[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
RAMBU-RAMBU PENGEMBANGAN KBK 1. PENGANTAR Sistem Pendidikan Tinggi di Indonesia Pada dasarnya setiap satuan pendidikan memiliki sistem untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas.. Sistem pendidikan tinggi di Indonesia memiliki empat tahapan pokok, yaitu (1) Input; (2) Proses; (3) Output; dan (4) Outcome. Input Perguruan Tinggi (PT) adalah lulusan SMU dan SMK sederajat yang mendaftarkan diri untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran yang telah ditawarkan. Input yang baik memiliki beberapa indikator, tidak hanya nilai kelulusan yang baik, namun terlebih penting adalah adanya sikap dan motivasi belajar yang memadai. Semakin dikenal PT yang ada, maka semakin baik kualitas inputnya. Hal ini disebabkan karena, PT tersebut menjadi sasaran favorit lulusan SMU/SMK sederajat yang ingin meneruskan pendidikannya. Setelah mendaftarkan diri dan resmi menjadi mahasiswa, tahapan selanjutnya adalah menjalani proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang baik memiliki unsur yang baik dalam beberapa hal, yaitu: (1) Organisasi PT yang sehat; (2) Pengelolaan PT yang transparan dan akuntabel; (3) Ketersediaan Rancangan Pembelajaran PT dalam bentuk dokumen kurikulum yang jelas dan sesuai kebutuhan pasar kerja; (4) Kemampuan dan Ketrampilan SDM akademik dan non akademik yang handal dan profesional; (5) Ketersediaan sarana-prasarana dan fasilitas belajar yang memadai. Dengan memiliki kelima unsur pembelajaran tersebut, PT akan dapat mengembangkan iklim akademik yang sehat, serta mengarah pada ketercapaian masyarakat akademik yang professional. Pada perkembangannya, ketercapaian iklim dan masyarakat akademik tersebut dijaminkan secara internal oleh PT masing-masing. Namun, proses penjaminan kualitas secara internal tersebut hanya dilakukan oleh sebagian kecil PT saja. Oleh karenanya, pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional, mensyaratkan bahwa PT harus melakukan proses penjaminan mutu secara konsisten dan benar agar dapat menghasilkan lulusan yang baik.
Setelah melalui proses pembelajaran yang baik, diharapkan akan dihasilkan lulusan PT yang berkualitas. Beberapa indikator yang sering dipasang untuk menengarai keberhasilan lulusan PT adalah (1) IPK; (2) Lama Studi dan (3) Predikat kelulusan yang disandang. Namun proses ini
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
1
2009
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
tidak hanya berhenti disini. Untuk dapat mencapai keberhasilan pendidikan tinggi perlu menjamin agar lulusannya dapat terserap di pasar kerja. Keberhasilan PT untuk dapat mengantarkan lulusannya agar diserap dan diakui oleh pasar kerja dan masyarakat inilah yang akan juga membawa nama dan kepercayaan PT di mata calon pendaftar. Yang akhirnya bermuara lagi pada peningkatan kualitas dan kuantitas pendaftar. Proses ini kemudian akan berputar menyerupai siklus. Oleh karenanya dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa untuk mendatangkan calon mahasiswa baru, tahapan system pendidikan tinggi yang kita miliki harus diperbaiki dahulu, bukan hanya dengan promosi yang tidak dilandasi dengan kualitas system pendidikan yang baik. Untuk dapat lebih jelasnya, dapat dilihat pada ilustrasi Gambar.1 di bawah ini.
SISTEM PENDIDIKAN TINGGI
Tim KBK DIKTI
Berubah
BIDANG KEHIDUPAN
Mahasiswa Baru
Proses Pembelajaran
Lulusan Pasar kerja
Leadership Penjaminan Mutu
Masyarakat akademik
Pengakuan Masyarakat
Management
Organisasi
Pegawai
Dana
Resources
Laboratorium
Pustaka
Dokumen Kurikulum
Kebutuhan PT
Gambar.1. Alur Sistem Pendidikan Tinggi
Peran Kurikulum di dalam Sistem Pendidikan Tinggi Kurikulum memiliki makna yang beragam baik antar negara maupun antar institusi penyelenggara pendidikan. Hal ini disebabkan karena adanya interpretasi yang berbeda terhadap kurikulum, yaitu dapat dipandang sebagai suatu rencana (plan) yang dibuat oleh seseorang atau sebagai suatu kejadian atau pengaruh aktual dari suatu rangkaian peristiwa (Johnson, 1974). Sementara itu menurut SK Mendiknas No. 232/U/2000 tersebut bahwa:
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
2
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
”Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajarmengajar di perguruan tinggi.” Jika dikaitkan dengan system pendidikan tinggi yang telah terjabarkan di atas, maka kurikulum dapat berupa: (1) Kebijakan manajemen pendidikan tinggi untuk menentukan arah pendidikannya; (2) Filosofi yang akan mewarnai terbentuknya masyarakat dan iklim akademik; (3) Patron atau Pola Pembelajaran, karena menurut SK Mendiknas 232/U/2000 kurikulum juga merupakan bahan kajian, cara penyampaian dan penilaian pembelajaran; (4) Atmosfer atau iklim yang terbentuk dari hasil interaksi manajerial PT dalam mencapai tujuan pembelajarannya; (5) Rujukan kualitas dari proses penjaminan mutu; serta (6) Ukuran keberhasilan PT dalam menghasilkan lulusan yang bermanfaat bagi masyarakat. Dari penjelasan ini, nampak bahwa kurikulum tidak hanya berarti sebagai suatu dokumen saja, namun merupakan suatu rangkaian proses yang sangat krusial dalam pendidikan.
Saat ini dapat kita bayangkan, bagaimana seandainya terjadi perubahan yang sedemikian pesart dalam masyarakat global. Apakah proses dan system pendidikan tinggi kita dapat juga berubah sesuai dengan tuntutan tersebut? Ataukah PT terus menjalankan bisnis lamanya, sehingga kesenjangan antara kebutuhan pasar kerja dan ketersediaan PT semakin besar? Dapatkah kita bayangkan bagaimana jadinya jika PT tetap menggunakan pola; kebijakan; filosofi dan ukuran lama sedangkan pasar kerja sudah mulai menggunakan hal yang sangat berbeda, bahkan terus berubah dengan percepatan yang cukup tinggi?
Untuk menghadapi masalah diatas dan dalam rangka mengembangkan pendidikan tinggi yang hasil didiknya dapat berkompetisi secara global, Pemerintah c.q. Ditjen Dikti, Depdiknas, mengembangkan kurikulum yang in line dengan visi dan aksi pendidikan tinggi di abad XXI menurut UNESCO1), yang kemudian dikonfirmasi dalam The World Conference on Education for All di Thailand Tahun 1990. Terdapat 17 butir (articles) yang dideklarasikan oleh UNESCO 1)
Higher Education in the Twenty-first Century: Vision and Action. World Conference on Higher Education. UNESCO, Paris, 5-9 October 1998.
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
3
2009
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI] (1998),
agar pendidikan tinggi dapat menjalankan fungsinya di abad XXI. Visi dan misi
pendidikan tinggi abad XXI dari UNESCO (1998) berintikan isi laporan The International Commission on Education for the Twenty-first Century (Learning: the Treasure Within) yang diketuai oleh Jacques Delors (UNESCO, 1998))2), dengan pokok isi antara lain: 1. Harapan ke depan peran pendidikan tinggi: a) Jangkauan dari komunitas lokal ke masyarakat dunia; b) Perubahan kohesi sosial ke partisipasi demokratis, di antaranya berupa kenyataan: (i) pendidikan dan krisis kohesi sosial, (ii) pendidikan vs exclusion, (iii) pendidikan dan desakan pekerjaan di masyarakat, serta (ii) partisipasi demokratis berupa pendidikan civic dan praktek berkewarganegaraan; c) Dari pertumbuhan ekonomi ke pengembangan kemanusiaan.
2. Asas pengembangan pendidikan, berupa: a) Empat pilar pendidikan: (i) learning to know, (ii) learning to do (perubahan dari skill ke competent, dematerialisasi dari pekerjaan dan the rise of service sector, serta bekerja di bidang ekonomi informal),
(iii) learning to live
together, learning to live with others (discovering others and working toward common objectives), dan (iv) learning to be; b) Belajar sepanjang hayat (learning throughout life) sebagai wujud: (i) imperative for democracy, (ii) pendidikan multidimesional, (iii) munculnya new times, fresh fields, (iii) pendidikan at the heart of society, dan (iii) kebutuhan sinergi dalam pendidikan.
3. Arah pengembangan pendidikan, khususnya pendidikan tinggi: a) Kesatuan pendidikan dasar sampai ke perguruan tinggi: (i) pendidikan dasar sebagai
”pasport” untuk berkehidupan, (ii) pendidikan menengah (secondary
education) sebagai persimpangan jalan menentukan kehidupan, dan (iii) pendidikan tinggi dan pendidikan sepanjang hayat; 2)
Naskah lengkap dalam Learning: the Treasure Within, 1996. Report to UNESCO of the International Comission on Education for the Twenty-first Century. UNESCO Publishing/The Australian National Commission for UNESCO. 266 hal.
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
4
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
b) Perguruan tinggi menjadi tempat pembelajaran dan suatu sumberdaya pengetahuan; c) Peran pendidikan tinggi untuk menanggapi perubahan pasar kerja; d) Perguruan tinggi sebagai pusat kebudayaan dan pembelajaran terbuka untuk semua; e) dan pendidikan untuk wahana kerjasama international.
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
5
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
2. ALASAN PERLU PERUBAHAH
Pada beberapa dekade lalu proses penyusuna kurikulum disusun berdasarkan tradisi 5 (jenjang S1) atau 3 (jenjang D3) tahunan yang selalu menandai dengan berakhirnya tugas satu perangkat kurikulum. Selain itu, disebabkan pula oleh rencana strategis PT yang memuat visi dan misi PT juga telah berubah. Sebagian besar alasan perubahan kurikulum berasal dari permasalahan internal PT sendiri. Hal ini bukan suatu kesalahan. Namun jika dipahami dengan lebih dalam berdasarkan system pendidikan yang telah dijelaskan di atas, maka jika terjadi perubahan pada tuntutan dunia kerja sudah sewajarnyalah proses di dalam PT kita juga perlu untuk beradaptasi. Alasan inilah yang seharusnya dikembangkan untuk melakukan perubahan kurikulum PT di Indonesia.
Untuk dapat lebih meyakinkan mengenai alasan perubahan ke arah
kurikulum berbasis
kompetensi dari kurikulum berbasis isi dapat direfleksikan ilustrasi berikut ini. Manakala sebuah program studi di tahun 2008 ini tengah mengembangkan kurikulumnya, prodi tersebut akan melakukan analisis SWOT dan Labour Market Signals akan dibawa kemana lulusannya nanti. Manakala prodi melakukan analisis berbasis isi (konten pengetahuan) yang akan diajarkan, maka ditetapkanlah konten/pengetahuan tersebut sebagai tujuan pembelajaran yang harus dikuasai oleh lulusannya. Atau di dalam SK Mendikbud No. 56/U/1994 disebut berdasarkan pada tujuan untuk menguasai isi ilmu pengetahuan dan penerapannya (content based). Pada situasi global seperti saat ini, dimana percepatan perubahan terjadi di segala sektor, maka akan sulit bagi masyarakat untuk menahan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Pada masa sebelum tahun 1999 (pre-millenium era) perubahan yang terjadi di IPTEKS mungkin tidak sedahsyat pascamillenium. Manakala prodi mengembangkan tujuan pembelajaran sebagai titik akhir proses yang dilakukan berdasarkan pada isi, maka tak ayal prodi tersebut akan demikian mudah tertinggal oleh pasar kerja. Hal inilah yang semakin meregangkan dan memperpanjang jarak antara penyedia SDM dengan pasar kerja yang memerlukan SDM.
Namun jika program studi tersebut menetapkan hasil akhir lulusannya dalam hal kompetensi (kemampuan) untuk dapat mencari, menyusun, membuat dan mengembangkan IPTEKS baru,
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
6
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
maka lulusannya akan dapat terus beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di pasar kerja. Paradigma inilah yang mendasari munculnya SK Mendiknas 232/U/2000 agar dapat mewujudkan strategi dimana satu mata kuliah dapat membangun satu atau lebih dari satu kompetensi, demikian sebaliknya satu kompetensi dapat dibangun oleh satu atau lebih dari satu mata kuliah. Kurikulum Institusional dipilih komplementer dengan Kurikulum Inti disesuaikan dengan kompetensi utama, kompetensi pendukung, dan kompetensi lain dari luaran (hasil didik) yang diharapkan. Kurikulum Inti merupakan penciri dari kompetensi utama, ditetapkan oleh kalangan perguruan tinggi bersama masyarakat profesi dan pengguna lulusan. (SK Mendiknas No. 045/U/2002).
Selain itu, dapat dilakukan pula analisis bahwa terjadi perbedaan indikator kesuksesan antara output lulusan PT dengan outcome lulusan yang telah bekerja. Pada saat lulusan masih dianggap sebagai output, maka indikator keberhasilan yang sering dipasang adalah: (1) IPK; (2) lama studi dan (3) predikat. Kesemua indikator tersebut ditetapkan sendiri oleh PT. Pada kenyataannya, ternyata hal tersebut tidaklah cukup untuk menjadi PT tersebut berkualitas. Sebuah PT dapat saja menetapkan IPK lulusannya 3,7 namun pada sisi lain, masyarakat belum tentu sepakat dengan angka tersebut. Pada saat lulusan telah bekerja (outcome), masyarakat memasang indikator yang berbeda bukan lagi IPK, lama studi dan predikat, namun lebih ke arah peran yang dapat dilakukan oleh lulusan, kemampuan dan prestasi kerja serta efektivitas dan efisiensi kerjanya. Ketiga indikator ini tidak pernah dibayangkan oleh PT untuk dapat disasar. Oleh karenanya, dengan segenap kekuatannya, SK Mendiknas No. 232/U/2000 dan 045/U/2002 berusaha untuk mengubah tujuan dan sasaran pendidikan ke arah ketercapaian kompetensi lulusan, bukan sekedar penguasaan pengetahuan saja.
Jika kita cermati definisi kurikulum dalam SK Mendikbud no 056/U/1994 yang lalu, termuat bahwa luaran proses pembelajaran dari Kurnas adalah kemampuan minimal dalam penyelesaian suatu program studi. Kemampuan minimal tersebut adalah penguasaan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap sesuai dengan sasaran kurikulum suatu Program Studi (PS). Untuk mencapai luaran proses pembelajaran yang sesuai dengan rancangan kurikulum, maka disusun kurikulum dengan elemen –elemen yang terdiri dari Matakuliah Umum (MKU), Mata Kuliah
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
7
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
Dasar Keahlian (MKDK), dan Mata Kuliah Keahlian (MKK); baik untuk Kurnas maupun untuk Kurlok, disertai imbangan beban muatan masing-masing. Jadi, mutu luaran pendidikan tinggi menurut kurikulum berdasarkan SK Mendikbud No. 056/U/1994 yang menilai adalah PT (PS) bersangkutan, sebagai pelaksana/penyelenggara pendidikan tinggi. Oleh karenanya nilai hasil belajar peserta didik bersifat relatif, subyektif, beragam, serta lebih dipengaruhi oleh ”ketenaran nama” PT di masyarakat. Dengan pendekatan pada sasaran minimal penguasaan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap sesuai dengan sasaran kurikulum suatu Program Studi (PS), maka materi pembelajaran, beban muatan, dan urutan penyampaiannya di dalam Kurnas ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dengan status sebagai pedoman yang ditetapkan. Pada SK Mendikbud 056/U/1994 tersebut, proses penyampaian materi pembelajaran diserahkan kepada PT yang bersangkutan. Proses pembelajaran tidak pernah dicantumkan dalam kurikulum SK Mendikbud No. 056/U/1996. Mengacu pada konsep pendidikan tinggi abad XXI UNESCO (1998) tersebut, maka dilakukan pembaharuan terhadap kurikulum yang telah berjalan (Kurikulum SK Mendikbud No. 056/U/1996), yang dituangkan dalam SK Mendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002. Perubahan mendasar yang dilakukan adalah: 1. Luaran hasil pendidikan tinggi yang semula berupa kemampuan minimal penguasaan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap sesuai dengan sasaran kurikulum suatu Program Studi (PS) diganti dengan kompetensi seseorang untuk dapat melakukan seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Luaran hasil pendidikan tinggi, semula ditentukan oleh penilaian penyelenggara pendidikan tinggi, diganti oleh penilaian yang dilakukan oleh masyarakat pemangku kepentingan. 2. Kurikulum yang semula disusun dan ditetapkan oleh perguruan tinggi (PS) yang bersangkutan diganti dengan kurikulum yang disusun oleh perguruan tinggi bersama-sama dengan pemangku kepentingan, dan ditetapkan oleh perguruan tinggi (PS) yang bersangkutan. 3. Berdasarkan SK Mendikbud No. 056/U/1996 komponen kurikulum tersusun atas Kurikulum Nasional (Kurnas) dan Kurikulum Lokal (Kurlok) yang terdiri atas: Mata Kuliah Umum (MKU), Mata Kuliah Dasar Keahlian (MKDK), dan Mata Kuliah
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
8
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
Keahlian (MKK) yang disusun dengan tujuan untuk menguasai isi ilmu pengetahuan dan penerapannya (content based), sedangkan dalam SK Mendiknas No. 232/U/2000 disebutkan bahwa kurikulum terdiri atas Kurikulum Inti dan kurikulum Institusional yang terdiri atas kelompok-kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan (MKK), Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB), Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), serta Mata Kuliah Berkehidupan Bersama (MBB). Namun, pada SK Mendiknas No. 045/U/2002, pengelompokkan mata kuliah tersebut diluruskan pemahamannya agar lebih luas dan positif melalui pengelompokkan berdasarkan elemen kompetensinya, yaitu (a) landasan kepribadian, (b) penguasaan ilmu dan keterampilan, (c) kemampuan berkarya, (d) sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai, (e) pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya. Dengan demikian, satu mata kuliah dapat membangun satu atau lebih dari satu kompetensi, demikian sebaliknya satu kompetensi dapat dibangun oleh satu atau lebih dari satu mata kuliah. Kurikulum Institusional dipilih komplementer dengan Kurikulum Inti disesuaikan dengan kompetensi utama, kompetensi pendukung, dan kompetensi lain dari luaran (hasil didik) yang diharapkan. Kurikulum Inti merupakan penciri dari kompetensi utama, ditetapkan oleh kalangan perguruan tinggi bersama masyarakat profesi dan pengguna lulusan. (SK Mendiknas No. 045/U/2002). 4. Untuk dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang menjadikan perguruan tinggi menjadi tempat pembelajaran dan suatu sumberdaya pengetahuan, pusat kebudayaan, serta tempat pembelajaran terbuka untuk semua, maka dimasukkan strategi kebudayaan dalam pengembangan pendidikan tinggi. Strategi kebudayaan tersebut berujud: (i) fenomena anthrophos dicakup dalam Pengembangan manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap, dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan;
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
9
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
(ii) fenomena tekne dicakup dalam penguasaan ilmu dan ketrampilan untuk mencapai derajat keahlian berkarya; (iii)fenomena oikos dicakup dalam kemampuan untuk memahami kaidah kehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya; (iv) fenomena etnos, dicakup dalam pembentukan sikap dan perilaku yang diperlukan seseorang dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keahlian yang dikuasai. Dalam proses pembelajaran seperti ini maka pendidikan tinggi tidak hanya sekedar suatu proses transfer of knowledge, namun benar-benar merupakan suatu proses pembekalan yang berupa method of inquiry seseorang yang berkompeten dalam berkarya di masyarakat.
Dengan
demikian secara jelas akan tampak bahwa perubahan kurikulum berbasis PIPK (SK Mendikbud No. 056/U/1994) ke KBK (SKMendiknas No. 232/U/2000) mempunyai beberapa harapan keunggulan, yaitu: ”luaran hasil pendidikan (outcomes) yang sesuai dengan societal needs, industrial/business needs, dan professional needs; dengan pengertian bahwa outcomes merupakan kemampuan mengintegrasikan intelectual skill, knowledge dan afektif dalam sebuah perilaku secara utuh.” Beberapa perubahan yang terjadi dari kurikulum berbasis isi (SK Mendikbud 056/U/1994) ke Kurikulum berbasis kompetensi (SK Mendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002) dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
10
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
Tabel 1. Rangkuman Perubahan dari KBI ke KBK PERUBAHAN KURIKULUM NO
TINJAUAN
1 2
Latar Belakang Basis kurikulum
3
Luaran PT
4
Penilai kualitas lulusan
5
Cara Menyusun
6
Pembelajaran
7
Penekanan
KURIKULUM BERBASIS ISI Masalah internal Isi (content based)
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI Masalah Global Kompetensi (competence based) Kemampuan minimal Kompetensi yang dianggap sesuai sasaran kurikulum mampu oleh masyarakat Perguruan tinggi sendiri Perguruan Tinggi dan Masyarakat sebagai stakeholder, serta pengguna lulusan Mulai dari isi Mulai dari penetapan profil keilmuannya lulusan dan kompetensi Lebih banyak teacher Diarahkan ke student centered centered Learning Output, lebih banyak Outcome, keseimbangan menekankan pada antara hardskills dan soft skills hardskills
MEMAHAMI LEBIH DALAM SK. MENDIKNAS NO.232/U/2000 DAN SK MENDIKNAS NO.045/U/2002 SK MENDIKNAS No. 232/U/2000 memang menyimpan suatu keraguan dan tanda tanya yang cukup besar. Meskipun telah dilakukan berbagai macam model dan jumlah sosialisasi KBK, baik melalui RAKERNAS, RAKERWIL maupun kesempatan akhir, namun hingga akhir batas waktu yang ditentukan untuk implementasi KBK di PT Indonesia yaitu tanggal 20 Desember 2002, ternyata belum satupun PT yang terpilih sebagai sampel dalam kajian yang dilakukan oleh Tim Kelompok Kerja Inventarisasi dan Evaluasi Implementasi KBK di PT tahun 2003 yang telah merekonstruksi dan mengimplementasikan KBK sesuai dengan harapan.
Masalah utama yang ditemui di lapangan dengan belum dilaksanakannya SK Mendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002 adalah berkaitan dengan masih beragamnya tingkat pemahaman dan penilaian arti penting oleh pimpinan PT, dosen dan mahasiswa, terhadap makna dan bagaimana menyusun KBK dengan benar. Oleh karena itu sangatlah wajar
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
jika
11
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
implementasi KBK di PT juga masih belum dapat dilaksanakan. Berdasarkan studi yang telah dilaksanakan di Tahun 2003, diperoleh data bahwa pemahaman terhadap KBK masih berbedabeda dan kesiapan untuk melakukan perubahan kurikulum di PT juga berbeda.
Untuk memahami KBK, selayaknya PT harus memahami baik SK 232/U/2000 maupun SK.045/U/2002, tidak dapat hanya mengambil salah satu dari SK tersebut saja. Kedua SK tersebut sebetulnya saling melengkapi, namun pada satu bagian SK tersebut mengandung makna yang berbeda, yaitu bahwa dalam SK Mendiknas No. 232/U/2000 disebutkan bahwa kurikulum terdiri atas Kurikulum Inti dan kurikulum Institusional yang terdiri atas kelompok-kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan (MKK), Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB), Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), serta Mata Kuliah Berkehidupan Bersama (MBB). Namun, pada SK Mendiknas No. 045/U/2002, pengelompokkan mata kuliah tersebut diluruskan pemahamannya agar lebih luas dan positif melalui pengelompokkan berdasarkan elemen kompetensinya, yaitu (a) landasan kepribadian, (b) penguasaan ilmu dan keterampilan, (c) kemampuan berkarya, (d) sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai, (e) pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya. Dengan demikian, satu mata kuliah dapat membangun satu atau lebih dari satu kompetensi, demikian sebaliknya satu kompetensi dapat dibangun oleh satu atau lebih dari satu mata kuliah.
Adapun penjelajasan mengenai apakah itu kurikulum inti dan institusional dijelaskan secara mendalam di dalam SK Mendiknas No. 045/U/2002. Kurikulum inti menurut SK tersebut adalah kurikulum yang menjadi penciri dari program studi. Kurikulum inti terbangun atas kompetensi utama suatu lulusan. Kurikulum Inti merupakan penciri dari kompetensi utama, ditetapkan oleh kalangan perguruan tinggi bersama masyarakat profesi dan pengguna lulusan. Prosentase kurikulum inti yang dibangun atas kompetensi utama lulusan adalah sebesar
40% – 80% dari
keseluruhan kompetensi yang ada. Sementara itu kurikulum institusional terbangun atas kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya. Kompetensi pendukung adalah kompetensi lulusan yang masih berhubungan dengan program studi yang bersangkutan namun tidak wajib diberikan pada lulusannya. Kompetensi pendukung ini dapat bergerak antara 20% - 40% dari
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
12
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
keseluruhan kompetensi yang ada. Sementara itu kompetensi lainnya adalah jenis kompetensi lulusan yang berasal dari program studi lain, namun diambil untuk memperkaya lulusannya. Kompetensi lainnya bergerak antara 0%-30% dari kompetensi secara keseluruhan. Baik kompetensi pendukung maupun kompetensi lainnya sebagai penyusun kurikulum institusional, ditetapkan sendiri oleh Perguruan Tinggi yang bersangkutan, melalui program studi masingmasing.
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
13
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
3. LANGKAH ALTERNATIF PENYUSUNAN KBK
Cara yang lazim dilakukan dalam menyusun kurikulum, terutama kurikulum yang bermuatan isi adalah dengan melakukan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) dan Tracer Study serta Labor Market Signals. Kemudian setelah itu hasil kedua analisis tersebut digunakan untuk menentukan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan inilah yang kemudian segera dijabarkan dalam mata kuliah yang tersusun dalam tiap semester. Kemudian langkah selanjutnya adalah menjabarkan setiap mata kuliah ke dalam bahan ajar (silabus). Cara ini acapkali dilakukan setiap 5 tahun sekali oleh manajemen program studi. Berdasarkan pendapat para pengguna lulusan perguruan tinggi, ternyata tujuan pendidikan yang ditetapkan seperti uraian tersebut masih belum menjawab tantangan kebutuhan pasar kerja dan kehidupan bermasyarakat. Hal inilah yang membuat para pengembang kurikulum melakukan improvisasi dan menemukan cara lain untuk menggeser cara penyusunan kurikulum dari berbasis isi/logika keilmuan ke berbasis kompetensi. .
Pada penyusunan kurikulum berbasis kompetensi tujuan akhirnya adalah tercapainya kompetensi lulusan yang akhirnya sesuai atau mendekati kebutuhan kompetensi di pasar kerja. Alternatif penyusunan kurikulum berbasis kompetensi ini, bukan kemudian meninggalkan logika keilmuan program studi. Namun, lebih menekankan bahwa logika keilmuan bukan dijadikan sebagai suatu tujuan pendidikan. Alternatif penyusunan kurikulum berbasis kompetensi dimulai dari langkah: (1) penyusunan profil lulusan, yaitu peran dan fungsi yang dapat dijalankan oleh lulusan di pasar kerja, (2) penetapan kompetensi lulusan berdasarkan profil lulusan yang telah ada, (3) penentuan Bahan Kajian yang akan digunakan untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan, (4) penetapan kedalaman dan keluasan kajian (sks) yang dilakukan dengan menganalisis hubungan dari kompetensi dan kajian yang diperlukan, (5) pendistribusian kajian tersebut ke dalam Mata Kuliah, (6) penyusunan struktur kurikulum dengan cara mendistribusikan mata kuliah tersebut dalam semester,
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
14
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
(7) pengembangan Rancangan Pembelajaran termasuk proses asesmen dan penilaiannya (8) pengimplementasian ke dalam metode pembelajaran yang ada di kelas Gambar 1 menggambarkan uraian penyusunan kurikulum berbasis kompetensi secara skematis.
Analisis SWOT Kemampuan PS (Scientific vision)
Tracer Study Need Assessment (Market signal) Tujuan Pendidikan (Kompetensi)
(1)
Profil Lulusan
(2)
Kompetensi Lulusan
(3)
Bahan kajian
Kedalaman dan Keluasan kajian (sks) Distribusi kedalam MK Rancangan Pembelajaran Metode pembelajaran
Mata kuliah (sks) Bahan Ajar (sillabus)
(4) (5) (7)
(6)
Menyusun struktur kurikulum (distribusi kedalam Semester)
(8) Yang biasa dilakukan KBK yang diusulkan
Diagram 1. Alur Penyusunan kurikulum berbasisi isi dan kompetensi
Dalam rangka memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap skema pada Gambar 1, penjelasan istilah sangat diperlukan terutama tentang makna profil, komeptensi dan bahan kajian. Profil adalah peran yang dapat dilakukan oleh lulusan program studi setelah memasuki pasar kerja dan atau di masyarakat. Profil ini merupakan outcome pendidikan yang akan dituju. Dengan menetapkan profil, perguruan tinggi dapat memberikan jaminan pada calon mahasiswanya tentang apa yang diperoleh setelah melakukan semua proses pembelajaran di program studinya. Dengan demikian profil dapat menjadi tolok ukur keberhasilan dari suatu proses pembelajaran dalam mencoba melakukan proses penjaminan mutu akademik. Untuk menetapkan profil lulusan, dapat dimulai dengan menjawab pertanyaan: “Setelah lulus nanti, akan jadi apa sajakah lulusan program studi saya?” Beberapa contoh profil yang dapat diacu adalah sebagaimana yang tertera di dalam Tabel 2. di bawah ini.
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
15
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
Tabel 2. Beberapa contoh Profil Lulusan NO 1
PROGRAM STUDI Agroteknologi
2
Seni
3
Keperawatan
4
Arsitek
5
Psikologi
CONTOH PROFIL (1) Pelaku bisnis pertanian (2) Pengusaha di bidang pertanian (3) Peneliti (4) Pendidik (1) Pencipta seni (2) Pengkaji seni (3) Pengelola seni (4) Pendidik seni (1) Care provider (2) Konsultan kesehatan (3) Community leader (4) Pendidik (1) Arsitek Profesional (2) Konstruksi/Pembangunan (3) Peneliti/pengamat (1) Pengelola SDM (2) Konsultan advertising (3) Konsultan pendidikan (4) Pengelola Training (5) Pendidik
Setelah menetapkan profil lulusan sebagai outcome pembelajaran program studi kita, maka langkah selanjutnya adalah menentukan kompetensi apa saja yang harus dimiliki oleh lulusan program studi sebagai output pembelajarannya. Untuk menetapkan kompetensi lulusan, dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan: “Untuk menjadi profil ……. lulusan harus mampu melakukan apa saja?” Pertanyaan ini diulang untuk setiap profil, sehingga diperoleh daftar kompetensi lulusan dengan lengkap. Setelah selesai, baru kemudian setiap kompetensi tersebut dikelompokkan ke dalam kompetensi utama; pendukung dan lainnya sesuai dengan ketentuan dalam SK Mendiknas No.045/U/2002. Untuk dapat lebih jelas dapat digunakan Matriks Profil dan Kompetensi lulusan yang ada pada Tabel 3..
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
16
2009
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI] Tabel 3. Matrik antara Profil dan Kompetensi Lulusan FORMAT KERANGKA KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
PROFIL (PERAN)
KOMPETENSI YANG SEHARUSNYA DIMILIKI KOMPETENSI UTAMA
KOMPETENSI PENDUKUNG
KOMPETENSI LAINNYA
1
2
3
4
Setelah semua kompetensi lulusan terisi, langkah selanjutnya adalah menjalankan amanah SK Mendiknas No.045/U/2002 yang mewajibkan setiap program studi penyelenggara pendidikan untuk menjamin kurikulumnya mengandung 5 elemen kompetensi. Kelima elemen kompetensi tersebut adalah: (a) landasan kepribadian (b) penguasaan ilmu dan keterampilan (c) kemampuan berkarya (d) sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai (e) pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya. Setiap kompetensi kemudian harus dianalisis mengandung salah satu atau lebih dari bagian elemen kompetensi tersebut di atas. Untuk menganalisis kandungan elemen kompetensi yang ada dilakukan dengan cara mengecek kemungkinan strategi pembelajaran kompetensi yang telah
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
17
2009
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
ditetapkan. Jika kompetensi bermuatan soft skills, boleh jadi tidak diajarkan sebagai topik bahasan, namun diselipkan dalam bentuk hidden curriculum. Untuk ini, kompetensi tersebut mengandung elemen (a) landasan kepribadian. Jika kompetensi tersebut akan diajarkan dalam bentuk topik bahasan dalam mata kuliah, maka mengandung elemen (b) penguasaan ilmu dan ketrampilan. Jika kompetensi tersebut harus ditempuh dengan praktek kerja tertentu, maka kompetensi tersebut mengandung elemen (c) kemampuan berkarya. Bilamana pembelajarannya diberikan dalam bentuk praktek kerja dengan tujuan agar mahasiswa mempu meningkatkan , sikap dan perilaku, maka kompetensi tersebut mengandung elemen (d) sikap dan perilaku dalam berkarya. Terakhir, manakala pembelajarannya diberikan dalam bentuk praktek kerja di masyarakat, maka kompetensi tersebut mengandung elemen (e) pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat. Agar dapat lebih mudah, dalam menganalisis elemen kompetensi ini dapat digunakan matriks yang ada pada Tabel 4.
Tabel. 4. Matriks antara Rumusan Kompetensi dengan Elemen Kompetensi dalam SK Mendiknas No. 045/U/2002 KAITAN KOMPETENSI DENGAN ELEMEN KOMPETENSINYA PROGRAM STUDI : ………… …………………………………………………… ………… ………. KELOMPOK KOMPETEN SI
RUMUSAN KOMPETENSI 1
ELEMEN KOMPETENSI a
b
V
V
c
d
e
2 3 4 5 U TAMA 6 7 8 9 10 11 PENDU KU NG
12 13 14
LAIN NYA 15
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
18
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
Setelah menganalisis elemen kompetensi maka langkah selanjutnya adalah menentukan bahan kajian yang akan digunakan untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan sebelumnya. Bahan kajian adalah suatu bangunan ilmu, teknologi ataupun seni yang menunjukkan ciri dari cabang ilmu tertentu, atau dengan kata lain menunjukkan bidang kajian suatu program studi. Bahan kajian dapat pula merupakan pengetahuan/bidang kajian yang akan dikembangkan untuk mencapai kompetensi lulusan. Pilihan bahan kajian ini sangat dipengaruhi oleh visi keilmuan program studi yang bersangkutan, yang biasanya dapat diambil dari program pengembangan program studi (misalnya diambil dari pohon keilmuan program studi). Bahan kajian bukan merupakan mata kuliah. Contoh bahan kajian yang sering ditemui misalnya pada bidang agroteknologi adalah (1) Ilmu Tanaman; (2) Media Tanam; (3) Teknologi Tanaman; (4) Lingkungan dll. Contoh lain adalah pada program studi psikologi (1) Psikologi dasar (Umum dan Eksperimen); (2) Psikologi Perkembangan; (3) kajian Psikodiagnostik dan Psikometri; (4) Kajian Sosial; dll.
Setelah diperoleh bahan kajian, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan kedalaman dan keluasan kajian dalam mata kuliah dan sks. Penetapan kedalaman dan keluasan mata kuliah dan sks ini dapat diperoleh dari menganalisis hubungan antara kompetensi dengan bahan kajian. Langkah awal adalah menentukan kajian yang diperlukan untuk mencapai kompetensi lulusan yang telah ditetapkan sebelumnya. Matriks rumusan kompetensi dan bahan kajian digunakan sebagai alat bantu agar keterkaitan antara kompetensi dengan bahan kajian menjadi lebih jelas. Di sisi lain dengan menggunakan matriks ini dapat diketahui asal munculnya mata kuliah dengan sksnya. Dengan demikian penentuan mata kuliah dijamin ada alasannya yang tepat danakurat. Bagan yang dapat digunakan untuk mempermudah proses penentuan mata kuliah dan sks dapat dilakukan dengan menggunakan Tabel 5.
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
19
2009
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
Tabel 5. Matriks Kaitan Bahan Kajian dan Kompetensi Lulusan KAITAN RUMUSAN KOMPETENSI DENGAN BAHAN KAJIAN (YANG MENJADI KERANGKA KURIKULUM) BAHAN KAJIAN RUMUSAN KOMPETENSI
Inti keilmuan program studi A
1
B
C
D
penduku ng pelengk
IPTEK S
Yang dikemb
Unt uk ms dpn
E
H
J
L
IPTEK S
F
G
I
K
M
Ciri PT
N
Kompetensi Utama
2 3 4 5 6
Kompetensi Pendukung
7 8 9
Kompetensi l ainn ya
10
Setelah semua selesai dianalisis, maka langkah kedua adalah dengan memilih dari setiap hubungan tersebut, mana yang dapat disajikan dalam satu mata kuliah. Hal ini dapat ditempuh dengan menganalisis keterdekatan bahan kajian serta pertimbangan strategi ataupun pendekatan pembelajarannya. Tabel 6 memperlihatkan contoh penetapan mata kuliah berdasarkan kompetensi dan bahan kajian.
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
20
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
Tabel 6. Contoh Penetapan Mata Kuliah berdasarkan Matriks Hubungan antara kompetensi lulusan dengan bahan kajian MATRIKS HUBUNGAN ANTARA BAHAN KAJIAN DAN KOMPETENSI DALAM BENTUK MATAKULIAH KOMPETENSI
BAHAN KAJIAN 1
2
3
…
MK1
A
MK2
MK3
B C
MK4
D E F G
MK6
MK5
H I J K L
N
MK7
M
MK1 & MK2 beda jenis bahan kajian dalam satu kompetensi MK3 tiga bahan kajian berkaitan dengan satu kompetensi MK5 satu bahan kajian untuk mencapai banyak kompetensi MATA KULIAH ADALAH BUNGKUS DARI BAHAN KAJIAN
Langkah ketiga setelah ditetapkan mata kuliah berdasarkan hubungan antara kompetensi lulusan dengan bahan kajian adalah menetapkan kedalaman dan keluasan mata kuliah tersebut berdasarkan sks-nya. Banyak program studi/dosen yang tidak memahami rumusan penetapan sks. Sebagian dari program studi tersebut hanya menerima sks dari tahun ke tahun tanpa memahami cara menetapkannya. Sesungguhnya terdapat beberapa prinsip yang harus diikuti dalam menghitung sks mata kuliah. Prinsip tersebut adalah sebagai berikut: (1) dianalisis tingkat penguasaan kompetensi yang ingin dicapai; (2) dianalisis waktu yang digunakan untuk mencapai kompetensi tersebut; (3) mempertimbangkan sistem pembelajaran yang akan diterapkan untuk mencapai kompetensi tersebut; dan (4) terbanding terhadap keseluruhan beban studi di setiap semester untuk menunjukkan perannya dalam pencapaian kompetensi mata kuliah.
Setelah diperoleh angka sks pada tiap mata kuliah, maka langkah selanjutnya adalah menyusun mata kuliah tersebut di dalam semester. Penyajian mata kuliah dalam semester ini kemudian dikenal dengan nama struktur kurikulum. Secara teoritis terdapat dua macam pendekatan struktur kurikulum, yaitu (1) pendekatan serial; dan (2) pendekatan paralel. Pendekatan serial adalah pendekatan yang menyusun mata kuliah berdasarkan logika keilmuannya. Pada pendekatan serial
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
21
2009
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
ini, mata kuliah disusun berdasarkan logika keilmuannya, dari yang paling dasar di tahun pertama, sampai yang lebih spesifik dan tingkat lanjut di tahun akhir. Setiap mata kuliah saling berhubungan, dengan ditunjukkan dari adanya mata kuliah pre-requisite (prasyarat). Mata kuliah yang tersaji di semester awal akan menjadi syarat bagi mata kuliah di atasnya. Permasalah yang sering muncul adalah siapa yang harus membuat hubungan antar mata kuliah antar semester? Apakah mahasiswa ataukah dosen? Jika mahasiswa, mereka belum memahami keseluruhan kompetensi yang akan dicapai. Jika dosen, maka antara mata kuliah satu dengan yang lain diampu oleh dosen yang berbeda. Kelemahan inilah yang menyebabkan lulusan dengan model struktur serial ini kurang memiliki kompetensi yang terintegrasi. Gambar 2. di bawah ini menyajikan contoh kurikulum serial.
Gambar 2. Contoh Struktur Kurikulum Serial C3
P
C2
D
C1
MK A
MK B
BERDASAR STRUKTUR KEILMUAN
Untuk mencapai kompetensi pada pendekatan KBK, maka diajukan struktur kurikulum paralel. Struktur kurikulum paralel menyajikan mata kuliah pada setiap semester/tahun sesuai dengan tujuan kompetensi yang utuh dan tuntas. Struktur paralel ini secara ekstrim sering dijumpai dalam model BLOK di program studi kedokteran. Model Blok adalah struktur kurikulum paralel
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
22
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
yang meninggalkan waktu pembelajaran semester. Pada model Blok, waktu pembelajaran diatur bukan berdasarkan semesteran, namun berdasarkan ketercapaian kompetensi pada kurikulum yang ada, sehingga sering pula disebut sebagai model MODULAR, karena terdiri dari beberapa modul.
Namun demikian, struktur paralel ini tidak harus ditempuh dengan model Blok, namun dapat disesuaikan dengan sistem semester. Proses pengembanganan struktur kurikulum dapat dilakukan dengan cara mengelompokkan setiap mata kuliah berdasarkan kompetensi yang sejenis. Dengan demikian setiap semester akan mengarah pada pencapaian kompetensi yang serupa dan tuntas pada semester tersebut, tanpa harus menjadi syarat bagi mata kuliah di semester berikutnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Contoh Struktur Kurikulum Paralel
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
23
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
Perlu diingat bahwa kurikulum bukan hanya sekedar dokumen saja, namun pada hakekatnya kurikulum adalah kegiatan nyata, sebagaimana diungkapkan dalam SK Mendiknas No. 232/U/2000 adalah: ”Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi.” Oleh karenanya, kurikulum tidak hanya sekedar dilihat dari dokumen dan struktur kurikulumnya saja, namun perlu diikuti dengan perubahan perilaku dan pola pikir dari peserta serta pelaku pembelajarannya, agar learning outcome yang ditetapkan dapat benar-benar tercapai.
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
24
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
4. IMPLEMENTASI KBK DALAM PEMBELAJARAN
Kehidupan di abad XXI menghendaki dilakukannya perubahan pendidikan tinggi yang bersifat mendasar. Bentuk perubahan-perubahan tersebut adalah: (i) perubahan dari pandangan kehidupan masyarakat lokal ke masyarakat dunia (global), (ii) perubahan dari kohesi sosial menjadi partisipasi demokratis (utamanya dalam pendidikan dan praktek berkewarganegaraan), dan (iii) perubahan dari pertumbuhan ekonomik ke perkembangan kemanusiaan. UNESCO (1998) menjelaskan bahwa untuk melaksanakan empat perubahan besar di pendidikan tinggi tersebut, dipakai dua basis landasan, berupa: Empat pilar pendidikan: (i) learning to know, (ii) learning to do yang bermakna pada penguasaan kompetensi dari pada penguasaan ketrampilan menurut klasifikasi ISCE (International Standard Classification of Education) dan ISCO (International Standard Classification of Occupation), dematerialisasi pekerjaan dan kemampuan berperan untuk menanggapi bangkitnya sektor layanan jasa, dan bekerja di kegiatan ekonomi informal, (iii) learning to live together (with others), dan (iv) learning to be, serta; belajar sepanjang hayat (learning throughout life).
Empat pilar pendidikan tersebut sebenarnya merupakan satu kesatuan utuh. Pengelompokan pilar hanya mencirikan pengutamaan substansi materi dan proses pembelajaran. Hal ini berarti bahwa kompetensi sebagai ciri utama dari penguasaan learning to do dari suatu materi pembelajaran tidak dapat dipisahkan dengan elemen kompetensi yang terkandung dalam learning to know, learning to live together, dan learning to be dari materi yang bersangkutan atau materi-materi pembelajaran lainnya. Oleh karenanya, pemisahan antara materi pembelajaran atas hard skill dan soft skill dalam satu kurikulum tidak berlaku lagi. Makna arti hard skill dan soft skill diakomodasi dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan dimensi proses kognitif, yaitu: (i) mengingat/menghafalkan, (ii) memahami, (iii) menerapkan, (iv) menganalisa, (v) mengevaluasi, dan (vi) mengkreasi; dari setiap dimensi pengetahuan yang berjenjang, mulai dari dimensi faktual, dimensi konsepsual, dimensi prosedural, dan dimensi pengetahuan metakognitif.
Perubahan-perubahan mendasar pendidikan tinggi yang berlangsung di abad XXI, akan meletakkan kedudukan pendidikan tinggi sebagai: (i) lembaga pembelajaran dan sumber
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
25
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
pengetahuan, (ii) pelaku, sarana dan wahana interaksi antara pendidikan tinggi dengan perubahan pasaran kerja, (iii) lembaga pendidikan tinggi sebagai tempat pengembangan budaya dan pembelajaran terbuka untuk masyarakat, dan (iv) pelaku, sarana dan wahana kerjasama internasional. Perubahan-perubahan mendasar pendidikan tinggi yang mendunia tersebut, ternyata sejalan dengan kebijakan strategi pengembangan pendidikan tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang dituangkan dalam bentuk: (i) Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang (KPPT-JP) III, 19952005, yang dilanjutkan dengan (ii) Strategi Pendidikan Tinggi Jangka Panjang (SPT-JP atau HELTS), 2003-2010.
Kondisi Pembelajaran PT di Indonesia saat ini Materi pembelajaran pendidikan tinggi di Indonesia saat sekarang umumnya disusun tidak mengikuti taksonomi dimensi pengetahuan yang akan dicapai dan dimensi proses kognitif urutan serta cara penyampaiannya. Oleh karenanya, proses pembelajaran yang banyak dipraktekkan sekarang ini sebagian besar berbentuk penyampaian secara tatap muka (lecturing), atau penyampaian secara searah (dari dosen kepada mahasiswa). Pada saat mengikuti kuliah atau mendengarkan ceramah, mahasiswa akan kesulitan untuk mengikuti atau menangkap makna esensi materi pembelajaran, sehingga kegiatannya sebatas membuat catatan yang kebenarannya diragukan. Disamping itu ada kecenderungan lain yaitu mahasiswa saat ini kurang mampu menyimak. Hal ini terjadi sebagai akibat dari ketergantungan pada bahan tayang dan fotocopy bahan tayang dari dosen. Mahasiswa kurang terbiasa dengan mencatat dengan menggunakan model “mind mapping” atau model “taking notes: lainnya. Mereka merasa tentram karena bahan tayang dalam bentuk power point dapat diperoleh dari dosennya. Kebiasaan semacam ini perlu diubah, karena mahasiswa menjadi pasif. Pola proses pembelajaran dosen aktif dengan mahasiswa pasif ini efektifitasnya rendah, dan tidak dapat menumbuhkembangkan proses partisipasi aktif dalam pembelajaran. Keadaan ini terjadi sebagai akibat elemen-elemen terbentuknya proses partisipasi yang berupa, (i) dorongan untuk memperoleh harapan (effort), (ii) kemampuan mengikuti proses pembelajaran, dan (iii) peluang untuk mengungkapkan materi pembelajaran yang diperolehnya di dunia nyata/masyarakat tidak ada atau sangat terbatas. Intensitas pembelajaran mahasiswa umumnya meningkat (tetapi tetap tidak efektif), terjadi pada
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
26
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
saat-saat akhir mendekati ujian. Itupun terlihat dari rajinnya mereka mengumpulkan bahan untuk ujian. Akibatnya mutu materi dan proses pembelajaran sangat sulit untuk diases. Dosen menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan menjadi satu-satunya sumber ilmu. Perbaikan pola pembelajaran ini telah banyak dilakukan dengan kombinasi lecturing, tanyajawab, dan pemberian tugas, yang kesemuanya dilakukan berdasarkan ”pengalaman mengajar” dosen yang bersangkutan dan bersifat trial-error. Luaran proses pembelajaran tetap tidak dapat diases, serta memerlukan waktu lama pelaksanaan perbaikannya. Pola pembelajaran di perguruan tinggi yang berlangsung saat sekarang perlu dikaji untuk dapat dipetakan pola keragaman penyimpangan, besarnya penyimpangan dan persentase dari masing-masing kelompok pola, terhadap baku proses pembelajaran yang benar. Sementara itu di NUS Singapura, melalui Center for Development of Teaching and Learning (http://www.cdtl.nus. edu.sg) telah disosialisasikan praktek pembelajaran dengan pendekatan penyelesaian problem secara kreatif. Mahasiswa dihadapkan pada masalah nyata di bidang sains dan diberi tugas untuk menyelesaikannya sebagai suatu cara pembelajaran. Dosen diharapkan dapat menerima kesalahan dalam proses pembelajaran sebagai hal yang wajar dan memotivasi untuk memperbaiki secara terus menerus. Jadi proses pembelajaran yang diterapkan benar-benar menyatu dengan materi pembelajaran yang diformat sesuai dengan dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif secara benar menurut empat pilar pembelajaran. Oleh karenanya perlu dilakukan perubahan di Indonesia di dalam proses dan materi pembelajaran dari KBK di perguruan tinggi tidak lagi berbentuk Teacher-Centered Content-Oriented (TCCO), tetapi diganti dengan menggunakan prinsip Student-Centered Learning (SCL) yang diramu untuk dapat diterapkan, serasi dengan keadaan PT di Indonesia.
Perubahan dari TCL (TCCO) ke arah SCL Pola pembelajaran yang terpusat pada dosen seperti yang dipraktekkan pada saat ini sudah tidak memadai untuk mencapai tujuan pendidikan berbasis kompetensi. Berbagai alasan yang dapat dikemukakan antara lain adalah: (i) perkembangan IPTEK dan Seni yang sangat pesat dengan berbagai kemudahan untuk mengaksesnya merupakan materi pembelajaran yang sulit dapat dipenuhi oleh seorang dosen, (ii) perubahan kompetensi kekaryaan yang berlangsung sangat
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
27
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
cepat memerlukan materi dan proses pembelajaran yang lebih fleksibel, (iii) kebutuhan untuk mengakomodasi demokratisasi partisipatif dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi. Oleh karena itu pembelajaran ke depan didorong menjadi berpusat pada mahasiswa (SCL) dengan memfokuskan pada tercapainya kompetensi yang diharapkan. Hal ini berarti mahasiswa harus didorong untuk memiliki motivasi dalam diri mereka sendiri, kemudian berupaya keras mencapai kompetensi yang diinginkan. Perbedaan antara metode pembelajaran berbasis Teacher Centered dan Student Centered Learning antara lain adalah sebagai berikut: Tabel 7. Rangkuman Perbedaan TCL dan SCL TEACHER CENTERED LEARNING a
Pengetahuan ditransfer dari dosen ke mahasiswa
b
Mahasiswa menerima pengetahuan secara pasif Lebih menekankan pada penguasaan materi
c
d e f g
h i j
Biasanya memanfaatkan media tunggal Fungsi dosen atau pengajar sebagai pemberi informasi utama dan evaluator Proses pembelajaran dan penilaian dilakukan secara terpisah Menekankan pada jawaban yang benar saja
Sesuai untuk mengembangkan ilmu dalam satu disiplin saja Iklim belajar lebih individualis dan kompetitif Hanya mahasiswa yang dianggap melakukan proses pembelajaran
k
Perkuliahan merupakan bagian terbesar dalam proses pembelajaran
l
Penekanan pada tuntasnya materi pembelajaran Penekanan pada bagaimana cara dosen melakukan pembelajaran
m
STUDENT CENTERED LEARNING Mahasiswa secara aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya Mahasiswa secara aktif terlibat di dalam mengelola pengetahuan Tidak hanya menekankan pada penguasaan materi tetapi juga dalam mengembangkan karakter mahasiswa (life-long learning) Memanfaatkan banyak media (multimedia) Fungsi dosen sebagai fasilitator dan evaluasi dilakukan bersama dengan mahasiswa. Proses pembelajaran dan penilaian dilakukan saling berkesinambungan dan terintegrasi Penekanan pada proses pengembangan pengetahuan. Kesalahan dinilai dapat menjadi salah satu sumber belajar. Sesuai untuk pengembangan ilmu dengan cara pendekatan interdisipliner Iklim yang dikembangkan lebih bersifat kolaboratif, suportif dan kooperatif Mahasiswa dan dosen belajar bersama di dalam mengembangkan pengetahuan, konsep dan keterampilan. Mahasiswa dapat belajar tidak hanya dari perkuliahan saja tetapi dapat menggunakan berbagai cara dan kegiatan Penekanan pada pencapaian kompetensi peserta didik dan bukan tuntasnya materi. Penekanan pada bagaimana cara mahasiswa dapat belajar dengan menggunakan berbagai bahan pelajaran, metode interdisipliner, penekanan pada problem based learning dan skill competency.
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
28
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
Beberapa prinsip yang harus ada dalam pembelajaran SCL adalah 3 paradigma utama, yaitu: (1) Memandang pengetahuan sebagai satu hal yang belum lengkap atau jadi; (2) Memandang proses belajar adalah sebagai proses untuk merekonstruksi dan mencari pengetahuan yang akan dipelajari; serta (c). Memandang proses pembelajaran bukan sebagai proses pengajaran (instruksional) yang dapat dilakukan secara klasikal, dan bukan merupakan suatu proses untuk menjalankan sebuah instruksi yang telah dirancang. Proses pembelajaran adalah proses dimana dosen menyediakan berbagai macam strategi sesuai dengan sifat pembelajar dan materi ajar secara unik. Oleh karenanya, pembelajaran pasif sebagaimana yang ada pada gambar 4. di bawah ini tidak akan pernah terjadi.
Belajar = menerima pengetahuan ? SISWA PASIF RESEPTIF SERING DINAMAKAN PENGAJARAN Teacher Centered Learning
Gambar 5. Ilustrasi Pembelajaran Pasif berbasis TCL
Selain itu, pola pikir lain yang perlu diubah adalah pada sistem pembelajaran TCL, proses pembelajaran dan penilaian tidak terjadi secara bersamaan. Dosen melaksanakan perkuliahan selama 14-16 minggu, kemudian melakukan penilaian pada saat Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir Semester. Nilai mahasiswa, baru dapat ditengarai setelah ujian tengah semester selesai dilaksanakan, dimana pada saat itu proses pembelajaran telah berakhir. Permasalahan
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
29
2009
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
yang mungkin timbul dari proses ini adalah, dosen sudah tidak memiliki waktu untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukan mahasiswa. Untuk lebih jelasnya, proses ini dapat dipahami melalui gambar.6 di bawah ini.
PELAKSANAAN
Bahan ajar
Dosen PROSES BELAJAR
GBPP SAP
PENGEMBANGAN
Mhs
HASIL BELAJAR Sarana dan Media
REKONSTRUKSI MATA KULIAH
KURIKULUM
PERENCANAAN
METODE DAN MODEL PEMBELAJARAN
EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
Gambar. 6. Ilustrasi Sistem Pembelajaran berbasis TCL
Di dalam sistem pembelajaran yang berdasarkan SCL, alur prosesnya perlu dilakukan beberapa perubahan. Perubahan yang harus dilakukan adalah pada pelaksanaannya, pembelajaran dan penilaian terjadi bersama. Proses belajar yang dilakukan mahasiswa dengan prinsip konstruksional menuntut mahasiswa untuk dapat unjuk kompetensi/kinerja di setiap pertemuan. Untuk itu diperlukan tugas dan penilaian yang telah dirancangkan agar mahasiswa dapat mengkonstruksi pengetahuan dan kompetensi yang akan dicapai.
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
30
2009
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
(PLAN)
(DO)
PENGEMBANGAN (ACT)
Dosen RENC. PEMB.
PROSES DAN HASIL BELAJAR sumber Mhs belajar
Action Research
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN
PELAKSANAAN
KURIKULUM
PERENCANAAN
METODE DAN MODEL PEMBELAJARAN SCL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN (CHECK)
Gambar.7. Ilustrasi sistem pembelajaran berbasis SCL
Peran Dosen dalam Pembelajaran SCL Di dalam proses pembelajaran SCL, dosen masih memiliki peran yang penting dalam pelaksanaan SCL, yaitu: a. Bertindak sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran b. Mengkaji kompetensi matakuliah yang perlu dikuasai mahasiswa di akhir pembelajaran c. Merancang strategi dan lingkungan pembelajaran yang dapat menyediakan beragam pengalaman belajar yang diperlukan mahasiswa dalam rangka mencapai kompetensi yang dituntut matakuliah. d. Membantu mahasiswa mengakses informasi, menata dan memprosesnya untuk dimanfaatkan dalam memecahkan permasalahan hidup sehari-hari. e. Mengidentifikasi dan menentukan pola penilaian hasil belajar mahasiswa yang relevan dengan kompetensi yang akan diukur.
Sementara itu, peran yang harus dilakukan mahasiswa dalam pembelajaran SCL adalah:
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
31
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
a. Mengkaji kompetensi matakuliah yang dipaparkan dosen b. Mengkaji strategi pembelajaran yang ditawarkan dosen c. Membuat rencana pembelajaran untuk matakuliah yang diikutinya d. Belajar secara aktif (dengan cara mendengar, membaca, menulis, diskusi, dan terlibat dalam pemecahan masalah serta lebih penting lagi terlibat dalam kegiatan berfikir tingkat tinggi, seperti analisis, sintesis dan evaluasi), baik secara individu maupun berkelompok.
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
32
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
5. MODEL-MODEL PEMBELAJARAN DALAM KBK Terdapat beragam metode pembelajaran untuk SCL, di antaranya adalah: (1) Small Group Discussion; (2) Role-Play & Simulation; (3) Case Study; (4) Discovery Learning (DL); (5) SelfDirected Learning (SDL); (6) Cooperative Learning (CL); (7) Collaborative Learning (CbL); (8)Contextual Instruction (CI); (9) Project Based Learning (PjBL); dan (10) Problem Based Learning and Inquiry (PBL). Selain kesepuluh model tersebut, masih banyak model pembelajaran lain yang belum dapat disebutkan satu persatu, bahkan setiap pendidik/dosen dapat pula mengembangkan model pembelajarannya sendiri. Berikut akan disampaikan satu persatu kesepuluh model pembelajaran yang telah disampaikan di atas. Small Group Discussion Diskusi adalah salah satu elemen belajar secara aktif dan merupakan bagian dari banyak model pembelajaran SCL yang lain, seperti CL, CbL, PBL, dan lain-lain. Mahasiswa peserta kuliah diminta membuat kelompok kecil (5 sampai 10 orang) untuk mendiskusikan bahan yang diberikan oleh dosen atau bahan yang diperoleh sendiri oleh anggota kelompok tersebut. Dengan aktivitas kelompok kecil, mahasiswa akan belajar: (a) Menjadi pendengar yang baik; (b) Bekerjasama untuk tugas bersama; (c) Memberikan dan menerima umpan balik yang konstruktif; (d) Menghormati perbedaan pendapat; (e) Mendukung pendapat dengan bukti; dan (f) Menghargai sudut pandang yang bervariasi (gender, budaya, dan lain-lain). Adapun aktivitas diskusi kelompok kecil dapat berupa: (a) Membangkitkan ide; (b) Menyimpulkan poin penting; (c) Mengases tingkat skill dan pengetahuan; (d) Mengkaji kembali topik di kelas sebelumnya; (e) Menelaah latihan, quiz, tugas menulis; (f) Memproses outcome pembelajaran pada akhir kelas; (g) Memberi komentar tentang jalannya kelas; (h) Membandingkan teori, isu, dan interpretasi; (i) Menyelesaikan masalah; dan (j) Brainstroming.
Simulasi/Demonstrasi
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
33
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
Simulasi adalah model yang membawa situasi yang mirip dengan sesungguhnya ke dalam kelas. Misalnya untuk mata kuliah aplikasi instrumentasi, mahasiswa diminta membuat perusahaan fiktif yang bergerak di bidang aplikasi instrumentasi, kemudian perusahaan tersebut diminta melakukan hal yang sebagaimana dilakukan oleh perusahaan sesungguhnya dalam memberikan jasa kepada kliennya, misalnya melakukan proses bidding, dan sebagainya. Simulasi dapat berbentuk: (a) Permainan peran (role playing). Dalam contoh di atas, setiap mahasiswa dapat diberi peran masing-masing, misalnya sebagai direktur, engineer, bagian pemasaran dan lainlain; (b) Simulation exercices and simulation games; dan (c) Model komputer. Simulasi dapat mengubah cara pandang (mindset) mahasiswa, dengan jalan: (a) Mempraktekkan kemampuan umum (misal komunikasi verbal & nonverbal); (b) Mempraktekkan kemampuan khusus; (c) Mempraktekkan kemampuan tim; (d) Mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah (problem-solving);(e) Menggunakan kemampuan sintesis; dan (f) Mengembangkan kemampuan empati.
Discovery Learning (DL) DL adalah metode belajar yang difokuskan pada pemanfaatan informasi yang tersedia, baik yang diberikan dosen maupun yang dicari sendiri oleh mahasiswa, untuk membangun pengetahuan dengan cara belajar mandiri.
Self-Directed Learning (SDL) SDL adalah proses belajar yang dilakukan atas inisiatif individu mahasiswa sendiri. Dalam hal ini, perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap pengalaman belajar yang telah dijalani, dilakukan semuanya oleh individu yang bersangkutan. Sementara dosen hanya bertindak sebagai fasilitator, yang memberi arahan, bimbingan, dan konfirmasi terhadap kemajuan belajar yang telah dilakukan individu mahasiswa tersebut. Metode belajar ini bermanfaat untuk menyadarkan dan memberdayakan mahasiswa, bahwa belajar adalah tanggungjawab mereka sendiri. Dengan kata lain, individu mahasiswa didorong untuk bertanggungjawab terhadap semua fikiran dan tindakan yang dilakukannya. Metode pembelajaran SDL dapat diterapkan apabila asumsi berikut sudah terpenuhi.
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
34
2009
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
Sebagai orang dewasa, kemampuan mahasiswa semestinya bergeser dari orang yang tergantung pada orang lain menjadi individu yang mampu belajar mandiri. Prinsip yang digunakan di dalam SDL adalah: (a) Pengalaman merupakan sumber belajar yang sangat bermanfaat; (b) Kesiapan belajar merupakan tahap awal menjadi pembelajar mandiri; dan (c) Orang dewasa lebih tertarik belajar dari permasalahan daripada dari isi matakuliah Pengakuan, penghargaan, dan dukungan terhadap proses belajar orang dewasa perlu diciptakan dalam lingkungan belajar. Dalam hal ini, dosen dan mahasiswa harus memiliki semangat yang saling melengkapi dalam melakukan pencarian pengetahuan.
Cooperative Learning (CL) CL adalah metode belajar berkelompok yang dirancang oleh dosen untuk memecahkan suatu masalah/kasus atau mengerjakan suatu tugas. Kelompok ini
terdiri atas beberapa orang
mahasiswa, yang memiliki kemampuan akademik yang beragam. Metode ini sangat terstruktur, karena pembentukan kelompok, materi yang dibahas, langkahlangkah diskusi serta produk akhir yang harus dihasilkan, semuanya ditentukan dan dikontrol oleh dosen. Mahasiswa dalam hal ini hanya mengikuti prosedur diskusi yang dirancang oleh dosen. Pada dasarnya CL seperti ini merupakan perpaduan antara teacher-centered dan studentcentered learning. CL bermanfaat untuk membantu menumbuhkan dan mengasah: (a) kebiasaan belajar aktif pada diri mahasiswa; (b) rasa tanggungjawab individu dan kelompok mahasiswa; (c) kemampuan dan keterampilan bekerjasama antar mahasiswa; dan (d) keterampilan sosial mahasiswa.
Collaborative Learning (CbL) CbL adalah metode belajar yang menitikberatkan pada kerjasama antar mahasiswa yang didasarkan pada konsensus yang dibangun sendiri oleh anggota kelompok. Masalah/tugas/kasus memang berasal dari dosen dan bersifat open ended, tetapi pembentukan kelompok yang didasarkan pada minat, prosedur kerja kelompok, penentuan waktu dan tempat diskusi/kerja kelompok, sampai dengan bagaimana hasil diskusi/kerja kelompok ingin dinilai oleh dosen, semuanya ditentukan melalui konsensus bersama antar anggota kelompok. Contextual Instruction (CI)
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
35
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
CI adalah konsep belajar yang membantu dosen mengaitkan isi matakuliah dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari dan memotivasi mahasiswa untuk membuat keterhubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota masyarakat, pelaku kerja profesional atau manajerial, entrepreneur, maupun investor.
Sebagai contoh, apabila kompetensi yang dituntut matakuliah adalah mahasiswa dapat menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses transaksi jual beli, maka dalam pembelajarannya, selain konsep transaksi ini dibahas dalam kelas, juga diberikan contoh, dan mendiskusikannya. Mahasiswa juga diberi tugas dan kesempatan untuk terjun langsung di pusatpusat perdagangan untuk mengamati secara langsung proses transaksi jual beli tersebut, atau bahkan terlibat langsung sebagai salah satu pelakunya, sebagai pembeli, misalnya. Pada saat itu, mahasiswa dapat melakukan pengamatan langsung, mengkajinya dengan berbagai teori yang ada, sampai ia dapat menganalis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya proses transaksi jual beli. Hasil keterlibatan, pengamatan dan kajiannya ini selanjutnya dipresentasikan di dalam kelas, untuk dibahas dan menampung saran dan masukan lain dari seluruh anggota kelas.
Pada intinya dengan CI, dosen dan mahasiswa memanfaatkan pengetahuan secara bersama-sama, untuk mencapai kompetensi yang dituntut oleh matakuliah, serta memberikan kesempatan pada semua orang yang terlibat dalam pembelajaran untuk belajar satu sama lain.
Project-Based Learning (PjBL) PjBL adalah metode belajar yang sistematis, yang melibatkan mahasiswa dalam belajar pengetahuan dan keterampilan melalui proses pencarian/penggalian (inquiry) yang panjang dan terstruktur terhadap pertanyaan yang otentik dan kompleks serta tugas dan produk yang dirancang dengan sangat hati-hati.
Problem-Based Learning/Inquiry (PBL/I) PBL/I adalah belajar dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa harus melakukan pencarian/penggalian informasi (inquiry) untuk dapat memecahkan masalah tersebut.
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
36
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
Pada umumnya, terdapat empat langkah yang perlu dilakukan mahasiswa dalam PBL/I, yaitu: (a) Menerima masalah yang relevan dengan salah satu/beberapa kompetensi yang dituntut matakuliah, dari dosennya; (b) Melakukan pencarian data dan informasi yang relevan untuk memecahkan masalah; (c) Menata data dan mengaitkan data dengan masalah; dan (d) Menganalis strategi pemecahan masalahPBL/I adalah belajar dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa harus melakukan pencarian/penggalian informasi (inquiry) untuk dapat memecahkan masalah tersebut.
Membuat Rancangan Pembelajaran SCL Pada dasarnya proses membuat rancangan pembelajaran SCL ini adalah memilih metode pembelajaran agar sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. Dalam memilih metode pembelajaran perlu diperhatikan beberapa unsur, yaitu: (1) Mahasiswa; (2) Materi ajar/bahan kajian; dan (c). Sarana/alat pembelajaran. Pada saat, dosen memilih materi dengan mempertimbangkan mahasiswa dan sarana/alat, maka akan terwujud metode pembelajaran yang efisien. Sementara pada saat memilih metode dengan mempertimbangkan sarana dan materi/bahan kajian, maka akan terwujud metode pembelajaran yang efektif. Jika pembelajaran yang dipilih tidak memperhatikan sarana/alat yang tepat, maka pembelajaran tidak akan dapat tersampaikan dengan efektif. Contohnya, mau mengajarkan warna, namun tidak menggunakan alat tayang visual, maka pembelajaran warna tersebut menjadi tidak dapat diserap mahasiswa dengan baik. Terakhir, dalam memilih metode, dosen perlu juga untuk mempertimbangkankan mahasiswa dan bahan kajian yang akan disampaikan. Manakala mahasiswa memiliki kemampuan yang dirasakan kurang, maka dosen perlu memodifikasi kajian agar dapat dengan mudah dicerna oleh mahasiswa. Untuk dapat lebih jelas, maka dapat dilihat pada gambar 8. di bawah ini.
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
37
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
SARANA/ ALAT
Efektivitas
Efisiensi KOMPETENSI
MATERI AJAR/ BAHAN KAJIAN
MAHASISWA
Tingkat kesukaran – Tingkat kemampuan Gambar. 8. Unsur yang Dipertimbangkan dalam memilih Metode Pembelajaran
Setelah memahami cara pemilihan metode pembelajaran, langkah berikutnya adalah menyusun rancangan pembelajarannya. Dalam membuat rancangan pembelajaran di bawah ini telah disajikan tabel 8. mengenai rancangan pembelajaran yang dapat mengarah pada ketercapaian kompetensi.
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
38
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
Tabel 8. Rancangan Pembelajaran berbasis SCL dan KBK
USULAN RANCANGAN PEMBELAJARAN KBK Mata kuliah : ……………………………….. Sem …… Kode : …… sks : ……… Jurusan : .. .…………………………….. Dosen : ………………………………
KOMPETENSI : (1) MINGGU KE
(2) KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN
(3) MATERI PEMBELA JARAN
(4) BENTUK PEMBELA JARAN
(5) KRITERIA (indikator) PENILAIAN
(6) BOBOT NILAI
Untuk mengisi rancangan pembelajaran tersebut, dimulai dengan mengisi kompetensi mata kuliah, yang diambil dari peta struktur kurikulum program studi. Jadi, dalam model ini, dosen tidak menetapkan sendiri kompetensi mata kuliahnya, namun mendapatkan kompetensi tersebut dari program studi yang bersangkutan. Setelah mengisi kompetensi mata kuliah, langkah selanjutnya adalah menjabarkan atau menderivasikan kompetensi tersebut ke dalam beberapa kemampuan akhir yang diharapkan. Semua kemampuan akhir tersebut jika kembali disatukan harus menjadi kompetensi mata kuliah yang ditetapkan di atas.
Setelah semua kemampuan akhir dituliskan, dapat dimulai dengan mengisi kolom (3) materi pembelajaran. Untuk mengisi kolom 3 dosen dapat menganalisis dengan pertanyaan: “Materi apa yang diperlukan agar kompetensi yang dituju dapat dikuasai?” Langkah selanjutnya adalah mengisi kolom (4) bentuk/metode pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan akhir yang akan dituju. Kemudian langkah berikutnya adalah mengisi kolom (5) yang berisi tentang kriteria atau indikator dari setiap kemampuan akhir yang akan dituju. Setelah kolom (3) sampai dengan
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
39
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
kolom (5), terisi maka mulailah dilakukan analisis mengenai bobot masing-masing kemampuan akhir dalam mencapai kompetensi mata kuliah dan waktu yang diperlukan untuk mencapainya.
Rancangan pembelajaran tersebut kemudian dilampiri dengan form rancangan tugas. Setiap kemampuan yang akan dituju, memerlukan desain tugas tertentu, sehingga dapat mengajak mahasiswa menunjukkan kinerjanya. Untuk itu dibuatkan format rancangan tugas sebagaimana yang tertuang pada gambar.10 di bawah ini.
BENTUK TUGAS MATA KULIAH : …………………………………………………………. SEMESTER
: ………………………………… sks : ……………….
1. TUJUAN TUGAS : ............................................................................ 2. URAIAN TUGAS : a. Obyek garapan : ……………………………………………………… b. Yang harus dikerjakan dan batasan-batasan : …………………… c. Metode/ cara pengerjaan, acuan yang digunakan : ................ d. Deskripsi/luaran tugas yang dihasilkan/ dikerjakan : ………………. 3. KRITERIA PENILAIAN : a. ……………………….. b. ………………………. c. ………………………..
Gambar 10. Format Rancangan Tugas
Pada rancangan tugas terdiri dari unsur (1) Tujuan Tugas; (2) Uraian Tugas; dan (3) Kriteria Penilaian. Tujuan tugas ditulis berdasarkan kemampuan akhir yang akan dituju (diambilkan dari tabel rancangan pembelajaran). Tujuan tugas berisi rumusan kemampuan yang diharapkan dapat dicapai oleh mahasiswa bila ia berhasil mengerjakan tugas tersebut. Uraian tugas, terdiri atas obyek garapan yang berisi mengenai deskripsi obyek materi yang akan dipelajari dalam tugas ini (misalnya mengenai penyakit kulit/tanaman industri/narkoba/dll). Sementara itu, yang harus dikerjakan dan batasan-batasannya, berisi uraian besaran, tingkat kerumitan, dan keluasan
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
40
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
masalah dari obyek material yang harus dipelajari, tingkat ketajaman dan kedalaman studi yang distandardkan. Metode/Cara pengerjaan tugas, berupa petunjuk mengenai teori/teknik/alat yang sebaiknya digunakan, alternatif langkah-langkah yang dapat ditempuh, data dan buku acuan yang wajib dan yang disarankan untuk digunakan, ketentuan cara mengerjakannya, secara berkelompok atau individual. Deskripsi luaran tugas yang dihasilkan, berisi tentang uraian tentang bentuk harus ditunjukkan/disajikan (misal hasil studi tersaji dalam paper minimum 20 halaman termasuk skema, tabel dan gambar; ukuran kertas kuartol diketik dengan tipe huruf times new roman atau arial, dst.). Sementara itu, kriteria penilaian berisi butir-butir indikator yang dapat menunjukan tingkat keberhasilan mahasiswa dalam usaha mencapai kompetensi yang telah dirumuskan. Untuk lebih jelasnya, pada lampiran buku ini terdapat form modul ajar yang dapat digunakan sebagai acuan untuk membuat rancangan pembelajaran.
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
41
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
6. ALTERNATIF PENILAIAN DALAM IMPLEMENTASI KBK
Penilaian adalah tugas dosen yang dipandang cukup sulit bagi dosen. Beberapa permasalahan sering muncul dalam proses penilaian, diantaranya adalah: 1) Pemberian angka pada hasil belajar mahasiswa apakah termasuk penilaian? Banyak di antara dosen yang terjebak hanya memberikan angka pada proses penilaiannya. Padahal esensi dari penilaian adalah memberikan umpan balik pada kinerja/kompetensi yang ditunjukkan mahasiswa agar dapat mengarah pada ketercapaian output dan outcome pembelajaran. Angka bukanlah tujuan akhir dari penilaian. 2) Jenis kemampuan apa yang kita nilai dari mahasiswa? Dosen sering mengalami kesulitan untuk menilai kemampuan siswa. Tidak jarang dosen kurang mampu membedakan kemampuan akhir yang akan dinilainya. Sebagai contoh, pada saat dosen hendak menilai kognitif, sering dipengaruhi oleh kemampuan afeksi mahasiswa seperti sikap dan penampilan mahasiswa. 3) Apakah teknik penilaian yang kita jalankan sudah tepat sesuai kemampuan mahasiswa secara nyata dan benar?
Dosen juga sering mengalami kesulitan dalam menentukan metode
penilaian yang tepat untuk menilai kompetensi tertentu. Misalnya, pada saat dosen menilai psikomotor, masing sering dilakukan secara ujian tertulis. 4) Bagaimana cara penilaian: paper/karangan, syair. Matematika, maket, patung, ujian tulis/uraian, apakah sama caranya? 5) Apakah tes dan ujian tulis merupakan satu-satunya cara yang tepat untuk melihat kemampuan/kompetensi mahasiswa? Masih banyak diantara dosen yang selalu menggunakan metode ujian tertulis mulai dari awal penilaian sampai ujian akhir.
Melihat sedemikian rumitnya permasalahan penilaian, maka di dalam pembelajaran SCL untuk mencapai kompetensi maka diajukan model penilaian secara rubrik. Rubrik merupakan panduan asesmen yang menggambarkan criteria yang digunakan dosen dalam menilai dan member tingkatan dari hasil pekerjaan mahasiswa. Rubrik perlu memuat daftar karakteristik yang diinginkan yang perlu ditunjukkan dalam suatu pekerjaan mahasiswa dengan panduan untuk
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
42
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
mengevaluasi masing-masing karakteristik tersebut. Manfaat pemakaian rubric di dalam proses penilaian adalah: 1. Rubrik menjelaskan deskripsi tugas 2. Rubrik memberikan informasi bobot 3. Mahasiswa memperoleh umpan balik yang cepat dan akurat 4. Penilaian lebih objektif dan konsisten
Secara konseptual rubrik memiliki tiga (3) macam bentuk, yaitu (a) Rubrik deskriptif; (b) Rubrik holistik; dan (3) Rubrik skala persepsi. Di dalam pembelajaran sering menggunakan rubrik deskriptif dan
rubrik holistik. Sementara rubrik skala persepsi sering digunakan untuk
melakukan penelitian atau survey.
Rubrik Deskriptif Rubrik deskriptif memiliki empat komponen atau bagian, yaitu deskripsi tugas, skala nilai, dimensi, dan deskripsi dimensi. Bentuk umum rubrik deskriptif ditunjukkan pada Gambar 11. Keempat komponen tersebut adalah (1) Deskripsi tugas: menjelaskan tugas atau objek yang akan dinilai atau dievaluasi. Deskripsi tugas ini harus benar-benar jelas agar mahasiswa memahami tugas yang diberikan; (2) Skala nilai: menyatakan tingkat capaian mahasiswa dalam mengerjakan tugas untuk dimensi tertentu. Skala nilai biasanya dibagi menjadi beberapa tingkat, misalnya dibagi menjadi tiga tingkat yaitu sangat memuaskan, memuaskan, dan cukup. Jumlah skala nilai ini bersifat fleksibel, dapat diperbanyak atau dikurangi sesuai kebutuhan. Pada umumnya tiga skala nilai telah dapat mencukupi keperluan penilaian; (3) Dimensi: Dimensi menyatakan aspek-aspek yang dinilai dari pelaksanaan tugas yang diberikan. Sebagai contoh, dalam tugas presentasi, aspek-aspek yang dinilai adalah pemahaman, pemikiran, komunikasi, penggunaan media visual, dan kemampuan presentasi. Aspek-aspek yang dinilai dapat saja diberikan bobot yang berbeda dalam penilaian, misalnya aspek pemikiran diberi bobot lebih tinggi daripada aspek lain dan kemampuan presentasi tidak terlalu tinggi dibandingkan aspek yang lain. Contoh: diberikan bobot 30% untuk pemikiran, 10% untuk kemampuan presentasi, dan 20% untuk yang lainnya. Pemberian bobot bergantung pada kepentingan penilaian; dan (4) Tolak Ukur Dimensi: disebut juga tolak ukur penilaian. Merupakan deskripsi yang menjelaskan
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
43
2009
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
bagaimana karakteristik dari hasil kerja mahasiswa. Digunakan untuk standar yang menentukan pencapaian skala penilaian, misalnya nilai sangat memuaskan, memuaskan, atau cukup.
Rubrik deskriptif memberikan deskripsi karakteristik atau tolok ukur penilaian pada setiap skala nilai yang diberikan. Format ini banyak dipakai dosen dalam menilai tugas mahasiswa karena memberikan panduan yang lengkap untuk menilai hasil kerja mahasiswa. Meskipun memerlukan waktu untuk menyusunnya, manfaat rubrik deskriptif bagi dosen dan mahasiswa (sebagai umpan balik atas kinerja) melebihi usaha untuk membuatnya
Deskripsi tugas : DIMENSI
Skala 1
Skala 2
Skala 3
Dimensi 1
Tolok ukur Dimensi
Tolok ukur Dimensi
Tolok ukur Dimensi
Dimensi 2
Tolok ukur Dimensi
Tolok ukur Dimensi
Tolok ukur Dimensi
Dimensi 3
Tolok ukur Dimensi
Tolok ukur Dimensi
Tolok ukur Dimensi
Dimensi 4
Tolok ukur Dimensi
Tolok ukur Dimensi
Tolok ukur Dimensi
Dimensi 5
Tolok ukur Dimensi
Tolok ukur Dimensi
Tolok ukur Dimensi
Gambar 11. Rubrik Deskriptif
Rubrik Holistik Berbeda dengan rubrik deskriptif yang memiliki beberapa skala nilai, rubrik holistik hanya memiliki satu skala nilai, yaitu skala tertinggi. Isi dari deskripsi dimensinya adalah kriteria dari suatu kinerja untuk skala tertinggi. Apabila mahasiswa tidak memenuhi kriteria tersebut, penilai
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
44
2009
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
memberi komentar berupa alasan mengapa tugas mahasiswa tidak mendapatkan nilai maksimal. Gambar 12. menunjukkan bentuk umum dari rubrik holistik.
Bentuk Umum Rubrik Holistik Deskripsi tugas : DEMENSI
Kriteria
Dimensi 1
Harapan Dimensi 1
Dimensi 2
Harapan Dimensi 2
Dimensi 3
Harapan Dimensi 3
Dimensi 4
Harapan Dimensi 4
Dimensi 5
Harapan Dimensi 5
Komentar
Nilai
Gambar.12. Rubrik Holistik
Kelemahan rubrik holistik adalah dosen masih harus menuliskan komentar atas capaian mahasiswa pada setiap dimensi bila mahasiswa tidak mencapai kriteria maksimum. Karena tidak ada panduan terperinci mungkin sekali terjadi ketidakkonsistenan pemberian komentar atau umpan balik kepada mahasiswa. Dosen perlu menuliskan komentar yang sama pada tugas mahasiswa yang menunjukkan karakteristik yang sama, sehingga akan memerlukan lebih banyak waktu. Meskipun perlu diakui bahwa menyusun rubrik holistik lebih sederhana daripada rubrik deskriptif, namun waktu diperlukan dalam melakukan penilaian mungkin sekali lebih lama.
Cara membuat Rubrik Beberapa langkah yang harus dilakukan dalam membuat rubrik adalah: 1. Mencari berbagai model rubrik
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
45
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
Saat ini penggunaan rubrik mulai berkembang luas. Berbagai model rubrik dapat diperoleh dengan melakukan pencarian di website, karena banyak institusi pendidikan dan staf pengajar yang menaruh rubrik mereka di sana. Berbagai model rubrik yang ada dapat dipelajari dengan membandingkan sebuah rubrik dengan rubrik lainnya sehingga menginspirasi ide-ide contoh dimensi dan tolak ukur yang selanjutnya diadaptasi sesuai dengan tujuan pembelajaran (jika menggunakan atau mengadaptasi rubrik dosen lain, jangan lupa untuk meminta ijin kepada penulis aslinya).
2. Menetapkan Dimensi Setelah mengetahui pokok-pokok pemikiran tentang tugas yang diberikan dan harapan terhadap hasil kerja mahasiswa dapat disusun komponen rubrik yang penting, yaitu dimensi. Pembuatan dimensi dilakukan dalam beberapa tahap: (a) Membuat daftar yang berisi harapan-harapan dosen dari tugas yang akan dilaksanakan oleh mahasiswa; (b) Menyusun daftar yang telah dibuat mulai dari harapan yang paling diinginkan; (c) Meringkas daftar harapan, jika daftar harapan masih panjang. Daftar dapat disederhanakan dengan cara menghilangkan elemen yang kurang penting atau menggabungkan elemen yang memiliki kesamaan;(d) mengelompokkan elemen tersebut berdasarkan hubungan yang satu dengan yang lainnya. Jadi, setiap kelompok berisi elemenelemen yang saling berhubungan; (e) langkah berikutnya adalah memberi nama masing-masing kelompok dengan nama yang menggambarkan elemen-elemen di dalamnya; (f) nama-nama yang diberikan pada langkah di atas disebut dengan dimensi dan elemen-elemen di dalamnya menjadi deskripsi dimensi untuk skala tertinggi.
3. Menentukan Skala Tingkat pencapaian hasil kerja mahasiswa untuk setiap dimensi ditunjukkan dengan skala penilaian. Jumlah skala yang dianjurkan sesuai dengan tingkatan penilaian yang ada di program studi masing-masing, misalnya penilaian sampai skala 5, yaitu sangat baik, baik, cukup, kurang baik, dan sangat kurang. Semakin banyak skala yang dipergunakan semakin tidak mudah membedakan tolak ukur setiap dimensi, sehingga dapat menimbulkan subjektif. Tingkatan skala yang digunakan harus jelas dan relevan untuk dosen dan mahasiswa. Berikut beberapa contoh nama tingkatan skala penilaian: (a) melebihi standar, memenuhi standar, mendekati standar, di
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
46
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
bawah standar; (b) bukti yang lengkap, bukti cukup, bukti yang minimal, tidak ada bukti; (c) baik sekali, sangat baik, cukup, belum cukup; dan seterusnya. Apapun nama yang digunakan pada setiap tingkatan skala, dosendan mahasiswa mengerti dengan jelas, skala yang mencerminkan hasil kerja mahasiswa yang dapat diterima.
4. Membuat Tolak Ukur pada Rubrik Deskriptif Pada penyusunan rubrik deskriptif, setelah skala penilaian didefinisikan, langkah selanjutnya adalah membuat deskripsi dimensi (tolak ukur dimensi) untuk setiap skala. Tahapan pembuatan tolak ukur dimensi: a. tolak ukur dimensi untuk skala tertinggi sudah dibuat sebelumnya, yaitu daftar-daftar yang telah dibuat saat pada proses pembuatan dimensi. Daftar tersebut berupa harapan-harapan dosen pada tugas mahasiswa; b. membuat tolak dimensi untuk skala terendah. Pembuatannya mudah karena merupakan kebalikan tolak ukur dimensi untuk skala tertinggi; c. membuat deskripsi dimensi untuk skala pertengahan. Semakin banyak skala yang digunakan, semakin sulit membedakan dan menyatakan secara tepat tolak ukur dimensi yang dapat dimasukkan dalam suatu skala nilai. Jika menggunakan lebih dari tiga skala, tolak ukur dimensi yang dibuat terlebih dahulu adalah yang paling luar atau yang lebih dekat ke skala tertinggi atau terendah. Kemudian selangkah demi selangkah menuju ke bagian tengah.
Rubrik dan segala bentuk penilaiannya diharapkan dapat diketahui secara terbuka oleh mahasiswa di awal semester. Oleh karenanya, pada saat proses perencanaan studi (pengisian KRS), semua perencanaan dan alat pembelajaran harus telah diterimakan pada mahasiswa, hal ini dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa.
7. CONTOH FORMULIR/BORANG RANCANGAN PEMBELAJARAN
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
47
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
MODUL PEMBELAJARAN MATA KULIAH: ............................................
Logo institusi
Nama
: ..................................................
Institusi
: ..................................................
Fakultas
: ..................................................
Program Studi : ..................................................
2008
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
48
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
2009
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Modul Ajar :
Nama Dosen Pengampu :
Jogjakarta, ........................................... Penyusun,
(..........................................)
Mengetahui dan Menyetujui: Ketua Program Studi:
(........................................)
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
49
2009
[BUKU KBK – DITJEN DIKTI]
RANCANGAN PEMBELAJARAN Nama Mata Kuliah:
sks
:
Program Studi
Fakultas
:
:
KOMPETENSI MATA KULIAH
:
Matriks Pembelajaran : Minggu
Kemampuan akhir yang diharapkan
Materi/Pokok Bahasan
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
Strategi Pembelajaran
Latihan yang dilakukan
Kriteria Penilaian (Indikator)
Bobot
50
Contoh format: RANCANGAN PEMBELA
FORMAT RANCANGAN TUGAS Nama Mata Kuliah Program Studi
:
Fakultas
:
:
sks
:
Pertemuanke :
A.TUJUAN TUGAS:
B. URAIAN TUGAS: a. Obyek Garapan
:
b. Batasan yang harus dikerjakan:
c. Metode/Cara Pengerjaan (acuan cara pengerjaan):
d. Deskripsi Luaran tugas yang dihasilkan:
C.KRITERIA PENILAIAN
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
51
Contoh format: RANCANGAN PEMBELA
GRADING SCHEME KRITERIA 1:
GRADE
SKOR
DESKRIPSI Menjelaskan secara lengkap tentang: macammacam alat; kegunaan; merck dan lokasi penjualan disertai dengan analis
KRITERIA 2:
GRADE
SKOR
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
DESKRIPSI
52
Contoh format: RANCANGAN PEMBELA
LAMPIRAN – LAMPIRAN: 1. Lecture Notes: power point 2. Lembar Kerja 3. Selected Reading Material (daftar alamat web; buku; print out artikel; fotocopy)
D:\KBK\2008\BUKU KBK 2008\BUKU GABUNG EDIT SD.docx
53