American and Scandinavian Realism
REALISME AMERIKA DAN SKANDINAVIA (AMERICAN AND SCANDINAVIAN REALISM) A. Pendahuluan Pada abad ke sembilan belas dan di awal abad sekarang ini, laissez faire 1 merupakan prinsip yang dominan di Amerika. Prinsip tersebut dihubungkan dalam lingkup intelektual dengan suatu pemikiran tertentu yang dinamakan dengan formalism dalam ilmu-ilmu sosial dan filsafat. 2 Hal ini ditandai oleh suatu penghormatan untuk peranan logika dan matematika, serta alasan a priori 3 yang diterapkan terhadap filsafat, ekonomi dan jurisprudensi, dengan sedikit keinginan untuk menghubungkannya secara empiris terhadap fakta-fakta kehidupan. 4 Seiring dengan berkembangnya prinsip di atas, ilmu empiris dan teknologi sangat mendominasi masyarakat Amerika, dan dengan perkembangan ini, bangkitlah suatu pergerakan intelektual yang hendak mengkaji filsafat dan ilmu-ilmu sosial, bahkan logika sebagai studi yang bersifat empiris, tidak berbasis pada formalism yang bersifat abstrak. 5 Di Amerika pergerakan ini dihubungkan dengan beberapa tokoh, yaitu: Wiliam James dan Dewey dalam bidang filsafat dan logika, Veblen dalam ekonomi, Beard dan Robinson dalam bidang sejarah dan Holmes dalam yurisprudensi. 6 Tokoh-tokoh di atas dengan lingkup studi mereka yang beragam, memiliki ketertarikan untuk menegaskan kebutuhan dalam
memperluas
pengetahuan
secara
empiris,
dan
untuk
menghubungkannya dengan solusi dari permasalahan-permasalahan praktis yang dihadapi oleh individu dalam lingkungan masyarakat sekarang ini. 1
Suatu prinsip yang membuka kesempatan kepada masyarakat atau pihak swasta untuk mengembangkan usaha mereka dalam kegiatan ekonomi tanpa pengaruh atau campur tangan dari pihak pemerintah. Dalam Black’s Law Dictionary: laissez-faire,n. [French”let (people) do (as they choose)”] ; Governmental abstention from interfering in economic or commercial affairs. 2 Morton G. White, Social Thought in America: The Revolt Against Formalism. 3 Dalam Black’s Law Dictionary:. A priori: [Latin “from what is before] Deductively;from general to the particular. 4 Ibid. 5 Ibid. 6 Perlu diketahui bahwa pergerakan ini bertentangan dengan “British Empirical School” yang berasal dari Hume, yang mana Bentham, Austin dan Mill mengikuti paham tersebut, baca “ Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 656.
Filsafat Hukum
1
American and Scandinavian Realism Dewey
lebih
lanjut
menegaskan
pendekatan
empiris,
dengan
memandang pengetahuan sebagai suatu jenis pengalaman yang berasal dari kegiatan manusia, yang melahirkan suatu masalah, dan tercapai dengan melalui suatu proses ketika masalah tersebut terpecahkan. 7 Disamping itu, Veblen juga menegaskan pentingnya mempelajari institusi-institusi secara empiris, khususnya hubungan antara institusi ekonomi dan aspek-aspek budaya lainnya. Para ahli baru di bidang sejarah menekankan pengaruhpengaruh ekonomi dalam kehidupan sosial dan kebutuhan untuk mempelajari sejarah sebagai suatu alat yang bersifat pragmatis dari kendali masa depan manusia. 8 Seluruh pemikiran-pemikiran baru di atas memiliki peranan penting dalam pergerakan berkelanjutan di Amerika Serikat, dari suatu bentuk yang sangat
individualis
menjadi
suatu
bentuk
masyarakat
kolektif
pada
pertengahan pertama abad XX.
B. Pengertian Realisme Pergerakan intelektual yang mendukung realisme (realism) dan menentang formalisme (formalism) diperkirakan mencapai popularitasnya di akhir tahun sembilan belas dua puluhan. 9
Holmes, seorang hakim yang
merupakan salah satu tokoh realis Amerika menyatakan kehidupan dari hukum merupakan pengalaman sebagaimana juga dengan logika,dan pandangannya tentang hukum sebagai prediksi tentang apa yang akan diputuskan pengadilan, menitikberatkan pada aspek empiris dan pragmatis dari hukum. 10 Refleksi pandangan Holmes tentang hukum dapat dilihat dari kecenderungan
karakter
dari
bidang
ilmu
sosiologi,
terutama
ketergantungannya terhadap ilmu-ilmu sosial lainnya. Pandangan-pandangan yang telah dikemukakan oleh Holmes, Dewey dan Veblen memberikan suatu deskripsi bahwa realisme atau “realism” adalah suatu paham yang mengkaji pengetahuan secara empiris 11 dan
7
Morton G. White, op.cit. halaman 2. Ibid . 9 Op.cit,halaman 4. 10 Op.cit, halaman 2. 11 Dalam Black’s Law Dictionary: empirical,adj. of, relating to, or based on experience, experiment, or observation. 8
Filsafat Hukum
2
American and Scandinavian Realism pragmatis 12 berdasarkan permasalahan yang dialami manusia dan solusi yang ditemukannya untuk memecahkan masalah tersebut.
REALISME (REALISM)
Empiris (empirical)
MasalahMasalah Hidup Manusia
Pragmatis (pragmatis)
Solusi
Pengetahuan
Gambar 1. Pengertian Realisme
Frank memaparkan bahwa ada dua kelompok realis, yaitu: 1. rule-skeptics ; kelompok yang menghubungkan ketidapastian hukum dengan peraturan-peraturan hukum yang tertulis secara prinsipil dan kelompok ini berusaha untuk menemukan persamaanpersamaan dalam putusan-putusan hakim. 2. fact-skeptics ; kelompok yang berpikir bahwa putusan-putusan pengadilan yang tidak dapat diprediksi didasarkan pada fakta-fakta yang tidak jelas. Rule-skeptics
REALIST Facts-skeptics
Gambar 2. Pembagian Kelompok Realis Oleh Frank 12
Dalam Logman Dictionary Contemporary English: pragmatic,adj. dealing with problems in a sensible, practical way instead of strictly following a set of ideas.
Filsafat Hukum
3
American and Scandinavian Realism C. Pemikiran Para Realis Amerika Setelah memberikan gambaran tentang latar belakang realisme di Amerika Serikat dan pengertian tentang realisme, penulis akan membahas pemikiran para realis Amerika sebagai berikut.
1. Holmes, O.W : The Path of the Law Dalam artikelnya yang berjudul “The Path of Law”, Holmes mengajukan suatu pertanyaan kepada para pembacanya, yaitu: Take the fundamental question, what constitutes the law ? 13 Kemudian Holmes menjawab pertanyaan di atas : You will find some text writers telling you that it is something different from what is decided by the courts of Massachusetts or England, that it is a system of reason, that it is a deduction from principles of ethics or admitted axioms or what not, which may or may not coincide with the decisions. But if we take the view of our friend the bad man we shall find that he does not care two straws for the axioms or deductions,but that he does want to know what the Massachusetts or English courts are likely to do in fact. I am much of his mind. The prophecies of what the courts will do in fact, and nothing more pretentious, are what I mean by the law. 14 Pertanyaan di atas mengungkap suatu permasalahan tentang apa yang menjadi unsur pembentuk hukum atau dengan bahasa lain apa makna dari hukum tersebut. Holmes menjawab, sebagian penulis menyatakan ; hukum adalah suatu perbedaan diantara putusan-putusan para hakim yang berasal dari pengadilan Massachussets atau pengadilan Inggris, suatu sistem pemberian putusan yang merupakan deduksi dari prinsip-prinsip etika atau peraturan-peraturan yang diakui maupun yang tidak diakui, yang sesuai maupun tidak sesuai dengan putusan-putusan tersebut. Tetapi jika kita melihat dari sisi “bad man”, kita akan mengetahui dia tidak peduli terhadap dua unsur yang dinamakan dengan peraturan-peraturan atau deduksi, namun dia hendak mengetahui apa yang sesungguhnya diputuskan oleh pengadilan Massachussets atau pengadilan Inggris. Holmes menyatakan baginya hukum
13
(1897) 10 Harv. L. Rev. 457-478, copyright 1897, by the Harvard Law Review Association; reprinted in O.W. Holmes, Collected Papers. 14 Ibid.
Filsafat Hukum
4
American and Scandinavian Realism adalah prediksi-prediksi tentang apa sesungguhnya yang akan diputuskan oleh pengadilan atau apa yang menjadi putusan para hakim. Holmes memandang hukum sebagai “prediksi” yang dilakukan oleh badan litigasi maupun para pengacara professional di tengah-tengah lapangan hukum. 15
Pernyataan Holmes tentang hukum adalah putusan
hakim
deduksi
dan
bukan
abstrak
dari
peraturan-peraturan
umum,
memfokuskan perhatiannya pada faktor-faktor empiris yang menimbulkan hukum. 16 Hal di atas membuat pendekatan baru ini lebih
suatu sistem
diterima dalam sistem hukum Amerika, khususnya oleh pengacara-pengacara Amerika. 17
empiris
Prediksiprediksi tentang putusanputusan pengadilan
HUKUM
Aspek Hukum pragmatis
Gambar 3. Pengertian Hukum dari O.W. Holmes
2. Twining W: The Bad Man Revisited Teori “ Bad Man” yang dikemukakan oleh Holmes menimbulkan beberapa kritik. Kritik-kritik tersebut, yaitu : a. konsep-konsep seperti pengadilan atau pejabat 18 hukum bergantung pada suatu sistem hukum; b. teori
prediksi
tentang
hukum
membingungkan terhadap
membuat
suatu
keadaan
yang
ide tentang prediksi dengan ide tentang
peraturan; 15
The American Legal System, baca “ Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 658. 16 Ibid . 17 [Pendapat Penulis] : Teori yang dikemukakan Holmes ini melahirkan suatu adagium yang menyatakan: “All the law are judges made law ” (keseluruhan hukum adalah putusan-putusan para hakim. 18 Dalam bacaan asli disebut dengan istilah “official”. [ Official : someone who is in a position of authority,especially the government- Longman Dictionary of Contemporary English].
Filsafat Hukum
5
American and Scandinavian Realism c. teori prediksi tidak memenuhi syarat sebagai teori hukum karena teori ini tidak melibatkan pandangan-pandangan dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses hukum seperti hakim, advokat dan legislator. Axioms or deductions
Does not care
BAD MAN
What the courts are likely to do In facts
Do care
Gambar 4. Bad Man Theory Oleh O.W. Holmes
Kritikan
pertama
di
atas,
mengemukakan
bahwa
peraturan
menjelaskan konsep atau peraturan mengatur jalannya suatu sistem hukum. Untuk menjelaskan hukum dalam suatu prediksi tentang apa yang akan dilakukan oleh pengadilan dan para pejabat hukum, melibatkan suatu unsur penyangkalan, karena istilah “pengadilan” dan “pejabat hukum” harus dengan sendirinya diartikan dalam terminologi hukum. Kemudian kritikan ke dua menguraikan tentang suatu ambigu terhadap keberadaan prediksi dan peraturan. Hal ini dapat digambarkan secara sederhana dengan suatu pernyataan. 19 “ Dalam masalah X, terdapat suatu kewajiban untuk tidak…….” Untuk menyatakan bahwa suatu pernyataan adalah suatu prediksi melibatkan suatu pengubahan terhadap bahasa umum dan menyebabkan suatu kebingungan. Dalam penggunaan umum pernyataan “Y
memiliki
kewajiban”
berarti
“Y
wajib”;
merupakan
pernyataan
normatif,dimana suatu prediksi adalah suatu pernyataan empiris yang dapat
19
Dalam bacaan aslinya disebut dengan istilah “proportion” [proportion: a statement that consits of a carefully considered opinion or judgement-Logman Dictionary of Contemporary English].
Filsafat Hukum
6
American and Scandinavian Realism diverifikasi. 20 Menyamakan peraturan-peraturan dengan prediksi-prediksi dapat membuat perbedaan-perbedaan yang berarti menjadi tidak jelas, misalnya perbedaan antara keberadaan suatu peraturan dan penegakannya yang aktual. Selain itu juga dapat menyebabkan suatu kesalahan dalam mendeskripsikan
situasi-situasi
dimana
peraturan
secara
nyata
mempengaruhi tingkah laku . Dalam kritikan ke tiga dinyatakan bahwa teori prediksi tidak memenuhi syarat sebagai teori hukum karena teori ini tidak melibatkan pandanganpandangan dari pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses hukum, seperti hakim, advokat dan legislator. Hal yang menarik dalam kritik ini adalah suatu asumsi tentang suatu konsep dari teori hukum umum yang layak, yang menunjukkan adanya pergeseran dari bentuk hukum tradisional sebagai suatu sistem peraturan ke arah bentuk proses hukum sebagai suatu sistem dari peranan-peranan. 21 Teori “Bad Man” yang dikemukakan oleh Holmes , walaupun membingungkan, namun memiliki karakter embryonic, dan kerapuhannya terhadap kritik-kritik dasar
sepertinya menarik perhatian dua golongan,
yaitu: 22 1. golongan yang merasa pendekatan tradisional terhadap hukum yang terwujud
dalam
tulisan-tulisan
hukum,
literatur-literatur
hukum,
penelitian hukum, dan pendidikan hukum berkembang menjadi sesuatu yang terlalu bersifat akademis atau tidak realistis atau terpisah dari kenyataan hukum dalam pelaksanaannya (law in action ); dan 2. golongan yang mengetahui; banyak teori analitis para ahli hukum dari Austin sampai dengan Hart
masih sempit dan steril atau jauh dari
kenyataan.
20
W.Twining, The Bad Man Revisited (1973) Criticisms of the bad man concept as a theory of law”, baca Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 671. 21 W.Twining, The Bad Man Revisited (1973) Criticisms of the bad man concept as a theory of law” , baca Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 672. 22 Op.cit, halaman 284.
Filsafat Hukum
7
American and Scandinavian Realism Dari teori di atas, dapat disimpulkan suatu kunci untuk menjadikan hukum lebih realistik 23 adalah dengan mengembangkan bentuk-bentuk dari sistem hukum dan proses hukum yang setidaknya mencakup tugas-tugas pokok dari orang-orang yang terlibat dalam proses hukum tersebut.
24
3. Dewey, J: Logical Method and Law Logika adalah suatu disiplin empiris dan konkrit yang bersifat ultimum. 25 Keberadaan konsep logika yang dikembangkan dalam pemikiran hukum dan keputusan-keputusan dapat dikaji dengan memeriksa perbedaanperbedaan nyata yang terletak diantara perkembangan hukum aktual dan syarat-syarat mutlak dari teori hukum. Holmes telah mengeneralisasikan hal di atas dengan menyatakan, “keseluruhan garis besar dari hukum adalah hasil dari suatu konflik pada setiap titik antara logika dan perasaan yang baik, elemen yang satu berjuang untuk mengungkapkan hasil-hasil yang bersifat tetap, sementara elemen yang lain membatasi dan pada akhirnya mengatasi usaha tersebut ketika hasil-hasil di atas menjadi kelihatan terlalu tidak adil. 26 Dari pernyataan di atas, terdapat suatu makna tersirat, yakni logika bukanlah metode dari perasaan yang baik 27 , tetapi logika adalah suatu unsur yang memiliki hakikatnya sendiri, yang bertentangan dengan unsurunsur dari keputusan-keputusan baik, yang berkaitan dengan pokok-pokok permasalahan. Holmes mengartikan logika sebagai konsistensi formal, konsistensi dari konsep-konsep
yang
tidak
mempengaruhi
satu
sama
lain
terhadap
konsekuensi-konsekuensi dari penerapannya untuk menjelaskan masalahmasalah yang nyata. 28 Kita dapat menyatakan fakta tersebut dengan mengatakan bahwa konsep-konsep sekali dikembangkan memiliki suatu sifat 23
Ibid . Orang-orang yang dimaksud adalah para hakim, legislator dan advokat yang memiliki tugas untuk merancang undang-undang, menafsirkan undang-undang, mencari fakta dan memprediksikan. 24
25
J. Dewey, Logical Method and Law (1924), Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 677. 26 Ibid , 27 Dalam bacaan aslinya disebut dengan istilah “good sense” [good sense: the quality someone has when they are able to make sensible decisions about what to do-Longman Dictionary of Contemporary English]. 28 Loc.cit.
Filsafat Hukum
8
American and Scandinavian Realism tetap yang tidak akan berubah pada prinsipnya; sekali dikembangkan hukum kebiasaan diterapkan dalam konsep tersebut. Konsep “siap pakai” (ready at hand) lebih bersifat ekonomis dan praktis daripada memakan waktu untuk mengubah sesuatu atau untuk membuat sesuatu yang baru. Ilustrasi di atas memberikan suatu rasa yang bersifat stabil dari jaminan yang menentang pengubahan peraturan yang bersifat tiba-tiba dan semena-mena.
CONFLICT
Good Sense
Logic
Resultant
LAW
Gambar 5. Garis Besar Hukum Menurut Holmes
di sisi lain Holmes juga secara tersirat menyatakan logika harus mengurangi pengaruh dari hukum kebiasaan, dan hal ini dapat disimpulkan dalam pernyataannya berikut. “ The actual life of law has not been logic: it has been experience “.29 Praktek di lapangan menunjukkan, para pejabat pemerintahan bahkan para hakim melakukan penyimpangan atau kolusi dalam memutuskan perkara daripada
menggunakan
sebagaimana masyarakat
silogisme
dalam
menetapkan
peraturan
seharusnya diatur. Dari pernyataan di atas,
Holmes sedang berpikir, logika sama dengan silogisme. Dalam pandangan 29
J. Dewey, Logical Method and Law (1924), Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 678.
Filsafat Hukum
9
American and Scandinavian Realism silogisme, sesuai dengan bentuk logika baru yang dibuat oleh scholasticism, terdapat suatu antithesis antara pengalaman dan logika, antara logika dan perasaan baik (good sense). Dengan demikian dibutuhkan suatu jenis lain dari logika, yaitu ; silogisme, yang dapat mengurangi pengaruh dari kebiasaan dan yang akan memfasilitasi penggunaan dari perasaan baik berkaitan dengan masalah-masalah dari konsekuensi sosial. Silogisme memberikan pengaruh yang sangat besar dalam putusan-putusan hukum. 30
Syllogism
Antithesis
experience
Logic
Logic
Good sense
Gambar 6. Silogisme
4. Frank, J: Law and Modern Mind Kaum realis memiliki suatu karakter negatif yang telah dikenal oleh umum, karakter tersebut adalah suatu skeptisme yang didorong oleh suatu keinginan kuat untuk mengubah beberapa metode pengadilan demi kepentingan keadilan. 31 Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, J. Frank membagi kaum realis ke dalam dua golongan, berdasarkan perbedaan cara pandang mereka. Kedua golongan tersebut, yaitu : a. golongan yang skeptis terhadap peraturan (rule-skeptics); dan b. golongan yang skeptis terhadap fakta ( fact-skeptics). Golongan pertama yang dinamakan rule-skeptics, bertujuan untuk mencapai kepastian hukum yang lebih besar. Mereka menganggap penting 30
Ibid. J.Frank, Law and the Modern Mind (English ed., 1949), dalam Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 679. 31
Filsafat Hukum
10
American and Scandinavian Realism bagi pengacara untuk dapat memprediksikan putusan-putusan hakim yang mana tidak banyak dilakukan oleh orang lain sebelum mengajukan tuntutan hukum. Mereka percaya, mereka dapat menemukan gambaran dari persamaan-persamaan atau keteraturan-keteraturan dalam putusan hakim yang aktual di balik kitab-kitab peraturan, dan peraturan-peraturan yang bersifat riil tersebut dapat menjadi alat-alat prediksi yang lebih dipercaya, serta akan menjadi prediksi yang bermanfaat untuk tuntutan-tuntutan selanjutnya. 32 Dalam hal ini, golongan rule-skeptics memfokuskan kajiannya secara istimewa terhadap pendapat pengadilan di tingkat yang lebih tinggi. Dengan kata lain, golongan tersebut berusaha untuk menghasilkan prediksi yang akurat terhadap keputusan pengadilan di tingkat yang lebih tinggi ketika mereka mengajukan banding terhadap putusan pengadilan di tingkat sebelumnya. Golongan ke dua yang dinamakan dengan fact-skeptics, juga memiliki hubungan dengan rule-skeptics, dan mereka juga mencari penjelasan dibalik peraturan-peraturan tertulis. Bersama dengan rule-skeptics mereka memiliki ketertarikan dalam beberapa faktor, mempengaruhi putusan pengadilan tinggi (upper-court decisions) yang seringkali tidak memberikan penjelasan secara langsung. 33
Namun, fact-skeptics bergerak lebih jauh dari golongan rule-
skeptics. Fokus dasar mereka adalah pengadilan tingkat pertama. Mereka menyatakan, sekalipun peraturan-peraturan hukum itu jelas dan pasti, sekalipun
persamaan-persamaan
dapat
ditemukan
dibalik
peraturan-
peraturan yang bersifat formal tersebut, namun hal tersebut mustahil, dan selalu menjadi mustahil, karena ketidakjelasan dari fakta-fakta yang mendasari putusan-putusan hakim. Memprediksi putusan-putusan mendatang dalam kebanyakan tuntutan-tuntutan hukum, belum dimulai atau belum dicoba. Disamping itu, mereka juga berpikir, dengan demikian usaha untuk meningkatkan kepastian hukum yang lebih besar adalah sia-sia dan usaha ini akan menyebabkan ketidakadilan daripada meningkatkan keadilan hukum. 34
32
Ibid . Ibid, halaman 680. 34 Ibid. 33
Filsafat Hukum
11
American and Scandinavian Realism 5. Frank, J: Court on Trial Court on Trial merupakan sebuah tulisan yang ditulis oleh J.Frank untuk mengemukakan kritiknya terhadap beberapa axioma dari pemikiran hukum tradisional tentang apa yang terjadi di dalam ruang persidangan. Beberapa axioma dari pemikiran hukum tradisional yang dikumpulkan oleh J. Frank adalah sebagai berikut. 1. “Unsur personal” dalam suatu proses hukum seharusnya tidak memiliki pengaruh yang banyak terhadap hah-hak hukum maupun putusan-putusan pengadilan. Bahkan jika kita mengakui, personilpersonil dari para saksi, pengacara, juri dan hakim memiliki pengaruh, kita harus menepis unsur-unsur dari para personil tersebut yang merupakan sesuatu yang bersifat tidak adil. 2. Peraturan-peraturan
hukum
adalah
faktor
dominan
dalam
pengambilan keputusan. 3. Ketika
peraturan-peraturan
tersebut
jelas,
peraturan-peraturan
tersebut biasanya mencegah litigasi; dan, jika litigasi terjadi, akan lebih mudah memprediksi putusan-putusan hakim. 4. Para hakim dan juri dalam persidangan hanya memiliki kebijakan yang terbatas yang diberikan oleh peraturan-peraturan hukum; mereka tidak memiliki kebijakan ketika peraturran-peraturan tersebut bersifat jelas. 5. Hasil dari putusan-putusan dari penerapan peraturan-peraturan hukum terhadap fakta-fakta aktual terkandung dalam tuntutan-tuntutan hukum……………….. 35
Suatu kekurangan dari asumsi pemikiran hukum tradisional yang dikemukakan oleh Frank adalah para pihak yang mencampurkan dua sikap, yaitu : a. “ This is true” atau “ Ini seharusnya benar; dan b. “ This is should be true” atau “ Ini seharusnya benar.
35
J. Frank: Courts on Ttrial (1949) Questioning Some Legal Axioms, dalam Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 683.
Filsafat Hukum
12
American and Scandinavian Realism Dengan mencampurkan kedua sikap di atas, para pihak tanpa disadari berbalik dan kembali menyatakan, “ Inilah yang terjadi di pengadilanpengadilan sekarang” ( “This is what now happens in courts”) dan “ Inilah yang saya inginkan terjadi di pengadilan-pengadilan “ ( “This is what I would like to have happen in courts. “ ), antara suatu gambaran dari suatu keberadaan dan suatu program di masa depan. 36
36
Ibid, halaman 684.
Filsafat Hukum
13
American and Scandinavian Realism
Filsafat Hukum
14
American and Scandinavian Realism
6. Liewellyn, K: Some Realism About Realism 7. Liwellyn, K : Using the New Jurisprudence 8. Liewellyn, K: The Common Law Tradition 9. Liewellyn, K: My Philosophy of Law 10. Ross, A : Tutu
Filsafat Hukum
15
American and Scandinavian Realism
Filsafat Hukum
16
American and Scandinavian Realism
Filsafat Hukum
17
American and Scandinavian Realism
Filsafat Hukum
18
American and Scandinavian Realism
Filsafat Hukum
19
American and Scandinavian Realism
Filsafat Hukum
20
American and Scandinavian Realism
Filsafat Hukum
21