言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
REFLEKSI MASYARAKAT JEPANG MELALUI PROSES PEMBENTUKAN GAIRAIGO
Istiqa Sari Prodi DIII Bahasa Jepang STBA Haji Agus Salim Abstract This study is describe the character of Japanese society through the establishment gairaigo. This is done so that the Indonesian people can be good diplomacy with the Japanese people. Therefore, the Japanese people are not pleased with plagiatrisme society. Phonological processes that occur in the formation of gairago changes the shape and sound system changes that occur from the original form of English into Japanese during absorption. This research is the descriptive qualitative approach . There are several stages in this study, which collects data, analysis and presentation of the analysis. In gathering data using methods Listen Non involved Proficient continued with engineering notes. At the time of data analysis techniques used methods Shared with PUP ( Pilah Elements Determinants ). Then, when presenting the results of the analysis using formal and informal methods . Data analysis concluded that during the absorption, occur phonological process is deletion, substitution, insertion, addition, segments and assimilation. This process shows that Japanese society is a conservative society that has a sense of national stature. Keywords: gairaigo , the character of Japanese society Pendahuluan Masyarakat Jepang pada dasarnya bersifat konservatif yaitu suatu bangsa yang berusaha memelihara dan meneruskan nilai-nilainya sendiri. Kekonservtifannya terefleksi melalui kata yang digunakan, yaitu kata serapan gairaigo. Gairaigo merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa-bahasa di Eropa, terutama dari Inggris. Gairaigo yang diserap ke dalam bahasa Jepang (seterusnya disingkat BJ) tidak seperti asalnya, tetapi disesuaikan dengan sistem bunyi yang terdapat dalam BJ. BJ merupakan bahasa yang berstruktur alternate KV (konsonan vokal) (Pike, 1976:60). Oleh karena itu, ketika bahasa asal yang berstruktur rapat konsonan diserap ke dalam BJ, penambahan segmen vokal sebagai penumpu harus dilakukan. Dapat dikatakan bahwa BJ merupakan bahasa yang bersilabel terbuka dan vokalis. Dengan demikian, silabel dalam BJ lebih banyak dan lebih panjang daripada bahasa yang berstruktur rapat konsonan, seperti bahasa Inggris (seterusnya disingkat BI). Kata serapan merupakan kajian yang sering dibicarakan dalam setiap penelitian bahasa. Setiap ada kontak bahasa lewat pemakainya bisa terjadi penyerapan kata. Dalam hal ini, gairaigo akan mengalami penyerapan dari BI ke dalam BJ. Menurut Suwarto (2004:2), unit bahasa dan struktur bahasa itu ada |1
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
yang bersifat tertutup dan ada pula yang bersifat terbuka terhadap pengaruh bahasa lain. Tertutup berarti sulit menerima pengaruh, sedangkan terbuka berarti mudah menerima pengaruh. Kata serapan termasuk ke dalam unit atau struktur bahasa yang bersifat terbuka, karena banyak ditemukan berbagai bunyi yang melesap, hilang, dan menjadi bunyi yang lebih panjang daripada bahasa sumbernya. Fenomena perubahan bunyi pada gairaigo sering terjadi, namun penjelasan tentang perubahan bunyi dalam BJ tersebut belum banyak dikaji oleh peneliti untuk mengungkapkan cerminan diri sebuah bangsa. Dengan demikian, permasalahan ini penting dikaji agar dapat menjelaskan fenomena perubahan bunyi dari BI ke dalam BJ untuk mengamati karakter masyarakat Jepang agar dapat berdiplomasi dengan Negara yang maju dibidang perindustrian ini. Penelitian terhadap kata serapan bertujuan untuk menjelaskan proses perubahan-perubahan bunyi dan menemukan karakter masyarakt Jepang melalui proses perubahan bunyi tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan mencatat seluruh kata serapan dari sumber data. Kemudian, data berupa kata serapan tersebut, ditelusuri bentuk asalnya dalam BI. dan diamati perubahan bunyi yang terjadi. Dengan perubahan bunyi yang terjadi akan ditemukan karekter masyarakat Jepang sesungguhya. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat perubahan dari bentuk BI ke dalam BJ. Tabel 1. Perbandingan Gairaigo dengan Bahasa Asalnya BI BJ BJ Huruf Romaji Huruf Katakana strike [strayk] chocolate [cakǝlǝt]
Sutoraiku [sutoraiku] Chokoreeto [ k :to]
ストライク
Mobile [m wbǝl] Glass [glӕs] Pool [puwl] fortune cookie [fͻtyun kukie]
Mobairu [mobairu] Gurasu [gurasu] Puuru [pu:ru] fochun kukki [f un kukk ]
モバイル
Date [deit]
Deeto [de:to]
デート
チョコレート
グラス プール フォチュンク ッキ
Padanan dalam bahasa Indonesia lemparan keras (dalam baseball) Cokelat
telepon genggam gelas tempat minum kolam berenang kue keberuntungan Kencan
Dengan memperhatikan tabel 1, berdasarkan bentuk asalnya dapat dilihat perubahan bentuk dan bunyi dari bentuk asli BI ke dalam kata serapan BJ. Penelitian ini tidak terlepas dari kajian fonologi dan morfologi. Hal ini terjadi karena kata terbentuk akibat adanya segmen-segmen yang membangunnya. Proses penyerapan kata dari BI ke dalam BJ dapat dilihat pada contoh berikut.
|2
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
a. Three [ө ] [suri:] b. Magazine[mægəzin] [magaĵ n] c. Singer [s ŋə ] [š ŋga:] d. Voice [voys] [boisu] (Tsujimura, 1996:154) Pada contoh proses penyerapan di atas terlihat bahwa BJ tidak memiliki buny b sua a f kat f nt d ntal [θ], sehingga diganti dengan bunyi [s]. Kemudian, pada BJ tidak ditemukan bunyi frikatif alveolar [z] dan vokal tinggi [ ], s h ngga k ns nan [z] d gant d ngan buny af kat f alv palatal [ĵ]. Buny afrikatif bersuara [s] yang ada pada tataran bunyi BJ, jika diikuti bunyi vokal d pan t ngg [ ], akan m ngalam p ubahan al f n [s] m njad [š]. S la n tu, bunyi frikatif labiodental bersuara [v] tidak terdapat dalam BJ, sehinga diganti dengan bunyi hambat bilabial bersuara [b]. Dengan demikian, BJ ketika melewati proses serapan akan mengalami berbagai perubahan bunyi. Perubahan tersebut dapat berupa penambahan segmen, penggantian segmen, pelesapan segmen, bahkan pengurangan segmen. Untuk menguraikan perubahan bunyi yang terjadi, maka peneliti menggunakan teori fonologi generatif. karena teori ini dapat menguraikan bunyi lebih distingtif. Dengan demikian, untuk melihat karakter masyarakat Jepang melalui fenomena pembentukan gairaigo, peneliti mengambil data dari media massa yaitu media cetak berupa koran. Data yang peneliti gunakan untuk mengkaji fenomena pembentukan garaigo bersumber dari media cetak berupa koran. Pemilihan koran atau disebut juga shinbun dalam BJ sebagai sumber data dilakukan karena banyak ditemukan fenomena penggunaan kata serapan terutama pada media cetak Asahi no Shinbun, Mainichi no Shinbun, dan Mangga no Shinbun. Sehingga banyak fenomena kebahasaan yang terdapat di dalamnya, termasuk kata serapan dan proses penyerapan tersebut dapat mengungkapkan karakter masyarakat Jepang. Oleh karena itu, kajian morfologi BJ pada kata serapan dalam media massa berbahasa Jepang bermanfaat untuk mengungkapkan berbagai informasi kebahasaan, baik dari BJ maupun dari BI. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan , sehingga data yang digunakan untuk menganalisis adalah data tertulis yang diperoleh dari Ashi no Shinbun, Manga no shinbun, dan Mainichi no Shinbun. Karena penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan studi kepustakaan maka ada beberapa tahap yang akan dilakukan. a) Tahap Analisis Data Tahap analisis data merupakan tahap sentral atau tahap yang paling penting. Pada tahap ini, metode yang digunakan tidak hanya satu. Peneliti menggunakan metode padan translasional dan artikulatoris. Metode padan yang digunakan mengacu pada pengertian yang dikemukakan oleh Surdayanto (1993:13), yaitu metode dengan alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan. Dengan demikian, metode padan translasional adalah metode padan yang alat penentunya berada di |3
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
luar bahasa yang bersangkutan. Peneliti menggunakan metode ini setelah data terkumpul, kemudian peneliti pindahkan kata serapan BJ tersebut ke dalam transkripsi segmennya. Selain padan translasional, juga digunakan metode padan artikulatoris pada penelitian ini yang alat penentunya adalah organ wicara langue lain untuk melihat proses perubahan bunyi dari bentuk asal, yaitu BI sehingga menjadi kata serapan BJ. Teknik dasarnya adalah teknik pilah unsur penentu, dengan daya pilah sebagai pembeda organ wicara. Surdayanto (1993:23) menyebutkan bahwa dalam satuan lingual tertentu, baik itu bunyi, silabe, kata maupun kalimat akan terlihat bahwa organ wicara dapat berbeda-beda dalam mengaktifkan bagian-bagiannya. Oleh karena itu, pada saat menganalisis perubahan bunyi, peneliti menggunakan teknik PUP dengan daya pilah pembeda organ wicaranya. Kemudian, teknik lanjutannya adalah teknik hubung banding memperbedakan (HBB). Peneliti akan membandingkan BI dengan BJ, contoh penerapannya sebagai berikut. BI Lover [l] + lateral +konsonantal + sonorant
BJ roba [r] - lateral +konsonantal +sonoran
Berdasarkan penerapan teknik PUP dengan daya pilah organ wicara, terlihat bahwa bunyi [l] dalam BI ketika diserap ke dalam BJ akan menjadi bunyi [r]. [l] organ wicaranya adalah [+lateral], sedangkan [r] adalah [-lateral]. Selain itu, kedua bunyi tersebut mempunyai persamaan, yaitu sama-sama bunyi yang [+konsonantal] dan [+sonorant]. [+Konsonantal] adalah bunyi pada saat pengucapannya ditandai dengan penyempitan dan penutupan pita suara. [+Sonoran] merupakan bunyi-bunyi yang nyaring. Penelitian ini sangat berkaitan dengan organ wicara sehingga digunakanlah teknik PUP dengan daya pilah penentu organ wicara. b) Tahap Penyajian Hasil Analisis Data Metode penyajian hasil analisis data dilakukan dengan metode formal dan informal. Metode informal adalah metode penyajian hasil analisis berupa perumusan dengan kata-kata biasa, dan metode formal adalah metode penyajian hasil analisis berupa perumusan dengan tanda dan lambang (Sudaryanto, 1993:145). Hasil analisis dalam proses pembentukan kata serapan BJ dalam media massa berbahasa Jepang disajikan dalam bentuk deskripsi dengan kata-kata biasa, serta didukung penggunaan notasi dalam pengkaidahan Pembahasan BJ dan BI merupakan dua bahasa yang memiliki struktur bunyi yang berbeda. Secara teoretis Pike (1976:60) mengemukakan bahwa each language contains its characteristic types if sequences of sounds. Some language have heavy consonant clusters, that is, sequences of several contiguous consonant. Other language tend to have no consonant cluster but rather alternate consonant |4
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
and vowel. Setiap bahasa mempunyai dua tipe struktur bunyi. Dua tipe bunyi tersebut adalah bahasa yang berstruktur konsonan rapat atau disebut dengan heavy consonant dan bahasa yang berstruktur berganti-gantian atau disebut dengan alternate yang strukturnya terdiri atas konsonan dan vokal. Berdasarkan pernyataan Pike tersebut, BJ termasuk tipe bahasa yang berstruktur alternate, karena BJ strukturnya terdiri atas konsonan dan vokal. BI dan BJ merupakan dua bahasa yang berbeda struktur bunyinya. BI termasuk kategori bahasa konsonan rapat dan BJ termasuk bahasa yang berstruktur alternate dan bahasa vokalis. Karena BJ menyerap kata dari bahasa yang bertipe konsonan rapat, maka terjadi penyesuaian bunyi dengan menempatkan vokal penumpu pada deret rapat konsonan tersebut. Dengan demikian, salah satu cara yang tepat untuk menganalisis perubahan bunyi BJ setelah diserap adalah dengan fonologi generatif melalui ciri paling distingtif dari kedua struktur bahasa tersebut. Adapun ciri pembeda (distinctive feature) dalam teori fonologis generatif merupakan suatu perangkat unit yang spesifik dan yang membedakannya dengan unit-unit lain. Ciri-ciri fitur tersebut dalam penerapannya menggunakan ciri biner, yaitu tanda (+) dan (-). Menurut Schane (1992:28-35), ada beberapa ciri pembeda bunyi untuk konsonan dan vokal. Ciri distingtif konsonan dibagi ke dalam beberapa ciri dengan berbagai fiturnya. Pertama adalah ciri pembeda kelas utama. Ciri ini digunakan untuk membedakan antara konsonan, vokal dan semivokal. Ciri distingtif itu adalah konsonantal, silabis, sonorant, dan nasal. Bunyi yang berdasarkan kualitas suatu bunyi dinyatakan dengan [+sonoron] dan [-sonoran], hambatan yang menyempit dalam rongga mulut [+konsonantal] dan [konsonantal], bunyi yang kenyaringannya menyerupai konsonan [+obstruent] dan [-obstruent]. Yang termasuk ke dalam bunyi [+sonoran] adalah bunyi nasal, likuid, lateral, dan semivokal, sedangkan bunyi [-sonoran] adalah bunyi hambat, frikatif, afrikatif, dan luncuran laringal. Bunyi [+konsonantal] adalah bunyi hambat, frikatif, afkrikat, nasal, dan likuid, sedangkan bunyi [-konsonantal] adalah bunyi vokal, semivokal, dan luncuran laringal. Bunyi [+obstruent] adalah hambat, frikatif, dan afrikat. Kedua adalah ciri pembeda berdasarkan cara artikulasi. Fitur dari ciri ini adalah [kontinuan], [pengelepasan tertunda], [striden], [nasal], dan [lateral]. Yang termasuk bunyi [+kontinuan] adalah bunyi konsonan frikatif, sedangkan [kontinuan] adalah bunyi hambat dan afrikat. Bunyi konsonan hambat termasuk [pengelepasan tertunda], maksudnya adalah hambatannya sesegera mungkin dilepaskan, sedangkan [+pengelepasan tertunda] adalah bunyi afrikat. Bunyi [+st d n] adalah buny k ns nan f kat f (f, s, š dan x) dan af kat, s dangkan [striden] adalah bunyi konsonan frikatif ɸ, ɵ, dan ç. Ketiga adalah ciri pembeda berdasarkan daerah artikulasi. Chomsky dan Halle (dalam Schane, 1992:31) menggolongkan empat daerah utama untuk artikulasi konsonan, yaitu labium, dentum, palato-alveolum, dan velum. [+anterior] merupakan penyempitan yang terjadi di daerah terdepan rongga mulut, sedangkan penyempitan yang lebih ditarik kebelakang [-anterior], lain nonkoronal. Ciri keempat adalah ciri yang berhubungan dengan batang lidah. Ciri distingtif ini biasanya digunakan untuk menentukan ciri klasifikasi vokal. Ciri batang lidah ini direpresentasikan dengan ciri [tinggi], [belakang], dan [bundar]. Ciri tersebut juga biasa digunakan untuk membedakan berbagai semivokal. Ciri |5
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
batang lidah ini digunakan pula untuk membedakan palatalisasi dan labialisasi. Selain itu, batang lidah merupakan artikulator untuk konsonan [-anterior] dan [koronal]. Konsonan palatal [+tinggi] dan [-belakang], konsonan velar [+tinggi] dan [+belakang], dan konsonan uvular [-tinggi] dan [+belakang]. Selain itu, ciri tambahan ditandai dengan fitur [tegang], [bersuara], [glotalisasi], dan [aspirasi]. [glotalisasi] dan [aspirasi] termasuk bunyi [+obstruent]. Ciri prosodi yang direpresantasikan oleh [tekanan] dan [panjang]. Selain ciri distingtif yang terdapat pada konsonan, pada vokal juga terdapat ciri distingtif yang berhubungan dengan batang lidah. Fitur ini direpresentasikan dengan fitur [tinggi], [rendah], dan [belakang]. Menurut Yusuf (1998:84), ada beberapa ciri pembeda vokal selain fitur berdasarkan batang lidah., yaitu Cciri dengan fitur [bulat]. Fitur ini mewakili bunyi yang dihasilkan dengan bentuk bibir menjadi agak melingkar. [+bulat] adalah bunyi-bunyi [u,o] dan bunyi [-bulat] adalah bunyi selain [u,o]. Kemudian, fitur berikutnya adalah fitur [tense]. Fitur ini menunjukkan bunyi yang dihasilkan dengan sedikit penekanan pada vokal sehingga menghasilkan bunyi yang agak panjang. [+tense] adalah bunyi-bunyi [i,e,u] dan bunyi [-tense] selain bunyi tersebut. Fitur reduced [red] adalah ciri yang digunakan khusus untuk membedakan vokal schwa dari yang lainnya. [+red] adalah bunyi schwa [ǝ] dan [-red] ialah vokal lainnya. Berdasarkan perbedaan bunyi ini, peneleti mengkategorikan semua bunyi yang ada dalam BI dan BJ sebagai berikut. a. Segmen vokal BJ yang dikemukakan oleh Tsujimura (1996:16) Ciri i e a o u Pembeda [tinggi] + - - - + [rendah] - - + - [belakang] - - + + + [bundar] [tense]
+
+
-
+ + - +
[red]
-
-
-
- -
b. Segmen vokal BI yang dikemukakan oleh Yusuf (1998:85) Ciri ə ʌ O ӕ A i I ɨ U ʊ e ɛ pembeda [tinggi] + + + + + - - - - - - - [rendah] - - - - - - - - - + - - + + [belakang - - - + + - - - - - + + + + ] [bundar] - - - + + - - + - - - + [red] + + + + + + + - + + - - [tense] - - - - - - - - + - - - -
ɑ
ɒ
+ +
- + - +
-
+ + - - -
|6
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
c. Segmen Konsonan BJ menurut Tsujimura (1996:16) Ciri Pembeda [Silabis] [konsonantal] Sonoran Nasal Anterior Koronal Tinggi Rendah Belakang Kontinuan Pengelepasan tertunda Striden Bersuara Aspirasi Lateral
b + + + -
d + + + + -
g + + + + -
? + -
p + + -
T + + + -
K + + + -
z + + + + + + -
+ + + + + -
Segmen Konsonan Bahasa Jepang d ɸ S š H dᶻ ttˢ r - - - - - - - - + + + + - + + + + + - - - - - - - - + - - - - - - - - + + - - - + - + - + - + + + - + + + + + - - - + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + + + + - - - + - - - - - -- + + + - + + - - + - + - - - - - + + - - + - - - - - - - - - - - - - - - - -
m + + + + + -
n + + + + + + -
+ + + + + -
ɲ + + + + + -+ -
ŋ + + + + + + -
N + + + + -
y + + + + + -
w + + + -
|7
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
d. Segmen Konsonan BI secara keseluruhan menurut Yusuf (1998:83-84) Ciri pembeda p B M T ttʰ d n K g ŋ f v S Z [silabis] - - - - - - - - - - - - - [konsonantal] + + + + + + + + + + + + + + [sonoran] - - + - - - + - - + - - - [nasal] - - + - - - + - - + - - - [anterior] + + + + + + + - - - + + + + [koronal] - - - + + + + - - - + + + + [tinngi] - - - - - - - + + + - - - [rendah] - - - - - - - - - - - - - [belakang] - - - - - - - + + + - - - [kontinuan] - - - - - - - - - - + + + + [pengelepasan - - - - - - - - - - - - - tertunda] [striden] - - - - - - - - - - + + + + [bersuara] - + + - - + + - + + - + - + [aspirasi] - - - - + - - - - - - - - [lateral] - - - - - - - - - - - - - -
ɵ + + + + -
ᶞ + + + + -
š + + + -
+ + + -
+ + +
-
+ -
+ -
+ + -
+ -
+ + +
l + + + + + -
R + + + + + -
y + + + -
w + + + + -
m + + + + -
h + + -
? + -
+ + -
+ +
+ -
+ -
+ -
-
-
-
|8
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
Proses Perubahan Bunyi Perubahan bunyi yang terjadi selama proses pembetukan kata sering juga disebut sebagai proses morfofonologis. Proses ini terjadi ketika morfem-morfem bergabung untuk membentuk kata, segmen-segmen dari morfem-morfem yang berdekatan dan berjejeran akan mengalami perubahan. Perubahan ini tidak saja terjadi pada saat penggabungan dua morfem, tetapi juga terjadi pada saat proses serapan (Schane, 1992:51). Dengan demikian, perubahan bunyi pada proses serapmenyerap juga merupakan proses morfofonologis. 1. Pelesapan Pelesapan berasal dari kata lesap. Lesap (KBBI, 2005: 665) berarti hilang. Dengan demikian, pelesapan merupakan sebuah proses penghilangan. Pelesapan bunyi yang dinyatakan oleh Schane (1992), Koizumi (1993), dan Suzuki (1975) adalah sebuah peristiwa perubahan bunyi melalui proses hilangnya sebuah segmen pada kata. Berikut ini contoh peristiwa perubahan melalui pelesapan bunyi BJ setelah mengalami penyerapan dari BI. Bentuk asal : team [t ːm] Bentuk serapan :chiimu [ :mu] (ashi shinbun, 2012 年 4 月 3 日 23 時 12 分) Data di atas menunjukkan peristiwa perubahan bunyi yang berwujud pelesapan pada kata serapan BJ. Pelesapan merupakan peristiwa penghilangan sebuah bunyi dalam satu kata. Data (1) menunjukkan hilangnya sebuah segmen [t] dalam BI. Pelesapan ini mengakibatkan terjadinya peristiwa pergantian bunyi seperti yang dikemukakan oleh Koizumi. Hal ini dapat ditunjukkan oleh ciri distingtif yang dikemukakan oleh Schane. [t ːm] [ :mu] -silabis -silabis + konsonantal +konsonantal -sonoran -sonoran -nasal -nasal +anterior -anterior +koronal +koronal -tinggi -tinngi -rendah -rendah -belakang -belakang -kontinuan - kontinuan - pengelepasan + pengelepasan Tertunda Tertunda -striden +striden -bersuara -bersuara -aspirasi - aspirasi -lateral - lateral (1)
Analisis data (1) dengan ciri distingtif tersebut menunjukkan perubahan bunyi yang terjadi adalah pelesapan. Dikatakan melesap karena ada tiga ciri distingtif yang b b da. B dasa kan p ndapat Schan ( : ), j ka k dua f tu buny m m l k t ga c d st ngt f yang b b da, dapat d nyatakan k dua buny |9
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
t s but bukan buny yang sal ng b ka tan. Buny [t] dan [ ] berbeda dari segi cara daerah artikulasi. [t] m upakan buny yang d has lkan l h ngga mulut bag an t d pan, ya tu da ah alv la . al n d s but Schan [+ant ], ya tu adanya k b adaan ant . amun, b b da halnya d ngan buny [ ]. Selain itu, kedua bunyi tersebut berbeda dari segi ca a a t kulas . Buny [t] m upakan buny [-p ng l pasan t tunda]. t nya, buny n hambatannya t dak d l paskan s s g a mungk n. l h ka na tu, [t] bukan buny yang m m l k p ng l pasan t tunda. dapun buny [ ] merupakan bunyi konsonan afrikat. Schane mengatakan setiap bunyi afrikat tergolong ke dalam bunyi [+pengelepasan tertunda]. Selain fitur pengelepasan tertunda, fitur kestridenan juga menunjukkan fitur yang berbeda dari kedua bunyi ini. Bunyi [t] adalah bukan bunyi striden, karena [t] adalah buny hambat. ang t masuk buny st d n adalah buny af kat. Buny [ ] adalah buny af kat. ngan d m k an, [ ] adalah buny st d n.Buny [t] b ubah m njad buny [ ] selain akibat dari ciri distingtif yang dikemukakan oleh Schane (1992:29), [t] m l sap m njad [ ] juga disebabkan oleh lingkungan. BJ juga memiliki konsonan hambat alveolar, tetapi apabila bertemu dengan vokal [+tinggi] akan berganti dengan bunyi konsonan afrikat. Dengan demikian, bunyi [t] lesap ketika diserap ke dalam BJ. Melalui perubahan ini maka dapat dikatakan bahwa masyarakat Jepang mencari bunyi yang sesuai dengan bunyi-bunyi yang mendekati bunyi sebelum kata tersebut diserap ke dalam bahasa Jepang. Dari 14 fitur yang ada hanya 3 ciri fitur distingtif yang sama. Maka dapat dinyatakan bahwa karakter masyarakat Jepang adalah masyarakat yang konservatif, yaitu Dalam hal menerima pembaharuan pun mereka tidak menerima dengan apa adanya namun juga menyesuaikan dengan budaya dan kebudayaan yang telah ada. 2. Penyisipan Konsonan dan Vokal Penyisipan merupakan sebuah peristiwa perubahan bunyi, yang mana yaitu terjadinya pembubuhan sisipan pada suatu kata. Dengan demikian, peyisipan konsonan dan vokal merupakan sebuah peristiwa perubahan bunyi dengan membubuhkan sisipan pada suatu kata. Perhatikan contoh peristiwa penyisipan konsonan pada kata serapan BJ di bawah ini. (4)
Bentuk asal : final [ˈfaInl] Bentuk serapan : finaare [ɸina:re] (ashi shinbun, 2012 年 4 月 3 日 23 時 12 分)
Data (4) menunjukkan dua peristiwa perubahan bunyi yang terjadi, yaitu penyisipan vokal dan pelesapan konsonan. Pada saat kata final diserap ke dalam BJ, ada beberapa segmen konsonan yang melesap seperti [f] dan [l]. Konsonan frikatif [f] setelah diserap melesap dan berganti menjadi konsonan [ɸ]. Selain itu, konsonan lateral alveolar [l] jika diserap ke dalam BJ akan menjadi konsonan getar [r]. Penyebab bunyi ini dapat saling menggantikan, dapat diamati pada bagian pelesapan. Kemudian, pada bentuk asal dari kata fainaare, terjadi penyisipan segmen vokal [a] di antara konsonan [n] dan [l]. Segmen vokal [a] merupakan bunyi [-tinggi, +rendah, +belakang, -bundar, -red, dan –tense].
| 10
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
3.
Penambahan Segmen Penambahan segmen merupakan peristiwa pembubuhan sebuah bunyi pada suatu kata sehingga kata tersebut bunyinya menjadi banyak (KBBI, 2005:1129). Penambahan bunyi sama halnya dengan peristiwa penyisipan vokal dan konsonan seperti yang dikemukakan oleh Schane. Namun menurut peneliti, penyisipan hanya bisa dilakukan dengan menambahkan bunyi di antara beberapa bunyi, sedangkan penambahan bisa dilakukan dengan membubuhkan bunyi-bunyi tersebut di awal, di tengah, atau di akhir sebuah kata. Berikut ini contoh peristiwa penambahan bunyi. (14)
Bentuk asal : balance [ˈbæləns] Bentuk serapan : baransu [baransu] (ashi shinbun, 2012 年 3 月 27 日 10 時 37 分)
Berdasarkan pengamatan terhadap data di atas, data tersebut menunjukkan peristiwa penambahan segmen. Segmen yang ditambahkan pada bentuk serapan adalah segmen vokal [+tinggi, -rendah, +belakang, dan +bundar]. Segmen vokal tersebut ditambahkan pada akhir kata. (97)
Bentuk asal : olympic [əˈlɪmpɪk] Bentuk serapan :orinpikku [orimppikku] (manga no shinbun, 2012 年 06 月 04 日)
Data di atas pada prinsipnya menunjukkan peristiwa penambahan segmen vokal dan konsonan pada setiap kata serapan BJ. Data (97) menunjukkan peristiwa penambahan segmen vokal [u] di akhir kata. Sebagaimana diketahui, BJ menurut Pike (1976:60) merupakan bahasa yang berstruktur alternasi sehingga konsonan selalu berdampingan dengan vokal sebagai penumpunya. Dengan demikian, segmen vokal [+tinggi, -rendah, +belakang, dan +bundar] menumpu konsonan hambat [k] setelah diserap dari BI. Data ini selain menunjukkan peristiwa penambahan vokal, juga terjadi peristiwa penambahan segmen konsonan hambat [k] pada posisi penultima. Pembetukan gairaigo di atas mendukung juga bahwa tidak semua kata serapan dari BI diserap utuh ke dalam BJ. Terjadi penambahan segmen vocal dan konsonan yang merefleksikan masyarakat Jepang tersebut konservatif. 4. Penyingkatan Segmen Suzuki (1975) menyebutkan sebuah perubahan bunyi yang berbeda dari yang telah dikemukakan oleh Schane dan Koizumi. Dia mengemukakan sebuah peristiwa perubahan bunyi yang disebut dengan on in shukuyaku. Artinya, perubahan bunyi yang dilakukan dengan cara memendekkan beberapa bunyi kata (Suzuki, 1975:80). Berikut ini bentuk peristiwa penyingkatan segmen yang terdapat dalam BJ. (12)
Bentuk asal : stadium jumper [steIdiəmˈ ʌmpər] Bentuk serapan: sutajyan [suta am] (asahi shinbun, 2012 年 3 月 27 日 10 時 37 分) | 11
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
Pada data (12) bentuk asal dari kata sutajyan adalah stadium jumper. Kata asal ini kemudian diserap ke dalam BJ. Selama proses penyerapan, terjadi penyingkatan segmen dari bentuk asal menuju bentuk serapan. Ada beberapa segmen yang hilang selama terjadi penyingkatan, seperti pada bentuk asal kata stadium, segmen yang hilang adalah [d], [i], [u] dan [m]. Kemudian, bentuk asal kata jumper setelah diserap kehilangan segmen [m], [p], [e] dan [r]. Bentuk kata asal stadium jumper setelah diserap menjadi sutajyan. Secara fonologis dalam bentuk serapan BJ, kata sutajyan dalam bentuk transkripsi fonologisnya juga mengalami peristiwa asimilasi. Hal ini menunjukkan karakter masyarakat Jepang yang konservatif. 5.
Pergantian Segmen Bentuk asal dari kata pergantian adalah ganti. Dalam KBBI (2005:334), ganti memiliki arti sesuatu yang bertukar, tidak hilang, dan digantikan dengan hal lain. Schane, Koizumi, dan Suzuki juga mengemukakan mengenai konsep pergantian. Namun, pada penelitian ini peneliti menggunakan konsep yang dikemukakan oleh Schane karena menurutnya segmen yang saling menggantikan itu adalah segmen yang memiliki satu ciri distingtif dari kedua bunyi. Untuk lebih jelasnya, berikut ini contoh peristiwa pergantian bunyi dalam kata serapan BJ. (109) Bentuk asal : tablet [ˈtæblət] Bentuk serapan : taburetto [taburetto] (Asahi no shinbun, 2012 年 9 月 7 日 10 時 14 分) Data (109) menunjukkan pergantian bunyi konsonan lateral [l] pada bentuk asal menjadi konsonan getar [r]. Berikut ini analisis ciri distingtif yang membuat bunyi ini bisa saling menggantikan. [l] [r] [-silabis] [-silabis] [+konsonantal] [+konsonantal] [+sonorant] [+sonorant] [-nasal] [-nasal] [+anterior] [+anterior] [+koronal] [+koronal] [-tinggi] [-tinggi] [-rendah] [-rendah] [-belakang] [-belakang] [+kontinuan] [+kontinuan] [-pengelepasan tertunda] [-pengelepasan tertunda] [-striden] [-striden] [+bersuara] [+bersuara] [-aspirasi] [-aspirasi] [+lateral] [-lateral] Analisis dengan ciri distingtif ini telah menunjukkan bahwa tidak banyak fiturfitur yang berbeda antara konsonan [l] dan [r]. Schane (1992) mengemukakan bahwa ada beberapa ciri pembeda untuk konsonan, yaitu cara daerah artikulasi, ciri pembeda kelas utama, dan cara artikulasi. Ketiga hal ini merupakan aspek | 12
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
utama dalam melihat kualitas sebuah bunyi. Berdasarkan kedua bunyi di atas, dari segi ciri kelas utama, seperti [konsonantal], [silabis], [sonorant], dan [nasal] tidak ada satupun fitur yang berbeda. Hal ini juga terjadi dari cara daerah artikulasi, sama-sama dihasilkan pada daerah anterior, yaitu daerah bagian terdepan rongga mulut. Konsonan [r] dan [l] dihasilkan di--daerah alveolar. Kemudian, dari cara artikulasi, ada beberapa fitur yang sama-sama dimiliki oleh kedua bunyi tersebut, seperti [+kontinuan], [-pengelepasan tertunda], [-striden], [+bersuara], dan [aspirasi]. Namun, dari segi kelateralannya kedua bunyi ini tidak memiliki kesamaan. Hal ini merefleksikan bahwa meskipun hanya satu ciri distingtif yang berbeda, pada saat menyerap kata masyarakat Jepang tetap bersifat konservatif, yaitu mempertahankan yang ada dan menyesuaikan dengan bunyi-bunyi yang mereka miliki. Penutup Berdasarkan hasil analisis, struktur BJ menyebabkan banyak ditemukan proses fonologis. Proses yang terjadi selama pembentukan kata serapan BJ adalah pelesapan, pergantian, penyisipan, penambahan segmen (vocal dan kosonan) dan asimilasi. Proses fonologis yang paling banyak terjadi adalah penambahan dan penyisipan. Hal ini menunjukkan bahwa masyaraakat Jepang adalah masyarakat yang konserfatif dan inovatif.
| 13
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
Daftar Pustaka Booij, Geert. 2007. The Grammar of Word an Introduction to Linguistic Morphology. Second Edition. United State: Oxford University Press. Koizumi. T. 1993. Gengogaku Nyuumon. Tokyo : Daishukan Shoten. Pike, Kenneth L. 1976. Phonemics : A Technique for Reducing Languages to . Ann Arbror : The University of Michigan. Schane, Sanford A. 1992. Fonologi Generatif. San Diego: University of California. Sunarni, Nani dan Jonjon Johana. 2009. Morfologi Bahasa Jepang: Sebuah Pengantar. Bandung-: Sastra Unpad Press Suwarto. 2004. Perspektif Analogi Dan Anomali Kata Serapan Ddalam Bahasa Indonesia. Makalah. Medan: Fakultas Sastra USU. Suzuki, Daikichi. 1975. Tanoshi Nihongo no Bunpo. Tokyo : Kabushiki Kaisha. Tsujimura, Natsuko. 1996. An Introduction to Japanese Linguistics. Hong Kong : Blackwell. Tim Penyusun. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Yusuf, Suhendra. 1998. Fonetik dan Fonologi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
| 14