ISSN. 1907 - 0489 April 2011
Spirit Publik Volume 7, Nomor 1 Halaman: 1 - 14
Regulasi Pemerintah Daerah Dalam Mengatur Sistem Pemerintahan Desa (Studi Komparasi Perda Di Kabupaten Boyolali Dan Kabupaten Karanganyar) The Regulation of Local Government in Regulating the Village Government System (Comparative Studies of the District Regulation in Boyolali And Karanganyar) Didik G. Suharto Jurusan Ilmu Administrasi FISIP Universitas Sebelas Maret Surakarta
[email protected] (Diterima tanggal 15 Desember 2010, disetujui tanggal 25 Januari 2011)
Abstract This research was conducted based on the need of inventory mapping of the potential issues leading to polemic related to the village government system. This study aims to find out the difference between Local Regulation (Perda) about the village government system and the issues in Local Regulation concerning the village government with potential problems. This study is a descriptive analytical research, describing and analyzing the phenomenon and targeted object. In this case the analysis was performed using content analysis method and literature study. The documentation technique was used to collect the secondary data collected from the law product (regulation) of Regency Government. The technique of data analysis performed in this research is consistent with the procedure of qualitative research: by collecting data, interpreting, and drawing a conclusion. The findings of the study shows that the content of Local Regulation concerning the village government in Boyolali and Karanganyar Regencies substantially have similarity and difference. The similarity and difference of Local Regulation content in Boyolali and Karanganyar Regency can be categorized into eight issues. They are: organizational structure and village government work procedure; Village Representative Council (BPD); Village Chief (Kades); Village apparatus (Perdes); society institution; village cooperation; village income source; Village Income and Expense Budget (APBDesa). Such issues are potencial to be a polemic or controversy; both among the internal village government, between village government and the higher government, or village government and society or third party. Keywords: regulation, local government, village government system
A. Pendahuluan
berulangkali. Perubahan terakhir adalah terbitnya UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Desa, menurut definisi universal ialah sebuah
anglomerasi
permukiman
di
Daerah yang di dalamnya tercantum ketentuan
area
mengenai desa. Sebagaimana produk peraturan
pedesaan (rural). Sejak masa kolonial, aturan
perundang-undangan sebelumnya, UU Nomor
mengenai desa di Indonesia sudah ada. Aturan
32/2004 tersebut juga tak lepas dari masalah. UU
yang dimaksud yaitu Inlandsche Gemeente
Nomor 32/2004 dipandang belum sempurna
Ordonantie (IGO) Stbl. 1906 No. 83 yang
karena masih menimbulkan polemik-polemik di
berlaku untuk Jawa dan Madura, serta Inlandsche
masyarakat.
Gemeente Ordonantie Buitengewesten (IGOB)
Sebagai tindak lanjut implementasi di
Stbl. 1938 No. 490 yang berlaku untuk daerah di
daerah, setiap Pemerintah Daerah menyusun
luar Jawa dan Madura. Dalam perkembangannya,
Peraturan Daerah (Perda) yang tidak jarang
produk perundang-undangan yang mengatur
antara daerah satu dengan yang lain memiliki
mengenai desa telah mengalami perubahan
perbedaan-perbedaan signifikan. Perbedaan itu
1
Spirit Publik Vol. 7, No. 1, April 2011 Hal. 1 – 14
seringkali memicu pertentangan di antara warga
kebijakan publik terdiri dari lima tahapan: 1)
masyarakat
dengan
penyusunan agenda, yakni suatu proses agar
Pemerintah Daerah. Perbedaan regulasi (Perda)
suatu masalah bisa mendapat perhatian dari
menyangkut pengaturan sistem pemerintahan
pemerintah; 2) formulasi kebijakan, yakni proses
desa antara daerah satu dengan daerah lain yang
perumusan
bisa menimbulkan pertentangan tersebut menarik
pemerintah; 3) pembuatan kebijakan, yakni
untuk dikaji, baik dari segi praktis maupun
proses
teoritis. Perlu ada pemetaan menyeluruh untuk
melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan
menginventarisasi isu-isu atau persoalan yang
sesuatu tindakan; 4) implementasi kebijakan,
berpotensi menimbulkan polemik. Hal itu penting
yakni proses untuk melaksanakan kebijakan
agar pemerintah memiliki pedoman dan rambu-
supaya mencapai hasil; 5) evaluasi kebijakan,
rambu
peraturan
yakni proses untuk memonitor dan menilai hasil
perundang-undangan agar tidak menjadi sumber
atau kinerja kebijakan. Hampir sama dengan
benturan di masyarakat bawah. Oleh karenanya,
Howlet dan Ramesh, Anderson (1979:23-24)
diperlukan pemahaman mengenai perbedaan-
menggambarkan
perbedaan yang ada dalam isi Peraturan Daerah
meliputi
terkait sistem pemerintahan desa, dan isu-isu apa
formulation,
yang berpotensi menimbulkan persoalan untuk
implementation, dan policy evaluation.
maupun
dalam
masyarakat
menyusun
produk
menjadikan regulasi (Perda) sebagai bagian dari analis
tersebut,
ini
pemerintah
proses
problem
memilih
kebijakan
oleh untuk
publik
formulation,
policy
adoption,
policy
policy
mengidentifikasikan
untuk
kebijakan
pemerintahan
desa.
memecahkan masalah (Keban, 2004:62). Proses
Secara rinci studi ini dimaksudkan untuk : (1)
pembuatan kebijakan dapat dipahami dengan
mengetahui perbedaan isi Peraturan Daerah
melihat keadaan dimana para elit membuat
mengenai
keputusan.
kebijakan
sistem
Kabupaten
pemerintahan
Boyolali
Karanganyar;
dan
dan
(2)
desa
di
Kabupaten
memetakan
yang
dapat
kemungkinan
bertujuan
menganalisis
studi
ketika
kebijakan
Pada tahap formulasi kebijakan, para
solusi atas permasalahan di desa. Berdasar hal maka
pilihan-pilihan
Grindle
digunakan
menganalisis
dalam
bagaimana
proses reformasi kebijakan dilakukan dengan
isu-
memfokuskan pada analisis aktor yang kemudian
isu/persoalan dalam Peraturan Daerah yang
disebutnya dengan istilah “policy elite”, atau
berpotensi menimbulkan polemik.
menurut Roberts dan King (1996:10-18) disebut dengan “policy entrepreneur”, “policy advocate”,
B.
Tinjauan Pustaka
“policy intellectual”, “policy champions”, dan
1.
Proses Perubahan Kebijakan
“policy administrator”; atau “sub system actors”
Peraturan
perundang-undangan
atau
(“advocacy coalition” dan ”policy broker”)
regulasi merupakan salah satu bentuk dari
menurut Sabatier dan Smith (1993:23-29). Model
kebijakan. Rangkaian-rangkaian proses kebijakan
implementasi kebijakan menurut Grindle dan
yang berlangsung dalam suatu negara dapat
Thomas
untuk
kebijakan yang interaktif sejak dari adanya isu,
menganalisa
pemerintahan
negara
penyelenggaraan
tersebut.
Howlet
dan
Ramesh (1995:11) menyatakan bahwa proses
2
(1991:127)
penyusunan
agenda,
potensi dampak.
memperlihatkan implementasi,
proses hingga
Didik G. Suharto - Regulasi Pemerintah Daerah Dalam Mengatur Sistem Pemerintahan Desa
Dari tahap formulasi kebijakan tersebut
apa yang telah terjadi sesudah kebijakan tertentu
menghasilkan
yang
diimplementasikan (Wahab, 2008:37). Istilah
diharapkan memiliki kualitas baik. Kualitas suatu
evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran
kebijakan dapat diketahui melalui beberapa
(appraisal), pemberian angka (rating), dan
parameter penting seperti : proses, isi, dan
penilaian
konteks atau suasana di mana kebijakan itu
dengan produksi informasi mengenai nilai atau
dihasilkan atau dirumuskan. Dilihat dari segi
manfaat hasil kebijakan. Evaluasi kebijakan
proses, suatu kebijakan dikatakan berkualitas
bermanfaat sebagai landasan untuk melakukan
kalau kebijakan tersebut diproses dengan data
perubahan atau pengembangan kebijakan di masa
dan informasi yang akurat, menggunakan metode
depan. Evaluasi tersebut penting dalam rangka
dan teknik yang sesuai, mengikuti tahapan-
mewujudkan kebijakan yang efektif.
akan
suatu
kebijakan
(assesment).
Evaluasi
berkenaan
tahapan yang rasional dan melibatkan para ahli
Evaluasi kebijakan merupakan usaha
serta masyarakat yang berkepentingan atau
untuk menentukan dampak dari kebijakan pada
stakeholders. Dilihat dari segi isi, suatu kebijakan
kondisi-kondisi
dapat dikatakan berkualitas apabila kebijakan
2002:170). Mengikuti pendapat Dye (1995:327-
tersebut merupakan alternatif atau jalan keluar
330) dampak dari suatu kebijakan mempunyai
terbaik dalam rangka memecahkan masalah yang
beberapa dimensi. Pertama, dampak kebijakan
dihadapi masyarakat. Sedangkan dilihat dari segi
pada
konteks, suatu kebijakan tersebut dirumuskan
kebijakan pada orang-orang yang terlibat. Kedua,
dalam suasana yang benar-benar bebas dari
kebijakan mungkin mempunyai dampak pada
rekayasa, bebas dari tekanan atau paksaan dari
keadaan-keadaan atau kelompok-kelompok diluar
pihak-pihak yang berpengaruh (Keban, 2004:78-
sasaran
79). Menurut Kumorotomo (2008:37), kualitas
kebijakan ini
kebijakan akan cenderung lebih baik di dalam
dampak
sistem yang demokratis. Dalam hal ini, peran
spillover effects). Ketiga, kebijakan mungkin
eksekutif, legislatif, yudikatif dan pelaku-pelaku
akan mempunyai dampak pada keadaan-keadaan
kebijakan akan sejajar kedudukannya di dalam
sekarang dan keadaan dimasa yang akan datang.
upaya memperbaiki kualitas kebijakan publik.
Keempat, evaluasi juga menyangkut unsur yang
kehidupan
nyata
masalah-masalah publik
atau yang
tujuan
dan
kebijakan.
dinamakan melimpah
(Winarno,
dampak
kebijakan-
eksternalitas (externalities
atau or
Karena sasaran kebijakan pemerintah
lain, yakni biaya langsung yang dikeluarkan
tidak selalu mencapai tujuan dengan tepat, paling
untuk membiayai program-program kebijakan
tidak dari sudut efektivitas dan efisiensi, maka
publik. Kelima, menyangkut biaya-biaya tidak
idealnya setiap kebijakan pemerintah harus
langsung yang ditanggung oleh masyarakat atau
dilakukan suatu evaluasi. Untuk menilai capaian
beberapa anggota masyarakat akibat adanya
dan mengetahui problematika kebijakan dalam
kebijakan publik (lihat Winarno, 2002:171-174).
penyelenggaraan pemerintahan, kegiatan evaluasi penting dilakukan.
Almond
dan
Powell
(1966:199)
membedakan dampak dari kebijakan kedalam
Evaluasi kebijakan pada hakekatnya
bentuk simbolik (intangible) maupun materi
mempersoalkan apa yang sesungguhnya telah
(tangible). Hasil-hasil kebijakan yang bersifat
terjadi sebagai hasil dari sebuah kebijakan atau
simbolik mencakup penegasan tentang nilai-nilai
3
Spirit Publik Vol. 7, No. 1, April 2011 Hal. 1 – 14
oleh para elit; pameran bendera dan pasukan,
negara.
upacara militer; kunjungan oleh pejabat-pejabat
ekonomi politik, peranan desa sebagai organisasi
tinggi; dan pernyataan-pernyataan kebijakan atau
kekuasaan yang berotonomi, namun negara
maksud oleh pemimpin-pemimpin politik dan
kolonial memberlakukan desa sebagai alat untuk
ketergantungan yang besar dalam menyadap
melakukan penetrasi dan eksploitasi terhadap
kepercayaan-kepercayaan rakyat, tingkah laku-
sumber daya alam maupun manusia untuk
tingkah
kepentingan
laku;
dan
aspirasi-aspirasi
bagi
Di jaman kolonial, meski secara
negara
kolonial
semata
(Ali,
keefektifannya. Dalam banyak kasus, tindakan-
2007:xi,34-35). Lebih lanjut dijelaskan, hasil
tindakan kebijakan yang seolah-olah ditujukan
penelitian
untuk mencapai kebutuhan yang bersifat materi
kebijakan agraria pemerintah Hindia Belanda
dalam prakteknya berubah menjadi lebih bersifat
memperlihatkan bahwa
simbolik.
yang dikenakan pada pemerintahan desa melalui
Sedang
kebijakan
publik
yang
Laceulle
mengenai
bekerjanya
berbagai pembaruan
keuntungannya lebih tampak bersifat simbolik
”pengarahan”
dalam
keberhasilan apabila pembaruan itu memberikan
pelaksanaannya
keuntungan-keuntungan
yang
menghasilkan lebih
bersifat
tertentu,
hanya
membawa
keuntungan selayaknya bagi elit setempat.
materi, misalnya kegiatan anti trust, pengaturan
Walaupun
belum
semua
tetapi
tingkat pelayanan publik, dan kesempatan yang
kebanyakan desa di Jawa sejak Zaman Belanda
sama dalam memperoleh pekerjaan.
sudah mempunyai kedudukan sebagai daerah hukum.
2.
Perkembangan Regulasi Pemerintahan Desa Perkembangan sistem pemerintahan desa
Beberapa ciri daerah hukum ialah:
berhak mempunyai wilayah sendiri dengan batasbatas yang syah; berhak mengurus dan mengatur
di Indonesia terbilang cukup dinamis. Terbukti
pemerintahan sendiri;
dari
perundang-
mengangkat kepala daerahnya sendiri; berhak
undangan yang sering dilakukan. Perubahan
mempunyai harta benda sendiri serta memungut
landasan hukum ini akhirnya berdampak pada
pajak. Karena semua itulah maka desa seperti itu
perubahan implementasi sistem pemerintahan di
otonom
desa.
(Tjondronegoro, 1999:11).
perubahan
atas
peraturan
Sejarah perjalanan tata pemerintahan
mengatur Belanda
berhak
rumah
menaruh
memilih
tangga perhatian
dan
sendiri akan
daerah/desa selama ini berubah-ubah seiring
kehidupan desa demi kepentingan penjajahannya.
dengan dinamika kondisi dan situasi politik
Belanda mengukuhkan tata pemerintahan desa
nasional (Widjaja, 2008:7). Untuk mengetahui
dengan mengambil alih corak masyarakat hukum
perubahan atau perbedaan sistem pemerintahan
adat yang berlaku di daerah dengan modifikasi di
desa yang pernah berlaku di Indonesia, dapat
sana sini demi keperluan penjajahan. Selama
dilihat secara kronologis dari perkembangan
pemerintah
sejarahnya.
mempunyai otonomi, namun tata kehidupan
Merunut dari sisi kesejarahan, akan ditemukan
suatu
pola
homogen
yang
kolonial
Belanda,
desa
tetap
ekonominya disesuaikan dengan kepentingan penjajah. Kedaulatan desa di sana-sini di jebol
menempatkan desa sebagai basis eksploitasi
demi
sistematis dan berkelanjutan demi kepentingan
kolonial seperti halnya pengambilan tanah desa,
4
kepentingan
ekonomi
dan kekuasaan
Didik G. Suharto - Regulasi Pemerintah Daerah Dalam Mengatur Sistem Pemerintahan Desa
rodi, tanam paksa (cultuurstelsel), pajak yang
atau bersifat istimewa yang diatur dengan
banyak
undang-undang.
macamnya
1988:25).
dan
Dijelaskan
lain-lain
pula
(Marbun,
bahwa
selama
(4).
Negara
mengakui
dan
Pemerintahan Kolonial Jepang periode 1942-
kesatuan-kesatuan
1945, penjajah juga mengambil alih sistem
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih
pemerintah desa warisan kolonial Belanda.
hidup
Selama periode itu, desa semakin diperas dan
masyarakat
haknya diinjak-injak dengan pengumpulan bahan
Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-
makanan, pengerahan romusha dan lain-lain
undang.”
secara paksa.
dan
masyarakat
menghormati
sesuai dan
hukum
dengan
prinsip
adat
perkembangan
Negara
Kesatuan
Sejak Proklamasi Kemerdekaan tahun
Struktur pemerintahan desa hampir tidak
1945 hingga sampai pada saat ini, peraturan-
mengalami perubahan. Satu-satunya peraturan
peraturan perundangan yang mengatur tentang
mengenai desa yang dikeluarkan oleh Penguasa
bentuk dan susunan pemerintahan di daerah,
Militer Jepang adalah Osamu Seirei No. 7 Tahun
termasuk pemerintahan desa adalah sebagai
2604 (1944). Peraturan ini hanya mengatur dan
berikut :
merubah pemilihan Kepala Desa (Ku-tyoo) yang
a. Undang-Undang
menetapkan masa jabatan Kepala Desa menjadi 4
tentang
tahun (Wasistiono, 2006:19).
Daerah
Ketika
Indonesia
merdeka,
sistem
Nomor
Pembentukan
1
Tahun
Komite
1945
Nasional
b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948
pemerintahan desa mulai ditata kembali. Sejak
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
awal kemerdekaan Pemerintah Indonesia telah
c. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1950
memberikan pengakuan terhadap kedudukan dan
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
keberadaan desa. Dalam penjelasan pasal 18 UUD 1945 nomor II disebutkan bahwa :
d. Undang-Undang
Nomor
1
e. Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959
kurang 250 Zelfbestuurundelandschappen dan
tentang
Volksgemeenschappen seperti Desa di Jawa dan
(disempurnakan)
Bali. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli
Pemerintahan
(disempurnakan)
daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik
Royong dan Sekretariat Daerah
kedudukan
daerah-
Daerah
f. Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960
dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai menghormati
1957
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
“Dalam teritori Negara Indonesia terdapat lebih
Indonesia
Tahun
tentang
DPRD
Gotong
g. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965
daerah istimewa tersebut dan segala peraturan
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
negara yang mengenai daerah-daerah itu akan
h. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965
mengingati hak asal-usul daerah tersebut.” Pengakuan UUD 1945 tersebut kemudian
tentang Desapraja i. Undang-Undang
dipertegas lagi melalui Amandemen II Pasal 18B
tentang
yang berbunyi :
Daerah
”(3). Negara mengakui dan menghormati satuansatuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
Nomor
Pokok-Pokok
j. Undang-Undang
5
Tahun
Pemerintahan
Nomor
5
Tahun
1974 di 1979
tentang Pemerintahan Desa
5
Spirit Publik Vol. 7, No. 1, April 2011 Hal. 1 – 14
k. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
tentang pemerintahan desa di Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Karanganyar. Dari deskripsi
l. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
tersebut dapat digambarkan cakupan bahasan Perda masing-masing kabupaten.
Tidak semua undang-undang di atas memberikan
kontribusi
penyelenggaraan
signifikan
sistem
terhadap
pemerintahan
desa.
Peraturan
Daerah
(Perda)
terkait
pemerintahan desa di Kabupaten Boyolali yaitu: a.
Perda Nomor 8 tahun 2006 tentang Badan
Hanya beberapa undang-undang yang terkesan
Permusyawaratan Desa (BPD)
menonjol dan menyumbangkan perubahan model
Memuat ketentuan mengenai : fungsi dan
penyelenggaraan pemerintahan desa; terutama
wewenang; hak, kewajiban dan larangan;
UU Nomor 5 tahun 1979, UU Nomor 22 tahun
keanggotaan BPD; rapat BPD; tata tertib
1999, dan UU Nomor 32 tahun 2004.
BPD; sekretaris BPD; kedudukan keuangan BPD; serta pemberhentian dan penggantian
C. Metode Penelitian
BPD.
Tipe penelitian ini adalah deskriptif
b.
Perda
Nomor 9 tahun 2006 tentang
analitis yaitu menggambarkan dan menganalisis
Peraturan Desa (Perdes)
gejala atau obyek yang diteliti. Dalam hal ini
Mengatur mengenai : asas dan materi
kajian dilakukan dengan metode content analysis
muatan Perdes; persiapan pembentukan,
(analisis isi) dan kajian literatur (penelitian
pembahasan dan penetapan Raperdes; serta
kepustakaan).
pembinaan dan pengawasan.
Penelitian
kepustakaan
dilaksanakan dengan mengumpulkan data dan
c.
Perda Nomor 10 tahun 2006 tentang
informasi yang ada; misalnya buku, majalah,
Susunan
koran, dokumen, dan lain-lain. Penelitian ini
Pemerintahan Desa
menggunakan
untuk
Mengatur ketentuan mengenai : susunan
pengumpulan data sekunder yang dihimpun dari
organisasi; tata pemerintahan; dan tata kerja
produk hukum (regulasi) Perda terkait sistem
pemerintahan desa.
teknik
dokumen
pemerintahan desa di Kabupaten Boyolali dan Karanganyar.
Tehnik
analisis
data
dalam
d.
Organisasi
dan
Tata
Kerja
Perda Nomor 11 tahun 2006 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan dan
penelitian ini adalah dengan metode analisis isi,
Pemberhentian Kepala Desa
melalui penafsiran data, pembandingan, dan
Meliputi pengaturan mengenai : persiapan
diakhiri dengan penarikan kesimpulan.
Pilkades; panitia Pilkades; hak memilih dan dipilih;
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1.
Produk
Peraturan
Daerah
pencalonan
Kades;
kampanye;
Pilkades; pelantikan Kades; masa jabatan terkait
Pemerintahan Desa Peraturan Daerah (Perda) merupakan
Kades;
biaya
pengaduan sanksi;
dan
tindakan
pemilihan;
mekanisme
penyelesaian
masalah;
penyidikan;
hukuman
produk regulasi yang dihasilkan oleh Pemerintah
disiplin,
Daerah dan DPRD. Di bawah ini dijelaskan
pemberhentian Kades; serta pengangkatan
deskripsi singkat Perda-Perda yang mengatur
penjabat Kades.
6
pemberhentian
sementara
dan
Didik G. Suharto - Regulasi Pemerintah Daerah Dalam Mengatur Sistem Pemerintahan Desa
e.
Perda Nomor 12 tahun 2006 tentang Tata
Mengatur ketentuan mengenai : bentuk
Cara
kerjasama; ruang lingkup; bidang kerjasama;
Pencalonan,
dan
Pemberhentian Perangkat Desa (Perdes)
tata cara kerjasama; badan kerjasama;
Mengatur
perubahan,
mengenai
:
persiapan
kerjasama; biaya pelaksanaan kerjasama;
Perdes; tim pengendali; dewan pemilih;
penyelesaian perselisihan; dan peran BPD
pencalonan Perdes; penetapan calon Perdes;
dalam kerjasama desa.
Perdes;
Perdes;
biaya
mekanisme
pengangkatan
pengaduan
h.
k.
dan
Pembentukan,
Penghapusan,
dan
serta
Berisi ketentuan mengenai : pembentukan
hukuman
disiplin,
pemberhentian
sementara dan pemberhentian Kades.
desa; persyaratan dan tata cara pembentukan
Perda Nomor 13 tahun 2006 tentang Sumber
desa; batas wilayah desa; dan pembagian
Pendapatan Desa
wilayah desa. l.
Perda Nomor 19 tahun 2006 Pembentukan,
Perda Nomor 14 tahun 2006 tentang
dan/atau Penggabungan Kelurahan
Kedudukan Keuangan Kades dan Perdes
Mengatur
Berisi ketentuan mengenai : kedudukan
pembentukan kelurahan; dan perubahan
keuangan Kades dan Perdes.
status desa menjadi kelurahan.
Perda Nomor 15 tahun 2006
tentang
Pemekaran,
tentang
pendapatan desa.
ketentuan
Pemberdayaan,
Mengatur mengenai : penyusunan APBDes;
Pengembangan
pembahasan, penetapan dan pengesahan
Istiadat
APBDes;
perubahan
Mengatur
APBDes;
tata
usaha
dan
penghitungan
keuangan
Penghapusan, mengenai
m. Perda Nomor 20 tahun 2006
APBDes
desa;
:
tentang
Pelestarian
dan
Lembaga Adat dan Adat
mengenai
:
pemberdayaan,
pelestarian dan pengembangan
lembaga
pengangkatan, tugas dan fungsi bendahara
adat dan adat istiadat; kedudukan, tugas dan
desa; tuntutan perbendaharaan dan tuntutan
fungsi lembaga adat; hak, wewenang dan
ganti rugi; serta pembinaan dan pengawasan
kewajiban; dan pendanaan.
Perda Nomor 16 tahun 2006
Peraturan Daerah terkait pemerintahan tentang
Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan di
j.
tentang
Penggabungan Desa
APBDes. i.
Perda Nomor 18 tahun 2006
penyelesaian masalah; larangan dan sanksi;
Memuat pengaturan mengenai : sumber g.
penundaan atau pembatalan
pengangkatan Perdes; panitia pengangkatan
pelantikan
f.
Pengangkatan
desa di Kabupaten Karanganyar yaitu : a.
Perda Nomor 24 tahun 2006 tentang Kepala
Desa
Desa dan Perangkat Desa
Mengatur mengenai : tugas, fungsi dan
Meliputi pengaturan mengenai : pemilihan
kewajiban; keanggotaan dan kepengurusan;
Kepala Desa; pengendalian dan pengawasan
kedudukan keuangan; serta tata kerja dan
Pilkades;
hubungan kerja.
penyelesaian
Perda Nomor 17 tahun 2006 Kerjasama Desa
tetang
mekanisme masalah;
pengaduan
dan
pelantikan
dan
sumpah/janji Kades; masa jabatan Kades; larangan Kepala Desa; pemberhentian dan
7
Spirit Publik Vol. 7, No. 1, April 2011 Hal. 1 – 14
pemberhentian sementara Kades; penjabat Kades;
persyaratan
Perdes;
substansi isi Peraturan Daerah antara Kabupaten
mekanisme pengangkatan Perdes; tindakan
Boyolali dan Kabupaten Karanganyar. Perbedaan
dan sanksi; biaya Pilkades dan pengangkatan
tersebut
Perdes;
isu/persoalan sebagai berikut :
pengendalian
calon
Dalam bagian ini dibahas perbedaan
dan
pengawasan
pengangkatan Perdes; masa jabatan Perdes;
a.
Isu struktur organisasi dan tata kerja
Kades
dan
Perdes;
dan
pemerintah desa, antara Peraturan Daerah
Perda Nomor 25 tahun 2006
tentang
Kabupaten
Boyolali
dan
Kabupaten
Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
Karanganyar secara substansial memiliki
dan Badan Permusyawaratan Desa
sejumlah kesamaan isi, yakni :
Berisi ketentuan mengenai : organisasi dan
- Pemerintahan
desa
terdiri
dari
pemerintah desan dan BPD - Pemerintah desa terdiri dari Kades dan
Perda Nomor 26 tahun 2006 Lembaga
Kemasyarakatan
tentang
Desa
Perdes
dan
- Perdes terdiri dari Sekdes dan Perdes
Kelurahan
lainnya
Mengatur mengenai : pembentukan; maksud
- Perdes
lainnya
terdiri
dari
Setdes,
dan tujuan; tugas, fungsi dan kewajiban;
Pelaksana Teknik Lapangan (Kaur) dan
kepengurusan; masa bhakti; tata kerja;
unsur kewilayahan (Kadus)
hubungan kerja; dan sumber dana. Perda Nomor 27 tahun 2006
Sedangkan perbedaan substansial yang ada tentang
ialah dalam hal komposisi Pelaksana Teknik
Keuangan Desa
Lapangan dan dari sisi teknis sistematika
Mengatur ketentuan mengenai : sumber
Perda.
pendapatan;
APBDesa;
pengelolaan
keuangan desa; dan BUMDesa. e.
Struktur organisasi dan tata kerja pemerintah
terhadap
Permusyawaratan Desa.
d.
beberapa
desa
tata kerja Pemerintah Desa; dan Badan c.
dalam
larangan bagi Perdes; tindakan penyidikan pemberhentian Perdes. b.
digolongkan
Pembangunan
tentang
Desa
dan
Kerjasama Desa Mengatur
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Secara substansial aturan mengenai fungsi,
Perda Nomor 28 tahun 2006 Perencanaan
b.
wewenang, hak dan kewajiban BPD, Perda di Boyolali dan Karanganyar intinya sama. Dalam hal persyaratan untuk dapat menjadi
mengenai
:
perencanaan
anggota BPD, di Boyolali dan Karanganyar
pembangunan desa; tahapan perencanaan
hampir mirip. Sedikit bedanya, misal di
pembangunan desa; tatacara penyusunan
Karanganyar mensyaratkan bahwa anggota
perencanaan
desa;
BPD tidak mempunyai hubungan darah
pengendalian dan evaluasi; kerjasama desa;
dengan kepala desa sampai derajad ke satu
penyelesaian perselisihan; dan pembinaan.
baik ke atas, kebawah maupun ke samping,
pembangunan
suami atau istri kepala desa. Sedangkan 2.
8
Perbedaan Isi Peraturan Daerah berdasar
mengenai komposisi anggota BPD, di
Isu/persoalan Pemerintahan Desa
Boyolali jumlah anggota disebutkan paling
Didik G. Suharto - Regulasi Pemerintah Daerah Dalam Mengatur Sistem Pemerintahan Desa
sedikit 5 dan paling banyak 11 orang.
dan diulang dalam waktu paling lama 30
Berbeda di Karanganyar, jumlah anggota
hari dengan quorum ½ ditambah 1 dari
paling sedikit 7 dan paling banyak 11 orang.
jumlah pemilih yang disahkan. Ketentuan
Untuk menetapkan anggota BPD dibentuk
tersebut membuka peluang adanya persoalan
panitia yang terdiri dari unsur pamong desa
mengenai pemenuhan quorum.
dan tokoh masyarakat (di Karanganyar).
Sementara dalam penentuan calon terpilih,
Sementara di Boyolali panitia tersebut
ada aturan yang sedikit berbeda antara yang
secara rinci disebutkan sebagai berikut:
ada di Boyolali dan Karanganyar. Di
ketua RT, ketua RW, golongan profesi,
Karanganyar calon Kades yang dinyatakan
pemuka agama dan tokoh atau pemuka
terpilih
masyarakat lainnya serta anggota BPD lama.
mendapatkan
Ada yang sedikit unik dari aturan di
terbanyak. Tetapi di Boyolali calon terpilih
Karanganyar, yakni dicantumkannya tata
selain ditentukan mendapat suara terbanyak,
cara
dan
calon juga harus mendapat dukungan suara
dan
paling sedikit 25% dari suara yang sah.
bagaimana hubungan kerja BPD dengan
Dalam hal tidak ada calon yang memenuhi
Kades dan lembaga kemasyarakatan desa.
ketentuan mendapat dukungan suara paling
Kepala Desa (Kades)
sedikit 25% dari suara yang sah, maka
Terdapat banyak perbedaan antara aturan
diadakan pemilihan ulang yang hanya diikuti
yang
oleh
menggali,
menyalurkan
c.
berlaku
menampung
aspirasi
di
masyarakat
Boyolali
dengan
di
hanya
calon
disebutkan jumlah
yang
calon
yang
dukungan
suara
mendapatkan
suara
Karanganyar, terutama dalam hal teknik
terbanyak pertama dan kedua. Namun bila
pemilihan kepala desa. Beberapa perbedaan
calon Kades hanya terdapat 1 orang, aturan
tersebut
di Boyolali dan Karanganyar sama, yakni
diantaranya
terkait
komposisi
panitia pemilihan kepala desa. Keanggotaan
calon
panitia
dukungan suara paling rendah ½ (50%)
Pilkades
terdiri
dari
unsur
Kades
harus
mendapat
jumlah
Pemerintah desa, unsur BPD, dan tokoh
ditambah 1 dari jumlah suara yang sah.
masyarakat (di Boyolali). Di Karanganyar
Mengenai biaya penyelenggaraan pemilihan,
panitia Pilkades terdiri dari unsur perangkat
aturan
desa, pengurus lembaga kemasyarakatan
bersumber dari APBD Kabupaten, APBDesa
desa dan tokoh masyarakat. Salah satu
dan swadaya calon Kades. Di Boyolali,
ketentuan dalam Pilkades Karanganyar yang
sumber biaya pemilihan berasal dari bantuan
sempat
ialah
APBD
rapat
sumbangan yang sah dan tidak mengikat
mensyaratkan
yang besarnya paling tinggi 30% dari biaya
aturan
memunculkan mengenai
pemungutan
suara
kontroversi keabsahan
yang
di
Karanganyar
Kabupaten,
menyebutkan
APBDesa
dan
kehadiran 2/3 jumlah pemilih (Pasal 17
pemilihan.
Perda Nomor 24/2006). Apabila sampai
Baik di Boyolali maupun Karanganyar,
batas waktu penundaan pasal quorum ini
Perda yang ada tidak mengatur sanksi-sanksi
belum
rapat
secara terperinci. Bahkan di Karanganyar,
pemungutan suara Pilkades dinyatakan batal
aturan yang ada hanya menyebutkan panitia
tercapai,
pelaksanaan
9
Spirit Publik Vol. 7, No. 1, April 2011 Hal. 1 – 14
d.
Pilkades, calon Kades atau siapapun juga
Terdapat perbedaan yang signifikan antara
yang terbukti melakukan pelanggaran dalam
Perda di Boyolali dan Karanganyar. Di
proses Pilkades diberikan tindakan hukum
Karanganyar, Perda Nomor 26 tahun 2006
atau
sekaligus
sanksi
sesuai
dengan
ketentuan
kemasyarakatan
Perangkat desa
Sedangkan Perda Nomor 16 tahun 2006 di
Dalam hal pengangkatan Perdes, terdapat
Kabupaten Boyolali hanya khusus mengatur
mekanisme yang berbeda antara aturan di
lembaga kemasyarakatan desa. Perbedaan
Boyolali
lain adalah Perda di Karanganyar, setiap
dengan
di
Karanganyar.
Di
kelurahan.
bentuk
dalam
melalui
dalam bagian tersendiri secara khusus
hal
seperti Rukun Tetangga, Rukun Warga,
musyawarah mufakat tidak tercapai, maka
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, PKK,
pengambilan keputusan dilakukan melalui
karang taruna dan satgas Linmas. Di
voting. Keanggotaan dewan pemilih terdiri
Boyolali lembaga kemasyarakatan diatur
dari
tokoh
secara umum, tidak menyebutkan setiap
masyarakat dengan jumlah keseluruhan
bentuk lembaga secara mendetail. Demikian
paling sedikit 100 orang/anggota. Sedangkan
pula dalam hal hubungan kerja, hubungan
di Karanganyar, bakal calon Perdes yang
kerja lembaga kemasyarakatan desa dengan
dapat ditetapkan sebagai calon Perdes adalah
pemerintah desa di Karanganyar bersifat
bakal calon yang dinyatakan lulus dalam
kemitraan,
kegiatan
dilakukan
Sedang di Boyolali hubungannya dalam
melalui seleksi administrasi dan ujian
bentuk kerjasama menggerakkan swadaya
tertulis. Apabila calon yang dinyatakan lulus
gotong
lebih dari satu, maka Kades mengangkat
melaksanakan pemberdayaan
salah satu calon untuk menjadi Perdes dari
dan berkelanjutan.
dewan
pemilih
mufakat.
Perdes,
BPD,
Dalam
dan
penyaringan
unsur
yang
nilai tertinggi hasil seleksi. Sebagaimana
royong
dan
koordinatif.
masyarakat
dalam
masyarakat
Kerjasama desa
penyelenggaraan pengangkatan Perdes di
dengan di Karanganyar antara lain; pertama,
Boyolali dapat berasal dari bantuan calon
persoalan
dan/atau pihak lain yang tidak mengikat. Hal
kerjasama dapat dilaksanakan antara desa
unik
dengan desa, desa
Karanganyar, dan
atau
sumber
konsultatif
diatur
Sejumlah perbedaan aturan di Boyolali
di
Pilkades,
f.
kemasyarakatan
biaya
memutuskan
10
dan
Boyolali, penetapan calon Perdes dilakukan rapat
lembaga
desa
lembaga
peraturan yang berlaku.
musyawarah
e.
mengatur
Kades
dapat
mempromosikan
kerjasama.
Di
Karanganyar
dengan pemerintah
kabupaten/provinsi, serta desa dengan pihak
perangkat desa ke jabatan lain untuk
lain.
menunjang
penyelenggaraan
kerjasama desa dapat dilaksanakan antar
pemerintahan dan pembangunan desa serta
desa dalam satu kecamatan, antar desa lain
peningkatan pelayanan masyarakat.
kecamatan, antar desa lain kabupaten dan
Lembaga kemasyarakatan
antara desa dengan pihak ketiga.
kelancaran
Di
Boyolali,
disebutkan
bahwa
Didik G. Suharto - Regulasi Pemerintah Daerah Dalam Mengatur Sistem Pemerintahan Desa
g.
Kedua, persetujuan BPD. Di Boyolali,
retribusi
kerjasama desa ditetapkan dalam peraturan
Sementara di Karanganyar, bagi hasil pajak
bersama setelah mendapat persetujuan BPD.
daerah paling sedikit 10%, dan retribusi
Rencana kerjasama terlebih dahulu di bahas
daerah sebanyak 5%. Perbedaan lain, unsur-
dalam rapat musyawarah desa dengan BPD.
unsur kekayaan desa, sebagai salah satu
Di
komponen
Karanganyar,
persetujuan
BPD
daerah
paling
pendapatan
sedikit
asli
desa.
Karanganyar,
membebani desa. Ketiga, bidang kerjasama.
dijabarkan ke dalam : tanah kas desa, pasar
Dalam Perda Kabupaten Boyolali Nomor 17
desa, pasar hewan milik desa, bangunan
tahun 2006 disebutkan kerjasama desa
desa, dan lain-lain kekayaan milik desa. Di
meliputi bidang : peningkatan perekonomian
Boyolali, kekayaan seperti di Karanganyar
masyarakat desa, peningkatan pelayanan
tersebut masih ditambah obyek rekreasi ,
pendidikan,
budaya,
pemandian umum, tempat pemancingan
ketentraman dan ketertiban, penempatan
yang dimiliki di kelola oleh desa. Salah satu
SDA dan teknologi tepat guna dengan
hal yang merupakan kesamaan antara di
memperhatikan
lingkungan.
Boyolali dan Karanganyar ialah ketentuan
Sedangkan Perda Kabupaten Karanganyar
bahwa sumber pendapatan daerah yang
Nomor 26 tahun 2006, selain seperti yang
berada di desa baik pajak maupun retribusi
disebutkan di Boyolali, ditambah dua bidang
yang sudah dipungut oleh provinsi atau
yaitu pemberdayaan masyarakat desa dan
kabupaten
atau pengembangan pariwisata.
pungutan tambahan oleh pemerintah desa.
Sumber Pendapatan Desa
Sebaliknya, pungutan retribusi dan pajak
Terkait dengan sumber pendapatan desa, ada
lainnya yang telah dipungut oleh desa tidak
sedikit perbedaan antara di Kabupaten
dibenarkan dipungut atau diambil alih oleh
Karanganyar dan Kabupaten Boyolali. Di
pemerintah
Karanganyar,
kabupaten.
sosial
kelestarian
sumber
pendapatan
desa
terdiri atas: pendapatan asli desa, bagi hasil pajak
dan
retribusi
daerah
kabupaten,
h.
tidak
provinsi
desa
Di
diperlukan untuk kerjasama yang khusus
kesehatan,
kekayaan
10%.
dibenarkan
atau
hanya
adanya
pemerintah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa)
alokasi dana desa, bantuan keuangan dari
Mengenai APBDesa, Perda di Karanganyar
pemerintah,
hanya membahas sedikit dalam tiga pasal.
pemerintah
provinsi,
dan
kabupaten; serta hibah dan sumbangan dari
Inti dari tiga pasal tersebut ialah :
pihak
APBDesa terdiri atas bagian pendapatan
ketiga
yang
tidak
mengikat.
Perbedaannya di Boyolali, istilah alokasi dana desa digantikan oleh “bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten”. Persentase
desa, belanja desa dan pembiayaan RAPBDesa di bahas dalam musrenbang desa yang dihadiri oleh Camat Kades
bersama
BPD
menetapkan
bagi hasil pajak dan retribusi daerah juga
APBDesa setiap tahun dengan Peraturan
berbeda diantara dua kabupaten ini. Di
Desa
Kabupaten Boyolali, bagi hasil pajak dan
11
Spirit Publik Vol. 7, No. 1, April 2011 Hal. 1 – 14
Raperdes tentang APBDesa yang telah
Perda Nomor 19 tahun 2006 tentang
disetujui bersama sebelum ditetapkan
Pembentukan,
oleh
Penggabungan Kelurahan
Kades
paling
lama
3
hari
disampaikan oleh Kades kepada Bupati
melalui Camat untuk dievaluasi Pedoman
penyusunan,
perhitungan
dan
Penghapusan
Perda Nomor 20 tahun 2006 tentang Pemberdayaan,
perubahan,
dan/atau
Pelestarian
dan
Pengembangan Lembaga Adat dan Adat
pertanggungjawaban
Istiadat
pelaksanaan APBDesa diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati
e.
Tetapi di Boyolali, soal APBDesa tersebut
Simpulan dan Saran Berdasarkan
hasil
penelitian
dan
diatur dalam Perda tersendiri. Dalam Perda
pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai
Kabupaten Boyolali Nomor 15 tahun 2006,
berikut :
persoalan APBDesa diatur dengan rinci.
1. Setiap daerah memiliki Peraturan Daerah
Diantaranya membahas tentang penyusunan
(Perda) yang mengatur tentang pemerintahan
APBDesa;
pembahasan,
penetapan
dan
desa. Di Kabupaten Boyolali hingga tahun
pengesahan
APBDesa;
perubahan
dan
2009 terdapat 13 (tiga belas) Peraturan Daerah
perhitungan APBDesa; tata usaha keuangan
dan Kabupaten Karanganyar 5 (lima) Perda
desa;
terkait pemerintahan desa.
pengangkatan,
tugas
dan
fungsi
bendahara desa; tuntutan perbendaharaan
2. Peraturan Daerah terkait pemerintahan desa di
dan tuntutan ganti rugi; serta pembinaan dan
Kabupaten
pengawasan APBDesa.
Karanganyar secara isi substansial memiliki
Kedelapan
persoalan
atau
isu
menyangkut sistem pemerintahan desa di atas
Boyolali
dan
Kabupaten
beberapa kesamaan dan perbedaan. 3. Kesamaan dan perbedaan isi Perda
pada hakekatnya telah diatur dalam peraturan
Kabupaten
daerah di Kabupaten Boyolali dan Karanganyar.
Karanganyar dapat dikelompokkan dalam
Di luar kedelapan isu yang diatur dalam Perda
delapan
Kabupaten
isu/persoalan tersebut
Boyolali
maupun
Karanganyar
Boyolali
dan
di
isu/persoalan.
Kabupaten Kedelapan
ialah :
struktur
tersebut, terdapat isu lain dalam “paket” Perda
organisasi dan tata kerja pemerintah desa;
sistem pemerintahan desa di Kabupaten Boyolali,
Badan Permusyawaratan Desa; Kepala Desa;
yang hingga tahun 2009, belum diatur dalam
perangkat desa; lembaga kemasyarakatan;
Perda di Kabupaten Karanganyar. Perda yang
kerjasama desa; sumber pendapatan desa;
dimaksud yakni:
serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Perda
Nomor
9
2006
tentang
4. Isu-isu tersebut
memiliki potensi untuk
Peraturan Desa
berubah menjadi polemik atau kontroversi;
Perda Nomor 14 tahun 2006 tentang
baik di kalangan internal Pemerintah Desa,
Kedudukan Keuangan Kades dan Perdes
Pemerintah Desa
Perda Nomor 18 tahun 2006 tentang
atasnya,
Pembentukan,
masyarakat atau pihak ketiga.
Penggabungan Desa
12
tahun
Penghapusan
dan
atau
dengan pemerintah di
Pemerintah
Desa
dengan
Didik G. Suharto - Regulasi Pemerintah Daerah Dalam Mengatur Sistem Pemerintahan Desa
5. Terdapat Perda terkait pemerintahan desa di Kabupaten Boyolali yang belum diatur dalam
Daftar Pustaka
Perda di Kabupaten Karanganyar. Persoalan
Ali, Madekhan, 2007, Orang Desa, Anak Tiri Perubahan, Malang : Averroes Press
yang belum diatur dalam Perda di Kabupaten Karanganyar
tersebut
:
peraturan
desa;
kedudukan keuangan Kades dan Perdes; pembentukan,
penghapusan
penggabungan penghapusan
dan
desa;
pembentukan,
dan/atau
penggabungan
kelurahan; pemberdayaan, pelestarian dan pengembangan lembaga adat dan adat istiadat Mencermati
kesimpulan
tersebut,
penelitian ini mengajukan saran sebagai berikut : 1. Pemerintah Propinsi perlu mengkoordinasikan atau men-super visi Pemerintah Kabupaten terkait
isi
substansi
Peraturan
Daerah
mengenai pemerintahan desa, sehingga tidak terjadi kesenjangan berlebihan antar daerah. 2. Dalam menyusun Peraturan Daerah mengenai pemerintahan desa, Pemerintah Kabupaten perlu melakukan kajian mendalam dengan mempertimbangkan
masukan
dari
pihak
masyarakat dan Pemerintah Desa agar tidak memicu polemik/kontroversi. 3. Setiap isu atau persoalan yang menjadi polemik/kontroversi di kalangan Pemerintah Desa
harus
diselesaikan
Pemerintah
Kabupaten dengan bijak. 4. Persoalan-persoalan
terkait
sistem
Almond, Gabriel, dan Powell, G. Bingham, 1966, Comparative Politics: A Development Approach, Boston: Little Brown Anderson, James E., 1979, Public Policy Making, New York: Holt, Rinehart and Winston Dye, Thomas R., 1995, Understanding Public Policy, New Jersey: Prentice Hall Grindle, Merille S., dan Thomas, John W., 1991, Public Choices and Policy Change : The Political-Economy of Reform in Developing Countries, Baltimore: John Hopkins University Press Howlett, Michael, dan M Ramesh, 1995, Public Policy : Policy Cycles and Policy Subsystems, Oxford: Oxford University Press Keban, Yeremias T., 2004, Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori dan Isu, Yogyakarta: Gava Media Kumorotomo, Wahyudi, 2008, Desentralisasi Fiskal: Politik dan Perubahan Kebijakan 19742004, Jakarta: Kencana Marbun, BN., 1988, Proses Pembangunan Desa, Menyongsong tahun 2000, cetakan keempat (edisi revisi), Jakarta : Penerbit Erlangga Roberts, Nancy C., dan King, Paula J., 1996, Transforming Public Policy: Dynamic of Policy Entrepreneurship and Innovation, San Fransisco: Jossey Bass Publisher
pemerintahan desa yang belum mempunyai landasan hukum dalam bentuk Peraturan Daerah, harus segera dibuatkan regulasinya oleh Pemerintah Daerah.
Sabatier, Paul A., dan Smith, Hank C. Jenkins, 1993, Policy Change and Learning: an Advocacy Coalition Framework, San Fransisco: Westview Press Tjondronegoro, Soediono MP., 1999, Keping-keping Sosiologi dari Pedesaan, Jakarta : Ditjen Dikti Depdikbud Wahab, Solichin Abdul, 2008, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Malang: UMM Press
13
Spirit Publik Vol. 7, No. 1, April 2011 Hal. 1 – 14
Wasistiono, Sadu dan Tahir, M. Irwan, 2006, Prospek Pengembangan Desa, Bandung: CV. Fokusmedia Widjaja, HAW., 2008, Otonomi Desa, Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh, Jakarta : RajaGrafindo Persada
14