PR
R
I
REKENING DANA INVESTASI
TJ
EN
D
Daftar Isi:
SE
I. Pendahuluan
KS AN AA N
3. Posisi Piutang RDI/RPD/SLA
AP
2. Kontribusi RDI terhadap Pembiayaan APBN
BN
–
1. Peraturan
II. Permasalahan
1 3 5 5 6
3. Rencana Restrukturisasi SLA/RDI/RPD :
9
AN
PE
2. Hasil Evaluasi BPKP
1
LA
1. Hasil Pemeriksaan BPK
1
D
a. Restrukturisasi Piutang Pada BUMN
10
c. Restrukturisasi Piutang Pada Pemda
12
AR
AN
b. Restrukturisasi Piutang Pada PDAM
AN
G
G
III. Kesimpulan
O
AN
AL
IS A
Lampiran Matrik Tindak Lanjut Rekomendasi BPK atas LHP Penerusan Pinjaman 2009
BI R
9
14
I. PENDAHULUAN 1. Peraturan
KS AN AA N
AP
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
Rekening Dana Investasi (RDI) pertama kali dibentuk pada tahun 1971 oleh pemerintah melalui Dewan Moneter. Pembentukan rekening ini bertujuan untuk menampung pinjaman luar negeri akibat terbatasnya ketersediaan sumber pendanaan dalam negeri yang diperlukan dalam rangka pembiayaan kegiatan pembangunan pada awal Pelita I. Pinjaman luar negeri ini kemudian diteruskan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam bentuk pinjaman. Penetapan RDI dituangkan dalam Keputusan Dewan Moneter Nomor 07/KEP/DM/1971, tanggal 31 Desember 1971. Di dalam Keputusan Dewan Moneter ini juga ditetapkan penggunaan dana yang ditampung dalam rekening tersebut.
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
Menurut Pasal 2 KMK No. 346/KMK.017/2000 sumber dana RDI antara lain terdiri dari : a. Pembayaran kembali pokok pinjaman yang berasal dari pinjaman/hibah luar negeri yang diteruspinjamkan kepada BUMN, BUMD, Pemda, dan penerima pinjaman lainnya; b. Pembayaran kembali pokok pinjaman yang berasal dari RDI yang dipinjamkan kepada BUMN, BUMD, Pemda, dan penerima pinjaman lainnya; c. Dana APBN yang dialokasikan Pemerintah untuk RDI guna pembiayaan investasi dan modal kerja proyek-proyek pemerintah;
AN
G
2. Kontribusi RDI terhadap Pembiayaan APBN
BI R
O
AN
AL
IS A
Dalam APBN, RDI berperan sebagai salah satu sumber pembiayaan non utang. Setoran RDI untuk pembiayaan anggaran berasal dari setoran penerimaan pembayaran kembali pokok pinjaman atas; (1) penerusan pinjaman luar negeri (Subsidiary Loan Agreement – SLA) (2) pinjaman RDI dan (3) pinjaman Rekening Pembangunan Daerah (RPD). Sejak tahun 2005, Rekening Dana Investasi (RDI) dan Rekening Pembangunan Daerah (RPD) mempunyai kontribusi yang besar sebagai sumber penerimaan PNBP dan penerimaan pembiayaan. Posisi saldo RDI dan RPD pada periode 2005 – 2011 dapat dilihat pada tabel 1 berikut : 1
PR
R
I
Tabel 1. Pengelolaan RDI dan RDP Tahun 2005 - 2011 (triliun rupiah) Tahun Anggaran Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 1. Akumulasi saldo awal tahun 12.23 5.73 4.26 0.45 0.07 2. Penerimaan tahun berjalan 9.66 7.96 8.63 8.23 5.19 7.17 3. Pengeluaran tahun berjalan 16.16 9.43 12.44 8.61 5.26 7.17 a. Setoran pelunasan piutang/penerimaan bunga penerusan pinjaman 8.00 7.38 7.85 8.23 1.49 1.67 b. Setoran ke Rek BUN untuk Pembiayaan 7.15 2.00 4.00 0.30 3.70 5.50 6.80 c. Pengeluaran Lainnya 1.01 0.05 0.59 0.08 0.07 0 4. Akumulasi saldo akhir tahun 5.73 4.26 0.45 0.07 -
TJ
EN
D
Sumber : Kementerian Keuangan, diolah
AP
BN
–
SE
Tabel 1 menunjukkan saldo RDI setiap tahunnya mengalami penurunan, bahkan di akhir tahun 2009 dan akhir tahun 2010 tidak ada saldo tersisa. Hal ini disebabkan seluruh penerimaan pada tahun berjalan digunakan seluruhnya untuk pembiayaan dan setoran PNBP.
PE
LA
KS AN AA N
Per 31 Desember 2009 posisi piutang SLA/RDI/RPD sebesar R. 65,736 triliun, di mana Rp. 15, 417 Triliun-nya merupakan tunggakan dan 89,88% dari total tunggakan tersebut masuk ke dalam kategori macet. Pengembalian pinjaman dari BUMN/Pemda/PDAM yang macet harus segera ditangani karena membebani keuangan pemerintah.
AN
D
AN
Kontribusi RDI sebagai sumber pembiayaan APBN dapat dilihat pada grafik 1 dan tabel 2 di bawah ini.
AR
Grafik 1. Perbandingan Penerimaan RDI dan Pengeluarannya untuk Pembiayaan APBN
Pengeluaran untuk Pembiayaan APBN
8.63
7.96
8.23 7.17
7.15
4.00
3.70
O BI R
5.50
5.19
AN
AL
IS A
9.66
AN
G
G
Penerimaan
2.00 0.30 2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber: Kementrian Keuangan, diolah
2
Tabel 2. Peranan RDI dalam Pembiayaan APBN
Tahun 2005
Keterangan Penggunaan RDI dan RPD untuk pembiayaan defisit APBN mencapai Rp7,2 triliun atau 58,4% terhadap saldo awalnya Pembiayaan defisit mencapai Rp2,0 triliun atau 34,9% terhadap saldo awal tahun 2006 Pembiayaan defisit mencapai Rp4,0 triliun atau 93,8% dari saldo awal tahun 2007 Seiring dengan makin rendahnya saldo rekening RDI sebagai akibat jumlah pengembalian pokok utang yang makin kecil, tahun 2008 realisasi saldo rekening RDI untuk pembiayaan defsit turun menjadi Rp0,3 triliun atau 66,4% dari saldo awal tahun 2008 Dalam RAPBNP 2009 target penerimaan dari Rekening Dana Investasi ditetapkan sebesar Rp5,2 Triliun. Penerimaan tersebut disetorkan ke dalam pembiayaan sebesar Rp3,7 Triliun sedangkan penerimaan bunga atas penerusan pinjaman sebesar Rp1,5 Triliun disetorkan sebagai PNBP Setoran RDI dalam pembiayaan anggaran dalam APBNP 2010 ditetapkan sebesar Rp5,5 Triliun yang berarti meningkat Rp1,8 Triliun dibandingkan tahun sebelumnya Dalam RAPBN 2011, pembiayaan non utang yang berasal dari RDI ditetapkan sebesar Rp6,8 Triliun.
2006
R
I
2007
EN
D
PR
2008
–
SE
TJ
2009
2011
KS AN AA N
AP
BN
2010
LA
Sumber: Nota Keuangan beberapa tahun
Posisi Piutang RDI/RPD/SLA
AN
PE
3.
G
AR
AN
D
Posisi piutang RDI/RPD/SLA per 31 Desember 2009 adalah sebesar Rp. 65,736 Triliun. Penjelasan lebih lanjut mengenai piutang RDI/RPD/SLA dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
Tabel 3. Posisi Piutang RDI/RPD/SLA
Sumber: LKPP 2009
3
Grafik 2 menunjukkan bahwa 83,01% dari total piutang adalah berasal dari SLA. Grafik 2. Komposisi Piutang RDI/RPD/SLA per 31 Desember 2009 Non SLA, 0.06%
RDI, 13.68%
EN
D
PR
R
I
RPD, 3.25%
BN
–
SE
TJ
Total SLA, 83.01%
AP
Sumber: LKPP 2009
KS AN AA N
Dari tabel 3 diatas dapat diketahui total tunggakan adalah sebesar Rp15,417.542.043 juta, dimana piutang tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
LA
Tabel 4. Klasifikasi Piutang RDI
AN
PE
Tunggakan Kewajiban Pinjaman Pokok
5.766.977,85 5.620.923,04
AN
D
Bunga
AN
G
G
Sumber: LKPP 2009
4.029.641,54
AR
Biaya Lainnya
31 Desember 2009 (Audited) (dalam juta rupiah)
AL
IS A
Tunggakan RDI dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat kolektibilitasnya seperti terlihat pada tabel 5.
BI R
O
AN
Tabel 5. Klasifikasi tunggakan RDI berdasarkan tingkat kolektibilitasnya
Kategori
Rp juta
%
Dalam perhatian
118.961,19
0,77
Kurang lancar
136.843,77
0,89
Diragukan
1.304.250,08
8,46
Macet
13.857.487,39
89,88
Jumlah
15.417.542,43
100,00
Sumber: LKPP 2009
4
Tabel 5 menunjukkan 89,88% tunggakan termasuk ke dalam kategori macet sehingga besar kemungkinan tunggakan tersebut tidak dapat ditagih.
EN
D
PR
R
I
Dilihat dari sisi penerimaan RDI sepanjang tahun 2005-2011, maka penerimaan yang tertinggi pada tahun 2005 yaitu Rp9,6 Triliun. Tentunya nilai penerimaan tersebut sangat kecil dibandingkan outstanding RDI. Sebagai informasi, pada 31 Desember 2008 piutang RDI adalah sebesar Rp 73,3 Triliun sedangkan penerimaan pembayaran kembali pokok pinjaman yang diterima pada tahun 2009 adalah Rp5,19 Triliun atau hanya 6,8% dari total piutang RDI.
KS AN AA N
AP
BN
–
SE
TJ
Pada 31 Desember 2009, piutang RDI/RPD/SLA menurun menjadi Rp 65,7 Triliun. Penurunan piutang ini perlu dicermati apakah karena ada pelunasan /pengembalian pinjaman atau terkait dengan penghapusan piutang RDI pada PDAM ataupun kebijakan swap debt to investment. (LKPP 2009).
II. PERMASALAHAN
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
Penerusan pinjaman kepada BUMN, Pemda dan PDAM masih diperlukan mengingat keterbatasan akses Pemda/BUMN/PDAM terhadap sumber pembiayaan. Seperti diuraikan sebelumnya, pada penerusan pinjaman ini terdapat tunggakan macet oleh BUMN, Pemda dan PDAM. Permasalahan ini akan membebani keuangan pemerintah yang dalam hal ini bertindak sebagai peminjam dan memiliki kewajiban untuk membayar pokok maupun bunganya kepada pemberi pinjaman luar negeri. Permasalahan penerusan pinjaman tidak hanya mengenai piutang yang macet, akan tetapi menyangkut pengelolaan dan mekanismenya seperti yang dijelaskan berikut: 1. Hasil Pemeriksaan BPK
BI R
O
AN
AL
IS A
Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas penerusan pinjaman pertama kali dilakukan pada Tahun 2005, namun BPK mulai memberikan opini atas LK BA 098 tahun 2006. Atas LK BA 098 tahun 2006, 2007 dan 2008 serta LK BA 999. LK BA 999.04 Tahun 2009, BPK tidak memberikan pendapat (TMP) disebabkan karena permasalahan ketidaktersediannya catatan/dokumen yang memadai atas saldo tagihan SLA/RDI/RPD kepada Pemda/BUMN/BUMD yang dilaporkan sebagai Investasi Jangka Panjang SLA/RDI/RPD dalam neraca LK BA Penerusan Pinjaman, penyajian atas investasi non permanen yang belum sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah yang mengharuskan penyajian investasi non permanen sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan (Net Realizable Value/NRV) serta belum adanya data mengenai berapa tagihan dana bergulir yang dapat direalisasikan dan berapa yang merupakan tagihan macet. 5
Hasil Pemeriksaan BPK atas Penerusan Pinjaman (BA 999.04) Di bawah ini dapat dilihat rekapitulasi temuan BPK atas penerusan pinjaman: Pencatatan realisasi penerusan pinjaman dilaporan realisasi anggaran tidak berdasarkan dokumen sumber yang valid, a.l. sebesar Rp. 439 Miliar tidak dapat ditelusuri Perbedaan data pinjaman Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen (Dit. EAS) dengan Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit. SMI) Nilai investasi tidak dapat diyakini kewajarannya Pengelolaan Rekening Dana Investasi/Rekening Pembangunan Daerah tidak tertib Pengeluaran di luar meaknisme APBN Program restrukturisasi piutang macet belum optimal, termasuk tunggakan yang berasal dari debitur bank beku operasi/bank beku kegiatan usaha (BBO/BBKU).
EN
–
BN
KS AN AA N
AP
e. f.
SE
TJ
c. d.
D
PR
b.
R
I
a.
D
AN
PE
LA
Permasalahan di dalalm Pengelolaan Penerusan Pinjaman: a. Permasalahan mengenai keakurasian penyajian nilai yang sudah disalurkan (total Rp65,74 Triliun, diantaranya tunggakan Rp15,42 Triliun) b. Permasalahan pengelolaan tahun berjalan, khususnya pencatatan realisasi Penerusan Pinjaman tahun berjalan (tahun 2009 yang diaudit tahun 2010)
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
2. Hasil evaluasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Terdapat beberapa kelemahan dalam pengelolaan penerusan pinjaman: a. Belum ada grand strategy pengelolaan utang (secara menyeluruh) yang dapat digunakan sebagai acuan /pedoman dalam penerusan pinjaman yang mengakibatkan kurang jelasnya arah, kebijakan serta penentuan portofolio penerusan pinjaman ke Pemda dan BUMN/D. Pengelolaan penerusan pinjaman belum didukung dengan basis informasi (data base) yang kuat terhadap Pemda dan BUMN/D sebagai alat kendali dalam pengelolaan penerusan pinjaman sejak perencanaan sampai dengan pengembalian dan penyelesaian tunggakan pinjaman.
c.
Proses penyelesaian utang pemerintah menggunakan pendekatan entitas, sehingga untuk uatang-utang BUMN /D dan Pemda dilakukan untuk jumlah utang yang macet, tidak berdasarkan sumber dana (loan induknya).
BI R
O
AN
b.
6
Akibatnya penyelesaiannya tidak mudah dituntaskan dengan baik dan berpotensi penyebab selisih penyajian data utang yang sulit ditelusuri.
d.
Belum ada aturan yang mencegah pemberian penerusan pinjaman kepada BUMN/D atau Pemda yang mempunyai tunggakan
a.
Metode pengendalian yang ada saat ini (diterapkan oleh Direktorat Sistem Manajamen Investasi (Dit SMI) adalah mengupayakan adanya SBU atau rekening (escrow account) yang mengatur bahwa dana dari sumber penerusan pinjaman hanya dapat digunakan untukmembiayai pengeluaran terkait denagn kegiatan yang disepakati pada perjanjian penerusan pinjamannya.
e.
Unit pengelola penerusan pinjaman pada DJPB (Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit. SMI)) belum mempunyai database mengenai kondisi fiscal daerah untuk dasar pertimbangan dalam pemberian persetujuan penerusan pinjaman kepada Pemda.
KS AN AA N
AP
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
a.
PE
LA
Catatan: Berdasarkan hasil diskusi dengan Ibu Anandy Wati dari Kementrian Keuangan diperoleh informasi bahwa penentuan kondisi fiscal daerah akan bekerja sama dengan Direktorat Perimbangan) Unit pengelola penerusan pinjaman (Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit. SMI) – DJPB) belum pernah melakukan analisis cost-effectiveness antara pinjaman luar negeri dengan penerusan pinjamannya, sehingga belum dapat diketahui apakah penggunaan pinjaman luar negeri telah dilaksanakan secara efektif.
g.
Dalam rangka penyelesaian piutang pemerintah yang macet pada penerusan pinjaman, pemerintah mengambil langkah restrukturisasi terhadap BUMN, BUMD/PDAM dan Pemda yang melalui Peraturan Menteri Keuangan tahun 2008. Restrukturisasi ini harus benar-benar diawasi agar permasalahan piutang macet ini dapat diselesaikan sesuai target yang ditetapkan.
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
f.
Menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ada beberapa kelemahan dalam penanganan tunggakan dari penerusan pinjaman kepada Pemda/BUMN/BUMD sebagai berikut: a. Pelaksanaan evaluasi terhadap penerusan pinjaman dan penyelesaian tunggakan utang Pemda/BUMN/D bersifat insidentil sesuai dengan kebutuhan dari proses restrukturisasi utang, akibat dari keterbatasan waktu 7
dan terbatasnya SDM yang memiliki kemampuan teknis untuk melakukan evaluasi atas usulan pinjaman, sehingga berpotensi pemberian penerusan pinjaman yang tidak tepat dan meningkatnya tunggakan
AP
PMK Restrukturisasi Piutang (dari penerusan pinjaman) belum didukung dengan manual & tools yang dapat dijadikan panduan operasional atas pelaksanaan evaluasi penerusan pinjaman maupun proses restrukturisasi tunggakan utang Pemda/BUMN/D serta memudahkan pengawasan/pengendaliannya
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
KS AN AA N
c.
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
b. Strategi penanganan tunggakan piutang berupa kebijakan penyelesaian piutang macet (PMK No. 146/KM.1/2008 untuk restrukturisasi Piutang pada BUMN, dan PMK No. 153/PMK.05/2008 untuk restrukturisasi Piutang pada Pemda) yang pelaksanaannya dilakukan oleh Komite Penyelesaian Piutang Negara. Penerusan pinjaman di internal Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit. SMI) belum didukung dengan strategi dan prosedur yang memadai yang dapat mencegah terjadinya piutang macet yang berujung pada penyerahan penyelesaiannya pada Komite Penyelesaian Piutang Negara
8
3. Rencana Restrukturisasi SLA/RDI/RPD Target dan proyeksi penerimaan kembali piutang SLA/RDI/RPD untuk waktu 2010-2014 dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.
kurun
Tabel 6. Target dan Proyeksi Penerimaan Kembali Piutang 2010-2014 Dalam milyar rupiah
RDI/RPD
697,24 522,55 174,69 7.981,65 4.981,60 3.000,05 8.678,89
747,59 567,34 180,25 6.543,27 4.897,97 1.645,30 7.290,86
722,10 754,57 147,52 5.692,22 4.187,44 1.504,78 6.414,32
PENERIMAAN PEMBIAYAAN
5.504,15
5.465,31
PNBP
3.174,74
TOTAL TOTAL POKOK TOTAL BUNGA
4.762,01
4.599,06
5.029,21
1.825,55
1.447,48
1.277,90
–
SE
EN
D
585,19 485,94 99,25 5.721,92 4.543,27 1.178,65 6.307,12
AP
SLA
658,94 536,80 122,14 5.387,60 4.062,26 1.325,34 6.046,54
KS AN AA N
TOTAL POKOK BUNGA TOTAL POKOK BUNGA
2014
I
2013
R
2012
PR
2011
TJ
2010 *)
BN
KELOMPOK POKOK/BUNGA
1.652,60
AN
D
AN
PE
LA
Sumber: Kementrian Keuangan *) - Realisasi s.d 31 Agustus 2010: Rp. 4.584,43 M - Bunga SLA sebesar Rp. 3.000,05 milyar rupiah termasuk Rp. 1,6 T yang merupaka sisa akumulasi RDI/RPD dari fluktuasi kurs valas yang disetor ke Kas Negara dan rekening tersebut akan ditutup akhir TA 2010
AN
G
G
AR
Dalam upaya penyelesaian piutang yang macet pada penerusan pinjaman, pemerintah mengambil langkah restrukturisasi yang ditetapkan dalam peraturan menteri keuangan.
IS A
a. Restrukturisasi Piutang Pada BUMN
BI R
O
AN
AL
Restrukturisasi piutang BUMN diatur dalam PMK No. 146/KM.1/2008. Restrukturisasi ini dapat dilakukan beberapa cara sebagai berikut: • Penjadwalan kembali • Perubahan persyaratan • Penyertaan modal Negara • Penghapusan Cara penyelesaian di atas dapat dilakukan dengan lebih dari satu cara (atau kombinasi).
9
Gambar 2. Mapping Piutang pada BUMN Per 31 Agustus 2010
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
32
BN
–
Sumber: Kementrian Keuangan
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
Gambar 3. Tujuan Restrukturisasi PDAM
KS AN AA N
AP
b. Restrukturisasi Piutang Pada PDAM Restrukturisasi Piutang pada PDAM diatur di dalam PMK Np. 120/2008. Adapun tujuan restrukrisasi PDAM dapat dilihat pad pada a gambar 3 di bawah ini.
BI R
O
AN
AL
Sumber: Kementrian Keuangan
PMK No. 120/2008 mengatur juga metode penyelesaian penyelesaian tunggakan PDAM, di mana Cut off Date tunggakan ditetapkan tanggal 19 Agustus 2008. Penyelesaian tunggakan PDAM ini diklasifikasikan menjadi 2 bagian sebagai berikut (Kementrian Keuangan): 1. Tunggakan Pokok Dalam Pasal 9 dan 10 ditetapkan bahwa untuk tunggakan pokok dilaksanakan penjadwalan kembali, di mana penetapan jangka waktu
10
penjadwalan ditentukan berdasarkan penilaian Komite terhadap kinerja PDAM, Laporan Keuangan dan Business Plan.
PE
LA
KS AN AA N
AP
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
2. Tunggakan Non Pokok Metode penyelesaian tunggakan non pokok dibedakan untuk PDAM yang berkinerja kurang sehat dan sakit dengan PDAM berkinerja sehat. Di dalam Pasal 6 disebutkan bahwa untuk PDAM berkinerja kurang sehat dan sakit akan dilakukan penghapusan seluruh tunggakan non pokok. Sedangkan penyelesaian tunggakan non pokok PDAM berkinerja sehat yang diatur dalam pasal 7 merupakan kombinasi antara penghapusan sebagian non pokok dan penghapusan melalui Debt Swap to Investment (DSTI) yang dibedakan berdasarkan kapasitas fiscal suatu daerah sebagai berikut: • Kapasitas fiscal daerah tinggi: Penghapusan tunggakan non pokok 40%, DSTI 60% • Kapasitas fiscal daerah sedang: Penghapusan tunggakan non pokok 50%, DSTI 50% • Kapasitas fiscal daerah rendah: Penghapusan tunggakan non pokok 60%, DSTI 40%
G
AR
AN
D
AN
Penetapan penghapusan tunggakan dilakukan oleh: a. Menteri Keuangan: untuk jumlah sampai dengan Rp. 10 Miliar b. Presiden: untuk jumlah lebih dari Rp. 10 Miliar sampai dengan Rp. 100 Miliar c. Presiden dengan persetujuan DPR untuk jumlah lebih dari Rp. 100 Miliar
IS A
AN
G
Kebijakan penghapusan tunggakan diharapkan lebih transparan dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BI R
O
AN
AL
Selama periode penyelesaian piutang, PDAM wajib menyampaikan dokumen sebagai berikut : a. Laporan pelaksanaan Business Plan ; b. Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja yang telah diaudit; dan c. Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP)/Rencana Anggaran Biaya (RAB) PDAM yang telah disahkan Gubernur/Bupati/Walikota/Badan Pengawas. Laporan pelaksanaan pada point a dan b disampaikan kepada Menteri c.q Direktur jenderal paling lambat pada tanggal 31 Juli untuk dokumen tahun
11
R
I
sebelumnya, sedangkan dokumen pada point c disampaikan kepada Menteri c.q Direktur jenderal paling paling lambat pada tanggal 1 Maret tahun berjalan. Atas pelaksanaan business plan, komite penyelesaian piutang Negara melakukan evaluasi dan pemantauan secara periodik selama 5 tahun: 1. Tahun ke-1 dan ke-2 paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun 2. Tahun ke-3 dan selanjutnya paling sedikit 1 kali dalam 1 tahun
SE
TJ
EN
D
PR
Jika dalam hasil evaluasi dari pemantauan ada indikasi penyimpangan pelaksanaan Business Plan, Komite menyampaikan rekomendasi kepada Menteri untuk memberikan peringatan tertulis kepada PDAM dan/atau Gubernur/Bupati/Walikota.
AP
BN
–
Pada gambar 4 di bawah ini dapat dilihat mapping piutang PDAM beserta komposisi tunggakannya.
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
KS AN AA N
Gambar 4. Mapping Piutang pada PDAM Per 26 November 2010
BI R
O
Sumber: Kementrian Keuangan
c.
Restrukturisasi Piutang Pada Pemda Restrukturisasi piutang pada Pemda diatur dalam PMK No. 153/PMK.05/2008, dimana cara penyelesaian tunggakan pemda dapat dilihat pada gambar 5.
12
EN
D
PR
R
I
Gambar 5. Cara penyelesaian tunggakan Pemda
SE
TJ
Sumber: Kementrian Keuangan
BN
–
Kriteria penjadwalan kembali tunggakan pokok PEMDA
KS AN AA N
AP
Jangka waktu Penjadwalan kembali tunggakan pokok Pemda didasarkan pada kemampuan dan kapasitas fiskal suatu daerah, suku bunga tidak berubah dan jangka waktu berlaku sejak ditetapkannya dengan persetujuan Menteri Keuangan.
LA
Jangka waktu penjadwalan dibedakan menurut besarnya tunggakan sebagai berikut:
D
AN
PE
1. Total tunggakan kurang dari Rp. 15 Miliar : Maksimal 4 Tahun 2. Total tunggakan antara Rp. 15 Miliar s.d. Rp. 25 Miliar : Maksimal 6 Tahun 3. Total tunggakan lebih dari Rp. 25 Miliar : Maksimal 8 Tahun
AR
AN
Pada gambar 6 dapat dilihat mapping piutang pada Pemda
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
Gambar 6. Mapping Piutang Pada Pemda Per Tanggal 26 November 2010
Sumber: Kementrian Keuangan
13
III. KESIMPULAN
Penerusan pinjaman kepada BUMN, Pemda dan PDAM masih diperlukan mengingat keterbatasan
akses
Pemda/BUMN/PDAM
terhadap
sumber
pembiayaan.
R
I
Permasalahan tunggakan macet dalam penerusan pinjaman akan membebani
PR
keuangan pemerintah yang dalam hal ini bertindak sebagai peminjam dan memiliki
EN
D
kewajiban untuk membayar pokok maupun bunganya kepada pemberi pinjaman
TJ
luar negeri.
SE
Dalam rangka penyelesaian piutang pemda, pemerintah belum bisa menerapkan
BN
–
pemotongan DAU dan/atau DBH karena selain tidak adanya pengaturan sanksi
AP
dalam perjanjian pinjaman tersebut, pemotongan DAU/DBH ini akan mengurangi
lainnya
dalam
rangka
KS AN AA N
alokasi dana untuk rakyat. Pemerintah diharapkan mengambil langkah alternative menerapkan
reward/punishment
untuk
LA
penyelesaian piutang ini.
mekanisme
PE
Dalam upaya penanganan piutang penerusan pinjaman pada BUMN, Pemda dan
AN
PDAM, pemerintah telah memiliki skema restrukturisasi beserta target dan proyeksi
D
penerimaan kembali Piutang 2010-2014.
Oleh karena itu diperlukan komitmen
AR
AN
yang kuat dari pemerintah beserta stakeholder agar target penerimaan kembali
G
piutang dapat tercapai. Dalam hal ini tentunya DPR memiliki peranan yang besar
AN
G
dalam mengawasi pengelolaan RDI.
IS A
Permasalahan dalam penerusan pinjaman tidak hanya mengenai tunggakan yang
AL
macet, akan tetapi juga mengenai pengelolaannya, di mana belum ada grand
AN
strategy pengelolaan utang (secara menyeluruh) yang dapat digunakan sebagai Untuk mencegah terjadinya
BI R
O
acuan /pedoman dalam penerusan pinjaman.
tunggakan dalam penerusan pinjaman pada masa yang akan datang, pemerintah diharapkan segera memberlakukan aturan yang dapat mencegah pemberian penerusan pinjaman kepada BUMN/D atau Pemda yang mempunyai tunggakan.
14