REDUKSI WASTE PADA PRODUKSI KACANG GARING DENGAN PENDEKATAN LEAN SIX SIGMA (STUDI KASUS: PT. DUA KELINCI PATI – JAWA TENGAH)
Aqil Azizi, Hari Supriyanto. Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 E-mail:
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Produk kacang garing merupakan salah satu produk dari PT. Dua Kelinci selain kacang atom. Produk kacang garing sendiri memiliki tiga jenis produk diantaranya produk eksport dks, produk dkk dan medium dky. Produk eksport dks adalah produk yang mempunyai kualitas lebih bagus dibanding jenis produk yang lainnya tetapi dari data didapatkan produk tersebut memiliki jumlah defect yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah produksi dan jenis kualitas produk yang lainnya, sehingga perusahaan harus dapat meningkatkan atau mempertahankan kualitas dari produknya agar dapat tetap bersaing di pasar, karena saat ini banyak bermunculan perusahaan yang bergerak dibidang yang sama. Sehingga dalam persaingan perusahaan harus memiliki harga yang murah dengan kualitas yang baik. Namun pada kenyataannya kacang garing kualitas eksport dks yang dihasilkan ini masih banyak mengalami defect, dimana defect yang sering terjadi adalah pada proses produksinya ditemukan adanya ketidakstabilan proses mengakibatkan terjadinya cacat pada produk kacang garing tersebut dengan CTQ (critical to quality) cacat diantaranya pecah, biji 2 kecil, muda/cenos, biji 1, afal film, burik. Berdasarkan fakta tersebut, maka perlu dilakukan penelitian ini yang bertujuan untuk menganalisa dan melakukan peningkatan kualitas produksi kacang garing khususnya produk eksport dks tesebut dengan pendekatan Lean Six Sigma dengan metode FMEA. Sehingga diperoleh beberapa alternatif terbaik yang dapat menurunkan waste diantaranya kebijakan membuat SOP baru dibagian gravity dan sortir untuk standar refraksi dan melakukan pengecekan set up mesin gravity secara berkala juga yang menjadi fokus utama adalah diberikan pelatihan kepada operator inspeksi di bagian packing dan sortir kacang sehingga operator lebih teliti ketika melakukan inspeksi. Dengan alternatif tersebut disinyalir dapat meningkatkan performansi, sehingga value dapat meningkat dibandingkan dengan value kondisi perusahaan saat ini sehingga dapat menghemat biaya kegagalan yang terjadi.
Kata Kunci: Kualitas Produk, Waste, Defect, Lean Six Sigma.
ABSTRACK Crunchy peanut is one of PT Dua kelinci’s products beside coated peanut. Crunchy peanut has three kinds of products such as dks export product, dkk product and dky medium. Dks export product is product have better quality than kind of other but from the data of the product has more defect than total production and the other kinds of quality product, that the company must increase or maintain quality from the product to can compete the market, because present have appear company that activation in the same area. So that, in this competence company must have low price and good quality. Both in fact crunchy peanut especially dks export product that produce still there are many defect, where the defect which often happen is in production process is found there is instability process that make the defect in crunchy peanut especially dks export with CTQ (critical to quality) defect such as broken beans, two small seed beans, young/cenos bean, one seed bean, afal film, motled beans. Based on the factual condition, some research should be done in order to analyze and improve the
1
product’s quality by mean of Lean Six Sigma approach and FMEA method to find out the failure that might be happened during the process. Finally we could obtain some of the best alternatives in reducing waste such as create new policies (SOP) section for standard gravity and sorting checks refraction and gravity of the machine set up at regular intervals is also the main focus is given to the operator training inspection at the packing and sorting nuts so that the operator more carefully when conducting inspection. Through implementing those alternatives, the business value of PT.Dua Kelinci will be better than present condition. So the company will be able to reduce their failure cost. Keyword : Product Quality, Waste, Defect, Lean six sigma.
1. Pendahuluan Persaingan global saat ini membuat setiap pelaku industri untuk berlomba-lomba menyediakan produk yang berkulitas. Untuk bisa bertahan industri dituntut untuk memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen, dapat dilihat para pelaku industri yang sukses dapat menjamin produk produknya dalam keadaan prima.PT.Dua Kelinci sebagai pelaku food industry tidak ketinggalan untuk melakukan penjagaan terhadap mutu produknya.Quality control telah menjadi perhatian khusus seiring kemajuan perusahaan yang sangat pesat, terutama permintaan ekspor yang semakin meningkat.Dengan dimilikinya standar ISO 9002 dan melakukan standar HACCP sehingga PT Dua Kelinci harus menjaga produknya dari segala macam kelalaian dan kerusakan. Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik dan keistimewaan dari suatu produk atau jasa yang dihasilkan dari kemampuan produk atau jasa untuk memuaskan sebagian atau secara keseluruhan bebutuhan dari konsumen.Konsumen sebagai pemakai produk semakin kritis dalam memilih atau memakai produk,keadaan ini mengakibatkan peranan kualitas semakin penting.Bebagai macam metode dikembangkan untuk mewujudkan suatu kondisi yang ideal dalam sebuah proses produksi,yaitu zero defect atau tanpa cacat. Salah satu studi yang cukup revolusioner adalah mengenai six sigma,yang dilakukan dan dikembangkan oleh Motorola.Studi ini dapat dikatakan cukup berhasil ,meskipun belum mampu mewujudkan kondisi zero defect,tetapi diharapkan mampu menekan defect yang terjadi sampai 3,4 per satu juta kesempatan.Dengan terciptanya kondisi ideal tersebut dalam sebuah proses produksi,maka defect yang terdapat pada proses tersebut dapat ditekan,yang berarti keuntungan bagi pihak perusahaan.
Produk Kacang garing merupakan salah satu produk dari PT.Dua kelinci selain Kacang atom tentunya.Produk kacang garing di PT Dua kelinci memiliki 3 jenis produk diantaranya produk eksport dks,produk eksport dkk dan medium.Produk eksport dks adalah produk yang mempunyai kualitas tinggi dibanding jenis produk yang lainnya tetapi dari data didapatkan produk tersebut memiliki jumlah defect yang cukup banyak dibandingkan dengan jumlah produksi dibandingkan dengan jenis kualitas produk yang lainnya.Produk yang diamati untuk produk kacang garing dks (luar negeri) pada proses sortor baik sortir awal maupun final masih banyak ditemukan cacat produk kacang garing sehingga terdapat sejumlah produk yang tidak bisa dikemas sesuai kualitas yang diharapkan.Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan bagian quality control (QC),maka penelitian ini difokuskan pada produk kacang garing DKS pada proses sortir baik awal maupun final serta ditambahkan pada proses pengemasannya.Hal ini dilakukan karena berdasarkan informasi yang didapat di bagian quality control bahwa pada waktu memproduksi produk tersebut banyak mengalami cacat.Disamping itu,produk kacang garing luar negeri merupakan produk unggulan yang pesanannnya cukup besar,yang apabila dibandingkan dengan produk – produk lainnya termasuk kategori critical. Salah satu produk unggulan PT Dua kelinci yaitu kacang garing khususnya kualitas dks eksport. Produk ini juga diproduksi dengan berbagai macam pengendalian kualitasnya ditiap proses produksi,dimulai dengan pembelian kacang hingga proses pengemasan dengan standar quality control yang ketat sehingga memberikan jaminan mutu yang dapat dipertanggungjawabkan. Seperti dijelaskan diatas masalah yang diangkat dalam proses sortir final ini adalah proses sortir yang dilakukan manual dilakukan pengendalian 2
kualitas dengan mengukur refraksi maksimal 8 % untuk sortir awal dan 3 % untuk sortir final, sehingga jika melebihi maka akan dilakukan 1. sortir ulang.Namun tentunya konsep ini masih meninggalkan berbagai permasalahan diantaranya standar refraksi yang sering melebihi batas hingga ketidakefisienan sistem kerja pengendalian kualitas.Hal ini menyebabkan terjadinya ketidaksesuian mutu kacang seperti bugel,kulit kotor,biji 3, pecah, burik, bolong, biji 1 & biji 2 kecil yang tidak seharusnya ada dalam produk kacang garing kualitas luar negeri masih masuk.Sehingga terdapat keluhan dari konsumen untuk produk ekspor atau luar negeri juga dalam proses packing atau pengemasan masih didapati masalah berupa terjadinya afal film (kerusakan pada kemasan) dan afal dos,terjadinya afal film ini seharusnya bisa diminimalisir karena akan memperlambat proses produksi dan akan menimbulkan biaya atas afal film tersebut,jenis cacat pada proses pengemasan diantaranya pada penampilan kemasan, massa, kecembungan, kebocoran yang ada pada kemasan. Disinyalir penyebab terjadinya waste ini adalah inefisiensi dan inefektif pada proses produksi. Akibatnya dapat terjadi kekurangan atau kelebihan pada prosesnya produksinya serta sering terjadi kegagalan dalam proses packaging serta waktu produksi menjadi lebih lama.Waste yang terjadi menyebabkan menurunnya kualitas produk yang dihasilkan. Akibat banyaknya biaya yang muncul diakibatkan defect yang terjadi. Sistem pengendalian kualitas perlu dilakukan oleh PT. Dua kelinci pada proses produksinya mulai dari bahan baku diterima sampai produk jadi ke tangan user, hal ini merupakan faktor kunci kesuksesan atau keberhasilan dalam berbisnis.Sehingga dengan pendekatan Lean, ditujukan agar dapat mengetahui waste yang disinyalir dapat meningkatkan biaya produksi. Sedangkan pendekatan six sigma dengan menggunakan metode FMEA dapat melakukan improve atau perbaikan untuk mengurangi defect yang terjadi pada produk. Maka penelitian kali ini mencoba melakukan pengurangan waste pada proses sortir produk kacang garing dks luar negeri dengan pendekatan lean six sigma menggunakan metode FMEA. Permasalahan yang akan dibahas pada tugas akhir ini adalah “Bagaimana Melakukan pengurangan waste pada produksi kacang garing dks dengan pendekatan Lean six Sigma?”
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tugas akhir ini adalah : 1.Mengidentifikasi waste yang terjadi pada proses produksi kacang garing PT.Dua Kelinci; 2.Mengidentifikasi waste yang paling sering terjadi dan berpengaruh terhadap kualitas produk; 3.Mengidentifikasi penyebab terjadinya waste dan memberikan solusi terhadap waste yang paling berpengaruh terhadap kualitas produk; 4.Memberikan rekomendasi perbaikan yang bertujuan untuk mengurangi waste pada produksi kacang garing di PT.Dua Kelinci Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.Objek penelitian dilakukan pada produk kacang garing dks (luar negeri). 2.Data yang digunakan adalah data sekunder bulan Februari – Juli 2011 3.Penelitian ini dimulai dari define, measure, analyze, improve tanpa melakukan control. 4.Waste yang diteliti adalah 8 waste antara lain defect, waiting, over inventory, over process, over production, transportation, underutilized people and unnecessary motion. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Proses produksi berjalan dalam kondisi standar dan tidak mengalami perubahan selama dilakukan penelitian serta kebijakan perusahaan selama dilakukannya penelitian ini tidak mengalami perubahan secara signifikan.
2. Metodologi Penelitian Secara umum terdapat empat tahapan dalam penelitian ini yaitu tahap identifikasi permasalahan, tahap pengumpulan dan pengolahan data, tahap analisa data dan tahap kesimpulan. Tahap Identifikasi Permasalahan menjelaskan tentang tahapan dalam mengidentifikasi permasalahan yang ada dalam perusahaan dan kerangka umum penyelesaian masalahnya. Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data menjelaskan tahapan pengumpulan dan pengolahan data dari permasalahan yang ada dalam perusahaan. Untuk pengumpulan dan pengolahan data menggunakan pendekatan metodologi Six Sigma yaitu fase pertama Define dan fase Measure. Dimana pada fase Define dilakukan pendefinisian dan pendeskripsian
3
waste pada kacang kualitas dks, serta mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dan melakukan identifikasi permasalahan mengenai waste pada kacang kualitas dks. Sedangkan fase measure dilakukan pengukuran Identifikasi waste yang paling berpengaruh terhadap kualitas produk, berdasarkan eksplorasi 8 waste yang terjadi pada proses produksi dari hasil kuisioner dan juga pengamatan di lapangan. Mengukur kapabilitas proses produksi kacang garing di PT.Dua Kelinci saat ini yang nantinya akan dijadikan acuan perbaikan. Pada Tahap Analisa dan Peningkatan menjelaskan tentang tahapan analisa dan peningkatan dari pendefinisian dan pengukuran permasalahan yang ada di dalam perusahaan menyangkut penyebab dari waste tersebut dan Analisa pengukuran kapabilitas proses saat ini, dilakukan sabagai acuan/dasar untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja/performansi. Dalam tahap ini digunakan pendekatan metodologi Six Sigma yaitu fase ketiga Analyze dan fase Improve sedangkan fase kelima tidak digunakan karena keterbatasan waktu. Dimana pada fase Analyze dilakukan pendefinisian sumber-sumber dan akar penyebab masalah dari setiap waste dan sub waste yang kritis dalam keseluruhan item dalam kategori Hasil-hasil Bisnis. Sedangkan pada tahap Improve dilakukan untuk mengenerate, menyeleksi dan mengimplementasikan solusi. Selain itu juga bertujuan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan perbaikan untuk meningkatkan performansi, dengan melakukan alternatif perbaikan yang berupa suatu eksperimen. Pada tahap kesimpulan dilakukan penarikan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. 3. Pengumpulan dan Pengolahan Data Pada tahap ini akan dijelaskan tentang tahapan pengumpulan dan pengolahan data dari permasalahan yang ada pada proses produksi kacang dks PT. Dua Kelinci. 3.1 Define Pada unit produksi kacang terdapat beberapa tahapan pemrosesan kacang garing diantaranya adalah proses-proses sebagai berikut: 1. Aliran fisik dimulai dengan adanya forecaste demand perhari, maka permintaan bahan baku kepada supplier dilakukan. Lama kira-kira
penerimaan bahan baku dari supplier 1 minggu. 2. Setelah 1 minggu bahan baku telah dikirim kepada perusahaan. Dan perusahaanpun melakukan proses produksi. Bahan baku yang telah diterima dilakukan inspeksi terlebih dahulu, setelah itu bahan baku dibongkar dari kendaraan,setelah itu dilakukan penimbangan kacang dan kendaraan,setelah itu kendaraan ditimbang kembali sehingga diketahui berat kacang tanah dari margin pengurangan tersebut. 3. Bahan baku yang telah dimasukkan kemudian akan dilakukan proses cleaning baik cleaning kering maupun cleaning basah yaitu dengan pemisahan dan penyemprotan kacang dari tanah dan kotoran yang selanjutnya dilakukan proses pembersihan (washing) kacang itu sendiri. 4. Selanjutnya dilakukan proses pemasakan (cooking) dengan mengambil sampel dari kacang untuk diukur kadar garam dengan alat refractometer maupun diukur PH nya untuk mengetahui keasinan dan keasaman dari kacang.Setelah dilakukan pemasakan maka dilakukan pengeringan(drying),drying menggunakan indikator utama kadar air Pengecekan kadar air dengan alat moisture analyzer dilakukan tiap proses sirkulasi. Proses sirkulasi sendiri dilakukan agar kekeringan kacang merata. 5. Proses selanjutnya dilakukan proses pengayakan,Dari proses Drying kemudian dialirkan lagi ke mesin ayak yang berfungsi untuk memisahkan Material kacang tanah dengan jembros ( kacang muda kecil, serabut, dan akar).Waste dari proses ini digunakan untuk pakan ternak. Setelah melewati proses ini akan masuk ke dalam mesin gravity dengan belt conveyor. 6. Proses selanjutnya adalah proses Gravity yang bertujuan untuk mengklasifikasikan kacang tanah menjadi kualitas tertentu,Kacang akan melalui tiga tahap ayak dan diklasifikasikan menjadi tiga corong. Corong pertama akan mengalirkan / memisahkan kacang kualitas terbaik (dks),corong kedua untuk kualitas dky (middle), dan corong ketiga untuk kacang kualitas medium. 7. selanjutnya dilakukan sortir awal yaitu dilakukan proses penyortiran dari kacang dengan dilakukan proses pemilahan sampel kacang yang dinilai buruk dan dilakukan
4
pengukuran nilai refraksi dengan standar yang ditetapkan sebesar 8% dan pengecekan nilai refraksi berdasarkan hasil sampel pilahan. 8. Setelah dari proses sortir awal maka selanjutnya akan dilakukan proses pengovenan,dilakukan proses pengukuran kadar air diproses pengovenan.Hal yang di cek dalam proses ini meliputi diantaranya kadar air, kematangan,rasa,aroma dan kadar minyak. 9. selanjutnya dilakukan sortir final yaitu dilakukan proses penyortiran final (terakhir) sebelum masuk packing.Proses penyortiran dari kacang dengan dilakukan dengan proses pemilahan sampel kacang yang dinilai buruk dan dilakukan pengukuran nilai refraksi dengan standar 3% dan pengecekan nilai refraksi berdasarkan hasil sampel pilahan. 10. Selanjutnya proses terakhir adalah Proses packing meliputi proses penimbangan, pengemasan dalam Ball dan Kardus.Sebelum kacang masuk dalam proses packing, kacang sortir final ditampung terlebih dahulu dalam sekbin dan dialirkan ke dalam mesin packing otomatis.Perusahaan memiliki 62 mesin packing untuk produk lokal dan 8 buah untuk produk ekspor. Setelah kacang dikemas kemudian kemasan tersebut dibungkus ke dalam Ball atau kardus.Pengendalian kualitas pada proses packing meliputi pengendalian massa produk setelah dipacking, tampilan kemasan, kebocoran dan kecembungan kemasan. Berdasarkan hasil brainstrorming dan pengamatan terhadap proses pada proses produksi kacang garing, maka dapat diidentifikasi waste (pemborosan) yang terjadi pada unit kacang garing yang terbagi ke dalam 8 jenis waste yaitu: 1. Overproduction Proses produksi yang berlebihan dapat menyebabkan produk yang dihasilkan melebihi permintaan, meskipun tidak terlalu besar. 2. Defects Cacat yang terjadi pada proses produksi kacang garing dks di PT.Dua Kelinci, meliputi masalah kualitas produk sebagai berikut : Pada produk kacang 1. Pecah 2. Bolong
3.
4.
5.
6.
7.
8.
3. Burik 4. Bujel 5. Muda/cenos 6. Biji 1 7. Biji 2 kecil 8. Biji 3 panjang 9. Kulit kotor/busam 10. Kulit Pada pembungkus kacang 1. Afal film 2. Afal Dos Unnecessary inventory Terjadi inventory yang berlebih, hal ini biasa diakibatkan karena : 1. Produksi yang terlalu banyak 2. Berkurangnya permintaan yang mendadak Inappropriate processing Sering kali terjadi kesalahan dalam penggunaan peralatan, adanya proses yang berlebihan padahal tidak dibutuhkan. Excessive transportation Biasa terjadi kesalahan dalam pergerakan beberapa orang saat proses produksi sehingga dapat menyebabkan pemborosan Waiting Sering terjadi rework karena sering terjadi pembungkus bocor. Keterlambatan pada proses pengemasan Unnecessary motion Dapat diartikan sebagai pergerakan staf atau pegawai proses produksi unit 2 yang tidak produktif (berpindah, mencari dan berjalan). Aktivitas yang tergolong unnecessary motion antara lain : Pegawai melakukan aktivitas yang tidak produktif pada waktu jam kerja seperti bersenda gurau, mondar-mandir, berjalan-jalan di area kerja tanpa tujuan. Pegawai meninggalkan pekerjaannya pada saat jam kerja. Underutilized People Beberapa pegawai yang telah jenuh dan tenaga yang mereka miliki telah habis dapat mengurangi tingkat produktifitas mereka, maka utilitas pegawai tidak memenuhi target.
3.2 Measure Pada tahap ini dilakukan pengukuran waste yang paling sering terjadi dan berpengaruh terhadap kualitas proses produksi garam berdasarkan hasil penyebaran kuisoner.
5
Setelah itu dilakukan pengukuran kapabilitas proses produksi untuk objek amatan produk kacang garing berdasarkan waste yang paling sering terjadi. Identifikasi waste yang paling berpengaruh pada proses produksi kacang garing menurut konsep lean dilakukan dengan penyebaran kuisioner. Kuisioner dilakukan untuk mengetahui tingkat keseringan waste terjadi pada proses produksi kacang garing. Dengan menggunakan metode BORDA yaitu dengan memberikan peringkat untuk masing-masing jenis waste serta mengalikkannya dengan bobot yang telah sesuai yaitu peringkat 1 mempunyai bobot tertinggi yaitu ( n – 1 ) demikian seterusnya. Dimana waste yang mempunyai nilai tertinggi adalah waste yang sering terjadi pada proses produksi kacang garing . Berikut ini merupakan rekap hasil kuisioner untuk mengetahui waste yang paling sering terjadi pada proses produksi kacang garing. Berdasarkan hasil kuisioner di atas maka dapat diketahui urutan keseringan waste yang terjadi pada proses produksi kacang garing pada tabel 1 seperti berikut : Tabel 1 Urutan Waste Proses produksi kacang garing
Setelah dilakukan pengolahan untuk mengetahui tingkat keseringan jenis waste yang terjadi pada proses produksi kacang garing . Langkah selanjutnya adalah menentukan bobot tiap waste yang terjadi untuk mengetahui waste yang dianggap berpengaruh terhadap penyebab kegagalan yang terjadi. Hal ini dilakukan dengan menanyakan kepada pemilik perusahaan. Berdasarkan hasil di atas maka defect,unnecesarry inventory dan over production merupakan jenis waste yang paling sering terjadi dan berpengaruh pada proses produksi Kacang garing di PT.Dua Kelinci. Oleh karena itu, peningkatan kualitas proses
produksi kacang garing dilakukan dengan mereduksi waste tersebut. Selanjutnya identifikasi CTQ proses produksi kacang garing dari bulan februari sampai dengan juli untuk menentukan CTQ potensial yang terjadi berikut contoh identifikasi CTQ proses produksi kacang garing di bulan Februari
Gambar 1 Diagram Pareto jenis defect Bulan Februari 2011 Sehingga CTQ (critical to quality) produksi kacang garing dks pada bulan Februari 2011 terdiri dari 6 yaitu: Afal film Pecah Biji 2 kecil Biji1 Burik Muda/cenos Berdasarkan CTQ (critical to quality) yang telah diidentifikasi sebelumnya,maka langkah selanjutnya adalah pengukuran kapabilitas proses berdasarkan CTQ pada ke tiga waste yang terjadi per bulan dari bulan Februari-Juli 2011. Berikut adalah contoh pengukuran kapabilitas proses produksi berdasarkan CTQ (critical to quality) untuk setiap waste : Tabel 2 Perhitungan kapabilitas proses bulan Februari berdasarkan CTQ Defect
6
Tindakan Langkah 1 Proses apa yang ingin diketahui?
Persamaan
Hasil Produk kacang garing
2
Berapa jumlah Produksi kacang garing yang di inspeksi?
335863
3
Berapa jumlah produk kacang garing yang defect ?
202861
4
Tingkat kegagalan berdasar langkah Langkah 3/langkah 2 3
5
Banyaknya CTQ potensial
6
Peluang tingkat kegagalan per karakteristik CTQ
Langkah 4/langkah 5
7
Kemungkinan gagal per sejuta kemungkinan
Langkah 6 * 1000000
8
Konversi DPMO ke nilai sigma
0.60399925 6 0.100666542 100666.5416 2.78
Jadi, kapabilitas proses produksi kacang garing dks bulan Februari 2011 adalah 2.78 sigma
Terlihat pada perhitungan kapabilitas proses untuk proses produksi kacang garing berdasarkan CTQ defect,over inventory & over production mengalami penurunan untuk 3 bulan . 4. Analisa dan Peningkatan Pada bab ini dilakukan analisa terhadap waste dan penyebabnya. Selanjutnya dilakukan penentuan prioritas perbaikan berdasarkan RCA dan FMEA kemudian dilakukan improve untuk meminimasi waste. 4.1 Analyze Setelah kita mengetahui waste-waste kritis yang akan menjadi obyek penelitian maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi faktor-faktor penyebab waste kritis tersebut dimana untuk mengidentifikasinya dilakukan dengan menggunakan RCA dan FMEA. RCA atau dapat dikatakan 5 Why ini digunakan untuk mengidentifikasi akar-akar penyebab permasalahan dari setiap sub waste baik subwaste dari waste defect maupun waste over inventory & over production. Sedangkan FMEA digunakan untuk mengidentifikasi akar penyebab yang kritis atau memiliki nilai RPN tertinggi. Pembuatan RCA maupun FMEA a. Root Cause Analyze (RCA) RCA adalah suatu metode untuk mencari akar penyebab dari permasalahan yang terjadi. Untuk mencari akar permaslahan ini digunakan metode 5 Why. Secara umum, RCA terbagi menjadi dua jenis yaitu RCA pada waste defect dan RCA pada waste over inventory & over production. Dimana pada waste defect terbagi kedalam subwaste defect yang terdiri dari afal film, pecah, burik, biji 1, biji 2 kecil, muda/cenos. a.1. RCA waste defect Untuk mencari akar penyebab masalah pada waste defect, maka pencarian akar penyebab dibagi menjadi dua sesuai dengan banyaknya subwaste defect yang ada. Dimana Rekap akhir RCA untuk subwaste Defect adalah seperti terlihat pada tabel 3.
Gambar 2 kapabilitas proses berdasarkan CTQ defect ,over production dan over inventory
7
Tabel 3. Rekap Akhir RCA Sub Waste Defect Waste
sub waste
Why 4 operator tidak hati-hati
Afal film
permintaan yang kurang dan jumlah permintaan yang tidak stabil tidak adanya belt conveyor dari proses gravity ke proses penyortiran
pecah
Operator kurang hati - hati dalam penyortiran kurangnya operator melakukan set up mesin gravity Operator kurang teliti dalam pengecekan sampel bahan baku kacang
Burik Defect
Operator kurang hati - hati dalam penyortiran kurang operator melakukan set up mesin gravity
Biji 1
Operator kurang hati - hati dalam penyortiran
biji 2 kecil
kurangnya operator melakukan set up mesin gravity Operator kurang hati - hati dalam penyortiran
Muda/cenos
kurangnya operator melakukan set up mesin gravity Operator kurang hati - hati dalam penyortiran
production. Dimana pada waste defect terbagi kedalam subwaste defect yang terdiri dari afal film, pecah, burik, biji 1, biji 2 kecil, muda/cenos. b.1. FMEA waste Defect Setelah memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk membentuk FMEA dari RCA yaitu Potential Failure Mode, Potential Cause dan Current Process Control. Sementara itu nilai severity, occurrence dan detection diperoleh dengan cara brainstorming dengan pihak manajemen perusahaan, dengan begitu nilai RPN (Risk Priority Number) dapat diketahui. Besarnya nilai RPN mengindikasikan permasalahan pada potential failure mode tersebut, semakin besar nilai RPN maka menunjukkan semakin bermasalah dan memerlukan perhatian yang lebih. Pada tabel 5 merupakan potential failure mode dari waste defect yang memiliki nilai RPN tertinggi, yang dianggap sebagai permasalahan utama dari tiap waste. Tabel 5. FMEA dengan RPN tertinggi pada waste defect
a.2. RCA waste over inventory & over roduction Untuk mencari akar penyebab masalah pada waste over inventory & over production, maka pencarian akar penyebab dibagi menjadi tiga sesuai dengan banyaknya subwaste over inventory & over production yang kritis. Dimana Rekap akhir RCA untuk subwaste waiting adalah seperti terlihat pada tabel 4. Tabel 4. Rekap Akhir RCA Sub Waste over inventory & over production
b.
Waste
sub waste
why 4
over inventory
Terlalu produk lama disimpan
kurangnya pemasaran
Waste
sub waste
why 4
over production
jumlah produksi kacang yang berlebih
kurangnya pemasaran
Failure Mode Effect Analyze (FMEA) Secara umum, FMEA terbagi menjadi dua jenis yaitu FMEA pada waste defect dan FMEA pada waste over inventory & over
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa penyebab kritis atau yang memiliki nilai RPN tertinggi pada sub waste afal film , pecah dan muda/cenos adalah disebabkan karena ke kurang hati-hatian operator dalam pengoperasian mesin,set up mesin gravity yang kurang dan dan operator kurang hatihati dalam penyortiran kacang. Sehingga nantinya untuk melakukan improve
8
diutamakan menyelesaikan permasalahan yang disebabkan oleh ketiga penyebab tersebut.
solusi dari setiap efek tersebut seperti terlihat pada tabel 7 Tabel 7. Daftar Usulan Alternatif Improvement
b.2. FMEA waste over inventory & over production Setelah memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk membentuk FMEA dari RCA yaitu Potential Failure Mode, Potential Cause dan Current Process Control. Sementara itu nilai severity, occurrence dan detection diperoleh dengan cara brainstorming dengan pihak manajemen perusahaan, dengan begitu nilai RPN (Risk Priority Number) dapat diketahui. Besarnya nilai RPN mengindikasikan permasalahan pada potential failure mode tersebut, semakin besar nilai RPN maka menunjukkan semakin bermasalah dan memerlukan perhatian yang lebih. Pada tabel 7 merupakan potential failure mode dari waste over inventory & over production yang memiliki nilai RPN tertinggi, yang dianggap sebagai permasalahan utama dari tiap waste. Tabel 6. FMEA dengan RPN tertinggi pada waste over inventory & over production
Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa penyebab kritis atau yang memiliki nilai RPN tertinggi pada sub waste over invetory & over production adalah permintaan yang kurang dan tidak stabil . Hal ini sama dengan prioritas perbaikan pada subwaste over invetory & over production efect MC dan temp. Untuk memperbaiki sub waste ini maka prioritas perbaikan tertuju pada peningkatan pemasaran. Pada FMEA dapat diketahui efek yang kritis dengan melihat nilai RPN yang tertinggi sehingga dapat diambil beberapa alternatif
4.2 Improve Tahap ini merupakan sekumpulan aktivitas untuk mengenerate, menyeleksi dan mengimplementasikan solusi. Selain itu juga bertujuan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan perbaikan untuk meningkatkan performansi, dengan melakukan alternatif perbaikan yang berupa suatu eksperimen. Untuk mengetahui tingkat performansi yang dihasilkan oleh setiap alternatif maka dilakukan pengukuran performansi dengan brainstorming dengan pihak manajemen PT. Dua Kelinci untuk mengukur perbandingan antara performansi sekarang dan performansi hasil improvement. Penentuan kriteria di tujukan untuk mengetahui keinginan internal pihak perusahaan. Kriteria tersebut untuk membedakan performansi tiap alternatif usulan perbaikan, dimana kriteria tersebut menyakup semua jenis perbaikan yang diusulkan. Maka ditetapkan kriteria yang tepat dalam membantu melakukan pemilihan usulan perbaikan yang terbaik sebagai berikut :
Pengurangan Defect Peningkatan kapasitas produksi
Setelah memperoleh kombinasi perbaikan yang mungkin dilakukan, maka dalam menentukan kombinasi perbaikan yang terbaik dapat dilakukan dengan menentukan nilai performansi dan biaya untuk memperoleh value serta membandingkan dengan value kondisi perusahaan saat ini. Sehingga usulan perbaikan akan diterima jika value yang dihasilkan
9
melebihi value kondisi perusahaan saat ini. Performansi dan biaya didapatkan melalui brainstorming dengan para ahli di perusahaan.Dimana pengolahan performansi serta biaya yang dikeluarkan dapat Diuraikan di lampiran III, dimana untuk alternatif 0 dengan total biaya Rp.374.999.600 dengan rincian jumlah rata-rata defect kacang dks/bulan yaitu 110294 kg x harga 1 kg kacang basah dengan harga 1 kg kacang basah Rp.3400 sedangkan alternatif 1 dengan total biaya Rp.19.000.000 dengan rincian terdapat 6 mesin packing eksport dengan terdapat jumlah shift ada 3 shift dengan 6 orang operator/shift sehingga berjumlah 108 orang peserta dengan asumsi biaya konsumsi peserta Rp 5.000 per peserta sedangkan untuk biaya trainer ada 2 trainer untuk masing-masing shift dengan jumlah shift ada 3 dengan biaya Rp.3.000.000 untuk 1 trainer/shift. Sedangkan untuk alternatif 2 dengan asumsi total biaya Rp.7.000.000 untuk biaya penerapan kebijakan SOP baru,sedangkan alternatif 3 dengan biaya Rp.75.000.000 didapat dengan perincian terdapat 10 orang pekerja sortir dalam satu bed conveyor dan didalam proses penyortiran terdapat 30 bed sehingga 1 shift terdapat 300 orang untuk 3 shift maka berjumlah 900 orang dengan asumsi biaya konsumsi peserta Rp.5.000 per peserta sedangkan untuk biaya trainer ada 4 trainer untuk masing-masing shift dengan jumlah shift ada 3 dengan biaya Rp.2.500.000 untuk 1 trainer/shift. Setelah dilakukan pengolahan data kuisioner,maka value yang diperoleh untuk masing-masing kombinasi usulan perbaikan sebagai berikut:
Tabel 8 perhitungan value Setelah diperoleh hasil diatas maka terdapat 3 kombinasi perbaikan yang terbaik.Dimana kombinasi usulan terbaik pertama adalah alternatif 1,3 yaitu dengan pelatihan operator di bagian packing dan Pelatihan kepekaan quality management (quality control) kepada pekerja sortir.Usulan terbaik kedua adalah alternatif 1 saja yaitu pelatihan
operator di bagian packing saja.Usulan terbaik ketiga adalah pemilihan kombinasi alternatif 2,3 yaitu arah kebijakan perusahaan untuk membuat SOP baru di bagian gravity dan sortir dan pelatihan quality control kepada pekerja sortir di bagian sortir dan 3 yaitu Pelatihan kepekaan quality management (quality control) kepada pekerja sortir saja. Pada alternatif yang lain tidak diterima bisa jadi dikarenakan performa yang tidak meningkat dalam artian terjadi trade off pada beberapa kriteria sebagai contoh alternatif 1,2,3 yaitu penerapan semua alternatif dimana value yang ada tidak mengalami perubahan yg signifikan dengan cost yang cenderung besar,berdasarkan olah hasil kuisoner terjadi pengurangan defect namun kecepatan produksi tidak terlalu meningkat secara signifikan, karena pada alternatif yang lain yang menggunakan kombinasi alternatif 2 perusahaan belum ada arah kebijakan untuk membangun atau menerapkan SOP atau standar yang baru karena mungkin banyak pertimbangan dan sosialisasi yang perlu dilakukan lagi. 5. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.Berdasarkan identifikasi waste yang terjadi pada proses produksi kacang garing dks.Terdapat 8 waste yang terjadi di PT.Dua kelinci yaitu defect, waiting, over production unnecessary inventory, unnecesarry motion,excessive transportation,inappropriate processing & under utilized people. 2. Berdasarkan hasil kuisoner identifikasi waste yang paling sering terjadi pada proses produksi kacang garing dks PT.Dua kelinci adalah defect. 3.Defect yang terjadi antara lain afal film,bugel,kulit kotor,biji3,pecah,burik,bolong,biji1,biji2 kecil,afal dos 4. Berdasarkan RCA (root cause analyze) penyebab terjadinya masing-masing waste adalah : Defect : A.Afal film penyebab utama adalah ketidak hati-hatian operator dalam pemasangan dan pengoperasian film seperti pemasangan ball film,kesalahan mensetting suhu suhu cleam,long dan end seam,kesalahan mensetting letak sensor dan kesalahan mensetting volume gas nitrogen selain dari
10
kerusakan yang ada pada supplier waktu pemesanan. B.Cacat pecah disebabkan antara lain adanya jumlah permintaan yang kurang dan tidak stabil yang menyebabkan kacang banyak dipenampung selo/sekbin yang menyebabkan kacang mudah rapuh dan tipis yang menyebabkan kacang akan mudah pecah jika terkena material handling yang ada selain menurut kami tidak adanya belt conveyor dari proses gravity menuju proses sortir juga menjadi penyebab dari banyaknya kacang pecah saat material handling selain ketidak telitian dan kehati-hatian operator saat proses penyortiran. C.Cacat burik disebabkan antara lain kurangnya set up dari mesin gravity didalam proses pengelompokan kacang berdasarkan kualitasnya sehingga kacang dengan kualitas jelek ikut masuk dalam corong dengan kualitas yang baik(ke-3 dari mesin gravity),selain itu kurang telitian dari pengecekan sampel bahan baku kacang saat penerimaan bahan baku kacang juga mempengaruhinya selain dari kurang teliti dan kehati-hatian operator saat proses penyortiran. D. Cacat biji1,biji2 kecil, dan muda/cenos disebabkan proses gravity yang kurang bagus didalam pengelompokan jenis kacang selain dari kekurangtelitian dan ke hati-hatian operator didalam proses penyortiran. 3. Nilai sigma untuk kondisi perusahaan saat ini untuk tiap waste bulan februari 2011 yaitu defect dengan nilai sigma 2,78,unnecesarry inventory dengan nilai sigma 2 dan over production dengan nilai sigma 1,88. dri hasil tersebut maka ketiga waste perlu dilakukan improvement. 4. Berdasarkan hasil perhitungan baik pada pengukuran performansi alternatif dan pengukuran biaya dan value didapatkan bahwa kombinasi dari ketiga alternatif perbaikan merupakan rekomendasi yang terbaik. Berdasarkan perhitungan didapatkan usulan perbaikan untuk mereduksi waste yang menjadi fokus utama adalah: Kebijakan membuat SOP baru dibagain gravity dan sortir untuk standar refraksi dan set up mesin gravity secara berkala. Pelatihan pada operator inspeksi akan membawa efek yang baik untuk
meningkatkan skill dan kepekaan terhadap sortir kualitas kacang maupun packaging di pembungkus kacang yang dihasilkan sehingga operator lebih teliti ketika melakukan inspeksi. 6. Daftar Pustaka Bagus Satrio, Bintang (2006), Pengurangan waste pada Produksi Garam dengan Pendekatan Lean Six Sigma Menggunakan Metode FMEA PT. Susanti Megah Surabaya. Surabaya : Tugas Akhir JurusanTeknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh November Gaspersz, Vincent. (2007), Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Gaspersz, Vincent. (2002), Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi Dengan ISO 9001:2000, MBNQA, dan HACCP. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Hines, Peter, and Taylor, David. (2000), “Going Lean”. Proceeding of Lean Enterprise Research Centre Cardiff Business School, UK Hines, Peter and Rich, Nick (1997), The Seven Value Stream Mapping Tools. Lean Enterprises Research Center, Cardiff Business School, Cardiff, UK. International Journal Of Operation And Production Management. Vol. 1, No. 1, pp. 46-04. Pande, Peter S, Neuman Robert P, and Roland R.Cavanagh (2002), The Six Sigma Way : TeamFieldbook, an Implementation Guide for Process Improvement. McGraw-Hill Pujawan, I Nyoman, (2005), Supply Chain Management. Surabaya : Penerbit Guna Widya Rizal Basuki, Muhammad . (2007), Evaluasi dan perbaikan proses produksi genteng beton dengan pendekatan Lean Six sigma di plat beton ringan (Studi Kasus : PT Varia Usaha Beton). Waru-Surabaya : Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Taylor, D. and Brunt, D. (2001).Manufacturing Operations and Supply Chain Management : The Lean Approach. High Holborn, London : Thomson Learning.
11
12