RANCANG BANGUN KLM MINI PURSE SEINE MELALUI MODIFIKASI BENTUK LAMBUNG KAPAL TRADISIONAL DAERAH BATANG
ABSTRACT The thesis about design of motor sail vessel has been chosen according to the weakness in the traditional ship building in Batang, Central Java and the existence of wind. The recent method of hull form design desired to avoid the weakness of the traditional ship building in Batang. The usage of the wind power by installed the sail to the ship is the way to minimize the ship operation cost, especially concern to the fuel consumption. By the three hull form design methods it has been chosen one hull form that has the best perform. Those perform should be consist the ship resistance, stability and seakeeping aspect. The research about design of motor sail vessel desired could give the information about the perform of modification hull form that has the better perform than the traditional hull form in Batang and it can be the alternative to development of fishing vessel hull form design to the modern way. According to the result of the calculation and the analysis it gained the result showed that at the 9 knots of velocity, from the three hull form, 55 feet NPL series, Scheltema, and form data, the model of 55 feet NPL series has the smallest resistance value or could reduce the resistance for 56,55% of the recent type of hull form in Batang. According to the stability aspect in every conditions of Model 55 feet NPL series variation has the better stability than the other hull form modification and also the ships in Batang. The sail installation of the ship in model 55 feet NPL series can reduce the operation power consumption for 68,21% of the KM. Rizky Mina Abadi without sail. Keyword: Perform, hull form, fishing vessel, resistance, stability, sea keeping, sail. 1.1
Latar Belakang Kapal tradisional sangatlah beragam macamnya, hal ini dapat dilihat hampir di tiap-tiap wilayah pesisir pantai Indonesia memiliki bentuk desain kapal yang berbeda. Perkembangan desain kapal-kapal ini berevolusi berdasarkan pengalaman para leluhur dan mitos yang dipercaya oleh masyarakat setempat. Kepercayaan mereka terhadap perkembangan teknologi sangatlah rendah. Hal ini yang menyebabkan keberadaan institusi pendidikan dan lembaga penelitian belumlah banyak berperan terhadap perkembangan desain kapal-kapal mereka. Kabupaten Batang merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi untuk produksi kapal. Dilihat dari segi produksi galangan, terbukti CV. Laksana Abadi sebagai galangan kapal tradisional pada tahun 2000 mampu memproduksi kapal berjumlah 18 unit dalam jangka waktu 12 bulan. (Suara Merdeka, 2002). Kapal-kapal yang dibangun di galangan Laksana Abadi memiliki variasi ukuran yang beraneka ragam, mulai dari kapal dengan ukuran lunas 10 meter, 15 meter, sampai ukuran lunas 25 meter. Kabupaten Batang terletak pada 6o 51' 46" sampai 7o 11' 47" Lintang Selatan dan antara 109o 40' 19" sampai 110o 03' 06" Bujur Timur di pantai utara Jawa Tengah. Produk kapal mereka memiliki beberapa keunggulan dibanding kapal tradisional lain , yaitu: stabilitas yang baik dan mesin utama berada di dalam (In board engine). Namun, kapal tersebut juga memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut (Zakki, 2005):
1. 2. 3. 4. 5.
Bentuk lambung yang tidak mulus Rawan terjadinya kebocoran Spesifikasi mesin penggerak yang tidak tepat Terdapatnya deadwood pada bagian buritan Teknik pengikatan tiap sambungan konstruksi lemah. Akibat dari kelemahan-kelemahan tersebut, nelayan lebih boros dalam mengoperasikan kapalnya, selain itu asuransi tidak mau menerima kapal-kapal tersebut, sehingga jaminan keberlangsungan usaha nelayan sangatlah rendah. Berdasarkan hal tersebut di atas perlu kiranya dibuat desain kapal yang mampu memperbaiki kelemahan-kelemahan kapal tipe batang sehingga kinerja kapal tradisional lebih baik dan mampu menghemat konsumsi BBM, sehingga para nelayan dapat sedikit berhemat. Dalam perkembangan mengenai desain kapal ada beberapa metode yang dapat di gunakan dalam pembuatan bentuk lambung kapal atau hull form. Acuan standar dalam perancangan hull form yang di gunakan yakni : formdata (Guldhammer, 1962), metode Scheltema (Scheltema de heere, RF, 1969), dan National Physical Laboratory (NPL). Kenaikan harga bahan bakar minyak saat ini menyebabkan banyak nelayan yang tidak bisa melaut untuk mencari ikan. Pengunaan layar merupakan cara untuk mensiasati agar nelayan tetap bisa melaut dengan mengunakan kombinasi kapal layar motor (KLM). Pemanfaatan sumber daya angin melalui pengunaan layar pada kapal diharapkan bisa
Property right by Eko Sasmito Hadi and Iksan Firman (Diponegoro University)
1
mengurangi biaya operasional kapal. Untuk mendapatkan bentuk layar dari suatu kapal perlu diadakan penelitian terhadap bentuk layar tersebut, dari penelitian ini di harapkan dapat menghasilkan bentuk, luasan layar yang optimum, dan mudah dalam pengoperasiannya sehingga mampu mendorong kapal sesuai dengan kecepatan yang diinginkan pada kecepatan angin tertentu. Perumusan Masalah Pembuatan desain hull form dengan menggunakan metode form data, scheltema dan NPL diharapkan bisa menghasilkan bentuk hull form yang sesuai dan memiliki kinerja ( karakteristik hidrostatik, hambatan kapal, stabilitas kapal, seakeeping performance ) lebih baik di bandingkan dengan pembuatan kapal secara tradisional di Daerah Batang. Pengunaan layar pada kapal yang di harapkan bisa mengurangi konsumsi bahan bakar di fokuskan dalam masalah besaran gaya dorong yang dihasilkan oleh layar Untuk itu permasalahan yang perlu dirumuskan adalah sebagai berikut : 1. Mendesain kapal yang sesuai dengan daerah pelayaran sehingga di dapatkan bentuk hull form (dengan menggunakan metode form data, scheltema dan NPL) kapal yang optimal dan bisa memenuhi kebutuhan para nelayan di kabupaten Batang. 2. Pembuatan rencana garis, rencana umum, perhitungan hidrostatik, hambatan kapal, perhitungan stabilitas, kapal dan analisis olah gerak kapal dari ketiga hull form ( form data, scheltema dan NPL) 3. Penentuan hull form yang memiliki kinerja terbaik dari ketiga model hull form yang telah di desain kemudian dibandingkan dengan kinerja dari hull form kapal Batang 4. Pembuatan desain layar yang sesuai dengan daerah perairan kapal di daerah Batang 5. Pengunaan layar hanya pada saat kapal menuju fishing ground dan kembali dari fishing ground, tidak di gunakan pada saat operasi penangkapan ikan di fishing ground 6. Perhitungan performance penggunaan layar pada hull form yang dipilih dan pada hull form kapal Batang Pembatasan Masalah Batasan masalah di gunakan sebagai arahan serta acuan dalam penulisan tugas akhir sehingga sesuai dengan permasalahan serta tujuan yang di harapkan Batasan permasalahan yang di bahas dalam tugas akhir ini adalah : 1. Rute pelayaran Rute pelayaran yang dimaksud adalah rute kapal yang dilalui kapal tipe Batang untuk musim
2.
3.
4. 5.
6.
7.
angin barat dan musim angin timur. Hal ini dapat dilihat pada peta dibawah ini. Pengambilan bentuk lambung tipe Batang dibatasi hanya 1 (satu) buah kapal yang dibuat sebagai prototipe kapal tradisional Batang Definisi kinerja yang dimaksud dalam penulisan tugas akhir ini adalah : a. Hambatan Kapal b. Stabilitas kapal c. Olah gerak kapal yang meliputi heaving, pitching, rolling. Metode perhitungan hambatan yang digunakan adalah metode Van Oortmersen Pada perhitungan performance layar, hanya di lakukan pada hull form modifikasi terpilih dan hull form kapal asli Batang Keseluruhan perhitungan pada obyek kinerja hull form tersebut berdasarkan pendekatan teoritis yang dikerjakan dengan paket perhitungan yang telah terintegrasi pada software Maxsurf 9.6 yaitu : a. Hullspeed 9.6 untuk perhitungan hambatan kapal b. Hydromax 9.6 untuk perhitungan stabilitas c. Seakeeper 9.6 untuk perhitungan olah gerak kapal d. Span 9.6 untuk perhitungan desain layar Tidak ada pengujian towing tank
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penyusunan penelitian ini yaitu: 1 Membandingkan kinerja hull form kapal yang dirancang dengan menggunakan metode Sheltema , Form data dan NPL dengan hull form kapal tipe Batang. 2 Perhitungan performance penggunaan layar pada hull form modifikasi yang dipilih dengan hull form kapal tipe batang Perhitungan dan Analisa Data Pembuatan kapal di daerah Batang yang berdasarkan pengetahuan turun-temurun menyebabkan beberapa kekurangan dalam pembangunan kapal. Untuk mengatasi hal ini dilakukan pembuatan hull form modifikasi dari beberapa metode yang ada yaitu formdata (Guldhammer, 1962), metode Scheltema (Scheltema de heere, RF, 1969), dan National Physical Laboratory (NPL). Ketiga hull form modifikasi ini di bandingkan dan di analisa sehingga di dapatkan satu hull form yang sesuai dengan kebutuhan. Analisa yang digunakan berdasarkan beberapa faktor dalam kebutuhan perancangan kapal layar motor (KLM)
Property right by Eko Sasmito Hadi and Iksan Firman (Diponegoro University)
2
Perhitungan hambatan kapal Sebuah kapal dalam berlayar memperoleh hambatan yang berasal dari lambung kapal yang berada di bawah garis air. Besar hambatan ini di konversi sebagai tenaga yang dibutuhkan oleh sebuah kapal untuk berlayar. Dalam perhitungan hambatan kapal ini di gunakan metode perhitungan hambatan Van Oortmersen yang terintegrasi dalam software Maxsurf Hull Speed Version 9.6. Kapal beroperasi dengan kecepatan maksimum 9 knots. Dari hasil perhitungan oleh Maxsurf Hull Speed Version 9.6 kepada ke-empat model hull form di dapat : Tabel 2 Nilai hambatan dari keempat model KM.RIZKY MINA Speed ABADI 55 Feet NPL Series Resistance Power Resistance Power (knot) (kN) (kW) (kN) (kW) 0
--
--
--
--
1
0.05
0.03
0.04
0.02
2
0.19
0.2
0.15
0.15
3
0.51
0.78
0.33
0.51
4
1.07
2.21
0.63
1.3
5
1.76
4.53
1.03
2.64
6
2.64
8.16
1.53
4.71
7
5.71
20.55
2.38
8.56
8
6.47
26.62
4.46
18.35
9 Speed
15.1
69.92
6.56
30.37
(knot)
Form Data Resistance Power (kN) (kW)
Scheltema Resistance Power (kN) (kW)
0
--
--
--
--
1
0.05
0.03
0.05
0.03
2
0.2
0.2
0.2
0.2
3
0.45
0.69
0.58
0.9
4
0.88
1.81
1.26
2.6
5
1.44
3.7
2.07
5.32
6
2.15
6.64
3.27
10.11
7
4.11
14.79
5.91
21.28
8
5.75
23.65
8.68
35.71
9
13.03
60.34
10.64
49.27
Resistance-Speed Curve 16 14 Resistance (kN)
sehingga penggunaan layar pada bentuk hull form tersebut dapat menjamin keselamatan kapal dalam berlayar. Faktor yang di pertimbangkan tersebut adalah hambatan kapal dan stabilitas kapal. Dari ukuran kapal asli Daerah Batang dilakukan modifikasi dengan cara menggunakan metode perancangan kapal modern seperti yang disebutkan diatas. Dari hasil modifikasi tersebut di dapat ukuran utama dari bentuk hull form modifikasi, yaitu: Tabel 1 Ukuran utama keempat model KM. Rizky 55 feet Mina NPL Dimensi Abadi Series Scheltema Formdata Loa (m) 17,00 18,12 17 17 LWL(m) 15,30 16,80 15,831 15,86 Lpp (m) 15,11 15,40 15,11 15,11 Breadth (m) 5,80 4,53 5,8 5,8 Draft (m) 2,20 1,74 2,2 2,2 Depth (m) 2,9 2,6 2.92 2.8 Block Coefficient (Cb) 0,48 0,46 0,484 0,485 Prismatic Coeffisien (Cp) 0,656 0,574 0,663 0,601 Midship Coeffisien (Cm) 0,742 0,808 0.73 0.811 LCB (m) -0.446 -0.454 -0,098 -1,092
12
KM.RIZKY MINA ABADI
10
55 Feet NPL Series
8
Form Data
6
Scheltema
4 2 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Speed (Knots)
Gambar 1. Grafik Perbandingan Resistance- Speed Hullform Dari hasil perhitungan di atas dapat di ketahui masing-masing hambatan yang diterima oleh setiap hull form. Dari semua hull form pada kecepatan maksimum kapal yang sama hull form KM Riski Mina Abadi mendapatkan nilai tahanan paling besar. Selisih maksimum hambatan hull form modifikasi dengan KM Rizky Mina abadi pada kecepatan maksimum dapat di uraikan sebagai berikut : 1. Hull form 55 feet NPL Series menerima hambatan total 56.55% lebih kecil dari hambatan total yang diterima KM. Rizky Mina Abadi 2. Hull form Scheltema menerima hambatan total 29,54% lebih kecil dari hambatan total yang diterima KM.Rizky Mina Abadi
Property right by Eko Sasmito Hadi and Iksan Firman (Diponegoro University)
3
3.
Hull form Form data menerima hambatan total 13.70% lebih kecil dari hambatan total yang diterima KM.Rizky Mina Abadi
Stabilitas Kapal ( Ship’s Stability ) Stabilitas memegang peranan penting dalam hal perencanaan keselamatan kapal. Kemampuan kapal ini dapat juga diartikan sebagai respon kapal terhadap kecepatan dan gelombang laut. Kapal yang kaku akan kembali ke posisi tegak dalam periode yang sangat cepat. Kondisi seperti ini menyebabkan kapal mempunyai nilai MSI (Motion Sickness of Incident) yang cenderung tinggi. Namun pada dasarnya stabilitas adalah kapal dengan momen pembalik (righting moment) yang cukup untuk membuat kapal kembali ke posisi tegak ketika mendapat gaya dari luar yang menyebabkan olengan. Sebagai persyaratan yang wajib tentunya stabilitas kapal harus mengacu pada standart yang telah ditetapkan oleh biro klasifikasi setempat atau marine authority seperti International Maritime Organisation (IMO) Pada studi penelitian ini perhitungan stabilitas menggunakan paket perhitungan pada software Hydomax 9.6 dan ditinjau pada 7 (tujuh) kondisi yang merepresentasikan load condition pada saat kapal beroperasi di laut lepas. Sedangkan persyaratan stabilitas mengacu pada standard requirements yang telah ditetapkan oleh IMO. Dalam menghitung stabilitas suatu kapal kita harus membuat variasi muatan pada beberapa kondisi sehingga diketahui stabilitas untuk tiap kondisinya, seperti berikut ini 1) Kondisi pertama merupakan kondisi kapal muatan penuh dan berat consumable 100%(Full Load Condition). 2) Kondisi kedua diasumsikan pada saat kapal tiba dipelabuhan, dengan muatan 100 % dan bahan makanan dan minuman, bahan bakar, dan es tersisa 10%. 3) Kondisi ketiga diasumsikan sebagai kapal tiba di area penangkapan (fishing grounds) dimana bahan bakar, kebutuhan bahan makanan dan minuman 70% sedangkan fish hold 50%. 4) Kondisi empat ini diasumsikan pada saat kapal sampai dipelabuhan, dengan hasil tangkapan hanya 50% dari muatan penuh. Perkirakan bahan makanan dan minuman, bahan bakar, tersisa 10% 5) Kondisi ini merupakan kondisi meninggalkan dermaga dimana kebutuhan bahan makanan dan minuman serta bahan bakar sudah di isi penuh dan Fish hold diisi es 20%.
6) Kondisi ini di asumsikan kapal tiba di dermaga, dimana bahan bakar masih tersisa 10% dan muatan es 10%. 7) Kondisi ketujuh ini mempresentasikan kapal dalam keadaan muatan dan consumalbe kosong. Analisa dan Perhitungan Stabilitas Pada Tujuh Kondisi Dengan Standart Kriteria IMO Salah satu otoritas di bidang maritim yang telah diakui adalah International Maritime Organisation (IMO). Standart stabilitas yang ditetapkan IMO adalah mengenai lengan stabilitas (GZ). Berikut ini adalah kriteria IMO yang digunakan : 1. Section A.749 (18), Chapter 3.1.2.1 : a. Luasan pada daerah dibawah kurva GZ pada sudut oleng 0º– 30º (deg) tidak boleh kurang atau sama dengan 3,15 m.deg. b. Luasan pada daerah dibawah kurva GZ pada sudut oleng 0º– 40º (deg) tidak boleh kurang atau sama dengan 5,16 m.deg. c. Luasan pada daerah dibawah kurva GZ pada sudut oleng 30º– 40º (deg) tidak boleh kurang atau sama dengan 1,719 m.deg. 2. Section A.749 (18), Chapter 3.1.2.2 : nilai GZ maksimum yang terjadi pada sudut 30º– 180º (deg) tidak boleh kurang atau sama dengan 0,2 m. 3. Section A.749 (18), Chapter 3.1.2.3 : sudut pada nilai GZ maksimum tidak boleh kurang atau sama dengan 25º (deg) 4. Section A.749 (18), Chapter 3.1.2.4 : nilai GM awal pada sudut 0º (deg) tidak boleh kurang atau sama dengan 0,15 m. Secara keseluruhan dari hasil stabilitas berdasarkan kriteria dari IMO, hull form hasil modifikasi yang memiliki stabilitas yang lebih baik di bandingkan dengan hull form modifikasi lainnya adalah hull form 55 feet NPL series. 55 feet NPL Series memiliki kemampuan yang lebih baik ditinjau dari kemampuan stabilitas kapal yang mampu memenuhi persyaratan dari IMO Olah Gerak Kapal (Seakeeping Performance) Olah Gerak Kapal ( Seakeeping Performance ) adalah kemampuan untuk tetap bertahan di laut dalam kondisi apapun dalam keadaan kapal sedang melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu kemampuan ini jelas merupakan aspek penting dalam hal perancangan kapal (Ship Design). Bahkan pada bangunan lepas pantai sekalipun kemampuan
Property right by Eko Sasmito Hadi and Iksan Firman (Diponegoro University)
4
bertahan ini wajib diperhitungkan dengan analisa perairan yang sesuai pada kondisi setempat. Pada perencanaan desain hull form kapal ikan, prediksi olah gerak kapal yang akurat sangat diperlukan. Kualitas dari kinerja hull form, keadaan dimana kapal oleng, atau tenggelam (Ultimate Loss of Performance) pada tiap kondisi gelombang dapat diketahui secara pasti bahkan dalam kondisi extreme sekalipun. Pada prinsipnya alur kerja olah gerak kapal dapat diartikan sebagai berikut, kapal adalah suatu electronic filter. Pada saat menerima sinyal (Waves Ocean) sinyal tersebut disaring kemudian ditransfer kembali sebagai output yang dalam hal ini adalah gerakan kapal (Ship Motion). Prinsip kerja inilah yang menjadi dasar dari pemecahan dalam banyak penelitian mengenai seakeeping performance Pada penelitian ini perhitungan olah gerak kapal menggunakan program Seakeeper 9.6. Program ini merupakan salah satu perangkat lunak yang mempunyai kemampuan untuk analisa seakeeping performance diantara beberapa software komersial yang telah ada. Berikut ini adalah beberapa pengaturan dalam penggunaan software Seakeeper 9.6 untuk perhitungan olah gerak kapal, antara lain : 1. Penggunaan Spektra Gelombang (Wave Spectrum) Pada penelitian ini spektra gelombang yang digunakan adalah spektra gelombang JONSWAP. Jenis Spektra ini dikembangkan pada tahun 1968 dengan nama Joint North Sea Wave Project (Perairan Kepulauan/ Tertutup) dan direkomendasikan oleh ITTC 17th pada tahun 1984 [2]. Spektra ini memiliki puncak yang lebih tinggi dan lebih sempit dari pada spektra sebelumnya yang pernah direkomendasikan oleh ITTC 15th pada tahun 1978 yakni spektra Bretschneider. Saat ini khususnya di Indonesia formulasi spektra jenis ini banyak digunakan pada analisis bangunan lepas pantai. Dengan asumsi bahwa spektra ini merepresentasikan kondisi gelombang yang buruk sehingga analisis yang dihasilkan adalah semakin meningkatkan derajat keamanan dari kemampuan bertahan di laut. Gambar 4. menjelaskan perbandingan antara spektra Bretschneider dan spektra JONSWAP pada tiga kondisi laut yaitu significant wave height (H1/3) adalah 4 m, peak period masing – masing adalah 6, 8, 10 s.
Gambar 2. Perbandingan bentuk spectra gelombang JONSWAP dan Bretschneider. 2. Kondisi Perairan (Sea Condition) Kondisi perairan pada penelitian ini mengacu pada kondisi (Sea State Code) yang telah ditetapkan oleh WMO (World Meteorological Organization) dengan peninjauan pada 3 (tiga) variasi kondisi laut dengan parameter yang berbeda meliputi 1/3 tinggi gelombang tertinggi (significant wave height), periode gelombang (wave period), dan kecepatan angin (Sustained Wind Speed). Variasi kondisi laut tersebut adalah ombak kecil (Slight), ombak sedang (Moderate), dan ombak besar (Rough). Tabel 3. World Meteorological Organization Sea State Code Wave Wind Height Wave Sea Speed (H1/3) Period Description Code (Knots) (m) (s) Range Mean 3 0,875 13,5 7,5 Slight 4 1,875 19 8,8 Moderate 5 3,250 24,5 9,7 Rough 3.
Pengaturan Sudut Masuk Gelombang (Wave Heading) Sudut masuk gelombang yang dimaksud disini adalah arah datang gelombang yang diukur dari bagian belakang kapal. Pada penelitian ini sudut masuk gelombang ditinjau dari 4 (empat) arah yang secara garis besar merepresentasikan arah gelombang ketika menerpa badan kapal saat beroperasi di laut lepas. Nilai amplitudo pada tiap gerakan kapal. Amplitudo merupakan nilai dari simpangan terbesar ketika kapal dalam kondisi sedang merespon frekuensi gelombang. Apabila nilai amplitudo terlalu besar maka dapat menyebabkan air masuk ke geladag kapal (deck wetness). Nilai amplitudo ini berkaitan dengan masalah keselamatan kapal Semakin buruk kondisi gelombang maka nilai amplitudo semakin besar.
Property right by Eko Sasmito Hadi and Iksan Firman (Diponegoro University)
5
Berikut ini hasil rangkuman diantara model KM. Rizky Mina Abadi, 55 feet NPL Series (FAO Fishing Vessels), Form Data dan Scheltema yang memiliki amplitudo terendah. Table 4. Model kapal yang memiliki nilai ampolitudo paling rendah Wave Heading
Heave Motion
Pitch Motion
Roll Motion
0 degrees
Form Data
Scheltema
none
45 degrees
Form Data
Scheltema
90 degress 180 degrees
Form Data 55 feet NPL Series
Scheltema Scheltema
KM. Rizky Mina Abadi 55 feet NPL Series none
Nilai kecepatan (velocity) pada tiap gerakan kapal. Kecepatan (velocity) yang dimaksud disini adalah fungsi numerik yang terdiri dari 2 (dua) variabel yaitu jarak (m) dan waktu (s) pada tiap- tiap gerakan kapal. Tingkat kenyamanan kapal tergantung pada seberapa cepat gerakan kapal. Semakin cepat gerakan kapal mengakibatkan periode gerakan kapal semakin cepat. Hal ini tentunya membuat kapal semakin tidak nyaman. Semakin buruk kondisi gelombang maka kecepatan gerakan semakin tinggi. Dengan demikian jelas bahwa kapal akan semakin tidak nyaman apabila kondisi gelombang semakin buruk Berikut ini hasil rangkuman diantara model KM. Rizky Mina Abadi, 55 feet NPL Series (FAO Fishing Vessels), Form data dan Scheltema yang memiliki kecepatan gerakan (velocity) terendah. Table 5 Model kapal yang memiliki kecepatan gerakan paling rendah Wave Heading
Heave Velocity
Pitch Velocity
0 degrees
Form Data
Scheltema
Roll Velocity none
45 degrees
Form Data
Scheltema
90 degress
55 feet NPL Series
55 feet NPL Series
KM. Rizky Mina Abadi 55 feet NPL Series
180 degrees
Scheltema
Scheltema
none
Dan berikut ini adalah tabulasi dari simulasi percobaan tentang terjadinya deck wetness pada model kapal akibat pengaruh dari amplitudo dan velocity motion pada tiap- tiap gerakan kapal.
Table 6. Model kapal yang mengalami deck wetness Sea Condition
KM. Rizky Mina Abadi
NPL 55 ft (FAO Fishing Vessels
0º
45º
90º
180º
0º
45º
90º
Slight
x
x
x
x
x
x
x
x
Moderate
x
x
√
x
x
x
x
x
x
√
√
x
x
x
√
x
Rough
Scheltema
180º
Form Data
Slight
0º
45º
90º
180º
0º
45º
90º
180º
Moderate
x
x
x
x
x
√
√
x
Rough
x
x
x
x
x
√
√
√
x
x
√
x
x
√
√
√
Note : x : Tidak terjadi deck wetness √ : Terjadi deck wetness
Penggunaan Layar Pada Kapal. Pada perencanaan desain hull form kapal ikan, prediksi olah gerak kapal yang akurat sangat diperlukan. Kualitas dari kinerja hull form, keadaan dimana kapal oleng, atau tenggelam (Ultimate Loss of Performance) pada tiap kondisi gelombang dapat diketahui secara pasti bahkan dalam kondisi extreme sekalipun. Pada prinsipnya alur kerja olah gerak kapal dapat diartikan sebagai berikut, kapal adalah suatu electronic filter. Pada saat menerima sinyal (Waves Ocean) sinyal tersebut disaring kemudian ditransfer kembali sebagai output yang dalam hal ini adalah gerakan kapal (Ship Motion). Prinsip kerja inilah yang menjadi dasar dari pemecahan dalam banyak penelitian mengenai seakeeping performance Prinsip dasar perancangan layar pada sebuah kapal adalah layar dapat bekerja pada nilai FR (driving force) maksimal dan menekan besarnya FH (heeling force). Driving force atau gaya dorong berkaitan dengan kemampuan layar dalam mencapai kecepatan yang diinginkan, dan heeling force atau gaya oleng berkaitan dengan sudut oleng yang dihasilkan layar terhadap lambung kapal dan berhubungan erat dengan kesalamatan kapal pada saat berlayar. Desain layar pada penelitian ini menggunakan bantuan software Span ver 9.6. dalam software yang digunakan ini ada beberapa parameter yang di input ke dalam software, berikut parameter yang di input ke dalam software Span ver 9.6. : 1. Kecepatan angin. Yang dimaksud kecepatan angin disini adalah kecepatan angin (wind speed) maksimal yang dapat terjadi pada daerah penelitian. Data ini digunakan untuk menentukan luasan layar yang dibutuhkan untuk mencapai kecepatan yang
Property right by Eko Sasmito Hadi and Iksan Firman (Diponegoro University)
6
diinginkan, dengan syarat stabilitas kapal tetap terpenuhi. Dari data kecepatan angin yang di ambil dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Stasiun Meteorologi Maritim Semarang di dapat kecepatan angin selama januari-desember 2008 berkisar antara 5-10 knots. 2. Luasan layar yang dibutuhkan Pembuatan desain layar dalam penelitian ini menggunakan system trial and error, dimana ukuran layar di desain dengan menambah nilai dari parameter desain layar yang ada pada Span ver 9.6. menggunakan system trial and error berdasarkan pemahaman bahwa sifat-sifat aliran yang mengenai foil dengan kecepatan tinggi dan chamber (kelengkungan) yang besar akan diperoleh perpisahan (separation) aliran yang lebih cepat dan berakibat lapisan batas semakin lebar sehingga menggurangi daya dorong kapal. 3 Ukuran tiang kapal Pada penelitian ini ukuran tiang layar di ambil dari karakteristik tiang dari kapal layar yang telah ada. Ukuran tiang layar di anggap mampu menahan gaya yang bekerja pada layar. Ukuran tiang layar di ambil dengan cara pendekatan dari ukuran tiang kapal layar yang ada. Pada umumnya ada dua bentuk dari tiang layar, tiang yang memiliki diameter yang sama dari dasar tiang sampai dengan atas tiang, dan tiang yang mempunyai ukuran diameter yang mengecil dari bawah sampai dengan atas.
Gambar 3 Tampilan rig data pada software Span ver 9.6 Di dalam Software Span ver 9.6, kolom foresail digunakan untuk memasukan data ukuran layar depan (foresail), kolom mast untuk pendefenisian tiang layar dan mainsail untuk ukuran layar utama (mainsail). Dari software Span ver 9.6 di dapat luasan layar (sail area) sebesar 121.30 m² yang terdiri dari luasan mainsail sebesar 64,50 m² dan foresail sebesar 56,80 m², dan tiang layar berada 4 m dari midship atau berada di atas sekat kedap air antara palkah 4 dan 5
Tabel 7 Karakteristik tiang dari beberapa kapal layar. Panjang
Displacement
Sail area
Tinggi tiang
Dimensi
Ketebalan
(m)
(m³)
(m²)
(m)
(mm)
(mm)
10
4800
58
12.9
105x160
4
12
7000
86
16
145x220
4
14.5
12700
139
19
185x315
5.6
18
22500
218
22.5
220x360
6
24
47000
254
26.4
240x410
6
Berdasarkan tabel 4.22, untuk kapal dengan panjang 14-16 m. tinggi tiang layar adalah 19 m-22,5 m. Tinggi tiang layar ini berpengaruh terhadap penambahan sudut oleng dari kapal sebelum kapal menggunakan layar. Dalam hal ini peneliti menggambil nilai diantara nilai tinggi tiang tersebut, dengan menyesuaikan kebutuhan gaya dorong yang dibutuhkan oleh kapal. Nilai dari paramater yang di input ke dalam software Span ver 9.6 dalam perhitungan layar adalah sebagai berikut ;
Gambar 4 desain layar Perhitungan penggunaan layar pada hull form 55 feet NPL Series Tabel 8 Nilai gaya dorong yang dihasilkan layar Nilai Pada Span True Wind
Beta True Wind
(Knots)
(deg)
6
75
down
0.67
4.1
6
80
up
0.66
4.075
8
75
down
1.17
4.64
8
80
up
1.14
4.61
10
90
down
1.8
6.31
10
80
up
1.76
6.27
12
75
down
2.46
7.08
Spinnaker
Property right by Eko Sasmito Hadi and Iksan Firman (Diponegoro University)
Forward Force
Hull Speed
(kN)
(knots)
7
12
80
up
2.45
7.06
14
90
down
3.04
7.3
14
80
up
3.28
7.4
Tabel 8 menunjukan forward force (gaya dorong) maksimum pada setiap perubahan kecepatan angin pada daerah pelayaran dari table diketahui pada kecepatan angin maksimum yang terjadi pada daerah pelayaran kapal (10 knots) layar mampu menghasilkan gaya dorong maksimum sebesar 1,76 kN atau mampu berlayar dengan kecepatan 6,27 knots, atau mampu mengurangi tenaga pengoperasian mesin kapal sebesar 69,6 % dari tenaga yang dibutuhkan untuk menggerakan kapal dengan kecepatan maksimum sebesar 9 knots. Sedangkan untuk kecepatan angin minimum yang diterima layar (6 knots), layar mampu menghasilkan gaya dorong sebesar 0,67 atau mampu berlayar dengan kecepatan 4,1 knots, atau mampu mengurangi tenaga dalam pengoperasian mesin kapal sebesar 45.55% Penggunaan layar pada KM Rizky Mina Abadi Tabel 9 Nilai gaya dorong yang dihasilkan layar True Wind
NILAI PADA SPAN Beta True Forward Wind Spinnaker Force (kN)
Hull Speed
(Knots)
(deg)
(knots)
6
75
down
0.67
3.28
6
80
up
0.66
3.26
8
75
down
1.17
4.14
8
80
up
1.14
4.1
10
75
down
1.8
5.04
10
80
up
1.76
5
12
75
down
2.56
5.9
12
80
up
2.5
5.84
14
90
down
3.04
6.13
14
75
up
3.28
6.21
Tabel 9 menunjukan forward force (gaya dorong) maksimum pada setiap perubahan kecepatan angin pada daerah pelayaran dari table diketahui pada kecepatan angin maksimum yang terjadi pada daerah pelayaran kapal (10 knots) layar mampu menghasilkan gaya dorong maksimum sebesar 1,76 kN atau mampu berlayar dengan kecepatan 5 knots, atau mampu mengurangi tenaga pengoperasian mesin kapal sebesar 55,55 % dari tenaga yang dibutuhkan untuk menggerakan kapal dengan kecepatan maksimum sebesar 9 knots. Sedangkan untuk kecepatan angin minimum yang diterima layar (6 knots), layar mampu menghasilkan gaya dorong sebesar 0,67 atau mampu berlayar dengan kecepatan
3,28 knots, atau mampu mengurangi tenaga dalam pengoperasian mesin kapal sebesar 36,44% Stabilitas pada kapal dengan menggunakan layar. Selain menghasilkan gaya dorong layar juga menerima gaya samping yang berpengaruh terhadap keolengan kapal pada saat belayar. Sudut oleng yang terjadi dengan pemasangan layar pada kapal tidak boleh sampai membahayakan kapal pada saat kapal berlayar. Perhitungan stabilitas layar tergantung dari beberapa faktor yaitu luas layar (SA), lengan kopel (H), gaya tekanan angin (P). Faktor ini cenderung menyebabkan kapal miring kearah melintang kapal (heeling) pada sudut tertentu, yang akan di lawan dengan lengan pembalik kapal dikalikan displacement yang membuat kapal kembali kedudukan semula (tegak). Pada perhitungan dengan software Span ver 9.6 didapat hull right momen pada setiap kecepatan angin, dan sudut dari layar. Semakin besar hull right momen yang terdapat pada kapal, kapal memiliki stabilitas yang baik. Pada semua kondisi, nilai GZ terbesar yang di sebabkan oleh pemasangan layar pada hull form 55 feet NPL terjadi pada kecepatan angin 10 knots dengan sudut layar 80 derajat, dengan pembacaan grafik lengan stabilitas, nilai pada kondisi ini diterjemahkan kedalam bentuk sudut oleng, terdapat pada sudut antara 0-10 derajat. Sudut yang terjadi seperti ini tidak membahayakan kapal. Sudut oleng terbesar yang terjadi akibat pemasangan layar terdapat pada saat kapal sampai kapal tiba di dermaga, dimana bahan bakar masih tersisa 10% dan muatan es 10%. atau pada kondisi VI. Sudut oleng yang terjadi sebesar 4,71° pada kecepatan angin 10 knots. Hasil ini menunjukkan penggunaan layar pada hull form 55 feet NPL Series memiliki pengaruh yang kecil terhadap stabilitas kapal pada saat berlayar. Pada semua kondisi nilai GZ terbesar yang di sebabkan oleh pemasangan layar pada KM Rizky Mina Abadi terjadi pada kecepatan angin 10 knots dengan sudut layar 75 derajat, dengan pembacaan grafik lengan stabilitas, nilai pada kondisi ini diterjemahkan kedalam bentuk sudut oleng, seperti yang ditunjukan pada tabel 4.26 terdapat pada sudut antara 0-10 derajat. Sudut yang terjadi seperti ini tidak membahayakan kapal. Sudut oleng terbesar yang terjadi akibat pemasangan layar terdapat pada saat kapal sampai dipelabuhan, dengan hasil tangkapan hanya 50% dari muatan penuh. Perkirakan bahan makanan dan minuman, bahan bakar, tersisa 10%. Sudut oleng yang terjadi sebesar 4,82° pada kecepatan angin 10 knots (Gambar 4.37). Hasil ini menunjukkan penggunaan layar pada KM Rizky Mina Abadi memiliki pengaruh yang kecil terhadap stabilitas kapal pada saat berlayar, Hasil ini
Property right by Eko Sasmito Hadi and Iksan Firman (Diponegoro University)
8
menunjukkan penggunaan layar pada hull form KM Rizky Mina Abadi memiliki pengaruh yang kecil terhadap stabilitas kapal pada saat berlayar Kesimpulan 1. Pada perhitungan kinerja dari hull form KM Rizky Mina Abadi dan hull form modifikasi (55 feet NPL series, scheltema dan form data), dapat disimpulkan bahwa Pada kecepatan maksimal yaitu 9 knot, besar hambatan yang diterima KM. Rizky Mina Abadi (GT: 65 Ton) adalah sebesar 15,10 kN. Sedangkan hambatan yang diterima hull form 55 feet NPL Series (GT: 52 Ton), Scheltema( GT: 61 Ton dan Form Data (gt : 62 Ton secara berturut-turut adalah 6,56 kN, 10,64 kN dan 13,03 kN Pada kecepatan 9 knot, Model hull form 55 feet NPL Series dapat mereduksi hambatan terbesar di antara hull form modifikasi lainnya sebesar 56,55 % dari hambatan yang diterima kapal tipe Batang, sedangkan model hull form scheltema dan form data mampu mereduksi hambatan sebesar 29,54 % dan 13,70% Berdasarkan ketentuan yang disyaratkan oleh IMO (International Maritime Organization) dengan Code A.749(18) Ch3design criteria applicable to all ships stabilitas hull form 55 feet NPL series lebih baik dibandingkan dengan dua hull form modifikasi lainya, dan juga memiliki stabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan KM.Rizky Mina Abadi Olah gerak (seakeeping performance) model Scheltema secara keseluruhan lebih baik dari dua hull form modifikasi dan KM. Rizky Mina Abadi. 2 Untuk perhitungan performance penggunaan layar pada hull form modifikasi yang dipilih dengan hull form KM.Rizky Mina abadi di dapat kesimpulan sebagai berikut : Pada Penggunaan layar dengan kecepatan angin maksimum 10 Knots 55 feet NPL series mampu mengurangi tenaga mesin sebesar 69,6 % dan KM Rizky Mina Abadi mampu menghemat tenaga mesin sebesar 55,55%. Penggunaan layar pada hull form modifikasi 55 feet NPL series mampu mereduksi tenaga mesin sebesar 68,21 % dibandingkan kapal KM.Rizky Mina Abadi tanpa layar Pengaruh sudut oleng kapal akibat pemasangan layar pada KM.Rizky Mina Abadi dan 55 feet NPL Series berkisar antara 0-10°, penambahan sudut oleng ini tidak terlalu membahayakan kapal
DAFTAR PUSTAKA Causer, P, 2000, “Seakeeping analysis for preliminary design”, Formation Design System pty.Ltd. UK. Citandini, A, 2006, Studi pemasangan layar terhadap efisiensi operasional kapal penangkap ikan di Daerah Trenggalek, ITS. Indonesia. Citandini, A, 2006, Sail performance theory and practice Marchaj, C.A, Studi pemasangan layar terhadap efisiensi operasional kapal penangkap ikan di Daerah Trenggalek, ITS. Indonesia. Edinburgh Gate, H, 1998, Sailing yacht design theory, Addison wesley longman limited, UK. F.B, Robert, 1988, “Motion In Waves and Controllability”, Principles of Naval Architecture Volume III, The Society of Naval Architects and Marine Engineers, USA. Guntur, MA, 2008, Studi komparasi kinerja hull form motode form data dengan hull form kapal ikan tradisional tipe batang Jawa Tengah, UNDIP, Indonesia Harvald, 1978, Resistance and Propulsion of Ships, John Wiley and Sons, USA. Mutaqie, T, 2008, Studi komparasi kinerja hull form motode NPL series ( FAO fishing vessels) dengan hull form kapal ikan tradisional tipe batang Jawa Tengah, UNDIP, Indonesia. Santoso, IGM, Sudjono, YJ, 1983, Teori Bangunan Kapal, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Indonesia. Scheltema de heree, R.F, 1969, Bouyancy and stability of ships. Deputiy Director of Naval Construction of The Royal Netherlands Navy, Netherlands. Sihaloho, F, 2008, Studi komparasi kinerja hull form motode scheltema dengan hull form kapal ikan tradisional tipe batang Jawa Tengah, UNDIP, Indonesia. Tenggara, JL, 2007, Kajian propeller-engine matching, UNDIP, Indonesia. Traung, J O,1988, “New Possibilities for Improvement in the Design of Fishing vessels”, Fishing Boat of The World III , FAO, Italy. ……2006, Petunjuk pelaksanaan pengukuran kapal perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jendral Perikanan Tangkap Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan, Semarang.
Property right by Eko Sasmito Hadi and Iksan Firman (Diponegoro University)
9
Property right by Eko Sasmito Hadi and Iksan Firman (Diponegoro University)
10