Reaksi Biomolekular Kompleks Dibalik Simple Healthy life style sebagai Upaya Preventif dan Rehabilitatif pada Obesitas Firman Adi Prasetyo* Mahasiswa Semester VI Fakultas Kedokteran UNS Solo
A. PENDAHULUAN Lifestyle merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya obesitas atau kegemukkan. Upaya preventif (pencegahan) dan rehabilitatif (pemulihan) pada obesitas dapat dilakukan dengan penerapan simple healthy lifestyle. Gaya hidup sederhana dan murah ini ternyata mampu mencegah dan memulihkan terjadinya obesitas. Fenomena ini ditunjukkan oleh adanya reaksi biomolekuler kompleks yang terjadi. Obesitas sudah menjadi permasalahan serius di negara berkembang khususnya Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi obesitas di Indonesia pada penduduk usia > 15 tahun adalah 10,3 % (laki-laki 13,9 % dan perempuan 23,8%), sedangkan pada anak-anak usia 6-14 tahun pada laki-laki 9,5 % dan perempuan 6,4 % (Depkes, 2009). Permasalahan ini tidak hanya berdasarkan data epidemologis saja melainkan pada dampak sistemik yang diakibatkan oleh adanya obesitas Dampak ini muncul akibat adanya metabolic syndrome (Waki et. al, 2007; Handschin C, 2009; Tigos C., et. al, 2008). Patogenesis Obesitas berkembang pesat sejak tahun 1950 ditemukan mutasi gen leptin sebagai faktor kausatif. Penelitian ini terus berlanjut pada keterlibatan molekul
adiponectin
dan sitokin
pro inflamasi
dalam
menjelaskan mekanisme terjadinya obesitas dan implikasinya (Waki et. al, 2007; Srivastava et. al, 2007). Paradigma kesehatan kini mulai bergeser dari upaya kuratif menuju upaya preventif dan rehabilitatif. Penanganan Obesitas sudah selayaknya dilaksanakan secara komprehensif. Aspek preventif dan rehabilitatif yang cukup mudah dan murah ini tidak boleh disepelehkan. Kedua aspek ini dapat 1
dilakukan secara sederhana oleh masyarakat umum yaitu penerapan simple healthy lifestyle. Gaya hidup sederhana ini mencakup dua hal yakni aktifitas fisik dan pola makan yang sehat.
B. OBESITAS Obesitas terjadi apabila energi input lebih besar dari output sehingga kelebihan energi ini tersimpan sebagai lemak tubuh. Body Mass Index (BMI) merupakan cara yang umum dipakai untuk menilai adanya obesitas secara klinis. World Health Organization (WHO) tahun 2000 memberikan batasan obesitas sebesar > 23 kg/ m2 bagi Penduduk Asia Pasifik. Studi Biomolekuler menyatakan bahwa obesitas terjadi oleh adanya reaksi inflamasi (peradangan) pada adiposit (sel lemak). Reaksi ini melibatkan sitokin atau dikenal lebih khusus dengan nama ‘adipokines’. Adipokines terdiri dari adiponectin, IL-1β, IL-6, IL-8, TNFα, TGFβ dan PAF1. Selain itu faktor hormonal yang tidak kalah penting adalah hormone leptin (Srivastava et. al, 2007). 1. Leptin Leptin berkaitan erat dengan regulasi penyimpanan energi dan fertilitas. Leptin berperan dalam penghambatan steroyl CoA desaturase 1 (SCD-1) di hati. Leptin juga mampu meningkatkan oksidasi asam lemak pada otot dan hati melalui aktifasi 5’-AMP-activated protein kinase (AMPK) yang berhubungan langsung pada system saraf pusat (Waki et. al, 2007). 2. Adiponectin Molekul ini merupakan protein yang disekresi oleh adiposit untuk mengatur keseimbangan glukosa, lipid dan keseimbangan energy. Adiponectin berkurang pada obesitas. Thiazolidinedione (TZD) yang bekerja agonis dengan peroxisome proliferator activated receptor γ (PPARγ) meningkat bersama adiponectin. PPARγ ini berperan pada penurunan berat badan, Selain itu aktifitas PPARα juga ditingkatkan oleh adiponectin (Srivastava et. al, 2007). Studi genetik menunjukkan bahwa adiponectin terletak pada lokus 3q27. Adiponectin juga berfungsi 2
meningkatkan AMPK, penghambat molekul pro inflamasi TNFα (Waki et. al, 2007). 3. Molekul Pro Inflamasi a. TNF α TNFα disekresi di jaringan lemak dan meningkat pada obesitas. Molekul ini berhubungan dengan obesitas yang disertai resistensi insulin. Molekul ini mampu menghambat fosforilasi serin dan berdampak pada peningkatan asam lemak bebas serta supresi adiponektin (Waki et. al, 2007). b. IKKβ dan JNK IKKβ mengaktifasi jalur NfkB (Nuclear factor kappa B)
C. SIMPLE HEALTHY LIFE STYLE Simple Healthy Life Style merupakan salah satu alternatif dalam upaya preventif dan rehabilitatif. Gaya hidup ini terbagi dalam aktifitas fisik dan pola makan yang sehat. Tsigos (2008) menyatakan bahwa ‘High energy density diet, low physical activity and adoption of a sedentary lifestyle are considered as important risk factors for the development of obesity’. Srivastava (2007) berpendapat bahwa secara umum obesitas muncul sebagai akibat interaksi antara faktor genetik dengan intake kalori berlebih dan penurunan aktifitas fisik. Maka simple healthy lifestyle lebih berfokus pada pola makan dan aktifitas fisik. Kedua aspek tersebut merupakan cara sederhana namun memiliki pengaruh yang besar dalam upaya preventif dan rehabilitatif
obesitas
Hal
ini
terlihat
melalui
berbagai
mekanisme
biomolekuler yang kompleks. 1. Aktifitas Fisik Tsigos (2008) menyarankan berbagai macam aktifitas fisik yang bisa dilakukan antara lain mengurangi sedentary behavior (misalnya, menonton TV secara berlebihan dan terlalu lama bekerja di depan computer), meningkatkan aktifitas sehari-hari (misalnya, berjalan atau bersepeda dan menggunakan tangga daripada elevator).
3
Salah satu upaya preventif dan rehabilitatif pada obesitas adalah aktifitas fisik. Sedentary life style di era platinum cenderung menurunkan aktifitas fisik akibat kemajuan teknologi. Fenomena ini akan berdampak pada terjadinya obesitas. Booth (2002) dalam Handschin (2009) menyatakan bahwa : lack of adequate physical activity is linked to type 2 diabetes, obesity, cardiovascular diseases, certain cancers, neurodegeneration, musculoskeletal disorders and other pathologies, thereby increasing morbidity and mortality and reducing the quality of life as well as overall life expectancy.
Mekanisme ini dapat dijelaskan melalui keterlibatan miokin. Molekul ini disekresi ketika tubuh melakukan kegiatan secara aktif. molekul ini mampu menstimuli produksi peroxisome receptor γ co activator 1α (PGC1α). Molekul ini mampu meningkatkan fungsi dan biogenesis mitokondria. Aktifitas fisik menstimuli motor neuron dan bersama dengan pengaruh AMPK mampu meningkatkan transkripsi PGC-1α. Fisiologis adiposit menunjukkan bahwa AMPK ditingkatkan oleh adanya hormon leptin. Dengan demikian, aktifitas fisik berperan sinergis dengan hormon leptin.
2. Pola Makan Beberapa pola makan sehat yang sederhana ditawarkan oleh Tsigos (2008) adalah mengurangi intake kalori makanan dan minuman, mengurangi porsi makan, menghindari snack diantara makan, jangan menunda makan pagi, dan menghindari makan pada malam hari. Makanan sangat berperan penting dalam patogenesis obesitas. Perubahan pola makan yang seringkali terjadi pada era platinum adalah kebiasaan makan fast food. Ismoko (2007) dalam Hastuti (2008) menyatakan bahwa banyak fast food yang mengandung kalori tinggi, kadar lemak, gula, dan sodium (Na) juga tinggi, tetapi rendah akan kandungan vitamin A, asam askorbat, kalsium, dan serat. Intake kalori berlebihan ini akan berakibat pada adanya obesitas. Diet asam lemak (linoleat dan linolenat) dan metabolitnya (endoperoksida) merupakan aktivator dari receptor PPARγ yang meregulasi diferensiasi adiposit dan kapasitas lipolitik. Enzim SCD 4
berperan dalam konversi asam lemak jenuh (asam palmitat dan asam stearat) menjadi asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid) yaitu masing-masing menjadi asam palmitoleat dan asam oleat. MUFA ini merupakan sinyal tranduksi terjadinya diferensiasi sel dan juga sebagai modulator gen seperti leptin, dan AMPK (Tsigos, 2008).
D. KESIMPULAN 1. Obesitas sudah menjadi permasalahan serius di negara berkembang khususnya Indonesia. 2. Simple Healthy Life Style merupakan salah satu alternatif dalam upaya preventif dan rehabilitatif melalui mekanisme biomolekuler yang kompleks. 3. Simple Healthy Life Style lebih berfokus pada pola makan dan aktifitas fisik.
REFERENSI Depkes. 2009. Obesitas dan Kurang Aktifitas Fisik Menyumbang 30% Kanker. Pusat Komunikasi Publik. Sekretariat Jendral Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Handschin C. 2009. PGC-1α in Muscle Link Metabolism to Inflamation. Proceedings of the Australian Physiological Society (2009) 40:11-16. Hastuti D. T. 2008. Faktor Resiko Konsumsi Frekuensi Fast Food terhadap Kejadian Kegemukkan pada Remaja di SMA Batik 1 Surakarta. SKRIPSI. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhamadiyah Surakarta. Srivastava., et. al. 2007. Pathophysiology and Genetics of Obesity. Indian Journal of Experimental Biology. Vol 45 November 2007 pp 929-936. Tsigos C., et. al. 2008. Management Obesity in Adults: European Clinical Practice Guidelines. The European Journal of Obesity Obesity Facts 2008;1:106–116 DOI: 10.1159/000126822 Waki H., Tontonoz P. 2007. Endocrine Function of Adipose Tissue. The Annual Review of Pathology: Mechanisms of Disease. Annu. Rev. Pathol. Mech. Dis. 2007. 2:31–56.
5