LAPORAN ANALISIS LANJUT PENUNJANG MP3EI 2014
REGIONALISASI DAN MAPPING KISIKO KESEHATAN DI DAERAH INDUSTRI (Studi Kasus di Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto)
Vlochamatl Setyo Pramono Lusi Kristiana
Sutikno
PllSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN 2014
i
KATA PENGANTAR
Pertama-tama dan yang paling utama, kami tim peneliti dengan segala ketulusan hati, mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT penguasa semesta raya, atas segala nikmat dan anugerah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan penelitian ini sampai dengan menjadi laporan. Penelitian mi kami beri judul “ Regionalisasi dan Mapping Risiko Kesehatan di daerah Industri (Studi Kasus di Gresik, Sidoai]o dan Mojokerto)" Hasil penelitian ini dih arapkan mampu memberikan kontribusi bagi pembangunan berwawasan kesehatan terutama di derah industri. Penulisan hasil penelitian ini tidak terlepas dari peran banyak pihak, oleh karena itu kami tim penulis hasil penelitian ini dengan ketulusan hati menguca pkan terima kasih kepada: (i) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, (ii) Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat (iii) Pembina Penelitian Ilmiah (iv) Semua pihak yang pernah dan turut me mbantu hingga laporan ini bisa terselesaikan. Kami berharap semoga hasil penelitian dapat memberi manfaat bagi pembaca, sekaligus dapat memberi masukan ilmiah bagi pengambil keputusan baik pusat maupun daerah.
Desember Tim Peneliti
2014
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
:
REGIONALISASI DAN MAPPING RISIKO KESEHATAN DI DAERAH INDUSTRI (Studi Kasus di Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto) Kabupaten
Lokasi Penelitian
:
Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto
Lama Penelitian
:
6 bulan, Juni hingga Nopember tahun 2014
Menyetujui, Ketua PPI Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan, dan Pemberdayaan Masyarakat
Dra. Suharmiati. Apt.. M.Si NIP. 195807131989032001
RINGKASAN EKSEKUTIF
Implementasi Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia terdapat 6 (enam) koridor ekonomi. Adanya pengembangan koridor ekonomi dan konektivitas nasional akan menimbulkan urbanisasi. Saat ini Indonesia sedang mengalami urbanisasi. Dampak urbanisasi akan menimbulkan masalah kesehatan. Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi masalah kesehatan akibat modernisasi dan pembangunan. Pemerintah berupaya membuat regulasi sampai dengan memberikan pelayanan kesehatan dan jaminan sosial kesehatan. Namun yang menjadi masalah adalah informasi jenis gangguan kesehatan apa yang sering terjadi di setiap wilayah, informasi infrastruktur kesehatan dan tenaga kesehatan, saat ini masih terbatas. Oleh karena itu diperlukan informasi kondisi terkini dan risiko gangguan kesehatan di setiap wilayah serta informasi infrasruktur dan tenaga kesehatan. Diantara 6 koridor ekonomi tersebut risiko gangguan kesehatan yang cukup Tinggi akan terjadi di wilayah industri. Sebagaimana diketahui, Indonesia memiliki beberapa kawasan peruntukan, seperti kawasan peruntukan pertanian, peruntukan industri dan peruntukan pertambangan. Keberadaan kawasan peruntukan tersebut dapat berdampak positif maupun negatif Dampak positifnya antara lain meningkatkan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar, meningkatkan roda kegiatan perekonomian, dan menambah penghasilan negara atau daerah dalam bentuk pajak, retribusi atau royalti. Sedangkan dampak negatif dapat timbul apabila kegiatan tersebut tidak mempertimbangkan keseimbangan dan daya dukung lingkungan, yaitu menurunnya kualitas lingkungan sekitarnya diniana pada akhirnya dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat yang berada di sekitar kawasan peruntukan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa di wilayah industri kejadian gangguan kesehatan meningkat, yang disebabkan oleh polusi udara/air, bising, pencemar kimia, dan sebagainya Informasi fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan masih belum terintegrasi dengan baik. Oleh karena akan dilakukan regeonalisasi dan mapping risiko kesehatan, dengan mengkaji ketimpangan antara jenis gangguan dan fasilitas kesehatan, serta tenaga kesehatan yang tersedia. Sejak tahun 980-an dikenal istilah Gerbangkertasusila, yaitu suatu singkatan wilayah yang mencakup Kota Surabaya dan sekitarnya. Wilayah tersebu t antara lain Gresik. Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan. Kawasan ini walaupun secara administratif terpisah, namun secara fisik, ekonomi dan sosial menyatu akibat adanya dampak resiprokal perekonomian Surabaya terhadap wilayah di sekitarny a. Kebijaksanaan pembangunan di Jawa Timur dengan melalui pendekatan wilayah yang terbagi dalam 9 Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) atau biasa disebut dengan Zona Industri Salah satunya zona industri yaitu zona industri Gerbang Kertasusila dengan pusat peng embangan di Kota Surabaya. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan kondisi terkini wilayah industri dalam bentuk peta tematik. (2) Mendeskripsikan kondisi terkini penyakit diare, dan TB di wilayah industri dalam bentuk peta tematik. (3) Menganali sis perubahan dalam 5 tahun terakhir prevalensi penyakit diare, dan TB. (4) Menentukan faktor risiko kesehatan di wilayah industri dengan pendekatan analisis spasial..
iii
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi diare tahun 2013, di Kabupaten Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto, berturut-turut adalah 4,33; 3,98, dan 4,73. Pola diare di Gresik dan Sidoarjo mengelompok antar kecamatan, sedangkan untuk Mojokerto menyebar. Prevalensi TB di Kabupaten Gresik 0,07, Sidoarjo 0,03 dan Mojokerto 0,09. Pola TB di Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto mengelompok antar kecamatan. Rasio Posyandu sebagai UKBM antara tahun 2009 dan 2013 rata -rata mengalami penurunan. Kabupaten Sidoarjo dari 11,95 menjadi 9,06, di Mojokerto dari 11, 2 menjadi 6,61 sedangkan di Gresik relatif tetap yaitu dari 4,54 menjadi 4,63. Dibandingkan dua kabupaten lainnya, rasio posyandu di Gresik adalah yang paling kecil. Sedangkan untuk proporsi rumah tangga dengan PHBS, rata-rata mengalami kenaikan. Di Kabupaten Gresik dari 33,02 menjadi 66,78, sedangkan di Mojokerto dari 44,0 menjadi 60,9. Prevalensi diare antara tahun 2009 dan 2103 di Kabupaten Gresik dan Sidoarjo mengalami peningkatan, sedangkan di Kabupaten Mojokerto mengalami penurunan yang cukup bermakna yaitu dari 8,28 menjadi 4,74. Prevalensi TB mengalami kenaikan di Kabupaten Gresik dan Mojokerto, namun di Sidoarjo mengalami penurunan. Tedapat perbedaan hubungan risiko kepadatan industri terhadap penyakit di Kabupaten Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto. Tmgkat kepadatan industri di Kabupaten Gresik selama rentang tahun 2009 s/d 2013, seringkali berhubungan signifikan dengan prevalensi diare dan TB. Hubungan tersebut berkorelasi positif yang artinya semakin padat industri suatu wilayah maka semakin tinggi prevalensi penyakit tersebut. Tingkat kepadatan industri di Kabupaten Sidoarjo dari tahun 2009 s/d 2013 tidak berhubungan bermakna dengan prevalensi diare dan TB. Sedangkan di kabupaten Mojokerto hanya TB yang berhubungan bermakna dengan rasio kepadatan industri. Tingkat kepadatan industri yang dianalisis pada penelitian masih berupa jumlahan industri yaitu skala sedang dan besar, tanpa melihat jenis industrinya. Untuk penelitian berikutnya dapat dilacak dan dianalisis jenis industri untuk masing -masing wilayah tersebut agar kesimpulan yang diperoleh dapat lebih komprehensif dan akurat.
iv
ABSTRAK
Implementasi Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) telah dimulai sejak tahun 2011. Meskipun masih dalam fase pertama (2011-2015) yang lebih difokuskan pada pembentukan dan op erasionalisasi institusi pelaksana serta penyusunan rencana aksi, namun antisipasi dampak dari pengembangan potensi ekonomi telah dipersiapkan sejak dini, khususnya nsiko gangguan kesehatan di wilayah koridor pengembangan ekonomi Penelitian ini menggunakan pendekatan kewilayahan (spasial) dalam bentuk peta tematik. Lokasi penelitian di Kabupaten Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto. Ketiga daerah tersebut memiliki kawasan industri yang cukup luas dan merupakan daerah penyangga Kota Surabaya. Penelitian ini menggu nakan data tahun 2013. Sumber data adalah dari BPS, yaitu Jatim dalam angka, BPS Gresik dalam angka, BPS Sidoarjo dalam angka dan BPS Mojokerto dalam angka. Serta sumber lain yaitu Laporan Tahunan (profil) Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto. Prevalensi diare tahun 2013, di Kabupaten Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto, berturut-turut adalah 4, 33; 3, 98; dan 4, 73. Pola diare di Gresik dan Sidoarjo mengelompok antar kecamatan, sedangkan untuk Mojokerto menyebar. Prevalensi tubercolusis di K abupaten Gresik, Sidoarjo, dan Mojokerto, berturut-turut adalah 0, 07, 0, 03 dan 0, 09, dengan pola mengelompok antar kecamatan. Tedapat perbedaan hubungan risiko kepadatan industri terhadap penyakit di Kabupaten Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto. Tingkat kep adatan industri di Kabupaten Gresik selama rentang tahun 2009 s/d 2013, seringkali berhubungan positif signifikan dengan prevalensi diare dan tubercolusis. Tingkat kepadatan industri di Kabupaten Sidoarjo dari tahun 2009 s/d 2013 tidak berhubungan bermakna dengan prevalensi diare dan tubercolusis. Sedangkan di Kabupaten Mojokerto hanya tubercolusis yang berhubungan bermakna dengan rasio kepadatan industri. Kata kunci: MP3E1, industri, spasial, diare, tubercolusis
DAFTAR SINGKATAN
BPS Dinkes DKI Gerbangkertasusila
: : : :
Ml’3 El
:
PHBS Posyandu RT TB UKBM SIG TKI
: : : : : : :
Badan Pusat Statistik Dinas Kesehatan Daerah Khusus Ibukota Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo Lamongan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonumi Indonesia Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Pos pelayanan terpadu Rumah Tangga Tubercolusis Unit Kegiatan Berbasis Masyarakat Sistem Informasi Geografis Tenaga Kerja Indonesia
vi
DAFTAR ANGGOTA TIM PENELITI
Peneliti Utama
: Dr. Mochamad Setyo Pramono, S.Si., M. Si
Anggota
: Lusi Kristiana S.Si Apt., M.Kes Dr. Sutikno, S.Si., M.Si
Pembantu Peneliti: Elvira Mustikawati, S.Si Yusman Al llaris
Pelaksana Administrasi: Alful Rochmah
vii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR RINGKASAN EKSEKUTIF ABSTRAK DAFTAR SINGKATAN DAFTAR ANGGOTA TIM PENELITI DAFTAR ISI............................................................................................................ DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ DAFTAR TABEL .................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1.1 Latar Belakang ... ............................................................................................ 1.2 Rumusan Penelitian ......................................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ......................................... ....... .................................. ..... 1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................. 1.3.2 Tujuan Khusus ................ .................................. ............. ............... 1.4 1.5 BAB 2.1
Manfaat Penelitian .......................................................................................... Keterbatasan Penelitian ................................................................................... II METODE PENELITIAN .............................................................................. Kerangka Konsep ............................................................................................
ii iii v vi vii viii x xii xiii 1 1 2 3 3 3 3 3 4 4
2.2
Variabel ................................ ....... ............. ........ ...... .................................. ............................................. 2.3 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................... 2.4 Jenis Penelitian ............................................................................................... 2.5 Desain Penelitian .................................... ......................... ............................. 2.6 Sumber Data ................................................................................................... 2.7 Unit Analisis ......................... ......................................................................... 2.8 Manajemen dan Analisis Data .......................................................................... 2.8.1 Peta Tematik ..... ............................................................. ........ ..... 2.8.2 Moran 's Scatterplot ......................................... ................................. BAB III HASIL PENELITIAN 3.1 Kabupaten Gresik .................................... . ..................................................... 3.1.1 Gambaran Industri di Kabupaten Gresik ................................ .......... 3.1.2 Prevalensi Diare Kabupaten Gresik .................................................. 3.1.3 Prevalensi Tuberculosis Kabupaten Gresik ................................. ..... 3.2 Kabupaten Sidoarjo ........................................................... ............................. 3.2.1 Gambaran Industri di Kabupaten Sidoarjo ......................................... 3.2.2 Prevalensi Diare Kabupaten Sidoarjo ................................................
4 5 5 5 5 5 5 6 7 8 9 10 12 17 20 21 23
3.3
3.2.3 Prevalensi Tuberculosis Kabupaten Sidoarjo ..................................... Kabupaten Mojokerto .............................. .... .... ... ........... ..... .......................
26 28 29
3.3.1 3.3.2
Gambaran Industri di Kabupaten Mojokerto ...................................... Prevalensi Diare Kabupaten Mojokerto ............... ............. ...............
3.3.3 Prevalensi Tuberculosis Kabupaten Mojokerto .................................. BAB IV PEMBAHASAN ......................................................................................... 4.1 Kabupaten Gresik ............................................................................................ 4.2 Kabupaten Sidoarjo ............... ............................... ................ ................ .....
viii
31 35 39 39 41
4.3 Kabupaten Mojokerto ........................................................................................... 4.4 Korelasi Kepadatan Industri dan Prevalensi Penyakit ........................................... BAB V KESIMPULAN ................................................................................................. 5.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 5.2 Saran .................................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... LAMPIRAN ...................................................................................................................
IX
41 42 43 43 44 45 46
DAFTAR GAMBAR Ga mbar 2 I 2.2 3.1 3.2 3.3 3 4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 3.12 3.13 3.14 3.15 3.16 3.17 3.18 3.19 3.20 3.21 3.22 3.23 3.24 3.25 3.26 3.27 3.28
Hala ma n Kerangka konsep penelitian .................................................................. Moran’s Scatterplot ................................................................................. Peta kabupaten/kota di Jawa Timur ............................................................ Peta kecamatan di Kabupaten Gresik .......................................................... Peta penyebaran kepadatan industri di Kabupaten Gresik ............................ Peta penyebaran beberapa indu.'tri di Kecamatan Kebomas dan Gresik, Tahun 2015 berdasarkan citra satelit Prevalensi Diare Kab Gresik tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) .................. Diagram pencar antara kepadatan industri dan prevalensi diare Kab Gresik tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) ................................................. Diagram pencar antara prevalensi diare dan proporsi posyandu Kab Gresik tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) ......... .......... ............................ Diagram pencar antara prevalensi diare dan proporsi PHBS Kab Gresik tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) ......................................... Moran 's Scatterplot Prevalensi Diare Kab Gresik tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) ......................................................................................... Prevalensi TB Kab Gresik pada tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b)... Diagram Pencar antara kepadatan industri dan prevalensi TB Kab Gresik tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) ......... . ............................. ....... Diagram Pencar antara prevalensi TB dan proprosi posyandu Kab Gresik tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) ................................................. Diagram Pencar antara prevalensi TB dan proprosi PHBS pada tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) ............................................................ Moran 's Scatterplot Prevalensi TB Kab Gresik tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) ............................ .................... .......... ............................ Peta kecamatan Kabupaten Sidoarjo ........................................................... Peta sebaran kepadatan industri Kabupaten Sidoarjo ................................... Prevalensi Diare Kabupaten Sidoarjo pada tahun 2009 (a) dan tahun 2013(b).................................................................................................... Diagram pencar antara kepadatan industri dan prevalensi diare Kabupaten Sidoarjo tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) .............................. Diagram pencar antara prevalensi diare dan proporsi posyandu Kabupaten Sidoarjo tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) .............................. Moran 's Scatterplot prevalensi diare Kabupaten Sidoarjo tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) .............................................................. Prevalensi TB Kab Sidoarjo pada tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) Diagram pencar antara kepadatan industri dan prevalensi TB Kabupaten Sidoarjo tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b ............................... Diagram pencar antara prevalensi TB dan proprosi posyandu Kabupaten Sidoarjo tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) .............................. Moran ’s Scatterplot prevalensi TB Kab Sidoarjo tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) ................................................................................. Peta Kecamatan Kabupaten Mojokerto ....................................................... Peta penyebaran kepadatan industri di Kabupaten Mojokerto ...................... Prevalensi diare Kab Mojokerto tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) Diagram pencar antara kepadatan industri dan prevalensi diare Kab Mojokerto tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) ........................ ................... x
4 7 8 9 11 11 12 13 14 15 16 17 18 18 19 20 21 23 24 24 24 25 26 27 27 28 29 30 31 32
3.29 3.30 3.31 3.32 3.33 3.34 3.35 3.36
Diagram pencar antara prevalensi diare dan proporsi posyandu Kab Mojokerto tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) .............................................. Diagram pencar antara prevalensi diare dan proporsi PHBS Kab Mojokerto tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) .............................................. Moran 's Scatterplot prevalensi diare Kab Mojokerto tahun 2009 (a) dan Tahun 2013 (b) ..................................................................................... Prevalensi TB Kab Mojokerto tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) Diagram pencar antara kepadatan industri dan prevalensi TB Kab Mojokerto tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) .............................................. Diagram pencar antara prevalensi TB dan proprosi posyandu Kab Mojokerto tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) .............................................. Diagram pencar antara prevalensi TB dan proprosi PHBS Kab Mojokerto pada tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) ...................................... Moran ’s Scatterplot prevalensi TB Kab Mojokerto tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (h)
32 33 34 35 36 36 37 38
xi
DAFTAR TABEL Tabel 2 I 3 I 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9
3.10 3.11 3.12 3.13 3.14
3.15 3 16 3.17 4.1
Halaman Variabel, skala dan sumber data ................................................................... 4 Jumlah industri per kecamatan di Kabupaten Gresik ............... ..................... 10 Status nasional prevalensi diare ................................................................... 12 Nilai korelasi dan signifikansi korelasi antara kepadatan industri dengan prevalensi diare Kabupaten Gresik tahun 2009 s/d tahun 2013 13 Indeks Moran’s (I), E(I), Var( I) dan Z hitung prevalensi diare 15 Kabupaten Gresik .................... ........................................................... ...... Status nasional prevalensi TB ...................................................................... 20 Nilai korelasi dan signifikansi korelasi antara kepadatan industri dengan prevalensi TB Kabupaten Gresik tahun 2009 s/d tahun 2013 ... 20 Indeks Moran’s (/), E(/), Var(/), dan Z hitung prevalensi TB 22 Kabupaten Gresik .......................................................................... ............ Jumlah Industri per Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo ................................. 25 Nilai korelasi dan signifikansi korelasi antara kepadatan industri dengan nilai prevalensi diare Kabupaten Sidoarjo tahun 2009 s/d 26 tahun 2013 ........................................................................................... Indeks Moran’s ( f ) , E(/), Var(Y), dan Z hitung prevalensi diare 28 Kabupaten Sidoarjo .............................................................................. Nilai korelasi dan signifikansi antara kepadatan industri dengan nilai prevalensi TB Kabupaten Sidoarjo tahun 2009 s/d tahun 2013 26 Indeks Moran’s (/), E(/), Var(/), dan Z hitung prevalensi TB 33 Kabupaten Sidoarjo .............................................................................. Jumlah industri per kecamatan di Kabupaten Mojokerto ............................... 36 Nilai korelasi dan signifikansi korelasi antara kepadatan industri dengan mlai prevalensi diare Kabupaten Mojokerto tahun 2009 s/d 37 tahun 2013 ........................................................................................... Indeks Moran’s (/), E(/), Var(7), dan Z hitung prevalensi diare 39 Kabupaten Mojokerto ................................................................. ......... Nilai korelasi dan signifikansi korelasi antara kepadatan industri dengan prevalensi TB Kab Mojokerto tahun 2009 s/d tahun 2013 41 Indeks Moran’s (/), E(/), Var(/), dan Z hitung prevalensi TB 43 Kabupaten Mojokerto ........................................................................... Korelasi kepadatan industri dan prevalensi penyakit ..................................... 43
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Mapping Diare, dan TB Kabupaten Gresik (2009-2013).... Korelasi antara Rasio Kepadatan Industri dengan Prevalensi Penyakit di Kabupaten Gresik ............................................... Scatterplot antara Rasio Kepadatan Industri dengan Prevalensi Penyakit Kabupaten Gresik (2009-2013) Scatterplot Diare dengan Posyandu, dan RT PHBS Kabupaten Gresik (2009 2013) Scatterplot TB dengan Posyandu, dan RT PHBS Kabupaten Gresik (2009 -2013) Moran 's Scatter Plot Prevalensi Penyakit di Kabupaten Gresik tahun 2009 -2013 Mapping Diare, dan TB Kabupaten Sidoarjo (2009-2013) Korelasi antara Rasio Kepadatan Industri dengan Prevalensi Penyakit di Kabupaten Sidoarjo........................................................... Scatterplot antara Rasio Kepadatan Industri dengan Prevalensi Penyakit di Kabupaten Sidoarjo (2009-2013) Scatterplot Prevalensi Penyakit dengan Posyandu di Kabupaten Sidoarjo (20092013) Moran 's Scatter Plot Prevalensi Diare, dan TB di Kabupaten Sidoarjo (2009 2013) Mapping Diare, Hipertensi dan TB Kabupaten Mojokerto (2009-2013)... Korelasi antara Rasio Kepadatan Industri dengan Prevalensi Penyakit di Kabupaten Mojokerto............... ...... ........... .............. Scatterplot antara Rasio Kepadatan Industri dengan Prevalensi Penyakit Kabupaten Mojokerto (2009-2013) Scatterplot Prevalensi Penyakit dengan RT PHBS di Kabupaten Mojokerto (2009-2013) Scatterplot Prevalensi Penyakit dengan Rasio Posyandu di Kabupaten Mojokerto (2009-2013) Moran ’s Scatter Plot Prevalensi Diare dan TB Kab Mojokerto (2009- 2013)
xiii
46 48 49 51 53 55 57 59 60 62 63 65 67 68 70 72 74
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Implementasi
Masterplan
Percepatan
dan
Perluasan
Pembangunan
Ekonomi
Indonesia (MP3E1) telah dimulai sejak tahun 2011. Meskipun masih dalam fase pertama (20 i 1-2015) yang lebih difokuskan pada pembentukan dan operasionalisasi institusi pelaksana serta penyusunan rencana aksi, namun antisipasi dampak dari pengembangan potensi ekonomi telah dipersiapkan sejak dini, khususnya risiko gangguan kesehatan di wilayah koridor pengembangan ekonomi. Terdapat 6 (enam) koridor ekonomi di antaranya (1) Koridor Ekonomi Sumatera memiliki tema pembangunan sebagai “Sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional”; (2) Koridor Ekonomi Jawa memiliki tema pembangunan sebagai ‘ Pendorong industri dan jasa nasional”; (3) Koridor Ekonomi Kalimantan memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional”; (4) Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, migas dan pertambangan nasional”, (5) Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara memiliki tema pembangunan sebagai ‘’Pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional”; dan (6) Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat pengembangan pangan, perikanan, energi, dan pertambangan nasional”. Adanya
pengembangan
koridor
ekonomi
dan
konektivitas
nasional
akan
menimbulkan urbanisasi. Saat ini Indonesia sedang mengalami urbanisasi. Pada tahun 2010, 53% penduduk tinggal di perkotaan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memproyeksikan pada tahun 2025 mendatang teijadi puncak perpindahan penduduk dari wilayah pedesaan ke wilayah perkotaan. Sekitar 65% dari seluruh jumlah penduduk atau 195 juta jiwa akan bermukim di perkotaan. Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi masalah kesehatan akibat modernisasi dan pembangunan adalah adanya upaya membuat regulasi sampai dengan memberikan pelayanan kesehatan dan pemberian jaminan sosial kesehatan Namun yang menjadi masalah adalah terbatasnya informasi jenis gangguan
]
kesehatan yang sering tetjadi di setiap wilayah dan informasi infrastruktur kesehatan dan tenaga kesehatan. Oleh karena itu diperlukan informasi kondisi terkini dan risiko gangguan kesehatan di setiap wilayah serta informasi infrasruktur dan tenaga kesehatan. Di antara enam koridor ekonomi tersebut di atas risiko gangguan kesehatan yang cukup tinggi akan teijadi di wilayah industri. Sebagaimana diketahui, Indonesia memiliki beberapa kawasan peruntukan, seperti kawasan peruntukan pertanian, kawasan peruntukan industri dan kawasan peruntukan pertambangan. Keberadaan kawasan peruntukan tersebut dapat berdampak positif maupun negatif. Dampak positifnya antara lain meningkatkan kesempatan keqa bagi masyarakat sekitar, meningkatkan roda kegiatan perekonomian, dan menambah penghasilan negara atau daerah dalam bentuk pajak, retribusi atau royalti. Sedangkan dampak negatif dapat timbul apabila kegiatan tersebut tidak mempertimbangkan keseimbangan dan daya dukung lingkungan, yaitu menurunnya kualitas lingkungan sekitarnya dan pada akhirnya dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat yang berada disekitar kawasan peruntukan Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa di wilayah industri frtkuensi kejadian gangguan kesehatan terjadi peningkatan yang disebabkan oleh polusi udara/air, bising, pencemar kimia, dan sebagainya. Penelitian Yusnabety dkk (2010) di des a Desa Cilebut Kabupaten Bogor, menyebutkan terdapat hubungan hasil buangan proses produksi dan aktivitas industri berhubungan dengan kejadian 1SPA.
1.2.
Rumusan Penelitian Informasi kondisi terkini jenis gangguan kesehatan penyakit menular maupun tidak
menular saat ini masih terbatas. Demikian juga informasi fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan masih belum terintegrasi dengan baik. Oleh karena itu perlu dilakukan regionalisasi dan mapping risiko kesehatan, dengan mengkaji ketimpangan antara jenis gangguan kesehatan, RT dengan PHBS dan kepadatan industn serta upaya kesehatan berbasis masyarakat yang tersedia Penelitian ini difokuskan di wilayah industri.
2
1.1.Tujuan
Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan melakukan regionalisasi dan mapping risiko kesehatan di daerah industri
1.3.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1.
Mendeskripsikan kondisi terkini wilayah industri dalam bentuk peta tematik.
2.
Mendeskripsikan kondisi terkini penyakit diare, dan TB di wilayah industri dalam bentuk peta tematik.
3. Menganalisis perubahan dalam 5 tahun terakhir prevalensi penyakit diare, dan TB. 4. Menentukan faktor risiko kesehatan di wilayah industri dengan pendekatan analisis spasial.
1.2.Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah 1. Sebagai bahan pemetaan kualitas kesehatan penduduk terutama di daerah industri. 2. Memberikan informasi pada masyarakat dan masukan kepada pemerintah daerah setempat, mengenai faktor yang berpengaruh pada kejadian penyakit dan kebijakan program pembangunan kesehatan khususnya penanganan pelayanan kesehatan di wilayah industri.
1.3.Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menggunakan data yang tersedia di Profil Dinas Kesehatan. Derajat kesehatan yang berupa angka kesakitan di profil meliputi penyakit polio, HIV/AIDS, d iare, kusta, difteri, tetanus, campak, hepatitis B , DBD dan Filanasis. Tidak cukup banyak penyakit yang secara teori diduga terkait dengan keberadaan kawasan industri. Oleh karena itu data yang dianalisis menjadi terbatas sebagai contoh data ISPA tidak te rsedia di profil. Pada penelitian ini penyakit yang dianalisis adalah diare, dan TB.
3
BAB II METODE PENELITIAN
2.1.
Kerangka Konsep Penelitian ini menggunakan pendekatan kewilayahan (spasiali dalam bentuk peta
tematik. Jenis industri menurut BPS terbagi menjadi beberapa, yaitu industri makanan, minuman dan tembakau, industri kayu dan barang dari kayu, industri kertas dan barang dari kertas, industri kimia, minyak bumi, karet dan plastik, industri barang dari iogam, mesin dan perlengkapannya, serta industri barang galian bukan dari logam. Namun tidak semua laporan BPS kabupaten/kota menampilkan jenis industri di wilayahnya. Standar laporan BPS untuk kabupaten/kota dalam angka adalah menampilkan jumlah industri menengah dan besar di tiap kecamatan. Kawasan industri ini nantinya dipetakan secara spasial dengan area kecamatan.
Karakteristik Wilayah
Penyakit (Status Kesehatan)
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
2.2.Variabcl Mengacu kerangka konsep diatas, maka variabel yang dianalisis adalah kepadatan industri per wilayah, RT dengan PHBS, rasio posyandu. Sedangkan penyakit yang diteliti adalah diare, dan TB.
4
2.3. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di Kabupaten Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto. Ketiga daerah tersebut memiliki kawasan industri yang cukup luas dan merupakan daerah penyangga Kota Surabaya. Penelitian dilakukan pada tahun 2014.
2.4.Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah analisis data sekunder, berupa penelitian non intervensi karena hanya menjelaskan dan menganalisis obyek atau situasi.
2.5.Desain Penelitian Desain penelitian adalah deskriptif kuantitatif dan analitik yaitu mencari hubungan status penyakit dengan kondisi karakteristik wilayah.
2.6.Sumber Data Sumber data penelitan ini adalah dari BPS, yaitu Jatim dalam angka, BPS Gresik dal am angka, BPS Sidoarjo dalam angka dan BPS Mojokerto dalam angka, serta sumber lain yaitu Laporan Tahunan (profil) Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto.
2.7.Unit Analisis Unit analisis pada penelitian ini adalah berupa area kecamatan un tuk masing-masing wilayah studi.
2.8.Manajemen dan Analisis Data Data awal berupa data mentah (raw data ~ dengan unit analisis individu atau rumah tangga) atau data hasil publikasi dengan unit analisis kecamatan. Untuk data mentah akan dilakukan pengolahan data yang kemudian secara agregat menjadi data dengan unit analisis kecamatan atau kabupaten/kota. Untuk itu perlu dilakukan pra- pemrosesan data. Tahapan analisis data adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan berbagai jenis penyakit menular dan tidak menu lar yang diderita penduduk di suatu kabupaten dalam bentuk peta tematik.
5
2,
Mendeskripsikan fasilitas kesehatan yang tersedia di setiap kabupaten/kota dengan analisis deskriptif yang disajikan dalam bentuk peta tematik
3.
Menyusun model risiko kesehatan dan memetakan menurut kabupaten/kota dengan analisis spasial.
4, Mengidentifikasi adanya efek spasial (dependensi) antar kecamatan dengan uji dependensi Moran’s I. 5. Uji dependensi Moran’s I merupakan uji statistik yang bertujuan untuk mengetahui adanya dependensi spasial Dependensi spasial adalah keiadian dalam suatu lokasi berhubungan dengan kejadian pada lokasi yang lain (di sebelah) bergantung pada matriks pembobot yang digunakan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan gambaran pengelompokan dan penyebaran wilayah dalam konteks variabel tertentu dilakukan uji statistik korelasi spasial secara lokal, menggabungkan
antara
Moran
scatterplot
dan
Local
Indicator
of
Spatial
6. Association (Anselin, 1988). Hipotesis yang digunakan adalah: H 0 : Im = 0 (tidak ada dependensi spasial). H 1 : lm ≠ 0 (ada dependensi spasial).
2.8.1 Peta Tematik Barus dan Wiradisastra (2000) dalam Kartika (2007) menyatakan bahwa peta tematik adalah gambaran dan sebagian permukaan bumi yang dilengkapi dengan
informasi
tertentu,baik di atas maupun di bawah permukaan bumi yang mengandung tema tertentu. Peta tematik ini biasanya mencerminkan hal-hal yang khusus. Selain itu peta tematik merupakan peta yang memberikan suatu informasi mengenai tema tertentu, baik d ata kualitatif maupun data kuantitatif Peta tematik sangat erat kaitannya dengan SIG (Sistem Informasi Geografis) karena pada umumnya output dari proyek SIG adalah berupa peta tematik Baik yang berbentuk digital maupun masih berbentuk peta kertas.
6
2.8.2. Moran ’s Scatterplot Lee dan Wong (2001) menyebutkan bahwa Moran’s Scatterplot adalah salah satu cara untuk menginterpretasikan statistik Indeks Moran. Moran’s Scatterplot merupakan alat untuk melihat hubungan antara (nilai pengamatan yang sudah distandarisasi) dengan (nilai rata-rata daerah tetangga yang telah distandarisasi). Ilustrasi lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 2. 2
Ganibar 2.2. Moran 's Scatterplot
Kuadran 1 (terletak di kanan atas) disebut High-High (HH), menunjukkan daerah yang mempunyai nilai pengamatan tinggi dikelilingi oleh daerah yang mempunyai nilai pengamatan tinggi. Kuadran II (terletak di kiri atasj disebut Low- high (LH), menunjukkan daerah dengan pengamatan rendah tapi dikelilingi daerah dengan nilai pengamatan tinggi. Kuadran III (terletak di kiri bawah) disebut Low- Low (LL), menunjukkan daerah dengan nilai pengamatan rendah dan dikelilingi daerah yang juga mempunyai nilai pengamatan rendah. Kuadran IV (terletak di kanan bawah) disebut High-Low (HL), menunjukkan daerah dengan nilai pengamatan tinggi yang dikelilingi oleh daerah dengan nilai pengamatan rendah (Kartika, 2007). Moran’s Scatterplot yang banyak menempatkan pengamatan di kuadran HH dan kuadran LL akan cenderung mempunyai nilai autokorelasi spasial yang positif (cluster). Sedangkan Moran 's Scatterplot yang banyak menempatkan pengamatan di kuadran HL dan LH akan cenderung mempunyai nilai autokorelasi spasial yang negatif.
7
BAB III HASIL PENELITIAN Jawa Timur adalah provinsi di bagian timur Pulau Jawa, yang memiliki wilayah terluas di antara 6 provinsi di Pulau Jawa, dan memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat. Jawa Timur dikenal sebagai pusat Kawasan Timur Indonesia dan memiliki signifikansi perekonomian yang cukup tinggi, yakni berkontribusi 14,85% terhadap Produk Domestik Bruto nasional. Surabaya sebagai ibukota Provinsi Jawa Timur merupakan ibukota terbesar kedua setelah DKI Jakarta. Oleh karena itu peran vital Surabaya sebagai motor pembangunan di wilayah timur Indonesia berdampak pada arus urbanisasi dan perkembangan industri di sekitarnya. Sejak tahun 1980-an dikenal istilah Gerbangkertasusila, yaitu suatu singkatan wilayah yang mencakup Kota Surabaya dan sekitarnya. Wilayah tersebut antara lain Gresik, Bangkalan,
Mojokerto,
Sidoarjo,
Lamongan,
(tanda
lingkaran pada Gambar
3.1). Kawasan ini walaupun secara administratif terpisah, namun secara fisik, eko nomi dan sosial menyatu akibat adanya dampak resiprokal perekonomian Surabaya terhadap wilayah di sekitarnya.
sumber nllp.//id.wikipndia.nrg/wiki/JBUB Timur
Gambar 3.1. Peta Kabupaten/Kota di Jawa Timur
8
Kebijaksanaan pembangunan di Jawa Timur dengan melalui pendekatan wilayah yang terbagi dalam 9 Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) atau biasa disebut dengan Zona Industri. Salah satunya zona industri yaitu zona industri Gerbang Kertasusila dengan pusat pengembangan di Kota Surabaya (Opraningtias, 2010).
3.1. Kabupaten Gresik Lokasi Kabupaten Gresik terletak di sebelah barat laut Kota Surabaya yang merupakan Ibukota Provinsi Jawa Timur dengan luas wilayah 1.191,25 km2 yang terbagi dalam 18 Kecamatan dan terdiri dari 330 Desa dan 26 Kelurahan.Secara geografis wilayah Kabupaten Gresik terletak antara 112A° sampai I13A° Bujur Timur dan 7A° sampai 8A 0 Lintang Selatan Kabupaten Gresik terdiri dari 18 kecama tan, sebagian merupakan daerah pesisir pantai, yaitu memanjang mulai dari Kecamatan Kebomas, Greiik, Manyar, Bungah, Sidayu, Ujungpangkah dan Panceng serta Kecamatan Sangkapura dan Tambak yang lokasinya berada di Pulau Bawean Wilayah Kabupaten Gresik sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Madura dan Kota Surabaya, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lamongan. Peta kecamatan di Kabupaten Gresik dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Peta Kecamatan di Kabupaten Gresik
9
3.1.1. Gambaran Industri di Kabupaten Gresik Terdapat variasi jumlah industri yang ada di kecamatan di Kabupaten Gresik. Cerme merupakan kecamatan dengan jumlah industri paling banyak yaitu 128. Namun di Kecamatan Tambak dan Sangkapura masing-masing hanya 0 dan I (Tabel 3.1)
. Kondisi jumlah industri yang minim di dua kecamatan ini dapat dimaklumi karena
secara geografis terletak terpisah yaitu di Pulau Bawean. Masyarakat di sana lebih banyak sebagai tenaga kerja di luar negri (TKI). Jumlah industri di daerah Gresik serta peta penyebarannya secara lengkap dapat dilihat di Tabel 3.1 dan Gambar 3.3. Tabel 3.1 Jumlah Industri per Kecamatan di Kabupaten Gresik Tahun 2013
Jumlah Industri Kecamatan
No
Besar
Sedang
Total
1
Wringinanom
15
12
27
2 3
Driyorejo
46
43
89
Kedamen
1
3
4
4
Menganti
20
27
47
5
Cerme
8
120
12 8
6
Benjeng
1
23
24
7
Balongpanggang
2
3
5
8
Duduksampeyan
0
5
5
9
Kebomas
42
41
83
10
Gresik
6
8
14
11
Manyar
20
16
36 11
12
Bungah
2
9
13
Sidayu
1
14
15
14
Dukun
0
11
11
15
Panceng
0
8
8
16
Ujungpangkah
2
2
4
17
Sangkapura
0
1
1
18
Tambak
0
0
0
166
346
512
Total
Sumber BPS 2013a Terlihat bahwa hampir di seluruh kecamatan di Kabupaten Gresik ditemukan sejumlah industri (kecuali di Kecamatan Tambak). Jika melihat sebaran industri maka Kecamatan Kebotnas, Cerme, Driyorejo dan Menganti memiliki kepadatan industri terbesar. Sedangkan
kecamatan
Tambak,
Sangkapura,
Ujungpangkah,
Duduk
Balongpanggang dan Kedamen memiliki kepadatan industri paling rendah.
10
sampeyan,
Gambar 3.3 Peta penyebaran kepadatan industri di Kabupaten Gresik, Tahun 2 013
Cam bar 3.4 Peta penyebaran beberapa industri di Kecamatan Kebomas dan Gresik, Tahun 2015 berdasarkan citra satelit (https //www google io.id/maps/search/indiistri+di-t-gre5ik/@7.1397487,112.6221989,12z)
11
3.1.2. Prevalensi Diare Kabupaten Gresik Berdasarkan perhitungan nasional, pengelompokkan status prevalensi diare dibedakan menjadi lima kelompok (Tabel 3.2). Tabel 3.2. Status Nasional Prevalensi Diare, Tahun 2013
Status Sangat rendah
Rendah
Nilai
1,00-2,50 2,60-4,50 4,60-6,50
< 1,00
Normal
Tinggi
SangatTinggi >6,50
Persebaran prevalensi diare di Kabupaten Gresik pada tahun 2009 dan 2013 Persebaran prevalensi diare di Kabupaten Gresik pada tahun 2009 dan 2013 dapat dilihat pada Gambar 3.4.
(b) (a) Gambar 3.5 Prevalensi Diare Kab. Gresik Tahun 2010 (ai dan Tahun 2013 (b)
Gambar 3.S menunjukkan bahwa terdapat peningkatan status kerawanan prevalensi diare di tahun 2013 dibanding tahun 2010. Pada tahun 2010 kondisi kerawanan diare di hampir semua kecamatan dalam status rendah, dan hanya satu kecamatan dalam kondisi normal yang merupakan status tertinggi. Namun pada tahun 2013, terdapat 5 kecamatan dengan status kerawanan diare tinggi, bahkan terdapat 2 kecamatan dengan status kerawanan diare sangat tinggi. Peta penyebaran diare di Kabupaten Gresik pada tahun 2009 hingga tahun 2013 dapat dilihat di Lamptran la. Tingginya prevalensi diare di Kabupaten Gresik dapat disebabkan karena tingginya jumlah industri di Kabupaten Gresik. Berdasarkan hasil analisis korelasi, terdapat hubungan searah antara prevalensi diare dan rasio jumlah industri dengan luas wilayah pada tahun 2009, 2011, dan 2012. Artinya, jika rasio jumlah industri dengan luas wilayah bertambah maka akan menambah angka prevalensi diare. Namun pada tahun 2013 tidak terjadi
12
korelasi antara kepadatan industri dan angka prevalensi diare (Tabel 3.3), sehingga dapat diartikan bahwa peningkatan status kerawanan prevalensi diare di Kabupaten Gresik pada tahun 2013 tidak berhubungan dengan kepadatan industri (jumlah industri/luas wilayah).
Tabel 3.3 Nilai Korelasi dan Signifikansi Korelasi antara Kepadatan Industri dengan Nilai Prevalensi Diare Kabupaten Gresik Tahun 2009 s/d 2013
Nilai Korelasi
2009 0,570
Nilai Signifikasi
0,013
2010 0,046 0,855
2011 0,472 0,048
2012 0,493 0,038
2013
0,377 0,123
Keterangan: Nilai Bold adalah signifikan dalam a = 5%
Selanjutnya, Gambar 3.5 menunjukkan pola sebaran kombinasi antara kepadatan industri dengan prevalensi diare pada kecamatan-kecamatan di Kabupaten Gresik. Sehingga terlihat kecamatan mana yang memiliki angka prevalensi diare tinggi dengan rasio kepadatan industri tinggi, demikian pula sebaliknya, atau kombinasi lainnya.
Gambar 3.6 Diagram Pencar antara kepadatan industri dan prevalensi diare pada Kabupaten Gresik Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013 (b)
Pada Gambar 3.6 (a) terlihat bahwa Kecamatan Menganti, Driyorejo, Cerme, dan Gresik memiliki kepadatan industri tinggi dan prevalensi diare yang juga tinggi. Sedangkan Kecamatan Kebomas yang merupakan kecamatan dengan kepadatan industri tinggi memiliki tingkat prevalensi yang rendah. Pada tahun 2013 (Tabel 3.5(b)), tingkat prevalensi diare di Kecamatan Menganti berubah menjadi rendah. Sedangkan status kepadatan penduduk dan prevalensi diare di Kecamatan Driyorejo, Cerme, Gresik, dan Kebomas tetap dari tahun 2009. Sedangkan prevalensi diare di
13
empat belas kecamatan lainnya mengalami peningkatan yang dapat dilihat dari perubahan grafik pada Gambar 3.5 (a) dan (b). Kecamatan Kebomas yang merupakan wilayah padat industri menjadi contoh menarik karena kasus diare di daerah tersebut kecil. Berdasarkan Gambar 3.7 (a) dan (b) diketahui bahwa Kecamatan Kebomas tersebut memiliki proporsi posyandu yang tinggi Posyandu merupakan upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM), sehingga didalam posyandu terdapat situasi pemantauan maupun pencegahan oleh kader dan bidan terhadap masalah kesehatan yang umumnya terjadi di wilayahnya, Upaya tersebut dapat mencegah peningkatan prevalensi bahkan mengurangi. Dengan demikian, tingginya rasio posyandu di Kecamatan Kebomas yang merupakan daerah padat industri, menjadi salah satu faktor yang dapat menekan prevalensi diare di daerah tersebut. Faktor lainnya adalah PHBS. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan, yang jika beiinteraksi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (Depkes, 2005). Sehingga, prevalensi diare tinggi dapat disebabkan karena perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) tidak dilaksanakan oleh masyarakat di daerah tersebut. Pada Gambar 3.8 menunjukkan prevalensi diare di Kecamatan Gresik yang tinggi sementara proporsi RT dengan PHBS di kecamatan tersebut rendah. Diagram pencar seluruh prevalensi diare dengan kepadatan industri dan fasilitas kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 1
Gambar 3.7 Diagram Pencar antara Prevalensi Diare dan Proporsi Posyandu Kabupaten Gresik Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013 (b)
14
Jika kader melihat kejadian TB dalam satu rumah, maka mereka dapat memberikan upaya pencegahan teijadinya penularan terhadap anggota RT yang lain Langkah ini pada akhirnya dapat mengurangi angka kejadian TB. Pencegahan prevalensi tidak hanya dengan mencukupi fasilitas kesehatan saja tetapi juga melibatkan pemberdayaan masyarakat salah satunya melalui posyandu yang merupakan UKBM.
Gambar 3. 8 Diagram Pencar antara Prevalensi Diare dan Proporsi RT -PHBS pada Kabupaten Gresik Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013(b) Identifikasi pola penyebaran prevalensi diare secara spasial dapat dilihat dengan membandingkan nilai Morans’s I (I) dan ekspektasi Moran's I (E(/)). Jika I > E(/), maka mempunyai pola mengelompok (clustered), jika l = E(/), maka berpola menyebar merata (tidak ada autokorelasi), sementara jika / < E(/) maka pola menyebar.
Tabel 3.4 Indeks Moran’s (/), E i f ) , Vari/), dan Z hitung Prevalensi D ,are Kab Gres,k Tahun
I
ECU
Kesimpulan
2000
0,1658
-0,05882
clustered
2010
-0,2609
-0,05882
menyebar
2011
0,127b
-0,05882
clustered
2012
-0,1026
-0,05882
menyebar
2013
0,1148
-0,05882
clustered
Berdasarkan Tabel 3.4 diketahui bahwa pada Tahun 2009, 2011, dan 2013 prevalensi diare memiliki pola penyebaran secara mengelompok- Artinya, nilai prevalensi diare pada tahun tersebut hampir sama antar kecamatan Sementara pa d<
15
tahun 2010 dan 2012 prevalensi diare memiliki pola penyebaran ya ng cukup beragam antar kecamatan di Kabupaten Gresik.
Gambar 3.9 Moran 's Scatterplot Prevalensi Diare Kabupaten Gresik Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013 (b)
Pencaran titik-titik pengamatan pada Gambar 3.9 merupakan kecamatan yang menyebar berdasarkan pengaruh terhadap kecamatan yang berdekatan, dimana sumbu X merupakan prevalensi diare yang telah distandarisasi dan sumbu Y adalah prevalensi diare di kecamatan tetangga yang telah distandarisasi. Kuadran 1 merupakan keadaan dimana prevalensi diare pada kecamatan yang diamati tinggi dan prevalensi diare di kecamatan sekitar juga tinggi. Kecamatan yang berada di Kuadran II merupakan kecamatan dengan prevalensi diare rendah, akan tetapi kecamatan disekitar memiliki prevalensi diare tinggi, Kuadran 1 dan III mengindikasikan adanya autokorelasi positif sedangkan kuadran II dan IV mengindikasikan adanya autokorelasi negatif. Berdasarkan Gambar 3.9 (a) dan (b) diketahui bahwa Kecamatan Cerme, Gresik, dan Manyar termasuk kecamatan pada kuadran I. Artinya, ketiga kecamatan te rsebut di Tahun 2009 dan 2013 memiliki prevalensi diare tinggi berada diantara kecamatan kecamatan lain dengan prevalensi diare yang juga tinggi. Sedangkan Kecamatan Benjeng pada tahun 2009 dan 2013 merupakan kecamatan dengan prevalensi diare tinggi berada diantara kecamatan dengan prevalensi diare rendah.
16
3.1.3
Prevalensi Tuberculosis kabupaten Gresik Berdasarkan perhitungan nasional, pengelompokkan status prevalensi tuberculosis
(TB) dibedakan menjadi lima kelompok (Tabel 3.5). Persebaran prevalensi T B di Kabupaten Gresik pada tahun 2009 dan 2013 dapat dilihat pada Gambar 3.14.
Tabel 3.5 Status Nasional Prevalensi TB, Tahun 2013 Status
Sangat rendah
Rendah
Normal
Tinggi
<0,11
0,11-0,20
0,21-0,40
0,41-0,60
Nilai
Sangat Tinggi >0,60
Berdasarkan Gambar 3.10 diketahui bahwa terdapat perubahan status kerawanan prevalensi TB pada Tahun 2013 jika dibandingkan dengan tahun 2009. Pada tahun 2009, status kerawanan prevalensi TB yang terjadi di Kabupaten Gresik hanya ada dua, yaitu sangat rendah dan rendah. Namun, pada tahun 2013, selain sangat rendah dan rendah, terdapat satu kecamatan yang memiliki status kerawanan TB tinggi. Penyakit TB yang terjadi di Kabupaten Gresik dapat disebabkan padatnya industri di Kabupaten Gresik.
(a)
(b)
Gambar 3.10 Prevalensi TB Kabupaten Gresik Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013 (b)
Tabel 3.6 Nilai Korelasi dan Signifikansi Korelasi antara Kepadatan Industri dengan N ilai Prevalensi TB Kabupaten Gresik tahun 2009 s/d 2013.
2009
2010
2011
2012
2013
Nilai Korelasi
0,363
0,591
0,563
0,548
0,0624
Nilai Signifikasi
0,139
0,010
0,015
0,019
0,006
Keterangan. Nilai Bold adalah signifikan dalam a - 5%
17
Berdasarkan Tabel 3.6 diketahui bahwa terdapat korelasi antara kepadatan industri dengan prevalensi TB di Kabupaten Gresik pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Korelasi yang terjadi adalah korelasi positif.
(b)
(a)
Gambar 3.11 Diagram Pcncar antara kepadatan industri dan prevalensi TB Kabupaten Gresik Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013 (b)
Pada tahun 2009, kecamatan yang diketahui memiliki rasio kepadatan industri dan prevalensi TB yang tinggi adalah Kecamatan Cerme, Kebomas, dan Gresik. Namun pada tahun 2013 prevalensi TB di Kecamatan Kebomas menurun. Sebaliknya, Kecamatan Driyorejo yang pada tahun 2009 memiliki prevalensi TB rendah menjadi kecamatan dengan prevalensi TB tinggi pada tahun 2013 (Gambar 3.11). Perubahan tersebut diduga dapat terjadi karena beberapa hal, seperti keberadaan posyandu dan PHBS. Gambar 3.12 menunjukkan hubungan antara proporsi posyandu dengan prevalensi TB di Kebupaten Gresik.
(a)
(b)
G a m b a r 3.12 Diagram Pencar antara prevalensi TB dan proprosi posyandu Kabupaten Gresik Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013 (b)
18
Gambar 3.14 menunjukkan bahwa Kecamatan Driyorejo, Menganti, dan Manyar merupakan kecamatan dengan prevalensi TB tinggi dan kecamatan disek itar kecamatan tersebut juga tinggi (Gambar 15(a)). Sedangkan pada tahun 2013 kecamatan yang memiliki prevalensi IB tinggi dengan kecamatan disekitar juga tinggi adalah Kecamatan Gresik, Menganti, dan Cerme. .
(b)
(a)
Gambar 3.14 Moran 's Scatterplot Prevalensi TB Kabupaten Gresik Tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b)
3.2.
Kabupaten Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo terletak persis di bawah Kota Surabaya, tepatnya di sebelah
selatan, terdiri dari 18 kecamatan. Perikanan, industri dan jasa merupakan sektor perekonomian utama Sidoarjo. Selat Madura di sebelah Timur merupakan daerah penghasil perikanan, diantaranya ikan, udang, dan kepiting. Logo Kabupaten menunjukkan bahwa Udang dan Bandeng merupakan komoditi perikanan yang utama kota ini. Sidoarjo dikenal pula dengan sebutan "Kota Petis". Kabupaten Sidoarjo sebagai salah satu penyangga Ibukota Propinsi Jawa Timur merupakan daerah yang mengalami perkembangan pesat. Keberhasilan ini dicapai karena berbagai potensi yang ada di wilayahnya seperti industri dan perdagangan, pariwisata, s erta usaha kecil dan menengah dapat dikemas dengan baik dan terarah Dengan adanya berbagai potensi daerah serta dukungan sumber daya manusia yang memadai, maka dalam perkembangannya Kabupaten Sidoarjo mampu menjadi salah satu daerah strategis bagi pengembangan perekonomian regional. Kabupaten Sidoarjo terletak antara 112 5’ dan 112 9’ Bujur Timur dan antara 7 3’ dan 7 5’ Lintang Selatan. Batas sebelah utara adalah Kotamadya Surabaya dan Kabupaten Gresik, sebelah selatan adalah Kabupaten Pasuruan, sebelah ti mur adalah
20
Selat Madura dan sebelah barat adalah Kabupaten Mojokerto (http://www. sidoarjokab.go.id).
Gambar 3.15 Peta Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo
3.2.1. Gambaran Industri di Kabupaten Sidoarjo Jumlah indiustn skala besar dan sedang di Kabupaten Sidoarjo cukup banyak yaitu 857 buah, yang tersebar di 18 kecamatan Gambaran sebaran industri per kecamatan di Kabupaten Sidoarjo secara lengkap dapat dilihat di Tabel 3.8
21
Tabel 3.8 Jumlah Industri per Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo, Tahun 2013
No
Kecamatan
Jumlah Industri Besar
Sedang
Total
1
Sidoarjo
15
35
50
2
Buduran
26
31
57
3
Candi
16
57
73
4
Porong
6
26
32
5
Krembung
1
29
30
6
Tul angan
3
28
31
7
Tanggulangin
10
33
43
8
J abon
1
26
27
9
Krian
10
29
39
10
Balongbendo
2
17
19
11
Wonoayu
7
27
34
12
Tarik
3
4
7
13
Prambon
1
9
10
14
Taman
43
78
121
15
Waru
54
99
153
16
Gedangan
34
49
83
17
Sedati
10
11
21
18
Sukodono
6
21
27
248
609
857
Total
Sumber BPS,2l03c Terlihat bahwa di Kabupaten Sidoarjo, baik industri besar dan sedang paling banyak berada di Kecamatan Waru sebanyak 153, disusul Kecamatan Taman dengan 121 buah (Tabel 3.8). Dua kecamatan ini memiliki jumlah total industri terbanyak, dan jauh melebihi jumlah industri di kecamatan lainnya di Sidoarjo. Gambar 3.16 benkui mi merupakan peta penyebaran kepadatan industri di Kabupaten Sidoarjo.
Gambar 3.16 Peta sebaran kepadatan industri Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013
22
3.2.2. Prevalensi Diare Kabupaten Sidoarjo Persebaran prevalensi diare di Kabupaten Sidoarjo pada tahun 2009 dan 2013 dapat dilihat pada Gambar 3.17.
(a) (b) G a m b a r 3.17 Prevalensi Diare Kab Sidoarjo Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013 (b)
Berdasarkan Gambar 3.17 di atas diketahui bahwa terdapat perubahan penyebaran status kerawanan prevalensi diare. Pada tahun 2009, status kerawanan prevalensi diare di Kecamatan Waru adalah normal. Namun pada tahun 2013, berubah menjadi rendah. Sedangkan status kerawanan prevalensi diare di Kecamatan Sedati pada tahun 2009 adalah normal, dan berubah menjadi tinggi pada tahun 2013. Peta penyabaran diare di Kabupa ten Sidoarjo dari tahun 2009 sampai 2013 dapat dilihat di Lampiran 3a.
Tabel 3.9 Nilai Korelasi dan Signifikansi antara Kepadatan Industri dengan Prevalensi Diare Kabupaten Sidoarjo tahun 2009 s/d 2013 2009
2010
2011
2012
2013
Nilai Korelasi
-0,048
-0,174
-0,253
-0,177
0,032
Nilai Signifikasi
0,851
0,491
0,312
0,481
0,899
Keterangan: Nilai Bold adalah signifikan dalam a = 5%
Berdasarkan Tabel 3.9, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara kepadatan industri dan prevalensi diare di Kabupaten Sidoarjo. Gambar 3.18 menunjukkan kecamatan-kecamatan yang memiliki angka prevalensi diare tinggi dengan rasio kepadatan industri tinggi. Pada tahun 2009 dan 2013, Kecamatan Balong Bendo dan Kecamatan Tarik merupakan dua kecamatan dengan nilai
23
prevalensi rendah meskipun keduanya merupakan kecamatan dengan kepadatan industri tinggi.
(b)
(a)
Ga mb a r 3.18 Diagram Pencar antara kepadatan industri dan prevalensi diare kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013 (b) Kecamatan Balongbendo dan Tarik memiliki prevalensi diare yang rendah padahal kecamatan tersebut memiliki rasio kepadatan industri paling besar. Kondisi nini menunjukkan bahwa di Kabupaten Sidoarjo tidak terdapat hubungan yang bermakna antara diare dengan kepadatan industri. Industri yang ada di Sidoarjo mayoritas berupa tekstil dan makanan. Industri tekstil melipuii batik, bordir, tas dan asesoris lainnya. Industri makanan meliputi makanan berbahan dasar bandeng, kerupuk ikan, dan lain -lain. Tidak terdapat data industri kimia, karet, plastik, farmasi, logam dasar dan tembakau (www.nortalsip.com. website resmi sektor industri. Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, Perdagangan, Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Sidoarjo). Gambar 3.19 merupakan diagram pencar antara prevalensi diare dan proporsi posyandu.
(b)
(a)
Gambar 3.19 Diagram Pencar antara Prevalensi Diare dan Proporsi Posyandu Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013 (b)
24
Berdasarkan Gambar 3.23 menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan pola yang bermakna antara rasio posyandu dengan prevalensi diare dari tahun 2009 dan 2013 di Kabupaten Sidoarjo. Tabel 3.10 Indeks Moran’s (I), E(I), Var(I), dan Zhitung Prevalensi Diare Kabupaten Sidoarjo
I
E(I)
Kesimpulan
2009
0,0756
-0,05882
clustered
2010
0,0513
-0,05882
clustered
2011
0,1022
-0,05882
clustered
2012
-0,0492
-0,05882
clustered
2013
0,1354
-0,05882
clustered
Tahun
Berdasarkan Tabel 3 10 diketahui bahwa pola penyebaran prevalensi dia re di Kabupaten Gresik pada tahun 2009 sampai dengan 2013 adalah mengelompok, artinya antar kecamatan memiliki nilai prevalensi diare yang hampir sama.
(b)
(a)
Gambar 3.20 Moran's Scatterplot Prevalensi Diare Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013 (b) Gambar 3.20 menunjukkan hubungan ketetanggaan prevalensi diare di Kabupaten Sidoarjo. Pada Gambar 3.20(a) diketahui bahwa tahun 2009, Kecamatan Sedati, Porong, dan Candi merupakan kecamatan dengan nilai prevalensi diare tinggi dan berada diantara kecamatan sekitar yang memiliki nilai prevalensi diare rendah. Sedangkan pada tahun 2013, Kecamatan Sidoarjo, Sedati, dan Krian merupakan kecamatan dengan nilai prevalensi diare tinggi dimana kecamatan disekitamya memiliki nilai prevalensi yang rendah.
25
3.2 J. Prevalensi Tuberculosis Kabupaten Sidoarjo Walaupun kabupaten Sidoarjo memiliki jumlah industri yang cukup banyak, namun prevalensi TB di tahun 2009 cukup kecil yaitu rata -rata 0,04, dan di tahun 2013 menurun meniadi 0,03. Persebaran prevalensi TB di Kabupaten Sidoarjo pada tahun 2009 dan 2013 dapat dilihat pada Gambar 3.21.
Gambar 3.21 Prevalensi TB Kab Sidoarjo Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013 (b)
Berdasarkan Gambar 3.21 diketahui bahwa baik pada tahun 2009 maupun tahun 2013 status kerawanan TB dari tahun 2009 dan 2013 adalah sangat rendah.
Tabel 3.11 Nilai Korelasi dan Signifikansi antara Kepadatan Industri dengan Nilai
Prevalensi TB Kabupaten Sidoarjo tahun 2009 s/d 2013
2009
2010
2011
2012
2013
Nilai Knrelasi
-0,2hl
-0,145
-0,296
-0,422
-0,369
Nilai Signifikasi
0,296
0,567
0,234
0,081
0,132
Keterangan: Nilai Bold adalah signifikan dalam a = 5%
Berdasarkan Tabel 3.11 diketahui bahwa tidak ada hubungan antara kepadatan industri dengan prevalensi TB di Kabupaten Sidoarjo. Namun demikian, Gambar 3.22 dapat menunjukkan kecamatan-kecamatan berdasarkan nilai prevalensi TB dan kepadatan industri. Berdasarkan Gambar 3.22 diketahui bahwa Kecamatan Candi, Balongbendo, Krian dan Tarik merupakan kecamatan dengan nilai prevalensi TB rendah walaupun berada di kawasan industri yang padat pada tahun 2009 dan 2013.
26
w
(b)
Gambar 3.22 Diagram Pencar antara kepadatan industri dan prevalensi TB Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013 (b)
(a)
(b)
Gambar 3.23 Diagram Pencar antara prevalensi TB dan proprosi posyandu Kabupaten
Sidoarjo Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013 (b) Berdasarkan Gambar 3.23 diketahui bahwa Kecamatan Sidoarjo baik pada tahun 2009 dan 2013 memiliki nilai prevalensi TB sangat tinggi meskipun proporsi kepemilikan posyandu di kecamatan tersebut juga sangat tinggi.
Tabel 3.12 Indeks Moran’s (/), E(/), Var(/), dan Zhitung Prevalensi TB Kabupaten Sidoarjo
Tahun
I
E(I)
Kesimpulan
2009
-0,1952
-0,05882
menyebar
2010
-0,0686
-0,05882
menyebar
2011
-0,0326
-0,05882
clustered
2012
-0,0550
-0,05882
clustered
2013
0,0287
-0,05882
clustered
Terdapat dua pola spasial penyebaran prevalensi TB sejak tahun 2009 s ampai dengan 2013. Pada tahun 2009 dan 2010 pola spasial yang terbentuk adalah
27
menyebar. Sedangkan pada tahun 2011 sampai dengan 2013, nilai prevalensi TB hampir sama antar kecamatan (Tabel 3.12).
(a)
(b)
Ga mbar 3.24 Moran's Scatterplot Prevalensi TB Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013(b) Berdasarkan Gambar 3.24 diketahui bahwa pada tahun 2009 Kecamatan Wonoayu, Sukodono, dan Tanggulangin dan kecamatan di sekitar kecamatan tersebut merupakan kecamatan dengan nilai prevalensi TB sangat tinggi. Sedangkan pada tahun 2013, Kecamatan Sedati merupakan kecamatan dengan prevalensi TB sanga t tinggi sedangkan kecamatan di sekitarnya memiliki nilai prevalensi TB rendah.
3.3.
Kabupaten Mojokerto Mojokerto adalah kabupaten yang memiliki 18 kecamatan, jumlah yang sama dengan
Kabupaten Sidoarjo. Peta sebaran kecamatan di Kabupaten Mojokerto dapat dilih at di Gambar 3.25.
28
Gambar 3.25 Peta Kecamatan di Kabupaten Mojokerto
3.3.1. Gambaran industri di kabupaten Mojokerto Jumlah industri di Kabupaten Mojokerto yaitu 223 memang tidak sebanyak di Sidoarjo yang mencapai 857 buah. Gambaran sebaran industri per kecamatan di Kabupaten Mojokerto terlihat pada Tabel 3.13 dan Gambar 3.26. Terdapat rentangan jumlah industri yang cukup lebar antar kecamatan. Kecamatan Trawas dan Dawarblandong tidak memiliki industri sama sekali, beberapa hanya dibawah 10, namun di Kecamatan Jetis sebanyak 30 bahkan di Ngoro mencapai 59 buah (Tabel 3.13).
29
Tabel 3.13 Jumlah Industri per Kecamatan di Kabupaten Mojokerto, Tahun 2013
Jumlah Industri No
Kecamatan
Besar
Sedang
Total
1
Jatirejo
0
5
5
2
Gondang
1
3
4
3
Pacet
0
6
6
4
Trawas
0
0
0
5
Ngoro
30
29
59
6
Pungging
9
U
20
7
Kulorejo
2
3
5
8
Mojosari
3
10
13
9
Bangsal
1
4
5
10
Mojoanyar
2
5
7
11
Dlangu
0
6
6
12
Puri
1
18
19
13
Trowulan
1
17
18
14
Sooko
0
17
17
15
Gedeg
1
5
6
16
Kenilagi
0
3
3
17
Jetis
10
20
30
18
Dawarblandong
0
0
0
Total
61
162
223
Sumber: BPS, 2103b Di Kabupaten Mojokerto, terlihat bahwa industri besar dan sedang terkumpul di Kecamatan Ngoro sehingga kecamatan ini memiliki total jumlah industri terbanyak yaitu 59 buah Berikut ini merupakan peta penyebaran kepadatan industri di Kabupaten Mojokerto (Gambar 3.26).
Gambar 3.26 Peta penyebaran kepadatan industri di Kabupaten Mojokerto, Tahun 2013 30
3.3.2.
Prevalensi Diare Kabupaten Mojokerto Persebaran prevalensi diare di Kabupaten Gresik pada tahun 2009 dan 2013 dapat
dilihat pada Gambar 3.27.
(a)
(b)
Gambar 3.27 Prevalensi Diare Kab Mojokerto Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013 (b) Berdasarkan Gambar 3.27 diketahui bahwa terdapat per ubahan status kerawanan prevalensi diare pada tahun 2009 dan 2013. Kecamatan yang pada tahun 2009 berstatus sangat tinggi, pada tahun 2013 telah turun menjadi tinggi dan rendah, meskipun tingkat kerawanan di Kecamatan Pacet meningkat dari normal pada tahun 2009 menjadi tinggi pada tahun 2013, Peta penyabaran diare di Kabupaten Mojokerto dan tahun 2009 sampai 2013 dapat dilihat di Lampiran 2a. Tingginya prevalensi diare di Kabupaten Mojokerto dapat disebabkan karena Kabupaten Mojokerto merupakan daerah yang padat industri. Tabel 3.14 menunjukkan korelasi antara kepadatan industri dengan prevalensi diare di Kabupaten Mojokerto.
Tabel 3. 14 Nilai Korelasi dan Signifikansi Korelasi antara Kepadatan Industri dengan Prevalensi Diare Kabupaten Mojokerto Tahun 2009 s/d 2013 2009 Nilai Korelasi Nilai Signifikasi
-0,099 0,695
2010 -0,142 0,575
2011
2012
-0,149 0,556
-0.188 0,455
2013 -0,100 0.692
Keterangan: Nilai Bold adalah signifikan dalam a = 5%
Tabel 3 14 menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara kepadatan industri dengan prevalensi diare di Kabupaten Mojokerto, sehingga dapat disimpulkan bahwa kepadatan industri tidak berkaitan dengan prevalensi diare di Kabupaten Mojokerto, namun disebabkan oleh faktor lainnya.
31
Selanjutnya Gambar 3.36 adalah diagram pencar antara prevalensi diare dan kepadatan industri di Kabupaten Mojokerto.
(a) >
Gambar 3.28 Diagram Pencar antara kepadatan industri dan prevalensi diare Kabupaten Mojokerto tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b) Berdasarkan Gambar 3.28 diketahui bahwa rata-rata prevalensi diare mengalami penurunan di tahun 2013 |ika dibandingkan dengan tahun 2009. Pada tahun 2009 - Kecamatan Mojoanyar merupakan kecamatan dengan nilai prevalensi diare sangat tinggi meskipun kepadatan industrinya berada dibawah rata-rata. Namun pada tahun 2013, nilai prevalensi diare di Kecamatan Mojoanyar berada di bawah rata -rata. Pada tahun 2013, prevalensi diare di Kecamatan Bangsal sangat tinggi meskipun kepadatan industri berada di bawah rata -rata. Tidak terlihat pola yang jelas yang menggambarkan hubungan antara kepadatan industri dengan prevalensi diare pada Gambar 3.28. Hal tersebut dapat teijadi karena prevalensi diare disebabkan oleh faktor lumnya.
Gambar 3.29 Diagram Pencar antara Prevalensi Diare dan Proporsi Posyandu Kab upaten Mojokerto Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013 (b)
32
Berdasarkan Gambar 3.29 (a) diketahui bahwa proporsi posyandu di Kecamatan Mojoanyar rendah, sedangkan prevalensi diare di kecamatan tersebut tinggi. Demikian pula terlihat dari Gambar 3.29 (b) bahwa prevalensi diare di Kccamatan Bangsal tinggi sedangkan kepadatan industri di kecamatan tersebut rendah. Oleh karena itu bisa dikatakan tingginya prevalensi diare dapat disebabkan oleh fasilitas kesehatan di masing -masing kecamatan di Kabupaten Mojokerto rendah. Korelasi antara prevalensi diare dan fasilitas kesehatan lainnya dapat dilihat di Lampiran 2b.
(a) (b) Gambar 3. 30 Diagram Pencar antara Prevalensi Diare dan Proporsi PHBS Kabupaten Mojokerto Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013 (b)
Keadaan rumah sehat juga perlu didukung keadaan rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Berdasarkan data profil Kabupaten Mojokerto, jumlah rumah tangga sebanyak 292.182, sedangkan jumlah rumah yang dipatau yaitu sebesar 64.126. Rumah tangga yang ber - PHBS tahun 2013 sebanyak 28.^75 (45,18 %), terjadi peningkatan sebanyak 11,65% rumah tangga yang ber - PHBS dan tahun sebelumnya (2012). Pada Gambar 3.30 dapat diketahui bahwa Rumah PHBS di Kecamatan Mojoanyar pada tahun 2009 dan Kecamatan Bangsal pada tahun 2013 rendah (berada dibawah rata-rata). Prevalensi diare di dua kecamatan tersebut sangat tinggi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tingginya prevalensi diare di dua kecamatan tersebut terjadi karena kurang sadamva masyarakat untuk ber-PHBS.
33
Tabel 3.15 Indeks Moran’s (/), E(7), Var(/), dan Zhitung Prevalensi Diare Kabupaten Mojokerto 1
E(i)
Kesimpulan
2009
-0,0852
-0,05882
menyebar
2010
0,0320
-0,05882
clustered
2011
-0,0477
-0,05882
clustered
2012
-0,0782
-0,05882
menyebar
2013
-0,1093
-0,05882
menyebar
Tahun
Berdasarkan Tabel 3.15, diketahui bahwa pada tahun 2009, 2012, dan 2013 prevalensi diare berpola menyebar atau nilai prevalensi diare di Kebupaten Mojokerto cukup beragam antar kecamatan. Sedangkan pada tahun 2010 dan 2011 prevalensi diare hampir sama disetiap kecamatan.
(a)
(b)
Gambar 3.31 Moran's Scatterplot Prevalensi Diare Kabupaten Mojokerto Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013 (b)
Pada tahun 2009, Kecamatan Bangsal merupakan kecamatan dengan prevalensi diare tinggi berada diantara kecamatan tetangga yang juga memiliki prevalensi diare tinggi. Pada tahun 2009, terdapat 6 kecamatan yang memiliki nilai prevalensi diare tinggi namun kecamatan disekitarnya memiliki nilai prevalensi diare yang rendah (Gambar 3.31(a)). Pada tahun 2013, tidak ada kecamatan yang berada di kuadran I. Terdapat 5 kecamatan yang memiliki nilai prevalensi diare rendah, namun kecamatan disekitarnya memiliki nilai prevalensi diare tinggi, salah satu kecamatan adalah Kecamatan Mojoanyar (Gambar 3.3 1(b)).
34
3.3.3 Prevalensi Tuberculosis Kabupaten Mojokerto Persebaran prevalensi TB di Kabupaten Gresik pada tahun 2009 dan 2013 dapat dilihat pada Gambar 3.32. Berdasarkan Gambar 3.45 diketahui bahwa tidak ada peningkatan status kerawanan prevalensi TB pada tahun 2013 jika dibandingkan pada tahun 2009. Namun kecamatan yang berstatus rendah bertambah menjadi 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Mojosari, Jetis, dan Gedek. Sedangkan pada tahun 2009, hanya Kecamatan Trowulan yang berstatus rendah.
(a)
(b)
Gambar 3.32 Prevalensi TB Kabupaten Mojokerto Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013(b)
Tabel 3.16 Nilai Korelasi dan Signifikansi Korelasi antara Kepadatan Industri dengan Prevalensi TB Kabupaten Mojokerto Tahun 2009 s/d tahun 2013
Nilai Korelasi Nilai Signifikasi
2009 0,569 0,014
2010 0,5b2 0.015
2011 0,473 0,047
2012 0,568 0,014
2013 0,418 0,084
Keterangan: Nilai Bold adalah signifikan dalam a = 5%
Berdasarkan Tabel 3.16 diketahui bahwa terdapat hubungan bermakna antara kepadatan industri dengan prevalensi TB di Kabupaten Mojokerto pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2012, dan terjadi penurunan tingkat hubungan pada tahun 2013 (tingkat signifikansi 0,084). Korelasi yang terjadi adalah bernilai positif, yang berarti jika kepada tan industri meningkat maka prevalensi TB juga akan meningkat.
35
la) (b) Gambar 3.33 Diagram Pencar antara kepadatan industri dan prevalensi 1B Kabupaten Mojokerto Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013 (b) Pada tahun 2009, Kecamatan Puri dan Kecamatan Sooko merupakan kecamatan dengan prevalensi TB rendah meskipun kedua kecamatan tersebut termasuk dalam kecamatan yang memiliki kepadatan industri tinggi (Gambar 3.33(a)). Pada tahun 2013, Kecamatan Ngoro telah berhasil menurunkan prevalensi TB yang terjadi pada tahun 2009 meskipun kecamatan tersebut juga merupakan kecamatan yang padat industri (Gambar 3.33(b)). Jika dibandingkan dengan fasilitas kesehatan, yaitu proporsi posyandu di masing masing kecamatan, baik Kecamatan Puri dan Sooko memiliki nilai proporsi posyandu yang berada dibawah rata-rata (Gambar 3.34). Namun jika prevalensi TB dibandingkan dengan proporsi masyarakat yang ber-PHBS, Kecamatan Pacet, Ngoro memiliki nilai proporsi PHBS yang berada diatas rata-rata (Gambar 3.35).
(a)
(b)
Gambar 3.34 Diagram Pencar antara prevalensi TB dan proprosi posyandu Kabupaten Mojokerto Tahun 2009 (a) dan Tahun 2013 (b)
36
(b)
(a)
Gambar 3.35 Diagram Pencar antara prevalensi TB dan proprosi PHBS Kabupaten Mojokerto tahun 2009 (a) dan tahun 2013 (b)
Tabel 3.17 Indeks Moran’s ( f ) , E(/), Var{/), dan Zhitung Prevalensi TB Kabupaten Mojokerto Tahun
I
Kesimpulan
2009
-0,0924
E(I) -0.05882
2010
-0.1643
-0,05882
menyebar
2011
-0,0667
-0,05882
menyebar
2012
0,0057
-0,05882
clustered
2013
-0,0232
-0,05882
clustered
menyebar
Tabel 3.17 menunjukkan bahwa pada tahun 2009 sampai 2011, prevalensi TB di Kabupaten Mojokerto pada menyebar secara spasial dengan nilai prevalensi yang cukup beragam antar kecamatan. Namun pada tahun 2012 dan 2013, penyebaran prevalensi T B hampir sama nilainya antar kecamatan (clustered). Pada tahun 2009, Kecamatan Jatirejo, Pungging, dan Mojoanyar termasuk kecamatan dalam kuadran I, yaitu nilai prevalensi TB di kecamatan tersebut tinggi dan berada di antara kecamatan tetangga dengan nilai prevalensi TB yang tinggi. Namun pada tahun 2013, kecamatan yang termasuk dalam kuadran I adalah Kecamatan Gedek, Pungging, Sooko, dan Jetis. Berdasarkan Gambar 3.36 (b) diketahui pula bahwa teijadi penambahan kecamatan yang memiliki nilai prevalensi TB yang tinggi dari tahun 2009.
37
(b)
(a)
Gambar 3.36 Moran 's Scatterplot Prevalensi TB Kabupaten Mojokerto Tahun 2009 (a) dan
tahun 2013 (b)
38
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Kabupaten Gresik Kabupaten Gresik dikenal sebagai salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Beberapa industri besar skala nasional yang terdapat di Gresik antara lain Semen Gresik, Petrokimia Gresik, Nippon Paint, BHS-Tex, Industri perkayuan/ Plywood. Namun BPS Gresik tidak menyediakan data jenis industri per wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Gresik, yang tersedia hanya data jumlah industri per wilayah.
Gambar 4.1. Pabrik Semen Gresik (Suinber:bisniskeuangan.kompas.coni)
Prevalensi TB Paru di Gresik dari tahun 2009-2013 menunjukkan perkembangan cukup bermakna, bahkan terdapat korelasi positif dengan kepadatan industri. Kecamatan Cerme, Kebomas dan Gresik sebagai kecamatan dengan kepadatan industri yang tinggi ternyata prevalensi TB juga tinggi, walaupun tahun 2013 prevalensi TB di Kebomas turun. Hasil analisis spasial menunjukkan pola prevalensi TB yang mengelompok. Kecamatan Driyorejo, Menganti, dan Manyar merupakan kecamatan dengan prevalensi TB tinggi dan kecamatan di sekitar kecamatan tersebut juga tinggi. Sedangkan pada tahun 2013 kecamatan yang memiliki prevalensi TB tinggi dengan kecamatan di sekitar juga tinggi adalah Kecamatan Gresik, Menganti, dan Cerme. Rata-rata prevalensi diare di Kabupaten Gresik tahun 2009 sebesar 3,62 dan pada tahun 2013 naik menjadi 4,33. Hampir di tiap kecamatan mengalami perubahan besaran prevalensi diare, ada yang naik, turun dan tetap. Sementara, jumlah industri
39
dalam rentang waktu tersebut relatif tidak ada perubahan. Jika melihat nilai korelasi tahun 2009. 2011 dan 2012 terdapat hubungan bermakna antara prevalensi diare dengan rasio kepadatan industn, namun di tahun 2010 dan 2013 tidak terjadi hubungan yang bermakna. Kondisi ini menunjukan bahwa ada faktor lain yang menjadi penyebab besar kecilnya prevalensi diare. Terdapat 4 kecamatan dengan kepadatan industri jauh diatas kecamatan lainnya, berturut-turut yaitu Kebomas, Gresik, Cerme dan Driyorejo. Dari semua kecamatan yang memiliki kepadatan industri diatas rata-rata, Kecamatan Kebomas dengan rasio kepadatan tertinggi justru memiliki prevalensi diare dibawah rata-rata dan tidak berubah besarannya, sedangkan kecamatan lain prevalensi diarenya diatas rata -rata. Jika ditelusur dari proporsi posyandu, Kecamatan Kebomas adalah tertinggi, dan rumah tangga PHBS berada pada kisaran rata-rata. Sementara Kecamatan Gresik memiliki wilayah kepadatan industri terbesar kedua, dan prevalensi diare yang tinggi pula, ternyata memiliki proporsi Rumah Tangga PI IBS jauh dibawah rata-rata. Terdapat 10 Indikator PIIBS di Rumah Tangga, yang di dalam profil tidak d ijelaskan mana yang paling spesifik. Dengan demikian dapat disimpulkan semua indikator tersebut memang menjadi acuan rumah tangga dengan PHBS. 10 indikator tersebut vadalah : (I) Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, (2) Memberi Bayi ASI Ekslusif usia 0-6 bulan.(3) Menimbang Bayi dan Balita setiap bulan (4). Menggunakan Air Bersih (5) Mencuci Tangan dengan Air Bersih Yang Mengalir dan Sabun (6) Menggunakan WC/Jamban Sehat, (7). Memberantas jentik di rumah sekali seminggu., (8). Makan Buah dan Sayur Set iap Hari, (9). Melakukan Aktivktas Fisik Setiap Hari, (10). Tidak merokok di dalam rumah. Hasil analisis spasial menyimpulkan bahwa diare antar kecamatan di kabupaten Gresik memiliki pola mengelompok dan menyebar secara bergantian antar tahun. Di tahun 2013 pola diare mengelompok antar kecamatan, dengan kata lain kecematan yang berdekatan cenderung memiliki prevalensi diare yang mirip. Kecamatan Cerme, Gresik, dan Manyar termasuk kecamatan yang pada Moran's Scatterplot pada kuadran I. Artinya, ketiga kecamatan tersebut di tahun 2009 dan 2013 memiliki prevalensi diare tinggi berada diantara kecamatan kecamatan lain
40
dengan prevalensi diare yang juga tinggi. Hal ini menunjukkan terdapat dependensi spasial prevalensi diare antar kecamatan di Kabupaten Gresik.
4.2. Kabupaten Sidoarjo Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kepadatan industri dengan prevalensi diare di Kabupaten Sidoarjo. Namun demikian sejak tahun 2009 s/d tahun 2013, sebaran prevalensi diare menunjukkan adanya spasial dependensi. Kabupaten de ngan prevalensi diare tinggi cenderung mengelompok, demikian pula yang rendah. Sejak tahun 2009 sampai dengan 2013 tidak terdapat peningkatan prevalensi TB dan tidak terdapat korelasi bermakna antara kepadatan industri dengan prevalensi TB. Namun dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Sidoarjo, Kecamatan Sidoarjo memiliki prevalensi jauh di atas lainnya. Kondisi ini tidak berubah dari tahun 2009 dan 2013.
4.3, Kabupaten Mojokerto Terdapat penurunan signifikan prevalensi diare di Kabupaten Mojokerto anta ra tahun 2009 dan 2013, yaitu dari 8,28 menjadi 4,73. Tidak terdapat hubungan bemiakna antara prevalensi diare dengan kepadatan industri, sehingga dipastikan terdapat faktor lain. Kecamatan Mojoanyar dan Bangsal memiliki prvalensi diare yang sangat tinggi, namun Rumah Tangga dengan PHBS dan proporsi posyandu rendah. Sejak tahun 2009 hingga 2012, terdapat hubungan bermakna antara kepadatan industri dengan prevalensi TB. Korelasi bernilai positif, yang artinya jika kopadatan industri meningkat maka prevalensi TB juga meningkat. Tahun 2012 dan 2013 pola penyebaran TB mengelompok pada kecamatan dengan prevalensi yang mirip. Kecamatan Gedek, Soko dan Jetis, nilai prevalensi TB di kecamatan tersebut tinggi dan berada di antara kecamatan tetangga dengan nilai preva lensi TB yang juga tinggi.
41
4.4. Korelasi Kepadatan Industri dan Prevalensi Penyakit Kabupaten Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto memiliki kepadatan industri yang berbeda-beda. Sidoarjo dengan 857 industri memiliki kepadatan tertinggi di wilayah yaitu 1,41 dengan kata lain terdapat 1,41 industri tiap 1.000 km 2 . Walau demikian di Kabupaten Sidoarjo tidak terdapat korelasi bermakna antara kepadatan industri dengan prevalensi penyakit (Tabel 4.1). Hal yang berbeda pada Kabupaten Gresik dan Mojokerto, dimana kepadatan industri berkorelasi bermakna terhadap prevalensi TB dan bernilai positif yang artinya makin padat industri di sebuah kecamatan, maka makin tinggi pula prevalensi TB di kecamatan tersebut.
Tabel 4.1. Korelasi Kepadatan Industri dan prevalensi penyakit Kabupaten
Kepadatan industri
Gresik
0,65
Sidoarjo
1,41
Mojokerto
0,315
Diare Korelasi positif (bermakna) Korelasi negatif (tidak bermakna) Korelasi negatif (tidak bermakna)
TB Korelasi positif (bermakna) Korelasi negatif (tidak bermakna) Korelasi positif (bermakna)
Kabupaten Gresik yang memiliki tingkat kepadatan lebih rendah dari pada Sidoarjo, namun Gresik memiliki karakteristik industri khusus yang diduga menjadi penyebab diare dan TB. Namun BPS tidak memberikan catatan jenis industri apa saja yang ada di Kabupaten Gresik.
42
BAB V KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan 1.
Berdasarkan peta tematik terlihat terdapat pengelompokkan wilayah berdasarkan rasio kepadatan industri, baik di Kabupaten Gresik, Sidoarjo maupun Mojokerto. Pada Kabupaten Gresik, pengelompokkan wilayah dengan rasio kepadatan tinggi yaitu di Kecamatan Cerme, Driyorejo, Kebomas dan Gresik menjadi satu region. Sedangkan di Kabupaten Sidoarjo yaitu Kecamatan Waru dan Taman. Pada Kabupaten Mojokerto adalah Kecamatan Ngoro dan Pungging. Kabupeten dengan rasi o kepadatan terbesar adalah Sidoarjo yaitu sebesar 1,41, disusul Gresik sebesar 0,65. Walau demikian, Gresik memiliki karakteristik industri khusus seperti adalah industri Semen Gresik dan Petrokimia menjadi salah satu industri skala besar level nasional. Kepadatan industri di Gresik memiliki korelasi dengan prevalensi diare dan TB.
2.
Hasil peta tematik menunjukkan pola diare tertinggi di Kabupaten Gresik mengelompok antar kecamatan, yaitu di Kecamatan Bungah, Balongpanggang dan Gresik. Di Sidoarjo mengelompok di Kecamatan Krembung dan Porong. Sedangkan untuk Mojokerto kondisinya menyebar. Prevalensi TB di Kabupaten Gresik sebesar 0,07, Sidoarjo 0,03 dan Mojokerto 0,09. Pola TB di Gresik. Sidoarjo dan Mojokerto mengelompok antar kecamatan. Prevalensi tertinggi pada Kecamatan Gresik, Cerme dan Menganti, ketiga wilayah ini merupakan daerah padat industri.
3.
Tren prevalensi diare antara tahun 2009 dan 2013 di Kabupaten Gresik dan Sidoarjo mengalami peningkatan yaitu menjadi 4,33 dan 3,98, sedangkan di Kabupaten Mojo kerto mengahimi penurunan yang cukup bermakna yaitu dari 8,28 menjadi 4,74. Prevalensi TB mengalami kenaikan di Kabupaten Gresik dan Mojokerto, namun di Sidoarjo mengalami penurunan.
4.
Terdapat perbedaan hubungan antara rasio kepadatan industri terhadap risi ko penyakit di Kabupaten Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto. Tingkat kepadatan industri di Kabupaten Gresik selama rentang tahun 2009 s/d 2013, seringkali berhubungan signifikan dengan prevalensi diare dan TB. Hubungan tersebut
43
berupa korelasi positif, yang artinya semakin padat industri suatu wilayah maka semakin tinggi prevalensi penyakit tersebut. Namun tingkat kepadatan industri di Kabupaten Sidoarjo tidak menunjukkan hubungan bermakna dengan prevalensi diare dan TB. Sedangkan di Kabupaten Mojokerto hanya TB yang berhubungan bermakna dengan rasio kepadatan industri. 5.2. Saran Kabupaten Gresik perlu meningkatkan cakupan rumah dengan PHBS sebagai salah satu upaya menekan prevalensi TB daerah dengan kepadatan industri yang tinggi, terutama di Kecamatan Gresik dan Cerme. Peningkatan rumah dengan PHBS, dapat digunakan sebagai salah satu upaya menekan prevalensi diare, karena kasus diare banyak ditemukan di wilayah proporsi rumah dengan PHBS yang rendah. Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu model kabupaten padat industri namun tidak terkait dengan prevalensi diare, dan TB. Namun penyebaran diare dan TB dari tahun ke tahun cenderung mengelompok antar wilayah kecamatan. Dengan demikian perlu penanganan tuntas antar wilayah agar tidak menjalar di wilayah sebelah, te rutama untuk Kecamatan Sidoarjo, Porong dan Sukodono. Demikian pula untuk kasus diare terdapat pola pengelompokan antar wilayah kecamatan, terutama Kecamatan Sedati, Porong dan Candi. Kabupaten Mojokerto harus hati-hati dengan prevalensi TB karena berkorelasi positif dengan kapadatan industri. Salah satu upaya adalah meningkatkan proporsi rtumah dengan PHBS, Kecamatan Ngoro sebagai contoh kecamatan dengan kepadatan paling tinggi namun memiliki TB rendah karena memiliki proporsi rumah PHBS yang cukup tinggi. Tingkat kepadatan industri yang dianalisis pada penelitian ini masih berupa jumlah industri, tanpa melihat jenis industrinya. Untuk penelitian berikutnya, jika data jenis industri untuk masing-masing wilayah tersedia dan turut dianalisis maka kesimpulan yang diperoleh dapat lebih komprehensif dan akurat.
44
DAFTAR PUSTAKA Anselin, L. (19881 Spatial Econometrics: Methods and Models", Kluwer Academic Publishers, Dordrecht. Arrowiyah, Sutikno (2014). Spatial Pattern Analysis Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue untuk Informasi Early WarningBencana di Kota Surabaya, http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15561-Paper-pdf.pdf diunduh 19 Januari 2014. BPS (2013), Kabupaten Gresik Dalam Angka. __________ Kabupaten Sidoarjo Dalam Angka __________ Kabupaten Mojokerto Dalam Angka. Departemen Kesehatan RI (2008). Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 Provinsi Jawa Timur. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta. Kartika Yuli (2007). Pola Penyebaran Spasial Demam Berdarah Dengue di Kota Bogor tahun 2005. Tugas Akhir, Institut Pertanian Bogor. Lee Jay & Wong S W David (2000) Statistical Analysis with Arcview CIS. John Willey & Sons, INC: United Stated of America. Opraningtias, H.N., dan Supriyanto, A. Triandini. (2010). Rancang Bangun Sistem Informasi Geografi Potensi Industri Kecil di Gerbangkertasusila, Thesis 2010 Universitas Diponegoro Semarang. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 20 112025.
Yusnabeti, Ririn Arminsih Wulandari dan Ruth Luciana (2010). PM W dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada Pekerja Industri Mebel, Makara Kesehatan Vol. 14, No. I, Juni 2010:25-30
45
Lampiran 1 Mapping Diare, dan TB Kabupaten Gresik (2009-2013) Diare
46
TB
47
Lsmpiran 2 Korelasi antara Rasio (Jumlah Industri/Luas Wilayah) dengan Prevalensi Penyakit di Kabupaten Gresik Korelasi antara Rasio (Jumlah Industri/Luas Wilayah) dengan Prevalensi Diare dl (20091. d2 (20101 d3 (201 n. d4 (20121 dan d5 (2013) dl
dl
rasio O,570 0,013
d2
d3
0,046 0.855
0,181
d3
0,472 0,048
0,683 0,002
-0,154 0,543
0,493 0,038
0,756 0,000
-0,246 0, 326
0,708
d4
d5
0,377 0,123
0,456 0,057
-0,254 0, 309
0,809 0,000
d2
d4
0,472
0,001 0,736 0,000
Cell Contents: Pearson correlation p-Value
Korelasi antara Rasio (Jumlah Industri/Luas Wilayah) derman Prevalensi TB tl (2009). t2 (2010). t3 (201 1). t4 (2012). dan t5 (2013) tl t1
t2
t4
t5
t3
t4
0,010
0,887 0,000
0,563 0,015
0,899 0,000
0,918 0,000
0,548 0,019
0,867 0,000
0,907 0, 000
0,915
0,624 0.006
0,846 0, 0 0 0
0,948 0,0 0 0
0,920
0,917
0,000
0 ,0 0 0
0,591
t3
t2
rasio 0,363 0,139
0,000
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
48
Lampiran 3 Scatterplot antara Rasio Kepadatan Industri dengan Prevalensi Penyakit Kabupaten Gresik (2009-2013) 1. Tubercolosis (TB): (t5=TB pada tahun 2013, t4=TB pada tahun 2012, t3=TB pada tahun 2011, t2=TB pada tahun 2010, tl=TB pada tahun 2009)
49
2. diare: (d5= pada tahun 201J, d4= pada tah un 2012, d3= pada tahun 2011, d2= pada tahun 2010, d 1= pada tahun 2009)
50
Lampiran 4 ScaUerplot Diare dengan Posyandu, dan RT PHBS Kabupaten Gresik (20092013) 1. Posyandu: (pos5= pada tahun 2013, pos 4= pada tahun 2012, pos 3= pada tahun 2011, pos 2= pada tahun 2010, pos 1= pada tahun 2009)
51
2. PI1BS: (ph5= pada tahun 2013, ph 4= pada tahun 2012, ph 3= pada tahun 2011, ph 2= pada tahun 2010, ph 1= pada tahun 2009)
52
L a mp i ra n 5
Scatterplot TB dengan Posyandu, dan RT PHBS Kabupaten Gresik (2009-2013) 1. Posyandu: (pos5= pada tahun 2013, pos 4= pada tahun 2012, pos 3= pada tahun 2011, pos 2= pada tahun 2010, pos 1= pada tahun 2009)
53
2. PIIBS: (ph5= pada tahun 2013, ph 4= pada tahun 2012, ph 3= pada tahun 2011, ph 2= pada tahun 2010, ph pada tahun 2009)
54
Lampiran 6 Moran 's Scatter Plot Prevalensi Penyakit Kabupaten Gresik tahun 2009-2013 a.
Moran 's Scatter Plot Prevalensi Diare Kabupaten Gresik tahun 20092013
55
b.
Moran's Scatter Plot Prevalensi TB Tahun 2009-2013
56
Lampiran 7 Mapping Diare, dan TB Kabupaten Sidoarjo (2009-2013) Diare
57
TB
58
Lampiran 8 Korelasi antara Rasio Kepadatan Industri dengan Prevalensi Penyakit di Kabupaten Sidoarjo Korelasi antara Rasio Kepadatan Industri dengan Prevalensi diare Sidoarjo dl (2009), d2 (2010), d3 (2011), d4 (2012), dan d5 (2013)
R
dl
d2
d3
dl
-0,048 0,851
d2
-0,174 0,491
d3
-0,253 0, 312
0,627 0,005
0,647 0,004
d4
-0,177 0,481
-0,286 0,250
-0,252 0,313
-0,177 0, 481
d5
0,032 0,899
0,330 0,182
0,132 0, 601
0,522 0,026
d4
0,684 0,002
0,136 0,589
Cell Contents: Pearson correlation P-ValueMTB > Correlation 'R' ‘h1’-‘h5’
Korelasi antara Rasio (Jumlah Industri/Luas Wilayah) dengan Prevalen si TB 11 (2009), t2 (2010), t3 (2011), t4 (2012), dan t5 (2013) R -0,261 0,296
tl
t2
-0,14S 0, 567
0,784 0,000
t3
-0,296 0,234
t4
-0,422 0,081
0,865 0,000
0,767 0,000
t5
-0,369 0, 132
0,766 0,000
0,714 0,001
tl
0,795 0,000
t2
t3
t4
0,857 0,000 0,831 0,000 0,849 0,000
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
0,896 0,000
Lampiran 9 Scatterplot antara Rasio Kepadatan Industri dengan Prevalensi Penyakit di Kabupaten Sidoarjo (2009-2013) Tubercolosis ('l Bi’ (tS=TB pada tahun 2013, t4=TB pada tahun 2012, t3=TB pada tahun 2011, t2=TB pada tahun 2010, t)=TB pada tahun 2009)
60
diare: (d5= pada tahun 2013, d4= pada tahun 2012, d3= pada tahun 2011, d2 pada tahun 2010, dl= pada tahun 2009)
61
Lampiran 10 Scatterplot Prevalensi Penyakit dengan Posyandu di Kabupaten Sidoarjo (2009-2013) 1. Tubercolosis (TB): (t5=TB pada tabun 2013, t4=TB pada tahun 2012, t3=TB pada tahun 2011, t2=TB pada tahun 2010, tl=TB pada tahun 2009)
2. diare: (d5= pada tahun 2013, d4= pada tahun 2012, d3= pada tahun 2 011, d2= pada tahun 2010, dl= pada tahun 2009)
62
Lampiran 11 Moran 's Scatter Plot Prevalensi Diare dan TB di Kabupaten Sidoarjo (2009-2013) Morans Scatter Plot Prevalensi diare
63
Moran’s Scatterplot Prevalensi TB
64
Lampiran 12 Mapping Diare, dan TB Kabupaten Mojokerto (2009-2013) Diare
65
TB
66
Lampiran 13 Korelasi antara Rasio Kepadatan Industri dengan Prevalensi Penyakit di Kabupaten Mojokerto Korelasi antara Rasio f Jumlah Industri/Luas Wilayah) dengan Prevalensi diare Mojokerto dl (2009). 6 2 (20101. d3 <2011). d4 (2012). dan d5 (2013)
dl
rasio -0,099 0, 695
d2
-0,142 0, 575
d3
-0,149 0, 556
d4
-0,188 0, 455
dl
0,692
d3
d4
0,423 0,060
0,252 0,313
0, 956
0,248 0,320
0, 947
0,992
0 , 000
0 ,000
0, 907
0,963
0, 000
0 ,000
-0,100
d5
d2
0,089 0,724
0 , 000
0, 966 0,000
Cell Contents: Pearson correlation E-Value
Korelasi antara Rasio (Jumlah Industri/Luas Wilayah) dengan Prevalens i TB tl (2009). 12 (2010). t3 (2011). t4 (20121. dan tS (20131 tl tl
t2
t3
t4
rasio 0,569 0,014
t2
t3
t4
t5
0,562 0,015
0,840 0,000
0,473 0,047
0,721 0,001
0,804
0, 56b 0,014
0,625 0,005
0,607 0,008
0,765 0,000
0,663 0,003
0,829 0,000
0,418 0,084
0,566 0,014
0 ,0 0 0
0,467 0,051
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
67
Lampiran 14
Scatterplot antara Rasio Kepadatan Industri dengan Prevalensi Penyakit Kabupaten Mojokerto (2009-2013) 1. Tubercolosis (TB): (t5=TB pada tahun 2013, t4=TB pada tahun 2012, t3=TB pada tahun 2011, t2=TB pada tahun 2010, tl=TB pada tahun 2009)
68
2. diare: (d5= pada tahun 2013, d4= pada tahun 2012, d3= pada tahun 2011, d2= pada tahun 2010, dl= pada taliun 2009)
69
L a mp i ra n 15
Scatterplot Prevalensi Penyakit dengan RT PHBS di Kabupaten Mojokerto (20092013)
1.
Tuberculosis (t): (t5= pada tahun 2013, t4= pada tahun 2012, t3= pada tahun 2011, t2= pada tahun 2010, tl= pada tahun 2009) Perilaku Hidup Bersih Sehat (P1IBS): (PHBS5= pada tahun 2013, PHBS 4= pada tahun 2012, PHBS 3= pada tahun 2011, PHBS2= pada tahun 2010, PHBS 1= pada tahun 2009)
70
2.
Diare (d): (d5= pada tahun 2013, d4= pada tahun 2012, d3= pada tahun 2011, d2= pada tahun 2010, dl= pada tahun 2009) Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS): (PHBS5= pada tahun 2U13, PI1BS 4= pada tahun 2012, PHBS 3= pada tahun 2011, PHBS2= pada tahun 2010, PHBS 1= pada tahun 2009)
71
Lampiran 16 Scatterplot Prevalensi Penyakit dengan Rasio Posyandu di Kabupaten Mojokerto (2009 2013) 1. Tuberculosis (TB): (t5=TBpada tahun 2013, t4=TB pada tahun 2012, t3=TB pada tahun 2011, t2=TB pada tahun 20f0, tl=TB pada tahun 2009)
72
2.
Diare (d): (d5=Diare pada tahun 2013, d4=Diare pada tahun 2012, d3=Diare pada tahun 2011, d2=Diare pada tahun 2010, dl=Diare pada tahun 2009)
73
Lampiran 17 Moran 's Scatter Plot Prevalensi Diare dan TB Kab Mojokerto (2009-2013)
Moran’s Scatter Plot Prevalensi Diare
74
Moran s Scatter Plot Prevalensi TB
75