir dengan Allah (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008: 198). 15. Kesucian manusia sempurna
49
Tujuan penyucian itu ada dua jenis yaitu yang pertama untuk membolehkannya masuk kepada alam sifat-sifat Ilahi dan yang kedua untuk mencapai maqam Zat. Penyucian untuk memasuki alam sifat-sifat Ilahi memerlukan pelajaran yang membimbing seseorang di dalam proses penyucian cermin hati daripada gambaran manusia dengan cara rayuan, ucapan atau memikirkan dan mendoakan pada nama-nama Ilahi. Ucapan itu menjadi kunci, perkataan rahsia yang membuka hati.Hanya saja, bila mata itu terbuka barulah boleh seseorang itu melihat sifat-sifat Allah yang sebenarnya.Kemudian mata itu melihat gambaran kemurahan Allah, nikmat, rahmat dan kebaikan-Nya di atas cermin hati yang murni itu (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008: 203). 16. Zakat dan sedekah Ada dua jenis zakat: zakat yang diajarkan oleh syariat dan zakat kerohanian yang berlainan sifatnya. Zakat yang diajarkan oleh syariat ialah mengeluarkan barang-barang dalam dunia ini.Zakat rohani berupa barang akhirat seperti amal.Ia juga diberikan kepada orang miskin, yaitu miskin kerohanian. Adapun tujuan zakat dan sedekah ini bukanlah hanya untuk membantu yang memerlukan, karena Allah adalah Pemberi kepada semua yang memerlukan, tetapi supaya niat baik pemberi zakat dan sedekah itu diterima oleh Allah. Faedah lain daripada sedekah ialah kesan penyuciannya. Ia menyucikan harta dan diri seseorang. Jika diri dibersihkan daripada sifat-sifat ego maka tujuan sedekah atau zakat batin (kerohanian) tercapai (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008: 207). 17. Puasa lahir dan batin
50
Puasa lahir adalah menahan diri daripada makan, minum dan bersetubuh dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Puasa batin selain yang demikian, ditambah lagi memelihara pancaindera dan fikiran daripada perkara-perkara yang keji. Ia adalah melepaskan segala yang tidak sesuai, dzahir dan batin. Rusak sedikit niatnya maka rusaklah puasa rohani. Puasa syariat terikat dengan masa, sementara puasa rohani kekal di dalam kehidupan sementara ini dan kehidupan abadi di akhirat, Inilah puasa yang sebenarnya (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008: 212). 18. Ibadah haji ke Tanah Suci Mengerjakan
haji
ada
dua
macam
yaitu
lahir
dan
batin.Mengerjakan haji secara lahir adalah sesuai dengan syarat dan rukun haji.Tetapi mengerjakan haji secara batinmemerlukan persiapan dan mengumpulkan keperluan sebelum memulai perjalanan.Yang pertama ialah mencari guru pandu, pembimbing, guru, seorang yang dikasihi, dihormati, diharapkan dan ditaati oleh muridnya (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008:215). 19. Melihat Hakikat Illahi Zauk adalah kegairahan untuk menggapai ma‟rifat Illahi, ada dua jenis zauk yaitu zauk lahiriyah dan rohaniah. Zauk lahiriah adalah hasil daripada ego diri, ia tidak memberi kepuasan secara rohaniah, ia dipengaruhi oleh pancaindra, yang seringkali melakukan sesuau hanya agar dilihat orang lain. Sedangkan zauk rohaniah adalah hasil dari suasana pengaliran tenaga kerohanian yang sangat melimpah. Seperti pembacaan puisi yang sangat indah, atau pembacaan al qur‟an dengan suara merdu,
51
atau kegairahan yang dicetuskan oleh upacara zikir sufi sehingga dapat meningkatkan suasana kerohanian (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008:224). 20. Khalwat: berduaan dengan Allah Khalwat adalah pengasingan diri.Khalwat dibagi menjadi dua yaitu dzahir dan batin. Khalwat zahir akan terjadi apabila seseorang menjauh dari keramaian sebagai wujud pegasingan dirinya supaya dapat mengendalikan ego dan nafsunya. Sedangkan khalwat batin yaitu keadaan di mana manusia dapat mengeluarkan dari hatinya atas pemikiran tentang hal dunia, kejahatan, ego, meninggalkan makan dan minum yang diharamkan (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008:231). 21. Salat dan Wirid Shalat dan wirid dalam bab ini sangatlah banyak. Setelah penulis baca dan mengartikan bab ini dalam kitab sirr al asrar asli arab. Penulis menemukan banyak amalan yang harus dilakukan seorang sufi, seperti shalat wajib 5 waktu berjamaah di masjid, kemudian shalat-shalat sunah yang di dalamnya terdapat wirid-wirid khusus di setiap shalat sunahnya. Seperti shalat sunnah tahajud 12 rokaat di pertengahan malam,kemudian shalat setelah terbit matahari tidak hanya shalat dhuha tetapi sebelum shalat dhuha di dahului dua rakaat shalat isyraq, dua rakaat shalat isti‟adah dan dua rakaat shalat istikharah yang wirid dalam shalatnya adalah dalam masing-masing rokaat setelah membaca fatihah 1x kemudian membaca ayat kursi 1x dan surah al ikhlas 7x, dilanjut enam rokaat shalat dhuha (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008: 240).
52
22. Makna dan Rahasia di Balik Mimpi Mimpi ada dua jenis, yaitu mimpi dari perasaan diri sendiri dan mimpi yang bermatlamat. Asal dari mimpi adalah dari Allah tetapi tak memungkiri syaitan juga dapat berpura-pura dalam mimpi. Mimpi yang dari Allah dapat menggambarkan suasana kerohanian yang sangat menalam dan hasilnya dapat menciptakan suasana harmonis dalam kehidupan nyata (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008:259). 23. Keragaman Para Pejalan Keragaman para pejalan kerohanian terbagi menjadi dua yaitu yang pertama sunni, mereka yang mengikuti jalan kerohanian dengan aturan qur‟an dan hadits. Dan yang kedua yaitu pengikut jalan kerohanian tetapi jalan bid‟ah(Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008:274).
F. Klasifikasi Konsep Pendidikan Spiritual Syaikh Abdul Qadir Al Jailani 1. Akidah Kitab Syaikh Abdul Qadir Al Jailani yang menekankan pembahasannya tentang akidah yaitu kitab Al Fath ar Rabbani wal Faidhur ar Rahmani, yang di dalamnya terdapat ceramah yang sangat panjang hanya menasehati tentang tauhid. Adapun konsep yang berkaitan yaitu konsep taqwa dan iman. 2. Akhlaq atau Adab Kitab yang membahas mendalam tentang Akhlaq, penulis menemukan pembahasannya dalam kitab al Ghunnyah li Thalibi Thariqi al Haq Azza
53
Wa Jalla. Adapun konsep yang yang dipaparkan yaitu Akhlaq yang baik karena hal yang paling utama karena akhlaq mencerminkan jati diri yang sebenarnya.Manusia terkubur oleh kelakuannya dan terkenal karena kelakuannya juga. Ada yang mengatakan, akhlaq yang baik diberikan secara khusus kepada Nabi Muhammad sebagai mukjizat dan keutamaan yang Allah berikan kepadannya. Adapun klasifikasi adab dalam kitab ini sebagai berikut: adab dalam bermasyarakat (ketika bertemu mengucap salam), adab di dalam majlis, adab yang berkaitan dengan diri sendiri (seperti adab makan, minum, bepergian, tidur, dan lain-lain) semuanya tertera dalam kitab ini.
3. Thariqat Kitab Syaikh Abdul Qadir Al Jailani yang membahas tentang Thariqat yaitu kitab Sirr al Asrar. Kitab ini murni membahas tentang perjalan sufi dari nol sampai ke puncak ma‟rifatullah. Adapun konsepnya sebagai berikut: kembali ke asal usul, penurunan manusia ke peringkat yang rendah,mengetahui
roh-roh
dalam
badan,mengetahui
pengetahuan,
taubat,ahli sufi, zikir, menyaksikan Allah, penyucian diri, dan uzlah 4. Muamalah Kitab yang secara umum membahas tentang muamalah yaitu kitab al Ghunnyah Li Thalibi Thariqi al Haq Azza wa Jalla, karena kitab ini mencakup peraturan-peraturan tentang ibadah seperti fiqih ibadah, jual beli, pernikahan, adapun yag berhubungan dengan spiritualpun dalam
54
kitab ini juga di jelaskan dan lain sebagainya. Dalam fiqih ibadah Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memaparkan dari thaharoh, kemudian sampai shalat yang khusuk
BAB IV PEMBAHASAN A. Konsep Pendidikan Spiritual Syaikh Abdul Qadir Al Jailani Dalam kitab-kitab yang telah dipaparkan, terdapat beberapa konsep pendidikan spiritual yang menurut penulis penting. Adapun konsep-konsepnya sebagai berikut: 1. Tauhid 2. Berakhlaq yang baik 3. Menjalankan perintah Allah, dengan thariqat 4. Menjaga hubungan dengan sesama manusia. Untuk mencapai konsep-konsep yang sudah di dasarkan pada kitab-kitabnya, Sang Syaikh merancang pembahasan materi-materi yang dapat mencakup konsep tersebut. Beliau membagi cara belajar mengajarnya menjadi dua jenis antara lain :
55
1. Materi pembelajaran terstruktur. Dalam hal ini mencakup berbagai macam ilmu pengetahuan yang erat kaitannya dengan pendidikan rohani. Pembelajaran ini telah dilakukan sejak awal sekolah didirikan 2. Materi pembelajaran terkait dengan dakwah. Dalam hal ini beliau menyampaikan materi secara rutin dalam 3 waktu, yakni: Jumat pagi, Selasa sore, dan Minggu pagi. Untuk hari Jumat dan Selasa pembelajaran dilakukan di sekolah, sedangkan untuk hari Minggu pembelajaran dilakukan di asrama 3. B. Konsep Pendidikan Islam di Indonesia Pada
awalnya,
pendidikan
Islam
di
Indonesia
sudah
berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia. Pada tahap awal, pendidikan Islam dimulai dari kontak-kontak pribadi maupun kolektif antara muballigh (pendidik) dengan peserta didiknya. Setelah komunitas muslim daerah terbentuk di suatu daerah tersebut, mereka membangun tempat peribadatan dalam hal ini masjid. Masjid merupakan lembaga pendidikan Islam yang pertama muncul, di samping rumah tempat kediaman ulama‟ atau muballigh. Setelah penggunaan masjid sudah cukup optimal, maka kemudian dirasa perlu untuk memiliki sebuah tempat yang benar-benar menjadi pusat pendidikan dan pembelajaran Islam. Untuk itu, muncullah lembaga pendidikan lainnya seperti pesantren, dayah ataupun surau. Nama– nama tersebut walaupun berbeda, tetapi hakikatnya sama yakni sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan keagamaan.
56
Pesantren sebagai akar pendidikan Islam, yang menjadi pusat pembelajaran Islam setelah keberadaan masjid, senyatanya memiliki dinamika yang terus berkembang hingga sekarang. Menurut Prof. Mastuhu, pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Pesantren sejatinya telah berkiprah di Indonesia sebagai pranata kependidikan Islam di tengahtengah masyarakat sejak abad ke-13 M, kemudian berlanjut dengan pasang surutnya hingga sekarang. Untuk itulah, tidak aneh jika pesantren telah menjadi akar pendidikan Islam di negeri ini. Karena senyatanya, dalam pesantren telah terjadi proses pembelajaran sekaligus
proses
pendidikan;
yang
tidak
hanya
memberikan
seperangkat pengetahuan, melainkan juga nilai-nilai (value). Dalam pesantren, terjadi sebuah proses pembentukan tata nilai yang lengkap, yang
merupakan
proses
pemberian
ilmu
secara
aplikatif
(Mastuhu,1994:13). Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia ini pada mulanya ditandai dengan munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang amat sederhana, sampai dengan tahap-tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap. Adapun lembaga pendidikan Islam di Indonesia antara lain: 1. Surau, lembaga pendidikan Islam di Minangkabau. Yang berfungsi sebagai tepat untuk bertemu, rapat, berkumpul dan lain-lain.
57
Sebagai lembaga pendidikan tradisional surau menggunakan sistem halaqah dan materi yang di ajarkan pada awalnya masih seputar huruf hijaiyah dan BTA, disamping ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti keimanan, akhlaq dan Ibadah 2. Meunasah, merupakan tingkat pendidikan Islam terendah. Meunasah berfungsi sebagai tempat upacara keagamaan, penerimaan zakat dan penyaluran zakat, musyawarah dan menerima tamu. Fungsi untuk kelembagaan, meunasah sebagai tempat di mana diajarkan pelajaran membaca al qur‟an. 3. Pesantren, jenjang pendidikan dalam pesantren tidak dibatasi seperti dalam lembaga-lembaga pendidikan yang emakai sisten klasikal. Umumnya kenaikan seorang santri ditandai dengan tamat dan bergantinya kitab yang dipelajari. Fungsi sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren menyelenggarakan pendidikan formal seperti madrasah, sekolah umum, perguruan tinggi, dan pendidikan non-formal 4. Madrasah, madrasah adalah tempat para santri untuk menimba Ilmu, dalam madrasah sistem pengajarannya seperti pada pesantren(Samsul Nizar, 2011: 279-290). Adapun tujuan dan sasaran pendidikan Islam itu berbeda-beda menurut pandangan hidup masing-masing pendidik atau lembaga pendidikan.Oleh karnanya, perlu dirumuskan pandangan hidup Islam yang mengarahkan tujuan dan sasaran pendidikan Islam. Bila manusia yang berpredikat musli, benar-benar akan menjadi penganut yang baik,
58
menaati agama yang baik, menaati ajaran Islam dan menjaga agar rahmat Allah tetap berada pada dirinya. Ia harus mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan ajarannya sesuai iman dan akidah islamiyah. Untuk tujuan itulah, manusia harus dididik melalui proses pendidikan Islam berdasarkan pandangan diatas. Pendidikan Islam berarti sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai
Islam
yang
telah
menjiwai
dan
mewarnai
corak
kepribadiannya. Mengingat akan luasnya jangkauan yang harus dikerjakan oleh pendidikan Islam, maka pendidikan Islam tetap terbuka terhadap tuntutan kesejahteraan umat manusia, baik tuntutan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi maupun tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup rohaniah. Kebutuhan itu semakin meluas sejalan dengan, meluasnya tuntutan hidup manusia itu sendiri. Oleh karna itu, dilihat dari pengalamannya, pendidikan Islamberwatak akomodatif terhadap tuntutan kemajuan zaman sesuai acuan norma-norma kehidupan (Arifin, 2003:7-8) Islam
sebagai
petunjuk
Ilahi
mengandung
implikasi
kependidikan yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia menjadi seorang mukmin, muslim, muhsin,dan mutaqin melalui proses tahap demi tahap. Islam sebagai ajaran mengandung sistem nilai di
59
mana proses pendidkan Islam berlangsung dan dikembangkan secara konsisten untuk mencapai tujuan. Pola dasar pendidikan Islam yang mengandung tata nilai Islam merupakan fondasi struktural pendidikan Islam. Ia melahirkan asas, strategi dasar, dan sistem pendidikan yang mendukung, menjiwai, memberi corak dan bentuk proses pendidikan Islam yang berlangsung dalam
berbagai
model
kelembagaan
pendidikan
Islam
yang
berkembang sejak 14 abad yang lampau sampai sekarang (Arifin, 2003: 21) Adapun konsep pendidikan Islam di Indonsia dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Pendidikan dalam konsepsi ajaran Islam merupakan manifestasi dari tugas kekhalifahan ummat manusia di muka bumi. Manifestasi ini akan bermakna fungsional jika seluruh fenomena kehidupan yang muncul dapat di beri batasan-batasan nilai moralitasnya, sehingga tugas kekhalifahan itu tidak justru berada di luar lingkar nilai-nilai itu. Dan konsekuensinya, mengisyaratkan kepada manusia agar dalam proses pendidikannya selalu cenderung pada ajaran-ajaran pokok dari sang Pendidik yang paling utama dan pertama, yaitu Allah sebagai rabb al„alamiin dan sekaligus sebagai rab an-naas. 2. Pendidikan Islam memahami alam dan manusia sebagai totalitas ciptaan Allah, sebagai satu kesatuan, di mana manusia yang diberi otoritas relatif untuk mendayagunakan alam, tidak bisa terlepas dari sifat ar-rahman dan ar-rahim Allah yang termasuk sifat ke-
60
rubbubiyyahan-Nya. Oleh karena itu pendidikan sebagai bagian pokok dari aktifitas pembinaan hidup manusia harus mampu mengembangkan rasa kepatuhan dan rasa syukur yang mendalam kepada Khaliq-nya. Sehingga beban tanggungjawab manusia tidak ditujukan kepada selain Allah. Inilah sebenarnya makna tauhid yang mendasari segala aspek pendidikan Islam. 3. Atas
dasar
ketauhidan
tersebut,
pendidikan
Islam
haruslah
mendasarkan orientasinya pada penyucian jiwa, sehingga setiap diri manusia mampu meningkatkan dirinya dari tingkatan iman ke tingkatan ikhsan yang mendasari seluruh kerja kemanusiaannya. (File:///d:/skripsi/konsep%20pendidikan%20islam%20yang%c2%a0id eal%20_%20mif19.tea's%20blog.htm, di akses pada tanggal 17 September 2016). C. Relevansi Konsep Pendidikan Spiritual Syaikh Abdul Qadir al Jailani Terhadap Pendidikan Islam di Indonesia Hidup di zaman modern seperti sekarang ini, tentu sangat berbeda dengan kehidupan di zamannya Syaikh Abdul Qadir al Jailani. Apalagi masyarakat di Indonesia, sangat berbeda sekali dengan masyarakat yang ada di Timur Tengah. Maka yang paling mudah adalah memahami kehidupan di masa sekarang, dan merujuk kepada kehidupan para ulama terdahulu, cendikiawan Islam, dan orang-orang saleh. Maka dari itu, dari seluruh konsep pendidikannya Syaikh Abdul Qadir yang telah dipaparkan di bab sebelumnya ini. Tentulah sangat
61
berkesinambungan dengan konsep pendidikan Islam yang ada di Indonesia. Terutama di pondok-pondok pesantren salafiyah yang masih menggunakan metode yang ada pada zamannya Rasulullah seperti bandongan, halaqah, sorogan, musyawarah dan lain-lain (Zamakhsyari Dhofier,1984:28-31) Adapun relevansi konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul Qadir Al Jailani terhadap konsep pendidikan Islam di Indonesia antara lain, konsep tentang ketauhidan. Dalam konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul Qadir Al Jailani tauhid sangat ditekankan pada materi pembelajaran, tak lain halnya pada konsep pendidikan di Indonesia yang menjadikan konsep tauhid sebagai dasar pendidikan Islam dalam penyucian jiwa. Kemudian konsep akhlaq atau adab, juga relevan antara konsepnya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani terhadap pendidikan di Indonesia. Karena adab yang berhubungan manusia dengan Allah dan manusia dengan sesama dalam kitab Al Ghunnyah li thalibi thariqi al haq azza wa jala sudah dipaparkan secara detail, mengenai adab bersyukur, adab bergaul, adab muamalah dan lain sebagainya.
62
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah secara menyeluruh, maka penulis memberi garis besar kesimpulan sebagai isi pokok dari pembahasan skripsi ini: 1. Biografi Syaikh Abdul Qadir al Jailani di awali dari kelahirannya yaitu tahun 470 H dan beliau wafat pada tahun 561 H, beliau lahir dari seorang ayah dan ibu yang luar biasa. Sehingga beliaupun sejak dilahirkan sudah mempunyai banyak keistimewaan yang sangat luar biasa. Kemudian beliau beranjak
dewasa,
mencari
ilmu
dengan
melakukan
pengembaraan ke Baghdad, lebih dari 30 tahun beliau menimba ilmu sehingga beliau mendapat gelar wali qutb dari Nabi Muhammad. Kewaliannya sangat menggetarkan para sufi pada saat itu. 2. Berkaitan dengan konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul Qadir al Jailani dalam beberapa kitab, penulis mengambil dari beberapa kitab, diantaranya: i. Kitab Tafsir al Jailani,di dalamnya terdapat konsep pendidikan spiritual: tentang pendalaman makna ayat-ayat
63
alqur‟an dengan pemahaman tasawuf. Jadi setiap ayat di al qur‟an terdapat konsep-konsep spiritual. ii. Kitab Jalaaul Khathir, di dalamnya terdapat konsep pendidikan spiritual: taubat, cinta, zuhud, takut kepada Allah, sabar, ikhlas, jujur, taqwa, berjuang, zikir, pengetahuan, mengasingkan diri. iii. Kitab al Fath al Rabbani wa al Faidhu al Rahmani, di dalamnya terdapat konsep pendidikan spiritual: tidak boleh menentang takdir Allah, larangan berangan-angan menjadi orang kaya, taubat, sabar, ikhlas, ma‟rifatullah, jangan mencari selain Allah, mendahulukan akhirat atas dunia, jangan munafiq, beramal dengan al quran, jihad, usir cinta pada dunia, zuhud, mahabbah, taqwa, iman, muah hat, mengosongkan diri, taqorrub, meninggalkan hal yang tak berguna, tauhid. iv. Kitab futuh al Ghoib, di dalamnya terdapat konsep spiritual: tiga kwajiban seorang mukmin, tauhid, taubat, tidak sengang dunia, uzlah dari keramaian,kondisi spiritual yang sebenarnya. v. Kitab Al Ghunnyah li Thalibi Thariqi al Haq Azza wa Jalla, di dalamnya terdapat konsep spiritual: mujahadah, tawakal, akhlaq yang baik, syukur, sabar, ridho, jujur. vi. Kitab sirr al asrar, di dalamnya terdapat konsep spiritual: kembali ke asal usul, penurunan manusia ke peringkat yang
64
rendah,mengetahui
roh-roh
dalam
badan,mengetahui
pengetahuan, taubat,ahli sufi, zikir, menyaksikan Allah, penyucian diri, dan uzlah vii. Klasifikasi konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul Qadir Al Jailani, terbagi menjadi empat konsep yaitu aqidah dalam kitab al fath ar rabbani al faidhu rahmani, akhlaq dalam kitab al ghunnyah li thalibi thariqi al haq azza wa jalla, thariqat dalam kitab sirr al asrar, muamalah dalam kitab al ghunnyah lithalibi thariqi al haq azza wa jalla. 3. Relevansi konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul Qadir al Jailani terhadap pendidikan Islam di Indonesia ini sangatlah berpengaruh. Konsep ketauhidan yag sangat ditekankan pada zamannya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani yang sekarang masih juga ditekan pada konsep pendidikan Islam di Indonesia. B. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, penulis memberikan saran-saran: 1.
Untuk umat manusia Pada dasarnya pendidikan Islam khususnya dalam hal spiritual telah dijelaskan. Mengenai perintah amar ma‟ruf nahi mungkar. Seperti yang di jelaskan dalam kitab futuh al ghoib risalah pertama, yang menjelaskan bahwa manusia harus patuh kepada Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, penulis menyarankan
agar
65
penggalian
ajaran
tersebut
dapat
disosialisasikan
sebagai
salah
satu
langkah
dalam
memperbaiki jiwa serta membersihkan hati dari noda-noda dunia. 2.
Untuk dunia pendidikan Islam Seorang pendidik sebagai sosok yang diharapkan masyarakat hendaknya menjadi suri tauladan yang baik serta dapat membimbing dan mengarahkan generasi penerus bangsa.
66
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Nur Kholis. Maha Dahsyat Wirid dan Dzikir Syaikh Abdul Qadir Al Jailani. Yogyakarta: Araska, 2015
Arifin.Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003
Asrifin, Tokoh-tokoh Shufi. Surabaya: CV Karya Utama, tt
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES, 1984
File:///D:/Skripsi/Konsep%20pendidikan%20islam%20yang%C2%A0 ideal%20_%20mif19.Tea's%20blog.Htm, di akses pada tanggal 17 September 2016
Hasan,
Ali B. Purwakania. Psikologi Perkembangan Islam (Menyingkap Ruang Kehidupan Manusia dari Pra Kelahiran hingga Pasca Kematian). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2006.
Kementrian Agama RI.Al Qur‟an Tajwid dan Terjemah. Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema, 2010
Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren . Jakarta: INIS, 1994
Mughni, Syekh Abdul. Intisari Ajaran Syaikh Abdul Qadir Jailani. Surabaya: Pustaka Media
Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana, 2011
Nur Hadi, Muchsin. Al-Lujainy al-Dany. Surabaya: Sumber Agung, 1993.
67
Qadir al-Jailani, Abdul. Al Ghunyahli Tholibi Thoriqi al Haq „Azza wa Jalla juz I. Lebanon: Dar al Kotob al Ilmiyah, 1997 Qadir al-Jailani, Abdul. Al Ghunyahli Tholibi Thoriqi al haq „Azza wa Jalla II. Lebanon: Dar al Kotob al Ilmiyah, 1997
Qadir al-Jailani, Abdul.Al-Fath al-Rabbani Wa al-Faidhu alRahmani.Kairo:Dar ar-Rayyan,tt Qadir al-Jailani, Abdul. Futuh al Ghoib. Damaskus: Khuquq at Thiba‟ Mahfudhoh li Nasyir, 1973
Qadir al-Jailani, Abdul. Jalaaul Khathir. Damaskus: Dar Ibnu Qayyim, 1994 Qadir al-Jailani, Abdul. Jalaul khathir fi al Bathin wa al Zahir/ Jila‟ al Khathir: Wacana-wacana Kekasih Allah. Terj. Luqman Hakim. Bandung: Marja, 2009
Qadir al-Jailani, Abdul. Sirr al Asrar. Damaskus: Dar as Sanabil, 1993
Qadir al-Jailani, Abdul. Sirr al Asrar wa Muzhir al Anwar fi ma Yahtaju Ilayhi al Abrar/Secret the screts hakikat segala rahasia kehidupan, terj. Zaimul Am. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2008
Qadir al-Jailani, Abdul. Al-Fath al-Rabbani wa al-Faidhu al-Rahmani/Jalan Menuju Cinta Ilahi, terj. Masrahan Ahmad.Yogyakarta: Citra Media,2007.
Qadir al-Jailani, Abdul. Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haq Azza wa Jalla/ Mencari Jalan Kebenaran, terj. Masrohan Ahmad. Yogyakarta: Citra Risalah, 2010
Qadir Al-jailani, Abdul. Futuhuul Ghaib, diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia menjadi Pembukaan Kepada Yang Ghaib,
68
terj. Abdul Majid Haji Khatib. Malaysia: Perniagaan Jahabersa, 2006
Qadir Al-jailani, Abdul.Tafsir al Jailani juz 1,Pakistan :Maktabah Ma‟rufiyah, 2010
Qadir Al-jailani, Abdul.Tafsir al Jailani juz 2,Pakistan :Maktabah Ma‟rufiyah, 2010
Qadir Al-jailani, Abdul.Tafsir al Jailani juz 3,Pakistan :Maktabah Ma‟rufiyah, 2010
Qadir Al-jailani, Abdul.Tafsir al Jailani juz 4,Pakistan :Maktabah Ma‟rufiyah, 2010
Qadir Al-jailani, Abdul.Tafsir al Jailani juz 5, Pakistan :Maktabah Ma‟rufiyah, 2010
Qadir Al-jailani, Abdul.Tafsir al Jailani juz 6, Pakistan :Maktabah Ma‟rufiyah, 2010
Qadir Al-jailani, Abdul. Al Auwradul Qadiriyah, Berut:Darul al Bab, 1992
Qadir al Jailani, Abdul. Al-Fath al-Rabbani wa al-Faiz al-Rahmani/Meraih Cinta Ilahi: Lautan Hikmah Sang Wali Allah, penerjemah Abu Hamas. Jakarta: Khatulistiwa, 2009 Said. Al-Syaikh Abdul Qadir al-Jailani wa Arauhu al-I‟tiqadiyah wa al-Shufiyah/Buku putih Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Jakarta: Darul Falah, 2003 Shalih Mustamir, Abu Muhammad. Lubab Al Ma‟ani Fi Tarjamah Lujjain Al-Dani. Kudus: Menara, tt
69
Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2000
Sunarto, Achmad. Terjemah Indonesia dan Makna Jawa Pegon Manaqib Syaikh Abdul Qadir al Jailani Lujaini Dani. Surabaya: Al-Miftah, 2012
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional W. J. S. Poerwadaminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,1999
Yahya al-Tadafi, Muhammad. Qalaidul Jawahir/Mahkota Para Aulia: Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, penerjemah Kasyful Anwar. Jakarta: Prenada Media, 2003
70
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Tri Miftakhul Janah
Tempat, tanggal, Lahir : Ogan Komering Ulu, 17 Juni 1994 Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Bayanan Kulan Rt 2 Rw 1, Pasuruhan, Mertoyudan Magelang
Nomor Telepon
: 085-628-655-23
Riwayat Pendidikan
: TK PGRI V Losari SDN Losari MTsN Grabag MAN Tegalrejo Magelang
Orang Tua Nama Ayah
: Harminto
Nama Ibu
: Partini
Alamat
: Wates Losari Rt 4 Rw 2, Grabag, Magelang
71
72
73
74
75