4 HASIL PENELITIAN 4.1
Kinerja Usaha Perikanan Mini Purse Seine Kegiatan penangkapan ikan dengan pukat cincin di pulau Mayau dilakukan
oleh nelayan dari Bitung (disebut nelayan andon) dan nelayan dari pulau Mayau itu sendiri (disebut nelayan lokal). Kedua nelayan tersebut masing-masing menggunakan alat tangkap (yaitu mini purse seine) dan alat bantu rumpon. 4.1.1 Kondisi umum perikanan mini purse seine Nelayan mini purse seine (soma pajeko) di daerah penelitian dalam kegiatan penangkapan ikan menggunakan kapal penangkapan ikan dengan tipe kapal yang relatif sama, namun ukurannya berbeda. Sedangkan jaring yang digunakan mempunyai ukuran yang relatif sama. Alat bantu yang digunakan adalah perahu lampu dan rumpon bambu. Tipe dan ukuran perahu lampu dan rumpon bambu yang digunakan relatif sama antara jenis satu dengan yang lainnya. 4.1.1.1 Kapal mini purse seine Kapal penangkapan yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil adalah kapal yang digunakan untuk mengoperasikan mini purse seine yang menurut istilah nelayan dari Bitung disebut soma pajeko. Istilah soma pejeko mulai populer digunakan sejak mini purse seine diintroduksi oleh nelayan dari Bitung ke pulau Mayau. Berdasarkan tipe pengoperasiannya mini purse seine di perairan sekitar pulau Mayau baik untuk nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) maupun nelayan andon (nelayan dari Bitung) adalah tipe satu kapal (one boat system). Mini purse seine yang dimiliki oleh nelayan lokal merupakan bantuan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara melalui dana bergulir dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah pada tahun 2002 (satu unit) dan tahun 2003 (satu unit). Pengoperasian mini purse seine (soma pajeko) di perairan sekitar pulau Mayau selain menggunakan alat bantu rumpon juga menggunakan perahu lampu. Kapal dan perahu tersebut terbuat dari bahan kayu. Kapal mini purse seine yang ada di lokasi penelitian umumnya memiliki kapasitas 12 GT – 21 GT. Ukuran
40
panjang kapal (L) berkisar antara 12,90 m – 19,00 m, lebar (B) 2,50 m – 4,00 m, dan dalam (D) 1,00 m – 1,50 m. Perahu lampu memiliki kapasitas 0,50 GT – 1,00 GT, berukuran panjang (L) 700 m – 9,00 m, lebar (B) 0,50 m – 1,00 m, dan dalam (D) 0,50 m – 0,80 m (Tabel 9). Kapal mini purse seine nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) dan nelaya andon (nelayan dari Bitung) dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6, sedangkan perahu lampu dan wings hauler yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 7. Tabel 9 Spesifikasi kapal mini purse seine (mini purse seiner) dan perahu lampu yang digunakan nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) dan nelayan andon (nelayan dari Bitung) Spesifikasi Kapal Mini Purse Seine 1. Dimensi utama • Panjang • Lebar • Dalam 2. Tonage 3. Mesin 4. Wings hauler Perahu Lampu 1. Dimensi utama • Panjang • Lebar • Dalam 2. Tonage 3. Mesin 4. Lampu
Nelayan Lokal (nelayan pulau Mayau) KM. Marimoi
Nelayan Andon (nelayan dari Bitung) KM. Jesie
12,90 m 2,50 m 1,00 m 12,00 GT Outboard (Yamaha 40 PK 2 bh) 1 buah
19,00 m 4,00 m 1,50 m 21,00 GT Outboard (Yamaha 40 PK 4 bh) 1 buah
7,00 m 0,50 m 0,50 m 0,80 GT Outboard (Yamaha 40 PK 1 bh) Lampu petromaks (6 buah)
9,00 m 0,80 m 0,60 m 1,00 GT Outboard (Yamaha 40 PK 1 bh) Lampu petromaks (6 buah)
Gambar 5 Kapal mini purse seine (mini purse seiner) nelayan lokal (nelayan pulau Mayau).
41
Gambar 6 Kapal mini purse seine (mini purse seiner) nelayan andon (nelayan dari Bitung).
a
b
Gambar 7 (a) Perahu lampu yang digunakan oleh nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) dan nelayan andon (nelayan dari Bitung); (b) Wings hauler yang digunakan oleh nelayan andon (nelayan dari Bitung). 4.1.1.2 Alat tangkap mini purse seine Mini purse seine di pulau Mayau yang menjadi objek penelitian lebih dikenal dengan sebutan soma pajeko. Mini purse seine yang ada di lokasi penelitian umumnya bahan dan spesifikasi yang digunakan relatif sama hanya ukuran yang berbeda. Mini purse seine terdiri dari kantong (bunt), badan jaring, sayap, jaring pada pinggir badan jaring (selvedge), tali ris atas (floatline), tali ris bawah (leadline), pemberat (sinkers), pelampung (floats), dan cincin (purse rings).
42
Panjang mini purse seine yang digunakan di pulau Mayau berkisar 150,00 m – 400,00 m dan dalam kantong berkisar 30,00 m – 60,00 m. Kantong sebagai tempat berkumpulnya ikan terbuat dari bahan PAcf (polyamid continous filament) PAcf 210 D x 12 dengan ukuran mesh size 1,00 inchi. Badan jaring terbuat dari bahan PAcf 210 D x 9 dengan ukuran mesh size 1,50 inchi. Bagian sayap yang berfungsi sebagai pagar untuk menggiring ikan ke dalam kantong terbuat dari bahan Pacf 210 D x 6 dengan ukuran mesh size 1,75 inchi. Selvedge terbuat dari bahan PE 380 D x 15 dengan ukuran mesh size 2,00 inchi yang terdiri dari 5 mata untuk arah ke bawah (Gambar 8). 811 F A/840 gf
365,00 m 2 x (PE Ø 10 mm) 25,00 (PE Ø 10 mm)
45 cm
Kantong PAcf 210 D x 12
Badan jaring PAcf 210 D x 9
Sayap PAcf 210 D x 6
MS 1,75 inchi
MS 1,50 inchi
MS 1,00 inchi
MS 1,50 inchi
MS 1,75 inchi
PE 380 D x 15; MS 2 inchi (Selvedge ) 35 cm 1091,00 Pb A/200 gram
382,00 m 2 x (PE Ø 10 mm) 60 Br (500 gram)
600,00 m (PE Ø 24 mm)
0,50 m 60 X (PE Ø 10 mm) 0
1
2
3
4
50m
Gambar 8 Desain mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau. Tali ris atas (floatline) terbuat dari bahan PE dengan panjang 365,00 m dan diameter tali sebesar 10,00 mm, sedangkan tali ris bawah (leadline) terbuat dari bahan PE dengan panjang 382,00 m dan diameter tali sebesar 10,00 mm. Tali pelampung dan tali pemberat terbuat dari bahan PE dengan dimater tali 10,00 mm. Panjang tali pelampung 365,00 m dan tali pemberat 382,00 m. Pemberat pada mini purse seine terbuat dari timah hitam (Pb) dengan diamater 35/28/10 mm dan berat 200 gram/buah. Jumlah pemberat sebanyak 1.091 buah dengan jarak antara pemberat 35,00 cm. Pelampung terbuat dari vinyl putih dengan diameter 150/100/21 mm dengan daya apung 840 grf/buah. Jumlah pelampung sebanyak 811 buah dengan jarak antara pelampung 45,00 cm (Gambar 9).
35,00 m 2 x (PE Ø 10 mm)
Badan jaring PAcf 210 D x 9
Selvege
Sayap PAcf 210 D x 6
PE 380 Dx 15; MS 2 inchi
Selvege
PE 380 Dx 15; MS 2 inchi
35,00 m 2 x (PE Ø 10 mm)
PE 380 D x 15; MS 2 inchi (Selvedge )
43
Gambar 9 Alat tangkap mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau. Cincin terbuat dari kuningan dengan diameter luar 115,00 mm dan diameter dalam 80,00 mm, dan berat 500 gram/buah. Jumlah cincin 60 buah dengan jarak antara cincin 3,00 - 5,00 m. Tali cincin terbuat dari bahan PE, diameter tali 24,00 mm yang memiliki panjang 600,00 m. Spesifikasi mini purse seine dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Spesifikasi mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau Bagian Jaring Kantong Badan jaring Sayap Selvedge Bagian Tali Tali tarik Tali pelampung Tali ris atas Tali pemberat Tali ris bawah Tali samping Tali cincin Tali bridle Perlengkapan lain Pelampung Pemberat Cincin
Material Pa cf Pa cf Pa cf PE PE PE PE PE PE PE PE PE
Besar Twine 210 D x 12 210 D x 9 210 D x 6 380 D x 15 Diameter (mm) 10 10 10 10 10 10 24 10
Material
Diameter (mm)
Vinyl putih Timah (Pb) Kuningan (Br)
150/100/21 35/28/10 115/80
Material
Katerangan: Pacf = Polyamid continous filament PE = Polyethylene Grf = gram force
Besar Mata (inchi) 1,00 1,50 1,75 2,00 Jumlah Panjang (m) (buah) 25,00 2,00 365,00 1,00 365,00 1,00 382,00 1,00 382,00 1,00 35,00 4,00 600,00 1,00 0,50 60,00 W (gram) Jumlah atau F (grf) 840 grf 811,00 200 gram 1.091,00 500 gram 60,00
44
4.1.1.3 Rumpon Operasi penangkapan ikan perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau menggunakan alat bantu rumpon. Rumpon digunakan sebagai alat pengumpul ikan, agar nelayan lebih mudah dalam mengatur waktu penangkapan dan menghemat bahan bakar yang digunakan. Proses operasi penangkapan mini purse seine bisa dilakukan pada rumpon yang bukan milik sendiri, setelah sebelumnya dilakukan kesepakatan dengan pemilik rumpon. Umumnya tiap unit mini purse seine memiliki 1 – 2 rumpon. Berdasarkan hasil wawancara baik dengan nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) maupun nelayan andon (nelayan dari Bitung), rumpon yang digunakan di perairan sekitar pulau Mayau dilepas (ditanam) sekitar 1 – 3 mil laut dari garis pantai pada kedalaman 150 m – 200 m, panjang tali jangkar (tali utama) berkisar 300 m – 400 m. Konstruksi rumpon di pulau Mayau pada umumnya relatif sama dengan konstruksi rumpon di daerah Sulawesi Utara dengan memiliki tiga komponen utama yaitu; rakit bambu sebagai pengapung, pemikat (attractor) dan jangkar kemudian di tambah satu buah pelampung yang terbuat dari styrefoam (gabus) berbentuk seperti drum. (1)
Rakit bambu, berfungsi sebagai pengapung disusun atas 3 atau 4 susun. Rakit tersebut umumnya memiliki bangunan rumah kecil di atasnya sebagai tempat istirahat nelayan yang menjaga rumpon. Ada pula yang tanpa rumah di atasnya, tipe ini biasanya dibiarkan tanpa ada yang menjaga dan hanya sewaktu-waktu dilihat keberadaan ikan di bawah rumpon tersebut.
(2)
Pelampung, berfungsi sebagai penambah daya apung untuk mencegah rakit bambu tenggelam pada saat arus keras. Pelampung terbuat dari styrefoam (gabus).
(3)
Attractor (gara-gara), berfungsi sebagai pengumpul ikan di bawah bangunan rumpon. Biasanya nelayan di pulau Mayau menggunakan Attractor dari daun kelapa berjumlah 6 – 12 pelepah dan disusun 3 – 5 susun. Attractor tersebut di rendam pada kedalaman 5 m – 15 m di bawah bangunan rumpon.
(4)
Tali jangkar yang digunakan adalah dari bahan polyethilene (PE) berdiameter 12,00 mm. Panjang tali jangkar ini 300,00 m – 400,00 m.
45
(5)
Jangkar, berfungsi sebagai penahan agar rumpon tidak hanyut dan terbuat dari beton yang dicor pada sebuah drum sebanyak dua buah, ditanam (dilepas) pada kedalaman berkisar 150 m – 200 m. Rumpon yang dilepas (ditanama) di perairan sekitar pulau Mayau tidak
bertahan lama (putus atau hilang). Pembuatan rumpon tidak terlalu rumit karena konstruksinya sangat sederhana dan bahan yang digunakan juga mudah didapat. Pembuatan rumpon dilakukan sendiri oleh nelayan. Konstruksi rumpon rakit bambu dapat dilihat pada Gambar 10. Bahan, ukuran, jumlah, dan berat dari komponen material rumpon bambu yang digunakan di pulau Mayau disajikan dalam tabel Tabel 11.
1
3
2 Keterangan gambar: 1. Bendera tanda 2. Rakit bambu 3. Pelampung (drum gabus) 4. Kili-kili (swivel) 5. Tali utama
4 5
6 6. Attractor (pelepah daun kelapa) 7. 8. 9.
8
Pemberat rumpon (drum cor) Pemberat attractor (ember cor) Dasar perairan
9 7
Gambar 10 Konstruksi rumpon bambu yang menggunakan daun kelapa di pulau Mayau.
46
Tabel 11. Bahan, ukuran, jumlah, dan berat dari komponen material rumpon bambu di pulau Mayau Komponen 1
Rakit
2
Tali-temali a. Tali pengikat bambu b. Tali utama c. Tali penghubung pelampung d. Tali pengikat daun kelapa e. Tali penghubung pemberat Pelampung Attractor Kili-kili (swivel) Pemberat a. Pemberat utama b. Pemberat attractor
3 4 5 6
Bahan Bambu
Spesifikasi P = 5,00 m – 6,00 m; L = 3,00 m – 4,00 m; T = 0,40 m – 0,70 m, Terdiri dari 3 – 4 lapis
PE Ø 3 mm PE Ø 12 mm PE Ø 12 mm PE Ø 3 mm PE Ø 12 mm styrefoam Daun kelapa Stainless stell
P = 100,00 m – 200,00 m P = 300,00 m – 400,00 m P = 10,00 m – 15,00 m P = 5,00 m – 15,00 m P = 5,00 m – 10,00 m Σ = 1 buah Σ = 6 – 12 pelepah Σ = 4 buah
Drum cor Ember cor
Σ = 2 buah; W = 200 kg/bh Σ = 1 buah; W = 50 kg
4.1.1.4 Nelayan Nelayan di pulau Mayau dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan asalnya yaitu nelayan lokal dan nelayan pendatang (andon). Nelayan lokal adalah nelayan yang berasal dari daerah tersebut dan tinggal menetap, sementara nelayan pendatang (andon) adalah nelayan yang bukan penduduk daerah tersebut. Jumlah nelayan yang mengoperasikan mini pures seine (soma pajeko) dalam operasi penangkapan relatif sama untuk nelayan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) maupun nelayan andon (nelayan dari Bitung) yaitu berkisar antara 18 – 22 orang termasuk “tonaas”. Tonaas adalah orang yang memimpin operasi penangkapan (fishing master). Pembagian tugas nelayan mini purse seine (soma pejeko) dapat dilihat pada Tabel 12. Pembagian tugas tersebut sudah menjadi kesepakatan dalam satu unit mini purse seine (soma pajeko). Tugas nelayan yang satu dapat dikerjakan oleh nelayan yang lain, seperti pada saat penarikan mini purse seine juru pelampung dan juru pemberat juga melakukan tugas ini.
47
Tebl 12 Pembagian tugas dan tanggung jawab nelayan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau NO
Jabatan
Tugas dan tanggung jawab
1 2
Tonaas (fishing master) Juru mesin
3
Juru tawur
4
Juru pelampung
5
Juru pemberat
6
Nelayan biasa
7
Juru mesin perahu lampu Juru lampu
Bertugas sebagai pemimpin dan bertanggung jawab terhadap keberhasilan operasi penangkapan. Bertugas dalam masalah mesin dan menja lankan kapal menuju rumpon maupun pada saat setting (melingkari gerombolan ikan) Bertugas menurunkan jaring mini purse seine (soma pajeko) pada saat setting Bertugas mengatur dan merapikan pelampung sebelum dan sesudah operasi penangkapan ikan Bertugas mengatur dan merapikan pemberat sebelum dan sesudah operasi penangkapan ikan Bertugas menarik dan merapikan jaring mini purse seine(soma pejeko) Bertugas dalam masalah mesin dan menjalankan perahu lampu menuju rumpon Bertugas dalam hal pemasangan lampu dan mendeteksi gerombolan ikan
8
Jumlah (orang) 1 2 2 2 2 11 1 1
4.1.1.5 Modus operasi penangkapan mini purse seine Modus operasi penangkapan mini purse seine (soma pajeko) baik untuk nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) maupun nelayan andon (nelayan dari Bitung) adalah sama. Berdasarkan wawancara dengan nelayan mini purse seine di pulau Mayau, umumnya operasi penangkapan dilakukan pada malam hari dan dini hari. Tahapan pengoperasian mini purse seine dibagi dalam empat tahap yaitu; (1) persiapan, (2) perjalan perahu lampu ke rumpon (fishing ground), (3) perjalanan kapal penangkap ke rumpon (fishing ground), dan (4) kegiatan operasi penangkapan. Pengoperasian mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau menggunakan sistem satu kapal (one boat system). Gambar 11 menunjukkan skema operasi penangkapan mini purse seine di pulau Mayau. Operasi penangkapan mini purse seine untuk nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) dilakukan sekali dalam satu trip (one day fishing) sedangkan nelayan andon (nelayan dari Bitung) dilakukan 17 hari dalam satu trip dan 15 hari operasi. (1)
Persiapan Sebelum berangkat ke daerah penangkapan, segala peralatan dan perbekalan dipersiapkan terlebih dahulu dengan teliti agar jangan sampai ada yang ketinggalan. Persiapan yang dilakukan untuk perahu lampu yaitu; pengisian
48
bahan bakar dilampu, pengaturan lampu di perahu, peralatan pengintai ikan (kaca mata air), dan pengaturan peralatan mesin atau motor. Sedangkan untuk kapal mini purse seine yaitu; pengaturan jaring, bahan bakar, dan peralatan mesin atau motor. Hal ini dilakukan untuk memperlancar kegiatan penangkapan ikan. (2)
Perahu lampu menuju rumpon (fishing ground) Perahu lampu yang pertama kali menuju rumpon, lampu yang digunakan adalah petromaks sebanyak enam buah. Perahu lampu ini bertugas untuk memasang lampu di rumpon sehingga ikan mengumpul dan lebih terkosentrasi. Perahu lampu berangkat menuju rumpon biasanya sekitar pukul 18.30 WIT.
(3)
Kapal mini purse seine menuju rumpon (fishing groud) Kapal ini menuju rumpon setelah mendapat informasi dari juru lampu yang berada di perahu lampu melalui radio HT bahwa ikan sudah terkumpul dan terskonsentrasi. Lama waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke rumpon kurang lebih 1 jam dari pangkalan (fishing base) dengan menggunakan tenaga pendorong sebanyak 2 – 4 motor tempel 40 PK.
(4)
Pengoperasian alat tangkap (setting) Ada dua cara pengoperasian alat tangkap dirumpon yaitu: .1)
Pengoperasian alat tangkap dilakukan setelah perahu lampu menggiring ikan menjauhi rumpon sekitar kurang lebih 100 m. Hal ini dilakukan agar pada saat operasi penangkapan jaring tidak tersangkut pada tali jangkar rumpon. Pengoperasian alat tangkap dilakukan dengan memperhatikan arah arus terlebih dahulu oleh tonaas, apabila kondisis memungkinkan maka tonaas memerintahkan juru motor menghidupkan mesin dan berputar mengambil posisi yang cocok untuk pelepasan alat tangkap. Pelepasan alat tangkap diawali dengan pelepasan pelampung tanda yang diikatkan purse line dan penyatuan ujung-ujung tali ris atas dan bawah, kemudian dilemparkan ke posisi yang telah ditentukan. Selanjutnya kapal penangkapan melingkari gerombolan ikan yang berada di bawah perahu lampu sambil ABK menurunkan jaring. Diusahakan agar ujung jaring terakhir tepat
49
bertemu dengan pelampung tanda yang diturunkan terlebih dahulu. Pelampung tanda tersebut diangkat ke atas kapal dan selanjutnya penarikan purse line sampai bagian bawah jaring terkumpul menjadi satu. .2)
Jika ikan tidak mau keluar dari rumpon pada saat digiring oleh perahu lampu, maka juru lampu memindahkan tali rumpon yang mengikat di pelampung jangkar ke perahu lampu dan biarkan rumpon dan perahu lampu hanyut menjauhi pelampung tersebut. Hal ini dilakukan agar pada saat operasi penangkapan jaring tidak tersangkut pada tali jangkar rumpon. Pengoperasian alat tangkap dilakukan dengan memperhatikan arah arus terlebih dahulu oleh tonaas, apabila kondisis memungkinkan
maka
tonaas
memerintahkan
juru
motor
menghidupkan mesin dan berputar mengambil posisi yang cocok untuk pelepasan alat tangkap. Pelepasan alat tangkap diawali dengan pelepasan pelampung tanda yang diikatkan purse line dan penyatuan ujung-ujung tali ris atas dan bawah, kemudian dilemparkan ke posisi yang telah ditentukan. Selanjutnya kapal penangkapan melingkari gerombolan ikan yang berada di bawah perahu lampu sambil ABK menurunkan jaring. Diusahakan agar ujung jaring terakhir tepat bertemu dengan pelampung tanda yang diturunkan terlebih dahulu. Pelampung tanda tersebut diangkat ke atas kapal dan selanjutnya penarikan purse line sampai bagian bawah jaring terkumpul menjadi satu. (5)
Pengangkatan jaring (hauling) dan pengambilan hasil tangkapan Setelah purse line ditarik semua dan semua cincin telah dinaikkan ke atas kapal, sedikit demi sedikit bagian-bagian jaring dinaikkan ke atas kapal yang dimulai dari ujung sayap, badan jaring sampai ke kantong. Ikan-ikan yang terkurung di dalam kantong diangkat menggunakan serok. Serok ini berfungsi untuk memudahkan pemindahan ikan dari kantong dan juga agar ikan tangkapan tidak rusak sewaktu pengangkatan hasil, disamping itu mencegah kerusakan kantong apabila ditarik langsung ke atas kapal. Setelah itu jaring dinaikkan ke atas kapal sambil disusun seperti saat semula dengan
50
tujuan untuk penangkapan berikutnya. Dalam satu trip nelayan mini purse seine melakukan setting rata-rata sebanyak 1 – 2 kali, hal ini sangat ditentukan oleh jumlah hasil tangkapan yang diperoleh.
Persiapan: 1. Perahu lampu - Pengisian bahan bakar di lampu - Peralatan pengintai ikan (kaca mata air) - Pengaturan peralatan mesin dan motor 2. Kapal mini purse seine (soma pajeko) - Pengaturan jaring - Bahan bakar dan Peralatan mesin atau motor
Perahu lampu: - Memasang lampu di rumpon Pindah Rumpon
Informasi, ikan terkumpul dan terkosentrasi
Kapal mini purse seine
Rumpon (Fishing ground)
Menggiring ikan keluar dari rumpon
Melepas tali rumpon dari pelampung jangkar
Setting; - Pelepasan pelampung tanda - Kapal melingkari gerombolan ikan sambil ABK menurunkan jarring - Penarikan purse line Hauling dan pengangkatan hasil tangkapan; - Cincin dan bagian-bagian dinaikkan ke atas kapal - Ikan diangkat ke atas kapal menggunakan serok. Tidak
Hasil tangkapan memuaskan Fishing base
Gambar 11 Skema operasi penangkapan mini purse seine (soma pajeko) dengan rumpon di pulau Mayau.
51
4.1.1.6 Sistem bagi hasil Saat
penelitian
dilakukan
nelayan
lokal
(nelayan
pulau
Mayau)
mengoperasikan unit mini purse seine (soma pajeko) yang diadakan oleh program bantuan dana bergulir dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara. Oleh karena itu dalam penelitan ini akan dijelaskan tiga sistem bagi hasil, yaitu: (1) sistem bagi hasil tangkapan usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok); (2) sistem bagi hasil tangkapan usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok); dan (3) sistem bagi hasil tangkapan usaha perikanan mini purse seine andon/nelayan dari Bitung (kepemilikan usaha bersifat perorangan/pengusaha). Sistem bagi hasil tangkapan yang diterapkan dalam usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan, kepemilikan usaha bersifat kolektif (kelompok) adalah: (1) hasil tangkapan dijual (pendapatan kotor), (2) pendapatan kotor dikurangi biaya operasional, pengembalian dana bergulir sebesar 25%, dan bagi hasil 15% (jika melakukan penangkapan di rumpon bukan milik sendiri) untuk mendapatkan laba bersih, dan (3) laba bersih dibagi untuk pemilik (Kelompok) 50% dan nelayan (crew) 50% (Gambar 12). Pembagian hasil dilakukan setiap satu bulan. Sedangkan sistem bagi hasil tangkapan yang diterapkan dalam usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok) maupun usaha perikanan mini purse seine andon/nelayan dari Bitung (kepemilikan usaha bersifat perorangan/pengusaha) adalah sama, yaitu: (1) hasil tangkapan dijual (pendapatan kotor), (2) pendapatan kotor dikurangi biaya operasional dan bagi hasil 15% (jika melakukan penangkapan di rumpon bukan milik sendiri) untuk mendapatkan laba bersih, dan (3) laba bersih dibagi untuk pemilik 50% dan nelayan 50% (Gambar 13 dan 14). Pembagian hasil dilakukan setiap satu bulan.
52
Produksi 15% untuk rumpon bukan milik sendiri
Pendapatan kotor Pengembalian dana bergulir 25%
Biaya operasional
Pendapatan bersih Pemilik (Kelompok) 50%
Tonaas 2 bagian
Crew/Nelayan 50%
Juru mesin dan juru lampu 1,5 bagian
Nelayan/ABK 1 bagian
Gambar 12 Sistem bagi hasil tangkapan usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok).
Produksi Pendapatan kotor
15% untuk rumpon bukan milik sendiri
Biaya operasional
Pendapatan bersih
Kelompok 50 %
Tonaas 2 bagian
Crew/Nelayan 50 %
Juru mesin dan juru lampu 1,5 bagian
Nelayan/ABK 1 bagian
Gambar 13 Sistem bagi hasil tangkapan usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha bersifat kolektif/ kelompok).
53
Produksi Pendapatan kotor
15% untuk rumpon bukan milik sendiri
Biaya operasional
Pendapatan bersih
Pemilik usaha 50 %
Tonaas 2 bagian
Crew/Nelayan 50 %
Juru mesin dan juru lampu1,5 bagian
Nelayan/ABK 1 bagian
Gambar 14 Sistem bagi hasil usaha perikanan mini purse seine andon/nelayan dari Bitung (kepemilikan usaha bersifat perorangan/pengusaha). 4.1.1.7 Pemasaran hasil tangkapan Berdasarkan wawancara dengan nelayan yang ada di pulau Mayau, baik nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) maupun nelayan andon (nelayan dari Bitung) diperoleh informasi bahwa hasil tangkapan mini purse seine (soma pejeko) dipasarkan langsung ke kapal penampung dari Bitung yang berpangkalan di pulau Mayau. Kapal penampung kemudian memasarkan ke perusahaan ikan yang berada di Kota Bitung. Salah satu kapal penampung yang sering melakukan pembelian hasil tangkapan mini purse seine sampai saat penelitian dilakukan adalah KM Eklesia (Gambar 15). Harga ikan yang dipasarkan di kapal penampung yang berpangkalan di pulau Mayau berfluktuatif tergantung musim dan biasanya dijual per kilogram. Harga ikan per jenis per kilogram dapat dilihat pada Tabel 13.
54
Tabel 13 Harga ikan hasil tangkapan mini purse seine yang dipasarkan di kapal penampung dari Bitung yang berpangkalan di Pulau Mayau No
Musim dan harga ikan per kg (Rp)
Jenis Ikan
Puncak
Sedang
Paceklik
1
Layang
2.500,00 – 3.000,00
3.000,00 – 3.500,00
3.500,00 – 4.000,00
2
Tongkol
1.000,00 – 1.500,00
1.500,00 – 2.000,00
2.000,00 – 2.500,00
3
Selar
1.000,00 – 1.500,00
1.500,00 – 2.000,00
2.000,00 – 2.500,00
Gambar 15 Salah satu kapal penampung ikan yang melakukan pembelian hasil tangkapan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau. 4.1.2 Hasil tangkapan 4.1.2.1 Komposisi hasil tangkapan Berdasarkan wawancara dengan nelayan yang ada di pulau Mayau diperoleh informasi bahwa hasil tangkapan mini purse seine (soma pejeko) adalah ikan pelagis kecil. Jenis-jenis ikan yang tertangkap meliputi, ikan layang (Decapterus spp.), ikan tongkol (Euthynnus aviinis), dan ikan selar (Selaroides spp.). Jumlah hasil tangkapan terbanyak selama 5 tahun (2002 – 2006) adalah ikan layang (Decepaterus spp.) yaitu berkisar 79% sampai 94%. Komposisi hasil tangkap mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau dapat dilihat dalam Tabel 14.
55
Tabel 14 Komposisi hasil tangkapan mini purse seine (soma pejeko) di pulau Mayau, tahun 2002 – 2006 Layang Tangkapan (ton) 428,11 697,09 1.029,99 423,89 215,41
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
% 79,00 80,00 82,00 92,00 94,00
Tongkol Tangkapan % (ton) 77,13 14,00 130,70 15,00 137,50 11,00 23,04 5,00 9,17 4,00
Selar Tangkapan (ton) 36,00 43,57 87,50 13,82 4,58
% 7,00 5,00 7,00 3,00 2,00
Keterangan: Proporsi (persentasi) dihitung dari ketiga jenis ikan.
4.1.2.2 Trend hasil tangkapan, produktivitas armada mini purse seine dan produktivitas rumpon Hasil tangkapan ikan meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 2004, kemudian menurun drastis pada tahun 2005. Hasil tangkapan tertinggi pada tahun 2004 sebesar 1.249,99 ton, dan terendah pada tahun 2006 sebesar 229,17 ton (Gambar 16).
Hasil tangkapan (ton)
1400.00 1200.00 1000.00 800.00 600.00 400.00 200.00 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun Gambar 16 Perkembangan hasil tangkapan ikan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau, tahun 2002 – 2006. Produktivitas armada mini purse seine (produksi per kapal per tahun) yang berpangkalan di pulau Mayau menunjukkan bahwa produktivitasnya cenderung meningkat.
Produktivitas
tertinggi
pada
tahun
2005
sebesar
115,19
ton/kapal/tahun, dan terendah pada tahun 2003 sebesar 87,14 ton/kapal/tahun (Gambar 17).
Produkrivitas (ton/armada)
56
y = 7.6803x - 15291 R2 = 0.8223
140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun Gambar 17 Perkembangan produktivitas armada mini purse seine (ton/kapal/tahun) yang berpangkalan di pulau Mayau, tahun 2002 – 2006. Produktivitas rumpon yang ditanam di perairan sekitar pulau Mayau menunjukkan bahwa produktivitasnya cenderung meningkat. Produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 115,19 ton/rumpon/tahun dan terendah
Produktivitas (ton/rumpon
pada tahun 2002 sebesar 54,12 ton/rumpon/tahun (Gambar 18). y = 17.386x - 34759
140.00 120.00 100.00
2
R = 0.8934
80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 18 Perkembangan produktivitas rumpon (ton/rumpon/tahun) ditanam di perairan sekitar pulau Mayau, tahun 2002 – 2006.
yang
57
4.1.3 Kelayakan usaha perikanan mini purse seine 4.1.3.1 Pendapatan usaha (keuntungan) Keuntungan usaha prikanan mini purse seine (soma pajeko) berbeda dalam ketiga jenis usaha yaitu: (1) usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau)
masih
dalam
pemberdayaan
(kepemilikan
usaha
bersifat
kolektif/kelompok); (2) usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok); dan (3) usaha perikanan mini purse seine andon/nelayan dari Bitung (kepemilikan usaha bersifat perorangan/pengusaha). Berikut ini adalah keuntungan usaha perikanan mini purse seine yang berlangsung selama enam bulan per tahun sesuai dengan asumsi yang dijelaskan dalam metode analisis ekonomi (sub bab 3.6.3 halaman 30). Keuntungan usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok) selama satu tahun sebesar Rp 80.437.447,04 (Lampiran 4). Sedangkan keuntungan usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok) sebesar Rp 125.336.665,79 (Lampiran 5) dan keuntungan usaha perikanan mini purse
seine
andon/nelayan
dari
Bitung
(kepemilikan
usaha
bersifat
perorangan/pengusaha) sebesar Rp 184.602.821,65 (Lampiran 6). Pendapatan individu nelayan mini purse seine pada skema bagi hasil dapat dilihat pada akhir lampiran (Lampiran 10, 11, dan 12). 4.1.3.2 Net B/C Net B/C usaha prikanan mini purse seine (soma pajeko) berbeda dalam ketiga jenis usaha yaitu: (1) usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau)
masih
dalam
pemberdayaan
(kepemilikan
usaha
bersifat
kolektif/kelompok); (2) usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok); dan (3) usaha perikanan mini purse seine andon/nelayan dari Bitung (kepemilikan usaha bersifat perorangan/pengusaha). Berikut ini adalah net B/C usaha perikanan mini purse seine yang berlangsung selama enam bulan per
58
tahun sesuai dengan asumsi yang dijelaskan dalam metode analisis ekonomi (sub bab 3.6.3 halaman 30). Net B/C usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok) sebesar 2,06 (net B/C>1) (Lampiran 7), net B/C usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok) sebesar 3,11 (net B/C>1) (Lampiran 8), dan net B/C usaha perikanan mini purse seine andon/nelayan dari Bitung (kepemilikan usaha bersifat perorangan/pengusaha) sebesar 3,24 (net B/C>1) (Lampiran 9). 4.1.4 Kelembagaan perikanan Kota Ternate dan Kota Bitung Informasi yang diperoleh dari nelayan di pulau mayau, bahwa kegiatan usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau antara nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) dan nelayan andon (nelayan dari Bitung) selama ini tidak pernah terjadi konflik, baik dalam pemasangan rumpon maupun dalam operasi penangkapan. 4.1.4.1 Kelembagaan perikanan Kota Ternate Kelembagaan perikanan yang ada di Kota Ternate adalah kelembagaan pengusaha perikanan, kelembagaan koperasi perikanan, lembaga ekonomi pengembangan pesisir mikro mitra mina (LEPP-M3), dan lembaga sosial budaya. LEPP-M3 ini didirikan dengan tujuan membantu pemberdayaan nelayan di wilayah Kota Ternate termasuk nelayan di pulau Mayau dalam mengurus kebutuhan kredit nelayan seperti kredit bantuan dana bergulir dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara. Kelembagaan pengusaha perikanan yang ada di Kota Ternate berjumlah tiga perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan ikan untuk diekspor (Tabel 15). Kelembagaan koperasi perikanan yang ada di Kota Ternate berjumlah 7 koperasi. Lembaga koperasi yang berada di pulau Mayau dalam keadaan tidak aktif (Tabel 16). Kelembagaan sosial budaya perikanan yang berkembang di Kota Ternate yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang perikanan dan himpunan nelayan seluruh Indonesia (HNSI) Kota Ternate.
59
Tabel 15 Kelembagaan pengusaha perikanan di Kota Ternate tahun 2004 No 1 2 3
Nama perusahaan PT. Sibela Bunga Cengkeh PT. Maters Adi Jaya PT. Adi Bahari Lesatari
Alamat Jl.Seroja Kayu Merah Ternate Kel.Kota Baru Ternate Kel.Maliaro Ternate
Jenis usaha Penangkapan dan pengumpul ikan Penangkapan dan pengumpul ikan Penangkapan dan pengumpul ikan
Jenis komoditi Cakalang, tuna, dan layang Pelagis dan Demersal Ikan Pelagis
Sumber: Dinas Perikana dan Kelautan Provinsi Maluku Utara, 2006.
Tabel 16 Kelembagaan koperasi perikanan di Kota Ternate tahun 2004 No 1 2 3 4 5 6 7
Nama koperasi Kop.Masigarolaha Kop.Mina Bahari Kop.Serba usaha Kop.Soninga Kop.Bina Bahari Kop.Mina Hiri Kop.Cipta Bahari
Desa/Kelurahan Kel.Dufa-Dufa Kel.Makasar Timur Kel.Dufa-Dufa Kel.Hiri Kel.Toboko Kel.Hiri Desa Mayau
Kecamatan Ternate Utara Ternate Utara Ternate Utara Pulau Ternate Ternate Selatan Pulau Ternate Pulau Ternate
Sumber: Dinas Perikana dan Kelautan Provinsi Maluku Utara tahun 2006.
4.1.4.2 Kelembagaan perikanan Kota Bitung Kelembagaan perikanan yang berada di Kota Bitung, dan memberikan kontribusi untuk nelayan mini purse seine (soma pajeko) yang berpangkalan di pulau Mayau adalah kelembagaan perikanan pengusaha yang terdiri dari empat perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan ikan ekspor dan 9 kapal penampung ikan/pembeli ikan milik pengusaha perorangan (Tabel 17). Tabel 17 Kelembagaan pengusaha perikanan di Kota Bitung No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Nama perusahaan PT. Sari Cakalang PT. Sari Malalugis PT. Deho PT. Sinar Mas KM. Eklesia KM. Venus KM. Vernia 01 KM. Prakarsa 05 KM. Bintangor KM. Citra Laut KM. Dunia Laut KM. Anugerah 01 KM. Teluk Kema
Alamat Kota Bitung Kota Bitung Kota Bitung Kota Bitung Kota Bitung Kota Bitung Kota Bitung Kota Bitung Kota Bitung Kota Bitung Kota Bitung Kota Bitung Kota Bitung
Sumber: Hasil penelitian tahun 2007.
Jenis usaha Penangkapan dan pengumpul Penangkapan dan pengumpul Pengumpul dan pengolah Pengumpul dan pengolah Pengumpul Pengumpul Pengumpul Pengumpul Pengumpul Pengumpu Pengumpul Pengumpul Pengumpul
Jenis ikan Pelagis Pelagis Pelagis Pelagis Pelagis Pelagis Pelagis Pelagis Pelagis Pelagis Pelagis Pelagis Pelagis
60
4.1.4.3 Kepemilikan rumpon Usaha perikanan mini purse seine nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) maupun nelayan andon (nelayan dari Bitung) memiliki 1 – 2 rumpon untuk satu armada penangkapan. Rumpon yang dimiliki oleh nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) memiliki izin pemasangan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara. Pengurusan izin rumpon dilakukan di Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara karena perairan di sekitar pulau Mayau masuk dalam wilayah provinsi Maluku Utara. Sedangkan rumpon nelayan andon (nelayan dari Bitung) tidak memiliki izin pemasangan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate atau Provinsi Maluku Utara. Operasi penangkapan ikan di rumpon yang bukan milik sendiri sesuai dengan kesepakatan, maka hasil tangkapan sebesar 15% diberikan kepemilik rumpon. Sanksi yang diberikan apabila menangkap di rumpon tanpa izin pemilik (mencuri) kemudian tertangkap maka masalah tersebut diurus oleh pemuka adat di desa melalui musyawarah dan kesepakatan sehingga hasil tangkapan dibagi untuk pemilik rumpon 30%, desa 20%, dan armada penangkapan 50%. 4.2
Pengembangan Usaha Perikanan Mini Purse Seine
4.2.1 Kondisi usaha perikanan mini purse seine Kondisi faktor teknik, faktor biologi, faktor ekonomi, dan faktor sosial menjadi komponen faktor internal dan eksternal (Tabel 18). Komponen setiap faktor kunci internal (kekuatan dan kelamahan) (Tabel 19) dan komponen setiap faktor kunci eksternal (peluang dan ancaman) (Tabel 20) dipilih dari keempat kondisi di atas berdasarkan kriteria bahwa komponen-komponen tersebut yang menjadi penentu pengembangan (eksistensi) usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau.
Tabel 18 Kondisi faktor teknis, faktor biologi, faktor ekonomi, dan faktor sosial menjadi faktor internal dan faktor eksternal dalam usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau
Kekuatan (Strengths)
Faktor Internal
Kelemahan (Weaknesses)
Peluang (Opportunities) Faktor Eksternal Ancaman (Threats)
Keterangan:
faktor teknik 1. Ketersediaan unit penangkapan mini purse seine (soma pajeko) melalui program dana bergulir (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara). * (Sub bab 4.1.1.1) 2. Ketersediaan sumberdaya manusia pengelola lokal (nelayan pulau Mayau). ** (Sub bab 2.1) 3. Adanya nelayan mini purse seine (soma pajeko) andon (nelayan dari Bitung) yang melakukan operasi penangkapan ikan di perairan sekitar pulau Mayau. * (Sub bab 4.1.1.1)
faktor biologi 1. Hasil tangkapan relatif banyak. * (Sub bab 4.1.2.2). 2. Komposisi hasil tangkapan didominasi oleh jenis ikan ekonomis penting. ** (Sub bab 4.1.2.1)
1. Kapasitas sumberdaya manusia pengelola lokal (nelayan pulau Mayau) yang masih rendah. ** (Sub bab 4.1.1.1) 2. Nelayan mini purse seine andon (nelayan dari Bitung) tidak memiliki izin operasi penangkapan ikan di perairan sekitar pulau Mayau. * (Sub bab 4.1.1.1) 1. Ketersediaan unit penangkapan mini purse seine (soma pajeko) melalui program dana bergulir (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara). * (Sub bab 4.1.1.1).
1. Perkembangan produksi hasil tangkapan mini purse seine (soma pajeko) tidak terdata. ** (Sub bab 4.1.1.7)
1. Rumpon tidak bertahan lama (hilang atau putus) karena kondisi lingkungan perairan (arus)* (Sub bab 4.1.1). 2. Nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) tidak memperhatikan perawatan unit penangkanpan mini purse seine (soma pajeko). ** (Sub bab 4.1.1).
1. Perkembangan produksi hasil tangkapan mini purse seine (soma pajeko) tidak terdata. ** (Sub bab 4.1.1.7)
* = Pendapat responden ** = Pendapat peneliti
1. Hasil tangkapan relatif banyak (stabil).* (Sub bab 4.1.2.2) 2. Sumberdaya ikan pelagis kecil cukup tersedia. ** (Sub bab 4.1.2.2).
faktor ekonomi 1. Usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau baik nelayan lokal maupun nelayan andon menghasilkan keuntungan. ** (Sub bab 4.1.3.1) 2. Usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau baik nelayan lokal maupun nelayan andon layak untuk dijalankan (diteruskan).** (Sub bab 4.1.3.2) 3. Rantai pemasaran pendek (tidak ada biaya transportasi). ** (Sub bab 4.1.1.7) 1. Harga ikan hasil tangkapan di ditetap oleh pembeli (kapal penampung ikan). ** (Sub bab 4.1.1.7)
faktor sosial 1. Adanya kapal penampung ikan (pembeli ikan) dari Bitung yang dapat membeli seluruh hasil tangkapan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau. * (Sub bab 4.1.3.1) 2. Kondisi pulau Mayau yang aman (stabil) . * (Sub bab 4.1.4)
1. Usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau baik nelayan lokal maupun nelayan andon menghasilkan keuntungan. ** (Sub bab 4.1.3.1). 1. Harga ikan hasil tangkapan di ditetap oleh pembeli (kapal penampung ikan). ** (Sub bab 4.1.1.7).
1. Kondisi pulau Mayau yang aman. * (Sub bab 4.1.4)
1. Kapal penampung ikan (pembeli ikan) dari Bitung tidak memiliki izin usaha penampungan ikan (pembelian ikan) di perairan sekitar pulau Mayau dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate maupun Provinsi Maluku Utara. * (Sub bab 1.1)
1. Adanya patroli pengawasan dan pemantau Illegal,Unreported and Unregulated (IUU) fishing oleh Polisi Perairan dan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara.*
62
Tabel 19 Faktor strategi internal kekuatan (strengths = S) dan kelemahan (weaknesses = W) No 1 2 3 4 1 2 3 4
Faktor Kunci Internal Kekuatan (Strengths = S) Ketersedian sumberdaya manusia pengelola lokal (nelayan pulau Mayau) Ketersedian unit penangkapan mini purse seine (soma pajeko) melalui program dana bergulir dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara Adanya nelayan mini purse seine andon (nelayan dari Bitung) yang melakukan operasi penangkapan ikan di perairan sekitar pulau Mayau Adanya kapal penampung ikan (pembeli ikan) dari Bitung yang dapat membeli seluruh hasil tangkapan mini purse seine di pulau Mayau Kelemahan (Weaknesses = W) Kapasitas sumberdaya manusia pengelola lokal (nelayan pulau Mayau) yang masih rendah Tidak adanya monitoring atau pendamping dari pemberi bantuan Nelayan mini purse seine andon (nelayan dari Bitung) tidak memiliki izin operasi penangkapan ikan di perairan sekitar pulau Mayau dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate maupun Provinsi Maluku Utara Kapal penampungan ikan (pembeli ikan) dari Bitung tidak memiliki izin usaha penampungan ikan (pembelian ikan) di perairan sekitar pulau Mayau dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate maupun Provinsi Maluku Utara
Tabel 20 Faktor strategi eksternal peluang (opportunities = O) dan ancaman (Threats = T) No 1 2 1 2
Faktor Kunci Eksternal Peluang (Opportunities = O) Sumberdaya ikan pelagis kecil cukup tersedia Kondisi pulau Mayau yang aman Ancaman (Threats = T) Perkembangan produksi hasil tangkapan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau tidak terdata di Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate maupun Provinsi Maluku Utara Adanya patroli pengawasan dan pemantau Illegal,Unreported and Unregulated (IUU) fishing oleh Polisi Perairan dan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara.
Selanjutnya setiap komponen faktor internal dan faktor eksternal dilakukan analisis pengembangan alternatif strategi dengan menggunakan pendekatan matriks SWOT, untuk melihat keterkaitan faktor internal dan eksternal. Hasil yang diharapkan munculnya beberapa masalah yang dianggap perlu untuk diprioritaskan dan diselesaikan dalam pengembangan usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau (Tabel 21).
Tabel 21 Hasil analisis matriks SWOT Faktor Kunci Internal
Faktor Kunci Eksternal Peluang (Opportunities = O) 1. Ketersedian potensi sumberdaya perikanan pelagis kecil 2. Kondisi pulau Mayau yang aman Ancaman (Threats = T) 1. Perkembangan produksi hasil tangkapan mini purse seine tidak terdata 2. Adanya patroli pengawasan dan pemantau illegal, unreported and unregulated (IUU) fishing oleh Polisi Perairan dan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara.
Kekuatan (Strengths = S) 1. Ketersediaan sumberdaya manusia pengelola lokal (nelayan pulau Mayau). 2. Ketersediaan unit penangkapan mini purse seine melalui program dana bergulir dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara 3. Adanya nelayan mini purse seine andon (nelayan dari Bitung) yang melakukan operasi penangkapan ikan di perairan sekitar pulau Mayau 4. Adanya kapal penampungan ikan (pembeli ikan) dari Bitung yang dapat membeli seluruh hasil tangkapan mini purse seine di pulau Mayau
Strategi S – O 1. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya perikanan pelagis kecil (S1, S2, S3, S4, O1, O2) 2. Pembangunan industri perikanan (S1, S2, S3, O1, O2) Strategi S – T 3. Mendirikan UPT/Resort Pengawasan Sumberdaya Perikanan di pulau Mayau (S3, S4, T1) 4. Menertibkan izin operasional kapal penangkapan dan penampung ikan di wilayah sekitar perairan pulau Mayau (S3, S4, T1, T2)
Kelemahan (Weaknesses = W) 1. Kapasitas sumberdaya manusia pengelola lokal (nelayan pulau Mayau) yang masih rendah 2. Tidak adanya monitoring atau pendamping dari pemberi bantuan 3. Nelayan mini purse seine andon (nelayan dari Bitung) tidak memiliki izin operasi penangkapan ikan di perairan sekitar pulau Mayau dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate maupun Provinsi Maluku Utara. 4. Kapal penampung ikan dari Bitung tidak memiliki izin penampungan ikan (membeli ikan) di pulau Mayau dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate maupun Provinsi Maluku Utara. Strategi W – O 5. Melakukan pelatihan Teknik dan manajemen untuk meningkatkan SDM pengelolah lokal (nelayan pulau Mayau) (W1,W2, O1) Strategi W – T 6. Melakukan kerjasama dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan antara Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate atau Provinsi Maluku Utara dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung (W3,W4, T2, T1)
64
Berdasarkan hasil analisis SWOT, didapatkan enam pola strategi dalam menyusun pengembangan usaha perikanan mini purse seine (soma pejeko) di pulau Mayau. Strategi tersebut antara lain; strategi S – O yaitu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya perikanan pelagis dan pembangunan industri perikanan; strategi W – O yaitu melakukan pelatihan teknik dan manajemen untuk meningkatkan sumberdaya manusia pengelola lokal (nelayan pulau Mayau); strategi S – T yaitu mendirikan UPT/Resort pengawasan sumberdaya perikanan di pulau Mayau, dan menertibkan izin operasional kapal penangkapan ikan dan penampungan ikan di wilayah perairan sekitar pulau Mayau ; dan strategi W – T yaitu melakukan kerjasama dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan sekitar pulau Mayau antar Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate atau Provinsi Maluku Utara dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung. 4.2.2 Prioritas strategi pengembangan usaha perikanan mini purse seine Berdasarkan hasil analisis sebelumnya, untuk mendapatkan prioritas strategi maka dilakukan penilaian bobot masing-masing faktor strategi internal dan eksternal. Penilaian faktor internal (kekuatan dan kelemahan) menggunakan matriks IFE (internal factor evaluation) (Tabel 22) dan penilaian faktor eksternal (peluang dan ancaman) menggunakan matriks EFE (external factor evaluatioan) (Tabel 23). Skor pengaruh setiap komponen faktor SWOT terhadap faktor kunci internal untuk komponen faktor kekuatan dan kelemahan berkisar dari 15,38 sampai 61, 52 (Tabel 22). Sedangkan skor pengaruh setiap komponen faktor SWOT terhadap faktor kunci eksternal untuk komponen faktor peluang dan ancaman berkisar dari 42,86 sampai 114,28 (Tabel 23). Identifikasi strategi terbaik dilakukakan dengan menggunakan SWOT dengan QSPM (quantitative strategic planing management). QSPM menghasilkan urutan keefektifan setiap strategi terhadap faktor-faktor SWOT secara kolektif. Pengaruh setiap strategi terhadap faktor SWOT disajikan dalam Tabel 24. Strategi 6 (melakukan kerjasama dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan sekitar pulau Mayau antar Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate atau Provinsi Maluku Utara.)
65
memberikan dampak yang lebih signifikan terhadap pengembangan usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau. Nilai pengaruh dari setiap strategi berkisar dari 298,33 sampai 686,23 (Tabel 24). Strategi 6 memiliki nilai tertinggi (686,33), sehingga strategi ini diprioritaskan untuk diterapkan dalam pengembangan usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau. Tabel 22 Hasil analisis matriks IFE (internal factor evaluation) No 1 2
3
4
1
2 3
4
Faktor Kunci Internal Faktor Kekuatan (Strengths = S) Ketersediaan sumberdaya manusia pengelola lokal (nelayan pulau Mayau) Ketersediaan unit penangkapan mini purse seine melalui program dana bergulir dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara. Adanya nelayan mini purse seine andon (nelayan dari Bitung) yang melakukan operasi penangkapan ikan di perairan sekitar pulau Mayau. Adanya kapal penampungan ikan (pembeli ikan) dari Bitung yang dapat membeli seluruh hasil tangkapan mini purse seine di pulau Mayau. Faktor Kelemahan (Weaknesses = W) Kapasitas sumberdaya manusia pengelola lokal (nelayan pulau Mayau) yang masih rendah. Tidak adanya monitoring atau pendamping dari pemberi bantuan. Nelayan mini purse seine andon (nelayan Kota Bitung) tidak memiliki izin operasi penangkapan ikan di perairan sekitar pulau Mayau dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate maupun Provinsi Maluku Utara Kapal penampung ikan dari Kota Bitung tidak memiliki izin penampungan ikan (membeli ikan) di pulau Mayau dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate maupun Provinsi Maluku Utara.
Keterangan: Rating/skala
1 = Kontribusi sangat lemah 2 = Kontribusi lemah 3 = Kontribusi kuat 4 = Kontribusi sangat kuat
Skala
Share
Bobot
Rating
Skor
2
15,38
7,69
2
15,38
3
23,08
11,54
3
34,62
4
30,77
15,38
4
61,52
4
30,77
15,38
4
61,52
3
23,08
11,54
3
34,62
4
30,77
15,38
4
61,52
3
23,08
11,54
3
34,62
3
23,08
11,54
3
34,62
66
Tabel 23 Hasil analisis matriks EFE (external factor evaluation) No 1 2 1 2
Faktor Kunci Eksternal Faktor Peluang (Opportunities = O) Ketersedian potensi sumberdaya perikanan pelagis kecil Kondisi pulau Mayau yang aman Faktor Ancaman (Threats = T) Perkembangan produksi hasil tangkapan mini purse seine tidak terdata Adanya patroli pengawasan dan pemantau Illegal,Unreported and Unregulated (IUU) fishing oleh Polisi Perairan dan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku
Keterangan: Rating 1 = Kontribusi sangat lemah 2 = Kontribusi lemah 3 = Kontribusi kuat 4 = Kontribusi Sangat kuat
Skala
Share
Bobot
Rating
Skor
4 3
57,14 42,86
28,57 21,43
4 2
114,28 42,86
4
50,00
25,00
3
75,00
4
50,00
25,00
3
75,00
Tabel 24 Pengaruh setiap strategi terhadap faktor SWOT Faktor SWOT Kekuatan 1 Kekuatan 2 Kekuatan 3 Kekuatan 4 Kelemahan 1 Kelemahan 2 Kelemahan 3 Kelemahan 4 Peluang 1 Peluang 2 Ancaman 1 Ancaman 1
Bobot 7,69 11,54 15,38 15,38 11,54 15,38 11,54 11,54 28,57 21,43 25,00 25,00
Keterangan: Rating 1 = Kontribusi sangat lemah 2 = Kontribusi lemah 3 = Kontribusi kuat 4 = Kontribusi Sangat kuat
Strategi S - O Strategi 1 Strategi 2 AS WAS AS WAS 15,38 15,38 2 2 3 34,62 3 34,62 4 61,52 3 46,14 4 61,52 2 30,76 4 114,28 2 57,14 3 64,29 3 64,29 2 50,00 2 50,00 0,00 401,61 298,33
Strategi S - T Strategi 3 Strategi 4 AS WAS AS WAS 4 61,52 3 46,14 4 61,52 3 46,14 1 15,38 2 23,08 3 34,62 2 23,08 3 34,62 3 85,71 2 57,14 3 64,29 4 100,00 3 75,00 2 50,00 4 100,00 484,58 393,66
Strategi W – O Strategi 5 AS WAS 2 15,38 3 34,62 4 46,16 3 46,14 3 85,71 3 75,00 303,01
Strategi W – T Strategi 6 AS WAS 2 15,38 2 23,08 4 61,52 4 61,52 2 23,08 2 30,76 4 46,16 4 46,16 4 114,28 3 64,29 4 100,00 4 100,00 686,23
5 PEMBAHASAN 5.1
Kondisi Umum Perikanan Mini Purse Seine Kapal mini purse seine (mini purse seiner) yang digunakan nelayan andon
(nelayan dari Bitung) memiliki spesifikasi dan ukuran dimensi utama relatif lebih besar dibandingkan dengan kapal yang digunakan nelayan lokal (nelayan pulau Mayau). Hal ini karena jarak yang ditempuh nelayan andon (nelayan dari Bitung) ke daerah penangkapan (fishing ground) relatif jauh dan kondisi laut yang tidak tentu sehingga membutuhkan kecepatan yang tinggi dan stabilitas yang baik, berdasarkan hasil penelitian Marasut (2005), kapal-kapal purse seine yang digunakan di beberapa daerah Sulawesi Utara mempunyai kecepatan yang besar dan mempunyai lebar yang besar dikarenakan pada bagian tengah kapal di tempatkan jaring dan wings hauler. Menurut Ayodhya (1972), kapal ikan mempunyai fungsi operasional yang lebih rumit dan berat; selanjutnya dikatakan bahwa jenis dan bentuk kapal ikan berbeda-beda disebabkan oleh tujuan penangkapan, keadaan perairan, dan jarak jangkau pelayaran sehingga menyebabkan ukurannya berbeda-beda. Sedangkan perahu lampu yang digunakan oleh nelayan andon (nelayan dari Bitung) dan nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) relatif sama. Perahu ini berfungsi untuk mengumpul ikan sehingga ikan lebih terkonsentrasi dan kemudian menggiring ikan keluar dari rumpon, dengan tujuan pada saat operasi penangkapan jaring tidak tersangkut pada tali jangkar. Mini purse seine (soma pajeko) yang ada dilokasi penelitian umumnya bahan dan spesifikasi yang digunakan relatif sama hanya ukuran yang berbeda. Panjang mini purse seine yang digunakan di pulau Mayau berkisar 150,00 m – 400,00 m, lebar (tinggi) berkisar 30,00 m – 60,00 m. Salah satu faktor produksi yang mempengaruhi hasil tangkapan adalah panjang jaring, berdasarkan hasil penelitian Irham (2006) dan Namsa (2006), faktor teknis panjang jaring mini purse seine (soma pajeko) di Maluku Utara dan Kota Tidore Kepulauan memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap hasil tangkapan, setiap penambahan atau pengurangan ukuran panjang jaring mengakibatkan peningkatan atau pengurangan hasil tangkapan (produksi). Faktor panjang purse seine dilaporkan juga signifikan untuk produksi ikan yang ditangkap dengan purse seine
69
di Pekalongan (Sudibyo 1988) dan di Pangabengan Kabupaten Jembrana Bali (Sugiarta 1992). Menurut Friedman and Caroother (1986), secara teoritis jika semakin panjang purse seine yang digunakan maka semakin besar pula garis tengah lingkaran yang dibentuk, sehingga semakin besar peluang gerombolan ikan yang tidak terusik perhatiannya karena jarak antara gerombolan ikan dengan dinding purse seine semakin besar dan gerombolan ikan tersebut semakin besar peluangnya untuk tertangkap. Berdasarkan hasil penelitian Iraham (2006), hasil perhitungan dengan uji t faktor teknis tinggi purse seine di Provinsi Maluku Utara berbeda nyata dengan hasil tangkapan. Menurut Inoue (1961) diacu dalam Sugiarta (1992) menyatakan bahwa perbandingan yang baik antara tinggi jaring dengan panjang jaring berada pada selang 0,14 - 0,20. Tinggi mini purse seine yang dioperasikan di perairan sekitar pulau Mayau mempunyai perbandingan antara lebar (tinggi) jaring dengan panjang jaring berada pada selang 0,15 - 0,20 dengan rata-rata perbandingannya sebesar 0,18, dengan demikian perbandingan tinggi jaring dengan panjang purse seine di daerah penelitian telah memenuhi selang perbandingan yang disarankan. Hal ini memberikan gambaran bahwa tidak perlu lagi dilakukan penambahan tinggi mini purse seine yang dioperasikan di perairan sekitar pulau Mayau. Penambahan tinggi purse seine lagi tidak akan meningkatkan hasil tangkapan namun berpengaruh terhadap kecepatan penarikan jaring, hal ini mengakibatkan gerombolan ikan yang telah terkurung berpeluang untuk meloloskan diri. Rumpon yang ada dilokasi penelitian umumnya relatif sama dengan rumpon yang ada di daerah lain di Indonesia. Di Molibagu Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan hasil penelitian Luasunaung (1999), rumpon terdiri dari tiga komponen utama yaitu; rakit bambu dengan ukuran panjang (L) 6,50 m, lebar 3,50 m, tinggi 0,70 m; tali temali dari bahan PE; dan Attractor dari daun kelapa sebanyak 9 pelepah dan jangkar dari bahan drum cor. Selanjutnya Subani (1986), menyatakan bahwa rumpon terdiri dari tiga komponen utama yaitu pemikat ikan (attractor), jangkar, dan pelampung. Panjang tali jangkar (tali utama) yang digunakan pada rumpon di pulau Mayau berkisar 1,5 – 2,0 kali kedalaman laut tempat rumpon tersebut dipasang (ditanam). Menurut Subani (1986), panjang tali jangkar (tali utama) bervariasi, tetapi pada umumnya adalah 1,5 kali kedalaman
70
laut tempat rumpon tersebut dipasang (ditanam). Panjang tali jangkar (tali utama) 1,5 kali untuk mengantisipasi agar rumpon tidak mudah putus. Jumlah nelayan yang mengoperasikan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau relatif sama untuk nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) maupun nelayan andon (nelayan dari Bitung) yaitu berkisar antara 18 – 22 orang termasuk “tonaas”. Tonaas adalah orang yang memimpin operasi penangkapan ikan (fishing master). Salah satu faktor produksi yang mempengaruhi hasil tangkapan adalah jumlah nelayan (tenaga kerja), berdasarkan hasil penelitian Irham (2006), faktor teknis jumlah nelayan (tenaga kerja) di Maluku Utara memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap hasil tangkapan, setiap penambahan atau pengurangan jumlah nelayan (tenaga kerja) mengakibatkan peningkatan atau pengurangan hasil tangkapan (produksi). Hal ini karena proses penurunan (setting) maupun penarikan (hauling) mini purse seine (soma pajeko) tidak menggunakan alat bantu namun mengandalkan tenaga manusia. Tenaga manusia bukan hanya digunakan pada saat menurunkan dan menarik jaring saja, tetapi setelah proses setting dan hauling mini purse seine (soma pajeko) selesai dilakukan, tenaga mereka juga di butuhkan untuk mengangkat hasil tangkapan ke atas kapal. Modus operasi penangkapan mini purse seine (soma pajeko) untuk nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) dilakukan sehari dalam satu trip (one day fishing) sedangkan nelayan andon (nelayan dari Bitung) dilakukan 17 hari dalam satu trip dan 15 hari operasi. Modus operasi penangkapan ikan mini purse seine untuk nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) maupun nelayan andon (nelayan dari Bitung) di perairan sekitar pulau Mayau sangat tergantung pada alat bantu rumpon dan perahu lampu, karena operasi penangkapan dilakukan pada malam hari. Keuntungan dari menggunakan alat bantu perahu lampu yaitu armada mini purse seine (mini purse seiner) ke rumpon langsung melakukan penangkapan tidak menunggu atau mencari rumpon yang ada ikan dan ikannya terkosentrasi, hal ini karena perahu lampu yang terlebih dahulu ke rumpon untuk mengumpul dan mengkosentrasikan ikan setelah ikan terkosentrasi baru armada mini purse seine ke rumpon untuk melakukan penangkapan setelah mendapat informasi melalui radio HT dari juru lampu di perahu lampu. Hal ini berbeda dengan metode operasi
71
penangkapan mini purse seine di daerah lain di Maluku Utara, dimana operasi penangkapan dilakukan pagi hari dan armada mini purse seine langsung ke rumpon, apabila di rumpon pertama yang dituju tidak ada ikan atau ikan tidak terkosentrasi maka pindah atau cari rumpon yang lain. Ikan tidak selalu mengikuti perahu lampu pada saat menjelang pengoperasian mini purse seine (sub bab 4.1.1.5 halaman 47). Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal, diantaranya: (1)
karena ikan yang berada di sekitar rumpon terdiri dari bebarapa jenis dan ukuran. Perbedaan jenis dan ukuran dari ikan akan mempengaruhi pola tingkah laku mengelompok pada suatu gerombolan ikan (Laevastu dan Hayes 1981);
(2)
ikan lebih tertarik terhadap rumpon dari pada cahaya karena di rumpon banyak makanan. Ikan berkumpul di sekitar rumpon yaitu melakukan aktivitas seperti makan dan mencari mangsa (feeding ground) (Subani 1986); dan
(3)
kondisi perairan yang tidak mendukung (adanya riak-riak kecil) mengakibatkan cahaya tidak tenang. Cahaya yang tidak tenang (flickering light) akan dapat menakutkan ikan (Subani 1980). Sistem bagi hasil tangkapan yang diterapkan dalam usaha perikanan mini
purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau, baik untuk sistem bagi hasil tangkapan usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok), sistem bagi hasil usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok) maupun sistem bagi hasil tangkapan usaha perikanan mini purse seine andon/nelayan dari Bitung (kepemilikan usaha bersifat perorangan/pengusaha) pada umumnya adalah sama. Sistem bagi hasil ini (usaha perikanan mini purse seine yang berpangkalan di pulau Mayau) relatif sama dengan sistem bagi hasil di daerah lain di Indonesia, sperti yang dilaporkan oleh Mahdi (2005) di Aceh; Irham (2006) di Maluku Utara; Namzah (2006) di Kota Tidore Kepulauan; dan Ghaffar (2006) di Jeneponto Sulawesi Selatan. Hasil penjualan ikan tersebut dibagikan dengan nelayan setelah dikurangi dengan biaya operasional, penghasilan setiap nelayan
72
ditentukan oleh jumlah uang yang tersisa. Sistem bagi hasil ini berbeda dengan sistem bagi hasil di Prigi Trenggalek Jawa Timur seperti dilaporkan oleh Priambodho (2004) dan Nurasiah (1999) sistem bagi hasil di Cilauteureum kabupaten Garut. Sistem bagi hasil di Prigi Trenggalek Jawa Timur, yaitu hasil penjualan ikan setelah di kurangi biaya operasional dibagikan 2/3 bagian (0,67%) untuk pemilik, 1/3 bagian (0,33%) untuk nelayan buru, dan nakhoda 10% dari 2/3 bagian pemilik. Sedangkan sistem bagi hasil di Cilauteureum kabupaten Garut yaitu setelah hasil penjualan dikurangi biaya operasioanal, sisanya dibagikan 65% untuk pemilik dan 35% untuk nelayan pandega (nakhoda dua bagian dan ABK yang lainnya masing-masing satu bagian). Hasil tangkapan (produksi) mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau baik nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) maupun nelayan andon (nelayan dari Bitung) dipasarkan langsung ke kapal penampung dari Bitung yang perpangkalan di pulau Mayau dan kemudian kapal penampung memasarkan ke perusahaan ikan yang berada di Kota Bitung. Hal ini sangat menguntungkan perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau, karena dalam memasarkan hasil tangkapan tidak mengeluarkan biaya transportasi lagi. Menurut Rahim (2005), bahwa dalam proses pemasaran hasil perikanan laut, semakin banyak lembaga pemasaran yang dilalui, maka biaya yang dikeluarkan akan semakin besar, berarti bahwa margin pemasaran juga semakin besar. 5.2
Hasil Tangkapan Dan Kelayakan Usaha Dominasi layang dalam perikanan mini purse seine di sekitar pulau Mayau
tidak lepas dari musim penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan andon (nelayan dari Bitung), yaitu dimulai pada bulan Februari sampai Juli dengan puncak musim pada bulan Maret dan April. Nelayan tampaknya sudah mengenal waktu kehadiran layang di perairan tersebut. Ikan jenis ini ternyata sasaran utama nelayan andon (nelayan dari Bitung) karena memiliki harga yang baik sebagai umpan perikanan rawai tuna Filipina. Berkurangnya kapal mini purse seine dan rumpon yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau diduga sangat berkaitan dengan patroli laut yang
73
dilakukan oleh Tim Pengawasan dan Pemantauan illegal, unreported and unregulated (IUU) fishing oleh Polisi Perairan dan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara. Kegiatan patroli ini secara tidak langsung menunjukkan adanya perlindungan sumberdaya ikan yang dilakukan pengelola perikanan setempat (Provinsi Maluku Utara) dari eksploitasi nelayan yang berasal dari provinsi lain (Sulawesi Utara). Di sisi lain, kegiatan perlindungan ini mencerminkan suatu persaingan (kompetisi) di antara dua pengelola perikanan yang berdampak pada penurunan pemanfaatan potensi sumberdaya ikan. Penurunan pemanfaatan tersebut seyogianya tidak perlu terjadi mengingat usaha perikanan mini purse seine, baik yang dilakukan oleh nelayan andon (nelayan dari Bitung) maupun nelayan lokal (nelayan pulau Mayau), masih menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. Keuntungan usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas dan keuntungan yang diperoleh pengusaha andon (pengusaha dari Bitung) dalam menjalankan usaha perikanan mini purse seine yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau lebih besar dari keuntungan usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan. Perbedaan ini disebabkan karena usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan berkewajiban mengembalikan angsuran bantuan dana bergulir sebesar 25%. Keuntungan
yang diperoleh pengusaha andon (pengusaha dari Bitung)
dalam menjalankan usaha perikanan mini purse seine yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau lebih besar dari keuntungan usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas. Perbedaan ini disebabkan karena jumlah ikan yang ditangkap oleh nelayan andon (nelayan dari Bitung) lebih banyak maka keuntungan yang diperoleh usaha perikanan mini purse seine andon (pengusaha dari Bitung) lebih besar dari keuntungan usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau). Perbedaan produksi dan keuntungan sangat berkaitan erat dengan faktor teknologi yang diterapkan. Kapal nelayan dari Bitung berukuran lebih besar serta dilengkapi dengan mesin penggerak utama yang lebih besar dan dilengkapi dengan line hauler yang berguna mempercepat penarikan tali kolor (purse line)
74
dengan lebih cepat. Selain itu, nelayan dari Bitung, khususnya tonaas, lebih trampil dan berpengalaman.
Perbedaan teknologi dan keterampilan tersebut
diharapkan tidak akan berlanjut menjadi semacam konflik di antara kedua kelompok nelayan yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau. Pengaruh faktor teknik kapal (spesifikasi) terhadap hasil tangkapan telah di laporkan oleh beberapa peneliti, diantaranya Marasut (2005) di beberapa daerah Sulawesi Utara (Bitung, Lolak, Tumumpa, dan Belang); selanjutnya menurut Nomura dan Yamazaki (1977), faktor yang memegang peranan penting dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan adalah kecepatan melingkar gerombolan ikan, kecepatan tenggelam jaring, dan kecepatan penarikan tali cincin. Pendapatan (upah) yang diperoleh nelayan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas dan pendapatan (upah) nelayan andon (nelayan dari Bitung) lebih besar dari pendapatan (upah) nelayan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan. Perbedaan ini disebabkan karena usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan memiliki kewajiban mengembalikan bantuan dana bergulir sebesar 25% ke Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara. 5.3
Pengembangan Usaha Perikanan Mini Purse Seine Untuk menghadapi masalah di atas, pemerintah daerah yang terkait (yaitu
Kota Bitung, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi Sulawesi Utara) perlu melakukan kerjasama pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan sekitar pulau Mayau. Kerjasama ini seyogianya mencakup masalah perizinan usaha perikanan mini purse seine yang berasal dari Bitung dan izin usaha kapal penampung ikan (pembeli ikan) untuk beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau. Kerjasama tersebut harus dibarengi dengan kerjasama monitoring dan pencatatan data kegiatan penangkapan ikan agar terwujud data yang akurat, pengawasan yang efektif, penegakkan hukum yang adil, dan mencegah perselisihan antar nelayan. Kerjasama ini perlu dilakukan karena sumberdaya ikan memiliki sifat milik bersama (common property), bergerak tanpa mengenal batas wilayah administrasi, namun terbuka untuk mengalami overfishing dari pihak manapun yang
75
memanfaatkannya.
Kerjasama
tersebut
perlu
diterapkan
dalam
rangka
mengoptimumkan pemanfaatan sumberdaya ikan tanpa mengancam kelestarian sumberdaya ikan dan keberlanjutan bisnis perikanan tangkap. Menurut Gordon (1945), sebagai properti bersama sumberdaya ikan tidak membuat keadaan buruk nelayan serta tidak efisiensinya produksi perikanan menjadi lebih baik. Kondisi semakin parah karena kerusakan dan kepunahan spesies lebih mudah terjadi pada sumberdaya ikan dibandingkan dengan sumberdaya lain di darat, selanjutnya sumberdaya ini membawa masalah khususnya kepada umat manusia yaitu kesulitan dalam membatasi dan membagibagi sumberdaya tersebut. Berdasarkan hasil dari pertemuan forum koordinasi pengelolaan pemanfaatan sumberdaya ikan (FKPPS) tingkat nasional tahun 2006 pada tanggal 6 s/d 9 Desember 2006 di Manado yaitu dalam rangka mewujudkan perikanan tangkap yang adil, merata, lestari dan bertanggung jawab melalui keterpaduan dalam pengelolaan sumberdaya ikan dan dalam era otonomi daerah saat ini, diharapkan daerah lebih mandiri dalam menangani berbagai permasalahan yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya ikan yang menjadi kewenangannya, antara lain dengan meningkatkan kerjasama antar instansi terkait di daerah dan atau antar daerah. Hal ini terutama diperlukan dalam menangani pemanfaatan SDI (sumberdaya ikan) termasuk keakuratan data, pengawasan, penegakan hukum, dan perselisihan antar nelayan (http: //www. dkp. go .id/ content). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah, yaitu Daerah Kota/Kabupaten diberikan kewenangan dalam mengelolah sumberdaya perikanan yang ada di wilayah perairannya sejauh 4 mil, dan pulau Mayau masuk dalam wilayah administrasi Kota Ternate maka Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate berhak untuk melakukan kerjasama dalam hal pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan sekitar pulau Mayau dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung. Hal ini dilakukan dengan persetujuan Kepala Daerah Kota Ternate (Walikota) dan DPRD Kota Ternate. Langkahlangkah yang ditempuh dalam kerjasama ini antara lain: (1)
Kepala daerah Kota Ternate (Walikota Ternate) maupun Kota Bitung (Walikota Bitung) mengeluarkan PERDA tentang kerjasama pengelolaan
76
sumberdaya perikanan di perairan sekitar pulau Mayau dengan persetujuan DPRD Kota Ternate maupun DPRD Kota Bitung. (2)
Kepala daerah Kota Ternate (Walikota Ternate) mengeluarkan SK penunjukkan ke Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate, dan Kepala daerah Kota Bitung (Walikota Bitung) mengeluarkan SK penunjukkan ke Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung sebagai “pelaksana” dalam hal kerjasama pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan sekitar pulau Mayau.
(3)
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate dan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung membuat surat perjanjian kerjasama dalam bentuk “Dokumen” dengan persetujuan kepala daerah (Walikota) dan DPRD Kota Ternate maupun Kota Bitung. Adapun isi surat perjanjian (dokumen) kerjasama pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan sekitar pulau Mayau adalah sebagai berikut: .1)
Kerjasama pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan sekitar pulau Mayau berlaku selama 5 tahun dan terbatas pada usaha perikanan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap mini purse seine (soma pajeko) dan kapal penampung ikan (pembeli ikan) pelagis.
.2)
Kapal-kapal mini purse seine (soma pajeko) dan kapal penampung ikan (pembeli ikan) pelagis dari Kota Bitung harus melakukan regristrasi di Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung untuk mendapatkan surat izin operasi penangkapan dan penampungan ikan di perairan sekitar pulau Mayau.
.3)
Mengingat dalam operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap mini purse seine (soma pajeko) menggunakan alat bantu rumpon maka izin pemasangan rumpon di perairan sekitar pulau Mayau dilakukan di Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung dan saat pemasangan rumpon harus mengambil titik koordinat geografis dimana rumpon tersebut dipasang.
77
.4)
Rekapitulasi nama-nama kapal mini purse seine, kapal penampung ikan (pembeli ikan) dan titik koordinat geografis pemasangan rumpon diserakan ke Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate.
.5)
Untuk mengontrol kegiatan perikanan mini purse seine (soma pajeko) dan kapal penampung ikan (pembeli ikan) dari Kota Bitung maka Dinas Perikanan dan Kalautan Kota Ternate mendirikan unit pelaksana teknis (UPT) pengawasan sumberdaya perikanan di pulau Mayau. Mengingat pulau Mayau berada dalam wilayah administrasi Kota Ternate maka Kepala dan staf UPT berasal dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate.
.6)
Untuk mempermudah kebutuhan nelayan yang berasal dari Kota Bitung maupun nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) maka Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate perlu memfasilitasi berupa pembangunan SPDN (solar paket diesel), pembangunan pabrik es, pembangunan tempat pendaratan ikan.
.7)
Untuk mengontrol sumberdaya perikanan yang telah dimanfaatkan maka hasil tangkapan mini purse seine (soma pajeko) didaratkan dan dijual ke kapal penampung ikan (pembeli ikan) yang berpangkalan di pulau Mayau. Data hasil tangkapan mini purse seine diserahkan ke UPT pengawasan sumberdaya perikanan di pulau Mayau.
.8)
Setiap transaksi pembelian ikan oleh kapal penampung ikan (pembeli ikan) yang berpangkalan di TPI pulau Mayau dikenakan restribusi. Besarnya restribusi disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
.9)
Penghasilan (pendapatan) dari izin usaha penangkapan ikan, penampung ikan dan pemasangan rumpon di Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung, 40% diserahkan ke Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate.
.10)
Penghasilan (pendapatan) dari restribusi pembelian ikan oleh kapal penampung ikan yang berpangkalan di pulau Mayau, 40% diserahkan ke Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung.
78
.11)
Surat perjanjian kerjasama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan akan diperbaiki kembali sebagaimana mestinya, apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini.
(4)
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate dan Kota Bitung melakukan tanda tangan surat perjanjian kerjasama (dokumen) yang disaksikan oleh kepala daerah (Walikota) dan DPRD Kota Ternate maupun Kota Bitung. Kebijakan kerjasama dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan
sekitar pulau Mayau antar Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate Provinsi Maluku Utara dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara
diduga akan memberikan manfaat untuk kedua otoritas pengelola
(Pemerintah Daerah Kota Ternate dan Pemerintah Daerah Kota Bitung). Manfaat untuk Pemerintah Daerah Kota Ternate diantaranya adalah; (1) terdatanya perkembangan data statistika perikanan tangkap; (2) meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Ternate; (3) ketersedian pasar untuk menjual hasil tangkapan nelayan lokal (nelayan pulau Mayau); (4) ketersediaan lapangan kerja; (5) meningkatkan pendapatan nelayan; dan (5) mengurangi biaya monitoring pengawasan dan pemantauan IUU. Bagi Pemerintah Daerah Kota Bitung, manfaat tersebut diantaranya adalah; (1) meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bitung; (2) ketersediaan lapangan kerja; dan (3) meningkatkan pendapatan pengusaha dan nelayan. Selain manfaat yang didapat, kedua pemerintah daerah perlu mengantisipasi permasalahan baru, seperti keterbatasan sumberdaya untuk pengawasan (monitoring) dan keterbatasan dana untuk koordinasi pembagian hasil dari kerjasama. Dalam
melakukan
kerjasama
perlu
memperhatikan
pemanfataan
sumberdaya perikanan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Menurut Gopakumar (2002), pengelolaan berkelanjutan adalah penggunaan sumberdaya perikanan jangka panjang dengan memperhatikan karakteristik biologi, dan ekologi termasuk konservasi, serta adanya sharing keuntungan. Code of conduct for responsible fisheries (FAO 1995), artikel 10 mengenai pengelolaan perikanan disebutkan bahwa, negara-negara dan semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan perikanan melalui suatu kerangka kebijakan hukum dan kelembagaan
79
yang tepat, harus mengadopsi langkah konservasi jangka panjang dan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. Langkah-langkah konservasi dan pengelolaan baik pada tingkat lokal, nasional, sub regional atau regional, harus didasarkan pada bukti ilmiah terbaik dan tersedia dan dirancang untuk menjamin kelestarian jangka panjang sumberdaya perikanan pada tingkat yang dapat mendukung pencapaian tujuan dari pemanfaatan yang optimum, mempertahankan ketersediaan untuk generasi kini dan mendatang.
6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan Hasil penelitian pengembangan perikanan mini purse seine (soma pajeko)
berbasis rumpon di sekitar pulau Mayau, Kota Ternate Provinsi Maluku Utara dapat disimpulkan sebagai berikut: (1)
Hasil tangkapan terbanyak selama 5 tahun (2002 – 2006) adalah ikan layang (Decepaterus spp.) yaitu berkisar 79% sampai 94% dari total hasil tangkapan. Hasil tangkapan ikan meningkat dan mencapai puncaknya sebesar 1.249,99 ton (tahun 2004) kemudian menurun drastis hingga 229,17 ton (tahun 2006). Produktivitas perikanan ini (produksi per kapal per tahun) cenderung meningkat. Produktivitas tertinggi pada tahun 2005 sebesar 115,19 ton/kapal/tahun, dan terendah pada tahun 2003 sebesar 87,14 ton/kapal/tahun. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan nelayan andon dan nelayan lokal di sekitar pulau Mayau secara finansial masih menguntungkan dan layak untuk dikembangakan.
(2)
Persaingan antar otoritas pengelola perikanan (Kota Ternate, Kota Bitung, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi Sulawesi Utara) perlu ditangani melalui kerjasama pengelolaan sumberdaya perikanan yang melibatkan otoritas pengelola lintas pemerintahan daerah dalam rangka melestarikan sumberdaya ikan dan keberlanjutan bisnis perikanan tangkap.
6.2
Saran
(1)
Pengembangan usaha perikanan mini purse seine di pulau Mayau ke depan perlu melakukan kerjasama pengelolaan sumberdaya perikanan (masalah perizinan usaha perikanan mini purse seine, izin usaha kapal penampung ikan yang berasal dari Bitung, monitoring dan pencatatan data kegiatan penangkapan ikan, pengawasan yang efektif, penegakkan hukum yang adil, dan mencegah perselisihan antar nelayan) antar Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate Provinsi Maluku Utara dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara.
81
(2)
Rumpon merupakan suatu sistem food web yang komplit, dimana terdapat komponen produsen (phytoplankton) sampai predator (misalnya ikan-ikan tuna besar). Ikan yang berkumpul di sekitar rumpon, mulai dari ikan-ikan pelagis kecil sampai ikan-ikan pelagis besar. Pukat cincin (purse seine) dapat menangkap ikan dari segala ukuran mulai dari ikan-ikan kecil hingga ikan-ikan
besar
tergantung
ukuran
mata
jaring
yang
digunakan.
Tertangkapnya ikan-ikan kecil/muda tersebut dikuatirkan akan mengancam sumberdaya perikanan oleh karena itu perlu segera dilakukan penelitian untuk melakukan penilaian tingkat perkembangan hidup ikan-ikan yang berada di sekitar rumpon dan kelayakan biologi ikan-ikan yang tertangkap di sekitar rumpon.