1
TESIS
KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG
NI LUH GEDE TRISNA DEWI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
2
TESIS
KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG
NI LUH GEDE TRISNA DEWI
NIM 1190161065
PROGRAM MAGISTER PRORAM STUDI LINGUISTIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013 i
3
KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG
Tesis untuk Memeroleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI LUH GEDE TRISNA DEWI NIM 1190161065
PROGRAM MAGISTER PRORAM STUDI LINGUISTIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013 ii
4
Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 16 DESEMBER 2013
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D. NIP 19561024 1983031002
Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum. NIP 19710318 199403 2001
Mengetahui Ketua Program Magister Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum. NIP 19620310 1985031005
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) NIP 19590215 198510 2001
iii
5
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 16 Desember 2013 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No.: 3407/UN14.4/HK/2013 Tanggal 16 Desember 2013
Ketua Anggota
: Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D. :
1. Dr. Made Sri Satyawati, S.S, M.Hum. 2. Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A. 3. Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum. 4. Dr. I Nyoman Sedeng, M.Hum.
iv
6
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Ni Luh Gede Trisna Dewi, S.S.
NIM
: 1190161065
Program Studi
: Linguistik
Judul Tesis
: Klausa Relatif Bahasa Jepang
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 16 Desember 2013 Yang membuat pernyataan,
Ni Luh Gede Trisna Dewi
v
7
Ucapan Terima Kasih
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas wara nugraha-Nya penulisan tesis sebagai rangkaian akhir dari seluruh proses pendidikan program magister ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga menyadari bahwa terselesaikannya tesis ini tidak lepas dari campur tangan berbagai pihak. Berkenaan dengan hal tersebut, izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinginya atas bantuan dan dukungan banyak pihak, di antaranya sebagai berikut. 1.
Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD
KEMD; 2.
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K);
3.
Ketua Program Magister Linguistik, Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum.;
4.
Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D., selaku pembimbing I atas segala saran dan bimbingan yang diberikan kepada penulis;
5.
Dr. Made Sri Satyawati, S.S, M.Hum., selaku pembimbing II atas segala arahan dan semangat yang diberikan kepada penulis;
6.
Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A., Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum., Dr. I Nyoman Sedeng, M.Hum., serta para dosen pada Program Magister Linguistik yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu; vi
8
7.
Ketua Program Studi Sastra Jepang, Ketut Widya Purnawati, S.S., M.Hum. yang telah meminjamkan banyak buku kepada penulis, serta seluruh dosen pada Program Studi Sastra Jepang atas dukungan dan nasihat yang diberikan selama ini;
8.
Seluruh staf pada sekretariat dan perpustakaan Program Magister Linguistik Universitas Udayana dan Fakultas Sastra Universitas Udayana yang telah memberikan banyak bantuan selama penulis menempuh pendidikan ini.
9.
Rekan-rekan karyasiswa Program Magister Linguistik Universitas Udayana angkatan 2011 atas kebersamaan, semangat dan kerja samanya selama ini. Motivasi dari rekan-rekan sangat berperan dalam menyelesaikan pendidikan ini. Selain pihak-pihak yang telah disebutkan di atas, penulis juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf dan pengajar SIKI BALI yang telah memberikan banyak pemakluman berkaitan dengan jadwal kepada penulis selama menempuh pendidikan ini. Penulisan tesis ini juga tidak mungkin tanpa adanya dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih, yang pertama kepada Jro Mangku Suartana, kakek terbaik yang memberikan kasih sayang begitu besar serta dukungan yang luar biasa dalam setiap proses pendidikan yang penulis tempuh hingga saat ini. Demikian pula kepada kedua orang tua tercinta, bapak I Nyoman Bakti dan Ibu Ni Kadek Nastri atas dukungan untuk terus berusaha menunjukkan yang terbaik serta doa restu yang selalu mengiringi setiap langkah penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada adik vii
9
Ni Kadek Sri Wilantari yang selalu ada ketika penulis membutuhkan teman berbagi suka maupun duka. Kepada sahabat, kakak, pendamping, I Wayan Wardana yang dengan kesabaran dan pengertiannya selalu menguatkan penulis hingga mampu menuntaskan seluruh proses pendidikan ini. Terakhir, terima kasih kepada setiap nama yang tidak dapat penulis cantumkan satu per satu yang selalu memberikan doa dan dukungannya. Sebagai manusia biasa, tentunya penulis masih memiliki banyak kekurangan pengetahuan dan pengalaman berkaitan dengan topik yang diangkat dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis akan sangat senang jika menerima kritik maupun saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan tesis di masa yang akan datang.
Denpasar, Desember 2013 Penulis,
Ni Luh Gede Trisna Dewi
viii
10
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meneliti klausa relatif bahasa Jepang, di antaranya unsur yang dapat direlatifkan, strategi perelatifan yang digunakan, peranan nomina inti dan relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa relatif bahasa Jepang. Teori yang dipergunakan adalah Teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional dan Teori Tipologi. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis yang diambil dari dua buah novel berbahasa Jepang yang memuat kalimat-kalimat yang sederhana. Secara umum metode penelitian yang dipergunakan adalah metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak. Sementara itu, metode distribusional dipergunakan untuk analisis data dan metode formal dan informal dipergunakan untuk penyajian hasil analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kalimat bahasa Jepang posisi yang dapat direlatifkan, antara lain subjek, objek, oblik, dan posesor. Berkaitan dengan posisi nomina inti klausa relatif bahasa Jepang termasuk tipe prenominal, yaitu klausa relatif muncul sebelum nomina inti. Semua unsur dalam kalimat bahasa Jepang yang dapat direlatifkan menerapkan strategi gap. Namun, dalam beberapa kasus ditemukan perelatifan tanpa strategi gap. Dalam diagram pohon ada satu unsur yang kosong. Unsur tersebut adalah NP yang sebenarnya dapat diisi oleh nomina lain. Struktur fungsional terlihat lengkap karena satu buah nomina menduduki dua fungsi dalam kalimat. Dalam struktur argumen ada dua buah kelompok argumen yang dapat digambarkan peran tematiknya. Nomina inti dapat mengisi posisi yang sama di kedua klausa, tetapi bisa juga mengisi posisi yang berbeda di tiap-tiap klausa. Relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa relatif restriktif dalam bahasa Jepang, antara lain (1) SUBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (2) SUBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (3) SUBJ klausa utama sekaligus OBL klausa relatif; (4) OBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (5) OBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (6) OBL klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif, dan (7) OBL klausa utama sekaligus OBL klausa relatif. Sementara itu, relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti klausa relatif non-restriktif, antara lain (1) SUBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (2) OBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (3) OBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif, dan (4) OBL klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif. Kata kunci : nomina inti, pronomina relatif, klausa relatif, relasi gramatikal, struktur konstituen, struktur fungsional, struktur argumen.
ix
11
ABSTRACT
This research aims at searching Japanese relative clause, relativised element, relativization strategies, the role of core noun and grammatical relation accepted by core noun. Theory used in this research is Lexical Functional Grammar and Typology Theory. The data is taken from Japanese language novel which contain simple sentences. Qualitative method is commonly used in this research. Observation method was used as a data collecting method, while distributional method was conducted for data analysis. The result of data analysis was then presented with formal and informal methods. There are several points discussed in this research. Japanese language has two types of relative clauses, they are restrictive and non-restrictive. However, based on the data obtained, there are more numbers of restrictive relative clauses. Based on the position of the core noun, Japanese relative clauses belong to prenominal type, which is the relative clause appearing before the core noun. In relation with relativization strategies, Japanese relative clauses use gap strategy. However, in some cases, this strategy cannot be applied. Relativization can be applied for subject, object, oblique, and possessor. From those elements, the relativization of subject is found the most. On tree diagram there is one empty function which can actually be filled by another noun. Japanese relative clause has complete functional structure. There are two groups of arguments on argument structure that its thematic role can be described. Core noun is able to fill the same position in two clauses or two different positions in each clause. Grammatical relation accepted by core noun from restrictive Japanese relative clause are (1) SUBJ of main clause is SUBJ of relative clause; (2) SUBJ of main clause is OBJ of relative clause; (3)SUBJ of main clause is OBL of relative clause; (4) OBJ of main clause is OBJ of relative clause; (5) OBJ of main clause is SUBJ of relative clause; (6) OBL of main clause is SUBJ of relative clasue; (7) OBL of main clause is OBL of relative clause. Grammatical relation accepted by nonrestrictive Japanese relative clause are (1) SUBJ of main clause is SUBJ of relative clause; (2) OBJ of main clause is OBJ of relative clause; (3) OBJ of main clause is SUBJ of relative clause and (4) OBL of main clause is SUBJ of relative clause. Keywords : core noun, relative pronoun, relative clause, grammatical relation, constituent structure, functional structure, argument structure.
x
12
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM
i
PRASYARAT GELAR
ii
LEMBAR PENGESAHAN
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
v
UCAPAN TERIMA KASIH
vi
ABSTRAK
ix
ABSTRACT
x
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR LAMBANG
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1 1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
5
1.3 Tujuan Penelitian
5
1.4 Manfaat Penelitian
6
1.5 Ruang Lingkup
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN MODEL PENELITIAN
8
2.1 Kajian Pustaka
8 xi
13
2.2 Konsep
14
2.2.1 Klausa
15
2.2.2 Klausa Relatif
15
2.2.3 Nomina Inti (Head)
15
2.2.4 Perelatif dan Pronomina Relatif
16
2.3 Landasan Teori
16
2.3.1 TLF
17
2.3.2 Teori Tipologi
27
2.4 Model Penelitian
29
BAB III METODE PENELITIAN
31
3.1 Jenis dan Sumber Data
31
3.2 Instrumen Penelitian
32
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
32
3.4 Metode dan Teknik Analisi Data
33
3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
35
BAB IV STRUKTUR KALIMAT DAN FUNGSI GRAMATIKAL DALAM BAHASA JEPANG
37
4.1 Pengantar
37
4.2 Struktur Frasa
37
4.3 Pemarkah dalam Bahasa Jepang
41
4.3.1 Kakujoushi (Pemarkah Kasus)
42
4.3.2 Fukujoushi
48 xii
14
4.4 Penentuan Subjek Kalimat
50
4.4.1 Refleksifisasi
51
4.4.2 Honorifikasi Subjek
53
4.5 Fungsi Gramatikal
54
4.6 Urutan Kata dan Scrambling
58
BAB V KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG
64
5.1 Pengantar
64
5.2 Klausa Relatif Bahasa Jepang
64
5.2.1 Posisi Nomina Inti
64
5.2.2 Jenis-Jenis Klausa Bahasa Jepang
65
5.2.2.1 Klausa Relatif Restriktif
65
5.2.2.2 Klausa Relatif Nonrestriktif
68
5.2.3 Strategi Perelatifan dan Aksesibilitas
70
5.2.3.1 Perelatifan Subjek
72
5.2.3.2 Perelatifan Objek
77
5.2.3.3 Perelatifan Posesor
80
5.2.3.4 Perelatifan Oblik
82
5.2.4 Perluasan Unsur Klausa Relatif
84
5.2.5 Perluasan Nomina Inti
87
5.2.5 Perelatifan Tanpa Strategi gap
89
5.3 Peranan Nomina Inti
91
5.4 Relasi Gramatikal
91 xiii
15
BAB VI STRUKTUR KONSTITUEN, STRUKTUR FUNGSIONAL, DAN STRUKTUR ARGUMEN
98
6.1 Struktur Konstituen (StKon)
98
6.2 Struktur Fungsional (StFun)
106
6.2.1 Korespondensi
109
6.2.2 Deskripsi Fungsional
111
6.3 Struktur Argumen (StArg)
119
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
122
7.1 Simpulan
122
7.2 Saran
124
DAFTAR PUSTAKA
125
LAMPIRAN
128
xiv
16
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN
* [
tidak gramatikal ]
klausa relatif
/
atau
_____
posisi yang kosong
--------
lanjutan kalimat (tidak tercantum) satu nomina mengisi dua buah fungsi
Adj
adjektiva
Adv
adverbia
AK
akusatif
AP
adjectival phrase (frasa adjektival)
BIng
bentuk ingin
BKau
bentuk kausatif
BPeng
bentuk pengandaian
BPer
bentuk perintah
xv
17
BPot
bentuk potensial
BSmb
bentuk sambung
COM
complemen
DAT
datif
D(et)
determiner
DP
determiner phrase
GEN
genetif
HOR
bentuk hormat
I
infleksi
IGF
interogatif
KKin
kala kini
KKinLam
kala kini lampau
KKinNeg
kala kini negatif
KLam
kala lampau
KLamNeg
kala lampau negatif
KOP
kopula
18
KRBJ
klausa relatif bahasa Jepang
N
nomina
NOM
nominatif
Nom
nominalisator
NP
noun phrase (frasa nominal)
OBJ
objek
OBL
oblik
PAS
pasif
POS
posesor
PP
postposition phrase (frasa posposisi)
PRED
predikat
REF
refleksif
StArg
struktur argumen
StFun
struktur fungsional
StKon
struktur konstituen
SUBJ
subjek
xvi
19
TOP
topik
V
verba
VP
verb phrase (frasa verbal)
xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Karakteristik yang berbeda antara bahasa-bahasa di dunia merupakan objek kajian yang menarik bagi para linguis. Karakteristik tersebut umumnya berkaitan dengan struktur kalimat, ada tidaknya pemarkah dalam sebuah bahasa, atau kajian terhadap peranan verba dalam sebuah kalimat. Unsur-unsur dalam sebuah bahasa, baik kata, frasa, maupun klausa bisa dikaji dari berbagai sudut dengan berbagai pendekatan yang ada. Bahasa Jepang adalah bahasa yang memiliki beberapa perbedaan karakteristik dengan bahasa Indonesia. Secara tipologi keduanya termasuk bahasa aglutinatif, tetapi jika dilihat dalam struktur kalimat, kedua bahasa tersebut memperlihatkan perbedaan. Struktur dasar kalimat bahasa Indonesia SVO, sedangkan struktur dasar kalimat bahasa Jepang adalah SOV. Seperti halnya bahasa-bahasa lain, verba sebagai predikat dalam bahasa Jepang memiliki peranan sangat penting dalam kalimat karena verba merupakan komponen utama pembentukan sebuah klausa. Verba sebagai predikat menentukan jumlah argumen. Selain itu, umumnya beberapa bahasa melekatkan atau mengubah bentuk verba ketika mengungkapkan hal-hal, seperti aspek dan kala. Dengan kata lain, aspek sebuah kalimat dapat diketahui dari bentuk verbanya. Misalnya, dalam bahasa Jepang verba taberu ‘makan’ menjadi tabete iru ‘sedang makan’, tabemasen ‘tidak makan’, tabemashita ‘sudah makan’, dan bentuk-
2
bentuk lainnya. Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia verba tidak berubah ketika dibubuhi penanda kala, seperti sudah makan, sedang makan, atau akan makan. Perbedaan lainnya, yaitu setiap konstituen dalam kalimat bahasa Jepang memiliki pemarkah masing-masing, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak. Misalnya, konstituen subjek dimarkahi oleh partikel wa atau ga dan konstituen objek dimarkahi oleh partikel o (wo). Pemarkah bahasa Jepang beragam bentuk dan fungsi sehingga hal itu menimbulkan kesulitan bagi pembelajar yang berminat menekuni bahasa Jepang karena sebuah pemarkah sering kali memiliki beberapa fungsi. Perbedaan struktur dasar memengaruhi konstruksi-konstruksi dasar yang lain, baik frasa maupun klausa. Untuk menunjukkan struktur dasar kalimat bahasa Jepang dan pemarkah dalam bahasa Jepang, berikut contoh kalimat dari Miyagawa (1989: 9) Tanaka san ga Ringo wo taberu ‘Tanaka makan apel’ yang digambarkan dengan diagram pohon di bawah ini. S
NP Tanaka san (ga) nama
NP ringo (wo) apel
V taberu makan
Berkaitan dengan struktur klausa, perbedaan lain antara bahasa Indonesia dan bahasa Jepang yang menarik adalah dalam konstruksi klausa relatif. Klausa relatif bahasa Jepang (selanjutnya KRBJ) tidak ditandai dengan konstituen perelatif seperti halnya dalam bahasa Indonesia. Klausa relatif bahasa Indonesia bisa dikenali dengan
3
adanya perelatif ‘yang’. Misalnya, orang yang duduk di sana adalah Mira. Namun, dalam bahasa Indonesia nomina inti sering dilesapkan, seperti pada contoh siapa (orang) yang menjemputmu? Verhaar (1988: 40) menyatakan kondisi tersebut sebagai ‘headless’ yang atau perelatif ‘yang’ tanpa nomina inti. Bahasa lain, seperti bahasa Inggris juga memiliki pronomina relatif who atau whom, seperti pada contoh the woman who is sitting over there is Mira. Meskipun bahasa Inggris juga memiliki kalimat tanpa pronomina relatif, seperti pada contoh the book I put on the shelf, kasusnya tetap berbeda dengan bahasa Jepang. Falk (2001: 165) menyatakan kondisi tersebut sebagai ‘empty operator’ atau pronomina relatifnya hanya dihilangkan. Ichikawa (2005: 341) memberikan gambaran mengenai KRBJ seperti berikut ini.
Meishi Shuushoku Setsu (Klausa relatif)
Shuushoku meishi (Nomina inti)
Berikut beberapa contoh klausa relatif dalam bahasa Jepang, dimulai dari struktur klausa relatif yang sederhana sampai dengan struktur yang lebih kompleks. 1. [asoko de hanashi-te iru] hito wa Kobayashi san da. sana-LOK bicara-KKin orang-NOM Nama-sapaan KOP-KKin ‘Orang yang sedang berbicara di sana adalah Kobayashi’ 2. [Watashi ga itsumo i-tte iru] mise wa yuumei desu. saya-NOM selalu datang-KKin toko-TOP terkenal KOP-KKin ‘Toko yang biasa saya datangi terkenal’ 3. kore wa [chichi ga kure-ta] tokei desu. ini-TOP ayah-NOM beri-KLam jam KOP-KKin ‘Ini adalah jam yang diberi oleh ayah’
4
4. [Tanaka san ga kinou depaato de ka-tta] CD wo Nama-sapaan-NOM waktu dep.store-LOK beli-KLam CD-AK ka-shite kudasai pinjamkan-KLam BPer ‘Tolong pinjamkan CD yang dibeli oleh Tanaka di department store kemarin’ 5. [Tanaka san no ka-tta] CD wo ka-shite kudasai Nama-sapaan-GEN beli-KLam CD-AK pinjamkan-BPer ‘Tolong pinjamkan CD yang dibeli oleh Tanaka’ Pada contoh (1), nomina hito ‘orang’ dijelaskan oleh verba hanashite iru ‘sedang berbicara’ yang memiliki bentuk asal hanasu ‘bicara’ ditambah dengan keterangan tempat asoko de ‘di sana’ dan menduduki fungsi subjek. Pada contoh (2) nomina mise ‘toko’ dijelaskan oleh adverbial itsumo ‘selalu’ dan verba itte iru yang berasal dari verba iku ‘mendatangi’. Pada contoh (3) dan (4) terdapat subjek dalam klausa relatif. Ichikawa (2005: 342) menyatakan subjek dalam klausa relatif dimarkahi oleh partikel ga dan klausa relatif pada contoh tersebut menduduki fungsi objek sehingga dimarkahi oleh partikel wo. Kemudian, pada contoh (5) antara subjek klausa relatif dan predikat dihubungkan oleh no yang merupakan penanda genetif. Dari beberapa contoh di atas terlihat bahwa bahasa Jepang memiliki konstruksi klausa relatif yang beragam dan variasi konstituen walaupun bahasa Jepang tidak memiliki perelatif. Beberapa penelitian mengenai KRBJ sudah dilakukan, di antaranya oleh Inoue dalam Shibatani yang membahas pronomina refleksif dalam klausa relatif. McCAWLEY dalam Shibatani juga membahas KRBJ, tetapi terbatas pada definisi klausa relatif. Kedua penelitian mengenai KRBJ tersebut dipaparkan lebih jelas dalam kajian pustaka.
5
Dari beberapa penelitian mengenai KRBJ yang sudah dilakukan, belum ditemukan penelitian tentang hal-hal penting lain berkaitan dengan klausa relatif, seperti peranan nomina inti atau relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa relatif. Dengan demikian, penelitian tentang hal-hal tersebut merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Selain itu, mengingat seringnya penggunaan klausa relatif dalam kalimat bahasa Jepang dan melihat beberapa perbedaan antara KRBJ dengan bahasa Indonesia ataupun bahasa Inggris tersebut, penelitian ini memang perlu dilakukan untuk melihat karakteristik KRBJ secara lebih mendalam. Penelitian ini menggunakan teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF) dan teori mengenai tipologi yang dikemukakan oleh Comrie. Menurut teori TLF fungsi yang dihadirkan oleh pronomina relatif adalah sebagai TOPIK. Pernyataan tersebut menjadi menarik jika mengingat bahasa Jepang yang tidak memiliki pronomina relatif. Teori ini digunakan untuk menganalisis struktur konstituen, struktur fungsional, dan struktur argumen KRBJ.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas terdapat tiga masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut. 1. Bagaimana peranan nomina inti dalam KRBJ? 2. Bagaimana relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari KRBJ? 3. Bagaimana struktur konstituen, struktur fungsional, dan struktur argumen KRBJ?
6
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umumnya adalah untuk mendapat deskripsi mengenai klausa relatif dalam bahasa Jepang dengan menerapkan teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF). Kemudian, berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini memiliki tiga tujuan khusus, yaitu sebagai berikut. 1. Menganalisis peranan nomina inti dalam KRBJ. 2. Menganalisis relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari KRBJ. 3. Menganalisis struktur konstituen, struktur fungsional, dan struktur argumen KRBJ.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dilihat secara teoretis dan praktis. 1.4.1 Manfaat Teoretis Sejauh ini belum ditemukan penelitian, khususnya di Indonesia mengenai KRBJ dengan pendekatan TLF. Jadi, secara teoretis penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan penelitian terhadap linguistik, khususnya linguistik bahasa Jepang di Indonesia.
1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tambahan pengetahuan, baik bagi pengajar maupun pembelajar, dalam proses pembelajaran dan pengajaran bahasa Jepang, khususnya mengenai klausa relatif. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan
7
dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai klausa relatif dan tentu saja memberikan kontribusi bagi peneliti mengenai bahasa Jepang selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini disesuaikan dengan rumusan masalah. Sebelum masuk ke pembahasan mengenai klausa relatif bahasa Jepang, terlebih dahulu dibahas mengenai struktur kalimat dan fungsi gramatikal dalam bahasa Jepang. Dibahas pula pemarkah dalam bahasa Jepang untuk mengetahui fungsi-fungsinya dalam kalimat. Pembahasan KRBJ dimulai dengan menganalisis peranan nomina inti dalam KRBJ. Namun, sebelumnya dianalisis unsur atau konstituen dalam kalimat yang dapat direlatifkan dan strategi perelatifan yang digunakan. Selanjutnya, dianalisis hubungan gramatikal yang diperoleh nomina inti dari KRBJ. Penelitian dilanjutkan dengan menganalisis struktur konstituen KRBJ, dimulai dari struktur yang sederhana ke struktur yang kompleks. Terakhir, penelitian menganalisis struktur fungsional KRBJ dan strukutur argumen KRBJ sehingga terlihat peran semantis apa saja yang dimiliki oleh konstituen dalam klausa relatif.
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan kajian terhadap tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Fungsi kajian pustaka adalah untuk mengetahui kedudukan penelitian di dalam dunia keilmuan berkenaan dengan topik atau masalah yang diteliti (Chaer, 2007: 26). Dari beberapa pustaka yang dikaji diketahui bahwa sudah ada penelitian tentang KRBJ. Selain itu, dipaparkan pula beberapa penelitian di luar bahasa Jepang yang berkaitan dan dapat dijadikan acuan bagi penelitian ini. Inoue (1976: 137) membahas KRBJ dalam tulisannya mengenai refleksifisasi yang menggunakan pendekatan interpretif. Inoue menuliskan bahwa dalam konteks tertentu KRBJ memiliki hubungan antara refleksif dan frasa nominal. Contohnya : Yamada sensei wa [ jibun no ie ga yake-ta] gakusei o atsume-ta Nama-guru-NOM REF-GEN rumah-NOM bakar-KLam murid-AK kumpul-KLam ‘Guru Yamada mengumpulkan murid yang rumahnya terbakar’ Penelitian ini terfokus pada penggunaan pronomina refleksif dalam bahasa Jepang. Pronomina refleksif dibahas dengan sangat lengkap termasuk yang muncul dalam klausa relatif. Dinyatakan bahwa pronomina refleksif dapat menduduki fungsi subjek maupun objek dalam klausa relatif. Pembahasan mengenai KRBJ dalam penelitian ini memang tidak dilakukan secara mendalam, tetapi tetap dapat dijadikan 8
9
acuan untuk melihat hubungan pronomina refleksif dengan antesedennya, khususnya dalam kalimat dengan klausa relatif. McCAWLEY (1976: 295) membahas KRBJ berdasarkan penelitian mengenai klausa relatif yang dilakukan sebelumnya oleh Kuno. McCAWLEY menyatakan beberapa hal, antara lain KRBJ, baik klausa relatif restriktif maupun nonrestriktif terdiri atas kalimat yang dipotong, khususnya kalimat yang kekurangan NP yang direlatifkan dan pemarkah kasus untuk NP tersebut. Klausa relatif mendahului frasa nominal (NP) yang dimodifikasinya. Perhatikan contoh berikut. a. Yamada-san ga saru wo ka-tte iru Nama-sapaan-NOM monyet-AK pelihara-KKin ‘Yamada memelihara monyet’ b. [Yamada san ga ka-tte iru] saru Nama-sapaan-NOM pelihara-Kkin monyet ‘Monyet yang Yamada pelihara’ c. [saru wo ka-tte iru] Yamada monyet-AK pelihara-KKin Nama ‘Yamada yang memelihara monyet’ McCAWLEY juga menyatakan bahwa topik frasa nominal diakhiri oleh partikel wa dan di beberapa kondisi pronomina dapat muncul dalam klausa relatif. Pemaparan contoh klausa relatif cukup memberikan gambaran bagaimana sebuah klausa relatif dibentuk dalam bahasa Jepang. Namun, hal-hal lain menyangkut klausa relatif, misalnya strategi perelatifan dan relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa relatif belum dibahas oleh McCAWLEY. Oleh karena itu, hal-hal tersebut masih perlu dipaparkan dalam penelitian ini. Hal-hal yang sudah dibahas dalam penelitian McCAWLEY ini tetap dapat dijadikan referensi, misalnya mengenai
10
unsur-unsur yang muncul dalam klausa relatif dan bagaimana sebuah klausa relatif dibentuk. Tsujimura (1997: 263--270) menyatakan bahwa nomina dalam bahasa Jepang dapat dimodifikasi dengan berbagai cara, misalnya dengan adjektiva, nomina adjektival, nomina atau kalimat. Berikut beberapa contoh yang ditampilkan oleh Tsujimura. 1. Taroo ga omoshiroi hon wo ka-ita Nama-NOM menarik buku-AK tulis-KLam ‘Taro menulis buku menarik’ 2. Ziroo ga kirei-na hana wo Sachiko ni oku-tta Nama-NOM cantik bunga-AK Nama-DAT kirim-KLam ‘Ziroo mengirim bunga yang cantik untuk Sachiko’ 3. Hanako ga tomodachi no uchi wo ka-tta Nama-NOM teman-GEN rumah-AK beli-KLam ‘Hanako membeli rumah temannya’ 4. Satoo sensei ga [gakusei ga ka-ita] ronbun wo yo-nde iru Nama guru-NOM murid-NOM tulis laporan-AK baca-KKin ‘Guru Satoo sedang membaca laporan yang ditulis muridnya’ Objek langsung kalimat-kalimat di atas dimodifikasi oleh adjektiva omoshiroi ‘menarik’ , kirei na ‘cantik’, dan nomina tomodachi ‘teman’, sedangkan contoh (4) dimodifikasi oleh kalimat. Tsujimura menyatakan bahwa modifier yang berupa kalimat itulah disebut dengan klausa relatif. Nomina yang dimodifikasi oleh klausa relatif ditunjuk sebagai nomina inti dan pada contoh (4) nomina intinya adalah ronbun ‘laporan’. Tsujimura juga menyatakan bahwa permakah ga dalam klausa relatif dapat digantikan dengan no tanpa mengubah maknanya. Konversi ga dan no tidak terbatas untuk NP subjek yang dimarkahi oleh ga. Pemarkah nominatif ga
11
memarkahi subjek kalimat termasuk subjek klausa relatif. Pemarkah ini memang dapat digantikan dengan no yang merupakan pemarkah genetif jika didasarkan alasan bahwa klausa relatif ditambah nomina inti menghasilkan sebuah frasa nominal. Subjek dalam klausa relatif dianggap sebagai posesor dari nomina yang pemodifikasinya berupa klausa relatif. Penelitian yang dilakukan oleh Tsujimura ini sudah menjelaskan perbedaan antara nomina yang dimodifikasi oleh klausa relatif dan selain klausa relatif. Namun, hal-hal berkaitan dengan klausa relatif yang belum dibahas dalam penelitian Inoue dan McCAWLEY juga belum dibahas oleh Tsujimura. Oleh karena itu, penelitian ini masih perlu untuk dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Tsujimura bisa dijadikan tolok ukur dalam menentukan klausa relatif sebagai data dalam penelitian ini. Partami (2001) meneliti relasi gramatikal dan perelatifan bahasa Buna menggunakan TLF. Berkaitan dengan klausa relatif, hasil penelitian menunjukkan klausa relatif bahasa Buna dibedakan atas klausa relatif restriktif dan nonrestriktif. Berdasarkan posisi inti, klausa relatif bahasa Buna memiliki inti yang terdapat di luar struktur dengan urutan postnomina. Fungsi-fungsi yang dapat direlatifkan adalah subjek, objek, dan posesif. Fungsi subjek, objek yang tidak dimarkahi pada verbanya dapat direlatifkan dengan menerapkan strategi pengosongan (gapping), sedangkan fungsi objek1 yang dimarkahi pada verbanya dan objek2 dan posesif yang mengisi fungsi subjek direlatifkan dengan strategi pronominal retensi (retention pronominal).
12
Bahasa Buna memiliki struktur klausa yang sama dengan bahasa Jepang, yaitu SOV. Namun, KRBJ termasuk tipe prenominal. Memiliki struktur klausa yang sama, tetapi posisi inti yang berbeda membuat penelitian ini berbeda dari penelitian yang telah dilakukan oleh Partami. Namun, karena sama-sama menganalisis klausa relatif dengan menggunakan TLF, penelitian oleh Partami juga dapat dijadikan acuan, misalnya dalam melihat struktur klausa relatif. Artawa (2004) membahas perelatifan dalam bahasa Bali. Penelitian ini menyatakan bahwa dalam bahasa Bali hanya unsur subjek yang dapat direlatifkan. Unsur lain, seperti oblik dapat direlatifkan apabila sudah dijadikan subjek. Subjektivisasi ini diikuti dengan perubahan verba misalnya dengan penambahan sufiks agar kalimat tetap berterima setelah subjek direlatifkan. Strategi perelatifan yang digunakan adalah verb-coding strategy. Dinyatakan pula bahwa dalam bahasa Bali ada mekanisme untuk mengembalikan unsur nonsubjek menjadi subjek sehingga peran lain dalam kalimat dapat direlatifkan. Peran tersebut adalah posesor yang direlatifkan menggunakan strategi pronomina retensi. Struktur kalimat dan karakteristik bahasa Bali berbeda dengan bahasa Jepang. Selain itu, bahasa Bali juga mengenal perelatif, sementara bahasa Jepang tidak. Namun, penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam melihat penerapan strategi perelatifan untuk menentukan unsur yang dapat direlatifkan. Partami (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Kostruksi Frasa dengan Kata Anē dalam Bahasa Bali” mengungkapkan bahwa kata anē selain muncul di sepuluh pola frasa nominal, juga berfungsi sebagai pronomina relatif, baik dalam
13
klausa relatif restriktif maupun nonrestriktif. Dalam klausa restriktif terlihat bahwa anē tidak mewatasi konstituen induk, tetapi hanya memberikan keterangan tambahan sehingga jika klausa relatif dihilangkan pun, tidak akan mengurangi kejelasan kalimat. Sebaliknya, pada klausa relatif nonrestriktif, anē mewatasi konstituen induk sehingga pelesapan klausa relatif akan mengurangi kejelasan kalimat dan menjadi tidak gramatikal. Ditemukan pula bahwa klausa relatif bahasa Bali termasuk tipe post nominal, yaitu berada setelah nomina inti. Kedua penelitian mengenai klausa relatif yang telah dilakukan oleh Partami (2001 dan 2006) tersebut sangat relevan dengan penelitian ini dan tentu dapat dijadikan acuan. Namun, seperti bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, bahasa Buna dan bahasa Bali yang dijadikan objek penelitian juga memiliki perelatif, yaitu na ‘yang’ untuk bahasa Buna dan anē ‘yang’ untuk bahasa Bali. Jadi, penelitian mengenai KRBJ akan berbeda dan menarik, terutama karena tidak adanya perelatif seperti banyak bahasa lainnya. Purnawati (2009) melakukan penelitian dengan judul “Topik dan Fokus dalam Bahasa Jepang”. Penelitian ini menggunakan teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi gramatikal yang terdapat dalam bahasa Jepang terdiri atas fungsi subjek, objek, oblik, posesor, komplemen, dan ajung. Pemarkahan untuk setiap fungsi gramatikal sangat bergantung pada verba dan konstituen-konstituen yang dimarkahi. Sebuah pemarkah tidak selalu memarkahi fungsi gramatikal yang sama. Interaksi antara fungsi gramatikal dan topik menghasilkan subjek topik, objek topik, oblik topik, posesor topik, dan ajung topik.
14
Fungsi gramatikal yang berfungsi sebagai topik tidak selalu terletak di awal kalimat. Pemarkahan fungsi gramatikal oleh akusatif wo dan nominatif ga akan berubah menjadi satu pemarkah, yaitu topik wa apabila fungsi gramatikal yang bersangkutan juga berfungsi sebagai topik. Penelitian ini dapat dijadikan acuan selain karena samasama menggunakan teori TLF sebagai landasan teori, penelitian ini membahas pemarkah subjek dan topik dalam bahasa Jepang yang juga berperan dalam klausa relatif. Satyawati (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Valensi dan Relasi Sintaksis Bahasa Bima” juga membahas perelatifan bahasa Bima. Pada penelitian ini dinyatakan bahwa dalam bahasa Bima yang bisa direlatifkan hanya argumen yang berfungsi sebagai subjek gramatikal. Argumen yang bisa direlatifkan adalah argumen yang berada preverbal. Dalam konstruksi yang agennya ditandai dengan pemarkah OBL ḇa, argumen pasien dapat direlatifkan, sedangkan agen dapat direlatifkan pada konstruksi yang tidak ditandai dengan ḇa. Meskipun objek penelitian ini berbeda dan klausa relatif tidak dibahas secara mendalam, penelitian Satyawati ini tetap bisa dijadikan tolok ukur dalam menentukan klausa relatif.
2.2 Konsep Ada empat buah konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu konsep mengenai klausa, klausa relatif, perelatif dan pronomina relatif, dan nomina inti.
15
2.2.1 Klausa Verhaar (1996 : 162) menyatakan bahwa klausa adalah kalimat yang terdiri atas hanya satu verba atau frasa verbal, disertai satu konstituen atau lebih yang secara sintaksis berhubungan dengan verba tersebut. Kroeger (2005: 32) menyatakan klausa sebagai unit gramatikal terkecil yang dapat menunjukkan proposisi yang lengkap.
2.2.2 Klausa Relatif Lapoliwa (1990: 47) dalam tulisannya membahas klausa pewatasan dalam bahasa Indonesia. Jika dilihat dari contohnya, klausa pewatasan merupakan nama lain dari klausa relatif. Klausa pewatasan adalah klausa subordinatif yang kehadirannya berfungsi mewatasi atau mempertegas makna kata atau frasa yang diikutinya. Givon (1990: 645) menyatakan bahwa klausa relatif adalah klausa subordinatif yang disematkan sebagai pemodifikasi nomina di dalam frasa nominal. Klausa relatif digunakan ketika pembicara menganggap bahwa identitas referen dapat diakses oleh pendengar, tetapi tidak diakses dengan mudah.
2.2.3 Nomina Inti (Head) Lapoliwa (1990: 49) menyatakan nomina inti (head) adalah nomina atau frasa nominal yang diwatasi oleh klausa relatif. Sementara itu, Verhaar (1996: 328) menyatakan bahwa nomina inti dengan klausa relatif sebagai atribut adalah anteseden dari klausa relatif.
16
2.2.4 Perelatif dan Pronomina Relatif Ada perbedaan antara perelatif (relativizer) dan pronomina relatif. Kroeger (2004: 178) menjelaskan bahwa pronomina relatif adalah salah satu tipe pronomina khusus, sedangkan perelatif (relativizer) tidak. Pronomina relatif bergantung pada beberapa fitur berkaitan dengan nomina inti, seperti gender, jumlah , dan yang lainnya.
2.3 Landasan Teori Penelitian ini menggunakan teori Lexical Functional Grammar (LFG) atau teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF). LFG atau TLF adalah teori yang muncul berdasarkan penolakan terhadap beberapa asumsi dalam sintaksis transformasional. Namun, tetap merupakan bagian dari tata bahasa generatif, tepatnya TLF adalah pendekatan alternatif untuk teori transformasional. TLF berkembang pada akhir tahun 1970-an dan dikembangkan oleh Kaplan dan Bresnan. Menurut teori ini, leksikon memiliki peran utama, sedangkan kata fungsional dalam teori ini mengacu pada fungsi gramatikal, seperti subjek dan objek (Falk, 2001: 2--7). Dalrymple (2001) menyatakan bahwa teori TLF adalah teori linguistik nontransformasional yang menganggap bahwa bahasa paling tepat dipaparkan dengan struktur sejajar yang menggambarkan segi berbeda dari organisasi dan informasi linguistik. Teori TLF memiliki dua dimensi penting yang membedakannya dengan teori lain. Pertama, teori ini menyangkut leksikal dan bukan transformasional, yaitu berpusat pada hubungan antara diathesis verbal yang berbeda dalam leksikon
17
dibandingkan dengan makna dari transformasi sintaktik. Kedua, teori TLF itu fungsional dan bukan konfigurasional. Fungsi gramatikal, seperti subjek dan objek tidak didefinisikan dalam hal konfigurasi struktur frasa atau hubungan struktur argumen. Bresnan (1982) menyatakan bahwa teori TLF memberikan dua level deskripsi sintaktik untuk setiap kalimat dalam sebuah bahasa, yaitu struktur konstituen (c-structure/c-str) dan struktur fungsional (fungtional structure/f-str). Struktur konstituen sudah dikenal sejak teori transformasional. Seperti halnya dengan banyak teori generatif lainnya, teori mengenai struktur konstituen dalam teori TLF juga dikenal dengan teori X-bar (teori X’) (Falk, 2001: 34). Sementara itu, struktur fungsional yang menyangkut fungsi gramatikal pertama muncul pada teori generatif, yaitu Relational Grammar (RG) (Falk, 2001: 57). Selain teori TLF, penelitian ini juga menggunakan teori lain, yaitu teori tipologi yang dikemukakan oleh Comrie.
2.3.1 Teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF) 2.3.1.1 Fungsi Gramatikal Menurut teori TLF, fungsi gramatikal adalah elemen representasi sintaktik. Pada level ini, representasi tidak berupa struktur pohon, tetapi berupa fitur dan elemen yang memiliki fungsi spesifik. Representasi itulah yang disebut dengan struktur fungsional (f-structure) (Falk, 2001: 10--11). Dalrymple (2001) menyatakan bahwa fungsi gramatikal yang dikemukakan oleh teori TLF adalah sebagai berikut. SUBJect, OBJect, OBJø, COMP, XCOMP, OBLiqueø, ADJunct, XADJunct
18
Label OBJø dan OBLiqueø menggambarkan hubungan yang ditunjukkan oleh peran semantik yang dengan tanda ø menunjukkan peran semantik yang dihubungkan oleh argumen. Misalnya, OBJTHEME adalah anggota dari kelompok yang secara tematik dibatasi oleh OBJø. Fungsi gramatikal dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara. Fungsi gramatikal yang dapat dikuasai, seperti SUBJ, OBJ, OBJø, COMP, XCOMP, dan OBLø dapat disubkategorikan oleh predikat, sedangkan ADJ dan XADJ tidak dapat disubkategorikan. Fungsi-fungsi gramatikal tersebut dikelompokkan lagi berdasarkan beberapa hal, antara lain sebagai berikut. a. Governable Grammtical Function and Modifier SUBJ OBJ XCOMP COMP OBJø OBLø
ADJ
Governable Grammtical Function
XADJ
Modifier
b. Term and Non-term SUBJ
OBJ OBJø
OBLø
TERM
XCOMP
COMP
NON-TERM
c. Semantically Restricted and Unrestricted Function SUBJ
OBJ
SEMANTICALLY UNRESTRICTED
OBJø
OBLø
SEMANTICALLY RESTRICTED
2.3.1.2 Struktur Konstituen/ c-structure Falk (2001: 33--35) menyatakan bahwa struktur konstituen adalah organisasi kata-kata yang membentuk kalimat menjadi unit yang lebih besar, di mana setiap unit
19
(konstituen) ini memiliki kategori. Falk juga menjelaskan bahwa struktur konstituen adalah sekelompok kata yang membentuk konstituen atau yang dikenal dengan frasa. Frasa dapat diidentifikasi dari kemampuannya untuk berada di posisi yang berbedabeda dalam kalimat. Inti frasa adalah kategori N, V, A, dan P yang disebut dengan NP, VP, AP, dan PP (kategori leksikal). Selain kategori leksikal, ada pula kategori fungsional. Contoh kategori fungsional, yaitu D(eterminer) yang merupakan inti dari DP dan NP dalam DP adalah komplemen. Kategori fungsional lainnya, yaitu Infl (I) yang dalam terminologi tradisional disebut dengan pelengkap (auxiliaries). Seperti halnya determiner dalam frasa nominal, infl (IP) juga berperilaku seperti inti dengan VP di posisi komplemen (Falk, 2001: 38--39). Kroeger (2004: 12) menyatakan bahwa struktur konstituen sebuah kalimat terdiri atas informasi tentang batasan-batasan argumen, urutan linear, dan kategori sintaktik. Ketika diagram pohon digunakan untuk menggambarkan struktur konstituen dari unit gramatikal, kategori sintaktik yang digunakan adalah N (nomina), A (adjektiva), V (verba), P (preposisi), Det (determiner), Adv (Adverbia), dan Conj (konjungsi), sedangkan frasa, label yang digunakan adalah NP, AP, VP, PP dan S (sentence/clause). Selain kategori leksikal, terdapat pula kategori fungsional. Kategori fungsional yang dimaksud berbeda dengan struktur fungsional. TLF mengemukakan kategori fungsional C (diproyeksikan sebagai CP), I (diproyeksikan sebagai IP), dan D (diproyeksikan sebagai DP). Kategori fungsional I adalah posisi yang diisi oleh verba main finite dan auxiliary verb (Dalrymple, 2001: 53). Diagram di bawah ini adalah contoh kategori I dalam bahasa Inggris.
20
David is yawning IP, NP
I’
N
I
VP
David
is
yawning
Dalam bahasa Inggris kategori fungsional C diisi oleh complementizer, yaitu that dan D diisi oleh determiner. Diagram di bawah ini menggambarkan posisi keduanya. David knows that Chris yawned
The boy
IP
DP
NP
I’
N
VP
David
V’ V
D’ CP
knows
D
NP
the
N’
C’ C
that
IP NP
I’
N
VP
Chris V
N boy
yawned Pada banyak bahasa IP berkorespondensi dengan kalimat (S), sedangkan CP berkorespondensi dengan yang disebut S’, kalimat dengan complementizer atau frasa pengganti di posisi awal kalimat (Dalrymple, 2001: 60).
21
2.3.1.3 Struktur Fungsional/ f-structure Struktur fungsional adalah organisasi sintaktik fungsional yang abstrak dari kalimat, dikenal dari deskripsi tata bahasa tradisional. Struktur fungsional merepresentasikan struktur argumen-predikat dan hubungan fungsional subjek dan objek (Dalrymple, 2001: 7). Falk (2001: 11) menyatakan bahwa struktur fungsional adalah gambaran fungsi gramatikal. Konsep yang penting di balik struktur fungsional adalah fungsi gramatikal. Fungsi gramatikal (fungsi argumen) tersebut, antara lain, SUBJ (subjek), OBJ (objek), OBJ2 (objek kedua), dan OBL (oblique). Fungsi tambahannya antara lain POSS (possessor) yang digunakan untuk argumen tertentu dari nomina, COMP (complement). Ada pula fungsi nonargumen, seperti ADJ (adjunct), FOKUS dan TOPIC (Falk, 2001: 57--58). Contoh struktur fungsional sederhana untuk ‘David’ dikemukakan oleh Dalrymple (2001: 31) sebagai berikut.
PRED NUM
‘DAVID’ SG
Untuk kalimat David yawned, struktur fungsionalnya adalah sebagai berikut.
g
PRED ‘YAWN <SUBJ>’ TENSE PAST PRED ‘DAVID’ SUBJ f NUM SG
22
Pada struktur fungsional di atas SUBJ adalah struktur fungsional untuk subjek kalimat (subjek struktur fungsional) yang diberi label f dan untuk struktur fungsional kalimat diberi label g. Fitur PRED dalam struktur fungsional adalah fitur yang sangat penting. PRED tidak hanya mengacu pada predikat (verba). Fitur PRED menggambarkan
sesuatu
yang
bermakna
dan
nilainya
ditunjukkan
secara
konvensional sebagai sebuah kata (Falk, 2001: 13). Fitur PRED dalam struktur fungsional untuk kalimat the dinosaur doesn’t think that the hamster will give a book to the mouse dapat dilihat sebagai berikut.
SUBJ
DEF + PRED ‘dinosaur’
TENSE NEG PRED
PRES + ‘think <SUBJ, COMP>’
COMP
SUBJ
DEF + PRED ‘hamster’
TENSE PRED
FUTURE ‘give <SUBJ, OBJ, OBLgoal OBJ>’
OBJ
DEF PRED ‘book’
OBLgoal
OBJ
DEF + PRED ‘mouse’
23
2.3.1.4 Struktur Argumen Berkaitan dengan label untuk penyebutan peran semantis dalam sebuah kalimat, Kroeger (2004: 9) menyebutkan bahwa tidak ada satu kelompok penyebutan yang disetujui oleh semua linguis. Penyebutan peran semantis dalam penelitian ini akan mengikuti penyebutan yang diajukan oleh Kroeger, yaitu sebagai berikut. a. AGENT : penyebab atau pemrakarsa sebuah kejadian b. RECIPIENT : animate yang memeroleh sesuatu. c. EXPERIENCER : animate yang merasakan sebuah rangsangan atau menunjuk pada proses mental dan emosi. d. BENEFICIARY: animate yang memeroleh keuntungan dari tindakan yang dilakukan. e. INSTRUMENT : benda yang digunakan oleh agen untuk melakukan sebuah tindakan. f. THEME : sesuatu yang mengalami perubahan lokasi atau milik atau sesuatu yang lokasinya ditetapkan. g. PATIENT : sesuatu yang dikenai verba. h. STIMULUS : objek persepsi, kognisi atau emosi, sesuatu yang dilihat, didengar, diketahui, diingat, dicintai, dan lain-lain. i. LOCATION : tempat sebuah kejadian. j. ACCOMPANIMENT : sesuatu yang menemani atau yang dihubungkan dengan tindakan. Informasi semantik lain, seperti waktu, tujuan, dan lainnya tidak termasuk dalam peran argumen karena elemen-elemen tersebut hampir selalu diekspresikan sebagai ADJUNCTS dibandingkan dengan argumen.
24
2.3.1.5 Klausa Relatif Kroeger (2004 : 165) menyatakan bahwa konstruksi klausa relatif adalah frasa nominal yang berisikan pemodifikasi klausa. Contohnya dalam bahasa Inggris sebuah frasa nominal terdiri atas determiner (the), nomina inti (woman), dan klausa yang memodifikasi (I love), ditandai dengan relativizer atau perelatif (that). [ The woman [that I love]]NP is moving to Argentina. Kroeger menyatakan bahwa properti yang menarik dalam konstruksi klausa relatif adalah nomina inti mengacu pada dua hubungan gramatikal pada waktu yang bersamaan. Contohnya woman adalah subjek dari predikat moving, tetapi juga diinterpretasikan menjadi objek dari love di klausa yang memodifikasi. Hubungan gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa yang memodifikasi mengarah pada relativized function. Teori mengenai klausa relatif dalam TLF yang dikemukakan oleh Kroeger tersebut belum cukup dijadikan landasan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini. TLF kurang memaparkan secara terperinci mengenai klausa relatif sehingga diperlukan pemaparan lain mengenai klausa relatif. Dixon (2010: 314) memaparkan mengenai konstruksi klausa relatif ke dalam beberapa poin, antara lain sebagai berikut. a. Konstruksi terdiri atas dua klausa, yaitu klausa utama dan klausa relatif. Konstruksi tersebut membentuk satu kalimat yang terdiri atas satu unit intonasi. b. Kedua klausa harus berbagi argumen yang dapat disebut sebagai argumen bersama. Jadi, argumen klausa utama juga merupakan argumen dalam klausa relatif.
25
c. Fungsi klausa relatif adalah sebagai pemodifikasi sintaktik argumen bersama di klausa utama. Pada level semantik akan disediakan informasi tentang argumen bersama. Ketika fokus pada referen dalam argumen bersama maka merupakan klausa restriktif, sedangkan jika menambahkan informasi tentang argumen yang sebenarnya sudah jelas, maka termasuk klausa relatif nonrestriktif. d. Klausa relatif harus memiliki struktur dasar klausa, yaitu meliputi predikat dan argumen inti yang diperlukan oleh predikat tersebut. Dixon (2010: 318) menyebutkan bahwa menyangkut argumen bersama, ada sejumlah kemungkinan untuk inti dari frasa nominal, antara lain : a. nomina secara umum; b. nomina khusus, seperti nama orang atau tempat; c. demonstratif; d. generic term, seperti one dalam bahasa Inggris; e. pronominal. Pada setiap bahasa perlu diperhatikan tipe inti yang menjadi argumen bersama dalam konstruksi klausa relatif. Bahasa yang hanya memiliki tipe klausa relatif restriktif tidak bisa memiliki nomina khusus atau pronomina tunggal sebagai argumen bersama (Dixon, 2010: 319). Terkait dengan fungsi sintaktik argumen bersama dalam konstruksi klausa relatif, Dixon (2010: 320—321) menyatakan bahwa kadang-kadang argumen bersama memiliki fungsi di tiap-tiap klausa, tetapi di banyak bahasa terbatas satu atau kedua klausa. Berdasarkan hierarki aksesibilitas yang dikemukakan oleh Keenan dan
26
Comrie, Dixon menuliskan beberapa fungsi argumen bersama yang mungkin, baik dalam klausa relatif maupun klausa utama, di beberapa bahasa dalam bentuk tabel di bawah ini.
Fungsi yang mungkin dimiliki oleh argumen bersama Pada Klausa Utama Fungsi periferal dan inti Fungsi periferal dan inti Fungsi periferal dan inti Fungsi lokatif, datif, instrumental Lokatif, instrumental, S, O S,O
Pada Klausa Relatif
Contoh Bahasa
Fungsi peripheral dan inti S, A, O
Fujian Jarawara
S, O
Ilocano
S, O
Dyrbal
S, O
Warekena
S, O
Yidin
2.3.2.1 Penanda Klausa Relatif Ada beberapa cara untuk menandai
klausa relatif.
Setiap
bahasa
mengombinasikan beberapa dari cara tersebut. a. Dengan intonasi luar melewati konstruksi klausa relatif. b. Dengan posisi klausa relatif di dalam klausa utama. c. Dengan prosodi, seperti tekanan, nada. d. Dengan infleksi pada verba klausa relatif. e. Dengan penanda klausa relatif, secara umum berupa klitik atau kata gramatikal pendek. f. Dengan pronomina relatif.
27
2.3.2 Teori Tipologi Comrie (1981: 131—139) menyatakan terdapat dua jenis tipe klausa relatif, yaitu klausa relatif restriktif (klausa yang sifatnya membatasi) dan klausa relatif nonrestriktif (klausa relatif yang sifatnya tidak membatasi). Contoh klausa relatif restriktif dalam bahasa Inggris, yaitu that I saw yesterday dalam kalimat the man that I saw yesterday left this morning. Klausa tersebut membatasi referen yang potensial untuk kata the man. Pembicara menganggap bahwa kalimat the man left this morning tidak memberikan informasi yang cukup kepada pendengar untuk mengidentifikasi the man (pendengar mungkin saja harus bertanya which man?). Jadi, keterangan tambahan that I saw yesterday ditambahkan untuk menunjukkan secara khusus pria mana yang sedang dibicarakan dalam kalimat. Klausa relatif nonrestriktif, misalnya pada contoh the man, who had arrived yesterday, left this morning atau Fred, who had arrived yesterday, left this morning. Kalimat ini menunjukkan pembicara menganggap bahwa pendengar dapat mengidentifikasi pria mana yang sedang dibicarakan, sedangkan pada contoh kedua pendengar sudah paham bahwa Fred yang dibicarakan dalam kalimat sehingga klausa relatif dalam kalimat tersebut memberikan sedikit informasi tentang sesuatu yang sudah teridentifikasi dan tidak untuk mengidentifikasi sesuatu yang sudah dibicarakan. Comrie juga menyatakan jika dilihat dari urutan katanya, ada dua tipe klausa relatif, yaitu tipe postnominal dan tipe prenominal. Tipe postnominal, klausa relatif mengikuti intinya (seperti dalam bahasa Inggris), sedangkan tipe prenominal, klausa
28
relatif mendahului inti. Namun, ada juga tipe ketiga, yaitu tipe internal-head, inti muncul atau terjadi di dalam klausa relatif dan nomina inti diekspresikan di dalam klausa relatif. Nomina inti dari klausa relatif sebenarnya memainkan peranan di dua klausa yang berbeda dalam sebuah konstruksi klausa relatif. Di satu sisi memainkan peranan di klausa utama dan di sisi lain memainkan peranan di klausa yang membatasi (restricting clause) dalam pengertian klausa relatif yang merupakan klausa subordinatif. Secara lintas bahasa nomina inti terlihat dalam bentuk yang dimodifikasi atau diturunkan, bahkan lebih tepatnya dilesapkan di salah satu klausa. Selanjutnya Comrie menyatakan bahwa secara variasi tipologi, melihat bagaimana peranan nomina inti dalam kalimat yang dilekati secara lintas bahasa adalah salah satu parameter penting. Ada empat tipe dalam parameter yang penting untuk dilihat, yaitu non-reduction, pronoun-retention, relative-pronoun, dan gap. Tipe non-reduction berarti nomina inti muncul seutuhnya, tidak diturunkan, dalam posisi yang normal dan atau dengan pemarkah kasus yang biasa untuk frasa nominal untuk mengekspresikan fungsi khususnya di dalam klausa. Pada tipe pronounretention nomina inti tersisa dalam embedded sentence (kalimat yang disematkan) dalam bentuk pronomina. Tipe ini ditemukan pada bahasa Inggris nonstandar, contohnya dari kalimat I know where the road leads dibentuk sebuah klausa relatif this is the road that I know where it leads. Pronomina it menunjukkan posisi yang direlativisasi. Tipe selanjutnya, yaitu relative-pronoun banyak ditemukan dalam bahasa negara-negara Eropa meskipun secara khusus bukan tipe lintas bahasa yang ada di
29
dunia. Terdapat pronomina dalam klausa relatif yang menunjukkan nomina inti. Posisinya yang semula di posisi biasa dipindahkan ke posisi awal. Untuk menunjukkan peranan nomina inti dalam klausa relatif, harus dipahami bahwa hal tersebut tidak dapat dilakukan dengan urutan (pronomina pasti di posisi awal) dan penting untuk menandai pronomina atau setidaknya memiliki tingkat yang sama seperti frasa nominal dalam klausa utama untuk menunjukkan peranannya. Dalam bahasa Inggris dibedakan antara nominatif who dan akusatif whom untuk memeroleh tipe pronomina dalam klausa relatif. Berkaitan dengan aksesibilitas, Comrie mengemukakan hierarki subjek > objek langsung > objek tak langsung > oblik > posesor. Artinya, aksesbilitas untuk formasi klausa relatif, secara intuitif, lebih mudah untuk merelatifkan subjek daripada merelatifkan posisi lain dan lebih mudah merelatifkan objek langsung daripada posesor.
2.4 Model Penelitian Model penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut. Tanda menyatakan hubungan langsung. Berdasarkan model penelitian berikut, dapat dijelaskan bahwa penelitian mengenai KRBJ menggunakan dua buah teori, yaitu TLF untuk menganalisis struktur konstituen, struktur argumen, dan struktur fungsional KRBJ, sedangkan teori berikutnya, yaitu teori tipologi yang dikemukakan oleh Comrie. Teori ini digunakan untuk menganalisis tipe KRBJ, peranan inti, dan aksesibilitas. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan teori tambahan mengenai klausa relatif
30
yang dikemukakan oleh Dixon. Data dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif sehingga kemudian diperoleh hasil sebagai jawaban dari rumusan masalah.
Metode Kualitatif
Data
Teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional
Metodologi
Teori Tipologi & Teori oleh Dixon
1. Struktur Konstituen
1. Tipe KRBJ
2. Struktur Argumen
2. Peranan Nomina inti
3. Struktur Fungsional
3. Aksesibilitas 4. Relasi Gramatikal
Hasil
31
BAB III METODE PENELITIAN
Secara umum penelitian mengenai klausa relatif dalam bahasa Jepang termasuk penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif. Kajian kualitatif pada dasarnya dilakukan untuk menemukan pengetahuan baru atau merumuskan teori baru berdasarkan data yang dikumpulkan. Kajian dimulai dengan merumuskan masalah, merumuskan fokus kajian, dilanjutkan dengan pengumpulan data oleh peneliti sendiri sebagai instrumennya (Chaer, 2007: 11). Metode kualitatif juga didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2010: 4). Berikut akan dipaparkan mengenai sumber data, instrumen penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis serta metode dan teknik penyajian hasil analisis.
3.1 Sumber data Jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis. Setelah mengadakan pengamatan awal terlihat bahwa penggunaan klausa relatif dalam bahasa lisan bisa dikatakan sama dengan klausa relatif yang muncul dalam bahasa tertulis. Dengan pertimbangan untuk mengefektifkan waktu penelitian, data tertulis dijadikan sebagai data utama. Selain itu, data tertulis digunakan untuk mempermudah proses pengumpulan data. Ada dua buah sumber data tertulis yang 31
32
digunakan dalam penelitian ini, yaitu dua buah novel berjudul Purezento dan Mata Aitakute. Novel berjudul Purezento adalah novel setebal 273 halaman yang mengangkat tema tujuan hidup. Novel ini diterbitkan tahun 2008 dan dikarang oleh Hoshino Natsu. Novel berikutnya, yaitu Mata Aitakute terdiri atas 250 halaman yang mengangkat tema persahabatan. Novel ini diterbitkan pada tahun 2006 dan dikarang oleh Shinka. Kedua novel tersebut ditujukan khususnya untuk anak muda sehingga menggunakan tata bahasa bahasa Jepang yang sederhana. Data tambahan yang berupa data lisan juga digunakan sebagai pembanding. Data tambahan diperoleh melalui beberapa narasumber yang merupakan penutur asli bahasa Jepang. Narasumber tersebut adalah siswa di sebuah tempat kursus yang mengajarkan bahasa Indonesia kepada orang asing. Jadi, mereka adalah penutur asli bahasa Jepang yang tidak menetap di Bali. Data diperoleh melalui pengamatan selama proses pembelajaran di kelas. Data tersebut khususnya dari siswa yang sudah mempelajari bahasa Indonesia cukup lama, termasuk mempelajari penggunaan perelatif ‘yang’. Sebelum mengucapkan kalimat bahasa Indonesia biasanya siswa akan mengawalinya dengan kalimat bahasa Jepang. Dari situlah data lisan KRBJ diperoleh.
3.2 Instrumen Penelitian Pada penelitian kualitatif, peneliti memiliki kedudukan khusus, yaitu sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data, serta pelapor hasil penelitiannya (Moleong, 2010: 168). Kedudukan peneliti tersebut menjadikan peneliti
33
sebagai key instrument atau instrumen kunci yang mengumpulkan data berdasarkan kriteria-kriteria yang dipahami. Selain itu, terdapat pula instrumen tambahan, berupa daftar kalimat dengan KRBJ untuk membandingkannya dengan data lisan sebagai data tambahan.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Secara umum metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode kepustakaan. Disebut metode kepustakaan karena data utama diperoleh tanpa terjun ke lapangan, tetapi melalui sumber tertulis berupa novel. Proses selanjutnya adalah melakukan pencatatan data. Data yang telah dicatat kemudian diseleksi berdasarkan kesesuaiannya dengan penelitian ini, kemudian data dikelompokkan. Pertama, kelompok data klausa relatif restriktif dan kedua, kelompok data klausa relatif nonrestriktif. Kelompok data yang termasuk klausa relatif restriktif kemudian dikelompokkan lagi, misalnya, klausa relatif restriktif yang nomina intinya menduduki fungsi subjek, klausa relatif restriktif yang nomina intinya menduduki fungsi objek, klausa relatif restriktif yang nomina intinya menduduki fungsi oblik dan klausa relatif restriktif yang nomina intinya menduduki fungsi posesor. Begitu juga dengan data klausa relatif nonrestriktif. Pengelompokkan ini bertujuan untuk mempermudah dalam penganalisisan data.
34
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data Metode yang digunakan untuk analisis data dalam penelitian ini adalah metode agih atau metode distribusional. Menurut Sudaryanto (1993 :31), metode agih memiliki teknik dasar, yaitu teknik bagi unsur langsung. Teknik ini digunakan untuk membagi suatu konstruksi menjadi beberapa bagian atau unsur. Bagian-bagian atau unsur-unsur tersebut dipandang sebagai bagian atau unsur yang langsung membentuk konstruksi yang dimaksud. Teknik ini digunakan untuk membagi antara unsur inti klausa utama dan klausa relatif. Contoh : Suzuki san wa [okaasan ga tsuku-tta] keeki o tabe-te imasu. Nama-sapaan-TOP ibu-NOM buat-KLam kue-AK makan-KKin. ‘Suzuki sedang makan kue yang ibunya buat’ (Minna no Nihongo-Bab 22) Dengan menggunakan teknik bagi unsur langsung kalimat di atas dapat dibagi menjadi dua bagian atau unsur, yaitu Suzuki san wa tabete imasu ‘Suzuki sedang makan’ dan klausa relatif okaasan ga tsukutta keeki ‘kue buatan ibunya’. Selain teknik dasar, penelitian ini juga menggunakan tiga teknik lanjutan dari metode agih, yaitu teknik lesap, teknik perluas, dan teknik balik. Teknik lesap digunakan untuk melesapkan klausa relatif sehingga terlihat unsur inti klausa utama. Teknik ini digunakan ketika membahas data yang memiliki struktur kompleks, misalnya data yang mengandung dua buah klausa relatif. Tujuannya untuk memperlihatkan unsur inti klausa utama sekaligus memperlihatkan nomina inti dari klausa relatif.
35
Teknik perluas digunakan untuk mengetes kegramatikalan sebuah kalimat setelah salah satu unsurnya direlatifkan. Hal tersebut nantinya akan menunjukkan unsur yang sebenarnya dapat direlatifkan. Berikutnya, teknik balik digunakan untuk memindahkan konstituen dalam kalimat, khususnya nomina inti ke posisi yang kosong dalam klausa relatif. Dengan menggunakan teknik ini akan terlihat kategori konstituen yang direlatifkan. Teknik ini digunakan ketika membahas strategi perelatifan. Contoh :
Suzuki san wa [okaasan ga__ tsuku-tta] keeki wo tabe-te imasu. Nama-sapaan-TOP ibu-NOM __ buat-KLam kue-AK makan-KKin. ‘Suzuki sedang makan kue yang ibunya buat’ (Minna no Nihongo-Bab 22) Nomina inti pada contoh di atas, yaitu keeki ‘kue’ sebenarnya adalah konstituen yang hilang pada klausa relatif. Jika keeki ‘kue’ dimasukkan ke posisi yang hilang tersebut, maka klausa relatif akan menjadi kalimat lengkap okaasan ga keeki wo tsukutta ‘ibu membuat kue’ dengan keeki ‘kue’ menempati posisi objek.
3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Terdapat dua macam metode penyajian hasil analisis data, yaitu metode formal dan informal. Penelitian ini menggunakan kedua metode tersebut. Metode formal adalah metode penyajian hasil analisis dengan menggunakan kaidah. Kaidah itu dapat berbentuk rumus, bagan, tabel, dan gambar. Sebaliknya, metode informal
36
adalah metode penyajian hasil analisis dengan menggunakan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993: 145). Metode formal dalam penelitian ini salah satu diantaranya digunakan untuk menggambarkan struktur konstituen KRBJ dengan menggunakan diagram pohon, sedangkan metode informal digunakan untuk memberikan deskripsi mengenai klausa relatif berdasarkan rumusan masalah.
37
BAB IV STRUKTUR KALIMAT DAN FUNGSI GRAMATIKAL DALAM BAHASA JEPANG
4.1 Pengantar Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa dari sedikit bahasa di dunia yang memiliki struktur dasar kalimat SOV dan disertai pemarkah untuk setiap konstituennya. Pemarkah tersebut dalam bahasa Jepang dikenal dengan joushi. Struktur dasar bahasa Jepang berpengaruh pula pada struktur-struktur dasar lainnya, baik struktur frasa maupun struktur klausa. Berikut dipaparkan mengenai struktur dasar frasa dan klausa dalam bahasa Jepang, pemarkah (joushi), serta fungsi gramatikal yang muncul dalam kalimat bahasa Jepang.
4.2 Struktur Frasa Seperti halnya bahasa lain di dunia, bahasa Jepang juga memiliki konstituen yang dibentuk dari kategori leksikal, yaitu nomina, verba, adjektiva, dan adposisi. Kategori leksikal tersebut dapat digabung dengan kategori leksikal lainnya dan kemudian membentuk unit yang lebih besar yang disebut dengan kategori frasal (Tsujimura, 1996: 162). Tsujimura juga menjelaskan tentang kata majemuk dalam bahasa Jepang untuk membedakannya dengan frasa. Pemajemukan dalam bahasa Jepang bisa dilakukan dengan menggabungkan satu kategori dengan kategori yang sama atau dengan kategori yang berbeda. Contohnya, adjektiva chikai ‘dekat’ dengan 37
38
nomina michi ‘jalan’ membentuk sebuah kata baru chika-michi ‘jalan pintas’. Contoh lain nomina hara ‘perut’ digabung dengan adjektiva itai ‘sakit’ membentuk sebuah kata hara-ita ‘sakit perut’. Dari contoh tersebut bisa dilihat bahwa kata majemuk membentuk satu makna baru dari dua buah kata dan dalam prosesnya sering terjadi pelesapan atau perubahan bunyi pada salah satu kata. Hal tersebut yang membedakan kata majemuk dengan frasa dalam bahasa Jepang. Frasa nominal dalam bahasa Jepang menempatkan nomina sesudah kategori lainnya, yaitu adjektiva. Contoh beserta diagram pohon untuk NP dalam bahasa Jepang dapat dilihat berikut ini. (a) Frasa nominal (NP) : takai kaban ‘tas mahal’ A
N
NP A
N
takai
kaban Jika kategori leksikal A pada NP (a) dimodifikasi oleh kategori leksikal
adverbia, misalnya totemo ‘sangat’ maka akan membentuk frasa baru, yaitu AP (frasa adjektival) totemo takai ‘sangat mahal’. Struktur AP dalam bahasa Jepang menempatkan adjektiva setelah adverbia. Diagram pohonnya dapat dilihat sebagai berikut. (b) Frasa adjektival (AP) : totemo takai kaban ‘tas (yang) sangat mahal’ Adv
A
N
39
NP
AP
ADV
N
A
totemo
kaban
takai Selain NP dan AP, dalam bahasa Jepang juga ada frasa postposisi (PP) yang
menempatkan postposisi setelah nomina. Contohnya dapat dilihat di bawah ini. (c) Frasa postposisi (PP) : depaato de ‘di department store’ N
P
PP NP
P
N
de
depaato Frasa berikutnya dalam bahasa Jepang, yaitu frasa verbal (VP). Karena struktur dasar bahasa Jepang SOV, tentu VP menempatkan verba di posisi akhir frasa. Contohnya sebagai berikut. (d) Frasa verbal (VP) : takai kaban wo kau ‘membeli tas mahal’ A
N
V
40
VP
NP
AP
A
V
N
kau
kaban wo
takai Tsujimura (1996: 173) memberikan aturan urutan frasa sebagai berikut. a. S’
→ S COMP
b. S
→ NP VP
c. NP → (S) (NP) (AP) N d. VP → (PP) (NP) (PP) (NP) (S’)V d. PP → NP P Dengan menggabungkan contoh NP, AP, PP, dan VP di atas kemudian menambahkan NP lain sebagai subjek, misalnya watashi ga ‘saya’, akan tersusun kalimat watashi ga depaato de totemo takai kaban wo kau ‘saya (akan) membeli tas (yang) sangat mahal di department store’. Jika digambarkan dalam diagram pohon dengan melihat aturan urutan frasa yang dikemukakan oleh Tsujimura, maka diagram pohon untuk kalimat tersebut sebagai berikut.
41
S NP
VP
N
Watashi ga
PP
NP
NP
P
AP
N
de
Adv A
depaato
totemo
V
N
kau
kaban wo
takai
4.3 Pemarkah dalam Bahasa Jepang (Joushi) Bahasa Jepang yang termasuk bahasa aglutinatif memiliki cukup banyak pemarkah untuk konstituen dalam kalimat. Pemarkah tersebut ada yang berfungsi hanya untuk memarkahi konstituen dalam kalimat tanpa memiliki arti, ada pula pemarkah yang memiliki arti. Tsujimura (1996: 165) menyatakan bahwa pemarkah yang hanya berfungsi untuk menunjukkan fungsi gramatikal yang diikutinya disebut dengan pemarkah kasus. Sementara itu, pemarkah yang memiliki makna spesifik disebut dengan posposisi. Tsujimura menyebutkan bahwa yang termasuk pemarkah kasus, antara lain nominatif ga, akusatif wo, datif ni, genetif no, dan tambahannya adalah pemarkah topik wa. Ga dianggap sebagai pemarkah kasus nominatif karena fungsi utamanya adalah memarkahi nomina sebagai subjek. Berbeda dengan
42
Tsujimura, Koizumi (1993: 182) membagi pemarkah dalam bahasa Jepang menjadi dua, yaitu kakujoushi dan fukujoushi. Sugimoto dan Iwabuchi (1990: 89) menyebut kakujoushi sebagai pemarkah kasus. Kakujoushi adalah pemarkah kasus yang menunjukkan peranan nomina ketika nomina tersebut dikontrol oleh verba. Pemarkah yang termasuk dalam kakujoushi, antara lain ga, wo/o, ni, kara, to, de, e, made, dan yori. Fukujoushi adalah pemarkah yang fungsinya menambahkan arti yang ada pada kakujoushi.
4.3.1 Kakujoushi (Pemarkah Kasus) Pemarkah dalam bahasa Jepang bisa memiliki fungsi atau arti yang berbeda di kalimat yang berbeda. Begitu pula dengan kakujoushi (pemarkah kasus). Berikut contoh penggunaan tiap-tiap kakujoushi dalam bahasa Jepang. A. Pemarkah kasus nominatif ga. Contohnya bisa dilihat di bawah ini. (1) a. Kodomo ga wara-tta anak-NOM tertawa-KLam ‘Anak (itu) tertawa’ b. Mawari ga shizuka da sekitar-NOM sepi KOP-KKin ‘Lingkungan sekitar sepi’ c. Akiko wa niku ga suki da Nama-TOP daging-NOM suka KOP-KKin ‘Akiko suka daging’ Pemarkah ga pada contoh (1a) menunjuk pelaku, yaitu kodomo ‘anak’ untuk verba waratta ‘tertawa’. Pemarkah ga pada contoh (1b) menunjuk objek struktur wajah mawari ‘sekitar’ dengan predikatnya yang berupa adjektiva shizuka ‘sepi’ dan
43
pemarkah ga pada contoh (1c) menunjuk objek struktur ergatif. Akiko wa ‘Akiko (nama orang)’ dalam kalimat ini menunjukkan kondisi suki da ‘suka’.
B. Pemarkah kasus akusatif wo Pemarkah ini menunjukkan tujuan dari tindakan ataupun titik awal. Contoh penggunaan pemarkah wo, antara lain sebagai berikut. (2) a. Otto ga tsuma wo nagu-tta suami-NOM istri-AK pukul-KLam ‘Suami memukul istri’ b. Nihonjin wa shizen wo ai-suru orang Jepang-TOP alam-AK cinta-KKin ‘Orang Jepang mencintai alam’ c. Gyouretsu ga hashi wo wata-tta parade-NOM jembatan-AK seberang-KLam ‘Parade menyebrangi jembatan’ d. (watashi wa) asa hayaku ni ie wo de-ta saya-TOP pagi cepat-DAT rumah-AK keluar-KLam ‘Pagi-pagi keluar rumah’ Pemarkah wo untuk tsuma ‘istri’ pada contoh (2a) menunjukkan tujuan dari tindakan nagutta ‘memukul’ yang pelakunya adalah otto ‘suami’, sedangkan pada contoh (2b), pemarkah wo untuk shizen ‘alam’ menunjukkan objek emosi atau perasaan dari verba aisuru ‘mencintai’ yang subjeknya adalah Nihonjin ‘orang Jepang’. Selanjutnya pada contoh (2c) pemarkah wo menunjukkan rute dari kegiatan, yaitu watatta ‘menyeberangi’ dan pada contoh (2d) pemarkah wo menunjukkan titik awal. Pada contoh (2d) tidak ada subjek gramatikal, tetapi bukan berarti contoh
44
kalimat tersebut tidak memiliki pelaku. Subjek atau pelaku dalam contoh kalimat tersebut, yaitu watashi ‘saya’ yang dalam beberapa kalimat bisa dilesapkan.
C. Pemarkah kasus datif ni (3) a. Tokyo ni ani ga iru Tokyo-DAT kakak laki-laki-NOM ada-KKin ‘Kakak laki-laki ada di Tokyo’ b. Gogo 2ji ni kaigi ga hajima-tta sore 2 jam-DAT rapat-NOM mulai-KLam ‘Pada jam 2 rapat mulai’ c. Kesa Tokyo ni tsu-ita tadi pagi Tokyo-DAT tiba-KLam ‘Tadi pagi tiba di Tokyo’ d. Akiko wa hanashi ni muchuu da-tta Nama-TOP cerita-DAT asyik KOP-Lam ‘Akiko keasyikan dengan cerita’ e. Haruko wa okaasan ni tegami wo da-shita Nama-TOP ibu-DAT surat-AK kirim-KLam ‘Haruko mengirim surat untuk ibunya’ f. Gogo kara kaze ni na-tta sore dari angin-DAT jadi-KLam ‘Angin (berembus) sejak sore’ g. Tsuma wa otto ni nagura-reta istri-TOP suami-DAT pukul-PAS-KLam ‘Istri dipukul oleh suami’ Pemarkah datif ni memang pemarkah yang penggunaannya lebih banyak dibandingkan dengan pemarkah kasus (kakujoushi) lainnya dalam bahasa Jepang. Dari contoh di atas terlihat bahwa pemarkah ni digunakan dalam kalimat yang berbeda-beda dengan fungsi yang berbeda pula. Pada contoh (3a) pemarkah ni
45
menunjukkan posisi atau lokasi, pada contoh (3b) menunjukkan waktu, pada contoh (3c) dan (3d) menunjukkan sasaran atau target, pada contoh (3e) menunjukkan sasaran atau penerima, pada contoh (3f) menunjukkan sasaran yang kemudian menjadi hasil, dan pada contoh (3g) menunjukkan titik awal tindakan. Contoh (3g) adalah kalimat pasif sehingga pemarkah ni yang muncul diartikan oleh dalam bahasa Indonesia.
D. Pemarkah kasus ablatif kara (4) a. Fune wa Yokohama kara shuppatsu-shita kapal-TOP Yokohama dari berangkat-KLam ‘Kapal berangkat dari Yokohama’ b. Kashu wa Haruko kara hana wo mora-tta penyanyi-TOP Nama dari bunga-AK terima-KLam ‘Penyanyi menerima bunga dari Haruko’ c. Kaigi wa asa no 10 ji kara hajima-tta rapat-NOM pagi-GEN 10 jam dari mulai-KLam ‘Rapat mulai dari jam 10 pagi’ d. Yuujin wa byoki kara shippai-shita teman-TOP sakit karena gagal-KLam ‘Teman gagal karena sakit’ e. Wisukii wa komugi kara tsukura-reru whiskey-TOP gandum dari buat-PAS-KKin ‘Whiskey dibuat dari gandum’ Seperti halnya dengan pemarkah kasus lainnya, kara juga memarkahi konstituen berbeda dalam kalimat yang berbeda. Pada contoh (a) menyatakan titik awal, pada contoh (b) menyatakan sumber, pada contoh (c) menyatakan titik awal.
46
Selain itu, pemarkah kasus kara juga digunakan untuk mengungkapkan alasan seperti pada contoh (d) dan (e).
E. Pemarkah kasus instrumental de (5) a. Kouen ga koukaidou de okonawa-reta Kuliah-NOM auditorium LOK mengadakan-PAS-KLam ‘Kuliah diadakan di auditorium’ b. Hashi de gohan wo tabe-ru Sumpit dengan nasi-AK makan-KKin ‘Makan nasi dengan sumpit’ c. Kami de origami wo tsuku-tta Kertas dengan origami-AK buat-KLam ‘Membuat origami dengan kertas’ Pemarkah kasus lain, yaitu de juga memiliki beberapa fungsi dalam kalimat yang berbeda, antara lain menunjukkan lokasi seperti contoh (5a), menunjukkan alat seperti contoh (5b), dan menunjukkan bahan seperti contoh (5c). Dari contoh yang ada, diketahui bahwa pemarkah kasus kara pada contoh (4e) menyatakan bahan yang digunakan untuk membuat sesuatu, tetapi bahan tersebut sudah tidak terlihat lagi pada benda yang sudah jadi, sedangkan pemarkah kasus de menunjukkan bahan yang masih terlihat ketika sudah menjadi sesuatu. Pada contoh (5c) benda yang dimaksud adalah origami (seni melipat kertas di Jepang) dengan bahan kertas. Kertas itu masih dapat dilihat meskipun sudah dijadikan bermacam-macam bentuk.
47
F. Pemarkah kasus allatif e Pemarkah e hanya memiliki satu fungsi, yaitu menyatakan tujuan, seperti pada contoh di bawah ini. (6) a. Ashita Nara e i-ku Besok Nara ke pergi-KKin ‘besok pergi ke Nara’ b. Higashi e 30 kiro i-tta Barat ke 30 km pergi-KLam ‘pergi 30 km ke barat’ G. Pemarkah kasus komitatif to Pemarkah kasus komitatif to adalah pemarkah yang menunjukkan dengan (orang). Dapat dilihat pada contoh di bawah ini. (7) a. Kouen de koibito to a-tta taman di pacar dengan bertemu-KLam ‘Bertemu dengan pacar di taman’ b. Koibito to kouen wo aru-ita Pacar dengan taman-AK jalan-KLam ‘Berjalan di taman dengan pacar’ c. Haruko wa Akiko to onaji toshi da Nama-TOP Nama dengan sama umur KOP-KKin ‘Haruko seumuran dengan Akiko’ Pada contoh (7a) dan (7b), to menunjukkan pasangan, sedangkan pada contoh (7c) menunjukkan kesamaan.
H. Pemarkah kasus penunjuk batasan made (8) a. Shinkansen wa Hakata made nobi-ta Shinkansen-TOP Hakata sampai memanjang-KLam
48
‘Shinkansen memanjang sampai hakata’ b. Gogo no 5ji made ma-tte mi-ta sore-GEN 5 jam sampai tunggu coba-KLam ‘Coba menunggu sampai jam 5 sore’ Pemarkah kasus made digunakan menunjukkan batasan, baik itu batasan waktu maupun batasan tempat.
I. Pemarkah kasus komparatif dan waktu yori (9) a. Haruko wa Natsuko yori wakai Nama-TOP Nama daripada muda ‘Haruko lebih muda daripada Natsuko’ b. Shi gatsu tsuitachi yori sakura matsuri ga hajima-ru empat bulan tanggal satu pada sakura festival-NOM mulai-KKin ‘Festival sakura akan mulai tanggal satu bulan empat’ Pada contoh (9a) yori menunjukkan perbandingan, dalam hal ini antara Haruko dan Natsuko, sedangkan pada contoh (9b) menunjukkan waktu.
4.3.2 Fukujoushi Koizumi (1993: 185) menyatakan bahwa yang termasuk ke dalam kelompok fukujoshi adalah pemarkah wa. Pendapat Koizumi yang tidak memasukkan wa ke dalam kakujoshi memang lebih dapat diterima. Hal tersebut terjadi karena dalam banyak kasus wa digunakan bersamaan dengan pemarkah lainnya. Fungsinya hanya menekankan kata yang sudah dimarkahi oleh pemarkah lain (kakujoushi). Contohnya bisa dilihat berikut ini.
49
a. Nihon no wakai hahaoya no naka ni wa kodomo no you na hito mo imasu Jepang-GEN muda ibu-GEN dalam-DAT-TOP anak-GEN seperti orang juga adaKKin ‘Di antara ibu-ibu muda ada juga orang yang seperti anak-anak’ (Chuukyuu Kara Manabu: 19) b. [Onaji mokuhyou ga aru] hito tachi to wa sugu nakayoku na-reru yo ne Sama tujuan-NOM ada orang-orang dengan-TOP segera teman jadi-BPot-Kin ‘Segera ya bisa menjadi teman denga orang yang mempunyai tujuan sama’ (Hoshino: 63) Sebelum menuju ke penjelasan mengenai pemarkah wa, Koizumi memberikan contoh kalimat berikut. (10) a. Ima, ame ga fu-tte imasu sekarang hujan-NOM turun-KKin ‘Sekarang, hujan sedang turun’ b. Kinou, Haruko san ga tazune-te kimashita kemarin, Nama-NOM berkunjung-KLam ‘Kemarin Haruko datang berkunjung’ Pada contoh kalimat (10a) dan (10b) di atas, pemarkah yang digunakan adalah ga karena termasuk ke dalam kalimat fenomena atau peristiwa yang diamati secara objektif. Penggunaan ga juga dapat dilihat pada contoh kalimat di bawah ini. c. Natsuko san ga gakkou wo yasu-nda Nama-NOM sekolah-AK libur-KLam ‘Natsuko libur sekolah’ d. kono kuruma wo itsu kara tsuka-tte imasu ka? ini mobil-AK kapan dari pakai-KKin-IGF ‘Dari kapan memakai mobil ini?’ Pada contoh kalimat (10a) dan (10b), ga tidak dapat digantikan dengan wa. Sebaliknya, ga pada contoh (10c) dan wo pada contoh (10d) dapat digantikan dengan
50
wa. Pemarkah wa yang dapat menggantikan tersebut dikenal dengan wa topik dan nomina yang menggunakan wa sebagai pemarkah dianggap mengalami topikalisasi.
4.4 Penentuan Subjek Kalimat Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pemarkah kasus nominatif dalam bahasa Jepang adalah ga. Namun, munculnya ga setelah konstituen dalam kalimat tidak selalu bisa dijadikan patokan bahwa konstituen yang dalam hal ini berupa NP adalah subjek kalimat. Hal ini terjadi karena dalam bahasa Jepang bisa saja muncul dua pemarkah ga yang memarkahi dua NP dalam satu kalimat. Contohnya dapat dilihat sebagai berikut. (11) Ano hito ga eigo ga suki desu. itu orang-NOM bahasa Inggris-NOM suka-KOP-KKin ‘Orang itu suka bahasa Inggris’ Contoh kalimat di atas tidak bisa dinyatakan memiliki dua buah subjek hanya karena ada dua pemarkah kasus nominatif. Predikat kalimat tersebut adalah suki yang memang memerlukan pemarkah nominatif ga sama halnya dengan verba statif lainnya dalam bahasa Jepang. Namun, pembaca atau pembicara bisa saja langsung berpikir bahwa subjek kalimat tersebut adalah ano hito ‘orang itu’, bukan eigo ‘bahasa Inggris’ karena subjek untuk suki ‘suka’ harus animate. Tsujimura (1996: 228) memberikan beberapa cara untuk menentukan subjek kalimat dalam bahasa Jepang, antara lain dengan refleksifisasi dan honorifikasi subjek.
51
4.4.1 Refleksifisasi Dalam bahasa Jepang ada dua pronomina refleksif, yaitu jibun dan jibun jishin. Berbeda dengan bahasa Inggris yang memiliki pronomina refleksif untuk lakilaki dan perempuan (herself dan himself), pronomina refleksif dalam bahasa Jepang tidak mengaitkannya dengan hal tersebut. Tsujimura (1996: 230) menyatakan bahwa kapan pun ditemukan pronomina refleksif jibun dalam kalimat, antesedennya diidentifikasi sebagai subjek kalimat. Beberapa hal menyangkut pronomina refleksif dalam bahasa Jepang, antara lain, anteseden untuk jibun harus animate, jibun bisa muncul di posisi posesor dan anteseden untuk jibun terbatas pada subjek kalimat. (12) a. Taroo ga Hanako wo jibun no heya de koro-shita Nama-NOM Nama-AK REF-GEN kamar LOK bunuh-KLam ‘Taroo membunuh Hanako di kamarnya sendiri’ Subjek kalimat tersebut adalah Taroo sehingga anteseden dari jibun adalah Taroo. Tsujimura (1996: 231) juga menyebutkan bahwa jibun bisa mengalami yang disebut dengan refleksif jarak jauh (long-distance reflexive) dan ketika jibun yang muncul dalam klausa sematan menemukan antesedennya di klausa utama, orientasi subjek diperhatikan. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh di bawah ini. b. Taroo ga Hanako ni [Ziroo ga jibun wo hihan-shita] to i-tta Nama-NOM Nama-DAT [Nama-NOM REF-AK kritik] COM berkata-KLam ‘Taroo mengatakan kepada Hanako bahwa Ziroo mengkritik dirinya’ Pada contoh kalimat di atas, jibun dapat memiliki dua anteseden. Baik Taroo maupun Ziroo diidentifikasi sebagai subjek. Taroo adalah subjek dari klausa utama, sedangkan Ziroo adalah subjek klausa sematan. Oleh karena itu, jumlah anteseden
52
yang mungkin untuk pronomina refleksif sama dengan jumlah subjek yang ada dalam kalimat. Pada contoh di atas terdapat dua subjek, yaitu subjek klausa utama dan subjek klausa sematan. Contoh lain yang diberikan untuk melihat bagaimana refleksifisasi dapat menentukan subjek kalimat dapat dilihat berikut ini. c. Taroo ga Hanako ga jibun no guruupu de ichiban suki da Nama-NOM Nama-NOM REF-GEN grup LOK paling suka-KOP-KKin ‘Taroo paling suka Hanako di antara (anggota lain) di grupnya’ d. Taroo ni jibun no kimochi ga wakara-nai Nama-DAT REF-GEN perasaan-NOM mengerti-KKinNeg ‘Taroo tidak mengerti perasaanya sendiri’ Pada contoh (12c) ada dua frasa nominal yang dimarkahi oleh pemarkah kasus ga, yaitu Taroo dan Hanako. Namun, yang menjadi anteseden dari jibun adalah Taroo. Hal tersebut disebabkan oleh predikat contoh kalimat (c), yaitu suki ‘suka’. Predikat ini adalah salah satu predikat statif dalam bahasa Jepang yang memang mengharuskan pola ga (subjek) - ga (objek). Itu berarti bahwa Taroo adalah subjek kalimat sedangkan Hanako adalah objek. Sementara itu, pada contoh (12d) Taroo dimarkahi oleh pemarkah kasus datif ni dan kimochi ‘perasaan’ dimarkahi oleh pemarkah kasus ga. Pronomina refleksif jibun mengambil Taroo sebagai antesedenya karena anteseden untuk jibun harus animate. Jadi, tanpa memerhatikan tipe pemarkah yang melekat pada frasa nominal.
53
4.4.2 Honorifikasi Subjek Honorifikasi subjek berkaitan dengan bahasa Jepang yang memiliki tiga level ujaran, yaitu futsuu (biasa), teinei (sopan), dan keigo (halus). Sebuah ujaran dalam bahasa Jepang dapat diidentifikasi tingkat kehalusannya dari bentuk verba yang digunakan. Hal ini pula yang dijadikan acuan oleh Tsujimura (1996: 231) untuk menentukan subjek dalam kalimat bahasa Jepang. (13) a. Yamada sensei ga gakusei no hon wo o-yomi-ni na-tte iru Nama guru-NOM murid-GEN buku-AK baca-KKin-HOR ‘Guru Yamada membaca buku murid’ Ketika membaca kalimat di atas, pembaca bisa dengan mudah mengenali yang mana subjek kalimat, terlebih adanya pemarkah kasus ga. Namun, mengingat pemarkah kasus ga tidak selalu bisa dijadikan acuan, pembaca bisa melihat bentuk verba yang digunakan. Verba o-yomi-ni natte iru adalah bentuk halus dari yomu ‘membaca’ yang digunakan untuk menyatakan kegiatan seseorang yang dihormati. Dalam kalimat di atas, orang tersebut adalah Yamada sensei ‘guru Yamada’. Meskipun kalimat di atas diubah, melihat bentuk verba yang digunakan subjek kalimat tetap sama. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh di bawah ini. b. Yamada sensei ni gakusei no kimochi ga o-wakari-ni nara-nai Nama guru-DAT murid-GEN perasaan-NOM mengerti-HOR-KKinNeg ‘Perasaan murid dimengerti oleh Guru Yamada’ Contoh kalimat di atas menunjukkan kembali bahwa konstituen yang dimarkahi oleh ga tidak selalu subjek kalimat. Bentuk verba o-wakari-ni naranai adalah bentuk halus dari verba wakaru ‘mengerti’ yang dalam contoh di atas digunakan karena menghormati pelaku tindakan dalam kalimat tersebut, yaitu Guru
54
Yamada. Jadi, terlihat bahwa honorifikasi subjek memainkan peran untuk mengidentifikasi subjek dalam bahasa Jepang. Subjek pada contoh (b) merupakan subjek konstruksi pasif yang memang dimarkahi oleh pemarkah datif ni dan di terjemahkan oleh dalam bahasa Indonesia. Contoh di atas menunjukkan bahwa dalam bahasa Jepang ni tidak hanya berfungsi sebagai pemarkah datif, tetapi juga memarkahi subjek kalimat pasif.
4.5 Fungsi Gramatikal Fungsi gramatikal yang paling umum dikenal, antara lain subjek dan objek. Namun, TLF mengemukakan fungsi gramatikal yang ada, antara lain SUBJect, OBJect, OBJø, COMP, XCOMP, OBLiqueø, ADJunct, XADJunct. Dari fungsi gramatikal tersebut, yang termasuk argumen adalah subjek, objek, dan oblik. Sementara ajung dan komplemen adalah nonargumen (Dalrymple, 2001 : 9). Dalam bahasa Jepang juga ditemukan fungsi gramatikal subjek, objek (obj1 dan obj2), oblik, komplemen, dan ajung. Di bawah ini adalah contoh fungsi gramatikal yang muncul dalam bahasa Jepang. (14) Shin wa sono hi, konbini no mae ni suwa-tte imashita Nama TOP itu hari, konbini GEN depan DAT duduk-KKinLam ‘Shin hari itu duduk di depan konbini (convenience store)’ (Shinka, 2006: 7) Pada contoh kalimat di atas, muncul wa yang menunjukkan bahwa nomina yang ada sebelumnya, yaitu Shin (nama orang) mengalami topikalisasi. Selain itu, dalam kalimat tersebut terdapat obliklokasi, yaitu konbini no mae ‘depan convenience
55
store’ yang dimarkahi oleh pemarkah datif ni. Pada contoh (14) muncul pula fungsi gramatikal lainnya, yaitu ajung sono hi ‘hari itu’. Menurut Kroeger (2004: 10), ajung adalah nonargumen yang memberikan kontribusi terhadap makna kalimat secara keseluruhan, tetapi tidak pernah diperlukan untuk melengkapi makna predikat. Dengan kata lain, argumen berhubungan erat dengan makna predikat, sedangkan ajung tidak. Ajung menunjukkan informasi semantik, seperti waktu, cara, atau sikap, tujuan, dan yang lainnya. Jadi, pada contoh (14) jika sono hi ‘hari itu’ dihilangkan, tidak mengurangi makna kalimat karena ajung sifatnya opsional. Contoh oblik lokasi dalam bahasa Jepang dapat pula dilihat pada contoh di bawah ini. (15) Shin wa Shouta to konbini no mae de dara dara to Nama-TOP Nama dengan konbini-GEN depan LOK berlama-lama hima wo tsubu-shite ita waktu luang-AK mengisi-KKinLam ‘Shin melewatkan waktu luang dengan berlama-lama di depan kobini bersama Shouta’ (Shinka, 2006: 9) Pada contoh (15) muncul dua buah oblik. Pertama, oblik komitatif, yaitu Shouta (nama orang) yang dimarkahi pemarkah kasus komitatif to dan kedua obliklokasi, yaitu konbini no mae ‘depan convenience store’ yang dimarkahi oleh de. Dalam bahasa Jepang objeklokasi dapat dimarkahi oleh ni dan de. Perbedaannya adalah ni diikuti oleh verba yang tidak menunjukkan aktivitas, seperti verba suwaru ‘duduk’ pada contoh (14). Sebaliknya, ketika obliklokasi dimarkahi oleh de, berarti verba yang muncul menunjukkan aktivitas. Pada contoh (15) verba yang dimaksud, yaitu tsubushite itta yang merupakan bentuk lampau dari tsubusu ‘melewatkan’.
56
(16) Shin wa Shouta no moto e modo-tte itta Nama-TOP Nama-GEN asal ke kembali-KKinLam ‘Shin kembali ke asal Shouta’ (Shinka, 2006: 9) Pada contoh (16) di atas muncul oblikgoal, yaitu moto ‘asal’ yang dimarkahi oleh e ‘ke’. Pemarkah tujuan e biasanya diikuti oleh verba seperti iku ‘pergi’, kuru ’datang’, kaeru ‘pulang’ dan beberapa verba lainnya. Oblikgoal pada contoh kalimat (16) bisa juga dimarkahi oleh ni. (17) Shin wa Shouta to isshoni tabako ni hi wo tsuke-ta Nama-TOP Nama dengan bersama rokok ke api-AK beri-KLam ‘Shin bersama-sama dengan Shouta menyalakan api ke rokok’ (Shinka, 2006: 9) Fungsi gramatikal yang muncul pada contoh (17), antara lain subjek, oblikkomitatif, yaitu Shouta (nama orang) yang dimarkahi oleh to, oblikgoal, yaitu tabako ‘rokok’ dan objek, yaitu hi ‘api’ yang dimarkahi oleh wo. (18) Shouta wa warai de Shin ni hanashi kake-te kita Nama-TOP tertawa dengan Nama-DAT sapa-KLam ‘Shouta dengan tertawa menyapa (kepada) Shin’ (Shinka, 2006: 9) Fungsi gramatikal oblik juga muncul pada contoh (18). Oblik instrumen, yaitu warai ‘tertawa’ yang dimarkahi oleh de yang dalam contoh (18) berarti dengan. Selain oblikinstrumen, muncul pula oblikgoal, yaitu Shin (nama orang) yang dimarkahi oleh ni yang dalam contoh (18) berarti kepada. Contoh oblikinstrumen dalam bahasa Jepang juga dapat dilihat pada contoh (19) dan (20) berikut ini.
57
(19) San nin no warai koe de heya ga atata-ku na-ru tiga orang-GEN tertawa suara dengan kamar-NOM hangat-BSmb jadi-KKin ‘Kamar menjadi hangat dengan suara tawa ketiga orang (itu)’ (Hoshino, 2008 :34) (20) Gakkou wa, ie kara kuruma de nijuuppun kaka-ru sekolah-TOP rumah dari mobil dengan dua puluh menit perlu-KKin ‘(ke) Sekolah perlu dua puluh menit dengan mobil dari rumah’ (Hoshino, 2008 :34) Pada contoh (19) dan (20) di atas pemarkah yang muncul adalah de yang menyatakan dengan untuk menunjukkan oblikinstrumen. Tidak hanya instrumen yang berupa benda seperti pada contoh (20), tetapi juga sesuatu yang muncul dari tubuh manusia, seperti pada contoh (19). (21) Okaasan wa byoushitsu kara de-te itte shimatta Ibu TOP kamar pasien dari keluar-KLam ‘Ibu keluar dari kamar pasien’
(Shinka, 2006 :
13) Contoh kalimat (21) terdiri atas fungsi gramatikal subjek dan obliksumber, yaitu byoushitsu ‘kamar pasien’ yang dimarkahi oleh kara ‘dari’. (22) Shin wa, gakkou no sensei ni “sonna asobi bakari yatteru na” Nama-TOP sekolah-GEN guru DAT “ seperti itu bermain melulu melakukanjangan” to iwa-rete ita. bahwa katakan-PAS-KLam “Guru mengatakan kepada Shin (bahwa) “jangan bermain melulu” (Shinka, 2006: 83)
58
Fungsi gramatikal yang muncul pada contoh (22), antara lain subjek, oblikagen, yaitu gakkou no sensei ‘guru sekolah’ yang dimarkahi oleh ni dan komplemen, yaitu “sonna asobi bakari yatteru na” to “bahwa “jangan bermain melulu””. (23) Anzai san ga watashi ni iro iro na koto wo oshie-te kure-ta Nama-NOM saya kepada bermacam-macam hal-AK ajar-KLam ‘Anzai mengajarkan bermacam-macam hal kepada saya’ (Shinka, 2006: 99) Pada contoh di atas terdapat oblikpenerima, yaitu watashi ‘saya’ yang mendapat bermacam-macam pengetahuan dari kegiatan yang dilakukan oleh Anzai. Dengan demikian, dari contoh kalimat (14) sampai dengan (23) terlihat bahwa fungsi gramatikal yang ada dalam bahasa Jepang, antara lain subjek, objek, oblik, komplemen, dan ajung. Oblik dalam bahasa Jepang, antara lain obliklokasi, oblikkomitatif, oblikgoal, obliksumber, oblikagen, oblikinstrumen, dan oblikpenerima.
4.6 Urutan Kata dan Scrambling Tsujimura (1996: 185) menyatakan bahwa bahasa Jepang memiliki urutan kata di antara konstituen sebuah kalimat lebih bebas jika dibandingkan dengan bahasa Inggris. Secara umum, selain posisi verba di akhir kalimat, susunan konstituen lain dapat diacak. Di bawah ini beberapa contoh kalimat yang memiliki arti sama, tetapi memiliki sususan yang berbeda di tiap-tiap kalimat. (24) a. Kinou Taroo ga Ginza de sushi wo tabe-ta kemarin Nama-NOM Ginza LOK sushi-AK makan-KLam ‘Kemarin Taroo makan sushi di Ginza’ b. Taroo ga Ginza de Nama-NOM Ginza LOK
kinou sushi wo tabe-ta kemarin sushi-AK makan-KLam
59
‘Kemarin Taroo makan sushi di Ginza’ c. Kinou sushi wo Taroo ga Ginza de tabe-ta kemarin sushi-AK Nama-NOM Ginza LOK makan-KLam ‘Kemarin Taroo makan sushi di Ginza’ d. Sushi wo kinou Taroo ga Ginza de tabe-ta sushi-AK kemarin Nama-NOM Ginza LOK makan-KLam ‘Kemarin Taroo makan sushi di Ginza’ e. Kinou Ginza de sushi wo Taroo ga tabe-ta kemarin Ginza LOK sushi-AK Nama-NOM makan-KLam ‘Kemarin Taroo makan sushi di Ginza’ Contoh kalimat (24a) sampai dengan (24e) memiliki arti yang sama, yaitu ‘Kemarin Taroo makan sushi di Ginza’. Namun, urutan konstituen tiap-tiap kalimat, kecuali verba berbeda. Tipe kalimat yang konstituennya tidak dalam urutan kanonikal subjek-objek disebut dengan kalimat scrambled dan fenomena yang ditunjukkan disebut dengan scrambling (Tsujimura, 1996: 186). Dengan kata lain scrambling adalah proses pembentukan kalimat dengan urutan yang tidak kanonikal (bukan urutan S-O-V dalam bahasa Jepang). Peranan pemarkah sangat penting dalam bahasa Jepang yang memiliki urutan konstituen relatif acak. Pemarkah kasus ga secara umum menunjukkan frasa nominal yang dilekatinya adalah subjek atau pemarkah kasus wo yang menunjukkan bahwa frasa nominal yang dilekatinya adalah objek. Begitu juga pemarkah lainnya dengan fungsinya masing-masing. Jadi, pemarkah kasus bekerja dengan fungsi yang spesifik, yaitu menunjukkan peran dari frasa yang diikutinya dalam kalimat.
4.6.1 Batasan dalam Scrambling
60
Scrambling digunakan untuk menyusun kembali urutan konstituen sebuah kalimat dan pemarkah kasus berfungsi untuk mengidentifikasi fungsi frasa nominal yang diikutinya. Namun, tetap ada batasan dalam scrambling. Tsujimura (1996: 205) memaparkan lima batasan yang harus diperhatikan dalam fenomena scrambling. A. Semua konstituen dalam kalimat dapat mengalami scrambling, kecuali verba. Posisi verba dalam kalimat bahasa Jepang tetap di akhir. Pendapat Tsujimura ini berhubungan dengan struktur dasar kalimat bahasa Jepang, yaitu SOV yang menempatkan verba di akhir kalimat. Selain itu, jika mengingat peranan penting sebuah verba dalam kalimat, tentu posisinya dalam kalimat harus mengikuti aturan yang ada. Berbeda dengan bahasa yang struktur dasarnya menempatkan verba di tengah kalimat, seperti bahasa Indonesia. Verba dalam bahasa Indonesia, khususnya verba intransitif bisa diletakkan sebelum atau sesudah konstituen lain dalam kalimat. Misalnya, kalimat saya bekerja di Jakarta dan di Jakarta saya bekerja. Verba mengalami scrambling, tetapi kedua kalimat itu dianggap gramatikal. Berkaitan dengan batasan scrambling yang pertama, perhatikan contoh di bawah ini. (25) a. Eita ga honya de manga wo ka-tta Nama-NOM toko buku LOK komik-AK beli-KLam ‘Eita membeli komik di toko buku’ b. Eita ga manga wo honya de ka-tta Nama-NOM komik-AK toko buku LOK beli-KLam ‘Eita membeli komik di toko buku’ c. Manga wo honya de Eita ga ka-tta komik-AK toko buku LOK Nama-NOM beli-KLam ‘Eita membeli komik di toko buku’
61
d. *Eita ga honya de ka-tta manga wo Nama-NOM toko buku LOK beli-KLam komik-AK Konstituen pada contoh (25a) sampai dengan (25c) mengalami scrambling, tetapi tetap dianggap gramatikal. Contoh kalimat (25d) juga mengalami scrambling, tetapi tidak gramatikal karena menempatkan verba di tengah kalimat.
B. Scrambling tidak berlaku untuk pemarkah kasus. Frasa nominal dan pemarkah kasus dianggap satu kesatuan sehingga scrambling tidak dapat digunakan untuk memisahkan frasa nominal dengan pemarkah kasusnya. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh kalimat (a)--(c) berikut ini. (26) a. Ruka ga sushi wo tabe-ta Nama-NOM sushi-AK makan-KLam ‘Ruka makan sushi’ b. Sushi wo Ruka ga tabe-ta sushi-AK nama-NOM makan-KLam ‘Ruka makan sushi’ c. *Sushi Ruka ga -wo tabe-ta sushi nama-NOM AK makan-Klam C. Ketika dua frasa nominal atau lebih digabungkan dengan kata to ‘dan’, anggota dari gabungan frasa nominal tersebut tidak dapat mengalami scrambling. (27) a. Takeru ga sushi to sashimi wo tabe-ta Nama-NOM sushi dan sashimi-AK makan-KLam ‘Takeru makan sushi dan sashimi’ b. Sushi to sashimi wo Takeru ga tabe-ta sushi dan sashimi-Ak nama-NOM makan-Klam ‘Takeru makan sushi dan sashimi’
62
c. *Sushi Takeru ga to sashimi wo tabe-ta sushi Nama-NOM dan sashimi-AK makan-KLam D. Kalimat yang seharusnya berada dalam klausa sematan ataupun klausa relatif tidak bisa dipindahkan ke klausa utama. Scrambling hanya terbatas di dalam klausa. Contoh berikut menunjukkan hal tersebut.
(28) a. Takeru ga ashita [kyonen Amerika de a-tta] hito to Nama-NOM besok tahun lalu Amerika LOK bertemu-KLam orang dengan kekkon suru nikah-KKin ‘Takeru besok akan menikah dengan orang yang ditemuinya di Amerika’ b. *Takeru ga kyonen ashita [Amerika de a-tta] hito to Nama-NOM tahun lalu besok Amerika LOK bertemu-KLam orang dengan kekkon suru nikah-KKin (29) a. Takeru ga [Ruka ga gakkou de tsuku-tta] sushi wo tabe-ta Nama-NOM nama-NOM sekolah di buat-KLam sushi-Ak makan-KLam ‘Takeru makan sushi yang dibuat Ruka di sekolah’ b. *Ruka ga Takeru ga [gakkou de tsuku-tta] shushi wo tabe-ta Nama-NOM nama-NOM sekolah di buat-KLam sushi-AK makan-KLam Contoh kalimat (28b) dan (29b) dianggap tidak gramatikal karena kyonen (28b) dan Ruka ga (29b) yang merupakan bagian dari klausa sematan keluar ke klausa utama. Kyonen dan Ruka ga menjelaskan kejadian dalam klausa sematan sehingga tidak dapat mengalami
scrambling keluar klausa (long-distance
scrambling). Namun, dalam beberapa kasus, long-distance scrambling bisa diterima. Contohnya dapat dilihat di bawah ini.
63
(30) a. Takeru ga [Hanako ga imoutou ni neko wo age-ta] to Nama-NOM nama-NOM adik-DAT kucing-AK beri-KLam COMP i-tta berkata-KLam ‘Takeru berkata bahwa Hanako memberi adiknya kucing’ b. Neko wo Taroo ga [Hanako ga imoutou ni age-ta] to kucing-AK Nama-NOM nama-NOM adik-DAT beri-KLam COMP i-tta berkata-KLam ‘Takeru berkata bahwa Hanako memberi adiknya kucing’ E. Scrambling hanya mengizinkan perpindahan sebelah kiri. Meskipun dalam beberapa kasus long-distance scrambling diizinkan seperti contoh di atas, perpindahan objek, yaitu neko wo hanya boleh ke sebelah kiri. Jika perpindahan tersebut ke sebelah kanan, maka kalimat dianggap tidak gramatikal. (31) *Taroo ga [Hanako ga imoutou ni age-ta] to nama-NOM nama-NOM adik-DAT beri-KLam COMP i-tta berkata-KLam
neko wo kucing-AK
64
BAB V KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG
5.1 Pengantar Struktur dasar bahasa Jepang, yaitu SOV juga berpengaruh terhadap struktur klausa relatif, termasuk posisi nomina inti. Perbedaan lain antara KRBJ dan bahasa lain, misalnya bahasa Inggris dan bahasa Indonesia adalah tidak adanya perelatif ataupun pronomina relatif. Meskipun demikian, sama halnya dengan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, klausa relatif dalam bahasa Jepang terdiri atas klausa relatif restriktif dan klausa relatif nonrestriktif. Dari data yang terkumpul terlihat bahwa jumlah klausa relatif restriktif memang lebih banyak, tetapi jumlah klausa relatif nonrestriktif juga cukup banyak ditemukan.
5.2 Klausa Relatif Bahasa Jepang 5.2.1 Posisi Nomina Inti Berkaitan dengan posisi nomina inti dari klausa relatif, Comrie (1981: 137) membagi klausa relatif menjadi tiga tipe, yaitu tipe postnominal (klausa relatif mengikuti inti), tipe prenominal (klausa relatif mendahului inti), dan tipe internalhead (nomina inti diekspresikan di dalam klausa relatif). Bahasa yang memiliki
64
65
struktur SOV cenderung memiliki tipe klausa relatif prenominal. Begitu juga dengan bahasa Jepang termasuk tipe prenominal, yaitu klausa relatif mendahului inti. Hal ini sama dengan struktur frasa adjektival bahasa Jepang yang menempatkan adjektiva sebelum nomina. Contoh : Ookii
ie
→ rumah besar
Besar rumah Ichikawa (2005 : 341) memberikan gambaran mengenai KRBJ seperti berikut.
Meishi Shuushoku Setsu (Klausa relatif)
Shuushoku meishi (Nomina inti)
5.2.2 Jenis-jenis Klausa Relatif Bahasa Jepang Comrie membagi klausa relatif menjadi dua, yaitu klausa relatif restriktif dan nonrestriktif. Klausa relatif restriktif bersifat membatasi referen yang diacu atau digunakan ketika nomina inti tidak memberikan informasi yang cukup kepada pendengar. Sementara itu, klausa relatif nonrestriktif tidak bersifat membatasi karena hanya memberikan informasi tambahan terhadap referen atau nomina yang sebenarnya sudah dapat diidentifikasi oleh pendengar.
5.2.2.1 Klausa Relatif Restriktif Klausa relatif jenis ini lebih banyak ditemukan dalam bahasa Jepang atau mungkin juga dalam bahasa-bahasa lain. Comrie (1981: 131) memberikan contoh
66
klausa relatif restriktif dalam bahasa Inggris, the man that I saw yesterday left this morning. Klausa relatif that I saw yesterday membatasi referen untuk kata the man dan menunjukkan secara khusus pria mana yang sedang dibicarakan dalam kalimat. Dalam bahasa Jepang nomina yang mendapat pemodifikasi klausa relatif restriktif tidak terbatas pada referen animate, tetapi juga inanimate. Nomina yang dimodifikasi oleh klausa relatif restiktif dalam bahasa Jepang menempati posisi, baik subjek, objek, posesor, maupun oblik dalam kalimat. Berikut beberapa contoh klausa relatif restriktif dalam bahasa Jepang. (32) [Kyoushitsu kara mie-ru] keshiki wa sukkari aki ni kelas dari terlihat-KKin pemandangan-TOP benar musim gugur-DAT na-tte ita jadi- KKinLam ‘Pemandangan yang terlihat dari kelas benar-benar (sudah) menjadi musim gugur’ (Shinka, 2006: 172) Contoh (32) termasuk klausa relatif restriktif dan nomina inti yang dimodifikasi adalah keshiki ‘pemandangan’. Tanpa dimodifikasi oleh klausa relatif, referen yang dimaksud kurang dapat dipahami karena keshiki ‘pemandangan’ sifatnya terlalu umum. Oleh karena itu, klausa relatif, yaitu kyoushitsu kara mieru ‘terlihat dari kelas’ berfungsi menambahkan informasi untuk keshiki agar referen yang dimaksud lebih jelas dan mudah dipahami. Contoh klausa relatif restriktif dalam bahasa Jepang yang lain dapat dilihat pada contoh (33) di bawah ini. (33) Shin wa [Yuu no tsuku-tta] fuku wo jitto mitsume-te iru Nama-TOP nama-GEN buat-KLam pakaian-AK terus pandang-KKin ‘Shin terus memandangi pakaian yang dibuat (oleh) Yuu’
67
(Shinka, 2006: 187) Nomina inti untuk contoh (33) adalah fuku ‘pakaian’. Pakaian masih terlalu umum untuk dapat dipahami oleh pendengar. Tanpa adanya klausa relatif yang memodifikasi nomina inti, mungkin akan muncul pertanyaan pakaian apa? atau pakaian siapa? Terlebih lagi ada bermacam-macam jenis pakaian, sehingga nomina tersebut perlu dijelaskan lagi untuk memberikan pemahaman terhadap pendengar. (34) Shin wa [jibun wo niramitsuke-ru] onna no ko ni muka-tta Nama-TOP self-AK pandang-KKin perempuan-GEN anak-DAT tuju-KLam ‘Shin menuju ke (arah) anak perempuan yang memandangi dirinya’ (Shinka, 2006: 9) Klausa relatif restriktif pada contoh (34) memodifikasi nomina inti, yaitu onna no ko ‘anak perempuan’. Nomina inti onna no ko ‘anak perempuan’ perlu dijelaskan karena bisa saja dalam sebuah situasi ada beberapa anak perempuan sehingga klausa relatif diperlukan untuk memberikan batasan referen mana atau anak perempuan mana yang sebenarnya dimaksud. Muncul pronomina refleksif dalam klausa relatif pada contoh (34). Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Tsujimura (1996: 230) bahwa kapan pun ditemukan pronomina refleksif jibun dalam kalimat, antesedennya diidentifikasi sebagai subjek kalimat. Karena subjek kalimat adalah Shin, maka anteseden untuk jibun pada contoh (34) adalah Shin. (35) Shin wa [itsumo tabako wo ka-u] jidouki ni muka-tta Nama-TOP selalu rokok-AK beli-KKin mesin otomatis-DAT tuju-KLam ‘Shin menuju mesin otomatis di mana (dia) selalu membeli rokok’ (Shinka, 2006: 8)
68
Nomina inti pada contoh (35), yaitu jidouki dianggap belum dapat memberikan informasi yang jelas tentang referen mana yang sebenarnya dimaksud. Di Jepang ada banyak sekali jidouki (mesin penjual otomatis) sehingga klausa relatif diperlukan untuk memberikan informasi tambahan dan untuk membatasi mesin penjual otomatis mana yang dimaksud dan pada contoh (35) mesin otomatis yang dimaksud adalah mesin otomatis tempat Shin selalu membeli rokok.
5.2.2.2 Klausa Relatif NonRestriktif Comrie (1981: 132) memberikan contoh klausa relatif nonrestriktif dalam bahasa Inggris, yaitu Fred, who had arrived yesterday, left this morning. Klausa relatif dalam kalimat tersebut, yaitu who had arrived yesterday ‘yang tiba kemarin’ memberikan informasi tentang sesuatu yang sudah teridentifikasi, yaitu Fred. Dalam bahasa Jepang klausa relatif jenis ini cukup banyak ditemukan. Dari data yang terkumpul untuk penelitian ini, nomina yang dimodifikasi dengan klausa relatif nonrestriktif menduduki fungsi subjek, objek, dan oblik dalam kalimat. (36) [Sakki made damatte ki-ite ita] Yuu ga tachi aga-tta tadi sampai diam-dengar-KKinLam Nama-NOM berdiri-KLam ‘Yuu yang hingga tadi hanya diam mendengar (akhirnya) berdiri’ (Shinka, 2006: 131) Contoh (36) mirip dengan contoh yang dikemukakan oleh Comrie. Nomina inti, yaitu Yuu (nama orang) sudah memberikan informasi yang sangat jelas dan pembicara menganggap bahwa pendengar sudah paham mengenai referen mana yang
69
dimaksud. Oleh karena itu, klausa relatif pada contoh (36), yaitu sakki made damatte kite ita ‘(yang) hingga tadi hanya diam mendengar’ hanya memberikan informasi tambahan mengenai Yuu. Contoh (37) di bawah ini juga termasuk klausa relatif nonrestriktif. Berbeda dengan contoh (36) yang nomina intinya berupa nama orang, nomina inti pada contoh (37) adalah pronomina orang pertama, yaitu watashi ‘saya’. (37) [gakkou kara kae-tte kita] watashi wa yuubin uke ni te wo sekolah dari pulang-KLam saya-TOP surat tempat-DAT tangan-AK ire-ta masukkan-KLam ‘(ketika) Saya yang pulang dari sekolah (saya) mengambil surat di tempat surat’ (Hoshino, 2008: 27) Nomina inti watashi ‘saya’ sudah sangat jelas menunjuk referen yang dimaksud. Penggunaan saya dalam kalimat tentu menunjukkan pembicara sendiri dan tentu saja tidak ada dua orang saya. Dengan demikian, klausa relatif pada contoh (37), yaitu gakkou kara kaette kita ‘pulang dari sekolah’ juga hanya memberikan informasi tambahan untuk referen yang sebenarnya sudah teridentifikasi dengan jelas. (38) [uso wo i-tte iru] jibun ga nantonaku kanashiku na-tta bohong-AK katakan REF-NOM entah bagaimana sedih-BSmb jadi-KLam ‘Entah bagaimana diri sendiri yang mengatakan (hal) bohong menjadi sedih’ (Hoshino, 2008: 24) Pada contoh (38), nomina inti berupa pronomina refleksif jibun. Contoh kalimat ini menunjukkan bahwa pronomina refleksif dalam bahasa Jepang tidak selalu muncul di posisi yang sama dalam kalimt. Pronomina refleksif dalam bahasa
70
Jepang bahkan dapat menduduki fungsi posesor, seperti pada contoh jibun no ie ‘rumahnya sendiri’. Pendapat Tsujimura mengenai anteseden dari jibun yang merupakan subjek kalimat memang benar. Namun, pada contoh (38) jibun itu sendiri berperan sebagai subjek karena tidak ada nomina lain yang menempati posisi tersebut. Dapat dikatakan bahwa pronomina refleksif jibun pada contoh (38) sama dengan nomina inti contoh (37), yaitu watashi ‘saya’. Hanya penggunaan jibun dikarenakan subjek yang sebenarnya sudah muncul di kalimat sebelumnya. Klausa relatif pada contoh (37), yaitu uso wo itte iru ‘(yang) mengatakan (hal) bohong’ hanya memberikan informasi tambahan untuk jibun. (39) (watashi wa) [juku ni kayo-tte iru] anata wo mite, (saya-TOP) les-DAT pulang-pergi-KLam Anda-AK lihat-BSmb, sugoku ki ni i-tta sangat berkenan di hati- KLam ‘(Saya) sangat senang melihat Anda yang pulang-pergi ke tempat les’ (Hoshino, 2008: 50) Mirip dengan nomina inti pada contoh (37) dan (38), nomina inti pada contoh (39) berupa pronomina orang kedua, yaitu anata ‘Anda’. Sama dengan watashi ‘Saya’, anata ‘Anda’ juga sudah cukup untuk menunjuk referen yang dimaksud dalam kalimat. Klausa relatif, yaitu juku ni kayotte iru ‘(yang) pulang-pergi tempat les’ hanya memberikan informasi tambahan untuk anata ‘Anda’.
5.2.3 Strategi Perelatifan dan Aksesibilitas
71
Strategi perelatifan adalah cara untuk melihat posisi mana dalam kalimat yang mengalami perelatifan, sedangkan aksesibilitas berkaitan dengan peranan nomina inti dalam klausa utama. Keenan (1985: 141) dalam Kroeger (2004: 176) mengemukakan tiga strategi dasar perelatifan, yaitu gap, resumptive pronoun (pronoun retention), dan relative pronoun. Sementara itu, Comrie (1981: 140) mengemukakan empat parameter penting dalam pembentukan klausa relatif. Strategi tersebut adalah nonreduksi, pronomina retensi, pronomina relatif, dan gap. Tipe nonreduksi berarti nomina inti muncul secara utuh, tidak ada pengurangan dalam klausa sematan, dalam posisi normal dan/dengan pemarkah kasus biasa untuk frasa nomina yang digunakan untuk menunjukkan fungsi khusus dalam sebuah klausa. Tipe berikutnya, yaitu pronomina retensi berarti nomina inti tersisa pada klausa sematan dalam bentuk pronomina. Comrie memberikan contoh dalam bahasa Inggris I know where the road leads dibentuk sebuah klausa relatif this is the road that I know where it leads. Pronomina it menunjukkan posisi yang direlativisasi. Tipe pronomina relatif berarti ada pronomina dalam klausa relatif yang menunjukkan inti. Berkaitan dengan susunan kata, pronomina muncul di posisi awal klausa untuk menunjukkan hubungan gramatikal. Strategi perelatifan yang terakhir, yaitu gap (pengosongan) berarti ada konstituen yang hilang dalam klausa relatif. Konstituen yang hilang tersebut dapat diisi oleh nomina inti. Kroeger (2004: 165) menyatakan bahwa sebuah klausa relatif mengandung gap berarti nomina inti diinterpretasikan sebagai sesuatu yang mengisi kekosongan tersebut. Kroeger mengistilahkan hal tersebut sebagai filler-gap relation.
72
Dari keempat strategi yang dikemukakan oleh Comrie tersebut strategi perelatifan yang ditemukan dalam bahasa Jepang adalah pronomina retensi, nonreduksi dan gap. Tipe pronomina relatif tidak ditemukan mengingat bahasa Jepang tidak memiliki perelatif ataupun pronomina relatif. Berkaitan dengan aksesibilitas, selain hierarki subjek > objek langsung > objek tak langsung > oblik > posesor, Comrie dan Keenan (1997) dalam Kroeger (2004: 183) juga mengajukan dua hal umum mengenai batasan hierarki. Pertama, setiap bahasa yang memiliki klausa relatif dapat merelatifisasi subjek. Kedua, sebuah strategi perelatifab dalam sebuah bahasa harus diaplikasikan ke semua segmen dalam hierarki aksesibilitas.
5.2.3.1 Perelatifan Subjek Berikut dijelaskan beberapa contoh untuk menunjukkan perelatifan subjek dalam bahasa Jepang beserta strategi perelatifan yang digunakan. (40) [messeeji wo mi-ta] Shin wa sugusama byouin ni muka-tta pesan-AK lihat-KLam Nama-TOP segera rumah sakit-DAT tuju-KLam ‘Shin (yang) melihat pesan langsung menuju rumah sakit’ (Shinka, 2006 : 58) Klausa relatif pada contoh (40) termasuk klausa relatif nonrestriktif karena nomina inti, yaitu Shin ‘nama orang’ sudah teridentifikasi dengan jelas. Seperti contoh kalimat dengan klausa relatif pada umumnya, contoh (40) juga terdiri atas dua buah klausa, yaitu klausa utama dan klausa relatif. Kedua klausa tersebut dapat dilihat berikut ini.
73
a. Klausa relatif : (Shin wa) messeeji wo mi-ta Nama-TOP pesan-AK lihat-KLam ‘(Shin) melihat pesan’ Klausa utama : b. Shin wa sugusama byouin ni muka-tta Nama-TOP segera rumah sakit-DAT tuju-KLam ‘Shin segera menuju rumah sakit’ Dengan melihat kedua klausa tesebut akan terlihat bahwa klausa relatif pada contoh (40) kehilangan satu konstituen untuk menjadikannya sebuah kalimat. Konstituen tersebut adalah subjek karena verba mita ‘melihat’ memerlukan tidak hanya objek yang pada contoh di atas diisi oleh messeeji ‘pesan’, tetapi juga memerlukan subjek (pelaku). Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
[ ____messeji wo mi-ta] ____pesan-AK lihat-KLam
Shin wa ----------------------Nama-TOP
Dengan menggunakan strategi gap dapat dijelaskan bahwa konstituen yang kosong sebenarnya diisi oleh Shin sehingga menjadi Shin wa messeji wo mita ‘Shin melihat pesan’. Karena konstituen yang hilang adalah subjek dan nomina inti pada klausa utama yang mengisi posisi tersebut, maka disebut sebagai perelatifan subjek. Dengan menggunakan strategi yang sama konstituen lain, yaitu objek pada contoh (40) juga dapat direlatifkan hanya makna kalimat menjadi tidak berterima. 40 (b) *[Shin ga mi-ta] messeeji wa sugusama byouin ni muka-tta Nama-TOP lihat-KLam pesan-AK segera rumah sakit-DAT tuju-KLam ‘Pesan (yang) dilihat Shin langsung menuju rumah sakit’
74
Nomina inti, yaitu messeeji ‘pesan’ direlatifkan setelah dijadikan subjek kalimat dengan dimarkahi oleh pemarkah topik wa. Sementara itu, subjek klausa relatif dimarkahi oleh pemarkah nominatif ga. Contoh ini menunjukkan bahwa dalam satu kalimat ada lebih dari satu konstituen yang dapat direlatifkan, tetapi hanya satu konstituen yang membuat makna kalimat berterima. Contoh lain perelatifan subjek dalam bahasa Jepang juga dapat dilihat pada contoh berikut ini. (41) [senmon kamoku wo oshie-te kure-ta] sensei ga hitori zutsu hana-su keahlian bidang-AK ajar-KLam guru-NOM satu orang per bicara-KKin ‘Guru (yang) mengajarkan bidang keahlian satu per satu bicara’ (Hoshino, 2008: 44) Berbeda dengan contoh (40), klausa relatif pada contoh (41) termasuk klausa relatif restriktif. Nomina inti, yaitu guru belum cukup memberikan informasi kepada pendengar. Tanpa adanya klausa relatif tentu akan timbul kebingungan guru mana yang dimaksud. Berikut adalah klausa relatif dan klausa utama dari contoh (41). a. Klausa relatif : (Sensei ga) senmon kamoku wo oshie-te kure-ta guru-NOM keahlian bidang-AK ajar-KLam ‘(guru) mengajarkan bidang keahlian’ b. Klausa utama: Sensei ga hitori zutsu hana-su guru-NOM satu orang per bicara-KKin ‘guru satu per satu berbicara’ Klausa relatif terdiri dari objek, yaitu senmon kamoku ‘bidang keahlian’ dan verba oshiete kureta ‘(memberi) pengajaran’. Sama halnya dengan verba mita ‘melihat’ pada contoh (40), verba oshiete kureta ‘mengajarkan’ juga memerlukan dua
75
buah argumen, yaitu subjek dan objek. Jadi, klausa relatif pada contoh (41) juga kehilangan satu konstituen, yaitu subjek.
[___senmon kamoku wo oshie-te kure-ta] sensei ga --------------------___keahlian bidang-AK ajar-KLam guru-NOM Posisi subjek tersebut dapat diisi oleh sensei ‘guru’, sehingga contoh (41) juga termasuk perelatifan subjek dalam bahasa Jepang. (42) [Mukae ni kure-ta] no wa, rihabiri no Fukui sensei da-tta jemput-DAT beri-KLam-GEN-TOP, rehabilitasi-GEN Fukui Guru-KOP-KLam ‘(Orang) yang menjemput adalah Guru Fukui dari pusat rehabilitasi’ (Hoshino, 2008: 114) Tsujimura (1996: 264) menyatakan bahwa dalam bahasa Jepang tidak ada kata yang dapat dikatakan mirip dengan kata which atau who sebagai pronomina relatif dalam bahasa Inggris. Dari data mengenai klausa relatif yang terkumpul untuk penelitian ini memang tidak ditemukan satu kata yang bisa dikatakan mirip penggunaanya dengan pronomina relatif which, who dalam bahasa Inggris atau perelatif yang dalam bahasa Indonesia. Namun, pada contoh (42) muncul no pada posisi nomina inti. Tidak ada kata benda dalam bahasa Jepang yang dinyatakan sebagai no. Dalam bahasa Jepang no adalah salah satu pemarkah kasus yang memiliki beberapa fungsi dalam kalimat. Pembahasan no sebagai pemarkah kasus sudah dilakukan pada bab keempat penelitian ini. Selain itu, no juga merupakan salah satu nominalisator kalimat verbal dalam bahasa Jepang. Seperti pada contoh (43) berikut ini.
76
(43) Kanojo to raibu ni iku no wa hajimete da-tta Dia (pr) dengan langsung-DAT pergi-Nom-TOP pertama kali KOP-KLam ‘(Ini) pertama kalinya saya pergi dengan dia secara langsung’ (Shinka, 2006: 34) Nominalisator no pada contoh di atas menominalisasi kalimat verbal kanojo to raibu ni iku ‘pergi dengannya secara langsung’ sehingga menjadi frasa nominal dan menempati posisi subjek. Jika dilihat kembali contoh (42), no pada contoh tersebut bukan pemarkah kasus. Bukan juga sekadar nominalisator seperti pada contoh (43) karena no pada contoh (42) menempati posisi nomina inti. Bisa dikatakan bahwa no menggantikan nomina inti dan klausa relatif pada contoh tersebut, yaitu mukae ni kureta ‘(memberi) jemputan’ kehilangan satu konstituen, yaitu subjek. Karena merupakan kalimat langsung, posisi objek diisi oleh pembicara sendiri. Verba mukae (ru) ‘menjemput’ memerlukan pelaku animate, yaitu orang. Dengan kata lain no menggantikan nomina inti orang dalam bentuk pronomina khusus (selain pronomina yang ada dalam bahasa Jepang). Oleh karena itu, dapat dikatakan strategi perelatifan yang digunakan pada contoh (42) adalah pronomina retensi. Dari data yang terkumpul no digunakan sebagian besar untuk menggantikan nomina inti animate, yaitu orang. Namun, bisa juga dinyatakan bahwa no pada contoh (42) adalah nominalisator yang berperilaku seperti pronomina relatif selayaknya who dan which dalam bahasa Inggris atau yang dalam bahasa Indonesia. Jika pendapat kedua ini digunakan, maka dapat dikatakan bahwa strategi perelatifan yang digunakan pada contoh (43) adalah pronomina relatif.
77
Mengingat beberapa literatur menyatakan bahwa bahasa Jepang tidak mengenal perelatif apapun, maka pendapat pertama lebih tepat digunakan untuk menjelaskan contoh (42).
5.2.3.2 Perelatifan Objek Jika sebelumnya adalah perelatifan subjek, beberapa contoh berikut memperlihatkan perelatifan objek dalam bahasa Jepang. Objek dalam bahasa Jepang juga direlatifkan dengan menggunakan strategi gap. Namun, ditemukan pula penerapan strategi lain. (44a) Shin wa [Yuu no tsuku-tta] fuku wo Nama-TOP Nama-GEN buat-KLam baju-AK ‘Shin terus memandangi baju (yang) Yuu buat’
mitsume-te ita pandang-KKinLam (Shinka, 2006: 180)
Pada contoh (44a) klausa relatif yang muncul adalah klausa relatif restriktif dengan nomina inti, yaitu fuku ‘baju’ menempati posisi objek. Contoh kalimat tersebut jika dibagi unsurnya, maka akan terlihat seperti berikut. a. Klausa relatif : Yuu no/ga (fuku wo) tsuku-tta Nama-GEN/NOM baju-AK buat-KLam ‘Yuu membuat (baju)’ b. Klausa utama : Shin wa fuku wo mitsume-te ita Nama-TOP baju-AK pandang-KKinLam ‘Shin memandangi baju’
78
Klausa relatif, yaitu Yuu no tsukutta ‘Yuu membuat’ kehilangan satu konstituen. Hal tersebut disebabkan oleh verba tsukutta ‘membuat’ memerlukan dua buah argumen, yaitu subjek dan objek. Posisi subjek sudah diisi oleh Yuu. Mengingat kembali apa yang dinyatakan oleh Tsujimura (1996: 264) bahwa ketika klausa relatif terdiri atas frasa nominal yang dimarkahi oleh no, maka no tersebut dapat diganti dengan ga sebagai pemarkah kasus nominatif begitu juga sebaliknya. Jadi, klausa relatif pada contoh (44) dapat dituliskan Yuu ga tsukutta ‘Yuu membuat’. Klausa relatif tersebut kekurangan objek sehingga terlihat seperti di bawah ini.
Shin wa [Yuu no/ga ___ tsuku-tta] Nama-TOP Nama-GEN___ buat-KLam
fuku wo -------------------baju-AK
Posisi yang kosong tersebut dapat diisi oleh nomina inti, yaitu fuku ‘baju’. Nomina inti tersebut mengisi posisi objek dalam klausa relatif sehingga dikatakan sebagai perelatifan objek. Strategi perelatifan yang digunakan adalah strategi gap. Unsur inti contoh (44) dijelaskan berikut ini untuk memperlihatkan bahwa objek dalam bahasa Jepang memang dapat direlatifkan. Shin wa fuku wo mitsume-te ita Nama-TOP baju-AK pandang-KKinLam ‘Shin memandangi baju’ (44b) [Shin ga mitsume-te ita] fuku wa tomodachi no fuku desu Nama-NOM pandang-KKinLam baju-TOP teman-GEN baju-KOP-KKin ‘Baju yang Shin pandangi (adalah) baju kepunyaan teman’ Contoh kalimat (44b) menunjukkan bahwa klausa relatif yang dibentuk dari unsur inti contoh (44a) kehilangan satu konstituen, yaitu objek. Objek tersebut
79
sebenarnya diisi oleh nomina inti yang menduduki fungsi subjek (dimarkahi oleh pemarkah topik) dalam klausa utama contoh (44b). Sementara itu, subjek klausa relatif dimarkahi oleh ga.
(45) [Yuu ga to-tta] chiketto wa mae kara nibanme no seki da-tta Nama-NOM ambil-KLam tiket-TOP depan dari kedua-GEN kursi KOP-KLam ‘Tiket (yang) diambil Yuu adalah kursi kedua dari depan’ (Shinka, 2006: 34) Klausa relatif yang muncul pada contoh (45) juga klausa relatif restriktif. Berbeda dengan nomina inti pada contoh (44), nomina inti contoh (45), yaitu chiketto ‘tiket’ menempati posisi subjek. Verba totta ‘mengambil’ pada klausa relatif memerlukan subjek dan objek. Posisi subjek sudah diisi oleh Yuu sehingga konstituen yang kosong adalah objek. Posisi objek dapat diisi oleh nomin inti chiketto ‘tiket’.
[Yuu ga ___to-tta] Nama-NOM ___ambil-KLam
chiketto wa ------------------------tiket-TOP
Contoh (45) dianggap sebagai perelatifan objek karena nomina inti dapat menempati posisi tersebut dalam klausa relatif. (46) [Watashi ga ima kono te ni mo-tte iru] no wa kibou no hikari Saya-NOM sekarang ini tangan-DAT bawa-KKin-GEN-TOP harapan-GEN cahaya ‘(Hal) yang saya bawa di tangan ini sekarang adalah cahaya harapan’ (Hoshino, 2008: 140) Contoh (46) mirip dengan contoh (43), yaitu posisi nomina inti diisi oleh no. Namun, perbedaannya adalah no pada contoh (43) menggantikan nomina konkret
80
animate orang, sedangkan no pada contoh (46) menggantikan sesuatu yang sifatnya abstrak, yaitu hal yang mengacu kepada kibou no hikari ‘cahaya harapan’. Jadi, contoh (46) juga dapat dikatakan menerapkan strategi perelatifan pronomina retensi.
5.2.3.3 Perelatifan Posesor Dari data yang terkumpul perelatifan posesor tidak banyak ditemukan. Berikut contoh yang menunjukkan perelatifan posesor dalam bahasa Jepang. (47) Gakkou ni narehajime-ta koro, [mada namae wo oboe-te inai] sekolah-DAT terbiasa-mulai-KLam waktu, belum nama-AK ingat-KKinNeg otoko ni hanashi kakera-reta laki-laki-DAT sapa-PAS-KLam ‘Ketika sudah mulai terbiasa di sekolah, (saya) disapa oleh laki-laki (yang) namanya belum saya ingat’ (Hoshino, 2008: 65) Perelatifan posesor dalam bahasa Jepang juga menerapkan strategi gap. Unsur inti contoh (47) adalah gakkou ni narehajimeta koro, otoko ni hanashi kakerareta ‘waktu mulai terbiasa di sekolah, (saya) disapa oleh laki-laki. Verba klausa relatif pada contoh (47), yaitu oboete inai ‘tidak mengingat’ sudah memiliki argumen yang diperlukan. Argumen yang diperlukan tersebut adalah subjek yang diisi oleh (saya) dan objek yang diisi oleh namae ‘nama’. a. Klausa Relatif : (watashi wa) mada namae wo oboe-te inai (saya-TOP) belum nama-AK ingat-KKinNeg ‘(saya) belum ingat nama’ b. Klausa Utama :
81
(watashi wa) gakkou ni narehajime-ta koro otoko ni (saya-TOP) sekolah-DAT terbiasa-mulai-KLam waktu, laki-laki-DAT hanashi kakera-reta sapa-PAS-KLam ‘Ketika sudah mulai terbiasa di sekolah, (saya) disapa oleh laki-laki’ Subjek klausa utama memang tidak disebutkan, tetapi pendengar akan langsung paham bahwa saya lah yang menempati posisi tersebut karena merupakan kalimat langsung. Subjek klausa utama dan subjek klausa relatif sama sehingga nomina inti, yaitu otoko ‘laki-laki’ tidak bisa menempati posisi subjek dan objek. (47a) *[otoko wa mada namae wo oboe-te inai] laki-laki-TOP belum nama-AK ingat-KKinNeg ‘Laki-laki belum ingat nama’
(47b) *[(watashi) wa mada namae otoko wo oboe-te inai] (saya)-TOP belum nama laki-laki-AK ingat-KKinNeg ‘Saya belum ingat laki-laki nama’
Contoh (47a) tidak benar karena posisi subjek sudah diisi oleh watashi (saya) meskipun tidak disebutkan dalam kalimat. Contoh (47b) tidak benar karena verba oboeru ‘ingat’ hanya memerlukan satu objek yang sudah diisi oleh namae ‘nama’. Selain itu, urutan katanya juga salah. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia namae otoko berarti laki-laki nama. Kalimat akan berterima jika otoko ‘laki-laki’ diletakkan sebelum namae ‘nama’ kemudian dihubungkan dengan pemarkah kasus genetif no menjadi otoko no namae ‘nama laki-laki’. Dalam bahasa Jepang dua buah nomina harus dihubungkan dengan no sebagai pemarkah genetif yang juga
82
merupakan pemarkah posesor. Jadi, nomina inti menempati posisi posesor, sehingga dianggap sebagai perelatifan posesor. Jika digambarkan dengan menggunakan strategi gap, contoh (47) terlihat seperti di bawah ini.
-------------- [(watashi wa) mada ___namae wo oboe-te inai] otoko ni -------------(saya-TOP) belum ___Nama-AK ingat-KKinNeg laki-laki-DAT
5.2.3.4 Perelatifan Oblik (48) [Yuu no i-nai] sekai de, Shin wa zetsubou Nama-GEN ada-KKinNeg dunia-LOK, Nama-TOP kekecewaan dake wo kanji-te ita hanya-AK merasa-KKinLam ‘Shin hanya merasakan kekecewaan di dunia di mana Yuu tidak ada’ (Shinka, 2006: 170) Comrie mengajukan hierarki subjek > objek langsung > objek tak langsung > oblik > posesor yang untuk formasi klausa relatif, secara intuitif lebih mudah untuk merelatifkan subjek daripada merelatifkan posisi lain dan lebih mudah merelatifkan objek langsung daripada oblik dan seterusnya. Data yang terkumpul menunjukkan bahwa dalam bahasa Jepang ditemukan pula perelatifan oblik dengan menggunakan strategi gap seperti contoh (48) yang termasuk klausa relatif restriktif. Sebelum melihat penerapan strategi gap dalam merelatifkan oblik, berikut diperlihatkan terlebih dahulu klausa relatif dan klausa utama yang membentuk contoh (48). a. Klausa Relatif : Yuu no/ga (sekai de) i-nai Nama-GEN/NOM (dunia-LOK) ada-KKinNeg ‘Yuu tidak ada (di dunia)’
83
b. Klausa utama : Sekai de, Shin wa zetsubou dake wo kanji-te ita dunia-LOK, Nama-TOP kekecewaan hanya-AK merasa-KKinLam ‘Di dunia Shin hanya merasakan kekecewaan’
(48). [Yuu no ______i-nai] sekai de, ------------------------Nama-GEN _____ada-KKinNeg dunia-LOK Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya jika subjek klausa relatif dimarkahi oleh no, maka bisa digantikan dengan ga sebagai penanda subjek sehingga Yuu dalam klausa relatif tersebut menduduki posisi subjek. Verba klausa relatif, yaitu inai yang merupakan bentuk negatif dari iru ‘ada’ adalah salah satu verba statif bahasa Jepang. Verba tersebut hanya memerlukan satu argumen, yaitu subjek yang sudah diisi oleh Yuu. Nomina inti, yaitu sekai ‘dunia’ dapat mengisi posisi oblik dalam klausa relatif dan dimarkahi oleh ni sebagai pemarkah lokatif sehingga disebut sebagai perelatifan oblik. Jika diterjemahkan, klausa Yuu ga sekai ni inai menjadi ‘Yuu tidak ada di dunia’. Pemarkah de untuk nomina inti berubah menjadi ni ketika ada dalam klausa relatif. Hal itu terjadi karena dalam bahasa Jepang pemarkah lokatif ni digunakan untuk verba yang tidak menyatakan aktifitas aktif seperti verba iru ‘ada’. (49) Watashi wa [Manami san ga i-ru] heya ni i-ku saya-TOP Nama-NOM ada-KKin kamar-DAT pergi-KKin ‘Saya pergi ke kamar di mana ada Manami (di sana)’ (Hoshino, 2008: 32)
84
Contoh (49) juga termasuk klausa relatif restriktif dan verba klausa relatif sama dengan contoh (48). Dengan menggunakan strategi gap terlihat bahwa nomina inti, yaitu heya ‘kamar’ dapat menduduki fungsi yang kosong dalam klausa relatif. Fungsi tersebut adalah oblik sehingga contoh (49) juga termasuk perelatifan oblik.
Watashi wa [Manami san ga________i-ru] heya ni ------------saya-TOP Nama-NOM ________ada-KKin kamar-DAT Pemarkah ni pada nomina inti juga digunakan ketika mengisi fungsi oblik dalam klausa relatif. Pemarkah ni setelah nomina inti dapat digantikan dengan pemarkah e ‘ke’ karena verba iku ‘pergi’ juga memakai pemarkah tersebut.
5.2.4 Perluasan Unsur dalam Klausa Relatif (50) [Yuu to dea-tta] [konbini de ka-tta] juusu to tabako wo, Nama dengan bertemu-KLam conv.store LOK beli-KLam jus dan rokok-AK, mo-tte, hashi no benchi ni suwa-tta bawa-BSmb jembatan-GEN bangku DAT duduk-KLam ‘(Saya) membawa jus dan rokok yang (saya) beli di conv.store di mana saya bertemu dengan Yuu dan (kemudian) duduk di bangku jembatan’ (Shinka, 2006: 9) Pada contoh (50) ada dua buah klausa relatif dalam satu kalimat yang memodifikasi dua buah nomina inti. Klausa relatif yang pertama, yaitu Yuu to deatta ‘bertemu dengan Yuu’. Nomina inti klausa relatif yang pertama adalah konbini ‘convenience store’. Nomina inti tersebut sekaligus bagian dari klausa relatif yang kedua, yaitu konbini de katta ‘membeli di convenience store’. Nomina inti klausa relatif yang kedua, yaitu juusu to tabako ‘jus dan rokok’. Kedua klausa relatif pada
85
contoh (50) termasuk klausa relatif restriktif. Jika kedua klausa relatif tersebut dihilangkan, maka contoh (50) tetap merupakan kalimat utuh. (watashi wa) juusu to tabako wo motte, hashi no benchi ni suwa-tta (saya-NOM) jus dan rokok-AK bawa-BSmb, jembatan-GEN bangku-DAT dudukKLam ‘(Saya) membawa jus dan rokok kemudian duduk di bangku jembatan’. Meskipun ada dua buah nomina inti, hanya satu saja yang masih terlihat ketika klausa relatif dilesapkan. Dengan kata lain salah satu nomina inti, yaitu konbini ‘convenient store’ bukan termasuk unsur inti klausa utama. Hal ini dikarenakan jika
konbini ‘convenient store’ dianggap sebagai unsur inti klausa
utama, makna klausa menjadi tidak berterima. *(watashi wa) konbini de juusu to tabako wo motte, hashi no (saya-NOM) conv.store jus dan rokok-AK bawa-BSmb, jembatan-GEN benchi ni suwa-tta bangku- DAT duduk-KLam ‘(Saya) membawa jus dan rokok di conv.store kemudian duduk di bangku jembatan’ Namun, dengan menggunakan strategi gap tetap terlihat ada dua buah nomina inti dan ada fungsi yang kosong di tiap-tiap klausa relatif. Fungsi yang kosong tersebut bisa diisi oleh nomina inti.
(50a) [______Yuu to dea-tta] ______ Nama dengan bertemu-KLam
konbini de --------------------------conv.store-LOK
(50b) [konbini de _____ka-tta] juusu to tabako --------------------------conv.store-LOK _____beli-KLam jus dan rokok-AK Nomina inti pada contoh (50a) dapat menduduki fungsi oblik dalam klausa relatif sehingga disebut dengan perelatifan oblik. Nomina inti pada contoh (50b)
86
menduduki fungsi objek dalam klausa relatif sehingga termasuk perelatifan objek. Jadi, pada contoh (50) ada perelatifan oblik dan perelatifan objek. Contoh (50) menunjukkan bahwa unsur yang ada dalam klausa relatif dapat direlatifkan kembali . unsur tersebut adalah nomina inti yang tidak termasuk unsur inti klausa utama atau bisa disebut sebagai perluasan unsur dalam klausa relatif. Pada contoh (50) unsur OBL yang direlatifkan kembali. Karena bahasa Jepang termasuk tipe prenominal maka perluasan yang terjadi adalah perluasan ke sebelah kiri. (51) [Eki no chikaku ni aru] [konbini ni sugo-su] jikan ga stasiun-GEN dekat-DAT ada conv.store-DAT lewat-KKin waktu-NOM fue-te ita bertambah-KKinLam ‘Waktu yang (saya) lewatkan di convenient store yang ada dekat stasiun bertambah’ (Shinka: 7) Kedua klausa relatif pada contoh (51) termasuk klausa relatif restriktif. Sama dengan contoh (50), contoh (51) juga menunjukkan bahwa salah satu unsur dalam klausa relatif mengalami perelatifan kembali. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan terlebih dahulu melihat unsur inti klausa utama dari contoh (51) di bawah ini. (watashi wa) jikan ga fue-te ita (saya-TOP) waktu-NOM bertambah-KKinLam ‘Waktu (saya) bertambah Hanya satu nomina inti, yaitu nomina inti dari klausa relatif pertama (jikan ‘waktu’) yang termasuk unsur inti klausa utama sedangkan nomina inti dari klausa relatif yang kedua, yaitu konbini ‘convenient store’ tidak. Jadi, konbini yang juga merupakan unsur dari klausa relatif pertama mengalami perelatifan kembali sehingga
87
muncul klausa relatif yang kedua. Dengan menggunakan strategi gap tetap terlihat dua buah nomina inti yang dapat mengisi fungsi kosong dalam dua buah klausa relatif. Perelatifan yang terjadi adalah perelatifan subjek dan perelatifan objek.
[____eki ____
no chikaku ni aru] konbini ---------------------------stasiun-GEN dekat-DAT ada conv.store
[(watashi wa) konbini ni ____ sugo-su] jikan ----------------------(saya-NOM) conv.store-DAT ____lewat-KKin waktu
5.2.5 Perluasan Nomina Inti Subbab ini membahas beberapa contoh klausa relatif yang nomina intinya mengalami perluasan. Setelah mengalami perluasan, nomina inti tersebut berubah menjadi posesor. Berikut beberapa contoh yang menunjukkan hal tersebut. (52) Daidokoro kara wa [Sonoko san ga tsuku-tte iru] miso shiru no ii dapur dari-TOP Nama-NOM buat-KKin miso kuah-GEN bagus nioi ga suru aroma-NOM melakukan-KKin ‘Dari dapur tercium aroma enak kuah miso (yang) sedang dibuat Sonoko’ (Sinka, 2006: 54) Contoh (52) termasuk klausa relatif restriktif dan nomina intinya adalah miso shiru no ii nioi ‘bau enak kuah miso’. Dengan menggunakan strategi gap dapat digambarkan sebagai berikut.
88
---------------- [Sonoko san ga _____tsukutte iru] Nama-NOM _____buat-KKin
miso shiru *no ii nioi ------------miso kuah-GEN bagus aroma
Klausa relatif di atas kekurangan satu fungsi, yaitu objek karena verba tsukutte iru ‘membuat’ memerlukan dua argumen, yaitu subjek dan objek. Fungsi subjek sudah diisi oleh Sonoko. Namun, tidak keseluruhan nomina inti dapat menduduki fungsi objek tersebut. Miso shiru no ii nioi ‘bau enak kuah miso’ tidak bisa menjadi objek karena yang dibuat oleh Sonoko bukan bau enak, tetapi kuah miso. Oleh karena itu, hanya miso shiru yang dapat menduduki fungsi objek. Dapat dikatakan bahwa objek klausa relatif mengalami perluasan ketika menjadi nomina inti klausa utama. (53) [Ohiru gohan wo tsuku-tte iru] okaasan no senaka ga daisuki desu makan siang-AK buat-Kkin ibu-GEN punggung-NOM paling suka-KOPKKin ‘(Saya) paling suka punggung ibu (yang) sedang membuat makan siang’ (Sinka, 2006: 65) Sama halnya dengan contoh (52), nomina inti pada contoh (53) juga dianggap mengalami perluasan. Klausa relatif pada contoh (53) kekurangan fungsi subjek dan dengan mengunakan strategi gap terlihat seperti berikut.
[______Ohiru gohan wo tsuku-tte iru] ______makan siang-AK buat-KKin
okaasan *no senaka ----------------ibu-GEN punggung-NOM
Nomina inti, yaitu okaasan no senaka ‘punggung ibu’ tidak dapat menduduki fungsi subjek karena tidak mungkin punggung ibu dapat membuat ohiru gohan ‘makan siang’. Hanya okaasan ‘ibu’ yang bisa menduduki fungsi subjek. Ketika
89
menjadi nomina inti okaasan ‘ibu’ mengalami perluasan dengan ditambahkannya senaka ‘punggung’ dan okaasan ‘ibu’ sebagai posesor. Hal yang serupa juga terlihat pada contoh (54) di bawah ini. (54) [Kouchan ga su-nde iru] heya no soto ni, sentaku mono ga Nama-NOM tinggal-KKin kamar-GEN luar-DAT, cucian-NOM ho-shite a-tta jemur-KLam ‘Cucian dijemur di luar kamar (yang) ditinggali Kouchan’ (Hoshino, 2008: 24) Klausa relatif pada contoh (54) kekurangan satu argumen yang diperlukan oleh verba sunde iru ‘tinggal’, yaitu fungsi oblik. Nomina inti, yaitu heya no soto ni ‘di luar kamar’ tidak bisa mengisi fungsi tersebut.
[Kouchan ga _____su-nde iru] heya *no soto ni, -------------------------------Nama-NOM _____tinggal-KKin kamar-GEN luar-DAT Kouchan tinggal di kamar bukan di luar kamar sehingga hanya heya ‘kamar’ yang dapat menduduki fungsi oblik tersebut. Heya juga mengalami perluasan dengan munculnya soto ni ‘di luar’ dan menjadi posesor.
5.2.6 Perelatifan Tanpa Strategi Gap Tidak semua klausa relatif dalam bahasa Jepang menerapkan strategi gap. Comrie (1981: 141) menyatakan bahwa bahasa yang digunakan sebagai contoh memiliki lebih dari satu konstruksi klausa relatif. Misalnya tipe gap dan tipe pronominal retensi yang muncul dalam bahasa Persia.
90
Dari data yang terkumpul, beberapa data KRBJ memperlihatkan bahwa strategi perelatifan gap tidak berlaku untuk semua klausa relatif. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Tsujimura (1996: 268). Tsujimura menyatakan bahwa hubungan semantik dan pragmatik dapat digunakan menganalisis hubungan klausa relatif dengan nomina intinya. Berikut salah satu contoh yang dikemukakan oleh Kitagawa (1982) dalam Tsujimura (1996: 267).
[Musuko ga iede-shita] Taroo Anak laki-laki-NOM melarikan diri-KLam Nama ‘Taroo (yang) anaknya melarikan diri’ Klausa relatif pada contoh di atas sudah merupakan kalimat utuh dan tidak ada fungsi yang kosong. Nomina inti, yaitu Taroo juga tidak dapat menduduki fungsi apa pun dalam klausa relatif. Tsujimura menjelaskan bahwa hubungan Taroo dan musuko ‘anak laki’ sebagai hubungan kekerabatan, yaitu ayah dan anak. Dalam bahasa Jepang ditemukan contoh sebagai berikut. (55) Watashi wa [Shin no uta-tte iru] sugata ga suki saya-TOP Nama-GEN nyanyi-KKin sosok-NOM suka ‘Saya suka sosok Shin (yang) sedang menyanyi’ (Shinka, 2006: 111) Klausa relatif pada contoh di atas Shin no utatte iru ‘Shin menyanyi’. Pemarkah no pada klausa relatif dapat diganti dengan ga sehingga Shin merupakan subjek. Verba utatte iru yang merupakan bentuk kini dari utau ‘menyanyi’ tidak memerlukan objek karena verba tersebut sudah cukup memberikan informasi kepada pendengar bahwa seseorang menyanyikan sebuah lagu. Oleh karena itu, nomina inti
91
pada contoh (55), yaitu sugata ‘sosok’ tidak dapat menduduki fungsi apa pun dalam klausa relatif. Berdasarkan pernyataan Tsujimura, Shin dan sugata ‘sosok’ tentu memiliki hubungan karena sosok yang dimaksud adalah sosok Shin. Namun, jika dianalisis berdasarkan strategi perelatifan yang dikemukakan oleh Comrie contoh (55) dapat dikatakan menerapkan strategi nonreduksi. Strategi ini berarti bahwa nomina inti muncul secara utuh, tidak ada pengurangan dalam klausa sematan, dalam posisi normal dan/dengan pemarkah kasus biasa untuk frasa nomina yang digunakan untuk menunjukkan fungsi khusus dalam sebuah klausa.
5.3 Peranan Nomina Inti Di awal sudah disebutkan bahwa berdasarkan posisi nomina inti, KRBJ termasuk tipe prenominal. Klausa relatif muncul sebelum atau di sebelah kiri nomina inti. Dalam KRBJ nomina inti dapat menduduki fungsi yang sama di klausa utama dan klausa relatif. Misalnya sebuah nomina menduduki fungsi subjek di klausa utama sekaligus subjek di klausa relatif. Namun, ada pula nomina inti yang memiliki fungsi berbeda di klausa utama dan di klausa relatif. Sebuah nomina memiliki fungsi subjek dalam klausa utama, tetapi menduduki fungsi objek dalam klausa relatif. Begitu juga sebaliknya. Mengingat bahasa Jepang memiliki pemarkah untuk tiap-tiap fungsi dalam kalimat, perubahan fungsi juga mengakibatkan perubahan pemarkah. Misalnya sebuah nomina yang menduduki fungsi subjek dalam klausa utama dimarkahi oleh pemarkah nominatif ga dan ketika menduduki fungsi objek dalam klausa relatif
92
pemarkah ga tersebut berubah menjadi wo yang merupakan pemarkah akusatif dalam bahasa Jepang. Begitu juga dengan fungsi lainnya.
5.4 Relasi Gramatikal Relasi gramatikal menyangkut fungsi gramatikal. Fungsi gramatikal (fungsi argumen) tersebut, antara lain SUBJ (subjek), OBJ (objek), OBJ2 (objek kedua), dan OBL (oblik). Fungsi tambahannya antara lain POS (posesor) yang digunakan untuk argumen tertentu dari nomina (Falk, 2001: 57--58). Comrie menyatakan bahwa nomina inti dari klausa relatif sebenarnya memainkan peranan di dua klausa yang berbeda dalam sebuah konstruksi klausa relatif. Di satu sisi memainkan peranan di klausa utama dan di sisi lain memainkan peranan di klausa yang membatasi (restricting clause) dalam pengertian klausa relatif yang merupakan klausa subordinatif. Berikut beberapa contoh yang menunjukkan relasi gramatikal yang diacu oleh nomina inti dalam bahasa Jepang. Sebagian contoh sudah muncul di bab sebelumnya. (56) [Soto de tomodachi ni kakoma-rete iru] Shin wo mi-tara luar-LOK teman-DAT kelilingi-PAS-KKin Nama-AK lihat-BPeng sugoku tooi sonzai na ki ga-shita sangat jauh kehadiran rasa-KLam ‘Kalau melihat Shin (yang) sedang dikelilingi temannya, (saya) merasa kehadirannya sangat jauh’ (Shinka, 2006 : 52) Nomina inti pada contoh di atas adalah Shin ‘nama orang’. Karena dimarkahi oleh wo, nomina inti tersebut menduduki fungsi objek di klausa utama. Klausa relatif soto de tomodachi ni kakomarete iru ‘dikelilingi oleh teman di luar’ kehilangan satu
93
fungsi, yaitu subjek. Fungsi tersebut dapat diisi oleh nomina inti dengan menerapkan strategi gap.
[____soto de tomodachi ni kakoma-rete iru] Shin wo ---------------------____luar-LOK teman-DAT kelilingi-PAS-KKin Nama-AK Jadi, nomina inti pada contoh di atas merupakan objek klausa utama sekaligus subjek klausa relatif. Pemarkah wo sebagai pemarkah akusatif kemudian berubah menjadi ga sebagai pemarkah nominatif.
(57) [Yuu ga to-tta] chiketto wa mae kara nibanme no seki da-tta Nama-NOM ambil-KLam tiket-TOP depan dari kedua-GEN kursi KOP-KLam ‘Tiket (yang) diambil Yuu adalah kursi kedua dari depan’ (Shinka, 2006: 34) Pada contoh di atas nomina inti, yaitu chiketto ‘tiket’ dimarkahi oleh wa yang merupakan pemarkah topik. Nomina inti tersebut merupakan subjek klausa utama yang mengalami topikalisasi. Nomina inti juga dapat mengisi fungsi objek yang kosong dalam klausa relatif seperti terlihat di bawah ini.
[Yuu ga ____to-tta] Nama-NOM ____ambil-KLam
chiketto wa ----------------------tiket-TOP
Contoh di atas menunjukkan bahwa nomina inti merupakan subjek klausa utama sekaligus objek klausa relatif. Pemarkah topik wa untuk chiketto di klausa utama berubah menjadi pemarkah wo untuk chiketto yang menduduki fungsi objek dalam klausa relatif.
94
(58) [Watashi ga i-tte ita] juku wa kaigo shisetsu mo saya-NOM pergi-KKinLam tempat les-TOP pemeliharaan sarana juga unei-shite ita kelola-KKinLam ‘Tempat les (yang) saya datangi juga mengelola sarana pemeliharaan’ (Hoshino, 2008: 49) Nomina inti pada contoh di atas adalah juku ‘tempat les’. Nomina inti tersebut dimarkahi oleh pemarkah topik wa yang juga menunjukkan subjek klausa utama. Jika melihat klausa relatif pada contoh di atas maka akan terlihat ada fungsi yang hilang atau kosong, yaitu fungsi oblik. Verba klausa relatif, yaitu itte ita yang merupakan bentuk lampau dari iku ‘pergi’ memerlukan dua buah argumen. Argumen tersebut, yaitu subjek dan oblik (obliklokasi). Fungsi subjek sudah diisi oleh watashi ‘saya’.
[Watashi ga ____ i-tte ita] juku wa ----------------------------saya-NOM ____ pergi-KKinLam tempat les-TOP Fungsi oblik yang kosong dalam klausa relatif tersebut dapat diisi oleh nomina inti, yaitu juku ‘tempat les’. Karena merupakan objek lokasi dengan verba iku ‘pergi’, pemarkah wa untuk juku sebagai subjek klausa utama berubah menjadi ni atau e. Penggunaan kedua pemarkah ini sudah dibahas pada bab IV penelitian ini. Contoh di atas menunjukkan bahwa nomina inti merupakan subjek klausa utama dan sekaligus oblik klausa relatif. (59) [Happa wo wake-te mora-tte ita] nakama to, Shin wa daun-AK pisahkan-terima-KKinLam teman dengan, Nama-TOP gyangu chiimu wo tsukuru gang tim-AK buat-KKin
95
‘Shin membuat tim gang dengan teman (yang membantunya) memisahkan daun’ (Shinka, 2006: 194) Berbeda dengan contoh (58), nomina inti pada contoh (59) menduduki fungsi oblik, yaitu oblikkomitatif. Oblikkomitatif dalam bahasa Jepang dimarkahi oleh to yang merupakan pemarkah kasus komitatif. Verba klausa relatif, yaitu wakete moratte ita yang berasal dari verba wakeru ‘memisahkan’. Verba ini memerlukan dua buah argumen, yaitu subjek dan objek. Argumen yang kosong adalah subjek. Posisi tersebut dapat diisi oleh nomina inti, yaitu nakama ‘teman’.
[____happa wo wake-te moratte ita] nakama to, -------------------------____daun-AK pisahkan-terima-KKinLam teman dengan Jadi, nomina inti pada contoh di atas merupakan oblik klausa utama sekaligus subjek klausa relatif. Subjek klausa utama sudah diisi oleh Shin ‘nama orang’. Ada pula nomina inti yang memiliki fungsi sama, baik di klausa utama maupun klausa relatif. Contohnya dapat dilihat berikut ini. (60) [Kyoushitsu ni hai-tte kita] Shige san wa, Shin-tachi no hou wo mi-te ita kelas-DAT masuk-KLam Nama-TOP, Nama-jamak-GEN arah-AK lihatKKinLam ‘Shige (yang) masuk ke kelas melihat ke arah Shin dan temannya’ (Shinka, 2006: 24)
[____kyoushitsu ni hai-tte kita] Shige san wa, ----------------------____kelas-DAT masuk-KLam Nama-TOP Klausa relatif pada contoh di atas kehilangan satu fungsi, yaitu subjek. Fungsi tersebut dapat diisi oleh Shige san ‘nama orang’ yang juga menduduki fungsi subjek
96
di klausa utama. Pada contoh ini nomina inti hanya memiliki satu fungsi gramatikal, yaitu subjek, baik di klausa utama maupun klausa relatif. Oleh karena itu, pemarkah wa tidak berubah atau bisa digantikan dengan ga sebagai pemarkah subjek. (61) Shin wa [Yuu no tsuku-tta] fuku wo jitto mitsume-te ita Nama-TOP Nama-GEN buat-KLam baju-AK terus pandang-KKinLam ‘Shin terus memandangi baju (yang) dibuat Yuu’ (Shinka, 2006: 180) Contoh di atas sudah dibahas di bagian perelatifan objek bab ini. Nomina inti, yaitu fuku ‘baju’ menduduki fungsi objek di klausa utama dan menduduki fungsi yang sama di klausa relatif. Fungsi objek yang kosong dalam klausa relatif dapat diisi oleh nomina inti tersebut. Jadi, nomina inti hanya memiliki fungsi gramatikal yang sama di kedua klausa. Fungsi tersebut adalah objek sehingga pemarkah wo tidak mengalami perubahan.
Shin wa [Yuu no/ga _____ tsuku-tta] Nama-TOP Nama-GEN _____buat-KLam
fuku wo -------------------baju-AK
Satu buah nomina inti memiliki fungsi yang sama di klausa utama dan klausa relatif juga ditunjukkan oleh contoh berikut ini. Sama dengan contoh sebelumnya, contoh berikut ini juga sudah digunakan pada bagian perelatifan oblik bab ini. (62) [Yuu no i-nai] sekai de, Shin wa zetsubou dake wo Nama-DAT ada-KKinNeg dunia-LOK, Nama-TOP kekecewaan hanya-AK kanji-te ita rasa-KKinLam ‘Shin hanya merasakan kekecewaan di dunia di manaYuu tidak ada’ (Shinka, 2006: 170)
97
Nomina inti menduduki fungsi oblik dan dimarkahi oleh de yang merupakan pemarkah lokatif. Nomina inti tersebut dapat mengisi fungsi yang kosong dalam klausa relatif, yaitu fungsi oblik (obliklokasi).
[Yuu no ______i-nai] sekai de, -----------------Nama-GEN_____ ada-KKinNeg dunia-LOK Jadi, nomina inti pada contoh tersebut menduduki fungsi yang sama di kedua klausa. Fungsi tersebut adalah oblik, yaitu obliklokasi sehingga pemarkah yang digunakan tidak berubah.
98
BAB VI STRUKTUR KONSTITUEN, STRUKTUR FUNGSIONAL, DAN STRUKTUR ARGUMEN
Bab ini membahas tiga hal penting dalam TLF. Hal tersebut adalah struktur konstituen, struktur fungsional, dan struktur argumen kalimat bahasa Jepang dengan klausa relatif di dalamnya.
6.1 Struktur Konstituen Struktur konstituen/ c-structure (StKon) sudah dikenal sejak linguistik transformasional. Selain kesamaan, ada pula perbedaan antara StKon dalam TLF dan StKon dalam teori transformasional. Persamaannya adalah TLF juga menggunakan teori X-bar, tetapi TLF tidak mengharuskan StKon untuk memuat seluruh properti sintaktik dari sebuah konstituen. Hal penting di balik Stkon adalah frasa dan kategori leksikal adalah inti dari frasa tersebut. N merupakan inti dari NP, A merupakan inti
99
dari AP, V merupakan inti dari VP, dan P merupakan inti dari PP. Frasa yang memiliki inti dengan kategori yang sama disebut dengan endocentricity. Selain kategori leksikal, TLF juga mengenal kategori fungsional. Contoh kategori fungsional, yaitu D(eterminer) yang merupakan inti dari DP dan NP dalam DP adalah komplemen. Kategori fungsional lainnya, yaitu Infl (I) yang dalam terminologi tradisional disebut dengan pelengkap (auxiliaries). Infl (IP) berperilaku seperti inti dengan VP di posisi komplemen (Falk, 2001: 35-39). Kategori fungsional menekankan 98perbedaan utama antara StKon dalam TLF dan StKon dalam teori transformasional. Kategori fungsional I dan D dalam TLF dinyatakan sebagai sebuah kata, bukan sebuah afiks subleksikal (Falk, 2001: 40). Dalrymple (2001: 60) menyatakan bahwa pada banyak bahasa IP berkorespondensi dengan kalimat (S), sedangkan CP berkorespondensi dengan yang disebut S’, kalimat dengan complementizer atau frasa pengganti di posisi awal kalimat. Berikut aturan frasa yang dapat dinyatakan dalam bahasa Jepang berdasarkan teori TLF. a. I’
→ IP COMP
b. IP
→ DP I’
c. DP → (IP) (NP) (AP) N d. VP → (PP) (DP) (PP) (DP) (I’) V d. PP → DP P Berikut digambarkan StKon kalimat bahasa Jepang dengan klausa relatif sebagai modifier NP. Contoh yang digunakan adalah contoh (44) yang muncul pada bab sebelumnya.
100
(44) Shin wa [Yuu no/ga tsuku-tta] fuku wo mitsume-te ita Nama-TOP Nama-GEN buat-KLam baju-AK pandang-KKinLam ‘Shin terus memandangi baju (yang) Yuu buat’ (Shinka, 2006: 180)
IP DP
I’
NP
DP
I
N
NP
VP
IP Shin wa
N
DP
I’
fuku wo
NP
DP
I
N
NP
VP
N
tsukutta
Yuu no/ga
V mitsumete ita
(……) Contoh (44) menggunakan strategi gap sehingga dengan diagram pohon juga terlihat bahwa ada satu konstituen yang kosong dalam klausa relatif. Konstituen tersebut sebenarnya diisi oleh nomina yang merupakan inti dari NP yang sama. DP dalam kalimat bahasa Inggris terdiri atas determiner (a atau the) dan NP. Namun,
101
dalam bahasa Jepang tidak ditemukan determiner sehingga DP hanya terdiri atas NP. Jadi, NP bukan DP, tetapi NP adalah bagian atau komplemen dari DP. Dengan menggunakan scrambling yang sudah dibahas pada bab IV, contoh (44) bisa diubah urutan konstituennya tanpa mengubah arti kalimat. Ada beberapa kemungkinan,
tetapi
tidak
semua
dianggap
gramatikal.
Berikut
beberapa
kemungkinan urutan konstituen untuk contoh (44). (44a) [Yuu no/ga tsuku-tta] fuku wo Shin wa mitsume-te ita Nama-GEN/NOM buat-KLam baju-AK Nama-TOP pandang-KkinLam ‘Shin memandangi baju yang Yuu buat’ (44b) * Shin wa [Yuu no/ga tsuku-tta] mitsume-te ita fuku wo Nama-TOP Nama-GEN/NOM buat-KLam pandang-KKinLam baju-AK (44c) * Shin wa mitsume-te ita [Yuu no/ga Nama-TOP pandang-KKinLam Nama-GEN/NOM
tsuku-tta] fuku wo buat-KLam baju-AK
(44d) * Yuu ga Shin wa [tsuku-tta] fuku wo mitsume-te ita Nama-NOM Nama-TOP buat-KLam baju-AK pandang-KKinLam Dari keempat kemungkinan urutan kata untuk contoh (44) di atas, hanya satu kalimat yang dianggap gramatikal. Kalimat (44b) dan (44c) dianggap tidak gramatikal karena verba tidak dapat mengalami scrambling. Posisi verba dalam kalimat bahasa Jepang selalu di akhir. Sementara itu, contoh (44d) dianggap tidak gramatikal karena konstituen dalam klausa sematan pindah ke klausa utama. Hal tersebut juga salah satu batasan dalam scrambling, yaitu tidak memperbolehkan konstituen dalam klausa sematan untuk pindah ke klausa utama. Jadi, hanya contoh (44a) yang dianggap masih gramatikal. Konstituen yang pindah adalah subjek, yaitu Shin ‘nama orang’ yang dimarkahi oleh pemarkah topik. Ketika sebuah konstituen
102
dalam kalimat bahasa Jepang mengalami perpindahan, pemarkah memainkan peranannya sehingga tetap terlihat fungsi apa yang dimiliki dalam kalimat. Stkon untuk (44a) dapat dilihat sebagai berikut. (44a) [Yuu no/ga tsuku-tta] fuku wo Shin wa jitto mitsume-te ita Nama-GEN/NOM buat-KLam baju-AK Nama-TOP terus pandang-KKinLam ‘Baju yang dibuat Yuu, Shin terus memandangnya’ IP DP
I’
NP IP DP
I’
NP
DP
I
N
NP
VP
Yuu no/ga N
DP
I
N
NP
VP
fuku wo
N
V
Shin wa
mitsumete ita
tsukutta
(….) StKon untuk contoh (44) terdiri atas IP, DP, NP, dan VP. Selanjutnya digambarkan StKon kalimat dalam bahasa Jepang yang di dalamnya terdapat PP. Berbeda dengan bahasa Inggris ataupun bahasa Indonesia, P dalam P adalah posposisi karena letaknya sesudah nomina. Contoh yang digunakan belum muncul pada pembahasan sebelumnya. Masih menggunakan strategi gap, PP yang muncul pada contoh berikut ini dapat mengisi fungsi subjek yang kosong dalam klausa relatif. (55a) [Happa wo wake-te mora-tte ita] nakama to, Shin wa wo Daun-AK pisahkan-terima-KKinLam teman dengan, Nama-TOP gyangu chiimu tsuku-ru
103
gang tim-buat-KKin ‘Shin membuat tim gang dengan teman (yang membantunya) memisahkan daun,’ (Shinka, 2006: 194) Posposisi pada contoh di atas adalah to ‘dengan’ dan nomina yang dilekatinya menduduki fungsi oblik dalam kalimat. Berikut Stkon untuk contoh (55).
IP DP
I’
NP
VP
104
N
PP
Shin wa
DP IP
N
DP
VP P
DP
to
NP
NP
N
N
I’ tomodachi
NP
DP
I
N
NP
VP
(……)
N
V
DP
V tsukuru
Shin wa gyangu chiimu wo
Happa wo wakete moratte ita
Seperti contoh (44), dengan menggunakan scrambling urutan kata yang masih dianggap gramatikal adalah sebagai berikut beserta StKon-nya. (55b) Shin wa [happa wo wake-te mora-tte ita] nakama to gyangu Nama-TOP daun-AK pisahkan-terima-KKinLam teman dengan gang chiimu wo tsuku-ru tim-AK buat-Kkin ‘Shin membuat tim gang dengan teman (yang membantunya) memisahkan daun,’ IP DP
I’
NP
VP
N
PP
Shin wa
DP IP
DP
N I’ tomodachi
VP P
DP
V
to
NP
tsukuru
N
105
NP
DP
I
N
NP
VP
(……)
N
V
gyangu chiimu wo
Happa wo wakete moratte ita
6.2 Struktur Fungsional Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa konsep penting di balik struktur fungsional (selanjutnya StFun) adalah fungsi gramatikal. Fungsi gramatikal yang paling dasar adalah fungsi argumen (subjek, objek, dan oblik). Sementara itu, fungsi nonargumen, antara lain ajung, fokus, dan topik. Dalam StFun ada pula beberapa batasan. Batasan tersebut merupakan pengertian dari hubungan antara fungsi argumen yang ditetapkan dalam bentuk leksikal sebuah inti dan fungsi argumen yang muncul sebagai atribut dalam StFun. Sebuah StFun yang seluruh fungsi argumennya dipilih oleh inti dianggap StFun yang lengkap dan sebaliknya jika satu (atau lebih) kehilangan satu argumen, maka dianggap tidak lengkap. Selain itu, jika seluruh fungsi argumen yang muncul sebagai atribut sebuah StFun dipilih oleh inti dan cocok dalam struktur argumen, maka dianggap koheren (Falk, 2001: 60--61). Di bawah ini adalah StFun yang lengkap, tidak lengkap, dan tidak koheren dari tiga buah contoh kalimat. Kalimat pertama, yaitu I donate a book to the library
106
kalimat kedua, yaitu I donate to the library, dan kalimat ketiga, yaitu I donate the university a book to the library. Dari ketiga contoh kalimat tersebut hanya kalimat pertama yang dianggap gramatikal. Kalimat kedua dianggap tidak gramatikal karena ada satu argumen yang hilang, sedangkan contoh kalimat ketiga dianggap tidak gramatikal karena muncul argumen ekstra. Hal tersebut terlihat pula dalam StFun di bawah ini.
a. StFun yang lengkap (gramatikal) : I donated a book to the library SUBJ
[“I”]
TENSE
PAST
PRED
‘donate <SUBJ, OBJ, OBLGoal OBJ>’
OBJ
[“a book”]
OBLGoal
PCASE
OBLGoal
OBJ
[“the library]
b. StFun yang tidak lengkap : *I donated to the library SUBJ
[“I”]
?
TENSE
PAST
PRED
‘donate <SUBJ, OBJ, OBLGoal OBJ>’ PCASE OBLGoal
OBLGoal
OBJ
[“the library”]
c. StFun yang tidak koheren : *I donated the university a book to the library
107
SUBJ
[“I”]
TENSE
PAST
PRED
‘donate <SUBJ, OBJ, OBLGoal OBJ>’
OBJ
[“the university”]
OBJ2
[“a book”]
OBLGoal
?
PCASE OBLGoal OBJ
[“the library”]
Ada dua hal yang dapat dinyatakan untuk menjelaskan StFun yang lengkap, tidak lengkap, dan tidak koheren tersebut. Pertama, menyangkut kelengkapan. StFun disebut lengkap kalau seluruh argumen yang dinyatakan dalam nilai sebuah PRED harus digambarkan dalam StFun lokal. Semua fungsi yang memeroleh peran tematik harus memiliki fitur PRED. Berkaitan dengan koherensi, seluruh fungsi argumen dalam StFun harus dipilih oleh PRED lokal. Setiap argumen yang memiliki fitur PRED-nya sendiri harus diberikan peran tematik (Falk, 2001: 63). Fitur PRED dalam struktur fungsional tidak hanya mengacu pada predikat (verba). Fitur PRED menggambarkan
sesuatu
yang
bermakna
dan
nilainya
ditunjukkan
secara
konvensional sebagai sebuah kata (Falk, 2001: 13). Berikut adalah StFun untuk kalimat The hamster will give a falafel to the dinosaur yang sudah mencantumkan kelengkapan dan koherensi tersebut. DEF SUBJ
+
PRED ‘hamster’ NUM SG
108
TENSE
FUT
PRED
‘give <SUBJ, OBJ, OBLGoal, OBJ> DEF
OBJ
-
PRED ‘falafel’ NUM SG PCASE
OBLGoal
OBLGoal
DEF OBJ
+
PRED ‘dinosaur’ NUM SG
6.2.1 Korespondensi TLF mengenal hubungan korespondensi antara bagian dalam StKon danbagian dalam StFun. Contoh bahwa StFun dilisensi oleh StKon terlihat dalam nilai fitur TENSE yang datang dari I dalam StKon dan nilai PRED muncul dari V dalam Stkon. Selain itu, atribut SUBJ muncul dari properti yang dimiliki oleh IP, yaitu DP dan atribut OBJ muncul dari properti VP (Falk, 2001: 66). Beberapa bagian dari StKon berkorespondensi dengan satu bagian dalam StFun. Namun, ada pula satu bagian dalam StKon dapat berkorespondesi dengan seperangkat komponen dalam StFun. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan yang disebut dengan f-precendence (disimbolkan dengan ƒ). Simbol ƒ digunakan untuk menandai sebuah variabel yang berkorespondensi dengan pasangan sehingga dituliskan dengan ƒ1, ƒ2, ƒ3, dan seterusnya. Simbol tersebut dapat digunakan, baik dalam StKon maupun StFun. Contoh korespondensi antara StKon dan StFun dapat dilihat sebagai berikut.
109
The hamster will give a falafel to the dinosaur IP ƒ1 DP ƒ2
I ƒ7
D’ ƒ3
I ƒ8
VP ƒ9
D ƒ4
NP ƒ5 will
V ƒ10
DP ƒ11
The
N ƒ6
give
D’ ƒ12
Hamster
ƒ1 ƒ7 ƒ8 ƒ9 ƒ10
SUBJ
TENSE
ƒ2 ƒ3 ƒ4 ƒ5 ƒ6 FUT
DEF PRED NUM
PP ƒ16 P ƒ17
DP ƒ18
D ƒ13
NP ƒ14 to
a
N ƒ15
D ƒ20
falafel
the
+ SG
D’ ƒ19 NP ƒ21 dinosaur
110
PRED
‘give <SUBJ, OBJ, OBLGoal OBJ>’
OBJ
ƒ11 ƒ12 ƒ13 ƒ14 ƒ15 ƒ16 ƒ17
DEF PRED NUM
SG
PCASE OBLGoal
OBLGoal OBJ
ƒ18 ƒ19 ƒ20 ƒ21 ƒ22
DEF PRED NUM
+ ‘dinosaur’ SG
6.2.2 Deskripsi Fungsional dan Anotasi Fungsional Deskripsi fungsional adalah istilah pemetaan antara StKon dan StFun. Contohnya, ƒ1 dan ƒ7 merupakan StFun yang sama atau dengan kata lain korespondensi konstituen 1 dan 7 dengan StFun adalah sama. Hal ini dapat dirumuskan dengan persamaan fungsional (functional equation). Contoh persamaan fungsional untuk contoh kalimat sebelumnya bisa dilihat sebagai berikut. a. ƒ1 = ƒ7 b. (ƒ1SUBJ) = ƒ2 ƒ2 = ƒ3 ƒ3 = ƒ4 (ƒ4 DEF) = + Jika dirumuskan secara keseluruhan, maka deskripsi fungsionalnya akan sangat panjang. (ƒ1SUBJ) = ƒ2 menunjukkan bahwa ƒ2 adalah DP yang merupakan anak dari IP yang digambarkan dengan ƒ1 dan begitu seterusnya. Contohnya diagram untuk anak dari IP berikut ini.
111
IP ƒ1 (ƒ1 SUBJ) = ƒ2
ƒ1 = ƒ7
DP = ƒ2
I’ = ƒ7
Untuk memperjelas hubungan ini dapat dilakukan dengan mengganti variabel yang sebenarnya (ƒ1 , ƒ2,…..) dengan variabel untuk variabel yang disebut dengan metavariabel. Tanda ↑ untuk ibu dan tanda ↓ untuk anak (Falk, 2001: 70--71). Contohnya sebagai berikut. IP ƒ1 (↑SUBJ) =↓ DP ƒ2
↑= ↓ I ƒ7
↑=↓
↑=↓ I ƒ8 will
D’ ƒ3
↑= ↓ VP ƒ9
(↑TENSE) =FUT
↑= ↓ D ƒ4
↑= ↓ NP ƒ5
The (↑DEF) = +
↑= ↓ N ƒ6
↑= ↓ V ƒ10
(↑OBJ)= ↓
(↑OBLGoal) = ↓
DP ƒ11
give (↑PRED) = ‘
PP ƒ16
↑= ↓ D’ ƒ12
↑= ↓ P ƒ17
(↑OBJ)= ↓
DP ƒ18
Hamster (↑PRED) = ‘hamster’ (↑NUM) = SG
↑= ↓ D ƒ13 a (↑DEF) = -
↑= ↓ to NP ƒ14 ↑= ↓ N ƒ15
↑= ↓ D’ ƒ19 ↑= ↓ D ƒ20
↑= ↓ NP ƒ21
112
falafel
the
Nƒ22
(↑PRED) =’falafel’ (↑DEF) = + (↑NUM) = SG
dinosaur (↑PRED) = ‘dinosaur’ (↑NUM) = SG
Berikutnya adalah pembahasan mengenai StFun kalimat dengan klausa relatif dalam bahasa Jepang. Namun, perlu dibahas terlebih dahulu mengenai fitur TENSE dalam bahasa Jepang. Sutedi (2003: 79--85) menyatakan bahwa dalam bahasa Jepang kala (tense) dan aspek sangat
sulit dibedakan karena keduanya sama-sama
mengungkapkan kejadian lampau (selesai), sedang (masih berlangsung), dan akan (belum dilakukan). Bahasa Jepang hanya menggunakan dua bentuk verba, yaitu bentuk lampau dan bentuk akan. Verba bentuk lampau mencakup bentuk sopan -mashita dan -masendeshita dan verba bentuk biasa, yaitu bentuk -ta dan bentuk – nakatta. Bentuk akan mencakup bentuk sopan –masu dan –masen serta bentuk –te iru. Sementara itu, ada tiga kala (tense) dalam bahasa Jepang, yaitu kala lampau yang ditandai dengan verba bentuk –ta (bentuk sopan –mashita), kala mendatang yang ditandai dengan verba bentuk –ru atau bentuk kamus (bentuk sopan –masu), dan kala kini yang ditandai oleh dua buah bentuk verba, yaitu bentuk –ru (-masu) dan bentuk – te iru. Bahasa Jepang juga mengenal kalimat majemuk yang terdiri atar kalimat inti (induk kalimat atau klausa utama) dan anak kalimat (klausa subordinatif). Kala
113
(tense) yang muncul di kedua klausa tersebut tidak selalu sama. Misalnya, verba di klausa utama dalam bentuk lampau, tetapi verba di klausa subordinatif dalam bentuk kini dan contoh-contoh lainnya. Pada contoh kalimat (44) Shin wa [Yuu no/ga tsukutta] fuku wo mitsumete ita ‘Shin memandangi baju yang dibuat Yuu’ verba di klausa utama, yaitu mitsumete ita ‘memandangi’ dan verba di klausa relatif, yaitu tsukutta ‘membuat’ sama-sama dalam bentuk lampau. StFun untuk contoh kalimat (44) adalah sebagai berikut.
SUBJ
DEF + PRED ‘Shin’ NUM SG
TENSE PRED
PAST ‘mitsumete ita <SUBJ, OBJ>’ SUBJ
DEF PRED NUM
TENSE PRED
PAST ‘tsukutta
OBJ
DEF PRED NUM
DEF PRED NUM
+ ‘fuku’ SG
OBJ
+ ‘Yuu’ SG <SUBJ, OBJ>’ ----
StFun di atas menunjukkan bahwa contoh kalimat (44) gramatikal dan StFunnya juga lengkap karena seluruh fungsi argumen, baik dalam klausa utama
114
maupun klausa relatif, sudah dipilih oleh inti. Fungsi argumen objek dalam klausa relatif kosong, tetapi dapat diisi oleh argumen objek klausa utama. Jadi, terlihat bahwa dua buah argumen diambil oleh inti yang sama. Korespondensi antara StKon dan StFun untuk contoh kalimat (44) dapat dilihat sebagai berikut. IP ƒ1 DP ƒ2
I’ ƒ5
NP ƒ3
DPƒ6
I ƒ19
N ƒ4
NP ƒ7
VP ƒ20
IP ƒ8 Shin wa
DP ƒ9
I’ ƒ12 I ƒ16
N ƒ11 NP ƒ14
VP ƒ17
N ƒ15 tsukutta (……)
DEF
fuku wo
NP ƒ10 DP ƒ13
Yuu no/ga
ƒ2
N ƒ18
+
V ƒ21 mitsumete ita
115
ƒ1
SUBJ
ƒ3
ƒ5 ƒ19 ƒ20 ƒ21
ƒ4
TENSE PRED ƒ6 ƒ7 ƒ8 ƒ12 ƒ16 ƒ17 ƒ18
PRED ‘Shin’ NUM SG PAST ‘mitsumete ita <SUBJ, OBJ>’ ƒ9 DEF SUBJ ƒ10 PRED ƒ11 NUM
TENSE PRED
OBJ
ƒ13
OBJ
ƒ14 ƒ15
DEF PRED NUM
+ ‘Yuu’ SG
PAST ‘tsukutta DEF PRED NUM
<SUBJ, OBJ>’ ----
+ ‘fuku’ SG
Berikutnya korespondensi di atas digambarkan menggunakan persamaan fungsional, seperti yang terlihat di bawah ini. (ƒ1 SUBJ) = ƒ2 ƒ2 = ƒ3 ƒ3 = ƒ4 (ƒ4 DEF)
=+
(ƒ4 PRED) = ‘Shin’ (ƒ4 NUM) = SG ƒ1= ƒ5 ƒ5 = ƒ6 ƒ6 = ƒ7 ƒ7 = ƒ8
116
(ƒ8 SUBJ) = ƒ9 ƒ9 = ƒ10 ƒ10 = ƒ11 (ƒ11 DEF) = + (ƒ11 PRED) = Yuu (ƒ11 NUM) = SG (ƒ12 OBJ) = ƒ13 ƒ13 = ƒ14 ƒ14 = ƒ15 (ƒ15 DEF) = -(ƒ15 PRED) = -(ƒ15 NUM) = -ƒ16 = ƒ17 (ƒ17 PRED ) = tsukutta <( ƒ17 SUBJ), (ƒ17 OBJ)> (ƒ17 TENSE) = PAST (ƒ6 OBJ) = ƒ18 (ƒ18 DEF) = + (ƒ18 PRED) = ‘fuku’ (ƒ18 NUM ) = SG ƒ5 = ƒ19 ƒ19 = ƒ20 ƒ20 = ƒ21 (ƒ21 PRED) = mitsumete ita <( ƒ21SUBJ), (ƒ21 OBJ)> (ƒ21 TENSE) = PAST Untuk memperjelas hubungan tersebut digunakan metavariabel. Hal tersebut terlihat seperti berikut ini. IP ƒ1
117
(↑SUBJ) = ↓
↑=↓
DP ƒ2
I’ ƒ5
↑=↓ NPƒ3 ↑=↓ N ƒ4
(↑OBJ) = ↓
↑=↓
DPƒ6
I ƒ19
↑=↓
↑=↓
NP ƒ7
VP ƒ20
↑=↓
↑=↓
↑=↓
IP ƒ8
N ƒ18
V ƒ21
↑=↓ Shin wa (↑DEF) = +
↑=↓ DP ƒ9
↑ = ↓ fuku wo
↑=↓
I’ ƒ12
mitsumete ita
(↑PRED ) = Shin ‘nama’
(↑ PRED) = fuku wo (↑NUM) = SG
(↑ PRED) = mitsumete ita
‘memandangi’
↑=↓
↑=↓
NP ƒ10
DP ƒ13
↑=↓
↑=↓
↑=↓
N ƒ11
NP ƒ14
VP ƒ17
↑=↓
↑=↓
↑=↓
Yuu no/ga
N ƒ15
tsukutta
(↑NUM) = SG
(↑DEF) = + (↑PRED ) = Yuu ‘nama’ (↑NUM) = SG
↑=↓
(↑TENSE) = PAST
I ƒ16
(↑ PRED) = tsukutta ‘membuat’
(……)
(↑TENSE) = PAST
118
6.3 Struktur Argumen Struktur argumen (selanjutnya StArg)
adalah ide dasar di balik Lexical
Mapping Theory (LMT) yang merupakan representasi argumen sintaktik dari sebuah predikat. StArg adalah tempat pemetaan antara peran tematik dan fungsi gramatikal (Falk, 2001: 100). Berbeda dengan pemetaan antara StKon dan StFun, dengan LMT pemetaan yang terjadi adalah pemetaan dari representasi semantik atau konseptual sebuah peran tematik (struktur Ɵ) ke representasi fungsi gramatikal.
6.3.1 Lexical Mapping Theory (LMT) LMT adalah teori tentang realisasi sintaktik dari argumen sebuah predikat. Argumen dapat diidentifikasi berdasarkan peran dalam makna sebuah predikat atau yang disebut dengan peran tematik. Peran tematik adalah label (agent, patient, theme, source, dan lain-lain)
yang digunakan untuk karakteristik yang tidak tepat dari
sebuah peran konseptual (Falk, 2001: 101). Menurut Jackendoff ada dua buah aspek tentang bagaimana cara mengonseptualkan makna verba. Konsep yang pertama adalah sebuah aksi yang menyertakan suatu tindakan dan yang dikenai tindakan tersebut (actor dan patient/ undergoer). Undergoer dikenai oleh yang disebut dengan beneficiary. Konsep yang lain adalah konsep yang didasarkan atas keleluasaan, yaitu mengonseptualkan sebuah elemen dalam hal lokasi atau perpindahan, baik secara fisik maupun tempat atau ruang yang abstrak (misal : waktu). Sesuatu yang pindah atau dikenai lokasi dikenal dengan theme dan tempat sepanjang perpindahan disebut dengan path. Perpindahan
119
kadang-kadang dimulai oleh sebuah elemen yang dikenal dengan instigator. Berikut adalah StArg dari sebuah verba, yaitu roll dalam kalimat Sisco rolled the ball from his office. Roll : [Actor /Instigator]…..[Patient/Theme]…..[Path] Dalam struktur klausa relatif, termasuk KRBJ ada dua buah verba yang merupakan predikat klausa utama dan klausa relatif. Kedua verba tersebut digambarkan secara terpisah. Berikut adalah struktur Ɵ dari verba mita (bentuk lampau dari miru) ‘melihat’ dan verba mukatta (bentuk lampau dari mukau) ‘menuju’ dalam kalimat berikut ini. (40) [messeeji wo mi-ta] Shin wa sugusama byouin ni muka-tta pesan-AK lihat-KLam Nama-TOP segera rumah sakit-DAT tuju-KLam ‘Shin (yang) melihat pesan langsung menuju rumah sakit’ (Shinka, 2006 : 58) Nomina inti, yaitu Shin ‘nama orang’ menduduki dua fungsi yang sama di kedua klausa, yaitu fungsi subjek. Dengan menggunakan strategi gap terlihat bahwa dalam klausa relatif ada fungsi yang kosong, yaitu subjek dan nomina inti dapat mengisi fungsi kosong tersebut. Berikut argumen yang diperlukan untuk masingmasing verba dalam klausa relatif dan klausa utama dalam contoh (40). a. Verba klausa relatif : mita ‘melihat’ → [Actor/Agent], [patient] b. Verba klausa utama : mukatta ‘menuju’ → [Actor/Theme], [Location] Berikut adalah pemetaan antara struktur Ɵ, StFun, dan StArg untuk contoh (40) di atas.
120
Struktur Ɵ :
[Actor/Agent]…[Patient]
[Actor/Theme]…..[Location]
Struktur A :
<x, y>
<x,
Struktur F : SUBJ TENSE PRED SUBJ
OBJ
---------------------PAST ‘mita <SUBJ, OBJ>’ ----------------------
TENSE
---------------------PAST
PRED
‘mukatta <SUBJ, OBL>’
OBLLok
-----------
---------
y>
121
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan ada beberapa hal yang dapat disimpulkan. Simpulan ini meliputi tipe klausa relatif beserta posisi nomina inti, strategi perelatifan beserta relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dan struktur konstituen, struktur fungsional dan struktur argumen. Hal-hal tersebut dijelaskan sebagai berikut. Pertama, berkaitan dengan peranan nomina inti dapat disimpulkan bahwa sebuah nomina inti dapat mengisi posisi yang sama di kedua klausa, tetapi bisa juga mengisi posisi yang berbeda di tiap-tiap klausa. Jika sebuah nomina menduduki dua fungsi yang berbeda di tiap-tiap klausa, maka diikuti pula dengan perubahan pemarkah. Pemarkah tersebut disesuaikan dengan fungsi yang diduduki sebuah nomina dalam kalimat bahasa Jepang. Sementara itu, berkaitan dengan posisi nomina inti KRBJ termasuk tipe prenominal, yaitu klausa relatif muncul sebelum nomina inti. Hal ini berkaitan dengan struktur frasa nominal bahasa Jepang yang menempatkan nomina sesudah kategori lainnya. Keduanya dihubungkan karena nomina yang dimodifikasi oleh klausa relatif juga membentuk sebuah frasa nominal. Secara umum semua unsur dalam kalimat bahasa Jepang yang dapat direlatifkan menerapkan strategi gap. Namun, dalam beberapa kasus ditemukan perelatifan tanpa strategi gap. Selain pendapat Tsujimura yang menyatakan bahwa hubungan semantik dan 122
122
pragmatik dapat digunakan untuk menganalisis hubungan klausa relatif dengan intinya, data dalam penelitian ini menunjukkan strategi perelatifan lain, yaitu pronominal retensi muncul dalam KRBJ. Perelatifan dengan strategi gap dalam bahasa Jepang tidak mengakibatkan perubahan bentuk verba. Kedua, relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa relatif restriktif dalam bahasa Jepang, antara lain (1) SUBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (2) SUBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (3) SUBJ klausa utama sekaligus OBL klausa relatif; (4) OBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (5) OBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (6) OBL klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif, dan (7) OBL klausa utama sekaligus OBL klausa relatif. Sementara itu, relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti klausa relatif nonrestriktif, antara lain (1) SUBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (2) OBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (3) OBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif, dan (4) OBL klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif. Ketiga, berkaitan dengan StKon terlihat bahwa dalam diagram pohon ada satu unsur yang kosong. Unsur tersebut adalah NP yang sebenarnya ditempati oleh nomina lain. Hal tersebut digambarkan dengan garis putus-putus untuk menunjukkan hubungan keduanya. Sementara itu, StFun dari data yang dianalisis terlihat lengkap karena satu buah nomina menduduki dua fungsi atau mengisi dua buah argumen dalam kalimat. Dengan kata lain, seluruh argumen dinyatakan dalam nilai sebuah PRED. Hal tersebut merupakan syarat sebuah StFun dapat dikatakan lengkap. Berkaitan dengan StArg, ada dua buah kelompok argumen yang dapat digambarkan
123
peran tematiknya. Kelompok argumen yang pertama merupakan argumen dari verba klausa relatif dan kelompok argumen kedua merupakan argumen dari verba klausa utama.
7.2 Saran Klausa relatif sering sekali muncul, baik dalam bahasa lisan maupun tulisan. KRBJ yang tidak memiliki pemarkah ataupun pronominal relatif sering menimbulkan kesulitan bagi pembelajar bahasa Jepang. Mereka khususnya pembelajar yang bahasa ibunya mengenal adanya pemarkah atau pronomina relatif. Dalam penelitian ini telah dibahas mengenai strategi gap yang dapat diterapkan untuk semua unsur yang dapat direlatifkan dalam bahasa Jepang. Strategi ini nantinya bisa dijadikan acuan untuk lebih mudah dalam memahami KRBJ. Selain strategi gap penelitian ini menunjukkan ada strategi lain yang dapat digunakan. Namun, dari data yang terkumpul, hanya sedikit kasus yang tidak menerapkan strategi gap dalam perelatifan. Oleh karena itu, penelitian mengenai bahasa Jepang, khususnya KRBJ berikutnya agar menemukan kasus-kasus lain yang tidak menerapkan strategi gap. Selain itu, karena penelitian ini hanya fokus pada bahasa Jepang, penelitian mengenai KRBJ berikutnya bisa dilakukan dengan melakukan perbandingan terhadap bahasa lain. Klausa relatif hanya salah satu dari banyak aspek dalam bahasa Jepang yang masih bisa dikaji lebih dalam. Semoga penelitian ini bermanfaat dan dapat memunculkan ide-ide baru berkaitan dengan penelitian bahasa Jepang selanjutnya.
124
DAFTAR PUSTAKA
Arka, I Wayan. 2003. Balinese Morphosyntax: A Lexical Functional Approach. Australia: Pacific Linguistics. Artawa, K. 2004. Balinese Language: A Typological Description. Denpasar: CV Bali Media Adhikarsa. Bresnan, Joan. 1982. The Mental Representation of Grammatical Relation. London: The MIT Press. Chaer, Abdul. 2007. Kajian Bahasa Struktrur Internal, Pemakaian, dan Pemelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Comrie, B. 1981. Language Universals and Linguistic Typology: Syntax and Morphplogy. England: Basil Blackwell Publisher Limited.
Dalrymple, Mary. 2001. Lexical Functional Grammar. Xerox Palo Alto Research Center: Academic Press.
Dixon, R.M.W. 2010. Basic Linguistic Theory. New York: Oxford University Press.
Falk, Y.N. 2001. Lexical Functional Grammar: An Introduction to Parallel Constraint-Based Syntax. California: CSLI Publication.
Givon, T. 1990. Sintax: A Functional-Typological Introduction. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company
Ichikawa, Yasuko. 2005. Saishou Nihongo Bunpou To Oshiekata No Pointo. Japan: 3A Corporation.
125
Kesuma, T.M.J. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Carasvatibooks.
Koizumi, Tamotsu. 2002. Nihongo Kyoushi No Tame No Gengogaku Nyuumon. Tokyo: Taishuukan Shoten.
Kroeger, P.R. 2004. Analyzing Syntax: A Lexical Functional Approach. Cambridge: Cambridge University Press.
Kroeger, P.R. 2005. Analyzing Grammar An Introduction. Cambridge: Cambridge University Press.
Lapoliwa, Hans. 1990. Klausa Pemerlengkap dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanisus.
Matsuda, Hiroshi. 2009. Chuukyuu Kara Manabu. Japan: Kenkyuusha.
Miyagawa, Shigeru. 1989. Syntax and Sematics: Structure and Case Marking in Japanese. California: Academic Press. Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nitta, Y. 1997. Nihongo Bunpou Kenkyuu Jousetsu: Nihongo no Kijutsu Bunpou wo Mezashite. Tokyo: Kuroshio Shuppan.
Noda, Hikishi. 2002. Bunpou Serufu Masutaa Shiriizu1 : Wa to ga. Tokyo: Kuroshio Shuppan.
126
Partami, Ni Luh. 2001. “Relasi Gramatikal dan Perelatifan Bahasa Buna” (Tesis). Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Partami, Ni Luh. 2006. Konstruksi Frasa dengan Kata Ane dalam Bahasa Bali. Jakarta: Pusat Bahasa.
Purnawati, Widya. 2009. “Topik dan Fokus dalam Bahasa Jepang” (Tesis). Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Sedeng, I Nyoman. 2010. Morfosintaksis Bahasa Bali Dialek Sembiran. Denpasar: Udayana University Press.
Satyawati, Sri. 2009. “Valensi dan Relasi Gramatikal Sintaksis Bahasa Bima” (Disertasi). Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Shibatani, Masayoshi. 1976. Syntax and Semantics: Japanese Generative Grammar. New Nork: Academic Press.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Sudjianto dan Dahidi, A. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta. Kesaint Blanc. Sugimoto, T dan Iwabuchi, M. 1990. Nihongogaku Jiten. Tokyo: Sakurakaedesha.
Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama Press.
127
Tsujimura, Natsuko. 1997. An Introduction to Japanese Linguistics. Australia: Blackweel.
Tsutsui, Michio dan Seiichi Makino. 1986. A Dictionary of Basic Japanese Grammar. Japan: The Japan Times.
Verhaar, J.W.M dkk. 1988. Towards A Description of Contemporary Indonesian: Preliminary Studies Part III. Jakarta: NUSA
Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
128
LAMPIRAN I DATA
1. KLAUSA RELATIF RESTRIKTIF 1.1 Nomina Inti : SUBJ klausa utama + SUBJ klausa relatif (1)
[Shin no bando no menbaa to na-ru] 5 nin ga hajimete Nama-GEN band-GEN anggota dengan jadi-KKin 5 orang-NOM pertama kali shuuketsu-shita kumpul-KLam ‘Lima orang yang akan menjadi anggota band Shin pertama kali berkumpul’ (Shinka: 40)
(2)
Kaijou wo deru to, [ouen ni kite kure-ta] minna tempat pertandingan-AK keluar ketika, dukungan-DAT datang-KLam semua ga ma-tte ita -NOM tunggu-KKinLam
129
‘Ketika keluar tempat pertandingan, semua yang datang mendukung sedang menunggu’ (Shinka: 109) (3)
[Shin wo shinpai shite kite kure-ru] nakama wa, minna Shin no yami Nama-Ak khawatir-BSmb-Kin teman-TOP, semua Nama-GEN-sedihno bubun wo shiranakatta GEN bagian tahu-KLamNeg ‘Teman yang menghawatirkan Shi, semuanya tidak tahu bagian sedih lain (dari) Shin’ (Shinka: 221)
(4) Ano toki [jibun to onaji kyouguu ni iru] hito ga i-tara Itu waktu REF dengan sama keadaan-DAT ada orang-NOM ada-BPeng tasuke-tai bantu-BIng ‘Waktu itu ingin menolong jika ada orang yang ada dalam keadaan yang sama dengan diri sendiri’ (Hoshino: 38) (5)
Haruko chan ga hanashi oeru to [naite iru] seito ga takusan i-ta Nama-NOM bicara selesai waktu tangis-KKin murid-NOM banyak adaKLam ‘Ketika Haruko selesai bicara banyak murid yang menangis’ (Hoshino: 43)
(6)
[Hito ni yaku ni tate-ru] shigoto wa daisuki Orang-DAT berguna-KKin pekerjaan-TOP paling suka ‘(Saya) paling suka dengan pekerjaan yang berguna bagi orang lain’ (Hoshino: 52)
(7)
[Onaji mokuhyou wo mo-tsu] hitotachi ga na-ku Sama tujuan-AK bawa-KKin orang-orang-NOM ada-KKinNeg-BSmb na-ttara, kanashii koto jadi-BPeng sedih-Nom ‘Sedih kalau tidak ada orang-orang yang tidak punya tujuan yang sama’ (Hoshino: 69)
(8)
[Chairoi futto ni tsusuma-reta] hon wa, watashi no mae de Coklat amplop-DAT bungkus-PAS-KLam buku-TOP, saya-GEN depan-LOK akera-reru koto wa naku, watashi wa kou chan no ie wo buka-PAS-KKin-Nom-TOP bukan, saya-TOP Nama-GEN rumah-AK ato ni shita
130
nanti- DAT melakukan-KLam ‘Buku yang dibungkus dengan amplop cokelat tidak dibuka depan saya, tetapi di rumah Kou chan nanti’ (Hoshino: 87) (9)
[Mada ki-tta] kizu ga noko-tte ita Masih potong-KLam luka-NOM tersisa-KKinLam ‘Tersisa luka yang masih terpotong’ (Hoshino: 11)
1.2 Nomina Inti : SUBJ klausa utama + OBJ klausa relatif (1)
[Yuu ga to-tta] chiketto wa, mae kara ni banme no seki da-tta Nama-NOM ambil-KLam tiket-TOP, depan dari no.2-GEN kursi KO-KLam ‘Tiket yang diambil Yuu berada di tempat duduk nomer 2 dari depan’ (Shinka: 34)
(2)
Shin ni totte, [Yuu to sugoshi-ta] natsu wa tanoshii Nama-DAT bagi, Nama dengan lewat-Klam musim panas-TOP menyenangkan omoide bakari de aru kenangan hanya KOP-KKin ‘Bagi Shin, musim panas yang dilewati bersama Yuu semuanya kenangan menyenangkan’ (Shinka: 135)
(3)
[Manami san ga tsuku-ru] gohan wa sugoku oishii Nama-NOM buat-KKin nasi-TOP sangat enak ‘Nasi yang dibuat oleh Manami sangat enak’ (Hoshino: 35)
1.3 Nomina inti : SUBJ klausa utama + OBL klausa relatif (1)
[Watashi ga i-tte ita] juku wa, kaigo shisetsu mo unei shi-te ita Saya-NOM pergi-KKinLam tempat les-TOP, perawatan juga atur-KKinLa ‘Tempat les yang saya datangi juga mengatur tempat perawatan’ (Hoshino: 49)
(2)
[Shorui ga tsuma-reta] tsukue ga takusan nara-nde ita Dokumen-NOM isi-PAS-KLam meja-NOM banyak jejer-KKinLam
131
‘Berjejer banyak meja yang berisi dokumen’ (Hoshino: 49) (3)
[Dare mo suwa-tte inai] tsukue ga fue-te itta Siapa juga duduk-KKinLamNeg meja-NOM tambah-KKinLam ‘Meja yang tidak ditempati oleh siapapun semakin banyak’ (Hoshino: 68)
1.4 Nomina Inti : OBJ klausa utama + OBJ klausa relatif (1)
Sono toki, [kangoshi ga i-tta] kotoba wo omoida-su Itu waktu, perawat-NOM berkata-KLam kata-AK ingat-KKin ‘Waktu itu, teringat kata-kata yang diucapkan perawat’ (Hoshino: 112)
(2)
[Hajimete mora-tta] kyuuryou wo nigiri shime-te na-ita Pertama kali terima-KLam gaji-AK pegang-BSmb tangis-KLam ‘Menangis sambil memegang gaji yang diterima pertama kali’ (Hoshino: 67)
1.5 Nomina Inti : OBJ klausa utama + SUBJ klausa relatif (1)
[Shiroi teeburu ni o-ite aru] kyappu wo te ni to-tta Putih meja-DAT taruh-KKin cup-AK ambil-KLam ‘(Saya) mengambil cup yang terletak di meja putih’ (Hoshino: 139)
(2)
[Taiin suru] kanja san wo egao de okuru dake janai Keluar RS pasien-AK senyum dengan antar hanya KOP-KKinNeg ‘Tidak cuma mengantarkan dengan senyum pasien yang keluar rumah sakit’ (Hoshino: 168)
(3)
[Koko ni iru] kanja san wo wakari-tai to iu kimochi wa Sini-DAT ada pasien-AK mengerti-Bing COM perasaan-TOP totemo tsuyo-katta sangat kuat- KLam ‘Perasaan ingin mengerti pasien yang ada disini sangat kuat’ (Hoshino: 145)
(4) Yuu wa, [namida de hare-ta] me wo kosuri-nagara egao de Nama-TOP air mata-LOK basah-KLam mata-AK husap senyum dengan
132
kotae-ta jawab- KLam Yuu menjawab dengan wajah tersenyum sambil menghusap matanya yang dibasahi air mata’ (Shinka: 123)
1.6 Nomina Inti : OBL klausa utama + SUBJ klausa relatif (1) [Eki no chikaku ni aru] konbini ni sugo-su jikan ga Stasiun-GEN dekat-DAT ada conv.store-DAT lewat-KKin waktu-NOM fue-te ita bertambah-KKinLam ‘Waktu yang dilewatkan di convenient store yang ada dekat stasiun semakin banyak’ (Shinka: 7) (2) Shin wa [jibun wo niramitsuke-ru] onna no ko ni Nama-TOP REF-AK pandang-KKin perempuan-DAT ‘Shin menuju ke anak perempuan yang memandanginya’ (Shinka: 9)
muka-tta tuju-KLam
(3) Futari wa [disuniirando e muka-u] shihatsu ressha ni nori ko-nda Dua orang-TOP Disneyland ke tuju-KKin kereta-DAT naik-KLam ‘Keduanya menaiki kereta yang menuju disneyland’ (Shinka: 55) (4) Byoushitsu ni hairi, [beddo ni suwa-tte iru] hitori no Ruang rawat-DAT masuk-BSmb, tempat tidur-DAT duduk-KKin seorang-GEN kanja san ni koe o kaketa pasien-DAT sapa-KLam ‘Ketika masuk ruang rawat menyapa kepada seorang pasien yang duduk di tempat tidur’ (Hoshino: 145) 1.7 Nomina Inti : OBL klausa utama + OBL klausa relatif (1) Shin wa, [itsumo tabako wo ka-u] jidouki ni muka-tta Nama-TOP, selalu rokok-AK beli-KKin mesin otomatis-DAT tuju-KLam ‘Shin menuju mesin penjual otomatis di mana dia biasa membeli rokok’ (Shinka: 8)
133
(2) [Yuu no i-nai] sekai de, Shin wa zetsubou dake wo Nama-GEB ada-KKinNeg dunia-LOK, Nama-TOP kekecewaan hanya-AK Kanji-te ita Merasa-KKinLam ‘Di dunia di mana Yuu tidak ada, Shin hanya merasakan kekecewaan’ (Shinka: 170) (3) [Juuken bango ga ka-ite aru] tsukue ni suwa-tta Ujian masuk nomer-NOM tulis-KKin meja-DAT duduk-KLam ‘Duduk di meja yang tertuliskan nomer ujian’ (Hoshino: 20) (4) [Onaji mokuhyou ga aru] hito tachi to wa sugu nakayoku na-reru yo ne Sama tujuan-NOM ada orang-orang dengan-TOP segera teman jadi-BPot ‘Segera ya bisa menjadi teman denga orang yang mempunyai tujuan sama’ (Hoshino: 63) 2. KLAUSA RELATIF NONRESTRIKTIF 2.1 Nomina Inti : SUBJ klausa utama + SUBJ klausa relatif
(1)
[Kyoushitsu ni hai-tte ki-ta] Shige san wa, Shin tachi no hou wo mite Kelas-DAT masuk-KLam Nama-TOP, Nama-dkk-GEN arah-AK lihat-BSmb nikkori to shita tersenyum-KLam ‘Shige yang masuk ke kelas melihat ke arah Shin dan teman-temannya lalu tersenyum’ (Shinka: 24)
(2)
[Nakama kara misutera-reta] Shin wa, iku michi wo sentaku-shita Teman dari jauhkan-PAS-KLam Nama-TOP, pergi jalan-AK pilih-KLam ‘Shin yang dijauhkan dari temannya memilih jalan ke mana dia (akan) pergi’ (Shinka: 71)
(3)
Sore demo, [chuugakusei na-tta bakari no] Shin wa fuutsuu ni Itu meskipun, SMP jadi-baru saja-GEN Nama-TOP biasa-DAT asobu kane ga hoshi-katta main uang-NOM ingin-KLam
134
‘Shin yang baru saja menjadi siswa sekolah menengah ingin uang jajan seperti biasa’ (Shinka: 71) (4)
Sonna Shin wo, [istumo chikaku ni iru] Yuu wa shinpai sou ni Seperti itu Nama-AK, selalu dekat-DAT ada Nama-TOP khawatir-kelihatan mi-te ita lihat-KKinLam ‘Yuu yang selalu ada di dekatnya terlihat khawatir melihat Shin seperti itu’ (Shinka: 74)
(5)
[Sude ni shinro ga kima-tte ita] Shin wa, Yuu wo disuniirando Sudah tujuan-NOM putuskan-KKinLam Nama-TOP, Nama-AK Disneylandni saso-tta DAT ajak-KLam ‘Shin yang sudah memutuskan tujuan mengajak Yuu ke disneyland’ (Shinka: 118)
(6)
[Juuken mo owa-tte ita] Shin wa, totemo yuttari to shita Ujian masuk juga selesai-KKinLam Nama-TOP, sangat santai jikan wo sugo-shite ita waktu-AK lewat-KKinLam ‘Shin yang sudah menyelesaikan ujian masuk melewatkan waktu dengan sangat santai’ (Shinka: 121)
(7)
[Soto ni de-te kita] Yuu wa, odoroita kao wo shite ita Luar-DAT keluar-KKinLam Nama-TOP, terkejut muka-AK melakukanKKinLam ‘Yuu yang keluar menunjukkan wajah terkejut’ (Shinka: 129)
(8)
Denwa no saki ni wa, [furueru koe de hana-su] Telepon-GEN tadi-DAT-TOP, gemetar suara dengan bicara-KKin Yuu no okaasan ga ita Nama-GEN ibu-NOM ada-KLam ‘Di telepon ada ibu Yuu yang berbicara dengan suara gemetar’ (Shinka: 137)
(9)
[Chanto aruke-te iru] jibun ga iya de tamarana-katta Dengan baik jalan-BPot-KKin REF-NOM tidak nyaman-sangat-KLam ‘Diri sendiri yang dapat berjalan dengan baik merasa sangat tidak nyaman’ (Hoshino: 11)
135
(10) [Chuugakkou ni itte inai] watashi ni totte wa, gakkou wa konnan da SMP-DAT pergi-KKinNeg saya bagi-TOP, sekolah-TOP menyusahkan-KOP ‘Bagi saya yang tidak menempuh pendidikan menengah, sekolah itu menyusahkan’ (Hoshino: 17) (11) [Gakkou kara kae-tte ki-ta] watashi wa, yuubinuke ni te wo ire-ta Sekolah dari pulang-KLam saya-TOP, kotak surat-DAT tangan-AK masukkan ‘Ketika saya pulang dari sekolah, (saya) mengambil surat di kotak surat’ (Hoshino: 27) (12) [Yorokonde kure-ru] okaasan no kotoba ga, koe ga, totemo (saya) bahagia-memberi-KKin ibu-GEN kata-NOM, suara-NOM, sangat ureshikute namida guzunde shimasu senang-BSmb air mata buat-KKin ‘(saya) senang dengan kata-kata dan suara ibu yang membahagiakan dan membuat air mata bahagia’ (Hoshino: 35) (13) [Kyou ikase-te kure-ru] Anzai san wa, koko de genkan wo ake, Hari ini pergi-BKau-KKin Nama-TOP, sini-LOK pintu masuk-AK buka-BSmb oogoe de sake-bu suara besar dengan teriak-KKin ‘Anzai yang membiarkan pergi hari ini berteriak dengan suara besar dan membuka pintu masuk’ (Hoshino: 52) (14) [Oko-tte ita] otousan ga shizuka ni kuchi wo aita Marah-KKinLam ayah-NOM sepi-DAT mulut-AK buka-KLam ‘Ayah yang marah membuka mulutnya dengan tenang’ (Hoshino: 80) (16) [Origami wo chigiru] Kawamigi san wa odayaka na kao wo shite ita Origami-AK robek-KKin Nama-TOP tenang wajah-AK melakukan-KKinLam ‘Kawagimi yang merobek origami menunjukkan wajah tenang’ (Hoshino: 90) (17) [Beddo no hashi ni suwa-tta] Akita san wa mado no soto wo Tempat tidur-GEN kursi-DAT duduk-KLam Nama-TOP jendela-GEN luar-AK mi-te ita lihat-KKinLam
136
‘Akita yang duduk di kursi tempat tidur melihat ke luar jendela’ (Hoshino: 149) (18) [Ima yankii kara bandoman ni na-tta] Shin da ga, shougakusei Sekarang gang dari anak band-DAT jadi-KLam Nama-KOP-NOM, SD jidai wa zenkoku no taikai mo sanka-shita zaman-TOP seluruh negri-GEN kompetisi juga ikut-KLam ‘Shin yang menjadi anak band dan anggota gang tetapi pada zaman sekolah dasar ia mengikuti kompetisi ke seluruh negeri’ (Shinka: 61) (19) [Okane wo da-shite kure-ta] ryoushin wa gakkari-suru Uang-AK keluarkan-KLam orang tua (sendiri)-TOP kecewa-KKin ‘Orang tua(sendiri) yang mengeluarkan uang merasa kecewa’ (Hoshino: 26)
2.2 Nomina Inti : OBJ klausa utama + OBJ klausa relatif (1) [Ima made kizu tsuke-te ki-ta] ryoushin wo mata kizu tsuke-ru Sekarang sampai luka memberi-KLam orang tua (sendiri)-AK lagi luka memberKKin ‘(Aku) melukai lagi orang tua (ku sendiri) yang (sering aku) lukai sampai saat ini’ (Hoshino: 83)
2.3 Nomina Inti : OBJ klausa utama + SUBJ klausa relatif (1)
[Kate ni jiko manzoku-shite ita] jibun wo, Shin wa Seenaknya diri sendiri puaskan-KKinLam REF-AK, Nama-TOP fukaku hansei-shita dalam-BSmb sesal-KLam ‘Shin sangat menyesali dirinya yang memuaskan diri seenaknya’ (Shinka: 53)
(2)
Sore demo, [tonari de tanoshisou ni shite iru] Yuu wo mi-te iru to, Itu meskipun, samping-LOK senang-seperti-KKin Nama-AK lihat-KKin waktu
137
nandaka shiawase na kibun ni na-tta entah kenapa bahagia perasaan-DAT jadi-KLam ‘Meskipun begitu, ketika melihat Yuu yang terlihat senang di samping (saya), entah kenapa (saya) jadi bahagia’ (Shinka: 55) (3)
(4)
[Juku ni kayo-tte ki-e iru] anata wo mite, sugoku ki ni haitta Tempat les-DAT pulang-pergi-KKin Anda lihat-BSmb, sangat kena di hatiKLam ‘Sangat senang melihat anda yang pulang-pergi ke tempat les,’ (Hoshino: 50) Shin jishin, [mada jibun no shiranai] Yuu wo mitome-ta Nama-REF, masih REF-GEN tahu-KKinNeg Nama temukan-KLam ‘Shin menemukan Yuu yang belum tahu dirinya sendiri’ (Shinka: 180)
2.4 Nomina Inti : OBL klausa utama + SUBJ klausa relatif (1) [kobami wo tsuzuke-te ita] Shin ni, raibu no Musik-AK penolakan-AK lanjut-KKinLam Nama-DAT, langsung-GEN hakuryoku wa nanika wo uttae-te ita semangat-TOP sesuatu-AK nyanyi-BPot-KKinLam ‘Shin yang melanjutkan penolakannya bisa menyanyikan sesuatu dengan bersemangat’ (Shinka: 206)
(2) [Ima made benkyou wo shina-katta] watashi ni wa Sekarang sampai pelajaran-AK melakukan-KLamNEG saya-DAT-TOP totemo kitsu-katta sangat berat-KLam ‘Sangat berat bagi saya yang tidak belajar sampai sekarang’ (Hoshino: 16) (3) [Kanjou ga korokoro kawa-ru] jibun ni, okori to kanashimi wo kanjita Emosi-NOM sering berubah-KKin REF-DAT, marah dan kesedihan-AK rasaKLam ‘Merasakan kesedihan dan kemarahan pada diri sendiri yang sering berubah emosi’
138
(Hoshino: 83)
LAMPIRAN II SUMBER DATA 1. Novel Judul
: Mata Aitakute
Pengarang
: Shinka
Tahun
: 2006
139
2. Novel Judul
: Purezento
Pengarang
: Hoshino Natsu
Tahun
: 2008
LAMPIRAN III BIODSATA VERIFIKATOR
Nama
: Yoshino Kawaguchi
Tempat / tgl. Lahir
: Chiba-ken Jepang / 24 Juni 1966
Jenis Kelamin
: Perempuan
140
Alamat
: Jl. Badak Agung No.2 Renon Denpasar Bali
Telp
: 081 338 061 703
Profesi
: Pengajar bahasa Jepang SIKI BALI
Pendidikan
:
Maret 1979
SD Kainohana
Maret 1982
SMP Shin-Matsudo-Minami
Maret 1985
SMA Ichikawa-Higashi
Maret 1989
Universitas Shukutoku Jurusan kesejahteraan sosial