[62] Hentikan Pengiriman TKW! Sunday, 18 September 2011 08:55
Ratu Erma Rahmayanti, Ketua DPP Muslimah HTI
Tidak ada seorang wanita pun yang ingin jauh dari keluarga untuk hidup sengsara di luar negeri. Namun mengapa lebih dari tiga juta wanita menjadi tenaga kerja wanita di luar negeri (TKW) bahkan mayoritasnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT)? Bagaimana solusi Islam dalam masalah ini? Temukan jawabannya dalam wawancara wartawan Tabloid Media Umat Joko Prasetyo dengan Ketua DPP Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Ratu Erma Rahmayanti. Berikut petikannya.
Bolehkah wanita menjadi TKW? Hukum wanita bekerja adalah mubah (dibolehkan oleh Islam) yang tentunya kebolehan itu disertai dengan pelaksanaan hukum Allah lainnya. Misal, bila wanita itu sudah berumah tangga, selama kewajibannya sebagai ummu wa rabatul bait (ibu dan pengurus rumah tangga) tetap terpenuhi maka dibolehkan.
Nah terkait dengan menjadi TKW, misal ke Arab Saudi. Maka wanita tersebut harus dibarengi dengan mahram. Setidaknya karena dua alasan. Pertama, Setiap wanita yang melakukan perjalanan yang memakan waktu tidak kurang dari satu hari satu malam (sekitar 24 jam) maka Islam mewajibkan wanita itu di dampingi mahramnya.
Tapi kan dari Jakarta ke Arab Saudi, hanya 13-14 jam? Iya, dari Bandara Soekarno Hatta sampai Bandara King Abdul Aziz memang demikian. Tapi harus diingat, rumah para calon TKW ini bukan di bandara, mereka ada yang di Cirebon bahkan daerah lainnya yang lebih jauh. Begitu juga lokasi tempatnya bekerja, bukanlah di bandara juga. Ditambah lagi waktu transit dan lain sebagainya itu bisa memakan waktu
1/5
[62] Hentikan Pengiriman TKW! Sunday, 18 September 2011 08:55
berhari-hari.
Ooh, yang kedua? Banyak kasus yang menunjukkan tidak ada jaminan keamanan TKW. Sudah sering kita dengar dan kita saksikan Muslimah saudari kita yang bekerja di luar negeri, di negara manapun mereka berada, mayoritas mereka bekerja di sektor informal yakni sekitar 78 persen, dan yang paling banyak menjadi pembantu rumah tangga. Dan kita juga tahu bahwa mereka mendapat perlakuan tidak manusiawi, dianiaya dan dizalimi.
Meski ada sebagian mereka yang beruntung, namun tidak bisa menghapus begitu saja nasib TKW yang buntung. Pedih rasanya saat memikirkan saudari kita ini pergi jauh, bekerja demi keluarga tetapi dianiaya. Ada lagi kondisi yang rusak luar biasa, Muslimah kita di luar negeri banyak yang menjadi pelacur, bahkan terorganisasi semacam tempat lokalisasi. Bagaimana ini?
Di sana mereka tidak mendapatkan jaminan keamanan, perlindungan, pemenuhan kebutuhan pokok, selain harus dengan bekerja. Dan banyak dari mereka yang tidak dibayar gajinya, ada yang diberhentikan kerja secara sepihak, sakit karena kerja yang tidak dibatasi waktu, pelecehan seksual dan pemerkosaan, penyiksaan bahkan hingga kematian.
Melihat fakta nasib saudari kita di luar negeri, masihkah kita berpikir untuk membiarkan mereka pergi? Tentu tidak. Mestinya kita berpikir beribu-ribu kali untuk melepaskan saudari kita pergi menjadi tenaga kerja di luar negeri.
Maka jelaslah bila salah satu dari dua alasan tadi tidak terpenuhi maka kita mesti menghentikan pengiriman TKW ke luar negeri.
Mereka jadi TKW sesungguhnya karena keterpaksaan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang nyatanya sangat kurang. Terpaksa bekerja untuk membantu suaminya? Kalau para wanita ini hanya sekadar membantu, pemasukan utama mestinya berasal dari kepala keluarga atau suaminya. Membantu itu kan sampingan, namanya juga membantu. Tapi faktanya gaji istri yang menjadi TKW jumlahnya lebih besar, itu namanya bukan membantu tetapi menyokong atau menopang.
2/5
[62] Hentikan Pengiriman TKW! Sunday, 18 September 2011 08:55
Lantas bagaimana dengan tanggung jawab suami di hadapan Allah SWT kelak? Karena kewajiban mencari nafkah ada di pundak mereka? Terlebih lagi di mana tanggung jawab negara untuk menjadikan para suami sebagai pencari nafkah utama? Padahal Allah telah mewajibkan kepada negara untuk menyediakan lapangan kerja yang merata.
Jadi kemiskinan yang membuat lebih dari 3 juta wanita jadi TKW? Iya. Sejak negara ini berdiri sampai sekarang kemiskinan terus saja ada dan jumlahnya meningkat. Parahnya, pengentasan kemiskinan sekarang menjadi tanggung jawab individu semata. Padahal seharusnya jadi tanggung jawab negara.
Allah SWT telah menetapkan bahwa pemimpin wajib menjadi pelindung dan pengayom dan kelak akan diminta pertanggungjawabannya. Dalam riwayat Imam Bukhari, Rasulullah bersabda, seorang penguasa adalah pemimpin bagi rakyatnya dan bertanggung jawab atas mereka.
Mengapa di negeri yang kekayaan alamnya melimpah, rakyatnya miskin? Benar, Indonesia adalah negeri kaya raya. Indonesia memiliki semua sumber daya alam lengkap dengan kapasitas produksinya yang besar jika dikelola dengan baik dan benar.
Berdasarkan data Indonesia Mining Asosiation, Indonesia menduduki peringkat ke-6 terbesar untuk negara yang kaya akan sumber daya tambang. Namun dalam soal sinkronisasi peraturan, Indonesia menduduki peringkat ke-42. Ini menunjukkan salah kelola pada SDA kita.
Karena meski mayoritas Muslim, Indonesia tidak menerapkan syariah Islam untuk mengatur negara. Indonesia saat ini menganut sistem ekonomi kapitalistis. Dengan adanya kebijakan privatisasi harta milik negara dan publik, investasi asing, pemberian konsesi pertambangan, dan kebijakan bercorak kapitalisme neo liberal lainnya, kekayaan negeri ini justru lebih banyak dinikmati asing.
Jadi, kemiskinan ini akan tetap ada sepanjang Indonesia tetap menerapkan sistem ekonomi kapitalis.
3/5
[62] Hentikan Pengiriman TKW! Sunday, 18 September 2011 08:55
Berarti biang masalahnya karena diterapkannya sistem kapitalisme? Sangat betul. Itulah biang keladi dari segala persoalan. Dalam pandangan kapitalis, peran negara secara langsung di bidang sosial dan ekonomi, harus diminimalisasi. Semisal dengan pencabutan subsidi agar rakyat mandiri. Negara hanya mengawasi dan menegakkan hukum yang pro kapitalis.
Urusan ekonomi dan sosial diserahkan pada masyarakat atau swasta. Karena itulah, dalam masyarakat kapitalis kita jumpai banyak sekali yayasan-yayasan. Selain itu, kita jumpai pula banyak program swastanisasi badan usaha milik negara. Sehingga segala keuntungan yang dihasilkan menjadi milik asing dan rakyat tidak kebagian.
Lantas apa solusinya? Solusinya hanya satu, ganti sistem ekonomi kapitalis yang menyengsarakan rakyat dan merusak negara itu dengan sistem ekonomi Islam dalam wadah khilafah yang menyejahterakan.
Khilafah menerapkan politik ekonomi apa? Politik ekonomi Islam. Dalam politik ekonomi Islam distribusi kekayaan sebagai fokus perhatian. Seluruh rakyat adalah individu yang harus dijamin pemenuhan kebutuhan primernya secara layak dan menyeluruh, serta mendorong mereka untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai kadar kemampuan masing-masing.
Khilafah sebagai pihak yang bertanggungjawab penuh atas pemerataan kesejahteraan dengan melaksanakan tugas sebaik-baiknya untuk mengelola kekayaan publik dan hasilnya seratus persen diberikan kepada rakyat dalam bentuk fasilitas-fasilitas umum dan penyediaan lapangan kerja.
Khalifah yang tidak bertanggung jawab dipandang telah melaksanakan tindak kriminal (ma'shiy at) dan berdosa. Ia harus diganti oleh pemimpin yang amanah.
Ketika masyarakat sudah bisa memenuhi kebutuhan hidup secara adil dan merata, mereka
4/5
[62] Hentikan Pengiriman TKW! Sunday, 18 September 2011 08:55
mampu mencukupi kebutuhan hidup pokok, sekunder bahkan tersiernya, maka dengan sendirinya mereka akan merasa bahagia dan sejahtera.
Kemiskinan karena sistem tidak lagi ada, kecuali miskin karena faktor alam dan semata karena ketentuan (taqdir) Allah SWT. Namun demikian, fakir miskin ini tidak akan dibiarkan menyelesaikan kemiskinannya sendiri.
Orang yang mampu, membayar zakat dan sedekah untuk membantu mereka. Khalifah akan memaksa individu yang kaya yang tidak mau membayar zakat dan mengeluarkan infaq dan shadaqah. Harta zakat, infaq dan shadaqah ini dikelola khilafah dan diberikan hanya kepada kelompok yang telah ditetapkan, salah satunya adalah fakir miskin. Dengan demikian, kemiskinan dalam khilafah terselesaikan secara paripurna.
Tidak perlu lagi ada TKW? Dengan penerapan sistem ekonomi Islam dalam khilafah, kecukupan ekonomi rakyat di dalam negeri sudah terjamin. Mereka tidak perlu lagi bekerja di luar. Apalagi perempuan untuk mencari nafkah, selain tidak wajib, juga sudah dipenuhi oleh keluarga mereka.[]
5/5