FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA HARI RAWAT PASKA CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT (CABG) DI RUANG ICU RS JANTUNG & PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA 2014
Relationship factor with Length of ICU stay after CABG in National Cardiac and Vascular Center Harapan Kita Hospital Jakarta 2014
Oleh : Novel Rina1 Ni Luh Widani2 Rustikah3
ARTIKEL ILMIAH
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN JALUR B SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS JAKARTA FEBRUARI 2015 1 Mahasiswa 2Pembimbing 3Pembimbing
Materi Metodologi
Faktor – faktor yang berhubungan dengan lama hari rawat paska Coronary Artery Bypass Graft (CABG) di ruang ICU RS Jantung & Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta 2014 ABSTRAK Lama hari rawat di ICU pada pasien paska Coronary Artery Bypass Graft(CABG) tahun 2013 sekitar 2.1 – 3.01 hari melampaui standar yang telah ditetapkan yaitu ≤ 2 hari. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan lama hari rawat paska CABG di ruang ICU RS Jantung & Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK). Metode: penelitian Cross Sectional dengan studi korelasi analitik. Penetapan sampel dihasilkan secara simple random sampling pada populasi pasien paska CABG di ruang ICU RSJPDHK berjumlah 240 pasien. Hasil analisa univariat mayoritas berusia > 50 tahun (84.6%), laki – laki (88.3%), nilai ejection fraction ≥ 40% (74.2%), CABG On Pump (78.3%), tidak mengalami komplikasi (60.8%), & komplikasi terbanyak Heart Failure (15%). Analisa bivariat dengan Chi Square secara statistik ada hubungan yang bermakna antara nilai ejection fraction (p=0.000), tehnik CABG On Pump (p=0.009) dan komplikasi paska CABG (p=0.000) dengan lama hari rawat dan tidak ada hubungan yang bermakna antara usia (p=0.132) dan jenis kelamin (p=0.837) dengan Lama hari rawat. Peningkatan lama hari rawat di ICU paska CABG sangat berhubungan dengan nilai ejection fraction < 40%, CABG On Pump dan adanya komplikasi. Saran: skrinning lengkap pra bedah, pemilihan tehnik CABG yang tepat dan tatalaksana paska CABG di ICU merupakan faktor penentu hari rawat dapat dijalankan sesuai standar.
Kata Kunci: Lama hari rawat ICU, faktor perioperatif, paska CABG Relationship factor with Length of ICU stay after CABG in National Cardiac and Vascular Center Harapan Kita Hospital Jakarta 2014 ABSTRACT Length of ICU Stay in patients under CABG 2013 approximately 2.1 - 3.01 today goes beyond the standard set that is less than or equal to 2 days.Purpose of this research is to know the relationship factor with Length of ICU stay after CABG in National Cardiac and Vascular Center Hospital Harapan Kita. Methods: From January 2014 to December 2014 patients underwent coronary artery bypass graft,a Cross Sectional in Correlation Research with statistical Chi-Square analize in 240 sample with simple random sampling.Result: Univariate analize: majority ages > 50 years old (84.6%), male gender (88.3%), ejection fraction ≥ 40% (74.2%), CABG On Pump (78.3%), without complication (60.8%), Length of ICU Stay ≤ 2 days (62.5%). Bivariate analize: the significant associated ejection fraction < 40% (p=0.000), CABG On Pump (p=0.009) and complication (p=0.000) with Length of ICU stay, while ages (p=0.132), gender (0.837) was not found to be significantly related to Length of ICU Stay. finally, causes Length of ICU stay in National Cardiac and Vascular Center Hospital Harapan Kita are ejection fraction < 40%, CABG On Pump, complication and prepare scrinning, choices of CABG technique include treats of complication after CABG are determinant factor successful to reduce length of ICU stay. Keyword : Length of ICU stay, Perioperative factors, after CABG
Pendahuluan Pelaksanaan jantung koroner dengan tehnik revaskularisasi bedah merupakan salah satu alternative intervensi bedah Coronary Artery Bypass Graft (CABG) melibatkan pintas dari sumbatan pada satu atau lebih arteri koroner dengan menggunakan vena safena, arteri mammaria atau arteri radialis sebagai pengganti atau saluran pembuluh darah (Black, 2014). Rumah Sakit jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) tiap tahunnya melakukan tindakan CABG terhadap lebih dari 600 pasien Dimana dalam standar perawatannya RSJPDHK sudah menggunakan Clinical Pathway dalam penanganan sebagai upaya meningkatkan mutu dari segi efektif dan efisien pelayanan rumah sakit. Penerapan clinical pathway bertujuan bertujuan untuk mencegah terjadinya hari perawatan berkepanjangan dimana setiap rumah sakit memiliki kebijakan berbeda dalam menentukan hari perawatan khususnya pasien paska CABG. Ruang ICU Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita menetapkan lama hari rawat paska operasi selama 2 hari, namun pada tahun 2013, lama hari rawat di ruang ICU pada pasien paska CABG rata – rata 2.1 sampai dengan 3.01 hari. Dampak dari hari rawat yang memanjang adalah biaya perawatan yang dikeluarkan keluarga dan rumah sakit meningkat, waktu tunggu untuk penjadwalan operasi menjadi lebih lama, dan kualitas hidup pasien paska CABG juga menurun. Lama hari rawat di ICU paska CABG merupakan satu indikator mutu layanan rawat inap dalam menilai efektif dan efisiensi rumah sakit. Tahun 2013 lama hari rawat paska CABG di ruang ICU RSJPDHK sebesar 2.1 sampai dengan 3.01 hari. Dari uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan lama hari rawat paska CABG di ruang ICU Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Tujuan dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor – faktor yang
berhubungan dengan lama hari rawat paska CABG di ruang ICU Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Penelitian saat ini masih dilakukan pada beberapa faktor dari banyak faktor yang berhubungan dengan lama hari rawat paska CABG dan harapannya di waktu yang akan datang ada penelitian serupa dengan lebih banyak variabel baik dari pra bedah, bedah dan paska bedah CABG.
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November sampai dengan Desember 2014 pada 600 populasi pasien paska CABG yang dirawat di ruang ICU Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita pada bulan Janurari sampai dengan Desember 2014. Total sampel yang digunakan adalah 240 pasien dengan menggunakan data sekunder dan tehnik pengambilan data menggunakan lembar observasi. Metode penelitian dengan korelasi dimana uji statistik yang digunakan adalah Chi Square. Hasil dan Pembahasan Analisa Univariat dan Analisa Bivariat pada pada pasien paska CABG yang menjalani hari rawat lebih dan kurang dari 2 hari ( n = 240 )
Variabel
Jumlah
Presentase
P
(%) Usia ≤ 50 tahun
37
15.4
> 50 tahun
203
84.6
Laki – laki
212
88.3
Perempuan
28
11.7
EF ≥ 40 %
178
74.2
EF < 40 %
82
25.8
CABG Off Pump
52
21.7
CABG On Pump
188
78.3
Tidak ada
146
60.8
Ada
94
39.2
Perdarahan
9
3.8
Tamponade
2
0.8
0.132
Jenis Kelamin 0.837
Nilai Ejection Fraction (EF) 0.000 ⃰
Tehnik CABG 0.009 ⃰
Komplikasi
Jenis Komplikasi
0.000 ⃰
Akut Kidney Injury (AKI)
27
11.3
Heart Failure
36
15
Defisit Neurologi
11
4.6
Aritmia
9
3.8
( ⃰ ) Chi Square
Penelitian ini menunjukkan
ada hubungan yang bemakna antara nilai ejection
fraction (p. 0.000), tehnik CABG (p. 0.009), dan adanya komplikasi (p. 0.000) dan tidak ada hubungan yang bermakna antara usia (p.0.132) , jenis kelamin (p. 0.837) dengan lama hari rawat paska CABG di ruang ICU Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Nilai ejection fraction yang rendah merupakan gambaran jantung yang sudah mengalami remodeling dengan kondisi penyakitnya sehingga saat terjadi reperfusi paska CABG jantung juga memerlukan waktu yang lebih lama dibanding dengan nilai ejection fraction yang lebih dari 40 % pada saat proses pemulihan berlangsung. Support secara mekanik berupa pemasangan intra aortic ballon pump sebagai inotropik mekanik menjadikan hari rawat lebih dari dua hari. Gambaran tampak jelas pada pasien dengan nilai ejection fraction rendah akan terlihat pada tekanan darah yang rendah dan masih membutuhkan dukungan inotropik tinggi agar dapat melaksanakan tugasnya sebagai sirkulator untuk seluruh tubuh. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Eltheni, et al,. 2012 di Brazil dengan jumlah sampel 150 responden menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara nilai ejection fraction yang rendah dengan lama hari rawat yaitu p-value 0.002. Tehnik CABG On Pump merupakan tehnik yang masih banyak dilakukan dimana tehnik ini tetap menjadi tehnik yang dipilih oleh operator bedah dengan alasan saat bekerja area operasi tetap dalam keadaan area yang bersih dan waktu yang dibutuhkan untuk operasi dapat lebih singkat serta memiliki kriteria yang lebih banyak dibanding dengan tehnik CABG Off Pump. Tehnik CABG dengan on pump dijalankan dengan menggunakan alat mekanis berupa mesin jantung paru. Mesin jantung paru memungkinkan lapangan operasi yang bebas darah sementara perfusi jaringan dan organ lain di tubuh tetap dapat dipertahankan. Pintasan jantung paru dilakukan dengan memasang kanula di atrium kanan dan vena kava untuk menampung darah dari tubuh. Kanula kemudian dihubungkan dengan tabung yang berisi cairan kristaloid isotonis. Darah vena yang diambil dari tubuh disaring, dioksigenasi, dan dijaga temperaturnya yang kemudian dikembalikan ke tubuh. Kanula yang mengembalikan darah ke tubuh dimasukkan melalui aorta ascenden.
Tehnik CABG on pump dilakukan pada saat jantung dalam kondisi arrest dengan cara diberikan cairan cardioplegia. Jantung dalam kondisi arrest bertujuan untuk proteksi dari iskemia pada saat dilakukan aorta cross clamp. Cairan cardioplegi dapat diberikan dari dua arah yaitu antegrade dan retrograde. Arah antegrade, cairan masuk melalui arteri koroner dan arah retrograde cairan cardioplegi masuk melalui sinus koronarius. Prinsip cairan cardioplegic sehingga jantung dalam kondisi arrest adalah konsentrasi kalium tinggi, dextrose sebagai sumber energi, buffer pH untuk mencegah asidosis, hyperosmolar agar edema interstitial miokardium tidak terjadi, dan anestesi lokal untuk stabilitas membrane sel. Suhu dipertahankan diantara 28º – 30º C dengan tujuan menurunkan kebutuhan jaringan akan oksigen seminimal mungkin, heart rate dipertahankan 60 – 80 x / menit. Pemakaian mesin jantung paru memiliki efek negative seperti: systemic inflammatory response syndrome,
perioperative miokard infark, disfungsi paru, defisit neurologi,
komplikasi ginjal dan lain – lain. Penggunaan mesin jantung paru dengan sirkuit yang mengandung Polyvinyl Chloride serta kondisi hipotermi menjadi faktor resiko untuk terjadi komplikasi (Steidl, 2011). Komplikasi terjadi karena respon SIRS dari penggunaan mesin jantung paru. Jenis komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan, tamponade jantung, perioperative miocard infark, aritmia, penurunan curah jantung, gagal ginjal akut, defisit neurologi, infeksi dan lain – lain. Menurut pengamatan penulis perdarahan dapat terjadi akibat respon SIRS, penggunaan heparin saat menggunakan mesin jantung paru, penurunan fungsi hepar yang terjadi sebelum operasi dan mungkin juga pengamatan yang kurang pada saat evaluasi perdarahan sebelum penutupan sternum dilakukan bahkan lepasnya anastomose koroner akibat hipertensi yang tidak teratasi dengan cepat sehingga tekanan yang tinggi merusak jahitan koroner. Koreksi perdarahan karena respon hemostase yang memanjang tentunya diperlukan dengan segera. Demikian juga jika perdarahan akibat surgikal, tindakan reoperasi menjadi pilihan utama agar perdarahan dapat diatasi dengan segera. Perdarahan yang tidak terlihat dan tetap berlangsung serta berada disekitar pericard dapat mengakibatkan terjadinya tamponade. Pentingnya menjaga patensi dari drain yang dipasang merupakan hal yang harus dilakukan agar kejadian tamponade paska koreksi perdarahan menggunakan komponen darah dapat dihindari. Dampak dari komplikasi ini mengakibatkan hemodinamik yang tidak stabil sehingga kemungkinan terjadi penurunan cardiac output yang juga berdampak pada hipoperfusi jaringan otak, renal,
pencernaan dan lainnya. Semua keadaan ini memungkinkan hari rawat yang lebih panjang di ICU. Penelitian ini didukung penelitian yang dilakukan oleh De Oleveira, 2013 yang menunjukkan salah satu komplikasi yang berhubungan dengan lama hari rawat adalah terjadinya renal failure dengan p – value 0.05. Variabel usia dalam penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna karena frekuensi penyakit jantung pada usia tua merupakan proses penuaan yang tidak dapat dihindari, dan mungkin juga terjadi karena efek kumulatif dari faktor yang dapat dimodifikasi seperti merokok, hyperlipidemia dan hipertensi (Jowett, et al, 2007). Proses penuaan akan menimbulkan perubahan pada jantung secara anatomi seperti menurunnya elastisitas dinding aorta akibat perubahan yang progresif pada fungsi jaringan elastik aorta, katup-katup jantung akan menjadi kaku yang disebabkan berkurangnya jumlah inti sel dari jaringan fibrosa, penumpukan lipid, degenerasi kolagen sehingga terjadi kalsifikasi. Perubahan lain yang terjadi secara anatomi adalah penurunan berat jantung disertai dengan akumulasi lipofusin pada serat-serat miokardium dan lebih penting disini adalah timbulnya lesi fibrotic diantara serat miokardium. Lesi yang lebih panjang dari 2 cm mempunyai sifat-sifat sebagai infark dan mempunyai korelasi positif dengan beratnya kelainan arteri koroner. Perubahan secara fisiologi juga terjadi pada jantung dampak dari perubahan anatomi. Aritmia berupa ekstra sistole, penurunan fungsi diastolik karena penurunan compliance jantung. Penyakit jantung koroner merupakan penyakit jantung yang paling sering ditemukan pada orang usia lanjut yaitu pada studi populasi ditemukan pada 20 % pria dan 12 % wanita yang berusia 65 tahun ke atas (Kennedy, dkk dalam Darmojo, 2014). Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh De Oliveira, et al, 2013 di Brazil dengan sampel 104 responden dan menunjukkan hasil tidak ada hubungan antara usia dengan lama hari rawat yaitu p – value 0.358. Penelitian lain yang mendukung dari penelitian in adalah penelitian yang dilakukan oleh Eltheni, et al,. 2012 di Athens pada 150 sampel menunjukkan tidak ada hubungan antara usia dengan lama hari rawat yaitu p-value 0.89. Hubungan yang tidak bermakna juga didapatkan pada jenis kelamin yang mana pada usia yang lebih tua dalam kondisi menopause wanita mengalami serangan jantung dua kali lebih besar dibandingkan pria. Penyakit jantung koroner merupakan pembunuh nomor satu pada kedua jenis kelamin di Amerika Serikat. Pada tahun 1999, kematian akibat penyakit jantung koroner hampir sama pada pria dan wanita. Walaupun pria memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami serangan jantung pada usia yang lebih mudah, risiko pada wanita yang
sudah menoupase meningkat signifikan,
sehingga angka penyakit jantung koroner pada
wanita setelah menopause dua atau tiga kali lipat pada usia yang sama sebelum menopause. Wanita yang mengkomsumsi kontrasepsi oral dan merokok atau memiliki tekanan darah tinggi memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami penyakit jantung koroner. Wanita dengan menopause dini juga memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan usia menopause normal atau lambat. Perubahan dua gaya hidup yang terjadi selama dua dekade terakhir dapat bertanggung jawab pada peningkatan insiden penyakit jantung koroner pada wanita. Lebih banyak wanita (banyak yang juga bertanggung jawab penuh pada rumah tangga dan anak – anak) yang memasuki dunia kerja, dan lebih banyak wanita yang mulai merokok tembakau pada usia yang lebih awal. Pengamatan peneliti, sekalipun memiliki resiko yang sama antara laki – laki dan perempuan yang sudah menoupause namun saat ini masih jauh lebih banyak laki – laki yang menjalani operasi CABG karena faktor resiko yang dimiliki laki – laki lebih banyak sehubungan dengan faktor prilaku atau gaya hidup. Penelitian ini didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh De Oleveira, et al, 2013 di Brazil dengan jumlah sampel 104 responden menunjukkan hasil tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan lama hari rawat yaitu p-value 0.135 dan penelitian Eltheni, et al,. 2012 di Athens pada 150 responden juga menyatakan tidak ada hubugan yang bermakna antara jenis kelamin dengan lama hari rawat yaitu p=0.48. Kesimpulan Dari hasil pengumpulan data 240 pasien didapatkan data mayoritas usia yang menjalani CABG adalah lebih dari 50 tahun sebanyak 203 orang (84.6 %), mayoritas pasien CABG adalah laki – laki sebanyak 212 orang (88.3 %), mayoritas nilai ejection fraction pasien yang dilakukan CABG adalah ≥ 40 % sebanyak 178 orang (74.2 %), tehnik CABG yang digunakan adalah tehnik CABG On Pump sebanyak 188 (78.3 %), mayoritas pasien CABG tanpa komplikasi sebanyak 146 orang (60.8 %), jenis komplikasi yang terbanyak adalah heart failure sebanyak 36 orang (15 %) dan yang terkecil adalah tamponade jantung sebanyak 2 orang (0.8 %), dan mayoritas pasien paska CABG menjalani lama hari rawat ≤ 2 hari sebanyak 150 orang (62.5%). Ada hubungan yang bermakna antara nilai ejection fraction (p.0.000), tehnik CABG On Pump (p. 0.009), komplikasi (p. 0.000) dengan lama hari rawat paska CABG di ruang ICU Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Tidak ditemukan hubungan
yang bermakna antara usia (p. 0.132), jenis kelamin (p. 0.837) dengan lama hari rawat paska CABG di ruang ICU Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
SARAN 1. Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. a. Penatalaksanaan yang khusus seperti perbaikan fungsi jantung melalui pemberian terapi sehingga nilai ejection fraction dapat meningkat atau optimal sebelum menjalankan operasi. b. Menetapkan prosedur yang baku untuk penatalaksanaan CABG dengan nilai ejection fraction yang rendah dari saat pra bedah, bedah sampai dengan paska bedah. c. Meningkatkan pelaksanaan tehnik CABG Off Pump sehingga dapat meminimalkan dampak yang terjadi pada tehnik CABG On Pump. d. Meningkatkan standar perawatan paska CABG sehingga dapat meminimalkan kejadian komplikasi selama dalam perawatan ICU. e. Mengevaluasi penetapan lama hari rawat yang sudah ada pada kondisi – kondisi tertentu. 2. Perawat. Meningkatkan kompetensi diri dalam melakukan perawatan pasien paska CABG dengan nilai ejection fraction yang rendah, memiliki komplikasi baik respon dari tehnik CABG yang digunakan maupun tata laksana setelah tindakan CABG. 3. Peneliti selanjutnya. harapan peneliti terhadap peneliti selanjutnya adalah lebih banyak variabel yang dapat diteliti seperti: ras, riwayat penyakit pra bedah, waktu operasi, komplikasi lain berupa kejadian infeksi luka operasi, pneumonia karena penggunaan ventilator lama, dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Abrahamyan, Lusine., et al. (2004). Hospital Morbidity And Prolonged ICU Stay After Coronary Artery Surgery In Nork Marash Medical Center. American University of Armenia. Center for Health Services Research and Development. Black, M., & J.H Hawks. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan. Edisi 8. Buku 3. Salemba Medika. Bojar, RM, 2011. Manual of Perioperative Care in Adult Cardiac Surgery. A John Wiley & Sons, Ltd., P.
Bojar, RM, (2011). Manual of Perioperative Care in Adult Cardiac Surgery. A John Wiley & Sons, Ltd., P. Bramkamp, Matthias., et al.(2007). Determinants of Costs and the Length of Stay in Acute Coronary Syndromes : A Real Life Analysis of More Than 10 000 Patients. Department of Internal Medicine, University Hospital of Zurich, Switzerland. De Oliveira, Elayne Kelen., et al. (2013). Risk Factors for Prolonged Hospital Stay After Isolated Coronary Artery Bypass Grafting. Rev Bras Cir Cardivasc. Brazil. Diodato, Michael, & Edgar G. Chedrawy. (2014). Coronary Artery Bypass Graft Surgery : The Past, Present, and Future of Myocardial Revascularisation. Volume 2014. Hindawi Publishing Corporation. Surgery Research and Practice. Direktoriat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan R.I. (2006). Pedoman Clinical Pathway Di Rumah Sakit. Eltheni, Rokeia., et al. (2012). Predictors of Prolanged Stay in the Intensive Care Unit Following Cardiac Surgery. Vol. 2012. International Scholarly Research Network (ISRN) Nursing. Forouzannia, Seyed Khalil., et al. (2010). Perioperative Predictors and Clinical Outcome in Early and Late ICU Discharge after Off – Pump Coronary Artery Bypass Surgery. Cardiovascular Research Center, Afshar Hospital, Shahid Sadooghi University of Medical Sciences. Yazad, Iran. Gravlee, GP, et al. (2009). Cardiopulmonary Bypass, Principles and Practice, Wolters Kluwer, Lippincott William & Wilkins. Heijmans J.H., Y.M, and P.M.H.J. Roekaerts. (2012). Early Postoperative Care After Cardiac Surgery. Department of Intensive Care University Hospital Maasticht. Netherlands. Hinkle, L Janice & Kerry H Cheever. (2014). Brunner & Suddarth’s Texbook of MedicalSurgical Nursing. 13th Edition.Wolters Kluwer Health Lippincott Williams & Wilkins. Jowett, I Nigel & David R Thompson. (2007). Comprehensive Coronary Care. Fourth edition. Bailliere Tindall Elsevier. Khairudin, Zuraida. (2012). Determinants of Prolonged Stay after Coronary Artery Bypass Graft Surgery. Faculty of Science Compute and Mathematics Universiti Teknologi Mara Malaysia. Lin, Yung – Kai., et al. (2009). Cost – effectiveness of Clinical Pathway in Coronary Artery Bypass Surgery. Taichung Veterans General Hospital. Taiwan. Leache, Marzia, & Raymond Cartier. (2004). Cerebral Complications Following Coronary Artery Bypass Grafting Surgery. Off Pump Coronary Artery Bypass Surgery.
Loponen, P., et al. (2003). Perioperative Stroke in Coronary Artery Bypass Patients. Scandinavian Journal of Surgery. Finland. Martono, H. Hadi & Kris Pranaka. (2014). Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi ke-5. Badan penerbit FKUI. M. Parsaee, B. Moradi, M. Esmaeilzadeh, et al. (2014). New Onset Atrial Fibrillation after Coronary Artery Bypasses Grafting; an Evaluation of Mechanical Left Atrial Function. Volume 17. Number 7. Archives of Iranian Medicine. McPhee, Stephen J., & William F. Ganong. (2006). Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran Klinis. Edisi 5. EGC. Moser, Debra K., & Barbara Riegel. (2008). Cardiac Nursing A Companion to Braunwald’s Heart Disease. Sounders, an imprint of Elsevier Inc. Najafi, Mahdi, & Hamidreza Goodarzynejad. (2012). Determinants of Length of Stay in Surgical Ward After Coronary Bypass Surgery : Glycosylated Hemoglobin as a Predictor in All Patients, Diabetic or Non – Diabetic. Tehran Heart Center, Tehran University of Medical Sciences, Tehran, Iran. Muninjaya, Gde, A.A, . (2004). Manajemen Kesehatan. Jakarta : EGC. Notoatmodjo, Soekidjo (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Rev. Rineka Cipta : Jakarta. Polit, F. Denise. (2012). Nursing Research Generating and Assesing Evidence For Nursing Practice. Lippincott Williams : Philippines. Santoso, Singgih. (2010). Statistik Multivariat, Konsep dan Aplikasi Dengan SPSS. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Sabarguna, Boy. S,.(2011). Buku pegangan mahasiswa Manajemen Rumah Sakit. Jilid 2. Cetakan 2. CV Sagung Seto. Susilo, Wilhelmus Hary, . (2013). Prinsip – Prinsip Biostatistika dan Aplikasi SPSS Pada Ilmu Keperawatan. In Media. Steidl, Shannon (2011). The Adverse Effects of the Cardiopulmonary Bypass Machine. Liberty University. Stillwell, Susan B. (2011). Pedoman Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC. Supardi, Sudibyo., & Rustika. (2010). Buku Ajar Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media. Susilo, Wilhelmus Hary, . (2013). Prinsip – Prinsip Biostatistika dan Aplikasi SPSS Pada Ilmu Keperawatan. In Media.
Utriyaprasit, Ketsarin,. et al. (2011). Relationship between Selected Factors and Length of Hospital Stay in Coronary Artery Bypass Graft Patients. Departemnt of Surgey Faculty of Medicine Siriraj Hospital Mahidol University Bangkok 10700 Thailand. Vegni, Ronaldo., et al. (2008). Postoperative Cardiac Artery Bypass Graft Complications in Elderly Patients. Rev Bras Ter Intensiva. Brazil. Viden, Linda D., Kathleen M. Stacy., & Mary E. Lough. (2006). Thelan’s Critical Care Nursing, Diagnosis and Management. 5th Edition. Mosby Elsevier. Woods, Susan L., et al. (2005). Cardiac Nursing. 5th Edition. Lippincott William & Wilkins.